TEKNIK PENDUGAAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAN UPAYA KONSERVASI VEGETATIF MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SISTIM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) (Studi Kasus Bencana Longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember) Totok Dwi Kuryanto*) ABSTRAK Akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi lagi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember telah menyebabkan kerugian material dan korban jiwa. Harian Jawa Pos (Edisi Januari 2009), bencana terjadi diduga akibat peralihan fungsi hutan lindung yang ditanami jagung dan kopi serta adanya pembalakan liar. Menurut informasi Satkorlak Bencana Kabupaten Jember (2009), saat ini terdapat sekitar 8.936 hektare hutan gundul maka tatkala turun hujan secara otomatis terjadi longsor. Kerusakan yang paling parah berupa kerusakan infrastruktur berupa terlepasnya struktur lapisan jalan aspal dan putusnya beberapa jembatan. Kegiatan antisipasi sebelum terjadi bencana perlu dilakukan guna meminimalisir kerugian yang terjadi, yaitu dengan pemetaan kawasan bencana longsor. Penataan kawasan yang sudah ada saat ini (perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi tanaman jagung dan kopi) perlu dikaji ulang, dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh sebuah penataan kawasan yang aman terhadap bahaya bencana longsor. Adapun tujuan penelitian tahun ke-1 yaitu diperolehnya zonasi kawasan daerah bencana longsor termasuk tingkat bahayanya (tingkat bahaya erosi), sedangkan tujuan tahun ke-2 yaitu rekayasa teknik konservasi vegetatif dengan memanfaatkan teknologi sistim informasi geografi (SIG). Dengan menggunakan persamaan USLE berbasis sistim informasi geografis (GIS) telah dlakukan overlay peta kemiringan lereng (LS), peta tata guna lahan & manajemen pengelolaan tanaman (CP) dan peta jenis tanah (K) sehingga peta zona sebaran erosi atau longsor tanah termasuk tingkat bencana erosi (TBE) di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Adapun besaran nllai erosi tanah berkisar antara antara 1,14 – 248,32 ton/ha/tahun dengan 32% wilayah memliki tingkat bahaya erosi (TBE) rendah, sedangkan 62% wilayah memiliki TBE sedang dan 5% wilayah memiliki TBE tinggi. Kata kunci : bencana, longsor, konservasi, TBE
PENDAHULUAN Peningkatan aliran permukaan (surface run off) menyebabkan pengangkutan lapisan tanah yang diistilahkan dengan peristiwa erosi. Menurut Arsyad (1989), Peristiwa erosi yang terjadi secara terus menerus pada daerah dengan topografi curam dapat menyebabkan bencana longsor. Disamping itu akan peristiwa erosi juga menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah karena lapisan atas tanah (top soil) ikut terangkut saat terjadi aliran permukaan (surface run off). Lapisan tanah yang terangkut saat terjadi erosi akan masuk kedalam aliran sungai sehingga menyebabkan pendangkalan sungai dan pada jangka panjang dapat menganggu sistem operasional jaringan irigasi dan penurunan fungsi bangunan air, seperti penurunan usia guna waduk, berkurangnya efektifitas Kantong Lumpur dan penurunan kapasitas tampung saluran irigasi. Bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor selama ini telah menimbulkan kerugian yang cukup besar. Bencana banjir dan longsor yang diakibatkan oleh berkurangnya vegetasi dan peningkatan aliran permukaan (surface run off) telah menyebabkan korban jiwa, kehilangan harta tak terkira dan lebih parah lagi telah merusak fasilitas dan bangunan irigasi. penurunan ketersediaan air tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia, diantaranya penurunan produksi pertanian dan berkurangnya kegiatan usaha perikanan. Bencana kekeringan yang diakibatkan penurunan ketersediaan air tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia, diantaranya penurunan produksi pertanian dan berkurangnya kegiatan usaha perikanan. 13
Pada beberapa bulan yang lalu (Pertengahan Bulan Januari 2009) bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi lagi di Kabupaten Jember. Kerugian material akibat banjir dan longsor yang menimpa delapan desa di empat kecamatan Kabupaten Jember mencapai Rp 8 miliar dan memaksa sejumlah warga mengungsi. Harian Surya (Edisi Januari 2009) menyebutkan, adapun penyebab banjir diduga akibat peralihan fungsi hutan lindung yang ditanami jagung dan kopi serta adanya pembalakan liar. Sekitar 150 hektar hutan lindung milik Perhutani di Kecamatan Panti ditanami jagung oleh masyarakat dan puluhan hektar lainnya ditanami kopi dari total luas hutan lindung 580 hektar. Maka tatkala turun hujan deras mudah menimbulkan longsor akibatnya air bah bercampur lumpur datang dari kawasan hutan gundul di pegunungan Baban Silosanen Kecamatan Panti, lumpur menggelontor ke Kali Mayang, yang menerjang pemukiman penduduk serta lahan pertanian. Menurut informasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Jember, saat ini terdapat sekitar 8.936 hektare hutan gundul. Saat musim hujan, hutan tersebut secara otomatis rawan longsor. Kerusakan yang paling parah berupa terlepasnya struktur lapisan jalan aspal dan putusnya beberapa jembatan. Maka langkah antisipasi perlu dilakukan, yaitu dengan melakukan zonasi atau pemetaan terhadap wilayah bencana. Menurut Rizal, Nanang (2006), kemajuan di bidang sistem informasi saat ini yang digabungkan dengan landasan-landasan teoritis di bidang teknik sumberdaya air dan konsep pengelolaan tanah yang didukung ketersediaan data-data yang dapat dengan mudah di akses dari internet, kawasan rawan bencana dapat dideteksi dengan baik, disamping itu tingkat kerawanan terhadap bencana dapat juga ditentukan.Hasil dari proses analisis selanjutnya dipetakan sehingga diperloleh peta kawasan atau wilayah rawan bencana dengan tingkat bahayanya. Selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam kegiatan antisipasi dan penanganan bencana berikutnya sekaligus sebagai acuan dalam pola pemanfaatan atau dalam penyusunan tata ruang. Pada wilayah yang rawan bencana longsor khususnya Kecamatan Panti Kabupaten perlu segera dilakukan pendugaan zona kawasan bahaya longsor. Menurut Rizal, Nanang (2007), hasil pendugaan disajikan dalam bentuk peta rawan bencana longsor dengan tingkat bahaya atau resikonya. Adanya peta atau zona kawasan bencana longsor diharapkan dapat memudahkan berbagai pihak dalam mengantisipasi bencana, sehingga kerugian berupa korban jiwa dan harta benda dapat di-minimalisir. DPR/DPRD dan pemerintah juga dapat menggunakan hasil kajian ini sebagai referensi guna mematangkan gagasan dana kontingensi / dana perimbangan bencana. Peta bencana longsor dengan tingkat resiko bencana juga dapat digunakan sebagai referensi dalam menghitung resiko (dan berarti besar premi), ataupun referensi dalam menghitung klaim pasca bencana. Adapun tujuan dari penelitian tentang pendugaan kawasan bencana longsor dan teknik konservasi dengan teknologi sistim informasi geografi di Kawasan Kecamatan Panti Kabupaten Jember adalah Mengetahui zona atau peta kawasan bencana longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember dengan sebaran tingkat bahayanya menggunakan menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografi (GIS) dan Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya bencana longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. 1. Hidrologi Sebagaimana diketahui bahwa karakteristik hujan untuk suatu daerah akan sangat berbeda dengan daerah lainnya, dengan demikian untuk dapat memperkirakan besarnya curah hujan yang akan terjadi pada suatu daerah, hanya dapat dilakukan berdasarkan pengukuran-pengukuran besarnya curah hujan pada waktu tertentu dimasalah lalu (data Historis) dengan menggunakan alat penakar curah hujan pada stasiun/pos tertentu.
14
Data ini dikumpulkan dari stasiun hujan yang ada dan berpengaruh pada daerah kajian. Dari data-data pengamatan pada masing-masing stasiun dihitung curah hujan ratarata daerah ( Rainfall area ). Curah hujan ini dipakai dalam perhitungan curah hujan rancangan maksimum. Dalam perhitungan curah hujan rancangan maksimum digunakan analisa frekuensi yang sesuai dengan data yang diperoleh. Untuk mengetahui kebenaran dari analisa frekuensi yang digunakan,maka diperlukan uji kecocokan distribusi frekuensi. (Subarkah, 1980) Untuk melengkapi data curah hujan yang hilang, kita dapat mengadakan perkiraan dengan menggunakan data hujan dari tiga tempat pengamatan yang berdekatan dan atau mengelilingi tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap. Kalau selisih antara hujan–hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap tersebut kurang dari 10 % maka perkiraan data yang hilang boleh diambil dari harga rata–rata hitung (Aritmatic Mean) data tempat pengamatan yang mengelilinginya, dengan persamaan sebagai berikut : r r rC r A B 3 Kalau selisih data antara hujan–hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap tersebut lebih dari 10 % maka perkiraan data yang hilang dihitung dengan menggunakan Metode Rasio Normal sebagai berikut : R R 1 R r rA rB rC RB RC 3 RA dimana : R = Curah hujan rata setahun di tempat pengamatan R yang datanya hilang rA, rB, rC = Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC pada waktu yang sama dengan pengamatan hujan r. RA, RB, RC = Curah hujan rata–rata setahun di tempat pengamatan A, B dan C. 2.
Peristiwa Erosi atau Longsor Erosi atau Longsor berasal dari kata erodore (latin) yang berarti penggundulan atau pelenyapan. Erosi atau Longsor menurut Utomo (1989) adalah peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkuit ketempat yang lain, baik disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin. Proses Erosi meruapan kombinasi antara dua sub proses yaitu (1) penghancuran struktur tanah oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (dh), peredaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan (Th) dan (2) penghancuran struktur tanah (DI) diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut (TI) oleh air yang mengalir di permukaan tanah (Arsyad, 1989). Ada beberapa cara pendugaan erosi baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa peneliti menduga besarnya erosi di suatu lokasi ata tempat dengan menampung aliran permukaan pada bak penampung tanah setiap kejadian hujan. Selain itu ada yang melakukan pendugaan dengan mengukur besarnya muatan suspensi yang terbawa oleh aliran sungai saat terjadi hujan. Wischmeier dan Smith (1958) mengemukakan bentuk persamaan yang dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE) atau dalam istilah Indonesia disebut Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT). Persamaan tersebut adalh (Suripin, 2001) : Ea = R x K x LS x C x P dengan : Ea = banyaknya tanah yag tererosi (ton/ha/tahun) R = faktor indeks erosivitas hujan (KJ/ha) 15
K LS C P
= faktor erodibilitas tanah (ton/KJ) = faktor panjang dan kemiringan lereng = faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman = faktor tindakan konservasi praktis
a. Erosivitas Hujan (R) Erosivitas hujan merupakan sifat curah hujan yang dipandang sebagai energi kinetik butir-butir hujan yang menumbuk permukaan tanah. Sebagai akibat jatuhnya massa air ke permukaan tanah, maka akan menyebabkan terjadinya erosi. Makin besar intensitas curah hujan maka jumlah tanah yang tererosi akan semakin besar. Faktor erosivitas dalam pendugaan besarnya erosi dapat dihitung dengan metode Arnoldus (1978) yang menggunakan Indeks Fourier (Utomo, 1994) : F = Σ p2 x P-1 dengan : F = indeks erosivitas fourier p = jumlah rerata curah hujan bulanan (mm) P = jumlah rerata curah hujan tahunan (mm) b. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Mudah atau tidaknya suatu tanah tererosi disebut erodibilitas tanah yang dalam persamaan umum kehilangan tanah diberi istilah erodibilitas tanah dengan simbol K. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah (Arsyad, 1989) yaitu : 1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air. 2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. c. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh lereng terhadap erosi masih terbatas. Untuk lahan dengan derajat kemiringan dan panjang lereng yang sama, erosi dari lereng berbentuk cembung akan lebih besar apabila dibandingkan dengan erosi dari lereng berbentuk cekung. Dalam pendugaan erosi, Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) dapat dihitung dengan persamaan (Anonim, 1998) : a) Untuk S < 20% L LS x (0.76 0.53 0.076 xS 2 ) 100 b) Untuk S > 20% 0.6
1.4
L S LS x 22.1 9 dengan : LS = faktor panjang dan faktor kemiringan (%) L = panjang lereng (m) S = kemiringan lereng (%)
16
Tabel 2.1. Nilai erodibilitas tanah untuk beberapa jenis tanah
Sumber : Arsyad,1989 & Asdak, 1995
d. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor Pengelolaan tanaman (C) menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan akibat suatu menejemen pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak dilakukan pengelolaan (tidak ditanami). Nilai Faktor Pengelolaan tanaman (C) untuk berbagai rbagai manajemen pengelolaan tanaman ditentukan lebih lanjut yang bersumber pada berbagai hasil penelitian. e. Faktor Konservasi (P) Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Tujuan utama konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap di bawah ambang batas yang diperkenankan, diperkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari sama sekali khususnya untuk lahan pertanian, maka yang dapat dilakukan dilakukan adalah mengurangi laju erosi sampai batas yang dapat diterima (maksimum maksimum accetable limit) limit (Suripin, 2001).
17
Tabel 2.3. Perkiraan nilai C x P dari berbagai jenis tanaman
Sumber : Arsyad,1989 & Asdak, 1995
Evaluasi potensi erosi dapat dilakukan pada semua tingkat pengamatan yaitu makro, meso, dan mikro. Pengamatan tingkat makro adalah evaluasi potensi regional, pengamatan tingkat meso adalah evaluasi potensi lokal, pengamatan tingkat mikro adalah evaluasi potensi setempat. Dari berbagai berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa potensi erosi ditingkat makro (nasional) terutama disebabkan oleh iklim, sedangkan di tingkat meso (DAS, sub DAS, propinsi, kabupaten, kecamatan) potensi erosi disebabkan oleh kombinasi faktor iklim, topografi dan tanah. tanah. Ada dua cara evaluasi di tingkatan ini yaitu dengan dengan menggunakan persamaan USLE tau menggunakan klasifikasi kemampuan lahan. Pada tingkat mikro (evaluasi pada sebidang tanah) prediksi erosi dapat menggunakan metode USLE (Arsyad, 2000). Menurut Hammer (1981) (1981) dalam Arsyad (2000) bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya (Ancaman) Erosi, dengan persamaan sebagai berikut : Erosi. potensial Indeks Bahaya Erosi (IBE) = T Dengan : Erosi potensial = R.K. LS (ton/ha/th) T = erosi yang masih dapat dibiarkan/Edp dibiarkan/Edp (ton/ha/th)
18
Dalam studi ini perhitungan IBE menggunakan erosi aktual yaitu faktor C dan P menggunakan nilai sesuai kenyataan di lapangan yang kemudian disimulasikan (tidak dianggap satu). a. Sistim Informasi Geografis (SIG) Menurut Prahasta (2001), Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem berbasis komputer yang memberi 4 (empat) kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi, yaitu meliputi pemasukan, pengolahan atau manajemen data (penyimpanan atau pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran. (Arronoff, 1989) Di dalam SIG data tersimpan dalam format digital, jumlah data yang besar dapat tersimpan dan diambil kembali secara cepat dan efisien. Keunggulan SIG lainnya adalah kemampuan memanipulasi data dan analisis data spasial dengan mengaitkan data atau informasi atribut untuk menyatukan tipe data yang berbeda kedalam suatu analisis tunggal.Mengacu kepada definisi-definisi diatas maka SIG dapat diuraikan menjadi 4 (empat) subsistem (Prahasta, 2001 : 59) yaitu : 1. Pemasukan data 2. Manajemen data 3. Manipulasi dan analisis data 4. Keluaran data. Manipulasi data dan Analisa
Data Input
SIG
Data Output
Manajemen Data
Gambar 2.1. Subsistem-subsistem SIG Fungsi analisis dan manipulasi yang merupakan bagian dari subsistem data manipulasi (manipulation and data analysis) ini berfungsi untuk menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG selain itu subsistem ini melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk keperluan informasi yang diharapkan. Keluaran data dari SIG adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menampilkan informasi dari SIG dalam bentuk yang disesuaikan dengan keinginan pengguna (Aronoff, 1989). Keluaran data dapat berbentuk softcopy maupun berbentuk hardcopy seperti tabel, grafik, peta. Apabila subsistem-subsistem di atas diperinci dengan berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada didalamnya maka subsistem SIG dapat digambarkan sebagai berikut : 19
D a ta In p u t
M anagem en D a ta dan M a n ip u la s i
Tabel
O u tp u t
L a p o ra n
P e ta
S to ra g e (d a ta b a s e )
P e n g u k u ra n Lapangan
Tabel
D a t a D ig it a l In p u t
R e t rie v a l
O u tp u t
P e t a T e m a t ik
C it r a S a te lit
F o to u d a r a
L a p o ra n
p r o c e s s in g
In f o rm a s i D ig it a l (s o ftc o p y )
D a ta L a in n y a
Gambar 2.2. Uraian subsistem-subsistem SIG METODOLOGI PENELITIAN Pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan pengumpulan data sebagai berikut : Peta Kabupaten Jember dan Lokasi-Lokasi Bencana di Kecamatan Panti Peta rupa bumi digital dengan skala 1 : 25.000 Peta tata guna lahan wilayah Kabupaten Jember Peta jenis tanah wilayah Kabupaten Jember Data curah hujan dan pencatatan debit banjir dengan tahun pencatatan ± 20 tahun Studi-studi dan Laporan terdahulu berkaitan dengan bencana di Wilayah Kabupaten Jember Adapun tahapan peneltian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Digitasi Peta & Inputing data Peta rupa bumi diolah untuk memperoleh batas-batas wilayah administrasi, sungai, jalan, dan tata guna lahan. Dilakukan plotting titik-titik sebaran stasiun hujan termasuk luas daerah pengaruhnya. Dilakukan overlay terhadap peta rupa bumi, peta tata guna lahan, dan sebaran luas daerah pengaruh hujan dalam program arc view setelah dieksport dalam format, SHP. Melakukan outputing terhadap hasil overlay dalam bentuk data tekstual untuk keperluan analisa pendugaan erosi b. Analisa Hidrologi Uji konsistensi data hujan bulanan dan tahunan dengan metode kurva massa ganda. Jika data konsisten, dilakukan perhitungan curah hujan rerata harian, metode yang dipilih disesuaikan dengan kondisi DAS, posisi dan jumlah stasiun hujan Perhitungan erosivitas hujan. c. Analisa Pendugaan Erosi Perhitungan faktor tingkat kemiringan lereng (LS) Perhitungan faktor erodibilitas tanah (K) Penentuan faktor manajemen pengelolaan tanaman (C) Penentuan faktor konservasi (P) Perhitungan tingkat laju erosi (Ea) Penentuan tingkat bahaya erosi (TBE) 20
c. Mapping & Finalisasi Hasil Inputing hasil perhitungan laju erosi, tingkat bahaya erosi dan faktor konservasi yang sudah disimulasikan ke dalam program sistim informasi geografi. Dilakukan proses overlay untuk memperoleh tampilan hasil perhitungan laju erosi, tingkat bahaya erosi dan faktor konservasi yang sudah disimulasikan pada setiap wilayah studi . Dilakukan koreksi ulang terhadap hasil tampilan berdasarkan catatan pengamatan bencana dilapangan. Penentuan tingkat bahaya erosi (TBE) dan arahan-arahan tindakan konservasi berdasarkan besarnya laju erosi hasil koreksi lapangan. Penyusunan peta kawasan bencana longsor dengan tingkat resiko bahaya. Penyusunan peta tindakan konservasi vegetatif Tampilan hasil mappping Penelitian dilaksanakan di wilayah desa yang terkena dampak bencana banjir, yang meliputi Desa Suci, Desa Kemiri, Desa Panti, Desa Suci, Desa Gugut, Desa Glagah Wero, Desa Sukorambi, Desa Pakis dan Kelurahan Sempusari. Desadesa tersebut diatas terletak di Kecamatan Panti dan Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember, adapun peta wilayah administratif desa bencana disajikan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Peta Sebaran Daerah Bencana Kabupaten Jember
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis Curah Hujan Konsistensi data hujan pada setiap stasiun hujan dapat diketahui dengan analisis lengkung massa ganda. Data yang tidak konsisten dapat ditunjukkan oleh penyimpangan 21
garisnya dari garis trend. Pada analisa lengkung massa ganda ini biasanya dilakukan dengan menggunakan urutan kronologis mundur yaitu mulai dari tahun terakhir sebagai patokannya. Berdasarkan hasil perhitungan lengkung massa ganda yang disajikan pada tabel 4.4 sampai dengan 4.6 dan gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.3, menunjukkan bahwa data hujan yang digunakan dalam studi ini yaitu Stasiun Bintoro, Stasiun Tugusari dan Stasiun Darungan menunjukkan konsistensi dengan garis trend yang lurus atau tidak ada patahan. Secara statistik diperoleh koefisien korelasi yang cukup baik yaitu diatas 95%, yang berarti data-data tersebut dapat digunakan dalam perhitungan erosivitas. Tabel 4.1. Data Jumlah Curah Hujan Bulanan Stasiun Bintoro (mm) Tahun
Curah Bulananan (mm) Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Jumlah
Juli
Agustus September Oktober Nopember Desember
CH
2007
30
240
95
211
25
40
30
35
0
47
275
280
1308
2008
303
221
449
115
150
0
0
35
0
190
235
496
2194
2009
440
185
120
80
75
25
0
0
25
25
220
125
1320
2010
346
213
251
164
302
0
0
0
90
157
245
249
2017
2011
350
200
277
132
153
32
0
0
5
147
279
418
1993
Tabel 4.2. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Bintoro Tahun
Sta. Bintoro
Sta.
Sta.
Tugusari Darungan
Rerata
Kumulatif Kumulatif Sta Bintoro
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Rerata
2007
1308
1964
3194
2155
1308
2155
2008
2194
2530
3032
2585
3502
4741
2009
1320
2530
3032
2294
4822
7035
2010
2017
2530
3032
2526
6839
9561
2011
1993
2530
3032
2518
8832
12079
y = 1.337x + 347.1 R² = 0.997
0
2000
4000
6000
8000
10000
Tabel 4.3. Data Jumlah Curah Hujan Bulanan Stasiun Darungan (mm) Tahun
Curah Bulanan (mm) Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Jumlah Agustus September Oktober Nopember Desember
CH
2007
264
386
500
554
164
150
118
2
0
117
230
709
3194
2008
412
351
530
120
90
0
0
0
0
481
444
604
3032
2009
346
213
251
164
302
0
0
0
90
157
245
249
2017
2010
346
213
251
164
302
0
0
0
90
157
245
249
2017
2011
363
227
214
326
209
0
0
0
0
99
397
295
2130
Tabel 4.4. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Darungan
Tahun
Sta. Bintoro
Sta.
Sta.
Tugusari Darungan
Rerata
Kumulatif Kumulatif Sta Darungan
Rerata
2007
1308
1964
3194
2155
3194
2155
2008
3032
2530
3032
2865
6226
5020
2009
2017
2530
3032
2526
9258
7546
2010
2017
2530
3032
2526
12290
10073
2011
2130
2530
3032
2564
15322
12637
14000 12000 10000 8000
y = 0.858x - 457.4 R² = 0.999
6000 4000 2000 0 0
5000
10000
15000
20000
b.
Perhitungan Indeks Erosivitas (R) Erosivitas merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya erosi. Metode yang digunakan dalam perhitungan indeks erosivitas ini adalah Metode Arnoldus. Data yang digunakan dalam Metode Arnoldus adalah curah hujan bulanan serta curah hujan tahunan. Indeks erosivitas dalam kajian ini dihitung per tahun selama 5 tahun pengamatan (2007 – 2011). Contoh perhitungan indeks erosivitas pada tahun 2011 : P = jumlah curah hujan bulanan = 334 mm 22
= 111.556 mm2 p2 p kemudian ditabelkan tiap bulan, dari Bulan Januari sampai Desember 2011 p = jumlah p selama setahun = 2.809,5 mm p2/P = indeks erosivitas = R = 39,71 mm Tabel 4.7. Perhitungan Indeks Erosivitas (mm) Tahun
Parameter
2007
p 2 p P 2 p /P
2008
p 2 p P 2 p /P
2009
p 2 p P 2 p /P
2010
p 2 p P 2 p /P
2011
p 2 p P 2 p /P
Januari 140.67 19,787.11 2,155.33 9.18 334.67 112,001.78 2,155.33 51.96 335.33 112,448.44 2,155.33 52.17 386.33 149,253.44 2,155.33 69.25 366.00 133,956.00 2,155.33 62.15
Februari Maret 286.00 242.67 81,796.00 58,887.11 2,155.33 2,155.33 37.95 27.32 224.67 525.67 50,475.11 276,325.44 2,155.33 2,155.33 23.42 128.21 186.33 163.00 34,720.11 26,569.00 2,155.33 2,155.33 16.11 12.33 275.33 311.67 75,808.44 97,136.11 2,155.33 2,155.33 35.17 45.07 335.33 370.00 ######## 136,900.00 2,155.33 2,155.33 52.17 63.52
April 298.33 89,002.78 2,155.33 41.29 108.33 11,736.11 2,155.33 5.45 120.67 14,560.44 2,155.33 6.76 251.33 63,168.44 2,155.33 29.31 463.67 ######## 2,155.33 99.75
Mei 133.67 17,866.78 2,155.33 8.29 178.33 31,802.78 2,155.33 14.76 176.33 31,093.44 2,155.33 14.43 315.67 99,645.44 2,155.33 46.23 194.00 37,636.00 2,155.33 17.46
Bulan Juni Juli 79.33 49.33 6,293.78 2,433.78 2,155.33 2,155.33 2.92 1.13 2,155.33 2,155.33 18.33 336.11 2,155.33 2,155.33 0.16 41.33 101.33 1,708.44 10,268.44 2,155.33 2,155.33 0.79 4.76 53.33 44.33 2,844.44 1,965.44 2,155.33 2,155.33 1.32 0.91
Agustus September 13.00 169.00 2,155.33 2,155.33 0.08 18.00 324.00 2,155.33 2,155.33 0.15 67.33 4,533.78 2,155.33 2,155.33 2.10 78.00 189.00 6,084.00 35,721.00 2,155.33 2,155.33 2.82 16.57 0.67 0.44 2,155.33 2,155.33 0.00 -
Oktober 90.00 8,100.00 2,155.33 3.76 274.33 75,258.78 2,155.33 34.92 81.00 6,561.00 2,155.33 3.04 302.00 91,204.00 2,155.33 42.32 117.00 13,689.00 2,155.33 6.35
Nopember 222.67 49,580.44 2,155.33 23.00 353.00 124,609.00 2,155.33 57.81 185.33 34,348.44 2,155.33 15.94 312.67 97,760.44 2,155.33 45.36 383.00 146,689.00 2,155.33 68.06
Desember 599.67 359,600.11 2,155.33 166.84 568.33 323,002.78 2,155.33 149.86 224.67 50,475.11 2,155.33 23.42 283.67 80,466.78 2,155.33 37.33 615.67 379,045.44 2,155.33 175.86
Indeks Erosivitas 321.77
466.53
146.45
374.99
547.55
c. Erodibilitas Tanah (K) Nilai erodibilitas tanah menggambarkan kepekaan jenis tanah terhadap erosi. Tanah yang memiliki nilai K tinggi akan mudah tererosi daripada tanah dengan nilai K yang rendah. Suatu nilai erodibilitas tanah yang tinggi didapatkan pada jenis tanah yang mempunyai partikel yang cenderung halus, sedangkan tanah yang partikelnya cenderung kasar mempunyai nilai erodibilitas yang rendah. Penentuan nilai K didasarkan jenis tanah pada daerah kajian. Adapun jenis-jenis tanah pada daerah kajian disajikan pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Jenis Tanah dan Luasannya di Kecamatan Panti No 1 2 3
Tanah_id 4 5 6
Areal (m2)
Jenis Tanah
Asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu Asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat (Sumber : Balai Pengelolaan DAS Bedadung dan Analisa Arc View 3.3)
23.812.494.112 74.554.227,982 82.792.114.651
d.
Faktor Kemiringan dan Panjang Lereng (LS) Kemiringan lereng mempengaruhi laju erosi di Kecamatan Panti. Semakin curam dan panjang suatu lereng, maka laju erosi akan semakin besar. Penentuan nilai LS menggunakan hasil analisa spasial (Arc View 3.3) berdasarkan kelas kemiringan lereng. Adapun kelas kemiringan lereng dan luasan lahannya di Kecamatan Panti disajikan pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Kemiringan Lereng di Kecamatan Panti No 1
Kemiringan_id 5
Kemiringan (%) >. 40 %
Kelompok Sangat Curam
Areal (m2) 60,494,720.079
2
4
26 – 40 %
Curam
37,912,772.200
3
3
16 – 25 %
Agak Curam
24,857,352.792
23
4
2
9 – 15 %
Landai
15,681,499.514
5
1
0–8%
Datar
42,212,492.162
(Sumber : Balai Pengelolaan DAS Bedadung dan Analisa Arc View 3.3)
e.
Faktor Manajemen Pengelolaan Tanaman dan Konservasi (CP) Faktor manajemen pengelolaan tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang ditanami suatu jenis tanaman dengan erosi akibat tidak ada penanaman. Besarnya angka ini ditentukan oleh kepekaan jenis tanaman penutup terhadap erosi. Faktor manajemen pengelolaan tanaman identik dengan faktor tata guna lahan. Adapun faktor tataguna lahan disajikan pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Manajemen Pengelolaan Tanaman di Kecamatan Panti No Kemiringan_id Jenis Penggunaan Lahan 1 1 Hutan lahan kering sekunder 2 5 Semak belukar 3 2 Hutan tanaman 4 4 Sawah 5 3 Pertanian lahan kering campur (Sumber : Balai Pengelolaan DAS Bedadung dan Analisa Arc View 3.3)
Areal (Ha) 82,465,366.989 12,610,311.465 44,071,832.942 18,974,618.723 23,036,706.625
f.
Perhitungan Erosi Dengan bantuan perangkat lunak ArcView 3.3, perhitungan erosi dengan metde USLE sesuai persamaan (2-4) dilakukan overlay pendugaan erosi lahan pada kondisi eksisting (berdasarkan tata guna lahan tahun 2009) di Kecamatan Panti dengan metode USLE dengan bantuan software Arc View 3,3 disajikan dalam gambar 4.1. Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan erosi pada kondisi tata guna lahan eksisting yang disajikan dalam lampiran 1 dan gambar 4.6, dapat diketahui bahwa laju erosi pada Kecamatan Panti berkisar antara 1.14 ton/ha/tahun – 248,32 ton/ha/tahun. g.
Tingkat Bahaya Erosi Secara umum sifat tanah di Kecamatan Panti adalah tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas sub strata yang telah melapuk, maka berdasarkan tabel 5 batas erosi yang diperbolehkan (Edp) sebesar 30 ton/ha/tahun atau 2,5 mm/tahun. Dengan mengacu pada besaran nilai Edp, maka dapat diperoleh nilai indeks bahaya erosi (IBE). Indeks Bahaya Erosi (IBE) dihitung menggunakan persamaan 2.6. Hasil perhitungan indeks Tabel bahaya erosi (TBE) pada kondisi eksisting disajikan pada tabel 4.5.
24
Gambar 4.1. Peta Laju Erosi di Wilayah Studi KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil perhitungan laju erosi dan tingkat bahaya erosi (berdasarkan peta tata guna lahan tahun 2009) dan hasil update di DAS Bedadung dengan memanfaatkan sistim informasi geografis berbasis software Arc View 3.3. diperoleh hasil sebagai berikut : a) Lahan di Kecamatan panti memiliki potensi erosi antara 1,14 – 248,32 ton/ha/tahun. b) Adapun kawasan yang mengalami laju erosi diatas ambang 30 ton/ha/tahun adalah 922 ha, sedangkan yang lebih rendah dari batas ambang erosi adalah 11.315 ha c) Semua lahan di kawasan bencana mengalami tingkat bahaya erosi yang berbedabeda dengan klasifikasi sebagai berikut : Bahaya erosi rendah seluas 5.788 ha ( 32 %) Bahaya erosi sedang seluas 11.315 ha ( 62 %) Bahaya erosi tinggi seluas 922 ha ( 6 %) 2. Untuk penanggulangan erosi dan longsor di Kawasan bencana Kecamatan Panti Kabupaten Jember, maka secara teknik perlu dilakukan kegiatan perubahan tata guna lahan dan tindakan konservasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa data yang telah dilakukan, maka untuk penyempurnaan hasil penelitian ini dapat disusun beberapa saran sebagai berikut : 1. Untuk penyempurnaan kegiatan penelitian ini, disarankan kepada peneliti yang lain untuk melakukan perhitungan laju erosi dengan metode lain seperti MUSLE, AVSWAAT, WEEPP dan metode lainnya. 2. Perlu dilakukan kontrol hasil perhitungan dengan melakukan pengukuran langsung sedimen total yang mengalir ke dalam sungai.
25
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006, Diktat Kursus Sistim Informasi Geografis (GIS) , Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Penerbit : UPT FT-UB Anonim. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan. Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Chow, Ven Te, 1985, Hidrolika Saluran Terbuka, terjemahan Suyatman, Kristanto dan Nensi R, Jakarta, Penerbit : Erlangga. Jaya, Nengah Surati. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan. Bogor:Fakultas Kehutanan IPB. Kartasaputra, A.G, 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: PT. Bina Aksara Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika. Prahasta, Eddy. 2001. Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika. Rahim, Supli. 2000. Pengendalian Erosi Tanah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Rizal, Nanang. 2007. Kajian Bencana Longsor serta Teknik Konservasi di DAS Brantas dengan Teknologi Sistim Informasi Geografis. Jember. Rizal, Nanang. 2008. Kajian Bencana Longsor serta Teknik Konservasi di DAS Petung dengan Teknologi Sistim Informasi Geografis. Pasuruan Rizal, Nanang. 2009. Arahan Penanggulangan Longsor dan Konservasi Berbasis Sistim Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Silo Kabupaten. Jember. Rizal, Nanang. 2010. Pemanfaatan Sistim Informasi Geografi (SIG) untuk Penanggulangan Longsor dan Pola Konservasi di DAS Baru. Kab. Banyuwangi. Sarief, Saifuddin. 1988. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Pustaka Buana. Sosrodarsono, Suyono, 1993, Hidrologi Untuk Pengairan, Jakarta, Penerbit : Pradnya Paramita Soemarto, CD, 1987, Hidrologi Teknik, Surabaya, Penerbit : Usaha Nasional Soewarno, 1995. Hidrologi Jilid I. Bandung: Nova. Soewarno, 1995. Hidrologi Jilid 2. Bandung: Nova. Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea Dharma. Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Offset. Utomo. 1989. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: IKIP Malang. *) Dosen Prodi Teknik Sipil, FT_UM Jember
26