Sennnor Nastonol Peternakon dan 6 eterrner 1998
TEKNOLOGI TERNAK UNGGAS, KELINCI DAN BABI - HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TERNAK TAHUN 1993-1997 Pitis11.
KFTARFN
dan SlJPRI Y An
Balai Penelitian Tertiak, P.O. Box 21, Bogor 16002 PENDAHULUAN Peranan tcrnak unggas sangat bcsar dalani nicmcdiakan balian pangan bergiri untuk mencukupi kebutulian telur dan daging bagi niasyarakat Indonesia. Kil ini terbukli dari kebiasaan niasyarakat untuk mcngkonsunisi daging dan telur unggas . baik bagi kcluarga manipu inaupun niasyarakat golongan rcndali di kota dan di pedcsaan . Kcbiasaan mcngkonsuinsi daging dan telur unggas ini didukung olch bcbcrapa faktor yaitu daging dan telur clipcrclagangkan secara Was, mudali diolah untuk siap dikonsunisi dan harga lcrjangkau . Tempi kcbiasa in ini tidak lagi berlaku sejak krisis moneter yang dinitilai pertengali bulan Juli 1997, niclanda Indonesia karcna dua alasan utaina harga daging dan telur unggas naik bcrlipat gancla dan di piliak lain pcndapalan niasyarakat cendening tunin akibat kehilangan niata pencaliarian . Kini daging dan telur unggas inenjadi makanan nicwali tcnitania bagi niasyarakat golongan lcniali . Kenaikan liarga daging dan telur tcnitania discbabkan oleh kenaikan liarga pakan unggas 2-3 kali lipat dibanding scbcluni krisis, sebagai akibat dari nilai tukar nipiah turun lcrhadap dolor, scclangkan scbagian bcsar balian pakan unggas diiinpor dari War negcri . Untuk niengatasi kenaikan harga pakan tcrscbut dan untuk menekan biaya produksi daging dan telur, dibutulik,an tcknologi penianf.uitan pakan yang tersedia di dalani negcri schingga kcbutulian inipor balian pakan unggas dapat ditckan scinininial mungkin. Makalah ini mcncoba untuk inerangkuni teknologi tcrnak unggas, kelinci clan babi yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Ternak pada taluin 1993-1997. Teknologi yang disajikan dalani makalah ini diperoleli dari publikasi yang diterbitkan olch Balai Penelitian Ternak pada periode diatas . Diliarapkan leknologi-tcknologi tcrscbut dapat dimanfatkan pcngguna baik dcngan mengaplikasikan tcknologi di dalani usalianya, sebagai balian pendidikan clan penyululrin maupun sebagai balian studi untuk penclitian lcbili lanjut . HASIL-HASIL PENELITIAN
Avam ras Industri ayani ras berkenibang sangat pesat sclaina 30 taluin lcrakliir clan sebalikmy a drastis menurun sejak krisis ekononii dan moneter bulan Juli 1997 . Akibatnya, junfah peternak dan populasi ayani ras saat ini nienunin tajani serta dipcrkirakan lizinya tinggal 30%. dari populasi sebeluni krisis nioneter . Penyebab ulania keruntulian industri perunggasan tcrscbut adalah karena meningkatnya harga pakan tcrnak sebagai akibat inelenialinya nilai tukar nipiah terhadap dollar Anicrika Scrikat, scbab scbagian bcsar bahan pakan tcrnak unggas tcrutania ayani ras inipor dari luar negcri . Kenaikan harga pakan tcrscbut incngakibatk in biaya produksi tcrnak naik, karena 7080% biaya produksi unggas bcrasal dari biaya pakan tcrnak . Oleh karcna besarnya pcranan pakan dalain industri unggas tersebut, maka scbclum taluin 1995 (selclah itu tidak dilakukan pcnelitian
SeminorNosionall'eternakan dan 1 elerrner 1998
ayant ras) penelitian ayant ras lebih dikonsentrasikan pada pcnclitian nutrisi tcnltama untuk mencari alternatif sumber pakan yang tersedia di dalam negcri seperti bungkil inti sawit, lumpur sawit, limbah kakao, limbah sagu, onggok dan limbah kopi. Pemanfaatan bahan pakan alternatif tersebut diupayakan ntelalui proses fermentasi untuk meningkatkan daya guna pakan. Teknologi fermentasi yang digunakan adalah fermentasi substrat padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger, Rhizopus oligosporus atau Eupenicillium javonicurn yang mantpu meningkatkan kadar protein, energi serta produksi enzim yang dapat membantu proses pengerngan . Walaupun demikian, proses fermentasi juga akan menghilangkan sebagian bahan kering dan memproduksi asam nukleat yang kurang palatable dan sulit dicerna . Jika bahan pakan alternatif mengandung kadar protein yang sangat rendah seperti untbi singkong, sagu dan ampas sagu, proses lebih ditujukan untuk memproduksi sel kapang sebanyak mungkin . Proses fermentasi hanya dilakukan secara aerobik dan dihentikan scbclum pcmbentukan spora . Bila bahan awal mengandung kadar serat yang tinggi sekitar atau mclebihi 10%, seperti daun singkong dan bungkil kelapa, proses aerobik akan diikuti dengan proses enzimatik anaerobik . Pada proses ini aktivitas enzim hidrolitik yang diproduksi bersamaan dengan pertumbultan sel dipertahankan, sedangkan perturnbuhan sel dibatasi dengan membatasi oksigen substrat . Bahan substrat yang digunakan dapat berasal dari bahan segar atau bahan kering . Meskipun penggunaan bahan kering akan menambah biaya pengeringan, tetapi lebih mcnrpertahankan nnrtu produk karena akan mempermudah pengaturan kadar air substrat . Sedangkan penggutman bahan segar yang mengandung kadar air tinggi sebaiknya dilayukan scbclum difermcntasi . Sclain itu bahan substrat hanis dicampurkan dengan antonium sulfat, urea. sodium dihidrogen fosfat, dan mikro elemen . Kemudian dikukus dan diinokulasi dengan spora kapang dan diinkubasi dibaki plastik pada sulni 30°C selanta 5 hari . Inkubasi cassapro dan sagu, dilakukan sclama 5 hari sedangkan untuk bungkil kelapa dan bungkil inti sawit dilakukan sclama 3 hari . Pada kedua substrat ini diteniskan dengan proses enzimatik anaerobik dan kenrudian produk dikeringkan pada sului 60° C. Untuk ntenguji daya guna produk sebagai bahan pakan unggas, maka produk fermentasi tersebut diberikan pada ayanr atau itik dengan kandungan protein dan kalori ransunr yang sama. Penggunaan cassapro dan dedak pada ransunr ganr pedaging
Cassapro adalah hasil produk fermentasi ubi kayu (singkong) . Pemakaian cassapro dalam ransunr secara nyata meningkatkan berat badan, tetapi tidak berpengaruh nyata pada konversi ranstun . Kadar dedak padi dalam ransum secara sangat nvata menurunkan perlambahan bobot badan dan efisiensi penggtuman ransunr . Pcnggunaan kedua bahan pakan tersebut akan meningkatkan pertambaltan bobot badan dan konversi ransum . Pada tingkat penggunaan cassapro 5% akan memberikan efek positif pada ransum yang mengandung 21 dan man 42%~ dedak; sedangkan pada penambahan cassapro 10%, pada ransunr hanya memberikan efck positif pada pemberian 21% dedak padi. Hasil penelitian ini memberi indikasi baltwa cassapro nningkin mengandung enzim hidrolisis yang ntampu meningkatkan daya cerna dedak. Salah satu enzim yang diduga berperan adalah enzim fitase, yang dapat menguraikan asam fitat pada dedak dan menghasilkan fosfor (P) yang dapat dintanfaatkan oleh ternak . Penggunuun sago dam ampas sago pada qum pedaging
Ferntentasi empelur sago dam ampas sagu meningkatkan kadar protein masing-masing dari 1,65 dam 2,05% menjadi 16,25 dam 14,35%, ntenunmkan kadar serat kadar masing-masing dari 152
Seminar Nasional Peternakan don 1%etermer 1998
5,91 dan 18,48% menjadi 9,22 dan 22,29 'Y~, din menunlnkan kadar pati Inasing-masing 64,97 dan 45,90% menjadi 35,55 dan 16,39% (HARYATI et al., 1995) . Pengujian pada ayam pedaging sampai umur 4 minggu menunjukkan bahwa produk fcrmentasi sagu dan ampas sagu d ip it dipakai sampai 10% dalam ransum (KOMPIANG diui SINURA'r, 1995 , K()NIPIANG, 1997) . Penranfaatan linibah kol)i dan kakao sebagai pakan c~yanr pedaging
(1996) melaporkan bahwa limbah agroindustri kakao dan kopi sangat potensial di Indonesia, masing-masing 120 .500 ton dan 250 .000 ton per talttln . Limbali ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan pakan ternak . Limball kopi berupa kulit buah kopi dan kulit biji kopi belum dimanfiatkan secara optimal . Sedangkan limbali kakao benlpa kulit biji kakao, sudah digunakan peternak dalam junilah terbatas pada ransum sapi . Kakao dan kopi mengandung zat anti-nutrisi masing-masing theobromin dan caffein . Kualitas fmbali terscbut ditcntukan oleh teknik pengolaliannya . Bobot badan ayam pedaging yang diberi 7,5" kalit b ( i kakao turun 14% dibanding kontrol . Sedangkan pemberian 10% kulit buall kopi mcnurunkan bobot badan sebesm 10,5% . Penelitian menunjukkan bahwa fcrmentasi ternyata dapat mcnurunkan kandungan theobromin secara linier. Sebaliknya nilai nutrisi protein din fosfor mcningkat 3,3'% din kecernaan protein meningkat 3,1 1/0, tetapi kadar Icmak, kalsium, dan encrgi relatif tetap. Kulit biji kakao yang belum dan sudah difermentasi dapat dipakai sebanyak 5%. (ikon ransum ayam pedaging . ZAINUDDIN
Peningkatan Jaya cerna dan pemanfaatan bungkil inti sawit dan lumpur sawit
Faktor pembatas penggcmaan bungkil inti sawit pada ternak non rmninansi i adalah kadar seratnya yang tinggi dan kecernaan protein yang renddi. Penelitian dil ikukan untuk mempelajari penganlh fcrmentasi dcngan kapang untuk meningkatkan kecernaan dan nilai nutrisi selungga pemanfaatan bungkil inti sawit seb igai bahan pAan ternak dalmt Icbib optimal (D~~ant :a et al ., 1994). Dengan kapang A . niger kecernaan protein secara in vilro (monogastrik) mcningkat dari 8,71 ke 38,92'Yo ; kecernaan bahan kcring dari 32,08 ke 48,52%, Kad ir serif detergen netral menunln dari 77,45 ke 54,95% dan serat detergen asaln dari 49,19 kc 36.91%, . Sedangkan untuk E. javanicutn kecernaan protein mcningkat dari 8,71 ke 44,95%,: keccrtman b ilmn kcring dari 32,08 menjadi 44,67'% . Kadar serat detergen netral tunin dari 77 .45 ke 45,65%, din serat detergen asam dari 49,19 ke 35,51% . Kandungan protein produk fcrmentasi juga mcningkat dari 15,11 kc 20,72%, untuk A . ni,ger dan menjadi 22,51('/o dcngan menggwnnk
Bungkil inti smvil dan lumpur sawit yang belum dan scldah difermentasi dalmt dipakai masing-masing sebanyak 5'X) dalam mnswn pedaging din 10'Yo dalam ransum itik (SINIIRAT et al . 19981) . Akin tempi, bungkil inti sawit dan lumpur smvit baik ying belum nmupun fang sidah difermentasi d ip it cligunakan sebanyak 15%) di dalam raisin itik (SINURAT c>t al . 1998b) . Avam burns
Ayam bums dipchham secara Iwas din mcrata di scluruh dacrnh cli Indonesia . Populasi ayam buras dilapork in mcningkat setiap whim sebelum krisis moneter clan kewang in . Rich mas i krisis scperti sckarang ini patut diduga b ili\\a akan lcrj idi pengurasan populasi ayam burns akibat tekanan ekonomi karena s~dah satu tujuan pemehlmm in ayam bums achlah untuk tabung,In yang sewaktu-Nvaktu dapat dijual untuk mempcrolch wing tun"d biml kcpenting ;m kclwarg i. 15 3
Seminar Nasional Peternakon don beteriner 1998
Sebagian besar ternak ayam buras dipelihara secara tradisional sehingga produklivitasnya Juga rendah, tunibuli lanibat, produksi telur rendah, tingkat kcniatian tinggi, dan induk inempunyai sifat mengeram. Unttik nieningkatkan produktivitas ayam buras. dibutullkan pcrbaikan nuttu bibit, pakan dan nianajemen ayam buras terniasuk upaya pcncegalian pcnyakit tetclo. Seleksi untuk mengurangi sifat nrengerunr dan nieningkatkan produktivitus utganr huras
Penelitian sclcksi untuk niengurangi sifat mengeram ayam buras telah dilakukan pada populasi dasar seleksi . Populasi dasar yang digunakan berasal dari Cianitir, Jaliwangi, Cigudeg, dan DKI (SARTIKA, 1998). Pengatnatan selania 6 btilan pada populasi dasar diperolch rataan produksi teltir inasing-masing sebesar 57,27 butir, 53,96 butir; 52,64 butir, dan 53,53 butir unluk populasi Cianjur, Jaliwangi, Cigudeg, dan DKI. Produksi telur dari total populasi secara keseluruhan sebesar 54,79 butir. Pada populasi seleksi 50%, rataan produksi telur yang dihasilkan dari populasi Cianjur, Jaliwangi, Cigudeg, dan DKI bertuntt-turtit sebesar 90.42 butir, 72,06 butir, 72 btitir, dan 71,25 butir dan total populasi seleksi 50%. sebesar 74,91 butir; schingga diferensial seleksi yang dihasilkan dari total populasi sebesar 20.12 butir dan prediksi respon seleksi yang diharapkan sebesar 5,03 butir. Ternyata tidak senuta ayam buras meniperlilialkan sifal mengeram . Ayani buras yang produksi telurnya rendah dan bcrteltir tents mcnens, biasanya mempunyai sifat mengeram dengan masa istirahat yang panjang . Tetapi ayam buras dengan produksi rendah dcngan pola bericlur tidak bcraturan biasanya tidak mempunyai sifat niengerani . Tidal, terlihat korclasi antara sifat mengeram dengan produksi telur. Seleksi gyanr burns di pedesaan
Produksi teltir ayam buras yang dipehhara secara intensif berkisar antara 5.5"/ sampai dcngan 65,1% dengan rata-rata 30,98 (12,12% . Sebagian bcsar ayam memiliki produksi telur antara 20,1% sampai dengan 40,0'Y.. Pada unutr 10 minggu. bobot baclan ayam buras antara 420 grain sampai dcngan 865 gram dcngan rala-rata 696,34 (93,55 gram) . Rala-rata bobot telur yang dihasilkan adalah 44,94 (2,90 gram) dcngan ktialitas cukup baik. Olch karena itu . sclcksi pada ayam buras diperkirakan akan meniberikan peningkatan produkliyitas _yang cukup berarti (GOZALI, 1996). Perbanyakan ayam lokal nielalui persilangan
Anak ayam keturtman pertania (FI) hasil persilangan ayam jantan lokal (Sentul, Bangkok, Kedu putili dan Pclung) dengan ayam ras petclur (HNN) dan ayam ras pcdaging (AKSAS) ntenunjukan pertuinbulian yang lebill cepat dibandingkan rata-rata pcrtunibultan ayam lokal (DHARSANA, 1996) . Pada unntr 10 minggu bobot badan rata-rala 889,7 gram-1 .053 grani untuk persilangan dcngan HNN dan 988,7 grani-1 .208 grain dengan AKSAS . Berdasarkan pcrhitungan statistik terdapat perbedaan pertumbulian, konyersi pakan yang nyata antara ayam Fl yang diberi pakan koniersial dan pakan campuran (6 bagian konicrsial dan 5 bagi,,m dedak). Warna bulu ayam Fl sangat dipenganthi warna bulu induknya . Sebagian bcsar Fl memiliki Warna bulti yang dapat diterinia olelt konstimen daripada ayam ras peleltir. Nainun paniang kaki kctuntnan HNN, Bangkok, Kedu putili, dan Pelting) dengan ayam betina ras petcltir (HNN) dan ayam ras lebill panjang daripada ayam AKSAS. Berdasarkan liasil-hasil penelitian ini bisa diambil kesimptilaan baltwa produksi daging ayam lokal berpeluang ditingkatkan dengan niengawinsilangkan ayam jantan lokal dengan betina ras yang produktivitasnya lebill tinggi . Penelitian evaluasi bobot karkas 154
Seminar Nosional Peternakan dan Petertner 1995
dan uji organoleptik daging ayam pelting silangan antara pejantan lokal (Pelting, Sentul, Bangkok, Kedu) x betina ras (HNN, AKSAS) yang dipclilmra intensif, menunjukkan bahwa bobot hidup dan bobot karkas tertinggi AAA hasil persilangan antara ayam lokal scntul x AKSAS dmi antara ayam lokal Kedu x FINN. Raman nilai test organoleptik menunjukkan tingkm skor kesukaan antara suka sampai sangat suka terhadap daging ayam Imsil silangan antara pejantan lok il dengan betina ras AKSAS matipun HNN . Dari hasil pcnclitian ini disimpulkan bahwa daging ayam hasil silangan antara pejantan lokal x betina ms d ipat diterima konsumen dengan baik. Hasil persilangan aqanr pehrng jantan dengan a .vanr huras betina
Hasil persilangan ayam Pelting jant in dan av.un buras betina menunjukkan bahwa pertumbultan ayam buras silang lcbili tinggi daripad i ayam buras murni, konsunisi pakan sel inta 12 minggu antara ayam buras silang tid ik berbcda nyata dengan ayam bums nuirni, tempi efisiensi penggunaan pakan ayam buras silang lcbih baik dibandingk in bums murni, pcrsenmse bobot karkas tidak berbeda nyata antara kedua galur . Ist;ANDAR et al. (1997) melaporkan baltxva permnib ilmn bobot bad :m ayam bums yang diberi pakan berkadar 21, 19, 17 dan 15'Yo protein adalalt 801 ; 778 : 680 din 546 grant/ekor/12 minggu : konversi pakan 4,02 ; 4,18; 5,35 ; dan 5,57; pcrsentase karkas 62,74'A: 62,32'Y.,. 63_57'yo : dan 62,94% ; Lemak pcnrt 0,72%; 0,50% : 0,271/(,; dan 0,71'o . Sed ingkan pcrmmbArm bobot badan ayam Pelting yang diberi pakan yang sama adalah 990, 894, 721, dmi 712 g/ekor/12 minggu ; konversi ransum 3,84; 4,07, 4,218; dan 4,64 .g Pcrsent
Itik Sampai saat ini pemelihaman itik di Indonesia adalah untuk mcnghasilk in telur dmi daging. Itik pada untumnya dipeliltara secara tradisional dengan menggcntbalakan itik di smvah atau di pinggiran sung ii. Dalam pengembangannya, dims ikan bahwa ketcrsedi;rtn bibit dmi pakan yang bennutu ntenipakan masalah utama dalant peternakan itik . thiluk itu pencliti,in tcknologi bibit dan pakan menjadi prioritas pada tcrnak itik seperti pada tcrnak ayam . Produktivitas itik Alabio pada peternakan rakrat di Kalimantan Selatan
Itik Alabio dikenal sebagai itik lok il dengan kenmmpuan produksi ying tinggi . Diduga telah terjadi penuninan tingkat produktivitas itik Alabio antara lain discbabkan olch menuninnya kualitas nnttti genctik itik Alabio sebagai akibat sistcnt manajemen pcrkmvinan amu pola seleksi yang kurang tepat . Hasil penelitian pada taluin 1994 mcmmjukkan bahxv i sclcksi meningkatkan produksi telur rata-rata scbcsar 6,17% dan efisiensi pakan sebcsir 0,63 sclama 9 bulan produksi pada populasi seleksi dibandingkan populasi kontrol (GITNA\\'AN el al . . 1994) . Adanya perbedaan produktivitas discb ibkan oleh peningkatan mutu genctik pada populasi sclcksi sebagai akibat dari seleksi pejantan yang berasal dmi populasi das ir yang dipilili dari 3 pctcrnak terb iik . Heterosis pada persilangan itik lokal
EGsiensi produksi usalia ternak itik masih rclatif rendah karena skala kepemilikan yang kecil dan kualitas bibit belunt baik. Salah smu upaya untuk meningkatkan kualitas bibit adalalt dengan 155
Seminar Nasionall'eternakan Jan 1 eleriner 1998
naenggtmakan hasil persilangan di antara jenisjenis itik lokal yang ada untuk mcmanfaatkan heterosis yang tinabul pada hasil persilangan (PRASFTYO, 1997) . Pengujian adanya leterosis dilakukan pada itik Mojosari dan Tegal untuk mcnglaasilkan ketunman Tegal x Tegal (TT), Tegal x Mojosari (TM), Mojosari x Tegal (MT) dan Mojosari x Mojosari (MM). Hasil penclitian menunjukkan bahwa itik Mojosari mcnipakan itik lokal yang berpotensi untuk dipakai dalani program persilangan, dengan tingkat produksi telur 87,14%) . Hasil persilangan itik MT dan TM beluna menunjukkan kcunggulan pada awal pertunibulian . Penggunaan bungkil kelapa tanpa fermentasi dan dengan fermentasi pada anak itik dan itik petelur Proses fermentasi bungkil kelapa dapat meningkatkan kadar protein. kalsium dan fosfor, tetapi menunlnkan kadar Iemak dan serat kasar . Hasil penclitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya cerna balian kering (5,3%), protein (16,0%), fosfor (57,0% .) dan energi nietabolik (48,4%) . Pengujian pada anak itik menunjukkan bahwa Pengginaan bungkil kelapa tanpa fermentasi hingga 30% tidak menyebabkan gangguan pcrtumbulian. Tctapi pcmberian produk fermentasi scbanyak 10 dan 20'% menvebabkan gangguan pert uimbulmn sampai muur 5 minggtl, tetapi ganglman ini tidak terlihat lagi pada uniur lebih lanjut . Olch karena itu disarankan untuk nienggtmakan tidak Iebih dari 20% bungkil kelapa yang difermentasi clalam ransum anak itik. Pada itik petelur, 30% bungkil kelapa tanpa atau dengan fermentasi dnpat dipakai tanpa inengakibatkan efek negatif Dengan demikian, keuntungan yang diperolch dari fermentasi bungkil kelapa adalah peningkatan nilai gizi produk fermentasi (St:'rt:~t~t el al. . 1995 ; SINt!R,aT et al., 1995) . Penggunaan singkong terfernmentasi untuk itik petelur Nilai gizi singkong sangat rendah tenitama ditinjau dari kandungan proicinnya (2%) . Oleh karena itu, pengolahan singkong untuk meningkatkan nilai gizinya sangat cliperlukan sebelum dinaanfaatkan untuk ternak . Salah satu cara yang sedang dikenabangkan di Balai Penclitian Ternak adalah nielalui fermentasi singkong dengan jamur A.vpetgillus niger yang mcnghasilkan Cassapro (SINURAT et al., 1994) . Hasil penclitian menunjukkan bahwa penggimaan cassapro dalani ransum itik petelur hingga 20% tidak inempengaruhi rata-rata konsunisi ransum, bobot telur, bobot putili dan kuning telur. Ada kecendenlngan bahwa dengan pencampuran cassapro ke dalam ransum dapat meningkatkan produksi teltir. Penurunan skor warna kuning telur juga terjadi dengan meningkatkaa kadar cassapro dalana ransum. Daya tunas telur cendenlng lebili baik pada itik yang diberi ransuni dengan kadar cassapro yang lebih tinggi. Pcrsentase daya tetas tidak dipcngandu oteh kadar cassapro dalana ransum . Penggunaan prenri-r kepala udang Pemeliharaan itik di Indonesia untuninva masili digcmbalakan dengan junfah pemilikan yang kecil . Pada masa boro (diluar musim padi), itik biasanya dipelihara disekitar pekarangan, kolana, aliran sungai atau peniatang sawah. Pada saat ini produksi telur itik sangat rendall . Penambalian premix pada itik gembala di musini boro dapat meningkatkan produksi telur sebesar 12,4% dengan rataan bobot telur meningkat dari 67,3 g menjadi 71,5 g/butir. Namun harga premix 156
Seminar Nosional Peternakan dan Veto iner 1998
yang cukup mahal menipakan kendala dalam aplikasinva pada petani peternak . Pcnggantian premix komersial dcngan premix kepala udang (kepala udang 85% ., tepung kapur 10,3'%, Lysin 1,2%, Methionine 0,35% dan premix B 2,45%) menunjukkan hasil yang cukup baik. Rataan produksi telur selama 4 btlan pengamatan pada kelompok yang mendapat premix kepala udang 10,6% lebih tinggi dari kontrol (46,6 vs 36°/.). Bobot telur juga lebili tinggi sekitar 4,2 g dibanding kontrol . Penggemukan itik jantan
Sekitar 50% dari anak itik adalah jantan, sedang kebutuhan itik jantan sebagai pejantan sangat terbatas . Itik jantan tersebut dapat dipelihara untllk digemukkan sebagai ternak itik potong. Hasil penelitian menunjukkan ballwa dengan ransum tertcntu itik jantan pada umur 9 minggu dapat mencapai bobot badan 1,3 kg/ckor dengan konversi pakan 4,55 dcngan pcrscntase karkas 77% (BALiTNAK, 1996) Itik Bali memberikan pertumbullan tcninggi, clan pcrtumbulmn terendah terdapat pada itik Alabio yang diberi ransum vang terdiri dari dedak padi 58,8'Y.., pakan broiler 40% dan premix 1,2% . Bobot badan pada unntr 10 minggu ben,ariasi antara 1 .1-1,5 kg. Pengaruh kadar protein ransum terhadap penumpilan itik lokal silunl;
Konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan itik jantan clan betina umur (()-4) minggu dan (0-9) minggu yang memperoleh ransum 12'Yo protein mata Iebili renclall chbancling clengan itik yang memperoleh ransum dcngan l6dan 20% . (R:m umJ(), 1996) . Konsumsi ransum antara perlakuan 16 clan 20% tidak berbeda mata. Sebaliknya, konversi ransum ilik \ang memperoleh 12% protein nyata Iebill tinggi dibanding ransum16 dan 2()"/. kecuali pada itik berumur (0-4) minggu . Konsumsi ransum yang mengandung 16%, protein pada jantan mata lebili tinggi dibanding 20'Y.,-, . Bobot karkas ayam yang memperopeh ransum 12',. protein mata Iebili rendah dibanding 16 das 20% protein. Bobot karkas ayam pada perlakuan 16'N, protein nrata lebih rendah dibanding 20°/o protein. Persentase ginjal, usus, kepala clan kaki yang mendap it 12%, protein nyata lebill rendah dibanding 16 clan 20%, clan antara ransum 16 clan 20%. protein ticlak berbcda m,ata . Persentase hati, rempcla dan jantung ketiga tingkat protein hdak bcrbecla mata . Tcrjadi peningkatan kandungan lemak abdominal seslmi dcngan peningkatan tingkat encrgi dalam ransum . Entok Pemeliliaman anak entok jantan secara basall clan kcring tidak menunjukkan pcrbcdaan yang nyata dalam konsunlsl ransum, bobot badan, konversi ransum, dan pcrscntase bobot karkas . Jenis kelamin tidak mempengandu produksi bulu yang dicabut ; setinp panen diperolch bulu yang tercabut scbanyak 34,5 lembar bagi entok jantan dan 31,9 Icmbar bagi entok betina dcngan sedang waktu pencabutan selama 58,8 hari (ANTAWIDJAJA et al., 1994) . Kelinci Pada umumnya kclinci dipelihara untuk produksi bulu/kulit clan produksi daging . Walaupun belum begitu dikenal luas dikalangan peternak. beberapa dacrah Mali mulai mengembangkan ternak kclinci . Pcmyedia in bibit yang bermum men jadi perhatian dalam penelitian selama ini di samping penelitian pakan. Seperti pada ayam ras, beberapa talmn tcrakhir tidak dilakukan penelitian kclinci di Balai Penclitian Ternak .
157
SeminarNasional Peternakon dan 1-eteriner 1995
Peningkatan protluk7ivitas dan mutu kelinci rex tlan satin melalui peniurnian thin kawin silang (Tahap 1) Perkawinan silang sering dilakukan dalam usaha peternakan untuk Inemanfaatkan sejauh mungkin efek heterosis atau hvbrid vigor dan untuk menggabungkan sifat potensial saw dengan yang lain, yang saling menunjang dan menciptakan kombinasi siflt yang lebih baik. Kawin silang antara kelinci Rex jantan dan kelinci ras (tunlnan New Zealand White x Flemish Giant x Californian) betina ternyata dapat menghasilkan kelinci (F I) yang memiliki bobot sapill 630 g/ekor (lebih berat dari bobot sapill kelinci Rex) (DIIARSANA et al., 1995) . Selain itu, 45' Yo dari litter size (F1) memiliki pola bulu seperti bulu Rex, sedangkan sisanya (55'Yo) pada fase grower memiliki bulu seperti bulu ras tetapi pada saat dewasa, ketika bulu mcncapai fase senior prime pola bulunya merupakan kombinasi antara bulu Rex dan ras (lebill pendek dan halus) . Pada kawin silang antara kelinci Ras jantan dan Rex betina, kelinci F1-fase grower selunillnya memiliki pola bulu seperti kelinci ras, namun bembah pada fase dewasa menjadi pola kombinasi . Nilai organolcptis bulu dari kelinci F1 terletak antara nilai bulu kelinci Rex dan kelinci ras . Ktiwin silang kelinci Rex abu-abu dengan hitam dan sebaliknya tidak mempenganihi produksi tetapi menunjukkan bahwa warna hitam lebih dominan dari pada abu-abu . Kawin silang antara Rex jantan merah dan betina coklat menghasilkan F1 yang 75,74% berwarna merah keabu-abuan dan sisanya benvarna hitam. Warna merah dan coklat tidak tampak sama seahuh . Protluktivitas dan kualitas produksi rcx melalui pemberian beberapa pakan imbuban pada dua agroklimat berbetla Pemeliharaan kelinci Rex ditujukan tenitama untuk memperoleh kuht-bulu yang berkualitas tinggi, yang dipenganlhi antara lain oleh lingkungan (sulm, kelembaban) dan komponen pakan. Lokasi yang digunakan untuk penelitian pertumbuhaiVproduksi adalah Baftnak-Ciawi (sulm 20,3 21,31 °C dan kelembaban 74,0 (5,5%) dan perkebunan teh Scdcp, Pengalengan (13,9-9,9°C, kelembaban 80,6 (10,4%) . Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produktivitas kelinci (pertambahan bobot badan, bobot potong, persentase karkas dan kulit, konsumsi ransum) yang dipelihara di Ciawi (di mana iluktuasi sulm dan kelembaban rcndah) secara konsisten Icbili tinggi daripada yang dipelihara di Pengalengan (ABDULiAI-I et al., 1995) . Demikian pula untuk mutu bulu (penampilan umum, kilapan, kepadatan, kerontokan, dan kchalusan) yang dianalisis secara visual dall bahkan untuk perlakuan keprimaan kulit, nilai yang diperoleh sangat tinggi untuk Ciawi >93%, sedangkan untuk kelinci di Pengalengan hanya berkisar antara 52-58'Y,, . Mortalitas ternak tidak berbeda antara kedua lokasi . Babi Potensi produksi cukup besar pada 9 penlsahaan yang dievaluasi di Sumatera Utara . Angka kelahiran 1,66 litter/talutn, lahir 8,47 ekor, sapill 7,58 ekor, mortalitas 10%, umur sapill 49 hari, jarak waktu kawin setelah disapih 17,1 hari, unrur mencapai berat potong 214,7 hari, dan suckling pigs 19,9 hari. Masih banyak kendala yang dihadapi yakni mahalnya biaya transportasi dan biaya produksi anak babi sehingga kurang mendukung volume ekspor . Pelayanan ekspor saat ini masih bersifat promosi dan penyangga stok produksi babi lokal (SILALAIiI et n/., 1995) . DAFTAR PUSTAKA dan D, PURNAMA . 1995 . Produktivitas (kin kmllltas hasil produksi Rex dan ras melalui pemberian beberapa feed adifve pada dim agrokhmat bebeda.
ABDOELLAH, T.M., MURTIYENI, Y.C . RAHARJo,
158
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 Kumpulan Hasil-liasil penelitian APBN T .A 1994/1995 . Balai Penelitian Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian . ANTAWIDJAJA, I .A . BINTANG, B . WIBOWO, S . ISKANDAR, MASBULAN, dan E . JUARINI . 1994 . Silntllasi Strategi Usaha Tani Melalui Pemberian Pakan Entok pada Penieliharaan Secara Basali dan kering serta Pencabutan Bulu Entok Dewasa . Laporan talmnan 1993-1994 . Balai Penelitian Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petentakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . DARMA, J ., T. PURWADARIA, T. HARYATI, dan A . THALIB . 1994 . Perbaikan Daya Cenia Bungkil Inti Sawit . Laporan Talitinan 1993-1994 . Balai Penelitian Tentak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . DHARSANA, R. 1997 . Genotype X Enviroiuuent . Perbanyakan Ayam Lokal Melalui Persilangan . Laporan Talitinan 1995-1996 . Balai Penelitian Tentak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . DHARSANA, R ., Y .C . RAHARDIO, K . DIWYANTO, dan SOEDIMAN . 1995 . Penin o katan Produktivitas dan Mutu Hasil Kelinci Rex Melalui Peinumian dan Kakvin Silang (Tahap 1) . Laporan Talitinan 1994-1995 . Balai Penelitian Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petentakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . GozALi, N .A . 1997 . Seleksi untuk Peningkatan Keragaan Ayam I3uras di Pedesaan . Laporan Talntnan 19951996 . Balai Penelitian Tentak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . GUNAWAN, B ., M. SABRANI, U. KUSNADI, datl KomARUDIN. 1994 . Produktivitas Ilik Alabio pada Petentakan Rakyat di Kalimantan Selatan . Laporan Talitinan 1993-1994 . Balai Penelitian Tentak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petentakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . HARYATI, T . 1995 . Protein Enrichment dari Sagu (CASSAI'R(.)-SG). Laporan Talntnan 1994-1995 . Balai Penelitian Tentak, Pusat Penelitian dan Pen o embangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . IsKANDAR, S . 1997 . Genotype X Environment Interaction pada Ayam Lokal . Lapontn Talitinan 1995-1996 . Balai Penelitian Tentak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . KETAREN, P.P ., M . SILALAHI, T. PANGGABEAN, datt D. ARITONANG. 1998 . Estiinasi ketersedlami R)slor dalaln deluoritlated rock phosphate dan tepting tttlang dengan metode slope ratio assay . .Itinlnl llnnt Tennak dan Veteriner 3(2) : 101-105 . KOIv1PIANG, I.P . 1997.Teknologi Peningkatan Mutu Limbali Sagu untuk Ayanl . Laporan Talitinan 1995-1996 . Balai Penelitian Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . KOMPIANG, I .P . dan A .P . SINURAT . 1995 . Kinerj a Ayain Pedaging yang Diberi Pakan den-an Berbagai Tingkatan Enrichment Elot, Empelur, Ampas Sagu dan ()nggok Singkong . I-aporan Talitinan 19941995 . Balai Penelitian Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petentakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . PRASETYo, L .H . 1997 . IIeterosis pada Persilangan Itik Lokal . Laporan Talitinan 1995-1996 . Balai Penelitian Temak, Ptisat Penelitian dan Pengembangan Petentakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . RAHARDJo, Y.C . 1997 . Penganih Perlakuan Ransum pada Hasil Silang Itik Lokal . Laporan Taltunan 19951996 . Balai Penelitian Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian .
15 9
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
SARTIKA, T. 1998 . Seleksi untuk Mengurangi Sifat Mengerain untuk Meningkatkan Produktivitas Ayam Buras. Laporan Talntnan 1997-1998. Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengenlbangan Petenlakan, Badan Penelitian dan Pengenlbangan Pertanaian (in press) .
SETIADI, P., A.P . SINURAT, T. PURWADARIA, T. HARYATI, dall J. DFIARMA. 1995 . ftngkat Penggtrnaan Builgkil Kelapa Fennentasi dan Non-Fennentasi pada Ransunl Itik Petelur. Laporan Talntnan 1994-1995 .
Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petenlakan, Badan Penelitian dan Pengenlbangan Pertanaian .
SILALAHI, M., T. PASARIBU, D. ARITONANG, dan K. SIMANIFIURIJK. 1995 . Evaluasi Penanganan Suckling Pig untuk Ekspor di Stunatera Utara. Laporan Talntnan 1994-1995 . Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petenlakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian . SINURAT, A.P ., P.P . KETAREN, T. PURWADARIA, A. HABIBIE, T. HARYATI, I.A .K . BINTANG, T. PASARIBU, H. HAMID, J. ROSIDA, I. SUTIKNO, I.P. KOMPIANG, Y.C . RAHARDIO, P. SETIADI, dan SCJPRIYATI 1998a. Bungkil hlti Sawit, Lumpur Sawit dan Produk Fennentasinya Sebagai Pakan Ayam Pedaging .
Kumpulan hasil-llasil penelitian petenlakan APBN T.A . 1996/199 7. Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengenlbangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian Departemen Pertanian .
SINURAT, A.P ., P. SETIADI, A. LASMINI, A.R . SETIOKO, dan J. DARMA. Terfennentasi untuk Itik Peteltir . Laporan Talntnan
1994 . Petlggttllaall
1993-1994. Balai Penelitian
Singkong
Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petenlakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian .
SINURAT, A.P ., P.SETIADI, A. LASMINI, A.R . SETIOKO, T. PIJRWADARIA, dan J. DARMA. 1995 . Pengttjian Daya Cenla Nutrisi Bungkil yang Belum dan yang Sudah Difennentasi serta Penrultaiatannya dalam Ransum Anak Itik Jantan . Laporan Tahunan 1994-1995 . Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petenlakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian .
SINURAT, A.P ., SUPRIYATI, K., T. PURWADARIA, T. HARYATI, H. I4"IID, J. ROSIDA, I. SIJ'FIKN ( .), datl I.P . KOMPIANG . 1998b. Pemanfaata n Linlball Sawit (Bungkil Inti Sawit dan Lunlpur Sawit) dalain Ransunl Itik . Kumpulan Hasil-hasil penelitian petenlakan APBN T.A . 1996/199 7. Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengenlbangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengenlbangan Pertanaian Departenlen Pertanian .
ZAINUDDIN, D. 1997 . Teknologi Peningkatan Mutu Linlball Kopi dan Kakao untilk AVInn. Laporan Taluinan 1995-1996 . Balai Penelitian Tenlak, Pusat Penelitian dan Pengennbangan Petenlakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanaian .