TESIS
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
OCE A. LANGKAMENG
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TESIS
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
OCE A. LANGKAMENG NIM 1190161062
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK-LINGUISTIK MURNI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana
OCE A. LANGKAMENG NIM 1190161062
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK-LINGUISTIK MURNI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 8 OKTOBER 2013
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete NIP 194707231979031002
Dr. I Putu Sutama, M.S. NIP 195912311986091001
Mengetahui
Ketua Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. NIP 196203101985031005
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K). NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 7 Oktober 2013
Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No 1805/UN14.4/HK/2013, Tanggal 24 September 2013
Ketua
: Prof. Dr. Aron Meko Mbete, M.A
Anggota : 1. Dr. I Putu Sutama, M.S. 2. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. 3. Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M.Hum. 4. Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.
Pernyataan Bebas Plagiat
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Oce Antipas Langkameng, S.Pd NIM : 1190161062 Jurusan/Program Studi : S2 Linguistik Fakultas/Program : Pascasarjana/Program Magister Judul Tesis : Teks Ritual Gasakda (Kematian) Masyarakat Adat Alor: Kajian Linguistik Sistemik Fungsional Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam tesis ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sangsi atas perbuatan tersebut.
Denpasar, 27 September 2013 Yang membuat pernyataan
Oce A. Langkameng, S.Pd
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, tesis dengan judul “Teks Ritual Gasakda (kematian) Masyarakat Adat Alor: Kajian Linguistik Sistemik Fungsional” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan peran serta beberapa pihak, baik secara moral maupun material. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Aron Meko Mbete sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat serta petunjuk dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada yang terhormat Dr. I Putu Sutama, M.S, selaku pembimbing II, yang senantisa tulus dalam berbagai kesempatan untuk membimbing dan membagikan pengalaman terhadap kajian linguistik teks. Ucapan terima kasih yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Dr. I Putu Sutama, M.S, Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum, Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M.Hum, Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S atas waktu yang disediakan untuk membaca dan mengkritisi tesis ini sehingga segala masukan yang telah diberikan sangat bermanfaat untuk penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada segenap staf pengajar Program Pendidikan Magister Linguistik PPs. Universitas Udayana Prof. Dr. Aron Meko Mbete., Dr. I Putu Sutama., M.S, Prof. Dr. I Wayan Simpen., Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M. Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum., Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Drs. I Ketut Artawa, M.A. Ph.D., Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Prof. Drs. Made Suastra, Ph.D., Prof. Drs. I Ketut Riana, S.U., Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum., Dr. I. Nyoman Sedeng, M. Hum, yang telah memberikan pandangan konsep serta cakrawala keilmuan masing-masing yang memperkaya wawasan penulis dalam
bidang linguistik. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ketua dan Sekertaris Program Studi Pendidikan Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum dan Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum, yang telah memberikan kemudahan serta kelancaran dalam studi ini. Kepada segenap karyawan Administrasi dan Perpustakaan I Nyoman Sadra, I Ketut Ebuh, Ni Komang Triani, Ni Gusti Agung Supadmini, Ni Nyoman Sumerti, Ni Nyoman Sukartini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan baik administratif maupun teknis, yang menopang kelancaran studi bagi penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q, Menteri Pendidikan Nasional melalui tim managemen program magister yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis dalam penyelesaian studi ini. Ucapan terima kasih selanjutnya disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Magister Linguitik khususnya linguistik murni tahun akademik 2011/2012, yang selalu setia untuk diajak berdiskusi dalam berbagai kesempatan dan saling memberikan motivasi sehingga dari rasa kebersamaan dan persaudaraan yang tinggi dapat memberi input positif untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yaitu Matheos Langkameng dan mendiang ibu, Sofia Langkameng yang telah mengasuh, membesarkan, berkorban untuk memberikan jalan hidup, dan selalu mendoakan penulis agar dapat meraih cita-cita dalam hidup ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih terdapat sejumlah kekurangan. Sebagaimana orang bijak menyatakan: tiada gading yang tak reta, tidak ada manusia yang sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Denpasar, Penulis
Oce A. Langkameng
ABSTRAK TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor yang untuk selanjutnya disingkat TRGMAA. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak atau observasi dan wawancara, yang dibantu dengan beberapa teknik, yakni teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Data TRGMAA dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan berpedoman pada teori Linguistik Sistemik Fungsional. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) terdapat struktur leksikogramatika TRGMAA yang terdiri atas sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema. Berdasarkan analisis sistem transitivitas, dapat ditegaskan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian. Hal tersebut dibuktikan dengan persentase penggunaan proses material yang menempati urutan teratas dengan jumlah 373 (42%). Berdasarkan komposisi bentuk mood pada TRGMAA, ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak digunakan adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767. Tema topikal selalu ditonjolkan oleh para pelibat dalam TRGMAA, yakni dengan perolehan sebanyak 580 jumlah tema. Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG menunjukkan bahwa para pelibat selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan sebagai inti pesan untuk dipertukarkan; (2) terdapat konteks situasi TRGMAA meliputi medan, pelibat dan sarana teks. Aktivitas atau tindakan sosial yang terjadi pada TRGMAA meliputi teks tonih getawom “pertemuan keluarga”, teks ya lasting “meminta barang”, teks telingbae “nyanyian ritual menumbuk padi”, teks katai sen “pemakaman”, dan teks tabiah gauk “pembagian barang”. Pelibat (tenor) pada TRGMAA meliputi; anak laki-laki sulung atau yang disulungkan dalam keluarga, paman, tua adat, dan Pendeta. TRGMAA merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Berdasarkan derajat interaksi yang digunakan, penggunaan teks tulis lebih dominan dari pada teks lisan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tingginya pemakaian unsur konjungsi pada TRG dari pada unsur kontinuitas; (3) struktur budaya atau genre TRGMAA berhubungan dengan tahapan-tahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat ATL. Struktur genre TRGMAA meliputi empat unsur, yakni: bagian pra-pendahuluan, pendahuluan, isi atau inti, dan bagian penutup; (4) Ideologi yang tercermin pada TRGMAA yakni masyarakat ATL percaya bahwa kematian merupakan panggilan Tuhan. Kata Kunci: Teks, Konteks, Linguistik Sistemik Fungsional, Ritual Gasakda
ABSTRACT GASAKDA (THE OLD PERSON DEATH) RITUAL TEXT OF ALOR TRADITIONAL COMMUNITIES: A SYSTEMIC FUNCTIONAL LINGUISTIC ANALYSIS This study was conducted to describe or provide full explanation about gasakda ritual text of Alor community (TRGMAA). The data were collected by using observations and interviews, assisted with several techniques, namely SBLC and recording. Data of TRGMAA were analyzed by descriptive qualitative based on the theory of Systemic Functional Linguistics. Results of the data analysis showed (1) there were found the lexico-grammar structures of TRGMAA consisting of the system of transitivity, mood, and theme. Based on the analysis of the transitivity system, it can be affirmed that TRGMAA was the procedural text that is focused on actions or events. It can be proved by the highest percentage got by the material process which about 373 (42%). Based on the composition of mood in TRGMAA, it was found that declarative mood achieved the highest number which about 767. Topical theme is always used by the participants in TRGMAA, which were about 580. The highest use of topical theme in TRG means that the participants always put the subject, process, and circumstance as the core of messages to be exchanged; (2) there were found the context of the situation in TRGMAA which consist of field, tenor and mode. Field of discourse occurred in the TRGMAA namely; tonih getawom „family meeting‟, ya latsing „ask for something‟, telingbae „ritual chants for pounding rice‟, katai sen „funeral‟, and tabiah gauk „giving something to one another‟. Tenor of discourse in TRGMAA consist of the oldest child in the family, uncle, the old (customs‟ leader), and the clergyman. TRGMAA was a blend of spoken and written text. Based on the degree of interaction, it found that written text was more dominant or mostly used than spoken. It can be proved by the high usage of conjunctions element than the element of continuity; (3) genre of TRGMAA related to stages in death procession of Alor Timur Laut (ATL) traditional communities. Genre TRGMAA included four elements, namely: pre-introduction, introduction, middle/content, end/closing; (4) ideology is reflected on TRGMAA, namely the ATL communities convinced that death is a God‟s calling. Keywords: Text, Context, Systemic Functional Linguistics, Gasakda Ritual
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ……………………………………………………..... i PRASYARAT GELAR …………………………………………………... ii LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………… iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………………… v UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………… vi ABSTRAK ………………………………………………………………... viii ABSTRACT ………………………………………………………………. x DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xii DAFTAR TABEL ……………………………………………................. xv DAFTAR SKEMA ………………………………………………………. xvi DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ……………………………..xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………...... 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 1.3.1 Tujuan Umum …………………………………………………....... 1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………... 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 1.4.1 Manfaat Teoretis ………………………………………………… 1.4.2 Manfaat Praktis …………………………………………………. 1.5 Ruang Lingkup ……………………………………………………..
1 1 5 5 5 6 6 6 7 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI DAN MODEL PENELITIAN …………………………………… 2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………...... 2.2 Konsep ……………………………………………………………..... 2.2.1 Teks ……………………………………………………………....... 2.2.2 Konteks ……………………………………………………………. 2.2.3 Ritual Gasakda …………………………………………………….. 2.2.4 Masyarakat Adat ………………………………………………....... 2.2.5 Linguistik Sistemik Fungsional …………………………………… 2.3 Kerangka Teori ……………………………………………………… 2.3.1 Leksikogramatika …………………………………………………..
9 9 15 15 15 15 16 16 17 24
2.3.1.1 Sistem Transitivitas ………………………………………............ 2.3.1.2 Sistem Mood ……………………………………………………... 2.3.1.3 Sistem Tema-Rema ……………………………………………… 2.3.2 Struktur Teks ………………………………………………………. 2.3.3 Ideologi ……………………………………………………………. 2.4 Model Penelitian ……………………………………………………..
24 34 40 43 44 45
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………...... 3.1 Rancangan Penelitian ………………………………………………... 3.2 Landasan Filosofis …………………………………………………… 3.3 Jenis Penelitian ………………………………………………………. 3.4 Lokasi Penelitian …………………………………………………...... 3.5 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………. 3.6 Tahapan dan Strategi Penelitian …………………………………….. 3.6.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………………………… 3.6.2 Metode dan Teknik Analisis Data …………………………………. 3.6.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……………......
47 47 47 48 48 49 50 50 52 52
BAB IV STRUKTUR LEKSIKOGRAMATIKA TRGMAA .................... 4.1 Sistem transitivitas dalam TRGMAA ……………………………….. 4.2 Sistem mood dalam TRG ……………………………………………. 4.3 Sistem tema-rema dalam TRG ……………………………………….
53 53 72 91
BAB V KONTEKS SITUASI TRGMAA ………………………………... 101 5.1 Medan dalam TRG…………………………………………………... 102 5.2 Pelibat dalam TRG…………………………………………………… 107 5.3 Sarana dalam TRG…………………………………………………… 116 BAB VI STRUKTUR BUDAYA TRGMAA ………………………......... 117 6.1 Struktur budaya TRG………………………………………………… 117 6.2 Struktur Generik Spesifik TRG……………………………………… 122 6.3 Tekstur Teks …………………………………………………………. 135
BAB VII IDEOLOGI TRGMAA ................................................................ 137 7.1 Ideologi pada Konteks Situasi ……………………………………….. 138 7.2 Ideologi pada Konteks Budaya……………………………………….. 143
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 145 8.1 Simpulan……………………………………………………………… 145 8.2 Saran………………………………………………………………….. 148 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 150 LAMPIRAN 1: KONTEKS SITUASI DAN UNSUR LINGUAL TRGMAA LAMPIRAN 2: DATA TRGMAA LAMPIRAN 3: PETA PULAU ALOR
DAFTAR TABEL
Tabel
Uraian
Halaman
Tabel 1
Jenis Proses, Makna, dan Partisipan
30
Tabel 2
Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BK 68
Tabel 3
Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BI
Tabel 4
Penggunaan Tipe Proses secara Keseluruhan
69
pada TRGMAA
71
Tabel 5
Penggunaan Bentuk Mood BK
81
Tabel 6
Penggunaan Bentuk Mood BI
82
Tabel 7
Penggunaan Bentuk Mood secara Keseluruhan pada TRGMAA
82
Tabel 8
Kategori Keterangan (Adjuncts) pada TRGMAA
83
Tabel 9
Tema pada TRG yang menggunakan BK
99
Tabel 10
Tema pada TRG yang menggunakan BI
99
Tabel 11
Tema secara Keseluruhan pada TRGMAA
100
Tabel 12
Unsur Struktur Pra-pendahuluan TRGMAA
128
Tabel 13
Unsur Struktur Pendahuluan TRGMAA
129
Tabel 14
Unsur Struktur Inti TRGMAA
132
Tabel 15
Unsur Struktur Penutup TRGMAA
134
DAFTAR SKEMA
Skema
Uraian
Halaman
Skema 1
Strata atau Tingkatan Bahasa
20
Skema 2
Hubungan Konteks dan Leksikogrammar
21
Skema 3
Bahasa dan Konteks dalam LSF
23
Skema 4
Sistem Sirkumstans
31
Skema 5
Model Penelitian
46
Skema 6
Konteks Situasi TRGMAA
101
Skema 7
Struktur Budaya/Genre Umum
118
Skema 8
Struktur Genre TRG I
124
Skema 9
Struktur Genre TRG II
125
Skema 10
Struktur Genre TRG III
127
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN ADJ
: Adjuncts
ATL
: Alor Timur Laut
BI
: Bahasa Indonesia
BK
: Bahasa Kamang
CIRC
: Circumstances
CIRC LOC
: Circumstances of Location
CIRC ADJ
: Circumstantial Adjuncts
CONT
: Continuity
CONJ
: Conjunctive
CONT ADJ
: Continuity Adjunct
CONJ ADJ
: Conjunctive Adjunct
CIRC ACCOMP : Circumstances of Accompaniment KT
: Kata Tanya
KS
: Kata Sifat
LHK
: Linguistik Historis Komparatif
LSF
: Linguistik Sistemik Fungsional
LIH
: Lihat
NKRI
: Negara Kesatuan Republik Indonesia
NTT
: Nusa Tenggara Timur
P
: Predikat
POL ADJ
: Polarity Adjuncts
PR
: Proses
PRED
: Predicator
PT
: Partisipan
S
: Subjek
SUBJ
: Subject
SBLC
: Simak Bebas Libat Cakap
SIR
: Sirkumstans
SFL
: Systemic Functional Linguistics
TRGMAA
: Teks Ritual Gasakda Masyarakat Adat Alor
TRPMAB
: Teks Ritual „Pawiwahan‟ Masyarakat Adat Bali
TRG
: Teks Ritual Gasakda
VOC ADJ
: Vocative Adjuncts
LAMBANG //…//
: batas kalimat
(…)
: untuk menempatkan nomor klausa, singkatan atau akronim
=
: sama dengan
/
: atau
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu fakta sosial (language is a social fact). Hal ini berkaitan dengan sifat sosial bahasa yang secara spontan bersumber dari individu yang bersifat inherent (menurun) dengan membentuk isi kebudayaan satu kelompok masyarakat. Sebagai fakta (realitas) sosial, bahasa digunakan masyarakat penuturnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam konteks situasi dan konteks budaya dalam suatu lingkungan (Halliday, 1973:8; Sutjaja, 1989:1). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi paling efektif yang memungkinkan manusia sebagai anggota suatu kelompok dapat menyingkap pikiran, perasaan, dan pengalamannya tentang dunia. Bagaimanapun, bahasa dalam pemakaiannya sebagai sarana komunikasi dalam realitas kehidupan manusia sebagai anggota suatu kelompok masyarakat bukan merupakan suatu entitas yang berdiri sendiri, melainkan berhubungan erat dengan kebudayaan yang dianut kelompok masyarakat bersangkutan. Realitas penggunaan bahasa sebagai unsur kebudayaan satu kelompok masyarakat tercermin antara lain, melalui tuturan ritual, lagu atau nyanyian rakyat, ungkapan, teka-teki, pepatah, dan sebagainya. Realitas penggunaan bahasa ini, oleh Halliday dinamakan penggunaan bahasa secara imajinatif (imaginative use), yang bersifat ritual dan puitis. Fungsi ritual bahasa menempati fungsi yang sama
dengan yang dikemukakan oleh Malinowski sebagai fungsi magis (Halliday dan Hasan, 1985: 17). Jalan menuju pemahaman bahasa terletak dalam kajian teks. Teks dimaknai secara dinamis, yakni sebagai bahasa yang berfungsi. Kata berfungsi memiliki makna bahwa bahasa sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks dan merupakan salah satu aspek dari proses sosial (Halliday dan Hasan, 1985: 5; 1989: 13). Penelitian ini terfokus pada teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor, yaitu salah satu kabupaten di bawah wilayah administratif Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Persoalan pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah fenomena penggunaan bahasa Kamang, yang merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Kabupaten Alor (selanjutnya disingkat BK) serta penggunaan bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa BK dan BI difungsikan secara langsung dalam ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Ada beberapa hasil kajian yang pernah dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Alor, yakni (a) Preliminiary Notes on the Alor and Pantar Languages (East Indonesia)oleh Stokhof (1975), (b) Monografi Kosakata Swadesh di Kabupaten Alor oleh Pusat Bahasa (2000), (c) Pemetaan bahasa Kamang oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2010), (d) Pemetaan Bahasa-bahasa di Alor oleh Dinas Kebudayaan NTT (2010), dan (e) Sejarah dan Budaya Kepulauan Alor oleh Retika(2012). Hasil penelitian tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat bidang, yakni (1) bidang Linguistik Historis
Komparatif (LHK), (2) bidang dialektologi, (3) bidang perkamusan, serta (4) bidang sejarah dan budaya. Selain keempat bidang penelitian tersebut, ternyata masih ada beberapa aspek kebahasaan yang kurang memperoleh perhatian dari para peneliti. Salah satu aspek tersebut adalah teks. Teks ritual gasakda (kematian) dalam masyarakat adat Alor merupakan fenomena kebahasaan yang sangat menarik untuk dikaji dari sudut pandang linguistik, khususnya dari kajian Linguistik Sistemik Fungsional (selanjutnya disingkat LSF). Banyak aspek di dalam teks tersebut yang dapat diangkat dan dipersoalkan, yakni mulai dari pertemuan keluarga (tonih getawom), jalan adat ke rumah paman (ya lasting), nyanyian ritual menumbuk padi (teling bai), pemakaman (katai sen), dan lipat kain (tabiah gauk). Seluruh rangkaian dan tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks dan setiap teks yang ada memiliki struktur teks. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi satu kesatuan utuh, maka terbentuklah teks ritual gasakda (kematian) secara lengkap yang juga memiliki struktur tersendiri. Situasi kebahasaan di masyarakat Alor menimbulkan persoalan berkaitan dengan banyaknya jumlah bahasa. Karena terdapat suatu pluralitas kebahasaan di dalam masyarakat Alor, BI dijadikan sebagai bahasa antara (lingua francae) bagi masyarakat Alor. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan keterpinggiran bahasabahasa lokal di tengah globalisasi sehingga besar kemungkinannya bahwa bahasabahasa lokal tersebut terancam punah. Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini merupakan salah satu upaya pelestarian budaya dan harmonisasi sosial dalam bentuk revitalisasi bahasa.
Penelitian ini secara tersirat dimaksudkan untuk mengungkapkan tahapan siklus mengenai kehidupan sebagai suatu proses yang terdiri atas lahir--dewasa-mati. Kematian merupakan sebuah kata sederhana tetapi mengandung makna yang sangat dalam sehingga terdapat banyak cara untuk memaknai kematian. Teks gasakda (kematian) merupakan salah satu bagian dari siklus kehidupan masyarakat Alor yang perlu dipahami dan dipersepsikan dalam sebuah kerangka sistem secara keseluruhan. Tahapan dan rentangan dalam setiap siklus itu setelah dihubungkan dengan ekspresi kebahasaan dan konteks sebagai latar terbangunnya teks akan mengungkapkan ideologi masyarakat Alor mengenai kematian. Dasar pemikiran seperti yang diuraikan di atas menjadikan penelitian terhadap teks gasakda (kematian) masyarakat adat Alor penting untuk dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan struktur teks gasakda (kematian) secara utuh dan menyeluruh dan memberi makna (make sense) bagi masyarakat penuturnya serta mengungkapkan ideologi yang tersirat dalam setiap tindakan sosial yang dilakukan. Teks ritual gasakda sebagai aktivitas sosial melibatkan kelompok-kelompok sosial, seperti keluarga, pemerintah, gereja, dan hubungan kekerabatan. Bertolak dari realitas ini, penting untuk dijelaskan bahwa ada dua sistem yang berjalan secara paralel dan sangat harmonis, yaitu sistem bahasa yang diwujudkan dalam bentuk teks dan sistem sosial yang menjadi latar terbangunnya teks atau dalam istilah sistemik disebut konteks. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka teks ritual gasakda (kematian) masyarakat Adat Alor, yang untuk selanjutnya disingkat TRGMAA, menarik untuk diteliti berdasarkan analisis LSF.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas, maka masalah pokok yang dianalisis dalam tulisan ini berkaitan dengan kajian teks ritual gasakda (kematian) masayarakat adat Alor dapat dirumuskan seperti berikut ini. 1) Bagaimanakah struktur leksikogramatika TRGMAA? 2) Konteks situasi apakah yang digambarkan dalam TRGMAA? 3) Struktur
budaya/struktur
generik
apakah
yang
tercermin
dalam
TRGMAA? 4) Ideologi apakah yang tercermin dalam TRGMAA?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan sebuah penelitian ilmiah tidak akan pernah lepas dari masalah yang hendak dicarikan solusi pemecahannya. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk: 1)
menerapkan model pendekatan fungsional (LSF) atas bahasa yang masih sangat langka di Indonesia khususnya BK dan BI dalam ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor; dan
2)
mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang TRGMAA.
1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1)
mengkaji dan menemukan struktur leksikogramatika TRGMAA yang meliputi analisis sistem tansitivitas, sistem mood, dan sistem tema.
2)
mengkaji dan menemukan konteks situasi (konteks sosial/register) TRGMAA.
3)
mengkaji dan menemukan struktur budaya/struktur generik (genre) TRGMAA; dan
4)
menjelaskan ideologi yang tercermin dalam TRGMAA.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat sebagaimana penelitian keilmuan pada umumnya. Manfaat penelitian secara teoretis sebagai berikut. 1)
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan informasi tentang penerapan LSF untuk berbagai lintas bidang.
2)
Sebagai perbendaharaan data kebahasaan bagi para peneliti, peminat, dan pemerhati, baik dalam lingkup BK maupun lintas bahasa.
3)
Sebagai penguatan teori linguistik khususnya teori LSF yang telah diprakarsai oleh Halliday.
1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)
Sebagai referensi bagi generasi penerus BK, khususnya yang berada di Kecamatan Alor Timur Laut, untuk memahami berbagai aspek mengenai prosesi ritual gasakda (kematian) dan selanjutnya diterapkan dalam proses sosial.
2)
Nilai-nilai budaya yang tercermin dalam prosesi ritual gasakda (kematian) untuk selanjutnya dapat diterapkan ke dalam proses pendidikan, baik yang berlangsung di sekolah maupun di gereja.
3)
Sebagai salah satu cara untuk mempertahankan bahasa dan budaya Kamang di Kecamatan Alor Timur Laut (ATL) Kabupaten Alor.
1.5 Ruang Lingkup Teori LSF memandang bahasa sebagai bentuk dan ekspresi. Konsep tersebut dapat dijabarkan mulai dari strata fonologi, leksikogramatika, logikosemantik, register, genre, dan ideologi. Namun, yang menjadi fokus dalam kajian ini, yakni pada tingkatan/strata leksikogramatika, register, genre, dan ideologi. Ada empat masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini dengan menggunakan teori LSF sebagai “pisau” analisisnya. Keempat masalah tersebut mencakup (1) struktur leksikogramatika TRGMAA, (2) konteks situasi (konteks sosial/register)
TRGMAA,
(3)
struktur
budaya/struktur
generik
(genre)
TRGMAA, dan (4) ideologi yang tercermin dalam TRGMAA. Struktur leksikogramatika meliputi sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema.
Dalam sistem transitivitas dikaji hubungan antara unsur proses, partisipan dan sirkumstan; sistem mood meliputi struktur mood klausa BK, dan dalam sistem tema yang dianalisis meliputi tema antarpersonal, tema topikal, dan tema tekstual. Selanjutnya, konteks situasi (konteks sosial/register) meliputi analisis medan teks, pelibat teks, dan sarana teks. Sementara itu, struktur budaya/struktur generik (genre) teks ritual gasakda meliputi tahapan-tahapan yang dilalui pada saat ritual tersebut. Hal yang terakhir adalah analisis ideologi, yang meliputi ideologi pada konteks situasi (medan, pelibat, dan sarana teks) dan konteks budaya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Kajian yang dianggap relevan dengan objek penelaahan ini meliputi beberapa tulisan dalam bentuk buku dan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik yang difokuskan pada teori maupun pada objek penelitian. Berikut adalah buku-buku yang dijadikan sebagai kajian pustaka. Buku yang berjudul Language, Context and Text: Aspect of Language in Social Semiotic Perspective merupakan karya Halliday dan Hasan (1985). Kajian tersebut menekankan pada bahasa dalam hubungannya dengan konteks sosial, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan susunan sebagai pilihan yang berkaitan dengan konteks sosial dan konteks budaya. Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa jalan menuju pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks. Sehubungan dengan bahasa dalam perspektif semiotik sosial, teks dan konteks sangat berkaitan dalam menentukan pilihan bentuk dan makna. Makna didapatkan melalui interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula. Buku ini sangat relevan untuk dijadikan acuan mengingat bahwa analisis teks ritual gasakda (kematian) tidak terlepas dari analisis komponenkomponen yang terkait di dalamnya.
Buku Cohesion in English juga merupakan karya Halliday dan Hasan (1976). Karya ini membahas kekohesifan teks yang meliputi referensi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal. Buku ini relevan untuk dijadikan acuan karena sebagai dasar dalam mengkaji struktur teks ritual gasakda. Karya Eggins (1994) dengan judul An Introduction to Systemic Functional Linguistics memberikan landasan untuk memahami teks serta teknik analisis teks. Dalam buku ini diperkenalkan konsep-konsep genre dalam lingkup kebudayaan dan register dalam lingkup konteks sosial. Selain itu, diperkenalkan juga leksikogramatika, metafungsi bahasa yang meliputi makna interpersonal, makna ideasional, dan makna tekstual. Buku ini relevan dan dijadikan acuan dalam menganalisi teks ritual gasakda khususnya dari aspek leksikogramatika yang meliputi sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema. Buku lainnya yang dijadikan rujukan adalah karya-karya Sutjaja dengan judul Sistemik dan Peluang Penerapannya dalam Bahasa Indonesia (1989) dan Grup Nomina Bahasa Indonesia (2011). Karya Sutjaja yang pertama (1989) membahas secara singkat tentang latar belakang, peluang penerapan pendekatan linguistik sistemik dalam bahasa Indonesia dan kemungkinan jangkauan penelitian kebahasaan yang cocok di Indonesia menyangkut bidang-bidang apa saja yang mungkin menjadi objek penelitian. Buku yang kedua (2011) membahas ketatabahasaan yang menyangkut sistem dan struktur grup nomina bahasa Indonesia. Meskipun kedua buku di atas tidak mengkaji teks secara eksplisit, karya ini juga sangat membantu penulis khususnya berhubungan dengan cara menganalisis klausa berdasarkan pendekatan LSF.
Selain buku-buku acuan yang telah disebutkan, penelitian ini juga dilengkapi dengan sejumlah hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk jurnal dan disertasi. Berikut ini adalah sejumlah hasil penelitian yang dijadikan sebagai kajian pustaka. Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2004) dengan judul “Peran Leksis dalam Analisis Teks”. Penelitian tersebut secara khusus membahas bagaimana leksis
merealisasi
realitas
(pengalaman/experience,
logis/logic,
realitas
sosial/social realities), dan kontribusi leksis terhadap interpretasi gaya bahasa dan makna sebuah teks secara menyeluruh. Meskipun menggunakan teori yang sama, yakni LSF, yang membedakan penelitian yang dilakukan Santosa dengan penelitian ini adalah cakupan masalah penelitian. Santosa hanya membahas leksis, yakni tingkatan di bawah gramatika, kohesi, dan struktur teks. Sementara itu, dalam penelitian ini dikaji aspek leksikogramatika, konteks situasi, konteks budaya, dan analisis ideologi teks ritual gasakda. Penelitian yang dilakukan oleh Adisaputra (2008) dengan judul “Analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD): Kajian Linguistik Sistemik Fungsional”. Teks pembelajaran yang dimaksud adalah analisis teks tulis bahasa Indonesia dan IPS yang digunakan oleh anak SD di Denpasar. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa temuan, yakni (1) perbedaan antara teks mata pelajaran bahasa Indonesia dan IPS ditentukan oleh unsur transitivitas yang sangat membedakan siskumstan, (pada teks mata pelajaran bahasa Indonesia ditemukan hanya tujuh unsur sirkumstan, sedangkan pada teks IPS terdapat dua puluh unsur sirkumstan), (2) pola pengembangan teks berdasarkan tema-rema antarklausa menunjukkan bahwa kedua teks merupakan teks utuh, (3) keterpaduan makna
kedua teks dijalin oleh piranti gramatikal dan leksikal, (4) berdasarkan analisis kontekstual dan inferensi, maka dari sudut pandang bahan pembelajaran yang fungsional dan kontekstual, kedua teks masih dianggap bukan merupakan teks yang dapat digunakan secara universal sebagai bahan pembelajaran. Jika dilihat dari bentuknya maka penelitian yang dilakukan oleh Adisaputra dikategorikan ke dalam jenis teks tulis. Sementara itu, penelitian ini merupakan perpaduan bentuk tuturan lisan dan tulisan dalam ritual gasakda sehingga lebih variatif dan menarik untuk dikaji. Penelitian yang dilakukan oleh Rasna (2010) “Transitivitas Pangiwa Teks Aji Blegodawa”. Pengkajian tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungsional. Hasil analisis menunjukkan bahwa teks Aji Blēgodawa merupakan teks prosedural mempersyaratkan adanya tindakan sebagai prosedur dalam merealisasikan transitivitas teks prosedural. Hal tersebut dibuktikan persentase penggunaan proses material yang menempati peringkat teratas dengan jumlah 553 atau 48,47%. Meskipun menggunakan teori yang sama, namun penelitian yang dilakukan oleh Rasna hanya terfokus pada salah satu aspeks dari metafungsi bahasa, yakni fungsi memaparkan yang direalisasikal oleh sistem transitivitas, sementara dalam penelitian ini difokuskan pada ketiga metafungsi bahasa
di
dalam
tatanan
leksikogramatika
memaparkan/ideasional (transitivitas),
TRG,
yakni
fungsi
fungsi mempertukarkan/interpesonal
(modus), dan fungsi merangkai/tekstual (tema). Tulisan Santoso (2008) dengan judul “Jejak Halliday dalam Linguistik kritis dan Analisis Wacana Kritis”. Tulisan tersebut difokuskan pada dua pandangan
Halliday yang terkenal, yakni bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik sebagai tindakan. Bahasa sebagai semiotika sosial berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Dalam hal ini berhubungan dengan keberadaan konteks sosial bahasa, yakni
fungsi
sosial
yang menentukan
bentuk
bahasa dan bagaimana
perkembangannya (Halliday, 1977, 1978; Halliday dan Hasan, 1985). Pokok pikiran penting kedua tentang “linguistik sebagai tindakan” yang berarti bahwa sebuah kajian linguistik tentu saja harus dapat dipertanggungjawabkan secara sosial. Dalam hal ini sebuah bentuk bahasa akan melayani fungsi penggunaan bahasa, bentuk ilmu bahasa juga melayani fungsi penggunaannya. Kedua pandangan itu pada tahap selanjutnya telah memberikan pengaruh yang amat kuat dalam linguistik kritis karya-karya Fowler (1985; 1986; 1996) dan terhadap analisis wacana kritis, khususnya pada karya-karya Fairclough (1989; 1995) dan van Dijk (1985). Tulisan ini sangat relevan karena membuka wawasan penulis terhadap konsep LSF, yakni bagaimana cara pandang teori LSF terhadap bahasa sebagai objek kajiannya. Penelitian yang dilakukan oleh Sutama (2010) “Teks Ritual Pawiwahan Masyarakat Adat Bali”. Penelitian tersebut didasarkan pada LFS, yang meliputi analisis struktur teks, mood, transitivitas, tema-rema, hubungan logis antarklausa dan ideologi. Hasil penelitian tersebut menyatakan (1) TRPMAB memiliki struktur budaya, struktur makro, struktur mikro, struktur makna, dan tekstur, (2) TRPMAB memiliki sistem mood, yakni mood indikatif dan imperatif, struktur mood klausa dan modalisasi, (3) TRPMAB memiliki transitivitas, (4) TRPMAB
memiliki komposisi tema rema, (5) TRPMAB dibangun oleh unit pengalaman linguistik terkecil berupa klausa yang membentuk kesatuan makna, dan (6) TRPMAB memiliki ideologi, dan ciri ideologi yang paling menonjol adalah kuasa (power) keluarga purasa terhadap keluarga
predana dalam hal peran serta
solidaritas dalam tahapan pernikahan. Secara generik terlihat berbeda, tetapi tulisan ini menjadi acuan untuk meneliti teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Penelitian tentang teks atau tuturan ritual pernah dilakukan oleh Riana (1995), Sabon Ola (2005) dan Bustan (2005). Riana (1995) meneliti tentang ritual masyarakat Gebog Domas di Bali. Kajian tersebut menyangkut ritual syukuran adat, keagamaan, ritual siklus hidup yang meliputi kelahiran dan kehidupan dewasa. Selanjutnya, Sabon Ola (2005) meneliti tantang tuturan ritual etnik Lamaholot dalam konteks perubahannya. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa inti pandangan hidup orang Lamaholot ialah koda (kebenaran). Keberpihakan pada kebenaran menjadikan orang Lamaholot hidup tentram, aman, sukses, dan selamat. Bustan (2005) mengkaji tentang ritual Tudak Penti (ritual panen), yang menemukan peta pengetahuan orang Manggarai bahwa leluhur sangat berperan di dalam menentukan hasil panen. Ketiga penelitian di atas memiliki relevansi dengan penelitian ini karena mengkaji tentang teks ritual. Namun, cara kerja, model analisis, serta teori yang digunakan tampak berbeda karena ketiga penelitian tersebut menggunakan teori linguistic kebudayaan, sementara penelitian ini menggunakan teori LSF.
2.2 Konsep Ada beberapa konsep dasar yang diacu dalam penelitian ini. Konsep-konsep itu adalah teks, ritual gasakda, masyarakat adat, dan linguistik sistemik fungsional. Tiap-tiap konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Teks Ada tiga konsep mengenai teks, yakni (1) teks merupakan sebuah unit semantik atau teks adalah makna, (2) teks adalah bahasa yang berfungsi, (3) teks adalah proses dan produk (Halliday dan Hasan, 1985:10).
2.2.2 Konteks Menurut Halliday dan Hasan (1985:5), istilah teks dan konteks merupakan aspek-aspek dari proses yang sama. Dengan kata lain bahwa ada teks dan ada teks lain yang menyertainya (the text that is “with”). Jadi, teks lain yang menyertai teks disebut konteks.
2.2.3 Ritual Gasakda Ritual gasakda mengacu pada suatu aktivitas sosial budaya. Kata ritual berasal dari kata „rite‟ yang artinya upacara atau tata cara (Danbury, 1995). Dalam BK, kata gasakda terdiri atas pronomina ga yang memiliki arti „dia‟ serta kata sakda yang memiliki arti „orang tua‟. Dengan demikian konsep gasakda tidak dilihat berdasarkan makna leksikal atau denotatif tetapi berkaitan dengan konsep siklus, yakni lahir--dewasa--mati. Atas dasar pengertian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa ritual gasakda merupakan upacara/tata cara kematian tua adat yang merupakan suatu aktivitas sosial masyarakat Alor.
2.2.4 Masyarakat Adat Masyarakat adat dalam tulisan ini berarti suatu komunitas atau kelompok orang yang hidup bersama dan menjalankan kebiasaan adat sejak dahulu kala sesuai dengan norma dan tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat adat tersebut harus tunduk pada kebiasaan yang telah disepakati secara bersama-sama turuntemurun (Keraf, 2010:25). Selanjutnya, masyarakat adat Alor khususnya Alor Timur Laut (ATL) adalah masyarakat adat yang menggunakan BK dalam berkomunikasi sehari-hari. Mereka selalu menjalankan tradisi nenek moyang dan tunduk pada norma adat yang berlaku.
2.2.5 Linguistik Sistemik Fungsional Linguistik Sistemik Fungsional/LSF (Sistemic Functional Linguistics/SFL) adalah teori linguistik dengan pendekatan analisis terhadap teks, yaitu bahasa yang berfungsi dalam konteks. Teori ini mempertimbangkan fungsi dan makna sebagai dasar dari bahasa manusia untuk melakukan komunikasi (Halliday, 1973; Halliday dan Hassan, 1985; Halliday, 2004; Eggins, 1994).
2.3 Kerangka Teori Teori LSF merupakan salah saru teori linguistik yang mengkaji tentang teks. Teori ini dikembangkan oleh Michael Alexander Kirkwood Halliday seorang sarjana Leeds-Inggris tahun 1925 yang lebih populer dengan nama M.A.K. Halliday (Halliday, 1985). LSF atau yang sering disebut dengan pendekatan sistemik dikenal sebagai penyedia kerangka deskriptif dan penafsiran yang sangat berguna untuk memandang bahasa sebagai sumber daya strategis dan pemberi makna. Dalam perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. LSF menekankan konsep sistem dan fungsi. Kata sistemik berasal dari definisi bahasa sebagai suatu 'sistem', yaitu seperangkat pilihan yang saling menonjol yang timbul bersama-sama pada satu titik dalam struktur linguistik. Sebagai sistem, bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992: 5). Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata sebagai makna kata-kata, melainkan merupakan sistem bahasa secara keseluruhan. Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat digunakan oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain. Sistem semantik ini berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang berada di sekitar ide interaksi tersebut (Halliday, 1973: 55).
Sementara itu, kata fungsional berasal dari kata fungsi yang berarti bahasa sebagai sistem harus berfungsi dalam aktivitas sosial. Fungsi bahasa adalah untuk menciptakan makna sehingga komponen terpenting dari suatu bahasa adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan makna, yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional berhubungan dengan pengguna bahasa
dalam
memahami
lingkungan
sosial.
Komponen
interpersonal
berhubungan dengan bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Halliday, 1973: 99). Ada empat gagasan penting sebagai kategori umum dalam bahasa menurut LSF, yaitu unit, sistem, struktur, dan kelas (Halliday, 2002:41; Sutama, 2010:39). Keempat kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Unit Unit dapat dipahami ketika berbicara tentang teks. Dalam pandangan LSF, ada dua jenis, yaitu unit bahasa tulis dan unit tata bahasa. Pada teks tulis, misalnya, setiap paragraf terdiri atas unit mulai dari unit terkecil, yaitu huruf (membentuk morfem), morfem, kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat. Sementara itu, unit tata bahasa, satuan morfem adalah unit yang terendah dan klausa yang merupakan unit tertinggi.
2) Sistem Sistem merupakan padanan kata sistemik (systemic). Bahasa tersusun atas sistem-sistem dari istilah-istilah yang satu sama lain memberikan nilai-nilai yang didapat hanya dari saling ketergantungan di antara mereka. Sistem adalah seperangkat unit secara paradigmatik (vertikal), yang satu sama lain bisa saling menempati dalam suatu struktur. 3) Struktur Struktur adalah susunan unsur-unsur secara horizontal. Setiap unit bahasa memiliki struktur atau susunan; baik berupa susunan kanonik, susunan morfologis, susunan fungsional gramatikal, seperti subjek-predikat; susunan fungsional semantik, seperti pelaku-proses-sirkumstan, maupun urutan informasi, seperti tema-rema. 4) Kelas Dalam pengertian paling umum, kelas disebut juga kategori gramatikal yang berupa tataran kata sampai dengan klausa. Kategori nomina misalnya dapat berupa kata nomina, frasa nomina, dan klausa nomina. Begitu pula kategori verba, adjektiva, dan sebagainya. Selain kategori umum tersebut ada dua gagasan lain, yaitu kategori dan level. Kedua hal tersebut disusun untuk menjelaskan aspek-aspek formal dari bahasa. Tiga level pokok adalah FORM, yaitu organisasi substansi bagi peristiwa yang padat arti, yaitu leksis dan tata bahasa; SUBSTANCE, yaitu materi fonik dan grafik; dan CONTEXT, yaitu hubungan antara form dan situation, yakni semantik.
Konsep level atau tingkatan di atas dapat dipahami melalui model yang dikembangkan oleh Eggins (1994:21) dalam bentuk skema sebagai berikut.
CONTENT EXPRESSION
Folk names or non technical terms Meanings
Technical terms (discourse) semantics
Wordings (words & structure) Sound or Letter
Lexico grammar Phonology Graphology
Skema 1 Strata atau Tingkatan Bahasa
Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa dalam bahasa, meanings dapat direalisasikan ke wordings, yang pada gilirannya direalisasikan oleh sound (or letters). Sementara itu, secara teknis, (discourse) semantics direalisasikan ke lexico grammar, yang pada gilirannya direalisasikan ke dalam phonology or graphology. Ketiga level ini merupakan representasi dari konsep dasar ekspresi dan situasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa teori LSF menitikberatkan ekspresi dan situasi. Ekspresi adalah padanan dari bahasa yang sedang berfungsi untuk mengungkapkan gagasan, maksud, perasaan, dan situasi sebagai konteksnya. Ekspresi dalam terminologi LSF disebut dengan teks dan situasi disebut dengan konteks situasi. Dengan kata lain, bahasa yang sedang berfungsi dalam konteks situasi disebut sebagai TEKS.
Eggins (1994:77) memberikan istilah register untuk konteks situasi dan genre untuk konteks budaya. Untuk lebih jelasnya hubungan antara bahasa, konteks situasi atau register, dan konteks budaya atau genre dapat dilihat pada skema di bawah ini mode
Theme LexicoGrammar Mood
Transitivity field
Register
tenor
Genre
Skema 2 Hubungan Konteks dan Leksikogrammar
Skema di atas menggambarkan bahwa konteks budaya (genre) lebih abstrak dan lebih umum daripada konteks situasi (register). Konteks budaya (genre) direalisasikan atau dikodekan melalui bahasa, proses tersebut dimediasi oleh konteks situasi (register). Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor dipahami dan dianalisis berdasarkan teori LSF. Dalam hubungannya dengan pemahaman teks secara utuh dan komprehensif diperlukan pemahaman konsep LFS.
Berikut dijelaskan tiga pilar utama yang merupakan teori dasar (grounded theory) LFS. 1) Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri atas unsur-unsur ekspresi, bentuk, dan makna.
Ketiga unsur tersebut menyatu dalam teks.
Subbagian seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, struktur dan kelas berada di bawah ketiga level tersebut. 2) Bahasa sebagai fenomena sosial, yakni perpaduan antara sistem bahasa dan sistem sosial. Kedua sistem tersebut saling merujuk dan menentukan di dalam penggunaannya sehingga kedua sistem inilah yang menentukan terjadinya pilihan bentuk, makna, dan ekspresi di dalam konteks sosial. 3) Bahasa sebagai sumber daya yang fungsional berarti bahwa fungsi bahasa adalah untuk menciptakan makna. Oleh karena itu, komponen terpenting dari suatu bahasa adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Komponen-komponen tersebut diistilahkan sebagai metafungsi yang terdiri atas fungsi memaparkan atau ideasional, fungsi mempertukarkan atau interpersonal, dan fungsi merangkai atau tekstual. Selanjutnya, secara keseluruhan bahasa dan konteks dalam perspektif sistemik fungsional dapat dilihat pada skema berikut.
Ideology
genre register Semantics grammar
phonology
Skema 3 Bahasa dan Konteks dalam LSF
Skema di atas menunjukkan bahwa organisasi secara sistemik dimulai dari tataran phonology sampai pada ideology. Phonology merupakan bidang ekspresi, grammar dan semantics merupakan bidang isi/content, sementara itu register, genre dan ideology merupakan konteks. Dalam penelitian ini, akan dikaji mulai tataran grammar/lexicogrammar (sistem transitivitas, struktur mood, struktur tema-rema), register, genre, dan ideologi pada teks ritual gasakda masyarakat Alor.
2.3.1 Leksikogramatika Dalam pandangan LSF, fungsi bahasa dalam kehidupan manusia sehari-hari mencakup tiga hal, yaitu memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan, dan merangkai pengalaman manusia. Ketiga fungsi bahasa ini disebut sebagai metafungsi bahasa. Pada tataran klausa, leksikogramatika ini melihat sistem atau struktur klausa dalam melaksanakan makna-makna yang dibawa oleh metafungsi bahasa. 1) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna eksperiensial, yang disebut transitivitas. 2) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna interpersonal, yang dinamakan sistem mood dan struktur mood. 3) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna tekstual, yang disebut struktur tema (tema-rema).
2.3.1.1 Sistem Transitivitas Transitivitas adalah sistem gramatikal struktur klausa yang merealisasikan makna ideasional/eksperiensial. Sistem ini dapat digambarkan sebagai
“siapa melakukan
sesuatu kepada siapa, kapan, di mana, mengapa, atau bagaimana berfungsi” (Lih. Halliday, 2004; Sutjaja, 1996). Menurut Eggins (1994:229), terdapat tiga konstituen dalam menganalisis struktur transitivitas pada sebuah kalusa, yakni proses, partisipan, dan sirkumstan. Proses direalisasikan oleh grup verbal dari klausa (i.e. last year Diana gave blood). Partisipan
direalisasikan dalam grup nominal (i.e. last year Diana gave blood). Sirkumstan direalisasikan dalam grup adverbial (i.e. last year Diana gave blood).
1) Proses Realitas proses merupakan inti kejadian atau bagian utama dalam transitivitas, sedangkan partisipan dan sirkumstan hadir sesuai dengan kebutuhan perbuatan, kejadian, dan keadaan (Sutjaja, 1996:4). Hal ini berarti bahwa terdapat beberapa jenis/tipe proses yang melibatkan bermacam partisipan dan sirkumstans yang berbeda. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses diwujudkan dalam verba yang secara tata bahasa tradisional sebagai kata perbuatan. Bagaimanapun, tidak semua jenis verba menyatakan makna perbuatan. Ada tingkatan yang berbeda untuk perbuatan dan keberadaan. Misalnya, menulis kisah lucu, menceritakan kisah lucu, dan mendengarkan kisah lucu merupakan pengelompokan jenis verba yang bebeda berdasarkan makna atau peran semantisnya. Dalam tata bahasa fungsional yang dikembangkan Halliday (2004: 170), ada enam jenis proses yang berbeda, yaitu proses material, proses mental, proses perilaku, proses verbal, proses eksistensial, dan proses relasional. Keenam jenis proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Proses material Proses material menggambarkan proses melakukan sesuatu atau terjadinya suatu (process of doing or happening) tindakan yang nyata. Dalam proses material terdapat satu partisipan atau lebih yang dapat hadir di dalam sebuah klausa. Kriteria
untuk mengetes proses material pada satu partisipan dalam sebuah klausa yakni, "apa yang X lakukan?” Selanjutnya, pengetesan pada proses dengan dua partisipan dapat diajukan pertanyaan "apa yang X lakukan kepada Y?" Pengetesan pada proses dengan tiga partisipan dapat diajukan pertanyaan "apa yang X lakukan kepada Y kepada Z" (Lih. Halliday, 2004: 179--182; Eggins, 1994: 229--231) Contoh: 1) Diana went to Geneva Pt Pr Sir Actor material 2)
3)
They tested my blood Pt Pr Pt Actor material goal They gave Dianaa cognac Pt Pr Pt Pt Actor material recipient goal
Proses yang menghadirkan sebuah partisipan dalam sebuah klausa dinamakan middle atau intransitive, seperti yang terlihat pada contoh 1 (Diana went to Geneva) yang hanya menghadirkan satu partisipan, yakni Diana. Sementara itu, proses yang menghadirkan dua partisipan atau lebih dalam sebuah klausa dinamakan effective atau transitive, seperti yang terlihat pada contoh 2 (They tested my blood), yang menghadirkan dua partisipan, yakni they dan my blood; dan 3 (They gave Dianaa cognac), yang menghadirkan tiga partisipan, yakni they, Diana, dan a cognac.
b) Proses mental Proses mental merupakan suatu proses yang mengkodekan makna pikiran dan perasaan. Hal yang membedakan proses mental dengan proses material, yakni proses mental tidak menanyakan “melakukan tindakan atau aksi” yang bersifat nyata/konkret (tangible), tetapi berhubungan dengan reaksi mental. Halliday membagi proses mental menjadi tiga kelas, yakni (1) kognisi, yang berkaitan dengan penggunaan otak (thinking, knowing, understanding); (2) afeksi, yang berhubungan dengan perasaan atau hati (liking, fearing, hate); dan (3) persepsi, yang bertalian dengan penggunaan indra untuk berproses (seeing, hearing). Partisipan yang termasuk dalam proses mental, yakni senser dan phenomenon. Senser adalah seseorang yang merasakan secara kognitif, afektif, dan perseptif. Sementara itu, phenomenon adalah sesuatu yang dirasakan secara secara kognitif, afektif, dan perseptif (Lih. Halliday, 2004: 197--199; Eggins, 1994: 240--249). Contoh: 4) I hate injections Pt Pr Pt Senser Mental Phenomenon 5) She believed his excuses Pt Pr Pt Senser Mental Phenomenon 6) I don’t understand her letter Pt Pr Pt Senser Mental phenomenon
c) Proses perilaku Proses perilaku secara semantik merupakan gabungan antara proses mental dan proses material. Proses ini tidak hanya mengekspresikan bentuk tindakan, tetapi juga berhubungan dengan proses psikologis. Sebagian besar proses perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan dinamakan behaver. Selanjutnya, proses perilaku sering terdapat unsur sirkumstans yang secara khusus menyatakan cara dan penyebab (Lih. Halliday, 2004: 248--252; Eggins, 1994: 249--251). Contoh: 7) She sighed with despair Pt Pr Sir Behaver Behavioural Manner 8) Simon laughed at the girl’s stupidity Pt Pr Sir Behaver Behavioural Cause
d) Proses verbal Proses perilaku verbal adalah proses perilaku yang menggunakan tindakan dalam bentuk verbal (saying). Proses verbal terdiri atas tiga partisipan, yakni sayer, receiver dan verbiage. Sayer adalah partisipan yang bertanggung jawab dalam proses verbal. Reciever adalah partisipan yang menjadi tujuan proses verbal ditujukan. Verbiage adalah pernyatan nominal dari proses verbal. Selain itu, sirkumstan juga sering terdapat dalam proses verbal, yang secara khusus menyatakan cara (Lih. Halliday, 2004: 252--253; Eggins, 1994: 251--254).
Contoh: 9)
So
I asked him Pt Pr Pt Sayer Verbal Receiver
a question Pt Verbiage
10) The Arab boyfriend told her Pt Pr Pt Sayer Verbal Reciever
a lot of rubbish Pt Verbiage
e) Proses eksistensial Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya sesuatu. Dalam bahasa Inggris proses ini tampil melalui struktur klausa dengan subjek gramatikal “there is/are”. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu partisipan, yaitu eksistent atau sesuatu yang dimunculkan (Lih. Halliday, 2004: 256-259; Eggins, 1994: 254-255). Contoh: 11) There
was snow on the ground Pr:Existential Existent Sir:Location
12) There
is a hitch Pr:Existential Existent
f) Proses relasional Proses relasional berkaitan dengan keadaan keberadaan atau kebermilikan. Keadaan ini dapat dikelompokkan berdasarkan apakah keadaannya digunakan untuk memberikan kualitas pada sesuatu (atributive) atau menentukan/memberikan identitas sesuatu (identifying). Dalam proses atributif (atributive), peran partisipan adalah pembawa (carrier) dan atribut (attribute). Klausa yang memiliki proses atributif tidak dapat dipasifkan. Hal tersebut berarti bahwa subjek gramatikal itu
selalu adalah carrier. Sementara itu, dalam proses identifikasi (identifying), peran partisipan adalah token dan value. Klausa dalam proses identifikasi/pengenalan dapat dipasifkan (Lih. Halliday, 2004: 256--259; Eggins, 1994: 254--255). Contoh: I won’t be a pig Pt Pr Pt Carrier Intensive Attribute
13)
14) You are very sknny Pt Pr Pt Carrier Intensive Attribute 15)
Married women are the real victims Pt Pr Pt Token Intensive Value
16) The real victims are Pt Pr Token Intensive
married women Pt Value
Jenis-jenis proses, makna dan partisipan utama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 1 Jenis Proses, Makna, dan Partisipan
Jenis Proses
Makna Kategori
Partisipan
Material
perbuatan, kejadian
actor, goal, range, client, recipient
Mental
Penginderaan
senser, phenomenon
Perilaku
Perilaku
behaver, behaviour
Verbal
Penyebutan, penandaan
sayer, reciever, dan verbiage
Eksistensial
Keberadaan atau adanya
Existent
Relasional
Keadaan keberadaan termasuk kebermilikan
Carrier-Attribute, Token-Value
2) Sirkumstan Unsur sirkumstan direalisasikan oleh grup adverbial atau frasa preposisi. Secara umum, sirkumstans menjawab pertanyaan seperti kapan, di mana, mengapa, berapa, seperti apa, dan bagaimana. Berikut akan ditampilkan skema yang menyatakan perbedaan setiap jenis sirkumstan (Lih. Eggins, 1994:237).
Duration (temporal) Extent Distance (spatial) Causa Time (temporal) Location Place (spacial) Circumstance
Matter Manner
Means Quality Comparison
Role Reason Accompaniment
Purpose Behalf
Skema 4 Sistem Sirkumstan
a) Extent Elemen extent menjawab pertanyaan yang mencakup "durasi" (how long) dan "jarak (how far) I ’ve given blood 36 times Pt Pr Pt Circ: Extent I stayed up all night Pt Pr Circ: Extent b) Cause Elemen cause menjawab pertanyaan yang mencakup "mengapa" (why), "untuk apa" (for what), dan "untuk siapa" (behalf) My daughter survived thanks to the two Swiss men Pt Pr Circ: Cause She carried the bomb for her boyfriend Pt Pr Pt Circ: Cause c) Location Elemen location menjawab pertanyaan yang mencakup "kapan" (temporal) dan "di mana" (spatial). They rang me up on the Saturday night Pt Pr Pt Pt Circ: Loc I delivered it to the clinic where she was Pt Pr Pt Circ: Loc
d) Matter Elemen matter menjawab pertanyaan yang mencakup "tentang apa" (what about). As for Greece, they give you nothing Circ: Matter Pt Pr Pt Pt
e) Manner Elemen manner menjawab pertanyaan yang mencakup "bagaimana" (how) dan "dengan apa" (means). So, they did the transfusion through umbiilical artery Pt Pr Pt Circ: Manner
f) Role Elemen role menjawab pertanyaan yang mencakup "sebagai apa" (what as). She was traveling to Israel as a tourist Pt Pr Circ: Loc Circ: Role
g) Accompaniment Elemen role menjawab pertanyaan yang mencakup "dengan siapa" (with whom). She got on the plane with her boyfriend Pt Pr Circ:Loc Circ: Accompaniment
2.3.1.2 Sistem Mood Sistem mood merupakan sebuah sistem utama dalam klausa yang menggambarkan keseluruhan struktur klausa dan merealisasikan makna interpersonal atau fungsi mempertukarkan. Makna interpersonal dapat dimaknai sebagai peran seorang pembicara dalam menyatakan maksud/tujuan berdasarkan fungsi ujaran (speech function), seperti statement, question, command, offer, answer, acknowledgement, accept, compliance dalam berbagai interaksi (Halliday, 2004:114; Eggins, 1994:153, 155). Di dalam elemen interpersonal itu sendiri terdapat struktur MOOD dan RESIDU.
Contoh: He wasn’t
a physicist
MOOD
RESIDU
1) Unsur-unsur MOOD MOOD terdiri atas dua bagian, yakni (a) subject yang direalisasikan oleh grup nomina, seperti kata ganti orang (personal pronoun) dan (b) finite yang merupakan bagian kecil dari grup verba, seperti ekspresi kala (tense) dan modalitas (Lih. Halliday, 2004:111; Eggins, 1994:156). Contoh: my name Subject
is Finite
Alice
’s Finite
a stupid name
what
does Finite
It Subject
must Finit:modal
a name mean Subject
something?
Henry James Subject
could Finite:Modal
write
it Subject
of course
it Subject
means?
must Finite:Modal
2) Unsur-unsur RESIDU RESIDU merupakan bagian dari komponen klausa yang tidak begitu penting dalam suatu interaksi verbal dari MOOD dalam konteks tertentu. Residu terdiri atas tiga jenis elemen yang fungsional, yakni; predicator, complement, dan
adjunct (Lih. Halliday, 2004:121; Eggins, 1994:161). Ketiga unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Predicator Menurut Halliday (2004:121), predicator adalah bagian leksikal yang direalisasikan oleh grup verba dan merupakan non finit. Berdasarkan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa grup verba dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yakni finit dan non finit. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa finit dapat direalisasikan oleh tenses, modality, dan polarity. Sementara itu, non finit dapat hadir dalam klausa setelah klausa finit, yang menyatakan proses berlangsungnya suatu kejadian. Contoh: I ’m Subject Finite MOOD Simon might Subject Finite MOOD “The Bostonians” Bostonians” Subject MOOD
reading Predicator
“The Bostonians” RESIDU
have been going to “The Bostonians” read Predicator RESIDU was Finite
written by Henry James Predicator RESIDU
b. Complement Complement dapat diartikan sebagai suatu partisipan yang menjadi pelengkap di dalam klausa, tetapi sangat berpotensi untuk menjadi subjek dalam klausa pasif. Contoh:
Henry James Subject MOOD
Finite
“The Bostonians” Subject MOOD
wrote Predicator Written
was Finite written
Simon gave Subject Finite Predicator MOOD
“The Bostonians” Complement RESIDU
written Predicator
by Henry James Adjunct RESIDU
George Complement RESIDU
a book Complement
George was Subject Finite written MOOD
Given Predicator
a book Complement RESIDU
by Simon Adjunct
a book was Subject Finite written MOOD
given Predicator
to George Adjunc RESIDU
by Simon Adjunct
c. Adjunct Halliday (2004:123) dan Eggins (1994:165) mendefinisikan adjunct sebagai unsur klausa yang memberikan tambahan informasi terhadap klausa. Dari konsep ini dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya elemen complement dan adjunct bukan merupakan unsur yang esensial dalam sebuah klausa. Akan tetapi, untuk membedakan complement dan adjunct, dapat dilihat proses pasivasinya dalam klausa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa complement berpotensi untuk menjadi subjek untuk kalimat pasif, sementara itu adjunct tidak dapat dipasifkan. Contoh: I learnt the English language from this guy Camels always walk like that Actually, I really wanted pink champagne Frankly, I can’t stand Henry James
Berdasarkan contoh di atas, adjunct dapat diklasifikasikan atas tiga jenis berdasarkan konstribusinya dalam klausa. Ketiga jenis adjunct tersebut adalah (1) sirkumstansial adjunct, (2) modal adjunct, dan (3) tekstual adjunct.
i. Sirkumstansial adjunct Sirkumstansial adjunct adalah unsur klausa yang menambahkan makna pengalaman atau eksperiensial pada klausa. Makna sirkumstansial meliputi waktu (when), tempat (where), penyebab (why), urusan (about what), teman (with whom), manfaat (to whom), dan agen (by whom). Contoh: they can’t Do written Subject Finite:Mood Predicator MOOD you Read Subject Finite Predicator MOOD
that Complement RESIDU books Complement RESIDU
these days Adjunct:Sr
for fun Adjunct:Sr
Henry James Write about women Subject Finite Predicator Adjunct: Sr MOOD RESIDU Geoge was written Subject Finite MOOD
Read Predicator
“The Bostonians” Complement RESIDU
by Simon Adjunct:Sr
ii. Modal adjunct Modal adjunct adalah unsur klausa yang menambahkan makna interpersonal pada klausa. Eggins (1994:166) membagi modal adjunct dalam empat jenis, yaitu (1) mood adjunct (perhaps, maybe, probably, sometimes, usually, really,
absolutely, just, somewhat, evidently, presumably, obviously, happily, willingly); (2) polarity adjunct (jawaban dengan yes atau no); (3) comment adjunct (frankly, honestly, luckily, hopefully, tentatively, provisionally, broadly speaking, generally, understandably, wisely, as espected, amazingly); dan (4) vocative adjunct (penyebutan nama pada orang yang diajak bicara).
Contoh: Camels Subject
usually Adjunct:Mood MOOD
frankly, Comm: Adj
unfortunately Adjunct: Commen
walk Finite Predicator RESIDU
I Subject MOOD I Subject MOOD
’ve Finite
can’t Finite
like that Adjunct: Sr
stand Henry James Predicator Adjunct: Sr RESIDU
never Adjunct: mood
read Predicator
the Bostonians Complement
RESIDU
t did Finit
you Subject MOOD
Do physics Predicator Complement RESIDU
George? Adjunct: Vocative
iii. Tekstual adjunct Eggins (1994:169) mengklasifikasikan tekstual adjunct menjadi dua tipe, yakni (1) tipe conjunctive adjunct yang direalisasikan konjugasi, berfungsi untuk menghubungkan satu klausa dengan klausa lainnya, dan (2) tipe continuity adjunct yang secara khusus banyak ditemukan dalam pembicaraan yang sifatnya santai atau lepas (well, yea, oh).
Contoh: because Adjunct: Conj
well Adjunct: Cont
he didn’t Subject Finite MOOD what Subject
was Finite MOOD
know Pred
anything about physics Comp RESIDU
that book you gave me? Complement RESIDU
2.3.1.3 Sistem Tema-Rema Tema (theme) adalah suatu elemen dalam susunan struktural yang menyusun sebuah klausa dan berfungsi sebagai tujuan dari titik awal suatu pesan (the starting point of the message) yang terealisasi dalam klausa. Sementara itu, bagian lain yang tersisa setelah tema disebut sebagai rema atau rheme (Lih. Halliday, 1985; 1994; Eggins, 1994; Leckie-Tarry, 1995). Dari konsep ini tersirat bahwa tema (theme) dapat diartikan sebagai fokus atau bisa dikatakan sebagai acuan, sementara itu rema (rheme) merupakan pengembangan dari tema sebagai pengingat pesan dalam perspektif pembicara. Namun, bagi perspektif pendengar atau mitra tutur, tema merupakan unsur lama (given) karena informasinya menjadi kurang jelas atau terlupakan, sedangkan rema merupakan unsur baru (new) karena informasinya terakhir disampaikan sehingga masih dapat disimak. Dalam struktur pesan sebuah klausa bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, tema ditandai dengan posisi awal dari klausa dan rema berada pada posisi akhir setelah tema. Eggins (1994:276) mengklasifikasikan tema dalam tiga bagian, yakni (1) topical theme/tema topikal, (2) interpersonal theme/tema interpersonal, dan (3) textual theme/tema tekstual. Ketiga tipe tema dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Topical theme/tema topikal Tema topikal disebut juga makna ideasional, yaitu elemen pertama dalam suatu klausa yang menyatakan representasi pengalaman. Secara teknis, tema topikal ini merupakan fungsi dari struktur transitivitas sebuah klausa. Ini berarti bahwa tema topikal dapat berupa proses, partisipan, dan sirkumstan. Contoh: last year Topical THEME
Diana
I Topical THEME
’ve given
Gave
blood
RHEME Blood
36 times
RHEME
2) Interpersonal theme/tema antarpersona Tema interpersonal adalah bagian dari tema yang mencakup hal-hal sebagai berikut: i. Finite, yaitu verba bantu, disebut juga pemarkah pertanyaan alternatif yang memberikan makna bahwa adanya keinginan untuk dijawab/respons. Pemarkah pertanyaan alternatif yang menunjukkan bahwa klausa berada dalam modus interogatif. Contoh: do you Interpersonal Topical THEME
give
blood? RHEME
ii. Mood Adjunct, yakni memberikan keterangan, pernyataan, ataupun gambaran tingkah laku penutur terhadap pesan (think, just, maybe).
I think they Interpersonal Topical THEME
take
a pint or RHEMEwherever it is
iii. Vokative Adjunct, yaitu mengidentifikasikan benda atau nama orang sebagai pendengar. Stephen, do Interpersonal Interpersonal THEME
you topical
want
more
soup? RHEME
iv. Polarity Adjunct, meliputi jawaban yes atau no dalam interaksi. No/Yes Interpersonal THEME v. Comment Adjunct dapat ditentukan dengan melihat struktur mood klausa yang meliputi kata keterangan/adverbial dengan mengekspresikan sikap. Fortunately, the bomb Interpersonal Topical THEME
didn’t
explode RHEME
3) Textual theme/tema tekstual Unsur-unsur tema tekstual tidak menjelaskan makna interpersonal atau eksperensial, tetapi berfungsi sebagai kata penghubung untuk menghubungkan setiap klausa dengan konteksnya. Eggins (1994:281) mengklasifikasikan tema tekstual dalam dua tipe, yakni (1) continuity adjunct dan (2) conjunctive adjunct. Kedua tipe tersebut dijelaskan di bawah ini.
i. Continuity adjunct merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialog lisan yang mengindikasikan bahwa seorang pembicara membuka percakapan dengan menghubungkan situasi pembicara lain sebelumnya (oh,well, yea, hmm). Oh, they Textual Topical THEME Hmm, Textual
you Topical THEME
give
you
a cup of tea
RHEME wouldn’t RHEME
ii. Conjunctive adjunct, merupakan elemen penghubung yang menghubungkan satu klausa dengan klausa lainnya (so, and, but, however, therefore). and he Textual Topical THEME
proposes
marriage
RHEME
2.3.2 Struktur Teks Struktur teks berarti susunan teks. Dalam susunan tersebut terdapat hubungan antarbagian sehingga membentuk satu kesatuan teks. Ciri yang paling menonjol mengenai struktur teks adalah adanya kesatuan (unity). Struktur teks menunjuk pada struktur yang menyeluruh, struktur global bentuk pesannya (Halliday dan Hasan 1989: 71--72). Struktur teks juga dapat diartikan sebagai suatu relasi atau hubungan yang mempersatukan/unifying
relation
(Halliday,
1973:6).
Hassan
(1985:53)
menjelaskan bahwa struktur teks berkaitan dengan keseluruhan struktur itu sendiri, yakni keseluruhan struktur dari pesan. Untuk itu, apabila suatu teks
dianalisis, maka salah satu bagian yang harus dicermati adalah struktur teks. Struktur teks menurut definisi Aristoteles (Halliday dan Hassan, 1985:53) terdiri atas tiga elemen, yaitu bagian awal (the beginning), bagian pertengahan (the middle), dan bagian akhir (the end). Konsep lainnya menjelaskan bahwa struktur teks merupakan satu kesatuan bentuk dan makna yang menunjukkan suatu organisme yang terdiri atas struktur pembukaan (opening), isi (body), dan penutup (closing), yang secara simultan ketiga struktur tersebut membentuk suatu organisme makna untuk mencapai fungsi atau tujuan sosial suatu teks (lih. Halliday, 1985).
2.3.3 Ideologi Ideologi tidak dapat dilihat secara terpisah, tetapi harus disesuaikan dengan kerangka kerja teori sosial secara umum. Thomson (2003:17) menyatakan bahwa ideologi merupakan seperangkat kepercayaan yang diorientasikan pada tindakan secara tertutup berkaitan dengan pluralitas politik barat, sebuah pandangan yang berusaha mengurangi kondisi institusional dan struktural suatu tindakan politik. Dengan demikian, mempelajari ideologi berarti mempelajari cara sebuah makna (pemaknaan) memberikan pembenaran terhadap relasi dominasi. Mengarahkan suatu tindakan menjadi bermakna, sebagaimana sebuah teks yang dapat diinterpretasikan oleh siapa pun merupakan landasan primordial fenomena ideologi (Thomson, 2003:295). Dalam pemahamannya secara mendalam ideologi berhubungan dengan image yang diserap oleh suatu kelompok sosial dan dengan representasi diri sebagai sebuah komunitas yang memiliki
sejarah dan identitasnya. Dengan demikian, ideologi dapat memberikan pemahaman
yang tersirat dalam peristiwa-peristiwa keyakinannya
yang
melampaui para pendirinya dan untuk menjadikannya sebagai keyakinan bagi seluruh kelompok. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa ideologi mempunyai fungsi mediasi dan penyatu untuk mengonsolidasikan dan mengeratkan ideologi sebagai penyatu bagi masyarakatnya (kelompok sosialnya). Ideologi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui cara kerja tersendiri untuk sampai pada suatu keyakinan yang menjadikannya sebagai penyatu dalam kelompok masyarakat. Analisis ideologi sangat erat kaitannya dengan bahasa karena bahasa merupakan medium dasar makna (pemaknaan) yang cenderung mempertahankan relasi dominasi. Pada intinya membicarakan sebuah bahasa berarti sebuah cara untuk bertindak.
2.4 Model Penelitian Model penelitian dibutuhkan untuk memberikan gambaran alur berpikir dan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian teks ritual gasakda. Penjelasan langkah-langkah penelitian itu disajikan dalam bentuk bagan yang singkat, jelas, dan sederhana. Dalam penelitian ini, BK dan BI digunakan atau difungsikan secara langsung dalam prosesi ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Teks lisan tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF). Berdasarkan teori LFS ini, dianalisis struktur leksikogramatika (sistem transitivitas, mood, dan tema), konteks situasi (medan, pelibat, dan sarana),
struktur budaya dan ideologi (konteks situasi dan budaya) pada ritual gasakda masyarakat adat Alor. Secara garis besar, model penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut.
BAHASA KAMANG
BAHASA INDONESIA
RITUAL GASAKDA MAA
(BK)
(BI)
TEORI LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL (LSF)
Struktur
Konteks
Struktur Budaya
Analisis
Leksikogramatika
Situasi
(Genre)
Ideologi Teks
Sistem Transitivitas
Medan Teks (Field)
Sistem Mood
Pelibat Teks (Tenor)
Sistem Tema
Sarana Teks (Mode)
TEMUAN BAB III
Skema 5 Model Penelitian
Ideologi pada Konteks Situasi Ideologi pada Konteks Budaya
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Landasan Filosofis Penelitian ini mengikuti alur berpikir fenomenologi. Pendekatan ini memandang realitas sebagai sesuatu yang dinamis dan kebenaran bersifat pragmatis. Fenomenologi berasal dari akar kata bahasa Yunani yang merupakan kombinasi kata polimorfemik ´phainesthai’ dan ´logos’ yang berarti membiarkan benda-benda menjadi manifes sebagaimana adanya, tanpa memaksakan kategorikategori kita sendiri pada benda-benda tersebut. Hal ini berarti bahwa bukan kita yang menunjuk benda-benda, melainkan benda-benda itu sendiri yang menunjukkan dirinya kepada kita lewat bahasanya (Kaelan, 2002:202). Dari perspektif fenomenologis, kerja penelitian dapat dilakukan secara fleksibel dengan mengikuti gerak atau alur suatu fenomena.
3.2 Jenis Penelitian Mengacu pada judul penelitian, yaitu “Teks Ritual Gasakda (Kematian) Masyarakat Adat Alor”, maka jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Karena menganut alur berpikir fenomenologi, penelitian ini secara umum dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip kajian kualitatif, yaitu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat, serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dengan jangka waktu secara
terbatas pada satuan waktu tertentu (Djajasudarma, 1993:8, lih. Sugiyono, 2011:12). Terkait dengan penelitian ini, salah satu ciri kualitatif, yakni menganalisis
proses
berlangsungnya
fenomena
sosial
(teks
ritual
gasakda/kematian) untuk memeroleh gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut.
3.3 Lokasi Penelitian Penelitian teks ritual gasakda (kematian) ini diadakan di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara geografis kondisi daerah Alor merupakan daerah dengan pegunungan yang tinggi. Dataran tinggi Alor merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan pertanian karena mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi. Selain memiliki alam yang subur, Alor juga menunjukkan keunikan tersendiri dalam hal penggunaan bahasa lokal yang sangat beragam. Kebervariasian bahasa lokal tersebut menunjukkan identitas masingmasing daearah yang ada di kabupaten Alor dengan kekayaan budaya yang sangat tinggi. BK sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Kabupaten Alor dengan jumlah penuturnya mencapai 20.764 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor, 2010). BK digunakan oleh penuturnya yang berada di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Alor Timur Laut (ATL), Kecamatan Alor Selatan (AS), dan Kecamatan Lembur. Proses ritual gasakda (kematian) ini difokuskan pada kecamatan Alor Timur Laut (ATL).
3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis, yaitu data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan dari sumber pertama, sedangkan data skunder adalah data yang dapat melengkapi data primer (Sumadi, 1992:85). Data primer penelitian ini berupa data bahasa lisan yang dituturankan pada saat prosesi ritual gasakda (kematian) dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Namun, pada tahapan katai sen (pemakaman), jenazah akan diserahkan kepada pihak gereja untuk didoakan menurut tata cara umat Kristiani. Pihak gereja sendiri telah menyiapkan tata ibadah pemakaman berupa teks tulis. Meskipun pada akhirnya teks tulis tersebut difungsikan secara lisan oleh pelibat, tetap saja sifat teks tersebut memiliki ciri yang berbeda dengan teks-teks yang lain. Selanjutnya, data primer yang kedua adalah informasi yang diperoleh dari informan. Sementara itu, sumber data yang merupakan data skunder penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan beberapa penelitian yang terkait dengan BK. Samarin (1988:15) mengatakan bahwa penutur bahasa, yakni informan adalah sumber informasi bahasa; ia juga bertindak sebagai peneliti (benar tidaknya) tuturan-tuturan dalam bahasa itu. Informan dalam penelitian ini terdiri atas pelibat dalam teks, yakni para tua adat yang merupakan pemerhati budaya. Data yang diperoleh dari informan ini berfungsi untuk memperjelas konteks sosial, struktur budaya, dan ideologi teks yang telah ada selama ini dari berbagai wilayah di Kecamatan ATL. Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan informan yang benar-benar dapat dianggap mewakili suatu masyarakat bahasa.
Jadi, perlu ada seleksi dan syarat untuk menjadi seorang informan (Lih. Samarin, 1988: 46--55; Djajasudarma, 1983:20). Kriteria penentuan informan yang dipilih dalam penelitian ini, seperti berikut. 1) Tokoh adat (orang yang dituakan) yang mengerti tentang ritual adat. 2) Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan berusia 50 – 70 tahun. 3) Berpendidikan minimal tamat SD. 4) Sehat jasmani dan rohani.
3.5 Tahapan dan Strategi Penelitian Langkah-langkah penelitian ini mengacu kepada tahap dan strategi prosedur standar dalam melakukan penelitian dan sejalan pula dengan yang diajukan oleh Sudaryanto (1993:5). Tahap dan strategi tersebut adalah metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode penyajian hasil analisis. Tiap-tiap tahap dan strategi penelitian ini diuraikan pada bagian berikut.
3.5.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak (observasi) dan wawancara. Metode simak ini dibantu dengan beberapa teknik, yakni teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat (Sudaryanto, 1993:133). Dengan menggunakan teknik ini, peneliti tidak terlibat dalam dialog, tetapi, hanya bertindak sebagai pemerhati yang dengan tekun mendengarkan apa yang dikomunikasikan dalam setiap proses ritual gasakda (kematian).
Teknik selanjutnya yang digunakan adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik perekaman menggunakan alat perekam dan dokumentasi berupa handycam yang digunakan untuk merekam teks ritual gasakda (kematian) secara utuh dan alamiah serta mendokumentasikan prosesi gasakda (kematian) dari tahap awal sampai tahap akhir. Sementara itu, teknik catat digunakan untuk mencatat segala sesuatu yang berkaitan dengan proses berlangsungnya teks ritual gasakda (kematian) serta untuk selanjutnya dijadikan pedoman pada saat mewawancarai informan. Dalam penggunaan metode simak (observasi), seharusnya peneliti menyimak penggunaan BK yang digunakan oleh orang-orang yang terlibat sebagai partisipan dalam prosesi ritual gasakda (kematian). Namun, hal tersebut tidak dilakukan karena peneliti tidak memiliki kemampuan untuk memastikan kapan seseorang akan meninggal untuk bisa dilakukan penelitian. Untuk mengatasi masalah tersebut, dipersiapkan sesorang yang tugasnya membantu peneliti dalam mengumpulkan data pada saat terjadi kematian. Metode kedua yang digunakan adalah metode wawancara. Metode ini bersifat semi terstruktur. Panduan wawancara ini merupakan alat yang digunakan untuk menuntun peneliti dalam melakukan wawancara.
3.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Semua data dianalisis tanpa menggunakan rumus-rumus yang bersifat kuantitatif. Data dianalisis dengan berpedoman pada teori LSF. Berikut adalah tahapantahapan dalam menganalis data, yaitu (1) mentranskripsi dan memverifikasi data,
(2)
memberikan
penandaan,
(3)
menentukan
dan
mengkaji
struktur
leksikogramatika, (4) menentukan dan mengkaji konteks sosial/register, (5) menentukan dan mengkaji konteks budaya/genre, dan (6) menganalisis ideologi yang tercermin dalam teks ritual gasakda.
3.5.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis dilakukan dengan memakai metode formal dan informal. Dalam bentuk formal, digunakan tabel dan skema. Sementara itu, dalam bentuk informal dilakukan dengan menyajikan dalam bentuk kalimat dan paragraf. Selain itu, kedua metode tersebut dapat digunakan secara bersamaan, dalam arti bahwa tabel dan skema disajikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan penjelasan terhadap tabel dan skema tersebut.
BAB IV STRUKTUR LEKSIKOGRAMATIKA TRGMAA
Leksikogramatika terdiri atas leksiko dan gramatika. Leksiko berhubungan dengan leksis yang berarti penggunaan kata dalam teks dan gramatika berarti struktur, baik pada tataran morfologi, kelompok kata maupun klausa. Dengan demikian, leksikogramatika berarti penggunaan kata pada tatanan morfologi, kelompok kata (grup) ataupun klausa di dalam mengekspresikan metafungsi bahasa. Leksikogramatika TRGMAA mencakup transitivitas, modus, dan tema. Berikut dibahas tentang realisasi ketiga metafungsi bahasa tersebut dalam TRGMAA.
4.1 Sistem Transitivitas TRGMAA Istilah transitivitas merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan atau memaparkan makna pengalaman (fungsi eksperiensial). Transitivitas berkaitan erat dengan dimensi medan teks, yang berpusat pada unsur proses sehingga proses merupakan bagian utama dalam transitivitas. Sementara itu, partisipan dan sirkumstan hadir sesuai dengan kebutuhan perbuatan, kejadian, dan keadaan (proses). Hal ini disebabkan oleh unsur proses sebagai unsur penentu untuk mengikat unsur partisipan serta sekaligus menentukan jenis partisipan. Dalam transitivitas, unsur proses dapat berhubungan dengan satu partisipan ataupun lebih tergantung pada jenis proses. Berikut ini adalah tipe-tipe proses yang digunakan dalam TRGMAA.
4.1.1 Proses Material Proses material adalah proses yang menggambarkan seseorang melakukan sesuatu (process of doing ) atau terjadinya suatu (happening) tindakan yang nyata. Pada umumnya proses material memiliki dua partisipan, yakni partisipan I disebut actor dan partisipan II disebut goal. Actor adalah partisipan yang melakukan aksi atau tindakan. Sementara itu, goal merupakan partisipan yang menerima proses atau dengan kata lain sasaran di mana proses ditujukan. Proses material digunakan secara beragam TRG. Keberagaman tersebut tampak dengan hadir atau tidaknya unsur partisipan dan sirkumstan yang diikat oleh proses berdasarkan konteks di dalam setiap klausa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam data berikut ini. 1. Anbang te nal me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate (TRG 3, No 20) Anbangte nal me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate Itu yang saya bawa kasi saya punya bapak datang dia makan punya tamu minum Goal Actor Pr: Material Recipient Circ: Cause (itu yang saya bawakan untuk makan minum tamu bapak yang datang melayat) 2. Nal itolinga me’en (TRG 3, No. 7) Nal Itolinga me en Saya Bagianmu kasi kamu Actor Goal Pr: Material Recipient (saya memberikan kamu bagian/jatahmu) Kedua klausa di atas terlihat berbeda dari segi strukturnya. Unsur proses pada contoh 1 dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan yang menyatakan alasan (cause) untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap informasi yang disampaikan. Sementara unsur proses pada contoh 2 hanya menghadirkan
partisipan dan tidak menghadirkan unsur sirkumstan. Hadir dan tidaknya unsur sirkumstan pada kedua klausa tersebut karena konteks yang melatarinya. Namun, kedua klausa di atas juga memiliki jumlah partisipan yang sama, di mana unsur proses dari kedua klausa tersebut dapat menghadirkan tiga partisipan. Kata me’ya „kasi datang‟ pada contoh 1 merupakan verba serial yang menghadirkan partisipan nal „saya‟ sebagai actor atau partisipan yang melakukan aksi/tindakan, partisipan anbangte „itu‟ sebagai goal atau partisipan di mana proses ditujukan, dan partisipan nepa ge ariala „tamu bapak‟ sebagai recipient atau penerima manfaat dari proses, serta unsur sirkumstan sue ge’ne ge’kate „untuk makan minum‟ yang menyatakan cause. Selanjutnya, kata me „kasi/berikan‟ pada contoh 2 menghadirkan partisipan nal „saya‟ sebagai actor, partisipan itolinga „bagian/jatahmu‟ sebagai goal, dan partisipan en „kamu‟ sebagai recipient atau penerima manfaat dari proses yang terjadi. 3. Lamisakal siletei (TRG 1, No. 49) Lamisak kal Si letei Orang tua itu Kita Meninggalkan Actor Goal Pr: Material (orang tua itu meninggalkan kita) 4. Bila tiba saatnya kutinggalkan dunia (TRG 1, No. 68) Bila tiba saatnya ku tinggalkan Circ: location/time actor Pr: material 5. Tuhan sudah bri janjiNya (TRG 3, No. 70) Tuhan sudah bri actor Pr: material
janji-Nya Range
dunia Goal
Ketiga klausa di atas menunjukkan bahwa terdapat dua partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata letei „meninggalkan‟ (contoh 3), tinggalkan (contoh 4), dan bri (contoh 5) merupakan unsur proses yang mengikat partisipan lamisak „orang tua‟, ku, dan Tuhan, yang berperan sebagai actor. Namun, partisipan di mana proses ditujukan (goal) hanya untuk contoh 3 dan 4. Sementara itu, untuk contoh nomor 5 bukan goal, tetapi disebut range. Partisipan ini merupakan perluasan dari proses. Hal ini dapat dibandingkan dengan contoh klausa Kadek telah bri Ayu uang. Pada klausa bri uang dan bri janji terlihat berbeda secara semantik. 6. Lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14) Lammi, nepa silang sai kapela midima Paman, bapak saya turun tidur ditempat tidur Actor Pr: Material Circ: Loc (paman, bapak saya sudah meninggal) 7. Krung almang bai mi me’silang (TRG 1, No. 6) Krung almang bai mi me’silang wota Gong pusaka didalam gudang adat kasi turun pukul Goal Circ: Loc Pr: Material Circ: Cause (turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul)
Pada kedua data di atas ditemukan bahwa unsur proses dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan dalam klausa. Pada data tersebut dapat dijelaskan pula bahwa hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata gasakdang „meninggal‟ pada contoh 6 merupakan unsur proses yang mengikat partisipan nepa „bapak saya‟ sebagai actor. Sementara itu, pada contoh 7, kata me’silang „kasi turun‟ yang adalah verba serial yang merupakan unsur proses yang mengikat partisipan krung „gong‟ sebagai goal dan terjadi pelesapan pada actor. Selanjutnya, unsur sirkumstan yang dihadirkan oleh proses pun berbeda.
Pada contoh 6, terdapat satu unsur sirkumstan yang diwajibkan hadir dalam klausa, yakni sirkumstan yang menyatakan lokasi atau tempat, sementara pada contoh 7, terdapat dua unsur sirkumstan, yakni unsur sirkumstan yang menyatakan tempat atau lokasi dan yang menyatakan alasan atau sebab. Berikut adalah sebagian daftar proses material yang digunakan dalam TRGMAA. alwe
„pergi‟
daku dangmai
„pergi tidak kembali‟
asare
„paksa‟
e’koh
„tinggal‟
asinma
„tukar kulit‟
dangmai
„kembali‟
daku
„pergi‟
fali
„ikat‟
fal
„ikat‟
lilang
„terbang‟
gauk
„lipat‟
letei
„pergi jauh‟
meninggalkan
membawa
memegang
membebaskan
4.1.2 Proses Relasional Proses relasional berkaitan dengan hubungan antara partisipan yang satu dan yang lain. Hubungan ini bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai terhadap partisipan pertama. Partisipan dalam proses relasional atributif ialah carrier dan attribute. Carrier (pembawa), yaitu partisipan yang diberikan atribut dan attribute dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa benda), keadaan atau sifat atau keberadaan.
Sementara itu, partisipan dalam
proses relasional identifikasi meliputi token dan value. Token adalah sesuatu yang diberikan nilai. Sementara itu, value adalah nilai sesuatu tersebut. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut.
8. Alak eng kulmi kang borang (TRG 2, No. 38) Alak eng kul mi kang borang Engkau adalah paling baik dari semua Carrier Pr: Intensive Attribute (engkau adalah yang terbaik dari semua) 9. Supaya kami juga menjadi setia dan teguh (TRG 1, No. 84) Supaya kami juga menjadi setia dan teguh Carrier Pr: intensive Attribute 10. Yesus adalah batu karang yang teguh (TRG 1, No. 72) Yesus adalah batu karang yang teguh Token Pr: Intensive Value 11. Kematian merupakan misteri yang sulit dipahami, (TRG 3, No. 17) Kematian merupakan misteri yang sulit dipahami token Pr: intensive value 12. Karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya (TRG 1, No. 221) Karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selamalamanya Token/possessor Pr: Intensive Value Circ: Extent 13. Serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar (TRG 2, No. 198) Serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar Agen/attributor Pr: Causative Carrier Pr: Intensive Attribute
Contoh no. 8--13 menunjukkan proses relasional. Contoh 8 dan 9 merupakan proses relasional atributif. Kata eng „adalah‟ dan menjadi adalah unsur proses yang menghadirkan partisipan engkau dan kami berfungsi sebagai carrier atau pembawa untuk diberikan atribut. Contoh 10 dan 11 merupakan proses relasional identifikasi, di mana kata adalah dan merupakan berfungsi sebagai token untuk diberikan nilai. Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa proses relasional dapat menunjukkan hubungan kausatif dan posesif. Hal ini dapat diamati dalam data nomor 12 dan 13. Kata empunya pada contoh 12 merupakan unsur proses yang menunjukkan kebermilikan (possession). Unsur proses ini menghadirkan
partisipan Engkau yang merujuk kepada Tuhan sebagai pemilik (possessor) kuasa dan partisipan kuasa berfungsi sebagai nilai atau value yang merupakan termilik (possessed). Selanjutnya, contoh 13 menunjukkan hubungan kausatif. Unsur kausatif ini dinyatakan lewat kata tidak membuat dengan menghadirkan partisipan serangan itu (agen/attributor) sebagai sebagai inisiator atau yang menyebabkan partisipan dia (carrier) memeroleh atribut. Berikut ini adalah sebagian daftar proses relasional yang digunakan dalam TRGMAA. adalah mempunyai
merupakan menjadi
4.1.3 Proses Eksistensial Proses eksistensial merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya sesuatu. Keberadaan yang dimaksud menyangkut kejadian, keadaan tempat, eksistensi diri dari pelibat. Partisipan yang dihadirkan oleh proses eksistensial adalah existent atau apa yang ada/adanya. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam data berikut ini. 14. Nepa ela, lamisak ako ma’tta (TRG 1, No. 1) Nepaela, lamisak ako Paman, orang tua ada Existent Pr: Existential (paman, orang tua ada sakit)
m’atta sakit Circ: Matter
15. ada kebangkitan orang mati di seberang kematian (TRG 2, No. 51) ada kebangkitan orang mati di seberang kematian Pr: Existential Existent Circ: Loc 16. lahir dari anak dara Maria (TRG 2, No. 232) lahir dari anak dara Maria, Pr: Existential Existent
17. Ansak ye a sai ne gona (TRG 1, No. 23) Ansak ye a sai ne gona ansak punya padi lumbung saya tidak ada Existent Pr: Existential (saya tida ada/punya padi lumbungnya Ansak) Contoh 14--17 menunjukkan struktur yang berbeda. Perbedaan struktur tersebut dapat diketahui dari dihadirkan atau tidaknya unsur sirkumstan oleh proses. Unsur proses pada contoh 14 dan 15 dapat menghadirkan unsur sirkumstan yang masing-masing menyatakan hal dan lokasi, sementara itu pada contoh 16 dan 17 unsur sirkumstan tidak dihadirkan dalam klausa. Namun, keempat klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni hanya satu partisipan yang dinamakan existent. Unsur proses ako „ada‟, ada, lahir, dan gona „tidak ada‟ dapat menghadirkan partisipan lamisak „orang tua‟, kebangkitan orang mati, dari anak dara Maria, dan Ansak ye a sai „Ansak punya padi lumbung‟ yang berfungsi sebagai existent. Berikut ini adalah daftar proses eksistensial yang digunakan dalam TRGMAA. Angmi
„ada di sini‟
Mati
Meninggal
Saha
„tidak ada‟
Muncul
Tinggal
Hidup
4.1.4 Proses Mental Proses mental merupakan proses berpikir (kognitif), mengindra (perseptif), dan merasa (afektif). Proses mental kognitif berkaitan dengan penggunaan otak, seperti berpikir, memahami. Proses mental perseptif bertalian dengan penggunaan indra untuk berproses, seperti melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan
kulit), sedangkan proses mental afektif berhubungan dengan perasaan atau hati, seperti mencintai, membenci, menyukai, tidak suka. Partisipan proses mental ada dua, yaitu pengindra (senser) dan fenomena (phenomenon). Pengindera (senser) adalah orang yang berpikir atau yang mengindra, atau yang merasa, sedangkan sesuatu yang dipikirkan atau yang dirasakan atau yang diindera disebut fenomena (phenomenon). Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut ini. 18. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku (TRG 1, No. 80) Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku Circ: manner senser Pr: mental phenomenon 19. Esul eking kang pang bei ni yopan sina le (TRG 2, No. 35) Esul eking kang pang bei ni yopan sina le Budi baik, hati baik kamu itu kami tidak lupa Phenomenon Senser Pr: Mental (kami tidak melupakan kebaikanmu) Pada kedua klausa di atas tampak bahwa unsur proses pada klausa nomor 18 dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan, sementara itu pada contoh 19 hanya terlihat unsur partisipan yang dihadirkan oleh proses. Namun, kedua klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni senser dan phenomenon. Kata menuntun dan yopan sina le „tidak lupa‟ merupakan unsur proses yang masing-masing menghadirkan partisipan berfungsi sebagai senser dan
Engkau dan ni „kami‟,
partisipan aku dan esul eking kang pang bei
„kebaikanmu‟ sebagai phenomenon. Selain menghadirkan dua partisipan, dalam konteks tertentu proses mental hanya dapat menghadirkan satu partisipan. Dengan demikian, dapat terjadi pelesapan pada salah satu partisipan, misalnya melesapkan senser (lih. data 20 dan 21) atau melesapkan phenomenon (lih. data 22 dan 23).
20. Dan merenungkan Firman kebenaran-Mu (TRG 1, No. 113) Dan merenungkan Firman kebenaran-Mu Pr: Mental Phenomenon 21. Kasih-Nya dirasakan amat penuh (TRG 1, No. 206) Kasih-Nya Dirasakan amat penuh Phenomenon
Pr: Mental
Circ: Manner
22. Di dekat-Mu, aku merasa seperti hewan (TRG 1, No. 77) Di dekat-Mu Aku merasa seperti hewan Circ: Loc
Senser
Pr: Mental
Circ: Matter
23. Bagi kami yang mendengar TRG 3, No. 118) Bagi kami yang mendengar Senser Pr: Mental Contoh 20--23 menunjukkan terjadinya pelesapan pada salah satu partisipan dari proses mental. Kata merenungkan dan dirasakan (no. 20 dan 21) merupakan unsur proses yang menghadirkan partisipan Firman kebenaran-Mu dan kasih-Nya yang berfungsi sebagai phenomenon. Terjadinya pelesapan partisipan yang berperan sebagai senser tersebut tidak memengaruhi makna dari informasi yang disampaikan. Contoh 20 merupakan klausa aktif dan pelesapan dilakukuan hanya untuk menghindari adanya pengulangan pada senser karena telah disebutkan sebelumnya. Sementara itu, contoh 21 merupakan bentuk klausa pasif sehingga kehadiran partisipan yang berfungsi sebagai senser bersifat opsional. Selanjutnya, pada contoh 22 dan 23, kata merasa dan mendengar merupakan unsur proses. Unsur ini menghadirkan partisipan aku dan kami yang berfungsi sebagai senser. Terjadinya pelesapan pada phenomenon semata-mata hanya karena konteks yang melatarinya dan tidak memengaruhi makna informasi tersebut. Berikut ini adalah daftar proses mental yang digunakan dalam TRGMAA.
atak
„terlihat‟
percaya
suka
ge’mai
„mendengar‟
dikasihi
ingini
yenglak
„mengetahui‟
dirasakan
melihat
4.1.5 Proses Perilaku Proses perilaku yang secara semantik merupakan gabungan atau perpaduan antara proses mental dan proses material. Proses ini mengekspresikan bentuk tindakan yang berhubungan dengan psikologi para pelibat teks. Sebagian besar proses perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan dinamakan behaver. Dari pernyataan ini, dapat dimunculkan pertanyaan apakah proses perilaku hanya bisa menghadirkan atau mengikat satu partisipan saja? Pertanyaan tersebut dapat dijawab berdasarkan data berikut ini. 24. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102) Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai Circ: Extent Behaver Pr: Behavioural Circ: Loc 25. Kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita (TRG 3, No. 216) Kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita Behaver Pr: Behavioural Circ: Cause 26. Nal maonong gafah te (TRG 1, No. 27) Nal Maunong gafah te saya selimut maunong cari dulu Behaver Phenomenon Pr: Behavioural (saya cari selimut maunong dulu) 27. Namun hidup kekal akan menghibur kita Namun, hidup kekal akan menghibur kita Behaver Pr: Behavioural phenomenon
Data 24 dan 25 menunjukkan bahwa unsur proses dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan yang menyatakan lokasi dan sebab atau alasan. Kata jumpa dan berbahagia merupakan unsur proses dan masing-masing menghadirkan satu partisipan, yakni kita yang berfungsi sebagai behaver. Namun, pada contoh 26 dan 27 terlihat bahwa proses ga’fah „cari‟ dan menghibur dapat menghadirkan dua partisipan sehingga partisipan pertama dinamakan behaver dan partisipan kedua disebut sebagai phenomenon. Selain itu, ditemukan juga bahwa proses perilaku juga memiliki sebuah partisipan yang disebut sebagai jangkauan atau perluasan dari proses. Bilamana dalam proses material terdapat range yang merupakan perluasan dari proses (restatement of process), maka proses perilaku juga memiliki partisipan behavior yang merupakan perluasan dari proses. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh data berikut ini. 28. Dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman (TRG 2, No. 184) Dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman Behaver Pr: Behavioural Behaviour 29. Kami menikmati pemberian hidup (TRG 3, No. 104) Kami menikmati pemberian hidup Behaver Pr: Bahvioral Behaviour Data 28 dan 29 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua partisipan yang dihadirkan oleh proses. Partisipan yang pertama masing-masing diperankan oleh orang-orang dan kami yang disebut sebagai behaver. Sementara itu, partisipan kedua yang diperankan oleh kelaliman dan pemberian hidup bukan sebagai phenomenon, melainkan sebagai behavior. Hal tersebut sangat beralasan karena partisipan ini bukan sebagai tindakan psikologis yang ditujukan oleh proses, melainkan perluasan dari proses itu sendiri. Secara semantis, proses bernapaskan
pada contoh 28 memiliki makna mengandung atau memiliki sifat kelaliman dan bukan mengeluarkan napas seperti pada klausa ikan hiu bernapaskan paru-paru. Selanjutnya pada contoh 29, secara semantis akan terlihat berbeda antara klausa menikmati pemberian hidup dan menikmati semangkuk sup buntut. Berikut ini adalah sebagian daftar proses mental yang digunakan dalam TRGMAA. ditelan menderita
menghibur memalingkan
mengejutkan memandang
mendukakan bersyukur
4.1.6 Proses Verbal Proses verbal adalah proses yang menggunakan tindakan dalam bentuk verbal (saying) yang sering direalisasikan dengan berkata, bertanya, menceritakan. Proses ini terdiri atas tiga partisipan, yakni sayer, receiver, dan verbiage. Sayer adalah partisipan yang bertanggung jawab dalam proses verbal. Reciever adalah partisipan yang menjadi tujuan proses verbal ditujukan. Verbiage adalah pernyataan nominal dari proses verbal. Perhatikan data berikut ini. 30. Allah Bapak Yang Mahakuasa memanggil saudara kita ini dari kehidupan di dunia ini, (TRG 2, No. 9) Allah Bapak yang memanggil saudara dari kehidupan Mahakuasa kita ini di dunia Sayer Pr: verbal receiver verbiage 31. Mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 1) Mat, gal lomung bo kila same taweng simi tasama ba Tetapi
Dia
omong bilang
turun-temurun kita tetap baku sayang
Sayer
Pr: Verbal
Verbiage
(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita harus tetap saling menyayangi) 32. Namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita (TRG 1, No. 4) Namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita Verbiage
Pr: verbal
receiver
33. Aku memuji Tuhan (TRG 2, No. 12) Aku memuji Tuhan sayer
Pr: verbal
receiver
34. Dijanjikan perhentian di rumah yang baka (TRG 1, No. 5) Dijanjikan perhentian di rumah yang baka Pr: Verbal
Verbiage
Circ: Loc
35. Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan (TRG 2, No. 10) Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan Verbiage
Pr: Verbal
Contoh 30--35 di atas menunjukkan bahwa partisipan yang dihadirkan oleh proses verbal sangat bervariasi. Pada contoh 30, proses verbal memanggil mampu menghadirkan tiga partisipan dalam klausa. Partisipa I adalah Allah Bapak yang Mahakuasa yang berfungsi sebagai sayer, diikuti oleh receiver (saudara kita ini) sebagai partisipan kedua, dan partisipan ketiga adalah dari kehidupan di dunia yang berfungsi sebagai verbiage. Selanjutnya, contoh 31--33 menunjukkan bahwa proses verbal menghadirkan dua partisipan dalam setiap klausa. Proses lomung bo “omong bilang” pada contoh 31 menghadirkan gal “dia” sebagai sayer (I) dan kila same taweng simi tasama ba “turun-temurun kita tetap baku sayang” sebagai verbiage (II) dan terjadi pelesapan pada receiver. Pada contoh 32 tampak ada pelesapan pada sayer. Proses dijanjikan dapat mengikat partisipan hidup kekal yang sebagai verbiage dan partisipan kepada kita sebagai receiver. Contoh 33, kata memuji menghadirkan aku sebagai sayer (I) dan Tuhan sebagai receiver (II) dan terjadi pelesapan pada verbiage.
Sementara itu, pada contoh 34 dan 35 hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh proses verbal dalam setiap klausa. Kata dijanjikan dan diberitakan yang merupakan proses verbal hanya menghadirkan partisipan perhentian dan Firman Tuhan yang menguatkan hati kita sebagai verbiage, sedangkan sayer dan receiver dilesapkan. Berikut ini adalah daftar proses eksistensial yang digunakan dalam TRGMAA. berkata
diberitakan
dijanjikan
dipanggil
memanggil
memanggil pulang
memuji
menceritakan
Berdasarkan pembahasan pada keenam tipe proses yang digunakan dalam klausa TRG, berikut ditampilkan persentase penggunaan unsur proses pada TRGMAA melalui media BK dan BI.
Tabel 2 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BK
TRG I
TRG
TRG
Jumlah
(%)
Peringkat
Proses material
48
II 38
III 37
123
73
I
Proses eksistensial
9
7
6
22
13
II
Proses relasional
4
3
2
9
5
III
Proses mental
2
3
2
7
4
IV
Proses perilaku
3
1
-
4
3
V
Proses verbal
1
1
1
3
2
VI
67
53
48
168
100
Tipe Proses
Jumlah Klausa
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa transitivitas TRG didominasi oleh proses material. Dari 168 jumlah klausa BK, proses material memperoleh jumlah tertinggi pada TRG, yakni berjumlah 123 atau 73%. Tingginya penggunaan proses material dalam TRG dapat diinterpretasikan bahwa sebagian tahapan ritual gasakda melibatkan aktivitas fisik dengan demikian teks terfokus pada tindakan atau kejadian. Peringkat kedua ditempati oleh proses eksistensial dengan jumlah 22 atau 13%. Proses ini merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya sesuatu. Hal ini dapat interpretasikan bahwa adanya sesuatu berarti suatu keaadan di mana telah terjadi peristiwa kematian yang melibatkan eksistensi diri dari tiaptiap keluarga, baik keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka. Peringkat ketiga didominasi oleh proses relasional yang berjumlah 9 atau 5%. Pemakaian proses relasional dalam TRG dapat bermakna untuk memberikan atribut atau nilai kepada almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam dari keluarga. Proses mental menempati peringkat keempat dalam TRG dengan jumlah 7 atau 4%. Hal ini mudah dipahami karena banyak partisipan melibatkan perasaan duka ketika menciptakan teks. Peringkat kelima ditempati oleh proses perilaku, yang berjumlah 4 atau 3%. Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga banyak melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi atau mental para partisipan.
Peringkat keenam adalah proses verbal. Proses ini paling sedikit digunakan dalam TRG dengan jumlah 3 atau 2%. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam peristiwa duka setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus dilakukan sehingga aktivitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak pertanyaan ataupun penjelasan.
Tabel 3 Tipe Proses TRGMAA yang Menggunakan BI
TRG I
TRG
TRG
Jumlah
(%)
Peringkat
Proses material
66
II 89
III 81
236
33
I
Proses relasional
41
48
54
143
20
II
Proses eksistensial
36
43
41
120
17
III
Proses mental
27
37
36
100
14
IV
Proses perilaku
16
23
32
71
10
V
Proses verbal
14
17
14
45
6
VI
200
257
258
715
100
Tipe Proses
Jumlah Klausa
Tabel 3 di atas tampak bahwa dari 715 jumlah klausa BI, proses material memperoleh jumlah tertinggi, yakni berjumlah 236 atau 33%. Hal ini menunjukkan bahwa teks berfokus pada tindakan atau kejadian. Secara umum teks pemakaman seperti doa, nyanyian, khotbah, dan lainnya merupakan sesuatu yang abstrak karena berhubungan dengan iman, yakni bagaimana umat Kristiani meyakini Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat. Namun, unsur lingual yang digunakan dalam teks lebih banyak proses material dari pada unsur proses yang lain, seperti mental atau verbal. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa sesuatu yang sifatnya abstrak dapat diwujudnyakan lewat bahasa atau proses material sehingga dapat memperteguh keyakinan umat bahwa Tuhan itu ada.
Peringkat kedua didominasi oleh proses relasional yang berjumlah 143 atau 20%. Pemakaian proses relasional dalam TRG dapat bermakna untuk memberikan atribut atau nilai kepada Tuhan yang diimani sebagai penolong dan penghibur yang setia. Peringkat ketiga ditempati oleh proses eksistensial dengan jumlah 120 atau 17%. Proses ini merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya sesuatu. Hal ini menyangkut keberadaan atau eksistensi diri dari Tuhan dalam kehidupan manusia. Proses mental menempati peringkat keempat dalam TRG dengan jumlah 100 atau 14%. Hal ini mudah dipahami karena TRG adalah mengandung fungsi magis yang memang memerlukan proses mental.
Peringkat kelima ditempati oleh proses perilaku, yang berjumlah 71 atau 10%. Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga banyak melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi atau mental para partisipan. Peringkat keenam adalah proses verbal. Proses ini paling sedikit digunakan dalam TRG dengan jumlah 45 atau 6%. Hal ini dapat dipahami bahwa pihak gereja sudah menyediakan liturgi atau tata ibadah untuk kebaktian pemakaman berupa teks tulis, yang walaupun pada akhirnya dilisankan namun tetap saja menjadi teks yang beku (frozen style). Tabel 4 Penggunaan Tipe Proses secara Keseluruhan pada TRGMAA
Tipe Proses
TRG I
TRG II
TRG III
Jumlah
(%)
Proses material
118
132
123
373
42
Proses relasional
46
52
57
155
18
Proses eksistensial
38
44
42
124
15
Proses mental
30
40
38
108
12
Proses perilaku
19
24
32
75
8
Proses verbal
15
18
15
48
5
266
310
307
883
100
Jumlah Klausa
Persentase jumlah proses yang tertera pada tabel 2 di atas memberikan petunjuk bahwa penggunaan proses material pada TRGMAA menduduki peringkat teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki oleh proses relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh proses eksistensial yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108 (12%), proses perilaku berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48 (5%). Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan untuk terkahir kalinya kepada almarhum.
4.2 Sistem Mood dalam TRG Mood merupakan perwujudan gramatika struktur klausa atau unit gramatikal sebuah klausa yang merealisasikan makna interpersonal. Dalam hal ini, peran mempertukarkan makna dilakukan oleh tenor atau pelibat teks. Dengan demikian makna antarpartisipan yang dipertukarkan oleh pelibat dalam teks ritual gasakda
akan mencerminkan peran dan status mereka dalam sistem sosial masyarakat adat Alor. Hal ini terjadi karena pilihan bentuk dan makna dalam membangun struktur klausa sangat ditentukan oleh status dan peran dari tiap-tiap pelibat. Realisasi makna yang dipertukarkan oleh setiap pelibat dalam TRGMAA memiliki fungsi ujaran (speech function) yang berbeda-beda. Hal ini meliputi; menyampaikan pernyataan (statement atau penawaran/offer), yang direalisasikan oleh mood deklaratif, mengajukan pertanyaan (question), yang direalisasikan oleh mood interogatif dan memberikan perintah (command), yang direalisasikan oleh mood imperatif. Berikut ini di bahas mengenai bentuk-bentuk mood yang digunakan dalam TRGMAA.
4.2.1 Mood Deklaratif Mood deklaratif adalah klausa deklaratif yang isinya menyatakan pernyataan atau memberitahukan sesuatu kepada pendengar. Terkait dengan penggunaan mood deklatif dalam TRGMAA dapat dipahami bahwa isi TRG mencakup penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup. Penyampaian informasi dimulai pada tahapan pra-gasakda, yakni memberikan informasi bahwa orang tua dalam keadaan sakit keras dan penyampaian tentang terjadinya kematian pada tahapan gasakda. Sementara itu, pernyataan untuk menerima realita hidup yang terealisasi pada saat terjadi kematian, di mana pihak keluarga terkait (tahapan telingbai) dan pihak gereja (tahapan katai sen) menyatakan suatu bentuk kepedulian ungkapan turut berduka.
berupa kata-kata penghiburan sebagai
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa klausa dalam TRG dapat dibedakan menjadi (1) klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif aktif, (2) klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif pasif, (3) klausa deklaratif penuh dengan predikat intransitif, (4) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif aktif, (5) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif pasif, dan (6) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat intransitif. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data berikut ini. 36. Nal itolinga me’en (TRG 3, No.7) Nal itolinga me en Saya bagianmu kasi kamu Subj Comp Pred Comp MOOD RESIDU (saya memberikan kamu bagian/jatahmu) 37. Kita melantunkan pujian pengharapan, dari KJ 33: 1,4 (TRG 2, No.54) Kita Melantunka pujian pengharapan dari KJ 33: 1,4 n Subj Pred Comp Adj: Circ K MOOD RESIDU edua contoh di atas merupakan klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif aktif. Pada contoh 36 dapat dijelaskan bahwa klausa ini tampak dengan struktur subjek (S) diikuti komplemen (C1), setelah itu diikuti predikat (P) dan komplemen (C2). Selanjutnya, contoh 37 dengan struktur subjek (S), diikuti predikat (P), lalu diikuti dengan komplemen (C) dan keterangan (adjunct). Verba me “kasi/berikan” dan melantunkan adalah jenis verba transitif aktif. Dinamakan verba transitif aktif karena kedua verba ini membutuhkan objek dan direalisasikan dalam klausa bentuk aktif. 38. Jejak-jejak kebenarannya dapat dilihat orang (TRG 3, No. 205) Jejak-jejaknya kebenarannya dapat dilihat orang Subj Mood: Adj Pred Comp MOOD RESIDU
39. Sidang perkabungan yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus (TRG 3, No.157) Sidang perkabungan yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus Subj Pred Comp MOOD RESIDU Contoh 38 dan 39 merupakan klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif pasif. Klausa pada contoh 38 memiliki struktur subjek (S) diikuti oleh keterangan modal (mood Adj), lalu diikuti oleh predikat (P) dan komplemen (Comp). Selanjutnya struktur klausa pada contoh 39 adalah subjek (S), diikuti oleh predikat (P), dan kemudian diikuti oleh komplemen (Comp). Verba dikenal dan dikasihi merupakan verba transitif yang mengalami pemasifan. 40. Sisak gasakdang tano (TRG 3, No.12) sisak gasakdang tano Orang tua kami meninggal sudah Subj Pred Comm: Adj MOOD RESIDU (orang tua kami sudah meninggal) 41. Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut (TRG 3, No.269) Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut Conj: Adj Subj Pred Adj: Circ MOOD RESIDU Contoh 40 dan 41 merupakan klausa deklaratif penuh yang predikatnya diisi oleh verba intransitif yang terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Kedua klausa ini juga menggunakan unsur keterangan (adjuncts) untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap tiap-tiap klausa. Verba meninggal dan berduka cita merupakan verba intransitif karena kedua verba tersebut tidak memerlukan objek/komplemen. Berdasarkan contoh 36--41 di atas, diketahui bahwa secara umum menunjukkan bentuk mood dengan struktur deklaratif penuh. Hal ini karena
terdapat struktur yang lengkap dan variatif pada setiap klausa, yakni (a) subjek (S), predikat (P), komplemen (comp), dan keterangan (adjuncts), (b) subjek, predikat, dan komplemen, atau (c) subjek, predikat, dan keterangan. 42. Anbang te sitabiah gauk (TRG 2, No. 301) Anbang te sitabiah supaya kita punya kain Conj: Adj Comp RESIDU (supaya, lipat kain kita)
gauk lipat Pred
43. Dan mengejutkan kita (TRG 1, No. 159) Dan mengejutkan kita Conj: Adj Pred Comp MOOD RESIDU Contoh 42 dan 43 merupakan klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif aktif. Klausa no. 42 tampil dengan struktur keterangan konjugasi (conj:Adj), kemudian diikuti oleh komplemen (Comp) dan predikat (P). Sementara itu, klausa no. 43 tampil dengan struktur keterangan konjugasi (conj: Adj), kemudian diikuti dengan (predikat (P) dan komplemen (Comp). Verba gauk “lipat” dan mengejutkan merupakan verba transitif aktif yang tidak menghadirkan subjek (S) dalam klausa atau dengan kata lain, terjadi pelesapan subjek pada tiaptiap klausa. 44. Disalibkan (TRG 1, No. 189) Disalibkan Pred MOOD 45. Dan dikuburkan (TRG 1, No. 191) Dan dikuburkan Conj: Adj Pred MOOD
Contoh 44 dan 45 merupakan klausa deklaratif eliptikal yang predikatnya diisi oleh verba yang mengalami proses pemasifan. Kedua klausa di atas samasama mengalami pelesapan pada subjek (S) dan komplemen (Comp). 46. Na, painsan ok ya gasakdang (TRG 2, No. 2) Na, paisan ok Gasakdang Jadi, esok lusa meninggal Conj: Adj Adj: Circ Pred RESIDU (jadi, apabila meninggal di kemudian hari) 47. Naik ke sorga (TRG 1, No. 194) Naik ke Sorga Pred Adj: Circ MOOD RESIDU 48. Duduk di sebelah kanan Allah Bapak yang Mahakuasa (TRG 1, No. 195) Duduk di sebelah kanan Allah, Bapak yang Maha Kuasa Pred Adj: Circ MOOD RESIDU Pada contoh 46 dan 48 dapat dijelaskan bahwa kedua klausa tersebut merupakan klausa deklaratif eliptikal. Verba gasakdang “meninggal”, naik, dan duduk adalah jenis verba intransitif yang tidak membutuhkan kehadiran objek dalam klausa. Namun, terjadi pelesapan subjek pada kedua klausa tersebut sehingga hanya terdapat verba dan unsur keterangan (adjuncts) dalam klausa. Berdasarkan contoh 44--48 di atas, diketahui bahwa secara umum menunjukkan bentuk mood dengan struktur deklaratif eliptikal yang hadir dengan predikat verba transitif aktif, pasif, dan verba intransitif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa klausa deklaratif penuh memiliki struktur yang lengkap, sedangkan kalusa deklaratif eliptikal memiliki struktur yang tidak lengkap karena terjadi pelesapan pada subjek atau komplemen.
4.2.2 Mood Imperatif Mood imperatif pada dasarnya berupa klausa yang isinya memerintahkan, menyerukan, atau mengajak lawan bicara/pendengar mengenai suatu hal pada proses komunikasi. Penggunaan mood imperatif dalam TRGMAA dapat dimaknai bahwa setiap tahapan dalam TRG selalu disertai dengan ungkapan yang memiliki makna perintah, seruan, atau ajakan. Misalkan adanya seruan untuk menyediakan permintaan anak laki-laki sulung kepada paman pada saat pra-gasakda. Kemudian, dilanjutkan dengan seruan untuk meminta barang kepada paman pada tahapan kurong gotta dan ya lasting. Selanjutnya, seruan atau ajakan untuk tetap bersandar pada Tuhan, baik dalam suka maupun dalam duka pada tahapan katai sen (pemakaman). Hal ini berkaitan dengan bacaan Firman Tuhan (Alkitab) sebagai dasar hidup umat Kristiani. Mood imperatif dalam TRG memiliki struktur yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut ini. 49. Krung almang bai mi mesilang wota (TRG 1, No. 6) Krung almang bai mi mesilang wota Gong pusaka didalam gudang adat kasi turun pukul Subj Adj: Circ Pred Adj: Circ MOOD RESIDU (turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul) 50. Ge maunong met (TRG 1, No. 15) Ge maunong met Selimut maunongnya ambil Subj Pred MOOD RESIDU (ambilkan selimut maunongnya) 51. I tonih (TRG 2, No. 20) I tonih
Kalian
Duduk
Subj
Pred
MOOD
RESIDU
(kalian duduk) 52. Buatlah Yesus sebagai sandaranmu, (TRG 2, No. 98) buatlah Yesus sebagai sandaranmu Pred Subj Adj: Circ MOOD RESIDU 53. Carilah di atas awan pelangi kasih yang tetap (TRG 3, No. 68) carilah di atas awan plangi kasih yang tetap Pred Adj: Circ Subj MOOD RESIDU MOOD
Contoh 49--53 di atas merupakan bentuk mood imperatif dalam TRG. Secara garis besar tampak ada perbedaan struktur mood BK dan BI. Contoh 49--51 adalah Mood imperatif BK yang memilki struktur subjek (S) lalu diikuti dengan predikat (P), sementara itu mood imperatif BI pada contoh 52 dan 53 memiliki struktur predikat (P) diikuti oleh subjek (S).
4.2.3 Mood Interogatif Mood interogatif atau pertanyaan tidak terlalu sering digunakan dalam TRG. Hal ini dapat dipahami bahwa kematian merupakan suatu hal yang manusiawi, yaitu setiap kehidupan pasti ada akhirnya. Setiap keluarga yang datang melayat atau memberikan penghiburan sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya sehingga dengan sendirinya penggunaan mood interogatif sangat minim ditemukan di dalam TRG. Berikut ini ditunjukkan beberapa mood introgatif dalam klausa TRG. Perhatikan data berikut ini. 54. Kepada siapakah aku harus takut? (TRG 2, No. 143)
Kepada siapakah KT/Comp RESIDU
aku Subj
harus takut? Pred MOOD
55. Apa mau gatoling? (TRG 1, No. 265) Apa mau gatoling? Ini siapa punya bagian Subj Pred Comp MOOD RESIDU (ini bagiannya siapa atau bagiannya siapa ini?)
Kedua contoh di atas adalah penggunaan mood interogatif dalam klausa TRG yang menunjukkan perbedaan mengenai struktur dan makna. Contoh 54 adalah pertanyaan yang bermakna retoris dan tidak memerlukan jawaban, tetapi hanya sebagai bentuk refleksif. Struktur klausa secara umum meliputi kata tanya diikuti oleh (S), kemudian predikat (P), dan komplemen (Comp) atau keterangan (Adj). Sementara itu, contoh 55 memiliki struktur subjek (S), kata tanya (siapa punya), dan komplemen (Comp)
4.2.4 Mood Eksklamasi Mood eksklamasi (exlamatives mood) digunakan dalam TRG untuk menjelaskan ungkapan emosional dari pelibat teks, baik rasa heran, muak atau membosankan, maupun perasaan cemas. Terkait dengan penggunaannya dalam TRGMAA dapat dipahami bahwa dalam TRG, setiap partisipan banyak menunjukkan perasaan duka lewat tindakan fisik dan sedikit melibatkan emosi atau reaksi mental. Perhatikan data berikut ini. 56. Berbahagialah setiap orang yang mendengarkan Firman Allah (TRG 2, No. 121) Berbahagialah setiap orang yang mendengar Firman Allah Comm: Adj Subj Pred Comp
MOOD
RESIDU
57. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102) Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai Comm: Adj Adj: Circ Subj Pred Adj: Circ RESIDU MOOD RESIDU
Contoh 56 dan 57 di atas memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat diketahui dari hadir dan tidaknya unsur komplemen (Comp) dan keterangan (Adj) dalam klausa. Struktur mood eksklamasi pada contoh 56 terdiri atas kata sifat (KS), subjek (S), predikat (P), dan komplemen (Comp). Sementara itu, pada contoh 57, struktur mood eksklamasi dimulai dengan kata kata sifat (KS), lalu diikuti oleh unsur keterangan (Adj), kemudian diikuti dengan subjek (S), predikat, dan unsur keterangan (Adj). Berdasarkan data yang telah dibahas, tampak bahwa realisasi makna yang dipertukarkan pada TRGMAA menggunakan BK dan BI. Dengan demikian, berikut ini disajikan persentase penggunaan Mood BK dan BI pada TRGMAA. Tabel 5 Penggunaan Bentuk Mood BK
Bentuk Mood
TRG 1
TRG 2
TRG
Jumlah
%
Deklaratif
48
43
17
10
125Mood Bentuk 41
75
Imperatif
34 3 14
Interogatif
2
-
-
2
1
67
53
48
168
100
Jumlah Klausa
24
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk mood yang direalisasikan melalui BK, yakni mood deklaratif, mood imperatif, dan mood interogatif. Bentuk mood yang paling banyak digunakan dalam TRGMAA adalah
mood deklaratif, yakni berjumlah 125 atau 75% dari 168 jumlah klausa BK. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 41 atau 24%, dan mood introgatif sebanyak 2 atau 1%. Tabel 6 Penggunaan Bentuk Mood BI
Bentuk Mood Deklaratif Imperatif Eksklamasi Interogatif Jumlah Klausa
TRG 1
TRG 2
TRG
Jumlah
%
183 8 5 3 199
226 21 7 3 257
233 3 21 4 1 259
642Mood Bentuk 50 16 7 715
90 7 2 1 100
Pada tabel 6 di atas tampak bahwa terdapat empat bentuk mood yang direalisasikan melalui BI, yakni mood deklaratif, mood imperatif, mood eksklamasi, dan mood interogatif. Bentuk mood yang paling banyak digunakan dalam TRGMAA adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 642 atau 90% dari 715 jumlah klausa BI. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 50 atau 7%, mood eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood interogatif sebanyak 7 atau 1%. Tabel 7 Penggunaan Bentuk Mood secara Keseluruhan pada TRGMAA
Bentuk Mood Deklaratif Imperatif Eksklamasi Interogatif Jumlah Klausa
TRG 1
TRG 2
TRG
Jumlah
%
231 25 5 5 266
269 31 7 3 310
267 3 35 4 1 307
767Mood Bentuk 91 16 9 883
87 10 2 1 100
Tabel 7 menampilkan keseluruhan bentuk mood yang digunakan pada TRGMAA. Pada tabel 7 ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak digunakan dalam TRGMAA adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767 atau 87%. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 91 atau 10%, mood
eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood introgatif sebanyak 9 atau 1%. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa isi TRG mencakup penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup.
4.2.5 Unsur Keterangan (Adjuncts) dalam Klausa TRGMAA Unsur keterangan (adjuncts) adalah salah satu unsur dalam klausa yang memberikan informasi tambahan yang sifatnya tidak terlalu penting. Kehadiran elemen atau unsur ini dalam klausa sangat variatif di mana dia bisa hadir di awal, pertengahan, atau di akhir dari klausa. Namun, elemen ini tidak berpotensi untuk menjadi subjek. Berdasarkan kontribusinya di dalam klausa, maka keterangan (adjuncts) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (1) keterangan sirkumstansial, yang berfungsi menambah makna eksperiensial, (2) keterangan modalitas, yang berfungsi menambah makna interpersonal, dan (3) keterangan tekstual, yakni menambah makna tekstual. Berikut ini adalah kategori keterangan yang digunakan dalam TRGMAA.
Tabel 8 Kategori Keterangan (Adjuncts) pada TRGMAA
Jenis Keterangan
TRG 1
TRG 2
TRG 3
Jmlh Keterangan
Keterangan sirkumstansial
95
114
128
337
Keterangan tekstual
88
85
80
253
Keterangan modalitas
61
67
75
203
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa keterangan sirkumstansial menempati urutan pertama dalam hal penggunaannya di dalam TRG yang berjumlah 337, kemudian diikuti oleh keterangan tekstual yang berjumlah 253, dan keterangan modalitas yang berjumlah 203. Berikut ini adalah penjelasan unsur keterangan dalam klausa TRGMAA.
4.2.5.1 Keterangan Sirkumstansial Keterangan sirkumstansial merupakan lingkungan, sifat, atau lokasi berlangsungnya proses. Jenis keterangan ini berfungsi menambah makna eksperiensial atau pengalaman. Terkait dengan penggunaannya yang dominan dalam TRG, dapat dipahami bahwa teks ini merupakan teks prosedur yang banyak melibatkan fisik dan mental sehingga memerlukan unsur sirkumstansial untuk menentukan makna proses dan partisipan di dalam setiap klausa. Data berikut ini merupakan contoh penggunaan keterangan sirkumstansial dalam TRG. 58. Kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo (TRG 3, No. 4) Kang na ya paisan ok te sipa gasakdang bo Baik jadi, besok lusa kita punya bapak meninggal sudah Cont: Adj Adj: Circ Subj Pred Mood: Adj RESIDU MOOD RESIDU MOOD (baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal) 59. Kurong almang bai mi mesilang gota (TRG 3, No. 8) Kurong almang bai mi me’silang gota Gong di dalam gudang besar kasi turun pukul Subj Adj: Circ Pred Adj: Circ MOOD RESIDU (turunkan gong di dalam gudang besar untuk dipukul) 60. Lihatlah warna-warninya sebagai lambang cinta yang besar (TRG 3, No. 69) lihatlah warna-warninya sebagai lambang cinta yang besar Pred Subj Adj: Circ MOOD RESIDU
61. Saudara/i ku sekalian, marilah kita memuji Tuhan dengan melagukan KJ no 54:4 (TRG 2, No. 79) saudara/i ku marilah kita memuji Tuhan dengan melagukan sekalian, KJ No 54:4 Voc: Adj Subj Pred Comp Adj: Circ MOOD RESIDU 62. Siapa gerangan ada padaku di Sorga selain Engkau? (TRG 1, No. 83) siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau Subj Pred Adj: Circ Adj: Circ MOOD RESIDU 63. Kasih setia Tuhan melepaskan mereka dari maut (TRG 2, No. 106) kasih setia Tuhan melepaskan mereka dari maut Subj Pred Comp Adj: Circ MOOD RESIDU
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa keberadaan unsur sirkumstans sangat variatif, yakni bisa hadir di awal, tengah, dan akhir. Dengan demikian, dapat juga diidentifikasi jenis keterangan sirkumstansial yang terdapat pada keenam kalusa TRG di atas. Pada contoh 58 tampak bahwa frasa ya paisan ok te „besok lusa‟ merupakan keterangan sirkumstansial yang dinyatakan dalam bentuk waktu atau rentang untuk memberikan informasi tambahan pada klausa. Contoh 59 menunjukkan bahwa terdapat dua keterangan sirkumstansial dalam sebuah klausa. Frasa almang bai mi „di dalam gudang besar‟ merupakan keterangan sirkumstansial yang merujuk pada lokasi atau tempat (location). Sementara itu, kata gota “pukul” merupakan unsur keterangan yang menjelaskan tentang alasan atau sebab (cause). Contoh 60 menunjukkan bahwa unsur keterangan berada di akhir dan frasa sebagai lambang cinta yang besar adalah keterangan sirkumstansial yang menunjukkan atau merujuk pada peran (role). Pada contoh 61 juga
memperlihatkan posisi unsur sirkumstansial yang berada di akhir. Frasa dengan melagukan KJ No 54:4 adalah keterangan sirkumstansial yang berfungsi atau memiliki fungsi untuk menyatakan cara (manner). Sementara itu, contoh 62 dapat dijelaskan bahwa keterangan sirkumstansial dalam frasa selain Engkau merupakan unsur keterangan yang menyatakan tentang penyerta (accompaniment). Pada contoh 63 tampak bahwa frasa dari maut merupakan keterangan sirkumstansial yang berfungsi menyatakan hal atau masalah (matter). Dari semua unsur atau elemen sirkumstansial yang telah dijelaskan di atas merupakan unsur tambahan atau berfungsi memberikan tambahan makna eksperiensial atau makna pengalaman. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa unsur ini tidak begitu esensial atau penting dalam sebuah klausa, tetapi dalam konteks tertentu unsur ini juga sebagai penentu dalam memberikan makna proses dan partisipan dalam klausa.
4.2.5.2 Keterangan Tekstual Keterangan tekstual berfungsi untuk memberikan atau menambahkan makna tekstual dalam sebuah klausa. Makna tekstual yang dimaksud adalah realisasi makna dalam mengoraganisasi pesan. Terdapat dua tipe dari keterangan tekstual, yakni kontinuitas dan konjugasi. Berikut ini adalah tipe-tipe keterangan tekstual yang digunakan di dalam TRGMAA. 64. O…era apa gauk (TRG 1, No. 262) O, era apa gauk O, engkau ini lipat Cont: Adj Subj Comp Pred MOOD RESIDU (o..engkau lipat ini)
65. Ya…era apa gauk (TRG 1, No. 264) Ya, era apa gauk Ya, engkau ini lipat Cont: Adj Subj Comp Pred MOOD RESIDU (ya..engkau lipat ini) 66. Karena itu, marilah ibu/bapak/saudara/i kita berdiri (TRG 2, No. 53) Karena itu, marilah ibu/bapak/saudara/i kita beridiri Conj: Adj Voc: Adj Subj Pred MOOD 67. Dan menikmati bait-Nya (TRG 2, No. 159) Dan menikmati BaitNya Conj: Adj Pred Comp MOOD RESIDU 68. Namun kasih Tuhan adalah nyata pada waktu yang tepat (TRG 3, No. 5 Namun kasih Tuhan adalah nyata pada waktu yang tepat 7 Conj: Adj Subj Pred Comp ) MOOD RESIDU 69. Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut (TRG 3, No. 269) Meskipun Conj: Adj
kita Subj
berduka cita Pred MOOD
karena kepahitan maut Adj: Circ RESIDU
70. Ante ya ko’bo gatda pe fal, a sut, (TRG 3, No. 15) Ante ya ko’bo gatda pe fal, a sut, Setelah itu, Pergi ke pohon pelepas untuk ikat babi dan sendok padi Conj: Adj Pred Adj: Circ Adj: Circ MOOD RESIDU (setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi dan padi) Contoh 64--70 memperlihatkan penggunaan unsur keterangan tekstual dalam TRG. Kontinuitas dan konjugasi merupakan jenis keterangan yang berfungsi sebagai penghubung klausa. Kata o dan ya pada contoh 64 dan 65 merupakan jenis keterangan kontinuitas karena penutur bermaksud untuk membuka satu teks baru, tetapi mencoba untuk menghubungkannya dengan teks sebelumnya. Sementara itu, kata karena itu, dan, namun, meskipun, dan setelah itu pada contoh
66--70 dikategorikan sebagai unsur keterangan konjungsi karena kata-kata tersebut dapat merangkai atau menghubungkan satu klausa dengan klausa yang lain. Dari hasil analisis data diketahui bahwa kemunculan kedua jenis kontinuitas lebih banyak digunakan pada bahasa lisan sementara itu konjungsi lebih banyak digunakan dalam bahasa tulisan.
4.2.5.3 Keterangan Mood Keterangan mood berfungsi untuk menambahkan atau memberikan makna antarpersonal. Keterangan mood terdiri atas empat bagian, yakni keterangan modalitas (mood adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjuncts), keterangan ulasan (comment adjuncts), dan keterangan vokatif (vocative adjuncts). Modalitas merupakan cara pembicara menyatakan sikap terhadap situasi dalam suatu komunikasi. Modalitas dapat diklasifikasi menjadi dua bagian, yakni modulasi dan modalisasi. Modulasi mengekspresikan makna proposal (goods & services) yang menyatakan suatu keharusan atau kecenderungan. Sementara itu, modalisasi mengekspresikan makna proposisi (informasi) yang menyatakan probabilitas atau kemungkinan dan usualitas atau kebiasaan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data berikut ini. 71. Tetapi aku ingin di dekat-Mu setiap saat (TRG 1, No. 78) Tetapi aku ingin berada di dekatMu setiap saat Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Comp MOOD RESIDU 72. Supaya aku dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya (TRG 1, No. 97) Supaya aku dapat menceritakan pekerjaanNya Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Comp MOOD RESIDU 73. Dan yang akan datang dari sana (TRG 1, No. 197)
Dan Conj: Adj
yang Subj
akan datang dari sana, Mood: Adj Pred Adj: Circ MOOD RESIDU 74. You na, ante alsue (TRG 2, No. 5) You na ante al sue Iya nanti kamu datang Pol: Adj Adj: Circ Subj Pred (baiklah, nanti kamu datang) 75. Inak geng ni atak sina lo (TRG 1, No. 46) Inak geng ni a tak sina lo Sekarang ini engkau tidak terlihat benar-benar Adj: Circ Subj Pred Comm: Adj RESIDU MOOD RESIDU MOOD (sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat) 76. Sesungguhnya, siapa yang berada jauh dari pada-Mu akan binasa (TRG 1, No. 92) Sesungguhnya, siapa yang berada jauh dari pada Mu akan binasa Comm: Adj Subj Pred Comp Adj: Circ MOOD RESIDU 77. Nepaela, nepa gasakdang tano (TRG 2, No. 14) Nepaela, nepa gasakdang tano paman, saya punya bapak meninggal Voc: Adj Subj Pred MOOD RESIDU (paman, bapak saya sudah meninggal) 78. Dunme lamita, i suang (TRG 3, No. 303) Dunme lamita, i Anak perempuan, anak laki-laki kalian Voc: Adj Subj MOOD (anak-anak, kalian datang)
suang datang Pred RESIDU
79. Aku menginginkan Engkau, Tuhanku (TRG 1, No. 82) Aku menginginkan Engkau Subj Pred Comp MOOD RESIDU
Tuhanku Voc: Adj
Contoh 71-79 di atas menunjukkan bagaimana keterangan mood secara bervariasi mengisi setiap klausa di dalam TRG. Kata ingin, akan, dan dapat pada contoh 71-73 dikategorikan sebagai keterangan modalitas karena kata-kata
tersebut mengekspresikan sikap pembicara terhadap situasi dalam menciptakan makna. Contoh 74 merupakan unsur polaritas yang bermakana positif. Dalam hal ini, terdapat suatu kesepakan atau persetujuan dari pembicara mengenai prosesi yang dilalui. Dari contoh di atas tampak juga bahwa unsur keterangan modalitas dan polaritas berada dalam MOOD box. Hal ini terjadi karena kedua unsur tersebut mengekspresikan makna secara langsung terhadap inti persoalan dari sebuah informasi dalam klausa. Selanjutnya, pada contoh 75 dan 76 di atas dapat dijelaskan bahwa kata lo “benar-banar” dan sesungguhnya merupakan unsur keterangan ulasan (comment adjuncts). Pada contoh 77--79 menunjukkan unsur keterangan vokatif (vocative adjuncts) karena terjadi penyebutan nama orang secara langsung dalam klausa. Penyebutan nama tersebut tidak menunjukkan fungsinya sebagai subjek atau komplemen meskipun kemunculannya di awal atau di akhir klausa. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa terkait dengan posisi dalam struktur MOOD klausa unsur keterangan vokatif (vocative adjuncts) dan keterangan ulasan (comment adjucts) bukan merupakan unsur pokok MOOD di mana posisi keduanya berada, baik di luar MOOD maupun RESIDU box. Hal ini disebabkan oleh kedua unsur keterangan ini hanya memberikan makna secara keseluruhan atau tambahan informasi secara umum pada klausa.
4.3 Sistem Tema Rema TRGMAA Tema (theme) bertujuan untuk merealisasikan makna tekstual (textual meaning). Tema merupakan poin atau sumber daya awal dari sebuah pesan menurut perspektif pembicara. Kemudian, sumber daya berikutnya yang berfungsi untuk mengembangan tema disebut rema (rheme). Sementara bagi perspektif pendengar atau mitra tutur, unsur pertama (tema) disebut sebagai unsur lama (given) karena informasinya menjadi kurang jelas atau terlupakan, sedangkan unsur rema sebagai unsur baru (new) karena terakhir disampaikan sehingga masih dapat disimak. Unsur tema dapat ditentukan berdasarkan makna ideasional, makna antarpersonal, dan makna tekstual. Tema pada makna ideasional disebut tema topikal, yang direalisasikan oleh unsur proses, partisipan, dan sirkumstan. Sementara tema pada makna antarpersonal disebut tema antarpersonal; yang direalisasikan oleh keterangan mood (mood adjuncts), keterangan vokatif (vocative adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjunct), dan keterangan ulasan (comment adjuncts). Selanjutnya, tema pada makna tekstual disebut sebagai tema tekstual; yang direalisasikan oleh keterangan kontinuitas (continuity adjuncts) dan keterangan konjugasi (conjunctive adjuncts). Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa ketiga unsur tema tersebut memiliki kemampuan yang sama atau samasama berpotensi sebagai tema dari setiap klausa dalam TRG. Berikut ini disajikan unsur-unsur tema yang digunakan dalam TRGMAA.
4.3.1.1 Tema Topikal Tema topikal berfungsi untuk merealisasikan makna ideasional dalam klausa. Apabila pesan yang penting ingin ditempatkan pada unsur partisipan, maka subjek sebagai tema. Selanjutnya, bilamana unsur proses ditempatkan sebagai unsur yang penting, maka predikat sebagai tema. Begitu pun dengan unsur sirkumstan, bilamana unsur sirkumstan ditempatkan sebagai unsur penting, maka keterangan dapat menjadi tema. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada contoh berikut ini. 80. na sue a’tau si (TRG 1, No. 3) na sue a’tau si saya datang engkau bertemu untuk Topikal THEME RHEME (saya datang untuk bertemu engkau) 81. turun ke dalam kerajaan maut (TRG 1, No. 192) turun ke dalam kerajaan maut Topikal THEME RHEME
82. getana mi e’nih (TRG 2, No. 30) getana mi e’ nih pada waktu engkau duduk Topikal THEME RHEME (pada waktu engkau duduk) Contoh 80--82 di atas masing-masing memiliki tema dan muncul pada awal klausa. Tema topikal pada contoh 80 direalisasikan oleh unsur partisipan, yakni subjek na “saya” sebagai tema. Selanjutnya, pada contoh 81 tema topikal direalisasikan oleh unsur proses, yakni verba turun sebagai tema. Pada contoh 82, tema topikal direalisasikan oleh unsur sirkumstan, yakni kata getana mi “pada waktu” ditetapkan sebagai tema. Dengan demikian, dapat dipertegas lagi bahwa
sebuah klausa yang menampilkan unsur partisipan (subjek), proses (verba), dan sirkumstan (keterangan) di awal, maka klausa tersebut memiliki tema topikal.
4.3.1.2 Tema Tekstual Unsur-unsur tema tekstual yang digunakan pada TRGMAA berfungsi sebagai kata penghubung untuk menghubungkan setiap klausa dengan konteksnya. Data berikut ini menunjukkan komposisi tema tekstual dalam TRG. 83. Ahte sinih te (TRG 1, No. 24) Ahte si nih te Tetapi kita duduk dulu Tekstual Topikal THEME RHEME (akan tetapi, silakan duduk dulu)
84. Na nalsua atda (TRG 2, No. 3) Na nal Maka, saya Tekstual Topikal TEMA
sua datang
atda ke sini REMA
85. Ya…era apa gauk (TRG 1, No. 264) Ya, era apa gauk Ya, engkau ini lipat Tekstual Topikal TEMA REMA (ya..engkau lipat ini) Contoh 83--85 di atas tampak bahwa kata ahte „tetapi‟, na „maka‟, dan ya „ya‟ dikategorikan sebagai tema tekstual. Secara umum, kehadiran tema tekstual sebenarnya untuk membangun relasi kohesif tematik antarteks. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, tema tekstual dapat direalisasikan oleh dua unsur,
yakni unsur konjungsi dan kontinuitas. Unsur konjungsi seperti yang tertera pada contoh 83 dan 84 digunakan untuk merangkai teks sehingga dapat berkesinambungan. Sementara itu, unsur kontinuitas pada contoh 85 digunakan untuk menandai awal terjadinya teks yang masih berkaitan atau berhubungan dengan teks sebelumnya. Terkait dengan jumlah kehadirannya dalam teks maka dapat dijelaskan bahwa unsur konjungsi lebih banyak digunakan dalam TRG daripada unsur kontinuitas karena penggunaan teks tulis lebih dominan daripada teks lisan.
4.3.1.3 Tema Antarpersonal Tema antarpersonal direalisasikan oleh keterangan mood (mood adjuncts), keterangan vokatif (vocative adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjunct), dan keterangan ulasan (comment adjunct). Berikut ini adalah data mengenai komposisi tema antarpersonal dalam klausa TRG. 86. Mungkin langit tak terlihat oleh awan yang tebal (TRG 3, No. 58) Mungkin langit tak terlihat oleh awan tebal Interpersonal Topikal THEME RHEME 87. Nepaela, nepa gasakdang tano (TRG 2, No. 14) nepaela, nepa gasakdang tano paman, saya punya bapak meninggal Interpersonal Topikal THEME RHEME (paman, bapak saya sudah meninggal) 88. You na. ante alsue (TRG 2, No. 5) you na ante
al
sue
iya nanti kamu datang Interpersonal Topikal THEME RHEME (baiklah, nanti kamu datang) 89. Sesungguhnya tidak ada yang kekal di dunia ini (TRG 2, No. 44) sesungguhnya tidak ada yang kekal di dunia ini Interpersonal Topikal THEME RHEME
Contoh di atas menampilkan realisasi dari masing-masing unsur sebagai tema antarpersonal. pada contoh 86 kata mungkin merupakan unsur keterangan mood yang menyatakan sikap pembicara terhadap pesan yang disampaikan. Kata nepaela „paman‟ pada contoh 87 merupakan unsur keterangan vokatif meskipun bukan sebagai unsur pokok dari MOOD klausa, turut memberikan kontribusi terhadap makna antarpersonal. Unsur ini dapat diidentifikasi berdasarkan caranya menyatakan pesan yang berupa penyebutan nama atau benda. Berdasarkan komposisinya dalam klausa, unsur keterangan vokatif dapat hadir di awal dan di akhir klausa. Apabila unsur ini hadir di awal klausa, maka dia merupakan tema. Namun, ketika berada di akhir klausa disebut sebagai rema. Pada contoh 88, kata you na „iya‟ merupakan keterangan polaritas. Selanjutnya, kata sesungguhnya pada contoh 89 adalah keterangan ulasan yang memberikan ulasan secara umum terhadap MOOD klausa. Dari data yang telah ditampilkan di atas, dapat dijelaskan pula bahwa komposisi tema dalam klausa TRG sangat bervariasi. Dikatakan variatif karena dalam satu klausa terdapat satu sampai dengan tiga tema. Bilamana terdapat satu tema pada klausa, maka tema tersebut disebut sebagai tema tunggal (lih. contoh
80--82). Sebaliknya, klausa yang memiliki tema lebih dari satu disebut tema jamak. Contoh tema tekstual (83--85) dan interpersonal (86--89) di atas menunjukkan tema jamak, yakni menghadirkan dua tema dalam sebuah klausa. Komposisi kedua tema tersebut, yakni tema tekstual atau interpersonal diikuti oleh tema topikal. Sementara itu, dalam situasi tertentu sangat dimungkinkan untuk tiga tema dapat hadir dalam sebuah klausa. Berikut ini adalah contoh klausa yang menghadirkan tema majemuk (compound themes). 90. Meskipun sebenarnya kematian mungkin dialami sebagai saat pembebasan (TRG 3, No. 169) meskipun sebenarnya kematian mungkin dialami sebagai saat pembebasan Tekstual Interpersonal Topikal THEME RHEME C Contoh di atas menampilkan kehadiran tiga tema dalam klausa dengan komposisi tema tekstual (textual theme) diikuti tema antarpersonal (interpersonal theme), dan kemudian diikuti oleh tema topikal (topical theme).
4.3.2 Tema Bermarkah dan Tak Bermarkah Sebuah tema dapat dikategorikan bermarkah (marked themes) atau tidak bermarkah (unmarked themes) berdasarkan kemunculan atau kehadirannya dalam klausa. Tema bermarkah (marked themes) merupakan sebuah tema yang menunjukkan kehadirannya sebagai suatu fenomena khusus atau berbeda dari yang umumnya terjadi. Sementara itu, tema tidak bermarkah (unmarked themes) merupakan tema yang biasa atau wajar dalam suatu bahasa. Berikut dijelaskan kategori tema bermarkah dan tidak bermarkah berdasarkan data yang ditemukan.
91. Inak geng ni atak sina lo (TRG 1, No. 46) Inak geng ni a tak sina lo Sekarang ini engkau tidak terlihat benar-benar Topikal THEME RHEME (sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat)
92. Dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenma (TRG 1, No. 7) Dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenma Anak-anak perempuan sudah pergi dengan laiki-laki lain Topikal THEME RHEME (anak-anak perempuan kita yang sudah kawin keluar) 93. Beritahukanlah jalan-jalanMu kepadaku ya Tuhan, (TRG 2, No. 88) beritahukanlah jalan-jalanMu kepadaku ya Tuhan Topikal THEME RHEME 94. Bahwa apakah kita sedang mempersiapkan hari-hari hidup kita? (TRG 3, No. 210) bahwa apakah kita sedang mempersiapkan hari-hari hidup kita Tekstual Topikal TEMA REMA Data di atas menampilkan jenis tema yang berbeda-beda. Frasa inak geng ni “sekarang ini” pada contoh 43 merupakan unsur sirkumstan apabila dihubungan dengan fungsi transitivitas. Unsur ini juga disebut sebagai tema, yakni tema topikal (topical theme) karena dihadirkan pada awal klausa dengan maksud untuk menonjolkan waktu sebagai poin utama atau unsur yang penting. Dengan demikian, tema topikal tersebut dikategorikan sebagai tema bermarkah (marked theme) karena menampilkan sesuatu yang khusus. Contoh 92--94 dikategorikan sebagai tema tak bermarkah (unmarked theme) karena subjek dalam klausa deklaratif (92), predikat dalam klausa imperatif (93), dan elemen kata tanya dalam
klausa interogatif (94) secara umum selalu berada pada posisi awal dalam analisis mood. Berdasarkan hasil analisis data, tabel berikut ini ditampilkan jumlah penggunaan bentuk tema TRGMAA yang terealisasi melalui media BK dan BI. Tabel 9 Tema pada TRG yang menggunakan BK
Jenis Tema
Tema Topikal
Tema Tekstual
Tema Antarpersonal
Unsur
TRG
TRG
TRG
Jumlah
Tema Partisipan Proses Sirkumstan Jumlah Keterangan Kontinuitas Keterangan Konjungsi Jumlah Keterangan Mood Keterangan Vokatif Keterangan Polaritas Keterangan Ulasan Jumlah
I 35 4 6
II 29 5 5
III 23 7 8
5 13
12
2 7
4 1 -
2 1 1
2 -
Tema 87 16 19 122 7 32 39 8 2 1 11
Tabel 9 di atas, dapat dicermati bahwa tema topikal memeroleh jumlah terbanyak mengenai penggunaannya dalam TRG, yakni berjumlah 122. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang berjumlah 39 dan tema interpersonal yang berjumlah 11. Tabel 10 Tema pada TRG yang menggunakan BI
Jenis Tema
Tema Topikal
Tema Tekstual
Unsur
TRG
TRG
TRG
Jumlah
Tema Partisipan Proses Sirkumstan Jumlah Keterangan Kontinuitas Keterangan Konjungsi Jumlah Keterangan Mood
I 70 28 18
II 122 32 13
III 119 30 26
72
69
73
5
4
4
Tema 311 90 57 458 214 214 13
Tema Antarpersonal
Keterangan Vokatif 6 9 5 20 Keterangan Polaritas 2 2 Keterangan Ulasan 13 15 8 36 Jumlah 71 Tabel 10 menunjukkan bahwa tema topikal memeroleh jumlah penggunaan tertinggi, yakni berjumlah 458. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang berjumlah 214 dan tema interpersonal yang berjumlah 71.
Tabel 11 Tema secara Keseluruhan pada TRGMAA
Jenis Tema
Tema Topikal
Tema Tekstual
Tema Antarpersonal
Unsur
TRG
TRG
TRG
Jumlah
Tema Partisipan Proses Sirkumstan Jumlah Keterangan Kontinuitas Keterangan Konjungsi Jumlah Keterangan Mood Keterangan Vokatif Keterangan Polaritas Keterangan Ulasan Jumlah
I 105 32 24
II 151 37 18
III 142 37 34
5 85
81
2 80
5 10 1 13
4 11 3 16
4 7 8
Tema 398 106 76 580 7 246 253 13 28 4 37 82
Tabel 11 menunjukkan bahwa tema topikal memeroleh jumlah penggunaan tertinggi, yakni berjumlah 580. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang berjumlah 253 dan tema interpersonal yang berjumlah 82. Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG Ini berarti bahwa para pelibat selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan sebagai inti dalam menyampaikan pesan.
BAB V KONTEKS SITUASI TRGMAA
Konteks merupakan unsur yang terpenting dalam menganalisis bentuk dan fungsi bahasa. Hal ini dapat dipahami bahwa tidak ada teks atau bahasa tanpa konteks atau dengan kata lain, bahasa atau teks tidak akan berfungsi tanpa disertai dengan konteks, yang merupakan keseluruhan lingkungan tempat teks itu ada atau diujarkan. Berdasarkan hasil analisis data, berikut ini dibahas mengenai konteks situasi TRGMAA yang terdiri atas medan teks, pelibat teks, dan modus teks. Secara umum, konteks situasi TRGMAA dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut.
Tindakan MEDAN TRG (Field)
sosial
terjadi
(Tenor)
keluarga
barang
tonih
ya latsing
menumbuk padi
pemakaman
pembagian sisa barang
Sarana bahasa
telingbae
katai sen
getawom
Partisipan - Anak laki-laki dalam sulung teks - Paman
MODUS TRG (Mode)
permintaan
yang sedang
PELIBAT TRG
pertemuan
- BK ragam hormat - Lisan - Dialog
tabiah gauk
- Tua Adat - Anak lakilaki sulung - Paman
tidak dibatasi
- BK ragam - BK hormat ragam - Lisan beku - Monolog - Lisan - Dialog - Monolog
Skema 6 Konteks Situasi TRGMAA
- Pendeta - Tua Adat - Jemaat/umat - Keluarga (semua dekat keluarga) - BI ragam - BK beku ragam - Lisan hormat - Dialog - Lisan - Monolog - Monolog - Dialog
Berdasarkan skema 6 di atas dapat digambarkan bahwa terjadi suatu proses sosial yang sistematis yang berhubungan dengan aktivitas atau tindakan sosial (medan) dengan melibatkan partisipan dalam mempertukarkan makna melalui saluran bahasa (modus) pada TRGMAA. Dengan skema di atas dapat ditambahkan juga bahwa medan, pelibat, dan modus merupakan komponen dari konteks situasi yang saling berhubungan satu sama lain. Hal ini dapat dipahami karena terjadinya suatu tindakan sosial (medan) pasti akan melibatkan pelibat (tenor) lewat perantara modus tertentu. Meskipun dalam pembahasan selanjutnya ketiga unsur ini dipisahkan, hal tersebut dilakukan hanya untuk mempermudah pembahasannya.
5.1 Medan TRGMAA Medan TRGMAA merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan teks dapat diajukan pertanyaan what is going on. Unsur ini berhubungan dengan transitivitas yang meliputi proses, partisipan, dan sirkumstan. Berdasarkan hasil analisis data maka medan (field) pada TRG adalah sebagai berikut. Aktivitas atau tindakan sosial yang terjadi pada TRG meliputi teks tonih getawom „duduk berunding‟, teks ya lasting „pergi berdiri‟, teks telingbae „nyanyian ritual menumbuk padi‟, teks katai sen „kubur mayat‟, dan teks tabiah gauk „lipat kain‟.
a) Teks tonih getawom „duduk berunding‟ dikategorikan ke dalam proses pragasakda. Frasa
ini
terdiri
atas kata
tonih
“duduk” dan
getawom
“omong/bicara”. Pada aktivitas ini muncul proses eksistensial yang dinyatakan dalam klausa sebagai berikut: 95. nepaela, lamisak ako m’atta (TRG 1, No. 1) nepaela, lamisak ako paman,
m’atta
orang tua/bapak
ada
sakit
Existen
Pr: Existential
Circ: Matter
(paman, orang tua/bapak sedang sakit) Isi pembicaraan pada aktivitas tonih getawom adalah memberikan informasi kepada paman bahwa orang tua sedang sakit. Selanjutnya, sang anak meminta pamannya untuk mempersiapkan semua jenis barang yang menjadi bagian/jatah untuk anak tersebut bilamana orang tuanya meninggal di kemudian hari.
b) Teks ya latsing „pergi berdiri‟ dikategorikan ke dalam aktivitas awal gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada aktivitas ya latsing. 96. kurong almang bai mi me’silang gota (TRG 3, No. 8) Kurong almang bai mi me’silang gota gong dalam gudang kasi turun pukul adat Goal Circ: Loc Pr: Material Cir: Cause (turunkan gong dalam gudang untuk dipukul) 97. lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14) lammi, nepa silang sai kapela midima paman, bapak saya turun tidur di tempat tidur Actor Pr: Material Circ: Loc (paman, bapak saya sudah meninggal)
Pada contoh 96 tampak bahwa pesan dinyatakan dengan menggunakan proses material me’silang „kasi turun/turunkan‟ dan menyertakan unsur partisipan kurong „gong‟ dan unsur sirkumstan yang meyatakan lokasi dan tujuan. Unsur lokasi/tempat direalisasikan oleh frasa almang bai mi “di dalam gudang adat” dan unsur tujuan yang direalisasikan oleh verba gota “pukul”. Secara keseluruhan, isi pesan di atas adalah seorang tua adat memerintahkan anak-anak/pemuda untuk mengambil gong ada di dalam gudang (rumah adat masyarakat ATL) untuk dipukul sebagai tanda bahwa orang tua telah meninggal. Pada contoh 97 tampak bahwa klausa tersebut menggunakan proses material silang “turun tidur” yang menghadirkan unsur partisipan nepa “bapak saya” dan unsur sirkumstan yang menyatakan lokasi/tempat sai kapela midima “di tempat tidur”. Penggunaan proses silang merupakan ungkapan yang lebih sopan yang memiliki makna konotasi meninggal. Secara keseluruhan, teks di atas memberikan suatu informasi kepada paman bahwa telah terjadi suatu peristiwa kematian.
c) Teks telingbai „nyanyian ritual menumbuk padi‟ juga dikategorikan sebagai teks awal dari ritual gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada aktivitas telingbai. 98. eno asare (TRG 1, No. 35) eno asare engkau paksa terus Subj Pred MOOD RESIDU (engkau terus memaksa) 99. mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 50) mat, gal lomung bo kila same taweng simi tasama ba
tetapi Conj: Adj
Dia omong bilang turun-temurun kita tetap baku sayang Subj Pred Comp MOOD RESIDU (tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita tetap saling menyayangi) 100. e lilang dak atoida lilama (TRG 1, No. 52) e lilang dak atoida lilama engkau terbang sudah seperti burung yang terbang pergi Subj Pred Adj: Circ MOOD RESIDU (engkau sudah pergi bagaikan burung yang terbang menghilang) Pada contoh 98, tampak bahwa ungkapan eno asare „engkau terus memaksa‟ memberikan suatu makna penyesalan dari keluarga karena mereka masih membutuhkan nesihat-nasihat dari almarhum, dia (almarhum) tetap bersikeras untuk pergi. Selanjutnya, ungkapan mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba „tetapi,
engkau
mengatakan
bahwa
turun-temurun
kita
tetap
saling
menyayangi‟ pada contoh 99 memberikan makna imbauan kepada keluarga duka atau ungkapan refleksi diri atas nasihat-nasihat yang pernah disampaikan oleh almarhum sebelum meninggal. Pada contoh 100 terlihat bahwa ungkapan lilang e lilang dak atoida lilama „engkau sudah pergi bagaikan burung yang terbang menghilang‟ memberikan makna perpisahan. Ungkapan ini sangat idiomatik karena kata lilang dikonotasikan sebagai meninggal. Hal ini dapat dipahami bahwa seseorang yang meninggal berarti tidak akan kembali sehingga peristiwa kematian diilustrasikan sebagai seekor burung yang terbang menghilang dan tidak akan pernah kembali lagi.
d) Teks katai sen „pemakaman‟ dikategorikan sebagai teks pertengahan atau inti ritual gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada aktivitas katai sen. 101. kebaktian pemakaman ini biarlah jadi dalam nama Bapak, Anak, dan Roh Kudus (TRG 3, No. 45) kebaktian pemakaman ini biarlah jadi dalam nama Bapak, Anak, dan Roh Kudus Carrier
Pr: Intensive
Attribute
Pada tahap ini jenazah sepenuhnya diserahkan kepada pihak gereja untuk didoakan dan selanjutnya akan dikuburkan. Banyak teks yang dimunculkan pada tahap ini karena gereja memiliki tahapan tersendiri dalam hal penggunaan tata ibadah pemakaman (teks tulis). Contoh 101 di atas merupakan salah satu dari sekian banyak teks yang dimunculkan pada peristiwa pemakaman jenazah. Kalusa tersebut di atas direalisasikan oleh proses relasional atributif (intensive), yakni menghubungan partisipan manusia dengan Tuhannya. Secara umum, teks tersebut menyatakan salam kepada Tuhan, yang adalah Tritunggal, yakni Allah Bapak, Anak, dan Rohkudus bahwa ibadat pemakaman jenazah (katei sen) segera dimulai.
e) Teks tabiah gauk (bagi kain) dikategorikan sebagai kegiatan akhir atau penutup dari proses gasakda. Pada kegitan ini muncul proses material yang dinyatakan dalam klausa sebagai berikut.
102. dunme lamita, i suang (TRG 3, No. 194) dunme lamita i anak perempuan, anak laki-laki kalian Actor (anak-anak, kalian datang)
suang datang Pr: Material
Isi pembicaraan pada tabiah gauk adalah membagikan sisa barang antaran kepada keluarga terdekat. Pada contoh di atas tampak bahwa tua adat memanggil keluarga terdekat almarhum untuk berkumpul, lalu membagikan sisa barang antaran. Dalam proses ini, paman akan mendapat prioritas utama. Barang–barang yang harus diberikan ke paman adalah selimut, paha babi, padi, parang, dan sirih pinang. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai suatu tali perikatan pertalian dara antara paman/pohon pelepas dan anak-anak almarhum. Selanjutnya, sisa barang yang lain dibagikan kepada anak perempuan dan keluarga dekat lainnya.
5.2 Pelibat dalam Teks Ritual Gasakda Pelibat pada TRG merujuk kepada hakikat relasi antarpartisipan (pembicara, pendengar), termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat teks dapat diajukan pertanyaan who is taking part; yang mencakup tiga hal, yakni (i) peran agen atau masyarakat, (ii) status sosial, dan (iii) jarak sosial. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan oleh individu atau masyarakat. Selanjutnya, status sosial terkait dengan keadaan atau kedudukan individu dalam masyarakat (sejajar/lebih tinggi/rendah dengan orang lain). Sementara itu, jarak sosial berhubungan dengan tingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya (akrab atau memiliki jarak). Ketiga unsur
ini (peran, status sosial, dan jarak sosial) dapat bersifat sementara atau juga bersifat permanen. Pelibat (tenor) untuk selanjutnya dapat diidentifaksi berdasarkan struktur klausa yang merealisasikan makna interpersonal, yakni mood. Dalam hal ini, peran, status sosial, dan jarak sosial para pelibat dengan sendirinya dapat diketahui bentuk mood yang dipertukarkan antarpelibat. Berikut ini adalah penjelasan mengenai pelibat teks pada proses gasakda berdasarkan aktivitas yang dilakukan.
a) Teks tonih getawom “duduk berunding” Pelibat pada teks tonih getawom terdiri atas dua orang, yakni anak lakilaki sulung almarhum dan pamannya. Berikut ini adalah realisasi klausa pada teks tonih gatawom. 103. natolinga gosuk me’nen (TRG 2, No. 4) natolinga gosuk me’nen saya punya bagian urus kasi saya Subj Pred Circ: Loc MOOD RESIDU (urus/siapkan bagian/jatah untuk saya) 104. you, wou wonau ak gewet (TRG 1, No. 4) you wou waonau ak gewet iya ada tidak ada ini (adalah) dia punya tempat Pol: Adj Adj: Circ Subj Pred Comp RESIDU MOOD RESIDU (iya, ada atau tidak, ini tempatnya) Dari data di atas tampak bahwa kedua pelibat secara aktif mempertukarkan makna. Dari dialog singkat yang terjadi antara anak laki-laki sulung dan paman menunjukkan adanya suatu hubungan keluarga yang harmonis layaknya anak dan bapak. Pada contoh 103, anak laki-laki sulung menggunakan bentuk mood
imperatif yang bermakna seruan dalam menyatakan maksud kedatangannya. Selanjutnya, pada contoh 104 menunjukkan respons atau tanggapan paman dengan merealisasikan mood deklaratif yang bermakna menerima permintaan anak laki-laki itu. Dari kedua contoh tersebut, ditemukan adanya peran yang berbeda antara anak laki-laki dan paman. Anak laki-laki sulung atau yang disulungkan dalam keluarga memiliki tanggungan yang besar ketika orang tuanya meninggal dunia. Oleh karena itu, pada saat orang tuannya menginjak masa tua, sang anak sudah harus mempersiapkan segala bentuk materi. Sementara itu, paman merupakan orang yang berfungsi untuk menyediakan barang-barang yang diminta atau dapat diistilahkan sebagai depot logistik.
b) Teks ya latsing “pergi berdiri” Teks ini merupakan lanjutan dari teks tonih getawow. Pada bagian awal berisi pemberitahuan dari tua adat setelah terjadi gasakda. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dari contoh di bawah ini. 105. kurong almang bai mi me’silang gota (TRG 3, No. 8) kurong almang bai mi me’silang gota gong dalam gudang adat kasi turun pukul Subj Adj: Circ Pred MOOD RESIDU (turunkan gong dalam gudang untuk dipukul)
106. ante ise ya ko’bo gat da pe fal (TRG 1, No. 12) ante ise ya ko’bo gat da pe fal nanti kamu pergi ke pohon pelepas minta babi Adj: Circ Subj Pred Adj: Circ Adj: Circ MOOD RESIDU (nanti kamu pergi ke pohon pelepas untuk meminta babi)
Contoh 105 dan 106 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua orang pelibat dalam teks, yakni tua adat dan anak-anak atau pemuda. Tua adat memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan anak-anak atau pemuda hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif). Kedua klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood imperatif yang bermakna perintah. Hal ini dapat dipahami bahwa tua adat merupakan seorang yang dituakan dalam keluarga dan dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberi petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda. Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh tua adat tidak pernah dibantah atau dilanggar oleh partisipan lain yang berfungsi sebagai pelaksana dalam proses gasakda. Teks yang muncul selanjutnya adalah pelaksanaan instruksi dari tua adat. Teks ini berisi pemberitahuan kepada paman bahwa orang tua telah meninggal. Teks ini hadir untuk menindaklanjuti apa yang telah dibicarakan pada tahapan pra gasakda, yakni teks tonih getawom. Pelibat teks ini lebih dari dua orang (±10 orang). Namun, hanya dua orang yang diperkenankan untuk mempertukarkan makna atau yang terlibat dalam dialog, yakni anak laki-laki sulung almarhum dan pamannya (pelibat aktif), sementara itu pemuda yang lain hanya sebagai partisipan yang boleh hadir, tetapi tidak diperkenankan untuk berbicara (pelibat pasif). Perhatikan contoh berikut ini. 107. lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14) lammi, nepa silang sai kapela midima paman, bapak saya turun tidur di tempat tidur Voc: Adj Subj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU (paman, bapak saya sudah meninggal) 108. na, maunong nok met (TRG 3, No. 17) na maunong nok met jadi, selimut maunong satu ambil Conj: Adj Subj Pred MOOD RESIDU (jadi, ambilkan satu selimut maunong) Kedua contoh di atas direalisasikan oleh mood daklaratif dan imperatif. Penggunaan mood deklaratif pada contoh 107 bertujuan untuk memberikan informasi kepada paman bahwa orang tuanya telah meninggal. Sementara itu, penggunaan mood imperatif pada contoh 108 bermakna seruan untuk meminta barang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dibicarakan sebelumnya pada tahapan tonih getawom. Dengan demikian, dapat ditegaskan kembali bahwa peran anak laki-laki sulung adalah sebagai penanggung jawab dalam keluarga. Sementara itu, peran paman sebagai depot logistik. Barang-barang yang diberikan oleh paman dianggap sebagai utang yang harus dibayar oleh anak laki-laki sulung di kemudian hari.
c) Teks telingbae “menumbuk padi” Pelibat dalam teks telingbae berjumlah antara 10--15 orang (tidak dibatasi jumlahnya). Dalam hal ini, jumlah pelibat disesuaikan dengan jumlah alat-alat yang digunakan dalam menumbuk padi. Berikut ini adalah contoh teks telingbai. 109. Eno sineh bo sine waneh na (TRG 1, No. 36)
Eno
sineh
bo
waneh na
Engkau
anyam
na
sampai selesai dulu
Actor
Pr: Material
Circ: Extent
(jika engkau anyam, maka harus sampai selesai) Contoh 109 di atas direalisasikan oleh mood deklaratif yang memiliki makna penyesalan terhadap kematian/kepergian almarhum karena nasihat yang diberikan baru sebagian dan belum selesai, tetapi dia lebih dahulu pergi (meninggal). Klausa tersebut juga terlihat sangat idiomatik dengan penggunaan kata sineh „anyam‟ tidak menunjukkan tindakan atau aksi yang nyata, tetapi berkonotasi memberikan nasihat. Hal tersebut dapat dipahami sebagai suatu bentuk penghargaan seorang anak terhadap orang tua.
d) Katai sen „kubur mayat‟ Teks ini memiliki jumlah pelibat yang sangat banyak. Pelibat tersebut dapat dibagi menjadi dua unsur, yakni pendeta (pimpinan gereja yang bertugas melayani jemaat) dan jemaat/umat (keluarga duka, masyarakat yang mengikuti proses pemakaman). Dalam proses katai sen “pemakaman” kedua jenis pelibat dapat memerankan peran yang secara bergantian, yakni baik sebagai pembicara maupun pendengar. Namun, dalam bagian tertentu, keduanya secara bersama-sama dapat berperan sebagai pembicara. Berikut ini adalah contoh teks katai sen “pemakaman”. 110. Pendeta: Roh Kudus adalah penuntun hidup kita selamanya (TRG 2, No. 70) Roh Kudus adalah penuntun hidup kita dulu, kini dan selama-lamanya Subj Pred Comp Adj: Circ MOOD RESIDU
111. Jemaat: segala puji adalah bagi nama Bapak, Putra-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus TRG 2, No. 71) segala puji adalah bagi nama Bapak, Putra-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus Subj Pred Comp MOOD RESIDU 112. Pendeta: bagi-Nya adalah kemuliaan sepanjang segala masa (TRG 2, No. 72) Bagi-Nya adalah kemulian sepanjang segala masa Subj Pred Comp MOOD RESIDU 113. Jemaat : Amin amin Subj MOOD 114. Pendeta + Jemaat : aku percaya kepada Allah, Bapak yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi (TRG 1, No. 104) aku percaya kepada Allah, Bapak yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi Subj Pred Comp MOOD RESIDU Dari data di atas tampak bahwa semua makna yang dipertukarkan merealisasikan mood deklaratif karena memberikan pernyataan tentang kebesaran Tuhan dalam ketritunggalnya (trinitas) yang selalu dan senantiasa memimpin dan menuntun umatnya di bumi. Contoh 110--113 di atas merupakan serangkaian dialog yang dilakukan di antara pelibat (pendeta dan jemaat) dalam mempertukarkan makna dengan saling berbalasan. Pada contoh 114, kedua pelibat secara bersama-sama mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli yang merupakan janji/ikrar atau komitmen orang Kristen pada setiap waktu dan tempat sebagai pengikut Kristus. Dengan demikian terlihat jelas bahwa pendeta sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar keselamatan (Injil) kepada umatnya sehingga mereka tidak saja mengenal Allah sebagai Tuhan dan juru selamat, tetapi juga dapat melakukan semua perbuatan yang baik di mata
Tuhan dan sesama manusia. Selanjutnya, peran jemaat yang ditampilkan dalam dialog di atas menunjukkan bahwa mereka percaya akan kebenaran Firman (ya dan amin) dan hanya Allah (trinitas) yang layak untuk dipuji dan dimuliakan selama-lamanya.
e) Teks tabiah gauk “lipat kain” Teks ini berisi pemberitahuan kepada anak laki-laki dan perempuan atau keluarga terdekat untuk berkumpul, lalu membagikan barang-barang yang tersisa, baik makanan (daging babi + padi/beras) maupun selimut atau kain. Berikut ini adalah contoh teks tabiah gauk. 115. o…era apa gauk (TRG 1, No. 184) o, era apa gauk o, engkau ini lipat Cont: Adj Subj Comp Pred MOOD RESIDU (o..engkau lipat ini) 116. i suang si ko’bo me mah me epaela gatda (TRG 3, No. 196) i suang si ko’bo me’mah me epaela gatda kalian datang ko pergi bawah ko’boh kasi ke paman Subj Pred Adj: Circ MOOD RESIDU (kalian datang untuk antarkan ko’boh/bagian ke paman) 117. t e, nal mesuaen te nal me sua en setelah itu saya kasi pulang ke bapak Conj: Adj Subj Pred Comp MOOD RESIDU (setelah itu, saya mengembalikan kepada bapak )
Contoh 115 dan 116 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa orang pelibat dalam teks tabiah gauk, yakni tua adat, anak laki-laki sulung atau keluarga terdekat. Tua adat memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan
keluarga terdekat lainnya hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif). Kedua klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood imperatif yang bermakna perintah. Pada contoh 117, juga terdapat beberapa orang pelibat, yakni anak laki-laki sulung, paman, dan beberapa orang pemuda. Anak laki-laki sulung dan paman merupakan pelibat aktif, sedangkan pelibat lainnya hanya sebagai pendengar (pelibat pasif). Klausa tersebut direalisasikan oleh mood deklaratif untuk memberikan pernyataan kepada paman bahwa dia (anak laki-laki) akan segera melunasi utangnya. Berdasarkan semua penjelasan mengenai unsur-unsur pelibat (tenor) pada TRG, maka dapat dipertegas kembali bahwa peranan anak laki-laki sulung, paman, dan tua adat dalam TRG bersifat permanen karena selalu terlibat dalam setiap teks mulai dari tahap pra gasakda, awal, tengah, dan akhir. Sementara itu, peranan pendeta bersifat sementara.
5.3 Modus atau Sarana (Mode) dalam Teks Ritual Gasakda Sarana pada TRG merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah bahasa lisan atau tulisan. TRG merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Untuk melihat derajat interaksi yang paling banyak digunakan pada proses gasakda maka dapat dihubungkan dengan interaksi yang direalisasikan oleh tema tekstual. Dalam tema tekstual tampak bahwa unsur konjungsi lebih banyak digunakan dalam TRG dibandingkan dengan unsur kontinuitas karena penggunaan teks tulis lebih
dominan dari pada teks lisan. Penggunaan tema tekstual dalam klausa oleh pelibat dalam memberikan instruksi atau arahan merupakan akumulasi dari informasi yang telah disampaikan sebelumnya. Selanjutnya, unsur yang perlu diperhatikan dalam modus atau sarana adalah analisis peran bahasa. Hal ini menyangkut kedudukan bahasa dalam aktivitas sosial. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa peran bahasa dalam TRG bersifat wajib. Setiap teks yang dimunculkan selalu menggunakan bahasa, baik bahasa Kamang (BK) maupun bahasa Indonesia. Berdasarkan tipe interaksi dari setiap teks diketahui bahwa teks TRG dapat terjadi secara monologis dan dialogis. Kedua tipe interaksi ini bisa terjadi dalam teks yang berbeda atau terjadi dalam satu teks. Apabila dilihat dari perasaan teks secara keseluruhan, maka modus retoris TRG bersifat instruktif dan persuasif. Modus retoris yang bersifat instruktif selalu digunakan di dalam teks tonih getawom, ya latsing, dan teks tabiah gauk. Sementara modus retoris yang bersifat persuasif tampak dalam teks telingbai dan katai sen.
BAB VI STRUKTUR BUDAYA (GENRE) TRGMAA
6.1 Struktur Budaya Umum Gasakda Struktur budaya dalam istilah LFS disebut sebagai struktur genre yang merupakan suatu langkah proses sosial yang berorientasi pada tujuan. Apabila dihubungkan dengan TRG, struktur budaya atau genre merupakan tahapantahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat Alor khususnya Alor Timur Laut (ATL), dalam konteks budaya yang berupa kesepakatan dalam keluarga menyangkut urutan atau tahapan-tahapan prosesi sampai pada tujuan akhir yakni proses penguburan. Tahapan prosesi tersebut merupakan rentetan aktivitas yang disepakati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti tradisi keluarga dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat ATL. Dengan demikian, tampak jelas bahwa tujuan dan maksud TRG dapat diketahu dari genre atau struktur TRG. Analisis genre TRG tidak dapat dipisahkan dengan variabel register atau konteks situasi (medan, pelibat, dan modus/sarana) karena tidak hanya berorientasi pada tujuan menggunakan bahasa, tetapi juga tahapan-tahapan yang secara struktur sudah ada dalam teks. Berikut ini disajikan struktur atau penahapan yang dilakukan pada prosesi gasakda masyarakat adat Alor.
1
2
tonih getawom
ya latsing
3 telingbai
4 katai sen
5 tabiah gauk
Skema 7 Struktur Budaya/genre Umum TRGMAA
Skema di atas menunjukkan penahapan prosesi gasakda yang diawali dengan teks tonih getawom, ya lasting, telingbai, katai sen, dan tabiah gauk. Kelima tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Tahapan tonih getawom “duduk berbicara” Tahapan ini merupakan pertemuan awal antara anak laki-laki sulung atau yang menggantikan posisi anak laki-laki sulung (bilamana almarhum tidak memiliki anak laki-laki) dan pamannya atau yang menggantikan posisi paman (keluarga istri almarhum). Tahap yang pertama ini bertujuan untuk menginformasikan kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit berat. Selanjutnya, paman diminta untuk mempersiapkan barang-barang, seperti selimut (kain adat), babi, dan padi. Barang-barang tersebut akan diambil ke rumah paman bilamana orang tuanya meninggal.
2. Tahapan ya lasting „pergi berdiri‟ Tahapan ini merupakan tahap permintaan barang yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung kepada pamannya pada saat orang tuannya meninggal. Tahapan ini sebagai tindak lanjut dari apa yang telah dibicarakan sebelumnya pada tahap tonih getawom. Pada tahap ini, anak laki-laki sulung dan beberapa
pemuda dalam keluarga terdekat/terkait yang berjumlah ± sepuluh orang pergi ke rumah paman. Mereka mengenakan pakaian adat beserta atribut kelengkapan adat serta membawa gong pusaka satu stel (yang lengkap). Atribut kelengkapan adat yang dipakai, yaitu (1) kain merah dan bulu ayam yang diikat di kepala; (2) ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah; dan (3) tempat sirih. Pakaian adat melambangkan status sosial. Kain merah sebagai simbol keberanian dan bulu ayam sebagai simbol penanggung jawab utama. Ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah melambangkan pertahanan atau perlindungan diri, sedangkan tempat sirih almarhum sebagai pengganti diri almarhum. Setelah mereka sampai di tempat kediaman paman, rombongan ini dalam posisi berdiri berjejer di depan pintu rumah paman. Barang-barang yang diminta adalah selimut yang akan digunakan untuk membungkus jenazah serta babi dan padi yang akan diolah menjadi makanan untuk melayani keluarga yang melayat.
3. Tahapan telingbai „nyanyian ritual menumbuk padi‟ Aktivitas menumbuk padi selalu disertai dengan nyanyian-nyanyian ritual. Secara praktis, tujuan kegiatan ini adalah untuk menghasilkan beras atau menyediakan bahan makanan yang akan dikonsumsi bersama. Alat yang dipakai dalam menumbuk padi, yakni (1) lesung (lumpang yang terbuat dari kayu dan bentuknya panjang) dan (2) alu/antan (alat untuk menumbuk padi yang terbuat dari kayu). Kegiatan ini biasanya dilakukan pada malam hari. Namun, bilamana persediaan beras untuk pesta kematian tidak mencukupi,
kegiatan menumbuk padi ini bisa dilaksanakan dari malam sampai siang hari. Kegiatan ini dilakukan oleh banyak orang (tidak dibatasi) dan tergantung pada ketersediaan alat, yakni alu/antan dan lesung. Adapun tujuan kegiatan ini tidak bersifat material, tetapi juga dalam aktivitas tersebut juga terdapat pesan-pesan moral dalam setiap nyanyian yang dilantunkan, baik pesan kepada almarhum maupun kepada keluarga yang ditinggalkannya.
4. Tahapan katai sen „kubur mayat‟ Tahapan katai sen, yaitu tahapan penguburan jenazah. Waktu dan tempat penguburan ditetapkan oleh keluarga duka. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa pada setiap TRG, tempat/lokasi penguburan terletak di sekitar pekarangan rumah almarhum. Pada tahap ini, pihak keluarga akan menyerahkan jenazah kepada pihak gereja untuk selanjutnya didoakan berdasarkan tata cara kebaktian (tata ibadat pemakaman). Dalam hal ini, tata ibadat pemakaman sudah ada dalam bentuk teks tulis yang selanjutnya dibahasakan kembali oleh Pendeta dan jemaat/umat pada saat berlangsungnya prosesi pemakaman. Tujuan proses ini adalah untuk mendoakan almarhum supaya mendapat tempat di sisi Tuhan dan memeroleh kebahagiaan abadi di surga kelak yang berhubungan dengan konsep iman Kristiani. Tujuan lain proses ini adalah untuk memberikan penghiburan dan penguatan kepada keluarga
yang ditinggalkan agar mereka tetap tegar dan dengan ikhlas
menerima peristiwa duka dengan dasar iman yang teguh bahwa Tuhan mempunyai rencana yang indah di balik peristiwa tersebut. Proses pemakaman
dihadiri oleh semua keluarga dan kerabat dengan maksud untuk
melihat
almarhum untuk yang terakhir kalinya.
5. Tahapan tabiah gauk „lipat kain‟ Tabiah gauk merupakan aktivitas akhir dari prosesi ritual gasakda. Pada tahap ini, tua adat menganjurkan anak laki-laki sulung atau yang berstatus anak laki-laki dalam keluarga dan anak perempuan atau yang berstatus anak perempuan dalam keluarga supaya berkumpul di salah satu rumah yang telah ditentukan untuk membagi barang-barang yang masih tersisa. Barang-barang tersebut meliputi selimut, kain biasa, padi/beras, dan daging babi. Hal yang pertama dilihat adalah bagian yang akan diberikan untuk paman (ko’bo). Barang-barang tersebut adalah (1) selimut yang nilainya hampir sama dengan yang diberikan paman kepada anak laki-laki sulung untuk membungkus jenazah, (2) satu paha babi (dilihat paha babi dari babi yang paling besar), (3) padi satu bakul besar, (4) satu buah parang, (4) sirih pinang, kapur, dan tembakau secukupnya. Pemberian barang-barang tersebut memiliki arti sebagai hubungan ikatan darah antara paman dan anak-anak almarhum sehingga mereka selalu saling menjaga dan tidak saling melupakan. Sisanya diatur dengan cara dibagikan kepada anak, baik laki-laki maupun perempuan, serta seluruh keluarga dekat yang ada sesuai dengan norma adat.
6.2 Struktur Generik Spesifik TRGMAA Pada bagian ini dikaji aspek bahasa secara menyeluruh untuk melihat sejauh mana bahasa itu berfungsi dalam konteks penggunaannya. Pada sub bab 6.1 telah dijelaskan secara terperinci mengenai setiap tahapan yang dilalui ketika terjadi gasakda. Seluruh rangkaian dan tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks yang terdiri atas tonih getawom, ya latsing, telingbae, katai sen, dan tabih gauk yang setiap teks memiliki struktur teks tersendiri. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi satu kesatuan utuh, maka terbentuklah teks ritual gasakda (TRG) secara lengkap yang juga memiliki struktur tersendiri. Secara umum, struktur TRG meliputi empat unsur, yakni (1) bagian prapendahuluan, (2) bagian pendahuluan, (3) bagian isi atau inti, dan (4) bagian penutup. Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa analisis genre TRG tidak dapat dipisahkan dengan variabel register atau konteks situasi (medan, pelibat, dan modus/sarana). Hal ini disebabkan oleh ketiga variabel register inilah yang dapat digunakan untuk menganalisis jenis-jenis prakiraan struktur teks, yakni prakiraan mengenai: 1. unsur-unsur apa yang harus muncul 2. unsur-unsur apa yang dapat muncul 3. di mana unsur-unsur itu harus muncul 4. di mana unsur-unsur itu dapat muncul 5. berapa sering unsur-unsur itu dapat muncul
Dengan demikian, tampak jelas bahwa variabel register dapat memprediksi unsur-unsur yang bersifat wajib, pilihan, dan pengulangan. Berikut disajikan struktur budaya/genre
pada TRGMAA. 6.2.1 Struktur Genre TRG I
Bagian Prapendahuluan
Bagian Pendahuluan
Anak laki-laki sulung: 1-3. Pernyataan tentang keadaan orang tua //nepa ela, lamisak ako ma’tta//gasilang di’ma dang// na sue a’tau si// Paman: 4-5. pernyataan menerima permintaan //you, wou wonau ak gewet//lousi, sue// Tua adat: 6-9. seruan memukul gong 10. pernyataan terjadinya kematian 11. seruan untuk memakai pakaian adat 12-13. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman Anak laki-laki sulung: 14. pernyataan tentang kematian 15-18. pernyataan meminta barang Paman: 19-23. pernyataan sepakat atas proses 24. seruan untuk mempersilahkan duduk 25-27. pernyataan untuk mencari barang 28. pernyataan untuk menyanggupi permintaan 29. pernyataan untuk mempersilakan masuk 30-31. seruan untuk makan sirih pinang Anak laki-laki sulung: 32. pernyataan untuk pamit Paman: 33. pernyataan mengambil barang Anak laki-laki sulung: 34. pernyataan untuk pamit Rombongan: 35-36. pernyataan penyesalan akan kematian 37-50. pernyataan akan pesan dan kesan kepada almarhum 51-55. pernyataan perpisahan
Bagian Isi
Pendeta dan jemaat/umat: 56-60. panggilan beribadah 61-65. menyampaikan votum dan salam 66-71. membacakan nats pembimbing 72-102. menyampaikan berita penghiburan 103-128. menyampaikan doa pemberitaan Firman 129-141. membacakan Firman Tuhan 142-181. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan 182-210. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli 211-221. menyampaikan Doa Syafaat 222-224. memberikan berkat 225-254. penyerahan dan penguburan jenazah
Bagian Penutup
Tua adat: 255. pernyataan penyerahan kain 256-261. seruan untuk makan sirih pinang 262-266. seruan lipat kain
Skema 8 Struktur Genre TRG I
6.2.2 Struktur Generik TRG II Anak laki-laki sulung: 1-3. pernyataan tentang keadaan orang tua //nepa puk marita ako//na, painsan ok ya
gasakdang na// nalsua atda// Bagian Prapendahuluan
4. seruan mempersiapkan barang //natolinga gosuk me’nen// Paman: 5. pernyataan menerima permintaan //you na, ante alsue//
Tuah adat: 6-9. seruan memukul gong 10. pernyataan terjadinya kematian 11. seruan untuk memakai pakaian adat 12-13. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman Anak laki-laki sulung: 14-15. pernyataan tentang kematian 16-18. pernyataan meminta barang
bagian pendahuluan
Bagian Isi
Bagian Penutup
Paman: 19. pernyataan sepakat atas proses 20. seruan untuk mempersilakan duduk 21. pernyataan untuk mencari barang Rombongan: 22-23. pernyataan penyesalan akan kematian 24-37. pernyataan tentang kesan baik almarhum 38-42. pernyataan perpisahan
Pendeta dan jemaat/umat: 43-62. panggilan beribadah 63-75. menyampaikan votum dan salam 76-83. membacakan nats pembimbing 84-98. menyatakan pengakuan dosa 99-119. meyampaikan berita penghiburan 120-141. menyampaikan doa pemberitaan Firman 142-191. membacakan Firman Tuhan 192-226. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan 227-261. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli 262-283. menyampaikan Doa Syafaat 284. memberikan berkat 285-299. penyerahan dan penguburan jenazah
Tua adat: 300. seruan untuk berkumpul 301-310. seruan untuk lipat kain
Skema 9 Struktur Genre TRG II
6.2.3 Struktur Generik TRG III
Bagian Prapendahuluan
Anak laki-laki sulung: 1-3. pernyataan tentang keadaan orang tua // nepa su marita ako//na gasakdang bo//nasue atda// Paman: 4-7. pernyataan menerima permintaan //kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang
bo//ibinamet met’te//i wal suang bo//nal itolinga me’en
Bagian Pendahuluan
Bagian Isi
Bagian Penutup
Tua adat: 8-11. seruan memukul gong 12. pernyataan terjadinya kematian 13. seruan untuk memakai pakaian adat 14-15. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman Anak laki-laki sulung: 16. pernyataan terjadinya kematian 17-20. pernyataan meminta barang Paman: 21. pernyataan sepakat atas proses 22. seruan untuk mempersilakan duduk Rombongan: 23-24. pernyataan penyesalan akan kematian 25-38. pernyataan tentang kesan baik almarhum 39-43. pernyataan perpisahan
Pendeta dan jemaat/umat: 44-60. panggilan beribadah 61-65. menyampaikan votum dan salam 66-78. membacakan nats pembimbing 79-99. menyampaikan berita penghiburan 100-123. menyampaikan doa pemberitaan Firman 124-156. membacakan Firman Tuhan 157-219. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan 220-247. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli 248-261. menyampaikan Doa Syafaat 262-266. memberikan berkat 267-302. penyerahan dan penguburan jenazah
Tua adat: 303. seruan berkumpul 304-307. seruan untuk lipat kain
Skema 10 Struktur Genre TRG III
Berdasarkan skema genre TRG I, II, dan III di atas dapat ditegaskan bahwa
TRGMAA memiliki struktur yang meliputi empat bagian, yakni: bagian pra-
pendahuluan, pendahuluan, isi, dan penutup. Berikut ini adalah penjelasan setiap struktur TRGMAA.
6.1.1.1 Bagian Prapendahuluan TRGMAA Nomor 1--5 pada TRG I, nomor 1--5 pada TRG II, dan nomor 1--7 pada TRG III merupakan unsur lingual yang dimunculkan pada bagian prapendahuluan. Pada bagian ini anak laki-laki sulung memberikan informasi kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit. Selanjutnya, sang anak akan secara implisit meminta pamannya untuk mempersiapkan semua jenis barang yang menjadi bagian/jatah untuk anak tersebut bilamana orang tuanya meninggal di kemudian hari. Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12 Unsur Struktur pada Bagian Prapendahuluan TRGMAA
TRG I
Unsur teks
TRG II
TRG III
W
PL
PG
W
PL
PG
W
PL
PG
Pernyataan tentang keadaan orang tua
3
-
-
3
-
-
3
-
-
Seruan mempersiapkan barang
-
-
-
-
1
-
-
-
-
Pernyataan menyanggupi permintaan
2
-
-
1
-
-
4
-
-
Jumlah
5
-
-
4
1
-
7
-
-
Pada bagian prapendahuluan ditemukan bahwa dari tiga unsur teks yang ada dalam TRG, terdapat dua prakiraan unsur yang sifatnya wajib (W) hadir/muncul dalam teks. Prakiraan unsur yang wajib tersebut masing-masing terealisasi dalam
TRG I sebanyak lima klausa, TRG sebanyak empat klausa, dan pada TRG III sebanyak tujuh klausa. Ada satu unsur teks yang sifatnya pilihan (PL). Unsur lingual seruan mempersiapkan barang dikatakan sebagai unsur pilihan (PL) karena unsur ini hanya digunakan pada TRG dan tidak untuk kedua teks yang lain. Selain itu, seruan untuk mempersiapkan barang jarang dinyatakan secara langsung karena telah menjadi kesepakatan atau kesepahaman bersama di antara pelibat. Kehadiran anak laki-laki untuk memberikan informasi tentang keadaan orang tuanya kepada paman sudah dapat dipahami bahwa pamanlah yang akan mempersiapkan apa yang menjadi bagian dari anak laki-laki ketika terjadi kematian pada orang tuannya di kemudian hari. Selanjutnya dapat ditambahkan bahwa tidak ada unsur pengulangan (PG) yang digunakan pada tahapan prapendahuluan TRG. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian prapendahuluan meliputi pernyataan tentang keadaan orang tua ^ pernyataan menyanggupi permintaan.
6.1.1.2 Bagian Pendahuluan TRGMAA Unsur lingual yang dimunculkan pada bagian pendahuluan TRG I adalah nomor 6--55, TRG II (6--42), dan TRG III (8--43). Bagian ini diawali dengan seruan tua adat untuk mengambil gong yang ada di dalam gudang (rumah adat masyarakat ATL) dan dibunyikan sebagai tanda bahwa orang tua telah meninggal. Selanjutnya anak laki-laki sulung bersama rombongan diperintahkan untuk meminta jatah atau bagian ke rumah paman. Teks selanjutnya adalah telingbai
“menumbuk padi”. Aktivitas ini selalu disertai dengan nyanyian-nyanyian ritual, yakni lagu sineh waneh na, kolona, atoida lilama, dan you nare sei nare. Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13 Unsur Struktur pada Bagian Pendahuluan TRGMAA
TRG I
Unsur teks
TRG II
TRG III
W
PL
PG
W
PL
PG
W
PL
PG
Seruan memukul gong
4
-
-
4
-
-
4
-
-
Pernyataan terjadinya kematian
1
-
-
1
-
-
1
-
-
Seruan untuk memakai pakaian adat
1
-
-
1
-
-
1
-
-
Seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman
2
-
-
2
-
-
2
-
-
Pernyataan tentang kematian
1
-
-
1
-
-
1
-
-
Pernyataan meminta barang
4
-
-
3
-
-
4
-
-
Pernyataan sepakat akan proses
1
-
-
1
-
-
1
-
-
Seruan untuk mempersilakan duduk
1
-
-
1
-
-
1
-
-
3
-
-
1
-
-
-
-
Pernyataan untuk mencari barang Pernyataan untuk menyanggupi permintaan
-
1
-
-
-
-
-
-
-
Pernyataan untuk mempersilakan masuk
-
1
-
-
-
-
-
-
-
Seruan untuk makan sirih pinang
-
1
-
-
-
-
-
-
-
Pernyataan untuk pamit
-
1
-
-
-
-
-
-
-
Pernyataan untuk mengambil barang
-
1
-
-
-
-
-
-
-
Pernyataan untuk pamit
-
-
1
-
-
-
-
-
-
Pernyataan penyesalan akan kematian
2
-
-
2
-
-
2
-
-
Pernyataan akan pesan dan kesan kepada almarhum Pernyataan perpisahan dengan almarhum
14
-
-
14
-
-
14
-
-
5
-
-
5
-
-
5
-
-
Jumlah 36
8
1
35
1
-
36
-
-
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa unsur struktur pada bagian pendahuluan TRG menghadirkan delapan belas unsur teks. Dari unsur-unsur teks tersebut ditemukan bahwa pada TRG I terdapat 36 unsur klausa sifatnya wajib hadir (W), 8 unsur klausa yang sifatnya pilihan (PL), dan 1 unsur klausa yang merupakan unsur pengulangan (PG). TRG II memiliki 35 unsur klausa wajib (W), 1 unsur pilihan (PL), dan tidak menghadirkan unsur pengulangan (PG). Selanjutnya, TRG III dapat menghadirkan 36 unsur klausa yang sifatnya wajib hadir (W) sementara unsur pilihan (PL) dan pengulangan (PG) tidak dihadirkan dalam klausa. Unsur
teks
pernyataan
untuk
mencari
barang,
pernyataan
untuk
menyanggupi permintaan, pernyataan untuk mempersilakan masuk, seruan untuk makan sirih pinang, pernyataan untuk pamit, dan pernyataan untuk mengambil barang dikategorikan sebagai unsur yang sifatnya pilihan atau opsional karena kehadiran unsur-unsur tersebut hanya pada salah satu TRG dan tidak dihadirkan pada TRG yang lain. Adanya perbedaan unsur teks dalam setiap TRG mengindikasikan bahwa terdapat variasi bahasa pada setiap pelibat dalam menciptakan teks. Faktor-faktor situasional yang memengaruhi kebervariasian dalam unsur teks adalah
tingkatan usia dan pendidikan setiap pelibat yang
berbeda-beda ketika menciptakan teks. Unsur teks pernyataan untuk pamit merupakan unsur pengulangan (PG) terjadi pada TRG I. Unsur ini muncul sebanyak dua kali karena dianggap sebagai pernyataan penutup (closing statement) untuk mengakhiri percakapan. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian pendahuluan meliputi seruan memukul gong ^ pernyataan terjadinya kematian ^
seruan untuk memakai pakaian adat ^ seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman ^ pernyataan tentang kematian ^ pernyataan meminta barang ^ pernyataan sepakat akan proses ^ seruan untuk mempersilakan duduk ^ pernyataan penyesalan akan kematian ^ pernyataan akan pesan dan kesan kepada almarhum ^ pernyataan perpisahan dengan almarhum.
6.1.1.3 Bagian Inti TRGMAA Nomor 56--254 pada TRG I, nomor 43--299 pada TRG II, dan nomor 44-302 pada TRG III merupakan unsur lingual yang dimunculkan pada bagian inti TRGMAA. Pada bagian ini jenazah sepenuhnya diserahkan kepada pihak gereja untuk didoakan dan selanjutnya akan dimakamkan. Ibadat pemakaman ini dipimpin oleh seorang pendeta dengan mengikuti tata ibadah pemakaman tertulis yang dikeluarkan oleh sinode Gmit. Secara organisasi, sinode Gmit merupakan badan pengurus tertinggi gereja-gereja di Indonesia. Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 14 Unsur Struktur pada Bagian Inti TRGMAA
TRG I W PL PG 5 -
TRG II W PL PG 20 -
TRG III W PL PG 17 -
Menyampaikan votum dan salam
5
-
-
13
-
-
5
-
-
Membacakan nats pembimbing
6
-
-
8
-
-
13
-
-
Menyampaikan berita penghiburan
31
-
-
21
-
-
21
-
-
Menyampaikan doa pemberitaan Firman Membacakan Firman Tuhan
26
-
-
22
-
-
24
-
-
26
-
-
50
-
-
33
-
-
Unsur teks Panggilan beribadah
Berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan Menyatakan pengakuan iman rasuli
40
-
-
35
-
-
63
-
-
29
-
-
35
-
-
28
-
-
Menyampaikan doa syafaat
11
-
-
22
-
-
14
-
-
Memberikan berkat
3
-
-
2
-
-
5
-
-
Penyerahan dan penguburan jenazah
30
-
-
15
-
-
36
-
-
Jumlah 212
-
-
243
-
-
259
-
-
Berdasarkan tabel 9 di atas ditemukan bahwa unsur struktur pada bagian inti TRG menghadirkan sebelas unsur teks. Kesebelas unsur teks tersebut merupakan unsur lingual yang sifatnya wajib hadir (W). Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa tidak ada unsur pilihan (PL) dan unsur pengulangan (PG) dalam unsur teks inti. Hal tersebut dapat dipahami bahwa unsur teks katai sen (pemakaman) merupakan unsur teks tulis dengan ragam beku. Adapun terdapat variasi dalam hal jumlah klausa yang terealisasi pada TRG I, II, dan III disebabkan oleh perbedaan dalam pilihan lagu dalam kidung jemaat (KJ), pilihan bacaan Alkitab, dan doa serta khotbah dari setiap pelibat yang berbeda-beda. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian inti meliputi panggilan beribadah ^ menyampaikan votum dan salam ^ membacakan nats pembimbing ^ menyampaikan berita penghiburan ^ menyampaikan doa pemberitaan firman ^ membacakan firman Tuhan ^ berkhotbah/menyampaikan firman Tuhan ^ menyatakan pengakuan iman rasuli ^ menyampaikan doa syafaat ^ memberikan berkat ^ penyerahan dan penguburan jenazah.
6.1.1.4 Bagian Penutup TRGMAA Unsur lingual yang dimunculkan pada bagian penutup TRG I adalah nomor 255--266, TRG II (No.300--310), dan TRG III (No. 303--307). Pada bagian ini tua adat memimpin jalannya proses pembagian sisa barang antaran kepada keluarga terdekat almarhum. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai suatu perikatan pertalian darah antara paman/pohon pelepas dan anak-anak almarhum dan paman akan mendapat prioritas utama. Barang–barang yang harus diberikan kepada paman adalah selimut, paha babi, padi, parang, dan sirih pinang. Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 15 Unsur Struktur pada Bagian Penutup TRGMAA
TRG I
Unsur teks
TRG II
TRG III
W
PL
PG
W
PL
PG
W
PL
PG
Seruan untuk berkumpul
-
-
-
-
1
-
-
1
-
Pernyataan penyerahan kain
-
1
-
-
-
-
-
-
-
Seruan untuk makan sirih pinang
-
6
-
-
-
-
-
-
-
Seruan lipat kain
5
-
-
10
-
-
4
-
-
5
7
-
10
1
-
4
1
-
Jumlah
Pada bagian penutup ditemukan bahwa dari empat unsur teks yang ada dalam TRG, terdapat satu prakiraan unsur yang sifatnya wajib (W) hadir/muncul dalam teks dan tiga unsur pilihan (PL), sementara unsur pengulangan (PG) tidak dihadirkan dalam teks. Prakiraan unsur yang wajib tersebut masing-masing
terealisasi dalam TRG I sebanyak lima klausa, TRG sebanyak sepuluh klausa, dan pada TRG III sebanyak empat klausa. Unsur lingual seruan untuk berkumpul, pernyataan penyerahan kain, dan seruan untuk makan sirih pinang dikatakan sebagai unsur pilihan (PL) atau bersifat opsional karena unsur ini hanya digunakan pada sebagian TRG dan tidak pada ketiga teks yang menjadi korpus data. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian penutup adalah seruan lipat kain.
6.2 Tekstur Teks Sifat teks yang paling utama adalah kesatuan bentuk dan makna. Kesatuan bentuk pada teks tampak pada strukturnya, yakni memiliki bagian-bagian seperti pendahuluan, isi, dan penutup. Meskipun secara kuantitas tidak sama, ketiga bagian tersebut tetap merupakan sebuah kesinambungan struktural yang membentuk adanya kesatuan sebuah genre. Jadi, kesatuan struktur merupakan cara untuk mengekspresikan tekstur atau makna. Teks ritual gasakda adalah jenis teks yang berstruktur dan memiliki kesinambungan makna/tekstur. Hal dapat dipahami karena TRG memiliki struktur genre, yakni pendahuluan, isi dan, penutup serta terdapat kesinambungan makna antara tahapan yang satu dan yang lain sebagai bagian dari sebuah teks yang utuh, yakni teks ritual gasakda. Keterkaitan tahapan yang satu dengan yang lainnya dapat ditentukan berdasarkan penggunaan konjugasi dan kontinuatif dalam teks. Data berikut ini menunjukkan adanya tekstur dalam TRG.
118. //kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo//ibinamet met’te// i wal suang bo// nal itolinga me’en// //baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal//pakailah pakaian adat dulu//kamu ke sini lagi//saya memberikan kamu bagian atau jatahmu// 119. //sisak gasakdang tano// na i sue yah tal ibinamet// ante ya ko’bo gatda pe fal a sut// //orang tua kami sudah meninggal//Jadi, kalian datang// pergi pakai pakaian adat// Setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi padi//
Data 118 di atas menunjukkan bahwa terjadi dialog antara anak laki-laki sulung dan paman yang pada intinya sang anak menginformasikan kepada pamannya bahwa ayahnya sedang sakit dan seandainya ayahnya meninggal di kemudian hari, maka paman harus menyiapkan jatahnya. Selanjutnya penggunaan keterangan kontinuitif (continuity adjunct) kang na „baiklah‟ merupakan cara partisipan untuk menghubungkan pembicaraan atau proses yang sudah terjadi sebelumnya. Sementara itu, penggunaan konjungsi na „jadi‟ dan ante „setelah itu‟ pada contoh 119 merupakan cara untuk merangkai hubungan logika dalam teks. Dengan demikian, dapat dipertegas bahwa data di atas secara kasatmata menunjukkan penggunaan tekstur dalam klausa. Namun, pengertian tekstur tidak hanya terbatas pada pertalian makna antarklausa tetapi dapat terjadi antara unit bahasa di atas klausa atau kalimat. Adanya tekstur pada bagian tonih getawom, ya latsing, telingbae, katai sen, dan tabiah gauk ditandai oleh adanya hubungan yang mengacu pada suatu kegiatan atau aktivitas yang berbeda, tetapi semuanya mengacu pada makna yang sama, yakni gasakda (kematian). Keterkaitan makna antartahapan yang satu dan tahapan yang lainnya dalam TRG inilah yang dinamakan tekstur teks.
BAB VII IDEOLOGI TRGMAA
Istilah ideologi secara deskriptif dapat dipahami sebagai sistem berpikir, kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik. Ideologi yang berkaitan dengan studi bahasa khususnya analisis teks dimaksudkan untuk mengutarakan pandangan-pandangan secara teoretis yang berkaitan dengan sejauh mana makna atau ide-ide disampaikan untuk memengaruhi konsepsi dan aktivitas individu atau kelompok atau dengan kata lain mengarahkan suatu tindakan menjadi bermakna. Analisis ideologi sangat erat berkaitan dengan bahasa karena bahasa merupakan medium dasar makna (pemaknaan) yang cenderung mempertahankan relasi dominasi. Pada intinya membicarakan sebuah bahasa berarti sebuah cara untuk bertindak. Berdasarkan konsep di atas diketahui bahwa teori ideologi dan studi bahasa sangat erat kaitannya karena ideologi atau ide-ide secara simbolik berhubungan dengan ciri atau makna bahasa. Dengan demikian, untuk memahami ideologi dibutuhkan pendekatan yang menyatu dengan sifat analisis bahasa. Dalam teori LFS, ideologi merupakan abstraksi yang paling tinggi
dari
konteks sosial dan konteks budaya (genre). Dengan demikian, ideologi TRGMAA dapat diidentifikasi berdasarkan konteks situasi dan konteks budaya (genre).
7.1 Ideologi pada Konteks Situasi 7.1.1 Ideologi pada Medan Teks Ideologi pada medan teks direalisasikan oleh makna ideasional yang merujuk aktivitas sosial yang sedang terjadi (proses), siapa yang melakukan, kepada siapa sesuatu itu dilakukan (partisipan), dan dengan cara yang bagaimana, di mana, dan kapan terjadinya peristiwa tersebut (sirkumstan).
Keseluruhan hal tersebut
mencerminkan ideologi tertentu yang diyakini oleh masyarakat ATL secara umum. Berikut ini adalah data yang mencerminkan ideologi pada medan teks. 120. Anak laki-laki: //nepa su marita ako//na gasakdang bo//nasue atda// //bapak saya ada sakit berat//jadi, kalau sudah meninggal//saya datang ke sini// Paman: //kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo// ibinamet met’te// i wal suang bo//nal itolinga me’en// //baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal/pakai pakaian adat dulu//kamu ke sini lagi//saya memberikan kamu bagian atau jatahmu// 121. //sisak gasakdang tano//na i sue yah tal ibinamet//ante ya ko’bo gatda pe fal//a sut// //kita punya orang tua sudah meninggal//jadi, kalian pergi pakai pakaian adat//setelah itu, pergi ke paman untuk ikat babi dan padi//
122. //Lammi, nepa silang sai kapela midima//ge maunong met//ge pebai fal// ye a sai sut//ak na suama// //Paman, bapak saya sudah turun tidur di tempat tidur//ambil dia punya selimut maunong//ikat dia punya babi besar//sendok dia punya padi lumbung//itu yang saya datang//
Contoh 120 di atas tampak bahwa terjadi dialog singkat antara anak laki-laki sulung dan pamannya. Adapun tujuan dialog tersebut adalah untuk memberikan informasi kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit berat. Selanjutnya,
paman diminta untuk mempersiapkan barang-barang, seperti selimut (kain adat), babi, dan padi. Barang-barang tersebut akan diambil ke rumah paman bilamana orang tuanya meninggal di kemudian hari. Hal ini menunjukkan adanya persiapan dari keluarga khususnya yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung dan paman. Pada contoh 121 dapat dijelaskan bahwa telah terjadi peristiwa kematian sehingga tua adat menyeruhkan kepada anak laki-laki sulung dan beberapa pemuda untuk berpakaian adat lengkap lalu pergi ke rumah paman. Atribut kelengkapan adat yang dipakai, yaitu (1) kain merah dan bulu ayam yang diikat di kepala; (2) ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah; dan (3) tempat sirih. Pakaian adat melambangkan status sosial. Kain merah sebagai simbol keberanian dan bulu ayam sebagai simbol penanggung jawab utama. Ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah melambangkan pertahanan atau perlindungan diri, sedangkan tempat sirih almarhum sebagai pengganti diri almarhum. Contoh 122 menunjukkan bahwa anak laki-laki dan beberapa pemuda pergi ke rumah pamannya untuk meminta bagian/jatah sebagai barang antarannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dijanjikan paman kepada anak laki-laki sulung. Selanjutnya, kata silang sai „turun tidur‟ yang digunakan oleh anak laki-laki sulung ketika menyampaikan informasi duka merupakan verba serial yang bermakna metafor, yakni sebagai bentuk penghalusan makna. Dari contoh 120--122 di atas menunjukkan aktivitas atau tindakan sosial yang berbeda-beda, namun ketiganya mencerminkan adanya ideologi solidaritas atau penghormatan/ penghargaan kepada orang tua (almarhum). Hal ini tampak dari
persiapan yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung dan paman pada tahapan pragasakda, seruan untuk berpakaian adat lengkap, dan pengguaan kata silang sai untuk mengekspresikan makna kematian.
7.1.2 Ideologi pada Pelibat Teks Ideologi pada pelibat teks berkaitan dengan bagaimana teks mencerminkan makna interpersonal atau antarpartisipan seperti siapa partisipan yang terlibat, hubungan antarpelibat seperti status dan peran pelibat. Makna interpersonal ini direalisasikan oleh sistem mood. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat pada data berikut ini. 123.
//kurong almang bai mi me’silang gota//dunme nate silakame
ge’mai sipa gasakdama// //turunkan gong dalam gudang untuk dipukul//anak perempuan atau turunannya mendengar bahwa bapak kita telah meninggal// 124.
//sisak gasakdang tano//na i sue yah tal ibinamet//ante ya ko’bo gatda pe fal//a sut// //orang tua kami sudah meninggal//jadi, kalian pergi pakai pakaian adat//setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi dan padi//
125.
//Ooo…era apa gauk// //Ooo…engkau lipat ini//
126.
//saudara-saudara yang dikasihi dalam Yesus Kristus//nast yang
membimbing kita dalam suasana duka ini berbunyi: “Bermazmur bagi Allahku selagi aku ada” (Mazmur, 146:2)// 127.
//berbahagialah setiap orang yang mendengarkan Firman Allah
dan yang memelihara dalam hidupnya// 128.
//Dalam iman, kita percaya bahwa kematian sebagai waktu di mana Allah berkenan memanggil pulang buah ciptaan-Nya//
Contoh 123--125 menunjukkan bahwa tua adat memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan anak-anak atau pemuda hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif). Klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood imperatif yang bermakna seruan atau perintah dari tua adat kepada anak laki-laki sulung, para pemuda atau keluarga dekat lainnya. Hal ini dapat dipahami bahwa tua adat merupakan seseorang yang dituakan dalam keluarga dan dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberikan petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda. Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh tua adat tidak pernah dibantah atau dilanggar oleh partisipan lain yang berfungsi sebagai pelaksana dalam proses gasakda. Klausa 126--128 di atas terealisasi pada aktivitas katai sen „pemakaman‟. Pada tahapan ini jenazah diserahkan kepada pihak gereja dan selanjutnya dilakukan ibadat pemakaman menurut tata cara kebaktian umat kristiani. Pada kesempatan tersebut pendeta memosisikan diri sebagai pemimpin umat yang memimpin ibadah pemakaman dari awal sampai akhir. Pendeta memberikan penghiburan yang dimaknai sebagai penguatan iman kepada keluarga duka untuk mengikhlaskan kepergian almarhum. Kematian jangan dianggap sebagai suatu peristiwa yang mendukakan, melainkan suatu sukacita karena Allah berkenan memanggil pulang buah ciptaan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa pendeta sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar keselamatan (injil) kepada umatnya sehingga para umat akan dikutkan lewat Firman yang diberitakan. Secara khusus, berita sukacita atau penghiburan
dialamatkan kepada almarhum supaya mendapatkan tempat yang layak sesuai dengan yang dijanjikan Allah. Selanjutnya, untuk keluarga duka dan umat lainnya supaya mereka tetap bersandar pada Allah baik dalam suka maupun duka. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ideologi yang tercermin dalam pelibat TRGMAA adalah adanya kuasa (power) dari tua adat dan pendeta. Tua adat memosisikan diri sebagai orang yang dipercaya oleh keluarga untuk memimpin jalannya prosesi adat gasakda, sementara itu pendeta sebagai pimpinan jemaat/umat yang diimani sebagai wakil Allah untuk mengabarkan Injil sehingga manusia dapat mengenal Allah.
7.1.3 Ideologi pada Sarana Teks Sarana pada teks merealisasikan makna tekstual yang selanjutnya direalisasikan oleh tema. Selanjutnya, unsur yang perlu diperhatikan dalam modus atau sarana adalah analisis peran bahasa. Hal ini menyangkut kedudukan bahasa dalam aktivitas sosial. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa peran bahasa dalam TRG bersifat wajib. Setiap teks yang dimunculkan menggunakan dua bahasa, yakni BK dan BI. Penggunaan BK dimulai pada tahapan tonih getawom (pertemuan keluarga), ya lasting (pergi perdiri), telingbai (menumbuk padi), dan tabiah gauk (pembagian kain), sementara itu BI hanya difungsikan pada tahapan katai sen (pemakaman). Penggunaan BK dalam TRG mencerminkan ideologi bentuk penghormatan dan penghargaan kepada almarhum yang merupakan salah seorang tokoh adat dalam masyarakat ATL. Selain itu, juga penggunaan BK dalam prosesi gasakda
merupakan suatu pelestarian budaya yang telah dilakukan sebelumnya oleh para leluhur. Penggunaan BI hanya pada tahapan katai sen “pemakaman”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 1 bahwa banyaknya jumlah bahasa lokal di Alor menyebabkan BI menjadi basantara (lingua francae) bagi masyarakat Alor. Hal tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi aktivitas ritual gasakda pada masyarakat ATL. Selain itu, interferensi BI terhadap prosesi ritual gasakda ini juga disebabkan oleh adanya faktor kebijakan bahasa. Hal ini terkait dengan tata ibadah tertulis yang disusun oleh sinode sebagai badan pengurus tertinggi gereja protestan Indonesia. Tata ibadah tersebut diperuntukkan ke seluruh gereja di Indonesia untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditegaskan kembali bahwa ideologi yang tercermin dalam konteks situasi TRGMAA meliputi: 1) adanya solidaritas atau penghormatan kepada orang tua (almarhum). Hal tersebut dapat ditunjukkan melalui bentuk persiapan yang dilakukan sebelum terjadi kematian, seruan untuk berpakaian adat lengkap, pengguaan kata silang sai untuk mengekspresikan makna kematian, dan penggunaan BK TRGMAA. Keempat hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat ATL memiliki perasaan solidaritas yang tinggi. 2) adanya kuasa (power) dari tua adat dan pendeta. Hal tersebut dapat dipahami bahwa tua adat merupakan orang yang dipercaya oleh keluarga untuk memimpin jalannya prosesi adat gasakda, sementara itu pendeta
sebagai pimpinan jemaat/umat yang diimani sebagai wakil Allah untuk mengabarkan Injil sehingga manusia dapat mengenal Allah.
7.2 Ideologi pada Konteks Budaya Genre teks berkenaan dengan apa yang menjadi tujuan dari peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Genre teks mencerminkan ideologi dari suatu masyarakat atau dengan kata lain ideologi memengaruhi genre teks. Dengan demikian, ideologi genre teks berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai lewat peristiwa gasakda. Secara umum, berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa terdapat dua konsep yang berbeda tentang kematian bagi masyarakat adat Alor. Perbedaan tersebut tampak dari persepsi adat dan agama. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat pada data berikut ini. 129. //lilang e lilang dak atoida lilama// //terbang engkau terbang bagaikan burung pergi menghilang// 130. //kematian sebagai waktu di mana Allah berkenan memanggil
pulang buah ciptaanNya// Contoh 129 tampak bahwa kematian diekspresikan dengan kata lilang „terbang‟. Hal ini mencerminkan ideologi bahwa masyarakat ATL meyakini orang yang meninggal dianggap pergi ke tempat yang jauh sehingga dia (almarhum) tidak akan ditemui atau dilihat lagi. Menurut keterangan informan, ada satu ritual yang selalu dilaksanakan, yakni ritual mengantar roh atau arwah orang yang
meninggal. Ritual ini tidak lagi dilaksanakan semenjak masyarakat ATL mengenal agama. Contoh 130 dapat diinterpretasikan bahwa kata memanggil pulang mencerminkan ideologi tentang kekuasaan Tuhan sebagai sang pencipta sehingga kehidupan dan kematian yang dialami oleh setiap umat adalah atas perkenaanNya. Dengan demikian, menurut iman Kristen, kematian dianggap sebagai sebuah anugerah yang harus disyukuri karena Tuhan mempunyai rencana yang indah terhadap umat-Nya.
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data hasil pembahasan mulai dari Bab IV sampai dengan Bab VII, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1) Struktur leksikogramatika TRGMAA terdiri atas sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema. Berdasarkan analisis sistem transitivitas, dapat ditegaskan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan kepada almarhum. Hal tersebut dibuktikan dengan persentase penggunaan proses material yang menempati urutan teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki oleh proses relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh proses eksistensial yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108 (12%), proses perilaku berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48 (5%). Berdasarkan komposisi bentuk mood pada TRGMAA, ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak digunakan adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767.
Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 91 atau 10%, mood eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood introgatif sebanyak 9 atau 1%. Tingginya penggunaan mood deklaratif dapat dimaknai bahwa isi dari
TRGMAA mencakup penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup. Tema topikal selalu ditonjolkan oleh para pelibat dalam TRGMAA, yakni dengan perolehan sebanyak 580 jumlah tema. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang berjumlah 253 dan tema interpersonal yang berjumlah 82. Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG Ini berarti bahwa para pelibat selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan sebagai inti pesan untuk dipertukarkan.
2) Konteks Situasi TRGMAA meliputi medan, pelibat dan sarana teks. Aktivitas
atau tindakan sosial yang terjadi pada TRGMAA meliputi teks tonih getawom “duduk berunding”, teks ya lasting “pergi berdiri”, teks telingbae “nyanyian ritual menumbuk padi”, teks katai sen “pemakaman”, dan teks tabiah gauk “lipat kain”. Pelibat (tenor) pada TRGMAA meliputi; (1) anak laki-laki sulung atau yang disulungkan dalam keluarga memiliki tanggungan yang besar ketika orang tuanya meninggal dunia, (2) paman merupakan orang yang berfungsi untuk menyediakan barang-barang yang diminta atau dapat diistilahkan sebagai depot logistik, (3) tua adat merupakan orang yang dituakan dalam keluarga dan dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberikan petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda, dan (4) Pendeta sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar keselamatan (injil) kepada umatnya agar mereka dapat
mengenal Allah sebagai Tuhan dan juru selamat dan dapat melakukan semua perbuatan yang baik di mata Tuhan dan sesama manusia. TRGMAA merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Berdasarkan derajat interaksi yang digunakan, penggunaan teks tulis lebih dominan dari pada teks lisan. Hal tersebut dapat dibuktikan realisasi unsur konjungsi dan kontinuitas pada tema tekstual yang memperlihatkan tingginya pemakaian unsur konjungsi pada TRG dari pada unsur kontinuitas.
3) Struktur budaya atau genre TRGMAA berhubungan dengan tahapan-tahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat ATL. Struktur genre TRGMAA
meliputi empat unsur, yakni: (1) bagian pra-pendahuluan, (2)
bagian pendahuluan, (3) bagian isi atau inti, dan (4) bagian penutup. Selain memiliki
struktur,
TRGMAA
juga
memiliki
tekstur
atau
kesinambungan/keterkaitan makna antara satu teks dan teks yang lain.
4) Ideologi yang tercermin dalam TRGMAA yakni masyarakat ATL percaya bahwa kematian merupakan panggilan Tuhan. Hal ini menyangkut kekuasaan Tuhan atas ciptaanNya karena hanya Tuhanlah yang mempunyai kehidupan kematian dianggap sebagai sebuah anugerah yang harus disyukuri karena Tuhan mempunyai rencana yang indah terhadap umat-Nya.
8.2 Saran 1. Terkait
dengan
penggunaan
BI
dalam
TRGMAA,
maka
BK
dikhawatirkan akan semakin terpinggirkan oleh interferensi BI yang merupakan bahasa antara (lingua francae) bagi masyarakat Alor khususnya generasi penerus BK. Atas pertimbangan tersebut, perlu dialihbahasakan liturgi atau tata ibadah, Alkitab, kidung jemaat (KJ), dan khotbah ke dalam BK sehingga kebertahanan BK sebagai salah satu identitas budaya masyarakat adat ATL tetap terjaga. 2. Penelitian TRGMAA ini barulah menyentuh berberapa aspek dari segi LSF. Sementara unsur ekspresi (fonologi), logiko semantik (makna), dan metafora belum dikaji. Dengan demikian hal-hal tersebut
menjadi
perhatian untuk dikaji lebih lanjut sehingga dapat memeroleh pemahaman secara utuh dan menyeluruh. 3. Penelitian terhadap berbagai teks yang ada dalam khazanah budaya Alor perlu dilakukan sehingga dapat memperkaya wawasan tentang aplikasi teori LSF.
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra, Abdurahman. 2008. “Analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD): Kajian Linguistik Sistemik Fungsional. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra (LOGAT). Volume: IV No. 1. Universitas Sumatra Utara. Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakrta: Balai Pustaka. Anthoneta. 2010. Pemetaan Bahasa Kamang. Alor: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor. 2010. Karakteristik Penduduk Kabupaten Alor: Hasil Sensus Penduduk 2010. Alor: BPS. Bustan, Fransiskus. 2005. “Wacana Budaya Tudak dalam Ritual Penti pada Kelompok Etnik Manggarai di Flores Barat: Sebuah Kajian Linguistik Budaya”. Disertasi Doktor, Tidak Diterbitkan. Denpasar: Program Studi S3 Linguistik PPs Universitas Udayana. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Danbury. 1995. The New Lexicon Webster’s Dictionary of the English Language, Vo. 2. USA: Lexicon Publications, Inc. Djajasududarma, Fatimah T. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco. Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Printer Publisher. Fairclough, N. 1989. Language and Power. New York: Longman Group UK Limited. Fairclough, N. 1995. Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language. Harlow-Essex: Longman Group Limited. Fowler, R. 1985. Power. Dalam van Dijk, T. (Ed.), Handbook of Discourse Analysis Volume 4: Discourse Analysis in Society (hlm. 61 82). London: Academic Press. Fowler, R. 1986. Linguistic Criticism. Oxford: Oxford University Press.
Fowler, R. 1996. On Critical Linguistics. Dalam Caldas-Coulthard, C.R. & Coulthard, M. (Eds.), Texts and Practices: Reading in Critical Discourse Analysis (hlm. 3 14). London: Routledge. Halliday, M.A.K. 1973. Exploration in the Function of Language. London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. 1977. Language as Social Semiotic: Towards as General Sociolinguistic Theory. Dalam Makkai, A., Makkai, V.B., & Heilmann, L. (Eds.), Linguistics at the Crossroads (hlm. 13--41). Padova: Tipografia-La Garangola. Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. dan Hassan R. 1985. Language Context and Text: Aspect of Language in a Social Semiotic Perspective. Australia: Deankin University. Halliday, M.A.K. 1985. Spoken and Written Language. Australia: Deankin University. Halliday, M.A.K. 2002. On Grammar. London: Continuum. Halliday, M.A.K. 2004. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold. Kaelan, M. S. 2002. Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa, Logika Bahasa, Hermeneutika dan Postmodernisme. Yogyakarta: Penerbit Paradigma. Keraf, A, S. 2010. Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Leckie-Tarry, Helen and Birch, David. 1995. Language and Context: A Functional Linguistic Theory of Register. London and New York: Pinter. Rasna, I Wayan, 2010. “Transitivitas Pangiwa Teks Aji Blegodawa”. Jurnal Linguistika. Universitas Udayana. Retika, Thobyn R. 2012. Rangkuman Bunga Kenari: Sejarah dan Budaya Kepulauan Alor. Surabaya: Penerbit Nidya Pusaka. Riana, I Ketut. 1995. “Masyarakat Gebog Domas di Bali: Studi Tuturan dan Semiotik Sosial”. Disertasi Doktor, Tidak Diterbitkan. Surabaya: PPs Universitas Airlangga. Sabon Ola, Simon. 2005. “Tuturan Ritual dalam Konteks Perubahan Budaya Kelompok Etnik Lamaholot di Pulau Adonara, Flores Timur”. Disertasi
Doktor, Tidak Diterbitkan. Denpasar: Program Studi S3 Linguistik PPs Universitas Udayana. Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Santosa, Riyadi. 2004. “Peran Leksis dalam Analisis Teks”. Jurnal Linguistik Indonesia, Tahun ke-22 No. 1: Universitas Negeri Sebelas Maret. Santoso, Anang. 2008. “Jejak Halliday dalam Linguistik kritis dan Analisis Wacana Kritis”. Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor 1. Universitas Negeri Malang. Saragih, A. 2002. “Bahasa dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik terhadap Tata Bahasa dan Wacana”. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan. Stokhof, W.A.L. 1975. “Preliminary Notes on Alor and Pantar Languages (East Indonesia, Pacific Linguistic)”. Department of Linguistics, Research School of Pacific Studies: The Australian National University. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Penerbit Alfabeta. Sutama, Putu. 2010. “Teks Ritual Pawiwahan Masyarakat Adat Bali Analisis Linguistik Sistemik Fungsional”. (Disertasi). Denpasar : Universitas Udayana. Sutjaya, I Gusti Made. 2001. Grup Nomina Bahasa Indonesia: Ancangan Sistemik Fungsional. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana. Van Dijk, T. 1985b. Introduction: The Role of Discourse Analysis in Society. Dalam van Dijk, T. (Ed.), Handbook of Discourse Analysis Volume 4: Discourse Analysis in Society (hlm. 1 8). London: Academic Press.
Lampiran: 1 KONTEKS SITUASI DAN UNSUR LINGUAL TRGMAA
I. Teks tonih getawom “pertemuan keluarga” 1) Pelibat (tenor) a. anak laki-laki sulung: penanggung jawab dalam keluarga b. paman: penyedia barang-barang yang diminta oleh anak laki-laki sulung atau depot logistik 2) Sarana (mode) a. BK ragam hormat b. saluran yang dipilih adalah Lisan c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib d. tipe interaksi secara dialog
Bagian teks
Pra-pendahuluan
Prakiraan Struktur
Unsur Lingual teks
Unsur-unsur yang pernyataan tentang keadaan orang tua harus muncul/wajib - No. 1-3 (TRG 1) - No. 1-3 (TRG 2) - No. 1-3 (TRG 3) pernyataan menyanggupi permintaan - No. 4-5 (TRG 1) - No. 5 (TRG 2) - No. 4-7 (TRG 3) Unsur yang boleh seruan mempersiapkan barang muncul/pilihan - No. 4 (TRG 2) Unsur pengulangan -
II. Teks ya latsing “pergi berdiri” 1) Pelibat (tenor) a. anak laki-laki sulung: penanggung jawab dalam keluarga b. tua adat: orang yang dipercayakan keluarga duka untuk memimpin jalannya prosesi ritual gasakda pada tahapan awal dan akhir. c. paman: penyedia barang-barang yang diminta oleh anak laki-laki sulung atau depot logistik. 2) Sarana (mode) a. BK ragam hormat b. saluran yang dipilih adalah Lisan c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib d. tipe interaksi secara dialog
Bagian teks
Pendahuluan
Prakiraan Struktur
Unsur Lingual Teks
Unsur-unsur yang seruan memukul gong harus muncul/wajib - No. 6-9 (TRG 1) - No. 6-9 (TRG 2) - No. 8-11 (TRG 3) pernyataan terjadinya kematian - No. 10 (TRG 1) - No. 10 (TRG 2) - No. 12 (TRG 3) seruan untuk memakai pakaian adat - No. 11 (TRG 1) - No. 11 (TRG 2) - No. 13 (TRG 3) seruan untuk pergi berdiri di paman - No. 12-13 (TRG 1) - No. 12-13 (TRG 2) - No. 14-15 (TRG 3)
pernyataan tentang kematian - No. 14 (TRG 1) - No. 14-15 (TRG 2) - No. 16 (TRG 3) pernyataan meminta barang - No. 15-18 (TRG 1) - No. 16-18 (TRG 2) - No. 17-20 (TRG 3) pernyataan sepakat akan proses - No. 19-23 (TRG 1) - No. 19 (TRG 2) - No. 21 (TRG 3) seruan untuk mempersilahkan duduk - No. 24 (TRG 1) - No. 20 (TRG 2) - No. 22 (TRG 3) Unsur yang boleh pernyataan untuk mencari barang muncul/pilihan - No. 25-27 (TRG 1) pernyataan untuk menyanggupi permintaan - No. 28 (TRG 1) pernyataan untuk mempersilahkan masuk - No. 29 (TRG 1) seruan untuk makan sirih pinang - No. 30-31 (TRG 1) pernyataan untuk pamit - No. 32 (TRG 1) pernyataan untuk mengambil barang - No. 33 (TRG 1) Unsur pengulangan
pernyataan untuk pamit - No. 34 (TRG 1)
III. Teks telingbai “menumbuk padi” 1) Pelibat (tenor) a. rombongan 2) Sarana (mode) a. BK ragam hormat b. saluran yang dipilih adalah Lisan c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib d. tipe interaksi secara monolog
Bagian teks
Pendahuluan
Prakiraan Struktur
Unsur Lingual teks
Unsur-unsur yang pernyataan penyesalan akan kematian harus muncul/wajib - No. 35-36 (TRG 1) - No. 22-23 (TRG 2) - No. 23-24 (TRG 3) pernyataan akan pesan dan kesan kepada almarhum - No. 37-50 (TRG 1) - No. 24-37 (TRG 2) - No. 25-38 (TRG 3) Pernyataan perpisahan dengan almarhum - No. 51-55 (TRG 1) - No. 38-42 (TRG 2) - No. 39-43 (TRG 3) Unsur yang boleh muncul/pilihan Unsur pengulangan
-
IV. Teks katai sen “pemakaman” 1) Pelibat (tenor) a. Pendeta: mengabarkan injil b. jemaat/umat: pendengar 2) Sarana (mode) a. BI ragam beku (frozen style) b. saluran yang dipilih adalah tulisan yang dilisankan c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib d. tipe interaksi secara dialog dan monolog
Bagian teks
Inti
Prakiraan Struktur
Unsur Lingual teks
Unsur-unsur yang panggilan beribadah harus muncul/wajib - No. 56-60 (TRG 1) - No. 43-62 (TRG 2) - No. 44-60 (TRG 3) menyampaikan votum dan salam - No. 61-65 (TRG 1) - No. 63-75 (TRG 2) - No. 61-65 (TRG 3) membacakan nats pembimbing - No. 66-71 (TRG 1) - No. 76-83 (TRG 2) - No. 66-78 (TRG 3) menyampaikan berita penghiburan - No. 72-102 (TRG 1) - No. 99-119 (TRG 2) - No. 77-99 (TRG 3) menyampaikan doa pemberitaan Firman - No. 103-128 (TRG 1) - No. 120-141 (TRG 2) - No. 100-123 (TRG 3) membacakan Firman Tuhan - No. 129-141 (TRG 1) - No. 142-191 (TRG 2) - No. 124-156 (TRG 3)
berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan - No. 142-181 (TRG 1) - No. 192-226 (TRG 2) - No. 157-219 (TRG 3) menyatakan Pengakuan Iman Rasuli - No. 182-210 (TRG 1) - No. 227-261 (TRG 2) - No. 220-247 (TRG 3) menyampaikan Doa Syafaat - No. 211-221 (TRG 1) - No. 262-283 (TRG 2) - No. 248-261 (TRG 3) memberi berkat - No. 222-224 (TRG 1) - No. 284 (TRG 2) - No. 262-266 (TRG 3) penyarahan dan penguburan jenazah - No. 225-254 (TRG 1) - No. 285-299 (TRG 2) - No. 267-302 (TRG 3)
Unsur yang boleh muncul/pilihan Unsur pengulangan
-
V. Teks tabiah gauk “lipat kain” 1) Pelibat (tenor) a. tua adat: pemimpin prosesi gasakda yang dipercayakan keluarga b. jemaat/umat: pendengar dan pelaksana 2) Sarana (mode) a. BK ragam hormat b. saluran yang dipilih adalah lisan c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib d. tipe interaksi secara dialog Bagian teks
Prakiraan Struktur
Unsur Lingual teks
Unsur-unsur yang seruan lipat kain harus muncul/wajib - No. 262-266 (TRG 1) - No. 301-310 (TRG 2) - No. 304-307 (TRG 3)
Penutup
Unsur yang boleh seruan untuk berkumpul muncul/pilihan - No. 300 (TRG 2) - No. 303 (TRG 3) pernyataan penyerahan kain - No. 255 (TRG 1) seruan untuk makan sirih pinang - No. 256-261 (TRG 1) Unsur pengulangan
-
Lampiran 2 DATA TRGMAA
1. Teks Tonih Getawom “pertemuan keluarga” Pelibat:
Anak laki: nepa ela, lamisak ako ma’tta, gasilang di’ma dang na sue a’tau si (paman, orang tua/bapak ada sakit, seandainya, bapak/orang tua meninggal, saya datang untuk bertemu engkau)
Paman: you, wou wonau ak gewet. lousi, sue (iya, ada atau tidak, ini tempatnya. jadi, datanglah/kemarilah)
2. Teks Ya Latsing (pergi berdiri) Pelibat: Tua Adat: krung almang bai mi me’silang wota//dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenna gal yang lak lamisaka gasakdama (Kasi turun gong pusaka dari gudang untuk dibunyikan agar anakanak perempuan kita yang sudah dilepas ketempat lain dapat mengetahui bahwa tua adat sudah meninggal) lamisak gabo’rang tano na ise yah tal ibinamet ante ya ko’bo gat da pe’ fal, a sut (orang tua sudah meniggal jadi kamu datang pake pakaian adat dan pergi ke pohon pelepas untuk minta babi dan padi)
Anak laki-laki:
lammi, nepa silang sai kapela midima// ge maunong met, ge pebai fal, ye a sai sut. ak na suama (Paman, bapak saya sudah turun tidur di tempat tidur, bawah selimut “maunong”, ikat dia punya babi besar, sendok dia punya padi lumbung. Itu yang saya datang).
Paman:
i suak ye ye bai you wo ma kokata pang tamidang ye la gal ang mi. Ansak ge pe bai, ge maunong, ye a sai ne gona ah te tang me si’ nih te nal ga fah. Na ata fane, tang me si nih maisi baka ko na si sang te. (Kamu sudah ikut dia punya jalan yaitu tali ubi kering dimana berarti pohon ada di situ. Ansak punya babi besar, selimut maunong dan padi lumbung tidak ada, tetapi masuk duduk baru saya cari. Saya terima engkau, mari masuk duduk kita makan siri pinang)
Anak Laki-laki:
ak kangda ni mah low na (Begitu jadi kami jalan)
Paman:
An nak ipe iya i mai si baka tolkon dante mi i wai sue (Jadi kamu punya babi padi dan sirih pinang sebentar baru kamu datang)
Anak laki-laki:
andah kara ni mah low na (Begitu jadi kami jalan sudah)
3. Teks Telingbae (nyanyian ritual menumbuk padi) Pelibat: tidak dibatasi
a. Lagu Sine Waneh na Eno asare Eno asare (engkau paksa terus) Eno sine bo sine waneh na Eno sine bo sine waneh na Eno sine bo sine waneh na Eno sine bo sine waneh na (Engkau anyam maka harus sampai selesai) b. Lagu Kolona a silang dimang sih (engkau sudah turun tidur) e tam e dum kila same tang me otou o tawah sina (cucu-cucu, anak-anak, dan turunanmu sudah datang berkumpul untuk engkau) Kolona kolona kolona aile dangmai yee (engkau jalan, engkau jalan, engkau tidak akan kembali) aile daku dang mai, sua dangmai yee (engkau pergi tidak kembali, anak cucumu telah datang tetapi engkau tidak kembali) sua daku dangmai (anak cucumu datang, engkau pergi tidak kembali) lela kaba, lamu farei, tiling pila, boko gasa, netam nedum pang geletei ingsih (sakit penyakit, barang tajam yang membahayakan, segala yang tidak baik dari anak dan cucumu engkau jauhkan) getana mi e‟nih e‟ koh atang silei amama (pada waktu engkau duduk, engkau tinggal, tanganmu terbuka) te inak geng ni atak sina lo (tetapi, sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat lagi) inak geng al we ni letei bai damante (sekarang ini engkau sudah pergi jauh meninggalkan kami) Esul e king kang pang bei ni yopan sina lee (budi baik, hati baik kamu itu kami tidak lupa)
lamisakal siletei, mat gal lomungbo (orang tua meninggalkan kita, tetapi dia omong bilang) kila same taweng simi tasama ba (turun temurun kita tetap baku sayang)
c. Lagu Atoida Lilama Alak eng alak eng kul mi kang borang Alak eng alak eng kul mi kang borang (engkau adalah paling baik dari semua)
Reef : Lilang e lilang dak Atoida lilama Lilang e lilang dak Atoida lilama (terbang, engkau terbang bagaikan burung pergi menghilang) Mi awaing ka nou bah mi awai ma Mi awaing ka nou bah mi awai ma (engkau kembali kalau bisa engkau kembali) Mia sining ka nou bah mi asin ma Mia sining ka nou bah mi asin ma (engkau tukar kulit kalau bisa engkau tukar kulit)
d. Lagu You nare sei nare You nare you nare you nare you nare (betul tidak datang, betul tidak datang, betul tidak datang, betul tidak datang) Sei nare sei nare sei nare sei nare (benar-benar tidak datang, benar-benar tidak datang, benar-benar tidak datang, benar-benar tidak datang)
4. Teks Katai Sen (pemakaman)
I. DI RUMAH DUKA PERSIAPAN (keluarga duka mempersiapkan jenasa dan setelah itu pembawa acara mempersilahkan pelayan untuk memimpin kebaktian pemakaman)
Jemaat
: beridiri dan menyanyikan nyanyian dari KJ 454:1 “Indahnya Saat Yang Teduh” Indahnya saat yang teduh, menghadap tahta bapakku Ku naikan doa padanya sehingga hatiku legah Diwaktu bimbang dan gentar jiwaku aman dan segar Ku bebas dari seteru didalam saat yang teduh
VOTUM Pelayan
: Dalam nama Bapak, Anak, dan Roh Kudus
SALAM Pelayan
: Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah didalam Tuhan kita Yesus
Kristus
yang
telah
menyerahkan
diriNya
untuk
membebaskan kita dari maut untuk kehidupan kekal. Baginyalah kemuliaan kekal selama-lamanya. AMIN. (jemaat duduk)
INTROITUS: NATS PEMBIMBING Pelayan
: (membaca nats pembimbing yang dipilih dari 1 Korintus 15:55) “hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu?”
Jemaat Teguh”
: (menyanyikan nyanyian dari KJ 37b : 4 “Batu Karang Yang
Bila tiba saatnya kutinggalkan dunia, dan kau panggil diriku kehadapan takhtaMu, batu karang yang teguh, kau tempatku berteduh Pelayan
: (menyampaikan berita penghiburan kepada keluarga duka dengan membaca Kitab Mazmur 73 : 21-28) “ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku didekat-Mu. Tetapi aku tetap didekat-Mu; engkau memegang tangan kanan ku. Dengan nasihar-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. Siapa gerangan ada padaku di Sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selamalamanya. Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada-Mu akan binasa; Kau binasakan semua orang, yang berzinah dengan meninggalkan Engkau. Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya”.
Jemaat
: (menyanyikan nyanyian dari KJ 266:1 “Ada Kota Yang Indah Cerah” Ada kota yang indah cerah, nampaklah bagi mata iman; Rumah Bapak di Sorga baka, bagi orang yang sudah menang. Reff. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (2x)
PEMBERITAAN FIRMAN a. DOA PEMBERITAAN FIRMAN Pelayan : Tuhan Allah Bapak kami dalam kerajaan sorga, Bapak yang kami puji dan sembah dalam anakMu Yesus Kristus. Kembali kami datang kehadiratMu menaikkan segala puji dan syukur atas pemeliharaan dan penyertaan Tuhan dalam hidup ini. Namun,
siapakah kami? Kami adalah orang berdosa. Bapak mari mengampuni kami dan kuduskan kami. Kini tiba saatnya kami anak-anakMu akan membaca dan merenungkan
Firman
kebenaranMu.
Kami
undang
RoholkudusMu hadir pada saat ini dalam hati dan pikiran kami dan juga biarlah roholkudusMu boleh menguasai ruang dan waktu pada saat pemberitaan Firman Tuhan. Kami taruh hambahMu yang Engkau pakai untuk menyampaikan Firman kebenaranMu. Biarlah RohkudusMu boleh mengurapi hambahMu dalam menyampaikan Firman kebenaranMu. Dan Bapak mampukan kami agar dapat menerima FirmanMu dan tetap tertanam dalam hati kami sehingga kami dapat melakukan di setiap kehidupan kami. Terima kasih Tuhan, ini doa kami, berfirmanlah Tuhan karena kami siap mendengar FirmanMu. Amin
b. PEMBACAAN ALKITAB Pelayan : Membaca Alkitab (Ayub, 1: 20-22) “kesalehan Ayub dicoba” Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: “dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. Pelayan
: Demikianlah Firman Tuhan. “Berbahagialah setiap orang yang mendengar Firman Allah dan memelihara dalam hidupnya”. Haleluyah.
Jemaat
: Menyanyikan nyanyian dalam KJ. 473 Haleluyah, hale – luyah, halelu-------yah
c. KHOTBAH Pelayan : (Berkhotbah) Peristiwa kematian pasti selalu meninggalkan perasaan duka yang dalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi apabila yang pergi itu adalah orang tua atau orang-orang yang tinggal dalam satu rumah. Hal itu akan memisahkan hubungan kasih yang telah terjalin selama ini. Kematian memang adalah kenyataan yang harus dihadapi setiap manusia. Alkitab memberikan dua gambaran mengenai kematian berdasarkan perbandingannya dengan kedatangan Kristus. Pertama, kematian digambarkan bagaikan pencuri yang datang di waktu malam hari (1 Tesalonika, 5:2). Kedua, kematian digambarkan sebagai mempelai laki-laki yang datang menjemput mempelai wanita (Matius, 25: 1-13). Kedua gambaran jelas memiliki makna yang berbeda. Perbedaannya bukan terletak pada bagaimana cara kematiannya atau kapan kematian itu terjadi, tetapi pada sikap kita dalam menghadapi peristiwa kematian orang yang kita kasihi. Kalau kita menganggap orang yang kita kasihi itu sebagai milik pribadi kita, maka kematiannya akan kita rasakan sebagai seorang pencuri yang datang dimalam hari. begitu mendadak dan mengejutkan kita. dan yang pasti kita sangat tidak rela kehilangan mereka. Akan tetapi, jikalau kita menyadari bahwa segala sesuatu yang ada pada kita bukan hanya milik kita pribadi, tetapi juga adalah milik Tuhan, termasuk orang yang kita kasihi, maka kematiannya akan kita rasakan sebagai panggilan seorang mempelai laki-laki terhadap mempelai wanitanya. Penuh kelembutan dan kerinduan akan cita kasih. Dan iya akan segera menikmati kedamaian ditengah dekapan mempelai laki-laki.
Seringkali kita merasa bahwa diri kita sendirilah pemilik kehidupan ini. Bukankah sesungguhnya manusia adalah milik Tuhan? Bukankah kita ada karena Dia yang telah menciptakan kita? Jika kita menganggap orang yang kita kasihi ini hanya milik kita sendiri, maka kita telah merampas kedudukan Allah sebagai pemilik kehidupan ini. Marilah kita belajar seperti Ayup yang dapat berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Ditengah dukacita ini, ingatlah bahwa orang yang kita kasihi ini juga adalah milik Tuhan. Dan ia pulang kembali kepada Kristus, sang pemilik hidupnya. Amin.
PENGAKUAN IMAN RASULI Pelayan
: Bersama-sama dengan semua orang percaya di segala waktu dan tempat, marilah kita mengaku iman kita berdasarkan Pengakuan Iman Rasuli
P+J
: -
Aku percaya kepada Allah, Bapak yang Maha Kuasa, khalik langit dan bumi.
-
-
Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk disebelah kanan Allah, Bapak yang Maha Kuasa. Dan akan datang dari sana, untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan daging, dan hidup yang kekal.
Jemaat
: Menyanyikan nyanyian KJ 286:3 “Sepanjang Jalan Tuhan Pimpin” Spanjang jalan Tuhan pimpin, kasihNya amat penuh janjiNya bahwa Bapak, bri perhentian sungguh Bila diriku yang baka meninggalkan dunia Dalam sorga aku slamat karena Tuhan hentarkan (2x)
DOA SYAFAAT Pelayan
: Marilah kita bersama-sama mengucapkan Doa Bapak Kami
P+J
: Bapak kami yang di Sorga, Dikuduskan namaMu, Datanglah KerajaanMu, Jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga! Berikanlah kami pada hari ini, makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami, akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin
BERKAT Jemaat
: (Berdiri)
Pelayan
: Allah sumber pengharapan, dalam Yesus Kristus, memenuhi saudara-saudari dengan sukacita dan damai sejahtera, supaya oleh Roh Kudus saudara-saudari berlimpah-limpah dalam pengharapan
Jemaat
: Menyanyikan nyanyian dari KJ 478 A – min A – min A--- min
Jemaat
: (Duduk)
II. DI TEMPAT PENGUBURAN (Setelah jenasa tiba di kuburan, maka jenazah langsung dimasukkan ke dalam liang kubur. Setelah itu pelayan dapat melanjutkan acara penguburan) Jemaat
: menyanyikan nyanyian dari DSL 98:1 “Kerumah Bapa Yang Senang” Kerumah Bapa yang senang, dimana tidak lagi prang Dan tiada sukar dan cela, kesitu aku rindulah Reff. Sabar ……. dalam susah sukarmu Sabar ……. Tuhan ada sertamu Sabar ……. Sabar …… Tuhan bri kuat padamu
Pelayan
: Di tempat ini kita akan memakamkan jasad dari kekasih kita…. yang telah meninggal dunia. Meskipun kita berduka-cita karena kepahitan maut telah menjadi bagian dari hidup kita, namun hidup kekal yang dijanjikan kepada kita akan menghibur kita. Kita semua akan diubah dalam sekejab mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa, dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat mati, maka genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut dimanakah sengatmu (1 Korintus 15:52-56) Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan baik atas orang-orang mati, maupun atas orangorang hidup. (Roma 14:9)”
Jemaat
: Menyanyikan nyanyian dari KJ 408:3 “Dijalanku Nyata Sangat” Dijalanku nyata sangat, kasih Tuhan yang mesra Dijanjikan perhentian dirumah yang baka Jika jiwaku membumbung meninggalkan dunia Ku nyanyikan tak hentinya kasih dan pimpinanNya (2x)
PENYERAHAN Pelayan
: Karena Allah Bapak yang Maha Kuasa, dalam kasih karuniaNya yang besar telah berkenan memanggil kekasih kita…, maka marilah kita menguburkan jenazahnya sambil memandang kepada Dia yang berkata: “Akulah Kebangkitan dan hidup; Barang siapa yang percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun sudah mati”.
Pelayan
: (Mengambil segenggam tanah) Saudara Ansak, kami memakamkan engkau dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus, Amin. (Pelayan membuang tanah dalam genggaman ke dalam liang lahat. Setelah kata-kata ini maka kubur dapat ditutup dan ibadah selesai).
5. Teks Tabiah Gauk (lipat kain) Pelibat: Tua Adat dan keluarga terdekat dum male lami ta, lamisak ge tabiah me se natang ita mante, maisi baka tomin tanou na sis a si katen te si sipa ge tabia gauk (Anak perempuan lepas dan pihak laki-laki, bapak punya kain-kain sudah serahkan di saya punya tangan tetapi ada siri pinang jadi kita mama makan dulu baru lipat kita punya bapak punya kain-kain) Oooo…mama sirih pinang baru kita lipat kain Oooo…maisi baka si san te si tabia gauk Ooo…era apa gauk Ooo…engkau lipat ini Ooo…era nonga gauk Ooo…engkau lipat seliput Yah…era apa gauk Yah..engkau lipat ini Apa mau gatoling? Ini siapa punya bagian?
Kul apa mau gatoling? Dan ini siapa punya bagian? Yah…an’nak ingko me tau gaming gapa sisi Yah…yang tadi itu taruh di tempat kain mana?
Lampiran 3 PETA KABUPATEN ALOR