Teow Telaoa FwWsimwr an Pemba 2000
TEKNIK ISOLASI SEL EOSINOFIL DART DOMBA YANG DI INFEKSI DENGAN L3 HAEMONCHUS CONTORTUS UNTUK UJI IMONOLOGI Suharyanta Balm Peneftian Veteriner, Jalan RK Mwtadinata 30, P.O. BOX151, BWr 16114.
RINGKASAN Daya kekebalan hewan terhadap parasit cacing sampai wkarang ini belum banyak diketahui . Tujuan don teknik isolasi sel eomnofil ini adalah untuk menpelajan care isolasi sel eosinofil, yang mans sel eosinofil imi slam digunakan untnk uji days memtxmuh psramt racing seem in vitro terhadap cacing Juvenile Fawiola hepatica den Egiganfaa. Larva L3 Haemonchus contonws di kelupas lapmam kulit luarnya dengan menggimakan larutan 0,9 NaCl steril don 0,15 % larutan Sudium Hypochlorlie sebagai baban pelarutsya, Larva infektif L3 H contortus disunhkan kedalam parting domba merino betina dewasa dengan konsentram 1000 L3/ml. setiap 2 minggu sekali wlama 2 bulan . Sel eosinofil dikoleksi dari puffing tersebut pads hen kehma setelah simhkan larva L3 yang taukhir. Hasil pemmikm diferensial diperoleh gel wsinofil 412 set( 82,4%),gel makrofag 80 sel (l6%) don sel linifosit 8 eel (l,6%jwdanglcan gel netrofil don sel bawfil atau wl mast tidal ditenAsn . Dari 4 kafi paimlrilan sampel didapetkan jumhh rata-rata 81 x 10 7 gel . Dari hash yang dipaoleh dwi tdatrt ini bahwa gel eo inofil yang di isolasi cukW anran terhadap hewan donor, don dapat diperoleh lap dari hewan yang same wl Kau kimoi : eosino6 , domba ,Haemondn coamdku, Fawwla hepatica,F.
Larva
PENDAHIILUAN Setelah selesai melaknkan uji in vitro terhadap racingjuvenile F. hepatica den Fgigantica dengan menggunakan sel makrofag bade yang dilaknkan di Balitvet maupun di Monash University dengan hash yang aikvp balk ( ACIAR ANNUAL REPORT ,1997) . Maka dicoba umuk menggunakan sel yang lain yaitn set eosinoftl untuk uji in vitro terhadap casing hati Fasciola spp. Dalam hal ini kamna sel eosinofil mempunyai persaman fungsi dengan sel makrofag yaitu untuk uji daya membunuh parasit racing secara in vitro terhadap racing Juventl Fasciola hepatica den F.gigantica ( ACIAR ANNUAL REPORT, 1997 ). Dalam n patologi den klinikopatologi menunjukan bahwa respon eosinofil adalah unsur peMing sebagai salah satu faktor pe b terjadinya resisteosi pads ternak terhadap infeksi caring Fawiola gigantica( WIDOSARI,1998) . Dalam hal tar melmnisme resistensi kemungktmm terjadi didalam hati atau sebelum casing masuk kedalam sahmn empedu. Fawiolosis yang disebabkan oleh racing Fasciola spp. pads hewan besar pada umumnya bermfat kronis yang secam khms dapat memmbulkan perubahan pads gambaran darahnya seperti anemia den kemsakan hati alnbat migrasi racing dalam
81
Tenr Tekis Fungsiond nwr Peneliei 2000
hat,. Kemungkinan,tu dapat d, terangkan berdasarkan pendapat COBRA et al.,(1971) dan DARGIE et al.,(1974) bahwa respon seluler pada Fasciolosis akan terjadi didalam hati yang ditunjukan dengan adanya inflasi set radang terutama set eosinofll. Salah satu teknik untuk menguji terjad,rya resistensi pada hewan, balk hewan besar maupun hewan kecil adalah seaara in vitro. Uji in vitro tersebut dilakukan untuk mengetahui respon eosinofil terhadap infeksi casing juvenile F. hepatica atau F. gigantica . Salah satu tahap yang penting dalam teknk tersebut adalah isolasi set eosinofll pada domba. Teknik isolasi ini dilakukan di Monash University Clayton, Australia .
BARAN DAN CARA Teknik isolasi eosinofil mel,puti beberapa tahap dan tahap pertarna yang cukup penting adalah men,ngkatkan jumlah set eos,nofil pads hewan donor dengan c ara menginfeksi hewan donor dengan larva H.contortus Persiapan Larva L3 H, Contortus Pengambilan sampel set eos,nofil dan infeksi domba dilakukan di CSIRO Parkville,Melbourne,Austratia. Larva infektif L3 Haemonchus contortus di peroleh dan hewan yang terinfeksi atau dan cac,ng H. contortus dewasa yang d,peroleh dan nrmah potong hewan (RPH), kemudian digems dengan menggunakan mortar dan d,ambil telurnya lalu dipupuk dengan menggunakan vermikulat sebagai medianya selarna satu minggu Diperlukan lebih dan 10.000 larva L3 H. contortus atau dua kali lipat dan kebutuhan yang akan d,klupas lapisan kulit luarnya . Pengelupasan larva ini dilakukan dengan rneaggunakan 10 ml larutan 0,9 % NaCl steril dan 0,15 % Sodium Hypochlorite ( 120 ul dari 12,5% larutan stok) . Larva yang belum dikupas kulit luarnya kemudian diiankubasiikan dalam water bath dengan suhu 37° C selama 15 menit. Wigan Sebanyak 40 ml NaCI stern ditarnbahkan ketabung bensi larva temebut talu disentrifus selama 5 menit dengan keoepatan 2000 rpm pads suhu 10°C . Pencuman diulangi satu kali lagi dan snpernatannya diamb,l kemud,an tambahkan Wigan Na Cl stern ditarnbahkan sampai volumenya menjadi 10 ml. Sebanyak 10 ul Wigan terseNd kemud,an d,ambil untuk dihitung jumlah dan persentase larva yang terkelupas lapisan kulit luarnya, tatu larva d,suspensikan dengan konsentrasi 1000 larm/ml. Penyuntikan Larva L3 H. contortus pada hewan donor Sebagai donor eosinofil digunakan domba Merino dewasa bet,na yang udak bunting dan mempunyai ambmg dan puting yang besar untuk mempermudah melakukan penyuntikan dan pemerahan. Untuk memproduku set eosinofl, 5 nil larutan yang mengandung larva Hcontortus distuatkan kedalarn salah sate puting dengan menggunakan jarum yang berujung tumpul (drawing-up needle Terumo 18 G x 1,5") dengan cars membuka kapsulnya yang menutupi lubang puting. Penyuntikan dilakukan setiap 2 mmggu sekah selama 2 bulan . 82
Tom Tebds Fw
ai wn Penetitf 2000
Koleksi sel eosinofil Koleksi sel eosinofil dilakukan 5 hari setelah pemberian suntikan temkhir . Larutan 0,9 % NaCl stern disuntikan sebanyak 7 ml pada puting yang sama dengan menggunakan jarum yang berujung tumpul sambil dipijitpijit selama 2-5 merit kemudian diperas dan di tampung dalam botol stern 50 ml. Biasanya terlaunpul sebanyak 7 - 10 ml cairan eksudat. Cairan eksudat yang ditampung kemudian disaring dengan menggunakan kain kasa steril untuk menghilangkan lemak. Tambahkan 20 ml larutan NaCl steril lalu disentrifm selama 5 menit dengan kecepatan 1300 rpm dan pada suhu 10° C. Lakukan 2 kali pencucian . Ambil supernatannya dan Tmahkan 10 ml larutan NaCl steril atau suspensikan menjadi 5 x 105 sel/ml dengan RPMI dingin atau media lainnya, lalu simpan pada suhu 4° C. Penghitungan sel eosinofil dilakukan bila akan dipakai untuk up in vitro terhadap racing juvenile F. hepatica atau F. gigantica .
HASIL DAN PEMBAHASAN Tidak banyak mengalami kesulitan dalam prows pengehqxLsan kulit luar larva L3 H. contortus sehingga dapat diperoleh 95 - 100 % larva terkelupas demikian pula pada waktu menyuntikan larutan larva pada hewan donor, namun pads saat pengambilan eksudat pada ambing terkadang jumlah sel eosinofil tidak menwkupi untuk kebutuhan uji in vitro yaitu 5 x 105 sel /ml. Hal ini mungkin disebabkan adanya beberapa sel mengalami kerusakan atau coati di sebabkan oleh kesalahan teknik. Yaitu mungidn pada saat pengambilan sampel alai dan bahan tidak steril atau pada seat transportasi tidak menggunakan pendingin, atau mungkin faMm" individu dan pads hewan donor itu sendiri. Sehmgga sel yang matt tidak digunakan lagi dalam percobaan im. Koleksi sel eosinofrl dilakukan satu minggu sekah pada hewan yang sama dan pads puling yang sama pula. Jumlah sel bervariasi pada setup kali pengambilan Rataan jumlah sel dan 4 kali pengambilan adalah 81 x 10' sel, yang menmkupi kebutuhan untuk uji in vitro. Dart hasil pemenksaaan deferensial sel diperoleh sel eosinofil sebanyak 412 sel (82,4 % sel),sel makrofog 80 sel ( 16 % ),dan sel limfosit 8 sel ( 1,6 % ), sedangkan sel netrofil dan basofrl atau sel Mast tidak ditemukan ( gambar 1). Hewan donor tidak mengalami infeksi caring H. contortus yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan tinja yang menunjukkan hasil negatif. Hal ini kemungkinan terjadi karena larva L3 WA mati pada stadium larva 4 dan hdak dapat menembus ke dinding usus dimana racing itu berada . Demikian pula pendapat DAVIES dan GOOSE (1981) bahwa caring akan mati karena degranulasi Eosinofil ~ngakibatkan vakualisasi togumen casing atau mungkin karena protein dasar utama dari eosinofil yang mampu membumrh casing (DUFFUS et al 1980 ) sehingga cacipg atau larva hanya berada sesaat pada sekitarjanngan ambng yang di suntik. Tegadmya peningkatan jumlah eosinofil diakibatkan oleh pelepasan protein atau substansi oleh 83
Tenw Tab= Fungsional mm Peneliti 2000
Gambar 1. Ju lah Deferensial Set 450 400 350 300 Jumlah Sel
250 200 150 100 50 0
dkmostl Nwvofag
fiosiwi
Lirfost
Natrofi
Basofi
parasit ke dalam jaringan tempat racing berada sehingga mengakibatkar; terjadinya sintesis dan pelepasan histamin oleh set mast (CHANG 1986). Meningkattya jumlah set eosinofil tidak terlalu mempengaruhi kondisi hewan donor itu sendui, hal ini Juga terlihat dan berat badannya yang tidak mengalami penunman dan juga tidak memperlihatkan gejala sakit selama hewan diperlakukan sebagai donor. Jangka waktu lima hari setelah hewan donor disuntik dengan larva L3 H. contortus merupakan puncak produksi set eosinofil. Metode ini lebih efisien dan lebih mullah dilakukan dibandingkan pada koleksi set makrofag yang setup kali koleksi set untuk uji in vitro, harus membunuh hewan donornya, karma sell dikoleksi atau dmmbd dari rongga perut atau peritonial (PIEDRAFITAet.al 1999). Sedangkan koleksi set Eosinofil cukup menggmakan Satah satu hewan dan dapat dikoleksi satu mingggu sekali selama dud bulan dan setelah istirahat 2 - 3 minggu dapat dipergunakan lagi sebagai donor. Set eosinofrl diketahui sebagat salah satu faktor penyebab terjadinya resistensi pads Fasciola sp.(WIDOSARI 1998), dan hat tersebut perlu dikembangkan dan dibuktikan lebih lanjut terutama dalam uji in vitro yang menggunakan set eosinofil sebagai pembunuh parasit.
KESIMPULAN Dari metode ini dapat disimpulkan bahwa domba merino betina dewasa tidak bunting dapat di pakai sebagai donor set eosinofil secara berturut - turut taupa hares membunuhnya untuk kebutuhan uji in vitro terhadap casing juvenile F. gigantica dan F. hepatica. Set eosinofil yang didapatkan mampu mencukupi kebutuhan 84
ran r.b- Fr-
mm
Faso 20a)
untuk uji in vitro yang memerlukan 5 x 105 sellml. Hewan donor fdak terinfeksi racing H. contortus yang di suntikan melalui puttingnya dan tidak memperlihatkan gelala sakit atau penurunan berat badan selama di pakai sebagai donor.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Terry Spithill, Head Department Biochemistry and Molecular Biology Monash University, Clayton, Australia dan Dr. Darnunto, kepada Balm Penelitian Vetenner Bogor yang memberikan kesempatan pelatiham Ucapan terima kasih jugs disampaikan kepada Dr. David Piedrafita di Monash Univerasity dan Dr. Robs di CSIRO Parkville, Melbourne yang telah membimbing sebiugga pelatihan irri besjalan lancar. Kepada Dr. Sutijono P, Drh- Endah Estuningsih MSc. dan Drh. Sri Wijayanti MSc. Yang meberikan motivasi sehmgga memungkinkan terialmenanya pelatilran ini jugs disampaftan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA ACIAR ANNUAL REPORT 1997 P. 13 -15 CHENG, T.C. 1986 General parasitok)gi 2°d ed. Academic Press. P.90 COBRAJ., J. ARMOUR, RJ.ROBERT,and G.M.URQUHART. 1971 Tram of immunity to F. hepatica ikon by lymq6W cells ResVct. Sci. 12: 292-295 DARGIE, J.D., J. ARMOUR, and M.MURRAY.1974. Immmobgical m in Fascioliasis . Proceedings 1: lwernadooal Congress of Parasitology , Muenchen,25-31 August 1974.p.495. DAVIFS,C. and J. GOOSE. 1981 . Killing of Newly Fpm Juvenile of F. Hepatica in sensitised Rats . Parasite bxoammol. 3 : 81- 96 DUFFUS , W.P.H., K- THORNE, and R OLIVER . 1980. Killing of F. Hepatica by Purified bovine eosinophile Protein. CIimExp. IrAnmnol. 40 : 336 - 344. PIEDRAFITA, D., ESTUNINGSIH, S.E., SUHARYANTA .and WUAYANTI,S. 1999. Trip Report visit to Balitvet Bogor Indonesia. 2nd - 20'° August 1999. P. 8-13 WIDOSARI, E. , 1998 . Gambaran patologi dan klinikapatok~gi kerbau yang di infeksi bendang dengan Fasciola gigantica . J Ilmu Ternak Yet. Vol. 3 (2) 135-139.