E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
NORMA-NORMA SOSIAL MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN HUKUM Oleh: E. Mulya S. Abstraksi Hukum sebagai kaidah atau norma social, tidak terlepas dari nilainilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan merupakan cerminan dan konkritisasi dari pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu hukum yang baik adalah hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa untuk mewujudkan nilai-nilai social yang di cita-citakan masyarakat, diperlukan kaidah-kaidah hukum sebagai alatnya. Nilai-nilai social dan budaya masyarakat dapat dijadikan rujukan dalam pembentukan hukum. Kata Kunci: Masyarakat, Sosial, hukum dan Nilai A. Muqadimah Terdapat dua istilah hukum; yaitu hukum tertulis (statute law = written law) dan hukum tidak tertulis (unstatutery law = unwritten law).1 Hukum tertulis sebagaimana kita ketahui adalah Undang-Undang dibentuk dan dilegalkan oleh penguasa sebagai pemegang tertinggi dalam system social, berbeda dengan hukum tidak tertulis ini tumbuh dan berkembang di masyarakat sebagai bagian dari kesepahaman bersama dan apabila di langgar hukumannya hanya merupakan factor psikologis yang lebih tampak atau kentara. Istilah yang dipakai dalam perkembangan dalam pelegalan hukum tertulis dan tidak tertulis, yatu common law dan civil law. Ini
1
C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta. Balai Pustaka, 1989: 72)
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
75
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Erman Rajagukguk2, yaitu dengan mengutip pernyataan Lord Radcliffe dalam "the law and its compass" yang menyatakan "You will not mistake may meaning or suppose that I depreciate one of the great humane studies of I say that we cannot learn law by learning law. If it is to be anything mere that just a thrice it is to be so much more than it self: a part of history, o part of economics and sociology, a part of ethics and a philosophy of life." Masyarakat menjadi titik tolak adanya hokum, tentu menjadi penting untuk dilakukan setudi guna mengetahui pembentukan hukum, sebagai pendekatan yang kita pakai adalah objek kajian wilayah sosiologi. Walaupun usia sosiologi relative muda, tapi tidakheran para ahli sosiologi hukum tampak telah berhasil memetakan teori-teori yang berkaitan dengan ilmu hukum.3. B. Hukum dan Masyarakat Istilah hukum secara bahasa ternyata mempunyai corak tersendiri, hal ini dikarenakan bahasa merupakan aspek yang berkembang dimana sebuah masyarakat tumbuh dan berada. Dalam bahasa Inggris hokum dinamakan dengan "law" bahasa Perancis "droit"
2
Erman Rajagukguk, Guru besar fakultas Hukum Universitas Indonesia, mendapat S.H dari Universitas Indonesia (1975), LL.M dari Universitas of Washingron, School of Low, Seattle (1984), PhD dari Universitas of Washington, School of ow, Stattle (1988), dan sekarang sebagai Sekertaris Kabinet Indonesia Bersatu. Menyampaikan Diskusi pada acara dies natalis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung ke-37, 2 April 2005 dengan judul, Menggagas Hukum Indonesia: Pluralisme. 3 Lihat. Soerjono Soekanto, Poko-poko Sosiologi Hukum. (Jakarta 1980 PT Raja Grapindo, cet V. ha; 11)
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
76
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
Jerman dan Belanda "recht" dan Itali menyebutnya dengan "dirito"4. Namun kita sebagai bangsa Indonesia lebih enak dengan penyebutan 'law' ketimbang 'recht' walaupun pada dasarnya hukum yang ada di Indonesia diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada waktu penjajahan, maka wajar kita menyebut hukum yang ada pada hari ini merupakan warisan bangsa Belanda. Apapun penyebutannya, hukum tetap timbul dan berkembang dengan adanya masyarakat. Dalam pandangan social masyarakat merupakan lepel kedua dari manusia yang sebelumnya hanya bersifat individual, namun pada perkembangannya terjadi interaksi antara individu dan muncullah masyarakat yang berbarengan dengan adanya sebuah peraturan (hukum), apa itu peraturan (hukum) tertulis ataupun tidak tertulis. Manusia yang menjadi akar masyarakat, menurut Aristoteles (384-322 sebelum M) seorang ahli fikir Yunani menyebut manusia sebagai Zoon Politicon, artinya bahwa manusia sebagai makhluk sisial—pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusai lainnya—jadi jelas ketika manusai sebagai akar dari masyarakat, karena masyarakat terbentuk dari adanya interaksi manusia, sehingga pantas dalam hal ini manusia disebut sebagai mahluk social. Untuk membuktikan bahwa manusia sebagai mahluk social, terdapat perasyarat yang harus di penuhi adalah:
4
Soedirman Kartahadiprojo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia jilid I. 1956. dan lihat Kansil yang mengutip dnegan kata-kata sama dalam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka).
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
77
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelomok yang bersangkutan 2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya, 3. Ada suatu paktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Factor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, idiologi politik yang sama dan lainnya. Tentunya factor mempunyai musuh bersama misalnya, dapat pula menjadi factor pengikat, 4. bersturktur, berkaidah dan mempunyai pola, dan 5. bersistem dan berperoses5 inilah yang membentuk suatu pola masyarakat, dan tampak pula sekaligus membentuk suatu tatanan (hukum) yang mereka ciptakan sendiri melalui pola masyarakat tersebut. Sebagai bukti bahwa hukum tibul dari dan adanya masyarakat, dalam hal ini tentunya membutuhkan penelitian yang seksama dalam hal pembuktiannya. Tetapi dalam kenyataannya sebagai ukuran timbal balik yang
dilakukan manusia
dalam masyarakatnya,
tentunya
membuktikan adanya hukum, hukum tersebut baik berupa respon atau akibat dari timbal balik tersebut. Seperti, seseorang melakukan kontrak pinjaman tentunya ada kesepakatan yang dibangun antara mereka yang mengontrak dan memberika kontrak sampai kapan kontrak tersebut 5
Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (Jakarta. PT Raja Grapindo, cet. 33. 2000: 115). Dari syarat tersebut terdapat pola hubungan yang diciptakan melalui kelompok social, yaitu tentang adanya pola timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong. Lihat: R. M. Maclver dan Charles H. Page dalam Society an introductory Analisysis. London 1961
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
78
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
akan di selesaikan. Oleh sebab itu keadaan hidup seorang msyarakat tidak akan butuh akan sesuatu yang kita namakan hukum. Artinya hukum itu baru dibutuhkan dalam suatu interaksi hudup manusai. Artinya hukum itu baru kita akan jumpa dalam suatu perkumpulan hidup manusia.6 Dari hal demikian, tampak memunculkan kaidah-kaidah yang merupakan
bagian
penyusunan
hukum—sperti
suatu
perjanjian
diperlukan suatu kata sepakat antara mereka yang mengadakan perjanjian—fungsinya ialah memperoleh tata tertib dalam hubungan antara mereka. Dalam hal ini tata (orde = ordenung) itu berwujud pada aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan
hidup,
sehingga
kepentingan
masing-masing
dapat
terpelihara dan terjaim. Kaidah atau norma untuk mengikat tingkah laku menusia itu terdapat dua macam dari isinya yang berwujud: 1.
Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karna akibat-akibatnya di pandang baik.
2.
larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karna akibat-akibatnya dipandang tidak baik.7 Inilah yang menjadi batasan hukum yang timbul di masyarakat,
guna memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana harus bertindak dalam masyarakat sesuai dengan kaidah yang mereka sepakati antara perintah dan larangan.
6
Lihat. Soedirman Kartahadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia. Jilid 1 1956 7 C. S. T. Kansil, Op. Cit: 82
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
79
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
Dari kaidah tersebut, tentunya berimplikasi pada norma-norma, yaitu peraturan-peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakatnya. Norma tersebut adalah; norma agama, norma kesusialaan, norma kesopanan dan norma hukum. C. Pendekatan nilai budaya Hukum sebagai kaidah atau norma social, tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan bahkan dapat dikatakan hukum itu merupakan cerminan dan konkritisasi dari pada nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu hukum yang baik adalah hukum yang hidup di masyarakat.8 Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa untuk mewujudkan nilai-nilai social yang di cita-citakan masyarakat, diperlukan kaidah-kaidah hukum sebagai alatnya. Ini diharapkan nilai-nilai social budaya masyarakat dapat dijadikan rujukan dalam pembentukan hukum. Nilai budaya yang akan menjadi cermin hukum dalam masyarakat, digali dari kebudayaanya. Menurut E. B. Tylor (1871) mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut: "Kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang di dapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat" lebih lanjut, menurut Selo Sumarjan dan Solaeman Soemardi9 merumuskan kebudayaan sebagai suatu hasi karya, rasa dan cipta
8
Soerjono Soekanto, Op. Cit: 14 Selo Soemarjan dan Solaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, (Yayasan Badan Penerbit Pakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964. edisi 9
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
80
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tenologi dan kebudayaan kebenaran atau kebudayaan jasmaniyah (material culture) yang diperluksan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat tidak terlepas dari adanya nilai yang mereka ekspresikan melalui pembentukan budaya. Disamping kaidah-kaidah dan adat-adat yang telah dijelaskan pada sebelumnya. Dengan demikian nilai membawa suatu keserasian dan memperhatikan hal-hal yang bersangkut paut dengan keadaan lahiriah maupun
batiniah
manusia.
Maka
tidak
heran
perkebmangan
kebudayaan selalu di ilhami dengan nilai eksperimental batiniah masyarakat. Inilah yang menjadi hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis dalam catatn Indonesia. Terdapat unsure noematif yang merupakan bagian dari kebudayaan, yaitu: 1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements) misalnya apa yang baik dan buurk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apa yang sesuai dengan keinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan, 2. Unsur yang berhubungan dengan ada yang seharusnya (precritive elements) seperti bagaimana orang harus berlaku, 3. Unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements) seperti misalnya harus mengadakan upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan dan lain-lain.10 pertama: 115). Dan lihat Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi. Memberikan penjelasan yang sama terhadap kebudayaan. 10 Robin M. Wiliams, American Society, sociological interpratio, edisi baru ke-2. (New York, 1967: 19), dalam Soerjono Soekanto, unsure-unsur noematif itu
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
81
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
Inilah pemdekatan nilai budaya yang di kemas oleh masyarakat sebagai bagian dari hukum yang lahir dalam masyarakat. D. Adaya keseimbangan Terdapat keseimbangan yang terjadi dalam masyarakat dari segi hukum, karna kita tahu bahwa tidak ada hukum yang lahir tanpa ada masyarakat, oleh sebab itu adanya hukum di dalam masyarakat membuat dan menjadi penyeimbang bagi perjalanan kehidupannya. Bukti keseimbangan yang terjadi dalam masyarakat akibat hukum tentunya tercermin dari prilaku social sehari-hari, seperti tumbuhnya sifat saling menghormati, tidak ada pemaksaan dalam berkehendak dan masih banyak cermin yang lainnya yang merupakan dasar dari kesimbangan hukum di masyarakat. Keseimabangan hukum masyarakat dalam Islam digambarkan sebagai perinsif-prinsif (al-mabda) hukum Islam, perinsif tersebut juga menjadi titik tolek dari pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hukum Islam. Perinsipnya adalah:11 1. Mengesakan Tauhid, semua manusia dikumpulkan di bawab panji-pani atau ketetapan yang sama yaitu : La ilaha illalah (QS. Ali-Imran: 64)
merupakan kehusussan dalam mengatur hubungan antar mansura kebudayaan, atau menurut istilah Ralph Linton, disebut dengan dsignes for living (garis-garis atau petunjuk dalam hidup). Artinya kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perilaku atau blueprint for behavior yang menerapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang harus di lakukan dan yang dilarangnya. 11 Suparman Usman, Hukum Islam; asas-asas dan pengantar studi hukum islam dalam tata hukum Indonesia, (Jakarta. Gaya Media Pertama, 2001: 63). Lihat juga Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung, yayasan Piara, 1993: 21)
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
82
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
2. Manusia berhubungan langsung dengan Allah, tanpa atau meniadakan perantara antar manusia dengan Tuhan (QS. Alhafir: 60, al Baqarah: 186) 3. Keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain (QS. An-Nisa: 135, al-maidah: 8, al-An'am: 152, dan al-hujurat: 9) 4. Persamaan (al-musawah) diantara umat manusa, persamaan diantara sesame umat Islam, tidak ada perbedaan antara orang arab dan 'Ajam, antara manusai yang berkulit putih dan berkulit hitam, yang membedakan hanyalah takwaya (QS. Al-Hujurat: 13, al-Ira: 70) 5. Kemerdekaan atau kebebasa (al-huriyah), meliputi kebebasan agama, kebebasan berbuat dan bertindak, kebebasan pribadi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum (QS. AlBaqarah: 256, al-Kafirun: 5 dan al-Kahfi: 29) 6. Amar ma'rif dan nahi munkar, yaitu memerintah untu berbuat yang baikd an benar, sesuai dengan kemaslahatan manusia, diridhaoi oleh allah dan memerintahkan untuk menjauhi perbuatan buruk, tidak benar merugikan umat manusia, bertentangan dengan perintah Allah (QS. Ali-imran: 110) 7. Tolong menolong (ta'awun), yaitu tolong menolong, saling membantu antar sesame manusia dengan perinsip tauhid, dalam kebaikan dan takwa kepada Allah Swr. Bukan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (QS. Al-maidah: 2, al-Mujadalah: 9).
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
83
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
8. Toleransi (tasamuh), yaitu sikap saling menghormati, untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian antar sesame manusia (QS. Al-Mumtahanah: 8,9) 9. Musyarwarah dalam memecahkan segala masalah kehidupan (QS. Ali-Imran: 159, as-Syura: 38) 10. Jalan Tengah (ausath, wasatiyah) dalam segala hal (QS. AlBaqarah: 143) 11. Menghadapkan pembebanan (khitab, taklif) kepada akal (QS. Al-hasyar: 2, al-Baqarah: 75, al-an'am: 32, 118). Dalam aplikasinya, keseimbangan hukum yang tercermin dalam pembagian perinsif dalam wilayah hukum Islam menjadi gambaran umum bagi kehidupan social. Seperti perinsip yang ke sebelas mengakui
adanya
pembebanan,
maka
dalam
wilayah
social
pembebanan hukum yang terjadi tidak haya ditujukan kepada sekelompok orang melainkan kepada semua unsure masyarakat baik dari mulai pimpinan adapt sampai pada masyrakat jelata semuanya harus ta'at dan patuh pada hukum yang mereka buat dan pegang. Inillah bentuk pembebanan yang sebenarnya, dalam artian siapapun orangnya ketika dihadapkan pada hukum akan sama. Kalau keseimbangan yang ada dalam hukum harus dilihat dari pirnsip-prinsip yang berkembang dalam hukum Islam, akan tetapi pada bagian lain keseimbnagan hukum dapat kita setudi dengan pendekatan kemaslahatan bagi manusia. Oleh karena itu manusia akan menganggap baik
apabila
dikemudian hari ada
unsure
manfaat
dan
bisa
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
84
meninggalkan unsure madarat.
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
Menurut Juhaya S. Praja,12 peringkat kemaslahatan mempunyai tiga macam, itupun dilihat dari segi peringkatnya, ketiga macam tersebut adalah: Pertama, kemaslahatan ditinjau dari segi pengaruh atas kehidupan umat manusia. Kemaslahatan macam ini meliputi tiga bentuk kemaslahatan: primer, sekunder, dan tertier. Kedua, kemaslahatan ditinjau dari segi hubungan dengan kepentingan umu dan individu dalam masyarakat. Ini bisa disebut dnegan kemaslahatan universal dan kemaslahatan kolektiv serta kemaslahatan individual. Ketiga, kemaslahatan ditinjau dari segi kepentingan dalam rangka pembinaan dan kesejahteraan umat manusia dan individu. Yaitu; kemaslahatan yang mau tidak mau ada bagi terpenuhinya kepentingan
manusia
baik
perorangan
maupun
kolektif,
kemaslahatan yang diduga kuat meski ada bagi kebanyakan orang, kemaslahatan yang diperkirakan. Seperti inilah bentuk keseimbangan hukum yang tercermin dalam Islam sebagai respon social kemasyarakatn.
E. Kesimpulan Dari pembahasan ini dapat disimpulkan yang antara lain, tidak ada hukum ketika tidak ada masyarakat, hukum dilahirkan dari hasil interaksi soasial masyarakat dan dianggap sebagai cerminan ekpresi masyarakat yang disepakati melalui nilai budaya.
12
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung, LPPM Unipersitas Islam Bandung, 2002: 1-5-106)
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
85
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
Dari sisi keseimbangan hukum yang lair di masyarakat, tentunya menjadi prasyarat bagi terdapatnya hukum melalui perinsifprinsif yang dalam lepel hukum Islam sebagai dasar kefilsafatan hukum, serta terjadinya kemaslahatan yang menjadi titik tolak dari perilaku social.
Daftar pustaka C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta. Balai Pustaka, 1989 Erman Rajagukguk, Makalah Diskusi pada acara dies natalis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung ke-37, 2 April 2005 dengan judul, Menggagas Hukum Indonesia: Pluralisme. Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung, yayasan Piara, 1993 R. M. Maclver dan Charles H. Page dalam Society an introductory Analisysis. London 1961 Robin M. Wiliams, American Society, sociological interpratio, edisi baru ke-2. (New York, 1967 Selo Soemarjan dan Solaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, (Yayasan Badan Penerbit
Pakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1964. edisi pertama Soedirman Kartahadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia. Jilid 1 1956 Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (Jakarta. PT Raja Grapindo, cet. 33. 2000
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
86
E.Mulya S: Norma-Norma Sosial ………
___________________, Poko-poko Sosiologi Hukum. (Jakarta 1980 PT Raja Grapindo, cet V. Suparman Usman, Hukum Islam; asas-asas dan pengantar studi hukum islam dalam tata hukum Indonesia, (Jakarta. Gaya Media Pertama, 2001
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
87