E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
TEORI MUSHAWWIBAT – MUKHATHTHIA'T DALAM BERIJTIHAD Oleh : E. Mulya S1 Abstraksi Kajian Mushawwibat dan Mukhatthia't merupakan kajian Ushul Fiqh, yang erat kaitannnya dengan ijtihad dan mujtahid. Perbedaan pandangan kelompok Mushawwibat dan Mukhatthia't ini berawal dari permasalahan apakah Allah telah menetapkan suatu hukum pada suatu masalah yang tidak ada nashnya, baik dari nash al-Qur'an maupun dari nash al-Hadits, sebelum para mujtahid berijtihad, ataukah Allah SWT sama sekali belum menentukan hukum pada setiap masalah, sehingga jika para mujtahid melakukan ijtihad maka hasil ijtihadnya merupakan hukum al-syari' (Allah). Pandangan ini membahwa kita kepada dilemma dalam memahami arti kebenaran, apalagi jika kebenaran itu terkait dengan kebenaran yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Kata Kunci: Mushawibat, muthatiat, Ijitihad dan Syariah
Abstrack Mushawwibat study and a study of Usul Fiqh Mukhatthia't, which is closely related to ijtihad and mujtahid. Different views and Mukhatthia't Mushawwibat group originated from problems of whether God has set up a law on an issue that has nothing proposition, either from the texts of the Qur'an and Hadith texts, before the mujtahid ijtihad, or the same Allah once the law has not yet determined on any issue, so if the mujtahid perform ijtihad is the result of ijtihad alshari'ah law '(God). This view leads us to the problem in understanding the meaning of truth, especially if it is related to the truth that God requires truth and His Messenger. Keywords: Mushawibat, muthatiat, Ijitihad and Sharia
1
Penulis adalah Stap Pengajar FAI UNMA Prodi Mu’amalah (Hukum Ekonomi Syariah)
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
49
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
A. PENDAHULUAN Dalam disiplin ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, dibahas secara gamblang tentang pola-pola dan metode ijtihad yang menjadi acuan dalam pengembangan pemikiran-pemikiran hukum Islam. Abdul Wahab Khallaf mengomentari soal ijtihad dengan mengatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara' dari dalil-dalil syara' secara terperinci.2 Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa dalam memperoleh suatu hukum syara' setidaknya dibutuhkan mujtahid-mujtahid yang dapat menyingkap suatu produk hukum yang belum dipastikan kebenarannya oleh sumber utama hukum Islam yaitu al-Qur'an dan al-Hadits. Di antara pembahasan penting terkait dengan masalah ijtihad dalam Islam adalah tentang kategori nilai kebenaran yang diperoleh oleh seorang mujtahid dalam menentukan suatu hukum syara'. Kategori kebenaran ini dikenal dalam kajian ushul fiqh dengan teori Mushawwibat (Yang menyatakan benar) dan Mukhatthia't (Yang menyatakan salah). Teori ini dapat ditemukan dalam kitab-kitab Ushul Fiqh, meskipun tampak dibahas oleh pembahas Ushul Fiqh belakangan secara sepintas, parsial dan tampak tidak secara luas dan mendalam. Dalam kajian, ada kemungkinan dalam kitab-kitab Ushul Fiqh belakangan seperti karya Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahhab Khallaf dan Abdul Karim Zaedan tidak dibahas secara memadai persoalan Mushawwibat dan Mukhatthia't lebih disebabkan karena persoalan ini dipandang tidak ada ujung pangkalnya sebab klaim-klaim kebenaran dan kesalahan dalam berijtihad sangat relatif adanya. 2
Abdul Wahab Khallaf, 'Ilm Ushul al-Fiqh, Da'wah Islamiyat Syabab alAzhar, Kairo, 1968, cet 7, h. 187
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
50
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
Rumitnya persoalan Mushawwibat dan Mukhatthia't ini, tidak berarti bahwa nilai kebenaran ijtihad para mujtahid sama sekali tidak dapat dijelaskan, sebab sebagaimana dikemukakan oleh kalangan ushûliyyûn bahwa tingkat kebenaran yang diperoleh dan tingkat kekeliruan yang diperoleh oleh seorang mujtahid tetap berlaku, namun keduanya tetap mendapat memperoleh pahala (ma'jur) insyaAllah. Hal ini sesuai dengan bunyi hadits yang artinya : "Bahwa apabila seorang hakim hendak menetapkan suatu hukum, lalu ia berijtihad dan ijtihadnya benar maka ia mendapat dua pahala, dan apabila seorang hakim hendak menetapkan suatu hukum, lalu ia berijtihad dan ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.3 Hal menarik dalam hadits ini adalah ada perkara "Benar" dan ada perkara "Pahala". Dengan demikian, sesungguhnya perkara ijtihad dalam Islam adalah suatu tindakan yang memiliki derajat yang mulia.
B. PENGERTIAN Secara
kebahasaan
Mushawwibat
berarti
orang
yang
menyatakan benar dan Mukhatthia't berarti orang yang menyatakan salah. Sementara secara istilah dalam Ushul Fiqh, Mushawwibat adalah kelompok yang berpendapat bahwa setiap mujtahid menemukan kebenaran dalam ijtihad mereka. Maksudnya bahwa apabila seorang mujtahid melakukan ijtihad dengan mempergunakan metode ijtihad yang diterima oleh syara' maka hasil ijtihadnya adalah benar. Sedangakan Mukhatthia't menurut ulama Ushul Fiqh mendefenisikan sebagai kelompok yang berpendapat bahwa kebenaran itu hanya satu dan hanya dicapai oleh seorang mujtahid, sedangkan muitahid lainnya
3
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Amr bin Ash
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
51
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
tidak mencapai kebenaran. Maksudnya, bahwa hukum yang benar di sisi Allah hanya satu, dan karena itu mujtahid berusaha untuk menemukannya. Singkatnya,
pengertian
Mushawwibat
dan
Mukhattthia't
memuat pesan kebenaran dan kesalahan, yang keduanya ingin dirujukkan antara kebenaran yang diyakini akal pikiran manusia dan kebenaran yang dikehendaki Allah. Kesalahan yang dimaksudkan Allah dan kesalahan yang diyakini akal pikiran manusia.
C. TEORI MUSHAWWIBAT DAN MUKHATHTHIA'T Ushul fiqh telah menawarkan garis-garis petunjuk yang mumpuni untuk mengarahkan mujtahid agar terhindar dari kesalahankesalahan dalam menetapkan suatu hukum. Hal ini seiring dengan pembahasan Mushawwibat dan Mukhatthia't dalam Ushul Fiqh, yang senantiasa dibahas oleh pengkaji Ushul Fiqh dalam kaitannnya dengan ijtihad dan mujtahid. Perbedaan
pandangan
kelompok
Mushawwibat
dan
Mukhatthia't ini berawal dari permasalahan apakah Allah telah menetapkan suatu hukum pada suatu masalah yang tidak ada nashnya, baik dari nash al-Qur'an maupun dari nash al-Hadits, sebelum para mujtahid berijtihad, ataukah Allah SWT sama sekali belum menentukan hukum pada setiap masalah, sehingga jika para mujtahid melakukan ijtihad maka hasil ijtihadnya merupakan hukum al-syari' (Allah).4 Pandangan ini membahwa kita kepada dilemma dalam memahami arti kebenaran, apalagi jika kebenaran itu terkait dengan kebenaran yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. 4
Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Jilid 4, cet
1, 1997.
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
52
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
Secara garis besar ada dua kelompok yang masing masing berpendapat dengan teori Mushawwibat maupun Mukhatthia't. Kedua teori ini masing-masing adalah sebagai berikut : 1. Ulama Asy'ariyah seperti Abu Bakar al-Baqilani dan Abu Yusuf berpendapat bahwa Allah SWT tidak menentukan hukum tertentu pada setiap persoalan sebelum dilakukan ijtihad, bahkan hukum Allah dalam setiap persoalan itu merupakan hasil ijtihad yang dicapai oleh seorang mujtahid. Artinya, semua permasalahan yang belum ada nashnya, hukumnya adalah hasil ijtihad setiap mujtahid dan hasil ijtihadnya adalah benar. Karena itu mereka mendukung pandangan al-Mushawwibat dengan beberapa pertimbangan a. Kisah Nabi Daud dan Sulaiman dalam surah al-Anbiya ayat 78 dan 79, yang menceritakan terjadinya perbedaan keputusan antara Daud dan Sulaiman terhadap pemilik kambing yang merusak binatang orang lain, yang sekiranya salah satu dari kedua pendapat (Daud dan Sulaiman) salah dalam menetapkan hukum, maka tidak akan dikatakan bahwa hukum yang berbeda dari Daud dan Sulaiman itu sebagai hukum Allah. b. Hadits yang berbunyi "Sahabatku ibarat bintang, siapa saja yang kamu ikuti maka kamu akan mendapat petunjuk". Artinya, perbedaan ijitihad yang terjadi dikalangan sahabat dapat memilih pendapat mana saja di antara sahabat. Jadi Rasulullah mengakui beberapa kebenaran yang dibawa oleh para sahabat. Yang terpenting lagi, bahwa setiap sahabat Nabi Muhammad SAW tampaknya masing-masing melakukan ijtihad c. Bahwa andaikata setiap masalah yang tidak ada nashnya maka Allah pasti akan menetapkan yang Qath'i, terhadap hukum itu agar tidak terjadi keraguan terhadap hukum yang dicari. Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
53
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
2. Jumhur Ulama dan "Syi'ah" berpandangan bahwa hukum pada setiap permasalahan ijtihad hanya satu yang benar, dan apabila ada perbedaan hasil ijtihad yang dicapai, maka dari sekian hasil ijtihad hanya satu yang benar, sedangkan yang lain adalah salah. Ahmad bin Hanbal mengomentari pandangan ini dengan berkata bahwa yang benar di sisi Allah hanya satu, karenanya tidak semua mujtahid menemukan kebenaran. Meski demikian, orang yang melakukan ijtihad, ia tetap memperoleh pahala walau mereka salah dalam menentukan hukum, sebab ia telah berusaha mencapai yang benar tersebut. Kelompok
ini
membantah
pandangan
pendukung
Mushawwibat dengan mengemukakan alasan sebagai berikut : a.
Bahwa dalam kisah Daud dan Sulaiman, Sulaiman lah yang benar sedangkan pandangan Daud adalah salah. Artinya diantara kedua pandangan tersebut ada yang benar.
b.
Bahwa hadits ini membagi secara tegas hasil ijtihad kepada yang benar dan yang salah, dan andaikata yang benar itu ada beberapa maka itu bertentangan dengan kandungan hadits.
Kedua kelompok di atas masing berpegang pada adanya kebenaran, atau keduanya mengakui adanya kebenaran yang diperioleh dalam berijtihad, namun berbeda pada pluralitas kebenaran itu sendiri yang diperoleh dari beberapa hasil ijtihad. Hal ini menghadapkan kita pada dilemma menentukan sebuah kebenaran dalam menentukan suatu hukum tertentu. Namun demikian, meskipun tampak dilematis dalam memahami proposisi di atas, namun di sini kiranya perlu dikemukakan pandangan Syekh Muhammad Al-Khudr Bek, bahwa teori-teori hukum ijtihad Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
54
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu teori-teori tentang hal-hal yang bersifat Qath'i (pasti) dan hal-hal yang bersifat Zhanni (meragukan). Yang bersifat Qath'i bisa berarti tentang Kalamiyyat (tauhid), juga dapat berarti Ushuliyyat (Ushul Fiqh) dan Fiqhiyyat (Fiqh).5 Yang dimaksud dengan perkara Kalmiyyat adalah hal-hal yang berkaitan dengan nalar dan kerja pemikiran, yang dalam kontek ini hanya ada satu kebenaran sehingga jika ada yang keliru dalam soal tauhid maka ia berdosa, bahkan dapat disebut kafir. Sementara yang dimaksud dengan al-ushuliyyat adalah hal-hal yang terkait dengan eksistensi ijma' dan Qiyas serta al-Khabar alWahid, yang jika menentang dalil-dalil ini maka ia dapat mengalami kekeliruan bahkan dapat berdosa. Sedangkan yang dimaksud dengan al-Fiqhiyyat di sini adalah perihal yang berkaitan dengan dua jenis fiqh yaitu al-fiqhiyyat al-Qath'iyyat, seperti perkara kewajiban shalat, puasa dan sebagainya, juga berkaitan dengan al-Zhanniyyat, dimana dalam kategori inilah seorang mujtahid tidak dapat disebut berdosa, baik bagi orang yang berpendapat bahwa yang memperoleh kebenaran dalam ijtihad hanya satu, maupun bagi orang yang berpendapat bahwa setiap mujtahid dapat adalah benar.6 Jika dicermati pemaparan Muhammad Khudr Bek di atas, maka dapat dipahami bahwa persoalan Mushawwibat dan Mukhatthia't adalah tema bahasan yang sangat relevan dengan kemampuan daya nalar seseorang terhadap pesan-pesan nash al-Qur'an dan al-Hadits yang berisi ketentuan-ketentuan hukum syara'.
5
Syekh Muhammad Al-Khudr Bek, Ushul al-Fiqh, Dar al-Fikr, Baerut, 1988. h. 374 6 Ibid
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
55
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
Lebih jauh perlu dikemukakan di sini bahwa dalam wacana teori Mushawwibat dan Mukhatthia't ini setidaknya ada tiga pandangan ulama yang memberikan komentarnya dalam kaitan dengan ijtihad dalam ushuliyyat dan furu'iyyat sebagai berikut7: 1. Bisyr al-Marysi, yang menyertakan antara persoalan-persoalan furu' ke ushul, yang menurutnya mesti ada satu yang ditetapkan dan orang yang salah dari mereka adalah berdosa 2. Al-Jahizh, hanya ada satu kebenaran yang menyertakan antara persoalan-persoalan ushul ke furu', yang menurutnya bahwa hanya satu yang diakui dan benar, namun yang salah dapat diampuni dalam soal furu'iyyat. 3. Abdullah
bin
Al-Hasan
bin
al-Anbary
(dari
kalangan
mu'tazilah), bahwa setiap mujtahid dalam ushul (atau furu') keduanya dapat disebut benar. Perbedaan pandangan di atas, mengindikasikan bahwa pada dasarnya ada dua hal yang mendasari mengapa lahir teori Mushawwibat dan Mukhatthia't, yaitu ; pertama, bahwa hukum-hukum yang berusaha dipahami oleh para mujtahid adalah berkisar pada
nash-nash al-
Muhkamat dan al-Mutasyabihat, atau lebih dikenalnya al-Zhanniyat dan al-Qath'iyyat. Kedua, bahwa hukum yang dikehendaki Allah sebagai kebenaran mutlak bagi-Nya, cukup dilematis dipahami secara benar dengan adanya dua jenis nash atau dalil, meskipun sebetulnya jika saja juga hanya ada satu jenis dalil (misalnya hanya yang Qathi') maka tidak perlu lagi berijtihad, dan ini berarti akal tidak bekerja. Intinya, bahwa perbedaan dalam menentukan tashwib dan takhthi'at masih dalam kerangka rahmat Allah kepada manusia agar
7
Ibid h. 374-6
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
56
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
menemukan kebenaran-kebenaran dalam hukum Islam. Sesuai dengan isyarat Hadits Nabi Muhammad SAW bahwa Ikhtilaf Ummati Rahmat (perbedaan pendapaat di kalangan ummatku) adalah rahmat.
D. KESIMPULAN Dari pemaparan makalah ini dapat dirangkum beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa tentang
teori Mushawwibat dan Mukhatthia't adalah teori kebenaran
mempekerjakan
dan
nalar
kesalah
untuk
yang
diperoleh
memperoleh
dalam
hukum-hukum
tertentu yang disari dari al-Qur'an dan al-Hadir. 2. Bahwa secara garis besar, ada dua pandangan pengertian jumhur berkaitan dengan teori Mushawwibat dan Mukhatthia't yaitu : a. Bahwa setiap mujtahid dalam hal-hal zhanniyat adalah dapat disebut benar, yang disebut mushawwibat. b.
Bahwa hanya ada satu yang benar dari setiap mujtahid, yang disebut golongan mukhaththia't.
3. Bahwa perbedaan pandangan dalam masalah Mushawwibat dan Mukhatthia't ini lebih disebabkan pada perbedaan pemahamaan atas perkara-perkara Qath'iyyat dan Zhahnniyat atau nash-nash yang Muhkamat dan Mutasyabihat. Wallahu A'lam Bishshawab Abdul Wahab Khallaf, 'Ilm Ushul al-Fiqh, Da'wah Islamiyat Syabab al-Azhar, Kairo, 1968, cet 7, h. 187 Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Amr bin Ash Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Jilid 4, cet 1, 1997.
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
57
E. Mulya S; Teori Mushawibat…………
Syekh Muhammad Al-Khudr Bek, Ushul al-Fiqh, Dar al-Fikr, Baerut, 1988. h. 374
Al-Akhbar : Vol. 4. No.2. September 2013
58