LAPORAN KASUS
STROKE NON HEMORAGIK
Pembimbing: dr. Fachry Uzer, Sp.S
Disusun oleh: Arianda Nurbani Widyaputri (030.09.028)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI KAB.TEGAL PERIODE 24 MARET – 26 APRIL 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ujian dengan judul: “Stroke Non Hemoragik”
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr.Soesilo Slawi Periode 24 Maret – 26 April 2014
Disusun oleh: Arianda Nurbani Widyaputri (030.09.028)
Telah diterima dan disetujui oleh dr.Fachry Uzer, Sp.S selaku dokter penguji dan pembimbing departemen neurologi RSUD Dr.Soesilo Slawi pada tanggal 24 April 2014
Slawi, 24 April 2014 Mengetahui,
dr.Fachry Uzer, Sp.S
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang berjudul “Stroke Non Hemoragik” ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di RSUD Dr.Soesilo Slawi. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di SMF Neurologi, khususnya dr. Fachry Uzer,Sp.S, atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan maksimal kemampuan saya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan untuk melatih kemampuan menulis makalahuntuk berikutnya. Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.
2
DAFTAR ISI
JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………………… 1 KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… 2 DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………... 3 BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………... 4 BAB II STATUS PASIEN A. Identitas …………………………………………………………………………… 5 B. Anamnesis ………………………………………………………………………… 5 C. Pemeriksaan Fisik …………………………………………………………………. 6 D. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………………….. 11 E. Resume …………………………………………………………………………... 13 F. Diagnosa dan Diagnosa Banding ………………………………………………... 13 G. Terapi …………………………………………………………………………….. 13 H. Follow Up ………………………………………………………………………... 13 I. Prognosis …………………………………………………………………………… 16 BAB III PEMBAHASAN KASUS ……………………………………………………….. 17 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA VASKULARISASI SARAF PUSAT A. Anatomi ………………………………………………………………………… 20 B. Fisiologi ………………………………………………………………………… 22 STROKE NON HEMORAGIK A. B. C. D. E. F. G.
Definisi …………………………………………………………………………. 22 Etiologi …………………………………………………………………………. 23 Faktor Resiko …………………………………………………………………... 24 Klasifikasi ………………………………………………………………………. 24 Patofosiologi ……………………………………………………………………. 26 Diagnosis ……………………………………………………………………….. 27 Penatalaksanaan ………………………………………………………………… 32
BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.
4
BAB I STATUS PASIEN STATUS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI SMF NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.SOESILO SLAWI Nama Mahasiswa
: Arianda Nurbani Widyaputri
NIM
: 030.09.028
Dokter Pembimbing
: dr.Fachry Uzer, Sp.S
A.
IDENTITAS
Nama
: Tn. MK
Alamat
: Jatinegara
Umur
: 45 tahun
Suku
:
Pekerjaan
: Pedagang
Tanggal masuk
: 13 April 2014
Status perkawinan
: Menikah
Ruang
:
Agama
: Islam
B.
Jawa
Kemuning
ANAMNESA Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 22 April
2014 di ruang rawat inap Kemuning IV RSUD Dr.Soesilo Slawi. Keluhan Utama : Tangan dan kaki kanan terasa lemah tidak bisa digerakkan sejak sebelas hari yang lalu Keluhan Tambahan : Bicara pelo dan mulut miring ke kiri Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.Soesilo Slawi pada tanggal 13 April 2014 dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan. Hal ini sebenarnya sudah dirasakan oleh pasien sejak tiga hari SMRS. Pada awalnya tangan dan kaki kanan terasa lemas, kesemutan, dan masih dapat digerakkan. Namun lama kelamaan kelemahan dirasakan bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya
5
miring ke kiri sejak tangan dan kaki kanannya lemas. Keluhan lainnya seperti sakit kepala, muntah, dan pingsan sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, dan trauma disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien baru pertamakali mengalami hal yang seperti ini. Dua tahun yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami sakit kepala hebat yang menjalar sampai ke tengkuk. Setelah di rawat, pasien diketahui menderita darah tinggi. Riwayat penyakit jantung dan kencing manis disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang seupa dengan pasien. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung pada keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat Pengobatan Setelah timbul keluhan pasien belum pernah berobat sebelumnya. Dulu pasien sempat meminum obat untuk darah tinggi namun sudah lama tidak kontrol dan meminum obatnya lagi. Riwayat Kebiasaan Pasien gemar meminum kopi dan makan goreng-gorengan. Kebiasaan merokok disangkal oleh pasien
C.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum Kesadaran
: compos mentis E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang Tanda vital : Tekanan darah
: 200/140 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 18 x/menit
Suhu
: 36,7oC
Status Generalis a. Kulit
: Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala
: Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
6
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Hidung
: Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga
: Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
Mulut
: Sudur bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-), lidah sedikit mencong ke kanan
Tenggorokan
: Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah
c. Pemeriksaan Leher a) Inspeksi
: Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi
: Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi trakea
d. Pemeriksaan Toraks Jantung a) Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra c) Perkusi : Batas atas kiri
: ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi redup Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Paru a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi otot-otot pernapasan (-) b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) e. Pemeriksaan Abdomen a) Inspeksi
: Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal c) Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen 7
d) Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
k. Pemeriksaan Ekstremitas Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-) Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dextra
Status Neurologis Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4 V5 M6
Gerakan abnormal
: Tidak ada
a. Rangsangan Meningeal 1. Kaku kuduk
: - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I
: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II
: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig
: -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º) 5. Laseque
: -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis 1. N-I (Olfaktorius)
: Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus) a. Visus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna
: Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang
: Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens) a. Gerakan bola mata
: atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+) b. Ptosis
:- /-
c. Pupil
: Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil langsung
:+/+ 8
tidak langsung
:+/+
4. N-V (Trigeminus) a. Sensorik N-V1 (ophtalmicus)
:
+
N-V2 (maksilaris)
:
+
N-V3 (mandibularis)
:
+
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba) b. Motorik
:
+
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut c. Refleks kornea
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
a. Sensorik (indra pengecap) :
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
b. Motorik Angkat alis
:
+ / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata
:
+/+
Menggembungkan pipi :
kanan (baik), kiri (baik)
Menyeringai`
:
kanan (lemah minimal), kiri (baik)
Gerakan involunter
:
-/-
Nistagmus
:
Tidak ditemukan
Tes Romberg
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Tes Rinne
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
6. N. VIII (Vestibulocochlearis) a. Keseimbangan
b. Pendengaran
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus) a. Refleks menelan
:
+
b. Refleks batuk
:
+
c. Perasat lidah (1/3 anterior) :
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula
:
Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring
:
Simetris 9
8. N-XI (Akesorius) a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus :
+ /+
b. Kekuatan M. Trapezius
+ /+
:
9. N-XII (Hipoglosus) a. Tremor lidah
:-
b. Atrofi lidah
:-
c. Ujung lidah saat istirahat : d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan e. Fasikulasi
:-
c. Pemeriksaan Motorik 1. Refleks a. Refleks Fisiologis Biceps
:
N/N
Triceps
:
N/N
Achiles
:
N/N
Patella
:
N/ N
Babinski
:
-/-
Oppenheim
:
-/-
Chaddock
:
-/-
Gordon
:
-/-
Scaeffer
:
-/-
Hoffman-Trommer
:
-/-
b. Refleks Patologis
2. Kekuatan Otot 5555
5555
Ekstremitas Superior Dextra
Ekstremitas Superior Sinistra
5555
5555
Ekstremitas Inferior Dextra
Ekstremitas Inferior Sinistra
Ket: 5 Dapat melawan tahanan, normal 3. Tonus Otot a. Hipotoni
: - /10
b. Hipertoni
: -/-
d. Sistem Ekstrapiramidal 1. Tremor
:
-
2. Chorea
:
-
3. Balismus
:
-
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
e. Sistem Koordinasi 1. Romberg Test
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
1. Atensi
:
Dalam Batas Normal
2. Konsentrasi
:
Dalam Batas Normal
3. Disorientasi
:
Dalam Batas Normal
4. Kecerdasan
:
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa
:
Disartria
6. Memori
:
Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia
:
Pasien dapat mengenal objek dengan baik
f. Fungsi Kortikal
g. Susunan Saraf Otonom
D.
Inkontinensia
:-
Hipersekresi keringat
:-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tanggal 14 April 2014 Darah lengkap Diff count
Leukosit
: 12.000/uL (H)
Eritrosit
: 4,2 juta/uL (L)
Eosinofil
: 3,9%
Hemoglobin
: 12,3 g/dL (L)
Basofil
: 0,2%
11
Hematokrit
: 34% (L)
Netrofil
: 79,10% (H)
MCV
: 81 fL
Limfosit
: 10,0% (L)
MCH
: 30 pg
Monosit
: 6,8%
MCHC
: 36 g/dL
Trombosit
: 198.000/uL
Kimia klinik GDS
: 97 mg/dL
Total protein
: 6,24 g/dL (L)
Ureum
: 64,5 mg/dL (H)
Albumin
: 3,69 g/dL (L)
Kreatinin
: 3,49 mg/dL (H)
Globulin
: 2,55 mg/dL
Asam urat
: 8,0 mg/dL (H)
SGOT
: 17 u/L
Kolesterol total
: 178 mg/dL
SGPT
: 10 u/L
Trigliserid
: 97 mg/dL
Bilirubin total
: 0,7 mg/dL
Bilirubin direk
: 0,29 mg/dL
Bilirubin indirek
: 0,41 mg/dL
CT-Scan kepala tanggal 16 April 2014
Terdapat gambaran lesi hipodens pada hemisfer otak sinistra infark serebri 12
E.
RESUME Seorang laki-laki Tn.MK usia 42 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD
Dr.Soesilo Slawi dengan keluhan hemiplegi dekstra disertai diartria sejak 3 hari SMRS. Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Dulu pasien pernah di rawat inap karena mengalami cephalgia berat akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Dari pemeriksaan fisik status generalis tidak ditemukan kelainan yang berarti selain hipertensi. Dari pemeriksaan status neurologis ditemukan adanya hemiparesis N.VII dan N.XII ke arah dekstra. Kelemahan pada ekstremitas dekstra sudah tidak ditemukan lagi. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kesan leukositosis, anemia, renal insufisiensi, hiperuricemia, dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan bukti adanya infark pada hemisfer cerebri sinistra.
F.
DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis klinis
: Hemiplegi dekstra, disartria
Diagnosis topik
: Suspek lesi pada hemisferium cerebri sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik Diagnosis banding Stroke hemoragik
G.
H.
TERAPI
Bed rest
Oksigen kanul 3lpm
IVFD RL 20 tpm
Inj. Citicholin 3x500mg
Inj. Cefadroxil 2x1gr
Inj. Ranitidine 2x1 amp
Inj. Mecobalamin 2x1
Clopidogrel 1x1 tab
Aspilet 1x1 tab
Nimotop 3x1 tab
FOLLOW UP
13
Tgl.
S
O
A
22-Apr- Bicara pelo
TD 200/140 mmHg
SNH hari
2014
N 80x/menit
berkurang,
ke 10
kelemahan
P Infus RL 20tpm Inj.Citicholin 2x500mg Inj. Cefadroxil 2x1gr
ekstremitas kanan
GCS E4V5M6
Inj. Ranitidine 2x1 amp
(-)
Pupil bulat isokor
Inj. Mecobalamin 2x1
3mm/3mm
Clopidogrel 1x1tab
RCL +/+
Aspilet 1x1tab
RCTL +/+
Nimotop 3x1tab
Kaku kuduk (-) Meningeal (-) Refleks fisiologis +
+
+
+
Refleks patologis (- / -) Motorik 5
5
5
5
Sensorik +2 +2 +2 +2
Otonom : BAK (+) BAB (+) N.kranialis: Lesi N.VII sentral Lesi N.XII sinistra 23-Apr- Tidak ada keluhan
TD 180/100 mmHg
2014
N 88x/menit
SNH hari ke 11
Infus RL 20tpm Inj.Citicholin 2x500mg Inj. Cefadroxil 2x1gr
GCS E4V5M6
Inj. Ranitidine 2x1 amp 14
Pupil bulat isokor
Inj. Mecobalamin 2x1
3mm/3mm
Clopidogrel 1x1tab
RCL +/+
Aspilet 1x1tab
Kaku kuduk (-)
Nimotop 3x1tab
Meningeal (-) Refleks fisiologis +
+
+
+
Refleks patologis (- / -) Motorik 5
5
5
5
Sensorik +2 +2 +2 +2
Otonom : BAK (+) BAB (+) N.kranialis: Lesi N.VII sentral Lesi N.XII sinistra
I. PROGNOSIS Ad vitam
: Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam Ad sanationam : Dubia ad malam
15
BAB II PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non hemoragik/iskemik. A. ANAMNESIS Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa hemiplegi dekstra, bicara pelo, dan bibir miring ke kanan yang tiba-tiba tanpa didahului trauma, nyeri kepala hebat, muntah-muntah, dan penurunan kesadaran. Dari anamnesis juga ditemukan faktor resiko stroke seperti gender (laki-laki) dan hipertensi yang tidak terkontrol. B. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan stroke yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik, dikarenakan tekanan darah yang begitu tinggi sampai 200/140 mmHg dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah cerebri. Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII sentral sinistra dan N.XII sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik. Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot penuh pada keempat ekstremitas. Hal ini menunjukkan sudah terjadinya perbaikan pada kondisi pasien. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Gadjah Mada skor Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-) stroke iskemik
Siriraj skor Skor Stroke Siriraj Rumus : 16
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12 Keterangan : Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; kesadaran 2 = sopor/koma Muntah Nyeri kepala Ateroma Hasil : Skor > 1 Skor < 1 Skor pasien:
0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh darah) Perdarahan supratentorial Infark serebri
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 140) - (3 x 1) – 12 = -1 infark cerebri C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah strok iskemik tidak banyak, diantaranya adalah penurunan hematokrit. Penurunan hematokrit menandakan kondisi viskositas darah, dimana viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak yang tidak lancar menyebabkan hipoksia otak yang dapat berakhir terjadinya iskemik. Pemeriksaan laboratorium darah lainnya seperti anemia, kesan renal insufisiensi, dan hipoproteinemia tidak mendukung ke arah stroke iskemik, namun bisa merupakan komplikasi dari keadaan hipertensi yang tidak terkontrol pada pasien. Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih tegak dengan ditemukannya lesi hipodens pada hemisfer cerebri sinistra. Hal ini cocok dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan Clopidogrel ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah. Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik. Cefadroxil bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien dirawat. Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Mecobalamin diberikan untuk menambah suplemen pada sel saraf sehingga membantu proses pemulihan. 17
Nimotop merupakan calcium channel antagonist yang digunakan sebagai neuroprotektor, biasanya diberikan pada deficit neurologi yang disebabkan iskemi (vasospasme). Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang masih sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya stroke berulang. Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang terganggu dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas sehariharinya mengingat pasien masih dalam usia produktif. Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien dalam menjalani fisioterapi. Kecenderungan bonam dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien untuk mengontrolnya.
18
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
VASKULARISASI SARAF PUSAT A. Anatomi Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1 Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah 19
ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1
20
B. Fisiologi Sistem
karotis
terutama
melayani
kedua
hemisfer
otak,
dan
sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1 Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK A. Definisi Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.1
21
B. Etiologi Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2 1. Emboli Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3 a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel; Penyakit
jantung
rheumatoid
akut
atau
menahun
yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis; Fibralisi atrium; Infark kordis akut; Embolus yang berasal dari vena pulmonalis Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik; b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru. Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”). Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.2 22
2. Trombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2
C. Faktor Resiko Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni: 2,3 1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade) 2. Hipertensi 3. Merokok 4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri) 5. Hiperkolesterolemia 6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.2
D. Klasifikasi Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1 1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) 23
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala neurologik makin lama makin berat. 4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu Berdasarkan subtipe penyebab :4 a. Stroke lakunar Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluhpembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. b. Stroke trombotik pembuluh besar Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. c. Stroke embolik Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. 24
d. Stroke kriptogenik Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.
E. Patofisiologis Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: 1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. 2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom. 3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek. Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang. Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat 25
akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel. Pembuluh darah
Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Oklusi
Perfusi jaringan cerebral ↓
Iskemia
Hipoksia
Metabolisme anaerob
Aktivitas elektrolit terganggu
Asam laktat ↑
Na & K pump gagal
Nekrotik jaringan otak
Infark
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia
F. Diagnosis 1.Gambaran Klinis a) Anamnesis 26
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejalagejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2 c) Pemeriksaan Neurologi Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik 27
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5 Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:6 Sirkulasi terganggu
Sensomotorik
Gejala klinis lain
Hemiplegia kontralateral
Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari
Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia
dominan), agnosia, defisit
kontralateral.
visuospasial, apraksia, disfagia
Hemiplegia kontralateral
Afasia motorik (hemisfer
(lengan lebih berat dari
dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia
(hemisfer non-dominan),
kontralateral.
hemianopsia, disfagia
Tidak ada gangguan
Afasia sensorik (hemisfer
Sindrom Sirkulasi Anterior A.Serebri media (total)
A.Serebri media (bagian atas)
A.Serebri media (bagian bawah)
dominan), afasia afektif (hemisfer non-dominan), kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam
Hemiparese kontralateral,
Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris
(hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali
sensoris neglect sementara (hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior
Hemiplegia kontralateral
Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari
dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia
dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya
personalitas, inkontinensia urin dan
ringan)
alvi
Kuadriplegia, sensoris
Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal
sindrom lock-in, gangguan saraf
Sindrom Sirkulasi Posterior A.Basilaris (total)
cranial yang menyebabkan diplopia, disartria, disfagia, 28
disfonia, gangguan emosi A.Serebri posterior
Hemiplegia sementara,
Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak
sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan, hipestesia atau anestesia terutama pada tangan Pembuluh Darah Kecil Lacunar infark
Gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni, hemiparesis ataksik, sindrom clumsy hand
2.Gambaran Laboratorium Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan
faktor
resiko
stroke
seperti
polisitemia,
trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3 Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3 3.Gambaran Radiologi a) CT scan kepala non kontras Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).3
29
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.3 CT
perfusion
mengidentifikasi
merupakan
daerah
awal
modalitas
terjadinya
baru
iskemik.
yang
berguna
Dengan
untuk
melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3 Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3 b) MR angiografi (MRA) MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray 30
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.3
G. Penatalaksanaan Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1 1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit) Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi
: jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung
: harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah
: dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah
: kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus kronis
Balans cairan
: bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1 a) Mengembalikan reperfusi otak 31
1. Terapi Trombolitik Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7 2. Antikoagulan Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.7 3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half 32
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel) Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi plateletplatelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%. c) Neuroprotektif Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7 2. Fase Pasca Akut Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.1
Terapi preventif 33
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
34
BAB V KESIMPULAN
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa. Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82. 2. Hassmann
KA.
Stroke,
Ischemic.
[Online].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview 3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006. 4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8. 5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67 6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24. 7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67. 8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.
36