0
TENAGA KERJA WANITA (Studi Tentang Perlindungan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di PT Adetex Boyolali)
SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
TAUFAN BAYU AJI C 100 040 155
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, wanita ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan cara bekerja merupakan hal biasa. Eksistensi kaum wanita di abad ke-20 ini tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, akan tetapi juga dapat bekerja membantu suami meningkatkan penghasilan karena tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga. Wanita memiliki beberapa potensi yang juga tidak kalah dibanding dengan kaum pria, baik dari segi intelektual, kemampuan, maupun keterampilan. Pekerja wanita atau buruh wanita yang bekerja di perusahaan saat sekarang ini mengalami situasi dramatis. Situasi dilematis secara progresif cenderung memiliki dampak "marginalisasi" dan "privatisasi" pekerjaan wanita, serta mengkonsentrasikan di dalam bentuk pekerjaan pelayanan yang tidak produktif. Kenyataan ini menimbulkan fenomena menurunnya posisi kaum wanita dalam bidang pekerjaan. 1 Fenomena wanita dalam bidang pekerjaan juga dikenal sebagai "industrial redeployment", terutama terjadi melalui pengalihan proses produksi di dalam industri manufaktur dari negara-negara maju ke negaranegara berkembang. Pengalihan proses produksi yang meliputi transfer kapital, teknologi, mesin-mesin, dan lingkungan kerja industrial barat ke
1
Iwan Prayitno, 2003, Wanita Islam Perubah Bangsa. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, hal. 185.
1
2 negara-negara sedang berkembang tersebut sebagaimana diketahui terutama terjadi di dalam industri-industri tekstil, pakaian, dan elektronik. Akan tetapi, dikarenakan komoditi industri-industri tersebut telah mencapai tingkat perkembangan lanjut di dalam siklus produksi, hanya tenaga kasar dan tenaga setengah kasar yang diperlukan di dalam pengalihan proses produksi dari negara-negara maju ke negara-negara sedang berkembang. Termasuk Indonesia. 2 Banyak diberitakan di media massa atau elektronik tentang pekerja wanita yang kurang diperhatikan oleh perusahaan dalam hal kesejahteraan atau diperlakukan di bawah pekerja laki-laki. Buruh wanita banyak di PHK PHK secara semena-mena perusahaan. Keadaan tersebut membuat pekerja wanita melakukan aksi demontrasi yang menuntut kebijaksanaan perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan dan memberikan perlindungan kepada pekerja wanita. Silaban 3 memberikan fakta yang terjadi di perusahaan Roti Marie Regal adalah sebuah produk roti yang sudah terkenal dimana-mana. Ketika konsumen memakan roti ini mungkin konsumen belum tahu bahwa roti ini dihasilkan dari tetesan keringat dan penderitaan kaum buruh perempuan yang gajinya minim dan juga hak-hak kerja mereka yang sangat tidak layak serta tidak manusiawi. Buruh-buruh di pabrik roti Marie Regal ini 90% adalah perempuan. Mereka sudah bekerja dan mengabdi rata-rata 20 tahun. Tetapi sampai sekarang status kerja mereka tidak pernah jelas. Upah mereka sangat 2
Fauzi Ridzal 2000, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 78 3 Silaban (2008)
3 minim dan tidak boleh berserikat. Dengan semena-mena, buruh pabrik roti marie regal ini sudah hampir 2 minggu di PHK sepihak oleh perusahaan. Tindakan perampasan hak hidup dan bekerja ini tentu saja mendapat perlawanan kaum buruh yang tergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek (FPBJ). Perlawanan ini dimulai dengan cara menanyakan langsung ke pabrik sampai aksi demonstrasi ternyata tidak mendapat tanggapan sama sekali. Tidak ada tindakan apapun yang dilakukan Disnakertrans Jakarta Utara. Fakta bahwa Disnakertran diseluruh Indonesia tidak pernah berpihak kepada buruh semakin jelas. Pelanggaran yang jelas dapat dilihat di perusahaan terhadap kaum buruh ternyata terus berulang-ulang dimana-mana. Sebagai bukti nyata berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur’aini Kus Indrati 4 pada PT Dan Liris, Sukoharjo. PT Dan Liris melakukan PHK karena perusahaan mengalami kesulitan keuangan, kondisi perusahaan terus merugi dan masih terus mengalami kesulitan, sehingga kedua pihak (pihak perusahaan dan pihak pekerja) sepakat untuk melakukan PHK melalui prosedur pensiun dini yang diatur tersendiri dalam satu kesepakatan bersama. Kedua, prosedur PHK yang dilaksanakan oleh PT Dan Liris antara lain dengan melaksanakan upaya pencegahan dan perundingan baik dengan Serikat Pekerja Nasional PT Dan Liris maupun dengan masing-masing pekerja yang terkena PHK. Kesepakatan sebagai hasil perundingan antara perusahaan
4
Nur’aini Kus Indrati, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja dalam Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Dan Pemberian Pesangon Secara Angsuran di PT Dan Liris Sukoharjo, Surabaya: Universitas Airlangga, Skripsi, 2004.
4 dengan Serikat Pekerja Nasional maupun dengan masing-masing pekerja yang terkena PHK tersebut dibuat dengan klausul baku sehingga pihak pekerja tidak mempunyai kesempatan untuk mempelajari kedua kesepakatan tersebut. Kewajiban pengusaha yang tercantum dalam kesepakatan bersama tersebut lebih memihak kepada perusahaan PT Dan Liris (pengusaha) dan dirasa tidak adil bagi pekerja. Disamping itu, PHK di PT Dan Liris dilaksanakan tanpa atau sebelum dimintakan penetapan (izin) dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), yaitu Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P), sekarang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHK yang dilakukan tanpa penetapan (izin) adalah batal demi hukum (null and void). Dengan demikian PT Dan Liris belum sepenuhnya memenuhi prosedur PHK yang ditetapkan dalam perundangundangan ketenagakerjaan. Ketiga, mengenai pemenuhan hak pekerja yang terkena PHK dalam hal berapa besarnya kompensasi PHK yang diberikan oleh PT dan Liris tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan PT Dan Liris membayarkan kompensasi yang menjadi hak-hak pekerja yang terkena PHK secara angsuran (dicicil), tidak sesuai dengan perundangundangan ketenagakerjaan. Bagi pekerja masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan masalah yang kompleks, karena mempunyai hubungan dengan masalah ekonomi
maupun
psikologi.
Masalah
ekonomi
karena
PHK
akan
menyebabkan hilangnya pendapatan, sedang masalah psikologi yang berkaitan dengan hilangnya status seseorang. Dalam skala yang lebih luas, dapat
5 merambat ke masalah pengangguran dan kriminalitas. Jenis PHK berdasar jumlah orang, yaitu: 5 1. PHK Perseorangan PHK perseorangan merupakan PHK yang terjadinya sehubungan dengan keinginan perseorangan atau perbuatan perseorangan. Dalam hal ini inisiatif PHK dapat berasal dari pekerja maupun dari pengusaha. Contoh PHK perseorangan dengan inisiatif dari pekerja : tidak cocok dengan manajemen perusahaan, ada konflik dengan rekan sekerja, alasan keluarga, dan masalah kesehatan pekerja. PHK perseorangan dengan inisiatif dari pengusaha misalnya : melanggar disiplin, prestasi kerja rendah, penciutan perusahaan, dan kebangkrutan perusahaan. 2. PHK Besar-besaran PHK besar-besaran merupakan suatu PHK terhadap sepuluh karyawan atau lebih dalam satu bulan, atau perusahaan melakukan serangkaian PHK yang dapat menggambarkan suatu itikad untuk mengadakan PHK besar-besaran. Pada umumnya PHK besar-besaran ini atas inisiatif dari pengusaha. Alasan nya : sejumlah pekerja yang dipandang mengganggu ketenangan pekerja lain maupun ketenangan perusahaan, terjadi perubahan metode kerja, perusahaan melakukan perubahan struktur organisasi, perusahaan melakukan perampingan usaha, dan perusahaan mengalami kebangkrutan.
5
Ibid.
6 Faktor penyebab lain yang membuat tenaga kerja (wanita) kurang mendapat perlindungan karena adanya outsourcing.Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing. 6 Saat ini merupakan suatu kebutuhan dalam praktek persaingan bisnis global, sehingga pembatasan atau bahkan pelarangannya di Indonesia akan berimplikasi luas. Ketidakjelasan dalam ketentuan mengenai PKWT. Pengaturan PKWT yang ada selama ini masih menjadi problematik, karena adanya pembedaan perlakuan terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar pekerja. Pekerja yang bekerja atas dasar perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) kurang mendapatkan perlindungan hukum jika dibandingkan dengan pekerja yang bekerja atas dasar perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Selain itu, penggunaan pekerja tidak tetap menyebabkan melemahnya posisi serikat pekerja akibat tingginya turnover pekerja. Pengusaha telah mengikuti prosedur umum PHK untuk pekerja permanen. Namun bagi pegawai kontrak, prosedur PHK belum sesuai dengan ketentuan, sehingga PHK dapat terjadi setiap saat tanpa adanya peringatan, walaupun kontrak belum berakhir.Oleh karena itu sering kali pesangon hanya diberikan
6
Gunarto Suhardi, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing, Atma Jaya, Yogyakarta, 2006, hal. 5.
7 kepada pekerja dengan status permanen, selebihnya tergantung kebijaksanaan dan kemampuan perusahaan. 7 Masalah perlindungan tenaga kerja dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Kenyataan tersebut terjadi karena berbagai pemikiran inovatif yang muncul, baik dalam bentuk spesialisasi produk, efisiensi dan lain-lain. Permasalahan pekerja wanita menarik perhatian banyak pihak, terutama oleh ahli hukum. Seperti pendapat yang diutarakan oleh Mulyana W. Kusuma, 8 yang menyatakan bahwa perspektif perlindungan hak-hak asasi buruh atau tenaga kerja Indonesia perlu dibuatkan undang-undang yang tegas memberikan perlindungan bagi hak-hak tenaga kerja yang sejalan dengan Konvensi Internasional tahun 1990, di mana Undang-undang itu nantinya menempatkan buruh sebagai subjek. Hak-hak tenaga kerja yang harus dilindungi dalam undang-undang nantinya dapat menjamin adanya hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, dipenuhi hak memperoleh informasi, dan jaminan keselamatan kerja. Perlindungan hukum yang bersifat preventif yang diharapkan mampu menjaga buruh dan keluarganya, dengan memberikan jaminan kesejahteraan bagi mereka dengan tanpa adanya PHK adalah sebuah kemustahilan. Perlindungan hukum yang memungkinkan adalah perlindungan represif
7
8
Moh. Pramudya, ”Hasil Kajian Akademis Terhadap UU NO. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan” http://www.dadangkadarusman.com/ Mulyana W. Kusuma, Perlindungan Hukum Bagi Buruh Wanita dan Permasalahannya, http://www.google.com.id.kompas. Diakses 07 Feb 2007. 5:25:25
8 dimana pengusaha wajib membayar hak - hak normatif buruh, dengan memperhatikan kesejahteraan kcluarga dan masa pcngangguran buruh. 9 Hak-hak pekerja wanita yang perlu mendapat perlindungan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain: pesangon yang diatur dalam Pasal 156 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UMPK (Pasal 156 ayat (3)), uang pengganti perumahan dan pengobatan (Pasal 156 ayat (4)) dan uang pengganti cuti tahunan atau hamil yang bersangkutan saat penghentian hubungan kerja, serta uang gaji yang dihitung sejak diberhentikan, merupakan hak yang jarang diterima pekerja wanita. 10 Banyak perusahaan memberikan gaji pada buruh berupa gaji pokok dan uang makan yang besarnya minim. Para pekerja wanita tidak memperoleh tunjangan kesejahteraan, dan kesehatan. Selain itu, para pekerja juga terancam PHK secara sepihak dari perusahaan. Dengan demikian, buruh harus menerima perlakuan tersebut, karena begitu sulitnya untuk mencari pekerjaan. 11 Keadaan pekerja wanita yang demikian, penting diperhatikan untuk mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum untuk pekerja wanita dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakkan-kebijakkan yang mengatur perlindungan hukum bagi buruh, sehingga perusahaan akan lebih memperhatikan kesejahteraan buruh.
9
Miryanti, Penyelesaian Hukum Akibat Pemutusan Hubungan Kerja Pada Perusahaan Yang Melakukan Relokasi Ke Luar Negeri, Surabaya: Universitas Airlangga. Skripsi, 2008. 10 Mulyana W. Kusuma Op. Cit. 11 Koen, Buruh Wanita dan Perlindungannya, Harian Umum Jawa Pos, Edisi November 2007.
9 Pada tahun 2003 pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh, dengan
pertimbangan
bahwa
beberapa
undang-undang
di
bidang
ketenagakerjaan yang lama dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan. Dengan demikian, Pasal 88 UndangUndang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur tentang pembangunan ketenagakerjaan yang berupaya untuk memberdayakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, juag memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan melalui pengupahan dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Karakter inilah yang sering menjadi bahan protes oleh investor asing (unfriendly to busines), karena perlindungan kepada tenaga kerja di dalam negeri adalah suatu hal yang umum dan normal pada sebagian besar pemerintah di negara manapun di dunia ini. 12 Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan: "Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha". Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No. 13 tahun 2003, maka setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa perbedaan dari pengusaha, tinggal bagaimana pengusaha dalam merealisasikannya. 13 Permasalahan perlindungan tenaga kerja wanita dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya 12
Sehat Damanik, 2006, Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Jakarta: Publishing, hal. 36. 13 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
10 pelaksanaannya yang diluar apa yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Di mana pengusaha masih banyak membuat peraturan sendiri untuk kepentingan perusahaan tanpa memperdulikan apa yang menjadi hak-hak para pekerjanya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan tentang perlindungan pekerja wanita sebagai penelitian dengan judul: ”TENAGA KERJA WANITA (Studi Tentang Perlindungan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di PT Adetex Boyolali).”
B. Perumusan Masalah Dalam suatu kegiatan penelitian untuk menfokuskan permasalahan yang akan dikaji diperlukan rumusan masalah. Sebab dengan adanya rumusan masalah akan memudahkan peneliti untuk melakukan pembahasan searah dengan tujuan yang ditetapkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi para pekerja wanita menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Di PT Adetex Boyolali? 2. Permasalahan apa yang timbul antara pekerja wanita dengan perusahaan mengenai perlindungan kerja Di PT Adetex Boyolali dan bagaimanakah cara mengatasinya?
11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Ingin mengetahui perlindungan hukum bagi para pekerja wanita menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Di PT Adetex Boyolali. 2. Ingin mengetahui permasalahan yang timbul antara pekerja wanita dengan perusahaan mengenai perlindungan kerja Di PT Adetex Boyolali dan cara mengatasinya.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai tambahan khasanah pengembangan ilmu hukum, terutama dalam hukum tenaga kerja wanita di bidang produksi pada perusahaan tekstil. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai tambahan bahan kajian bagi perusahaan yang bekerja di bidang produksi sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuan, khususnya di dalam memberikan perlindungan, khususnya pada pekerja wanita. b. Bagi
pekerja wanita sebagai tambahan pengetahuan dalam ilmu
hukum tentang perlindungan hukum yang diperoleh oleh pekerja wanita sesuai dengan ketentuan undang-undang yang diberlakukan.
12 E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Artinya penelitian akan dibahas dalam bentuk paparan yang diuraikan dengan katakata secara cermat dan seteliti mungkin 14 berdasarkan pada asas-asas hukum mengenai perlindungan hukum pekerja wanita. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan adalah suatu pola pemikiran secara ilmiah dalam suatu penelitian. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan non doktrinal kualitatif (yuridis sosiologis), yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kenyataan yang terjadi di lapangan. 15 Maksudya, hukum yang dibuat oleh para ahli hukum dipergunakan untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat atau hukum tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat. 16 3. Data dan Sumber Data Ada dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder, dengan uraiannya sebagai berikut: a. Data Primer Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung pada nara sumber atau responden yang bersangkutan, dalam hal ini nara sumber yang dimaksud adalah : 14
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafilka, Jakarta, 1996, hat. 15-16.
15
Sutopo, H.B, Pengantar Penelitian Kualitatif, Pusat Pnelitian UNS, Surakarta, 1994, hal. 37. Soekanto, Soerjono, Pengantar Peneltian Hukum, UI Press, Jakarta, 1998, hal 26.
16
13 1) Kepala Produksi PT. Adetex, Boyolali 2) Pekerja wanita di PT. Adetex, Boyolali b. Data Sekunder Data sekunder adalah data-data lain yang berhubungan dengan peneliti, berupa bahan-bahan pustaka. Fungsi data sekunder untuk mendukung data primer. Data sekunder yang berkaitan dengan penelitian meliputi: 1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tenaga Ketenagakerjaan 2) Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. 3) Karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian. 4. Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis data, maka metode untuk mengumpulkan data disesuaikan dengan jenis data, untuk mengumpulkan data primer digunakan
metode
menggunakan
wawancara,
metode
studi
sedangkan
pustaka.
untuk
data
sekunder
Penjelasan dari 2 metode
pengumpulan data tersebut sebagai berikut: a. Metode Wawancara, yaitu metode untuk mengumpulkan data dengan cara tanya jawab, peneliti sebagai penanya dan Kepala PT. Adetex, Boyolali, dapat diwakili oleh pegawai, dan pekerja wanita yang bekerja di PT. Adetex, Boyolali. Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara sistematis dan telah disiapkan oleh peneliti. b. Metode studi pustaka, yaitu benda-benda yang berbentuk tulisan. Jadi metode studi pustaka adalah metode untuk mengumpulkan data
14 berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder
yang
berhubungan
dengan
hukum
sesuai
dengan
permasalahan yang dikaji. 5. Metode Analisis Data Data Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif karena data yang ada bersifat kualitatif. Dengan analisis secara interaktif, maka data akan diproses melalui empat komponen yang terdiri dari : a. Reduksi data, merupakan proses seleksi penyederhanaan dan akstraksi yang ada. b. Sajian data, merupakan rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dilakukan. c. Analisis data, dalam analisis data digunakan metode induktif, yaitu suatu metode untuk menganalisis data dari keadaan, peristiwaperistiwa atau fenomena-fenomena yang khusus menuju ke fenomena-fenomena yang bersifat umum. 17 d. Penarikan kesimpulan atau vertisifikasi adalah pengumpulan data penelitian dimulai dengan memahami apa yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pertanyaanpertanyaan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi.
17
Sutopo, H.B, Op.,Cit.
15 Model analisis interaktif tersebut dapat diperjelas dengan gambar berikut ini: 18 Bagan Analisis Data Pengumpulan Data Sajian Data
Reduksi Data
Analisis Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Keterangan: Setelah data dikumpulkan, kemudian data-data tersebut diseleksi atau dikelompokkan sesuai dengan rumusan masalah (reduksi data). Data yang telah dikelompokkan tersebut kemudian dianalisis. Kemudian analisis data dibuat kesimpulan. Dalam membuat kesimpulan antara analisis data dan data yang diperoleh harus sesuai tidak ada penyimpangan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode dalam menganalisis data berawal dari fenomena-fenomena khusus menuju pada fenomena-fenomena umum. Maksudnya fenomena tersebut berdasarkan norma-norma hukum di bidang perlindungan untuk pekerja wanita, kemudian dikaitkan dengan hukum
18
H.B. Sutopo, Ibid..
16 atau Undang-undang secara umum yang didasarkan pada kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Cara pengolahan data yang dilakukan dengan menggabungkan metode wawancara dan studi pustaka dengan peraturan perundangundangan (hukum positif) kemudian diambil suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan dalam skripsi. F. Sistematika Skripsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Skripsi BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja 2. Hubungan Antara Para Perusahaan dengan Tenaga Kerja 3. Tanggung Jawab Tenaga Kerja B. Tinjauan tentang Tenaga Kerja Wanita 1. Pengertian Pekerja Wanita 2. Hak dan Kewajiban Pekerja Wanita C. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum
17 1. Pengertian Perlindungan Hukum 2. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita 3. Kewajiban Pengusaha dalam Perlindungan Hukum 4. Tanggung
Jawab
Pengusaha
dalam
Memberikan
Perlindungan Hukum D. UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 1. Hubungan Kerja 2. Perjanjian Kerja 3. Perlindungan Hukum BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Perlindungan hukum bagi para pekerja wanita menurut Undang-Undang
No.
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan Di PT Adetex Boyolali. 2. Permasalahan yang timbul antara pekerja wanita dengan perusahaan mengenai perlindungan kerja Di PT Adetex Boyolali dan cara mengatasinya BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN