Teknologi Konsumsi Pupuk yang Minimal Oleh Didiek Hadjar Goenadi Dalam Harian ini pada hari sabtu, 1 Mei 2004, dikeluhkan adanya kelengkapan pupuk nitrogen (N) oleh Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo. Berita semacam ini hampir secara rutin muncul dalam pemberitaan, khususnya ketika menjelang tanam tanaman pangan (padi). Di satu sisi, fenomena ini timbul akibat perluasan areal tanam, keserentakan tanam, atau alokasi dan distribusi pupuk dalam negeri yang terganggu. Apa pun itu, hal mendasar yang perlu dipahami adalah besarnya ketergantungan kita pada pupuk kimia. Dengan demikian, ketika ada perubahan kebijakann alokasi dan/atau volume produksi, kelangkaan pupuk langsung menghantui petani. Ulasan ini mengemukakan teknologi pemupukan terkini yang menjanjikan berkurangnya ketergantungan petani terhadap pupuk kima, sekaligus lebih menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Profesor Go Ban Hong dari Institut Pertanian Bogor dan beberapa ahli kesuuburan tanah kita telah llama dan berkali-kali menyampaikan fenomena kelelahan tanah (soil fatigue). Kondisi iklim tropika basah, seperti Indonesia, telah memfasilitasi terjadinya proses pengurasan hara yang intensif, khususnya bahan organik tanah (BOT). Bahan ini sering kali diabaikan dengan tidak disiplinnya petani mengembalikan biomassa sisa panen ke dalam tanah. Upaya pemberian kompos pun masih menghadapi banyak kendala sehingga makin lama kandungan BOT makin menurun. Penurunan ini makin menurun. Penurunan ini makin intensif ketika petani mengusahakan lahannya secara terusmenerus. Padahal, fungsi BOT ini sangatlah vital bagi kesehatan tanaman sehingga dapat berproduksi secara ekonomis dan berrkelanjutan. BOT tidak saja menjamin proses fisikakimia-biologi berlangsung optimal, tetapi juga menyediakan lingkungan pertumbuhan tanaman produktif. Kegagalan kita mempertahankan kadar BOT minimal 2% berakibat kebutuhan tanaman akan pupuk kimia yang makin hari makin meningkat. Salah satu faktor yang memegang kunci akan hal ini adalah menurunnya aktivitas biologi tanah yang secara aktif berperan dalam menjaga efisiensi penggunaan pupuk kimia. Mikroba yang berperan peting dalam penyediaan nutrisi dan perbaikan sifat tanah di dalam tanah, antara lain, adalah penambat N, pelarut fosfat, dan pemantap agregat. Teknologi pemupukan hayati Berbagai upaya untuk mengatasi rendah BOT tanah telah banyak dilakukan, dan yang paling umum adalah dengan aplikasi kompos. Namun, upaya ini sering terbentur pada sulitnya penyediaan dan biaya aplikasi kompos di lapangan karena volume yang perlu diberikan jauh lebih besar dari dosis pupuk kimia biasa (10-500 kali lipat, tergantung
jenis tanamannya). Oleh karena itu beberapa peneliti, termasuk penulis, mencoba merakit teknologi yang ekonomis dan praktis untuk mengatasi masalah kelelahan tanah tersebut melalui pendekatan biologi. Pada prinsipnya, aktivitas mikroba tanah dapat ditingkatkan untuk kurun waktu tertentu dan bermanfaat bagi tanaman melalui introduksi mikroba unggul yang dimaksud secara khusus diisolasi dari tanah Indonesia Asli dan dikemas dalam bahan pembawa (carriers) yang mampu menjaga reaktivitasnya dalam periode yang memadai. Jenis yang sudah dimanfaatkan, antara lain, Azospirillum lipoverum dan Azotobacter beijerinckii untuk penambat N dari udara tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman serta sekaligus mampu meningkatkan kelarutan P sukar larut.
Aeromonas punctata dan Aspergillus niger adalah dua mikroba pelarut P yang sangat efektif guna melepaskan ikatan senyawa P yang sukar larut (Gambar 1). Di samping itu, keduanya juga mampu meningkatkan agregasi tanah sehingga aliran oksigen dan air dalam pori-pori tanah dapat optimal yang pada gilirannya partikel tanah menjadi lebih tahan terhadap erosi (Tabel). Agar dapat disimpan cukup lama (lebih dari setahun), maka formulasi pupuk hayati (biofertilizer) ini perlu menyediakan lingkungan yang nyaman dan makanan yang cukup bagi mikroba termaksud. Kemasan dalam bentuk butiran (diameter 2-3 mm) akan mempermudah aplikasinya dilapangan oleh petani (Gambar 2). Produk-produk biofertilizer komersial lainnya yang sudah dapat dijumpai di pasar (domestik maupun impor) berbahan aktif mikorisa dan/atau penambat N udara melalui simbiosis dan umumnya dalam kemasan bubuk (powder).
Manfaat bagi petani dan produsen pupuk kimia Satu tujuan utama dari pembaruan dalam teknologi pemupukan adalah menawarkan alternatif penghematan biaya dibandingkan dengan teknologi pemupukan konvensional. Dengan kata lain, teknologi ini harus mampu menciptakan marjin keuntungan yang lebih besar. Untuk mencapai produksi yang sama dengan teknologi konvensional, penggunaan teknologi pupuk hayati menghemat penggunaan pupuk kimia hingga 50% dan biaya pemupukan sekitar 15 hingga 46%, tergantung jenis tanamannya (Tabel 2). Dengan asumsi biaya pemupukan adalah 60% dari biaya produksi, maka peningkatan marjin keuntungan petani bisa meningkat 9-18%. Keuntungan tidak kasat mata (intangible benefits) diperoleh dari berkurangnya potensi pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia yang tinggal separuhnya. Dampak berantai (multiplier effects) lebih lanjut adalah terhindarnya kondisi kelelahan tanah yang pada gilirannya menjamin keberlanjutan kapasitas produksi lahan-lahan pertanian kita. Bagi pabrik pupuk, penghematan konsumsi pupuk di dalam negeri akan menciptakan peluang kapasitas ekspor yang lebih besar tanpa mengganggu pasokan dalam negeri karena dapat secara aman terpenuhi. Apabila asumsi ini dipenuhi, maka penghematan pupuk secara nasional dapat mencapai 2,3 juta ton urea, 0,4 juta ton SP36, dan 0,2 juta ton MOP dan pupuk lain (data tahun 2002) dengan total nilai mencapai Rp 4,7 triliun.
Suatu nilai yang cukup besar yang dapat diperoleh melalui teknologi pemupukan hayati yang sekaligus mengatasi beban pemerintah dalam penyediaan subsidi terbatas kepada pabrik-pabrikan pupuk. Manfaat lain yang dapat dinikmati oleh petani adalah peningkatan produksi akibat penggunaan pupuk hayati sebagai input ekstra. Dengan strategi aplikasi ini biaya pemupukan lebih besar, tetapi karena peningkatan produksi cukup nyata (mencapai 30%), maka kenaikan biaya ini tertutupi dan keuntungan bersih lebih besar.
Penutup Tidak dapat disangkal lagi bahwa peran pupuk sangat menentukan dalam budidaya tanaman pertanian dalam rangka mencapai tingkat produksi yang ekonomis. Dalam rangka mencapai tingkat produksi yang ekonomis. Dalam kenyataannya, aspek pupuk dan pemupukan ini tidak hanya terkait dengan masalah teknis semata, tetapi juga hal-hal yang bersumber pada kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan petani memiliki akses yang optimal terhadap sarana produksi ini terkait dengan masalah pembiayaan, ketersediaan pasokan pada waktu yang diperlukan, dan sosialisasi teknologi yang belum maksimal. Dengan makin luasnya gejala kelelahan tanah, maka teknologi pemupukan hayati seharusnya menjadi pilihan strategis bagi petani dalam upaya mempertahankan tingkat produksi yang ekonomis dengan menikmati keuntungan yang lebih baik serta berpartisipasi dalam program pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Didiek Hadjar Goenadi Peneulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Dimuat pada Harian Kompas, 15 Mei 2004