Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
TEKNOLOGI PENANGANAN DAN PENGAMANAN SUSU SEGAR DAN OLAHANNYA SRI UsMIATI
dan ABUBAKAR
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kanpus Penelitian Pertanian - Cimanggu, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor
ABSTRAK Susu merupakan salah satu produk peternakan yang bersifat mudah rusak karena kandungan zat gizinya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme . Susu juga mudah terkontaminasi cemaran lain seperti bahan kimia (pestisida), logam berat, antibiotika, dan racun atau toksin (jamur, kapang, khamir) . Penanganan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan terhadap keamanan pangan susu . Upaya untuk mengantisipasi penurunan mutu susu telah dilakukan beberapa penelitian yang meliputi manajemen pemerahan melalui penerapan Hazard Analysis Critical Control Points, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia pengelola industri susu, introduksi alat perah sederhana serta pembinaannya kepada peternak . Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan HACCP, peningkatan kemampuan SDM pengelola industri susu dan introduksi alat perah sederhana dapat menurunkan Total Plate Count susu pada semua level mata rantai sejak pemerahan sampai pemasaran dan sekaligus dapat meningkatkan mutu susu di tingkat industri pengolahan susu . Kata kunci : Teknologi, penanganan, keamanan pangan, susu PENDAHULUAN Proses penanganan, pengolahan, pengawetan dan penyimpanan bahan pangan yang kurang baik dapat menimbulkan kerusakan suatu produk pangan terutama dalam hal kualitas, dan keamanan pangannya. Faktor-faktor keamanan pangan yang penting antara lain bebas cemaran dari mikrobiologis, bahan-bahan kimia (pestisida), logam berat, antibiotika, dan racun (toksin dari jamur, kapang dan khamir) . Asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) perlu diperhatikan dalam rangka memperoleh bahan pangan yang berkualitas, selain mengandung nilai gizi tinggi juga memberi ketentraman bathin kepada konsumen . Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan mata rantai produksi, mulai dari industri hilir (peternakan) sampai industri hulu (proses) hingga sampai ke konsumen . Jaminan mutu atas keamanan produk pangan secara konvensional yaitu inspeksi produk akhir saja tidak dapat menjamin mutu dan keamanan pangan secara keseluruhan . Konsep jaminan mutu untuk pangan dikenal dengan Hazard analysis critical control points (HACCP) yaitu sistem pengawasan mutu industri pangan yang menjamin keamanan pangan dan mengukur bahaya atau resiko yang
mungkin timbul, serta menetapkan pengawasan tertentu dalam usaha pengendalian mutu pada seluruh rantai produksi pangan . Susu merupakan salah satu produk peternakan yang bersifat mudah rusak, terutama di daerah tropis dan kelembaban tinggi karena mikroba akan berkembangbiak dengan cepat . Susu merupakan bahan pangan yang mengandung gizi lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin . Kondisi ini tidak ada artinya bi la tidak aman bagi konsumen . Keamanan pangan susu ditentukan oleh proses pemerahan susu, penanganan, dan pengolahan, serta rantai pemasaran . Beberapapenelitian keamanan pangan susu telah dilakukan, antara lain mengenai : (i) Manajemen pemerahan, sumberdaya manusia pengelola industri pengolahan susu, serta penerapan sistem HACCP pada proses pasteurisasi yang meliputi pengawasan bahan baku, penanganan, pengolahan serta distribusi yang baik (MurWIArI et al., 2000) ; (ii) Manajemen penanganan dan pengamanan susu segar, penggunaan pengawet laktoperoksidase pada susu segar, dan proses pasteurisasi susu (MuIDIATi et al., 2002) ; dan (iii) Deteksi cemaran susu, modifikasi dan pelaksanaan Standar operational procedure, serta penggunaan alat perah sederhana oleh petemak (RoswITA et al., 2004 dan 2005) .
101
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
KEAMANAN PANGAN SUSU Keamanan pangan adalah masalah yang kompleks karena merupakan interaksi antara status gizi dan toksisitas mikrobiologis serta kimiawi yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi . Keamanan pangan susu dipengaruhi oleh proses yang terjadi dalam mata rantai produksi . Kontaminasi atau bahaya yang menyebabkan pangan tidak aman dapat terjadi pada setiap proses yaitu di peternakan, saat penanganan, industri pengolahan, transportasi, pengecer, dan terakhir di konsumen . Oleh karena itu diperlukan suatu sistem dalam pengawasan keamanan pangan sejak pra produksi, proses produksi, pasca produksi hingga pemasaran sampaiterhidang di konsumen . Konsep Hazard analysis critical control points (HACCP)merupakanpengawasanmutuberdasarkan prinsip pencegahan yang banyak diterapkan pada industri pangan . Konsep pengawasan mutu tersebut merupakan sistem jaminan mutu yang berdasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut . Upaya untuk memberdayakan para pelaku yang terlibat dalam sistem keamanan pangan tidak mudah karena tingkat kesadaran dan pemahaman para pelaku usaha relatif masih rendah . Mereka umumnya cenderung ingin mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan modal yang minimal tanpa memperhatikan segi keamanan pangan . Hal ini akan merugikan konsumen . Kasus keracunan dan penyakit akibat pangan akhir-akhir ini banyak dilaporkan di berbagai wilayah di Indonesia seperti salmonellosis, keracunan pangan kadaluarsa, serta terdeteksinya berbagai cemaran kimia beracun seperti pestisida, logam berat, antibiotik dan racun/toksin dalam bahan pangan . Keberadaan senyawa beracun dapat menimbulkan keracunan, immunosupresif dan karsinogenik yang berbahaya . Berbagai upaya telah dilakukan untuk menambah dan membangkitkan kesadaran para pelaku usaha produk pangan asal ternak . Hal ini membuktikan betapa pentingnya faktor keamanan pangan . Pemberlakuan Peraturan Pemerintah No . 22/1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner
1 02
merupakan kebijakan pemerintah dalam melindungi konsumen dari bahaya yang mengganggu kesehatan akibat mengkonsumsi bahan pangan asal ternak . Juga ditetapkan Undang-Undang Pangan No . 7/1996 yang memuat keamanan pangan dalam satu bab tersendiri. Selain mendefinisikan keamanan pangan sebagai kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, juga terdapat pasal khusus bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib menyelenggara-kan sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi . Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia . Perkembangan pasar internasional yang menuntut keamanan pangan menjadi isu nasional . World trade organization (WHO) menetapkan standar, pedoman dan rekomendasi masalah perdagangan produk pangan yang ditetapkan oleh Komisi Gabungan FAO/WHO Codex alimentarius sebagai tolok ukur program pengawasan dan keamanan pangan oleh masyarakat internasional . Pengembangan program keamanan pangan nasional perlu didukung oleh penelitian dan teknologi dari berbagai bidang keilmuan dan kebijakan mencakup medis/kesehatan, veteriner, pangan dan pertanian/ petemakan . SUSU DAN PRODUK SUSU Susu merupakan bahan pangan sekresi kelenjar ambing yang bernilai gizi tinggi, diperoleh dari proses pemerahan sapi, kerbau, kuda, kambing dan hewan lainnya serta mengandung komponenkomponen penting seperti lemak, protein, laktosa, mineral, vitamin serta enzim-enzim dan beberapa mikroba (LAMPERT, 1980) . Komponenkomponen susu merupakan sumber gizi yang baik bagi manusia, dibutuhkan oleh hampir semua tingkatan umur terutama balita, serta merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba yang mengakibatkan kerusakan susu .
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Saat ini konsumsi susu dalam bentuk susu bubuk sebagian besar bahan dasarnya adalah susu impor yang jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan konsumsi susu murni yang dihasilkan oleh peternakan rakyat di Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan mutu dan keamanan pangan susu dari sapi peternak Indonesia masih relatif rendah terutama nilai Total plate count (TPC) yang masih lebih besar dari satu juta per ml susu sehingga industri pengolahan susu (IPS) membatasi pembelian susu dari rakyat. Untuk dapat dikonsumsi, susu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan karena merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba serta mudah terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari lingkungan (peralatan pemerahan, operator sapi), residu pestisida, logam berat, dan aflatoksin dari pakan yang diberikan kepada ternak, serta residu antibiotika saat pengobatan penyakit . Kandungan mikroba yang tinggi menyebabkan susu cepat rusak sehingga pihak IPS memberikan harga penalti atau bahkan menolaknya (FARDiAz, 1992), demikian pula jika susu mengandung residu antibiotika (ANONIMUS, 2001) . Adanya residu antibiotika dalam susu telah dilaporkan oleh Sudarwanto pada tahun 1990, residu ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroba terhadap antibiotika dalam kesehatan manusia (TOLLEFSON dan MILLER, 2000) . Kondisi zat gizi yang tinggi pada susu memberi peluang yang baik bagi pertumbuhan mikroba (bakteri, kapang, khamir) . Pertumbuhan mikroba dapat merusak dan merubah mutu dan keamanan pangan susu yang ditandai oleh perubahan rasa, aroma, warna, dan penampakan (konsistensi) . Oleh karena itu susu perlu mendapat penanganan yang cepat antara lain melalui pasteurisasi (pemanasan susu dengan suhu dan waktu tertentu untuk membunuh mikroba pathogen), atau introduksi senyawa thiosianat dan hidrogen peroksida jika tidak tersedia pendingin susu untuk memaksimalkan kerja laktoperoksidase (enzim yang secara alamiah terdapat dalam susu dan bersifat bakteriostatis) . Namun penggunaan senyawa tersebut di Indonesia masih dikaji terutama mengenai efektivitas dan kontrol residunya . Dalam bidang persusuan, pemerintah telah memiliki beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengenai
cooling unit SNI 02-0280-1997, mengenai tangki susu SNI 02-0209-1987, dan mengenai kamar susu SNI 02-0210-1987, dai mengenai batas maksimum cemaran mikroba dan residu dalam makanan asal hewan (susu) SNI 01-3141-1998 dan SNI 01-63662000 . HASIL PENELITIAN KEAMANAN SUSU Peningkatan mutu dan keamanan produk susu sapi Penelitian difokusk an untuk mengidentifikasi kemungkinan bahaya yang mungkin timbul dalam proses produksi susu pasteurisasi selama dalam rantai produksi . Penelitian dilakukan di Fajar Taurus (FT), Koperasi Produsen Susu (KPS) Bogor, Koperasi Produsen Bandung Selatan (KPBS) dan Alam Murni (AM) Bandung . Dalam rantai proses pasteurisasi, FT, KPBS dan AM melaksanakan standar proses pasteurisasi yang relatif sama yaitu tahap pasteurisasi dilakukan setelah proses pencampuran (mixing) dan homogenisasi sehingga bila terjadi pencemaran mikroba pada proses mixing dan homogenisasi maka mikroba dapat dieliminasi pada proses pasteurisasi . Ditinjau dari unit prosesing yang tersedia diketahui adanya keterkaitan fasilitas termasuk kemampuan personel pelaksana dengan keberadaan cemaran mikroba dalam susu sejak dari mata rantai kedatangan susu dari peternak hingga produk akhir. Industri pengolahan susu FT dan AM memiliki fasilitas pendukung yang memadai untuk menghasilkan susu pasteurisasi yang aman dari cemaran mikroba dibanding-kan KPS dan KPBS yaitu berfungsinya laboratorium pengujian dan ruang prosesing yang tertutup dan terpisah . Selain itu terdapat kontrol terhadap kualitas bahan baku, suhu pasteurisasi, kemasan, produk akhir dan lalu lintas personel dalam ruang prosesing, kebersihan ruang prosesing, tingginya tingkat kesadaran higienik dari pimpinan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman yang sesuai . Berdasarkan gambaran kandungan mikroba bahan awal, susu yang diterima oleh FT dari tanki mobil peternakan mengandung nilai
1 03
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produ Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
TPC sebesar 10 ribu CFU/g susu dan setelah pasteurisasi menjadi 0, KPS ` Bogor sebesar 10 juta CFU/g setelah pateuri asi menjadi kurang dari 1000 CFU/g, KPBS sebesar 10 juta CFU/g dan setelah pasteurisasi menjadi 1000 CFU/g, dan AM kandungan TPC setelah pasteurisasi menjadi 10 .000 CFU/g . Menurut SNI 01-63662000 ambang batas cemaran mikroba dalam susu yang diperbolehkan adalah 30 ribu CFU/g susu, sehingga susu pasteurisasi yang dihasilkan oleh keempat IPS tersebut berada dalam batas aman . Tampak bahwa melalui proses pasteurisasi, jumlah TPC dapat diturunkan atau ditiadakan . Pasteurisasi yang umum digunakan adalah pemanasan pada suhu 72 °C selama 15 detik sehingga nilai nutrisi,
konsistensi dan tidak merubah rasa susu . Hasil analisis residu antibiotika terhadap bahan baku susu sebelum proses pasteurisasi menunjukkan bahwa hanya susu segar yang diterima KPS yang mengandung residu antibiotika (penisilin 16,67 ppb) . Residu antibiotika tersebut tidak dapat hilang selama proses pasteurisasi sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia terutama menimbulkan resistensi mikroba lain yang menyerang manusia. Ditinjau dari sistem jaminan mutu HACCP maka beberapa titik kritis dapat diidentifikasi dalam proses pasteurisasi dan bahaya yang mungkin timbul disajikan pada Tabel 1 .
Tabel 1 . Identifikasi bahaya dan cara pencegahan pada proses pembuatan susu pasteurisasi Sumber bahaya Jenis bahaya Pencegahan 1 . Bahan baku susu sapi Bakteri pathogen Kesehatan sapi Kebersihan peternakan Sanitasi dalam pemerahan Susu cepat didinginkan Pasteurisasi pada suhu dan waktu yang tepat Residu antibiotika Sapi dalam pengobatan tidak diperah hingga waktu henti obat dilampaui Residu pestisida, logam berat Pakan dan lingkungan peternakan tidak tercemar dan mikotoksin Mikroba pathogen Jarninan dari pemasok bahan (sertifikat) 2 . Bahan tambahan (gula, flavoring agent dan lainpemanasan sebelum dicampur lain) Cemaran pestisida, logam Jarninan dari pernasok bahan (sertifikat) dan bahan kimia lainnya 3 . Pasteurisasi Bakteri pathogen Setelah pasteurisasi susu segera dikemas dan didinginkan 4. Peralatan Tidak dapat dioperasikan Maintenance alat secara regular, termasuk dengan tepat kebersihan (rekaman pemeriksaan) Bakteri, jamur, cemaran Pembatasan personal keluar masuk ruang 5 . Ruang prosesing kimia prosesing Debu, kotoran 6. Bahan pengemas (plastik, cup dan lain-lain)
Bakteri, jamur Debu, kotoran, cemaran pestisida dan bahan kimia lain
7 . Penyimpanan
Bakteri pathogen
Melalui penerapan sistem HACCP pada proses pasteurisasi yaitu dalam pengawasan bahan baku, penanganan yang baik, pengolahan serta
1 04
Ruangan prosesing terpisah dan tertutup Jaminan dari pemasok bahan (sertifikat) Pencucian bahan kemasan Sterilisasi kemasan seblum pengisian Susu segera disimpan pada suhu penyimpanan 4°C
didistribusikan secara baik maka dapat dihasilkan produk akhir yang baik dan aman dikonsumsi .
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Teknologi penanganan dan pengamanan susu segar dan olahannya Penelitian penanganan dan pengamanan susu di lapangan Penelitian dilakukan di sentra peternakan sapi perah Koperasi Unit Desa Cipanas Cianjur dan Koperasi Produsen Susu Bogor dalam proses penanganan susu . Berdasarkan analisa kandungan kuman susu, jumlah kuman susu di Cipanas sebesar 100 ribu CFU/ml lebih rendah dibandingkan jumlah kuman susu di Bogor . Pada minggu ketiga terjadi penurunan jumlah kuman (bakteri) . Hal ini menunjukkan bahwa peternak mulai melaksanakan perbaikan dalam manajemen pemerahan susu yang mengikuti saran tim peneliti yaitu membersihkan ambing sebelum dan sesudah pemerahan, memandikan sapi setelah pemerahan, ember penampung susu dibersihkan dan dilap sebelum digunakan, susu disaring sebelum disetorkan ke pengumpul, membersihkan kandang dan tangan sebelum pemerahan, membuang air susu pertama yang keluar saat pemerahan, serta segera mendinginkan susu di bawah suhu 10°C atau segera diproses pasteurisasi . Faktor lain sebagai sumber pencemaran mikrobiologis adalah sumber air untuk operasional pemerahan . Air yang dipergunakan berasal dari satu sumber dan dalam keadaan kurang bersih sehingga alat-alat yang dibersihkan menjadi tercemar . Hasil isolasi cemaran bakteri dari ember, saringan dan susu hasil pemerahan menunjukkan terdapat bakteri golongan Coliform spp, Streptococcus spp, Bacillus spp dan Pseudomonas spp. Sedangkan berdasarkan analisis residu antibiotika golongan penisilin, seluruh sampel susu dinyatakan negatif . Hal ini berarti tidak terdapat residu antibiotika atau ada residu tetapi masih di bawah BMR (Batas Maksimal Residu) . Teknologi pengawetan susu Pengawetan susu yang dilakukan adalah menggunakan LPS (Laktoperoksidasei sistem) ke dalam susu hasil pemerahan . Susu dari Cipanas yang diberi LPS maupun kontrol (tanpa LPS) pada pagi hari memiliki total mikroba yang sama
dibandingkan susu dari Bogor pagi hari yang memiliki total mikroba lebih tinggi pada susu tanpa LPS . Halt ini karena suhu daerah Cipanas yang lebih dingin dibanding Bogor dapat menekan pertumbuhan mikroba . Hasil analisis residu senyawa thiosianat dan hidrogen peroksida pada susu yang diberi LPS maupun kontrol menunjukkan nilai positif karena secara alamiah kedua senyawa tersebut juga terkandung dalam susu, namun pada susu yang diberi LPS kandungan kedua senyawa tersebut lebih tinggi. Penggunaan LPS pada suhu dingin (4°C) menunjukkan bahwa penambahan LPS dapat menghambat pertumbuhan mikroba sampai dengan enam jam sedangkan jumlah mikroba pada susu kontrol terus meningkat setiap jam . Pengolahan dan pengamanan susu pasteurisasi Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh masa simpan susu pasteurisasi pada suhu 4°C . Terdapat hubungan yang erat antara waktu penyimpanan pada suhu 4°C (refrigerator) dengan total mikroba susu pasteurisasi . Semakin lama susu disimpan maka semakin tinggi jumlah bakteri yang dapat dihitung . Hal ini disebabkan karena pada kondisi yang sesuai mikroba mengalami pertumbuhan mengikuti deret ukur selama penyimpanan (SINGH etal., 1980) .Prosespasteurisasi pada susu merupakan proses pemanasan susu yang cukup untuk membunuh sebagian bakteri yang bersifat pathogen, oleh karena itu susu pasteurisasi masih mengandung bakteri (PURNoMO dan ADIONO, 1987) . Penelitian perbaikan mutu dan keamanan pangan susu di tingkat peternak dan koperasi susu Penelitian dilaksanakan di peternak sapi perah Koperasi Serba Usaha Tandangsari Kabupaten Sumedang dan Koperasi Unit Desa Sarwamukti Cisarua kabupaten Bandung . Analisis sampel susu meliputi nilai TPC, cemaran logam berat, residu pestisida dan antibiotik, cemaran aflatoksin M 1 dan cemaran rnikrobiologi dari sampel susu yang diambil dari tingkat peternak, pengumpul dan koperasi. Hasil analisis cemaran mikroba menunjukkan bahwa susu dari peternak kedua koperasi mengandung cemaran mikroha 5,53 x 10 7 CFtJ/
1 05
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
ml lebih tinggi dibandingkan persyaratan SNI 01-6366-2000 yaitu 106 CFU/ml. Rata-rata nilai TPC susu dari peternak Sarwamukti lebih tinggi (>10' CFU/ml) dibandingkan nilai TPC susu dari peternak KSU Tandangsari (10 6 CFU/ml). Selain itu susu juga masih positif tercemar bakteri E. coli dan S. agalactiae. Di tingkat pengumpul, nilai TPC susu masih terdeteksi tinggi seperti halnya cemaran kedua jenis mikroba tersebut . Hal ini mengakibatkan tingkat TPC susu di koperasi makin tinggi mengingat koperasi merupakan muara akhir pengumpulan susu dari tingkat peternak dan pengumpul dan makin bertambah banyak selama perjalanan ke koperasi . Nilai TPC susu di tingkat koperasi rata-rata mencapai 8,8 x 10' CFU/ml . Susu di tingkat koperasi juga mengalami kontaminasi bakteri yang sama dengan peternak dan pengumpul . Dari hasil analisis aflatoksin Ml susu di tingkat peternak pada kedua koperasi rata-rata mencapai 0,2275 ppb sedangkan menurut SNI 01-63662000 yaitu 0,001 ppm sehingga nilai tersebut masih di bawah BMR dan dianggap masih cukup aman untuk dikonsumsi . Susu dari peternak juga terdeteksi mengandung antibiotik dengan berbagai variasi jenis dari golongan penisilin, tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin, konsentrasi lebih tinggi pada susu dari peternak KUD Sarwamukti namun nilainya masih di bawah BMR SNI 016366-2000 . Konsentrasi cemaran aflatoksin Ml dan antibiotik pada tingkat pengumpul dan koperasi semakin menurun bahkan beberapa jenis menjadi tidak terdeteksi . Hasil analisis terhadap cemaran logam berat menunjukkan bahwa logam Cd dan Pb ditemukan pada susu dari tingkat peternak di kedua koperasi . Logam Cd terdeteksi sebesar 0,0122 ppm . Nilai cemaran logam Cd dalam susu belum disyaratkan oleh SNI 01-6366-2000 namun nilainya lebih tinggi bila dibandingkam dengan kandungan Cd dalam air minum mineral yang diizinkan yaitu sebesar 0,003 ppm (RSNI 2004) . Cemaran Pb terdeteksi pada susu di tingkat peternak di kedua koperasi sebesar 0,04 ppb di petemak KSU Tandangsari dan 0,17 ppb di peternak KUD Sarwamukti sedangkan menurut SNI 01-3141-1998 sebesar 0,3 ppm . Jumlah cemaran Pb semakin menurun konsentrasinya pada susu di
1 06
tingkat pengumpul dan koperasi . Hasil yang memiliki pola serupa adalah analisis residu pestisida. Susu di tingkat peternak di kedua koperasi masih terdeteksi residu berbagai pestisida seperti lindane, heptaklor, klorpirifos, aldrin, andosulfan dan dieldrin dengan konsentrasi berkisar antara 0,0001-0,006 ppb, sedang menurut SNI 016366-2000 batas yang masih diperbolehkan berkisar 0,006-0,2 ppm . Konsentrasi residu pestisida pada susu di tingkat pengumpul dan koperasi mengalami penurunan . Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian m empunyai mandat, diantaranya adalah peningkatan mutu dan keamanan pangan susu dari segi milk handling, tahun 2005 dilakukan penelitian dengan fokus menurunkan nilai TPC susu yang masih relatif tinggi di tingkat peternak, pengumpul dan KUD Sarwamukti . Bila dikaitkan dengan pembinaan prilaku petugas dalam mata rantai produksi susu (peternak, petugas pengumpul dan koperasi), maka dalam rangka meningkatkan kesadaran higienik operasional pemerahan dan penanganan susu dilakukan melalui modifikasi Standar operational procedure (SOP), sosialisasi dan pemantauannya di lapangan (peternakan) . Modifikasi SOP dilakukan sebagai upaya menyesuaikan kondisi lapang yang berbeda antara KUD Sarwamukti Bandung dengan KSU Tandangsari Sumedang, dimana pengurus KSU Tandangsari adalah juga peternak yang dapat secara langsung memberikan pembinaan dan contoh mengenai cara penanganan susu sedangkan para pengurus KUD Sarwamukti benar-benar hanya sebagai petugas struktural/administrasi koperasi . Dalam rangka mendukung pelaksanaan SOP modifikasi di peternak sapi perah, tim peneliti telah mengintroduksi alat perah sederhana (Gambar 1). Hasil pengujian alat perah sederhana di lapangan menunjukkan bahwa pada pemerahan susu pagi hari menghasilkan waktu pemerahan rata-rata sebesar 9,5 liter/13 menit, sedangkan pemerahan secara manual adalah 6,6 liter/6 menit . Berdasarkan uji mikrobiologi, nilai TPC susu hasil pemerahan dengan alat perah sederhana adalah 1,6xI0°CFU/ml (16 .000 CFU/ml), sedangkan TPC susu yang diperah secara manual adalah 9,5x105 CFU/ml (950 .000 CFU/ml) .
Seminar Nasional Hari Pangan SeduniaYXVII DukrnTgan Teknologi Untuk Meningkatkwi Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Gambar 1 .
Satu set alat perch sederhana (kiri) dan alat perah sederhana yang terpasang (kanan)
KESIMPULAN
FARDIAz,
1 . Kontrol titik kritis dalam proses pasteurisasi susu harus dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku, penyimpanan dalam cooling unit, proses pasteurisasi, pengemasan dalam wadah, hingga penyimpanan pada suhu 4°C sebelum didistribusikan . 2 . Perbaikan sanitasi dan sumber air yang berkaitan dengan proses pemerahan susu dan transportasi dapat meningkatkan kualitas susu dari segi penurunan jumlah bakteri yang mencemari susu . 3 . Laktoperoksidase Sistem efektif menekan pertumbuhan bakteri dalam susu dengan dosis setengah dosis anjuran FAO (14 mg/ liter susu) dalam penyimpanan susu pada suhu ruang . 4 . Susu di tingkat petemak masih terdeteksi cemaran aflatoksin MI, antibiotik, logam berat dan mikrobiologis dengan konsentrasi di bawah SNI 01-6366-2000 dan nilai tersebut makin menurun di tingkat pengumpul dan koperasi . 5 . Penggunaan alat perah sederhana dapat menurunkan TPC susu sesuai dengan standar yang disyaratkan oleh industri pengolahan susu (IPS) . DAFTAR PUSTAKA ANONMUS .
2001 .
Mempertanyakan
LAMPERT, C .M . 1980 . Modem Dairy Product . New York Publishing, Co . Inc . Mui ixn . T. B ., M . POELOENGAN, R . MARY.AM, S . RACHAMAWATI, W. SUWITO, E . MASBULAN, S . M . NOOR dan ABUBAKAR . 2002 . Teknologi penanganan dan
pengamanan produk segar dan olahan hasil ternak . Laporan akhir 2002 . Balai Besar Pengembangan Alsintan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian . MURDIxT1, T. B ., S . R.Acwvfxw.ATI, A . PRIADI dan YUNINGSIH . 2000 . Peningkatan mutu dan keamanan produk susu sapi perah . Laporan akhir 2000 . Balai Penelitian Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian . PURNOMO
dan
Pertama .
ADIONo . 1987 .
UI
Ilmu pangan . Cetakan
Press Jakarta .
RoswiTA, S ., S .J . MUNARSO, ABUBAKAR, S . USAHATI, H . SETIYANTO, TRIYANTINI, MISGIYARTA, N . NURDJANNAH, N.
RICI-LANA, I . MUHADJIR,
P.
LAKS XLANAHARDJA,
E . IMANUEL, SUGIARTo, KUSNINGSIH, G . ADOM, H . HERAW.vi dan DEw! R . 2004. Penelitian perbaikan mutu dan keamanan pangan susu di tingkat petemak dan koperasi susu . Laporan akhir 2004 . Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian . Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian . ROSWITA, S ., S .J . MUNARSO, ABUBAK .AR, S . USMATI, H . SETIYANTO, MIsGIYARTA, E . IMANUFI., PUJOYUWONO, WIDANINGRUM, SUGIARTO, dan KUSNINGSIH . 2005 .
dasar
ilmiah
pelarangan AGP. Infovet 063 . Him . : 30-32 . BADAN STANDARISASI NASIONAL. 1998 . SNI 01-2782-1998, Metoda pengujian susu segar .
S . 1992 . Mikrobiologi pengolahan pangan lanjut. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor .
Penelitian perbaikan mutu dan keamanan pangan susu di tingkat petemak dan koperasi susu . Laporan akhir 2005 . Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian . Badan Litbang Pertanian, Departemen
Pertanian .
107
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Heivani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
RsNI-2 . 2004 . Batasan cemaran logam pada produk pangan. Badan Standarisasi Nasional . SINGH, J .A ., KHANNA and H . CHANDER. 1980. Effect of incubatioan temperature and heat treatment of milk from cow and buffalo on acid and flavor production by S . thermophillus and L . bulgaricus . J. Food Protection 43 : 3999-400 .
1 08
TOLLEFSON, L . and M.A. MILLER . 2000 . Antibiotic use in food animals : Controlling the human health impact . J ofAOAC 83 (2) : 245-254 .