Topik Utama TEKNOLOGI PENGOLAHAN LUMPUR ANODA Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
[email protected]
SARI Lumpur anoda merupakan produk samping proses electrorefining tembaga karena didalamnya terkandung sejumlah tertentu logam-logam mulia, seperti Au, Ag, Pt, Pd, dan Rh. Hingga saat ini, rekoveri logam-logam mulia dari lumpur anoda PT. Smelting Gresik (satu-satunya copper smelter di Indonesia saat ini) belum dilakukan di dalam negeri. Selain mengandung Au dan Ag dalam jumlah yang signifikan, lumpur anoda PT. Smelting Gresik juga memiliki kandungan Pb yang cukup tinggi hingga >50%. Teknologi proses pengolahan lumpur anoda yang telah diimplementasikan di industri secara umum mengunakan jalur piro-elektrometalurgi maupun hidrometalurgi dan umumnya mengolah lumpur anoda dengan kandungan Pb yang tidak terlalu tinggi. Inovasi yang dikembangkan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara adalah teknologi pengolahan lumpur anoda dengan kandungan Pb yang tinggi. Keunggulan teknologi meliputi : tidak membutuhkan energi yang tinggi dalam melakukan proses; recovery lebih tinggi; Au, Ag, dan logam berharga lainnya dalam residu dapat diekstraksi kembali. Kata kunci : lumpur anoda, logam-logam mulia, recovery, teknologi pengolahan
1. PENDAHULUAN Keberadaan tembaga dalam kerak bumi sebagian besar ditemukan dalam bentuk mineral-mineral tembaga-besi-sulfida, yaitu kalkopirit (CuFeS 2 ) dan mineral-mineral tembaga sulfida yang meliputi kalkosit (Cu2S) dan bornit (Cu5FeS4) serta covellit (CuS). Bijihbijih tembaga sulfida mempunyai kandungan tembaga dalam selang 0,4% (umumnya pada tambang terbuka) hingga 1-2% (pada tambang dalam). Tembaga dalam jumlah kecil (minor) juga ditemukan di alam dalam bentuk oksida, karbonat, silikat dan sulfat[1]. Logam tembaga murni diproduksi dari tipe bijih sulfida dengan jalur pirometalurgi (peleburan dan pemurnian pada suhu tinggi) dilanjutkan dengan
4
electrorefining. Ekstraksi dan pemurnian tembaga melalui jalur piro-elektrometalurgi ini berkontribusi terhadap kurang lebih 80% dari total produksi tembaga dunia. Teknologi-teknologi yang digunakan untuk peleburan konsentrat tembaga, yaitu Teknologi Flash Smelting dari Outukumpu dan Inco, Teknologi Noranda, Teknologi Continuous Smelting- Converting dari Mitsubishi, dan Teknologi ISASmelt. Pada prinsipnya tahap-tahap ekstraksi dan pemurnian tembaga dari konsentrat tembaga sulfida dengan jalur pirometalurgi meliputi peleburan untuk menghasilkan matte, converting matte menjadi blister copper, dan fire refining. Proses fire refining terdiri atas dua tahap proses, yang pertama adalah penghembusan gas oksigen untuk mengeliminasi sulfur, dilanjutkan dengan proses penurunan kandungan oksigen dalam
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Topik Utama lelehan dengan menghembuskan gas-gas reduktor hidrokarbon seperti gas alam, propana atau naphta. Setelah proses fire refining, produk yang dihasilkan memiliki kandungan tembaga 99%[1,2]. Tahapan paling akhir dari proses pemurnian tembaga adalah electrolytic refining. Lelehan tembaga sesudah proses fire refining dicetak menjadi anoda tembaga untuk dimurnikan lebih lanjut dengan cara elektrolisis. Elektrolit yang digunakan adalah larutan tembaga sulfat dengan konsentrasi Cu terlarut dalam selang 40 gram/ liter - 50 gram/liter, asam sulfat dalam selang konsentrasi 170 gram/liter - 200 gram/liter serta aditif dalam konsentrasi yang rendah (glue, thiourea, dan klorida). Katoda yang digunakan pelat stainless steel (permanent cathode). Pada pabrik-pabrik electrorefining yang lama, katoda yang digunakan masih berupa starter sheet berupa tembaga murni. Tegangan sel yang dibutuhkan agar proses berlangsung hanya sekitar 0,2 - 0,4 V. Tembaga dan logam-logam yang kurang mulia akan larut. Ion tembaga (II) akan bermigrasi melalui larutan elektrolit menuju katoda. Di katoda, ion tembaga (II) akan tereduksi dan mengendap pada permukaan katoda menjadi logam tembaga. Reaksi yang berlangsung dalam proses electrorefining adalah sebagai berikut: Anoda
: Cu(tidak murni) = Cu2+ + 2e-
Katoda : Cu2+ + 2e- = Cu(murni) Total
dibandingkan tembaga (seperti Au, Ag, Se, Pd, Pt, dan Te) tidak larut dan akan mengendap serta terkumpul di dasar sel sebagai lumpur anoda[1,3,4,5,6]. Khusus untuk timbal, unsur ini akan larut dari anoda sebagai timbal sulfat, tetapi karena kelarutan timbal sulfat dalam larutan berbasis asam sulfat rendah, hampir seluruh timbal sulfat diendapkan dan menuju ke lumpur anoda. Lumpur anoda dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jenis umpan yang diolah dalam pabrik peleburan tembaga [5]. Jenis pertama adalah lumpur anoda yang dihasilkan dalam proses electrorefining tembaga pada pabrik yang mengolah konsentrat tembaga. Lumpur anoda jenis ini akan mengandung emas, perak, selenium, dan telurium yang terkonsentrasi dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis kedua adalah lumpur anoda yang dihasilkan dari proses electrorefining tembaga yang pabriknya mengolah scrap. Lumpur anoda jenis ini memiliki kandungan timbal, tembaga, timah, dan perak yang tinggi namun memiliki kandungan emas, platina dan palladium yang lebih rendah[5]. Untuk lumpur anoda tipe pertama, komposisi kimianya bergantung pada komposisi konsentrat tembaga yang diolah[4,6]. Tipikal komposisi lumpur anoda proses electrorefining tembaga ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tipikal komposisi lumpur anoda proses electrorefining tembaga[7]
: Cu(tidak murni) Cu(murni)
Unsur Pengotor-pengotor dalam proses elektrolisis akan ada yang larut dan tinggal dalam larutan elektrolit serta sebagian ada yang menjadi lumpur anoda (anode slime). Pengotor-pengotor yang lebih elektronegatif dibandingkan tembaga, seperti Fe, Ni, Zn akan larut, yang dalam konsentrasi di bawah ambang batas, akan tetap berada dalam larutan elektrolit[1,3]. Pengotorpengotor yang memiliki potensial reduksi standar (E0) yang berdekatan dengan tembaga yaitu As, Sb, Bi sebagian larut dalam elektrolit dan sebagian lagi masuk lumpur anoda [3] . Sedangkan pengotor-pengotor yang lebih mulia
Au Ag Cu Ni Pb Pd Pt Bi Sb As Se Te
Teknologi Pengolahan Lumpur Anoda ; Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh
Selang kadar lumpur (%) 0–1 5 – 20 10 – 30 0 – 20 3 – 20 0 – 0,2 0 – 0,1 0,1 – 0,7 0–8 0,5 – 5 2 – 15 0,3 - 3
5
Topik Utama 2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN LUMPUR ANODA Beberapa teknologi telah diterapkan secara komersial di industri untuk mengekstraksi logam-logam mulia dari lumpur anoda. Teknologi-teknologi tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu kombinasi piro-hidro-elektro metalurgi dan hidrometalurgi secara keseluruhan. a. Proses Piro-Hidro-Elektro Metalurgi (Teknologi Outotec) Teknologi ini dikembangkan oleh Outokumpu Technology (Outotec) berdasarkan pengalaman pengolahan lumpur anoda di Boliden Plant, Swedia. Tahap awal pengembangan Teknologi Outotec ini pada tahun 1933 - 1985, dengan alur proses terdiri atas tahapan-tahapan soda roasting, pelindian selenium, pelindian tembaga, dilanjutkan dengan peleburan dan pemurnian perak dan emas dengan elektrolisis. Pada pertengahan tahun 1980-an, proses tersebut mengalami pengembangan/modifikasi dengan proses electrorefining Au diganti oleh klorinasi basah, yaitu melarutkan emas dalam larutan asam klorida yang ditambahkan oksidator. Penggantian proses electrorefining emas dengan klorinasi basah ini karena proses electrorefining emas membutuhkan waktu yang lama dan konsumsi energi yang besar. Perkembangan lainnya pada periode tersebut adalah ditambahkannya reaktor yang digunakan untuk proses absorpsi gas buang. Perkembangan selanjutnya dari proses Outotec, yaitu dengan menghilangkan proses soda roasting, pelindian selenium dan pelindian tembaga, diganti dengan proses pelindian bertekanan tinggi untuk melindi tembaga. Selenium diekstraksi melalui pemanggangan dengan oksidator oksigen (O2) menjadi gas selenium dioksida (SeO 2 ). Gas selenium dioksida kemudian direduksi menjadi logam Se dengan gas SO2. Perkembangan dan modifikasi terakhir dari proses Outotec adalah diperkenalkannya Top
6
Blown Rotary Converter (TBRC) atau yang dikenal dengan Kaldo Furnace. Teknologi ini merupakan perkembangan besar dalam proses pengolahan lumpur anoda dan penanganan terhadap permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh proses tersebut. Di dalam reaktor yang sama, yaitu Kaldo Furnace, dilakukan tahapan-tahapan proses peleburan, converting, dan pemurnian. Lumpur anoda akan dilelehkan dan dioksidasi di dalam Kaldo Furnace menggunakan gas oksigen (O 2) pada suhu 1.200 oC, sehingga timbal sulfat akan teroksidasi menjadi PbO yang akan mengapung dan terbawa ke dalam fasa terak. Logam-logam seperti Au, Ag, Pt, dan Pd akan tertinggal dibagian bawah sebagai lelehan logam. Lelehan logam tersebut kemudian dicetak menjadi dore bullion yang pada tahap proses selanjutnya dilakukan elektrolisa untuk pemurnian perak. Pada unit electrorefining perak dilakukan pengembangan dengan meningkatkan rapat arus dari 400 A/m2 menjadi > 1000 A/m2 dan menerapkan sistem sirkulasi elektrolit serta automated scraping kristal perak dari permukaan katoda stainlesssteel. Emas yang tertinggal dalam lumpur anoda proses electrorefining perak dilindi dalam larutan asam klorida (proses klorinasi basah). Di dalam proses converting di Kaldo Furnace dilakukan juga proses oksidasi selenium menjadi gas selenium dioksida sehingga dalam proses ini tidak ada tahapan proses pemanggangan selenium tersendiri. Debu dan gas buang yang dihasilkan selama proses peleburan lumpur anoda dalam kaldo furnace akan diolah dalam sistem bag house, sehingga tidak ada emisi debu yang terbuang ke lingkungan. Diagram alir dari proses Outotec yang terbaru dapat dilihat pada Gambar 1. b. Proses Hidrometalurgi (Proses Hoffman) Proses hidrometalurgi yang sudah diterapkan secara komersial di industri adalah proses Hoffman yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh J.E. Hoffman dari USA. Proses Hoffman ini secara garis besar terdiri atas beberapa unit proses sebagai berikut:
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Topik Utama Lumpur anoda
Pelindian bertekanan untuk mengekstraksi Cu dan Te
Copper telurride
Pengeringan
Peleburan, pemisahan slag dan pemurnian dalam Kaldo Furnace
Recovery Se
Crude Se Pencetakan Dore anode
Electrorefining Ag
Pemurnian lumpur anoda yang kaya Au
Ag 99,99%
Leaching Au dengan klorinasi basah
Pemurnian larutan dan Recovery Au
Au 99,99%
Gambar 1. Diagram alir dari Proses Outotec yang terbaru[8]
Teknologi Pengolahan Lumpur Anoda ; Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh
7
Topik Utama 1) Proses klorinasi basah terhadap lumpur anoda 2) Proses ekstraksi pelarut terhadap emas dengan Dibuthyl Carbitol (DBC) 3) Reduksi emas terlarut dengan asam oksalat 4) Proses reduksi dan recovery selenium 5) Proses deklorinasi terhadap residu hasil proses klorinasi basah 6) Proses pelindian timbal menggunakan asam nitrat 7) Proses pelindian perak menggunakan amoniak
a) Proses klorinasi basah Proses klorinasi basah dilakukan dengan cara mencampurkan lumpur anoda dengan air dan larutan asam klorida disertai dengan pengadukan yang kuat serta mengoksidasikan beberapa logam yang ada dalam lumpur anoda dengan gas klor (Cl2) atau hidrogen peroksida (H2O2). Oksidasi unsur dan senyawa dalam lumpur anoda oleh gas Cl2 akan menghasilkan asam klorida yang dibutuhkan untuk menjaga keasaman larutan hasil proses klorinasi basah. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama proses klorinasi basah dengan oksidator gas Cl2 adalah sebagai berikut[9]: Cu (s)+ Cl2 (g) CuCl2(aq)
Cu2Se(s)+ 3Cl2 (g)+ 3H2O (aq) 2CuCl2 (aq)+ H2SeO3 (aq)+ 4HCl(aq) Se(s) + Cl2(g) + 3H2O (aq) H2SeO3 (aq)+ 4HCl(aq) Te(s) + Cl2(g) + 3H2O(aq) H2TeO3(aq) + 4HCl (aq) 2Au(s) + 3Cl2(g) + 2HCl (aq) 2HAuCl4(aq) 2Ag(s) + Cl2 (g) 2AgCl (s) Ag2Se (s) + 3Cl2 (g)+ 3H2O (aq) 2AgCl (s) + H2SeO3(aq) + 4HCl(aq) As3+ + Cl2 + 4H2O H3AsO4 + 2HCl + 3H+ Sb3+ + Cl2 + 4H2O H3SbO4 + 2HCl + 3H+ 2Pt(s) + 2Cl2(g) + 2HCl (aq)
H2PtCl6 (aq)
H2PdCl4(aq)
Pd (s) + Cl2 (g) + 2HCl (aq) PbSO4 (s) + 2HCl (aq)
PbCl2 (s)+ H2SO4 (aq)
Apabila oksidasinya menggunakan H 2O2, maka diperlukan penambahan ion klorida dalam bentuk asam klorida. Pada proses klorinasi basah dengan oksidator H2O2, asam klorida yang dihasilkan juga akan dikonsumsi oleh reaksi-reaksi lain. Reaksi-reaksi yang melibatkan H2O2 dan asam klorida dalam proses klorinasi basah adalah sebagai berikut [9]: Se (s) + 2H2O2 (aq) → H2SeO3(aq) + H2O (aq) 2Ag(s) + H2O2(aq) + 2HCl (aq) → 2AgCl (s)+ 2 H2O(aq) Te (s) + 2H2O2 (aq) → H2TeO3 (aq) + H2O (aq) Cu (s) + 2HCl (aq)+ H2O2 (aq) → CuCl2 (aq)+ H2O (aq) 2Au (s) + 8HCl (aq)+ H2O2 (aq) → 2HAuCl4 (aq) + 2H2O (aq)+ 2H2(g) BiAsO4 (s) + 3HCl (aq) → BiCl3 (aq) + H3AsO4 (aq) 2SbAsO4 (s) + 2H2O2 (aq)+ H2O (aq) → 2H3AsO4 (aq) + Sb2O3 (aq) Cu2Se(s)+4HCl (aq)+4H2O2 (aq) → 2CuCl2 (aq)+H2SeO3 (aq)+5H2O(aq) PbSO4(s) + 2HCl(aq) → PbCl2 (s)+ H2SO4 (aq)
8
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Topik Utama Proses klorinasi tersebut akan melepaskan sejumlah panas sehingga diperlukan pendinginan terhadap reaktan. Apabila menggunakan gas Cl2 sebagai oksidatornya, perlu diperhatikan bahwa kelarutan gas Cl2 dan kecepatan absorpsinya akan menurun dengan meningkatnya suhu. Proses klorinasi basah, pada umumnya membutuhkan waktu dua hingga enam jam bergantung pada komposisi lumpur anodanya dan perbandingan antara padatan dengan cairan. Akhir reaksi dari proses klorinasi ini dapat dideteksi dengan ORP probe, dengan besaran EMF vs Ag-AgCl antara 900 - 1000 mV. Pada akhir proses klorinasi basah, logamlogam mulia yaitu Au, Pt, dan Pb serta Se terlarut dalam larutan klorida. b) Proses ekstraksi pelarut terhadap emas dengan DBC Ekstraksi pelarut dilakukan setelah proses klorinasi basah. Ekstraksi ini dilakukan terhadap filtrat hasil proses klorinasi yang bertujuan untuk mendapatkan larutan kompleks organologam. Pelarut yang digunakan adalah dari jenis ester, yaitu DBC (Dibuthyl Carbitol) dengan rumus kimianya (C4H9OCH2CH2)2O. Reaksi yang terjadi pada pembentukan kompleks organologam adalah:
2DBC + 2HAuCl4 → 2DBC-HAuCl4 Ekstraksi pelarut ini dilakukan dalam dua tahap ekstraksi sehingga recovery yang didapatkan bisa mencapai 99,9%[10]. Pada proses ini spesi logam akan meninggalkan fasa aqueous dan masuk kedalam fasa organik. Loaded DBC dari hasil proses ekstraksi tahap awal selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan asam klorida encer sekitar 1-2 M. Pencucian tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan logamlogam pengotor seperti selenium, telurium, antimoni, arsen, timah, perak dan bismuth yang ikut terekstrak pada saat proses klorinasi. Pencucian ini biasanya dilakukan hingga tiga sampai lima tahap pencucian. Rafinat tahap pertamanya kemudian diproses lebih lanjut dalam tahap kedua ekstraksi
pelarut. Karena mahalnya harga DBC, maka DBC dapat diregenerasi dari rafinat dengan mengguna-kan distilasi uap. c) Reduksi emas terlarut dengan asam oksalat Reduksi emas dilakukan dengan mengontakkan fasa organik dengan larutan pereduksi. Pereduksi yang dapat digunakan adalah hidrazin, hidrogen peroksida, dan asam oksalat. Pereduksi asam oksalat adalah yang paling selektif untuk emas dan menghasilkan kemurnian tinggi. Reaksi yang terjadi dari proses reduksi ini adalah: 2HAuCl4 + 3(COOH)2 → 2Au + 6CO2 + 8HCl Kecepatan reaksi dari proses reduksi ini dikendalikan oleh kecepatan penambahan pereduksi untuk menghasilkan emas. Setelah proses reduksi selanjutnya dilakukan penyaringan dan pencucian dengan air. Pencucian akhir dilakukan dengan etanol agar dapat mengambil DBC yang masih tersisa. d) Proses reduksi dan recovery selenium Selenium diperoleh dari rafinat hasil ekstraksi pelarut emas dengan cara mereduksi H2SeO3 dalam larutan menjadi logam Se. Pereduksi yang digunakan adalah gas SO2 dan hidrazin. Reaksi yang terjadi dari proses reduksi H2SeO3 dengan SO2 dan hidrazin adalah[14]:
H2SeO3 + 2SO2 + H2O → Se + 2H2SO4 H2SeO3 + N2H4 + H2O → Se + N2 + 3H2O Proses reduksi lebih baik dilakukan pada suhu di atas 75 0C untuk menghindari akumulasi selenium monoklin berwarna merah. Proses reduksi biasanya membutuhkan waktu enam hingga delapan jam. Setelah reduksi selenium selesai, slurry hasil proses kemudian disaring. Residu hasil penyaringan kemudian dicuci dengan HCl encer dan dilanjutkan dengan air panas. Residu tersebut kemudian dikeringkan sebelum didistilasi. Suhu pengeringan sekitar 105oC. Selama proses pengeringan harus diperhatikan agar tidak terjadi penggumpalan partikel produk selenium.
Teknologi Pengolahan Lumpur Anoda ; Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh
9
Topik Utama Selenium didestilasi agar diperoleh produk murni yang sesuai dengan pasar. Residu dari distilasi ini akan mengandung logam-logam mulia seperti Ag, Au, Pd, dan Te yang kemudian akan ikut diproses secara klorinasi basah bersama dengan lumpur anoda. e) Proses deklorinasi terhadap residu hasil proses klorinasi basah Pada proses klorinasi, Ag dan PbSO4 akan menjadi perak klorida (AgCl) dan timbal klorida (PbCl 2 ) yang keduanya akan membentuk padatan sehingga akan mengendap menjadi residu. Proses deklorinasi terhadap residu ini diperlukan agar diperoleh kelarutan Ag yang optimal pada pelarutan Ag nantinya. Kelarutan senyawa kompleks Ag-amoniak akan menurun secara cepat dengan meningkatnya konsentrasi ion klorida bebas. Proses deklorinasi dilakukan dengan mencampurkan residu hasil proses klorinasi ke dalam air pada konsentrasi sekitar 1000 g/L, disertai dengan penambahan natrium karbonat secara bertahap sampai diperoleh pH yang stabil. Reaksi ini secara mudah dapat dikontrol dengan cara mengikuti pH lumpur selama penambahan natrium karbonat, meskipun jumlah natrium karbonat yang dibutuhkan dapat diperkirakan dari stoikiometri reaksi antara timbal klorida dengan natrium karbonat. Reaksi yang terjadi dari proses karbonasi ini adalah:
PbCl2 + Na2CO3 → PbCO3 + 2NaCl Timbal sulfat yang masih terdapat dalam residu juga akan terkarbonasi melalui reaksi:
PbSO4 + Na2CO3 → PbCO3 + Na2SO4 Selama proses karbonasi juga akan terbentuk hidroserurit (Pb3(CO3)2(OH)2) dengan reaksi:
Perbedaan kelarutan PbCl 2 dan PbSO 4 dibandingkan dengan PbCO3 adalah sangat besar, sehingga pengubahan PbCl 2 dan PbSO4 menjadi PbCO3 dapat berlangsung dengan sempurna. AgCl memiliki sifat kurang larut dibandingkan Ag2CO3, sehingga AgCl tidak terpengaruh oleh pelindian dengan natrium karbonat. f) Proses pelindian Pb menggunakan asam nitrat Ekstraksi Pb dilakukan dengan melindi residu proses karbonasi menggunakan asam nitrat. Proses ini dilakukan dengan cara menambahkan residu dengan air hingga membentuk suspensi, kemudian menambahkan asam nitrat hingga diperoleh pH sekitar 5. Reaksi yang terjadi adalah :
PbCO3 + 2HNO3 → Pb(NO3)2 + H2O + CO2 Slurry hasil proses pelindian timbal (Pb) kemudian disaring yang bertujuan untuk memisahkan padatan dan cairan. Residu dari hasil proses ini dicuci dengan air untuk menghilangkan timbal nitrat dari larutan dan kemudian akan diproses lebih lanjut dalam pelindian perak dengan amoniak. Filtrat dan air cucian akan diolah lebih lanjut untuk recovery Pb. Recovery Pb dilakukan dengan mengendapkan timbal menggunakan asam sulfat sehingga akan terbentuk timbal sulfat. Reaksi yang terjadi adalah:
Pb(NO3)2 + H2SO4 → PbSO4 + 2HNO3 Asam nitrat yang dihasilkan dalam proses pengendapan timbal menjadi timbal sulfat dapat diregenerasi melalui proses distilasi sehingga dapat digunakan dalam proses pelindian timbal karbonat.
3PbSO4 + 3 Na2CO3 + H2O → (Pb3(CO3)2(OH)2) + 3Na2SO4 + CO2
10
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Topik Utama g) Proses pelindian perak menggunakan amoniak Proses pelindian Ag dilakukan dengan melindi residu hasil proses pelindian timbal dengan asam nitrat menggunakan larutan amoniak. Proses pelindian ini membutuhkan waktu kurang dari satu jam. Reaksi pelindian yang terjadi adalah sebagai berikut:
AgCl + 2NH4OH → (Ag(NH3)2+) + Cl- + 2H2O Slurry hasil pelindian kemudian disaring dan dicuci dengan amoniak encer agar terbebas dari garam perak yang mudah larut. Penguapan perak klorida dilakukan dengan pemanasan atau penghembusan uap air panas untuk menguapkan amoniak. Reaksi penguapan amoniak adalah:
[Ag(NH3)2]Cl → AgCl + 2NH3 Perak klorida kemudian dilarutkan kembali menggunakan asam klorida (HCl) 6 M yang panas dan menambahkan sedikit hidrogen peroksida menjelang akhir proses pelarutan. Pada konsentrasi HCl 6 M gas klorin dapat terliberasi dan secara cepat akan menstabilkan setiap emas atau logam grup platina yang mungkin terbawa di dalam endapan perak klorida. Pelarutan perak klorida tersebut bertujuan untuk mengambil unsur-unsur pengotor yang mungkin terbawa bersama perak klorida dan mengaktivasi kristal perak klorida sehingga dapat bereaksi lebih cepat selama tahap reduksi berikutnya. Pengendapan perak dilakukan dengan menambahkan air deionisasi kedalam endapan perak klorida dan memanaskannya pada suhu 100 0 C disertai dengan pengadukan yang kuat. Tahap selanjutnya adalah menambahkan natrium hidroksida agar terbentuk hidroksida perak yang akan terdehidrasi menjadi oksida perak melalui reaksi :
AgCl + NaOH → AgOH + NaCl 2AgOH → Ag2O + H2O
Dektros atau gula pereduksi lainnya ditambahkan kedalam slurry untuk mereduksi oksida perak menjadi logam perak. Proses reduksi perak ini membutuhkan waktu 15 sampai 60 menit melalui reaksi :
12Ag2O + C6H12O6 → 6CO2 + 6H2O + 24Ag
3. PERBANDINGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LUMPUR ANODA Teknologi pengolahan lumpur anoda yang sudah berkembang, baik dengan Teknologi Autotec maupun Proses Hoffman, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pada teknologi Autotec, proses oksidasi Pb dan pembentukan terak yang kaya akan PbO merupakan tahap yang critical karena mempunyai resiko ikut mengambil emas dan perak ke dalam terak. Dengan adanya emas dan perak yang ikut ke dalam terak akan berakibat recovery logam-logam berharga menjadi rendah serta proses pengambilan emas dan perak dari terak sulit dilakukan. Teknologi Autotec ini membutuhkan konsumsi energi yang tinggi pada saat peleburan Pb karena suhu yang dibutuhkan adalah 1200OC. Namun, tahapan proses ini lebih sederhana dan tidak membutuhkan bahan kimia yang banyak dibanding dengan Proses Hoffman. Perlu dipertimbangkan pengolahan dengan teknologi ini apabila lumpur anoda memiliki kadar Pb yang cukup tinggi terutama pada proses pembentukan terak (PbO). Namun demikian, Proses Hoffman memiliki keunggulan karena persen perolehan dapat lebih tinggi; tidak hanya untuk emas dan perak saja, tetapi juga untuk platina dan paladium karena kemungkinan kehilangan emas dan logam lainnya dalam terak dapat dihindari. Di samping itu jalur proses hidrometalurgi ini membutuhkan konsumsi energi yang lebih rendah karena semua proses dilakukan pada suhu di bawah 100 oC; ukuran partikel lumpur anoda juga sudah sangat halus (± 150 mesh) sehingga mudah untuk dilindi.
Teknologi Pengolahan Lumpur Anoda ; Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh
11
Topik Utama Namun, proses ini akan membutuhkan banyak bahan kimia khusus, sedangkan harga bahan kimia tersebut sangat mahal karena harus diimpor. Proses Hoffman ini memiliki lebih banyak tahapan proses dibanding dengan teknologi Autotec. Pertimbangan dalam menentukan teknologi yang tepat untuk pengolahan lumpur anoda ditentukan oleh banyak faktor, misalnya; karakterisasi lumpur anoda, resiko investasi, modal awal, dan lain-lain. Seperti halnya PT. Antam yang lebih memilih Teknologi Autotec dan telah menyatakan kesiapannya untuk mengolah lumpur anoda dari PT. Smelting Gresik dengan Teknologi Autotec ini karena: – Meningkatkan kegunaan pabrik – PT. Antam telah memiliki pengalaman dalam proses ini sehingga akan mengurangi resiko investasi – Biaya investasi yang lebih rendah dibandingkan dengan proses Hoffman. Penambahan fasilitas hanya TBRC (Top Blown Rotary Converter) dan sistem scrubber. PT. Antam telah memiliki plant untuk pemurnian emas yaitu dengan klorinasi (Miller Process) dan pemurnian perak.
5. PERCOBAAN DAN HASIL Serangkaian percobaan telah dilakukan untuk mengekstraksi Au dari lumpur anoda PT Smelting Gresik. Penelitian oleh peneliti lain telah dilakukan, yaitu dengan secara langsung melindi percontoh lumpur anoda PT Smelting Gresik dalam larutan asam klorida menggunakan oksidator hidrogen peroksida dan natrium klorat. Persen recovery emas yang dihasilkan dari percobaan tersebut adalah 95,46% dengan oksidator natrium klorat dan 78,49% dengan oksidator hidrogen peroksida [9] .Untuk meningkatkan persen recovery yang dihasilkan, maka salah satu cara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan memisahkan Pb terlebih dahulu. Dengan pertimbangan lumpur anoda PT. Smelting mempunyai kandungan Pb yang tinggi, proses pemisahan Pb dilakukan dengan cara pelindian Pb dalam larutan ammo
12
nium asetat dalam 2 tahap. Selanjutnya, proses ekstraksi Au dilakukan dari residu pelindian Pb dengan metode klorinasi basah menggunakan oksidator hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit. Pb dapat dipisahkan dari lumpur anoda PT. Smelting secara efektif melalui proses pelindian dua tahap dalam larutan ammonium asetat dengan persen ekstraksi total 94,9%. Persen ekstraksi tersebut dicapai pada konsentrasi amonium asetat 8 Molaritas, suhu 70oC, persen solid 20 dan waktu pelindian 120 menit. Percobaan pelindian emas dilakukan dengan proses klorinasi basah untuk melarutkan Au dari lumpur anoda dengan oksidator gas Cl2 yang dihasilkan dari reaksi antara asam klorida (HCl) dan natrium hipoklorit (NaOCl) serta oksidator hidrogen H 2O 2 . Conto lumpur anoda yang digunakan pada percobaan klorinasi basah adalah percontoh yang telah dipisahkan Pb-nya dengan larutan ammonium asetat sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Diagram alir percobaan pelindian emas dapat dilihat pada Gambar 2. Pelindian Au dari residu pelindian Pb dengan asam klorida menggunakan oksidator H 2O 2 menghasilkan persen ekstraksi Au tertinggi 99,99% pada konsentrasi HCl 7 Molaritas, suhu 60oC, H2O2 0,5 Molaritas, waktu 180 menit, dan persen solid 20%. Kehilangan Ag pada kondisi ini hanya 0,6%. Pelindian Au dengan oksidator NaOCl menghasilkan persen ekstraksi Au tertinggi 98,86% pada konsentrasi HCl 5 M, suhu 40oC, NaOCl 20%(v/v), waktu 120 menit, dan persen solid 20%. Kehilangan Ag pada proses ini 2-3 %. Regenerasi larutan ammonium asetat dengan mereaksikan filtrat hasil proses pelindian yang mengandung timbal asetat dengan ammonium sulfit. Produk reaksi antara larutan yang mengandung timbal dengan ammonium sulfit maka adalah timbal sulfit atau timbal sulfat yang akan mengendap dan larutan ammonium asetat. Diagram alir proses regenerasi asam asetat dapat dilihat pada Gambar 3.
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Topik Utama Residu hasil pelindian Pb
HCl + H2O2 HCl + NaClO
Konsentras i HCl
Klorinasi basah
suhu
waktu
% solid
larutan
Residu
analisis
analisis
Gambar 2. Diagram alir proses pelindian emas
Filtrat hasil pelindian Pb
(NH4 )2 SO3
pengendapan Pb
Endapan PbSO3
Filtrat kristalisasi pada suhu 120 0C
Kristal NH4 Ac + (NH4)2 SO4
Pelarutan NH4 Ac dalam metanol
larutan NH4 Ac
Gambar 3. Diagram alir proses regenerasi larutan amonium asetat
Teknologi Pengolahan Lumpur Anoda ; Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh
13
Topik Utama
Keunggulan proses yang dilakukan dalam penelitian dibandingkan dengan proses yang sudah ada, yaitu Outotec (piro-elektrometalurgi) dan Hoffman (hidrometalurgi), ditunjukkan pada Tabel 1.
b. Proses ekstraksi logam-logam berharga dari lumpur anoda dengan memisahkan terlebih dahulu Pb sebelum proses klorinasi dapat dijadikan sebagai alternatif teknologi pengolahan lumpur anoda di Indonesia yang memiliki karakteristik yang khas dengan kandungan Pb yang cukup tinggi. Penggunaan teknologi pengolahan ini di Indonesia masih sangat terbuka luas karena hingga saat ini pengolahan lumpur anoda belum dilakukan di Indonesia.
4. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
a. Teknologi proses yang sudah berkembang untuk ekstraksi logam-logam berharga dari lumpur anoda adalah dengan jalur piro-hidroelektro metalurgi dan hidrometalurgi. Kombinasi proses piro-hidro elektro metalurgi telah dikembangkan oleh Outotec Technology di Boliden Swedia.Proses pengolahan yang menerapkan jalur hidrometalurgi sudah diaplikasikan di industri adalah Proses Hoffman. Pengolahan lumpur anoda secara hidrometalurgi ini relatif lebih baru dibandingkan jalur piro-hidro-elektro metalurgi sehingga kemungkinan pengembangannya masih sangat luas.
1) Davenport, W.G, King, M., dan Schlesinger, 2002, Extractive Metallurgy of Copper, 4th edition, Pergamon.
Pelindian perak dilakukan terhadap residu hasil proses klorinasi basah dengan amonia menghasilkan recovery Ag sebesar 93,9%. Proses pelindian perak dilakukan setelah proses deklorinasi dengan natrium karbonat.
2) http://www.smelting.co.id diunduh pada 22 April 2011 pukul 15.00 WIB. 3) doccopper.tripod.com diunduh pada 9 November 2011 pukul 14.00 WIB. 4) Hait, J., Jana, R., Vinay, dan Sanyal S., 2002, Some Studies on Sulfuric Acid Leaching of Anode Slimes with Additives, Industrial Engineering Research, 41, 6593-6599.
Tabel 1. Perbandingan teknologi pengolahan lumpur anoda Outotec (piro-elektrometalurgi)[4] Membutuhkan energi yang tinggi untuk peleburannya (1200oC) Au dan Ag yang ikut terlarut dalam terak sulit untuk mengekstraksinya kembali Recoveryi Au, Ag, Pt, dan Pd tidak sebaik dengan proses hidrometalurgi Recovery Ag dilakukan dengan proses elektrorefining sehingga membutuhkan energi yang cukup besar Logam yang pertama kali diperoleh adalah Pb, selanjutnya Ag dan kemudian Au
14
Hoffman (hidrometalurgi)[5]
Proses Tekmira
Tidak membutuhkan energi yang tinggi (suhu proses <100oC) Kehilangan Au, Ag, dan logam berharga lainnya dalam residu dapat diekstrak kembali Recovery Au, Ag, Pt, dan Pd akan lebih tinggi dibandingkan proses Outotec Recovery Ag dilakukan setelah proses pelindian Pb terhadap residu proses klorinasi basah, recoveri Ag akan lebih rumit
Tidak membutuhkan energi yang tinggi (suhu proses <100oC) Kehilangan Au, Ag, dan logam berharga lainnya dalam residu dapat diekstrak kembali Recovery Au, Ag, Pt, dan Pd akan lebih tinggi dibandingkan proses Outotec Recovery Ag langsung dilakukan terhadap residu proses klorinasi basah, sehingga memudahkan untuk merecover Ag-nya Logam yang pertama kali diperoleh adalah Pb, selanjutnya Au, dan kemudian Ag.
Logam yang pertama kali diperoleh adalah Au, selanjutnya Pb dan kemudian Ag
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Topik Utama 5) Amer, A.M., 2000, Processing of Copper Anodic-slimes for Extraction of Valuable Metals, Physicochemical Problems of Mineral Processing, 36, 123-134. 6) Wang, S., Wesstorn, B., dan Fernandez, J., 2003, A Novel Process For Recovery Of Te and Se from Copper Slimes Autoclave Leach Solution, Journal of Minerals & Materials Characterization & Engiinering, Vol.2, No.1, pp 53-64. 7) Backstrom, J., 2010, Copper, Nickel and Tellurium Yields During Leaching of Anode Slimes, Thesis MSc Programmer in Engineering Chemical Engineering, Department of Chemical Engineering and Geoscience, Division of Process Metallurgy, Lulea University of Technology.
8) Ludvigsson, B., Larsson, S.R., 2003, Anode Slimes Treatment: The Boliden Experience, JOM, April, pp 41-46. 9) Hadi, A., 2007, Studi Optimasi Proses Klorinasi Basah dari Anode Slimes Ex PT. Smelting Gresik dengan Oksidator Sodium Klorat dan Hidrogen Peroksida dalam Media Asam Klorida, Tesis Magister Ilmu Material, Program Pasca Sarjana FMIPA, UI. 10) Abe, Y., dan Inomata, T., 1999, Method of Recovering Gold Powder, United Stated Patent 5942024.
Teknologi Pengolahan Lumpur Anoda ; Isyatun Rodliyah dan Nuryadi Saleh
15