Topik Utama TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN NIKEL Siti Rochani dan Nuryadi Saleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tekMIRA"
[email protected]
SARI Indonesia tercatat sebagai negara ketiga yang mempunyai potensi nikel laterit. Saat ini, produk tambang nikel laterit kebanyakan dijual ke luar negeri, namun dengan terbitnya UU No 4 Tahun 2013, yang mengharuskan pengolahan dan pemurnian dilakukan di dalam negeri. Beberapa investor telah merencanakan melakukan pemrosesan bijih laterit di dalam negeri. Pengolahan bijih nikel laterit sangat tergantung dari karakteristik mineral, diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu limonit dan saprolit. Mineral limonit dicirikan berkadar Fe tinggi, MgO rendah, SiO2 rendah. Proses pengolahannya tergantung dari keberadaan mineral lempung namun pada umumnya diolah dengan HPAL, heap leaching dan Caron process. Produk dari proses-proses tersebut adalah dapat berupa logam Ni, MHP (mixed hidrated procepitated), MSP (mixed sulfide precipitated) dan garam-garam nikel. Sedangkan saprolit adalah mineral silikat dari bijih nikel laterit yang dicirikan dengan kandungan Fe yang rendah diolah dengan proses pirometalurgi menjadi produk FeNi dan mate nikel. Di Cina berkembang produk NPI (nickel pig iron) yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan baja stainless seri 200, NPI dibuat dengan menggunakan tungku tegak dari bijih limonit dan menggunakan kokas sebagai sumber energi. Energi merupakan salah satu permasalahan dalam peningkatan nilai tambah, bijih nikel laterit. Pengembangan teknologinya yang tidak menggunakan energi listrik mutlak diperlukan. Penggunaan batubara dan gas alam menjadi alternatif sebagai sumber energi baik untuk proses reduksi maupun proses peleburannya, seperti ShenWu technology Cina mengembangkan teknologi reduksi dalam tungku RHF (rotary hearth furnace) dan peleburan dalam gas smelter furnace berbahan bakar gas hasil gasifikasi batubara atau gas alam, untuk menghasilkan Fe-Ni berkadar 9% dari bijih nikel laterit berkadar 1,5% Ni. Peningkatan nilai tambah mineral dapat dilakukan melalui pemrosesan bijih nikel serta pemanfaatan sisa pengolahan mineral, ektraksi logam berharga lainnya dan selanjutnya melakukan pemrosesan sampai produk siap pakai seperti baja. Kata kunci : bijih nikel, saprolit, limonit, pirometalurgi, hidrometalurgi
1. LATAR BELAKANG Potensi nikel di Indonesia termasuk menjadi unggulan dunia karena tercatat sebagai negara ketiga yang mempunyai cadangan laterit setelah
New Caledonia dan Filipina. Terindikasi cadangan sebanyak 1.576 juta ton laterit dari total sumber daya 3900 juta ton, yang terkonsentrasi di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua.
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
23
Topik Utama Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012, yang menyatakan pelarangan bijih nikel dijual ke luar negeri, hal ini akan menjadikan peluang besar untuk mengolah bijih nikel dalam negeri dengan produk yang sesuai dengan persyaratan di lampiran Permen tersebut. Dengan sumber daya dan cadangan nikel terutama di Sulawesi, Maluku dan Papua, yang begitu besar serta banyaknya KP eksplorasi dan IUP yang bergerak dalam penambangan nikel juga sangat menunjang untuk dibangunnya pabrik pemrosesan bijih nikel. Hal ini juga ditunjang oleh banyaknya teknologi pemrosesan yang sudah proven, dengan bermacam macam Capex dan Opex, menjadi pilihan bagi industri yang akan dikembangkan, dengan memperhatikan jenis teknologi yang tergabung dalam pirometalurgi dan hidrometalurgi dapat digunakan, yang menyangkut : jumlah cadangan, jenis bijih, ketersediaan energi dan bahan penunjang, pemasaran, lingkungan, dan lainlain, sebagai bahan pertimbangan. Saat ini, ada dua perusahaan besar yang mengolah bijih nikel yaitu PT Antam dengan produk FeNi (kaspasitas bijih 3 juta ton) dan PT Vale Indonesia dengan produk Ni mate (kapasitas bijih 6 juta ton). Selain itu, ada beberapa perusahaan telah memulai membangun plant, seperti PT Weda Bay (kapasitas 6 juta ton) dan PT Indofero produk nickel pig iron (NPI) (kapasitas 1 juta ton) dan PT Feni Haltim (dalam tahap konstruksi) dengan produk FeNi kapasitas input 3 juta ton bijih nikel laterit, yang akan selesai di tahun 2014-2016. Dilihat dari produksi tambang berjumlah sekitar 33 juta ton per tahun, masih ada 24 juta ton bijih yang yang harus diolah di dalam negeri, dan saat ini beberapa perusahaan sedang mengajukan proposal pembangunan pemrosesan bijih nikel yang sedang dievaluasi oleh pemerintah. Kajian teknologi ini meperlihatkan bahwa dalam pengolahan dan pemurnian bijih nikel dapat dilakukan dengan bermacam-macam teknologi baik yang sudah komersial maupun teknologi yang sedang dalam proses komersial serta yang masih dalam proses penelitian. Produk hasil pengolahan dan pemurnian bermacammacam tergantung dari pengolahan dan
24
pemurnian bijih nikel tersebut sesuai dengan lampiran Permen Nomor 7 tahun 2012.
2. METODA PELAKSANAAN DAN LINGKUP MATERI BAHASAN Kajian teknologi pengolahan dan pemurnian bijih nikel ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui studi literatur, survei langsung, pertemuan dengan instansi pemerintah terkait, asosiasi, para pengusaha dan akademis baik dalam dan luar negeri, serta masyarakat pertambangan lainnya, dalam bentuk kunjungan dan focus group discussion (FGD), sedangkan lingkup materi bahasan yang dituangkan dalam makalah ini meliputi kondisi pernikelan saat ini baik di dunia maupun di Indonesia, dan teknologi pengolahan dan pemurnian bijih nikel, analisis peningkatan nilai tambah sebagai bahan masukan dalam pembangunan industri pemrosesan bijih nikel di Indonesia sesuai dengan Undang Undang No. 4 tahun 2009, PP 23 tahun 2010 dan Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012, agar bijih diolah dahulu sebelum dijual keluar negeri.
3. KONDISI NIKEL DUNIA DAN INDONESIA 3.1.Sumber Daya Nikel Dunia Sumber nikel di dunia dikenal dalam 2 (dua) tipe yaitu laterit dan sulfida, tercatat sebagian besar sumber nikel, yang telah diketahui, terkandung dalam tipe deposit laterit (sekitar 72%) yang ditemukan terutama di daerah tropis seperti Indonesia, Kuba, Kaledonia Baru, Filipina dan Australia (Tabel 1). Sisanya sebesar 28% adalah tipe deposit sulfida terutama terdapat di Kanada dan Rusia (Gambar 1). Walaupun mayoritas sumber nikel dunia yang diketahui terkandung dalam laterit, produksi nikel dari sulfida lebih dominan, karena kadar nikel yang lebih tinggi dan pengolahan yang lebih mudah dibandingkan dengan tipe deposit laterit. Kadar nikel dalam tipe deposit sulfida secara komersial bervariasi antara 0,5-8,0% Ni, sedangkan dari tipe deposit laterit sekitar 1,0-2,0% Ni.
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama
Gambar 8. Bagan alir proses pengolahan laterit nikel
4.a. Proses Pirometalurgi 1) Pembuatan Feronikel Pembuatan feronikel dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu reduksi dalam tungku putar (rotary kiln, RK) dan peleburan dalam tungku listrik (electric furnace, EF) dan lazim dikenal dengan Rotary Kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM Process. Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar (rotary dryer) bersama-sama dengan reductant dan flux. Selanjutnya dilakukan pengeringan sebagian (partical drying) atau pengurangan kadar air (moisture content), dan kemudian dipanggang pada tanur putar (rotary kiln) dengan suhu sekitar 700 -1000°C tergantung dari sifat bijih yang diolah. Maksud utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik yang
30
berupa air lembab (moisture content) maupun yang berupa air kristal (crystalized water), serta mengurangi zat hilang bakar (loss of ignition) dari bahan-bahan baku lainnya. Selain itu, pemanggangan dimaksudkan juga untuk memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur putar juga dilakukan reduksi pendahuluan (prereduction) secara selektif untuk mengatur kualitas produk dan meningkatkan efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran dan kadar bijih yang diolah. Sekitar 20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi, reduksi terutama dilakukan untuk merubah Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga energi yang dibutuhkan dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih terpanggang dan tereduksi sebagian dari tanur putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik secara kontinu dalam keadaan panas (di atas 500°C), agar dapat dilakukan pereduksian dan peleburan. Dari hasil peleburan diperoleh
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama feronikel (crude ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan pada proses pemurnian. Crude ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan kandungan pengotor yang tinggi seperti karbon, silikon dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen blowing untuk menghilangkan karbon, krom dan silikon juga ditambahkan flux berupa kapur, dolomit, flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dsb., untuk menghasilkan slag yang memungkinkan sulfur dapat terserap pada saat pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil proses pemurnian dituang menjadi balok feronikel (ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi butir-butir feronikel (ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%. Diagram alir pembuatan ferronickel disajikan pada Gambar 9. Sedangkan diagram alir pemurnian disajikan pada Gambar 10 . 2) Pembuatan Ni Mate Mate nikel dibuat secara komersial pertama kali di Kaledonia Baru dengan menggunakan blast furnace sebagai tanur peleburan dan gipsum sebagai sumber belerang sekaligus sebagai bahan flux. Tetapi dewasa ini, pembuatan mate dari bijih oksida dilakukan dengan menggunakan tanur putar dan tanur listrik. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari tahap-tahap proses yang dilakukan dalam proses pembuatan feronikel, juga dilakukan dalam proses ini. Bijih yang kandungan airnya dikurangi, dimasukkan ke dalam tanur putar, kemudian dikalsinasi, pereduksian berlangsung, sebagian besar oksida nikel menjadi nikel, Fe2O3 menjadi FeO dan logam Fe (sebagian kecil). Logam-logam yang dihasilkan kemudian bersenyawa dengan belerang, baik yang berasal dari bahan bakar maupun bahan belerang yang sengaja dimasukan untuk tujuan tersebut. Produk tanur putar diumpankan ke dalam tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi dan sulfurisasi sehingga menghasilkan mate. Mate dalam tungku ini, mengandung ± 30 -
35% nikel, 10 - 15% belerang, dan sisanya besi, dimasukkan ke dalam converter untuk menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar besi. Hasil akhir berupa mate yang mengandung ± 77% nikel, 21% belerang, serta kobal dan besi masing-masing ± 1%. Dalam sejarah pembuatan nikel mate di Kaledonia Baru. Selain dengan proses blast furnace, mate dapat dibuat juga melalui feronikel, dengan cara menghembuskan belerang bersamasama udara ke dalam feronikel kasar cair di dalam sebuah converter, sehingga berbentuk mate primer (primary matte) dengan kandungan ±60% nikel, ±25% besi, ±1,5% karbon, dan sisanya adalah belerang. Mate ini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi, sehingga diperoleh mate hasil akhir dengan kadar nikel; 75 - 80% dan ±20% belerang. Berbeda dengan feronikel yang dapat digunakan sebagai bahan baku baja, pada umumnya nikel dalam bentuk mate, diproses terlebih dahulu menjadi logam nikel atau nickel oxidic sinter sebelum digunakan pada industri yang lebih hilir. 3) Pembuatan Nickel Pig Iron (NPI) Nickel pig iron adalah logam besi wantah dengan kandungan Ni sekitar 5-10% Ni yang merupakan hasil dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1,8% Ni. Pada saat ini, NPI dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan tungku tegak, blast furnace. Proses ini melalui tahapan sintering dan peleburan dalam tungku tegak. Biaya produksi pembuatan NPI melalui rute peleburan dalam tungku tegak lebih murah dibandingkan dengan menggunakan tungku listrik yaitu $17,637 per ton sedangkan melalui rute peleburan dalam tungku listrik (electric arc furnace) adalah $15,430 per ton (Macquarie Bank analysis). NPI digunakan sebagai bahan baku baja. Struktur biaya pembuatan NPI melalui peleburan dalam electric furnace adalah 37% dari biaya bijih nikel laterit, 9% untuk
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
31
Topik Utama l%, dan besi sekitar 47%. Bagan alir yang disederhanakan dari proses tersebut digambarkan pada Gambar 13. Bijih nikel diumpankan dalam bentuk lumpur (slurry), disamakan ukurannya (sizing) menjadi -20 mesh, dan dilindi. Hasilnya kira-kira 95% Ni+Co dalam bijih terlarut, sedang besi tertinggal dalam residu.
dan atas dasar hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang pengolahan nikel, maka proses ini akhirnya dianggap salah satu proses pengolahan nikel yang mempunyai prospek sangat baik, selain hanya memerlukan sedikit energi yang berasal dari fossil fuel, juga dapat mengolah bijih nikel dari bermacammacam jenis dan kadar nikel/kobal yang tinggi.
Setelah pemisahan/pencucian dengan decantation, asam yang berlebihan dinetralkan dengan batu kapur. Kemudian nikel dan kobal diendapkan dengan menggunakan H 2 S. Presipitat ini yang mengandung 55% nikel, 6% kobal, 0,3% besi, dan 30% belerang, kemudian diproses dan dimurnikan menjadi serbuk atau briket nikel dan kobal pada pabrik pemurnian.
Salah satu proses yang berhasil dikembangkan seperti dikemukakan di atas adalah proses Amax. Pada proses ini, dilakukan tahap persiapan yaitu pemisahan antara bijih halus yang terdiri atas jenis limonit, dan bijih kasar yang terdiri atas jenis silikat. Bijih limonit langsung diumpankan pada sistem high pressure leaching, sedangkan bijih silikat, setelah digiling, dimasukkan pada sistem atmospheric pressure leaching dengan menggunakan acidic pregnant solution dari limonit leaching. Di lain pihak, residu
Pada awalnya, proses ini dianggap mahal (high cost), akan tetapi dengan adanya krisis energi,
Gambar 13. Bagan alir proses PAL (pressure acid leaching)
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
35
Topik Utama atmospheric leaching diumpankan ke dalam high pressure leaching system.
suhu yang lebih baik, cara penambahan asam sulfat, cara presipitasi dengan H2S, dan lain-lain.
Dengan cara ini, nikel yang berada dalam kedua jenis bijih tersebut akan dapat diekstrak, sementara MgO yang ada dalam bijih silikat, dapat berfungsi untuk menetralkan asam yang masih tersisa sebagai pengganti batu kapur yang dipakai dalam proses Moa Bay. Dalam proses ini, konsumsi asam sulfat akan semakin tinggi dengan naiknya kadar magnesium dalam bijih, tetapi hal ini dapat diimbangi dengan kadar nikel yang cukup tinggi. Selain itu magnesium yang terlarut akan dapat diambil lagi (recover) untuk menghasilkan magnesia dengan kemurnian yang tinggi, dan SO2 dapat digunakan kembali dalam proses. Cara ini didukung lagi dengan modifikasi di bidang lain yang banyak dilakukan, misalnya pengaturan tekanan dan
Proses pemisahan nikel dan kobal dapat dilanjutkan melalui tahapan proses seperti pada bagan alir pada Gambar 14. 4.c. Proses AL (Atmopheric Leaching) Proses atmospheric leaching merupakan kombinasi proses piro dan hidrometalurgi (Proses Caron), mula-mula bijih direduksi pada temperatur tinggi, kemudian di leaching pada tekanan atmosfer. Proses ini lebih menguntungkan dari pada proses pirometalurgi. Dalam BHP proses, besi dilarutkan sebagai jarosit dengan penambahan zat pengendap yaitu logam alkali atau amonium, kemudian saprolit
Gambar 14. Proses pemisahan nikel dan kobal
36
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama dipisahkan dengan ion exchange sehingga logam terpisah dari elektrolit. Proses lainnya dalam pelarutan logam dari bijih, yaitu proses heap leaching menggunakan asam sulfat, pada suhu dan tekanan atmosfer, logam yang sudah larut (nikel dan kobal), dipisahkan dengan solvent ekstraksi. Kelemahan proses ini adalah presentase perolehan yang sangat rendah, hanya mencapai 74% untuk nikel dan 51 % untuk kobal. Proses terbaru dari hidrometalurgi adalah proses direct Nickel yang diperkenalkan oleh perusahaan DNi (perusahaan Australia), berdiri pada tahun 2005. Perusahaan ini memperkenalkan teknologi yang memproses nikel dengan harga termurah yang akan tumbuh di daerah Asia Tenggara, seperti Indonesia, Papua New Guinea dan Filipina, karena mempunyai cadangan laterit yang cocok untuk diproses dengan teknologi tersebut.
Proses ini dapat digunakan untuk memproses bijih laterit maupun saprolit dengan melarutkan bijih dengan asam nitrat, kemudian besi dipisahkan sebagi endapan, larutan kemudian dilarutkan kembali, aluminium dipisahkan, dengan pengaturan pH, kemudian magnesium dipisahkan dari produk Ni Co MPH, yang selanjutnya dikeringkan untuk menghasilkan final produk. Dengan demikian produk yang dihasilkan dalam proses ini adalah MHP yang mengandung Ni 40-45% dan Co 2-4 %. Produk samping adalah Fe2O3 dan MgO. Kelebihan dari proses ini, asam nitrat berlebih pada pelarutan di recycle kembali. Proses secara rinci dapat dilihat pada Gambar 15. Pada saat ini, teknologi belum diaplikasikan secara komersial, akan tetapi DNi telah mendirikan pilot plant di Perth dengan kapasitas 1 ton/hari, dengan run test 150 ton bijih, yang akan segera selesai. Dari pilot plant tersebut akan dihitung keekonomian skala komersial.
Gambar 15. Proses pemrosesan nikel dengan proses direct nickel
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
37
Topik Utama Namun demikian hitungan kasar menyatakan bahwa Capex sekitar US$ 12,5 per pound dibandingkan dengan proses lainnya yang mencapai sekitar US$ 25-36. Keunggulan lainnya Opex sebesar US$1,8 per pound dibandingkan dengan proses lainnya yang mencapai US$ 5,5 per pound Ni. Pada saat ini, DNi sedang membangun projek di Mambare (Mambare Nickel Project) di PNG dengan menggali 735 lubang, (135 lubang selesai dibor). Teknologi akan diaplikasikan kemudian. 4.d.Bioleaching Sampai saat ini masih pemrosesan nikel dengan bioleaching belum diterapkan dalam skala industri, banyak percobaan dilakukan dalam skala laboratorium atau skala yang lebih besar. Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian menunjukkan adanya prospek untuk ditingkatkan
skalanya, dengan harapan mendapatkan biaya pemrosesan yang lebih rendah, untuk dapat dikembangkan di masa yang akan datang. Secara umun bagan alir pemrosesan bijih laterit dapat dilihat pada Gambar 16. 5. PEMILIHAN TEKNOLOGI Pada pemrosesan bijih nikel, pemilihan teknologi proses yang akan diambil salah satunya tergantung pada jenis bijih nikel, seperti yang dirangkum pada Tabel 3. Pada pemilihan pemrosesan dengan jalur pirometalurgi, pada dasarnya diaplikasikan untuk bijih saprolit yang mempunyai kandungan nikel relatif tinggi serta kandungan FeO yang rendah. Sedangkan hidrometalurgi, akan lebih sesuai untuk bijih limonit yang kandungan MgO-nya rendah dan tidak efisien diterapkan untuk bijih saprolit karena kandungan MgO yang tinggi di
Mikro organisme (aspergilli dan Penicillin)
Media kultur (glukosa dan nutrisi mineral)
Bioasam sistim (labu fermentasi)
Bijih nikel (Nikel laterit)
Pelarut sitrat/oksalat plus media Kultur media plus fungi inocolum Komersial asam organik (sitrat, oksalat, asetat,)
Sistim pelarutan (labu atau kolum kontak)
Produk Sampel yang terlarut, sisi bijih, biomass untuk analisis
Gambar 16. Skematik tahapan pemrosesan bijih laterit dengan bioleaching
38
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama Tabel 3. Jenis bijih vs teknologi proses
TEKNOLOGI PROSES/PRODUK Peleburan FeNi (Karbon tinggi) Peleburan Ni mate Peleburan Ni Pig Iron PAL/HPAL Heap Leach Caron proses
LIMONIT
SAPROLIT oooo
o oooo oooo o ooo
oooo o o oooo oo
dalam bijih saprolite akan menyebabkan konsumsi asam yang besar selama proses pelindian. Pemilihan proses nikel laterit menjadi feronikel maupun nikel mate sangat tergantung dari tinjauan ekonomi. Biaya produksi kedua proses relatif sama namun demikian harga nikel dalam mate dinilai hanya 75-85% dari harga LME (London Metal Exchange) sedangkan harga nikel dalam feronikel dinilai sesuai harga LME. Untuk mencapai harga LME maka mate diperlukan melalui tahap pemurnian dahulu. Dalam proses mate tingkat perolehan logam kobal relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses feronikel sehingga tidak ekonomis jika logam kobal dalam mate diambil secara proses hidrometalurgi. Dari setiap 100 lb nikel hanya terambil 1 lb kobal. Biaya operasional pembuatan mate lebih rendah $0.06 per lb dibandingkan biaya operasional pembuatan feronikel, namun demikian capital cost pendirian plat nikel mate lebih tinggi $4.4 juta dibandingkan capital cost pendirian pabrik feronikel, karena pabrik nikelmate harus dilengkapi dengan unit scrubbing untuk mengeliminasi emisi gas SO2 (Hatch, 2004). DNi (direct nickel proces) diperkenalkan oleh pada peneliti CSIRO, dan Amerika yang memproses bijih nikel limonit maupun saprolit
SPEKSIFIKASI UMPAN Fe 14-18%, SiO2/MgO <1,8%, Fe/Ni 5-6 Fe 18-22%, SiO2/MgO 2,0-2,3 Fe >35%, MgO <6,0% Fe >35%, MgO <6,0% Fe <25%, sedikit lempung MgO 1,5 -6,0%, Fe >25%,
dengan cara hidrometalurgi dengan produk Fe2O3, MgO dan MPH Ni-Co. Teknologi ini mempunyai kelebihan yaitu Capex yang rendah ( antara 0,3 -0,5 dari proses lainnya) dan Opex ($1,8 per lb untuk DNi, sedangkan proses lain memerlukan $5,5 per lb), sehingga sangat potensial dikembangkan. Saat ini teknologi akan diaplikasikan di Mambare, Papua Nugini project dengan investasi $25 million. Kondisi pemrosesan nikel saat ini mempunyai kelemahan masing masing seperti tertera pada Tabel 4, sehingga ke depan proses DNi akan berkembang sangat pesat karena dapat memproses jenis bijih limonit maupun saprolit dengan produk yang menjanjikan yaitu MPH NiCo, MgO dan Fe2O3. 6. PEMANFAATAN SYNGAS DAN GAS ALAM DALAM PEMBUATAN FE-NI ShenWu teknologi mengembangkan proses reduksi dan peleburan untuk menghasilkan FeNi dengan menggunakan syngas atau gas alam sebagai bahan bakar. Bijih nikel berkadar 0,8% Ni minimum diaglomerasi dalam bentuk briket dengan penambahan 8-9% batubara dan fluks batu kapur direduksi dalam tungku rotary hearth furnace dengan suhu 1150-1250oC selama 25 menit sehingga dihasilkan kalsin kemudian dilebur
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
39
Topik Utama Tabel 4. Kelemahan masing masing teknologi proses pemrosesan nikel
Pelarutan asam bertekanan Hidrometalurgi
⁻ Capex dan opex yang tinggi ⁻ Sulit dan berisiko dalam operasinya ⁻ Sangat sensitif untuk tipe bijih (hanya baik untuk laterit) ⁻ Tantangannya adalah skala
⁻ ⁻ ⁻ ⁻ ⁻
Pirometalurgi
₋ ₋ ₋ ₋
Peleburan FeNi Memerlukan bijih yang high grade Banyak mengkonsumsi energi Cocok untuk saprolit Capex dan opex yang tinggi
dalam tungku peleburan berbahan bakar syngas atau gas alam (gas smelting furnace) pada suhu 1560oC, tanpa menggunakan tungku listrik sehingga konsumsi energi yang lebih rendah. Gambar 17, memperlihatkan proses peleburan menghasilkan Fe-Ni berkadar 9% Ni dari bijih nikel berkadar 1,3% Ni dalam tungku gas smelter. Proses peleburan menghasilkan slag dengan kandungan Ni yang sangat rendah 0,001% Ni bila dibandingkan slag yang dihasilkan dari proses konvensional RL/EF yang masih relatif tinggi sekitar 0,1% Ni, sehingga proses yang dikembangkan oleh ShenWu memiliki tingkat perolehan nikel yang tinggi.
Gambar 17. Peleburan dalam tungku gas
40
₋ ₋ ₋
Pelarutan heap dengan asam sulfat Belum proven Recovery yang rendah dan lama Memerlukan asam yang banyak Hanya bisa digunakan untuk limonit Produksi lama Nickel Pig Iron di China Konsumsi energi yang tinggi Opex yang tinggi Tidak ramah lingkungan
7. ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH Peningkatan nilai tambah, dapat dilihat dari nilai atau value dari barang tersebut, seperti bijih nikel yang ditambang, mengandung nikel sekitar 2%, kemudian diolah menjadi feronikel dengan kandungan di atas 20-25% Ni (PT Antam) dan nikelmate yang mengandung 70-78% Ni (PT Vale Indonesia). Dari nilai kandungan nikel dikonversi harga nikel LME, maka perbandingan nilai tambah dapat dilihat pada Gambar 18 yang memperlihatkan peningkatan nilai tambah nikel murni mempunyai nilai 55 kali bijih, nikel mate 38 kali nilai bijih dan fero nikel mempunyai nilai 11 kali harga bijih.
Gambar 18. Peningkatan nilai tambah dari bijih nikel, feronikel, nikelmate sampai ke logam nikel
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama Pada kondisi saat ini, sebagian bijih nikel masih diekspor mentah ke luar negeri, di lain pihak produk feronikel dan nikelmate belum menghasilkan logam nikel murni, yang dapat diartikan bahwa negara Indonesia kehilangan nilai tambah yang tinggi, apabila mengekspor bijih nikel, tanpa mengolah sampai pada produk yang diperlukan pasar atau sampai produk, mempunyai nilai yang paling tinggi. Selain itu, untuk menambah nilai tambang, terak dapat juga dimanfaatkan secara optimal. Saat ini, terak dari peleburan nikel mate digunakan sebagai pengeras jalan tambang, padahal dalam terak tersebut masih mengandung besi silikat dengan kandungan besi di atas 50% yang dapat dimanfaatkan sebagai precious slag ball , yang mempunyai nilai tambah sebagai bahan baku material abrasif. Di lain pihak, terak dari peleburan feronikel sudah dimanfaatkan sebagai material konstruksi dermaga walaupun mengandung magnesium silikat dengan kadar MgO sekitar 25% yang juga mempunyai nilai yang lebih tinggi, apabila digunakan sebagai bahan lainnya seperti bahan pupuk. Bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% Ni, sudah mulai dimanfaatkan, seperti mengolahnya melalui jalur hidrometalurgi, yang memungkinkan dapat mengekstrak unsur lainnya seperti kobal, kromium dan logam lainnya. Dalam penjualan produk, kandungan kobal, baik dalam feronikel maupun nikelmate, tidak diperhitungkan, padahal unsur logam tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan bijih nikel kadar rendah (0,5-1,5% Ni), dalam menambah nilai tambah, dengan mengolah melalui proses reduksi dalam tanur putar yang menghasilkan crude feronikel. Produk ini dapat dijadikan sebagai bahan baku peleburan untuk membuat feronikel. Dengan memproses bijih sampai dengan feronikel, dapat dilanjutkan dengan membangun industri baja nirkarat, yang selanjutnya menjadi produk yang siap pakai seperti dalam bentuk menjadi produk jadi yang siap digunakan seperti baja lapis HRC, HRP, CRC, pipa gas, kawat dan
lainnya di dalam negeri. Penambahan nilai tambah dapat dilihat pada Gambar 19, yang menunjukkan peningkatan tertinggi mencapai sekitar 6000 kali umntuk produk bar, rod dan profile of nickel alloyed. Industri tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri yang saat ini masih diimpor. 8. KESIMPULAN Sumber bijih di dunia dikenal dalam 2 tipe: laterit dan sulfida. Indonesia mempunyai sumber cadangan laterit dan disebut sebagai negara ketiga setelah Kaledonia Baru dan Filipina. Bijih nikel di Indonesia adalah bijih oksida yang terdiri dari saprolit dan limonit, terkonsentrasi di pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua. Perencanaan pengolahan seiring dengan peluang usaha dalam penambangan bijih nikel yang masih terbuka lebar dengan melihat sumber daya dan cadangan yang begitu besar dan tersebar terutama di kawasan Indonesia Timur (Sulawesi tenggara, Maluku Utara, Maluku Timur, Papua), maka lokasi pengolahan disarankan dekat dengan sumber bahan baku. Teknologi pemrosesan laterit dan saprolit sudah proven, dilihat dari pabrik pemrosesan bijih nikel di Indonesia yang menghasilkan feronikel dan nikel mate. Pemilihan teknologi yang akan digunakan, akan sangat tergantung pada kandungan unsur dalam bijih tersebut seperti proses yang digunakan untuk saprolit adalah teknologi pirometalurgi dengan produk feronikel dan nikel mate, sedangkan untuk bijih limonit dapat diproses dengan pirometalurgi menghasilkan nikel pig iron dan sponge nikel. Untuk bijih limonit juga dapat diproses dengan proses hidrometalurgi menghasilkan produk MPH Ni-Co. Teknologi baru DNi, yang bisa mengolah kedua jenis bijih ini, di masa depan dapat dikembangkan. Dengan terbitnya Permen ESDM No.7 tahun 2012 dilanjutkan dengan Permen ESDM No. 11 tahun 2012, pelarangan ekspor bijih nikel mulai Februari 2014, akan mendorong berdirinya pabrik- pabrik pemrosesan bijih nikel dengan
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
41
Topik Utama
Gambar 19. Peningkatan nilai tambah dari bijih nikel sampai pada produk turunannya
42
M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
Topik Utama produk nikelmate, feronikel, nikel pig iron, sponge nikel, logam Ni, Co, Cr dan Mix Hydroxyde Precipitate (MHP) dan Mix Sulphide Precipitate (MSP). Pabrik yang akan segera berproduksi adalah PT Antam (FeNi dan NPI) dan PT Weda Bay ( MHP dan MSP). DAFTAR PUSTAKA ---, Nickel Ores and Concentrates; Nickel Mattes, Nickel Oxide Sinters, UN Comtrade, http://comtrade.un.org/pb/FileFetch. aspx?docID ---, Processing of Nickel Laterite Ores, A Review Of Scientific Literature, http:// w w w. i n t e c . c o m . a u / u p l o a d e d _ f i l e s / document_uploads/Nickel_Laterite_ Processing_-_Background_Document.pdf Dalvi, A.D., Bacon, G., and Osborne, R.C., 2004, The Past and the Future of Nickel Laterites, PDAC, 2004, International Convention, Trade Show & Investor Exchange, March, 7-10 2004, http://www.geopowers.com/ energie/sites/default/files/images/PDF%20%20D.%20Ashok%20et%20al..pdf
Jiang Xinfang, Ferro-nickel / NPI Production from Laterite, Nickel Ore in China,-Tsingshan Holding Group, http://www.insg.org/presents/ Mr_Xinfang_Oct08.pdf Jim Lennon, 2012, The Nickel Outlook Oversupply Near Term But Medium Term Challenges Remain, Macquarie Commodities Research, October 2012. Limbong, R. P. A., 2012, Penyusunan Profil Investasi Industri Nikel, 2012. Presentasi Focus Group Discussion, Kementrian Perindustrian RI, Jakarta 24 Feruari 2012 Malnic, Julian, 2012, The Direct Nickel Process, Emerging Global Nickel Producer with Lowest Cost Processing, http:// www.miningmaven.com/pdf//Presentation% 20March%202012% 20V18%20abridged. pdf Saleh, N., 2011, Kajian Penilaian Nilai Tambah untuk Mineral Logam Nikel, Laporan Intern, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2011
Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
43