Analisis Hubungan antara PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto), Realisasi Investasi, Desentralisasi Fiskal dan Kesempatan Kerja di provinsi Kalimantan Timur
Denny Ruliansyah Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman H. A. Waris Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman Jamaluddin Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman
Abstract: This research is intended to know the influence of GDRP, Investment Realization to Fiscal Desentralization and Employment absorption. Object in this research is East Kalimantan Province and data from 2003 to 2010. The analysis technique used to test the hypothesis is a descriptive analysis and path analysis. The result of this research is first, there is a significant direct influence between GDRP and investment to Fiscal Desentralization. Second, there is a significant direct influence between GDRP, Investment and Fiscal Desentralization to employment absorption. Keywords: GDRP, Investments, Fiscal Desentralization, Employment. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara PDRB, Realisasi Investasi terhadap Desentralisasi Fiskal dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kalimantan Timur. Objek dalam penelitian ini adalah provinsi Kalimantan Timur dan data yang digunakan tahun 20032010. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan analisis deskripsi dan analisis jalur. Hasil dari penelitian ini, pertama, terdapat pengaruh langsung yang signifikan masing-masing antara PDRB dan investasi terhadap desentralisasi fiskal. Kemudian PDRB, Investasi dan Desentralisasi Fiskal mempunyai pengaruh langsung yang signifikan positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kata kunci : PDRB, Investasi, Desentralisasi Fiskal, Tenaga Kerja
PENDAHULUAN Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukanlah konsep baru di Indonesia. Penerapan desentralisasi fiskal pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan pendapatan daerah. Desentralisasi merupakan suatu tuntutan
reformasi yaitu adanya keadilan dalam bidang politik dan ekonomi bagi masyarakat daerah. Keadilan yang masih di rasa kurang ini dianggap sebgai penyebab munculnya rasa tidak puas terhadap pemerintah oleh masyarakat daerah. Allen dalam Mudarajad Kuncoro (2004) menyatakan bahwa, sejarah perekonomian telah mencatat desentralisasi
telah muncul sebagai paradigma baru dalam kebijakan dan administrasi pembangunan. ketidakpastian yang tidak dapat dengan penuh dikendalikan dan direncanakan dari pusat. Semenjak dilaksanakannya undangundang otonomi daerah, banyak perubahan yang terjadi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Juga memberikan perubahan pada hubungan pemerintah pusat dan daerah, yaitu perubahan sistem pemerintahan dari bentuk sentralistis menjadi desentralistis, dalam arti adanya pengalihan sebagian besar wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Adapun wewenang yang tetap menjadi otoritas pemerintah pusat adalah di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, serta agama Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat yang disebabkan oleh faktorfaktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Menurut Sukirno (2004) dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah. Selama kurun waktu 2005-2011. Provinsi Kalimantan Timur mengalami pertumbuhan rata-rata hanya sebesar 3,2%, di bawah pertumbuhan ekonomi nasional (rata-rata 5,98%). Bahkan bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi ketiga provinsi lain di Pulau Kalimantan,
pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur juga yang paling rendah selama kurun waktu tersebut. Pertumbuhan ekonomi ketiga provinsi lain juga berada diatas 5%. Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur selama 2005-2011 juga mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Sedangkan pertumbuhan ekonomi ketiga provinsi lainnya cenderung stabil mengikuti angka pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menarik untuk dikaji mengingat karakteristik Provinsi Kalimantan Timur sedikit berbeda dengan provinsi tetangga. Kalimantan Timur selama ini mengandalkan hasil tambang dan migas. Sedangkan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, selain memiliki potensi pertambangan mineral juga mengembangkan perkebunan skala besar. Penelitian yang dilakukan oleh Novita LS menunjukkan bahwa investasi PMDN dan PMA, jumlah tenaga kerja dan kondisi poerekonomian berpengaruh positif terhadap PDRB di Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut juga tida berbeda dengan penelitian Deddy R bahwa angkatan kerja, investasi PMA dan PMDN member dampak positif terhadap PDRB Jawa Tengah. Selama tahun 2005-2009 di Propinsi Kalimantan Timur telah terealisasi sebanyak 31 proyek PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan total nilai Rp2,7Triliun. Sedangkan untuk PMA (Penanaman Modal Asing), pada kurun waktu yang sama, jumlah proyek yang terealisasi sebanyak 80 proyek dan total modal yang dikucurkan adalah US$1,4Milyar. Total tenaga kerja yang terserap pada proyek PMDN dan PMA tersebut adalah 15.441 orang Indonesia dan 28 warga Negara asing.
Selama tahun 2005-2009 di Propinsi Kalimantan Timur telah terealisasi sebanyak 31 proyek PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan total nilai Rp2,7Triliun. Sedangkan untuk PMA (Penanaman Modal Asing), pada kurun waktu yang sama, jumlah proyek yang terealisasi sebanyak 80 proyek dan total modal yang dikucurkan adalah US$ 1,4 milyar. Total tenaga kerja yang terserap pada proyek PMDN dan PMA tersebut adalah 15.441 orang Indonesia dan 28 warga Negara asing. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Kalimantan Timur senantiasa bertambah setiap tahunnya dan didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dengan rasio lebih dari 1:2. Sedangkan untuk orang yang bukan angkatan kerja, didominasi oleh jemis kelamin perempuan dengan rasio diatas 1:3. Golongan bukan angkatan kerja pada umumnya memilih untuk mengurus rumah tangga. Pada tahun 2008, jumlah pria yang bekerja naik 13% sedangkan jumlah pria pencari kerja juga naik 8%. Sedangkan pada tahun 2009, jumlah pria pekerja hanya mengalami kenaikan 1,8% sementara jumlah pria pencari kerja bertambah 20,6% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, jumlah perempuan yang bekerja mengalami kenaikan 18,9% dari tahun sebelumnya sedangkan jumlah perempuan pencari kerja juga bertambah sebesar 16,7%. Pada tahun berikutnya, jumlah perempuan bekerja di Kalimantan Timur bertambah 7,2% sedangkan perempuan pencari kerja mengalami penurunan 41,7%. Secara keseluruhan, jumlah pria pada usia angkatan kerja pada tahun 2008 naik 12,2% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun
2009, kenaikan hanya 3% saja. Untuk jenis kelamin perempuan, pada tahun 2008 jumlah perempuan usia kerja mengalami kenaikan 6,8% dibanding tahun sebelumnya dan pada tahun 2009 juga naik 2,9%. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah diatur dalam UU RI No. 5 tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal selama pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan vertikal dan horisontal, yang ditunjukkan dengan tingginya derajat sentralisasi fiskal dan besarnya ketimpangan antardaerah dan wilayah (Uppal dan Suparmoko1986:87). Praktek internasional desentralisasi fiskal baru dijalankan pada 1 Januari 2001 berdasarkan UU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU RI No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ialah “Money Follows Functions”, yaitu fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan, dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Berdasarkan pasal 5 UU No. 33 tahun 2004 sumber-sumber penerimaan daerah adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana Perimbangan keuangan Pusat-Daerah (PKPD) merupakan mekanisme transfer pemerintah pusat-daerah terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (DBHP dan SDA), Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembiayaan daerah berasal dari Sisa Lebih Anggaran daerah (SAL), pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan privatisasi kekayaan daerah yang dipisahkan. . Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah sebagai Bagaimana pengaruh Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi secara langsung terhadap Desentralisasi Fiskal dan juga bagaimana pengaruh PDRB, Investasi dan Desentralisasi Fiskal terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kalimantan Timur pada 2003-2010. Kesit BP mengadakan penelitian (2004) menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah di Provinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta. N Kamaril K mengadakan penelitian (2006) dan menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap variable Belanja Operasional di Kabupaten Kuningan. A Yunarko mengadakan penelitian (2007) dan berkesimpulan bahwa Tingkat investasi, PAD dan tenaga kerja, secara bersama-sama berpengaruh terhadap PDRB Jawa Tengah. Novita Linda S melakukan penelitian (2007) dan menunjukkan bahwa Investasi PMDN dan PMA, Jumlah tenaga kerja dan kondisi perekonomian berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Deddy Rustiono mengadakan penelitian (2008) dan menunjukkan bahwa Angkatan kerja,
investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB Provinsi Jawa Tengah. Antoni S mengadakan penelitian (2009) dan menunjukkan bahwa PMDN, PMA dan tingkat konsumsi secara bersama-sama mempunyai pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Indah A mengadakan penelitian (2010) dan bahwa DAU, Bagi Hasil Pajak dan PAD mempunyai hubungan yang ril terhadap Belanja Rutin Pemerintah Kota Samarinda. Altito Siagian mengadakan penelitian (2010) bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada 25 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno 2000). Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Salah satu sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada ”proses”,
karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya. Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai ”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan” . Menurut Boediono (1992) investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik. Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981) adalah: (1) Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; (2) Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya; (3) Kemajuan teknologi. Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni
(1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat , pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa: (1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh; (2) Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan) berarti sektor pemerintah dan perdagangan tidak ada; (3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol) (4) Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antar modal dan output (Capital Output Ratio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio) Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak
langsung. Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing. Dengan semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB. Penerapan otonomi dan desentralisasi fiskal ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada 1 Januari 2001. Dalam perjalanannya kedua undangundang tersebut menimbulkan beberapa permasalahan yang kemudian diperbaiki oleh pemerintah melalui revisi undangundang tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diberlakukan pada bulan Desember 2004 (RPJMN 2004-2009). Dalam UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintah, oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatan Republik Indonesia Menurut Ebel dan Yilmaz (2002:87) ada tiga bentuk/variasi desentralisasi, dalam kaitannya dengan
derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan di daerah, yaitu: 1. Decontretation. Merupakan pelimpahan kewewenangan dari agen-agen pemeritah pusat yang ada di ibukota negara, pada agen-agen di daerah. 2. Delegation. Merupakan penunjukan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan tanggung jawab pada pemerintah pusat. 3. Devolution. Merupakan penyerahan urusan fungsi-fungsi pemerintah pusat, pada pemerintah daerah, dimana daerah juga diberi kewenangan dalam mengelola segala penerimaan dan pengeluaran daerahnya. Pernyataan Slinko memepertegas pengertian desentralisasi fiskal, yaitu sebagai bentuk transfer kewenangan (tanggung jawab dan fungsi) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk di dalamnya pemberian otoritas bagi pemerintah daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran daerahnya sendiri. Tujuan penerapan adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, dimana pemerintah dapat bekerja dengan lebih baik (efisien) dalam kondisi tersebut (Rasyid 2005). Menurut Prawirosetoto (2002), desenralisasi fiskal adalah pendelegasian nggung jawab dan kewewnagan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expanditure assignment). Desentralisasi
fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyedian barang dan jas publik (public goods/public services). Untuk mengukur desentralisasi fiskal di suatu wilayah, terdapat dua variabel umum yang sering digunakan, yaitu pengeluaran dan penerimaan daerah. Ebel dan Yilmaz (2002) menyatakan terdapat variasi dalam pemilihan indicator untuk mengukur desentralisasi antara negara yang satu dengan negara yang lain. Meskipun sama-sama menggunakan variabel yang pengeluaran dan penerimaan pemerintah, yang menjadi pembeda adalah variabel ukuran (size variabels) yang digunakan oleh peneliti yang satu dengan peneliti yang lain. Ada tiga size variabels yang umum digunakan, yaitu: jumlah penduduk, luas wilayah, dan GDP. Sumber-sumber pembiayaan daerah yang utama dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal meliputi Pendapat Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Pinjaman Dearh. Dalam konteks negara kesatuan desentralisasi fiskal merupakan penyerahan kewenangan fiskal dari otoritas Negara kepada daerah otonom. Kewenangan fiskal paling tidak meliputi kewenangan untuk mengelola pendapatan/perpajakan, keleluasaan untuk menentukan anggaran dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki daerah untuk mebiayai pelayanan publik yang menjadi tugas daerah. Ada tiga cara desentralisai fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung. Argumen pertama adalah desentralisasi akan meningkatkan efisiensi pengeluaran publik, sehingga efek
dinamisnya akan mempengaruhi pertubuhan ekonomi. Oleh karena itu teradapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi. Selanjutnya bahwa desentralisasi dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi, yang mana akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga didapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi. Argumen yang berikutnya adalah bahawa negara sedang berkembang (NSB) memiliki sitem keelmbagaan dan perekonomian yang berbeda dengan negara berkembang (NB), sehingga negara sedang berkembang tidak akan mendapat keuntungan dari desentralisasi. Hal ini terjadi karena susunan kelembagaan di negara-negara sedang berkembang tidak perlu memberikan sub insentif kepada pemerintah untuk menggunakan keuntungan informasi dalam merespon tindakan yang dilakukan. Alasan lain adalah karena pemerintah daerah di negara-negara sedang berkembang tidak memiliki sumber daya ekonomi yang cukup, seperti misalnya pegwai pemerintah yang terlatih dalam mengelola anggaran yang lebih besar. Tenaga kerja dalam pembangunan nasional merupakan faktor dinamika penting yangmenentukan laju pertumbuhan perekonomian baik dalam kedudukannya sebagai tenaga kerja produktif maupun sebagai konsumen. Ketidakseimbangan dalam penyebaran penduduk antaradaerah yang mengakibatkan tidak proporsionalnya penggunaan tenaga kerja secara regional dansektoral akan menghambat pula laju pertumbuhan perekonomian nasional (Kusumosuwidho 1981). Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam
proses produksi. Sebagai saranaproduksi, tenaga kerja lebih penting daripada sarana produksi lain seperti bahan mentah, tanah,air, dan sebagainya, dan karena manusialah yang menggerakkan seluruh sumber-sumber tersebutuntuk menghasilkan barang (Bakir dan Manning 1984). Tenaga kerja (manpower) merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yangsedang mencari kerja, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurusrumah tangga. Tiga golongan yang disebut pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga,walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapatikut bekerja. Secara praktis, pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya olehbatas umur. Dimana tiap-tiap negara memberi batasan umur yang berbeda (Simanjuntak, 1998) METODOLOGI PENELITIAN Metode dan Data Teknik analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan/ hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis jalur (Path Analysis). Untuk mengolah data yang dikumpulkan dari hasil penelitian guna mencapai tujuan digunakan analisis kuantitas dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda, analisis ini digunakan untuk membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan yaitu terdapat pengaruh PDRB dan Investasi terhadap Desentralisasi Fiskal serta pengaruh PDRB, Investasi, dan Desentralisasi Fiskal terhadap Kesempatan
Kerja di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2003-2010. Metode Analisa Bentuk regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Y1 = α1 X1 + α2 X2…………………........(1) Y2 = α11 X1 + α12 X2+ α13 Y1…………….(2) Persamaan (1) dan (2) Y2 = α11 X1 + α12 X2+ α13 (α1 X1 + α2 X2).(3) Dimana : X1 X2 Y1 Y2
= PDRB = Investasi = Desentralisasi Fiskal = Kesempatan Kerja Alasan yang mendasar penggunaan model ini adalah untuk megetahui seberapa besar pengaruh variabel X1 (PDRB) dan X2 (Investasi) secara parsial dan juga secara bersama-sama terhadap Y1 (Desentralisasi Fiskal), serta pengaruh X1 (PDRB), X2 (Investasi) dan Y1 (Desentralisasi Fiskal) secara parsial dan juga secara bersama-sama terhadap Y2 (Kesempatan Kerja) di Provinsi Kalimantan Timur. Untuk menguji metode analisa ini, digunakan uji penyimpangan asumsi klasik, yaitu uji autokorelasi, uji multikolinealiritas dan uji heteroskedastisitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Model Berdasarkan hasil uji analisa, didapat hasil sebagai berikut: Coeffici entsa
Model 1
(Constant) PDRB Inv estasi
Unstandardized Coef f icients B Std. Error -8.557 15.007 1.320 1.117 .217 .066
a. Dependent Variable: Desentralisasi Fiskal
Standardized Coef f icients Beta .264 .730
t -.570 1.182 3.266
Sig. .593 .290 .022
Collinearity Statistics Tolerance VIF .417 .417
2.396 2.396
Y1 = 0,264 X1 + 0,730 X2
Hasil Analisis Jalur (Path analysis)
Dari persamaan regresi di atas menjelaskan bahwa :Koefisien beta pada variabel X1 sebesar 0,264 artinya jika PDRB naik Rp. 1, maka Desentralisasi Fiskal akan naik sebesar Rp.0,264, Koefisien beta pada variabel X2 sebesar 0,730 artinya jika investasi naik Rp. 1, maka Desentralisasi Fiskal akan naik sebesar Rp.0,730
Berdasarkan nilai p hasil analisis < =0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja. Pengaruh langsung antara investasi terhadap penyerapan tenaga kerja yang digambarkan dengan koefisien beta sebesar 0.151 dengan p sebesar 0.049. Oleh karena p hasil analisis < =0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara investasi terhadap penyerapan tenaga kerja. Pengaruh langsung antara Desentralisasi Fiskal terhadap penyerapan tenaga kerja yang digambarkan dengan koefisien beta sebesar 0.182 dengan p sebesar 0.041. Oleh karena p hasil analisis < =0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara Desentralisasi Fiskal terhadap penyerapan tenaga kerja. Koefisien residual variabel endogen penyerapan tenaga kerja, dan variabel PDRB (X1), investasi (X2), dan Desentralisasi Fiskal (Y1) dengan simbol e2, untuk jalur hubungan blok II dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Model dengan Koefisien Hubungan
Dengan p sebesar 0.290. Oleh karena p hasil analisis > =0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang tidak signifikan antara PDRB terhadap Desentralisasi Fiskal. Koefisien beta sebesar 0.730 dengan p sebesar 0.022. Oleh karena p hasil analisis < =0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara investasi terhadap Desentralisasi Fiskal. Coeffi ci entsa
Model 1
(Constant) PDRB Inv est asi Desentralisasi Fiskal
Unstandardized Coef f icients B St d. Error -10.998 .683 1.154 .056 .015 .005 .059 .020
St andardized Coef f icients Beta .715 .151 .182
t -16.099 20.711 2.798 2.985
Sig. .000 .000 .049 .041
Collinearity Statistics Tolerance VI F .326 .133 .104
3.066 7.509 9.607
a. Dependent Variable: Peny erapan tenaga kerja
Dengan demikian, maka diperoleh model persamaan pertama sebagai berikut: Y1 = α1 X1+ α2X2 + e1 Y1 = 0.264 X1+ 0.730 X2+ 0.322
e2 (1 R 2 ) (1 0.998) 0.0447 2
Dengan demikian maka diperoleh model persamaan pertama sebagai berikut: Y2 = α3 X1+ α4X2 + α5Y1 + e1 Y2 = 0.715 X1+ 0.151 X2+ 0.182 Y1 + 0.0447
Berikut model hubungan koefisien yang diperoleh:
Uji asumsi klasik Hasil output menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas dan terikat yang akan diuji mempunyai nilai signifikansi=0.59996, 0.774, 0.426, dan 0.839, yang lebih besar dari alpha 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas dan terikat yang digunakan dalam pengujian mempunyai sebaran yang normal, sehingga dapat dilakukan pengujian lebih lanjut karena asumsi kenormalan data telah terpenuhi. Oleh karena untuk seluruh variabel bebas menunjukkan plot data yang menyebar acak dan tidak ada pola yang jelas/tidak membentuk pola tertentu, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka hal ini berarti bahwa varians (ragam) dari seluruh variabel bebas tidak berbeda secara nyata (signifikan). Dapat disimpulkan bahwa ragam (varians) untuk variabel bebas adalah homogen/sama (tidak terjadi heteroskedastisitas). Pendeteksian terhadap adanya Autokorelasi menggunakan Durbin Watson kriteria uji (Santoso,2003):Diperoleh nilai dw berada diantara +2 dan -2. Berarti dapat disimpulkan bahwa galat nilai-nilai pengamatan bersifat bebas (tidak ada autokorelasi). Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari Value Inflation Faktor (VIF). Dari pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk seluruh variabel bebas tidak terjadi multikolineritas dengan ditunjukkan nilai VIF dari variabel bebas yang lebih kecil dari 10. Pembahasan Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier telah diuji melalui empat pengujian asumsi klasik dan dinyatakan sudah memenuhi syarat. Interpretasi ekonomi yang didapat dari hasil pengolahan data adalah:
Terdapat pengaruh langsung, namun tidak signifikan, antara PDRB terhadap Desentralisasi Fiskal. Dalam kurun waktu 2003-2010, PDRB Kalimantan Timur mengalami kenaikan, demikian juga nilai pendapatan daerah yang diperoleh melalui sistem desentralisasi fiskal. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pendapatan daerah melalui desentralisasi fiskal akan terus mengalami peningkatan, demikian juga PDRB.. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara investasi dan desentralisasi fiskal. Investasi merupakan salah satu mesin pertumbuhan ekonomi. Melalui investasi, maka akan tercipta lapangan kerja dan menimbulkan efek bergulir yang positif. Pajak penghasilan pemerintah akan meningkat dan pendapatan masyarakat juga bertambah. Daya beli masyarakat menjadi tumbuh sehingga sector ekonomi lainnya juga bisa berjalan. Sehingga dana perolehan pemerintah daerah juga akan meningkat. Peningkatan setoran daerah juga akan diikuti oleh peningkatan dana perimbangan. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja. Jumlah PDRB yang meningkat menggambarkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan pertumbuhan jumlah proyek dan jumlah kebutuhan tenaga kerja. Sehingga akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh pasar yang memberikan respon positif terhadap pertumbuhan ekonomi. PDRB adalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sector atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa memilih atas faktor produksi. Jadi, PDRB merupakan salah satu indicator makro ekonomi dimana dari total naik turunnya PDRB dapat diketahui pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan perkapita suatu daerah. Naiknya pendapatan
perkapita dalam hal ini bisa berarti naiknya jumlah serapan tenaga kerja. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara investasi terhadap penyerapan tenaga kerja. Setiap pertambahan investasi, pastilah membutuhkan pertambahan tenaga kerja. Semakin besar investasi yang ditanamkan, maka akan semakin besar pula tenaga kerja yang dibutuhkan. Saat ini berbagai proyek yang ada di Kalimantan Timur sebagian besar masih didominasi oleh sektor padat modal padat karya, yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Seperti konstruksi, pertambangan, jasa, industry manufaktur, transportasi, perhubungan dan sektor informal. SIMPULAN Terdapat pengaruh langsung yang tidak signifikan antara PDRB terhadap Desentralisasi Fiskal. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara investasi terhadap Desentralisasi Fiskal. PDRB dan investasi mempunyai pengaruh langsung secara positif terhadap Desentralisasi Fiskal. Investasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap Desentralisasi Fiskal. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara investasi terhadap penyerapan tenaga kerja Terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara Desentralisasi Fiskal terhadap penyerapan tenaga kerja. PDRB, investasi dan Desentralisasi Fiskal mempunyai pengaruh langsung yang signifikan secara positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Terdapat pengaruh tidak langsung antara PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja melalui Desentralisasi Fiskal. Terdapat pengaruh tidak langsung antara investasi terhadap penyerapan tenaga kerja melalui Desentralisasi Fiskal.
Melihat simpulan tersebut, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur hendaknya meningkatkan realisasi investasi karena berdampak langsung terhadap desentralisasi fiskal dan penyerapan tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA Arsyad Lincolyn. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Penerbit STIE YKPN Yogyakarta. BPS Kalimantan Timur. 2011. Statistik Daerah 2010 Kalimantan Timur. Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Universitas Mulawarman 2010. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Devas, Nick dan Binder B. 1987. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Yogyakarta: Erlangga Prawirosetoto FXY. 2002. Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis vol 2 no 2, Agustus. Universitas Katolik Atmajaya. Jakarta. Simanjuntak Payaman. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE UI. Jakarta. Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Todaro,
Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.