UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK DENGAN BERBAGAI FAKTOR RISIKO
SERIAL KASUS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Gizi Klinik
SYAHDA SUWITA 1206236685
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK JAKARTA DESEMBER 2014
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Serial Kasus ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun rujukan telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Syahda Suwita
NPM
: 1206236685
Tanda tangan:
Tanggal
: 30 Desember 2014
ii Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Serial Kasus ini diajukan oleh : Nama : Syahda Suwita NPM : 1206236685 Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik Judul Serial Kasus : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Stroke Hemoragik dengan Berbagai Faktor Risiko
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Gizi Klinik pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, Program Studi Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK (……………….)
Penguji I
: dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK
Penguji II
: dr. Victor Tambunan, MS, SpGK
(........................)
(........................)
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
: 30 Desember 2014
iii Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadapan Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan serial kasus ini. Serial kasus ini mengenai tatalaksana nutrisi pada empat pasien stroke hemoragik dengan berbagai faktor risiko yang dirawat di RSUT. Semua pasien menderita hipertensi. Pasien pertama seorang laki-laki berusia 60 tahun, dengan hiperurisemia. Pasien kedua seorang perempuan berusia 56 tahun, dengan DM tipe 2 dan dislipidemia. Pasien ketiga seorang perempuan berusia 49 tahun, dengan obes II dan pasien keempat seorang laki-laki berusia 65 tahun, dengan dislipidemia dan stroke berulang. Selesainya serial kasus ini tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan dari dosen pembimbing dan staf pengajar Departemen Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK sebagai pembimbing dan selaku Ketua Departemen Ilmu Gizi, di sela-sela jadwal beliau yang padat, yang dengan kesabaran, dan penuh perhatian yang terus diberikan sejak semester satu hingga selesainya penyusunan serial kasus ini. Ucapan terima kasih kepada dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK selaku Ketua Program Studi, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Gizi Klinik beserta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Gizi, atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan sejak awal menjalani pendidikan hingga saat ini. Ucapan terima kasih kepada dr. Elvi Manurung, MS, SpGK dan seluruh DPJP, karyawan, paramedis di RSUT, seluruh karyawan Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan seluruh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik FKUI, atas bantuan dan dukungannya. Terima kasih yang tidak terhingga kepada keempat pasien yang telah mengikuti seluruh rangkaian serial kasus ini. Terima kasih kepada semua petugas perpustakaan FKUI dan semua pihak yang telah membantu penulis selama proses pembuatan serial kasus ini.
iv Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Seluruh sahabat dan semua pihak yang turut membantu walaupun tidak disebutkan satu per satu yang selalu mendukung dan memotivasi selama menjalankan pendidikan, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua tercinta (Drs. H. Syahruddin Syarif dan Hj Syamsidar) dan kakak-kakak tersayang yang dengan tulus ikhlas memberikan dorongan, dukungan dan senantiasa berdoa untuk keberhasilan dalam pendidikan ini. Kepada seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa serta motivasi sejak penulis memulai pendidikan hingga serial kasus ini diselesaikan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga serial kasus ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 30 Desember 2014
Penulis
v Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Syahda Suwita
NPM
: 1206236685
Program Studi : Ilmu Gizi Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Serial Kasus
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exlusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK DENGAN BERBAGAI FAKTOR RISIKO beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta Pada tanggal 30 Desember 2014 Yang menyatakan
(Syahda Suwita)
vi Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
ABSTRAK
Nama Program studi Judul Pembimbing
: Syahda Suwita : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Stroke Hemoragik dengan Berbagai Faktor Risiko : Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK
Pendahuluan: Hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, obesitas dan dislipidemia merupakan faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi. Selain disfagia yang dialami pasien, faktor risiko stroke perlu dipertimbangkan juga dalam memberikan nutrisi untuk mencegah serangan ulang stroke. Presentasi kasus: Empat kasus stroke hemoragik dengan hipertensi yang membutuhkan tatalaksana nutrisi selama perawatan di RSUT. Kasus pertama seorang laki-laki berusia 60 tahun, dengan hiperurisemia. Kasus kedua seorang perempuan berusia 56 tahun, dengan DM tipe 2 dan dislipidemia. Kasus ketiga seorang perempuan berusia 49 tahun, dengan obes II dan kasus keempat seorang laki-laki berusia 65 tahun, dengan dislipidemia dan stroke berulang. Kesimpulan: Tatalaksana nutrisi yang diberikan dapat membantu pengobatan pasien dan meningkatkan kapasitas fungsional pasien. Kata kunci : Stroke hemoragik, hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, obesitas, dislipidemia
vii Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
ABSTRACT
: Syahda Suwita Name Study Program : Clinical Nutrition, Clinical Nutrition Specialist Study Program : Nutritional Support in Hemorrhagic Stroke Patients with Title Various Risk Factors : Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK Mentor Background: Hypertension, hyperuricemia, type 2 diabetes, obesity and dyslipidemia are risk factors for stroke that can be modified. Besides dysphagia, experienced by patient, other stroke risk factors need to be considered in providing nutrition to prevent repeated strokes attacks. Case presentation: Four patients of hemorrhagic stroke with hypertension required nutritional support during treatment in RSUT. The first patient was male, aged 60 years, with hyperuricemia. The second patient was female, aged 56 years, with type 2 diabetes and dyslipidemia. The third patient was female, aged 49 years, with obesity grade II and fourth patient was male, aged 65 years, with dyslipidemia and recurrent strokes. Conclusion: Given nutritional support could help the patient treatment process and improve the patient's functional capacity. Keywords : Hemorrhagic stroke, hypertension, hyperuricemia, type 2 diabetes, obesity, dyslipidemia.
viii Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. KATA PENGANTAR ..................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ....................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... DAFTAR SINGKATAN .................................................................................
i ii iii iv vi vii viii ix x xi xiii xiv
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.2. Tujuan .................................................................................................. 1.3. Manfaat ................................................................................................
1 1 2 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1. Otak ...................................................................................................... 2.2. Stroke ................................................................................................... 2.3. Faktor Risiko Stroke yang Dapat Dimodifikasi ................................... 2.4. Komplikasi Stroke................................................................................ 2.5. Tatalaksana Stroke Hemoragik ............................................................ 2.6. Interaksi Obat ......................................................................................
4 4 12 15 20 22 29
3. KASUS ........................................................................................................
30
3.1. Kasus 1 ................................................................................................. 3.2. Kasus 2 ................................................................................................. 3.3. Kasus 3 ................................................................................................. 3.4. Kasus 4 .................................................................................................
31 35 40 45
4. PEMBAHASAN KASUS ...........................................................................
49
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 5.3. Saran ....................................................................................................
57 57 57
DAFTAR REFERENSI .................................................................................
58
ix Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Menurut JNC VII ...........
16
Tabel 3.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus ....................................................
30
x Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Glutamatergic neurotransmission ...............................................
9
Gambar 2.2. Metabolisme glukosa di otak ......................................................
12
Gambar 2.3. Proses kematian sel neuron di daerah iskemia fokal ...................
15
Gambar 2.4. Patofisiologi asam urat menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah ...............................................................
20
Gambar 3.1. Pemantauan Tekanan Darah Tn. H Selama Perawatan di RS .....
34
Gambar 3.2. Analisis Asupan Kalori Tn. H Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS .............................................................
34
Gambar 3.3. Analisis Asupan Makronutrien Tn H Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS ......................................................
35
Gambar 3.4. Analisis Asupan Kalori Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS .............................................................
39
Gambar 3.5. Analisis Asupan Makronutrien Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS ......................................................
39
Gambar 3.6. Analisis Asupan Kalori Ny.Y Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS .............................................................
43
Gambar 3.7. Analisis Asupan Makronutrien Ny Y Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS ......................................................
44
Gambar 3.8. Analisis Asupan Kalori Tn.I Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS .............................................................
47
Gambar 3.9. Analisis Asupan Makronutrien Tn.I Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS ......................................................
48
xi Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Skrining gizi MST RSUT .............................................................
65
Lampiran 2 Penilaian status fungsional ...........................................................
66
Lampiran 3 Komposisi makanan cair RS dan contoh menu di rumah.............
67
Lampiran 4 Skrining GUSS .............................................................................
71
Lampiran 5 Pemantauan kasus ke-1 ................................................................
73
Lampiran 6 Pemantauan kasus ke-2 ................................................................
79
Lampiran 7 Pemantauan kasus ke-3 ................................................................
85
Lampiran 8 Pemantauan kasus ke-4 ................................................................
90
Lampiran 9 Daftar riwayat hidup .....................................................................
94
xii Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR SINGKATAN
ACh ATP BMI CES CAA ChAT COX-2 CRT DA DASH DBH DM L-DOPA EPA ESPEN GABA HDL ICH JNC KEB KET LDL MCP-1 MNA MST MUFA MUST NCEP-ATP NDD NE NO NRS OAT PDGF PKA PNMT PUFA REE RDA RISKESDAS SFA SGA SSP SST
: acetylcholine : adenosine triphospathe : body mass index : cairan ekstra sel : cerebral amyloid angiopathy : choline acetyltransferase : siklooksigenase-2 : capillary refill time : dopamin : dietary approaches to stop hypertension : dopamine ß-hydroxylase : diabetes melitus : L-dihydroxyphenylalanine : eicosapentaenoic acid : European Society for Parenteral and Enteral Nutrition : gamma-amino butyric acid : high density lipoprotein : intracerebral hemorrhage : Joint National Committee : kebutuhan energi basal : kebutuhan energi total : low density lipoprotein : monocyte chemoattractant protein-1 : mini nutritional assessment : malnutrition screening tool : monounsaturated fatty acid : malnutrition universal screening tool : National Cholesterol Education Program -Adult Treatment Panel : National Dysphagia Diet : norepinefrin : nitric oxide : nutritional risk screening : organic anion transporters : platelet-derived of growth factor : protein kinase A : phentolamine N-methyltransferase : polyunsaturated fatty acid : resting energy expenditure : Recommended Dietary Allowance : Riset Kesehatan Dasar : saturated fatty acid : subjective global assessment : sistem saraf pusat : sistem syaraf tepi
xiii Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
TCA TH
: tricarboxylic acid : tyrosine hydroxylase
xiv Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Stroke merupakan defisit neurologik yang timbul semata-mata karena penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh sebab lainnya.1 Di Amerika Serikat, stroke masih merupakan tiga penyebab morbiditas dan kematian tertinggi.2 Di Indonesia stroke dan penyakit jantung menempati peringkat pertama tingkat kefatalan penyakit tidak menular (PTM) yang dirawat inap di rumah sakit tahun 2009-2010, dengan presentase 8,7%. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua dari PTM yang dirawat inap di rumah sakit Indonesia tahun 2010 setelah perdarahan intrakranial, dengan presentase 13,72%.3 Penyakit stroke terdiri dari stroke iskemik dan stroke hemoragik, dimana terdapat 15% dari semua stroke adalah stroke hemoragik.1 Angka kematian dari stroke hemoragik sekitar 30-40%.4 Penderita stroke hemoragik berdasarkan usia di bawah 45 tahun 13,2%, usia 45-65 tahun 59,3% dan di atas usia 65 tahun 27,5%.1 Menurut RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2013 prevalensi penyakit stroke 43,1‰, yang sama banyak antara laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah yaitu 16,5‰, lebih tinggi di kota daripada di desa 8,2‰ dan lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja 11,4‰.5 Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang bermanifestasi sebagai gangguan neurologik yang mendadak. Sakit kepala, hipertensi akut, dan muntah dengan defisit neurologi yang terjadi pada stroke hemoragik, membedakannya dengan stroke iskemik.6 Pasien stroke sering mengalami disfagia terutama pada fase akut yaitu sekitar 30-50% pasien. Sehingga pasien berisiko mengalami dehidrasi, malnutrisi dan aspirasi pneumonia.7 Faktor risiko penyakit stroke terdiri atas faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia >45 tahun pada laki-laki dan >55 tahun pada perempuan atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen, termasuk juga
1 Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
2
riwayat stroke dalam keluarga. Sementara hipertensi, diabetes melitus, fibrilasi atrium, merokok, kecanduan alkohol, obesitas, dan dislipidemia yang disertai dengan penyakit jantung koroner merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.8,9,10 Faktor lain yang berperan pada penyakit stroke adalah kadar asam urat darah yang tinggi. Peningkatan kadar asam urat darah berhubungan dengan outcome klinis yang buruk pada pasien stroke. Hal ini berkaitan dengan ketebalan arteri dan fungsi endotel pembuluh darah.11 Penelitian terhadap subyek yang berusia 60 sampai 70 tahun mendapatkan penurunan risiko stroke sekitar 33%, pada setiap penurunan tekanan darah 10 mm Hg.12 Hubungan antara diabetes dan stroke hemoragik berkaitan dengan hipertensi yang sering menyertai DM.13 Prokin dkk.14 mendapatkan kaitan antara dislipidemia dengan intracerebral hemorrhage (ICH). Obesitas berhubungan dengan risiko penyakit stroke, dimana peningkatan marker abdominal adiposity secara signifikan berhubungan dengan risiko penyakit stroke.15 Bos dkk.16 menemukan hubungan yang kuat dan signifikan antara kadar asam urat serum yang tinggi dengan risiko stroke, baik stroke hemoragik maupun stroke iskemik. Tatalaksana nutrisi yang diberikan bertujuan untuk mencegah malnutrisi dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat, akibat disfagia, penurunan kesadaran dan depresi yang dapat mengurangi asupan nutrisi pasien. Pemberian nutrisi dapat dilakukan melalui jalur enteral dan parenteral jika terjadi disfagia.7,17,18 Selain itu faktor risiko stroke perlu dipertimbangkan juga dalam memberikan nutrisi.18 Serial kasus ini ditujukan untuk membahas tata laksana nutrisi pada pasien-pasien stroke hemoragik yang memiliki faktor risiko hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, dislipidemia, dan obesitas.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mencapai kompetensi tatalaksana nutrisi pasien stroke hemoragik yang memiliki faktor risiko hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, dislipidemia, dan obesitas dengan cara melakukan tatalaksana nutrisi yang adekuat kepada pasien serta menjalin kerjasama dengan tim dokter terkait.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
3
1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui perubahan metabolisme pada pasien stroke hemoragik dan melakukan tatalaksana nutrisi yang sesuai. 2. Mengetahui kebutuhan makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik bagi pasien stroke hemoragik. 3. Melakukan tatalaksana nutrisi untuk mengendalikan faktor risiko stroke hemoragik yaitu hipertensi, DM tipe 2, hiperurisemia, dislipidemia, dan obesitas. 4. Melakukan tatalaksana nutrisi pada pasien stroke yang mengalami disfagia dan penurunan kesadaran untuk mencegah terjadinya malnutrisi dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat 5. Memberikan edukasi nutrisi pada pasien stroke hemoragik supaya menjalani pola hidup sehat untuk mencegah serangan ulang stroke.
1.3 Manfaat penulisan 1.3.1 Manfaat bagi pasien Pasien menerima tatalaksana nutrisi sesuai dengan penyakitnya dan dapat menerapkan edukasi yang diberikan yang meliputi pola hidup sehat agar dapat menekan faktor-faktor risiko penyakit stroke untuk mencegah serangan ulang.
1.3.2 Manfaat bagi institusi Sebagai sumber informasi tambahan bagi tatalaksana pasien stroke hemoragik dengan faktor risiko hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, dislipidemia, dan obesitas.
1.3.3 Manfaat bagi penulis Dapat belajar menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan spesialis gizi klinik.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Otak 2.1.1 Anatomi Otak terletak di dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla spinalis melalui foramen magnum. Otak dibungkus oleh tiga meningen: duramater, arachnoidea mater dan pia mater dan ketiganya berlanjut ke medulla spinalis. Liquor cerebrospinalis mengelilingi otak di dalam spatium subarachnoideum.2 Otak dibagi atas tiga bagian utama. Jika diurutkan dari medulla spinalis ke atas
yaitu
rhombencephalon,
mesencephalon,
dan
prosencephalon.
Rhombencephalon terdiri dari medulla oblongata, pons, dan cerebellum. Prosencephalon dapat dibagi menjadi diencephalon dan cerebrum. Gabungan dari medulla oblongata, pons, mesencephalon sering disebut sebagai batang otak.2 Otak terdiri dari substantia alba di bagian dalam, yang dikelilingi oleh substantia grisea di bagian luarnya. Terdapat sekelompok massa substantia grisea yang penting yang terdapat di dalam substantia alba. Seperti di dalam cerebellum, terdapat nuclei serebellares griseae dan di dalam cerebrum terdapat thalamus, nucleus caudatus dan nucleus lentiformis yang merupakan substantia grisea.2 Nuclei basales adalah sekelompok massa substantia grisea yang terletak di dalam hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdaloideus, dan claustrum. Nuclei basales berperan penting dalam pengendalian postur dan gerakan volunter, tetapi nuclei basales tidak mempunyai hubungan input ataupun output langsung dengan medulla spinalis.2 Corpus striatum terletak di lateral thalamus yang terbagi menjadi nucleus caudatus dan nucleus lentiformis. Nucleus caudatus berbentuk huruf C dan berhubungan erat dengan ventriculus lateralis. Nucleus caudatus terbagi menjadi kaput, korpus dan kauda.2 Hypertensive hemorrhage, biasanya terjadi pada daerah putamen, globus pallidus, thalamus, cerebellar hemisphere, dan pons. Aneurisma sering terjadi
4 Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
5
pada daerah subarachnoid, dan intraparenchymal, sedangkan arteriovenous malformation sering terjadi didaerah lobar, intraventricular dan subarachnoid.19 Sirkulasi Perdarahan otak terbagi dua, sirkulasi anterior dan sirkulasi posterior. Sirkulasi anterior yaitu arteri carotis interna, yang terdiri dari arteri choroidal anterior, arteri cerebral anterior, arteri middle cerebral, dan arteri lenticulostriate branches. Arteri choroidal anterior yang mendarahi hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule. Arteri cerebral anterior mendarahi medial, frontal, parietal cortex, dan anterior corpus callosum. Arteri middle cerebral mendarahi lateral frontal, parietal, occipital, temporal cortex dan arteri lenticulostriate branches mendarahi caudate nucleus, putamen, upper internal capsule.20 Sirkulasi posterior terbagi dua yaitu arteri vertebral dan arteri basilar. Arteri vertebral yaitu arteri posterior inferior cerebellar yang mendarahi medulla dan lower cerebellum. Arteri basilar terdiri dari arteri anterior inferior cerebellar, arteri superior cerebellar, arteri posterior cerebral, arteri thalamoperforate branches, dan arteri thalamogeniculate branches. Arteri anterior inferior cerebellar mendarahi lower, midpons, dan mid cerebellum. Arteri superior cerebellar mendarahi upper pons, lower midbrain dan upper cerebellum. Arteri posterior cerebral mendarahi medial occipital, temporal cortex, posterior corpus callosum, dan upper midbrain. Arteri thalamoperforate branches dan arteri thalamogeniculate branches mendarahi thalamus.20 Vena cerebri tidak mempunyai jaringan muskular pada dindingnya yang sangat tipis, dan tidak memiliki katup. Vena cerebri externa terdiri dari vena cerebri superior yaitu vena cerebri media superficialis yang mengalirkan darah dari permukaan lateral hemispherium cerebri, berjalan ke inferior di dalam sulcus lateralis dan bermuara ke dalam sinus cavernosus. Vena cerebri media profunda mengalirkan darah ke insula dan bergabung dengan vena cerebri anterior dan vena striata untuk membentuk vena basalis. Vena basalis bergabung dengan vena cerebri magna, yang akan bermuara ke dalam sinus rectus.2 Vena cerebri interna terbentuk dari gabungan vena thalamostriata dan vena choroidea di foramen interventriculare. Kedua vena berjalan ke posterior di dalam tela choroidea ventriculi tertii dan keduanya bergabung di bawah splenium
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
6
corporis callosi untuk membentuk vena cerebri magna, yang akan bermuara ke dalam sinus rectus.2 Mesencephalon dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena basalis atau vena cerebri magna. Pons dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena basalis, vena cerebelli, atau sinus venosus yang ada di dekatnya. Medulla oblongata dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena spinalis dan sinus venosus yang terdapat di dekatnya. Cerebellum dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena cerebri magna atau sinus venosus yang berdekatan.2 Terdapat 12 pasang nervus cranialis yang meninggalkan otak melalui foramina dan fisura di tengkorak. Semua saraf ini didistribusikan ke kepala dan leher, kecuali nervus cranialis X, yang juga mensarafi struktur-struktur yang berada di thorax dan abdomen. Nervus cranialis tersebut adalah olfactorius, opticus,
oculomotorius,
trochlearis,
trigeminus,
abducens,
facialis,
vestibulocochlearis, glossopharyngeus, vagus, accessorius, dan hypoglossus. Nervus olfactorius, opticus, dan vestibulocochlearis merupakan saraf sensorik murni. Nervus oculomotorius, trochlearis, abducens, accessorius, dan hypoglossus merupakan saraf motorik murni. Nervus trigeminus, facialis, glossopharyngeus, dan vagus merupakan saraf campuran motorik dan sensorik.2,21 Serabut-serabut saraf somatomotorik dan brankiomotorik nervus cranialis adalah akson-akson sel saraf yang terletak di dalam otak. Kelompok sel-sel saraf ini membentuk nuklei motorik dan mempersarafi otot-otot lurik. Setiap sel saraf bersama dan prosesusnya disebut lower motor neuron. Sel saraf seperti ini, sama dengan sel-sel motorik di cornu anterior medulla spinalis.2 Nuklei motorik nervi craniales menerima impuls dari cortex cerebri melalui serabut-serabut corticonuclearis (corticobulbaris). Serabut-serabut ini berasal dari sel-sel piramidae di bagian inferior gyrus precentralis dan dari bagian didekat gyrus postcentralis. Serabut-serabut corticonuclearis berjalan turun melalui corona radiata dan genu capsula interna. Seluruhnya berjalan melalui mesencephalon tepat di medial serabut-serabut corticospinalis di dalam basis pedunculi. Selanjutnya, berakhir dengan bersinaps secara langsung pada lower motor neuron di dalam nuclei nervi cranialis atau secara tidak langsung melalui neuron
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
7
penghubung. Dengan demikian, serabut-serabut corticonuclearis membentuk neuron tingkat pertama jaras desendens, neuron penghubung merupakan neuron tingkat kedua, dan lower motor neuron merupakan neuron tingkat ketiga. Sebagian besar serabut corticonuclearis yang ke nuklei motorik nervus cranialis menyilang garis tengah sebelum mencapai nuklei.2 Nuklei viseral motorik umum membentuk aliran keluar bagian parasimpatis kranial sistem saraf otonom. Nukleus-nukleus tersebut adalah nucleus EdingerWestphal nervi oculomotorii, nucleus salivatorius superior dan nucleus lacrimalis nervi facialis, nucleus salivatorius inferior nervi glossopharyngei dan nucleus motorik dorsalis nervi vagi. Nuklei ini menerima banyak serabut saraf aferen, termasuk jaras desendens dari hypothalamus.2 Nuklei sensorik nervi craniales termasuk nuklei aferen somatik dan aferen viseral. Bagian sensorik atau aferen nervus cranialis berupa akson sel saraf di luar otak dan terletak di dalam ganglia trunkus saraf (sama dengan ganglion radix posterior saraf spinal).2
2.1.2 Fisiologi 2.1.2.1 Organisasi Sistem Saraf Sistem saraf terbagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem syaraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medula spinalis. SST terdiri dari serat-serat syaraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain (perifer). SST dibagi lagi menjadi divisi aferen dan eferen. Divisi aferen membawa informasi ke SSP, memberi tahu tentang lingkungan eksternal dan aktivitas internal yang sedang diatur oleh susunan saraf. Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor, otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar dihasilkan efek yang sesuai. Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem saraf somatik, yang terdiri dari serat-serat neuron motorik yang menyarafi otot rangka dan sistem saraf otonom, yang terdiri dari serat-serat yang menyarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar. Sistem saraf otonom dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.22
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
8
2.1.2.2 Proteksi dan Nutrisi Otak Sekitar 90 % sel didalam SSP adalah sel glia atau neuroglia. Sel glia menempati separuh dari volume otak, sel ini tidak membentuk cabang sebanyak yang dimiliki oleh neuron. Sel glia berfungsi sebagai jaringan ikat SSP dan karenanya membantu menunjang neuron baik secara fisik maupun metabolik. Sel-sel ini secara homeostatis mempertahankan komposisi lingkungan ekstrasel khusus yang mengelilingi neuron di dalam batas-batas sempit yang optimal bagi fungsi neuron. Selain itu, sel-sel ini secara aktif memodulasi fungsi sinaps dan kini dianggap sama pentingnya seperti neuron dalam proses belajar dan mengingat.22 Ada empat tipe utama sel glia di SSP yaitu astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel apendim. Astrosit secara fisik menopang neuron dalam hubungan spasial yang tepat, berfungsi sebagai perancah untuk menuntun neuron ke tujuan akhirnya selama perkembangan otak masa janin, memicu pembentukan sawar darah otak, penting dalam perbaikan cedera otak dan dalam pembentukan jaringan parut saraf, menyerap dan menguraikan glutamat dan asam gama amino butirat (GABA) seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, yang masing-masing adalah neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik untuk membentuk lebih banyak neurotransmiter oleh neuron, menyerap kelebihan K+ untuk membantu mempertahankan konsentrasi ion cairan ekstra sel (CES) otak yang tepat dan eksitabilitas normal neuron. Pada sebagian kasus, pembentukan potensial aksi neuron di otak memicu pelepasan adenosin triphospat (ATP) bersama dengan neurotransmiter klasik dari terminal akson. Pengikatan glutamat ke reseptor astrosit atau deteksi ATP ekstrasel oleh astrosit menyebabkan influks kalsium ke dalam sel glia ini. Peningkatan kalsium intrasel kemudian mendorong astrosit itu sendiri mengeluarkan ATP sehingga sel-sel glia sekitarnya menjadi aktif. Dengan cara ini, astrosit berbagi informasi tentang aktivitas potensial aksi suatu neuron di sekitarnya. Oligodendrosit membentuk selubung mielin di SSP. Mikroglia merupakan sel pertahanan imun SSP berfungsi sebagai fagosit. Sel ependim melapisi bagian dalam rongga otak dan medula spinalis, ikut membentuk cairan serebrospinal, berfungsi sebagai neural stem cells dengan potensi membentuk neuron dan sel glia baru.22,23
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
9
TERMINAL PRASINAPTIK Glutamat
SEL POSTSINAPTIK
Glutamat
Glutamin ASTROSIT
Gambar 2.1. Glutamatergic neurotransmission Sumber: daftar referensi no. 23
2.1.2.3 Gambaran Umum Struktur dan Fungsi Komponen Utama Otak Korteks serebri berfungsi sebagai persepsi sensorik, kontrol gerakan sadar, bahasa, sifat kepribadian, fungsi luhur seperti berfikir, mengingat, mengambil keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan lambat dan menetap, menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat. Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar akan sensasi, berperan dalam kesadaran, dan kontrol motorik. Hipotalamus sebagai regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan, penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku
dasar.
Serebelum
berfungsi
mempertahankan
keseimbangan,
meningkatkan tonus otot, mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil. Batang otak merupakan asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan, regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur, penerimaan dan integrasi semua input sinaps dari medula spinalis, pengaktifan korteks serebri dan keadaan terjaga, peran dalam siklus tidur-bangun.22
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
10
2.1.3 Metabolisme Neurotransmiter utama adalah asam amino, amin dan peptida. Asetilkolin adalah neurotransmiter pada neuromuscular junction dan disintesis oleh semua motor
neuron
di
sumsum
tulang
belakang
dan
batang
otak.
Asetilkolin membutuhkan enzim tertentu untuk disintesis yaitu choline acetyltransferase (ChAT). Seperti semua protein prasinaptik yang lain ChAT dibentuk di dalam soma dan diangkut ke axon terminal. Hanya neuron kolinergik yang mengandung ChAT, jadi enzim ini dapat menjadi marker yang baik untuk sel yang menggunakan asetilkolin untuk neurotransmiternya dengan memeriksa ChAT-specific antibodies untuk mengenali neuron cholinergic. Kolin bersama dengan asetil-KoA dibantu oleh ChAT mensintesis asetilkolin di dalam sitosol dari axon terminal dan neurotransmitter ini terkonsentrasi di dalam vesikel sinaptik dibantu oleh asetilkolin transporter. Choline masuk ke cholinergic axon terminal melalui transporter spesifik. Oleh karena itu ketersediaan choline menentukan berapa banyak ACh yang dapat disintesis di dalam axon terminal.24 Neurotransmiter katekolamin adalah dopamin (DA), norepinefrin (NE), epinefrin. Neuron catecholaminergic ditemukan di area sistem nervus yang mengatur mood, attention dan visceral function. Semua neuron catecholaminergic mengandung enzim tyrosine hydroxylase (TH) yang mengubah tyrosine menjadi L-dihydroxyphenylalanine (DOPA), yang akan diubah menjadi dopamin oleh enzim DOPA dekarboksilase. Dopamin diubah menjadi norepinefrin (NE) oleh dopamine ß-hydroxylase (DBH). NE diubah menjadi epinefrin oleh phentolamine N-methyltransferase (PNMT).24 Glukosa merupakan sumber energi esensial untuk otak manusia. Glukosa dioksidasi melalui jalur glikolisis dan siklus tricarboxylic acid (TCA) yang berhubungan dengan fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan ATP. Glukosa disimpan dalam bentuk glikogen di dalam otak yang umumnya disimpan di dalam astrosit. Glikogenolisis di dalam astrosit menghasilkan laktat, yang berfungsi sebagai substrat energi untuk metabolisme oksidatif dalam neuron yang aktif seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. Selama aktivitas sinaptik, penguraian glikogen astrosit dirangsang oleh neurotransmitter seperti glutamat dan norepinefrin. Agen adrenergik menyebabkan protein kinase A (PKA) teraktivasi
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
11
dalam astrosit melalui reseptor metabotropic binding. Glikogenolisis di dalam astrosit tergantung dari fosforilasi glikogen, yang diaktifkan oleh PKA. Glikogenolisis
menghasilkan
glukosa-6-fosfat
yang
digunakan
untuk
memproduksi laktat, laktat kemudian dibawa dari astrosit ke sel neuron. Glikogen penting untuk otak. Metabolisme glikogen di dalam astrosit hanya terjadi pada sel astrosit yang matang. Di dalam oligodendrosit terjadi sintesis lipid untuk membuat myelin. 25 Hanya dalam keadaan kondisi ekstrim, seperti kelaparan atau olahraga yang berkepanjangan, benda keton menjadi sumber energi otak. Astrosit dapat mengoksidasi asam lemak dan benda keton, sedangkan neuron dan oligodendrosit hanya dapat menggunakan benda keton. Keton disintesis dihati. Benda keton disintesis setelah cadangan glikogen hati habis. Asam lemak dioksidasi menjadi acetyl-CoA, NADH and FADH2. Biasanya acetyl-CoA akan teroksidasi dalam siklus TCA. Tetapi jika acetyl-CoA meningkat secara tidak proporsional, kapasitas siklus TCA akan menurun ke tingkat intermediet. Acetyl-CoA akan digunakan untuk biosintesis benda keton seperti asetoasetat, ß-hidroksibutirat, dan aseton. Selama kelaparan, saat konsumsi makanan tinggi lemak jangka panjang atau rendah KH, dan pada DM, keton disintesis oleh tubuh. Konsentrasi keton darah akan meningkat. Benda keton juga sebagai pelindung dari neurotoksisitas pada keadaan patologis seperti penyakit Parkinson dan Alzheimer.25
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
12
ASTROSIT
Glukosa
Glukosa
NEURON
Glukosa
Laktat
Piruvat Glikogen
Laktat Piruvat
Gambar 2.2. Metabolisme glukosa di otak Sumber: daftar referensi no. 25
2.2 Stroke 2.2.1 Definisi, Faktor Risiko, Gejala Klinis, Diagnosis Stroke Definisi stroke adalah penyakit serebrovaskular yang menimbulkan gangguan neurologik yang mendadak.6 Faktor risiko stroke terbagi dua, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia >45 tahun pada laki-laki dan >55 tahun pada perempuan atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen, termasuk juga adanya riwayat stroke dalam keluarga. Sementara hipertensi, diabetes melitus, fibrilasi atrium, merokok, kecanduan alkohol, obesitas, dan dislipidemia yang disertai dengan penyakit jantung koroner merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.8,9,10 Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh hipertensi, lesi vaskular anatomik, gangguan perdarahan, dan pemberian anti koagulan yang terlalu agresif. Perdarahan dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan intrakranial. Perdarahan dapat terjadi di jaringan otak itu sendiri (parenkim), intraventrikel, dan perdarahan subaraknoid (PSA). Lesi
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
13
vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial seperti aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV).6 Gejala stroke hemoragik yang ditemui pada pasien yaitu sakit kepala, muntah karena peningkatan tekanan intra kranial yang terjadi, penurunan kesadaran, defisit neurologis berupa paralisis kontralateral wajah, lengan dan tungkai serta gangguan bicara.19 Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti computed tomographic scan (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang sebaiknya secepat mungkin dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan.19,26
2.2.2 Patofisiologi Perdarahan intraparenkim spontan (non traumatik) paling sering terjadi pada usia pertengahan hingga lanjut, dengan insiden puncak pada usia sekitar 60 tahun. Umumnya disebabkan oleh rupturnya pembuluh intra-parenkim kecil. Penyebab tersering atau 50% yang mendasari perdarahan parenkim otak primer adalah hipertensi. Sebaliknya, perdarahan otak merupakan penyebab sekitar 15% kematian pada pasien hipertensi kronik. Hipertensi menyebabkan sejumlah kelainan
di
dinding
pembuluh
darah,
termasuk
percepatan
terjadinya
aterosklerosis di arteri besar dan arteriolosklerosis hialin di pembuluh kecil. Dinding arteriol yang mengalami perubahan hialin diperkirakan lebih lemah dibandingkan pembuluh normal dan karenanya lebih rentan mengalami ruptur. Pada beberapa kasus, hipertensi kronik menyebabkan terbentuknya aneurismaaneurisma kecil, yang disebut mikroaneurisma Charcot-Bouchard, yang dapat menjadi lokasi ruptur. Aneurisma Charcot-Bouchard terbentuk di pembuluh intrakranium yang bergaris tengah kurang dari 300 µm, terutama di daerah ganglion basal, berbeda dengan aneurisma sakular di pembuluh intrakranium besar. Selain hipertensi, faktor-faktor lokal dan sistemik dapat menyebabkan perdarahan non traumatik yaitu gangguan koagulasi sistemik, bedah jantung terbuka, neoplasma, angiopati amiloid, vaskulitis, aneurisma fusiformis dan malformasi vaskular. Perdarahan intraparenkim hipertensif dapat terjadi di putamen (50%−60% kasus), talamus, pons, hemisfer serebelum (jarang) dan
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
14
bagian otak lainnya. Perdarahan di ganglion basal dan talamus disebut perdarahan ganglionik sementara perdarahan di lobus-lobus hemisfer serebrum disebut perdarahan lobaris. Perdarahan lobaris dapat timbul pada keadaan diatesis hemoragik, neoplasma, penyalahgunaan obat, vaskulitis infeksi dan noninfeksi, dan angiopati amiloid serebrum.27,28 Perdarahan intra kranial terdiri dari tiga tahap, perdarahan awal, ekspansi hematoma dan edema sekitar hematoma. Perdarahan awal dapat terjadi karena arteri serebral yang ruptur yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko stroke yang telah diterangkan di atas. Beberapa jam kemudian terjadi ekspansi hematoma, yang menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial sehingga mengganggu integritas jaringan lokal dan sawar darah otak. Aliran darah vena yang terhambat menginduksi pelepasan tromboplastin jaringan sehingga terjadi koagulopati lokal. Tahap ketiga yaitu terjadi edema serebral disekitar hematoma, yang merupakan proses sekunder dari inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema serebral disekitar hematoma ini dapat menimbulkan kerusakan neurologis. Perdarahan dan edema yang semakin meluas menyebabkan pergeseran parenkim otak yang akhirnya meningkatkan tekanan intrakranial yang memicu terjadinya herniasi. Hal ini berdampak menimbulkan prognosis yang buruk.26 Iskemia fokal merupakan hasil akhir dari vasospasme arteri di dekat lokasi arteri yang ruptur. Keseimbangan glutamat SSP berubah selama iskemia, terjadi peningkatan jumlah glutamat di ekstraseluler sampai tingkat toksik. Sel neuron didaerah iskemik menjadi mati karena kekurangan energi. Namun dipinggir daerah iskemik sel neuron mati karena stimulasi berlebihan reseptor glutamat.23 Glutamat dilepaskan pada excitatory synapses dan kadar glutamat dalam ruang ekstraseluler biasanya diatur secara ketat oleh sistem reuptake natrium dalam neuron dan glia. Di glia, glutamat didetoksifikasi lebih lanjut, dikonversi menjadi glutamin oleh enzim glutamin sintetase yang membutuhkan ATP. Glutamin dilepaskan dari glia dan diambil oleh neuron, kemudian disimpan di dalam vesikel sinaptik untuk pelepasan berikutnya. Iskemia menghalangi otak untuk mendapatkan oksigen dan glukosa, gangguan dalam metabolisme sel neuron dan glia menghabiskan cadangan energi yang dibutuhkan untuk
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
15
mempertahankan gradien ion transmembran yang normal. Hal ini menyebabkan akumulasi intraseluler gradien Na+ dan gradien Na+ transmembran kolaps, yang pada gilirannya menghambat penyerapan glutamat. Cadangan energi yang menurun juga mengurangi konversi glutamat menjadi glutamin didalam glia. Sehingga terjadi akumulasi glutamat di ekstraseluler, dimana merangsang reseptor glutamat di sekitar neuron, menyebabkan masuknya Ca+ dan Na+ ke dalam sel neuron. Iskemia juga mengganggu keseimbangan K+, sehingga meningkatkan K+ ekstraseluler. Efek dari hal di atas menyebabkan kematian sel seperti yang dapat kita lihat pada Gambar 2.3.23
TERMINAL PRASINAPTIK Glutamat
SEL POSTSINAPTIK
Kematian sel Glutamat
Glutamin ASTROSIT
Gambar 2.3. Proses kematian sel neuron di daerah iskemia fokal Sumber: daftar referensi no. 23
2.3 Faktor Risiko Stroke yang Dapat Dimodifikasi 2.3.1 Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg atau tekanan diastolik di atas 90 mm Hg.29 Klasifikasi hipertensi berdasarkan konsensus Joint National Committee (JNC) VII adalah hipertensi derajat satu dan derajat dua sesuai dengan besarnya tekanan darah sistolik atau tekanan darah diastolik.30
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
16
Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Menurut JNC VII Klasifikasi
Tekanan darah sistolik (mm Hg) Normal < 120 Prehipertensi 120-139 Hipertensi derajat 1 140-159 Hipertensi derajat 2 > 160 Sumber: daftar referensi nomor 30
dan atau atau atau
Tekanan darah diastolik (mm Hg) < 80 80-89 90-99 > 100
Pengobatan hipertensi berdasarkan rekomendasi dari JNC VIII adalah untuk mencapai tekanan darah tertentu sesuai dengan usia penderita hipertensi. Pada usia 60 tahun atau lebih, tujuan pengobatan hipertensi untuk mencapai TD kurang dari 150/90 mm Hg, pada usia 30-59 tahun pengobatan hipertensi untuk mencapai tekanan darah diastolik <90 mm Hg. Usia kurang dari 60 tahun untuk mencapai tekanan darah sistolik <140 mm Hg atau pada usia kurang dari 30 tahun untuk mencapai tekanan darah diastolik <90 mm Hg, sehingga untuk usia kurang dari 60 tahun pengobatan hipertensi direkomendasikan untuk mencapai tekanan darah <140/90 mm Hg.31 Suatu penelitian kohort pada subyek penelitian yang berusia 60 sampai 79 tahun mendapatkan setiap penurunan tekanan darah sistolik 10 mm Hg berhubungan dengan penurunan resiko stroke sekitar 1/3 nya, setidaknya sampai tekanan darah 115/75 mm Hg dan hal ini konsisten pada semua jenis kelamin, wilayah, semua tipe stroke, dalam kondis fatal ataupun tidak.12 Sementara setiap peningkatan tekanan darah sistolik 2 mm Hg berhubungan dengan kematian akibat stroke 4,2%.32
2.3.2 Diabetes Melitus Diabetes melitus lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik daripada stroke hemoragik. DM meningkatkan risiko terkena stroke iskemik 2 sampai 3 kali lipat pada laki-laki dan 2 sampai 5 kali lipat pada perempuan.33,34 Hubungan antara diabetes dan stroke hemoragik masih kontroversial. Namun, diabetes sering berdampingan dengan hipertensi yang telah dilaporkan memiliki hubungan dengan pendarahan otak.13 Hiperglikemia pada fase akut stroke merupakan dampak dari respon stres. Respon stres akibat stroke akan meningkatkan pelepasan kortisol dan
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
17
norepinefrin. Terjadi disfungsi mitokondria, resistensi insulin, dan metabolisme anaerob. Hiperglikemia akan memicu kerusakan sel saraf akibat stroke. Pada stroke hemoragik, hiperglikemia memicu munculnya edema dan kematian jaringan sekitar hematoma.35,36
2.3.3 Dislipidemia Terdapat hubungan yang positif antara kadar kolesterol serum dengan risiko stroke iskemik. Hal ini berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis.37 Kadar HDL yang rendah lebih cenderung meningkatkan risiko stroke iskemik daripada stroke hemoragik. Sedangkan peningkatan LDL meningkatkan risiko stroke iskemik dan stroke hemoragik.33,38 Lipid disorders berkontribusi terhadap pecahnya dinding pembuluh darah, bersama dengan hipertensi sebagai risiko yang sudah ada sebelumnya. Hipertrigliseridemia tidak terbukti sebagai faktor risiko, sementara peningkatan LDL kolesterol, dan rendahnya HDL kolesterol, dapat dikaitkan dengan ICH primer, yang bisa membenarkan pengobatan statin lebih lanjut dalam pencegahan sekunder penyakit ini.14 Beberapa penelitian menunjukkan efek perlindungan dari statin dalam pencegahan intracerebral hemorrhage (ICH) dan menggarisbawahi fakta bahwa penggunaan statin tidak terkait dengan peningkatan kekambuhan ICH.14 Hal yang berbeda didapatkan oleh Tziomalos dkk.38 dimana statin dapat meningkatkan risiko stroke hemoragik tetapi mengurangi risiko stroke iskemik.
2.3.4 Merokok Asap tembakau primer dan lingkungan paparan dapat meningkatkan risiko stroke. Mencakup carboxyhemoglobinemia, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, mengurangi high density lipoprotein (HDL) kolesterol dan efek toksik langsung senyawa seperti 1,3 butadiena, yang dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis. Tidak hanya stroke iskemik yang meningkat akibat merokok, tetapi stroke hemoragik juga meningkat.39 Kurth dkk.40 melakukan penelitian pada pasien stroke hemoragik yang merokok. Penelitian ini menunjukkan peningkatan angka kejadian stroke hemoragik pada pasien
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
18
perempuan yang merokok sigaret lebih dari 15 batang/hari dan pada pasien lakilaki yang merokok sigaret lebih dari 20 batang/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang kuat antara merokok dengan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
2.3.5 Obesitas Winter dkk.15 mendapatkan adanya hubungan obesitas dengan risiko penyakit stroke, dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan dari marker abdominal adiposity (waist-to-hip ratio dan lingkar pinggang) yang secara signifikan berhubungan dengan risiko penyakit stroke. Obesitas lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik daripada stroke hemoragik.33 Overweight meningkatkan risiko stroke iskemik 22%, dan obesitas meningkatkan risiko stroke iskemik 64%. Tetapi tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara overweight dan obesitas dengan stroke hemoragik, namun berdasarkan analisis statistik faktor tekanan darah memediasi efek obesitas terhadap stroke hemoragik.41 Adiponektin adalah hormon yang terdapat di dalam jaringan adiposa, hormon ini meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan hati dan meningkatkan oksidasi free fatty acid (FFA) dalam beberapa jaringan, termasuk otot. Kadar adiponektin plasma menurun dengan meningkatnya obesitas, menurunnya kadar adiponektin berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia. Adiponektin
terlibat
dalam
perkembangan
aterosklerosis.
Adiponektin
menghambat TNF-α menginduksi ekspresi molekul adhesi dan transformasi makrofag menjadi sel busa, keduanya merupakan komponen utama dari aterogenesis. Proses di atas menerangkan adanya hubungan penting antara obesitas dengan perkembangan aterosklerosis.42
2.3.6 Hiperurisemia Asam urat merupakan produk dari metabolisme purin, yang terdegradasi di kebanyakan mamalia oleh enzim hati dan diekskresikan dalam urin. Kadar asam urat dapat meningkat pada keadaan diet tinggi purin, konsumsi alkohol, kondisi
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
19
dengan high cell turnover, enzymatic defects dalam metabolisme purin dan ekskresinya yang menurun.43 Asam urat berkontribusi terhadap disfungsi endotel.43 Pada keadaan hiperurisemia, dimana asam urat dapat mengaktifkan sistem renin-angiotensin, sebagai independent sodium sensitive dan menyebabkan down regulation of the nitric oxide (NO) sehingga menyebabkan hipertensi. Asam urat juga berperan menyebabkan proliferasi otot polos pembuluh darah yang dimediasi oleh plateletderived growth factor (PDGF) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP1).44 Waring dkk.45 mendapatkan infus asam urat pada manusia yang sehat, menyebabkan gangguan pada asetilkolin, terjadi gangguan pelepasan NO endotel. Penelitian pada hewan coba mendapatkan hiperurisemia ringan, menghambat sistem NO di ginjal. Mekanisme asam urat merusak endotel pembuluh darah belum diketahui, tetapi diketahui asam urat bersifat prooksidatif pada kondisi antioksidan lainnya berada pada tingkat terendah.43 Mekanisme asam urat menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah adalah sebagai berikut, asam urat masuk ke dalam sel otot polos pembuluh darah melalui organic anion transporters, kemudian mengaktifkan specific mitogen activated protein kinases, siklooksigenase-2 (COX-2) dan nuclear transcription factors (NF-KB dan AP-1), kemudian mensintesis thromboxane (TXA2), PDGF, dan MCP-1, sehingga menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah dan menginduksi proses inflamasi seperti Gambar 2.4. MCP-1 adalah kemokin yang penting dalam penyakit pembuluh darah dan aterosklerosis. Asam urat juga menstimulasi sel mononuklear untuk menghasilkan interleukin 1ß, interleukin 6, dan TNF-α.43
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
20
MAP Kinases Erk, p38
Nuclear Transcription Factors (NF-KB,
ASAM URAT
AP-1)
↑ COX2 (TXA2) ↑ PDGF
↑MCP-1
INFLAMASI
PROLIFERASI SEL
Gambar 2.4. Patofisiologi asam urat menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah Sumber: daftar referensi no. 43
2.4 Komplikasi Stroke 2.4.1 Disfagia Pada pasien stroke sering terjadi disfagia yaitu sekitar 30−50% pasien.7 Menelan adalah mekanisme yang kompleks yang mendorong makanan melalui faring dan esofagus untuk mencegah masuknya ke dalam saluran napas, menggunakan lidah, mulut, otot polos dari faring dan esofagus, sistem saraf otonom, dan beberapa saraf kranial V (trigeminal), syaraf ke VII (facialis), syaraf ke IX (glosofaringeal), syaraf ke X (vagus), dan syaraf ke XII (hipoglosus).46 Proses menelan makanan terdiri atas tiga fase yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal. Pada awalnya terjadi pencampuran makanan dengan saliva pada fase oral, kemudian dikunyah dan terbentuk bolus, bolus makanan ini mencapai arkus faringeal pada fase faringeal, akibatnya palatum mole naik menutup nasofaring sehingga mencegah regurgitasi orofaringeal dan aspirasi. Selanjutnya bolus makanan akan didorong menuju lambung pada fase esofageal. Gangguan menelan pada pasien stroke sering terjadi pada fase oral dan fase faringeal sehingga menyebabkan disfagia.17 Gejala klinis dari disfagia orofaringeal adalah ketidak mampuan
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
21
mempertahankan bolus dalam rongga mulut dan menelan air liur, mengantongi makanan di rongga mulut, makan lambat, suara serak, pneumonia berulang, dan setiap menelan terbatuk yang dapat terjadi sebelum, selama atau setelah menelan.46 Oleh karena itu saat awal masuk rumah sakit, pada semua pasien stroke harus dilakukan skrining disfagia. Terdapat beberapa metode skrining disfagia seperti water swallowing test, multiple consistency test, dan swallowing provocation test.7 Modified barium swallow evaluation (videofluoroscopic) merupakan gold standard untuk penilaian disfagia orofaringeal. Tetapi metode ini mempunyai beberapa kelemahan seperti pasien terpapar radiasi, mahal, dan pasien harus kompos mentis dan kooperatif.46
2.4.2 Aspirasi Pneumonia Jika pasien tidak dapat menelan salivanya lebih dari 500 ml per hari maka akan berisiko untuk mengalami aspirasi. Aspirasi pneumonia disebabkan oleh bakteri yang terdapat dalam saliva, bukan karena salivanya sendiri. Pemeliharaan higiene mulut yang baik memiliki potensi untuk mengurangi infeksi pernapasan.7 Penelitian Gosney dkk.47 mendapatkan dengan melakukan dekontaminasi oral selektif, dapat dengan signifikan mencegah kejadian pneumonia pada pasien stroke dengan disfagia. Pada pasien yang menerima early enteral nutrition, kejadian pneumonia lebih jarang dibandingkan yang menerima nutrisi lebih terlambat.
2.4.3 Malnutrisi Penelitian pada 104 pasien stroke akut saat masuk rumah sakit, menunjukkan 16,3% pasien sudah mengalami malnutrisi, jumlahnya meningkat menjadi 26,4% setelah hari ketujuh perawatan dan terus meningkat menjadi 35% setelah dirawat selama 14 hari di rumah sakit. Terjadinya malnutrisi tidak hanya selama pasien di rawat di rumah sakit tetapi juga selama masa rehabilitasi di rumah. Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien pasca stroke berhubungan dengan outcome klinis yang buruk.48,49
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
22
2.5 Tatalaksana Stroke Hemoragik 2.5.1 Tatalaksana Farmakologi dan Pembedahan Terapi dari stroke hemoragik bertujuan ganda yaitu meminimalkan cedera otak dan membatasi komplikasi sistemik dari cedera otak yang terjadi. Terapi ditujukan pada penghentian perdarahan, mencegah kerusakan neurologis lanjut, pengontrolan tekanan darah, terapi simtomatik dan mencegah kekambuhan.26,50 Manajemen awal, perhatian tertuju pada keadaan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya harus diusahakan dalam keadaan baik.50 Manajemen neurologis, penghentian perdarahan, ekspansi hematoma dalam 24 jam pertama sesudah perdarahan intraparenchymal, umumnya menyebabkan penurunan fungsi neurologis pada lebih dari 40% pasien, dan hal ini merupakan petanda outcome klinis yang buruk. Dilakukan penurunan tekanan darah sistolik 20 % dari 24 jam pertama, atau kurang dari 160 mm Hg. Diberikan labetalol atau nicardipine melalui intravena. Untuk mencegah herniasi pada perdarahan intraparenchymal yang masif dapat dilakukan hemicraniectomy.50 Mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut. Diberikan terapi osmotik seperti manitol 0,25-1 g/kgBB bolus dan elevasi kepala 40 derajat untuk membantu mengurangi tekanan intrakranial. Mencegah kekambuhan dengan memberikan obat antihipertensi.26,50 Indikasi pembedahan pada stroke hemoragik adalah jika perdarahan yang terjadi dengan diameter lebih dari 3 cm atau adanya tanda klinis terjadinya kompresi batang otak.51
2.5.2 Tatalaksana Nutrisi Tujuan dari tatalaksana nutrisi pada pasien stroke adalah untuk mencegah malnutrisi, mempertahankan asupan energi dan nutrien yang adekuat akibat terjadinya disfagia, penurunan kesadaran dan depresi dapat mempersulit asupan nutrisi
pasien.
Pemantauan
status
hidrasi
sangat
penting
untuk
mempertahankannya tetap dalam kondisi yang seimbang. Keseimbangan elektrolit perlu dijaga. Faktor risiko stroke juga perlu diperhatikan dalam tatalaksana nutrisi yang diberikan. Asupan natrium perlu dibatasi untuk mengontrol tekanan darah, mengurangi asupan lemak jenuh dan menjaga status gizi tetap normal.7,17,18
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
23
2.5.2.1 Skrining Nutrisi Hasil survei menunjukkan tingginya prevalensi malnutrisi pasien yang dirawat di rumah sakit (RS) yaitu berkisar 10-60%. Malnutrisi terjadi pada sekitar 24% dari pasien stroke. Oleh karena itu skrining nutrisi perlu dilakukan pada pasien stroke. Nutritional risk screening (NRS) 2002 adalah metode skrining yang sesuai digunakan untuk situasi akut pada pasien stroke tetapi beberapa metode skrining nutrisi lainnya seperti subjective global assessment (SGA), malnutrition universal screening tool (MUST), malnutrition screening tool (MST) dan mini nutritional assessment (MNA) juga dapat digunakan.7
2.5.2.2 Kebutuhan Makronutrien Gold standard untuk menentukan kebutuhan energi basal adalah menggunakan kalorimetri indirek, tetapi sulit untuk dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan peralatan khusus dan waktu persiapan tertentu. Oleh karena itu beberapa persamaan dapat digunakan sebagai alternatif untuk menentukan kebutuhan energi basal (KEB) pada manusia. Misalnya dapat digunakan persamaan Harris-Benedict (HB), yang menggunakan komponen jenis kelamin, tinggi badan (TB), BB, dan usia. Kemudian kebutuhan energi total (KET) pasien didapatkan dengan mengalikan dengan faktor stres (FS). Kebutuhan energi meningkat hingga 10–50% untuk sebagian besar pasien yang dirawat di RS, dari yang mengalami stres ringan sampai stres berat seperti sepsis.52 Jumlah protein yang direkomendasikan adalah 1-1,5 g/kgBB/hari.46 Kebutuhan lemak yang direkomendasikan disesuaikan dengan faktor risiko dislipidemia karena tidak ada rekomendasi khusus untuk pasien stroke, yaitu 20–35% KET. Komposisi lemak untuk saturated fatty acid (SFA) <7% KET, polyunsaturated fatty acid (PUFA) hingga 10% KET, dan monounsaturated fatty acid (MUFA) hingga 20% KET. Kebutuhan karbohidrat (KH) pada pasien stroke tidak ada rekomendasi khusus, tetapi untuk pasien diabetes direkomendasikan jumlah KH 45-60% KET.53
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
24
• Fase akut Pemberian nutrisi pada fase akut harus mempertimbangkan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti perdarahan otak, atau membutuhkan ventilasi.7 Oleh karena itu, pemberian nutrisi dimulai dari kalori rendah 15-20 kkal/kg/24 jam.54 Khusus untuk pasien obesitas, pemberian karbohidrat tidak boleh kurang dari 150 g/hari untuk mencegah ketosis dan memberikan tambahan kalori. Walaupun tatalaksana nutrisi pada pasien obesitas dalam kondisi sakit kritis belum ada kejelasan, namun disimpulkan, dukungan nutrisi optimal harus diberikan pada pasien ini.55 • Kondisi disfagia Jalur enteral atau tube feeding dapat digunakan untuk pemberian nutrisi jika terjadi disfagia. Jika pemberian secara enteral merupakan suatu kontra indikasi maka nutrisi parenteral dapat diberikan.7 National Dysphagia Diet (NDD) merupakan tatalaksana nutrisi pada pasien yang mengalami disfagia yang disesuaikan dengan tingkat keparahan disfagia pasien, yaitu terdapat 4 tingkat cairan yang kekentalannya diturunkan bertahap dan 3 tingkat makanan padat, yang dimulai dari bubur kemudian ditingkatkan secara bertahap.46 Cairan dapat dikentalkan dengan menggunakan susu bubuk tanpa lemak atau tepung maizena.17 Tingkat satu NDD diberikan pada pasien dengan disfagia sedang sampai berat, terdapat gangguan bicara, terjadi gangguan menelan pada fase oral dan menurunnya kemampuan untuk melindungi jalan napas. Maka pasien diberikan bubur, dan makanan yang memiliki tekstur seperti puding. Makanan dengan tekstur kasar seperti kacang-kacangan, buah-buahan mentah, dan sayuran tidak diizinkan. Cairan yang dapat diberikan dengan tingkat kekentalan spoon-thick.46 Tingkat dua NDD, diberikan makanan transisi dengan tekstur yang lebih padat daripada bubur, tetapi masih memiliki tekstur yang lembut. Pasien memiliki kemampuan mengunyah dan mengalami disfagia orofaringeal derajat ringan sampai sedang. Semua bentuk diet yang diberikan pada NDD tingkat satu dapat juga diberikan pada tingkat ini. Cairan yang dapat diberikan sampai tingkat kekentalan nectar-thick.46
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
25
Tingkat tiga NDD, diberikan makanan transisi untuk diet biasa, teksturnya hampir sama dengan makanan biasa kecuali untuk yang sangat keras, renyah, atau lengket. Makanan tetap dalam potongan yang kecil sehingga memudahkan untuk ditelan. Cairan yang dapat diberikan sampai tingkat kekentalan honey-thick. Diet ini ditujukan untuk pasien dengan disfagia orofaringeal ringan, setelah pasien menunjukkan kemampuan untuk mentoleransi makanan ini dengan baik, diet dapat ditingkatkan ke diet biasa.46 Tahap weaning enteral nutrition adalah dilakukan secara bertahap pemberian nutrisi melalui oral, seiring dilakukan penurunan bertahap nutrisi melalui tube feeding. Jika pasien mampu menghabiskan 75% atau lebih dari kebutuhan nutrisinya melalui oral secara konsisten, selama tiga hari berturut-turut, maka nutrisi melalui tube feeding dapat dihentikan. Status hidrasi dan kemampuan menelan dipantau secara ketat selama tahap ini, terutama terfokus pada komplikasi pernapasan.46 Strategi
postural
dapat
efektif
dalam
mencegah
aspirasi pada 75%−80% dari pasien stroke. Perubahan posisi pada saat makan dengan sudut tertentu dan gaya gravitasi yang memungkinkan proses menelan yang aman dari bolus makanan, sehingga aspirasi dapat dicegah. Posisi chin tuck, chin up dan rotasi kepala ke sisi yang terkena, dan kepala miring ke sisi yang lebih kuat, adalah contoh dari teknik postural.46
• Faktor risiko hipertensi Tatalaksana nutrisi untuk pasien hipertensi dapat diberikan sesuai rekomendasi berdasarkan dietary approaches to stop hypertension (DASH). DASH menganjurkan konsumsi sayur dan buah 4-5 porsi sehari, mengkonsumsi susu rendah lemak, lauk hewani yang rendah lemak, gandum utuh, kurangi makanan yang manis-manis dan asupan garam dikurangi hingga 6 gram per hari dengan kandungan natrium 2,4 g.56,57 • Faktor risiko DM Tatalaksana nutrisi pada pasien DM perlu memperhatikan jadwal, jenis dan jumlah makanan. Makanan dengan pola seimbang sesuai kebutuhan pasien.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
26
Kebutuhan karbohidrat (KH) direkomendasikan 45-60% KET. Jenis bahan makanan sumber KH yang dipilih harus mempertimbangkan indeks glikemik (IG) bahan makanan. Makanan dengan IG tinggi berhubungan dengan hiperglikemia postprandial dan pelepasan insulin yang lebih banyak setelah makan. Sebaiknya dipilih bahan makanan sumber KH yang mengandung serat larut seperti pektin, gums, musillagos dan ß-glukan yang dapat ditemukan pada apel, jeruk, dan gandum. Kebutuhan serat per hari + 25 g.53,58,59 Indeks glikemik dari makanan dinyatakan tinggi bila > 70 dan dikatakan rendah jika IG < 55.60 Berdasarkan rekomendasi, lemak diberikan 20–35% KET. Komposisi lemak yang dianjurkan untuk saturated fatty acid (SFA) < 10% KET, kolesterol <300 mg/hari, polyunsaturated fatty acid (PUFA) 7%−10% KET, dan monounsaturated fatty acid (MUFA) 15%−20% KET.53 • Faktor risiko dislipidemia Tatalaksana untuk memodifikasi faktor risiko dislipidemia pada pasien stroke adalah sesuai dengan NCEP-ATP III. Berdasarkan NCEP-ATP III kalori yang diberikan ditujukan untuk mempertahankan BB ideal dan mencegah kenaikan BB. Jumlah protein yang direkomendasikan adalah 15% KET.61 Kebutuhan lemak yang direkomendasikan adalah 20–35% KET. Komposisi lemak yang dianjurkan untuk saturated fatty acid (SFA) <7% KET, kolesterol <200 mg/hari, polyunsaturated fatty acid (PUFA) hingga 10% KET, dan monounsaturated fatty acid (MUFA) hingga 20% KET. Sedangkan untuk asupan lemak trans diusahakan tetap rendah. Sumber lemak trans adalah PUFA yang terhidrogenasi, makanan olahan seperti shortening, margarines, makanan yang dipanggang dan digoreng.53 • Faktor risiko obesitas Pada pasien yang mengalami obesitas, disaat masa rehabilitasi dilakukan restriksi kalori sekitar 500-1000 kkal / hari dari kebutuhan energi total pasien. Diharapkan dapat mengurangi berat badan 0,5 sampai 1 kg/minggu. Penurunan berat badan yang aman untuk pasien obesitas tidak boleh lebih dari 1,5 kg/minggu, atau 1,5% dari berat badan. Diberikan diet seimbang, dipilih jenis karbohidrat komplek,
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
27
lemak dalam jumlah yang kecil, mengonsumsi dalam jumlah sedang daging rendah lemak dan produk susu. Asupan buah dan sayur minimal mencapai 3-4 porsi/hari dengan tanpa batas maksimal. Diharapkan rasa kenyang dan nutrisi adekuat dapat dicapai dengan asupan kalori yang rendah. Makanan manis dan makanan ringan masih diperbolehkan sampai 200 kkal/minggu.62 • Faktor risiko hiperurisemia Pasien yang menderita hiperurisemia sebaiknya tidak mengonsumsi bahan makanan yang mengandung purin tinggi. Bahan makanan sumber purin dikelompokkan sebagai berikut, kandungan purin rendah seperti nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mi, bihun, tepung beras, cake, kue kering, puding, susu, keju, telur, lemak, minyak, gula, buah-buahan dan sayuran (kecuali asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun dan biji melinjo). Kelompok makanan dengan kandungan purin sedang yang mengandung 9-100 mg purin/100 g bahan makanan yaitu daging sapi, ikan (kecuali sardin, makarel, remis dan kerang), ayam, udang, kacang kering, tahu, tempe, asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun dan biji melinjo. Sedangkan kelompok makanan yang mengandung purin tinggi (100-1000 mg purin/100 g bahan makanan) adalah otak, hati, jantung, ginjal, jeroan, ekstrak daging/kaldu, bouillon, bebek, ikan sardin, makarel, remis dan kerang.63
2.5.2.3 Kebutuhan Mikronutrien Pada pasien stroke dengan hipertensi diperlukan pembatasan asupan Na sebesar <2400 mg/hari dengan asupan garam dapur 5−6 g untuk kebutuhan satu hari.62,64 Kebutuhan folat yang direkomendasikan adalah 400 µg/hari dari bahan makanan sumber, sementara batas maksimum suplementasi adalah 1000 µg/hari.62 Mikronutrien seperti vitamin B6, B12, dan folat mempunyai peran yang penting pada metabolisme homosistein. Kadar homosistein yang tinggi dapat diturunkan dengan pemberian 2,5 mg asam folat, B-kompleks (50 mg vitamin B6, and 1 mg vitamin B12) sehingga dapat mencegah stroke.65
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
28
Rekomendasi untuk dosis mikronutrien lainnya belum ada pedoman yang pasti, oleh karena itu diberikan sesuai dengan Recommended Dietary Allowance (RDA).62
2.5.2.4 Kebutuhan Nutrien Spesifik • Koenzim Q10 Koenzim Q10 dapat ditemukan di setiap sel di dalam tubuh manusia, merupakan senyawa yang larut lemak dan mempunyai peran utama sebagai perantara penting dari sistem transpor elektron di mitokondria. Kecukupan jumlah koenzim Q10 diperlukan untuk pernapasan sel dan produksi ATP.66 Koenzim Q10 dapat mencegah LDL kolesterol teroksidasi dan menghambat aterosklerosis. Keunggulan koenzim Q10 adalah kesanggupannya dalam meningkatkan produksi ATP, sebagai antioksidan, dan berfungsi dalam kestabilan membran sel. Sebagai antioksidan, melindungi terhadap risiko peroksidasi lipid dan bekerja bersama dengan vitamin E, mencegah kerusakan lipid membran sel dan lipid plasma, serta sanggup menjaga integritas sodium and potassium channels selama proses iskemia.67 Pemberian 100 atau 120 mg koenzim Q10 selama 4-12 minggu, pada pasien dengan hipertensi esensial dibandingkan dengan kelompok yang diberikan plasebo memberikan hasil yang signifikan, dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 11/7 mm Hg. Menurunkan dengan signifikan frekuensi denyut jantung 12 kali/menit.68 • Omega-3 Pemberian omega-3 pada pasien stroke hemoragik masih kontroversial. Pada penelitian Park Y dkk.69 mendapatkan bahwa kadar n-3 PUFA eritrosit mempunyai hubungan yang signifikan dengan risiko stroke hemoragik dan stroke iskemik, n-3 PUFA eritrosit dapat melindungi terhadap risiko stroke hemoragik dan stroke iskemik. Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian Bang dkk.70 yang mendapatkan bahwa pemberian n-3 PUFA 10 g/hari dapat mempengaruhi waktu perdarahan dan meningkatkan resiko stroke hemoragik pada orang Eskimo. Knapp dkk.71 melaporkan bahwa pemberian dosis tinggi EPA 10 g/hari ternyata
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
29
dapat menurunkan sintesis platelet agonis tromboksan A2, tetapi dengan menurunkan dosis EPA 1 g/hari tidak menyebabkan perubahan dari sintesis tromboksan A2.
2.6 Interaksi Obat Jika obat ditelan bersamaan dengan makanan tertentu dan nutrien spesifik dalam makanan, dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, dan khasiat terapi obat.72 Obat-obat antihipertensi seperti ACE inhibitors lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong untuk meningkatkan penyerapan obat. Alpha blockers sebaiknya diminum bersamaan dengan makanan untuk menghindari penurunan yang berlebihan dari tekanan darah. Beta blockers sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kosong, karena makanan terutama daging dapat meningkatkan efek obat sehingga menyebabkan pusing dan tekanan darah rendah. Diuretik dapat meningkatkan resiko defisiensi kalium, sementara diuretik hemat kalium tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan suplementasi kalium karena dapat menyebabkan kelebihan kalium.72 Obat-obat hiperglikemia oral seperti glipizide yang merupakan golongan sulfonilurea, jika dikonsumsi setengah jam sebelum makan efeknya akan lebih poten. Efek sampingnya dapat berupa mual, muntah, sakit perut, dan diare.72,73 Metformin, disamping mempunyai efek menguntungkan terhadap glukosa darah, metformin juga dapat menurunkan kadar LDL kolesterol dan meningkatkan kadar HDL kolesterol. Efek samping dari metformin dapat menyebabkan mual, muntah, rasa tidak nyaman di perut, diare, lemah otot dan sakit kepala. Metformin jarang menyebabkan hipoglikemia yang serius.73 Obat penurun kolesterol seperti kolestiramin dapat meningkatkan ekskresi folat dan vitamin larut lemak. Jika mengonsumsi gemfibrozil, hindari makanan berlemak yang dapat menurunkan khasiat obat dalam menurunkan kolesterol.72
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 3 KASUS
Serial kasus ini memaparkan hasil tatalaksana nutrisi pada empat pasien yang dirawat di RSUT dan mengalami serangan stroke hemoragik. Kriteria pengambilan pasien adalah: (1) usia 45–65 tahun (2) pasien saat skrining dilakukan dirawat di ruang rawat inap (3) diagnosis utama adalah stroke hemoragik dengan faktor risiko hipertensi (4) lama rawat pasien di RS >5 hari. Saat awal perlakuan dilakukan skrining nutrisi menggunakan formulir skrining gizi RS jejaring yang merupakan modifikasi malnutrition screening tool (MST). Pemberian nutrisi diberikan sesuai dengan kondisi klinis pasien dan dilakukan pemantauan sejak pasien dirawat di ruang rawat sampai dengan pasien pulang. Parameter yang dinilai selama pemantauan adalah keluhan subyektif, hemodinamik, keadaan klinis, kapasitas fungsional, antropometri, analisis dan toleransi asupan, imbang cairan, serta parameter laboratorium.
Tabel 3.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus No Variabel Kasus 1 Kasus 2 1. Gender Laki-laki Perempuan 2. Usia (tahun) 60 56 3. LLA (cm) 21 23 4. Panjang 168 152 badan (cm) 5. BB (kg) 54,3 46,5 6. IMT 19,2 20,1 2 (kg/m ) 7. LP (cm) 8. Diagnosis SH SH 9. Kondisi Hipertensi, Hipertensi, penyerta hiperurisemia dislipidemia, DM tipe 2
BB IMT LLA LP SH
Kasus 3 Perempuan 49 36 150
Kasus 4 Laki-laki 65 25 165
68 30,2
61,8 22,7
115 SH Hipertensi, obesitas
SH Hipertensi, dislipidemia, stroke berulang
: berat badan : indeks massa tubuh : lingkar lengan atas : lingkar perut : stroke hemoragik
30 Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
31
3.1. Kasus 1 Pasien laki-laki berusia 60 tahun dibawa ke Rumah Sakit Umum Tangerang (RSUT) dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Dilakukan alloanamnesis dengan istri pasien. Pasien sering mengeluh sakit kepala sejak 1 minggu SMRS, yang timbul pada saat pasien pulang bekerja. Lima belas jam SMRS, tiba-tiba tangan & kaki kanan pasien tidak bisa digerakan pada saat mau shalat subuh, disertai mulut mencong dan bicara pelo, serta saat diberi makan dan minum pasien tersedak. Dua belas jam SMRS pasien muntah menyemprot sebanyak satu kali, muntahan berisi sisa makanan dan cairan kekuningan, pasien juga mengeluh sakit kepala yang sangat hebat. Sepuluh jam SMRS kesadaran pasien mulai menurun, lebih sering tertidur. Kadang-kadang pasien tampak gelisah dan meracau. Kemudian pasien dibawa ke RSUT. Pasien dirawat selama dua hari di instalasi gawat darurat (IGD) RSUT karena ruangan belum tersedia. Menurut istri pasien, kesadaran pasien masih belum pulih selama di IGD, pasien lebih sering tertidur, kadang-kadang gelisah dan meracau, muntah sudah tidak ada. Keadaan pasien pada saat dipindah ke ruang bangsal masih sama seperti di IGD. Pada riwayat penyakit dahulu (RPD) didapatkan pasien mempunyai penyakit darah tinggi sejak lebih kurang 15 tahun yang lalu. Penyakit jantung, kencing manis, ginjal, kolesterol, asam urat, dan paru-paru disangkal. Pasien berobat ke puskesmas dan minum obat tidak teratur. Tekanan darah pasien saat itu mencapai 180/120 mmHg. Pada riwayat penyakit keluarga (RPK) orang tua lakilaki dan semua saudara menderita darah tinggi. Kakak perempuan menderita kencing manis. Sementara penyakit jantung, ginjal, paru-paru dan asam urat disangkal. Riwayat penurunan BB disangkal. Pada hasil anamnesis kebiasaan makan, pasien suka makan sop kambing. Istri pasien selalu memasak sendiri makanan yang dikonsumsi. Pasien juga senang mengonsumsi mie ayam dengan jeroan yang banyak dan ikan asin. Selain itu istri pasien juga terbiasa menambahkan hingga 1 sdt garam dan 1 sdt monosodium glutamat (MSG) untuk setiap makanan yang dimasak. Pasien juga mengonsumsi makanan kaleng seperti sardin dan kornet. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan buah-buahan, dalam satu hari pasien biasanya hanya mengonsumsi 1–2 porsi
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
32
sayur/buah. Pasien merokok sejak umur 15 tahun sampai terkena serangan stroke ini, jumlahnya setengah sampai satu bungkus perhari. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol disangkal. Asupan makanan pasien sebelum sakit diketahui bahwa pasien biasa makan utama sebanyak 3 kali sehari berupa nasi putih 1−2 centong dengan lauk hewani sop kambing 1 porsi / ikan asin goreng 1 potong sedang, tahu atau tempe goreng 1 potong sedang, sayur 2 sendok makan dan kopi 1 gelas perhari dengan gula satu sendok makan. Dalam 24 jam terakhir pasien dipuasakan oleh DPJP dan hanya mendapatkan cairan resusitasi. Aktivitas fisik pasien sehari-hari adalah mengajar les bahasa Inggris privat dan supir panggilan. Pasien tidak pernah berolah raga. Pada awal perawatan di ruang rawat RSUT, pasien tampak sakit sedang, kesadaran delirium, TD 160/100 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 36 5
x/me
pucat, sklera tidak ikterik, pada hidung terpasang NGT aliran balik tidak ada. Pemeriksaan toraks simetris kiri dan kanan. Pada auskultasi didapatkan suara pernapasan vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada, bunyi jantung I dan II murni, tidak ada murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen rata, bising usus (BU) normal. Pada ekstremitas, akral hangat, tidak didapatkan edema dan capillary reffil time ( RT) <2” R l
l
meningkat pada ekstremitas dekstra,
refleks patologis positif. Pada genitalia terpasang kateter urin. Kapasitas fungsional pasien adalah bedridden. Skor indeks activity of daily living Barthel 0 (ketergantungan total). Pada antropometri didapatkan PB 168 cm, LLA 21 cm, dengan BB perkiraan pasien 54,3 kg, sehingga IMT pasien adalah 19,2 kg/m2. Pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hemoglobin (Hb) 15,7 g/dL, hematokrit (Ht) 46 %, leukosit 9000/µl, trombosit 366.000/µl. Pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan kadar ureum 30 mg/dL dan kreatinin 1,1 mg/dL, glukosa sewaktu 121 mg/dL, kadar asam urat 9,5 mg/dL, elektrolit Na 142 mmol/L, K 3,65 mmol/L, Cl 103 mmol/L. Pemeriksaan profil lipid menunjukkan trigliserida 148 mg/dL, kolesterol total 196 mg/dL, kolesterol HDL 29 mg/dL dan kolesterol LDL 137 mg/dL.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
33
Pada CT scan didapatkan haemorrhargic intracerebral thalamus sinistra (4,84 cc). Pemeriksaan foto toraks PA, jantung dan paru dalam batas normal. Terapi yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) adalah RL 1500 ml/24 jam, sitikolin 3x500 mg, manitol 4x125 cc, ceftriaxon 2x1 g, captopril 3x25 mg. Pada imbang cairan didapatkan input yang berasal dari cairan infus 1500 ml. Sedangkan pada output didapatkan produksi urin sebesar 1000 ml, dan insensible water loss (IWL) 540 ml, sehingga didapatkan total pengeluaran cairan 1540 ml/24 jam. Imbang cairan menjadi (-) 40 ml/24 jam. Diagnosis
kerja
gizi
adalah
BB
normal,
berisiko
malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, hiperurisemia, pada penurunan kesadaran, stroke hemoragik dan hipertensi. Penanganan nutrisi meliputi penentuan KEB menggunakan persamaan Harris-Benedict, dan didapatkan KEB sebesar 1242,4 kkal/hari. Sedangkan KET menjadi 1615 kkal/hari atau 1600 kkal/hari, dengan menggunakan FS 1,3. Kebutuhan protein adalah 1,2 g/kg BB aktual/hari yaitu 65 g/hari (16% KET), sedangkan kebutuhan lemak adalah 25% dari KET yaitu 45 g/hari, dan sisanya adalah KH 234 g (58,5 % KET). Kebutuhan cairan diberikan 1629-2172 ml/hari. Nutrisi awal diberikan sebesar 15 kkal/kgBB yaitu 800 kkal/hari dengan protein dimulai dengan 20% dari kalori yang diberikan yaitu 40 g dan lemak 25%, sisanya KH. Nutrisi diberikan per NGT dalam bentuk makanan cair RS dan diberikan dalam enam kali makan, dengan setiap kali pemberian sebesar 133 kkal. Suplementasi mikronutrien yang diberikan adalah B komplek 3 x 2 mg per hari, vitamin B12 3 x 50 µg, asam folat 1 x 1 mg. Disarankan pemberian koenzim Q10 sebagai nutrien spesifik, dengan dosis 100 mg selama 8 minggu. Nutrien spesifik lainnya untuk pasien stroke adalah omega-3, tetapi suplementasi omega-3 tidak diberikan karena pertimbangan akan risiko perdarahan.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
34
mmHg
200
180
150
100 100 50 0
160
140140
140 140 130 130 130 120 120 120 90 90 90 90 90 90 90 80 80 80 IGD IGD 1 100
1
2
2
IGD IGD 1 2 Diastolik 100 100 Sistolik
3
4
5
6 7 Hari pemantauan
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
90
90
90
90
90
90
90
80
80
80
180 160 140 140 140 140 130 130 130 120 120 120
Gambar 3.1. Pemantauan Tekanan Darah Tn. H Selama Perawatan di RS
Pemantauan pasien dilakukan selama sepuluh hari. Terjadi penurunan TD pasien secara bertahap dan terdapat peningkatan kapasitas fungsional. Selama pemantauan di ruang rawat didapatkan peningkatan asupan pasien secara bertahap. Pada awal pemantauan nutrisi diberikan dalam bentuk makanan cair RS
Kkal
selanjutnya ditingkatkan jumlahnya sesuai toleransi pasien.
1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
SS
IGD H1 Kalori 1700 0
IGD H2 0
H1 0
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
900 1000 1200 1200 1500 1500 1706 1706 1706
Gambar 3.2 Analisis Asupan Kalori Tn. H Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
35
300 250
Kkal
200 150 100 50 0
SS
IGD IGD H1 H2 0 0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H1 0 78
0
45
50
60
60
75
75
78
78
29
29
36
36 39.8 39.8 39.8
Protein
56
Lemak
50
0
0
0
21.6 24
Karbohidrat 245
0
0
0
135 150 180 180 225 225 272 272 272
Gambar 3.3 Analisis Asupan Makronutrien Tn H Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari Pada pemeriksaan CT Scan kepala sebelum pasien pulang dikatakan terdapat perbaikan dibandingkan CT Scan sebelumnya. Pasien dipulangkan setelah dua belas hari dirawat dengan perbaikan kondisi klinis, TD terkontrol, kapasitas fungsional membaik dengan Barthel indeks 9 (ketergantungan sedang). Terapi pasien saat dipulangkan adalah amlodipine 1x10 mg, OMZ 20 mg, parasetamol jika demam atau sakit kepala dan vitamin B komplek 3x2 mg, vitamin B12 3x50 µg, asam folat 1x1 mg. Edukasi sebelum pulang diberikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang nutrisi, memperkenalkan DASH diet, mengurangi makanan yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan purin serta mengurangi asupan garam, maksimal sebanyak 6 g per hari.56,57 Pasien sebaiknya tidak mengonsumsi makanan tinggi purin.63 Kepada pasien juga diberikan contoh menu makanan untuk di rumah.
3.2 Kasus 2 Pasien perempuan berusia 56 tahun dibawa ke Rumah Sakit Umum Tangerang (RSUT). Pasien telah mendapatkan perawatan 11 hari di RSUT dan dipantau selama 8 hari dengan diagnosis stroke hemoragik, hipertensi derajat 2,
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
36
DM tipe 2 dan dislipidemia, dengan keluhan utama tiba-tiba tangan & kaki kanan tidak bisa digerakkan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Dilakukan alloanamnesis dengan anak pasien. Sejak enam bulan terakhir pasien mengeluh lebih sering merasa haus dan lapar, pasien juga lebih sering bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil. Pasien belum pernah mengalami luka yang sulit sembuh. Pasien sering mengeluh sakit kepala sejak 1 minggu SMRS, yang timbul pada saat setelah beraktivitas. Kaki dan tangan pasien juga sering mengalami kesemutan. Delapan jam SMRS sakit kepala pasien semakin memberat, disertai dengan muntah-muntah 2 kali, menyemprot, isi muntah makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya. Enam jam SMRS, tiba-tiba setelah selesai BAB, tangan dan kaki kanan pasien tidak bisa digerakkan. Bicara pasien menjadi pelo dan pasien terbatuk setiap diberi minum, pasien juga mengeluh sulit menelan makanannya. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK pasien. Pada RPD didapatkan riwayat darah tinggi sejak dua tahun yang lalu. Pasien tidak kontrol dan tidak minum obat teratur. Riwayat sakit jantung, paru, kencing manis, kolesterol, dan asam urat disangkal. Riwayat penyakit dalam keluarga, ibu dan kelima saudara kandung menderita darah tinggi, satu orang di antara saudaranya tersebut juga mengalami stroke, sementara penyakit jantung, kencing manis, ginjal, kolesterol, asam urat, dan paru-paru disangkal. Riwayat penurunan BB ada dan diketahui 2 tahun yang lalu BB pasien 55 kg. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol serta obatobatan. Pada anamnesis kebiasaan makan sebelum sakit didapatkan pasien mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan asin, dan kopi 2–3 gelas sehari dengan gula pasir 1 sendok makan per gelas. Pasien lebih suka lauk pauk yang digoreng dan camilan gorengan. Kon
y
1−2 porsi sehari. Asupan garam
ataupun MSG tidak dibatasi oleh pasien. Pasien memasak sendiri makanannya untuk sehari-hari. Pasien makan 3 x sehari. Setiap kali makan berupa nasi putih 1-2 centong dengan lauk hewani (telur/ayam/ikan goreng) satu potong sedang, lauk nabati (tempe/tahu goreng) satu potong, sayur asem satu mangkok sedang.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
37
Makanan selingan berupa gorengan lumpia/tahu/tempe/bakwan 2–3 potong sehari dan kopi 2–3 gelas sehari dengan gula pasir 1 sendok makan per gelas. Pada pemeriksaan awal pasien tampak sakit sedang, compos mentis. Mual tidak ada, muntah tidak ada, TD 170/100 mm Hg, nadi 90 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37 oC. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. Hidung terpasang kanul O2 2 L/menit, terpasang NGT, aliran balik tidak ada. Mulut tampak mencong, sudut mulut kanan tampak tertinggal, lidah tampak mencong ke kanan saat dijulurkan. Paru dan jantung dalam batas normal. Abdomen tampak datar, bising usus positif normal, supel, nyeri tekan tidak ada, perkusi timpani. Pada ekstremitas didapatkan akral hangat, edema tidak ada, capillary refill time (CRT) <2 detik, refleks fisiologis meningkat pada ekstremitas dekstra, refleks patologis positif. Kapasitas fungsional bedridden, kekuatan genggaman tangan lebih lemah dari pemeriksa, Barthel indeks 1. Pada pengukuran antropometri didapatkan PB 152 cm, LLA 23 cm, BB perkiraan 46,5 kg, IMT 20,1 kg/m2. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 11,4 g/dL, hematokrit 35%, jumlah leukosit 8,8 ribu/µl, trombosit 175 ribu/µl, elektrolit Na 142 mmol/L, K 4,5 mmol/L, Cl 106 mmol/L. GDS 221 mg/dL, HbA1C 7,2 %, ureum 41 mg/dL, kreatinin 0,6 mg/dL, asam urat 2,2 mg/dL. Trigliserida 135 mg/dL, kholesterol total 233 mg/dL, HDL 42 mg/dL, LDL 164 mg/dL, SGOT 16 U/L, SGPT 10 U/L. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan perdarahan dengan perifokal edema pada temporoparietal sinistra dengan perdarahan intra ventrikular lateral sinistra. Pemeriksaan foto thorak PA, jantung dan paru dalam batas normal. Pasien kemudian didiagnosis dengan BB normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme sedang, dislipidemia, pada stroke hemoragik, hipertensi, DM tipe 2. Terapi pasien dari DPJP berupa citicoline 3x500 mg, OMZ 1x40 mg, dycinon 3x1 ampul, manitol 4x125 cc, simvastatin 1x10 mg. Tatalaksana nutrisi meliputi penentuan KEB pasien dengan HB didapatkan sebesar 1111,25 kkal/hari. Sedangkan KET dengan FS 1,3 adalah sebesar 1444,6 kkal/hari, dibulatkan menjadi 1500 kkal/hari. Kebutuhan protein 1,3 g/kg BB/hari yaitu 65 g (17% KET), lemak 25% KET yaitu 42 g, SAFA <7% MUFA 10−20%, dan PUFA <10%, dengan sumber MUFA diperoleh dari penambahan minyak
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
38
kanola pada makanan yang disajikan. Jenis karbohidrat sebagian besar dipilih karbohidrat kompleks, dengan karbohidrat simpleks <5%. Serat diberikan 20−30 g/hari dengan serat larut 25% dari total kebutuhan serat. Natrium diberikan sebesar 2400 mg/hari.55,56,61
1400−1850 ml. Suplementasi
mikronutrien diberikan vitamin B komplek 3x2 mg, vitamin B12 3x50 µg dan asam folat 1x1 mg. Disarankan pemberian koenzim Q10 sebagai nutrien spesifik, dengan dosis 100 mg selama 8 minggu. Pemberian nutrisi dimulai dari 16 kkal/kgBB yaitu 750 kkal, dalam bentuk formula DM yang diberikan secara per enteral (nasogastrik). Selanjutnya pemberian nut
10%−20% sesuai dengan perbaikan klinis
dan toleransi pasien hingga akhirnya mencapai KET. Pada perawatan hari ke enam, hasil skrining Gugging Swallowing Screen Indirect Swallowing Test yang dilakukan pada pasien menghasilkan skor 5, sehingga dapat dilakukan uji menelan secara langsung. Diet semi solid mulai diberikan pada pasien, ekstra bubur sumsum (tanpa gula merah) dan dapat dihabiskan oleh pasien 3/4 porsi, sementara formula DM tetap diberikan melalui NGT. Pasien mengalami perbaikan klinis selama dirawat di RSUT. Pada hari terakhir perawatan, didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6 (ekstremitas sinistra), V disartria. Kadar gula darah dan tekanan darah pasien terkontrol dengan medikasi dan terapi nutrisi. Sakit kepala sudah tidak ada, pasien sudah dapat mengubah sendiri posisi tidurnya dengan miring ke kanan, kapasitas fungsional membaik dengan Barthel indeks 9 (ketergantungan sedang). Sehingga pasien direncanakan untuk dipulangkan pada hari ke 11 perawatan dan direncanakan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian. Pada saat pasien pulang didapatkan hasil pemeriksaan antropometri sebagai berikut LLA 23 cm, BB perkiraan 46,5 kg, IMT 20,1 kg/m2, tampak tidak ada perubahan berat badan dibandingkan pada saat hari pertama di ruang perawatan. Obat-obatan yang didapatkan pasien untuk di rumah adalah amlodipine 1x10 mg, OMZ 20 mg, simvastatin 1x10 mg, metformin 1x500 mg, parasetamol 500 mg jika demam atau
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
39
sakit kepala dan vitamin B komplek 3x2 mg, vitamin B12 3x50 µg dan asam folat 1x1 mg. Direncanakan pemberian koenzim Q10 1x100 mg.68 2500
2000
Kkal
1500
1000
500
0
IGD IGD SS H1 H2 Kalori (kkal) 2075 0 0
H1 0
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
750 900 1200 1200 1500 1419 1419 1475
Gambar 3.4 Analisis Asupan Kalori Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari 300 250
kkal
200 150 100 50 0
SS
Protein
61
H1 IGD 0
H2 IGD 0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
0
30
36
48
48
60
53
53
54
Lemak
78
0
0
0
21
Karbohidrat 282
0
0
0
25.2 33.6 33.6
42
38.8 38.8
40
110.3 132.3 176.4 176.4 220.5 214.6 214.6 224.8
Gambar 3.5 Analisis Asupan Makronutrien Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
40
Nutrien spesifik koenzim Q10, tidak dikonsumsi oleh pasien karena masalah biaya. Edukasi nutrisi diberikan pada saat pasien pulang yang disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi pasien dirumah. Pemberian nutrisi direncanakan sebesar 1500 kkal, protein 65 g, lemak 42 g, KH 215 g. Diberikan jenis karbohidrat kompleks, KH simpleks <5%, serat 20 g, kolesterol <200 mg, SAFA <7%, MUFA 10-20%, PUFA <10% dan Na 2400 mg per hari.55,56,61 Pada pasien diberikan contoh menu untuk di rumah. Lemak diberikan MUFA dan PUFA, dapat diberikan minyak kanola yang dapat ditambahkan langsung ke makanan pasien sebelum dimakan sebanyak 3 sendok teh sehari, atau pasien di suruh makan 1 buah pokat ukuran besar sehari, yang merupakan bahan makanan sumber MUFA. Bahan makanan sumber PUFA juga dapat diberikan dari ikan laut seperti ikan kembung yang lebih mudah didapat dan tidak mahal. Pasien disarankan mengkonsumsi ikan laut minimal 2 kali dalam seminggu. Karbohidrat yang diberikan jenis karbohidrat komplek seperti beras merah, roti gandum, sayur dan buah segar. Disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah yaitu <55 seperti nasi merah, apel dan jeruk.53,60 Konsumsi sayur dan buah segar dianjurkan sebanyak 4-5 porsi perhari, satu porsi sayur setara dengan satu gelas aqua tanpa air yaitu 100 g, hindari buah-buahan yang terlalu manis. Gula pasir, sirup, minuman ringan, susu kental manis, yang merupakan sumber karbohidrat simplek, serta kopi dihindari. Dapat digunakan sorbitol dan sukralosa yang merupakan pemanis buatan.53,56,57 Buah segar dan agar-agar dengan hanya tambahan pemanis buatan dapat dipilih sebagai makanan selingan pasien. Asupan garam dibatasi 1 sendok teh peres perhari. Hindari makanan dengan kadar garam yang tinggi seperti kecap, saos sambal, saos tomat, penyedap makanan, makanan kaleng dan makanan yang diawetkan seperti ikan asin, dendeng dan abon. Pasien diminta untuk makan dengan jadwal yang teratur yaitu setiap tiga jam, dengan 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan.
3.3. Kasus 3 Pasien perempuan, usia 49 tahun, dengan diagnosis stroke hemoragik, dengan hipertensi, dibawa ke RSUT dengan keluhan utama penurunan kesadaran
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
41
sejak 8 jam SMRS. Sakit kepala sering dirasakan pasien satu minggu sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan rasa kesemutan pada kedua tangan dan kedua kaki. Dua puluh jam SMRS, setelah makan malam satu suap, tiba-tiba kepala pasien terasa sakit dan makin lama makin memberat, kemudian pasien minum obat sakit kepala dari warung, setelah itu pasien berusaha untuk tidur, tetapi karena kepalanya semakin sakit, pasien tidak bisa tidur. Pasien juga sempat muntah 3 kali, muntah menyemprot, isi muntah makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya, jumlah seperempat sampai setengah gelas aqua per kali muntah. Sepuluh jam SMRS, tiba-tiba tangan dan kaki kanan pasien tidak bisa digerakkan, dan pasien tidak bisa bicara. Delapan jam SMRS kesadaran pasien mulai menurun. Kemudian pasien dibawa ke RSUT. Tidak didapatkan keluhan pada BAB dan BAK. Pada RPD didapatkan pasien sudah menderita tekanan darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak kontrol dan tidak minum obat secara teratur. Pada RPK orang tua laki-laki menderita tekanan darah tinggi sementara riwayat penyakit, DM, jantung, asam urat, kolesterol, dan ginjal dalam keluarga disangkal. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol serta obat-obatan disangkal. Pada anamnesis kebiasaan makan pasien didapatkan pasien suka makan ikan asin dan ngemil gorengan. Riwayat penurunan berat badan disangkal. Sebelum sakit pasien biasanya makan 3 x sehari, dengan nasi putih 2 centong, ikan asin 1 potong sedang, tempe goreng 2 potong sedang, sayur 3 sendok makan. Pasien jarang mengonsumsi buah, cemilan berupa gorengan seperti bakwan sayur digoreng 2–3 potong disertai teh manis dengan 1 sdm gula pasir 1–2 x sehari. Setelah sakit pasien tidak sempat makan apapun karena muntah-muntah dan selama di IGD pasien hanya diberi infus RL. Tidak terdapat riwayat penurunan BB. Pada anamnesis diketahui pasien tidak pernah berolah raga. Pasien sehari-hari bekerja sebagai penjual gorengan didekat rumahnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu badan 36,7° C. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran delirium. Konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada hidung terpasang kanul O2 2 L/menit. Belum terpasang NGT. Pemeriksaan mulut sulit dilakukan. Pada pemeriksaan leher tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
42
Pada pemeriksaan toraks didapatkan paru simetris kiri & kanan, suara pernapasan vesikuler, serta tidak ada ronki dan wheezing. Bunyi jantung I dan II murni, tidak ada gallop dan murmur. Pemeriksaan abdomen, didapatkan buncit, BU normal, supel, hepar dan limpa tidak teraba membesar, dengan lingkar perut (LP) 115 cm. l
RT < 2” R l
fisiologis meningkat pada ekstremitas dekstra, refleks patologis positif. Kapasitas fungsional pasien adalah bedridden. Skor indeks activity of daily living Barthel 0 (ketergantungan total). Pada antropometri didapatkan PB 150 cm, LLA 36 cm, dengan BB perkiraan pasien 68 kg, BB adjusted 59 kg, IMT pasien adalah 30,2 kg/m2. Pada pemeriksaan penunjang pasien, didapatkan hasil darah rutin adalah Hb 13,8 g/dL, Ht 38%, leukosit 6500/µl, trombosit 254.000/µl. Pemeriksaan fungsi hati didapatkan hasil dalam batas normal yaitu SGOT/SGPT 15/21 U/L Pada pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan kadar ureum 44 mg/dL dan kreatinin 0,6 mg/dL. Pemeriksaan elektrolit darah didapatkan hasil normal yaitu Na 143 mmol/l, K 4,59 mmol/l, dan Cl 99 mmol/l, pemeriksaan GDS didapatkan hasil 97 mg/dL. Profil lipid, trigliserida 84 mg/dL, kolesterol total 141 mg/dL, HDL 33 mg/dL, LDL 91,2 mg/dL. Asam urat 2,1 mg/dL. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan
haemorhagic
intracerebral
di
capsula
eksterna
kiri
yang
menyempitkan ventrikel lateralis kiri dengan estimasi volume perdarahan 30,3 ml. Pemeriksaan foto thorak PA, jantung dan paru dalam batas normal. Pada imbang cairan didapatkan input yang berasal dari cairan infus 1500 mL. Sedangkan pada output berupa urin 1000 ml dan IWL 680 ml, sehingga total output adalah 1680 ml/24 jam. Didapatkan imbang cairan menjadi negatif 180 mL/24 jam. Pasien mendapatkan terapi manitol 4x125 cc, ceftizoxim 2x1 g, dycinon 3x1 ampul, noperten 1x10 mg dan gastroper 2x1 ampul, RL 8 jam/kolf, oksigen 3 l/menit. Diagnosis gizi pada pasien ini adalah obes II, hipermetabolisme sedang, pada stroke hemoragik, hipertensi derajat I. Tatalaksana nutrisi pasien meliputi penentuan KEB pasien dengan HB didapatkan sebesar 1262 kal/hari. Sedangkan KET dengan FS 1,3 adalah sebesar 1650 kal/hari. Kebutuhan protein 1,2 g/kgBB
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
43
adjusted/hari yaitu 70 g (17% KET), lemak 25% KET yaitu 45 g/hari, dan KH 241 g/hari (58% KET). Pemberian nutrisi dimulai dari 1000 kkal, protein 45 g (0,9 g/kgBB atau 18% dari energi total), lemak 24 g, karbohidrat 151 g. Diberikan makanan cair RS melalui NGT, diberikan dalam 6 x pemberian dalam sehari yaitu sebesar 6x170 kkal. Saran untuk pemasangan NGT. Selanjutnya pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap 10–20% setiap 1–2 hari sesuai dengan kondisi klinis dan toleransi pasien hingga mencapai kebutuhan total. Mikronutrien yang dapat diberikan adalah vitamin B komplek 3x2 mg per hari, vitamin B12 3x50 µg dan asam folat 1x1 mg per hari. Nutrien spesifik koenzim Q10 100 mg per hari. Tetapi nutrien spesifik koenzim Q10 tidak dapat diberikan karena tidak ditanggung oleh pembiayaan pasien. Selama perawatan kapasitas fungsional pasien membaik, dan tekanan darah pasien terkontrol.
2500
kkal
2000 1500 1000 500 0
SS
H1 IGD Kalori 2475 0
H2 IGD 0
H1 0
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
1000 1000 1200 1200 1500 1500 1700
Gambar 3.6 Analisis Asupan Kalori Ny.Y Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
44
350 300
Kalori
250 200 150 100 50 0
74
H1 IGD 0
LEMAK
80
0
0
0
24
24
29
29
36
36
39.8
KH
350
0
0
0
150
150
180
180
225
225
271.5
PROTEIN
SS
H2 IGD 0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
0
50
50
60
60
75
75
78
Gambar 3.7 Analisis Asupan Makronutrien Ny Y Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari Pasien dipulangkan pada hari kesepuluh perawatan. Jika dibandingkan dengan hari pertama pemantauan kapasitas fungsional pasien membaik dengan Barthel indeks 7 (ketergantungan berat). Pada pemeriksaan antropometri didapatkan LLA 36 cm, dengan BB perkiraan pasien 68 kg, BB adjusted 59 kg, IMT pasien adalah 30,2 kg/m2, dengan LP 115 cm, tidak terdapat perubahan berat badan pasien jika dibandingkan dengan hari pertama pemantauan. Saat pulang pasien mendapatkan terapi captopril 2x25 mg, omeprazole 2x20 mg, vitamin B komplek 3x2 mg, vitamin B 12 3x50 µg dan asam folat 1x1 mg. Sebelum pulang diberikan edukasi nutrisi kepada pasien dan keluarga pasien, tentang DASH diet, mengurangi makanan yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, mengurangi asupan garam, maksimal sebanyak 6 g per hari.56,57 Jumlah kalori dikurangi sekitar 500-1000 kkal / hari dari asupan pasien sebelum sakit, dengan komposisi diet seimbang, dipilih jenis karbohidrat komplek, lemak dalam jumlah yang kecil, daging rendah lemak dan produk susu dalam jumlah sedang. Mengonsumsi buah dan sayur minimal 3-4 porsi/hari. Diharapkan rasa
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
45
kenyang dan nutrisi adekuat dapat dicapai dengan asupan kalori yang rendah. Makanan manis dan makanan ringan dibatasi sampai 200 kkal/minggu.62
3.4. Kasus 4 Pasien Tn. I 65 tahun, dibawa ke RSUT dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 5 jam SMRS. Dalam 2 minggu SMRS, pasien sering mengeluh sakit kepala, pasien juga sering mengeluhkan kesemutan pada kedua tangan dan kaki. Sakit kepala semakin memberat sejak 12 jam SMRS, disertai dengan muntah-muntah yang menyemprot. Setelah minum obat sakit kepala, pasien tidur dari pagi sampai sore. Lima jam SMRS pasien kemudian berusaha dibangunkan oleh anak pasien, tetapi pasien tetap tidur, dan kelihatan lemah. Kemudian pasien di bawa ke RSUT. BAK dan BAB pasien tidak ada keluhan. Pada RPD didapatkan pasien sudah menderita darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan pernah menderita stroke 2 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak kontrol dan tidak minum obat secara teratur. Pada RPK orang tua laki-laki pasien menderita darah tinggi, sementara riwayat penyakit stroke, DM, jantung, asam urat, kolesterol, dan ginjal disangkal. Pasien merokok sejak usia remaja, setengah sampai satu bungkus per hari dan berhenti sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat konsumsi alkohol serta obat-obatan disangkal. Riwayat penurunan berat badan disangkal. Kebiasaan makan pasien selama ini suka makan ikan asin, sop daging, serta makanan yang digoreng, dan jarang makan sayur dan buah. Saat sehat pasien makan 3 x sehari, setiap kali makan berupa nasi putih 1-2 centong dengan lauk hewani 1 potong sedang, tempe 2 potong sedang, sayur 3 sendok makan. Dua kali sehari pasien minum teh manis dengan gula 1 sendok makan. Dua puluh empat jam terakhir pasien dipuasakan. Sedangkan aktivitas fisik pasien sebagai pensiunan karyawan dari pabrik pengolahan limbah lebih banyak duduk. Pasien juga jarang berolah raga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran somnolen, E4M6Vafasia, TD 190/100 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 20
36 5
l
tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada mulut sulit dinilai kearah mana sudut
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
46
mulut lebih tertarik. Pada hidung terpasang kanul O2 2 L/menit. Belum terpasang NGT. Pemeriksaan toraks simetris, pada paru suara napas vesikuler tidak ada ronkhi dan wheezing, pada jantung, bunyi jantung I dan II murni, tidak ada murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan datar dengan BU normal, supel. Pada genitalia terpasang kateter urin. Pada ekstremitas tidak ada edema, dan CRT <2’’. Refleks fisiologis meningkat pada ekstremitas dekstra, refleks patologis positif. Kapasitas fungsional pasien adalah bedridden dengan skor indeks activity of daily living Barthel 0 (ketergantungan total). Pada antropometri didapatkan TB 165 cm, LLA 25 cm, BB perkiraan 61,8 kg, sehingga IMT 22,7 kg/m2. Pada imbang cairan dalam 24 jam didapatkan input yang berasal dari cairan infus 1500 ml, sedangkan output yaitu dari urine 1000 ml dan IWL 618 ml, sehingga total output adalah 1618 ml/24 jam. Imbang cairan menjadi (-) 118 ml/24 jam. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan data Hb 15,2 g/dL, Ht 42%, leukosit 9.700/µl, trombosit 244.000/µl. Pemeriksaan fungsi hati mendapatkan SGOT 16 U/L, sedangkan SGPT 10 U/L. Pada pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan ureum 22 mg/dL, kadar kreatinin normal 1 mg/dL dan asam urat 4,1 mg/dL. GDS 103 mg/dL, glukosa puasa 109 mg/dL. Pemeriksaan elektrolit mendapatkan dalam batas normal, yaitu Na 144 mmol/L, K 3,93 mmol/L, Cl 106 mmol/L. Profil lipid, trigliserida 107 mg/dL, kolesterol total 225 mg/dL, HDL 32 mg/dL, LDL 171,6 mg/dl. Hasil CT scan: haemorrhagic intracerebral lobus occipitalis sinistra, infark cerebri corona radiata sinistra. Pemeriksaan foto toraks PA, jantung dan paru dalam batas normal. Diagnosis kerja gizi pada pasien adalah BB normal, berisiko malnutrisi, hipermetabolisme sedang, dislipidemia, stroke hemoragik, hipertensi stage 2. Pasien mendapatkan terapi dari DPJP berupa manitol 4x125 cc, vit K 3x1 ampul, captopril 3 x 25 mg, amlodipin 1x10 mg, dycynon 3x1, panzo 2x1 vial, ranitidine 2 x 50 mg IV. Tatalaksana nutrisi pasien meliputi penentuan KEB pasien dengan HB didapatkan sebesar 1296,2 kal/hari. Sedangkan KET dengan FS 1,3 adalah sebesar 1700 kal/hari. Kebutuhan protein 1,2 g/kg BB/hari yaitu 74 g (17% KET), lemak 25% KET yaitu 47 g/hari, dan KH 245 g/hari (58% KET). Pemberian lemak
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
47
dengan SFA <7%, MUFA <20%, dan PUFA <10 %, dengan sumber MUFA dari minyak kanola, dengan kolesterol <200 mg/hari. Sumber KH terutama dari KH kompleks, dengan KH simpleks <5%. Kebutuhan serat adalah 24 g/hari dengan serat larut 25% dari total kebutuhan serat. Kebutuhan Na sebesar 2400 mg/hari. Kebutuhan cairan pasien adalah 1850 mL/hari. Suplementasi mikronutrien yang direkomendasikan adalah vitamin B komplek 3 x 2 mg/hari, vitamin B 12 3 x 50 µg/hari, asam folat 1 x 1 mg/hari dan koenzim Q10 1 x 100 mg per hari. Nutrisi yang diberikan pada hari pertama pemantauan adalah 15 kkal/kgBB yaitu 900 kkal. Protein yang diberikan dimulai dengan 45 g (20% kalori total, N : NPC = 1 : 100). Lemak sebesar 25 g (25% kalori total), sisanya KH. Nutrisi diberikan dalam 6 x pemberian dalam sehari yaitu sebesar 6 x 150 kkal, dalam bentuk makanan cair RS yang diberikan melalui NGT. Selanjutnya pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap 10–20% setiap 1–2 hari sesuai dengan kondisi klinis dan toleransi pasien hingga mencapai kebutuhan total. Monitoring setiap hari meliputi kondisi klinis, tanda vital, residu NGT dan toleransi asupan pasien. Disarankan untuk pemasangan NGT.
1800 1600 1400
kkal
1200 1000 800 600 400 200 0
SS
H1 IGD Kalori 1700 0
H2 IGD 0
H1 0
H2
H3
H4
H5
H6
H7
900 1000 1200 1200 1500 1500
Gambar 3.8 Analisis Asupan Kalori Tn. I Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
48
250 200
kkal
150 100 50 0
56
H1 IGD 0
LEMAK
50
0
0
0
21.6
24
28.8 28.8
36
36
KH
245
0
0
0
135
150
180
225
225
PROTEIN
SS
H2 IGD 0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
0
45
50
60
60
75
75
180
Gambar 3.9 Analisis Asupan Makronutrien Tn. I Sebelum Sakit (SS) dan Selama Perawatan di RS H: hari Selama perawatan di ruang rawat pasien didapatkan perbaikan kapasitas fungsional dan tekanan darah pasien juga terkontrol. Pada hari ke 9 perawatan, keluarga pasien minta pindah rawat ke rumah sakit yang lebih dekat dengan rumah pasien. Kapasitas fungsional pasien membaik dengan Barthel indeks 5 (ketergantungan berat). Pemeriksaan antropometri menunjukkan LLA 25 cm, BB perkiraan 61,8 kg, sehingga IMT 22,7 kg/m2, tidak terdapat perubahan berat badan pada pasien dibandingkan hari pertama pemantauan.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 4 PEMBAHASAN KASUS
Pemberian dukungan nutrisi telah dilaksanakan pada empat pasien dengan diagnosis stroke hemoragik dengan hipertensi. Pada keempat pasien sebelum dilaksanakan dukungan nutrisi dilakukan skrining menggunakan formulir skrining dari bagian gizi RSUT, yang merupakan modifikasi dari Malnutrition Screening Tool (MST). Metode skrining yang digunakan oleh bagian gizi RSUT selain menilai penurunan asupan makanan yang tidak adekuat 3-5 hari, dan kehilangan BB lebih dari 10% terhadap BB sebelum sakit atau kehilangan lebih dari 15% terhadap BB ideal, juga menilai kadar serum albumin kurang dari 3 g/dL, dan terdapatnya penyakit dengan stres metabolik berat. Apabila terdapat salah satu atau lebih dari pernyataan diatas, maka pasien membutuhkan dukungan tim asuhan nutrisi. Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menyebabkan gangguan neurologik yang mendadak.6 Faktor risiko penyakit stroke ada dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia >45 tahun pada laki-laki dan >55 tahun pada perempuan atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen, termasuk juga adanya riwayat stroke dalam keluarga.3,8-10 Keadaan tersebut didapatkan pada kedua pasien laki-laki dan kedua pasien perempuan dalam serial kasus ini, di mana usia dari kedua pasien laki-laki yaitu 60 dan 65 tahun, begitu juga dengan satu pasien perempuan yang berusia 56 tahun, serta memiliki saudara kandung yang menderita stroke. Sedangkan pasien yang satu lagi seorang perempuan berusia 49 tahun telah mengalami menopause tanpa terapi penggantian estrogen. Sementara faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, diabetes melitus, fibrilasi atrium, merokok, kecanduan alkohol, obesitas, dan dislipidemia yang disertai dengan penyakit jantung koroner.3,8-10 Keempat pasien menderita hipertensi, dan mempunyai anggota keluarga yang juga menderita hipertensi. Setiap penurunan tekanan darah sistolik 10 mm Hg berhubungan dengan
49 Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
50
penurunan risiko stroke sekitar 1/3 nya.12 Sementara peningkatan tekanan darah sistolik 2 mm Hg berhubungan dengan kematian akibat stroke 4,2%.32 Pasien kedua menderita DM tipe 2, pasien baru terdiagnosis DM tipe 2 pada saat terkena serangan stroke ini. Diabetes melitus lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik daripada stroke hemoragik. DM meningkatkan risiko terkena stroke iskemik 2 sampai 3 kali lipat pada laki-laki dan 2 sampai 5 kali lipat pada perempuan.33,34 Hubungan antara diabetes dan stroke hemoragik masih kontroversial. Namun, diabetes sering bersama dengan hipertensi yang telah dilaporkan memiliki hubungan dengan pendarahan otak.13 Hiperglikemia pada fase akut stroke merupakan dampak dari respon stres. Respon stres akibat stroke akan meningkatkan pelepasan kortisol dan norepinefrin. Terjadi disfungsi mitokondria, resistensi insulin, dan metabolisme anaerob. Hiperglikemia akan memicu kerusakan sel saraf akibat stroke. Pada stroke hemoragik, hiperglikemia memicu munculnya edema dan kematian jaringan sekitar hematoma.35,36 Kedua pasien laki-laki merokok sejak remaja. Pada penelitian Kurth dkk.40 didapatkan peningkatan angka kejadian stroke hemoragik pada pasien perempuan yang merokok sigaret lebih dari 15 batang/hari dan pada pasien laki-laki yang merokok sigaret lebih dari 20 batang/hari. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang kuat antara merokok dengan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Satu dari keempat pasien ini mengalami obesitas. Winter dkk.15 mendapatkan adanya hubungan obesitas dengan risiko stroke, dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan dari marker abdominal adiposity (waist-to-hip ratio dan lingkar pinggang) yang secara signifikan berhubungan dengan risiko stroke. Obesitas lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik daripada stroke hemoragik.33 BB lebih meningkatkan risiko stroke iskemik 22%, dan obesitas meningkatkan risiko stroke iskemik 64 %. Tetapi tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara BB lebih dan obesitas dengan stroke hemoragik, namun berdasarkan analisis statistik faktor tekanan darah memediasi efek obesitas terhadap stroke hemoragik.41 Adiponektin adalah hormon yang terdapat di dalam jaringan adiposa, hormon ini meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan hati dan meningkatkan
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
51
oksidasi free fatty acid (FFA) dalam beberapa jaringan, termasuk otot. Kadar adiponektin plasma menurun dengan meningkatnya derajat obesitas, menurunnya konsentrasi
adiponektin
berhubungan
dengan
resistensi
insulin
dan
hiperinsulinemia. Adiponektin terlibat dalam perkembangan aterosklerosis. Adiponektin menghambat TNF-α dalam menginduksi ekspresi molekul adhesi dan transformasi makrofag menjadi sel busa, keduanya merupakan komponen utama dari aterogenesis. Proses di atas menerangkan adanya hubungan penting antara obesitas dan perkembangan aterosklerosis.42 Kalau dilihat dari asupan pasien yang mengalami obesitas ini pada saat sebelum sakit, tampak asupan kalori yang berlebih dari kebutuhan energi total pasien yaitu sekitar 2475 kkal, hal ini merupakan salah satu faktor yang memicu pasien mengalami obesitas. Dua dari keempat pasien ini mengalami dislipidemia. HDL yang rendah lebih cenderung meningkatkan risiko stroke iskemik daripada stroke hemoragik. Sedangkan peningkatan LDL meningkatkan risiko stroke iskemik dan stroke hemoragik.33,38 Hal yang berbeda dinyatakan oleh referensi lainnya bahwa kadar HDL yang rendah dapat dikaitkan dengan ICH primer. Pecahnya pembuluh darah dapat disebabkan oleh kontribusi dari lipid disorder bersama dengan hipertensi sebagai risiko yang sudah ada sebelumnya.14 Seperti yang dapat ditemukan pada keempat pasien ini yang mempunyai kadar HDL kolesterol yang lebih rendah daripada kadar normal. Salah satu penyebab ICH adalah cerebral amyloid angiopathy (CAA). Kadar HDL yang tinggi dapat mengurangi risiko ICH dengan menurunkan CAA. Peningkatan dua kali lipat kadar HDL plasma, dapat menurunkan CAA 50%. HDL juga menghambat LDL dalam memicu pembentukan hidroperoksida lipid, monocyte adherence, aktivitas kemotaktik monosit dan fosfolipid teroksidasi. HDL dapat meningkatkan fungsi endotel dan memperbaiki dinding pembuluh darah.74 Roman dkk.75 mendapatkan kadar total kolesterol dan LDL yang tinggi pada pasien perdarahan intraserebral spontan. Hal ini sesuai dengan pasien kedua dan keempat yang mempunyai kadar LDL yang tinggi. Meskipun mekanisme hubungan antara kadar trigliserida dan ICH belum diketahui, tetapi dapat dijelaskan bahwa kadar trigliserida yang rendah berkontribusi terhadap kelemahan endotelium vaskular, endotelium akan rapuh
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
52
sehingga rentan terhadap kebocoran. Kolesterol dan asam lemak esensial merupakan unsur penting dari membran sel.76 Keempat pasien serial kasus ini mempunyai kadar trigliserida yang normal. Kadar asam urat darah yang tinggi, ikut berperan pada penyakit stroke. Hal ini berhubungan dengan outcome klinis yang buruk pada pasien stroke, dimana berkaitan dengan ketebalan arteri dan fungsi endotel pembuluh darah.11 Hiperurisemia dapat
menimbulkan hipertensi
dimana asam
urat
dapat
mengaktifkan sistem renin-angiotensin, sebagai independent sodium sensitive dan menyebabkan down regulation of the nitric oxide sehingga menyebabkan hipertensi. Asam urat juga dapat menyebabkan proliferasi otot polos pembuluh darah yang dimediasi oleh platelet-derived of growth factor (PDGF) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1).44 Pasien pertama mengalami hiperurisemia. Jika dilihat dari analisis asupan nutrisi pasien sebelum sakit, pasien sering makan jeroan, ekstrak daging atau kaldu di sop, dan ikan sarden kaleng. Jenis makanan yang dikonsumsi pasien adalah yang mengandung purin tinggi, yaitu berkisar 100-1000 mg purin dalam 100 g bahan makanan.63 Serangan stroke hemoragik hampir selalu terjadi pada saat pasien dalam keadaan terjaga dan kadang-kadang ketika stres.19 Gejala klinis stroke hemoragik terutama intraparenchymal hemorrhage, adalah
defisit
neurologis
yang
mendadak, sakit kepala yang hebat, serta muntah-muntah.6,19,50 Semua pasien mengalami serangan stroke pada saat terjaga, terjadi secara mendadak, dan adanya sakit kepala yang hebat dan muntah-muntah. Sakit kepala yang hebat dan muntahmuntah
menandakan
terjadinya
peningkatan
membedakannya dengan stroke iskemik.
tekanan
intrakranial,
yang
6,19,50
Tiga orang pasien mengalami penurunan kesadaran. Tingkat penurunan kesadaran berhubungan dengan defisit fokal yang terjadi, yang terus memburuk selama 30 sampai 90 menit pertama. Defisit neurologis dapat berupa paralisis kontralateral wajah, lengan dan tungkai serta gangguan bicara.19 Serangan ini selalu disertai oleh hipertensi akut seperti yang terjadi pada keempat pasien ini.50 Terdapat beberapa bentuk reaksi patologik yang khas pada neuron. Cedera neuron akut merujuk kepada suatu spektrum perubahan akibat hipoksia / iskemia
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
53
SSP akut atau gangguan akut lain yang akhirnya menyebabkan kematian sel. Sekitar 12 sampai 24 jam setelah terjadi gangguan hipoksik / iskemik maka kerusakan sel bersifat ireversibel. Beberapa penelitian dapat memperlihatkan adanya perubahan struktural yang lebih awal sekitar 4 sampai 8 jam pasca cedera neuron yang bersifat ireversibel.27 Konsumsi sayur dan buah pada keempat pasien sangat kurang, berdasarkan RISKESDAS 2013, menyatakan kriteria konsumsi yang kurang yaitu apabila seseorang mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Kebanyakan orang Indonesia kurang konsumsi sayur dan buah, sekitar 85% sampai lebih dari 95% orang Indonesia kurang konsumsi sayur dan buah. Di Banten sendiri, yaitu propinsi tempat RSUT berada, terdapat lebih dari 95% penduduknya kurang konsumsi sayur dan buah.5 Peningkatan asupan sayur dan buah menurunkan resiko stroke iskemik dengan signifikan, karena di buah dan sayur banyak mengandung mikronutrien, antioksidan, phytochemicals, flavonoids dan serat.77 Tetapi hubungan antara asupan sayur dan buah terhadap resiko stroke hemoragik belum ditemukan. Perilaku konsumsi makanan berisiko antara lain kebiasaan mengonsumsi makanan/minuman manis, asin, berlemak, diawetkan, berkafein, dan berpenyedap adalah perilaku berisiko penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi makanan berisiko dikelompokkan ‘sering’ apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap hari. Konsumsi makanan/minuman manis >1 kali dalam sehari pada penduduk berusia >10 tahun secara nasional adalah 53,1 %.5 Sementara proporsi nasional penduduk dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol, dan makanan gorengan >1 kali per hari 40,7 %. Banten termasuk dari lima propinsi tertinggi di atas rerata nasional untuk perilaku penduduknya mengonsumsi makanan berlemak, berkolesterol, dan makanan gorengan >1 kali per hari yaitu 48,8%.5 Porporsi untuk pengonsumsi kopi dan kafein selain kopi di Indonesia sekitar 29,3% dan 5,6%, sementara untuk propinsi Banten 31,9% dan 3,9%.5 Tetapi penelitian Wolfgang dkk.78 mendapatkan bahwa kebiasaan minum kopi tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
54
Penelitian meta-analysis dari 12 penelitian kohort memperlihatkan bahwa dengan peningkatan 5 g/hari konsumsi garam berhubungan dengan peningkatan 17% resiko stroke.79,80 Kebiasaan penduduk makan asin terlihat mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian hipertensi dengan nilai p=0,001.81 Sesuai dengan penelitian Neal dkk.32 yang menyatakan bahwa penurunan konsumsi garam dapat menurunkan hipertensi. Makanan yang mengandung sodium tinggi yaitu makanan kaleng, soda kue, keju, seafood, dan cereals.82 Orang Indonesia dan Asia pada umumnya konsumsi Na tinggi karena biasa mengonsumsi kecap, bumbu penyedap (MSG) cukup banyak.81 Hampir empat dari lima penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap >1 kali per hari yaitu 77,3 %, untuk propinsi Banten 82,9 %.5 Rata-rata orang Indonesia mengonsumsi garam antara 30-40 g perhari dibandingkan orang Amerika yang hanya 6-18 g perhari.81 Penelitian Neal dkk.32 yang menyatakan bahwa penurunan konsumsi garam dapat menurunkan hipertensi, jika konsumsi sodium dikurangi menjadi 100 mmol/hari (setara dengan garam 6 g/hari) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 3-6 mm Hg. Hal tersebut sesuai dengan penelitian meta-analisis yang mendapatkan pengurangan konsumsi garam menjadi 6 g/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik 7/4 mm Hg pada penderita hipertensi dan 4/2 mm Hg pada mereka tanpa hipertensi, dan dapat mengurangi resiko terserang stroke 24 %.80 Semua pasien mengonsumsi sodium dalam jumlah yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari analisis asupan makanan pasien sebelum sakit. Pasien pertama mengonsumsi sodium sebanyak 11,4 g/hari, pasien kedua mengonsumsi sodium sebanyak 7 g/hari, pasien ketiga mengonsumsi sodium sebanyak 9 g/hari, dan pasien keempat mengonsumsi sodium sebanyak 8,3 g/hari. Disfagia sering terjadi pada pasien stroke, oleh karena itu pemberian nutrisi enteral merupakan salah satu pilihan yang dapat diberikan dengan menggunakan tube feeding. Pemakaian tube feeding sering dirasakan kurang nyaman oleh pasien, oleh karena itu sering digunakan tube feeding ukuran yang lebih kecil pada orang dewasa dengan ukuran 8-Fr, 10-Fr, atau 12-Fr. Ukuran kecil ini juga dibutuhkan pada saat akan weaning enteral nutrition. Apabila terdapat kontra indikasi pemberian nutrisi enteral, dapat diberikan parenteral
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
55
nutrisi.7,46 Keempat pasien mengalami disfagia dan membutuhkan nutrisi enteral. Nutrisi diberikan melalui NGT dengan ukuran 16-Fr, berdasarkan ketersediaan yang ada. Semua pasien tidak memiliki kontra indikasi pemberian nutrisi enteral. Early enteral nutrition yaitu pemberian nutrisi enteral yang mulai diberikan setidaknya dalam 72 jam pasca serangan stroke. Early enteral nutrition pada fase akut masih kontroversial. Dari satu sisi tidak boleh diberikan nutrisi melalui tube feeding pada hari pertama perawatan, terutama dalam kondisi yang belum jelas dengan kemungkinan komplikasi seperti perdarahan otak atau membutuhkan ventilasi. Di sisi lain, mulainya diberikan early enteral nutrition pada fase akut, mempunyai beberapa manfaat antara lain menjaga fungsi barrier mukosa saluran cerna tetap utuh, mencegah translokasi bakteri, dan mengurangi risiko komplikasi infeksi yang dapat terjadi pada pemberian parenteral nutrition.7 Keempat pasien ini mulai diberikan nutrisi enteral dalam 72 jam pasca serangan stroke. Semua pasien berada pada fase akut. Suatu penelitian menunjukkan pemberian nutrisi enteral dalam waktu 7 hari dari hari pertama rawat dapat menurunkan angka kematian 5,8% dan lebih survive dibandingkan kelompok yang mulai pemberian nutrisinya terlambat.7 Pemberian nutrisi diberikan secara bertahap dimulai dari 15 atau 16 kkal/kg BB/24 jam. direkomendasikan
Hal ini sesuai dengan tatalaksana nutrisi
dimana
pada
fase
akut
pemberian
nutrisi
yang harus
mempertimbangkan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti perdarahan otak atau membutuhkan ventilasi.7 Oleh karena itu, pemberian nutrisi dimulai dari kalori rendah 15-20 kkal/kg/24 jam.54 Pada pasien ketiga yang mengalami obesitas, perlu diperhatikan pemberian karbohidrat pada pasien ini harus mencukupi jumlah minimal 150 g, untuk mencegah terjadinya ketosis.55 Kebutuhan
protein
pada
pasien
stroke
direkomendasikan
1-1,5g/kg BB/hari.46 Target pemberian protein yang diberikan pada keempat pasien yaitu 1,2 g/kg BB/hari, jumlah ini masih dalam rentang kebutuhan protein yang direkomendasikan untuk pasien stroke. Lemak diberikan sesuai dengan komposisi diet seimbang.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
56
Diberikan dalam bentuk makanan cair (MC) RS yang mengandung kalori 1 kkal/ml, yang disesuaikan dengan guidelines pemberian nutrisi pada stroke akut.83 Khusus pasien kedua dengan DM tipe 2, diberikan formula DM. Pemberian nutrisi diberikan melalui NGT. Pasien ketiga dan keempat belum menggunakan NGT pada hari pertama pemantauan. Seharusnya dilakukan skrining disfagia pada pasien ini. Tetapi kedua pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, sehingga skrining disfagia sulit dilakukan. Pasien sepertinya sulit menelan air liurnya sendiri, tampak air liur keluar melalui celah bibir yang terbuka. Akhirnya disarankan pemasangan NGT kepada kedua pasien untuk mencegah terjadinya aspirasi. Jika pasien tidak dapat menelan salivanya lebih dari 500 ml per hari maka akan beresiko untuk mengalami aspirasi.7
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Berdasarkan pemberian dukungan nutrisi pada keempat pasien serial kasus ini dapat disimpulkan: 1. Tatalaksana nutrisi pada pasien disesuaikan dengan kondisi pasien yang mengalami serangan stroke akut. Setelah hemodinamik stabil pemberian nutrisi dimulai dari 15-20 kkal/kg BB. Khusus untuk pasien obesitas, pemberian karbohidrat minimal sebesar 150 g untuk mencegah ketosis. 2. Untuk tatalaksana nutrisi pasien di rumah diberikan edukasi nutrisi sesuai dengan faktor risiko yang mendasarinya yaitu diberikan DASH diet, NCEP-ATP III, rekomendasi diet DM dari International Diabetes Federation (IDF), pemilihan sumber karbohidrat kompleks serta makanan dengan indeks glikemik yang rendah dan pemilihan sumber makanan rendah purin. Pada pasien obesitas dilakukan restriksi kalori sekitar 5001000 kkal/hari. Diharapkan dapat mengurangi berat badan 0,5 sampai 1 kg/minggu.
5.2 SARAN 1.
Tatalaksana nutrisi untuk pasien stroke memerlukan kerjasama multidisiplin, sehingga komplikasi aspirasi pneumonia dan malnutrisi pada pasien stroke dapat dicegah.
2. Edukasi nutrisi dan perubahan gaya hidup perlu diberikan kepada pasien dan keluarga pasien, sejak pasien dalam masa rawat sampai pasien pulang, untuk mencegah serangan stroke berulang.
57 Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR REFERENSI
1. Misbach J. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam: Rasyid A, Soertidewi L. editor. Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.p. 1-9. 2. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins.2010. 3. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Gambaran penyakit tidak menular di rumah sakit di Indonesia tahun 2009 dan 2010. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan 2012: 1-12. 4. Goljan EF. Pathology Review.W.B. USA: Saunders Company.2010. p.288-99. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS 2013. Jakarta: Depkes,2013. 6. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Disease. Adams and Victor’s Principles of Neurology. New York: The McGraw Hill Companies;2005. 7. Wirth R, Smoliner C, Jager M, Warnecke T, Leischker AH, Dziewas R. Guideline clinical nutrition in patients with stroke. Experimental & Translational Stroke Medicine 2013;5:1-11. 8. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC, 2006.p.576-612. 9. Ard JD, Fraklin FA Jr. Cardiovascular disease. In: Heimburger DC, Ard JD. Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006. 10. Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.2011. 11. Khan F, George J, Wong K, McSwiggan S, Struthers AD, Belch JJF. The association between serum urate levels and arterial stiffness/endothelial function in stroke survivors. Atherosclerosis 2008;374-379. 12. Huang CY. Nutrition and stroke. Asia Pac J Clin Nutr 2007;16:266-274. 13. Hyvarinen M, Tuomilehto J, Mahonen M, Stehouwer CD, Pyorala K, Zethelius B, et al. Hyperglycemia and Incidence of Ischemic and Hemorrhagic Stroke-Comparison Between Fasting and 2-Hour Glucose Criteria. Stroke 2009;40:1633-37.
58 Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
59
14. Prokin AL, Čuzdi A, Živanović Z, Šekarić J, Zekić TK, Popović N et al. Dyslipidemia as a risk factor for primary intracerebral hemorrhage. Med Glas (Zenica) 2014; 11(1):31-36. 15. Winter Y, Rohrmann S, Linseisen J, Lanczik O, Ringleb PA, Hebebrand J et al. Contribution of Obesity and Abdominal Fat Mass to Risk of Stroke and Transient Ischemic Attacks. Stroke 2008;39:3145-51. 16. Bos MJ, Koudstaal PJ, Hofman A, Witteman JCM, Breteler MMB. Uric Acid Is a Risk Factor for Myocardial Infarction and Stroke. Stroke 2006;37:1503-07. 17. Remig VM. Medical nutrition therapy for neurologic disorders. In: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th ed.St.Louis: Elsevier Saunders; 2008.p.1067-101. 18. Roman GC. Nutritional disorders of the nervous system. In: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ. Modern in Health and Disease 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.p.1362-80. 19. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular Diseases. In: Hauser SL, Josephson SA, English JD, Engstrom JW. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. USA: The Mc Graw Hill; 2006.p.233-71. 20. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. edisi ke-7. New York: The Mc Graw Hill; 2009.p. 292-327 21. Mancall EL, Brock DG. Gray’s Clinical Neuroanatomy, The Anatomic Basis for Clinical Neuroscience. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011.p. 3-10 22. Sherwood L. Human Physiology. Edisi Brooks/Cole. 2007;6:131-79.
ke-6. China: Thomson
23. Messing RO. Nervous System Disorders. In: McPhee SJ. Ganong WF. Pathophysiology of disease, An Introduction to Clinical Medicine. USA: Mc Graw Hill. 2006; 5:144-88 24. Bear MF, Connors BW, Paradiso MA. Neuroscience Exploring the Brain. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007;3:133-66. 25. Beltran FA, Acuna AI, Miro MP, Castro MA. Brain energy metabolism in health and disease. Neuroscience-Dealing with Frontrier. Diunduh dari http:www.intechopen.com. Diakses tanggal 18 November 2014.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
60
26. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis and Management. Clinical Review 2013;10:15-22. 27. Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The Central Nervous System. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. ed 8. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p.1279-344. 28. Underwood J.C.E, Cross S.S. General and Systematic Pathology. Philadelphia: Elsevier. 2010.p.748-809. 29. Pujol TJ, Tucker JE, Barnes JT, Diseases of cardiovascular system. In: Nelms M, Sucher K, Lacey K, SR R, Nutrition Therapy and Pathophysiology, ed 2. Belmont: Wadsworth Cengage Learning; 2011.p.283-339. 30. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr JL et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206-52. 31. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).JAMA 2014;311(5):507-20. 32. Neal B. The effectiveness and costs of population interventions to reduce salt consumption. Sydney: The George Institute For International Health. 2006.p.1-35. 33. Zhang J, Wang Yao, Wang G, SunH, Sun T, Shi J, et al. Clinical factors in patients with ischemic versus hemorrhagic stroke in East China.Word J Emerg Med 2011;2(1):18-23. 34. Sharma M, Gubitz GJ. Management of Stroke in Diabetes. Canadian Journal of Diabetes 2013. 35. Sabin JA, Molina CA, Ribo M, Arenillas JF, Montaner J, Huertas R, et al. Impact of Admission Hyperglycemia on Stroke Outcome After Thrombolysis Risk Stratification in Relation to Time to Reperfusion.Stroke 2004;35:2393-499. 36. Song EC, Chu K, Jeong SW, Jung KH, Kim SH, Kim M, et al. Hyperglycemia Exacerbates Brain Edema and Perihematomal Cell Death After Intracerebral Hemorrhage. Stroke 2003;34:2215-20.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
61
37. Gotto AM, Farmer JA. Reducing the Risk for Stroke in Patients With Myocardial Infarction A Myocardial Ischemia Reduction With Aggressive Cholesterol Lowering (MIRACL) Substudy. Circulation 2002;106:159598. 38. Tziomalos K, Athyros VG, Karaqiannis A, Mikhailidis DP. Dyslipidemia as a risk factor for ischemic stroke. Curr Top Med Chem 2009;9:1291-7. 39. Shah RS, Cole JW. Smoking and stroke: the more you smoke the more you stroke. Expert Rev Cardiovasc Ther 2010 July ; 8(7): 917–32. 40. Kurth T, Kase CS, Berger K, Schaeffner ES, Buring JE, Gaziano JM. Smoking and the risk of hemorrhagic stroke in men. Stroke 2003;34:1151– 5. 41. Health Risks. Obesity Prevention Source. Weight Problems Take a Hefty Toll on Body and Mind.Harvard, school of public health 2014. 42. Greenberg AS, Obin MS. Obesity and the role of adipose tissue in inflammation and metabolism. Am J Clin Nutr 2006;83:461S-5S. 43. Johnson RJ, Kang DH, Feig D, Kivlighn S, Kanellis J, Watanabe S, Tuttle KR, Iturbe BR, Acosta JH, Mazzali M. Is There a Pathogenetic Role for Uric Acid in Hypertension and Cardiovascular and Renal Disease?. Hypertension 2003;41:1183-90. 44. Feig DI. The Role of Uric Acid in the Pathogenesis of Hypertension in the Young. J Clin Hypertens (Greenwich) 2012;14:346-52. 45. Waring WS, Webb DJ, Maxwell SRJ. Effect of local hyperuricemia on endothelial function in the human forearm vascular bed. Br J Clin Pharmacol 2000;49:511. 46. Corrigan ML, Escuro AA, Celestin J, Kirby DF. Nutrition in the Stroke Patient. Nutr Clin Pract 2011;26:242. 47. Gosney M, Martin MV, Wright AE: The role of selective decontamination of the digestive tract in acute stroke. Age Ageing 2006, 35:42–7. 48. Bouziana SD and Tziomalos K. Malnutrition in Patients with Acute Stroke. Journal of Nutrition and Metabolism 2011; 1-8. 49. Hafsteinsdottir TB, Vergunst M, Lindeman E, Schuurmens M, Educational needs of patients with a stroke and their caregivers: A systematic review of the literature. Patient Education and Counseling 2011;85:14-25.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
62
50. Bernstein RA. Cerebrovascular Disease: Hemorrhagic Stroke. In: Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment Neurology. USA: Mc Graw Hill. 2007.p. 126-47. 51. Hennerici MG, Bogousslavsky J, Sacco R, Binder J, Chong J, Paciaroni M. Stroke. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2005. 52. Heimburger DC. Nutritional assessment. In: Heimburger DC, D Ard J, editor. Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006. 53. James M, Shikany DRPH. Diabetes. In : Heimburger DC, D Ard J, editor. Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006;40112. 54. Grande PO. The “Lund Concept” for the treatment of severe head trauma –physiological principles and its clinical application. Intensive Care Medicine 2006:1-31. 55. Cresci GA. Nutrition Support for the Critically Ill Patient: A Guide to Practice.USA: CRC Press.2005.p. 612. 56. Blumenthal JA, Greater adherence to DASH diet can lead to significant reductions in blood pressure. Elsevier Health Sciences 2012. 57. National Institutes of Health National Heart L, and Blood Institute. Your Guide to Lowering Your Blood Pressure With DASH.2006. 58. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: PB.PERKENI,2011. 59. Evert AB, Boucher JL, Cypress M, et al. Nutrition therapy recommendations for the management of adults with diabetes. Diabetes Care 2013:1-22. 60. Dodd H, Williams S, Brown R, and Venn B. Calculating meal glycemic index by using measured and published food values compared with directly measured meal glycemic index. Am J Clin Nutr 2011;94:992-6. 61. American Heart Association. Third report of the national cholesterol education program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults (adult treatment panel III) final report. Circulation 2002;106:3143–280. 62. Ard JD. Obesity. In: Heimburger DC, Ard JD. Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006.p.371-400.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
63
63. Almatsier S. Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta: Gramedia. 2010.p.196-200. 64. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, et al. 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension. Journal of Hypertension 2013;31:1281-357. 65. Saposnik G. The Role of Vitamin B in Stroke Prevention: A Journey From Observational Studies to Clinical Trials and Critique of the VITAmins TO Prevent Stroke (VITATOPS). Stroke 2011;42:838-42. 66. Coenzym Q10. Alternative Medicine Review 2007;2:159-165. 67. Fedacko J, Pella D, Fedackova P, Vargova V, Meester FD, Durcikova P et al. Coenzyme Q10 in Heart and Brain Disease. The Open Nutraceuticals Journal 2011;4:69-87. 68. Ho MJ, Bellusci A, Wright JM. Blood pressure lowering efficacy of coenzyme Q10 for primary hypertension (review). The Cochrane Collaboration. John Wiley & Sons, Ltd 2009;4:1-16. 69. Park Y, Park S, Yi H, Kim HY, Kang SJ, Kim J, et al. Low level of n-3 polyunsaturated fatty acids in erythrocytes is a risk factor for both acute ischemic and hemorrhagic stroke in Koreans. Nutr Res 2009;29:825-30. 70. Bang HO, Dyerberg J, Sinclair MH. The composition of the Eskimo food in north western Greenland. Am J Clin Nutr 1980;33:2657-61. 71. Knapp HR, Reilly IA, Alessandrini P, FitzGerald GA. In vivo indexes of platelet and vascular function during fish-oil administration in patients with atherosclerosis. N Engl J Med 1986;314:937-42. 72. Ismail MYM. Drug-Food interactions and Role of Pharmacist. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2009. 73. Choe JY. Drug Actions and Interactions. China: Mc Graw Hill. 2011.p. 349-59. 74. Wang X, Li S, Bai Y, Fan X, Sun K, Wang J, Hui R. Inverse association of plasma level of high-density lipoprotein cholesterol with intracerebral hemorrhage. J.Lipid Res 2011.52:1747-54. 75. Roman H, Ivanka V, Jan M, Bohdan K, Martin G, Helena V, et al. Occurrence of dyslipidemia in spontaneous intracerebral hemorrhage. European journal of lipid science and technology 2006:383-88.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
64
76. Wieberdink RG, Poels MMF, Vernooij MW, Koudstaal PJ, Hofman A, Lugt AVD et al. Serum lipid levels and the Risk of Intracerebral Hemorrhage: The Rotterdam Study. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2011;31:2982-9. 77. Johnsen SP, Overvad K, Stripp C, Tjonneland A, Husted SE, and Sorensen HT. Intake of fruit and vegetables and the risk of ischemic stroke in a cohort of Danish men and women. Am Soc Clin Nutr 2003;78:57-64. 78. Wolfgang C. Habitual Caffeine Intake and The Risk of Hypertension in Women. JAMA 2005: 2330-35. 79. He FJ, Campbell NRC, MacGregor GA. Reducing salt intake to prevent hypertension and cardiovascular disease. Rev Panam Salud Publica 2012;32(4):293-300. 80. Strazzullo P, D’Elia L, Kandala NgB, Cappuccio FP. Salt intake, stroke, and cardiovascular disease: meta-analysis of prospective studies.BMJ 2009;339:1-9. 81. Sunardi T, Soetardjo S. Hidangan sehat untuk penderita hipertensi. Jakarta: Gramedia. 2005. 82. Indrawati L, Werdbasari A, Yudi A. Hubungan Pola Kebiasaan Konsumsi Makanan Masyarakat Miskin dengan Kejadian Hipertensi di Indonesia. Jakarta: Media Penelitian dan Pengembang Kesehatan.2009;4:174-184. 83. Perry L, McLaren S. Nutritional support in acute stroke: the impact of evidence-based guidelines. Clin Nutr 2003;22:283-293.
Universitas Indonesia Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
67
Lampiran 3
Preskripsi Makanan Cair RSUT Bahan
Berat (g) Jumlah
makanan
(ml)
Full krim
52
Putih telur
110
Skim
88
Maizena
6
Gula pasir
60
Minyak
1
1000
Energi
Protein
Lemak
KH
(kal)
(g)
(g)
(g)
1000
50
24
150
Kandungan energi 1000 kkal, protein 50 g, lemak 24 g, karbohidrat 150 g, serat 0 g, kolesterol 296,4 mg, PUFA 1,7 g, Ca 539 mg, K 901,4 mg, Mg 63,7 mg, asam folat 0 µg, Fe 5,8 mg, Zn 4,9 µg, vitamin C 20,1 mg, vitamin E 0 mg, vitamin A 373,8 µg, vitamin B6 0,4 mg, vitamin B1 0,3 mg, vitamin B2 0,8 mg, Na 309,6 mg, phosphorus 600,2 mg
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
68
Lampiran 4. Preskripsi Makanan Lunak Pasien I Dan III Untuk Di Rumah
Makan pagi
Bahan Makanan Bubur Telur
Tempe
Terong
Minyak Jeruk manis Selingan Alpukat
E
P
L
KH
175
4
-
40
75
7
5
50 2 ptg sdg
75
5
3
100
25
1
-
3 ½ sdt 110 2 bh sdg 120 1 buah
30 50
-
3 -
- Diblender atau dicincang halus 7 Diblender atau dicincang halus 5 Diblender atau dicincang halus 12 Dibuat jus
10 -
26 1 btr
20
5
- -
400 2 gls
175
50 1/2 ekor sdg
83
11,7
Tahu
110 1 ptg
75
5
Tomat Pepaya
100 1 gls 110 1 ptg bsr
Bubur
Selingan Apel
susu skim Bubur
Ket
400 2 gelas 55 1 btr
-
Ikan kembung
Makan malam
URT
100
Putih telur
Makan siang
Berat
-
4 -
50 -
59
0,2
30 3 sdm 400 2 gls
110,4
8
175
40 3,3 -
-
100 1 bh sdg
Dibuat jus, atau diserut Diblender atau dicincang halus
Diblender atau dicincang halus 3 7 Diblender atau dicincang halus Dibuat jus 12 Dibuat jus atau diserut 0,4 15,3 Dibuat jus
0,6
4 -
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
15,6 40
69
Ayam tanpa kulit Tempe
Ketimun Pisang Selingan Susu skim Jeruk manis Jumlah
40 1 ptg sdg
50
7
2 -
50 2 ptg sdg
75
5
3
100 1 gls 50 1 bh kecil 20 2 sdm 110 2 bh sdg
-
50 -
-
-
73
5
0,4
50
-
-
1575,4
71,9
33,7
Dicincang halus atau diblender 7 Dicincang halus atau diblender Di buat jus 12 Diserut 10 12 Dibuat jus 234,9 Jumlah
Kandungan serat 28,7 g, kolesterol 200 mg, MUFA 13,5 g (7,7 %KET), PUFA 22,2 g (12,7% KET), Ca 522,9 mg, K 3556,3 mg, Mg 462,2 mg, asam folat 20 µg, Fe 14,4 mg, Zn 8,3 µg, vitamin E 0,8 mg, vit A 859,5 µg, vitamin B1 1 mg, B2 1,3 mg, B6 2,2 mg, Na 219,8 mg
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
70
Preskripsi Makanan Lunak Pasien II Bahan Makanan Bubur Telur Sayuran A Minyak
Berat (g) 400 55 50 g
Selingan Pagi
Alpukat
Makan Siang
Makan Pagi
2 gelas 1 butir ½ gelas
Energi (kal) 175 75 12
Protein (g) 4 7 -
Lemak (g) 5 -
KH (g) 40 3
3
½ sdt
30
-
3
-
120
1 buah
100
-
10
-
Bubur 400 Ikan kembung 45
2 gelas
175
4
-
40
1/2 ekor sdg 1 ptg 1 ptg 1 sdt
75
10,5
3
-
75 50 45
5 0
3 9
7 12 0
25
5 sdm
87
2
-
20
15
1 scoop 62
3
2
8
Tahu Pepaya Kanola Selingan Sore
Makan Malam
Selingan Malam
Agaragar Tepung maizena Susu rendah lemak Gula diet Bubur broccoli Ayam tanpa kulit Tempe Formula diabetes
110 110 5
100 40
25 200 ml
URT
1 ptg sdg 1 ptg sdg 3 scoop+ air 150 ml
25 50
1 7
2
5 -
37,5
2,5
1,5
3,5
200
8
6
27
KET Lauk & sayur diblender
Dibuat jus atau diserut Lauk & sayur diblender
Lauk & sayur diblender
Jumlah
Kandungan serat 21,9 g, kolesterol 200 mg, SFA 5,5 g (3,3 % KET), MUFA 20 g (12 %KET), PUFA 15 g (9 % KET), Ca 732,6 mg, K 2308,2 mg, Mg 343,3 mg, asam folat 53,7 µg, Fe 15,6 mg, Zn 6,8 µg, vitamin C 115,9 mg, vitamin A 838,3 µg, vitamin B6 1,2 mg, vitamin B1 0,7 mg, B2 1,1 mg, Na 349,9 mg
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Syahda Suwita
Tempat/tanggal lahir : Padang, 31 Oktober 1971 Agama
: Islam
Riwayat Pendidikan
: - Lulusan Fakultas Kedokteran UNAND Padang, 1999 - Lulusan Program Studi Ilmu Gizi, Program Pendidikan Pascasarjana, Kekhususan Ilmu Gizi Klinik, FKUI, 2009
Riwayat Pekerjaan
: - Dokter perusahaan PT Truba Raya Trading, Kabupaten Bogor, 2000-2001. - Kepala puskesmas Lebak Wangi dan Cibeuteung Udik, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, 2001-2004. - Dokter ruangan ibu dan anak di RS Ibu dan Anak Hermina Bogor, 2005-2007. - Pegawai KEMENKES RI, bertugas di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi, SUMBAR, 2010−sampai sekarang.
Organisasi :
Anggota Ikatan Dokter Indonesia
Anggota Muda Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia
Anggota PDGKI
94 Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015