TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI PILAR PENINGKATAN DAYA SAING LEMBAGA PENDIDIKAN Oleh: Arifin Dosen di Jurusan Manajemen Pendidikan FIP UNG ABSTRAK Abad informasi diikuti oleh abad bioteknologi yang akan menghasilkan lingkungan makro yang sama sekali jauh berbeda dengan yang ada saat ini. Di bidang teknologi informasi tentang masa depan diprediksikan bahwa akan terjadi revolusi besar-besaran dalam kehidupan manusia, dan secara mikro dampak tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan setiap individu dalam bersosialisasi maupun berperilaku. Teknologi informasi merupakan salah satu senjata persaingan. Teknologi informasi merupakan salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi aktivitas operasional lembaga pendidikan. Hampir di setiap lembaga pendidikan telah tampak fenomena bahwa yang menjadi kriteria pilihan masyarakat saat ini adalah lembaga pendidikan yang telah memiliki perangkat teknologi informasi sangat memadai dalam berbagai aktivitas operasional lembaga pendidikan tersebut. Hal itu disebabkan oleh salah satu unsur penilaian masyarakat tentang kualitas pendidikan saat ini dapat dilihat dari kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam menyajikan jasa pendidikan di antaranya menggunakan teknologi informasi. Setidak-tidaknya teknologi informasi yang berguna bagi dunia pendidikan bisa menyajikan aktivitasnya secara lebih cepat dan memiliki nilai tambah sehingga dunia pendidikan akan menghasilkan output yang memiliki daya jual (sellable) tinggi. I.
PENDAHULUAN Keberadaan sistem informasi dalam dunia pendidikan merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pendidikan itu sendiri. Kedua domain ini memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi dalam membentuk karakteristik dunia pendidikan tersebut. Manajemen dalam menggambarkan hubungan kedua aspek tersebut di mana pendidikan sebagai penggerak (drive) terhadap sistem informasi pendidikan, sedangkan sistem informasi pendidikan akan menjadi penentu kinerja pendidikan. Dalam hal ini terdapat perspektif yang melihat bahwa dunia pendidikan dan sistem informasi berada dalam lingkungan mikro lembaga-lembaga pendidikan, juga merupakan bagian makro dunia pendidikan secara keseluruhan. Peranan masyarakat, pemerintah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan masyarakat, dan globalisasi mempakan beberapa contoh komponen makro yang perilakunya tidak dapat dikendalikan oleh sebuah lembaga pendidikan. Kedua perspektif di atas harus dapat dipelajari dan dianalisis agar dapat memberikan gambaran mengenai keberadaan lingkungan mikro dan makro tempat beroperasinya sistem informasi pendidikan. Lebih jauh lagi hal ini dapat membantu para pengambil kebijakan bidang pendidikan dalam memutuskan strategi apa yang tepat untuk diterapkan dalam melakukan pengendalian dan monitoring terhadap komponen-komponen pendidikan. Ada sebuah kerangka pemikiran yang dapat melihat di mana sebenarnya posisi sistem informasi dalam kerangka mikro dan makro lembaga pendidikan (Cash, 1992). II.
PEMBAHASAN A. Lembaga Pendidikan dan Sistem Informasi Menjalankan sebuah lembaga pendidikan, strategi lembaga pendidikan dan strategi sistem informasi harus saling mendukung sehingga dapat menciptakan keunggulan bersaing (competitive advantage) lembaga pendidikan yang bersangkutan. Jika dilihat dari perspektif makro, di luar lembaga pendidikan terlihat ada dua domain, yaitu lembaga pendidikan pesaing dan sistem informasinya yang memiliki komponen yang sama. Selain itu terdapat komponen pemerintah sebagai penyusun kebijakan dan peraturan bidang pendidikan, masyarakat, dan lain sebagainya. Komponen lembaga pendidikan eksternal ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap komponen lembaga pendidikan secara internal. Dari sisi sistem informasi, faktor eksternal yang ada adalah perkembangan teknologi, baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Menurut Cash, et.al., 1992 dalam Indrajit (2001: 76) ada beberapa hal yang menarik untuk dianalisis dari gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Kuadran lembaga pendidikan dan sistem informasi pada ranah internal dan eksternal Beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut adalah sebagai berikut. Pertama: Sebuah lembaga pendidikan hanya dapat mengontrol komponen-komponen dari domain internal, baik yang berhubungan dengan operasional pendidikan maupun sistem informasi. Lingkungan eksternal lainnya sama sekali di luar pengendalian lembaga pendidikan. Artinya, persaingan yang terjadi antara lembaga pendidikan sebenarnya melakukan pendayagunaan terhadap sumber daya yang dimiliki sehingga menghasilkan jasa pendidikan yang lebih baik, harganya terjangkau, kualitasnya baik, dapat disajikan tepat waktu (cheaper, better, dan faster) dari pesaing yang berada di luar jangkauan lembaga pendidikan tersebut. Dalam hal ini jelas bahwa jasa pendidikan yang ditawarkan merupakan penghubung antara komponen internal dan eksternal lembaga pendidikan. Jika lembaga pendidikan berada pada lingkungan persaingan sempurna (perfect competition) maka tidak ada satu lembaga pendidikan pun yang dapat mempengaruhi komponen eksternal. Kedua; Pada kenyataannya komponen eksternal sangat memengaruhi komponen internal lembaga pendidikan seperti kebijakan pemerintah dalam menetapkan anggaran pendidikan yang secara integral memengaruhi perubahan strategi lembaga pendidikan. Masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan sangat dipengaruhi oleh trend yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dapat terjadi secara cepat karena telah terbukanya arus komunikasi dan informasi global dari mancanegara. Persaingan yang ketat antarlembaga pendidikan yang menyajikan jasa pendidikan sangat baik dengan didukung sarana dan prasarana yang memadai cenderung melahirkan lingkungan yang berubah secara cepat dan dinamis. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan dituntut untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya. Beberapa ahli manajemen menyatakan bahwa kunci keberhasilan dunia di masa mendatang tidak hanya terletak pada keunggulan bersaing jasa pendidikan yang dihasilkan tetapi terletak pada kemampuan secara cepat untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang dinamis. Dari keempat kuadran yang ada yang paling cepat mengalami perubahan adalah kuadran sistem informasi pada domain eksternal. Karena hampir semua sistem informasi menggambarkan pesatnya kemajuan teknologi informasi dengan grafik yang bersifat eksponensial. Keadaan seperti ini akan mendorong lembaga pendidikan eksternal dan sistem informasi internal untuk turut berubah walaupun tidak secara eksponensial. Pada abad informasi ini secara langsung maupun tidak langsung, kemajuan teknologi informasi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap entitas dalam mengoperasikan lembaga pendidikan.
B.
Teknologi Informasi Untuk Keunggulan Bersaing Lembaga Pendidikan
Teknologi informasi telah menjadi salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi aktivitas operasional lembaga pendidikan. Hampir di setiap lembaga pendidikan telah tampak fenomena bahwa yang menjadi kriteria pilihan masyarakat saat ini adalah lembaga pendidikan yang telah memiliki perangkat teknologi informasi sangat memadai dalam berbagai aktivitas operasional lembaga pendidikan tersebut. Hal itu disebabkan oleh salah satu unsur penilaian masyarakat tentang kualitas pendidikan saat ini dapat dilihat dari kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam menyajikan jasa pendidikan di antaranya menggunakan teknologi informasi. Sebagai contoh salah satu perguruan tinggi dalam menyajikan berbagai fasilitas pendukung kelancaran proses belajar mengajar bekerja sama dengan pihak perbankan untuk menggunakan sebuah kartu ATM (automatic teller machines) yang pada umumnya digunakan untuk penarikan uang tunai, tetapi bagi mahasiswa perguruan tinggi tersebut sekaligus dapat digunakan untuk mengakses kepentingan yang berhubungan dengan perkuliahan seorang mahasiswa, seperti mengakses nilai-nilai mata kuliah di mana mahasiswa tidak perlu datang langsung ke bagian administrasi akademik untuk menanyakan nilai, mereka hanya cukup sedikit waktu untuk meng-click file tertentu maka dalam beberapa hitungan menit atau detik data yang dibutuhkan dapat dilihat secara jelas. Setidak-tidaknya teknologi informasi yang berguna bagi dunia pendidikan bisa menyajikan aktivitasnya secara lebih cepat dan memiliki nilai tambah sehingga dunia pendidikan akan menghasilkan output yang memiliki daya jual (sellable) tinggi. Untuk mengidentifikasi daya saing lembaga pendidikan yang marketable dan sellable, ada beberapa kekuatan yang harus menjadi prioritas perhatian para pengambil kebijakan lembaga pendidikan karena adanya para pesaing lembaga pendidikan yang secara ofensif dan defensif menggunakan teknologi informasi. Sebuah lembaga pendidikan yang telah memiliki segmen pasar tertentu tidak henti-hentinya meningkatkan kualitas pelayanannya agar jasa pendidikan yang disajikan lebih kompetitif. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi yang sedemikian cepat tidak saja mengubah cara orang berkomunikasi dan bekerja, namun lebih jauh lagi telah membuat alam persaingan baru. Michael Porter, 1995, dalam manajemen strategi memperkenalkan Five Forces (lima kekuatan) yang harus dicermati oleh pihak pimpinan lembaga pendidikan yang skemanya digambarkan sebagai berikut.
LIMA KEKUATAN PERSAINGAN LEMBAGA PEND. PENDATANG BARU POTENSIAL (POTENTIAL ENTRANT)
2
1
PARA PESAING LEMBAGA PENDIDIKAN
4 MASYARAKAT CLON PENGGUNA JASA PENDIDIKAN (SUPPLIER)
PENGGUNA JASA PENDIDIKAN (BUYERS)
5 PESAING ANTARA LEMBAGA PENDIDIKAN SEJENIS LEMBAGA PEND. PENGGANTI (SUBTITUTES)
3
Gambar 2. Lima Kekuatan Persaingan Terhadap keadaan seperti ini, setiap lembaga pendidikan yang ingin mempertahankan eksistensinya harus benar-benar berusaha mencanangkan persaingan dengan meraih jumlah pengguna jasa pendidikan melalui berbagai strategi, seperti meningkatkan kapabilitas penguasaan teknologi informasi selain syarat cheaper, better, dan faster. Setiap lembaga pendidikan memiliki perencanaan operasional yang disusun dan direvisi secara berkala. Rencana tersebut dikenal dengan work plan yang secara prinsip menjabarkan strategi lembaga pendidikan dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian visi maupun misi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Strategi tersebut tidak hanya mencakup deskripsi global mengcnai hal-hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang, namun mencakup ringkasan perencanaan dan pengembangan sumber-sumber daya yang dimiliki seperti sumber. Menurut Indrajit (2001) strategi sistem informasi manajemen mernpakan subbagian dari sebuah work plan lembaga pendidikan karena peranan sistem informasi dinilai sangat kritikal dalam mendorong kelangsungan hidup sebuah lembaga pendidikan. Tiga pilar utama yang harus diperhatikan dalam menyusun strategi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, strategi sistem informasi (information system strategy/IS strategy). Hal pokok yang harns dipertimbangkan secara matang, yaitu bagaimana mendefinisikan kebutuhan akan sistem informasi manajemen pendidikan secara umum karena setiap lembaga pendidikan memiliki kebutuhan informasi yang unik, yang tidak hanya terbatas pada jenis maupun karakteristik informasi, namun lebih jauh menyangkut relevansi informasi yang dihasilkan, kecepatan aliran informasi dari suatu bagian ke bagian lainnya dalam sebuah lembaga pendidikan, kualitas keakuratan informasi, target nilai ekonomis informasi pendidikan yang diperoleh, batasan biaya yang harus dikeluarkan dalam pengolahan informasi jasa pendidikan, dan struktur lembaga pendidikan sebagai pengguna informasi. Untuk menjamin agar informasi dapat mengalir dengan baik, dalam sebuah lembaga pendidikan perlu dikembangkan sebuah sistem informasi manajemen pendidikan yang melibatkan komponen internal dan eksternal lembaga pendidikan untuk menjamin alur informasi yang efektif dan berkualitas. Komponen utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan sistem informasi manajemen pendidikan yang efektif dan berkualitas, yaitu tersedianya teknologi informasi yang didukung oleh sumber daya manusia yang mampu mengoperasikannya. Kedua, kebutuhan akan strategi teknologi informasi (information technologi strategy/IT strategy) dalam lembaga pendidikan adalah risiko tertentu yang akan menjadi tanggungan sehubungan dengan pemilihan salah satu teknologi informasi tertentu. Risiko yang akan dihadapi meliputi hal-hal berikut: 1) Perkembangan teknologi informasi yang tumbuh dan berkembang sccara eksponensial sehingga usia teknologi yang digunakan sangat pendek. 2) Banyaknya pilihan penjual teknologi informasi dengan berbagai kelebihan dan kekurangan kualitas dan pelayanan yang dimiliki. 3) Sistem teknologi ini terdiri dari banyak komponen yang independen dan sekaligus memiliki ketergantungan dengan komponen lainnya. 4) Infrastruktur teknologi informasi dari berbagai sudut pendekatan misalnya sebagai cost center, profit center, atau service center yang memiliki cara penanganan yang berbeda. 6) Teknologi informasi yang dibangun harus signifikan dapat menjawab kebutuhan informasi yang didefinisikan pada strategi sistem informasi dengan tetap mempertimbangkan keterbatasan lembaga pendidikan (misalnya, biaya investasi untuk pengadaan sarana dan prasarana lembaga pendidikan dan sumber daya manusia) Ketiga, strategi sistem informasi (information system strategy/ IS strategy) dan strategi teknologi informasi (IT strategy) pada lembaga pendidikan sudah dapat disusun dengan baik, tetapi akan timbul pertanyaan siapa yang akan melaksanakannya. Dalam hal ini akan membutuhkan strategi manajemen informasi (IM strategy) untuk menjabarkan target pembentukan sistem informasi manajemen pendidikan yang andal dengan mendayagunakan teknologi informasi yang dapat dioperasionalkan dalam lembaga pendidikan, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, sejalan dengan pertumbuhan lembaga pendidikan di masa mendatang. Strategi sistem informasi (IS strategy) lebih menekankan kepada sisi permintaan dari lembaga pendidikan yang mcmerlukan sistem informasi manajemen pendidikan untuk dapat menjamin terciptanya aliran informasi yang efektif dan berkualitas. Di samping itu, harus menekankan pada hubungan antara informasi dengan kebutuhan operasional lembaga pendidikan secara menyeluruh. Strategi teknologi informasi (IT strategy) dalam hal ini berada pada sisi penawaran yang akan menyediakan teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan lembaga pendidikan serta menekankan teknologi yang mampu dimiliki dan dikembangkan oleh setiap lembaga pendidikan. Sedangkan strategi manajemen informasi (IM strategy) memberikan gambaran mengenai cara yang harus ditempuh agar target pengembangan dan implementasi sistem informasi manajemen
pendidikan tidak sebatas wacana tetapi menjadi kenyataan dan berorientasi kepada teknik manajemen yang akan dipergunakan oleh setiap lembaga pendidikan yang bersangkutan. C. Menciptakan Keunggulan Bersaing Lembaga Pendidikan Salah satu fasilitas yang ditawarkan oleh teknologi informasi dalam dunia pendidikan adalah pembentukan jaringan komunikasi antar lembaga pendidikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Fenomena kerja sama antarlembaga pendidikan, yaitu bekerja sama untuk menghadapi lembaga pendidikan yang lebih baik. Ada tiga jenis jaringan yang bisa dibentuk dalam jaringan komunikasi antarlembaga pendidikan yaitu intranet, internet, dan ekstranet. Sistem antarorganisasi (Inter Organizational System/IOS) akan terbentuk jika dua atau lebih organisasi (lembaga pendidikan) bekerja sama dalam pemakaian teknologi informasi. Fenomena yang muncul belakangan ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi informasi yang menawarkan berbagai jenis pelayanan yang berbasis elektronik. Lembaga pendidikan yang tertarik untuk melakukan IOS memiliki alasan populer yang mendasarinya, yaitu sebagai berikut. 1. Program Baru (New Programme) Tujuan diadakan kerja sama antar lembaga pendidikan adalah untuk menghasilkan jasa pendidikan yang tidak mungkin dihasilkan oleh lembaga pendidikan jika berdiri scndiri (new line of operation). 2. Pelayanan Baru (New Service) Di samping sarana pelayanan pendidikan yang bersifat fisik, pelayanan baru juga mungkin ditawarkan oleh lembaga pendidikan yang bekerja sama. Misalnya, lembaga pendidikan bekerja sama dengan perusahaan asuransi, perbankan, dan rumah sakit yang menawarkan jasa pendidikan kepada siswa dan mahasiswanya dengan dilengkapi fasilitas asuransi, kartu ATM, dan kartu kesehatan. 3. Efisiensi Alasan mengadakan kerja sama antarlembaga pendidikan, yaitu untuk efisiensi (terlaksananya proses yang lebih murah dan cepat). Contoh dalam lembaga pendidikan membuat program bersama antarbeberapa lembaga pendidikan, sebab jika program tersebut disediakan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing lembaga pendidikan, biayanya menjadi lebih mahal. Jika disediakan secara bersama-sama biayanya akan lebih murah dan hasilnya akan lebih optimal. Sebagai contoh, sistem informasi manajemen bagi pelayanan lembaga pendidikan kepada siswa dan mahasiswa dari mulai entry data awal mahasiswa sampai penyediaan kartu mahasiswa, kartu rencana studi, kartu hasil studi, bahkan fasilitas lain yang dibutuhkan oleh mahasiswa yang bersangkutan. 4. Hubungan antara Lembaga Pendidikan dan Masyarakat Bentuk kerja sama lain terjadi antara lembaga pendidikan dan masyarakat, baik sebagai penyedia calon siswa atau mahasiswa untuk lembaga pendidikan ataupun sebagai pengguna jasa pendidikan tersebut. Saat ini yang sedang digalakkan, yaitu pendidikan yang berorientasi masyarakat untuk mendukung program manajemen berbasis sekolah/MBS (School Based Management/SBM). Tanpa adanya kerja sama lembaga pendidikan dengan masyarakat, untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu tidak akan tercapai. Oleh karena itu, kerja sama seperti ini harus terus dibina dan dikembangkan. Dalam menjalin kerja sama antara masyarakat dengan lembaga pendidikan harus dibentuk jaringan kerja sama (net working) misalnya kerja sama dengan orang tua siswa/mahasiswa, tokoh masyarakat, tokoh agama, badan perwakilan desa/kelurahan, kantor pemerintahan, maupun lembaga bisnis. Kerja sama ini harus saling menguntungkan, artinya dari aktivitas yang dilaksanakan secara bersama-sama masing-masing pihak dapat menikmati kontribusinya setelah sebelumnya membuat kesepakatan bersama. 5. Outsourcing (Menggunakan J asa Lain untuk Membantu Melakukan Aktivitas Pendidikan) Lembaga pendidikan dalam menjalankan aktivitasnya tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, baik keterbatasan sumber daya manusia, modal, maupun sarana prasarana. Jika lembaga pendidikan tidak memiliki tenaga ahli untuk memperbaiki atau memelihara peralatan kantor, dapat digunakan perusahaan jasa di bidang pemeliharaan alat-alat kantor, seperti komputer. 6. Membangun Citra Lembaga Pendidikan (Image Building) Masih banyak alasan untuk memutuskan diadakannya kerja sama, baik dengan lembaga pendidikan yang sama maupun lembaga lain yang dapat menunjang kelancaran aktivitas lembaga pendidikan tersebut. Salah satunya adalah bagaimana meningkatkan citra lembaga pendidikan, terutama di era globalisasi. Besar sekali minat masyarakat untuk menjadi pengguna jasa sebuah lembaga pendidikan dikarenakan telah mengimplementasikan teknologi informasi yang lebih baik. Memahami paradigma seperti ini, lembaga pendidikan yang ingin membangun citra lembaganya lebih baik harus membentuk jaringan kerja sama dengan pihak lain seperti bekerja sama dengan perusahaan e-commerce untuk membuka e-mail atau web site. Akibat adanya jaringan kerja sama
tersebut, citra lembaga pendidikan semakin baik dan berkembang sesuai tuntutan para pengguna jasa pendidikan dan sejalan dengan peningkatan kinerja lembaga pendidikan berdasarkan kompetensinya. 7. Operasi Bersama (Joint Operation) Operasional yang dilakukan bersama-sama antarlembaga pendidikan baik antarlembaga pendidikan formal, maupun antara lembaga pendidikan formal dan nonformal, yang pada dasamya dibentuk untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa. Sebagai contoh lembaga pendidikan bahasa asing bekerja sama dengan sebuah lembaga pendidikan tinggi untuk menjaring para mahasiswa maupun tenaga pengajamya yang masih belum menguasai keterampilan berbahasa asing. Oleh karena itu, diadakan kursus bahasa oleh lembaga bahasa asing yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan. 8. Aliansi Strategis (Strategic Alliances) Hal ini merupakan bentuk kerja sama antara beberapa lembaga pendidikan untuk tujuan yang bersifat umum dan jangka panjang. Misalnya aliansi antara lembaga-Iembaga pendidikan swasta atau pcrguruan tinggi swasta untuk Jurusan Tenaga Kependidikan baik sekolah tinggi keguruan maupun fakultas keguruan. Membuat kesepakatan tentang kurikulum untuk lembaga pendidikan tenaga kependidikan. III.
PENUTUP Kecepatan perkembangan teknologi informasi sangat tinggi sehingga sangat sulit bagi lembaga pendidikan untuk menyusun strategi mempertahankan eksistensinya dalam jangka panjang. Ada tiga kunci utama yang mendukung teknologi informasi untuk dijadikan aset lembaga pendidikan dalam jangka panjang, yaitu sebagai berikut. 1. Sumber Daya Manusia Yang dimaksud sumber daya manusia adalah para staf penanggung jawab perencanaan dan pengembangan teknologi informasi pada sebuah lembaga pcndidikan. Dcngan demikian, para staf tersebut benar-benar memiliki tanggung jawab terhadap pengoperasian teknologi informasi, memiliki kompetensi untuk memecahkan masalah yang dihadapi lembaga pendidikan sehari-hari, dan selalu mencari kesempatan menggunakan teknologi informasi untuk kemajuan lembaga pendidikan tersebut. Melalui kombinasi aktivitas seperti pelatihan, pengalaman bekerja, kemampuan manajerial, dan kepemimpinan yang berkualitas, stafteknologi informasi tcrsebut akan memiliki pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan. Faktor SDM yang menjadi staf pengembangan teknologi informasi pada lembaga pendidikan harus memiliki tiga dimensi berikut: 1) Keahlian teknis sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, mengingat cepatnya perkembangan teknologi informasi yang terjadi. Keahlian teknis yang dimiliki seorang stafteknologi informasi terutama untuk selalu mempelajari halhal baru. 2) Pengetahuan mengenai dunia pendidikan biasanya diperoleh dari hasil interaksi antarSDM yang terlibat dalam dunia pendidikan, dan mengetahui proses operasional lembaga pendidikan yang menggunakan bantuan teknologi informasi serta kemungkinan untuk meningkatkan nilai tambah bagi lembaga pendidikan tersebut. 3) Orientasi pada pemecahan masalah. Hal ini tidak terbatas pada karakteristik SDM secara tradisional yang hanya terpaku pada tugas-tugas rutin. Akan tetapi, SDM yang dibutuhkan cenderung merupakan kumpulan orang yang selalu berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang terjadi pada lembaga pendidikan. 3. Teknologi Seluruh infrastruktur teknologi informasi, termasuk perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) dipergunakan secara bersama-sama dalam proses operasional lembaga pendidikan karena merupakan tulang punggung terciptanya sistem yang terintegrasi, dengan biaya yang relatifterjangkau, untuk biaya operasional, pengembangan, maupun biaya pemeliharaan. Dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang lembaga pendidikan harus mengembangkan infrastrukturnya. Misalnya, perangkat keras diganti dari waktu ke waktu (upgrade), aplikasinya diinstalasi ulang untuk versi yang terbaru, sistem informasi disesuaikan dengan kebutuhan jaringan yang tersedia pada lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal ini harus terdefinisi dengan jelas sehingga investasi dalam infrastruktur strategi pengembangan lembaga pendidikan tidak akan sia-sia. Pada akhirnya, sistem informasi yang dihasilkan akan memiliki potensi yang dapat dipercaya (reliable), akurat (accurate), dan konsisten (consistent). Perangkat yang sudah disusun dengan baik berupa cetak biru (blueprint) akan dijadikan panduan pengembangan teknologi informasi yang dibangun sejalan dengan strategi pengembangan lembaga pendidikan. 3. Relasi Hubungan teknologi informasi dengan pihak manajemen lembaga pendidikan sebagai pengambil keputusan (decision maker). Menjalin suatu relasi berarti membagi risiko dan
tanggungjawab. Dalam mewujudkan relasi ini harus didukung oleh pimpinan tertinggi dari lembaga pendidikan sehingga akan bertanggung jawab pada aplikasi teknologi informasi yang berorientasi terhadap proses bukan berdasarkan fungsi organisasi. Di samping itu, pimpinan tertinggi lembaga pendidikan diharapkan mampu memutuskan skala prioritas pengembangan dan implementasi dari teknologi informasi berdasarkan skala kepentingan lembaga pendidikan, serta harus dituangkan dalam cetak biru (blueprint) panduan perencanaan dan pengembangan sistem informasi manajemen pendidikan. DAFTAR RUJUKAN Davis, G.B. & Olson, M.H. 1984. Management Information system: Conceptual Foundations, Structure and Development (2-nd ed). New York : McGraw-Hill. McLeod, R. Jr. 1993. Management Information System : A Study of Computer Based Information Systems (ed. 5) USA: Macmillan. Parker, C. & Case, T. 1993. Management Information Systems : Strategy and Action. New York: Mitchell McGRAW-HILL. Kroenke, D. 1992. Management Information systems (2-nd.ed). New York: McGraw-Hill. Hussain, D.S. & Hussain, K.M. 1992. Information Management. New York: Prentice Hall Pressman, R.S., 1982. Software Engineering: a Practitioner’s Approach (ed.3), USA: McGraw-Hill. Rochaety, E & Rahayuningsih, P. 2005. Sistem Informsi Manajermen Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.