Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
TEKNOLOGI MANAJEMEN PENANGANAN DAN PENGAMANAN PRODUKSI SUSU MENDUKUNG PENINGKATAN HARGA SUSU, KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK (Management Technology of Handling and Safety Production of Milk to Support the Increase to Milk Price, Food Security, and Farmers’ Welfare) ROOSGANDA ELIZABETH dan A. ASKIN Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
ASTRACT Complete nutrition ingredient in milk has made milk become one of good food to build and to maintain people health. However, there is a fenomenon of Indonesian milk industry i.e the stagnant of dairy cattle rearing, eventhough the milk price opens widely. The national milk production only is able to fulfil around 350 billion litters (about 30%) of 1.3 billion of national need. Beside the low productivity problem, the quality was also low, it showed from the high TPC (total plater count) (10 – 40 million/ml), apparently will reduce the price in the farm level. The paper was aimed to find out management technology on handling milk and milk production to support the increase of milk price, food security, and farmers welfare as well. This paper is also enriched with review from various related materials. Management technology on handling for improving safety milk production according to the ASUH criteria should be conducted from pra production, production, and post harvest process until consumers. It was expected that conventional quality assurance and farmers acceptance could be reached. The milk price feasibility and farmers’ acceptance were affected by several factors such as: optimalisation of productive dairy cattle scale; rearing strategy; seasonal period (Wet Season/Dry Season), feed availability, milk cooperative capacity. The feasible milk price in farm level will increase farmers’ income and welfare. The important role of Government were in low enforcement, facilitator, cotrolling, and human resource building capacity related to management on handing and safety food production in entire sector, as well as setting feasible selling price in farm level and market assurance. Key Words: Management, Food Security, Milk, Price Feasibility, Farmer Welfare ABSTRAK Kandungan nutrisi lengkap dalam susu menyebabkannya menjadi salah satu bahan pangan yang sangat baik untuk pembangunan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Terdapat fenomena miris persusuan Indonesia yaitu stagnan-nya budidaya sapi perah meski pasar persusuan terbuka luas. Produksi susu nasional hanya mampu memenuhi sekitar 350 juta liter (sekitar 30%) dari sekitar 1,3 milyar liter kebutuhan susu nasional. Selain produktivitas rendah, susu produk peternakan rakyat juga rendah kualitasnya, ditunjukkan dengan tingginya kandungan mikroba (rata-rata >10 – 40 juta/ml susu), yang menyebabkan rendahnya harga jual di tingkat peternak. Tulisan ini bertujuan mengemukakan teknologi manajemen penanganan dan pengamanan susu dalam rangka mendukung peningkatan harga susu dan ketahanan pangan serta kesejahteraan peternak, yang diperkaya dengan review dari berbagai tulisan terkait lainnya. Teknologi manajemen penanganan dan pengamanan produk susu berkualitas dan aman menurut kriteria ASUH harus dimulai sejak pra produksi, proses produksi, pasca produksi, hingga ke konsumen, sehingga jaminan mutu atas keamanan produk pangan yang konvensional dapat tercapai. Kelayakan harga jual susu dan penerimaan peternak dipengaruhi beberapa faktor antara lain: skala pemilikan sapi perah produktif (optimal/non-optimal); proses pemeliharaan; periode musim (MK/MH)/ketersediaan pakan; kondisi pasar/pemasaran; status kemapanan koperasi susu. Kelayakan harga susu di tingkat peternak akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga peternak. Peran penting pemerintah dalam penegakan aturan, pengawasan dan upaya pemberdayaan masyarakat terkait manajemen penanganan dan keamanan produk pangan semua sektor, serta kelayakan harga jual produk di tingkat peternak dan kepastian pemasaran. Kata Kunci: Manajemen, Keamanan Pangan, Susu, Kelayakan Harga, Ketahanan Pangan, Kesejahteraan Peternak
359
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PENDAHULUAN Kandungan nutrisi yang sangat lengkap dalam susu menyebabkannya menjadi salah satu bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan dan pembangun tubuh, sehingga sangat baik bagi pembangunan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Di masa lampau, perhitungan harga susu kepada peternak tidak didasarkan pada kualitas susu, melainkan ditentukan oleh tim Persusuan Nasional (Industri Pengolah Susu dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Namun di masa kini, pasar-lah menjadi pokok penentu harga susu yang ditetapkan berdasarkan kualitas susu yang diterima. Sementara itu, kualitas susu sangat dipengaruhi oleh manajemen peternakan dan manajemen penanganan dan pengamanan produk (susu) yang diaplikasikan oleh masing-masing peternak. Terdapatnya fenomena miris persusuan Indonesia yang nyata dimana kondisi budidaya sapi perah berjalan di tempat (stagnan) meski pasar persusuan sudah terbuka luas. Pada tahun 2004 produksi susu segar nasional sekitar 596.300 ton, yang sebagian besar berasal dari peternakan rakyat dengan produktivitas relatif rendah rata-rata sekitar 12 l/hari dari skala pengusahaan 2 – 5 ekor/peternak (DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN dalam PENI, 2005). Kondisi stagnan dan relatif rendahnya produktivitas susu merupakan dampak relatif rendahnya tingkat pemilikan dan pengusahaan sapi perah (smallholder) oleh peternak. Sistem pengusahaan masih secara tradisional sehingga perkembangan usaha sapi perah masih jauh dari skala ekonomis, yang akhirnya mengakibatkan usaha tersebut belum dapat berkembang pesat. Berbagai faktor lain yang turut mempengaruhi produktivitas ternak adalah faktor lingkungan seperti iklim/cuaca, pakan, penyakit, dan manajemen/tatalaksana penanganan (HARYANTO et al., 1998). Lengkapnya kandungan nutrisi dan tingginya zat gizi yang baik yang dikandung susu juga menyebabkannya mudah terkontaminasi berbagai bakteri patogen, baik yang berasal dari lingkungan, maupun dari peralatan perah ataupun dari sapi itu sendiri (BUCKLE et al, 1985). Selain produktivitas rendah, susu produk peternakan rakyat juga rendah
360
kualitasnya, yang antara lain ditunjukkan oleh relatif tingginya kandungan mikroba yang ratarata lebih dari 10 – 40 juta/ml susu (THAWAF, 2005). Hal ini tentu mempengaruhi harga jual susu di tingkat peternak menjadi rendah. Tulisan ini bertujuan mengemukakan teknologi manajemen penanganan dan pengamanan susu dalam rangka mendukung peningkatan harga susu dan ketahanan pangan serta kesejahteraan peternak, yang diperkaya dengan review dari berbagai tulisan terkait lainnya. KONDISI AKTUAL PETERNAK DAN PERSUSUAN NASIONAL Pada umumnya pengelolaan usaha sapi perah masyarakat peternak hanya merupakan usaha sampingan dengan usahatani sebagai usaha utama rumahtangganya. Usaha ternak bagi mereka merupakan upaya memperoleh uang tunai harian, pupuk (kotoran ternak) dan sebagai tabungan. Pola pemeliharaan skala 2 – 5 ekor/peternak (smallholder) dan secara tradisional umum dilakukan, serta masih jauh dari perhitungan skala usaha secara ekonomis. Kondisi tersebut berdampak pada relatif rendahnya tingkat produktivitas ternak (ratarata sekitar 12 liter/hari) dan rendahnya pendapatan peternak dari susu. Meski kondisi usaha peternakan sapi perah rakyat berada pada skala usaha relatif kecil dan serba terbatas, namun kedudukan/nilai ekonomi usaha tersebut cukup berarti bagi rumah tangga peternak. Usaha tersebut mampu memberi uang tunai harian serta pemanfaatan tenaga kerja keluarga, limbah usahatani (sebagai pakan), dan pupuk kandang (kotoran sapi). Beberapa kelemahan atau kendala yang sering muncul pada usaha skala kecil, seperti: ketidakmampuan memanfaatkan efisiensi sumberdaya ternak, belum optimalnya memanfaatkan alokasi waktu dan tenaga kerja keluarga yang terlibat sehingga mengakibatkan perolehan pendapatan yang relatif kecil. Untuk itu, tingkat pemilikan ternak yang mampu mengefisienkan pemanfaatan waktu, tenaga kerja dan keuntungan yang diperoleh merupakan fenomena yang harus diterapkan oleh peternak (SUHERMAN, 2008). Kondisi persusuan nasional terkait erat dengan produksi susu, baik dalam bentuk segar maupun industri pengolahan yang memproduksi dan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
menghasilkan berbagai produk olahan susu. Produksi susu domestik saat ini belum mampu menutupi kebutuhan bahan baku pengolahan susu dalam negeri karena sebagian besar produksi susu segar nasional berasal dari peternakan rakyat. Produksi susu nasional hanya mampu memenuhi sekitar 350 juta liter dari sekitar 1,3 milyar liter kebutuhan susu nasional. Produsen baru dapat memasok sekitar 30% dari permintaan nasional, dan 70% sisanya diperoleh dari impor (ANTARA NEWS, 2007). Produksi susu domestik tersebut terutama dipenuhi dari industri persusuan nasional yang berlokasi di Jawa Timur (sekitar 510 ton), di Jawa Barat (sekitar 450 ton), dan di Jawa Tengah (sekitar 110 ton). Selain rendahnya produktivas, tingginya tingkat kandungan mikroba (rata-rata > 10 – 40 juta/ml susu) menunjukkan rendahnya kualitas susu yang dihasilkan oleh peternak rakyat. Keadaan tersebut menyebabkan harga susu di tingkat petenak menjadi rendah, dan industri pengolahan susu (IPS) semakin tertarik untuk mengimpor susu dari luar negeri yang memiliki kualitas lebih baik yang juga dipicu oleh kebijakan pemerintah yang memberlakukan tarif 0% atas susu (ARDARIAL, 2005). TEKNOLOGI MANAJEMEN PENANGANAN DAN PENGAMANAN SUSU Permintaan susu dan produk olahan susu mengalami peningkatan pesat seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat Indonesia akan peran penting mengkonsumsi susu bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Susu cair (segar), kental, dan bubuk, serta berbagai produk susu olahan lainnya sudah umum dikonsumsi masyarakat sekarang ini. Susu kental (condensed milk) diolah melalui proses penguapan hampa yang diawali dengan pemanasan tinggi untuk menghancurkan bakteri patogen dan menjaga kestabilan selama proses pengentalan dan penyimpanan serta pengemasan/packing (SHIDDIEQY, 2006). Beberapa produk olahan susu lainnya baik yang diproduksi industri skala rumah tangga seperti dodol, permen, stik, krupuk susu, dan sebagainya, maupun yang diproduksi oleh
perusahaan-perusahaan besar seperti keju, mentega, yogurt, mayonaise, dan lain-lain juga membutuhkan teknologi penanganan dan pengamanan produk tingkat tinggi dan spesifik. Keju misalnya, terbentuk karena koagulasi susu oleh enzim rennet membentuk gel yang disebut curd (rennet adalah sejenis enzim pencernaan dalam lambung hewan mamalia/ penghasil susu). Untuk proses pematangan, curd disimpan agar menghasilkan mikroba selama periode tertentu. Mikroba berfungsi untuk mengubah komposisi curd agar diperoleh keju yang berkualitas dengan tekstur, rasa, aroma tertentu yang spesifik dan sesuai keinginan (PIKIRAN RAKYAT, 2003). Krim susu yang dipisahkan dari susu cair segarnya dapat diolah menjadi mentega (bersifat plastis) melalui proses pengocokan (churning) dengan menggunakan cream separator. Susu cair segar yang telah terpisah dari krimnya merupakan susu skim yang selanjutnya dapat diolah menjadi susu cair pasteurisasi (UHT) dan susu bubuk (SALEH, 2004). Yoghurt merupakan minuman yang sangat populer dewasa ini dan dipercaya dapat melancarkan sistem pencernaan sehingga sangat sesuai untuk dikonsumsi penderita lactose intolerance. Yoghurt produk akhir susu olahan yang terbentuk berkat peran microorganisme tertentu yang tetap aktif dan hidup (active-live-culture) dalam proses fermentasi susu. Kelebihan yoghurt justru karena kehadiran microorganisme tersebut karena dapat memperbaiki dan menjaga sistem pencernaan. Sekarang ini kelas microorganisme berkembang yang dikenal sebagai prebiotik (probiotik) yang turut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh (MANGLAYANG FARM, 2005; 2006 dalam ARININGSIH, 2008). Perkembangan industri pengolahan susu sebagai bahan pangan bergizi tinggi seyogyanya seiring dengan perkembangan teknologi pengelolaan dalam penanganan dan pengamanan produk tersebut agar nutrisi dan gizi yang terkandung dapat terjaga, aman dan berkualitas bagi konsumen sesuai asas ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Konsep jaminan untuk bahan pangan dikenal sebagai Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP). Konsep HACCP merupakan sistem pengawasan mutu industri pangan yang menjamin keamanan pangan dan mengukur
361
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
risiko (bahaya) yang mungkin timbul, serta menetapkan pengawasan tertentu dalam usaha pengendalian mutu pada seluruh rantai tata produksi pangan (USMIATI dan ABUBAKAR, 2008). Keamanan penanganan dan pengolahan produk susu lazimnya dimulai dari industri hulu (peternakan) sampai industri hilir (proses) hingga ke tangan konsumen, sejak praproduksi, proses produksi, pasca produksi, hingga dikonsumsi konsumen, sehingga jaminan mutu atas keamanan produk pangan yang konvensional dapat tercapai. Terkait kenyataan bahwa susu adalah salah satu produk peternakan yang mudah rusak, terutama di daerah tropis dan kelembaban tinggi yang menyebabkan mikroba perusak (patogen) cepat berkembang biak. Produk pangan harus memiliki faktor-faktor keamanan yang penting seperti bebas cemaran berbagai mikrobiologis yang merugikan/membahayakan (pathogen), antibiotika, logam berat, residu dan bahanbahan kimia, serta toksin dari jamur, kapang dan khamir. Kajian penelitian dan analisis teknologi manajemen penanganan produk susu dan keamanannya telah banyak dilakukan seperti: (i) Manajemen pemerahan, sumberdaya manusia pengelola industri pengolahan susu, serta penerapan sistem HACCP pada proses pasteurisasi yang meliputi pengawasan bahan baku, penanganan, pengolahan, serta distribusi yang baik (MURDIATI et al., 2000); (ii) Manajemen penanganan dan pengamanan susu segar, penggunaan pengawet laktoperoksidase pada susu segar, dan proses pasteurisasi susu dan pengamanan (MURDIATI et al., 2002); (iii) Deteksi cemaran susu, modifikasi dan pelaksanaan Standard Operational Procedure, serta penggunaan alat perah sederhana oleh peternak (ROSWITA et al, 2004; 2005 dalam USMIATI dan ABUBAKAR, 2008); dan (iv) Perbandingan kualitas susu sapi peternak anggota KUD Sarwamukti dan KSU Tandangsari (USMIATI dan NURDJANNAH, 2008). Keamanan pangan susu sangat dipengaruhi oleh setiap proses yang terjadi dalam mata rantai produksi. Bahaya pencemaran (kontaminasi) penyebab tidak amannya pangan bisa saja terjadi di peternakan, saat penanganan, industri pengolahan, transportasi, pengecer, bahkan saat di tangan konsumen. Di era
362
globalisasi kini, perkembangan pasar internasional menuntut jaminan keamanan pangan produksi suatu negara, dengan ditetapkannya standar, pedoman dan rekomendasi perdagangan produk pangan komisi gabungan WHO/FAO yang menetapkan Codex alimentarius sebagai tolok ukur program pengawasan dan keamanan pangan oleh masyarakat internasional. Selama ini, ada tiga generasi sistem keamanan pangan yang telah dikembangkan dan diterima secara global, yaitu: (i) praktek higiene yang baik; (ii) sistem HACCP yang mngidentifikasi dan mengendalikan bahaya secara proaktif; serta (iii) analisis resiko, yang memfokuskan konsekuensi yang akan timbul akibat praktek dan konsumsi bahan berbahaya (kimia, biologis, fisika) dalam pangan di sepanjang rantai pangan. Ketiga generasi sistem keamanan pangan tersebut telah terintegrasi dalam regulasi (peraturan) keamanan pangan dunia (SPARRINGA, 2008). DUKUNGAN BAGI PENINGKATAN HARGA SUSU, KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK Terjaminnya mutu atas keamanan pangan produk susu merupakan jaminan mutlak kualitas susu dan produk olahan susu yang dihasilkan. Argumen tersebut merupakan dukungan bagi kelayakan dan peningkatan harga jual susu di tingkat peternak, yang tentunya berkaitan erat dengan peningkatan kesejahteraan rumahtangga peternak dan ketahanan pangan nasional. Kelayakan harga susu salah satunya dapat dikaji melalui analisis biaya produksi dan penerimaan usaha sapi perah seperti kajian komparatif pendapatan usaha ternak sapi perah berdasarkan skala pemilikan yang dilakukan Dadang Suherman di Rejang Lebong, Bengkulu. Pemilikan ternak sapi perah betina produktif untuk Strata I yaitu ≤ 3 ekor, dan Strata II memiliki > 3 ekor. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan rata per tahun Strata I sebesar Rp. 4.362.545, dan mampu menyumbang 35,52% terhadap pendapatan keluarga. Pada Strata II, pendapatan rata per tahun sekitar Rp. 10.160.489 dan mampu menyumbang 65,72% terhadap penerimaan keluarga. Hasil tersebut menunjukkan pengusahaan Strata II lebih
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
menguntungkan dibandingkan dengan Strata I dengan hasil analisis statistik perbandingan pendapatan kedua strata menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,01). Semakin besar jumlah pemilikan ternak sapi perah produktif, maka semakin meningkat penerimaannya. Hal tersebut mengindikasikan jumlah pemilikan ternak akan mempengaruhi tingkat penerimaan usaha ternak. Kondisi pemasaran susu di Rejang Lebong belum cukup lancar, karena keterbatasan fasilitas dan daya tampung susu oleh perusahaan sehingga ada beberapa peternak yang menjual susu langsung ke konsumen. Harga jual susu ke perusahaan hanya sekitar Rp. 1500/l (SUHERMAN, 2008). Kajian kelayakan harga susu di tingkat peternak yang dilakukan oleh YUSRAN et al. (2003) di Jawa Timur berdasarkan analisis rata-rata biaya pakan per UT, rasio pemberian kebutuhan BK (bahan kering) dan PK (protein kasar), serta produksi susu per UT per unit kandang. Pengkajian juga berdasarkan: periode musim (periode I, awal Musim Kemarau, MeiJuni; dan periode II, awal Musim Hujan, Nopember-Desember); kemapanan koperasi susu primer; dan skala usaha. Hasil kajian menunjukkan bahwa rata-rata harga susu layak di tingkat peternak adalah Rp. 2.083 ± Rp. 796/l (periode I); dan Rp. 2.290 ± Rp. 975/l (periode II). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ketersediaan pakan (periode II) akan mempengaruhi kualitas susu dan meningkatkan harga jual susu. Faktor status kemapanan koperasi susu juga berpengaruh nyata (P < 0,05). Persentase jumlah sapi laktasi lebih tinggi dari 65% (optimal) memiliki rata-rata harga layak susu lebih rendah daripada < 65% (non-optimal), yaitu Rp. 1.880 ± Rp. 613 vs Rp. 3.080 ± Rp. 1.061/l (YUSRAN, et al. 2005). Dengan tercapainya kelayakan harga susu di tingkat peternak, tentu akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga peternak. Terjaminnya ketersediaan dan kualitas serta keamanan pangan yang memenuhi kriteria ASUH, akan mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, dan pada akhirnya pencapaian sumberdaya manusia (generasi) yang berkualitas dan memiliki wawasan, berkemampuan dan berdaya saing yang tinggi dan dapat diandalkan bukan mustahil akan mampu terwujud.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Selain produktivitas rendah, susu produk peternakan rakyat juga rendah kualitasnya, yang antara lain ditunjukkan oleh relatif tingginya kandungan mikroba yang ratarata lebih dari 10 – 40 juta/ml susu. 2. Teknologi manajemen penanganan dan pengamanan produksi susu dan produk olahan susu yang berkualitas dan aman menurut kriteria ASUH harus dimulai sejak praproduksi, proses produksi, pascaproduksi, hingga dikonsumsi konsumen, sehingga jaminan mutu atas keamanan produk pangan yang konvensional dapat tercapai. 3. Ada tiga generasi sistem keamanan pangan yang telah terintegrasi dalam regulasi (peraturan) keamanan pangan dunia, yaitu: (i) praktek higiene yang baik; (ii) sistem HACCP yang mngidentifikasi dan mengendalikan bahaya secara proaktif; serta (iii) analisis resiko, yang memfokuskan konsekuensi yang akan timbul akibat praktek dan konsumsi bahan berbahaya (kimia, biologis, fisika) dalam pangan di sepanjang rantai pangan. 4. Kelayakan harga jual susu dan peneriamaan peternak dipengaruhi beberapa faktor yang berbeda di masing-masing lokasi pengusahaan, antara lain: skala pemilikan sapi perah produktif (optimal/non-optimal); proses pemeliharaan; periode musim (MK/MH)/ketersediaan pakan; kondisi pasar/pemasaran; status kemapanan koperasi susu. 5. Kelayakan harga susu di tingkat peternak akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga peternak. Terjaminnya ketersediaan, kualitas serta keamanan pangan yang memenuhi kriteria ASUH, akan mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, dan pada akhirnya pencapaian sumberdaya manusia (generasi) yang berkualitas dan memiliki wawasan, berkemampuan dan berdaya saing yang tinggi dan dapat diandalkan bukan mustahil akan mampu terwujud. 6. Pentingnya peran pemerintah dalam penegakan aturan, pengawasan, upaya pemberdayaan masyarakat terkait manajemen penanganan dan keamanan
363
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
produk pangan semua sektor, serta kelayakan harga jual produk di tingkat peternak dan kepastian pemasaran. DAFTAR PUSTAKA ANTARA NEWS. 2007. RI Defisit Satu Milyar Liter Susu. 16 April 2007. http://www.antara.co.id (20 Juni 2009). ARDARIAL. 2005. Merangsang Peternakan Rakyat dengan Susu Impor. Fokus. Kebijakan. Inspirasi Agribisnis Indonesia. AGRINA, Tabloid Mingguan No.1. Thn I. 27 April – 10 Mei 2005. ARININGSIH, E. 2008. Pengembangan industri pengolahan susu dalam upaya peningkatan konsumsi susu dan produk-produk olahan susu di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII.. Bogor, 21 November 2007. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. BUCKLE, K.A., R.A. EDWARDS, G.H. FLEET and M. WOOTON. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan: PURNOMO, H. dan ADIONO. UI Press, Jakarta. HARYANTO, B., A. THALIB dan ISBANDI. 1998. Pemanfaatan probiotik dalam upaya peningkatan efisiensi fermentasi pakan di dalam rumen. Pros. Semnas. Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1 – 2 Desember 1998. Puslitbang Peternakan Bogor. hlm. 496 – 502. PENI. 2005. Lo, Malah Peternak yang Diperah? Fokus. Opini. Inspirasi Agribisnis Indonesia. AGRINA, Tabloid Mingguan No.1. Tahun I. 27 April – 10 Mei 2005. PIKIRAN RAKYAT. 2003. 2 Pebruari. Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. http://www.pikiran-rakyat.com (22 Juni 2009). SALEH, E. 2004. Teknologi Pengolahan susu dan Hasil Ikutan Ternak. http://www.library. susu.ac.id (23 Juni 2009).
364
SHIDDIEQY, M.I. 2006. Teknologi Pengolahan yang Ketat, Cegah Keracunan Susu. Pikiran Rakyat 6 April 2006. http://www.pikiran-rakyat.com (21 Juni 2009). SPARRINGA, R. 2008. Keamanan produk pangan hewani di Indonesia. Pros. Semnas. Hari Pangan Sedunia XXVII. Bogor, 21 November 2007. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. hlm. 55 – 67. SUHERMAN, D. 2008. Kajian komparatif pendapatan usaha ternak sapi perah berdasarkan skala pemilikan ternak di Kabupaten Rejang Lebong. Prosiding Semnas. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 – 22 Agustus 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 339 – 345. THAWAF. 2005. Mau Kemana Koperasi Persusuan Kita? Fokus. Opini. Inspirasi Agribisnis Indonesia. AGRINA, Tabloid Mingguan No.1. Tahun I. 27 April – 10 Mei 2005. USMIATI, S. dan ABUBAKAR. 2008. Teknologi Penanganan dan Pengamanan Susu Segar dan Olahannya. Pros. Semnas. Hari Pangan Sedunia XXVII: Dukungan Teknologi untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat. Bogor, 21 Nov. 2007. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. hlm. 101 – 108. USMIATI, S. dan N. NURDJANNAH. 2008. Perbandingan Kualitas Susu Sapi Peternak Anggota KUD Sarwamukti dan Ksu Tandangsari: Studi Kasus Pros. Semnas. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 – 22 Agustus 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hal. 279 – 283. YUSRAN, M. A., SUYAMTO, P. SANTOSO dan SULISTYANTO. 2005. Kelayakan Harga Susu di Tingkat Peternak Tahun 2003 di Jawa Timur. Pros. Semnas. Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis. Puslitbang Sosek, Bogor. hlm. 482 – 497.