III.
TEORI DASAR
3.1. Metode Gayaberat
Metode gayaberat adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di kapal maupun di udara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah permukaan sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi lainnya. Metode gayaberat umumnya digunakan dalam eksplorasi jebakan minyak (oil trap). Disamping itu metode ini juga banyak dipakai dalam eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).
Prinsip pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat massa suatu material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian struktur bawah permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan ini penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik minyak maupun mineral lainnya. Untuk menggunakan metode ini dibutuhkan minimal dua alat gravitasi, alat gravitasi yang pertama berada di base sebagai alat yang digunakan untuk mengukur pasang surut gravitasi, alat yang kedua dibawa pergi ke setiap titik pada stasiun
17
mencatat perubahan gravitasi yang ada. Biasanya dalam pengerjaan pengukuran gravitasi ini, dilakukan secara looping (Supriyadi, 2009).
Pada dasarnya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara dua benda yang memiliki rapat massa yang berbeda, hal ini dapat diekspresikan oleh rumus hukum Newton sederhana sebagai berikut:
F21
F12
m1
m2
r
Gambar 5. Gaya tarik menarik antara dua benda
dimana: (
)
( ( (
)
) ) ( )
Dengan menggunakan rumus dasar inilah maka survey geofisika metode gravitasi dapat dilakukan, namun seperti halnya metode geofisika lainnya, tentu saja metode ini memiliki koreksi. Koreksi dalam metode gaya berat adalah sebagai berikut:
18
3.1.1. Koreksi pasang surut (Tide)
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh gravitasi benda-benda di luar bumi seperti bulan dan matahari, yang berubah terhadap lintang dan waktu. Penurunan efek tidal ini hampir sebagian besar menggunakan persamaan Longman (1959). ( ) [( ) (
)
( ) (
)]
Dalam prakteknya, koreksi tidal dilakukan dengan cara mengukur nilai gayaberat di stasiun yang sama (base) pada interval waktu tertentu. Kemudian bacaan gravimeter tersebut diplot terhadap waktu agar menghasilkan suatu persamaan yang digunakan untuk menghitung koreksi tidal. Nilai koreksi tidal ini selalu ditambahkan pada pembacaan gayaberat.
dimana:
3.1.2. Koreksi apungan (drift)
Koreksi apungan akibat adanya perbedaan pembacaan gayaberat dari stasiun yang sama pada waktu yang berbeda, yang disebabkan karena adanya guncangan pegas alat gravimeter selama proses transportasi dari suatu stasiun ke stasiun lainnya. Untuk menghilangkan efek ini, akuisisi data gayaberat didesain dalam suatu rangkaian tertutup (loop), sehingga
19
besar penyimpangan tersebut dapat diketahui dan diasumsikan linier pada selang waktu tertentu. Koreksi drift pada masing-masing titik stasiun adalah:
(
)
dimana: tn = waktu pembacaan pada stasiun ke-n t1 = waktu pembacaan pada stasiun base (awal looping) tN = waktu pembacaan pada stasiun base (akhir looping) g1 = bacaan gravimeter terkoreksi tidal pada stasiun base (awal looping) gN = bacaan gravimeter terkoreksi tidal pada stasiun base (akhir looping) glokal = gayaberat terkoreksi drift dan tidal
3.1.3. Koreksi lintang
Koreksi ini dilakukan karena bentuk bumi yang tidak sepenuhnya bulat sempurna, sehingga terdapat perbedaan antara jari-jari bumi di kutub dengan di daerah katulistiwa sebesar 21 km. Dengan demikian nilai gayaberat di kutub akan lebih besar dibandingkan nilai gayaberat di katulistiwa. Secara umum gravitasi terkoreksi lintang dapat ditulis sebagai berikut : (
)
20
3.1.4. Koreksi udara bebas (Free Air Correction) Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan efek topografi atau efek ketinggian yang mempengaruhi nilai pembacaan nilai gayaberat tanpa memperhatikan efek dari massa batuan. Dengan kata lain koreksi udara bebas merupakan perbedaan gayaberat yang diukur pada mean sea level (geoid) dengan gayaberat yang diukur pada ketinggian h meter dengan tidak ada batuan diantaranya.
Nilai gaya berat pada mean sea level dengan menganggap bentuk bumi yang ideal, spheroid, tidak berotasi, dan massa terkonsentrasi pada pusatnya, yaitu:
Nilai gayaberat pada stasiun pengukuran dengan elevasi h (meter) dari mean sea level (Kadir, 2000) adalah:
(
)
Perbedaan nilai gayaberat antara yang terletak pada mean sea level dengan titik yang terletak pada elevasi h (meter) adalah koreksi udara bebas (FAC) diberikan persamaan sebagai berikut (Telford dkk,1990): (
Dengan
)
(
= 981785 mGal dan R=6371000 meter
Sehingga besarnya anomali pada posisi tersebut menjadi :
)
21
3.1.5. Koreksi Bouguer
Koreksi bouger merupakan koreksi ketinggian yang memperhitungkan adanya efek dari massa batuan yang berada di antara bidang datum (geoid) dan titik amat dengan asumsi memiliki jari-jari tak terhingga dengan tebal h (meter) dan densitas
(gr/cm3). Sehingga koreksi ini dapat ditulis sebagai
berikut:
rapat massa rata-rata daerah penelitian (gr/cm3)
dimana :
h = ketinggian titik amat (m) Anomali gaya berat setelah diaplikasikan koreksi udara bebas dan koreksi Bouguer yaitu:
3.1.6. Koreksi medan (Terrain Correction)
Koreksi medan mengakomodir ketidak teraturan pada topografi sekitar titik pengukuran. Pada saat pengukuran, elevasi topografi di sekitar titik pengukuran, biasanya dalam radius dalam dan luar, diukur elevasinya. Sehingga koreksi ini dapat ditulis sebagai berikut : (
)
(√
)
(√
dengan: : radius luar dan radius dalam kompartemen z
: perbedaan elevasi rata-rata kompartemen
n
: jumlah segmen dalam zona tersebut
)
22
Karena komponen gaya horizontal (koreksi medan) bersifat mengurangi nilai gayaberat terukur, maka koreksi medan harus ditambahkan pada Simple Bouguer Anomali (SBA), sehingga anomali menjadi Complete Bouguer Anomali (CBA).
3.2. Analisis Spektrum
Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela dan mengestimasi kedalaman dari anomali gayaberat. Selain itu analisis spektrum juga dapat digunakan untuk membandingkan respon spektrum dari berbagai
metode
filtering.
Analisisi
spektrum
dilakukan
dengan
mentransformasi fourier lintasan-lintasan yang telah ditentukan.
Spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal dimana transformasi fouriernya sebagai berikut (Blakely, 1995): | |(
( ) menjadi
( ) dan ( )
dimana : : potensial gayaberat : anomali rapat massa : konstanta gayaberat : jarak
( ) | |(
| |
| | )
.
)
, maka persamaannya
23
Transformasi fourier anomali gayaberat yang diamati pada bidang horizontal diberikan oleh persamaan: (
)
(
)
( )
| |(
)
Dimana: : anomali gaya berat : ketinggian titik amat : bilangan gelombang : kedalaman benda anomali
Jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-masing nilai gaya berat, maka
sehingga hasil
transformasi fourier anomali gaya berat menjadi : | |(
Dengan:
)
A = amplitudo C = konstanta
Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan digunakan untuk memisahkan data regional dan residual. Untuk mendapatkan estimasi lebar jendela yang optimal didapatkan dengan melogaritma-kan spektrum amplitudo yang dihasilkan dari transformasi fourier di atas, sehingga memberikan hasil persamaan garis lurus. Komponen k menjadi berbanding lurus dengan spektrum amplitudo. (
)| |
24
Dari persamaan garis lurus di atas, melalui regresi linier diperoleh batas antara orde satu (zona regional) dan orde dua (zona residual), sehingga nilai k pada batas tersebut diambil sebagai penentu lebar jendela. Hubungan panjang gelombang ( ) dengan k diperoleh dari persamaan Blakely (1995): dimana dengan :
= lebar jendela
Maka didapatkan estimasi lebar jendelanya yaitu:
Untuk estimasi kedalaman diperoleh dari nilai gradien persamaan garis lurus di atas. Nilai gradien hasil regresi linier zona regional menunjukkan kedalaman regional dan nilai hasil regresi linier zona residual menunjukkan kedalaman residual.
Ln A Zona regional
Zona residual Zona noise
k
Gambar 6. Kurva Ln A dengan k
25
3.3. Moving Average
Nilai Anomali Baouguer yang terukur di permukaan merupakan gabungan dari beberapa sumber anomali dan struktur. Sehingga perlu dilakukan pemisahan anomali untuk memperoleh anomali target yang akan dicari. Metode moving average merupakan salah satu cara untuk memisahkan anomali regional, residual dan noise. Metode ini dilakukan dengan merataratakan nilai anomalinya dan akan menghasilkan anomali regional. Nilai anomali residual didapatkan dengan mengurangkan data hasil pengukuran dengan anomali regionalnya.
Secara matematis persamaan moving average untuk satu dimensi yaitu: (
()
)
()
(
)
Sedangkan penerapan moving average pada peta dua dimensi, harga pada suatu titik dapat dihitung dengan metara-ratakan semua nilai
di
dalam sebuah kotak persegi dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harga
.
3.4. Second Vertical Derivative (SDV)
Second Vertical Derivative (SVD) dilakukan untuk memunculkan efek dangkal dari pengaruh regionalnya dan untuk menentukan batas-batas struktur yang ada di daerah penelitian. Sehingga filter ini dapat menyelesaikan anomali residual yang tidak mampu dipisahkan dengan
26
metode pemisahan regional-residual yang ada. Secara teoritis, metode ini diturunkan dari persamaan Laplace’s:
(
dimana
)
(
)
(
)
Sehingga persamaannya menjadi: (
)
(
)
(
*
)
(
(
)
)
(
) +
Untuk data penampang 1D, dimana y mempunyai nilai yang tetap, maka persamaannya adalah: (
)
*
(
) +
Dari persamaan-persamaan di atas dapat diketahui bahwa second vertical derivative dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif dari derivative dapat melalui derivative orde dua horizontalnya yang lebih praktis dikerjakan.
Dalam filter SVD terdapat beberapa operator yang digunakan yaitu yang dihitung oleh Henderson dan Zeits (1949), Elkins (1951) dan Rosenbach (1952). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan filter SVD hasil perhitungan Elkins. Beberapa filter second Vertical Derivative (SVD) dengan berbagai macam operator filter 2-D ditunjukkan pada tabel berikut.
27
Tabel 1. Beberapa operator filter SVD Operator filter SVD menurut Henderson dan Zeitz (1949) 0.0000
0.0000
-0.0838
0.0000
0.0000
0.0000
+1.0000
-2.6667
+1.0000
0.0000
-0.0838
-2.6667
17.0000
-2.6667
-0.0838
0.0000
+1.0000
-2.6667
+1.0000
0.0000
0.0000
0.0000
-0.0838
0.0000
0.0000
Operator filter SVD menurut Rosenbach (1952) 0.0000
+0.0416
0.0000
+0.0416
0.0000
+0.0416
-0.3332
-0.7500
-0.3332
+0.0416
0.0000
-0.7500
+4.0000
-0.7500
0.0000
+0.0416
-0.3332
-0.7500
-0.3332
+0.0416
0.0000
+0.0416
0.0000
+0.0416
0.0000
Operator filter SVD menurut Elkins (1951) 0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
-0.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0833
0.0000
-0.0334
+1.0668
-0.0334
0.0000
-0.0833
0.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
Untuk menentukan jenis struktur patahan suatu daerah menggunakan perumusan berikut (Reynolds, 1997):
|
|
(
)
(
)
|
|
|
|
(
)
(
)
|
|
untuk sesar turun
untuk sesar naik
28
3.5. Pemodelan Inversi 3D
Untuk mendapatkan pola struktur bawah permukaan dari data gayaberat, maka anomali Bouguer hasil pengukuran dan perhitungan harus dilakukan pemodelan baik dengan metode forward modelling atau inversion modelling sehingga akan diketahui distribusi densitas dan struktur di daerah penelitian. Selanjutnya berdasarkan distribusi densitas tersebut dilakukan interpretasi dengan menggabungkan data-data geologi yang ada didaerah tersebut sehingga akan diperoleh struktur bawah permukaan di daerah tersebut.
Pada penelitian ini pemodelan data anomali Bouguer dilakukan dengan metode inversi menggunakan perangkat lunak Grav3D versi 2.0, dengan model benda didekati dengan benda berbentuk susunan prisma tegak dengan spasi ∆x dan ∆y. Dari susunan prisma tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan respon gayaberatnya. Untuk menghitung respon gayaberatnya digunakan metode perumusan yang dilakukan oleh Plouff (1976):
∑
dimana :
∑
∑
*
(
√
(
)
(
)
(
)
)
(
)+
29
3.6. Data Satelit Gravity
Data satelit gravity adalah, data anomali gaya berat yang diperoleh dari satelit gravimetri seperti satelit Topex/Poseidon dan Jason. Satelit gravimetri merupakan satelit yang bertugas untuk untuk menyediakan informasi yang cukup akurat dari model gravity field bumi untuk jangka waktu proyek selama 5 tahun. Estimasi secara temporal berkala dari gravity field bumi dapat diperoleh berikut variasinya yang terjadi.
Satelit-satelit yang umumnya digunakan untuk studi gravity field bumi adalah satelit Topex/ Poseidon dan Jason. Konsep dasar dari satelit gravimetri yaitu mendeteksi perubahan Gravity filed bumi dengan cara memonitor perubahan jarak yang terjadi antara pasangan 2 satelit gravimetri pada orbitnya. Kedua satelit ini saling melaju pada track orbit dengan jarak satelit satu ke satelit kedua sekitar 220 kilometer. Kedua satelit ini terkoneksi oleh K-band microwave link untuk menghitung perbedaan jaraknya secara pasti, dan seberapa besar perubahannya dengan akurasi lebih baik dari 1um/s. Untuk melihat precise attitude dan pergerakan akibat gaya non gravitasi dari satelit, untuk itu kedua satelit dilengkapi dengan star camera dan akselerometer. Sementara itu posisi dan kecepatan satelit ditentukan dari sistem GPS yang ikut terpasang di kedua pasangan satelit gravimetri tersebut. Satelit gravimetri mempunyai akurasi 1 cm untuk tinggi geoid, dan 1 mGal untuk gravity anomali, pada spasial grid 100 kilometer dipermukaan bumi bahkan kurang. (Chelton, 2001).
30
Gambar 7. Satelit gravimetri (Benada, 1997)
Satelit TOPEX/Poseidon yang diluncurkan pada Agustus 1992 merupakan hasil kerjasama antara badan antariksa Amerika NASA (National Aeronatics and Space Administration) dengan badan antariksa Prancis CNES (Centre National d’Etudes Spatiales). Satelit TOPEX/Poseidon memberikan data terakhirnya pada 4 Oktober 2005 pada cycle ke-481. Misi TOPEX/Poseidon berakhir secara resmi pada tanggal 18 Januari 2006 untuk kemudian dilanjutkan oleh satelit Jason-1. Satelit Jason-1 yang diluncurkan pada 7 Desember 2001 merupakan hasil kerjasama antara NASA dengan CNES. Satelit Jason-1 adalah misi lanjutan dari TOPEX/Poseidon dan mempunyai karakteristik serta tujuan yang sama dengan pendahulunya yaitu untuk mengamati tinggi muka air laut secara global.
31
Tabel 2. Karakteristik dari satelit TOPEX/Poseidon Karakteristik Utama Setengah sumbu panjang
7714.4278 km
Eksentrisitas
0.000095
Inklinasi bidang orbit
66.04o
Argumen of perigee
90o
Asensiorekta ascending
116.56o
Anomali rerata
253.13o
Data Tambahan Tinggi referensi (ekuatorial)
1336 km
Periode satu lintasan orbit
6745.72 detik
Resolusi temporal (cycle)
9.9156 hari
Jumlah revolusi dalam satu cycle
127
Jarak antar lintasan pada ekuator
315 km
Sudut lintasan terhadap ekuator
39.5o
Kecepatan orbit
7.2 km/detik
Kecepatan permukaan (ground track speed)
5.8 km/detik