99 PENDIDIKAN BERWAWASAN KEWIRAUSAHAAN PADA USIA DINI Abdul Rahmat Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah UNG ABSTRAK Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, telah lama dilakukan. Bahkan setiap Repelita, peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Berbagai program dan inovasi pendidikan, seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar dan buku referensi lainnya, peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan mereka, peningkatan manajemen pendidikan, serta pengadaan fasilitas penunjang, dan lain-lain selalu dilakukan. Namun sampai saat ini mutu pendidikan masih jauh dari harapan. Peningkatan mutu pendidikan berarti peningkatan mutu sumber daya manusia. Sementara mutu pendidikan belum menggembirakan, berarti mutu sumber daya manusia Indonesia juga belum menggembirakan. Kini Indonesia menghadapi dua tantangan, ialah tantangan dari dalam dan dari luar. Dari dalam negeri krisis ekonomi belum juga berakhir sehingga pengangguran terus bertambah. Di bidang pendidikan sendiri, data Depdiknas menunjukkan bahwa sekitar 88,4% lulusan SLTA tidak melanjutkan ke PT, dan 34,4% lulusan SLTP tidak melanjutkan ke SLTA. Mereka setiap tahun menambah jumlah deretan pencari kerja, sementara bekal untuk kesiapan kerja belum dimiliki. I. PENDAHULUAN Melihat kondisi tersebut, maka dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan sumberdaya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Ia tidak cukup hanya menguasai teori-teori, tetapi juga mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Ia tidak hanya mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku saekolah/kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang demikian adalah pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa entrepreneurship, ialah jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Salah satu jiwa entrepreneurship yang perlu dikembangkan melalui pendidikan pada anak usia pra sekolah dan sekolah dasar, adalah kecakapan hidup (life skill). Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. Tulisan ini mencoba menawarkan suatu model pendidikan yang berwawasan kewirausahaan untuk tingkat pra sekolah dan sekolah dasar. Dengan model ini jika diterapkan diharap dunia pendidikan ikut memberikan kontribusi nyata dalam rangka peningkatan mutu SDM di Indonesia.
100 Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting. Karena pendidik adalah ‘agent of change’ yang diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat dan watak serta jiwa kewirausahaan atau jiwa ‘entrepreneur’ bagi peserta didiknya. Di samping itu jiwa ‘entrepreneur’ juga sangat diperlukan bagi seorang pendidik, karena melalui jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif serta mandiri. Instruksi Presiden No. 4 Th 1995 tanggal 30 Juni 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk mengembangkan programprogram kewirausahaan. Inpres tersebut dikeluarkan bukan tanpa alasan. Pemerintah menyadari betul bahwa dunia usaha merupakan tulang punggung perekonomian nasional, sehingga harus digenjot sedemikian rupa melalui berbagai Departemen Teknis maupun Institusi-institusi lain yang ada di masyarakat. Melalui gerakan ini pada saatnya budaya kewirausahaan diharapkan menjadi bagian dari etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh dan mandiri. Dari segi karakteristik perilaku, Wirausaha (entepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri. Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok (1) peluang dan, (2) kemampuan menanggapi peluang. Berdasarkan hal tersebut maka definisi kewirausahaan adalah “tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif.” (Pekerti, 1997)
101 Bagan 1. Kerangka Berpikir Tentang Kewirausahaan
POLA TANGGAPAN
KARAKTERISTIK PERORANGAN KARAKTERISTIK KELOMPOK SOSIAL
POLA PELUANG
KEBUTUHAN EKONOMI KEMAJUAN TEKNOLOGI
PERILAKU WIRAUSAHA Mendirikan Mengelola Mengembangkan Melembagakan
HASIL USAHA PERUSAHAAN: Tepat Guna Hemat Usaha Unggul Mutu Pembaharu
Sejalan dengan pendapat di atas, Salim Siagian (1999) mendefinisikan: “Kewirausahaan adalah semangat, perilaku, dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan/masyarakat; dengan selalu berusaha mencari dan melayani langganan lebih banyak dan lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.” Pengertian di atas mencakup esensi kewirausahaan yaitu tanggapan yang positif terhadap peluang untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan dan masyarakat, cara yang etis dan produktif untuk mencapai tujuan, serta sikap mental untuk merealisasikan tanggapan yang positif tersebut. Pengertian itu juga menampung wirausaha yang pengusaha, yang mengejar keuntungan secara etis serta wirausaha yang bukan pengusaha, termasuk yang mengelola organisasi nirlaba yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan/masyarakat. Semangat perilaku dan kemampuan wirausaha tentunya bervariasi satu sama lain dan atas dasar itu wirausaha dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: Wirausaha andal, Wirausaha tangguh, Wirausaha unggul. Wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative Entrepreneur. Sebaliknya,
102 wirausaha yang perilaku dan kemampuannya menonjol dalam kreativitas, inovasi serta mengantisipasi dan menghadapi resiko lazim disebut Innovative Entrepreneur. Menjadi wirausaha profesional harus memenuhi kriteria ketangguhan dan ketangguhan. Adapun ciri dari kedua kriteria tersebut adalah sebagai berikut: a) Ciri dan Kemampuan Wirausaha Tangguh 1) Berpikir dan bertindak strategik, adaptif terhadap perubahan dalam berusaha mencari peluang keuntungan termasuk yang mengandung resiko agak besar dan dalam mengatasi masalah. 2) Selalu berusaha untuk mendapat keuntungan melalui berbagai keunggulan dalam memuaskan langganan. 3) Berusaha mengenal dan mengendalikan kekuatan dan kelemahan perusahaan (dan pengusahanya) serta meningkatkan kemampuan dengan sistem pengendalian intern. 4) Selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan perusahaan terutama dengan pembinaan motivasi dan semangat kerja serta pemupukan permodalan. b) Ciri dan Kemampuan Wirausaha Unggul 1) Berani mengambil resiko serta mampu memperhitungkan dan berusaha menghindarinya. 2) Selalu berupaya mencapai dan menghasilkan karya bakti yang lebih baik untuk langganan, pemilik, pemasok, tenaga kerja, masyarakat, bangsa dan negara. 3) Antisipasif terhadap perubahan dan akomodatif terhadap lingkungan. 4) Kreatif mencari dan menciptakan peluang pasar dan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. 5) Selalu berusaha meningkatkan keunggulan dan citra perusahaan melalui inovasi di berbagai bidang. Sementara itu dalam suatu penelitian tentang Standarisasi Tes Potensi Kewirausahaan Pemuda Versi Indonesia; Munawir Yusuf (1999) menemukan adanya 11 ciri atau indikator kewirausahaan, yaitu: 1. Motivasi berprestasi 2. Kemandirian 3. Kreativitas 4. Pengambilan resiko (sedang) 5. Keuletan 6. Orientasi masa depan 7. Komunikatif dan reflektif 8. Kepemimpinan 9. Locus of Contro 10. Perilaku instrumental 11. Penghargaan terhadap uang. Sementara itu menurut G. Meredith, et.al (1996) mengemukakan bahwa: Para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan yang ada; mengumpulkan sumber-sumber daya yang
103 dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Para wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mencapai tujuannya. Daftar ciri-ciri dan sifat-sifat berikut memberikan sebuah profil dari wirausaha: Ciri-ciri
Watak
Percaya diri
Keyakinan Ketidaktergantungan, individualitas optimisme Kebutuhan akan prestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energitic, dan inisiatif. Kemampuan mengambil risiko, suka pada tantangan. Bertingkah laku sebagai pemimpin Dapat bergaul dengan orang lain. Menanggapi saran-saran dankritik Inovatif dan kreatif Fleksibel Punya banyak sumber Serba bisa, mengetahui banyak Pandangan ke depan Perseptif
Berorientasikan tugas dan hasil
Pengambil risiko Kepemimpinan
Keorisinilan
Berorientasi ke masa depan
Untuk menuju terwujudnya pendidikan berwawasan kewirausahaan, maka salah satu kuncinya adalah menciptakan “perusahaan” (lembaga) yang dinamis dan fleksibel, manajer bervisi ke depan, serta lingkungan kerja yang kondusif. 1. Organisasi perusahaan harus dinamis dan fleksibel. Pengembangan organisasi perusahaan harus didasarkan atas visi, misi dan tujuan yang jelas. Ada delapan roh oganisasi (perusahaan) agar sukses dan panjang umur : (1) roh kesucian dan kesehatan (2) roh kebaikan dan kemurahan (3) roh cinta dan suka cita (4) roh keunggulan dan kesempurnaan 2. Peran manajer sangat menentukan. Manajer harus memiliki visi ke depan agar mampu mengarahkan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Sekurang-kurangnya ada 8 kompetensi manajer bervisi ke depan, ialah: (1) kemampuan strategi (2) kemampuan sintesis, (3) kemampuan organisasi, (4) kemampuan komunikasi, (5) kemampuan negosiasi, (6) kemampuan presentasi, (7) dinamika, dan (8) ketangguhan.
104 3. Penciptaan lingkungan kerja yang kondusif. Ada delapan persyaratan kualitas kehidupan lingkungan kerja disebut kondusif, ialah : (1) Upah yang layak dan pantas bagi pekerjaan yang dilakukan dengan baik (2) Kondisi kerja yang aman dan sehat (3) Kesempatan untuk belajar dan menggunakan keterampilan-keterampilan baru (4) Kesempatan untuk mengembangkan dan memajukan karir (5) Integrasi sosial ke dalam organisasi (6) Perlindungan terhadap hak-hak individu (7) Keseimbangan antara tuntutan kerja dan bukan kerja (8) Rasa bangga terhadap kerja itu sendiri dan terhadap organisasi Untuk mencapai produktivitas perusahaan dikaitkan dengan lingkungan kerja dapat dibuatkan diagram sebagai berikut :
Model Hubungan Produktivitas dan Lingkungan Kerja Produktivitas Kemungkinan Penurunan Kinerja
Area Sensitif Area Pengembangan
Area Kebutuhan Pokok ‘Bertahan”
“Jenuh” “Puas” “Nyaman”
Lingkungan Kerja
1. 1.
Produktivitas dan Motivasi Menurut Teori Herzberg, ada dua faktor motivasi, yaitu: Kebersihan
1. Faktor “Pendorong”
Pengakuan Kreativitas Tanggung Jawab
105
Lingkungan kerja
2. Faktor “Pemelihara”
Insentif kerja Hubungan Kerja Keselamatan kerja
Salah satu sumber bala yang menimbulkan bencana nasional akhir-akhir ini adalah karena tidak dimilikinya etos kerja yang memadai bagi bangsa kita. Belajar dari negara lain, Jerman dan Jepang yang luluh lantak di PD II. Tetapi kini, lima puluh tahun kemudian, mereka menjadi bangsa termaju di Eropa dan Asia. Mengapa? Karena etos kerja mereka tidak ikut hancur. Yang hancur hanya gedung-gedung, jalan, dan infrastruktur fisik. Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang Jerman adalah: rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi. Di Timur, orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai) perpaduan Shintoisme dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai “karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”. Ada 7 prinsip dalam bushido, ialah: (1) Gi: keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, terhormat, (2) Yu: berani, ksatria, (3) Jin: murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama, (4) Re: bersikap santun, bertindak benar, (5) Makoto: tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih, (6) Melyo: menjaga kehormatan martabat, kemuliaan, dan (7) Chugo: mengabdi, loyal. Jelas bahwa kemajuan Jepang karena mereka komit dalam penerapan bushido, konsisten, inten dan berkualitas. Indonesia mempunyai falsafah Pancasila, tetapi gagal menjadi etos kerja bangsa kita karena masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh dalam menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Maaf cakap “Ketuhanan Yang Maha Esa” misalnya, sering ditampilkan sebagai “Keuangan yang maha kuasa”. Kemanusiaan yang adil dan beradab, diterapkan menjadi “Kekuasaan menentukan apa yang adil dan siapa yang beradab”, “Persatuan Indonesia” prakteknya menjadi “persatuan pejabat dan konglemerat” dsb. Inilah bukti dari ramalan Ronggowarsito dan inilah zaman edan. Dampak kondisi ini etos kerja yang berkembang adalah etos kerja asal-asalan. Beberapa pernyataan berikut adalah gambaran ungkapan yang sering muncul ke permukaan yang menggambarkan etos kerja asal-asalan, atau istilah Sinamo (1999) sebagai “etos kerja edan”, ialah: (1) bekerjalah sesuai keinginan penguasa, (2) bekerja sebisanya saja, (3) bekerja jangan sok suci, kerja adalah demi uang, (4) bekerja seadanya saja nggak usah ngoyo, tak lari gunung dikejar, (5) bekerja harus pinter-pinter, yang penting aman, (6) bekerja santai saja mengapa harus ngotot, (7) bekerja asalasalan saja, wajar-wajar saja, kan gajinya kecil, (8) bekerja semau gue, kan di sini saya yang berkuasa. Ungkapan-ungkapan seperti tersebut di atas menggambarkan tidak
106 adanya etos kerja yang pantas untuk dikembangkan apalagi menghadapi persaingan global. Maka dari itu wajarlah jika bangsa ini harus menerima pil pahit bencana nasional krisis yang berkepanjangan yang tak kunjung usai. Untuk mencapai kualifikasi Wirausaha Unggul maka SDM Perusahaan harus memiliki Etos Kerja Unggul. Jansen H. Sinamo (1999) mengembangkan 8 Etos Kerja Unggulan sebagai berikut: 1. Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku, aku sanggup bekerja benar. Suci berarti diabdikan, diuntukkan atau diorientasikan pada Yang Suci. Penghayatan kerja semacam ini hanya mungkin terjadi jika seseorang merasa terpanggil. Bukan harus dari Tuhan, tapi bisa juga dari idealisme, kebenaran, keadilan, dsb. Dengan kesadaran bahwa kerja adalah sebuah panggilan suci, terbitlah perasaan untuk melakukannya secara benar. 2. Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras Maksudnya adalah bekerja membuat tubuh, roh dan jiwa menjadi sehat. Aktualisasi berarti mengubah potensi menjadi kenyataan. Aktualisasi atau penggalian potensi ini terlaksana melalui pekerjaan, karena kerja adalah pengerahan energi bio-psikososial. Akibatnya kita menjadi kuat, sehat lahir batin. Maka agar menjadi maksimal, kita akan sanggup bekerja keras, bukan kerja asal-asalan atau setengah setengah. 3. Kerja itu rahmat, kerja adalah terimakasihku, aku sanggup bekerja tulus Rahmat adalah karunia yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Respon yang tepat adalah bersyukur dan berterima kasih. Ada dua keuntungan dari bekerja sebagai rahmat, (1) Tuhan memelihara kita, dan (2) disamping secara finansial kita mendapat upah, juga ada kesempatan belajar, menjalin relasi sosial, dsb. Pemahaman demikian akan mendorong orang untuk bekerja secara tulus. 4. Kerja itu amanah, kerja adalah tanggung jawabku, aku sanggup bekerja tuntas Melalui kerja kita menerima amanah. Sebagai pemegang amanah, kita dipercaya, berkompeten dan wajib melaksanakannya sampai selesai. Jika terbukti mampu, akhlak terpercaya dan tanggung jawab akan makin menguat. Di pihak lain hal ini akan menjadi jaminan sukses pelaksanaan amanah yang akan menguklir prestasi kerja dan penghargaan. Maka tidak ada pekerjaan yang tidak tuntas. 5. Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku sanggup bekerja kreatif Apapun yang anda kerjakan pasti ada unsur keindahan, keteraturan, harmoni, artistik seperti halnya seni. Untuk mencapai tingkat penghayatan seperti itu dibutuhkan suatu kreativitas untuk mengembangkan dan menyelesaikan setiap masalah pekerjaan. Jadi bekerja bukan hanya mencari uang, tetapi lebih pada mengaktualisasikan potensi kreatif untuk mencapai kepuasan seperti halnya pekerjaan seni. 6. Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdianku, aku sanggup bekerja serius Tuhan mewajibkan manusia beribadah (dalam arti ritual) dan beribadah (dalam artian kerja yang diabdikan pada Tuhan). Kerja merupakan lapangan konkrit melaksanakan kebajikan seperti: untuk pembangunan bangsa, untuk kemakmuran, untuk demokrasi, keadilan, mengatasi kemiskinan, memajukan agama, dsb. Jadi bekerja harus serius dan sungguh-sungguh agar makna ibadah dapat teraktualisasikan secara nyata sebagai bentuk pengabdian pada Tuhan. 7. Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna
107 Secara moral kemuliaan sejati datang dari pelayanan. Orang yang melayani adalah orang yang mulia. Pekerjaan adalah wujud pelayanan nyata bagi institusi maupun orang lain. Kita ada untuk orang lain dan orang lain ada untuk kita. Kita tidak seperti hewan yang hidup untuk dirinya sendiri. Manusia moral seharusnya mampu proaktif memikirkan dan berbuat bagi orang lain dan masyarakat. Maka kuncinya ia akan sanggup bekerja secara sempurna. 8. Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul Sebagai kehormatan kerja memiliki lima dimensi: (1) pemberi kerja menghormati kita karena memilih sebagai penerima kerja (2) kerja memberikan kesempatan berkarya dengan kemampuan sendiri, (3) hasil karya yang baik memberi kita rasa hormat, (4) pendapatan sebagai imbalan kerja memandirikan seseorang sehingga tak lagi jadi tanggungan atau beban orang lain, (5) pendapatan bisa menanggung hidup orang lain. Semuanya adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk menghasilkan mutu setinggi–tingginya. Dengan unggul di segala bidang kita akan memenangkan persaingan. III. PENUTUP Jiwa wirausahawan seseorang bukanlah merupakan faktor keturunan, namun dapat dipelajari secara ilmiah dan ditumbuhkan bagi siapapun juga. Yang penting dan yang utama adalah semangat untuk terus mencoba dan belajar dari pengalaman. “Gagal itu biasa, berusaha terus itu yang luar biasa”, mungkin seperti itulah gambaran yang harus dikembangkan oleh manusia-manusia Indonesia agar tetap eksis dalam pertarungan bisnis yang semakin transparan dan terbuka. Semoga. DAFTAR PUSTAKA Anugerah Pekerti. 1997. Mitos dan Teori dalam Pengembangan Kewirausahaan, Makalah Lokakarya Kewirausahaan PT, DP3M Dikti, Puncak Bogor, 18 – 20 Agustus 1997. David E.Rye. 1995. Tolls for Executives: The Vest Pocket Entrepreneur. Terjemahan. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Depnaker RI. 1999. Situasi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja di Indonesia (Suatu Tinjauan yang dilaksanakan pada tahun 1998). Jakarta. Geoffrey G. Meredith, et.al. 1996. Kewirausahaan Teori dan Praktek. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. http://rudyct.topcities.com/pps702_71034/joko_sutrisno.htm Instruksi Presiden RI No. 4 Th. 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Jakarta. McClelland. Memacu Masyarakat Berprestasi. Jakarta: CV Intermedia Munawir Yusuf. 1997. Operasionalisasi Program Kewirausahaan di Perguruan Tinggi (Satu Alternatif Konsep Model), Bahan Seminar Operasionalisasi KKNU dan KKB di UNISSULA Semarang tanggal 13 September 1997. -------------------. 1999. Standarisasi Tes Kewirausahaan Versi Indonesia Sebagai Penunjang Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Laporan Pelaksanaan Penelitian. Pusbangnis UNS. Solo.
108 Salim Siagian dan Asfahani. 1995. Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17.8.45. Kloang Klede Jaya PT Putra Timur bekerjasama dengan Puslatkop dan PK Depkop dan PPK. Jakarta. Tim Broad-Based Education, 2002, Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Broad-Based Education (BBE), Departemen Pendidikan Nasional.