DISERTASI
TEKS NEDUH DAN NYELANG GALAH KOMUNITAS TRANSMIGRAN BALI DI SUMBAWA: ANALISIS LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
NI WAYAN MEKARINI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
DISERTASI
TEKS NEDUH DAN NYELANG GALAH KOMUNITAS TRANSMIGRAN BALI DI SUMBAWA: ANALISIS LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
NI WAYAN MEKARINI NIM 0990171001
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TEKS NEDUH DAN NYELANG GALAH KOMUNITAS TRANSMIGRAN BALI DI SUMBAWA: ANALISIS LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI WAYAN MEKARINI NIM 0990171001
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 JUNI 2014
Promotor,
Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A. NIP 194410021978031001
Kopromotor I,
Kopromotor II,
Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. NIP 195912311985111001
Dr. Putu Sutama, M.S. NIP 195912311986091001
Mengetahui,
Ketua Program Doktor Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete NIP 194707231979031002
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP 195902151985102001
iii
Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 25 November 2013
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: 3146/UN.14.4/HK/2013 Tanggal 11 November 2013
Ketua
:
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.
Anggota : Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A. Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. Dr. Putu Sutama, M.S. Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M. Hum. Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A.
iv
Pernyataan Bebas Plagiat
Nama
: Ni Wayan Mekarini
NIM
: 0990171001
Program Studi
: Program Doktor, Program Studi Linguistik
Judul Disertasi
: Teks Neduh dan Nyelang Galah Komunitas Transmigran Bali di Sumbawa: Analisis Linguistik Sistemik Fungsional
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila pada kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 16 Juni 2014 Yang Membuat Pernyataan,
Ni Wayan Mekarini
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Suastiastu, Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan segala
puji dan
syukur ke hadapan Ida Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Sesungguhnya hanya atas
perkenan dan anugerah-Nya disertasi ini dapat
terselesaikan. Penulis menyadari terwujudnya disertasi ini tidak dapat dilepaskan dari arahan, bimbingan, motivasi, bantuan, dukungan, dan penguatan dari berbagai pihak. Dukungan morel maupun materiel itu terjadi selama proses studi hingga masa penulisan. Untuk semua itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang berkontribusi atas terwujudnya disertasi ini. (1)
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A. sebagai promotor yang dengan terus-menerus meyakinkan penulis bahwa kesulitan akan terlewati melalui kerja keras. Beliau membukakan pintu linguistik terapan khususnya analisis teks bagi penulis yang berkutat pada tataran linguistik mikro. Berbagai ide cemerlang yang beliau paparkan memperkaya pengetahuan dan menguatkan konsep belajar sepanjang hayat.
(2)
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada yang terhormat Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. dan Dr. Putu Sutama, M.S. selaku kopromotor yang selalu penulis sibukkan dengan kegundahan, perubahan persepsi, penataan gagasan, masalah penulisan, dan hal-hal lain yang menumpuk. Banyak masukan dan ide segar yang tersingkap dalam proses bimbingan, sekaligus menyadarkan kekeliruan persepsi penulis selama ini. Penulis akui kesabaran beliau membimbing patut dijadikan anutan.
(3) Penulis menyampaikan terima kasih kepada para penguji, yakni Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A, Ph.D., Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M Hum., dan Prof. vi
Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A. yang dengan setia membaca dan mengkritisi penelitian ini sejak tahap proposal. Penulis menyadari masukan dan saran yang beliau berikan memberi kontribusi positif bagi kesempurnaan disertasi ini. (4)
Rasa terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Aron Meko Mbete selaku ketua Program Doktor Linguistik. Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen Program Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, terutama Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M. Hum., Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr. Ni Made Sri Satyawati, M.Hum., Dr. Ni Luh Nyoman Seri Malini, M.Hum., dan Dr. Ida Ayu Made Puspani, M.Hum. Bimbingan dan diskusi panjang yang terjalin mampu memberi warna dan penguatan tersendiri bagi kepercayaan diri penulis.
(5)
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada I Nyoman Sadra, S.S., I Ketut Ebuh, S.Sos., I.G.A. Putu Supadmini, Komang Triani, S.E., Ida Bagus Suanda, dan para pustakawan di perpustakaan Linguistik dan perpustakaan Lontar Fakultas Sastra Universitas Udayana. Bantuan mereka yang tulus sangat membantu kemudahan penyelesaian studi penulis.
(6)
Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana. Terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana berikut Asisten Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis juga berterima kasih kepada pegawai Program Pascasarjana Universitas Udayana atas informasi yang sangat membantu kelancaran studi penulis.
(7)
Penulis sangat berhutang budi dan berterima kasih kepada para informan di Kecamatan Lunyuk, Plampang, Labangka, Utan, Rhee, Labuan Badas, dan kota Sumbawa, khususnya keluarga Bapak I Ketut Teguh, I Wayan Nantra, Dewa Oka (Lunyuk),
Jero Mangku Nyoman
Nyoman Sandi (Labuan Badas), dan vii
Dastra (Plampang),
I
I Nyoman Sulitra (Utan). Bantuan
keluarga transmigran Bali Sumbawa sangat membantu kelancaran perolehan data. (8)
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada karyasiswa program Doktor Linguistik yang telah berhasil menyelesaikan studi terlebih dahulu maupun yang tengah berjuang menyelesaikan disertasi: Dr. Wisman Hadi, M.Hum., Dr. I Nyoman Sukendra, M. Hum., Dr. Ni Wayan Kasni, M. Hum., Dr. I Ketut Sudewa, M.Hum., Dr. Agus Subianto, M.A., Dr. Mulyadi, M.Hum., Dr. Frans Made Brata, Dr. I Made Netra, Jekmen Sinulingga, M.Hum, Ni Nyoman Sarmi, M.Hum., Dr. Ni Wayan Sartini, M.Hum., Dr. I Made Iwan Indrawan, M.Hum., Dr. Ni Made Suryati, M.Hum., Dr. I Made Rajeg, M.Hum., Dr. Mirsa Umiyati, M.Hum., E.A.A. Nurhayati, M.Hum., Dr. I Wayan Budiartha, M.Hum., Dr. I Wayan Suardana, M.Hum., Ni Luh Ratna Erawati, M.Hum., L.P. Laksminy, M.Hum., Nengah Laba, M.Hum., Dra. Ni Made Swari Antari, M.Hum., Putu Chrisma Dewi, S.S., M.Hum., Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum., Dr. Hugo Warami, M.Hum. dan lain-lain. Terima kasih juga kepada Drs. I Gede Putu Sudana, M.A., Ni Luh Pertami, S.S., M.Hum., Dra. N.L. Suciati, M.Hum., Drs. I Made Oka Antara, M.Hum., dan almarhum Dr. I Ketut Yudha, M.Hum. Dukungan para sahabat sangat berarti bagi kelancaran studi penulis.
(9)
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada I Ketut Sutapa, S.E., M.M. selaku ketua STIPAR Triatma Jaya yang mengizinkan penulis menempuh pendidikan lanjut. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs. I Ketut Putra Suarthana, M.M. selaku ketua Yayasan Triatma Mulya tempat penulis bertugas. Atas dukungan morel, penulis berterimakasih kepada para pejabat struktural tingkat institusi, yakni Putu Agus Prayogi, SST.Par., M.Par., I Wayan Arta Artana, S.E., M.M, Putu Herindyah Kartikayuni, S.E.,M.Par., I Nengah Aristana, S.E., M.M., Made Bayu Wisnawa, A.Par., M.M., M.Par. dan seluruh staff dosen dan pegawai di lingkungan Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya. Terima kasih yang teristimewa ditujukan kepada Tim pengajar Bahasa Inggris: Drs. I Made Wardhana, M.Hum., I Made Agung Rai Antara, S.S., I Ketut Yos Hendra, S.S., Sulistyoadi Joko Saharjo, viii
S.S., Edy Moeljadi, S.Pd., Ni Luh Komang Julyanti Paramita Sari, S.S., M.Hum., Dra. N.L.P. Sri Widhiastuty, M.Hum., dan Ni Nyoman Nidya Trianingrum, S.Pd. Terima kasih juga ditujukan kepada pimpinan unit, dosen, instruktur/guru di lingkungan STIE Triatma Mulya, MAPINDO Badung dan Denpasar, STIKES Bina Usada, SMK Triatma Jaya, dan SMK PRADA. Spirit dari teman sejawat turut memberi warna tersendiri dalam perjalanan studi penulis. (10) Rasa terima kasih yang tiada terhingga penulis tujukan kepada suami tercinta dan dua pemuda kebanggaan ibunda. Pengorbanan dan dukungan yang tiada henti pada akhirnya mengantarkan ke babak baru. Rasa hormat dan terima kasih juga ditujukan kepada almarhum ayah, ibu, mertua, dan seluruh anggota keluarga yang telah mendukung penulis secara total. (11) Terakhir, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada pemerintah RI khususnya Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi di Jakarta yang telah memberikan bantuan BPPS dan kesempatan mengikuti Program Sandwich-like di University of Queensland, Brisbane Australia. Tanpa bantuan finansial itu, cita-cita studi lanjut akan tetap menjadi mimpi yang menggenangi benak. Penulis menyadari bahwa disertasi ini merupakan karya maksimal yang dapat diraih yang tentu memerlukan pendalaman dan penyempurnaan lebih lanjut. Untuk itu, saran dan masukan dari pembaca yang budiman sangat diharapkan. Penulis mengakui bahwa segala kekurangan disertasi ini merupakan keterbatasan penulis semata. Semoga disertasi ini dapat membawa manfaat bagi pembaca atau peneliti berikutnya. Semoga Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian disertasi ini. Om shanti shanti shanti Om.
Denpasar, 16 Juni 2014 Penulis
ix
ABSTRAK
TEKS NEDUH DAN NYELANG GALAH KOMUNITAS TRANSMIGRAN BALI DI SUMBAWA: ANALISIS LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL Penelitian teks neduh „panggil hujan‟ dan nyelang galah „tolak hujan‟ komunitas transmigran Bali di Sumbawa (TNNGB) dilatarbelakangi oleh kesenjangan antara popularitas teks dengan pemahaman pelibat. Partisipan yang terlibat dalam teks tidak memahami tahapan, tuturan, dan makna sarana yang digunakan. Di samping itu terbersit pertanyaan mendasar bagaimana mungkin seseorang dapat memanggil atau menahan hujan. Penelitian ditujukan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh ditengah keterbatasan teks dari jangkauan publik. Permasalahan yang hendak dijawab ialah prihal skema pelaksanaan, struktur modus, transitivitas, diatesis, tematis, dan sistem referensial yang pada akhirnya diharapkan dapat merujuk pada tipe teks dan temuan baru. Pemerolehan data dikerjakan dengan metode simak dan wawancara yang selanjutnya korpus dianalisis dengan berpedoman pada teori Linguistik Sistemik Fungsional. Sintesa data, teori, dan konfirmasi informan kunci ditetapkan sebagai interpretasi final. Konotasi terhadap teks bersifat situasional. Teks tolak hujan (nerang) yang dikategorikan sebagai teks protektif di Bali dinyatakan sebagai teks nonfungsional dan berbahaya. Terminologi nerang diganti dengan nyelang galah yang bersifat lebih koperatif dan tidak dikenal label khusus bagi partisipan kunci. Sebaliknya, neduh „panggil hujan‟ difungsikan untuk memanggil hujan atau mengubah karakter hujan menjadi sabeh merta „hujan berkah‟. Pelaksanaan tradisi itu menjadi tanggung jawab ketua pamangku sekaligus pencitraan di mata kelompok lain. TNNGB tergolong teks prosedural dengan langkah kerja yang konvensional. Keproseduralan didukung dominasi klausa imperatif dan permintaan. Makna imperatif dinyatakan dengan pola gradasi kesantunan yang khas khususnya pada fase monolog dengan Tuhan. Permohonan dinyatakan dalam bentuk permintaan dan perintah selanjutnya beralih pada pernyataan relasi, abilitas, dan penerimaan. Pada akhirnya mitra wicara dipersilakan menunjukkan kemampuannya sejalan dengan permohonan. Gradasi kesantunan semacam itu mengindikasikan bahwa keberhasilan permohonan merupakan perkenan Tuhan. Ditinjau dari kode bahasa, teks menggunakan kombinasi bahasa aktif dan pasif yang mencerminkan upaya menjalin relasi harmoni secara vertikal dan horizontal. Penggunaan bahasa pasif seperti Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna membangun relasi ke atas dengan diawali Om „Ya Tuhan‟. Relasi horizontal dengan entitas setara yang dinyatakan dalam Bahasa Bali dengan diawali kata sandang Ih atau I. Jadi, dapat dipahami bahwa TNNGB membutuhkan harmoni dengan Tuhan, sesama, dan alam lingkungan sejalan dengan konsep Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu. Secara eksoforis, teks bersumber pada ajaran dualistik dan “persaudaraan”, yakni figur hitam putih atau “saudara empat”. Dengan temuan x
eksoforis itu dapat diketahui bahwa TNNGB melibatkan kerja sama dengan makhluk gaib yang siap membantu atas perkenan Tuhan. Dengan demikian, label sihir yang disandangkan pada TNNGB harus dikoreksi karena keberhasilan permohonan merupakan perkenan Tuhan dan diabdikan bagi pemeliharaan hidup manusia. Kata kunci: prosedural, gradasi, dualistik, persaudaraan, pemeliharaan hidup.
xi
ABSTRACT
INVITING AND REJECTING RAIN TEXTS BY BALINESE MIGRANT COMMUNITY IN SUMBAWA: SYSTEMIC FUNCTIONAL ANALYSIS
The research on inviting (neduh) and rejecting (nyelang galah) rain texts by Balinese migrant community in Sumbawa (TNNGB) is neceessary to hold to fill large gap between text popularity and people understanding about it. Participants involved in the text remain not familiar with the steps, utterance, and meaning of offering used. Besides that, there arise a basic question on how somebody is able to invite or reject the rain. The research was aimed to get comprehensive texts features since they were locked to public. The problems raised were schematic structure, mood structure, transitivity, voices, themes, and reference system which is at the end lead to text type and novelty. Data was collected by recording, deepen in an interview and corpus then analysed based on Systemic Functional Analysis. The final interpretation was taken by conserning triangulation of data, theory, and confirmation fom the key informant. The connotation to the text is given situasionally. The nerang „rejecting rain‟ which is regarded as protective text in Bali is labelled nonfunctional and dangerous. Therefore nerang was replaced by nyelang galah which is more cooperative and the key participant is given no special title. On the other hand, neduh „inviting rain‟ text is accepted as a tradition along with farmers need and change its character into blessing rain. The key participant is the chef pamangku who takes responsibilities in tradition and represent the community to the others. TNNGB is procedural text which requires conventional steps. Its procedure also shown by the domination of imperative clause and request. However, the text had a unique gradation of politeness especially on the monologue with The God. The monologue which began with imperative mood, later followed by request, expression of relation, abilities, and acceptance. At the end, the listener is welcomed to do certain things on his abilities in accordance to the people wish. This honourable gradation of listener foregrounding strategy indicates that the success of the wish depend on the God. Based on the languages code, text combines active and passive languages to create vertical and horizontal relation. The clauses in Sanskrit and Ancient Javanese is initialed by Om „Oh God‟. Horizontal harmony to symetrical entities stated in Balinese with inital Ih or I. Thus, it is understood that TNNGB involved harmony with the God, others, and environment as the Tri Hita Karana „triangle harmony‟ in Hindus concept. Exophorically, the text has close relation to dualistics and brotherhood principles, such as white and black figures and “the four brothers”. This reference shows TNNGB involved some invisible figures to do such services under the God permission. Therefore, TNNGB which is labelled as a sorcery activity must xii
be revised since the success of the wish represented the Almighty God blessing which aimed for man livelyhood.
Keywords: procedural, honorable gradation, dualistics, brotherhood, livelyhood.
xiii
RINGKASAN TEKS NEDUH DAN NYELANG GALAH KOMUNITAS TRANSMIGRAN BALI DI SUMBAWA: ANALISIS LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Teks tolak hujan dan panggil hujan dipraktikkan oleh
berbagai etnis,
termasuk etnis Bali. Di Bali, teks nerang ‟tolak hujan‟ dapat ditemukan di lingkungan perkotaan maupun pedesaan dan difungsikan sebagai proteksi kegiatan keagamaan. Akan tetapi, belakangan teks nerang ‟tolak hujan‟ juga dipraktikkan pada peristiwa
nonreligi, seperti pelantikan pejabat, pagelaran seni, pesta
olahraga, konferensi, pembuatan tanggul hingga pengecoran bangunan bertingkat. Meskipun demikian, teks tolak hujan dan panggil hujan masih tergolong sebagai teks terbatas dan tertutup bagi publik. Artinya, keterlibatan dalam praktik tidak berdampak positif terhadap pemahaman partisipan terhadap teks. Kesenjangan itu yang mendorong pemilihan teks tolak
dan panggil hujan sebagai subjek
penelitian. Pemilihan objek penelitian dilatarbelakangi oleh kontroversi hasil penelitian para peneliti
sebelumnya, di antaranya, Mbete (1990), Satyawati
(2009), Jamarani (2009), Putra (2010), Malini (2011), dan Wolf dan Liebert (2001). Lima peneliti pertama sepakat bahwa
transmigran yang menempati
daerah baru tetap melestarikan kebiasaan dan perilaku yang dibawa dari daerah asal. Temuan itu bertentangan dengan temuan Wolf dan Liebert (2001) yang menyatakan bahwa perubahan kognisi dan perilaku sejalan dengan cara pemenuhan kebutuhan vital manusia. Wolf dan Liebert (2001) membuktikan bahwa
krisis air menjadi salah satu pemicu perubahan persepsi dan kognisi
manusia. Contohnya, perubahan sikap peduli lingkungan dapat menjadi tindakan apatis ketika air menjadi barang komersil. Dengan demikian, perlu ditelusuri lebih jauh apakah teks tolak hujan dan panggil hujan dipertahankan xiv
atau
dimodifikasi sesuai kondisi di sentra pemukiman baru. Pertanyaan lain yang menggelitik ialah bagaimana konotasi dan struktur yang dimunculkan dan bagaimana mungkin seseorang mampu menahan atau memanggil hujan. Tanpa penelitian mendalam terhadap teks tolak hujan dan panggil hujan, para pemerhati budaya Bali, seperti Hooykaas (1980), Suyadnya (2006), dan Badra (2009) menyatakan bahwa
teks tolak dan panggil hujan
merupakan
aktivitas sihir atau mistis. Label sihir diberikan karena teks diyakini melibatkan figur
magis.
Sementara
itu,
label
mistis
disandangkan
mengombinasikan berbagai simbol dan mantra.
karena
teks
Badra (2001) memandang
keterbatasan teks dari jangkauan publik dipicu oleh peringatan awye wera, ila-ila dahat „jangan gegabah, sangat berbahaya, tidak boleh diperbincangkan secara terbuka‟. Pelanggar peringatan itu bahkan dapat dikenakan danda utpatta „denda, kutukan, atau hukuman‟. Tampaknya perlu ditelusuri siapa saja makhluk tidak kasatmata yang dilibatkan; bagaimana mereka dapat membantu menyukseskan permohonan;
dan
bagaimana struktur tuturan yang digunakan untuk
mengaktifkannya. Dengan penelitian ini diharapkan teks dapat dipahami secara proporsional oleh etnis Bali dan etnis lain yang memiliki latar budaya berbeda.
1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian Teks Neduh dan Nyelang Galah Komunitas Transmigran Bali di Sumbawa (TNNGB) ini dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah struktur skematik TNNGB? (2) Bagaimanakah struktur modus dan diatesis klausa TNNGB ? (3) Bagaimanakah struktur transitivitas TNNGB? (4) Bagaimanakah struktur tematis dan sistem referensial TNNGB?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran yang komprehensif terkait dengan subjek penelitian. Dengan demikian, perihal teks panggil dan tolak hujan dapat dipahami oleh penutur Bahasa Bali dan penutur bahasa lain. Secara xv
khusus, penelitian ini diharapkan mampu memberi jawaban yang memadai atas rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, yaitu: (1) mendeskripsikan struktur skematik TNNGB; (2) menganalisis struktur modus dan diatesis klausa TNNGB; (3) memerikan struktur transitivitas TNNGB; (4) mendeskripsikan struktur tematis dan sistem referensial TNNGB.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat akademis (teoretis) dan manfaat praktis. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan atau referensi informasi, sumbangan pemikiran, dan data kebahasaan bagi penelitian teks budaya, baik budaya Bali ataupun budaya etnis lain. Secara praktis, manfaat yang diharapkan ialah merangsang pemertahanan tradisi dan Bahasa Bali di daerah transmigran karena dalam bahasa ibu butir-butir budaya etnik dapat direalisasikan. Budaya keetnisan pada akhirnya dapat menjadi label kelompok sehingga dapat diperlakukan sejajar dengan kelompok lain. Penelitian ini juga dimaksudkan sebagai pendorong pewarisan bahasa daerah untuk dapat dipertimbangkan sebagai muatan lokal kebahasaan pada pendidikan tingkat dasar di lingkungan pemukiman Bali. Penelitian juga dapat dijadikan bahan penerbitan rekayasa teks sejenis. Terkait dengan mata pencaharian transmigran sebagai petani, penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah dokumentasi teks pertanian sebagai salah satu aset budaya tanah air. Mengingat transmigran turut berperan aktif dalam pemberdayaan potensi alam sekaligus menyokong ketahanan pangan Nasional, penelitian ini diharapkan dapat mengedepankan kelompok transmigran
untuk mendapat perhatian
semestinya baik dari pihak pemerintah maupun rumpun etnis di daerah asal. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengetahui tradisi di daerah transmigran yang dapat menambah kekayaan dokumentasi keberagaman budaya Nusantara.
xvi
2. Kajian Pustaka, Konsep, Landasan Teori, dan Model Penelitian 2.1 Kajian Pustaka Penelitian TNNGB menggunakan beberapa buku karya Halliday dan pengikutnya sebagai acuan terkait dengan teori, di antaranya, (a) Exploration in the Functions of Language (1973), (b) Cohesion in English (1975), (c) Language as Sosial Semiotic (1978), (d) Language, Context, and Text: Aspects of Language in a Social Semiotics Perspective (1985), (e) An Introduction to Functional Grammar (1985), (f) An Introduction to Functional Grammar (2004), dan (g) An Introduction to Systemic Functional Grammar (1994). Di samping itu, beberapa hasil penelitian diangkat sebagai kajian pustaka dalam kategori: (a) penelitian dengan objek teks magis, (b) penelitian dengan teori sejenis, dan (c) penelitian terkait dengan permasalahan.
2.2 Konsep Penelitian TNNGB ini mempergunakan beberapa konsep dasar, antara lain, konsep teks, teks neduh dan nyelang galah, komunitas transmigran, dan kode bahasa.
2.2.1 Teks Teks adalah bahasa yang menjalankan tugas. Teks tersusun atas unit-unit semantik yang ditata demikian rupa untuk maksud tertentu. Leksikon dipilih dan disusun sehingga membentuk struktur yang mencerminkan pengalaman, pelibat, dan organisasi pesan. Jadi, sebuah klausa tidak saja mengandung makna setiap butir leksikon, tetapi juga mengakomodasi kepentingan pragmatik (Halliday, 1978: 122).
Teks tidak dapat dilepaskan dari lingkungan teks atau konteks
(Halliday, 1985: 5). Teks memiliki struktur atau tekstur, yaitu komposisi yang memiliki hubungan di antara bagian-bagiannya (Halliday, 2004: 5).
xvii
2.2.2 Neduh dan Nyelang Galah Teks neduh dan nyelang galah dapat dipadankan dengan teks panggil dan tolak hujan (Hooykaas, 1980: 45). Leksikon neduh berasal dari bentuk teduh „sejuk, tidak panas‟ (Warna (1993:706).
2.2.3 Komunitas transmigran Konsep komunitas mengacu pada kelompok yang hidup dalam suatu wilayah tertentu yang memiliki kesamaan asal usul, kebiasaan, dan lain-lain Komunitas dapat didefinisikan sebagai kelompok organisme, manusia dan sebagainya yang hidup dan berinteraksi di daerah tertentu. Komunitas juga dapat dipadankan dengan masyarakat atau paguyuban (KBBI: 2008: 722). Transmigran adalah penduduk yang berpindah tempat tinggal melalui program transmigrasi yang dijalankan pemerintah (Setiawan, 1994: 11).
2.2.4 Kode bahasa Konsep kode bahasa mengacu pada bahasa yang dipakai mengodekan teks. Kode bahasa mencakup kode bahasa pasif, yakni bahasa yang tidak berstatus sebagai media komunikasi, dioposisikan dengan bahasa aktif. Bahasa Bali dikategorikan sebagai bahasa aktif yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari (Sidemen, 2000: 91).
2.3 Landasan Teori Teks neduh ‟panggil hujan‟ dan nyelang galah ‟tolak hujan‟ (TNNGB) diteropong dengan berpedoman pada teori Linguistik Sistemik Fungsional yang mengakomodasi aspek ekstralinguistik, di samping aspek linguistik. Pada dasarnya, Sistemik mengakui adanya alternasi dalam mengekspresikan makna, sedangkan pilihan yang dimunculkan bersifat diskret. Artinya, meskipun bahasa bersifat potensial dan menyediakan berbagai pilihan untuk mengekspresikan makna, pembicara harus memilih satu dari alternasi yang disediakan. Dimensi dan urutan prinsip bahasa dalam tinjauan Sistemik terdiri atas lima dimensi berikut.
Pertama, dimensi struktur yang disebut juga urutan xviii
sintagmatik merupakan aspek komposisi bahasa yang dalam terminologi linguistik dikaitkan dengan konstituensi. Dalam sistem tulisan, prinsip urutan berupa tataran yang berlapis-lapis yang dibentuk oleh hubungan antarbagian, yakni suatu kata terdiri atas morfem-morfem, frasa terdiri atas sejumlah kata, dan klausa disusun oleh satu atau lebih
kelompok kata. Strategi bahasa bersifat tidak terbatas
(indeterminasi) dalam memanfaatkan kelompok klausa, kata, dan tanda baca. Kedua, pada dimensi sistem diformulasikan konsep kepatutan atau kebagusan
(delicacy) dalam urutan paradigmatik. Setiap perangkat pilihan
merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terkandung nilai kepatutan (delicacy) yang dibawa oleh rangkaian leksis sebagai realisasi tata bahasa. Kepatutan bersifat sangat renik dan berfungsi untuk mengekspresikan aspek sistem yang lebih tinggi ke dalam realisasi bahasa. Ketiga, dimensi stratifikasi menunjukkan adanya strata dalam mengaji bahasa, misalnya, kajian tentang cara penulisan (fonetik), tata bunyi (fonologi), tata pembentukan kata (morfologi), dan tata bahasa (gramatika). Perbedaan sudut kajian diizinkan oleh bahasa sebagai pengakuan realita bahasa merupakan sistem semiotik yang kompleks. Kompleksitas sistem makna mendekatkan hubungan kosakata dengan tata bahasa sehingga keduanya tidak lagi dipandang sebagai strata yang berbeda, tetapi dipersatukan dalam terminologi leksikogramatika. Karakteristik leksikogramatika diposisikan dalam satu stratum, yang mencakup: (a) leksis dengan ciri terbuka, memiliki makna spesifik, mengenal kolokasi, (b) tata bahasa dengan ciri sistem tertutup, memiliki makna umum dan berstuktur (Halliday, 2004: 43). Dengan demikian, aspek sintaktis dan morfologis dipandang menjadi bagian dari tata bahasa karena kedekatan struktur kata dan struktur klausa menjadi ciri bahasa universal. Keempat, pemercontohan (instantiation) mengacu pada hubungan antara contoh dan sistem yang melatari contoh tersebut. Hal ini berkaitan dengan keinginan menjelaskan bagaimana bahasa ditata dan bagaimana penataannya berhubungan dengan fungsi bahasa untuk memenuhi hajat hidup manusia, dan selalu ditemukan kesulitan dalam membuat segala sesuatu menjadi jelas. Hal ini
xix
dipicu oleh usaha mempertahankan dua pandangan sekaligus, yakni pandangan bahasa sebagai sistem dan pandangan bahasa sebagai teks. Kelima, dimensi metafungsi merupakan fungsi dasar bahasa yang dikaitkan dengan lingkungan sosial.
Bahasa digunakan untuk menguraikan
pengalaman manusia, menamakan benda-benda, dan menguraikan benda-benda ke dalam kategori tertentu. Kemudian, kategorisasi atas benda-benda diuraikan ke dalam taksonomi yang lebih khusus. Pada saat menggunakan bahasa, ada sesuatu lainnya terjadi secara bersamaan, misalnya, ketika digunakan untuk menafsirkan sesuatu, bahasa juga memerankan hubungan sosial dengan orang di sekitarnya. Dengan demikian, klausa di dalam tata bahasa bukan hanya gambaran, tetapi juga mewakili beberapa proses, seperti melakukan, merasakan, mengatakan dan lainlain yang melibatkan partisipan dan kondisi tertentu. Perbedaan modus pemaknaan tidak berasal dari luar, melainkan dari representasi sistem tata bahasa dan sistem sosial. Hal itu mengindikasikan bahwa setiap pesan mengandung isi dan ditujukan kepada seseorang sebagai penerima pesan, tanpa adanya pemaksaan bentuk dan cara, tetapi menjadi pertimbangan konstruksi teks.
2.4 Model Penelitian Model penelitian dapat digambarkan seperti di bawah ini. Budaya Etnis Bali
TEKS Teks Neduh dan Nyelang Galah Komunitas Transmigran Bali di Sumbawa (TNNGB) Struktur Skematik
Aspek Linguistik
Nonstruktur
Struktur Modus & Diatesis
Transitivitas
Tematis & Referensial
Temuan / Simpulan Temuan / Rekomendasi xx
3. Metode Penelitian Penelitian dapat digolongkan sebagai penelitian lapangan (field research) karena peneliti langsung terjun ke wilayah penelitian tempat teks diaplikasikan. Metode lapangan memungkinkan perolehan data lengkap dan akurat. Data yang dikumpulkan berupa ujaran lisan dalam prosesi neduh dan nyelang galah di sentra pemukiman transmigran Bali di Kabupaten Sumbawa
yang mencakup
kecamatan: Lunyuk, Utan, Rhee, Plampang, Labangka, dan Labuan Badas. Pengumpulan data dikerjakan dengan metode simak dan wawancara dengan teknik simak sadap, libat, cakap, catat, dan rekam. Data yang dijadikan korpus adalah data berbahasa Bali, sedangkan data berbahasa Sanskerta, Jawa Kuna atau Bali Kawi digolongkan sebagai residu. Data korpus diolah terlebih dahulu untuk selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif berlandaskan teori Sistemik.
Interpretasi dibangun melalui triangulasi atas
data, teori,
dan
konfirmasi informan. Selanjutnya, hasil analisis disajikan dalam bentuk paparan deskriptif, ditunjang penggunaan tabel, dan gambar dalam upaya mendukung kejelasan paparan. Pembahasan ditampilkan dalam bab-bab sesuai dengan susunan permasalahan.
4. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Wilayah penelitian mencakup daerah pemukiman transmigran Bali, seperti Kecamatan Lunyuk, Kecamatan Utan, Kecamatan Rhee, Kecamatan Plampang, Kecamatan Labangka, dan Kecamatan Labuan Badas. Sebagian besar wilayah tersebut merupakan sentra pemukiman transmigran Bali, Sasak, dan Jawa berdampingan dengan penduduk asli. Transmigran Bali berkomunikasi dengan anggota kelompok dengan Bahasa Bali Lek Nusa, sedangkan penggunaan Bahasa Bali terbatas pada lingkungan keluarga yang berasal dari Bali daratan. Pada percakapan dengan kelompok lain biasanya digunakan Bahasa Indonesia dengan sisipan kosakata Bahasa Sumbawa dan bahkan beberapa transmigran cukup fasih berbahasa Sumbawa.
xxi
5. Hasil Pembahasan Teks neduh merupakan harapan perolehan hujan bagi pertani lahan tadah hujan. Teks neduh tidak saja difungsikan untuk memanggil hujan, tetapi juga mengubah karakter hujan menjadi sabeh merta „hujan berkah‟. Kondisi Sumbawa yang bercurah hujan minim membentuk pandangan teks tolak hujan sebagai teks nonfungsional dan membahayakan. TNNGB merupakan teks prosedural yang ditunjukkan hasil analisis struktur skematik dan struktur gramatika, sedangkan keterlibatan figur tidak kasatmata dibuktikan melalui analisis referensial.
5.1 Struktur Skematik Struktur skematik mengacu pada untaian peristiwa yang direalisasikan dengan pilihan leksikal, gramatikal, dan makna yang mengungkapkan tekstur dalam pola sistematis. Secara skematik, TNNGB memiliki beberapa level struktur, di antaranya, struktur kebahasaan, struktur formal, struktur makro, dan struktur fungsional. Ditinjau dari struktur kebahasaan, TNNGB menggunakan bahasa aktif dan pasif. Bahasa Bali digunakan
pada seluruh bagian fase persiapan. Fase
puncak dan penutup diawali dengan bahasa pasif, seperti bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna,
sedangkan bagian isi dikodekan dalam Bahasa Bali. Jadi, struktur
kebahasaan teks dikemas dengan susunan inti Bahasa Bali yang dikombinasikan dengan bahasa pasif. Ditinjau dari skema tahapan, struktur formal teks neduh ‟panggil hujan‟ terdiri
atas dua fase, yakni fase
persiapan dan fase puncak. Fase-fase itu
direalisasikan dengan empat tahapan, masing-masing: tahap marembug ‟diskusi‟, sangkep pengurus ‟rapat pengurus‟, mapengarah ‟pemberitahuan‟, dan neduh ‟panggil hujan‟.Tiga tahap pertama merupakan fase persiapan, sedangkan tahap neduh merupakan fase puncak. Struktur formal teks nyelang galah terdiri atas tiga fase, yaitu fase persiapan, fase puncak, dan fase penutup. Skema tahapan teks nyelang galah direalisasikan dalam tahapan mapinunas ‟meminta bantuan‟, ngaturang pajatian ‟menyerahkan sarana‟, nyelang galah ‟tolak hujan‟, dan panyineb ‟penutup‟. Tiga tahap pertama merupakan fase persiapan. Keberadaan fase pascaritual berupa panyineb atau pamancut pada teks nyelang galah xxii
mengindikasikan
tahapan yang lebih kompleks. Tahapan teks nyelang galah
bersifat baku, sedangkan tahapan teks neduh dapat disederhanakan jika diperlukan. Struktur makro teks menunjukkan medan, pelibat, dan cara yang dipilih dalam pelaksanaan teks. Fase persiapan neduh dan seluruh tahapan nyelang galah umumnya dilaksanakan di rumah ketua pamangku. Tahap persiapan dilakukan dengan
percakapan
semuka,
sedangkan
dikomunikasikan secara monolog.
tahap
puncak
Puncak tahapan teks
dan
penutup
neduh biasanya
dilakukan di pura yang difungsikan sebagai sumber kemakmuran (Ulun Suwi), sungai, atau laut. Secara makro TNNGB menempatkan ketua pamangku sebagai partisipan kunci yang berhak memutuskan seluk-beluk teks, seperti waktu, sarana, dan pelibat. Secara fungsional, fase persiapan mengandung ungkapan penerimaan, pemaparan masalah, tanya jawab, pengambilan keputusan, dan penutup. Langkah pemaparan masalah, tanya jawab, pengambilan keputusan itu dapat dimunculkan berulang sesuai dengan permasalahan. Antarbagian itu dihubungkan dengan ungkapan transisional yang menggiring pelibat memasuki tahap berikutnya. Transisi bersifat mempercepat proses perencanaan dan pembagian tugas. Bagian pembukaan fase puncak dan penutup difungsikan untuk memohon penyucian, pengampunan, perlindungan dan memuja Tuhan. Bagian isi mengandung jenis permohonan, alasan, persembahan, dan figur yang diharapkan membantu tercapainya permohonan, sedangkan bagian penutup berisikan permohonan pengabulan dan ucapan terima kasih. Teks tidak disisipkan humor atau canda tawa, artinya ada etika tertentu yang membatasi sikap dan perkataan dalam mengikuti dialog pada ranah ritual.
5.2 Struktur Modus Elemen Modus Bahasa Bali cenderung lebih sederhana daripada Bahasa Inggris yang memiliki finit dan kopula. Ketiadaan dua elemen itu menjadi kendala pengujian dengan bentuk tag atau jawaban pendek. Dengan demikian, pengujian elemen Modus berpedoman pada proses. Artinya, pada struktur tidak xxiii
bermarkah elemen yang dimunculkan di kiri proses dinyatakan sebagai Modus, sedangkan proses dan elemen yang mengikutinya merupakan Residu. Modus Bahasa Bali terdiri atas Subjek dan modalitas, sedangkan Residu mencakup proses, Komplemen, dan Adjung. Kemunculan modalitas frekuensi, probabilitas, obligasi, dan inklinasi dalam jumlah yang kecil dapat dilihat sebagai kecilnya tekanan pembicara dalam meyakinkan pendengar. Teks didominasi oleh pertukaran barang dan
jasa sehingga
jumlah
kemunculan Proposal sangat dominan. Proposal direalisasikan dengan modus imperatif yang mengandung makna perintah dan permintaan. Makna perintah yang ditujukan kepada
figur
yang tidak kasatmata mengandung gradasi
kesantunan yang khas. Makna perintah secara perlahan berubah menjadi makna relasi, abilitas, dan penerimaan. Gradasi kesantunan direalisaikan dengan lesikon nunas „mohon‟, makna imperatif {-ang}, wantah, „atribut‟, dados „sebagai‟, mangda „agar‟ dan ledang „berkenan‟. Pada akhirnya, pembicara tidak lagi menempatkan diri sebagai pemohon, tetapi penerima bantuan. Dengan gradasi itu dapat dipahami bahwa keberhasilan permohonan sepenuhnya bergantung pada perkenan Tuhan. Dominasi Proposal sejalan dengan tingginya penggunaan modus imperatif dan permintaan yang mementingkan respons nonverbal. TNNGB membutuhkan partisipasi pelibat dalam bentuk kerja fisik untuk menjalankan prosedur tahapan yang disepakati. Dukungan fisik lebih diutamakan daripada perubahan sikap. Di samping modus tipikal, teks memunculkan modus nontipikal, yakni modus yang difungsikan untuk mengekspresikan makna lapis kedua. Upaya menghargai pihak lain, ranah, dan kekuasaan menuntun pelibat menggunakan modus nontipikal. Dengan modus nontipikal implikasi makna tersampaikan dengan santun dan cenderung mendapat respons positif.
5.3 Struktur Transitivitas Struktur transitivitas berpedoman pada tipe proses yang dikandung Predikator. Analisis proses tidak dapat dilepaskan dari partisipan yang terlibat dalam proses dan keterangan lain yang menjelaskan proses. Dari enam tipe proses xxiv
yang ada, TNNGB memunculkan lima tipe proses,
masing-masing proses
material, mental, verbal, eksistensial, dan relasional. Fungsi partisipan yang dimunculkan adalah Aktor, Pengindra, Pemerkata,
Wujud, dan Penyandang.
Klausa proses material mengandung informasi yang menyatakan „apa yang dilakukan X‟ atau „apa yang dilakukan X terhadap Y‟. Proses mental mengandung informasi „apa yang dipikirkan/ diketahui/ diinginkan/ dirasakan oleh X terhadap fenomena tertentu. Proses verbal mengandung informasi apa yang dikatakan X kepada Y‟. Proses eksistensial menyatakan keberadaan suatu wujud, sedangkan proses relasional menyatakan jenis hubungan yang terjadi antarentitas. Analisis transitivitas TNNGB menghasilkan temuan bahwa TNNGB didominasi oleh
proses material yang mencerminkan sifat teks sebagai teks
tindakan yang berangkaian untuk mencapai suatu tujuan. Keaktifan pelibat insani terealisasi dalam tahap persiapan, sedangkan kerja sama dengan pelibat noninsani dimunculkan pada fase puncak dan fase penutup. Pada peringkat kedua, keberadaan benda-benda yang direalisasikan dengan proses eksistensial secara signifikan mendukung teks. Ditemukan 26% klausa dinyatakan dalam proses eksistensial. Artinya, potensi keberhasilan permohonan memerlukan keberadaan berbagai entitas. Dengan kata lain, teks berkaitan erat dengan berbagai kerja nyata dan wujud yang ada di dunia. TNNGB tidak memunculkan prose perilaku. Kondisi itu dapat dipahami bahwa teks ritual tidak berkaitan dengan tindakan fisiologikal dan psikologikal. TNNGB memunculkan kelas Predikator yang bersifat dua dimensi. Proses verbal, seperti nauhin, nanginin atau ngarahin „memberitahukan‟ tidak saja menyatakan aktivitas berkata-kata yang dilakukan oleh Pemerkata kepada Target, tetapi juga menuntut Target merealisasikannya dalam tindakan, waktu, dan cara yang relevan. Target yang mengabaikan pemberitahuan proses verbal tipe ini dapat dikenakan sanksi. Jadi, proses verbal dua dimensi tidak saja bersifat verbal, tetapi juga mengandung implikasi perintah.
xxv
5.4 Sistem Diatesis Pilahan diatesis dalam pendekatan Sistemik dikaitkan dengan tipe proses dan keagenan. Dilihat dari keagenan dikenal diatesis efektif dan Diatesis Medial. Diatesis efektif ditandai dengan hadirnya fungsi Agen, sedangkan klausa yang tidak memiliki Agen dinyatakan sebagai Diatesis Medial. Diatesis efektif terdiri dari Diatesis Operatif dan Diatesis Reseptif yang dibedakan dari tipe proses dan fungsi semantis Subjek. Klausa Operatif
menjangkau dua struktur, yakni struktur dasar dan
struktur reversibilitas. Struktur yang dikategorikan sebagai struktur dasar ialah struktur klausa dengan tipe proses aktif dengan Subjek/Agen. Alternasi itu dipengaruhi oleh pengisi fungsi Subjek dan karakter Predikator. Predikator yang dimarkahi prefiks {-} cenderung membentuk struktur dasar S/Agen--PredikatorK/Medium. Predikator yang tidak dimarkahi prefiks {ø-} membentuk klausa reversibilitas dengan struktur S/Medium--Predikator-K/Agen. Kedua struktur mempertahankan makna proses aktif dan Agen sebagai argumen wajib. Struktur reversibilitas pada klausa bervalensi tiga membentuk struktur (i) S/Medium-Predikator-S/Agen- Komplemen2
atau (ii) S/Medium--Predikator-S/Agen-
Komplemen1/OBL. Struktur reversibilitas dimungkinkan dengan menanggalkan prefiks yang melekat pada verba proses, sedangkan sufiks {-in/-ang} dapat dipertahankan. Dengan demikian, klausa Operatif dapat menonjolkan Agen atau Medium. Diatesis Reseptif mengandung proses pasif dan Agen dimunculkan secara manasuka. Proses pasif biasanya dimarkahi {ka-} pada ragam halus atau {-a} pada ragam biasa. Akan tetapi, Agen klausa Reseptif yang berupa kekuatan alam (natural force) di antaranya angin, waktu, dan binatang buas bersifat wajib hadir. Dengan demikian, Agen pada Diatesis Reseptif dapat memunculkan secara manasuka atau bersifat wajib hadir dalam fungsi Agen pemicu (inisiator). Jadi, Diatesis Reseptif dapat memberi penekanan pada Medium dan Agen pemicu. Bila dihubungkan dengan tipe proses, Diatesis Operatif ditunjukkan oleh klausa proses material, mental, verbal, dan perilaku. Proses material, mental, dan verbal juga dapat membentuk Diatesis Reseptif. Proses relasional dan eksistensial xxvi
mengandung Diatesis Medial, karena Predikator yang dimilikinya tidak mengandung proses aktif. Operatif
dan Medial
Penelitian TNNGB menemukan dominasi klausa
yang mengindikasikan keinginan pembicara memberi
penekanan pada Agen dan relasi. Penggunaan Diatesis Reseptif difungsikan secara terbatas, terutama pada tahap persembahan. Artinya, pada tahap menyatakan
persembahan,
kepada
siapa
persembahan
ditujukan,
jenis
permohonan, dan bentuk persembahan merupakan hal pokok dibandingkan Agen. Keberimbangan Agen dan Medium sebagai pengisi posisi Subjek menjadi pertanda bahwa masyarakat tidak semata-mata mementingkan pelaku, tetapi juga peristiwa atau hubungan antarentitas di lingkungan. Dengan demikian, terdapat tiga kategori proses terkait dengan diatesis yang dibentuk, yaitu (i) klausa proses material, mental, dan verbal
membentuk Diatesis Operatif
dan
dapat
menurunkan klausa Reseptif, (ii) klausa proses relasional dan klausa eksistensial membentuk Diatesis Medial, dan (iii) klausa proses perilaku membentuk Diatesis Operatif, tetapi berkendala dalam Diatesis Reseptif.
5.5 Struktur Tematis Ditinjau dari fungsi tekstual, Tema adalah elemen yang ditempatkan di awal klausa.
Tema
merupakan elemen yang ditonjolkan dan dimunculkan
mendahului Rema. Dalam teks sebuah Tema dapat dikembangkan dengan beberapa cara pada klausa di bawahnya. Pengembangan Tema klausa TNNGB dilakukan dengan pola re-iterasi, zigzag, dan majemuk. Pola re-iterasi bersifat penguatan elemen Tema tertentu. Pengembangan dengan pola zigzag merupakan pengembangkan Tema dan Rema secara berimbang, sedangkan pola majemuk merupakan pengembangan faktor-faktor pendukung Tema. Dalam sebuah klausa minimal ada satu Tema Topikal sebagai realisasi fungsi eksperiensial, baik berupa Aktor, Tujuan, maupun Sirkumtansi. Klausa dapat juga memiliki Tema Majemuk apabila
tema antarpelibat dan tekstual
ditempatkan mendahului Tema Topikal. Dengan demikian, struktur Tema Majemuk dapat tersusun atas tema tekstual, antarpelibat, dan eksperiensial. Tema antarpelibat biasanya direalisasikan dalam bentuk vokatif, sedangkan tema xxvii
tekstual dapat berupa Adjung kontinuitas atau konjungtif. Struktur Tema Majemuk itu tergolong konstruksi bermarkah karena memuat kepentingan pragmatik. Jadi, pilihan Tema Majemuk mengindikasikan budaya berbahasa yang tidak saja mementingkan Agen, tetapi juga keterangan, kata sambung, atau pembicara berikutnya. Potensi penempatan Adjung sebagai Tema lebih besar dibandingkan dengan Komplemen. Hal itu mengindikasikan tipe hubungan Subjek dengan Sirkumtansi bersifat longgar. Penempatan Komplemen hanya dimungkinkan dengan menempatkannya sebagai fokus. Bahasa Bali juga menyediakan cara untuk menempatkan komponen non-Tema sebagai Tema pada klausa sematan. Pengembangan Tema semacam itu menghasilkan relasi hipotaktis, yakni komponen Rema pada klausa induk dapat dijadikan Tema dengan penyematan klausa relatif yang dimarkahi ané atau sané „yang‟. Ketergantungan antarklausa dapat
juga ditunjukkan
dengan hubungan sebab akibat yén „jika-maka‟.
Keterbatasan jumlah pemakaian klausa hipotaktis menunjukkan bahwa pelibat lebih memilih struktur klausa sederhana dalam membicarakan prihal ritual.
5.6 Sistem Referensial Sistem referensial termasuk komponen tekstual yang bersifat nonstruktural atau tidak didasarkan atas tata urutan konstituen, tetapi keterkaitan antarkomponen di dalam teks atau keterkaitan dengan teks lain. Hubungan antarkomponen internal teks dapat berupa referensi anaforis atau kataforis tergantung pada posisi anteseden. Sifat referensi endoforis adalah koreferen dan saling menggantikan. Peneliti menemukan penggunaan acuan anaforis lebih dominan dibandingkan dengan acuan kataforis. Referensi itu menghubungkan suatu kelompok kata dengan kelompok kata atau klausa yang mendahuluinya. Informasi yang terberi dirujuk kembali setelah diendapkan dalam memori pendengar. Dominasi anaforis dapat dilihat sebagai kebiasaan komunikasi komunitas Bali mengikuti pola komunikasi universal, yakni penambahkan informasi secara bertahap dari butir informasi yang sudah dimiliki.
xxviii
Anteseden yang diacu tidak hanya berupa kelompok kata, tetapi dapat juga merujuk pada klausa atau beberapa klausa. Relasi pengapsulan (encapsulation) adalah bentuk acuan pada satu atau lebih klausa. Penelitian ini menemukan frekuensi kemunculan referensi
satu-satu lebih dominan daripada tipe
pengapsulan. Kondisi itu menunjukkan bahwa lebih mudah memahami keterkaitan antarnomina dibandingkan menghubungkan kata dengan klausa atau beberapa klausa di atasnya. Pengapsulan lebih dipilih untuk merujuk rangkaian informasi yang akan disampaikan atau ringkasan. Di sisi lain, acuan kataforis bersifat memberi informasi yang besar atau umum mendahului informasi rinci yang dimunculkan kemudian. Berbeda dengan referensi anaforis yang dapat menjangkau beberapa klausa di atasnya, referensi
kataforis hanya dapat
menjangkau anteseden yang dimunculkan tanpa penyela mengikuti anteseden. Dengan pemarkah kataforis tampak upaya pembicara menyiapkan pendengar atau pembaca
untuk menerima informasi rinci atau substitusi. Secara eksoforis,
TNNGB memiliki keterkaitan dengan teks lain, terutama pada figur tidak kasatmata yang diharapkan membantu kesuksesan permohonan. Figur Ratu Sanghyang Agama, I Wenara Petak, dan I Sampati
bersumber pada ajaran
dualistik. Figur Ratu Ngurah Tangkeb Langit, I Gusti Wayan Teba, I Gusti Made Jelawung, I Gusti Nyoman Pengadangadang, dan I Gusti Ketut Petung I bersumber pada ajaran persaudaraan “saudara empat”. Figur I Wenara Petak, dan I Sampati dapat bergerak atas izin Ratu Sanghyang Agama, sedangkan “saudara empat” digerakkan oleh Ratu Ngurah Tangkeb Langit „Tuhan‟. Jadi, meskipun melibatkan makhluk tidak kasatmata, keberhasikan permohonan merupakan perkenan Tuhan yang diabdikan bagi pemeliharaan hidup manusia.
6. Temuan Baru Penelitian Temuan baru yang dihasilkan dalam penelitian TNNGB bersifat temuan lapangan. Dua temuan itu dapat dipaparkan sebagai berikut. (1) Konotasi yang disandang teks bersifat situasional. Artinya, terbuka potensi perbedaan konotasi internal komunitas lintas tempat atau waktu. Transmigran Bali di Sumbawa memandang teks tolak xxix
hujan sebagai teks yang
nonfungsional. Teks tolak hujan tidak berfungsi signifikan bagi kelompok etnis manapun di wilayah Sumbawa, karena sebagian besar penduduk merupakan petani tadah hujan. Lahan yang diolah berupa tanah ladang kering di lembah hingga punggung-punggung bukit yang miring. Topografi tanah dan curah hujan yang kecil menyebabkan munculnya kekhawatiran bahwa pelaksanaan teks tolak hujan dapat menyebabkan hujan tidak akan turun untuk waktu yang lama. Lebih jauh, upaya menolak hujan dipandang dapat mendatangkan petaka bagi partisipan kunci. Menolak hujan diyakini mengandung tindakan ngamenékang panyarang „menaikkan pembocor‟ yang berdampak pada gagalnya persekutuan mendung. Sarang „bocor‟ yang terjadi pada alam dapat berdampak buruk pada partisipan kunci, di antaranya susah rejeki, boros, sakit nonmedis,
kesulitan komunikasi, hingga cedek yusa
„pendek usia‟. Pandangan negatif tidak saja ditujukan pada upaya tolak hujan, tetapi juga pada terminologi nerang. Kata nerang dimaknai sebagai tindakan memaksa, egoistik, dan melawan alam. Oleh sebab itu, terminologi nerang ditanggalkan dan diganti dengan nyelang galah yang mengandung makna koperatif dan permisif. Sebaliknya, teks panggil hujan diterima sebagai teks protektif fungsional. Transmigran menggunakan terminologi neduh „teduh, tidak panas‟, bukan untuk memohon perlindungan kepada dewa-dewa atas hama atau penyakit, tetapi difokuskan untuk memohon hujan. Neduh bahkan diyakini dapat mengubah karakter hujan badai menjadi sabeh merta „hujan yang memberkati‟. Dengan demikian, teks neduh tidak hanya dimaksudkan untuk menawar kemarau yang panjang, tetapi dapat memberkati hidup setiap orang. Tidak setiap orang diizinkan untuk memimpin teks tolak atau panggil hujan. Teks hanya boleh dilakukan oleh ketua paguyuban pamangku di tingkat desa adat atau pamangku lain yang ditunjuk. Peran ketua pamangku tidak hanya bertanggung jawab dalam hal ritual keagamaan, tetapi harus dapat mengantisipasi isu dan tekanan dari kelompok lain. Penggunaan persembahan, konsep banyak pura, dan keragaman cara kerap dipakai pembentuk label pemuja berhala dan ini berpotensi menjadi pemicu kerusuhan. Dengan demikian,
ketua pamangku berperan aktif dalam pelaksanaan tradisi dan xxx
penerapan nilai-nilai religius di samping melakukan kontrol sosial. Ketua pamangku biasanya dapat memberi bantuan penyembuhan secara tradisional, pencerahan rohani, dan ramalan. Kemampuannya yang jauh melampaui kemampuan rata-rata kelompok membuat warga patuh dan segan. Keseganan itu berdampak pula pada sikap apatis dan menjadi pengikut semata. Jadi, peran ketua pamangku di wilayah transmigran menyangkut ritual keagamaan dan pencitraan di mata kelompok lain. (2) TNNGB adalah teks prosedural yang didominasi oleh klausa imperatif. Akan tetapi, sebagian besar makna perintah itu dinyatakan secara santun dengan modus termodulasi. Gradasi kesantunan yang dimunculkan mencerminkan pergerakan makna perintah menjadi makna relasional dan ketermilikan kemampuan. Selanjutnya, mitra wicara dikedepankan (foregrounding) menjadi pihak yang sanggup dan berkenan melakukan sesuatu. Dalam proses itu, pembicara memosisikan diri sebagai penerima bantuan, bukan pemberi instruksi. Gradasi kesantuan dimungkinkan pada dialog satu arah. Dengan kesantunan itu dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi kesulitan yang tidak terjangkau,
manusia dapat mengajukan permohonan kepada Tuhan.
Akan tetapi, keberhasilan permohonan tergantung pada perkenan Tuhan. Tuturan yang ditujukan kepada Tuhan sebagian besar disampaikan dalam Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna, sedangkan relasi horizontal dengan makhluk setara dituturkan dalam Bahasa Bali. Jadi, relasi ke atas dan ke samping dikodekan dengan bahasa yang berbeda. Harmoni segi tiga itu tampak sejalan dengan ajaran Tri Hita Karana, yang terdiri atas: (i) pawongan „menjaga hubungan harmonis antarmanusia‟, (ii) palemahan „menjaga hubungan harmonis dengan alam lingkungan‟, dan (iii) parahyangan „menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan‟. Sejauh ini, teks tidak pernah ditujukan sebagai bentuk arogansi dan mencelakai orang lain, melainkan diabdikan untuk pemeliharaan hidup umat manusia. Di samping itu, ditemukan keterkaitan teks dengan konsep luar teks secara eksoforis. Konsep lingkungan teks yang diacu ialah konsep dualistik dan konsep persaudaraan. Tampak keberhasilan permohonan tidak dimonopoli oleh satu orang, tetapi xxxi
membutuhkan pertolongan figur lain yang diberkati Tuhan. Figur dualistik hitam putih atau figur “saudara empat” merupakan figur yang banyak dilibatkan untuk membantu keberhasilan permohonan. Selanjutnya, atas bantuan itu dipersembahkan sajen sebagai wujud terima kasih. Tipe acuan eksoforis itu membuktikan bahwa praktik TNNGB tidak dapat dilepaskan dari dukungan faktor spiritual yang memformulasikan makhluk tidak kasatmata. Meskipun demikian, konotasi teks sebagai aktivitas sihir sepantasnya segera direvisi karena keberhasilan permohonan merupakan karunia Tuhan dan difungsikan bagi pemeliharaan hidup di tengah krisis air.
7. Simpulan dan Saran 7.1 Simpulan Penelusuran seluk-beluk TNNGB berhasil menjawab permasalahan yang diajukan. Simpulan yang dapat ditarik dipaparkan di bawah ini. (1) Analisis skema penahapan menunjukkan bahwa TNNGB merupakan teks yang memiliki beberapa lapis struktur, di antaranya, struktur kebahasaan, struktur formal, struktur makro, dan struktur fungsional. Dari segi kebahasaan, TNNGB merupakan teks yang mengombinasikan bahasa aktif dan bahasa pasif. Pelapisan bahasa berkaitan dengan upaya menjalin harmoni vertikal dan horizontal. Struktur formal teks neduh terdiri atas
marembug „diskusi‟,
sangkep pengurus „rapat‟ , mapengarah „pemberitahuan‟, dan neduh „panggil hujan‟.
Struktur formal teks nyelang galah terdiri atas tahap mapinunas
„meminta bantuan‟, ngaturang pajatian „menyerahkan sarana‟, nyelang galah „tolak hujan‟, dan panyineb „penutup‟. Selain tipe kerja atau jenis bantuan yang diharapkan,
tidak tampak perbedaan yang menonjol pada sarana
persembahan maupun tuturan. Secara makro teks dikaitkan dengan aspek medan, pelibat dan cara. Fase persiapan dilakukan di rumah ketua pamangku dengan percakapan semuka, sedangkan fase puncak dan penutup dilaksanakan secara monolog. Pelibat yang terlibat langsung adalah ketua pamangku dan ketua adat. Secara fungsional, ada bagian teks yang berfungsi sebagai bagian pembukaan, isi, dan penutup. Tahapan pada fase persiapan dihubungkan xxxii
dengan ungkapan transisional tanpa sisipan humor. Hal itu mengindikasikan bahwa masyarakat transmigran lebih memilih pola berbicara yang menukik pada pokok permasalahan. (2) Teks panggil dan tolak hujan (TNNGB) memiliki komposisi Modus-Residu yang mandiri dan tidak dimungkinkan adanya fusi komponen Modus pada unsur Residu. Modus terdiri atas Subjek, polaritas, dan modalitas. Komponen Residu mencakup Predikator, Komplemen, dan Adjung. Ditinjau dari tipe komoditas yang dipertukarkan, TNNGB lebih banyak mempertukarkan barang dan layanan dibandingkan pertukaran informasi. TNNGB lebih didominasi oleh Proposal dibandingkan Proposisi. Artinya, teks memerlukan berbagai tindakan nyata para pelibat. Keterbatasan penggunaan sisipan modalitas menunjukkan pesan yang dipertukarkan adalah benar dan wajib mendapat respon positif. Dari sisi pendengar, minimnya modalitas dapat dilihat sebagai bentuk kepatuhan anggota terhadap pemimpin. Makna memerintah sebagian besar dinyatakan secara halus dalam modus deklaratif termodulasi, sebagai bentuk pertimbangan konteks dan merealisasikan aspek kepatutan. Dengan cara itu, pendengar tidak merasa direndahkan, tetapi merasa berkewajiban dan dipersilakan melakukan hal tertentu. Gradasi kesopanan itu menempatkan pendengar sebagai partisipan sesuai dengan
kemampuan
sukarela yang melakukan tindakan tertentu yang dimilikinya. Dengan foregrounding
semacam itu, pembicara memosisikan diri sebagai penerima bantuan. Teks didominasi oleh struktur Diatesis Operatif dan Medial. Diatesis Operatif memiliki Subjek/Agen pada proses aktif dengan pemarkah prefiks {-} atau Subjek/Medium dengan pemarkah {-} pada bentuk turunan. Dengan demikian, klausa Operatif Bahasa Bali dapat berfokus pada Agen atau nonAgen. Pada proses pasif, Diatesis Reseptif dimarkahi dengan {ka-} atau {-a}. Tipe Agen pada klausa yang dimarkahi {a-} cenderung mengacu pada orang ketiga, sedangkan pemarkah {ka-} bersifat lebih terbuka. Meskipun secara umum, klausa Reseptif menghadirkan Agen secara manasuka, tetapi
Agen
inisiator yang bersifat kekuatan alam harus dimunculkan secara tersurat. Dikaitkan dengan tipe proses, Diatesis Operatif dan Reseptif dapat dibentuk xxxiii
oleh klausa proses material, mental, dan verbal, sedangkan klausa proses relasional dan eksistensial menyatakan makna Medial. Proses perilaku menunjukkan karakter yang berbeda, yakni dapat menyatakan makna Operatif, tetapi tidak memiliki peluang dipasifkan. Dominasi diatesis mencerminkan teks yang mengedepankan tindakan, keberadaan, dan relasi antaentitas. Dengan kata lain, keberhasilan teks membutuhkan berbagai tindakan nyata, eksistensi benda-benda, dan relasi antarentitas yang terjalin dengan harmonis. (3) Analisis transitivitas yang merupakan penjabaran dunia pengalaman berkaitan dengan tipe proses, partisipan, dan keterangan tentang proses. Proses pokok yang mencakup proses aktivitas, kesadaran, dan hubungan dijabarkan menjadi enam proses yang lebih spesifik. Berpedoman pada tipe proses yang dimunculkan,
TNNGB
didominasi
oleh
proses
material
yang
mengindikasikan bahwa teks membutuhkan berbagai persiapan dan tindakan dari pelibat. Dominasi kedua diduduki oleh proses wujud atau eksistensial yang mengindikasikan keterkaitan berbagai benda dan simbol terhadap teks. Tiga proses lainnya, yakni proses relasional, verbal, dan mental dimunculkan dalam frekuensi yang kecil. Artinya, proses relasional, verbal, dan mental tidak berfungsi secara signifikan di dalam teks. Sementara itu, proses perilaku tidak
dimunculkan
sama
sekali.
Distribusi
proses
semacam
itu
mengindikasikan teks bernuansa formal sehingga perkataan, perilaku, dan pengindraan yang tidak
berhubungan langsung dengan teks tidak boleh
dimunculkan. Penelitian TNNGB menemukan tipe proses verbal unik yang direalisasikan
dengan
leksikon
nauhin,
nanginin,
dan
ngarahin
„memberitahukan‟. Proses verbal itu dapat dinyatakan sebagai proses dua dimensi yang menjangkau proses berkata-kata dan proses material. Dengan kemunculan tipe proses dua dimensi
dapat dipahami bahwa teks
membutuhkan partisipasi nyata pelibat semua strata sosial dalam kerangka kordinasi. (4) Kajian Tema mencerminkan kehendak pembicara untuk menonjolkan komponen tertentu dengan menempatkannya di awal klausa. Tema dapat dikembangkan dengan tiga pola, masing-masing re-iterasi, zigzag, dan xxxiv
majemuk. Ditinjau dari jumlah Tema yang ditonjolkan dikenal Tema Tunggal dan Tema Majemuk. Tema Tunggal terbentuk atas Tema Topikal, yakni representasi makna eksperiensial, seperti fungsi Aktor,
Tujuan, dan
Sirkumtansi. Tema Majemuk dibentuk dengan munculnya tema antarpelibat dan
tema tekstual di samping Tema Topikal. Secara distribusional, bagian
besar klausa TNNGB merupakan klausa dengan Tema Majemuk dengan susunan tema tekstual^antarpelibat^eksperiensial. Tema antarpelibat biasanya direalisasikan dalam bentuk vokatif, sedangkan tema tekstual dapat berupa Adjung kontinuitas atau konjungtif. Ditinjau dari organisasi teks TNNGB dibangun melalui sistem referensi endoforis dan eksoforis. Secara endoforis tampak dominasi acuan anaforis dibandingkan kataforis.
Artinya, ada
kebiasaan masyarakat untuk menambah informasi berdasarkan butir informasi yang telah dibagi di antara pelibat. Referensi anaforis memiliki kemampuan mengacu yang kuat menjangkau anteseden pada beberapa klausa di atasnya yang berupa kelompok kata atau kelompok klausa. Secara eksoforis, TNNGB berkaitan erat dengan ajaran “persaudaraan” dan konsep dualistik. Kedua teks itu dapat dilihat sebagai teks sumber yang menjelaskan seluk-beluk pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan dalam mempelajari TNNGB. Hubungan eksoforis itu menegaskan bahwa TNNGB tergolong teks yang melibatkan kerjasama dengan makhluk tidak kasatmata yang dapat membantu keberhasilan permohonan bila diperkenankan. Dengan demikian, label teks sebagai sebuah aktivitas sihir harus direvisi karena keberhasilan permohonan merupakan berkah Tuhan dan diabdikan untuk pemeliharaan hidup umat manusia.
12.2 Saran Penelitian ini dilakukan secara maksimal untuk mengungkapkan selukbeluk TNNGB. Meskipun demikian, penelitian ini masih membutuhkan penelitian lanjutan untuk menjadikannya lebih sempurna. Misalnya, penelitian di daerah tadah hujan versi etnis Samawa, disandingkan dengan teks serupa di Bali, atau daerah transmigran lainnya. Peneliti berikutnya dapat memanfaatkan hasil xxxv
penelitian ini sebagai pijakan dan selanjutnya dapat melakukan pengembangan sesuai bidang dan komunitas yang diteliti. Perlu disadari bahwa masyarakat pemukiman transmigran merupakan masyarakat plural dan kaya perbedaan pandangan. Kondisi demikian berpotensi menjadi daerah rawan konflik dengan mengoposisikan kelompok asli dengan kelompok pendatang. Oleh karena itu, peneliti yang mengambil objek komunitas transmigran sebaiknya menyadari dan mempelajari situasi setempat dan selanjutnya turut ambil bagian dalam mengedukasi masyarakat akan makna kebhinekaan. Secara teoretis, belum ditemukan kelemahan teori Sistemik dalam mengungkapkan seluk-beluk struktur TNNGB. Setiap butir permasalahan skematik dan gramatikal tidak menyisakan permasalahan baru. Oleh sebab itu, direkomendasikan pengaplikasian teori Sistemik untuk mengaji struktur teks bahasa daerah lintas etnis tanah air.
xxxvi
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ....................................................................................... i PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................ iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................................ v UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................... x ABSTRACT .................................................................................................... xii RINGKASAN ................................................................................................ xiv DAFTAR ISI .................................................................................................. xxxvii DAFTAR TABEL.......................................................................................... xli DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ............................................................ xlii DAFTAR SINGKATAN, LAMBANG, DAN ISTILAH ........................... xliv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xlvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Pengantar ................................................................................................. 15 2.2 Kajian Pustaka .......................................................................................... 15 2.2.1 Penelitian teks magis .............................................................................. 16 2.2.2 Penelitian dengan Teori Sistemik........................................................... 21 2.2.3 Penelitian terkait dengan permasalahan ................................................. 25 2.3 Konsep ...................................................................................................... 27 xxxvii
2.3.1 Teks ....................................................................................................... 27 2.3.2 Teks dan konteks ................................................................................... 29 2.3.3 Struktur teks .......................................................................................... 30 2.3.4 Teks Neduh dan Nyelang Galah ........................................................... 31 2.3.5 Komunitas transmigran ........................................................................ 32 2.3.6 Kode bahasa .......................................................................................... 32 2.4 Landasan Teori ........................................................................................ 34 2.5 Model Penelitian ...................................................................................... 50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengantar .................................................................................................. 53 3.2 Rancangan Penelitian .............................................................................. 53 3.3 Pendekatan Penelitian .............................................................................. 57 3.4 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 57 3.5 Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 58 3.6 Instrumen Penelitian ................................................................................. 60 3.7 Metode dan Teknik Pemerolehan Data .................................................... 60 3.8 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................................ 63 3.9 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis .......................................... 65
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Wilayah Penelitian ......................................................... 67 4.2 Keadaan Alam dan Kependudukan .......................................................... 70 4.3 Komunitas Transmigran Bali .................................................................. 73 4.4 Organisasi Sosial ...................................................................................... 79 4.4.1 Organisasi Antarkomunitas ................................................................... 80 4.4.2 Organisasi Intrakomunitas .................................................................... 82 4.5 Adat dan Budaya Religi ........................................................................... 84 4.6 Kebahasaan............................................................................................... 87
xxxviii
BAB V STRUKTUR SKEMATIK 5.1 Pengantar .................................................................................................. 93 5.2 Struktur Kebahasaa .................................................................................. 95 5.3 Struktur Formal ....................................................................................... 101 5.4 Struktur Makro ......................................................................................... 105 5.5 Struktur Fungsional. ................................................................................ 116 5.5.1 Struktur fungsional fase persiapan ....................................................... 120 5.5.2 Struktur fungsional fase puncak dan penutup ....................................... 129
BAB VI STRUKTUR MODUS 6.1 Pengantar .................................................................................................. 131 6.2 Komposisi Modus – Residu ..................................................................... 135 6.3 Struktur Proposisi ..................................................................................... 139 6.4 Struktur Proposal ..................................................................................... 145 6.5 Sistem Modus ........................................................................................... 150 6.6 Modus Nontipikal..................................................................................... 159
BAB VII STRUKTUR TRANSITIVITAS 7.1 Pengantar ................................................................................................... 169 7.2 Tipe Proses ................................................................................................ 171 7.2.1 Proses Material ...................................................................................... 177 7.2.2 Proses Perilaku ...................................................................................... 189 7.2.3 Proses Mental ........................................................................................ 192 7.2.4 Proses Verbal......................................................................................... 200 7.2.5 Proses Relasional................................................................................... 205 7.2.5.1 Proses Relasional Atributif.................................................................. 208 7.2.5.2 Proses Relasional Identifikasional ...................................................... 211 7.2.6 Proses Eksistensial ................................................................................ 216 7.3 Interpretasi tipe proses ............................................................................. 222
xxxix
BAB VIII STRUKTUR DIATESIS 8.1 Pengantar .................................................................................................. 227 8.2 Struktur Diatesis Efektif ........................................................................... 229 8.2.1 Diatesis Operatif ................................................................................... 235 8.2.2 Diatesis Reseptif ................................................................................... 249 8.3 Diatesis Medial ......................................................................................... 256
BAB IX STRUKTUR TEMATIS 9.1 Pengantar .................................................................................................. 262 9.2 Pengembangan Tema ............................................................................... 265 9.3 Tema Tunggal dan Majemuk ................................................................... 269 9.4 Kebermarkahan Tema .............................................................................. 272
BAB X SISTEM REFERENSIAL 10.1 Pengantar ................................................................................................ 286 10.2 Sistem Referensial .................................................................................. 288 10.3 Referensi Endoforis ................................................................................ 291 10.3.1 Referensi Anaforis............................................................................... 298 10.3.2 Referensi Kataforis.............................................................................. 299 10.4 Referensi Eksoforis ................................................................................ 303 10.5 Interpretasi Sistem Referensi ............................................................... 308
BAB XI TEMUAN BARU PENELITIAN 11.1 Pengantar ................................................................................................. 312 11.2 Temuan Baru .......................................................................................... 312
BAB XII SIMPULAN DAN SARAN 12.1 Simpulan.................................................................................................. 316 12.2 Saran ........................................................................................................ 324 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 326 LAMPIRAN ................................................................................................... 333 xl
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Dimensi Bahasa dan Urutan Prinsip-Prinsip Bahasa ..................... 40 Tabel 2.2 Hubungan Masalah dan Teori ........................................................ 49 Tabel 4.1 Komunitas Bali di Sumbawa......................................................... 76 Tabel 4.2 Struktur Pronomina ........................................................................ 88 Tabel 4.3 Kosakata Bahasa Bali Lek Nusa .................................................... 89 Tabel 4.4 Pergeseran Vokal ........................................................................... 90 Tabel 5.1 Struktur Kebahasaan ...................................................................... 100 Tabel 5.2 Variasi Tahapan Neduh .................................................................. 102 Tabel 5.3 Struktur Makro Teks Neduh .......................................................... 106 Tabel 5.4 Struktur Makro Teks Nyelang Galah ............................................. 113 Tabel 5.5 Struktur Fungsional TNNGB ......................................................... 118 Tabel 5.6 Bagian Pembukaan ......................................................................... 124 Tabel 6.1 Pelibat Insani dan Noninsani .......................................................... 144 Tabel 6.2 Bentuk Modus TNNGB ................................................................. 156 Tabel 7.1 Tipe Proses dan Partisipan ............................................................. 176 Tabel 7.2 Proses Morfofonemis ..................................................................... 183 Tabel 7.3 Rekapitulasi Tipe Proses ................................................................ 225 Tabel 8.1 Struktur Diatesis Operatif ............................................................. 248 Tabel 8.2 Proses dan Diatesis Operatif-Reseptif ............................................ 256 Tabel 8.3 Tipe Proses dan Diatesis ................................................................ 259 Tabel 9.1 Distribusi Perelatifan ....................................................................... 284 Tabel 10.1 Bentuk Referensi Satu-Satu ......................................................... 292 Tabel 10.2 Referensi Endoforis ....................................................................... 302 Tabel 10.3 Figur Dualistik ............................................................................. 304 Tabel 10.4 ”Saudara Empat” (1) .................................................................... 305 Tabel 10.5 ”Saudara Empat” (2) .................................................................... 306 Tabel 10.6 Deiksis .......................................................................................... 309
xli
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
A. Daftar Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Sistem Semiotik.......................................................................... 37 Gambar 2.2 Stratifikasi ................................................................................... 43 Gambar 2.3 Pemercontohan ........................................................................... 44 Gambar 2.4 Jaringan Makna ........................................................................... 47 Gambar 2.5 Fungsi Komponen dalam Sistem Semantis Bali ........................ 48 Gambar 5.1 Struktur Bahasa .......................................................................... 100 Gambar 5.2 Struktur Formal Teks Neduh ....................................................... 103 Gambar 5.3 Struktur Formal Teks Nyelang Galah ......................................... 104 Gambar 5.4 Struktur Fungsional Fase Persiapan ............................................ 128 Gambar 5.5 Struktur Fungsional Fase Puncak dan Penutup ........................... 130 Gambar 6.1 Komposisi Modus-Residu Bahasa Inggris ................................. 137 Gambar 6.2 Komposisi Modus-Residu Bahasa Bali ...................................... 138 Gambar 6.3 Modalisasi .................................................................................. 140 Gambar 6.4 Modulasi .................................................................................... 146 Gambar 6.5 Sistem Modus Bahasa Inggris .................................................... 152 Gambar 6.6 Prakiraan Sistem Modus Bahasa Bali ....................................... 154 Gambar 6.7 Konfigurasi Makna dan Modus .............................................. 160 Gambar 7.1 Tipe Proses .................................................................................. 175 Gambar 7.2 Proses Material ......................................................................... 184 Gambar 7.3 Proses Relasional........................................................................ 206 Gambar 8.1 Struktur Diatesis ......................................................................... 231 Gambar 8.2 Struktur Klausa Operatif Bahasa Bali ....................................... 234 Gambar 8.3 Pemetaan Diatesis Operatif ...................................................... 235 Gambar 8.4 Hierarki Agen .............................................................................. 240 Gambar 8.5 Pemetaan Struktur Reversibilitas ................................................ 247 Gambar 8.6 Sistem Pemetaan Diatesis Reseptif ............................................. 249 Gambar 8.7 Sistem Diatesis Bahasa Bali ........................................................ 260 xlii
Gambar 9.1 Sistem Tema-Rema Bahasa Inggris ............................................ 263 Gambar 9.2 Pengembangan Tema ................................................................. 268 Gambar 9.3 Kebermarkahan Tema ................................................................. 277 Gambar 10.1 Tipe Referensi ........................................................................... 289 Gambar 10.2 Skema Teks .............................................................................. 295 Gambar 10.3 Koherensi Teks ......................................................................... 297 Gambar 10.4 Sistem Referensi TNNGB ........................................................ 310
B. Daftar Bagan Bagan 2.1 Model Penelitian ............................................................................ 50 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 54 Bagan 5.1 Skema Fungsional ......................................................................... 116 Bagan 5.2 Struktur Teks Prosedural .............................................................. 117
xliii
DAFTAR SINGKATAN, LAMBANG, DAN ISTILAH
A. Daftar Singkatan A
: Adjung
Adv
: Adverbia
Ag
: Agen
AKT
: Aktif
ASP
: Aspek
ATR
:
BEN
: Benefaktif
DEF
: Definit
DEM
: Demonstratif
EKSL
: Ekslusif
EKS
: Eksistensial
FIN
: Finite
FKUB
: Forum Kerukunan Umat Beragama
Fok
: Fokus
FP
: Frasa Berpreposisi
HON
: Honorifik
IMP
: Imperatif
JM
: Jamak
K
: Komplemen
KONJ
: Konjungsi
KOM
: Komen
KONT
: Kontinuitas
KUAN
: Kuantitas
Kel
: Kelompok
LOK
: Lokatif
LSF
: Linguistik Sistemik Fungsional
Med
: Medium
Atribut
xliv
MOD
: Modalitas
N
: Nomina
NEG
: Negasi
NUM
: Numeral
P
: Predikator
PAS
: Pasif
PHDI
: Parisadha Hindu Dharma Indonesia
Polar
: Polaritas
PREP
: Preposisi
Pw
: Pelibat wajib
Ptw
: Pelibat tidak wajib
PRO
: Pronomina
RED
: Reduplikasi
REL
: Pemarkah Relatif
RESUL
: Resultatif
S
: Subjek
Sirk
: Sirkumtansi
SOS
: gelar sosial /keagamaan
JUG
: Judgement / evaluation
TG
: Tunggal
TNNGB
: Teks Neduh dan Nyelang Galah Komunitas Transmigran Bali di Sumbawa
V
: Verba
VOK
: Vokatif
B. Daftar Lambang [é]
: vokal depan, seperti pada élok
(.....)
: nomor klausa atau istilah lain
‟......‟
: terjemahan bebas
”.....”
: makna khusus
[ .... ]
: pengapit bunyi nyata xlv
/ ..... /
: pengapit realisasi fonemis
{ ..... }
: pengapit afiks/ morfem
//
: pemarkah jeda (pause)
-
: tanpa prefiks (zero prefix)
-
: pemarkah prefiks
*
: bentuk yang tidak berterima
X^Y
: susunan baku
(Y)
: bersifat opsional
C. Daftar Istilah Aktor
: Partisipan I proses material (Actor)
Benefaktif
: Partisipan yang diuntungkan
Eksistensial
: padanan untuk existent
Modus
: padanan untuk MOOD
modus
: modus komunikasi
Pamangku
: pemimpin pura
Pemerkata
: Partisipan I proses verbal (Sayer)
Pemercontohan
: prihal contoh (instantiation)
Pengindra
: Partisipan I proses mental (Senser)
Pengguna
: Client
Penerima
: Recipient
Penyandang
: Partisipan I proses relasional (Carrier)
Petingkah Laku
: Partisipan I proses tingkah laku (Behaver)
Target
: Partisipan II proses verbal (Receiver)
Tujuan
: Partisipan II proses material (Goal)
Wujud
: Partisipan I proses eksistensial (Existent) xlvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................. 333 2. Lambang dan Motto .................................................................................... 334 3. Daftar Informan ........................................................................................... 335 4. Teks Neduh (Kode A1) ............................................................................... 336 5. Foto Penelitian............................................................................................. 352
xlvii