15
TATA BAHASA TOLAKI
TIDAK DIPERDAGANGKAN UNTIJK UMUM
TATA BAHASA TOLAKI Zalili Sailan La Ode Sidu Marafad Gusarmin Sofyan Sahian Hamun i
I I I [
PERPjST4(AAr4 PUSAT PEMBIN*AN BAN PENGFMBAsaN BHASA DEPARTEMEN PEIIDIOH(AN BAN KEBUOAYAArI
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kehudayaan Jakarta 1995
ISBN 979-459-513-6 Penyunting Naskah Gustaf Sitindaon Pewajah Kulit Agnes Santi Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
mi dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau karangan ilmiah.
Sebagian atau seluruh isi buku
Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat
Drs. S.R.H. Sitanggang, M.A. (Pemimpin) Drs. Djamani (Sekretanis), A. Rachman Idris (Bendaharawan) Dede Supriadi, Rifman, Hartatik, dan Yusna (Stat) Katalog Dalam Terbitan (KDT) PB 499.253 15
TAT t *
Tata#ju Tatabahasa Tolaki/oleh Zaili SaiJan(e.al].—Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995. xv, f80 him.; 21 cm Bibi.: 179-480 ISBN 479459-513-6 1. Judul 1. Bahasa Tolaki-Tata Bahasa 2. Bahasa-Bahasa Sulawesi Tenggara
iv
Per pustakaan Pusat Pebnsandan Pe age mbagafl eahasa No. IWfsi
No. Inóuk:
G4
' I
TI Ttd.
KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
Masalah bahasa dan sastra di Indonesia berkenaan dengan tiga masalah pokok, yaitu masalah bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Ketiga masalah pokok itu perlu digarap dengan sungguhsungguh dan berencana dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa ditujukan pada peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan pengembangan bahasa ditujukan pada pemenuhan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi nasional dan sebagai wahana pengungkap berbagai aspek kehidupan, sesuai dengan perkembangan zaman. Upaya pencapaian tujuan itu, antara lain, dilakukan melalui penelitian bahasa dan sastra dalam berbagai aspek, baik aspek bahasa Indonesia, bahasa daerah maupun bahasa asing. Adapun pembinaan bahasa dilakukan melalui penyuluhan tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam masyarakat serta penyebarluasan berbagai buku pedoman dan hasil penelitian. Hal mi berarti bahwa berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usaha pengembangan bahasa dilakukan di bawah koordinasi proyek yang tugas utamanya ialah melaksanakan penelitian bahasa clan sastra Indonesia dan daerah, termasuk menerbitkan hasil penelitiannya. Sejak tahun 1974 penelitian bahasa dan sastra, balk Indonesia, daerah maupun asing ditangani oleh Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang Tata Bahasa Tolaki
v
berkedudukan di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Pada tahun 1976 penanganan penelitian bahasa dan sastra telah diperluas ke sepuluh Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah yang berkedudukan di (1) Daerah Istimewa Aceh, (2) Sumatera Barat, (3) Sumatera Selatan, (4) Jawa Barat, (5) Daerah Istimewa Yogyakarta, (6) Jawa Timur, (7) Kalimantan Selatan, (8) Sulawesi Utara, (9) Sulawesi Selatan, dan (10) Bali. Pada tahun 1979 penanganan penelitian bahasa dan sastra diperluas lagi dengan dua Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra yang berkedudukan di (11) Sumatera Utara dan (12) Kalimantan Barat, dan tahun 1980 diperluas ke tiga propinsi, yaitu (13) Riau, (14) Sulawesi Tengah, dan (15) Maluku. Tiga tahun kemudian (1983), penanganan penelitian bahasa dan sastra diperluas lagi ke lima Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra yang berkedudukan di (16) Lampung, (17) Jawa Tengah, (18) Kalimantan Tengah, (19) Nusa Tenggara Timur, dan (20) Irian Jaya. Dengan demikian, ada 21 proyek penelitian bahasa dan sastra, termasuk proyek penelitian yang herkedudukan di DKI Jakarta. Tahun 1990/1991 pengelolaan proyek mi hanya terdapat di (1) DKI Jakarta, (2) Sumatera Barat, (3) Daerah Istimewa Yogyakarta, (4) Sulawesi Selatan, (5) Bali, dan (6) Kalimantan Selatan. Pada tahun anggaran 1992/1993 nama Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah diganti dengan Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Pada tahun anggaran 1994/1995 nama proyek itu diganti lagi menjadi Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Buku Tata Bahasa Tolaki mi merupakan salah satu hasil Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah tahun 1992/1993. Untuk itu, kami ingin menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada (1) Sdr. Zalili Sailan, (2) Sdr. La Ode Sidu Marafad, (3) Sdr. Gusarmin Sofyan, (4) Sdr. Sahian, dan (5) Sdr. Hamuni, selaku penyusun buku mi. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pengelola Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Tahun 1994/1995, yaitu Drs. S.R.H. Sitanggang, M.A. Vi
Kata Pen ganrar
(Pemimpin Proyek), Drs. Djamari (Sekretaris Proyek), Sdr. A. Rachman Idris (Bendaharawan Proyek), Sdr. Dede Supriadi, Sdr. Rifman, Sdr. Hartatik, serta Sdr. Yusna (Staf Proyek) yang telah mengelola penerbitan huku mi. Pernyataan terima kasih juga kami sampaikan kepada Drs. Gustaf Sitindaon selaku penyunting naskah mi. Jakarta, Desember 1994
Twa Bahaca Tolaki
Dr. Hasan Aiwi
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan Tata Bahasa Tolaki dilaksanakan oleh satu tim, yang terdiri dari Zalili Sailan selaku koordinator, dengan anggota masingmasing La Ode Sidu Marafad, Gusarmin Sofyan, Sahian, dan Muhammad Gazali selaku narasumber serta Hamuni pembantu pengumpul data lapangan, berdasarkan tawaran Pemimpin Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sulawesi Selatan. Banyak hambatan yang dihadapi dalam upaya penyusunan huku mi, tetapi herkat kerja sama antaranggota serta bantuan berhagai pihak akhirnya upaya mi terwujud. Untuk itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan hantuan dalam pelaksanaan penyusunan Tata Bahasa Tolaki ini. Secara khusus ingin kami tujukan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada 1. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Tenggara, yang telah memberikan izin dan bantuan kepada kami untuk mengadakan penelitian di daerah Unaaha Kendari. 2. Pemimpin Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sulawesi Selatan, yang telah memberikan kepercayaan dan menyediakan biaya untuk melakukan penyusunan tata hahasa Tolaki mi. 3. Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Kendari. yang telah memberikan izin dan fasilitas melalui aparatnya di Kecamatan Unaaha. viii
Ucapan Terima Kasih
4. Para informan terutama saudara Radi, Jabal Said, Naswati, ketiganya staf administrasi FKIP-Unhalu, serta Sdr. Abbas (Penilik Kebudayaan Depdikbud Kecamatan Poasia) dan sekaligus sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa clan Sastra Indonesia, yang sangat setia membantu memberi data dan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan tata bahasa mi. 5. Akhirnya, kepada semua anggota tim disampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala pengertian clan kerja sama yang terbina selama penyusunan buku mi berjalan. Mudah-mudahan hasil penyusunan Tata Bahasa Tolaki mi bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Kendari, 25 Februari 1993
Tata Bahasa Tolaki
Zalili Sailan Koordinator
ix
DAFTAR IS!
KATA PENGANTAR . UCAPAN TERIMA KASIH .......................viii DAFTAR ISI .................................x DAFTAR TABEL ..............................xiv DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ..............xv BAB I PENDAHULUAN ..........................1 1.1 Latar Belakang dan Masalah ...................... 1.1.1 Latar Belakang ............................. 1.1.2Masalah .................................3 1.2 Tujuan dan Hasil yang Diharapkan ..................I 1.3 Landasan Teori ..............................3 1.4 Metode dan Teknik ...........................4 1.5 Sumber data .................................4 BAB II BEBERAPA PENGERTIAN DASAR ............. 6 2.1 Cakupan Pengertian Tata Bahasa ................... 6 2.2 Beberapa Pengertian di Pelhagai Bagian ............... 7 2.2.1 Beberapa Pengertian Mengenai Tata Bunyi ........... 7 2.2.2 Beberapa Pengertian Mengenai Pembentukan Kata ....... 8 2.2.2.1 Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar ............... 8 2.2.2.2 Proses Morfologis dan Morfofonemis ............ 10 12 2.2.2.3 Afiks (Prefiks, Sufiks, Intiks, dan Kontiks) ........ 2.2.2.4 Verba Transitif dan Taktransitif ................ 13 2.2.3 Beberapa Pengertian Mengenai Kalimat ............ 14 2.2.3.1 Unsur Pembentuk Kalimat ................... 15 2.2.3.2 Kategori, Fungsi, dan Peran .................. 16 18 2.2.3.3 Jenis kalimat ............................ x
Daftar Isi
BAB HI BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI 3.1 Pengantar ................................ 3.1.1 Bunyi Ujaran ............................. 3.1.2 Alat Ucap ............................... 3.1.3 Fonetik dan Fonemik ........................ 3.2 Fonem .................................. 3.2.1 Fonem Vokal ............................. 3.2.1.1 Jenis Fonem Vokal ........................ 3.2.1.2 Klasifikasi Fonem Vokal .................... 3.2.1.3 Distrihusi Fonem Vokal ..................... 3.2.2 Fonem Konsonan .......................... 3.2.2.1 Pemhentukan Fonem Konsonan ................ 3.2.2.2 Kiasifikasi Fonem Konsonan .................. 3.2.2.3 Distrihusi Fonem Konsonan .................. 3.2.3 Persukuan ...............................
20 20 21 21 23 24 25 25 26 27 28 28 30 31 33
35 BAB IV TATA BENTUK DAN PROSES MORFOLOGIS 4. 1 Pengantar ................................35 4.2 Pembentukan Kata dan Pengatiksasian ..............36 4.2.1 Macam Afiks .............................36 4.2.2 Jumlah Afiks .............................37 4.3 Beherapa Hal Mengenai Perilaku Afiks ..............38 4.3.1 Atiks dan Kata Baru ........................38 4.3.2 Huhungan Teratur Antaratiks ...................39 4.3.3 Perkelompokan Atiks ........................41 4.4 Pemhentukan Kata dengan Pengulangan clan Morfem Ulang 47 4.4. 1 Repetisi dan Pengulangan Semu .................47 4.4.2 Kata Berutang ............................48 4.4.2.2 Perilaku Morfem Ulang .....................48 4.5 Pemajemukan ..............................51 BAB V PENENTUAN KATEGORI KATA .............53 5.1 Pengantar ................................53 55 5.2 Verba ................................... 5.2. 1 Ciri Verba ..............................55
Tara Bahasa Tolak,
xi
5.2.2 Verba Dilihat dari Bentuknya 5.2.2.1 Verha Dasar Behas ....................... 5.2.2.2 Verba Turunan dan Proses Penurunannya ......... 5.2.3 Morfologi Verba clan Semantiknya ............... 5.2.3.1 Morfologi Verba Transitif ................... 5.2.3.2 Morfologi Verba Taktransitif ................. 5.2.4 Perilaku Sintaksis Verba ..................... 5.2.4.1 Pengertian Frasa Verbal .................... 5.2.4.2 Jenis Frasa Verbal ........................ 5.2.4.3 Fungsi Verba dan Frasa Verbal ................ 5.2.4.4 Jenis Verba Menurut Perilaku Sintaksisnya ........ 5.3 Nomina, Pronomina, dan Numeralia ................ 5.3.1 Batasan clan Ciri ........................... 5.3.2 Bentuk dan Makna ......................... 5.3.2.1 Nomina Dasar ........................... 5.3.2.2 Nomina Turunan ......................... 5.3.3 Pronomina .............................. 5.3.3.1 Pronomina Persona ........................ 5.3.3.2 Pronomina Penunjuk ....................... 5.3.3.3 Pronomina Penanya ....................... 5.3.4 Numeralia .............................. 5.3.4.1 Numeralia Pokok .......................... 5.3.4.2 Numeralia Tingkat ........................ 5.3.5 Penggolong Nomina ........................ 5.3.6 Frasa Nominal, Pronominal, dan Numeralia ........... 5.3.6.1 Frasa Nominal ........................... 5.3.6.2 Pronominal ............................. 5.2.6.3 Numeralia ............................. 5.4 Adjektiva ................................ 5.4.1 Batasan dan Ciri .......................... 5.4.2 Bentuk Adjektiva .......................... 5.4.3 Tingkat Perbandingan ....................... 5.4.3.1 Tingkat Perbandingan Ekuatif ................. 5.4.3.2 Tingkat Perbandingan Komparatif .............. 5.4.3.3 Tingkat Perbandingan Superlatif ...............
xii
57 57 58 61 61 65 71 71 72 75 78 81 81 82 82 83 86 87 91 92 94 94 98 98 100 100 103 104 104 104 105 107 107 108 109
Daftar Is,
5.4.4 Fungsi Adjektiva 5.4.5 Frasa Adjektiva ........................... 5.4.6 Penurunan Kata dari Adjektiva ................. 5.4.6.1 Penurunan Kata dari Adjektiva ................ 5.4.6.2 Adjektiva sebagai Dasar Verba ................ 5.4.6.3 Adjektiva sebagai Dasar Adverbia .............. 5.5 Adverbia ................................. 5.5.1 Batasan dan Ciri ........................... 5.5.2 Bentuk Adverbia ........................... 5.5.3 Struktur Sintaksis Adverbia ................... 5.5.4 Makna Adverbia .......................... 5.6KataTugas ............................... 5.6.1 Batasan dan Ciri ........................... 5.6.2 Kiasifikasi Kata Tugas ....................... 5.6.2.1 Preposisi .............................. 5.6.2.2 Konjungsi ............................... 5.6.2.3 Kata Bantu Predikat ....................... 5.6.2.4 Lnterjeksi .............................. 5.6.2.5 Artikula .............................. 5.6.2.6 Partikel ...............................
109 110 111 111 112 112 113 113 114 115 116 117 117 119 119 121 128 128 129 130
BAB VI KALIMAT ............................ 6.1 Pengantar ................................ 6.2 Kalimat Tunggal ........................... 6.2.1 Kalimat Tunggal Menurut Fungsi Sintaksisnya ........ 6.2.1.1 Fungsi Predikat dan Subjek .................. 6.2.1.2 Fungsi Objek ........................... 6.2.1.3 Fungsi Pelengkap ........................ 6.2.1.4 Fungis Keterangan ........................ 6.2.1.5 Penataan dan Pola Struktur Kalimat Tunggal ....... 6.2.1.6 jenis Kalimat Tunggal Menurut Struktur Fungsionalnya 6.2.2 Kalimat Tunggal Menurut Peran Sintaksisnya ........ 6.2.2.1 Peran Aktif ............................ 6.2.2.2 Peran Pasif ............................ 6.2.2.3 Peran Resiprokal atau Pasivoaktif ..............
132 132 133 133 133 134 135 138 140 140 145 146 149 150
Tara Baha.ca Tolaki
xiii
.
.
6.2.2.4 Peran Retlektif 152 6.2.2.5 Peran Konstituen Pendamping ................. 154 157 6.3 Kalimat Majemuk .......................... 6.3.1 Pengenalan Kalimat Majemuk .................. 157 6.3.2 Kalimat Majemuk Setara ...................... 159 6.3.2.1 Ciri Sintaksis Kalimat Majemuk Setara ........... 159 6.3.2.2 Ciri Semantis Kalimat Majemuk Setara ........... 161 6.3.2.3 Huhungan Makna Antarklausa ................. 162 6.3.3 Kalimat Majemuk Bertingkat ................... 168 6.3.3.1 Ciri Sintaksis Kalimat Majemuk Bertingkat ........ 168 6.3.3.2 Ciri Semantis Kalimat Majemuk Bertingkat ........ 170 6.3.3.3 Hubungan Makna Antarklausa ................. 171 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................. 7.1 Simpulan ................................. 7.2 Saran ...................................
176 176 178
DAFTAR PUSTAKA ...........................179
Xiv
Daftar lxi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Distribusi Fonem Vokal ......................27 Tabel 2 Daftar Konsonan .........................31 Tabel 3 Posisi Fonem Konsonan ....................32 Tabel 4 Daftar Afiks ...........................37 Tabel 5 Afiks Pembentuk Kategori Kata ...............42 Tabel 6 Bentuk Dasar Verba Transitif .................62 Tabel 7 Verba Transitif dengan Pangkal Kali 'lempar ........ 64 Tabel 8 Pronomina Persona .......................87
Daftar Bagan
xv
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN pengapit fonetis [...] I.. .1 pengapit fonemis ----> menjadi <--- dari bentuk dasar •..' penanda makna menandai letak unsur dalam kata, misalnya -in+ menandai huhungan antarsatuan lingual * menjadi bentuk yang tidak berterima menandai satuan lingual yang tidak berwujud fonemis 0 menandai bunyi nasal velar D dasar predikat P subjek S objek o keterangan Ket. Ket.w keterangan waktu Ket.t keterangan tempat Ket.a keterangan alat pelengkap P1 kata tambah T morfem reduplikasi penuh R morfem reduplikasi bervaniasi bunyi Rp morfem reduplikasi penuh bervariasi bunyi RV
xvi
Tara Bahasa Tolaki
BAR I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa Tolaki merupakan bahasa daerah yang paling besar jumlah penuturnya di Sulawesi Tenggara dan memegang peranan yang cukup hesar dalam berbagai sektor kehidupan, terutama dalam bidang kebudayaan. Di samping sebagai alat komunikasi sehari-hari, bahasa Tolaki juga berfungsi sebagai alat pendukung kebudayaan daerah seperti tercermin dalam pelbagai bentuk kesenian dan adatnya. Upacara-upacara adat pada umumnya disampaikan dengan bahasaTolaki (Pattiasina, 1983). Wilayah pemakaian bahasa Tolaki mencakupi 14 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kendari. Keempat belas kecamatan itu adalah (1) Kendari, (2) Mandongan, (3) Poasia, (4) Ranomeeto, (5) Moramo, (6) Lainea, (7) Tinanggea, (8) Lambuya, (9) Wiwonii, (10) Unaaha, (11) Asera, (12) Lasolo, (13) Sainpara, dan (14) Soropia (Kaseng, 1984). Penelitian bahasa Tolaki sudah sering dilakukan baik oleh orang asing maupun oleh orang Indonesia. Penelitian itu adalah sebagai berikut. 1) 2) 3)
"Spraakkunst der Tolaki-taal", oleh Goowlos, (tanpa tahun). 'Struktur Bahasa Tolaki", oleh Pattiasina et al., 1977/1978 "Morfologi dan Sintaksis Bahasa Tolaki", oleh Pattiasina at al., 1979/1980
Tata Bahasa Tolaki
4) 5) 6) 7) 8)
"Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Tolaki oleh Pattiasina et al.. 1983 "Sistem Perulangan Bahasa Tolaki", oleh Usmar et at., 1985 "Kata Tugas dalam Bahasa Tolaki", oleh Abdul Muthalib et al., 1985 "Kamus Tolaki-Indonesia" oleh Usmar et at. 1984 "Struktur Sastra Lisan Tolaki", oleh Sande et al., 1986.
Walaupun penelitian bahasa Tolaki sudah beberapa kali dilakukan, hasil penelitian itu lebih banyak berkisar pada pencarian unsur dan kaidah secara deskriptif. Penyusunan aturan-aturan gramatikalnya dalam suatu acuan pemerian norma bahasanya sampai saat mi belum di laksanakan. Sekadar contoh, pembahasan kategori kata dalam tataran sintaksis dalam bahasa Tolaki, sejauh mi baru herkisar pada analisis verba dan kata tugas, sedangkan kelas kata Iainnya seperti adjektiva, adverbia, ataupun numeralia belum dibahas secara menyeluruh. Demikian pula analisis morfologis ham berkisar pada jumlah afiks dan proses pengimbuhannya, sedangkan pembahasan menyeluruh tentang hubungan teratur antar afiks belum dilakukan. Di bidang fonologi pun barn berkisar pada pembahasan jumlah fonem berdasarkan pasangan minimal (minimal fair), tetapi analisis fonem herdasarkan (a) artikulator dan titik artikulasinya: (h) hambatan udara; (c) getaran pita suara; dan (d) herdasarkan rongga ujaran sampai saat mi helum dilakukan. Pemerian menyeluruh seperti di atas sangat penting karena dapat memberikan gambaran secara umum mengenai kaidah yang herlaku dalam bahasa Tolaki, yang dapat bermanfaat bagi pengajaran hahasa. Jika data tentang struktur bahasa Tolaki semakin lengkap, studi komparatif antara bahasa Tolaki dan bahasa Indonesia semakin terang jalannya. Hal mi akan lebih mempermudah usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di satu pihak, dan usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Tolaki di pihak lain. Untuk itu, sangat beralasan bila Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Sulawesi Tenggara memprogramkan penyusunan tata bahasa Tolaki.
2
Bab I Pendakuluan
1.1.2 Masalah Penyusunan tata bahasa Tolaki mi bertolak dari beberapa masalah. Masalah pokok meliputi tiga tataran analisis sistematika hahasa, yaitu mengenai tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (mrfoIogi), dan tata kalimat (sintaksis). Ketiga analisis sistematika bahasa yang membangun kerangka tata bahasa Tolaki akan diberi perhatian khusus dan akan disusun secara memadai. 1.2 Tujuan dan Hasil yang Diharapkan Penyusunan buku mi bertujuan mendesknipsikan struktur gramatikal hahasa Tolaki secara memadai, yang diharapkan dapat menjadi acuan hagi guru bahasa, penyuluh, dan masyarakat lainnya yang ingin memperluas atau mendalami aspek-aspek bahasa Tolaki. Untuk mencapai tujuan tersebut, buku mi diharapkan dapat menghasilkan deskripsi tentang hal berikut. a. Bidang tonologi yang menyajikan pemerian satuan hahasa herupa fonem, khususnya fonem-fonem segmen, haik mengenai distribusinya, maupun asimilasi gugus komponennya (cluster). h. Bidang morfologi yang menyajikan deskripsi satuan grainatikal pada tingkat morfem dan kata. Pengertian mengenai beberapa konsep dalam bidang morfologi diberikan dalam bentuk pemahaman untuk kemudian mengenali wujud morfen dan kata, termasuk peruhahan bentuknya, jenis maupun kategorinya, hirarki gramatikal kata dan herhagai tataran yang dihasilkan melalui proses morfologi. c. Bidang sintaksis yang menyajikan deskripsi satuan gramatikal pada tingkat frasa dan kalimat, ciri dengan tipe konstruksi sintaksis, pola dasar, dan bentuk penluasannya. 1.3 Landasan Teori Penyusunan tata bahasa mi mengacu kepada teori struktural. Suatu bahasa dapat dianalisis secara grainatikal dan leksikal. Analisis Ta/a Bahasa Tolaki
3
gramatikal meliputi tataran analisis tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Walaupun penyusunan buku mi dititik beratkan pada teori struktural, dalam hal-hal tertentu analisis akan berorientasi pula pada teori lain yang relevan secara eklitik. Dalam kaitan dengan pembagian kelas kata, penyusunan mi mengacu kepada buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) yang membagi kata atas lima kelas, (1) verha, (2) nomina, (3) adjektiva, (4) adverhia, dan (5) kata tugas.
1.4 Metode dan Teknik Penyusunan tata bahasa Tolaki mi menggunakan metode deskriptif. Karena aspek-aspek hahasa Tolaki sudah pernah diteliti, data itu dimanfaatkan untuk dijadikan hahan analisis. Teknik yang digunakan adalah teknik pengumpulan dan pengolahan data. Dalam pengumpulan data digunakan pengamatan dan, pencatatan. Dalam pengolahan data digunakan teknik analitik. Penyusunannya dilakukan dengan memperhatikan teknik penyajian induktif dan deduktif secara hervariasi. Penyusunan seperti mi dimaksudkan untuk dapat menyusun pola struktur gramatika bahasa Tolaki secara memadai. 1.5 Sum ber Data Sumber data yang dijadikan hahan penyusunan tata hahasa Tolaki adalah karya tulis hahasa Tolaki yang sudah ada sehagai herikut. a "Struktur Bahasa Tolaki" yang disusun oleh Pattiasina et al. dalam tahun 1977/1978. h "Morfologi clan Sintaksis Bahasa Tolaki" yang disusun oleh Pattiasina et al. dalam tahun 1979/1980. c "Sistem Mortologi Kata Kerja Bahasa Tolaki" yang disusun oleh Pattiasina et at., dalam tahun 1983. d 'Sistem Perulangan Bahasa Tolaki" yang disusun oleh Usmar et al. dalam tahun 1985.
4
Bab I Pendahuluan
e 'Kata Tugas Bahasa Tolaki" yang disusun oleh Abdul Muthalib et al. dalam tahun 1985. f "Struktur Sastra Lisan Tolaki" yang disusun oleh Sande et al. dalam tahun 1986. g "Kamus Tolaki-Indonesia" yang disusun oleh Usmar et at. dalam tahun 1984.
Taw Bahasa Tolaki
5
BAR II BEBERAPA PENGERTIAN DASAR
2.1 Cakupan Pengertian Tata Bahasa Setiap ilmu mempunyai konsep istilah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan, clan lazim dipakai oleh para ahli di bidang yang bersangkutan. Konsep dan istilah itu kadang-kadang terasa asing terutama hagi mereka yang berada di luar bidang itu. Untuk mengatasi keterasingan itu, kiranya perlu dikemukakan cakupan pengertian tata bahasa, bahwa tata bahasa yang sepadan dengan gramatikal adalah yang bersangkut paut dengan struktur.Struktur . tersebut meliputi struktur sintaksis, struktur morfologis, clan struktur fonologis. Struktur sintaksis mencakupi satuan lingual kalimat tunggal atau klausa, kalimat majemuk, clan frasa atau kelompok kata; struktur morfologis mencakupi satuan lingual kata jadian yang berunsur lebih dari satu morfem seperti kata berimbuhan (berafiks), kata ulang (reduplikasi), clan kata majemuk (komposisi); Struktur fonologis mencakupi satuan kata, khususnya yang monomorfemis, yang terdiri atas beberapa fonem; dalam hal mi herkaitan dengan fonem apa saja yang muncul demi struktur kata tertentu clan di bagian mana pada kata yang bersangkutan fonem itu muncul. Dengan demikian, tata bahasa berarti sekaligus sintaksis, morfologi, dan fonologi. Dalam huku tata bahasa Tolaki ini, pengertian tata bahasa yang telah berkembang semacam di atas tetap diikuti, sebagaimana tampak dalam uraian berikutnya. Jadi, penulisan tata bahasa mi tetap mengacu pada tradisi penulisan tata hahasa pada umumnya. Hanya saja perlu diketahui hahwa aspek sintaksis clan morfologis merupakan unsur lingual yang memiliki atau mengandung makna, sedangkan fonologi tidak 6
Bab II Beberapa Pengertian Da.sar
bermakna, meskipun berfungsi membedakan makna. Berdasarkan kenyataan mi, yang menjadi titik berat penulisan tata bahasa Tolaki mi ialah pola sintaksis dan morfologis, bahkan sintaksislah yang menjadi dasar utama dari kajian morfologi. Hal mi sesuai dengan prinsip struktural bahasa yang mem beritahukan bahasa bahwa sintaksislah yang mengendali morfologi. Wujud struktur morfologi cenderung ditentukan oleh struktur sintaksis. Sebagai ilustrasi wujud morfologi tertentu, misalnya sangat jelas mengenai verba, muncul demi pendukungan terhadap tugas kata yang bersangkutan dalam dan bagi kalimatnya. Di samping kata mekali 'melempar' atau kinali 'dilempar' dalam hahasa Tolaki adapula bentuk kaliito 'Iemparlah' atau kalii 'lempari' dan pekalike 'lemparkan', dan beberapa yang lain. Semuanya itu merupakan kata jadian (jolimorfemis) yang berbentuk dasar kali 'lempar' dengan afiks jenis prefiks m-, infiks -in-, sutiks -i serta konfiks pe... -ke. Munculnya hentuk-hentuk tersebut sesuai dengan tugas verba yang bersangkutan untuk mendukung perbedaan konstituen sintaksis lain yang berupa kata atau frasa. Jadi, munculnya bentuk-bentuk tertentu adalah berhubungan dengan tugas sintaksis tertentu. 2.2 Beberapa Pengertian di Pelbagai Bagian 2.2.1 Beberapa Pengertian Mengenai Tata Bunyi Setiap bahasa diwujudkan oleh bunyi, dalam hal mi adalah bunyibunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia. Karena secara tepat tidak ada dua bunyi yang sama benar diucapkan oleh seorang pembicara, paling tidak ada dua hal pokok yang mendasari perbedaan itu. Pertama, secara ucapan dan kedua, secara sistem. Perbedaan tersebut didasarkan pada pendapat Ferdinand de Saussure, ahli bahasa Swis, yang menganggap bahwa bunyi bahasa ada yang bersifat ujar (parole) dan ada yang bersifat sistem (langue). Baik parole maupun langue termasuk dalam kajian fonologi, tetapi pada hakikatnya semua ujaran yang bersifat parole adalah menjadi objek kajian fonetik, sedangkan semua ujaran yang bersifat Ian gue menjadi objek kajian fonologi. Jadi sebetulnya antara fonetik dan fonologi Tata Bahasa Tolaki
7
terdapat perbedaan. Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna dalam suatu bahasa, sedangkan fonologi sebaliknya, yakni melihat bunyi-bunyi itu sebagai pembeda makna. Setiap bunyi yang dapat membedakan makna disebut fonem, dan dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring I ... 1. Dalam bahasa Tolaki, misalnya Thi dan Ipi atau /pl dan lm/ masing-masing secara fungsional merupakan dua fonem yang berbeda karena kedua bunyi itu membedakan makna. Lihat contoh berikut. Ibuel
:
Iporel
Ipuel
'nenek'
'ayun' :
Imorel 'gadis'
'tertutup'
Analisis bunyi-bunyi bahasa Tolaki, baik yang ftrngsional maupun yang tidak fungsional atau baik yang menyangkut fonetik maupun yang menyangkut fonologi akan dipaparkan secara rinci dalam uraian berikutnya mi. 2.2.2 Beberapa Pengertian Mengenai Pembentukan Kata Ada beberapa konsep dan istilah yang perlu diuraikan terutama yang berhubungan dengan proses pembentukan kata agar dapat membantu kita untuk memahami proses pembentukan kata yang terdapat dalam bahasa Tolaki seperti yang terdapat dalam uraian bab-bab berikutnya. 2.2.2.1 Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar Dalam bahasa Tolaki, seperti juga bahasa-bahasa lain, setiap bentuk kata dapat dianalisis menjadi bentuk yang lebih kecil sampai ke bentuk yang, jika dianalisis lagi, akan menghasilkan bentuk yang tidak mempunyai makna. Kata lurnakai 'merumahkan' misalnya dapat ditentukan bahwa bentuk tersebut terdiri atas infiks -urn-, sufiks 4, dan kata dasar laika 'rumah'. Jika laika dianalisis lagi, la, i, dan ka secara 8
*
.
Bab II Beberapa Pen gerlian Da.sar
terpisah tidak mempunyai makna. Bentuk-bentuk yang hermakna atau menyatakan suatu makna adalah hentuk seperti -urn-, -i, dan laika yang hiasa disebut morfem. Jadi, morfem adalah kesatuan hentuk terkecil yang hermakna yang tidak dapat dianalisis menjadi bentuk yang Iehih keel! lagi. Morfem dapat berupa kata apabila dapat berdiri sendiri dalam kalimat dan mempunyai makna Ieksikal dan dapat pula herupa afiks. Yang pertama disebut morfem bebas, misalnya laika 'rumah', dan yang kedua disebut morfem terikat, yakni morfem yang hiasanya hanya dapat melekat pada bentuk lain misalnya -urn-, dan -i. Berdasarkan uraian di atas jelaslah hahwa morfem dapat herhentuk kata, tetapi semua morfem dapat dinamai kata, hanya saja sehuah kata dapat herwujud satu morfem atau lebih. Kata lumaika 'merumahkan' seperti contoh yang dikemukakan di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga mortem, yakni mortem terikat -urn-, -i, dan morfem hehas laika. Bentuk laika itu sendiri adalah satu morfem yang kehetu!an juga satu kata. Di hawah keterangannya.
mi akan dikemukakan heherapa contoh heserta
moala 'mengambil' monggali 'melempar'
mondobo 'menikam' mombaru 'memarut'
<--- morfem bebas : alo 'ambil' morfem terikat : mo<--- morfem bebas : kali '!empar' (k luluh menjadi g) morfem terikat : rno(N)<--- morfem bebas : toho 'tikam' (t luluh menjadi d) morfem terikat : <--- morfem bebas : paru 'parut' (p !u!uh menjadi b) mo(Nmorfem terikat
Berda.sarkan contoh di atas, kita temukan bentuk nw, mong-, rnon-, dan morn-, masing-masing di!ekatkan pada kata dasar alo 'ambil', kali '!empar', tobo 'tikam', dan paru 'parut'. Morfem terikat tersebut Twa Bahasa Tolaki
,
;,,
-
9
mempunyai fungsi dan makna yang sama, yakni merupakan unsur pembentuk verba aktif. Perbedaan wujudnya ditentukan oleh fonem pertama yang mengawali setiap kata. Bila fonem pertamanya herupa fonem Iki, fonem tersebut berubah menjadi fonem lg/ dan berbentuk mong-; jika fonem pertalnanya berupa fonem ItI, fonem tersebut beruhah menjadi fonem ldl dan berbentuk mon-; jika fonem pertamanya berupa fonem Ipi, fonem tersebut berubah menjadi lbl dan berbentuk mom-; dan bila fonem pertamanya berupa vokal lal fonrm itu tidak herubah hentuk dan tetap bentuk mo-. Dengan demikian, bentuk mo-, mong-, mon-, dan mom- adalah anggota satu morfem yang wujudnya berbeda-heda, tetapi mempunyai fungsi dan makna yang sama. Bentuk yang semacam mi disebut alomorf, yang mi selanjumya di dalam penggunaan analisis hentuk bahasa dilambangkan oleh satu simbol huruf kapital yang diletakkan di antara kurung. Dengan demikian, bentuk mo-. mong-, mondan mom- adalab alomorf-alomorf dari satu morfern yang sama, yakni
mo(NJ-. 2.2.2.2 Proses Morfologis dan Morfofonemis Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dengan pengubahan bentuk dasar tertentu yang berstatus morfem bermakna leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem tetapi dengan kecendrungan bermakna gramatikal dan bersifat terikat. Bentuk dasar itu mutlak harus ada dan hermakna leksikal yang dapat Iangsung dikenal oleh penutur-penuturnya, sedangkan alat pengubah bentuk dasar itu bermakna gramatikal terbukti dan baru dapat diketahui makna itu ketika alat pengubah yang bersangkutan diucapkan secara bersama-sama dengan bentuk dasarnya. Setidaknya ada tiga hal yang diperhatikan dalam pengubahan itu, yaitu (a) ada bentuk dasar yang diubah, (h) ada cara tertentu untuk mengubah, dan (c) ada kata baru hasil pengubahan. Berdasarkan tiga hal di atas muncul tiga keistimewaan peristiwa penguhahan atau proses morfologis itu, yakni (1) ada keteraturan cara pengubahan dengan alat yang sama. (ii) menimbulkan komponen maknawi baru pada kata ubahan yang dihasilkannya berkat adanya unsur PERPUSTAKAIN PUSAT PEMSINAAN DAN PENGEMANGAN BAHASA DEPAIITEMEN PENOIDIAN IAN IEIUIAYAAN
-
10
Bab ilBeherapa Pengerrian Dasar
pembentuk kata baru atau alat pengubah kata semula, clan (iii) kata baru atau kata ubahan yang dihasilkan bersifat polimorfemis karena berunsurkan lebih dari satu morfem. Dalam bahasa Tolaki alat pembentuk dalam proses morfologis atau proses pembentukan kata, ada tiga yaitu afiks, morfem ulang, dan morfem majemuk. Dalam hal morfem afiks, morfem itu cenderung berbentuk satu sampai tiga silabe yang berbeda dengan bentuk dasar yang akan diubahnya. Adapun dalam hal pemajemukan, morfem itu cenderung berupa bentuk dasar seperti bentuk dasar yang akan diuhahnya. Hal tersebut berarti hasil proses morfologis selalu berupa kata jadian yang polimorfemis atau bermorfem ganda. Proses terjadinya pembersenyawaan alat yang dimaksud di atas dengan bentuk dasar adalah: untuk afiks pembersenyawaannya dengan mengimbuhkannya pada bentuk dasar; untuk morfem ulang pembersenyawaannya dengan mengulangi bentuk dasar, dan untuk morfem pemajemukan pembersenyawaannya dengan menggabungkannya pada bentuk dasar. Sifat pembersenyawaan yang demikian itu menjadikan penyebutan proses morfologis itu pengimbuhan atau afiksasi bila melibatkan morfem afiks, pengulangan atau reduplikasi bila melibatkan morfem ulang, dan pemajemukan atau komposisi bila melibatkan morfem majemuk. Kata lakokee 'jalankan' dan leukee 'datangkan', misalnya merupakan kata jadian polimorfemis hasil proses morfologis afiksasi. lako-lako 'jala-jalan' dan !eu-leu 'datang-datang', misalnya, merupakan kata jadian polimorfemis hasil proses morfologis reduplikasi, yang pembersenyawaannya morfem ulang bentuk dasar La/co 'jalan' dan leu 'datang'. Adapun kata meohaki 'sakit' dengan morfem meohaki mbenau 'mendendam', misalnya merupakan kata jadian polimorfemis hasil proses morfologis komposisi atau pemajemukan yang membersenyawakan morfem dasar meohaki 'sakit' dengan morfem dasan mbenau 'jiwa'. Dalam kenyataan sesuai dengan keinginan penutur-penuturnya di samping ketiga proses morfologis seperti yang ditunjukkan di atas, terjadi pula proses morfologis yang merupakan kombinasi antara dua dari ketiga proses itu, misalnya antara afiksasi dengan reduplikasi seperti pada bentuk, mombelako-lako 'berjalan-j.alan tanpa tujl4an', dan humunu-hunu II
Tata Bahasa Tolaki ,.
-
p••t
or.4..
,.
'membakar-bakar', masing-masing dengan bentuk dasar lako 'jalan' clan mendapat prefiks mo(1\9- dan bentuk dasar hunu 'bakar' dengan infiks -urn-.
Dalam proses afiksasi mi juga ditemukan adanya prefiks nasal yang muncul tiga bentuk yaitu IngI, ImI, dan In!, yang kemunculan ketiga bentuk tersebut ditentukan oleh fonem awal bentuk dasar yang hersenyawa dengan prefiks nasal tersebut. Dalam hat mi, bentuk fonemis nasalnya menyesuaikan diri dan bersifat homorganik dengan fonem awal yang dimaksud. Nasal bilabial /mI misalnya hanya dapat muncul hersama tonem awal bentuk dasarnya bilabial IbI atau IpI seperti pada kata mombaru ',no(N)- +paru,) 'memarut'; nasal dental In/ muncul bersama fonem awal bentuk dasar dental It!, atau Id!, seperti dalam kata clan nasal dorsovelar If)/ selanjutnya ditulis /ng/ muncul bersama fonem awal hentuk dasar dorsovelar IgI atau 1k/ seperti dalam kata rnonggali (mo(N)+kali) 'melempar'. Proses perubahan bentuk yang menampakkan adanya herhagai wujud tonemis morfem mo(i dalam penggabungannya dengan morfem lain disehut PFOSS mork)fOnemiS. Jadi, dalam contoh di atas proses perubahan mo- menjadi rnong-, mon-, clan mom- adalah proses mortotonemik.
2.2.2.3 Afiks (Prefiks, Sufiks, Infiks, dan Konfiks) Kata jadian yang dihentuk dengan pengimbuhan disehut kata herimbuhan atau kata berafiks, sedangkan hentuk atau morfem terikat yang dipakai untuk menurunkan kata dinamakan afiks. Kata seperti mosarapu 'hertunangan', kind 'dilihat', kolimo 'kelima' poqokato 'naiklah', podagai 'penjagaan' terdiri atas kata dasar sarapu 'tunangan', ku 'lihat', limo 'lima', poqoka 'naik', dan daga 'jaga' masing-masing dilengkapi dengan bentuk yang berwujud mo-, -in-, ko-, to-, dan po-i. Dalam proses pengimbuhan seperti contoh di atas, afiks tersebut bila ditempatkan di hagian muka suatu kata dasar disebut prefiks; bila ditempatkan di tengah kata dasar disebut infiks; bila ditempatkan di akhir kata dasar disebut sufiks; dan bila herupa gabungan prefiks clan sufiks yang mem bentuk satu kesatuan disebut konfiks. Jadi, mo-, dan ko12
Bab 11 Beberapa Pengertian Dosar
masing-masing pada kata dasar mosarapu dan kolimo adalah prefiks; -inpada kata dasar kii adalah infiks; -to pada kata dasar poqoka adalah sufiks; dan po-i pada kata dasar daga adalah konfiks. 2.2.2.4 Verba Transitif dan Tak Transitif Istilah transitif dan tak transitif berkaitan dengan verba dan nomina yang mengiringinya. Verba transitif adalah verba yang harus mendampingi objek, sedangkan verba tak trasitif adalah verba yang tidak menghendaki objek. Selanjutnya, dijumpai pula adanya subkelas dan verha transitif dan verba semitransitif, yakni verba transitif yang secara semantis tidak mengharuskan adanya objek pada bentuk aktiftiya. Verba seperti itu selanjutnya dapat disebut verba transitif-tak transitif. Beberapa contoh dapat dikemukakan di bawah mi.
(1) (2) (3) (4)
ma mobaho hay. 'Ibu memandikan adik.' Ama lumako. 'Ayah berjalan.' i Lina mobasa bulcu santa. Una sedang membaca buku cerita.' 1 Lina mobasa. Una sedang membaca.'
Kalimat (1) verba mobaho 'memandikan' mendampingi objek, yakni hay 'adik', pada kalimat (2) verba lumako 'berjalan' hanya mendampingi subjek, tetapi tidak mendampingi objek. Kalimat (3) juga verba mobasa 'membaca' tidak mendampingi objek, sedangkan kalimat (4) verba mobasa 'membaca' tidak mendampingi objek, tetapi secara semantis lengkap. Inilah yang disebut dengan verba transitif-tak transitif. Dilihat dari hubungan verba dan nomina, verba transitif dapat dibagi atas dua, yakni verba aktif dan verba pasif. Verba aktif adalah verha yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau penanggap peristiwa, sedangkan verba pasif adalah verba yang subjeknya berperan sehagai penderita, sasaran, atau hasil. Hal tersebut dapat dilihat dalani contoh sebagai berikut.
(5) 1 Ali mombowehi i Her/ma o bunga. 'All memberi Herlina bunga.' (6) Herlina pinowehi o bunga. 'Herlina diberinya bunga.' Tata Bahasa Tolaki
13
Kalimat (5) adalah verba aktif dan kalimat (6) verba pasif. Peristiwa yang diperikan dalam kalimat (5) dan (6) pada dasarnya sama, hanya sudut pandangnya yang berbeda, yakni pada (5) melihatnya dari sudut "pelaku" peristiwa, sedangkan (6) dari sudut maujud yang dikenai oleh peristiwa itu. Dalam kedua kalimat tersebut, bunga menyatakan maujud yang tempatnya dalam konstruksi itu tidak dapat diubah dan dari segi makna verba harus hadir sehingga disebut pelengkap atau objek langsung. 2.2.3 Beberapa Pengertian Mengenai Kalimat Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Moeliono clan Dardjowidjojo, ed., 1988:254) dikemukakan bahwa kalimat adalah bagian terkecil ujanan atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Pernyataan penentuan semacam itu menunjukkan hahwa dalam bertutur sapa, berkisah dan sebagainya, pendeknya, dalam berbahasa yang tampak sebagai wacana orang melakukannya dengan kalimat. Kalimat itu dirangkai, dijalin, ditenun, sedemikian rupa sehingga berfungsi secana optimal bagi si penutur dalam upaya mengembangkan akal budinya dan memelihara kerja samanya dengan orang lain. Kalimat-kalimat yang dirangkai itu berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hasil perangkaian kalimat itu menggambankan adanya tiga unsur pembentuk kalimat yang disebut lapis, hagian, dan konstituen. Demikian pula halnya setiap kata termasuk kelas atau kategori kata, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan. Pada bagian 2.2.3 mi akan dibicarakan (1) unsur pembentuk kalimat, (2) kategori, ftrngsi, dan peran, clan (3) macam kalimat yang ada dalam bahasa Tolaki.
14
Dab 11 Deberapa
Pengerrian Da.sar
2.2.3.1 Unsur Pembentuk Kalimat Unsur pembentuk kalimat yang pertama disebut Lapis dan dikenal adanya dua macam lapis, yaitu lapis segmental dan lapis suprasegmental. Yang segmental adalah deretan fonem yang diucapkan secara beruntun sebagai 'batang tubuh" kalimat, sedangkan lapis suprasegmental ml biasa adalah yang berhubungan dengan titi nada, tekanan. jeda, serta intonasi. Lapis suprasegmental mi biasa disebut dengan lapis fatis. Dalam pembicaraan tata bahasa Tolaki, khususnya dalam unsur pembentuk kalimat beserta dengan segala seluk-heluknya, Lapis fatis tidak menjadi pokok perhatian, tetapi yang menjadi pokok perhatian adalah lapis yang segmental. Lapis segmental sebagai unsur pembentuk kalimat hahasa Tolaki, yang disebut bagian yang terdiri atas dua macam pmhentuk kalimat, yaitu bagian intl (unsur kalimat yang tidak dapat diksapkan), dan bagian bukan inti (unsur pembentuk kalimat yang justru dapat dilesapkan). Pelesapan bagian inti akan mengakibatkan runtuhna kejatian bagian sisanya sebagai kalimat, sedangkan pelesapan bagian bukan inti tidak akan berakibat runtuhnya kejatian bagian sisanya sehagai kalimat. Perhatikan contoh berikut.
(7) Ingoni mooru-oru i Hadi ruma,nbinii i Yodi. 'Tadi pagi Hadi mendekati Yodi.' Dalam kalimat (7) di atas unsur ingoni mooru-orz tadi pagi' adalah bagian bukan intl. Dengan melesapkan unsur tersebut tetap menjadikan bagian sisanya, yaitu i Hadi rumambinii i Yodi. menjadi kalimat yang berterima. Lain halnya, bila melesapkan bagian inti. kejatian bagian sisa kalimat itu menjadi runtuh. Jadi, kalimat di bawah. misalnya, ml dalam bahasa Tolaki tidak berterima.
(8)
Ingoni mooru-oru rumambinii i Yodi. Tadi pagi mendekati Yodi.' (9) Ingoni mooru-oru I Hadi, i Yodi. 'Tadi pagi Hadi Yodi.' (10) Ingoni mooru-oru i Hadi ruma,nbinii. 'Tadi pagi Hadi mendekati.'
Taia Bahasa Tolaki
15
Terbuktilah bahwa i Hadi rumanthinii i Yodi. 'Hadi mendekati Yodi merupakan bagian mti. Kalimat dibawah mi, seperti:
(11) Ama nopooli kona o babu. 'Ayah membelikan saya haju. (12) i Yodi nileurii Hadi. 'Yodi didatangi Hadi.' masing-masing merupakan kalimat yang semata-mata terdiri atas bagian inti saja. Masih ada unsur lain sebagai pembentuk kalimat, yang juga khusus mengenai lapis segmental, yakni yang disebutkonstituen. Melalui lingkup sebutan 'konstituen' inilah dikenal aspek kekategorian, kefungsian, dan keperanan, yang semuanya sintaksis. Konstituen adalah unsur berjenis lapis segmental mana pun yang langsung membentuk kalimat. Dalam kaitan dengan konsep "bagian inti" dan "bagian bukan inti" dimungkinkan adanya beberapa konstituen pada setiap bagian itu. Contoh kalimat (7) menunjukkan bagian intl terdiri atas tiga konstituen, yaitu i Hadi, rumambinii, dan i Yodi; sedang bagian bukan inti hanya terdiri dari satu konstituen, yaitu ingoni mooru-oru. Dalam contoh kalimat (13) berikut, bagian bukan inti terdiri atas dua konstituen, yaitu ingoni 'tadi',dan i keniniu 'di sini.
(13) Ingoni I keniniu I Hadi rumambinii I Yodi. 'Tadi di sini Hadi mendekati Yodi.' Dalam contoh (14) berikut bagian bukan inti terdiri atas tiga konstituen, yaitu ingonii 'tadi', i keniniu 'di sini, dan merae-rae 'cepat-cepat'.
(14) lngonii i keniniu i Hadi merae-rae rumambinii i Yodi. 'Tadi di sini Hadi cepat-cepat mendekati Yodi.' 2.2.3.2 Kategori, Fungsi, dan Peran Untuk menjelaskan pengertian kategori, fungsi, dan peran perlu diperhatikan kembali contoh kalimat berikut. 16
Bab 11 Beberapa Pengertian Dasar
(15) i Hadi leurii i Yodi. (16) i Yodi nileurii i Hadi.
'Hadi mendekati Yodi.' 'Yodi didekati Hadi.'
Balk kalimat (15) maupun kalimat (16) adalah kalimat tunggal yang memiliki kesamaan informasi yang terdiri atas tiga konstituen (semuanya bersifat inti) dengan berpusat pada konstituen leurii (15) dan nileurii (16) dengan pendamping masing-masing adalah Hadi dan Yodi. Walaupun telah dapat kita sebut bahwa konstituen itu pertama-tama sehagai konstituen inti, kemudian sebagai konstituen pusat dan pendamping, masih perlu digunakan sebutan lain terhadap konstituen 1W, misalnya konstituen Hadi dan Yodi masing-masing sebagai nomina nama din, sedangkan leurii atau nileurii sebagai verba. Di samping itu, kita masih dapat menyebut Hadi pada (15) sebagai subjek dan Yodi sebagai objek, sedangkan leurii predikat. Kita juga masih dapat menyebut Hadi 1W, balk (15) maupun (16) sebagai agentif atau pelaku, dan Yodi sebagai objektif atau penderita, sedangkan leurii pada (15) adalah aktif, dan nileurii pada (16) adalah kata kerja pasif. Jadi, paling tidak, ada tiga macam sebutan untuk setiap konstituen itu. Penyebutan verba, nomina; subjek-predikat, dan pelaku misalnya seperti yang sudah dipaparkan di atas didasarkan pada perilaku sintaksis. Manakala kita mengatakan bahwa Hadi dan Yodi itu nomina, balk pada kalimat (15) maupun pada (16), dan balk neurii maupun nileurii itu verha, hal itu mengacu pada aspek konstituen sintaksis kalimat yang hersangkutan yang disebut kategori. Setiap kata yang mempunyai bentuk serta perilakusintaksis yang sama, atau mirip, dinamakan atau dimasukan ke dalam satu kelompok. Manakala kita mengatakan bahwa Hadi pada kalimat (15) itu subjek, seperti halnya Yodi pada kalimat (16) juga subjek, hal 1W mengacu pada aspek tempat yang diduduki atau yang diisi oleh konstituen sintaksis bentuk kalimat yang bersangkutan disehut fun gsi. Dalam hal ml, baik neurii maupun nileurii pada kalimat (15) dan (16) adalah objek, clan Hadi pada kalimat (16) adalah pelengkap. Manakala kita mengatakan,, bahwa di satu pihak Hadi, baik pada kalimat (15) maupun kalimat (16) adalah agentif dan pelaku, sedangkan Yodi adalah objektif atau penderita, dan di pihak lain neurii adalah aktit dan
Tala Bahasa Tolaki
17
nileurii adalah pasif, maka hal itu mengacu pada aspek makna konstituen sintaksis kalimat yang bersangkutan yang disebut peran. Perlu ditambahkan bahwa dalam kategori nomina, verba, serta kategori kata lain dapat dikembangkan dengan tambahan pembatas tertentu, misalnya nomina dapat dikembangkan dengan nomina lain, dengan adjektiva, atau dengan kategori lain (laikano 'rumah' ---> laikano i ama 'rumah ayah'), yang pada tataran sintaksis, disebut trasa nominal (bila intinya nomina), frasa verbal (bila intinya verha), frasa adjektival (hila intinya adjektif) clan seterusnya.
2.2.3.3 Jenis Kalimat Pada uraian terdahulu telah disebut adanya "bagian' sebagai pembentuk kalimat yang disebut hagian inti (selanjutnya disebut konstituen inti) clan bagian atau konstituen bukan inti. Contoh kalimat (7) s.d. (14), kecuali (11) dan (12) di atas, terdiri atas konstituen-konstituen inti yang membentuk satu kesatuan bagian inti dan konstituen konstituen bukan inti yang membentuk satu kesatuan bukan inti. Contoh kalimat (ii), (12), (15), clan (16) khususnya yang berterima secara ketatabahasaan masing-masing terdiri atas konstituen inti semua yang membentuk satu kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa hagian bukan inti disehut kalimat tunggal. Kalimat dimungkinkan pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan hagian inti, baik dengan, maupun tanpa bagian bukan inti. Kalimat semacam itu disebut kalimat majemuk. Jadi, kalimat majemuk pada hakikatnya terbentuk dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat tunggal yang menjadi unsur pembentuk kalimat disebut klausa. Kalimat majemuk, seperti juga kata majemuk sama-sama dihentuk dengan unsur yang pada hakikatnya mampu berstatus seperti dirinya. Kalimat majemuk dihentuk dengan satuan lingual yang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal, sedangkan kata majemuk dibentuk dengan satuan lingual yang berpotensi menjadi kata leksikal. Dalam pembentukan
18
Dab 11 Beberapa Pengertian Da.sar
kalimat majemuk, ada cara tertentu yang ditempuh untuk memamfaatkan alat tertentu guna penggabungan dua kalimat tunggal atau lehih. Perhatikan contoh (17), (18), dan (19) berikut:
(17) i Hadi ru,nambii I Yodi, mbeakopo i Radi rumambii i Yanto. 'Hadi mendekati Yodi, sedangkan Radi mendekati Yanto.' (18) i Hadi rumambii i Yodi, tapi ni ruma,nbii mondae. 'Hadi mendekati Yodi, tetapi yang didekati menjauh.' (19) i Hadi runiambii i Yodi, la hoseleno. 'Hadi mendekati Yodi, dan herhasil.' Ketiga kalimat di atas termasuk kalimat majemuk, kalimat (17) terdiri atas klausa (a) I Hadi rumambii i Yodi. dan (h) I Radi rumamhii i Yanto. Dalam hal ini, pemajemukaOnnya memanfaat kan kata mbeakopo sedangkan, adapun'. Kalimat (18) terdiri atas klausa (a) i Hadi rumamhii i Yodi, dan (b) tapi ni rumambii mondae. Dalam hal mi, pemajemukannya memanfaatkan beberapa hal, yaitu (i) kata tapi 'tetapi' sebagai penggahung, (ii) mengubah konstituen i i Yodi pada (a) menjadi ni rumambii pada (h), dan (iii) menghilangkan konstituen ari i Hadi 'dan Hadi' pada (h). Asal hentuk klausa (b) adalah kalimat tunggal i Yodi molola suii ari i Hadi 'Yodi menjauhkan diri dari Hadi. Dapat juga dikatakan manakala klausa (h) itu berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal, tetapi masih herada dalam kaitannya dengan klausa (a) dalam informasinya, maka klausa itu akan berbunyi i Yodi molola suii ari i Hadi. Kalimat (19) terdiri atas klausa (a) i Hadi rumambii ii Yodi, dan (b) haseleno, mirip dengan kalimat majemuk (18) klausa hasaleno manakala menjadi kalimat tunggal yang herdiri sendiri, tetapi dalam kaitannya dengan klausa (a) dalam hal informasinya, akan berhunyi Hadi hasaleno rumambii i Yodi. 'Hadi berhasil mendekati Yodi.' Uraian lebih lengkap tentang tata bunyi, pembentukan kata, dan kalimat, baik kalimat tunggal maupun kalimat majemuk dapat dilihat pada bah-bab herikutnya.
Tata Bahasa Tolaki
19
BAB III BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYL
3.1
Pengantar
Bunyi bahasa dan tata bunyi masuk dalam bagian fonologi. Fonologi sebagai cabang linguistik membicarakan bunyi bahasa dari segi fungsinya, yakni bunyi bahasa yang mampu membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain. Hal mi berbeda dengan fonetik, yakni cabang linguistik yang membicarakan bunyi bahasa tanpa mempersoalkan perbedaan makna. Jelasnya, fonologi membicarakan bunyi bahasa sampai pada tingkat fonemis, sedangkan tonetik membicarakan bunyi bahasa sampai pada tingkat pengucapan (lihat pula uraian Bab II terdahulu). Untuk mengenal bahasa Tolaki lebih dekat, peranan makna perlu diperhatikan terutama dalain pembicaraan fonen-fonem bahasa yang bersangkutan. Kata /tawa/ dan /taba/; atau Isabul dan /sapu/ misalnya, jelas mempunyai perbedaan makna kanena adanya fonem 1w!. fbI. dan fbi, lp/ yang berbeda secara firngsional. Pasangan minimal (minimal pair) di atas memperlihatkan hahwa kata itu hanya dibedakan oleh unsur atas satuan lingual yang terkecil, yakni fonem. Karena itu, tbnem secara fungsional mampu membedakan makna. Bunyi-bunyi bahasa tersebut mempunyai kaidah dalam membentuk susunan kata yang tidak dapat dipertukarkan tanpa menguhah maknanya. Contoh lain tentang pasangan minimal dapat dilihat kembali pada uraian Bab II terdahulu.
20
Bab III Bunvi Bahcv,a dan Tata Buny,
3.1.1 Bunyi Ujaran
Bila kita mendengar bunyi ujaran manusia sepintas lalu, arus ujaran itu mengalir terus seolah-olah tanpa ada segmen-segmen. Bunyi [cat], misalnya, seolah-olah itu tidak terdiri atas segmen [C], [a], dan [t]. Segmen-segmen itu akan jelas dalam sebuah ujaran apabila diganti dengan salah satu fonemnya atau dipertukarkan tempat fonem dalam susunannya. Bunyi-hunyi ujaran dihasilkan oleh organ tubuh manusia. Organ tubuh manusia yang sangat berperan di sini ialah rongga dada dan rongga mulut. Bunyi dengan perantaraan udara mengalir dari paru-paru melalui cabang batang tenggorok terus ke batang tenggorok, pangkal tenggorok dan akhirnya keluar melalui ronggga mulut dan hidung atau keduaduanya. Dalam perjalanan udara dari paru-paru ke rongga mulut itu, ada yang mendapat halangan dan ada pula yang tidak. Bunyi ujaran yang mendapat hambatan atau halangan itu lazim disebut bunyi-hunyi kontoid dan hunyi ujaran yang keluar tanpa mengalami hambatan atau halangan disehut vokoid. 3.1.2 Mat Ucap Bagian tuhuh yang erat kaitannya dengan pembentukan hunyi-hunyi ujaran ialah alat ucap. Segala macam ujaran tidak akan kita pahami dengan haik hila tidak mengetahui sebaik-baiknya alat-alat ucap yang menghasilkan hunyi-hunyi itu. Dalam hal ini, bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi alat-alat ucap itu terdapat dalam tubuh manusia. Ada tiga macam alat ucap yang penting, yakni. a. paru-paru, sebagai sumber aliran udara; h. artikulator, yaitu alat ucap pada tubuh manusia yang dapat digerakkan atas digeserkan untuk menimbulkan bunyi tersebut;
Tara Bahasa ToLaki
21
c. titik artikulasi, yaitu daerah-daerah tertentu (yang terletak dalam wilayah salah satu artikulator) yang dapat disentuh dan didekati oleh alat artikulator. Alat ucap di atas dapat bekerja sama. Hasil kerja sama tersebut dapat menghasilkan bunyi-bunyi ujaran. Bunyi ujaran yang dihasilkan, misalnya Id/ pada kata Idorjal 'jonga', Idumaal 'jumat', Idaijga/ 'dagang'. Proses terjadinya Id!, udara mula-mula mengalir dari paru-paru. Sementara itu, ujung lidah digerakkan ke atas menyentuh lengkung kaki gigi atas. Aliran udara mi akibatnya terhalang. Dalam hal i, ujung lidah sebagai artikulatornya, sedangkan lengkung kaki gigi adalah titik artikulasinya. Di atas telah dikemukakan hahwa alat ucap itu terdapat pada organ tertentu dan rongga mulut manusia. Secara rinci dapat dikemukakan bahwa alat ucap yang terdapat dalam organ tubuh manusia adalah a. paru-paru (sumber aliran udara); b. batang tenggorok; c. pangkal tenggorok. Selanjutnya, alat ucap yang terdapat dalam rongga mulut adalah a. b. c. d. e. f. g.
hibir; gigi; lengkung kaki gigi (alveolum); langit-langit keras (palatum); langit-langit lembut (velum); anak tekak (uvula); lidah (tongue).
Lidah ditinjau dari segi peranannya dalam bekerja sama dengan titik artikulasi dapat dibagi atas lima bagian, yaitu a. ujung lidah (apex); b. daun lidah (blade of tongue);
22
Bab III Bunyi Bahasa dan Taa Bunyl
c. depan lidah (fron of tongue); d. belakang lidah (back of tongue); e. akar lidah (root of tongue, radix). Di samping alat ucap yang disebutkan di atas, rongga hidung juga memegang peranan penting dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Alat ucap secara garis besarnya dapat dilihat pada gambar berikut mi. I paru-paru (lungs) 2 batang tenggorok (trachea) 3 pangkal tenggorok (larinx) 4 pita suara (vokal cords) 5 epiglotis (epiglottis) 6 dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx) 7 akar lidah (root of tongue, radix). 8 helakang lidah (back of tongue) 9 tengah lidah (midle of tongue) 10 daun lidah (blade of tongue) 11 ujung lidah (apex) 12 anak tekak (uvula) 13 langit-langit lunak (velum) 14 langit-langit keras (palatum) 15 lengkung kaki gigi (alveolum) 16 gigi atas (upper teeth) 17 gigi bawah (lower teeth) 18 bihir atas (upper lip) 19 bibir bawah (lower lip) 20 rongga hidung (nose cavity)
2
3.1.3 Fonetik dan Fonemik Di dalam bidang fonetik, kita mempelajari bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyiTata Bahasa Tola.ki
23
bunyi tersebut dengan kombinasi alat-alat ucap manusia. Dalam bidang fonemik, kita mempelajari dan menyelidiki berbagai-bagai bunyi ujaran dalam fungsinya sebagai alat pembeda makna (distingtf). Dalam bahasa Tolaki ditemukan sejumlah data yang menyangkut bunyi tuturan yang dihasilkan oleh alat ucap si pembicara. Dari bidang fonetik, data itu dikumpulkan, kemudian dianalisis, ditulis, clan dilainbangkan. Bidang fonemik mengkaji data-data fonetik itu supaya menemukan satuan satuan yang terkecil dalam bahasa tersebut. Dalam pengkajian data, untuk memudahkan sistem kerja data fonetik diapit oleh kurung siku [ ... ], sedangkan data fonemik diapit oleh garis sejajar I... I. Perhatikan contoh berikut. [bondoj [dondo] [kondo] [mondo] [pondo]
/bondo/ /dondo/ /kondo/ /rnondo/ /pondo/
'basah' 'pukul' 'lihat' 'genap' 'kayu maranti'
Bila kita memperhatikan contoh di atas tampak hahwa bunyi-bunyi seperti [b], [d], [k], [m], dan [p] adalah bunyi yang dapat membedakan makna antara sam kata dengan kata yang lain. Dengan demikian, bunyihunyi itu secara fonemik merupakan satuan terkecil yang distingtif. 3.2 Fonem Berbicara tentang fonem berarti kita tidak berbicara tentang kualitas hunyi, tetapi berbicara tentang bunyi sebagai satuan lingual yang terkecil yang dapat membedakan makna. Dalam uraian terdahulu hal tersebut telah dijelaskan. Setiap fonem yang membentuk struktur kata kelihatannya seperti ada ruas-ruas. Ruas-ruas itu dalam hahasa tulis dilambangkan dengan huruf. Dalam kata /rada/ 'raja' terdengar ruas-ruasnya berupa bunyi rada dengan pelambangan huruf berupa ortografi rada yang dinamakan fonemfonem segmental. 24
Bab Ill Bunyi Bahasa dan Taw Bunyi
Bila kita memperhatikan fonem yang membangun sebuah kata, ternyata ada dua jenis fonem, yakni fonem vokal dan fonem konsonan. Fonem mi sifatnya universal. Kata-kata bahasa Tolaki pun dibangun oleh fonem vokal dan fonem konsonan seperti tampak pada beberapa contoh berikut. Ilumaa/ Ikinaal Imeena!
'terbang' 'heras' 'benar'
Kedua jenis fonem, vokal dan konsonan, dapat dibedakan dengan cara atau proses pembentukannya. Fonem vokal dalam pengucapannya tidak mendapat halangan, sedangkan konsonan dalam pengucapannya mendapat halangan atau hambatan yang terdapat dalam rongga mulut atau rongga hidung.
3.2.1 Fonem Vokal Fonem vokal hahasa Tolaki terdiri atas lima buah, yaitu lit, let, Ia!, lul, clan to!. Kelima vokal itu berheda satu sama lain. Perbedaan itu disebabkan oleh perubahan yang terjadi di dalam daerah rongga mulut. Cara pembentukan fonem vokal bahasa Tolaki, seluruhnya eksklusif, artinya arus udara pada waktu vokal-vokal itu diucapkan terhembus ke luar. Udara yang dihembus kan itu dapat menyebabkan perubahan rongga dan ruang di dalam saluran-saluran suara. Gerakan alat ucap dalam pembentukan herhagai t'onem vokal bahasa Tolaki lebih leluasa. Perhedaan fonem vokal secara garis besarnya disebabkan oleh tinggi rendahnya posisi lidah dalam rongga mulut, membundar tidaknya hentuk hihir ketika membentuk bunyi-bunyi vokal. 3.2.1.1 Jenis Fonem Vokal Fonem vokal bahasa Tolaki dibentuk oleh alat ucap tertentu dalam rongga mulut. Berdasarkan gerakan alat ucap, pembentukan fonem vokal hahasa Tolaki dapat dibedakan sebagai berikut. Taki Bahasa Tolaki
25
a. Berdasarkan tinggi rendahnya posisi Iidah: vokal tinggi : i, u vokal tengah e, o vokal rendah :a b. Berdasarkan maju mundurnya gerakan Iidah waktu mengucapkannya: vokal depan : 1, e vokal pusat a vokal belakang : u, o c Berdasarkan membundar tidaknya bentuk hihir: vokal bundar : u, o vokal tak bundar : i, e, a
3.2.1.2 Klasifikasi Fonem Vokal Kiasifikasi fonem vokal mi dimaksudkan untuk memperlihatkan dengan jelas pembagian daerah artikulasi setiap vokal. Agar lehih jelas, kelima vokal itu di klasitikasikan dalam bagan berikut. BAGAN 1
FONEM VOKAL BAHASA TOLAKI iu
e
;;~
-
Z o
a
Keterangan a. Fonem vokal Iii berkedudukan sebagai fonem vokal depan, tinggi, tak bundar.
26
Bab Ill Bunyi Bahasa dan Tara Bunyi
b. Fonem vokal lel herkedudukan sebagai fonem vokal depan, tengah, tak bulat. c. Fonem vokal La/ berkedudukan sebagai fonem vokal pusat, rendah, tak bulat. d. Fonem vokal Lu/ berkedudukan sebagai fonem vokal belakang, tinggi, bulat. e. Fonem vokal lol berkedudukan sebagai fonem belakang, tengah, bulat. 3.2.1.3 Distribusi Fonem Vokal
Berbicara tentang distribusi fonem vokal berarti berbicara tentang keleluasaan t'onem vokal itu dalam menduduki posisi tertentu dalam sebuah kata. Sebuah kata dapat menduduki tiga posisi, yakni posisi awal, tengah, dan akhir. Fonem vokal hahasa Tolaki semuanya dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata. Perhatikan Tabel 1 berikut. TABEL 1 DISTRIBUSI FONEM VOKAL
/a/
/awu/ /ate/
lu lvi
likal /iwoi/ lulu/ /uleI
/e/ /0/
Tengah
Awal
Fonem Vokal
Ic/il /epe/ Iodidi/
Tara Bahasa Tolaki
'abu' 'hati' 'ikan' 'air' kepala' 'ulat' 'Iudah' 'jamur' 'lidi'
/taba/ /manu/ Ikinaa/ /bibi/ Ipundil Ihulel
Iseul Ibendel
Idokil
'gemuk' 'ayam' 'beras' 'bibir' 'pisang' 'hati' 'jarum' 'benteng' 'tunas'
Akhir Ihakal
/gola/ Imoril
Iruil
akar' 'gula' 'kelelawar' 'dun' 'kecil' 'anjing'
imohewul /dahu/ /bire/ 'buka' Iwosel 'besar'
Ikalol
'lingkaran'
27
3.2.2 Fonem Konsonan Fonem konsonan terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru keluar melalui rongga mulut mendapat hambatan, baik hambatan sebagian maupun hambatan seluruhnya.
3.2.2.1 Pembentukan Fonem Konsonan Berdasarkan cara pembentukannya, konsonan bahasa Tolaki dapat dibedakan berdasarkan a. artikulator dan daerah artikulasinya; h. terhambat tidaknya udara pada waktu udara mengalir dari paru-paru; c. bergetar tidaknya pita suara, d. daerah ucap yang dilalui udara ketika keluar dari paru-paru. Agar lebih jelas, dasar pembentukan fonem konsonan di atas dapat diuraikan sebagai berikut. a. Pembentukan fonem konsonan berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya. (a) Konsonan bilabial, yakni konsonan yang pembentukannya terjadi karena pertemuan bihir atãs dan bihir bawah. Dengan demikian, dasar ucapan konsonan bilabial ialah bibir atas dan hibir hawah yang menghasilkan fonem fbi, /pi, /m/, 1mb!. (h) Konsonan alveolar, yakni konsonan yang pembentukannya terjadi karena kerja saina antara daun lidah dan lengkung kaki gigi atas. Fonem yang dihasilkan ialah /t!, /d!, /d!, /n!. (C)
Konsonan velar, yakni konsonan yang pembentukannya terjadi karena udara mendapat hambatan dengan bekerja sama antara belakang lidah dan langit-langit lembut. Fonem yang dihasilkan ialah 1k!, /g!, /ijg/, 11:31.
(d) Konsonan glotal, yakni konsonan yang pembentukannya terjadi karena celah suara atau pita suara tertutup rapat atau terbuka
28
Bab Ill Bunyf Bahasa dan Tara Bunyl
lebar, sehingga udara itu terhalang seluruhnya oleh selaput suara atau keluar dengan leluasa. Fonem yang dihasilkan ialah I?!, !h/ h. Pembentukan fonem konsonan berdasarkan hambatan udara, (a) Konsonan hambat (stop), yakni konsonan yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru terhambat sama sekali, kemudian thlepaskan dengan segera sehingga menghasilkan bunyi letupan. Fonem yang di hasilkan ialah Ipi, fbi, It!, 1k!, IgI, I?!. (b) Konsonan prenasal, yakni konsonan yang terjadi karena udara tertutup rapat seluruhnya sehingga udara keluar melalui hidung. Pelepasan udara juga dilakukan dengan segera. Fonem yang dihasilkan ialah 1mb!, /dl, ltjgl. (c) Konsonan frikatif, yakni konsonan yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru melalui sisi mulut. Fonem yang dihasilkan ialah Is!. (d) Konsonan nasal, yakni konsonan yang terjadi karena arus udara tertutup rapat pada rongga mulut sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Fonem yang dihasilkan ialah /m/, In!, /ij/. (e) Konsonan lateral, yakni konsonan yang terjadi karena udara yang keluar melalui samping lidah. Fonem yang dihasilkan ialah /1!. (t) Konsonan tril, yakni konsonan yang terjadi karena jalan udara tertutup dan terbuka secara bergantian dan berulang-ulang. Fonem yang dihasilkan ialah fri. (g) Aproksiman (semikonsonan) terjadi karena udara yang mengalir keluar tidak mendapat hambatan sepenuhnya sehingga bunyi yang dihasilkan menyerupai bunyi hamparan, misalnya fonem 1w!. c. Pembentukan fonem konsonan berdasarkan getaran pita suara. (a) Konsonan bersuara, yakni konsonan yang pada waktu diucapkan pita suara bergetar. Fonem itu ialah fbi, /d/, ig!, imbi, /d/, irjgl, /m/, In!, lrjl, /w!, ill, fri.
Taza Bahasa Tolaki
29
(h) Konsonan tak bersuara, yakni konsonan pada waktu di ucapkan pita suara tidak hergetar, dan fonem-fonem itu ialah Ipi, It!, /k!, I?!, Is!, /h/. d. Pembentukan fonem konsonan berdasarkan rongga ujaran. Berdasarkan rongga ujaran, konsonan dapat dibedakan atas konsonan oral dan konsonan nasal. Konsonan oral ialah konsonan yang dihentuk dan keluar melalui mulut. Konsonan nasal atau prenasal ialah konsonan yang dibentuk dalam rongga mulut hersama rongga hidung dan keluar melalui rongga hidung. Fonem itu ialah sebagai berikut. (a) Konsonan oral: /p/, /t!, 1k!, I?!, /h/, /d!, !g!, /w!, Is!, IhI, Ill, In. (b) Konsonan nasal: /m/, /n!, 1i1. (c) Konsonan prenasal: 1mb!, /d!, IgI. 3.2.2.2 Klasifikasi Fonem Konsonan Bagan konsonan herikut mi akan memperlihatkan cara artikulasi dan daerah artikulasi setiap fonem konsonan dalam bahasa Tolaki yang sudah diuraikan di muka. Dengan hagan konsonan itu pula akan lehih jelas ciri pembentukan setiap konsonan.
30
Bob III Bunyi Bahasa dan Tara Bunyi
lABEL 2 DAFTAR KONSONAN
Hambat (Stop) Prenasal Frikatif Nasal Lateral Trill Aprosiman
Bilabial
Alveolar
Velar
p b
t d
k g
mb
nd s n I r
rjg
m
Glotal
h
w
Keterangan: th = tak bersuara; b = bersuara Di dalam tabel konsonan di atas terlihat dengan jelas bahwa dalam hahasa Tolaki dikenal 18 buah fonem konsonan. Khusus fonem I?/ dalam analisis selanjutnya digunakan lambang Iqi.
3.2.2.3 Distribusi Fonem Konsonan Distribusi konsonan dalam bahasa Tolaki hanya dapat menduduki posisi awal atau tengah kata. Semua fonem konsonan tidak dibolehkan menduduki posisi akhir suku kata atau akhir kata. Itu sebabnya, kata-kata bahasa Tolaki selalu terdiri atas suku kata terbuka. Suku terbuka mi juga merupakan salah satu kriteria bahasa vokalis. Karena itu, bahasa Tolaki tergolong bahasa vokalis. Agar lebih jelasnya, posisi tiap fonem konsonan dapat diuraikan dalam tabel berikut.
Tata Bahasa Tolaki
31
TABEL 3 POSISI FONEM KONSONAN
Fonem Konsonan
Awal
Tengali
Akhir
a. Hambat stop
Ipi
'parang' 'pisau' 'babi' /be.ke/ 'katak' lbusi/ 'bakar' /tunul /tena/ 'susut' /dinzba/ 'tambur' /dojg/ rusa' /karu/ 'kudis' /kirel 'alis' 'bumbu' lgulel 'bola' lgolu/ l?omba/ 'empat' 'hidung' /?enel 'akan' 41go/ /gorol 'tegang'
/opu/ /opo/
linba rail 'jangan
Ikombel 'hosan'
lpade/
lpisol
fbi it! Id! 1k! igi
'habis 'belum' /libo/ 'tepat' 'tebing' /tobi/ 'budak' /atal /watu/ 'batu' 'parang' /pade/ 'cukup' Ikadul 'ikat' Ibokel 'babi' Ibekel 'tabiat' /bugel lbagu!il 'kelereng' lme?eto/ 'hitani' lde?elal 'gelas'
'tangkai' /tojgl lwangu/ 'pukul'
h. Prenasal
Imbi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
/mbule/
terlalu' 'pulang'
mdi
/ndekul Indelel
'gendut' 'ceper'
/gi
lggol
'akan' 'tegang'
/gorol
32
-
-
lkomba/ 'membengIpundil /tonde/ /tong/
kak' 'pisang' 'gelas'
'tangkai' lwaIjgul 'pukul'
-
-
-
-
Bab III Bunyi Bahasa dm Taza Bunyf
lABEL 3 POSLSI FONEM KONSONAN (LANJIJTAN) Fonem Konsonan
Awal
Tengah
Akhir
c. Frikatif Is!
IhI
/sawu/ /sule/ /hao/ /hule/
'sarung' 'terbalik' 'batuk' 'gasing'
lasol /lasu/ Itaho/ /momahe/
'satu' 'lati' 'kayu besi' 'indah'
/mande/ /mendu/ /naijga/ /nunu/ /flore/ /ilu/
'jarak' 'panjang' 'nangka' 'tank' 'malas' 'mulut'
Ihatamul /talno/ /toono/ /teeni/ /doa/ /efle/
'ketam' 'ramai' 'orang' 'bilang' 'rusa' 'hidung'
hale! /leko!
'lalat' 'keris'
/gola/ /golu/
'gula' 'bola'
Imoroal /ura/
'suci' 'udang'
lawu!
'debu' 'belah'
-
-
-
-
d. Nasal ImI In!
hi
-
-
-
-
-
-
e. Lateral -
-
f. Tn! In!
g. Aprosoman 1w!
/rumba/ 'tumbang' /rowu/ 'rebung' /watu/ /woro/
'batu' 'ingus'
Itowo!
-
-
-
-
3.2.3 Persekutuan Bahasa Tolaki memiliki pola suku kata yang sangat sederhana. Suku kata ditandai oleh sebuah vokal. Fonem vokal itu dapat berdiri sendiri atau boleh didahului oleh konsonan. Polanya adalah KV dan V atau V (KV). Secara fonetik puncak suku kata selalu terdiri dari atas vokal dan tidak mempunyai koda. Dengan menerapkan teori gelombang, hal itu tampak sebagai berikut.
Tata Bahasa Tolaki
33
BAGAN 2 PUNCAK SUKU KATA Puncak
¼
koda (kosong)
onset/awal
Gambar di atas mengisyaratkan bahwa puncak atau inti suku kata hahasa Tolaki selalu vokal. Inilah yang biasa disehut dengan suku terbuka. Suku terhuka ialah setiap suku kata selalu berakhir dengan vokal. Perhatikan contoh pola suku kata di bawah 1) V
a
o - Ii o - le - o ka - e
2) KV to - re wa - tu - ru nga - re
34
mi.
'pinggang' 'beli' 'matahari' 'tangan' 'bekas' 'batu' 'iflgUS' 'malas'
Bab III Bunyl Bahasa dan Tata Bunyl
BAB IV TATA BENTUK DAN PROSES MORFOLOGIS 4.1 Pengantar
Pada uraian terdahulu telah dipaparkan secara singkat batasan pengertian tata bentuk dan proses morfologis set -ta alat pembentuknya. Berdasarkan pengertian tersebut, sebuah kata dapat berubah bentuknya karena diubah oleh penuturnya. Berdasarkan proses pengubahan itu, dalam bahasa Tolaki ditemukan sejumlah data herikut. b (1) mondobo (2) tinobo (3) tobo toho
momberehuki pinerehuki perehukii perehuki
monggali kinali kalii kali
(N) (-in) (-il-ito)
Data di atas menunjukkan bahwa (1) bermula dengan tiga macam nasal (N), yaitu n ml, ng ll, dan m ImI, masing-masing mengubah bentuk dasar toho 'tikam', perehuki 'duduk', dan kali 'lempar' dan ketiganya berftingsi sama, yaitu menjadikan ubahan bentuk dasar itu memiliki makna 'tindakan'. Adapun data (2) mendapat sisipan /-in-/ yang tidak mengalami perubahan bentuk dan fungsi pun sama yakni mengubah bentuk dasar menjadi kata baru yang memiliki makna pasif dan tidak sengaja. Sementara itu data (3) berakhir dengan bunyi lii dan juga herfungsi sama, yaitu mengubah bentuk dasar menjadi kata baru yang memiliki anjuran atau permohonan.
Tcua Bahasa Tolaki
35
Dalam kaitan dengan (a) s.d. (c) atau (1) s.d. (3) di atas, peristiwa penambahan pada awal, tengah, dan akhir bentuk dari itu merupakan contoh proses morfologis, sedangkan adanya wujud yang berbeda-becla pada setiap penambahan, balk mengenai masing-masing yang ditambahkan maupun bentuk dasar, disebut hasil proses morfofonemis. Tentang proses morfologis telah dipaparkan, yaitu meliputi morfem afiks, morfem ulang, dan morfem pemajemukan. Pada pasal di bawah mi proses-proses yang di maksud akan dipaparkan.
4.2 Pembentukan Kata dan Pengafiksan
Setiap kata dapat berbentuk dasar dan dapat membentuk turunan akihat afiksasi. Yang pertama disebut kata dasar dan yang kedua disebut kata berauiks, yaitu kata jadian yang dibentuk dengan pengimbuhan. Imbuhannya, yaitu morfem afiks yang selalu merupakan bentuk terikat, dan khusus dip akai untuk membentuk kata berimbuhan atau berafiks itu.
4.2.1 Jenis Atiks
Ada empat jenis afiks dalam bahasa Tolaki, yaitu pretiks, sutiks, infiks, dan konfiks. Prefiks adalah afiks yang terletak di awal bentuk dasar, misalnya mo- pada inoburi 'menulis', mbe- pada mbetiu 'menyelam'. Sufiks adalah afiks yang terletak di belakang bentuk dasar, misalnya -to dalam tetoroto 'berhentilah', -i dalam mbulei 'pulang ia'. Infiks adalah afiks yang terletak ditengah bentuk dasar, misainya -urndalam humunu 'membakar', -in- dalam kind 'dilihat'. Adapun konfiks adalah sebuah atiks, dan bukan dua buah yang terletak di awal dan di akhir sekaligus, misalnya mo-. . .-i dalam momonei 'memanjati',, me-.. dalam metolui 'menyatakan tiga'.
36
Bab IV Tata Ben:uk dm Proses Moifologis
4.2.2 Jumlab Afiks Dalam bahasa Tolaki, sebagaimana telah ditemukan oleh para peneliti terdahulu, terdapat sejumlah afiks sebagaimana bahasa lainnya di Nusantara mi. Berikut disajikan dalam Tabel 4 di bawah mi. TABEL 4 DAFTAR ARKS Prefiks
mo(N)mepePOtatotesaSi-
niko-/iko,nbomonggombetokopinokomombokomombeka-
Sufiks
-i -to/-ito -ndo -koo/ikoo -ako -keel-ikee
Infiks
-in-urn-
Konfiks
-urn-i -urn-ikee -in-ako -in-kee ko-i ka-a p0-
-i
-a poq-a mo-i me-i mo-ako me-ako poko-i momboko-ako mo-koo p0-
Berdasarkan data yang termuat dan dalam Tabel 4 di atas, afiks terbanyak adalah prefiks, yang paling sedikit adalah infiks. Hal mi dapat dimengerti karena bahasa Tolaki secara struktural bertipe (VO), yaitu bahasa yang di samping verba (V) sebagai pengisi predikat yang diletakkan di depan objek (0), terutama verba transitif juga memiliki Tata Bahasa Tolaki
37
prefiks yang mengawali bentuk dasar, dan prefiks itu pun tercatat dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan afiks jenis lainnya, khususnya sufiks.
4.3 Beberapa Hat Mengenai Perilaku Afiks Ada beberapa hal yang patut diperhatikan sehubungan dengan perilaku afiks bahasa Tolaki. Di bawah mi akan dipaparkan seperlunya, baik yang bersangkut-paut dengan liku-likunya maupun yang herkaitan dengan sifatnya.
4.3.1 Afiks dan Kata Baru Pembubuhan afiks pada bentuk dasar dapat membentuk kata haru, balk jenis lain dari kata semula maupun tidak. Hal tersebut bergantung pada bentuk dasarnya. Afiks nio-, misalnya, adalah pembentuk kata yang berkategori verba. Apabila afiks tersebut bergabung dengan bentuk dasar nomina (gondi 'kunci',pade 'parang'), kata barn yang terbentuk itu tentu saja akan berbeda, yaitu menjadi verba (mogondi 'mengunci', mopade 'memarang'). Lain halnya dengan konfiks mo-.. . -ako sebagai pemhentuk kata verba dengan bentuk dasar verba, tetapi tidak menjadikan kategori kata barn yang berbeda dengan bentuk dasarnya. Bentuk momoneako 'memanjaatkan', dan mondeako 'mengangkatkan' sama kategorinya dengan bentuk dasar mone 'panjat' dan tene 'angkat'. Dalam proses morfologis, bentuk dasar dan kata jadian itu berbeda satu sama lain, disebut derivasi atau penurunan. Dengan adanya perbedaan kategori antara bentuk dasar dan kategori hentuk kata jadiannya atau kata barn yang dibentuknya, makna leksikal gondi berbeda dengan makna leksikal mogondi. Penyebutan kata jadian dalam analisis kategori kata hiasanya menyarankan pada bentuk dasarnya. Karena gondi adalah nomina dan mogondi verba dengan bentuk dasar nomina, mogondi sebagai katajadian yang berbentuk polimorfemis itu disebut verba denominal, artinya verba
38
Bab IV Tata Benusk dan Prcees Morfologi.s
inogondi itu dibentuk dari nomina gondi. Akhirnya, muncullah verba deadjektival, yakni verba yang diturunkan dari bentuk dasar deadjektif, misanya mosaqakee 'menjelekkan' dari mosaqa 'jelek' atau verba denumeralia, misalnya (pinokoaso, 'menyatukan' dari bentuk dasar aso 'satu'. Kebalikan dari derevasi adalah infleksi, yakni suatu proses morfologis yang tidak membawa perubahan makna leksikal pada kata jadiannya dipandang dari makna bentuk dasarnya. Verba rnongga 'makan' dibentuk dari verba kaa 'makan' dengan prefiks 'no-. Proses morfologis yang mengenai mongga itu merupakan infleksi. Contah lain, poinu 'minumlah' adalah verba yang dibentuk dari bentuk dasar verba mu 'minum'. Jadi, poinu adalah proses morfologis yang infleksi.
4.3.2 Hubungan Teratur Antaraafiks Di antra sekian banyak afiks dalam bahasa Tolaki dijumpai afiks yang memiliki hubungan teratur dengan afiks tertentu lainnya. Afiks ni-, misalnya, sebagai salah sam afiks pembentuk kategori verba yang berkomponen maknawi 'pasit" memiliki hubungan yang teratur dengan afiks lain seperti afiks mo-, me-, dan te-. Dengan demikian, sehingga bila ada bentuk dasar langgu 'pukul', misalnya, yang mendapat afiks niterbentuklah nilanggu 'dipukul' clan diharapkan ada bentuk molanggu 'memukul' di satu pihak clan melanggu 'herpukulan' atau telanggu 'terpukul' dipihak lain. Demikian pula apabila ada afiks -to, diharapkan ada afiks -ako atau kae pada kata jadian tertentu. Jadi di samping ada bentuk lakoto 'pergilah' (dasar lako 'pergi') diharapkan pula ada bentuk lakoako 'pergi dengan suatu maksud' atau lakokae 'jalankan'. Hal yang sama berlaku pula, misalnya pada afiks 'no-. . -i dengan p0-... -i atau mo... -kee dan 'no-. . . -ako kesemuanya berfungsi sebagai pembentuk kategori verba baik yang transitif maupun yang intransitif. Dengan demikian, dapat diharapkan ada bentuk momonei 'memanjatkan' (bentuk dasar 'none 'panjat') di samping ada bentuk pomonei 'panjatlah' atau ,nomonekee 'memanjatkan atau momoneako 'memanjatkan'.
Tara Bahasa Tolaki
39
Di bawah mi akan dipaparkan hubungan antarafiks (Tanda panah menunjukan arah hubungan)
mo-
-ako/-ko
Si-
me-
poko-i
-urn-
mo-iki
4
-kee/-ikee te-
vi-iki
-in- , *— -to/-ito .- -urn--i -__
/J\1_ 0
p0-
-
mombeka-ako me-iki
Sekadar contoh dapat dilihat pada uraian di hawah mi, dengan mengemukakan bentuk dasar kaa 'makan', dengan catatan tidak mempersoalkan sering tidaknya hentuk yang bersangkutan dipakai. nonggaa mekaa
(monggaako .cikaako mekaako kumaako
J 1
kumaa 53kinaa pongga .-
-. pokokaai
{EF!1 ( kumaato tekaaito kinaito ponggaato (kumaa pongga tekaa kinaa
40
a— rnongga-iki
i.— kumai
4 .-. .cikaaiki
rnombekakaaako
mekaaiki
flab IV Tata Beniuk dan Proses Mo,.folog:s
Walaupun belum tergambar sernua hubungan antarafiks, paling tidak sudah tidak kurang dari 25 bentukan kata dengan sebuah bentuk dasar yang sama. Dapat pula dipastikan bahwajaringan afiks yang paling berhubungan itu sosoknya ditentukan oleh watak Ieksikal bentuk dasar yang bersangkutan. 4.3.3 Perkelompokan Afiks Bahasa Tolaki memiliki lima kelas kata, yaitu verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan kata tugas. Kelas kata pronomina pada umumnya mengacu ke nomina lain, sedangkan numeralia juga berkorespondensi dengan nomina. Untuk itu, dua kelas kata terakhir mi akan dibicarakan sekaligus dengan nomina. Berdasarkan pembagian lima kelas kata tersebut, pada bagan berbentuk kata dasar kaa 'makan' semuanya adalah verba. Adapun contoh nomina, pronomina dan seterusnya adalah sebagai berikut: pomboaha 'pemikul', polanggu, 'pemukul' (nomina); inaku 'saya', inggo 'engkau', nggiroo 'itu' (promma); aso 'satu', omba 'empat', aso etu 'seratus' (numeralia); mowila 'putih', oputu 'pendek', momaho 'indah' (adjektiva); kudui 'sangat', mera-merare 'Iekas-lekas'. yeikaa 'hanya' (adverbia); iyepo 'dan', i 'ke', dan an 'dan' (kata tugas). Kelima kelas kata di atas pada umumnya memiliki afiks (tentu ada juga tidak), tetapi pemilihan afiks setiap kelas kata tidak samajumlahnya. Sekelompok afiks tertentu yang satu berkecenderungan kuat berada memusat sebagai bagian dari kata yang berkelas kata atau berkategori tertentu. Sekelompok afiks tertentu yang lam cenderung memusat sebagai bagian dari kata kategori tertentu yang lain. Pendeknya, ada perkelompokan afiks pada kategoni kata yang memungkinkan. Di bawah mi akan dikemukakan bagan afiks pembentuk kategori kata dalam bahsa Tolaki dengan ketentuan afiks yang ditandai dengan angka (1) cenderung memusat sebagai bagian dari verba. Jadi pembentuk verba dalam proses morfologis, angka (2) cenderung memusat sebagai Tara Bahasa Tolaki
41
bagian dari nomina (pembentuk nomina), angka (3) salah satu kategori yang bukan verba atau nomina dan menjadi pembentuk kata yang bersangkutan, dan angka (4) sebagai bagian sekaligus dari beberapa kategori tertentu, termasuk nomina dan verba serta kategori kata lainnya.
TABEL 5 AFIKS PEMBENTUK KATEGORI KATA Prefiks
mon(N)me' pe-' pa-2 pota-2 to-' te-' sa-' si-' ni-I ko- 3 ntho-
Sufiks
-i' -to I-to' -ndo-2 -kool-ikoo' -ako 4 -keel-ikee'
Infiks
-in2 -urn-'
Konfiks
-urn-i' -urn-ikee' -in-ako' -in-kee' ka-a2 p042 po-a poq-a me-i' mo-ako' me-ako' pokomo-koo'
rnbe-'
nwrnbeka-
toko-3 pinoko-' momboko-' mombeka-' poko-' monggo-
mo-
42
- ako1
-1'
Bab IV Tata Bentuk dan Proses Moifologis
Di hawah mi akan dikemukakan contoh penggunaannya. 1. Afiks yang memusat sebagai hagian dari verha: (a) 1. me-
mekiki 'menggit' 2. pepeleu 'datanglah' toposua 3. to'bertemu' 4. Sisikaa 'hergigitan' 5. niniwada 'dibayar' 6. mhomhoala 'mengambil' 7. mbembepolika 'pindah' 8. pinoko- pinokokii 'dapat dipandang' 9. mombo- mombokokomemelewa 'melebarkan'
(c)
(b)
mepolika 'pindah' perako 'tangkaplah' toporumbati 'bertabrakan' silanggu 'berpukulan' nirabu 'dicabut' mbooli 'membeli' mbetiu 'menyelam' pinokolako 'terjalankan'
(d)
mesuko 'hertanya' pewangu 'bangunlah'
menu 'menyelam' pekoto 'potonglah' toporombu 'berkumpul'
-
-
-
niburi 'ditulis' mbosawi 'mengetam' mbepuri 'meniup' pinokoleu 'terhadirkan'
.
ninaa 'disimpan' mbondena 'menyuruh' mbehaho 'mandi' pinokopoha 'tertanami'
mombokomombokomoqio motai 'menjernih'membirukan' kan' 10 mommombekamombekamombekabekakaako tan ggaliako mbuako 'saling 'saling mem- 'saling menmenggigit' bantu mema- cabut' cul' 11. poko- pokomowanu pokodadioi pokooasoi pokoowse 'memperbe- 'membanyak' 'mempersatu- memperbesar' kan' sar'
Tata Bahasa Tola/ci
mombokomeambo 'memperbaiki' mombekahuluako 'saling menerangi'
43
12. -i
13. -to/ito 14. -koo/ -ikoo 15. -keel -ikee
wutai 'berilab tanah'
laikai 'buatkan rumali untuknya' totoroto lakoto 'berhentilah' 'pergilah'
kaliqikoo 'lemparkan' rnbulekee 'pulangkan'
humunu membakar' 17. -urn-. -i tumotambei 'menjemput'
16. -urn-
18. -urn-... -ikee
humunggaikee membukakannya' 19. -in-... inoliako 'dibelikan' -ako 20. -in-... inoliikee 'dihelikan' -kee 21. me-.. -i meruoi 'menyatakan herdua' 22. mo-... morabuako 'mencabut-ako kan' 23. me-... merabuako -ako 'mencabutkan' 24. poko- pokoasoi 44
alai 'simpanlah di lubang'
lourii 'datangi'
mbuleto 'pulanglah'
wawoqikoo 'bawakan' lakokee 'jalankan'
oliqikoo 'belikan' leukee 'datangkan'
turnotoa 'memotong' lumawui 'menghimpun, kumaliikee
dumagai 'menjaga' humunuqi 'membakar'
momaheto 'manis-manislah engkau' aloqikoo 'ambilkan' toqorikee 'mengetahui dia' lumango 'berenang' tumitiroi 'melihatnya'
humunuikee
kumopuikee
'melemparkannya' sinodaako 'dipikulkan' pinuaiqikee 'dipanaskan' metolui 'menyatakan bertiga' nwmoneako 'memanjatkan' mepoleako 'menyeberangi pokoruoi
'membakarkannya' pinolasuako 'dilarikan' pinooqikee 'dicarikan' mepitui 'menyatakan bertujuh' moqoliako 'membelikan'
'menggendongkannya' hinunuako 'dibakarkan' tinunuqikee 'dibakarkan' rneornbei 'menyatakan 'berempat' mondidiako 'mengaturkan
melosiako 'melompat'
mekaaako 'menggigit dengan' pokoombei
pokotolui
Bob IV Tara Benruk dan Proses Morfologis
'persatukan' 'jadikan dua' 'jadikan tiga' 'jadikan empat' moqalokoo 25. mo-... mololahakoo nwwawokoo moqolikoo 'mencarikan' 'membawa- 'membelikan' 'mengambil-koo kan' kan' mombekapudi26. mombe- mombekau- mombekato- mombekapudiako poodeako andoako ka-. -ako maako 'mendengar' 'sating me'berciuman' 'melihat' muj i' moburiqi mowadaqi molanggui 27. mo-. -i mosalei 'memotongi' 'memukuli' 'membayari' 'menulisi' -i
.
.
II. Afiks yang memusat sebagai bagian dari nomina 1. ta-
-
2.
patani 'petani' poonggo 'pengikat' dadindo 'janji kita'
3. 4. 5. 6.
tambosodo tamboseqe 'perayu' 'pengejek' pasomba padaga pa'pelayar' 'pedagang' polomba popolanggu 'pemukul' 'pelobang' anando laikando -ndo 'anak kita' 'rumah kita' kinaa -in'makanan atau nasi' ka-. -a kadadia kameamboa 'kejadian' 'kebaikan'
8. po-.. -i
podagai 'penjagaan' 9. poq-. -a poqisoa 'tempat tidur' .
Tara Bahasa Tolaki
-
pagolo 'pemain bola' posoki 'penutup' -
-
-
-
-
-
-
-
kamohakia 'kepedihan'
kamasusaqa 'kesusahan'
posua 'perjumpaan'
podaqua 'tempat herladang'
.
7. po-.. -a pomboahaa 'pemikul'
-
polasua 'tempat berlan' pongonii 'permintaan' poqinua 'tempatminum'
pondulungii 'pertotongan' pogaloa 'tempat mengambil'
-
-
45
UI. Atiks yang memusat sebagai bagian dari kategori lain yang hukan verha atau nomina. (a) verha aspek perfektit' .sa-
2. toko3. te-
saqarino sadungguno salouno sambuleno tokoiso tokonduturu terabu teporumbati teburi
'sesudahnya, setelah itu' 'sesampainya' 'setibaya' 'sekembalinya' 'tertidur' 'dapat baring-baring' 'tercabut' 'bertabrakan' 'tertulis'
(b) adverbia
4. rnonggo5. ko-
monggotolu monggoomba ,nonggoasoetu kohapulo koruambulo koonambulo
'tiga kali' 'empat kali' 'seratus kali' 'kesepuluh' 'kedua puluh' 'keenam belas'
IV. Afiks yang memusat sebagai bagian dari beberapa kategori (dapat verba, nomina, dapat yang lain):
1. mo(I%9-
2.
46
p0-
mombole inondobo mondoda pohoto porako polanggu polomba
'memotong' (verba) 'menikani' (verba) 'jelas' (adjektiva) 'potonglah' (verba) 'tangkap' (verba) 'pemukul' (nomina) 'pelubang' (nomina)
Bab IV Tata Bentuk dan Proses Morfologi.s
3. -ako
4. -in-
mbekaaloako mbekanoririako leuako lakoako kinii kinaputi kinaa
'saling mengambil' (verba resiprokatit) 'saling mengasihani' (verbaresiprokatif) 'datang dengaan suatu maksud' (verba) 'pergi dengan suatu maksud' (verba) 'dilihat' (verba) 'diikat' (verba) 'nasi' (nomina)
4.4 Pembentukan Kata dengan Pengulangan dan Morfem Ulang 4.4.1 Repitisi dan Pengulangan Semu
Bahasa Tolaki sebagaimana hahasa-bahasa lainya di Nusantara mengalami proses pengulangan dan berbagai macam satuan lingual. Ada pengulangan yang jauh melampaui kata jadian. Hasilnya bukan kata jadian lagi karena yang diulang bukan kata lagi meskipun berunsurkan kata. Ada pula perulangan yang mendekati benar, sangat mirip atau menyerupai pembentukan kata jadian sehingga memberi kesan seakanakan menghasilkan kata polimorfemis karena kata yang bersangkutan silabenya terulangkan. Pengulangan yang melampaui pembentukan kata jadian itu disebut repetisi. Pengulangan yang semacam mi dapat mengenai frasa, misalnya Jaro ndonia-iaro-ndonia merapu ito kahae janda muda-janda itu kawin lagi'; dapat mengenai klausa, misalnya Kutooriko ikahae, arikoto mawo keniwule-arikoto mawo keniwule, meena ito?' 'Saya tahu, kamu melainar dia, kamu melamar dia, betulkan?' dapat mengenai kalimat, misalnya Langgaino kioki nohari leu-langgaino kioki nohari leu, pereu-rehu toleesu 'Penganten prianya belum datangpenganten prianya belum datang, duduklah dahulu'; bahwa ntian pengulangan hanya dibatasi pada jenis khusus, yaitu pengulangan yang berfungsi untuk membentuk kata dengan bentuk dasar sebagai tumpuannya. Dalani hal mi, bentuk dasar yang bersangkutan dapat ditentukan kejatiannya sebagai satuan lingual yang bermakna lingual; dan hasil pengulangan selalu berupa kata yang polimorfemis.
Taw Bahasa Tolaki
47
4.4.2 Kata Berulang Ada tiga tipe morfem ulang dalam bahasa Tolaki, yang dibedakan oleh wujudnya dalam kata dipandang dari kesesuaiannya dengan bentuk dasar yang dikenai proses pengulangan itu, yaitu (i) reduplikasi penuh -R, (ii) reduplikasi parsial -Rp-, dan (iii) reduplikasi yang berkombinasikan dengan afiks -Ra. Reduplikasi penuh -R adalah morfem ulang dengan pengulangan wujud fonemisnya sama dengan bentuk dasar yang dikenai proses pengulangannya. Tampak misalnya dalam kata lako-lako 'jalan-jalan', see-see 'ejek-ejek' dan rabu-rabu 'cabut-cabut'; reduplikasi parsial -Rp-, yakni pengulangan sebagian bentuk dasar, baik yang berupa kata asal maupun kata turunan. Tampak misalnya dalani kata kade-kadera 'kursikursi', lama-lamari 'lemari-lemari' dan lai-laika 'rumah-rumahan'; reduplikasi berkombinasi dengan afiks -Ra adalah reduplikasi yang berafiks sebagai wujud ulangan fonemisnya sama dengan wujud fonemis penggalangan hentuk dasar yang dikenai proses pengulangan. Tampak misalnya dalam kata mekopu-kopu 'saling merangkul' mombenahu-nahu 'memasak-masak' dan melosi-losiako 'melompat berkali-kali'. 4.4.2.2 Perilaku Morfem Ulang a. Morfem Ulang dan Pelambangannya Pengafiksan telah disinggung pada uraian terdahulu dan bila hal itu kita perhatikan ternyata sistem pelambangannya disesuaikan dengan hentuk fonemiknya saja. Dalam bahasa Tolaki, misalnya, adanya afiks me(N- karena berupa gabungan fonem ImI + IeI dan fonem nasal (/m!, In!, dan /I; ada prefiks p0- karena berupa gabungan fonem IpI + lot; dan ada afiks -ako karena berupa gabungan fonem Ia! + 1k! + to!. Pendeknya untuk melambangkan afiks, kita dapat berkiblat kepada nio,f atau salah satu hentuk alomorfemisnya. Pelambangan dengan cara demikian sulit dilakukan dalam morfem ulang sebab morfem ulang memiliki keterikatan bentuk yang sangat kuat terhadap bentuk dasar. Pengulangan bentuk dasar membuktikan betapa kuatnya keterikatan morfem ulang itu, daya kebersenyawaannya cukup kuat. Fakta itu 48
Bab IV Tara Bentuk dan Proses Morfologi.s
mengakibatkan tidak mungkinnya morfem ulang itu dilambangkan sesuai dengan bentuk fonemisnya. Bila hal mi diberlakukan, akan muncul sebuah morfem ulang dengan bentuk monemis, morf, dan alomorf yang demikian banyak, sebanyak jumlah bentuk dasar yang dikenai proses pengulangan itu. Untuk itu, kata berulang rabu-rabu 'cabut-cabut', kadekade 'kursi-kursi', clan mekopu-kopu 'saling merangkul' kita tidak dapat melambangkan morfem ulang jenis -R dengan rabu, jenis Rp dengan kadan jenis Ra dengan mekopu. Demi alasan efektivitas clan efisiensi deskripsi pelambangan morfem ulang, yaitu dengan menggunakan lambang -R untuk morfem hang penuh, Rp untuk morfem ulang parsial, dan Ra untuk morfem ulang yang berkombinasi dengan afiks. b. Posisi Morfem Ulang
Dipandang dari segi posisi proses pengulangan terjadi dengan pengucapan bentuk dasar terlebih dahulu dan pengucapan bentuk dasar kemudian. Pengucapan bentuk pertama disebut pengulangan yang bersifat progresif, dan pengucapan yang bentuk kedua disebut pengulangan yang bersifat regresif. Dalam bahasa Tolaki proses pengulangan àtau morfem ulang ada yang hersifat progresif dan ada yang bersifat regresif. Dalam morfem ulang Ian gga-langga 'keranjang kecil', misalnya, adalah morfem ulang -R yang bersifat progresif karena proses pengulangannya progresif, yakni langga' keranjang' sebagai bentuk dasar diucapkan lebih dahulu. Dalam kata morosi-rosi 'agak kuat' dan dalam kata Iai-laika 'rumahrumahan' keduanya morfem ulang -Rp- yang bersifat progresif dan regresif. Dalam hal i, kata rnorosi 'kuat' sebagai bentuk dasar diucapkan lebih kemudian. Dalam kata moeri-orikee 'memanggil berkalikali' adalah mortem ulang Ra yang bersifat progresif, yaitu dengan bentuk dasar meori 'memanggil' yang diucapkan lebih dahulu. Hal yang sama, misalnya dalam morfem ulang merare-rareto 'cepat-cepatlah', yakni morfem ulang Ra dengan bentuk dasar merare 'cepat', juga bersifat progresif karena proses pengulangnannya memang bersifat progresif.
Tata Bahasa Tolaki
49
Dalam kaitan dengan data di atas, sudah dapat dibayangkan bahwa jenis pengulangan penuh dan pengulangan yang berkombinasi dengan afiks selalu bersifat progresif sehingga dapat dilambangkan dengan -R dan -Ra. Jenis pengulangan parsial ada yang bersifat progresif dan ada yang bersifat regresif sehingga dapat dilambangkan, baik dengan -Ra maupun dengan Ra- (-Ra-). c. Morfem Mang dan Kata Baru Morfem ulang dapat menjadi pembentuk kata baru dengan bertumpu pada bentuk dasar tertentu, dapat pula tidak. Hal tersebut disebabkan oleh sifatnya yang derivatif dan inflektif. Dalam bentuk dasar, nomina ponini 'pencuri' menjadi adjektiva teponi-ponini 'suka mencuri'. Di sini terjadi kata Ieksikal baru, yaitu dengan pembersenyawaan morfem ulang jenis pengulangan -Rp yang bersifat derivatif. Dalam hal yang sama dijumpai pula bentuk dasar verba kaa 'makan' menjadi nomina kaa-kaa 'yang dimakan'. Di sini terjadi pula kata leksikal baru, yaitu dengan pembersenyawaan morfem ulang jenis reduplikasi penuh -R yang bersifat derivatif. Berbeda halnya dengan bentuk dasar nomina hub 'lampu' tetap menjadi nomina hub-hub 'lampu-lampu kecil' bukanlah kata leksikal baru di samping hulo adalah nomina yang mengacu ke 'lampu', meskipun yang berulang menyatakan 'jamak' dan yang tidak berulang menyatakan 'tunggal'. Demikian pula baik langga-langga 'keranjang kecil' maupun langga 'keranjang' adalah nomina yang mengacu pada 'keranjang', meskipun yang berulang mengandung makna morfemis kualitas, sedangkan yang tidak berulang tidak ada makna morfemis kualitas itu. d. Hubungan Antamorfem Ulang dalam Kaitannya dengan Hubungan Teratur Antarafiks Di samping kata berafiks mo- monggaa 'memakan', ada pula kata berafiks -in- kinaa 'dimakan'. Kedua kata itu dapat menjadi bentuk dasar kata herulang, yaitu dapat membersenyawakannya dengan morfem ulang.
50
Dab IV Taza Benruk dan Proses Morfologi.c
Kedua jenis morfem ulang yang bersenyawa saina, yakni monggaamonggaa 'memakan-makan' yang bersenyawa dengan mongga adalah morfem ulang jenis -Ra. Demikian pula kinaa pada kina-kinaa 'dimakanmakan' juga jenis ulang -Ra. Contoh lain dapat dilihat dalam bentuk berulang di bawah mi.
inoburi-buri rnoseu-seu inonggunde-kunde monggaki-kali mosoro-soro
binuri-buri sineu-seu kimunde-kunde 'kinali-kali
'ditulis-tulis' 'dijahit-jahit' 'diketuk-ketuk 'dilemparlempar' 'memukul-mukul' nilanggu-langgu 'dipukulpukul'
'menulis-nulis' 'menjahit-jahit' 'mengetuk-ketuk 'melempar-lempar
Fakta di atas membuktikan bahwa setiap bentuk pengulangan yang memiliki imbangan dari bentuk lainnya merupakan variasi bentuk yang bersangkutan dengan bentuk lain yang menjadi imbangannya. 4.5 Pemajemukan
Pada uraian terdahulu dikemukakan bahwa baik kata berafiks maupun kata berulang dibentuik dengan bahan pokok bentuk dasar. Kata berafiks dibentuk dengan àlat morfem afiks dengan cara membersenyawakan ánt ara afiks dan bentuk dasar, dan dengan teknik pengimbuhan, yaltu diiinbuhkan dengan bentuk dasar. Dalam hal mi bentuk dasar bermakna leksikal. Kata berulang pembersenyawaannya adalah antara morfem ulang dan bentuk dasar, dan dengan teknik yang dipakai adalah teknik ulang, yaitu pengulangan bentuk dasar, dan hentuk dasarnya pun bermakna leksikal. Sementara itu, baik pada kata berafiks maupun kata berulang tambahan komponen maknawi dapat ditentukan karena teramalkan keadaan sosok fonemis dan ketertentuan makna yang dihadirkan itu merupakan ciri pokok dan daya ikat bagi penyebutan bentuk tertentu yang berafiks atau berulang itu sebagai sèbuah kata polimorfemis.
Twa Bahasa Tolaki
51
Hal semacam di atas tampaknya tidak terdapat path polimorfemis yang dibentuk dengan proses pemajemukan. Unsur pembentuk kata majemuk cenderung tidak teratur kehadirannya, sosok fonemisnya pun tidak dapat diramalkan. Olah karena dalam kata majemuk semua unsurnya cenderung memiliki makna leksikal, memungkinkan konstruksi tersebut mudah dikacaukan dengan satuan lingual lain, misalnya frasa, klausa, atau kalimat karena hal tersebut terjadi pula pada satuan lingual yang disebutkan di atas. Data kata majemuk sangat terbatas jumlahnya satu-satunya pengikat untuk mengikat konstruksi lingual itu menjadi berstatus kata polimorfemis jenis kata majemuk adalah dengan penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk kata majemuk dalam bahasa Tolaki disarankan oleh makna bentuk dasar yang menjadi unsurnya. Pada konstruksi lingual sama tuTu, misalnya, makna konstruksi tidak sama dengan gabungan makna unsur pembentuknya, yaitu sama 'sama' dan turu 'ikut atau turut'. Jadi, komponennya tidak membawa makna sendirisendiri atau makna tiap komponen tidak diperhitungkan lagi, tetapi melebur ke dalam makna gabungan itu. Meskipun demikian, makna yang dihadirkan oleh konstruksi itu masih dapat dikembalikan pada makna bentuk dasar yang menjadi unsurnya. Konstruksi sama turu berarti 'turut atau ikut bersama' yang lebih menggambarkan kerja sama atau padanannya dalam bahasa Indonesia adalah 'gotong royong'. Beberapa contoh disajikan di bawah mi.
laika peohaika ('rumah' 'sakit') - 'rumah sakit', laika watu ('rumah' 'batu') - 'rumah batu', ika tinunu ('ikan' 'hakar') 'ikan bakar', laki ana ('jantan' 'anak') - 'kemenakan', gandu ndonia ('jagung' muda') - 'jagung muda', tina nggowe ('betina' ayam') - 'ayam betina', ronggo nggolidi ('tali' 'bakul') - 'tali bakul', tainbila nggarada ('sarung' 'tombak') 'sarung tombak', iwoi mata ('air' 'mata') - 'air mata', kaluku ndonia ('kelapa' 'muda') - 'kelapa muda', iwoi ndaqinaka ('air' 'sayur') - 'kuah sayur', ma nggae, ('ibu' 'jar') - 'ibu jar', mate ('mati' 'berjanji') 'berjanji sampal mati'.
52
Dab IV Tara Be,uuk dm Proses Moifologi.c
BAB V PENENTUAN KATEGORI KATA 5.1 Pengantar Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Moeliono dan Dardjowidjojo, ed, 1988:30), kata dikelompokkan berdasarkan perilakunya. Kata yang mempunyai bentuk serta perilaku yang sama, atau mirip, dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok pertama, dimasukkan kedalam kelompok yang lain. Pendapat di atas tetap dijadikan acuan dalam menangani kategori kata bahasa Tolaki. Dalam bahasa Tolaki, seperti juga dalam bahasa Indonesia, dengan berpegang pada uraian di atas ditemukan empat kategori utama, ditanibah dengan kelompok lain serta subkelompok lain yang lebih kecil. Keempat kategori utama tersebut adalah (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda. (3) adjektiva atau kata sifat, (4) adverbia, dan kata kelompok lain adalah kata tugas dengan subkelompoknya preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung), dan partikel. Penganalisisan kategori kata bahasa Tolaki selanjutnya di dasarkan pada prinsip bahwa kategori kata adalah bagian dari sintaksis. Hal ini berarti ciri setiap kata harus dijelaskan dari sudut sintaksis. Prinsip ini bersangkutan dengan tujuan pemahaman kategori kata. Jadi, kata modara 'kuda', misalnya, menempati posisi tertentu dalam kalimat i Oheo lako ronga modara 'Oheo pergi dengan kuda' bukan sebagai kata modara 'kuda' semata-mata, melainkan sebagai anggota kelas atau kategori tertentu, yang di sini kita sebut nomina. Tata Bahasa Tolaki
53
Posisi kata itu tidak dapat ditempati oleh kata seperti kinaa 'makan' karena kata itu tergolong ke dalam kelas atau kategori lain. Berdasarkan uraian di atas, kata harus dilihat sebagai satuan sintaksis. Dalam kaitannya dengan kategorisasi gramatika, di sini tidak hanya herlaku hagi kata, melainkan terdapat pula kelas frasa, klausa, dan seterusnya sehingga ada frasa nominal, frasa verbal, klausa nominal, klausa verbal, clan sebagainya. Kategorisasi terhadap kelas yang lebih tinggi itu merupakan kelanjutan kategorisasi terhadap kata. Seperti telah dikemukan di atas, konsep yang paling penting dalam pemerian kelas kata adalah konsep perilaku sintaksis. Dalam menganalisis kelas kata hahasa Tolaki, konsep perilaku sintaksis tersebut tetap dijadikan ciri dasar. Adapun yang dimaksud dengan konsep perilaku sintaksis adalah: a. posisi satuan gramatikal yang mungkin atau nyata-nyata dalam satuan yang lebih besar; h. kemungkinan satuan gramatikal didampingi atau tidak didampingi oteh satuan lain dalam konstruksi; c. kemungkinan satuan gramatikal disubsitusikan dengan satuan lain; d. fungsi sintaksis, seperti subjek, predikat, clan sebagainya; e. paradigma sintaksis, seperti aktif, pasif, deklaratif, clan imperatif; f. imtleksi. (lihat Kridalaksana, 1990:42) Ciri dasar yang paling utama yang dijadikan pegangan adalah jenis (a, h, dan c), sedangkan (d, e, clan t) dipergunakan seperlunya. Di hawah mi akan dipaparkan kategori kata bahasa Tolaki secara herturut-turut.
54
Bab
V Penentuan Karegori Kata
5.2 Verba 5.2.1 Ciri Verba Sebagaimana ditegaskan oleh para penyusun Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:76), ciri lengkap verba dapat diketahui dengan mengamati tiga hal, yakni (1) bentuk morfologis, (2) perilaku atau perangai sintaksis, dan (3) perilaku atau perangai semantisnya, kesemuanya secara menyeluruh dalam kalimat. Secara morfologis verba terdiri atas berbagai macam gabungan morfem, balk berupa morfem afiks maupun dasar, morfem reduplikasi plus dasar, maupun kombinasi antara morfem afiks dan morfem reduplikasi plus morfem dasar. Di sini akan tampak bahwa morfem tertentu akan memberi petunjuk yang menyakinkan bahwa kata yang mengandungnya pasti berjenis verba. Bila ditinjau dari segi perangai sintaksisnya, verba dapat dilihat dalam satuan yang lebih besar, misalnya bagaimana hubungan verba dengan konstituen lain yang menyertai atau medainpinginya, misalnya dengan S atau 0. Akhirnya, dengan mengamati perangai semantisnya, akan terlihat makna leksikal yang dikandung oleh verba yang hadir dalam kalimat. Ciri umum verba bahasa Tolaki adalah sebagai berfungsi utama P. dan sebagai P verba cenderung didampingi oleh fungsi S yang ditempati oleh jenis kata lain (biasanya nomina). Jadi, dalam kalimat (1) Ihiro moiso 'Mereka tidur' dapat ditentukan ihiro 'mereka', bukanlah verba dan bukan pula P. yang verba dan P adalah moiso 'tidur'. Tentu tidak semua fungsi P adalah verba sebab, di samping ihiro moiso ada pula (2) Ihiro banggonano 'Mereka temannya', dan (3) Ihiro morusu-rusu 'Mereka kurus-kurus', dan di samping itu ada pula kalimat (4) I/zEro otulu 'Mereka tiga'. Kata-kata bang gonano, morusu-rusu dan otulu yang menempati P pada kalimatnya masing-masing bukan verba. Uralan di atas membuktikan bahwa dengan mengidenfikasi kategori verba dengan fungsi saja tampaknya kurang menyakinkan karena belum menyeluruh sehingga penentuan keverbaan bahasa Tolaki harus dilihat pula dalam kaitannya dengan hal-hal berikut: (a) Sebagai P verba diikuti atau distribusi oleh kata laa 'sedang'. Jadi, harus (5) Ihiro Ma moiso 'Mereka sedang tidur', dan bukan (6) Ihiro Taa Bahasa Tolaki
55
laa ban ggonano 'Mereka sedang temaula (8) *Jhjro laa otolu 'Mereka sedang temannya.'
(b) Verba dapat menjawab tanyaan mba/wi? 'Mengapa?' atau laa ohawo ?/laa mbakoi 'sedang apa'?/sedang mengapa?'; Jadi Ihiro laa Maw? 'Mereka sedang mengapa?' -(7) Ihiro laa moiso 'Mereka sedang tidur', dan bukan (8) *Thiro Iaa ban ggonano 'Mereka sedang temannya' atau Ihiro laa morusu-rusu 'Mereka sedang kurus-kurus', dan bukan pula (10) Ihiro Ian otolu 'Mereka sedang tiga.' (c) Dipandang dari segi makna, verba mengandung makna dasar perbuatan (aksi) clan proses, misalnya
(11) i Ahmapemangu 'Ahmad bangun.' (12) i Ali niondonsun 'Ali memancing.' (13) Iwoi nggiroo tetoro tesolo 'Air itu berhenti mengalir.' Bagian yang dicetak miring pada kalimat di atas adalah predikat satu hagian yang menjadi pengikat bagian inti lain dari kalimat itu clan yang membawa makna pokok. Verb a pemangu dan mondonduri mengandung makna 'perbuatan', sedangkan verba tersolo mengandung makna 'proses'. Verba yang mengandung makna perbuatan dapat menjadi jawaban tanyaan "Apa yang dilakukan subjek" dan verha yang mengandung makna 'proses' dapat menjawab tanyaan "Apa yang dilakukan oleh Ahmad clan Au?", sedangkan pada verha tesolo kita dapat bertanya, "Apa yang terjadi pada air itu?' Semua verha perbuatan dapat dipakai dalam kalimat perintah, tetapi tidak semua verha proses dapat dipakai dalam kalimat seperti itu. Berdasarkan uraian di atas, ternyata kedua verba tersehut herbeda karena yang satu tidak dapat menjadi jawaban terhadap tanyaan yang lain. Kita tidak dapat misalnya bertanya "Apa yang terjadi pada Ahmad clan Aft?" dengan jawaban le no pewangu 'Dia bangun' atau le no mondonduri 'Dia memancing.' Demikian pula kita tidak dapat bertanya "Apa yang dilakukan oleh air itu?" dengan jawaban tetoro tesolo 'herhenti mengalir'.
56
Bab V Penentuan Karegori Kara
5.2.2 Verba Dilihat dari Bentuknya Dalam bahasa Tolaki ada dua macam dasar pembentukan verba: (1) verba dasar bebas, yaitu verba yang berupa morfem dasar bebas yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks kalimat, dan (2) verha turunan, yaitu yang telah mengalami afiksasi, yang pembubuhan afiksnya pada verba dasar bergantung pada posisi sintaksisnya. Di samping itu verha turunan dapat berupa bentuk reduplikasi atau paduan.
5.2.2.1 Verba Dasar Bebas Dalam tataran yang lebih tinggi seperti klausa dan kalimat, verha dasar bebas dapat dipakai tanpa diberi berimbuhan. Perhatikan contoh herikut. (14) Kaaka lako mesikola 'Kakak pergi ke sekolah.' (15) ma mbule ari daoa 'Ihu pulang dari pasar' Dalam bahasa Tolaki jumlah verha dasar hebas sangat terhatas. Yang herikut adalah beberapa contohnya. lako leu pewangu mbule
'pergi' 'datang' 'hangun' 'pulang'
Di samping verba dasar bebas, dijumpai pula verba yang berunsur prakategorial, yaitu bersama-sama dengan afiks pembentuk kata. Pada unsur prakategorial ini, makna leksikal yang melekat pada kata dasarnya tidak dirasakan lagi, kecuali dengan menambahkan afiks pembentuk kata yang bersangkutan. Jadi, oleh penuturnya bentuk-hentuk yang semacam itu dianggap sebagai verba dasar bebas. Di bawah mi diberikan heherapa contoh. iso ia naa mama Tara Bahizca Tolaki
'tidur' 'tinggal' 'simpan' 'kunya'
> > > >
moiso moqia monaa momama
'tidur' 'tinggal' 'simpan' 'kunya' 57
5.2.2.2 Verba Turunan dan Proses Penurunannya Verba turunan adalah verba yang sudah mengalami afiksasi, reduplikasi pada dasar kata atau kelompok kata. Dengan demikian, kita peroleh verba seperti (a) megondi 'mengunci', pelaika 'buatlah rumah', lakoako 'pergi dengan suatu maksud', (b) meori-orikee 'memanggil berkali-kali', mosusu-susua 'menyanyi sekadarnya', metutu-tusura 'berbicara terus-menerus', (c) mate modandi 'berjanji sampai mati', lako nggare 'berjalan kaki', mate modola 'melihat sampai mali'. Verba turunan dibentuk dari dasar ataupun kategori lain seperti nomina, adjektiva maupun numeralia dengan afiks pembentuknya seperti yang telah dipaparkan pada 4.3.3. Ada tiga afiks yang dipakai untuk menurunkan verba, yaitu prefiks, infiks, dan sutiks. Prefiks adalah afiks yang diletakkan di muka dasar, infiks ditempatkan di tengah dasar, dan sufiks ditempatkan di akhir dasar kata. Ada pula verba turunan yang dibentuk dengan menambahkan afiks apit, yaitu gabungan prefiks clan sufiks yang mengapit dasar kata, tetapi gabungan itu tidak membentuk satu kesatuan (konfiks). Afiks apit modan ako- pada verba turunan, misalnya momoneako 'memanjatkan', tidak secara serentak ditempelkan pada verba dasar mone 'panjat', tetapi sufiks -ako dahulu, kemudian pretiks mo-. Di samping itu, ada pula gabungan infiks clan sufiks yang juga tidak membentuk satu kesatuan (kontiks). Afiks -in- dan -ako pada verba turunan, misalnya hinunuako 'dibakarkan', penggabungannya dengan infiks -in- terlebih dahulu menjadi hinunu 'dibakar', kemudian dengan sufiks -ako. Secara diagramatis verba penurunannya seperti berikut.
58
momoneako dan hinunuako proses
Dab V Penentuan Kategori Kata
Jelaslah bahwa balk verba momoneako maupun hinunuako tidak mengandung konfiks karena dipisabkannya mo- dari monu'neako 'panjatkan' dan -ako dari hinunuako menjadi hinunu 'dibakaf. Urut-urutan penurunan verba seperti dinyatakan di atas perlu diperhatikan sebab atau prefiks atau infics secara wajib immang diperlukan untuk menurunkan verba. Jika hal itu terjadi, tentu saja prefiks atau infiks itu patut mendapat urutan atau prioritas yang pert ama. Dasar bebas seperti gondi 'kunci' dan seu 'jarum' masing-masing perlu mendapat prefiks me- dan mo- untuk mengubah statusnya sehagai nomina menjadi verba, yakni megondi 'mengunci' dan moseu 'menjahit'. Demikian pula dasar bebas tolu 'tiga' atau sio 'sembilan' perlu mendapat infiks -in- untuk mengubah statusnya dari numeralia menjadi verha. yakni tinolu 'jadikan tiga', atau sinio 'jadikan sembilan'. Contoh di atas dapat dijejerkan sebagai berikut:
gondi seu tolu sio
(nomina) (nomina) (numeralia) (numeralia)
> >
> >
megondi moseu tinolu sinio
(verba) (verba) (verba) (verba)
Adanya sufiks pada verba seperti itu dapat mengubah status urutan prefiks atau infiks. Jika verba seperti megondi kita hadapkan pada verha lain, misalnya yang berakhiran -ako seperti
Tata Bahasa Tolaki
59
megondi: megondiako prefiks me- tidak lagi menduduki urutan tertinggi, tetapi sufikslah yang memegang peranan penting. Hal mi dapat dibuktikan bahwa dalam pertuturan biasa prefiks me- biasa tinggalkan menjadi gondiako 'kuncikan', bahkan prefiks tersebut dapat diganti dengan infiks -inmenjadi ginondi 'dikunci'. Sufiks -ako tidak pernah mengalami perlakuan seperti prefiks me-. Berdasarkan uraian di atas, urutan penurunan verba hahasa Tolaki mengikuti kaidah tertentu sebagai berikut. 1. Jika pretiks atau infiks tertentu mutlak diperlukan untuk mengubah kelas kata dari dasar tertentu menjadi verba,maka prefiks itu tinggi Ietaknya dalam urutan penurunan kata. Contoh:
Paru babu motai aso
'parut' (nomina) ---> mombaru 'memarut' (verba) 'baju' (nomina) ---> mebabu 'berbaju' (verba) 'hijau' (adjektiva) ---> pinokonwtai'menghijaukan' (verha) 'satu' (numeralia) ---> pinokoaso 'menyatukan' (verha)
2. Jika prefiks tertentu terdapat bersama dengan sufiks tertentu, hubungan antara sufiks dan dasar telah menumbuhkan makna tersendiri, dan penambahan prefiks tidak mengubah makna leksikal, maka tempat sufiks dalam urutan penurunan kata lehih tinggi daripada pretiks. Contoh:
huloako (dasar hub) rabuako (dasar rabu) umaako (dasar uma)
---> mombekahuboako 'menyalakan lampu besar' ---> mombekarabuako 'saling mencabut ---> mombekaumaako 'berciuman'
Bentuk yang terletak di sebelah kiri semuanya adalah verba dan tetap menyatakan verba setelah diberi prefiks mombeka-
60
Dab V Penentuan Kategon Kara
Jika prefiks tertentu terdapat bersama sufiks tertentu dan keduanya menentukan makna leksikal tanpa menjadi konfiks, maknalah yang kita anggap menentukan urutan pembentukan. Dasar verba momoneako, misalnya, kita anggap diturunkan dari moneako 'terbangkan' bukan dari monzone, karena makna menwneako 'menerbangkan' tidak ditandai oleh momone 'menerbangkan'.
5.2.3 Morfologi Verba dan Semantiknya 5.2.3.1 Morfologi Verba Transitif Setiap verba transitif mengenal sejumlah bentuk yang berbeda-beda makna dan ciri semantisnya. Dari segi makna, verba transitif engungkapkan peristiwa yang melibatkan dua atau tiga maujud masingmasing sumber peristiwa (pelaku, pengalan, peneral), maujud yang secara langsung dikenai oleh penistiwa (sasaran atau tujuan/penderita untuk verba dwitransiti-maujud yang dialatkan untuk mengadakan peristiwa tersebut pelengkap). Peristiwa itu dapat diperikan dari dua sudut, yaitu dari sudut sumber atau dari sudut sasaran. Kedua sudut pandangan itu memerlukan hentuk verba tersendiri, masing-masing bentuk aktif dan bentuk pasif. Di samping bentuk aktif dan bentuk pasif itu, terdapat pula bentuk khusus untuk perintah (imperatit). Titik tolak pemerian peristiwa menempati gatra (posisi fungsional) subjek dalam kalimat. Subjek hentuk aktif adalah pelaku/pengalan/peneral, sedangkan subjek bentuk pasif adalah sasaran tujuan/penderita yang dalam bentuk aktif menempati gatra objek. Sa.saran peristiwa dalam bentuk aktif dapat berbentuk klitika pronomina persona tunggal (-s 'ku', -ko 'mu', dan -no 'nya') yang berpadu dengan hentuk aktif verba. Begitu pula sumber peristiwa dalam bentuk pasif (ku 'ku', u- Tau', dan -no 'nya'). Dalam tabel berikut bentuk tersebut digambarkan secara skematis. Tabel mi melambangkan bentuk dasar verba transitif.
Taw Bahasa Tolaki
61
TABEL 6 BENTLJK DASAR VERBA TRANSITIF Unsur Nonsubjek Tidak Terungkapkan dalam Bentuk Aktif
Unsur Nonsubjek Terungapkan dalam Bentuk
Persona Unsur Nonsubjek
-um--D-aku -um--D-ko
2
-in--D-no
3
D
ku-D-O u-D-O
2
-in--D
-in-D-no
3
me -D
I
Paisf
Imperatif
D
Pola susunan bentuk verba transitif bahasa Tolaki seperti yang tampak pada Tabel 6 di atas beragam strukturnya, antara lain dapat dihedakan atas lima jenis dasar, yaitu 1. 2. 3. 4. 5.
yang terdiri atas pangkal; yang terdiri atas pangkal dengan prefiks (pe-. p0-, poko- mo-); yang terdiri atas pangkal dengan sufiks (-keel-ikee); yang terdiri atas pangkal dengan infiks (-urn-); yang terdiri atas pangkal dengan afiks apit (mo-i, mo-ko).
Di bawah mi akan diberikan beberapa contoh kelima pola dasar itu masing-masing. 1. Verba Transitif yang Terdiri atas Pangkal Contoh leu 'datang' lako 'jalan' mbule 'pulang'
62
: Leu Amano 'Datang ayahnya.' lako nggare 'jalan kaki' : mbule banggonano 'Pulang temannya.'
Bab V Penentuan Kategon Kata
2. Verb a Trans itif yang Terdiri atas Pangkal dengan Prefiks Contoh
pe+rako hato c. po-+kaa alo
a. h.
mu onggo poko-+ mowehu d. owose molidi rnonggaso e. mo -+ hila tekotu pipoha
---> ---> ---> --->
---> ---> ---> ---> ---> ---> ---> ---> --->
perako pehato pongga poalo poinu poonggo pokornowehu pokoowose pokornolidi pokonggaso ,nohila rnondekotu moinbipoha
'tangkaplah' 'potonglah' 'makanlah' 'ambilah' 'minumlah' 'ikatlah' 'perkecil' 'perbesar' 'perlicin' 'pertajam' 'merobek' 'memutuskari' 'memecahkan'
3. Verha Transitif yang Terdiri atas Pangkal dengan Sutiks Contoh:
-keel-ikee +kali oh alo wawo
---> kaliikee ---> oliikee ---> aloikee ---> wawoikee
'temp arkan' 'belikan' 'ambilah' 'bawakan'
4. Verba Transitif yang Terdiri atas Pangkal dengan Infiks Contoh:
-urntue salei
+ hunu ---> humunu ---> turnue ---> surnalei
'membakar' 'memotong' 'menebas'
5. Verba Transitif yang Terdiri atas Pangkal dengan Intiks Apit Contoh a.
nw-i + mone ---> nwnwnei oh ---> nwqoliqi
Tara Baha.sa Tolaki
'memanjati' 'membelikan' 63
b.
mo-a/co + oh ---> moqohiako 'membelikan' tene ---> mondeneako 'mengangkatan'
Semua bentuk paradigma inti verba transitif mempunyai padanan yang bereduplikasi pangkalnya. Bentuk yang bereduplikasi itu mempunyai makna yang sama seperti padanannya tanpa reduplikasi dengan tambahan bahwa kegiatannya berulang terus menerus dan bervariasi. Perhatikan contoh dalam tabel berikut, dengan pangkal kali 'lempar'. TABEL 7 VERBA TRANSITIF DENGAN PANGKAL KALI 'LEMPAR' Tanpa Reduplikasi
Aktif
mekali 'melempaf
kumaliaku 'melemparku'
Dengan Reduplikasi mekali-kali 'melempar-lempar'
kumaliko 'melemparmu'
kumali-kaliko 'melemparlemparmu'
kinalino 'melempamya
Pasif
kinali kalino 'melemparIempamya'
kali 'lempar'
kukalio 'kulempar'
kaliu-kalii 'lempar-lempar'
kukali-kalio 'kulempar-tempar'
kinali 'dilempar'
ukalio 'kaulempar'
kinali-kali 'dilempar-lempar'
ukali-ka!io 'kaulempar-lempar'
kinaslino 'dilemparnya' Imperatif
64
kumalikaliaku 'melempar-lemparku'
kali 'lempar'
kinali-kalino 'dilempar-Iemparnya' kali-kali 'lempar-lempar'
Bab V Penentuan Kategori Kaza
5.2.3.2 Morfologi Verba Tak Transitif Secara morfologis verba semitransitif dan taktransitif tidak berbeda karena tidak ada oposisi aktif-pasif serta tidak ada bentuk khusus untuk perintah. Paradigma inti verba yang taktransitif itu terdiri atas satu bentuk saja, dan bentuk itu juga dapat direduplikasi dengan kendala dan hasil semantis yang pada umumnya sama seperti yang berlaku pada verba transitif. Walaupun paradigma inti tak transitif itu terdiri atas satu bentuk saja, wujud bentuk itu beragam. Berikut mi didaftarkan pola susunan bentuk verba tak transitif bahasa Tolaki, yaitu 1. yang terdiri atas pangkal tunggal saja; 2. yang terdiri atas pangkal majemuk; 3. yang terdiri atas pangkal (baik tunggal maupun majemuk) dengan prefiks; 4. yang terdiri atas pangkal infiks; 5. yang terdiri atas pangkal dengan sufiks; 6. yang terdiri atas pangkal dengan afiks apit. a. Verba Taktransitif Asal Ada beberapa contoh verba yang taktransitif yang terdiri atas dasar/pangkal saja, seperti yang disebutkan di bawah mi. iso wangu rerehu tuha
'tidur' 'bangun' 'duduk' 'turun'
ia toro mate mbule
'tinggal' 'hidup' 'mati' 'pulang'
laa 'ada' lako 'pergi' leu 'datang'
Dalam bahasa Tolaki verba yang terdiri atas pangkal majemuk jumlahnya sangat terbatas. Di bawah mi diberikan beberapa contoh. lako nggare pee/ca hadi 'naik haji' 'berjalan kaki' mate modandi 'berjanji moiso morerehu 'tidur duduk' sampai mati' moala mbehui 'ambil teeme menggookoro 'kencing berdiri' secara diam-diam' Tata Bahasa Tolaki
65
Sebagian verba taktransitif yang terdiri atas dasar yang didahului oleh prefiks mo- clan me- tidak diturunkan dari kata lain. Artinya, pangkalnya adalah dasar terikat yang mempunyai makna potensial, tetapi makna persisnya baru dapat dinyatakan setelah ditambahi afiks. Dasar terikat riulselam' misalnya, mengandung makna potensial 'sesuatu yang berkaitan dengan hal memasukan diri ke dalam air.' Setelah ditambahi, afiks me- menjadi metiu barulah makna persisnya kita peroleh, yaitu menyelam'. Contoh verba semacam itu:
(iso) (ia) (sowi) (losiako) (ba/zo)
'tidur' 'tinggal' 'ketam' 'lompat' 'mandi'
---> ---> ---> ---> --->
moiso moia mosowi melosiako mebaho
'tidur' 'tinggal' 'mengetam' 'melompat' 'mandi'
b. Verba Taktransitif Berprefiks
a. Verba Taktransitif Berprefiks nw-/meBiasanya verba turunan yang taktransitif yang berprefiks mo- dan mediturunkan dari nomina (frasa nominal), verba (frasa verbal), dan adjektiva (frasa adjektival). Hubungan semantis antara verba tak transitif yang diturunkan dari verba nominal (frasa nominal) itu dengan pangkalnya beragam jenisnya. Contoh: (1) Preifks mo'mencari <pangkal>' wate 'rumput' ue 'rotan' sinonggi 'sagu' 'minum/makan <pangkal>' ---> kopi 'kopi' ---> ombi 'rokok'
66
mowate 'merumput' 'merotan' moue mosinoggi 'menyagu' mongopi moobi
'mengopi' 'merokok'
Bab V Penentuan Kalegori Kata
2. Prefiks me'memakai <pangkal>' ---> mebabu babu 'baju' ---> mesapatu sapatu 'sepatu' ---> nepa1u palu 'palu' 'mempunyai <pangkal>' mesarapu sarapu 'tunangan' ---> nzewali
wali 'istri' ato 'atap'
meato
'berbaju' 'bersepatu' 'memalu' 'mempunyai tunangan' 'beristri' 'mempunyai atap'
'memberi kepada <pangkal>'
kapuru 'kapur' ---> mekapuru 'mengapuri' meparada 'mengecet' parada 'cet' 'mengeluarkan <pangkal>' medandi dandi 'janji' ---> mesarita santa 'cerita'
'berjanji' 'bercerita'
Verba taktransitif yang diturunkan dari kelas verba bermakna melakukan.
kiki tiu pun suko
'gigit' 'selam' 'tiup' 'tanya'
---> ---> ---> --->
mekiki metiu mepuri mesuko
'menggigit' 'menyelam' 'meniup' 'bertanya'
Verba subkelompok yang diturunkan dari adjektiva, antara lain 'berkeadaan <pangkal>' 'terapung' ---> ---> 'menang' 'jejer' 'sesal'
kalondo ponangi tado oliali
mekalondo 'mengapung' meponangi 'memenangi' metado 'berjejer' meqoliali 'menyesal'
Bila berprefiks mo-, fungsinya 'menjadi' <pangkal> seperti 'kuning' ---> nwkuni kuli 'menguning' bokoowose 'besar' ---> mebokoowose 'membesar' sao 'buruk' ---> mosao 'memburuk' Tara Bahasa Tolaki
67
Selain itu, juga bermakna 'sesuatu yang <pangkal>' seperti
bebuhi daa wila
'bisu' ---> mombebuhi 'panjang' ---> momdaa ---> mowila 'putih'
'membisu' 'memanjang' 'memutih'
Verba taktransitif dengan prefiks mo-/me- yang diturunkan dari kelas kata lain terhatas jumlahnya, clan hanya dijumpai dalam numeralia, misalnya
aso ruo
'satu' ---> 'dua' --->
measo meruo
'menyatu' 'mendua'
dan biasanya bergabung pula dengan pretiks poko-(mepoko-), misalnya:
aso ruo pito
'satu' ---> 'dua' ---> 'tujuh' --->
h. Verha Taktransitif Berprefiks
mepokoaso mepokoruo mepokopitu
'bersatu' 'berdua' 'bertujuh'
p0-
Verba taktransitif berprefiks p0- diturunkan dari verba dan nomina. Makna yang ditimbulakan adalah menyatakan imperatif 'menyuruh seseorang <pangkal>', baik dengan dasar verba maupun dengan dasar nomina. (1) Pangkal verha
wanda kaa bun
mu
'bayar' 'makan' 'tulis' 'minum'
---> powanda ---> pongga ---> poburi ---> poqinu
(2) Pangkal nomina 'sawah' ---> pogalu galu ---> podaoa daoa 'pasar' dumaa 'jumat' ---> podumaa
'bayar(lah)' 'makan(lah)' 'tulis(lah)' 'minum(lah)' 'bersawah(lah)' 'berpasar(lah)' 'berjumat(lah)
c. Verba Taktransitif berprefiks Si68
Bab V Penentuan Kategori Kata
Verba taktransitif berprefiks Si- diturunkan dari verba yang menyatakan relasi antara dua belah pihak dengan menghasilkan makna 'berelasi <pangkal>' satu sama lain. Contoh:
tobo walo sombaki
---> sitobo 'bertikam' 'tikam' 'gotong-royong' ---> siwalo 'bergotong-royong' ---> sisombaki 'bertendangan 'tendang'
d. Verba Taktransitif Berprefiks teVerba taktransitif berprefiks te- diturunkan dari verba dengan menghasilkan 'beralasi <pangkal>' satu sama lain. Contoh: ---> teposuo 'temu' posuo porumbati 'tabrak' ---> teporumbati porambu 'kumpul' ---> teporambu
'bertemu' 'bertabrakan' 'berkumpul'
e. Verba Taktransitif Berprefiks mbeVerba Taktransitif berprefiks rnbe- yang diturunkan dari verba dengan menghasilkan makna 'melakukan <pangkal>'. Contoh:
tiu losiako baho
---> rnbetiu 'selam' 'lompat' ---> rnbelosiako 'mandi' ---> rnbebaho
'menyelam' 'melompat' 'mandi'
c. Verba Tak Transitif Breprefiks
Infiks -urn- adalah satu-satunya infiks yang membentuk verba taktransitif yang diturunkan dari verba dan nomina dasar, dengan makna yang ditimbulkan adalah menyatakan 'kerja aktif bila pangkal verba, dan bermakna 'menggunakan' bila pangkal nomina. Contoh:
Ian go ha Tara Bahasa Tolaki
'renang' ---> lurnango 'berenang' ---> umiqia 'menangis' 'tangis' 69
totaho somba
'jawab' ---> tumotaho 'menjawab' ---> sumomba 'berlayar' 'layar'
Verba taktransitif yang diturunkan dari infiks jumlahnya, prosesnya pun tidak produktif.
-urn- terbatas
d. Verba Taktransitif Bersufiks Verba tak transitif turunan dengan sufiks hanya dijumpai dalam sufiks -to yang dapat dibentuk dari verba, adjektiva, dan numeralia. Dengan pangkal verba dihasilkannya makna 'imperatif <pangkal>', dengan pangkal adjektiva makna 'harapan <pangkal>', dan dengan pangkal numeralia makna 'menjadi <pangkal>'. Contoh: imperatif: tetoro 'herhenti' mhule 'pulang' lako 'pergi'
---> ---> --->
tetoro 'berhentilah! rnbuleto 'pulanglah!' lakoto 'pergilah!'
meambo 'hagus' monahe 'manis'
---> -->
rneamboto 'berbaik-baiklah!' mornaheto 'manis-manislah'
---> --->
limoto 'berlima' piruto 'bertujuh'
harapan :
menjadi : limo-limo pitu-pitu
e. Verba Taktransitif Berafiks Apit Verba taktransitif yang berafiks apit juga terbatas jumlahnya seperti pada verba taktransitif yang berinfiks. Menurut data yang ada, verha taktransitif yang berafiks apit hanya dua, yaitu berafiks apit me-i dan mombeka-ako. Yang pertama diturunkan dani dasar numeralia, dan yang kedua diturunkan dari verba, dan keduanya bermakna 'ketimbalbalikan <pangkal> satu sama lain'.
70
Bab V Penenluan Kategori Kam
Contoh a. Afiks Apit me-i ---> meruo 'berdua' ruo 'dua' tolu 'tiga' ---> metolu'bertiga'
---> meruoi 'berduaan' ---> metolui 'bertigaan'
b. Afiks Apit mombeka-ako mombekaumaako ' berciuman' uma 'cium' tulungi 'menolong' ---> nwmbekatulungiako ' hertolongan'
5.2.4 Perilaku Sintaksis Verba Perilaku sintaksis verba ialah sifat verba dalam hubungannya dengan kata lain dalam tataran gramatika yang lebih tinggi, khususnya dalam frasa, klausa clan kalimat. Perilaku yang dimaksud dapat diketahui dengan mengamati frasa verbal, clan jenis verbal menurut perilaku sintaksisnya.
5.2.4.1 Pengertian Frasa Verbal Frasa verbal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya clan tidak merupakan klausa, sedangkan kata lain yang mendampinginya merupakan atribut. Posisi kata pendamping atribut tidak dapat dipindahkan secara behas ke posisi lain. Manilah kita amati frasa verbal dalam kalimat herikut.
(14) Anono motu-motuo laito walino 'Anak tertuanya sudah beristri.' (15) Ana motuono nggo Ieu 'Orang tuanya akan datang.' (16) A mono oponohori mbule ari pambahori 'Ayah helum pulang dari kebun.'
Tara Baha.s'a Tolaki
71
(17) Olzai la mepokondau 'Adik sedang belajar.' (18) Indino ieika mongga ano moiso ikaa 'Pekerjaanya hanya makan dan tidur saja.' (19) le dadi nopoqw atu mbule i laikano 'Dia boleh tinggal atau pulang ke rumahnya.' Semua konstruksi kata yang tercetak tebal pada setiap kalimat di atas frasa adalah frasa verbal, masing-masing dengan inti walino 'beristri' (14), leu 'datang' (15), mbuel 'pulang' (16), mepokondau 'belajar' (17), dan pada kalimat (18) dan (19) terdiri dari dua verba, yaitu mongga moiso 'makan minum' dan nopoqia mbule 'tinggal pulang' dengan ano 'dan' atau 'atau' sebagai penghubunganya. 5.2.4.2 Jenis Frasa Verbal Frasa verbal terdiri atas dua jenis, yaitu frasa dengan konstruksi eksentrik atrihut dan dengan konstruksi endosentrik koordinatif. Jenis pertama unsur terdiri atas inti dan atribut, dan yang berfungsi sebagai inti adalah verba, sebagai atribut adalah kata tambah (T). Jenis kedua unsurnya terdiri atas dua verba inti yang dihubungkan dengan kata ano 'dan' dan atau 'atau'. Konstruksi lafro malino 'sudah beristri' ,nggo leu 'akan datang', oponohori mbule 'belum pulang', dan la mepokondau 'sedang belajar' yang terdapat pada kalimat 14 s.d. 17 di atas adalah contoh frasa endosentrik atribut, sedangkan mongga ano moisi 'makan dan tidur' dan nopoqia atau mbule 'tinggal atau pulang' pada kalimat 18 dan 19 adalah contoh frasa endoentrik koordinatif. a. Frasa Endosentrik Atribut Kata tanthah (T) atau atribut frasa verbal yang endosentrik atribut dapat ditempatkan di muka atau di belakang verba inti. Yang di muka dinamakan pew2as depan dan yang di belakang dinamakan pewatas belakang.
72
Bab V Penentuan Karegori Kata
Salah satu kelompok kata yang berfungsi sebagai pewatas depan adalah nggo 'akan', au 'harus', notulei atau kitulei 'dapat', dadii 'boleh' ehe 'suka'
(20) i Ama nggo mebinda mohina 'Ayah akan berangkat besok' (21) Inggo au pepokondau elengua. 'Engkau harus belajar keras.' (22) Inggami kituleika umaril indio nggiroo hedeino. 'Kami dapat menyelesaikan pekerjaan itu sekarang juga.' (23) Inaku dadü kuteposua nggo mohina 'Saya boleh bertemu kamu besok.' (24) Inggo ehemo iso i kitu nggitu 'Kamu suka tidur di tempat itu.' Selain dari kata-kata tambah di atas, ada pula kelompok kata lain yang dinamakan aspek yang dapat pula bertindak sebagai pewatas depan verba yakni an 'sudah' dan la 'sedang' dengan contoh sebagai berikut.
(25) le oki noleu 'Dia tidak datang.' (26) Inano oponohori nioiso 'Ihunya belum tidur.' Pewatas ingkar kadang-kadang bisa muncul bersama pewatas lain secara bersama-sama. Bila hal itu terjadi, pewatas ingkar harus mendahului pewatas lainnya. Contoh (29) Toono motuo nggiroo oki keno ehe Iumamariike anono. 'Orang tua itu tidak akan setuju melamarnya anaknya.'
Tata Bahasa Tolaki
73
(30) le oponokori ehe moiso. 'Dia belum mau tidur.' Tampaknya pewatas belakang verba terbatas macam dan kemungkinannya. Pada umumnya pewatas belakang verba terdiri atas kata seperti hae 'lagi' yang berarti 'tambah satu lagi'. Contoh (3 1) Amao merapuito hae. 'Ayahnya kawin lagi.'
(32) No tooto nopowai ndesoja hae. 'Dia tidak berbuat kesalahan lagi.' b. Frasa Endosentrik Koordinatif
Seperti telah disinggung di atas, frasa endosentrik koordinatif dapat dicirikan dengan dua verba yang digabungkan dengan memakai kata penghubung ano 'dan' atau atau 'atau' yang bersifat setara. Verha hentuk tersehut dapat pula didahului atau diikuti oleh pewatas depan dan helakang. Contoh:
(33) Otino nggiroo monahuika ano moseu 'Ibu itu pekerjaanya memasak dan menjahit.' (34) Pue nggiroo nomokeangge mongga ano nioenu hae 'Nenek itu ingin makan dan minum lagi.' (35) Toono nggiroo okino ehe mobasa ano moburi santa 'Orang itu tidak akan membaca dan menulis cerita.' (36) Otina nggiroo la mombelingaasi ano mombopahoke halama laikano 'Perempuan itu sedang membersihkan dan menanami halaman rumahnya.'
74
Bab V Penentuan Kategon Kata
5.2.4.3 Fungsi Verba dan Frasa Verbal Telah beberapa kali ditekankan, bahwa fungsi utama verba adalah predikat (P), namun verba (frasa verbal) dapat pula menduduki fungsi lain seperti subjek (S), objek (0), dan keterangan (Ket) dengan perluasannya berupa objek, pelengkap, dan keterangan. a. Verba dan Frasa Verbal Berfungsi sebagai Predikat Verba yang terdapat dalam kalimat berikut semuanya berfungsi sebagai (P). (37) Ana motuano mepanibahora. Anak tertuanya berkebun.' (38) Opue mesarita 'Nenek bercerita.' (39) 1 ma moseukona inaku babu 'Ibu menjahitkan saya baju.' Dalani kalimat (37), (38), dan (39) verba (frasa verbal) nepambahora 'berkebun', mesarita 'bercerita', dan moseu 'menjahitkan' berfungsi sebagai (P). b. Verba dan Frasa Verbal sebagai Subjek Beberapa contoh dapat dikemukakan di bawah mi. (40) lakonggare tudu mooru-oru waraka wotolundo 'Berjalan kaki setiap pagi menyehatkan badan.' (41) Mobasa nggiluo tekonea meambo 'Membaca itu kebiasaan yang baik.' (42) Moiso teatoro mombakondesia ko ngango 'Tidur teratur menghilangkan rasa cape.'
Tata Bahasa Tolaki
75
Kalimat (40), (41), dan (42) subjeknya (S) adalah lako nggare 'berjalan kaki', inobasa nggituo 'membaca itu' dan moiso teatoro 'tidur teratur'. Berdasarkan data di atas, tampaknya verba berfungsi sebagai (S) pada umumnya verba inti, tanpa pewatas depan atau belakang. c. Verba dan Frasa Verbal sebagai Objek Dalam kalimat berikut verba dan frasa verbal dengan perluasannya berfungsi sebagai objek (0). Perhatikan contoh berikut.
(43) i ma laa inombokondau moseu me anano 'Thu sedang mengajarkan menjahit pada anaknya.'
(44) No umara-arai meopate dowo 'Dia memcoha bunuh din.' (45) Anadalo nggiroo la mepokondau lumango 'Anak itu sedang belajar berenang.' Dalam kalimat (43) verba moseu 'menjahit' adalah objek (0) dan (P) laa mombokondau 'sedang mengajarkan'. Dalam kalimat (44) verha meopate dowo 'hunuh din' adalah (0) dan (P) umara-arei 'mencoha', clan verba lumango 'berenang' pada (45) adalah (0) dan (P) Iaa mepokondau 'sedang belajar'. d. Verba dan Frasa Verbal sebagai Pelengkap
Verba dan frasa verbal beserta perluasannya dapat juga berftngsi sehagai pelengkap dalam kalimat, seperti pada contoh kalimat berikut ml.
(46) Amano menggau tetoro mombokondau 'Ayahnya sudah lama berhenti mengajar.' (47) Haino oki notetoro menan Adiknya tidak berhenti menari.' (48) Anano laa mepokondau lumako. 'Anaknya sedang belajar berjalan.'
76
Bab V Penensuan Kategor Kara
Verba beserta perluasannya mombokondau 'merigajar'monaro 'menari', lumako 'berjalan' dalam kalimat (46), (47), dan (48) berfungsi sebagai pelengkap dan (P) tetoro 'berhenti' dan mepokondau ' belajar'. Semua (P) yang bersangkutan terasa tidak berterima tanpa pelengkap. e. Verba dan Frasa VerbaJ sebagai Keterangan Dalam kalimat yang berikut verba dan frasa verbal beserta perluasannya heriiingsi sebagai keterangan (Ket), sebagaimana terlihat dalam contoh di bawah mi.
(49) Ihiro leu mokowali aku 'Mereka sedang menemani saya.' (50) Ama leu umalei anano 'Ayah datang mengambil anaknya.' (5 1) Pue iepo nombule arineboto 'Nene baru pulang berjudi.' Urutan verha pada setiap kalimat di atas menunjukan bahwa verha pertama adalah (P) dan verha kedua berupa (Ket). Dari segi makna, (Ket) dapat mengandung makna 'maksud' atau 'tujuan', seperti pada (49) dan (50) dan dapat bermaksud 'asal' seperti pada (51) masing-masing pada perbuatan yang dinyatakan oleh (P). Karena itu, perkataan nggo 'untuk' dapat diselipkan: leu nggo mokowalii 'datang untuk menemani', dan lea nggo moalo 'datang untuk mengambil', sedangkan pada (51) dapat diselipkan kata an 'dan': mbule ari meboto 'pulang dari herjudi'. Dalam hal i, frasa preposisional, seperti juga dalam kalimat berikut. (52) Pue moalo ana elu nggiroo nggo moia merongga-rongga. Nenek mengambil anak yatim itu untuk tinggal bersamasama.' f. Verba yang Bersifat Atribut Verha (bukan frasa) juga dapat bersifat atribut dalam frasa nominal, seperti terlihat dalam contoh di bawah mi. Tara Bahasa Tolaki
77
(53) Toono leu okino dadi kinohai. 'Orang datang tidak boleh dilarang.' (54) Toono metopi mekokohaku. 'Orang bertopi sangat pemalu.' (55) Mbue mebaho i wiwi ala. 'Kakek mandi di tepi sungai.' Verba leu 'datang', metopi 'bertopi', dan mebaho 'mandi' hersifat atributifpada toono leu 'orang datang', toono metopi 'orang bertopi' dan mbue mebaho 'kakek mandi' pada kalimat (53), (54), dan (55) di atas. Setiap verba tersebut menerangkan nomina toono 'orang' pada (53) clan (54) dan mbue 'kakek' pada (55). g. Verba dan Frasa Verbal yang Bersifat Apositif Verba dan frasa verbal dengan perluasannya dapat juga bersifat apositif, yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
(56) Peindioano, meinimo ari ninaa. 'Pekerjaannya, berkebun, sudah ditinggalkan.' (57) Kabiasaano i Ali, mosawu omanu, oki noehei toono. 'Kebiasaan Au, bersabung ayam, tidak disenangi orang.' Verba dan frasa verbal dengan perluasannya meinimo 'berkebun' dan mosawu omanu 'bersabung ayam' dalam kalimat di atas berfungsi sebagai aposisi. Konstruksi tersebut masing-masing menambah (Ket) pada nominapeindioano 'pekerjaannya'dan frasa nominal kabiasaano I Au 'kebiasaan Au'. Sebagaimana dapat dilihat, verba dan frasa verbal yang berfungsi secara apositif tersebut terletak di antara koma.
5.2.4.4 Jenis Verba Menurut Perilaku Sintaksisnya Jenis verba menurut perilaku sintaksisnya dimaksudkan sebagai verba yang dapat diidentifikasi dengan mengamati keterkaitan kata lain yang 78
Bab V Penen:uan Kategori Kata
mengemban fungsi tertentu dengan verba yang bersangkutan, dengan tidak terlepas dengan perilaku semantis verba tersebut. Ada berbagai jenis verba menurut perilaku sintaksisnya seperti yang terlah dipaparkan pada bagian 5.2.4.4 di atas. a. Verba Transitif dan Taktransitif
Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Verba taktransitif tidak memerlukan nomina sebagai objek di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. (58) Patani mggiroo mombokowuohu pombahorano. 'Petani itu membersihkan kebunnya.' (59) Raea umehei Sama wuohun.o. 'Rakyat mencintai Camat harunya.' (60) Haino laa inebaho. Adiknya sedang mandi.' (61) Mbule opio oleo nnino oki noehe moiso. 'Nenek beberapa hari tidak bisa tidur.' Verba yang dicetak miring dalam (58) clan (59) adalah verba transitit' masing-masing diikuti oleh nomina atau trasa nominal, yaitu pombahorano 'kebunnya' dan saina wuohuno 'Camat barunya', clan nomina itu bertindak sebagai objek yang dapat dijadikan subjek dalam kalimat pasif, seperti kalimat berikut. (62) Pombahorano pinokowuohu ole patani nggiroo. 'Kebunnya dibersihkan oleh petani itu.' (63) Sama wuohuno noehei ole raeano. 'Camat barunya disenangi oleh rakyatnya.' Verba mebaho 'mandi' clan moiso 'tidur' pada (60) clan (61) adalah verba taktransitif karena tidak dapat diikuti oleh nomina. Taa Bahasa Tolaki
79
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dan hubungan verha dengan nomina sehingga verba transitif dapat dihagi dua, yaitu verba aktif dan verba pasif. Di samping itu, verba transitif juga terdiri atas suhkelompok kecii: (1) verba yang mempunyai satu objek (verba monotransitif), (2) verba yang mempunyai dua objek (bitransitit), dan (3) verba yang objeknya tidak muncul (verba ditransitif). Contoh:
(64) Inaku moburi osura 'Saya menulis surat' (65) Toono nggiroo laa meopolahakee bonggo nano buku wuohu. 'Orang itu sedang mencarikan temannya huku haru.' (66) Ama laa mobasa 'Ayah sedang membaca.' Verha mohuri pada (64) adalah verha monotransitif karena hanya memerlukan satu objek, meopolahakee 'mencarikan' pada (65) adalah verha hitransitif karena memerlukan dua objek (bagian-hagian yang dicetak miring pada (64) dan (65) adalah objek). Verha mohasa 'membaca' pada kalimat (66) ohjeknya tidak muncul, dan hersifat verha ditransitif. b. Verba Semitransitif Verba semitransitif sebenarnya adalah hagian dari verha taktransitif, yaitu verba yang memerlukan pelengkap sehingga biasa disehut dengan verba taktranitif berpelengkap. Dalam kenyataan ada pelengkap yang harus hadir dan ada pula yang tidak hadir. Karena itu, muncullah verha semitransitif yang berpelengkap manasuka. Perhatikan contoh herikut.
(67) Sapatu ana dalonwhewu nggiroo dadiono tolu pasa. 'Sepatu anak kecil itu berjumlah tiga pasang.' (68) Ana dalo nggiroo metarambuu moombi. 'Anak itu mulai merokok.'
80
Bab V Penenruan Kategori Kata
(69) Lang gai nggiroo tewali o guru. 'Laki-laki itu menjadi guru.' (70) Popnbahora dambuno laeto tewali. 'Kebun jambunya telah menjadi.' Verba dadiono 'berjumlah' pada (67), metarambuu 'mulai' pada (68), tewali 'menjadi' pada (69) adalah verba pelengkap yang sifatnya wajib dalam setiap kalimat karena bila pelengkap itu tidak hadir, kalimat yang bersangkutan tidak sempurna dan tidak berterima. Verba tewali pada (70) sesungguhnya adalah verba pelengkap, tetapi verba pelengkap semacam itu tampaknya tidak selalu hadir. Jadi kalimat (70) dapat dinyatakan dengan (7 1) Pombahora dambuno laeto tewali hasilino. 'Kebun jambunya telah menjadi hasilnya.' Kalimat (67), (68), dan (69) adalah kalimat yang herverha semitransitif berpelengkap wajib, kalimat (70) verba semitransitif yang berpelengkap manasuka. 5.3 Nomina, Pronomina, dan Numeralia 5.3.1 Batasan dan Ciri Istilah nomina, pronomina, dan numeralia telah disinggung pada uraian 4.3.3 di atas. Di sini hanya akan dibicarakan batasan dan cirinya bahwa nomina pada hakikatnya dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi morfologis, segi semantis, dan segi sintaksis. Dari segi morfologis kita dapat memastikan bahwa kata itu berkategori nomina atau tidak manakala ada kata polimorfemis. Dari segi semantis kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti kasu 'kayu', laika 'rumah', bokeo 'buaya', adalah nomina. Secara sintaksis nomina mempunyai ciri tertentu.
Tara Bahasa Tolaki
81
1) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi (S), (0), atau pelengkap. Contoh:
(72) Hai nobaho mi. 'Adik dimandikan ibu.'
(73) Ama nopooli kona o babu. 'Ayah membelikan saya baju.' Baik kata hal 'adik', ma 'ibu'yang masing-masing menduduki fiingsi (S) dan (0) pada kalimat (72) maupun babu 'baju' yang menduduki fungsi pelengkap pada (73) adalah nomina. 2. Nomina mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel oki 'tidak' dan herpotensi juga untuk didahului oleh partikel i- 'Si', ronga-, 0-, an 'dan' serta mendahului sufiks posesit' -ku, -mu dan seterusnya; misalnya, i kolopu 'Si kura-kura', ronga nggare 'dengan kaki', okasu 'kayu', ari pa/u 'dari dapur', pundinggu 'pisangku' atau rapumu 'kekasihmu'. 3. Nomina Iazimnya dapat diikuti oleh adjektiva. Dengan demikian ana 'anak' dan tahi 'laut' adalah nomina dan dapat bergabung menjadi ana ndonia 'anak muda' dan ta/li molua 'laut yang luas'
5.3.2 Bentuk dan Makna Secara mortologis nomina terdiri atas dua macam, yaitu (1) nomina dasar dan (2) nomina turunan, haik nomina berafiks, reduplikasi maupun pemajemukan.
5.3.2.1 Nomina Dasar
Dalam bahasa Tolaki ada nomina yang terdiri atas kata dasar. Karena sifat tersebut, nomina seperti itu berbentuk monomorfemik, yakni terdiri atas satu morfem saja. 82
Dab V Penentuan Kategori Kara
Berikut ada beherapa contoh. awu haka dahu
ahu' 'akar' 'anjing'
5.3.2.2 Nomina Turunan Selain nomina dasar yang bersifat monomorfemis, bahasa Tolaki mengenal pula nomina turunan yang bersifat polimorfemis, yakni yang terdiri atas dua morfem atau lebih. Nomina turunan dibentuk dari nomina dasar atau kategori lain baik dari verba, adjektiva maupun kategori lain. Pada umumnya nomina turunan dibentuk dengan menambahkan prefiks, infiks, sufiks, dan afiks apit. Berdasarkan kemungkinan kombinasinya, nomina turunan dapat dihagi atas bentuk yang berafiks dengan:
a. b. c. d.
pa-, po-, ta-; -in-; -ndo; dan p0-a, poq-a, po-i, ka-a.
a. Kelompok Nomina dengan Prefiks Nomina yang diturunkan dengan penambahan prefiks dapat dilihat dalam uraian berikut mi: 1) Prefiks paPrefiks pa- dapat berupa dasar nomina dan verba. Bila herupa dasar nomina prefiks pa- bermakna menyatakan orang yang biasa bekerja pada tempat tersebut pada bentuk dasar. Perhatikan contoh berikut.
somba 'layar' dangga 'dagang Tara Baha.sa Tolaki
—> pasontha 'pelayar atau pelaut' ---> padangga 'pedagang' 83
tani gob
'tani' 'bola'
---> patani ---> pagolo
'petani' 'pemain bola'
Bila herupa dasar verha menyatakan orang yang melakukan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar. Contoh:
parenda buramali 2) Pretiks
'perintah' ---> pamarenda ---> paburamali 'dusta'
'pemerintah' 'pendusta'
p0-
Nomina yang diturunkan dengan penambahan prefiks p0- hanya berupa dasar verba dengan makna 'alat' atau orang yang melakukan pekerjaan seperti yang dinyatakan oleh kata atau bentuk dasarnya. Contoh:
onggo soki
'ika' 'tutup'
---> poonggo
---> posoki
'pengikat' 'penutup'
Kadang-kadang juga dapat muncul dengan dasar nomina, tetapi hal tersebut kurang produktif. Contoh: lumba
pogu
'timba' ---> polumba 'guru' ---> popogu
'penimba' 'guru'
3) Prefiks toNomina yang diturunkan dengan penambahan pretiks ta- dapat berupa dasar verba dengan makna orang yang melakukan pekerjaan seperti yang dinyatakan oleh bentuk atau kata dasarnya. Di sini terjadi pula proses morfofonemik apabila morfem dasarnya berawal dengan fonem /p/.
posodo posoqo
84
'rayu' 'ejek'
> tambosodo > tambosoqo
'perayu' 'pengejek'
Bab V Penentuan Kazegori Kara
b. Kelompok Nomina dengan Infiks Hanya satu infiks yang ditemukan sebagai pembentuk nomina, yakni infiks -in-, tetapi pemakaian sangat tidak produktif. Berdasarkan data yang ada, infiks -in- hanya ditemukan dalam bentuk kinaa 'nasi'.
c. Kelompok Nomina dengan Sufiks Dalam kelompok mi hanya ditemukan pula satu sufiks, yakni sutiks -ndo yang dapat dirangkaikan dengan dasar nomina dengan makna menyatakan milik atau kepunyaan orang pertama jamak. Contoh:
dandi 'j anj i' 'anak' ana hanu 'kepunyaan'
> dandindo 'j anji kita berdua' > anando 'anak kita herdua' ----- > hanundo 'kepunyaan kita berdua'
d. Kelompok Nomina dengan Afiks Apit Nomina yang diturunkan dengan penambahan afiks apit dapat dilihat dalam uraian di hawah mi. 1) Atiks Apit p0-a Di samping dalam distribusinya sebagai pembentuk nomina, prefiks sering pula muncul bersama sufiks -a sehingga membentuk afiks apit p0-a dengan makna menyatakan tempat atau alat. Contoh: p0-
rnboaha lasu pokosi taqu
mu
'pikul' 'lan' 'simpan' 'ladang' 'minum'
----- > pornboahaa
'alat pemikul' 'tempat berlari' pombokosia 'tempat penyimpanan' 'tempat berladang' pondaqua 'tempat minum' poqinua
> polasua
-----> -----> ----->
Berdasarkan contoh di atas, afiks apit p0-a bersifat derivasional dan memiliki sejumlah alomorf yang berwujud porn-a, pon-a, dan poq-a.
Twa Bahasa Tolaki
85
2) Afiks Apit po-i Nomina yang diturunkan dengan penambahan afiks apit po-i dapat muncul bersama verba dan nomina yang bersifat abstrak. Mari kita perhatikan contoh berikut.
tulungi 'tolong' ----- > pondulungii daga 'jaga' > podagai ngoni 'minta' > pongonii
'pertolongan' 'penjagaan' 'permintaan'
Sama dengan afiks apit p0-a afiks apit po-i pun bersifat derivasi dan memiliki alomori pon-i. 3) Afiks Apit ka-a Nomina yang diturunkan dengan penambahan afiks apit ka-a dengan dasar adjektiva mengandung makna menyatakan keadaan nomina seperti yang dinyatakan oleh hentuk dasarnya. Perhatikan contoh berikut.
dadi mohaki ambo
'jadi' 'pedih' 'baik'
> > >
kadadia 'kejadian' kamohaka 'kepedihan' kaamboa 'kebaikan'
Seperti juga pada uraian tentang verba, baik reduplikasi nomina maupun pemajemukan, tidak akan dibicarakan secara khusus di sini reduplikasi dan pemajemukan telah diuraikan pada uraian hab terdahulu. 5.3.3 Pronomina Jika ditinjau dari segi maknanya, pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain (lihat uraian 4.3.3 bab IV). Jika dilihat dari fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronomina pada umumnya diduduki oleh nomina, seperti (S) dan (0). Ciri lain yang dimiliki oleh pronomina ialah acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung pada siapa yang menjadi pembicara/penulis, yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan.
86
flab V Penenruan Kalegori Kaw
Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Tolaki, yaitu (1) pronomina persona, (2) pronomina penunjuk, dan (3) pronomina penanya. 5.3.3.1 Pronomina Persona Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu ke orang. Pronomina dapat mengacu kepada diri sendiri yang disebut pronomina persona pertama; mengacu pada orang yang diajak bicara yang disebut pronomina persona kedua; dan ada yang disebut pronomina persona ketiga, yakni yang mengacu pada orang yang dibicarakan. Demi keefektifan penggunaan istilah, seianjutnya akan dipakai istilah persona pertama, kedua, dan ketiga. Di antara pronomina itu ada yang mengacu ke jumlah satu, dan ada yang mengacu jumlah Iebih dari satu. Ada hentuk yang bersit'at eksklusif, ada yang bersifat inklusif, dan ada yang hersifat netral. Berikut mi adalah pronomina persona bahasa Tolaki yang disajikan dalam bentuk tabel. TABEL 8 PRONOMINA PERSONA Makna Persona
Jamak
Tunggal Netral Pertama
Eksllusif
inaku, ku-, -nggu
Jnggami,
'saya, ku-, -ku'
-mami, ki-,
Inklusif inggilo, to-, -nc/u 'kita'
'kami' Kedua
inggo. u-, -ko. -miu. -mu 'engkau' kainu, Anda'
Ketiga
fr, -no- 'dia, ia,
ihiro, re'-
nya'
'mereka'
Tara Bahasa Tolaki
87
a. Persona Pertama
Persona pertama tunggal bahasa Tolaki ialah inaku, ku-, -akul /aInggu. Inaku termasuk pronomina bentuk bebas yang frekuensi pemakaiannya sangat tinggi. Perhatikan kalimat berikut.
(74) Inaku nilanggu.
'Saya dipukul.'
Pronomina persona ku-, -aku/-ku, -nggu adalah variasi dari bentuk inaku 'saya'. Bentuk klitik ku- dipakai dalam konstruksi yang menyatakan petaku atau pemeran yang selalu beriringan dengan verba. Bentuk klitik -akul-ku dipakai dalam konstruksi yang menyatakan sesuatu yang dikenai pekerjaan, sedangkan klitik -nggu 'ku' antara lain dipakai dalam konstruksi pemilikan clan penulisan dilekatkan pada kata yang di depannya. Jadi, selalu beriringan dengan nomina. Di hawah mi disajikan contoh penggunaan masing-masing pronomina persona ku-, -akul-Iw dan -nggu. (75) Inaku nilanggu, karana kupomboponini 'Saya dipukul karena saya mencuri.' (76) i Ali kumaliaku. 'Ali melemparku.' (77) Laikanggu kinalino. 'Rumahku dilemparnya.' Di samping pronomina persona pertama tunggal, bahasa Tolaki juga mengenal pronomina persona pertama jamak, yaitu inggami 'kami' dengan variasi ki-, -mami, dan inggito 'kita' dengan variasi to- clan -ndo. Inggami hersama variasinya bersifat eksklustf, yakni pronomina yang mengacu pada pemhicara/penulis dan orang lain di pihaknya, tetapi tidak mencakupi orang lain di pihak pendengar/pembaca. Sebaliknya, inggito 'kita' bersama variasinya bersifat inklusif, yakni pronomina itu mencakupi pembicara/penulis, pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain. Dengan demikian, kedua kalimat berikut mempunyai pengertian yang berbeda. 88
Bab V Penentuan Kategori Kara
(78) Inggami nilanggu karana kipomboponini. 'Kami dipukul karena mencuri.'
(79) Inggito nilanggu karana topomboponini. 'Kita dipukul karena kita mencuri.' Dua kalimat di atas sekaligus membuktikan penggunaan ki- dan toyang merupakan variasi pronomina persona inggami, dan inggito, sedangkan penggunaan pronomina persona -mami dan -indo dapat dilihat dalam dua kalimat herikut mi. (80) Kaderamami pombowehi a ama. 'Kursi kami pemberian ayah.'
(8 1) Dadindo mebaho pae. 'Janji kita bertanam padi.'
b. Persona Kedua Persona kedua tungga mempunyai dua wujud yaitu inggo 'kamu' (bentuk dasar) dengan variasinya u-, -ko; dan -miu-/-nggomiu. Berikut adalah kaidah pemakaiannya. a) Persona kedua inggo atau -ko 'kamu' dipakai oleh seseorang terhadap orang yang sebaya atau lebih muda atau dalam suasana persahabatan. Perhatikan kalimat berikut. (82) Inggo nilunggu karana upomboponini. 'Kamu dipukul karena kamu mencuri.' (82) Inaku rumapuko. 'Saya mengawinimu.' h) Persona kedua -miu/-nggomiu bersifat penghormatan atau penetralan. Penghormatan dimaksudkan sapaan seseorang yang Iehih muda kepada seseorang yang lebih tua, sedangkan penetralan maksudnya adalah bersifat keakraban. Di bawah mi akan diberikan contoh penggunaannya dalam kalimat
Tata Bahasa Tola/ci
89
(84) Bonggonamiu noleu okino dadi kinohai. 'Teman Bapak, bilan ia datang tidak boleh dilarang.' (85) Ihiro leu i laikamiu. 'Mereka datang di rumah Anda' c. Persona Ketiga Persona ketiga tunggal dalam bahasa Tolaki hanya dapat dinyatakan dengan le 'dia' clan bentuk klitik -no-. Bila berupa proklitik no- berarti 'dia' clan bila herupa enklitik -no berarti 'nya'. Dalam hal tiingsi persona ketiga le clan no- (proklitik) keduanya dapat menduduki posisi (S) atau di depan verba, akan tetapi bila persona ketiga -no bersifat enklitik tidak dapat menduduki posisi (S), kecuali selalu menduduki posisi keterangan, dalam hal mi keterangan milik. Dalam hal konstruksi le clan nomenyatakan pelaku atau pemeran, sedangkan -no menyatakan milik karena selalu heriringan dengan nomina yang dalam hal penulisan selalu dilekatkan pada kata di depannya. Di bawah mi akan dikemukakan penggunaannya dalam kalimat:
(86) le nilanggu karana nopomboponini. 'Dia dipukul karena dia mencuri.'
(87) No umila karana nonilanggu. 'Dia menangis karena dia dipukul.'
(88) i Ali lako laikano. 'All pergi ke rumahnya.' Pronomina persona ketiga jamak ihiro 'mereka' atau dengan hentuk klitik ro- hanya dipakai untuk insan. Perhatikan contoh berikut. (89) Ihiro nilanggu karana ropomboponini. 'Mereka dipukul karena mereka mencuri.' Di samping hentuk proklitik ro- dapat pula berupa enklitik yang menyatakan kepunyaan, misalnya: 90
Dab V Penentuan Kategori Kam
(90) Laikaro pale owose. 'Rumah mereka paling besar.'
5.3.3.2 Pronomina Penunjuk Ada tiga macam pronomina penunjuk dalam bahasa Tolaki, yaitu (1) pronomina penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat, dan (3) pronomina penunjuk ihwal. Pronomina penunjuk umum mo 'ii' dan nggiroo 'itu'. Kata mo 'ii' mengacu ke acuan yang dekat dengan pembicara atau penulis, ke masa yang akan datang, atau ke informasi yang akan disampaikan. Kata nggiroo mengacu ke acuan yang agak jauh dari pembicara/penulis, ke masa yang lampau, atau ke informasi yang sudah disampaikan. Pronomina penunjuk dapat mandiri sebagai nomina sepenuhnya atau sebagai pewatas yang menerangkan nomina lain. Sebagai nomina, pronomina penujuk itu dapat berftingsi sebagai (S) atau (0) kalimat, bahkan kalimat yang berpredikat nomina dapat pula berfungsi sebagai (P). Perhatikan contoh berikut.
(91) Ino/Nggiroo ika tinunu. 'Ini/Itu ikan bakar.'
(92) le nopoli ino/nggiroo i hawi. 'Dia membeli ini/itu kemarin.'
(93) Kaderamami inolnggiroo. 'Kursi kami ini/itu. Dalam bahasa lisan, jika inolnggiroo dipakai sebagai (S) atau (P) pada posisi awal kalimat, kata itu diikuti jeda. Perhatikan, misalnya, jeda pada kalimat (91), dan tidak perlu terjadi jeda pada (92). Demikian pula apabila pronomina penunjuk dipakai sebagai (0) atau (P) pada posisi akhir, adajeda sebelumnya, misalnya pada kalimat (93) terjadi perhentian sejenak di antara kaderamami dan inolnggiroo.
Tarn Bahasa Tolaki
91
Pronomina yang bersifat atributif diletakkan sesudah kata atau frasa yang diterangkan. Fungsi utama pemakaian seperti itu adalah untuk menutup konstruksi frasa salah satu fungsi dalam kalimat. Karena itu, jika frasa itu mendapat keterangan lain, niinolnggiroo selalu mundur clan berada di ujung kanan. Jika hat itu terjadi, biasanya muncul momo 'yang'.
(94) Po,nbahora nüno/nggiroo la dumagai i mbue. 'Kebun ini/itu dijaga oleh nenek.' (95) Pombahora mulua ino/nggiroo la duniagai i mbue. 'Kebun luas ini/itu dijaga oleh nenek.' (96) Pombahora momo Iua inolnggiroo la dumagai i mbue. 'Kebun yang sangat luas ini/itu dijaga oleh nenek.' (97) Pambahora momo lua niinolnggituo la dumagai i mbue. 'Kehun yang sangat luas di sini/di situ dijaga oleh nenek.' Pronomina penunjuk tempat niino 'di sini' dan nggituo 'di situ' letak perbedaannya adalah adanya jeda pembicara pronomina Wino 'di sini' untuk menunjuk tempat yang dekat, sedangkan nggituo 'di situ' dipakai untuk menujuk tempat yang agak jauh. Perhatikan contoh kalimat (97) di atas. Pronomina penunjuk ihwal dalam bahasa Tolaki juga dipakai pronomina hendeino 'begini' dan hendeitu 'begitu'. Perhatikan contoh berikut.
(98) Ic teeni hendeino. 'Dia mengatakan hegini.' (99) lamo petulura hendeitu hae. 'Jangan herkata hegitu lagi.'
5.3.3.3 Pronomina Penanya Sesuai dengan namanya, pronomina mi berkaitan dengan pertanyaan. Dari segi maknanya, yang ditanyakan itu dapat mengenai (a) orang, (b) 92
8th V Penentuan Kategori Kara
barang, atau (c) pilihan. Jika yang ditanyakan orang atau nama orang, pronomina mae 'siapa' yang dipakai. Jika yang ditanyakan barang, pronomina hawo 'apa' yang dipakai. Jika yang ditanyakan suatu pilihan tentang orang atau barang, pronomina umbe 'mana' yang dipakai. Masih ada lagi penanya lain yang walaupun bukan pronomina patut dihahas di sini. Kata-kata itu mempertanyakan (d) sebab, (e) waktu, (t) tempat, (g) cara, (h) jumlah, urutan. Berikut mi adalah kata penanya sesuai dengan maknanya di atas: a. h. c. d. e. g.
'siapa, dengan siapa' 'apa, dengan apa' 'mana, di mana, clan ke mana' 'mengapa, kenapa' 'kapan, hilamana' 'herapa, keberapa'
mae hawo umbe mhakoe teipia opio
Keseluruhan kata penanya di atas dapat dikembalikan kepada pronomina persona dan pronomina penunjuk, dan apabila pronomina itu digunakan dalam kalimat tanya, maka kalimat jawahnya dimungkinkan mengandung pronomina yang herkorespondensi dengan pronomina penanya. Perhatikan pasangan berikut: (100) mae momo ngga? 'Siapa yang makan'!' (101)
hawo laa nilola? 'Apa yang dicari?'
-Inaku 'Saya' nggiroo 'ii'
(103) Laa umbe? 'Yang mana'!'
Laa mo 'Yang mi"
(104) Umbe? Ti mana'?'
niino 'Di sini'
(105) (106)
Hu umbe
i kiro
'Ke mana
ke situ'
Teembe sarano? Bagaimana caranya?'
Hendeino sarano 'beginilbegitu caranya'
Tara Bahasa Tolaki
93
(106) Teipia aileu? Kapan datangnya?'
i/zawi 'Kemarin'
(107) Opio dadiono? Berapa jumlahnya?'
-mo
(108) Opio mendaano? 'Berapa panjangnya9
'Ii, sekian' '
Mendaano kaenggu ' Sepanjang tangan saya'
5.3.4 Numeralia
Pada hagian terdahulu telah disinggung bahwa numeralia berkorespondensi dengan nomina. Numeralia adalah kata yang digunakan untuk membilang ihwal yang diacu nomina dan biasa juga disebut kata bilangan. Dalam hal mi, yang diacu oleh nomina itu meliputi hal yang dapat dihitung banyaknya, balk yang maujud seperti manusia, binatang, dan harang-harang maupun konsep-konsep. Frasa oruo toono 'dua orang' ada numeralianya, yaitu oruo 'dua'. Demikian pula frasa mondonga daa 'setengah jam', i kotolu 'Yang ketiga', dan anano i koruo mengandung numeralia, yakni mondonga 'setengah', kotolu 'ketiga', dan koruo 'kedua'. Bahasa Tolaki pada dasarnya hanya memiliki dua macam numeralia, yaitu numeralia pokok dan numeralian tingkat. Numeralia itu berkaitan dengan tanyaan Opio? 'Berapa!', dan numeralia tingkat yang memberi jawab atas tanyaan ikopio 'yang keberapa'. Numeralia pokok dapat dibagi menjadi subbagian yang lebih kecil seperti yang diuraikan di bawah mi.
5.3.4.1 Numeralia Pokok a. Numeralia Pokok Tentu
Sesuai dengan namanya, numeralia pokok tentu mengacu pada bilangan dan menjawab tanyaan yang menggunakan pronomina interogatif opio 'herapa' dengan jumlah yang positif pasti. 94
Dab V Penentuan Kategori Kara
Bilangan pokok yang ada clan diungkap dengan numeralia adalah sebagai berikut (angka adalah lambang bilangan yang dimaksud).
o
noolo l - oaso 2-oruo 3 tolu 4 oomha 5 olimo -
-
6 - oono 7-opitu 8-halu 9 oasio -
-
-
Di samping numeralia tunggal itu, ada pula numeralia lain yang merupakan gugus. Untuk hilangan di antara hopulo 'sepuluh' clan siombulo osio 'sembilan puluh sembilan' dipakai gugus yang herkomponen pulo atau mbubo 'puluh'.
15 - hopulo limo 20 - rua mbulo 40 - pato mbulo 60 - oono mhulo 86 - halu mbulo oono 99 - sio mhulo oosio
'lima helas' 'dua puluh' 'empat puluh' 'enam puluh' 'sembilan puluh sembilan' 'sembilan puluh sembilan'
Untuk angka sepuluh sampai dengan angka sembilan helas dipakal hentuk ho- atau ha- untuk memulai suatu gugus. Contoh: 10 - hopubo 11 - hopulo aso 12 - hapulo oruo 13 - hapulo otolu 14 - hapubo oomba 15 - hapulo limo 16 - hapulo oono 17 - hapulo opitu 18 - hapulo hoalu 19 - hapulo osio
Tara Bahasa Tolaki
'sepuluh' 'sebelas' 'dua belas' 'tiga belas' 'empat belas' 'lima belas' 'enam helas' 'tujuh belas' 'delapan belas' 'sembilan belas'
95
Dalam pemakaiannya sèbagai pembilang nomina, numeralia itu dapat letak kanan atau letak kin. Baik letak kanan maupun letak kiri bentuknya tetap. Contoh:
buku oaso ana oruo kadera oonzba kaluku opitu hanggonanggu hoalu tawa osio
'buku sam' 'anak dua' 'kursi empat' 'kelapa tujuh' 'teman delapan' 'daun sembilan'
Numeralia letak kiri itu muncul bila dipakai bersama-sama dengan penunjuk satuan ukuran: jarak waktu, jarak tempat, berat, luas dan sebagainya. Contoh:
owula otolu otau oomba metere lifll.() meliniba oono okilo hoalu poaha osio hurua O,UO
'dua bulan' 'tiga tahun' 'empat meter' 'lima langkah' 'enam kilo' 'delapan pikul' 'sembilan kotak'
b Numeralia Pokok Kolektif
Terkait dengan numeralia pokok adalah numeralia yang menunjukkan himpunan, kumpulan, atau kesatuan. Numeralia semacam itu disebut numeralia kolektif. Bila kumpulan atau himpunan itu terdiri atas jumlah dua, digunakan numeralia roruo-ruo 'berdua', seperti inggami roruo-ruo 'kami berdua'. Dalam hat i, sebagaimana tampak dari contoh, ada nomina atau pronomina yang mendahului, sedangkan numeralianya berbentuk ro + R 96
Bab V Penenruan Kategori Kata
Bila nomina tidak hadir, numeralia kolektif yang dipakai adalah yang berbentuk ulangan dan afiks apit ko-no atau R + ko-no, seperti koruo-ruono 'kedua-duanya', kondolutoluno 'ketiga-tiganya', dan koonzba-ombano 'keempat-empatnya'. c. Numeralia Pokok Distributif Numeralia pokok distributif adalah numeralia yang menunjukkan keterbagian, ketersebaran, dan kebergiliran. Bentuk numeralia semacam mi dihentuk dengan pengulangan numeralia pokok. Perhatikan contoh herikut mi.
pewiso aso-aso nidoa limo-limo modopa bahagia aso-aso luwuako pinoweehi tolu-tolu luwuako modopa pombawehi aso-asoetu'
'masuk satu-satu' 'dihitung lima-lima' 'mendapat bagian satu-satu' 'semua diheri tiga-tiga' 'semua mendapat pemberian seratus-seratus'
d. Gabungan Numeralia dengan Owala 'lembar', Kodi 'kodi', Metere 'meter', Rupia 'rupiah' Bahasa Tolaki mengenal heherapa gabungan numeralia dengan nomina yang mengacu ke jumlah dan maujud tertentu. Berikut mi adalah contohnya.
(109) Keu lako i daoa poolito oruo olawa obabu. 'Kalau ke pasar helilah dua lembar baju.' (110) Omere nggiroo mooli osawu oruo kodi. 'Perempuan itu membeli sarung dua kodi.' (111) Inaku mombepenaa oruo metere. 'Saya memesan kain putih dua meter.' (112) Omere nggiroo moeusa odoi asasowu rupia. 'Perempuan itu menukarkan uang seribu rupiah.'
Tata Bahasa Tolaki
97
e. Numeralia Pokok Taktentu Numeralia pokok tak tentu tidak dapat menjawab secara positif tanyaan yang opio 'berapa'. Wujud katanya adalah dadio 'hanyak'. sobita 'sedikit', luwuako 'semua', opi-opio 'beberapa'. Numeralia pokok tak tentu itu ditempatkan di muka nomina yang diterangkan. Perhatikan frasa-frasa berikut:
dadio hurato sohira odoi luwuako toono opio-pio oleo
'hanyak nyamuk' 'sedikit uang' 'semua orang' 'heherapa han'
5.3.4.2 Numeralia Tingkat Numeralia tingkat sehetulnya uhahan dari numeralia pokok, dan cara pengubahannya dengan menamhahkan ko- di muka hilangan yang hersangkutan. Khusus untuk hilangan esu 'satu' dipakai pula istilah mbele. Contoh:
mbule esu koono kotolu kapitu kohooalu
'kesatu atau pertama' 'keduã' 'ketiga' 'ketujuh' 'kedelapan'
5.3.5 Penggolongan Nominal Bahasa Tolaki memiliki sekelompok kata yang membagi-hagi maujud dalam kategori tertentu menurut bentuk rupanya. Manusia, misalnya, disertai penggolong toono 'orang', surat atau sarung oleh penggolong asalawa 'lembar'. Penggolong seperti itu semata-mata berdasarkan konvensi masyarakat yang memakai bahasa itu. Berikut mi ada beberapa kata penggolong dalam bahasa Tolaki.
98
Bab V Penenzuan Kalegori Kara
toono 'orang' untuk manusia (113) laa leu nggiroo olinw toono. 'Yang datang itu lima orang.' bow 'ekor untuk binatang' (114) le modagai owembe tolu boW. Ia memelihara kambing tiga ekor.' aso 'buah' untuk buah-buahan atau hal-hal lain yang ada di luar golongan manusia (115) i Ali mowai aso laika. 'All membangun sebuah rumah.' mbuu 'batang' untuk pohon, rokok atau harang lain yang berhentuk hulat panjang (116) Mbue mondue olimo nzbuu kaluku. 'Nenek menebang lima batang kelapa.' basano 'bentuk' untuk cincin, gelang, atau barang lain yang dapat dibengkokkan atau dilenturkan. (117) Omori nggiroo omoli oruo basano osisi. 'Perempuan itu membeli dua bentuk cincin.' lawa 'helai' untuk kertas, rambut, kain, atau benda lain yang tipis dan halus. (118) Kakaano moburi aso lawa osura. 'Kakaknya menulis satu lembar surat.' pasa 'pasang' utuk sepatu atau benda-benda lain yang berpasangan. (119) Anadalo nggiroo mooli asopasa sepatu. 'Anak 1W membeli saW pasang sepatu.'
Tara Bahasa Tolaki
99
5.3.6 Frasa Nominal, Pronominal, dan Numeralia Nomina, pronomina, numeralia dapat diperluas menjadi frasa. Namun, unsur yang menjadi pewatas berbeda-beda. Nomina, misalnya, dapat diwatasi dengan adjektiva seperti pada frasa taipa motuo 'mangga besar', sedangkan pronomina persona dapat diperluas dengan nggiroo 'itu' sehingga terciptalah frasa pronominal le nggiroo 'Dia itu'.
5.3.6.1 Frasa Nominal Sebuah nomina seperti babu 'baju' atau kata lain dapat diperluas ke kiri dan ke kanan. Perluasan ke kiri dilakukan dengan meletakkan kata penggabungnya tepat di depannya, kemudian didahului oleh numeralia. Berikut mi adalah heherapa contohnya (120) a. aso lawa obabu h. hopulo hoto kaluku c. limo how tiolu
'satu lembar haju' 'sepuluh huah kelapa' 'lima hutir telur'
dengan nomina sebagai inti, yaitu habu, kaluku, tiolu. Letak pewatas tiap frasa di atas tetap urutannya, clan tidak dapat diubah, misalnya numeralia dahulu, kemudian penggolong. Pewatas yang diletak kan sehelum inti dinamakan pewatas depan. Jadi, semua kata yang dicetak tehal pada (120) di atas adalah pewatas depan. Jika tidak ada pewatas lain sesudah inti, pewatas depan sering pula ditempatkan sesudah inti. Perhatikan contoh berikut: (12 1) a. ohahu aso lawa h. kaluku hopulo oboto c. tiolu limo boto
'baju satu lembar' 'kelapa sepuluh buah' 'telur lima butir'
Inti dapat pula diperluas ke kanan. Perluasan ke kanan itu mempunyai bermacam bentuk dengan mengikuti kaidah berikut. 1) Suatu inti dapat diikuti oleh sebuah nomina lain, atau lehih. Rangkaian itu kemudian ditutup dengan salah satu pronomina 100
Dab V Penenwan Kalegori Kaza
persona, dan oleh nggiroo 'itu' atau mo 'ii'. Namun, setiap nomina yang di belakang hanya mengacu kepada nomina yang langsung di mukanya, hukan nomina lain yang terdahulu. Perhatikan contoh herikut dengan arah modifikasrnya. (122) huku santa datu Tolaki 'huku cerita raja Tolaki
inaku 'saya' nggiroolniino itu/ini
Pengertian frasa itu dapat dirunut melalui tanyaan dan jawaban herikut:
nggiroo hawo? laika hawo? mokole hawo? toono umbe
'itu apa' 'rumah apa'?' 'raja apa'?' 'orang mana?'
laika laika mokole mokoleno toono toono Tolaki?
'rumah' 'rumah raja' 'raja orang' 'orang Tolaki'
Jelaslah hahwa mokole 'raja' hanya menerangkan nomina yang di mukanya yaitu laika 'rumah'; toono 'orang' hanya menerangkan mokole 'raja'; dan Tolaki hanya menerangkan toono 'orang'. 2) Suatu inti dapat diikuti oleh adjektiva, pronomina atau frasa pemilikan dan kemudian ditutup dengan pronomina penunjuk nggiroo 'itu' atau mo 'ii'. Contoh:
(123) a. saluaro 'celana' b. saluaro mendaa 'celana panjang' c. saluaro mendaanggu 'celana panjangku' saluaro mendaano hanggonanggu 'celana panjang temanku' d. saluaro mendaanggu nggiroo 'celana panjangku itu'
Tara Bahasa Tolaki
101
saluaro mendaanggu mo 'celana panjangku mi' saluaro mendaano banggonanggu nggiroo 'celana panjangnya temanku itu'
saluaro mendaano banggonanggu mo 'celana panjangnya temanku ii'. Urutan seperti yang dinyatakan di atas tetap. Pembalikan urutan akan menimbulkan perubahan arti. Perhatikan frasa (123c) di atas yang dibalik urutannya.
saluaro mendaanggu
--->
'celana panjangku'
saluaro mendaano banggonanggu
saluaronggu mendaa 'celana panj ang'
--->
'Celana panjangnya temanku'
saluarono banggo-nanggu mendaa 'Celana temanku panjang'
3. Suatu inti dapat didahului oleh numeralia dan kemudian ditutup dengan promina penunjuk nggiroo 'itu' atau mo 'ii'. Contoh: (124) a. hopulo laika nggiroo h. luwuako toono niino
'sepuluh rumah itu' 'semua orang mi' c. rau mbulo olimo laika ngggiro 'dua puluh lima rumah itu'
4. Suatu inti dapat pula diluaskan dengan aposisi, yakni frasa nominal yang mempunyai acuan yang sama dengan nomina yang diterangkannya, misalnya frasa i Ali guru mangadiku ilaika 'Au, guru mengajiku di rumah' adalah frasa aposisi. Orang yang dirujuk oleh oposisi guru mangadiku i laika 'guru mengajiku di rumah adalah i Au. Struktur frasa aposisi itu sama dengan frasa nominal mana pun yang telah dijelaskan di atas. Perhatikan contoh selanjutnya di hawah
mi. (125) a. i Dewi, omore meanbo-penaono 'Dewi, perempuan yang baik hati' 102
Bab V Pene,uuan Kaiegoñ Kaw
b. i Badu, Ianggai sahara 'Badu laki-laki sabar' c. i Yusu, patani mosua 'Yusuf, petani yang berhasil' 5. Suatu inti dapat diperluas oleh frasa yang berpreposisi atau frasa preposisional yang menjadi pewatas nomina itu merupakan bagian dan frasa nominal dan karena itu tidak dipindah-pindahkan ke tempat lain seperti frasa berpreposisi pada umumnya. Perhatikan contoh berikut. rumah di Kendari' (126) a. laika i Kandari 'mesjid di kampung' b. masigi i kambo c. dadio ana i wiwi laika 'banyak anak di pinggir rumah' I
5.3.6.2. Frasa Pronominal
Pronomina juga dapat dijadikan frasa dengan mengikuti kaidah herikut. 1) Penambahan numeralia kolektif Contoh: (127) Ihiro roruo-ruo inggami luwuako
'mereka berdua' 'kami semua'
2) Penambahan kata penunjuk Contoh: (128) inggami nggiroo ihiro nggiroo
'kami itu' 'mereka itu'
3) Penambahan frasa nominal yang berfungsi apositif Contoh: (129) inggito, basa Tolaki 'kita, suku Tolaki'
Tata Bahasa Tolaki
103
4) Penambahan kata itoonggu 'juga', itooro 'juga' Contoh: (130) inaku itoonggu i/ziro itooro
'saya juga' 'mereka juga'
5.3.6.3 Frasa Numeralia
Umumnya frasa numeralia dihentuk dengan menamhahkan kata penggolong. Contoh: (13 1) a. oli,no toono b. tolu boto c. aso laika d. mbuu kaluku
'lima orang' 'tiga ekor' 'sam rumah' 'batang kelapa'
5.4 Adjektiva 5.4.1 Batasan dan Ciri Adjektiva
Adjektiva, yang juga disehut kata sifat atau kata keadaan, adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang dan mempunyai ciri herikut: 1) Adjektiva dapat diikuti keterangan pembanding seperti daizu 'lebth' clan mbupuu 'paling'. (132) a. tekura dahu b. pindara dahu c. niokula ,nbupuu roronga mbupuu
'sedih lebih' atau 'lebih sedih' 'pintar lebih' atau lebih pintar' 'panas paling' atau 'paling panas' 'gelap paling' atau 'paling gelap'
2. Adjektiva dapat diberi keterangan penguat seperti 'sangat', kaduito 'terlalu', dahu 'sekali' Contoh:
104
mbera noto
Bab V Penemuan Kazegori Kaza
(133) a. mberanoto pindara h. kaduito marasal c. momalca dahu
'sangat pintar' 'terlalu miskin' 'nakal sekali'
3. Adjektiva dapat diingkari dengan kata ingkar oki 'tidak' Contoh: (134) a. oki pindara b. oki momami c. oki motunggo
'tidak pintar' 'tidak manis' 'tidak mahal'
4. Adjektiva pada umumnya diawali dengan morfem mo- atau me- yang susah dipisahkan dari bentuk dasarnya. Contoh: (135) a. inowila h. momea c. nioquso
'putih' 'merah' 'kuning'
5. Adjektiva yang bersuku dua biasanya diawali dengan morfem o- yang juga tidak dapat dipisahkan dari bentuk dasarnya. Contoh: (136) a. obiru 'biru' c. owose 'besar'
b. oputu 'pendek' d. olano 'dalam'
5.4.2 Bentuk Adjektiva Bentuk adjektiva ada yang monomorfemis, artinya terdiri atas satu morfem dan ada pula yang polimorfemis, yaitu adjektiva yang lebih dan satu morfem. Berikut adalah beberapa contoh adjektiva yang monomorfemis. (137) a. pow c. buna
penuh' 'mudah'
'kosong' b. doo d. bonggo 'kental'
Adjektiva yang polimorfemis dibentuk dengan cara (1) pengatiksan dan (2) pengulangan. Seperti telah dipaparkan di atas adjektiva turunan Tara Bahasa Tolaki
105
yang dibentuk dengan memakai prefiks mo-/me- terasa sudah sangat padu dengan kata dasar sehingga terbentuk dasar kedua. Perhatikan contoh berikut. (138) a. motaha b. merota C. moloro
'keras' <--'rata' <--'licin' <---
mo + ta/ia 'keras' me + rota 'rata' mo + loro 'licin'
Cara kedua untuk menurunkan adjektiva adalah dengan pengulangan, tetapi kata yang diulang itu pun telah memiliki status adjektiva. Contoh: (139) a. meita-ita h. owose-owose c. mondae-tae
'tinggi-tinggi' 'besar-besar' 'jauh-jauh'
Pengulangan adjektiva memberikan arti tambahan, yakni orang, henda, atau hinatang yang diterangkan itu tak tunggal meskipun dalam kalimat hal itu tidak dinyatakan secara eksplisit. Perhatikan kalimat herikut. (140) san ggohi i Lasolo meambo-ambo. 'Sagu di Lasolo hagus-hagus.' (141)
Waipode i Kandari mesida-sida. 'Gadis di Kendari rajin-rajin.'
(142)
0 ika i Kasilampe owose-wose. 'Ikan di Kasilampe besar-besar.'
(143) Anano i Ali tewoi-wowi. 'Anak Ali hodoh-bodoh.'
Kata-kata yang dicetak tehal pada setiap kalimat di atas tidak dinyatakan dengan bentuk ulang, alcan tetapi karena adjektiva-adjektiva nya diulang, pengertiannya ialah kata-kata yang diterangkannya itu lehih dari sam.
106
Bab V Penennuin Ka:egoiri Kwa
5.4.3 Tingkat Perbandingan Salah sam ciri utama adjektiva adalah bahwa kelas kata itu dapat memiliki tingkat perbandingan yang menyatakan apakah maujud yang sam 'sama, lebih, kurang, atau paling" jika dibandingkan dengan maujud lainnya. Dengan demikian, ada tiga macam tingkat perbandingan, yaitu tingkat (1) ekuatif, (2) komparatif, dan (3) superlatif.
5.4.3.1 Tingkat Perbandingan Ekuatif Tingkat perbandingan ekuatif ialah tingkat yang menyatakan bahwa dua hat yang dibandingkan itu sama. Ada dua macam bentuk untuk menyatakan perbandingan ekuatif, yakni (1) pemakaian menggena + adjektiva + no dan (2) pemakaian morfem menggena + adjektiva + no + iepo. Lihat formula berikut: a. I menggena + adjektiva + no Contoh:
(144) Laikano menggena owoseno laikanggu 'rumahnya sebesar rumahku' (145) Bitarano menggena meitano lakuene. meita 'tinggi' 'Bicaranya setinggi langit.' (146) i Ani menggena inano tewalino. tewali 'cantik' 'Ani ibunya secantiknya' atau 'Ani secantik ibunya' motunggo 'nakal' (147) 01i i daoa Andunohu oki menggena motunggono o1i i daoa Mandonga. 'Harga di pasar Andunohu tidak semahal harga di pasar Mandonga.'
owose 'besar'
Tata Bahasa Tolaki
107
b.
I menggena +
adjektiva +-no+iepo
Contoh:
(148) Haino menggena meitwzo iepo kakano. 'Adik mi sama tingginya dengan kakaknya.'
(149) Gola soema Tolaki menggena bunano iepo gola seema Wuna. 'Gula madu Tolaki sama murahnya dengan gula madu Wuna (Muna).' (150) i Ali men ggena motakuno iepo inaku' 'Ali sama takutnya dengan saya.' Berdasarkan data di atas nampaknya, pada perbandingan ekuatif, baik formula (a) maupun formula (b) selalu didahului oleh bentuk afiks tetapi berperilaku bebas sebagaimana kata pada umumnya, yakni hentuk menggena 'Se-' atau 'sama', dan langsung diikuti oleh sufiks -no yang dilekatkan pada adjektiva di depannya.
5.4.3.2 Tingkat Perbandingan Komparatif Tingkat perbandingan komparatif menyatakan bahwa satu dari dua maujud yang dibandingkan itu lebih atau kurang dari yang lain. Tingkat itu dinyatakan dengan formula sebagai berikut nolia dahu kura
+ adjektiva + anooma
Berikut mi beberapa contohnya.
(151) Ali nolia pindarai anoomba i Badu. 'Ali lehih pandai daripada Badu.'
108
Bat' V Penentuan Kategori Kaza
(152) Nino motunggo dahu anoontha nggiroo. 'mi mahal lebih daripada itu.' 'mi lebih mahal daripada itu.' (153) Olino owoha niino nolia buna anoomba owoha nggiro. 'Harga beras mi lebih murah daripada beras jut.' (154) Laika niino kura owoseno anooma laika nggiro. 'Rumah mi kurang besar daripada rumah itu.' 5.4.3.3 Tingkat Perbandingan Superlatif Tingkat perbandingan superlatif menyatakan bahwa dari sekian hal yang dibandingkan satu melebihi yang lain. Tingkat itu dinyatakan dengan penggunaan bentuk pali 'paling' di muka adjektiva atau dengan formula: pali + adjektiva
Perhatikan contoh berikut.
(155) Weaku obahu pa/i meambo. 'Berikan haju yang paling besar.' (156) Ana ruo nggiroo hal pa/i momehe. 'Anak kembar itu adik yang paling cantik.' (157) Inggo pa/i mongare i laika niino. 'Kamu yang paling malas di rumah mi.' 5.4.4 Fungsi Adjektiva Adjektiva dapat berfungsi sebagai (P) dalam kalimat atau sebagai (Ket) pada frasa nominal. Pada contoh yang berikut ditemukan adjektiva yang herftingsi sebagai predikat. Tata Bahasa Tolaki
109
(158) iAli kadu mokoau me anano 'Ali sangat rindu pada anaknya.' (159) i Tuti mosaaneno lau-lau me walino. 'Tuti marah selalu pada suaminya.' atau 'Tuti selalu marah pada suaminya.' (160) Inolino ihawi okino motunggo. 'Yang dihelinya kemarin tidak mahal.' (161) Inamu mokoehe-eheno itoono nopinoaliwiako odoi. 'Ibumu gembira juga bila dikirimi uang' Pada frasa nominal, adjektiva mempunyai thngsi atrihutif. yakni menerangkan nomina yang di depannya. Contoh: (162) a. manu nwwila h. laika meambo c. kambo mohewu d. osu ineita
'ayam putih' 'rumah hagus' 'kampung kecil' 'gunung tinggi'
5.4.5 Frasa Adjektiva
Perbedaan antara adjektiva dan verba tidak terlalu jelas. Hal mi dapat dilihat dalam struktur frasanya pula. Seperti halnya dengan verba, adjektiva yang menyatakan keadaan dapat pula diterangkan oleh kata, seperti arito 'sudah', ano 'harus', maki 'makin', mbupuu 'sangat', pali 'paling'. Dengan demikian, kita dapati frasa adjektival seperti herikut: Contoh: (163) a. ariito tewali b. ano meitaqi c. ma/cl alusu d. meambo mbupuu e. pa/i momea f. lebi momami
110
'sudah cantik' 'harus tinggi' 'makin halus' 'baik sangat' atau 'sangat haik' 'paling merah' 'lebih manis'
Bab V Penentuan Kalegori Kaw
Selaras dengan frasa verbal, frasa adjektival di atas juga dapat dibuat ingkar dengan kata ingkar oki 'tidak' seperti terlihat pada contoh di bawah mi. (164) a. oki sabale-bole meita h. elengua old taalusu
'tidak harus tinggi' 'makin tidak halus'
Kedua contoh di atas berupa pewatas depan. dan contoh berikut herupa frasa adjektival yang memiliki pewatas belakang. (165) a. mosaaunea tohae b. roroma mbendua c. tooto keno pehaki nzbendua
mi
'marah lagi' 'gelap kembali' 'tidak akan sakit lagi'
5.4.6 Penurunan Kata dari Adjektiva Seperti juga halnya dengan kelas kata lain, adjektiva dapat pula hertindak sebagai dasar bagi kelas kata yang lain. Dari dasar adjektiva kita dapat memperoleh verba, nomina, dan adverbia.
5.4.6.1 Adjektiva sebagai Dasar Nomina Dari adjektiva dapat dibentuk nomina dengan beberapa cara, (1) dengan menamhahkan prefiks pomboko- dan (2) dengan cara menambahkan sufiks -no. Cara pertama, yaitu dengan memakai prefiks pomboko yang ditempatkan di muka adjektiva. Perhatikan contoh berikut. (166) a. mowila 'putih'
<--- pomboko mowila 'alat pemutih' b. monggelu 'bengkok' <--- pomboko monggelu 'pembengkok'
Cara yang kedua adalah dengan menambahkan sufiks -no pada adjektiva yang memiliki keanggotaan ganda kelas kata. Taw Bahasa Tolaki
111
(167) a. melewano b. owoseno C.
meitano
'lebarnya' 'besarnya' 'tingginya'
5.4.6.2 Adjektiva sebagai Dasar Verba Ada beberapa macam verba yang dibentuk dari adjektiva. Pada umumnya pembentukan itu dengan memakai afiks poko-i, mo-,
momboko-. Contoh: (168)
a. rapa 'rapat' b. lua 'Luas' c. tai 'biru' d. alusu 'halus'
---> ---> ---> --->
pokorapai molua motai mombokoalusu
'merapatkan' meluas 'membiru' 'menghaluskan'
5.4.6.3 Adjektiva sebagai Dasar Adverbia Pada umumnya adjektiva dapat dipakai sehgai dasar untuk membentuk frasa adverbial dengan menambahkan kata ronga 'dengan' di muka adjektiva atau dapat dilakukan dengan pengulangan adjektiva. Perhatikan contoh berikut. (169) a. inokoehe-ehe ---> le mosusua ronga inokoehe-ehe. 'Dia bernyanyi dengan gembira.' 'gembira'
b. mokea 'agak' ---> L.aikano mokea merambi i daoa. 'Rumahnya agak dekat ke pasar.
c. lau-lau 'selalu'
---> Arnano meohaki lau-lau 'Ayahnya selalu sakit.'
d. merare 'cepat' ---> Leundo mohina merae-rare. 'Datanglah besok secepatnya.'
112
Bab V Penentuan Kategori Kara
5.5 Adverbia 5.5.1 Batasan clan Ciri Para ahli tata bahasa banyak yang mengakui bahwa kategori kata yang disebut adverbia sulit ditentukan identitas atau kejatiannya. Menilik namanya kata itu berkorespondensi dengan verba, akan tetapi kenyataannya berkorespondensi juga dengan kategori kata lain, misalnya dengan adjektiva, bahkan sampai berkorespondensi dengan klausa. Jadi, adverbia hadir langsung dalam herbagai tataran lingual dan menjalankan peranannya dalam tataran itu. Itulah sebabnya, adverbia di satu pihak sering dikacaukan pula dengan adjektiva misalnya karena bentuknya. Sesuai dengan apa yang dipaparkan pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:223), yang dalam hal mi banyak kesamaan dasar dengan apa yang berada dalam bahasa Tolaki, adverbia dapat ditentukan sebagai kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif atau nomina yang menempati (P) dalam kalimat. Dalam kalimat (170) Inaku ehe merae-rare nthule 'Saya ingin lekaslekas pulang', kata merae-rare 'lekas-lekas' atau 'segera' adalah adverbia yang menerangkan verha mbule 'pulang'. Demikian pula dalam kalimat (171) Toono moke meita 'Orangnya agak tinggi', mokea 'agak' adalah adverbia yang menerangkan adjektiva meita 'tinggi'. Dalam kalimat (172) Amanggu patani kaa. 'Ayahku petani haya' atau 'Ayah saya hanya petani', kata kaa 'hanya' adalah adverbia yang menerangkan nomina predikatif patani 'petani' yang mengisi atau menempati ftingsi (P) itu. Adapun dalam kalimat (173) meamboipo uteeninggee hai,nu nggiroo 'Sehaiknya engkau beri tahu adikmu itu', meamboipo 'sebaiknya' adalah adverbia yang menerangkan kalimat perintah atau saran uteenggee haimu nggiroo 'beritahu adikmu itu'. Berdasarkan uraian di atas dapat dipastikan bahwa adverbia dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan kategori satuan lingual yang diadverbia-i atau diberi keterangan oleh adverbia. Setidaknya ada empat macam subkategori adverbia, yaitu (1) adverbia verbal, (2) adverhia adjektival, (3) adverbia nominal predikatif, dan (4) adverbia klausa.
Tara Bahasa Tolaki
113
Di samping berdasarkan kategori satuan lingual yang di-adverbia-i itu, penyubkategorian adverbia dapat pula dengan mempertimhangkan (i) hentuk; (ii) struktur sintaksis; (iii) maknanya. Ketiga pertimbangan itu langsung mengenai wujud dan perangai atau perilaku adverbia itu sendiri dan akan melintasi subkategori (1) s.d. (4). 5.5.2 Bentuk Adverbia Dengan mempertimhangkan hentuknya, adverbia dapat dihedakan satu sama lain berdasarkan banyaknya morfem yang memhentuknya. Dengan demikian, terdapat (a) adverhia yang monomorfemis (yang terdiri atas satu morfem). dan (h) adverbia yang polimorfemis (dua morfem atau lehih). Adverbia yang monomortemis meliputi hal herikut. ipo 'lebih'
:
meita ipo 'lebih tinggi', roroma ipo 'lebih gelap', alano ipo 'lebih dalam'; owose dahu 'sangat besar', mokokali dahu 'sangat pusing':
dahu 'sangat'
:
mokea 'agak'
: mokea momaka 'agak nakal', mokea molua 'agak luas', mokea momami 'agak manis';
ika 'hanya'
asobita ikaa 'hanya sedikit', inaku ikaa 'hanya saya', oruo i/caa 'hanya dua':
tokaa 'saja'
inggoo tokan 'kamu saja', poiso tokaa 'tidur saja';
mhupuu 'sangat' okino 'tidak'
: dadio mbupuu 'sangat banyak', mondea mhupuu 'sangat jauh', meambo mbupuu 'sangat enak': okino momahe 'tidak cantik' okino ehe 'tidak mau'.
Adverhia yang polimorfemis dibentuk melalui salah satu cara berikut mi. (a) dengan mengulang kata dasar, misalnya: 114
Bat' V Pene,uuan Kazegon Kaza
opu-opu 'habis-habisan'
: pinoponini opu-opu 'kecurian habishabisan', pinesawaako opu-opu 'dimarahi habis-habisan'.
(b) dengan mengulang sebagian bentuk dasar, misalnya:
merae-rare 'cepat-cepat'
: mera-merare mbule 'cepat-cepat pulang', mera-merare lako 'cepatcepat pergi';
mowawe-wawe 'pelan-pelan' : lako mowawe-wawe 'pergi pelanpelan', ,noburi mowawe-wawe 'menulis pelan-pelan'.
5.5.3 Struktur Sintaksis Adverbia
Dengan mempertimbangkan struktur sintaksisnya, adverbia dapat dibedakan satu sama lain herdasarkan letak strukturnya: letak kanan atau letak kiri terhadap kategori satuan lingual yang di-adverbia-i itu. Pembedaan itu dapat pula berdasarkan lingkup jangkauan strukturnya: apakah adverbia itu terbatas hanya di dalam frasa ataukah melampaui frasa dan menjangkau pula lingkup kalimat. Dari segi letak strukturnya dapat diamati perilaku adverbia bahasa Tolaki atas (a) senantiasa mengikuti kata yang diterangkan, clan (b) dapat mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan. Perhatikan contoh (174) s.d. (175): (174) a.
Pombahora nggiroo meambo nthupuu 'Kebun itu sangat indah.'
h. Indiono mehuri ika. Pekerj aannya hanya menulis.' c.
Nolaa mererehu meita ipo. 'La duduk lebih tinggi.'
Tara Bahasa Tolaki
115
(175)
a. ,newnbono nggo leu. 'Sebaiknya kamu datang.' b. Inggo meanthono leu. 'Kamu sebaiknya datang.' c. Inggo leu meambono. 'Kamu datang sebaiknya.'
5.5.4 Makna Adverbia Adapun dengan mempertimbangkan makna, dalam hal mi tentu makna relasionalnya, adverbia itu satu sama lain dapat dihedakan menurut kekhasan maknanya itu yang dibentuk sesuai dengan kategori satuan lingual yang di-adverbia-i sehingga ada adverbia pewatas, cara, dan yang lain. Adverbia pewatas adalah satuan frasa yang berkaitan dengan konsisten lain, yakni hubungan antara pewatas dan inti. Misalnya, pada frasa meambo mbupuu 'sangat baik', kata meambo 'baik' adalah inti dan mbupuu 'sangat' menjadi pewatasnya. Adverbia yang jangkauannya meliputi seluruh kalimat atau klausa tidak terikat pada batas frasa. Adverbiajenis mi biasanya dapat berpindah tempat di dalam kalimat, seperti pada contoh (175) di atas. Ada dua macam adverbia pewatas: pewatas adjektiva dan pewatas verba. Adverbia pewatas adjektiva tidak dapat berdiri sendiri sebagai satuan tunggal pembentuk kalimat. Pemunculannya selalu berkait dengan kekonsistenan intinya. Adverbia pewatas seperti mbupuu 'sangat' misalnya, memerlukan adjektiva seperti owose 'besar' sebagai intinya: owose mbupuu 'sangat besar'. Adverbia pewatas verba dapat merupakan satuan tunggal pembentuk kalimat, misalnya, sebagai jawaban singkat atas suatu pertanyaan. Adverbia pewatas adjektiva: (176) a. mokea momahe h. meita ipo 116
'agak cantik' 'lebih tinggi' Bab V Penenluan Kaxegori Kata
c. mosaa mbupuu d. opuru mbupuu
'sangat jelek' 'pendek sekali'
Adverbia pewatas verba:
(177) a. aiso 'hampir' sebagai jawab dari tanyaan, Leu ito pera? 'Apakah sudah datang? h. molaa 'jarang'sebagai jawab dari pertanyaan' Leu laulau pera7 'Apakah sering datang!' c.
notuleito sebagai jawab dari tanyaan, Ariito 'mungkin' pera indiono? 'Selesaikah pekerjaannya?'
Di samping adverhia pewatas, ada pula adverbia cara dengan dasar pemaknaannya adalah jenis tanyaan yang memunculkan adverbia yang hersangkutan di dalam suatu klausa. Tanyaan yang diawali dengan teembeto 'hagaimana' memungkinkan tampilnya adverbia cara. Dengan demikian, adverbia cara mengacu pada caranya suatu perhuatan dilakukan. Dalam hahasa Tolaki adverbia semacam itu pada umumnya dibentuk dengan mengulang kata dasar herupa adjektiva dan dapat diganti dengan kontruksi preposisional ano 'dengan' + adjektiva. Perhatikan contoh berikut mi.
(178) a. pinaho ano merare 'ditanam dengan cepat' h. inonggo ano mokora 'diikat dengan kuat' c. Nilanggu ano mokora 'dipukul dengan keras'
pinaho merae-rare 'ditanam cepat-cepat'
inonggo mokora-kora 'diikat kuat-kuat'
Nilanggu
inokora-kora
'dipukul keras-keras'
5.6 Kata Tugas 5.6.1 Batasan Ciri Ada kesan hahwa kata tugas hukanlah kata Ieksikal. Kesan tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa anti kata tugas hanya dapat ditentukan dalam kaitannya dengan kata lain dalam frasa clan tidak ditentukan oleh Tara Bahasa Tolaki
117
kata itu secara lepas. Demikianlah sehingga kata tugas dianggap hanya mempunyai arti gramatikal, tetapi tidak memiliki arti leksikal. Sebetulnya kata tugas, sebagaimana kategori kata yang lain, juga merupakan kata leksikal, memiliki makna leksikal. Hanya bedanya dengan kata leksikal yang lain, kata tugas tidak mengacu pada substansi sebagaimana diacu oleh nomina, verba, adjektiva, pronomina, dan numeralia, melainkan mengacu pada huhungan antarsubstansi. Rumusan yang menyatakan bahwa kata tugas adalah kata yang tugasnya sematamata memungkinkan kata-kata lain herperan dalam ha! kalimat (lihat Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 1988:230) tepat untuk menunjukkan fakta yang mengenai kata tugas itu. Karena wataknya yang demikian itu wajarlah apabila kata tugas tidak pernah menduduki fungsi (S). (P). atau (0) secara mandiri. Kata itu hanya dapat menduduki fungsi yang bersangkutan setelah tergahung dengan kata lain. Ada pula beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kata tugas tidak mengalami perubahan hentuk (Hockett, 1959:222). Pendapat yang sama dikemukakan pula dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:229). Sejalan dengan pendapat di atas, Parera (1980:1) menjelaskan hahwa secara mortologis calon kelas petugas (function words) mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk menjadi dasar, artinya kelas kata petugas tidak mungkin menjadi dasar untuk pembentukan sebuah hentuk baru. Dalam bahasa Tolaki pendapat di atas tidak sepenuhnya berlaku. Hal mi dapat dilihat pada bentuk-bentuk kata tugas rongga 'dan' 'dengan', yang berubah bentuk menjadi merongga 'bersama', dan meronggarongga 'bersama-sama'. Demikian pula kata tugas an 'dan', 'selesai'. yang beruhah bentuk menjadi arino 'selesainya', saanino 'setelah selesai', dan ari me 'dari pada'. Perhatikan contoh pemakaian kata tugas tersehut di bawah mi:
(178) Inano rongga amano kaduito rotekura. 'thu dan Bapaknya sangat sedih' (179) Inaku lako merongga i rue. 'Saya pergi dengan nenek.' 118
Bab V Penentuan Ka:egon Kala
(180) Ihiro mbeindia merongga-rongga ano satnwuruano. 'Mereka bekerja bersama-sama secara gotong royong.'
(18 1) i ma iopokaa nombule an daoa. 'Ibu baru pulang dari pasar.'
(182) Saarino nggiroo iepo kuponggikii mataoko..... 'Setelah selesai itu yang baru melihat matahani.....
(183) Arino laikanggu iepo, kupeekarii situru an me ineambo ariari pinatandunggu. 'Selesainya rumahku yang baru, saya menempatinya sesuai daripada waktu yang baik yang telah saya tentukan.' 5.6.2 Klasifikasi Kata Tugas
Berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dihagi menjadi enam subkategori, yaltu (1) preposisi, (2) konjungsi, (3) kata bantu predikat, (4) interjeksi, (5) artikula, dan (6) partikel. 5.6.2.1 Preposisi
Preposisi bersama kategori lain membentuk frasa preposisional. Kategori lain yang dimaksud ialah nomina, pronomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Preposisi I 'di' atau an 'dan' dapat membentuk frasa preposisional bersama dengan nomina sejenis daoa 'pasan' dan pronomina sejenis keni 'sini': i daoa 'di pasar', ari daoa 'dari pasar', i keni 'di sini', ari keni 'dari sini'. Preposisi rongga/merongga 'dengan, akan, bersama' dapat membentuk frasa preposisional bersama nomina sejenis guruno 'gurunya', pronomina inggo 'kamu', verba sejenis paepae 'main-main', adjektiva sejenis momami 'manis', dan dengan adverbia sejenis dadasi 'cepat': rongga guruno 'dengan gurunya', merongga inggo 'dengan kamu', merongga pae-pae 'dengan baik-baik', rongga momami 'dengan manis', dan rongga dadasi 'dengan cepat'.
Tata Bahasa Tolaki
119
Dipandang dari segi bentuk morfemisnya ada dua macam preposisi, yaitu yang monomorfemis dan yang polimorfemis. (a) Yang monomorfemis: adalah preposisi yang terdiri hanya atas satu morfem dan karena itu tidak dapat diperkecil lagi bentuknya. Berikut adalah contohnya.
i 'di', ke-, an me onggolnggo keno metaranibuno a rongga no ako teembe
'oleh 'dan' 'akan' 'akan', 'untuk' 'jika' 'mulai', 'sejak' 'supaya','agar' 'dan', 'dengan' 'oleh' 'dengan' 'supaya', agar'
(b) Yang polimorfemis: yaitu terdiri atas bentuk dasar dengan afiks, dengan pengulangan, maupun dengan gabungan hentuk dasar. Perhatikan contoh herikut.
arino (ari+no) saarino (an + sa-no) huwuakono (huwuako +no) merongga (me + rongga) merongga-rongga (me + rongga + R) hende-hendeika (hende + R + ika) hende-hendeno (hende + R + no) nggo-nggo (nggo + R) an-an (an + R) laa-laa (laa + R) mhia-mbia (mbia + R) hende-hende (hende + R) ari me (an 'dan' + me 'pada') iepo hae (iepo 'demikian' + hae 'pula') 120
'dan', 'selesai' 'setelah selesai' 'semuanya' 'bersama' 'hersama-sama' 'seperti juga' 'rupanya', agaknya' 'yang akan' 'daripada' 'yang sedang' 'jangan-jangan' 'seakan-akan' 'daripada' 'demikian pula' Bab V Penensuan Kategori Kaia
Frasa preposisional yang dibentuk dengan bermacam-macam preposisi itu dalam kalimat menjadi konstituen yang memiliki peran dan fungsi yang bersangkutan. Dengan demikian, preposisi sebenarnya merupakan pemarkah yang bersifat sintaksis. Perhatikan dua kalimat berikut mi.
(184) Niino masigipinotoro an me raea.
'mi mesjid dibangun oleh rakyat.' 'Mesjid mi dibangun oleh rakyat.' (185) i ma ie poka nombule an daoa. 'Ibu baru pulang dari pasan.' Preposisi ari me 'oleh', misalnya merupakan pemarkah agentif (pinotoro ari me raea) dan an 'di' merupakan pemankah lokatif (an
daoa). 5.6.2.2 Konjungsi Konjungsi yang umum disebut kata sambung atau kata penghubung mempunyai tugas menghubungkan dua satuan lingual. Satuan lingual yang dimaksud adalah klausa, frasa, dan kata. Jadi, konjungsi dapat menghubungkan antar satuan lingual sejems atau antara satuan lingual jenis yang satu dengan satuan lingual jenis yang lain. Berdasarkan perilaku sintaksis clan jenis satuan lingual yang dihubungkan, konjungsi dalam bahasa Tolaki dapat dibedakan atas empat macam, yaitu (1) konjungsi koordinatif, (2) konjungsi subordinatif, (3) konjungsi korelatif, clan (4) konjungsi antarkalimat. a. Konjungsi Koordinatif Konjungsi koordinatif ialah konjungsi yang menghubungkan dua unsur sintaksis yang memiliki status yang sama, baik unsur klausa, frasa, maupun kata. Dalam pada itu, konjungsi jenis mi selalu herada di antaraunsur yang dihubungkan.
Taw Bahasa Tolaki
121
I . ano 2. ronga 3. merongga 4. iepohai 5. lakono 6. laipohae 7. mano 8. manomberano 9. atawa
'clan ' 'dan' 'dengan' 'lalu' 'lalu' 'lagi' 'tetapi' 'akan tetapi' 'atau'
Konjungsi (1) s.d. (3) menandai hubungan penjumlahan, konjungsi (4) clan (5) menandai hubungan perturutan, konjungsi (6) menandai hubungan perlebihan, konjungsi (7) clan (8) menandai hubungan perlawanan, clan konjungsi (9) menandai hubungan pemilihan. Contoh: (186)
Ic alei poombia ano api-api. 'Dia ambil rokok dan korek.'
(187) le mooli duria ronga pinis. 'Dia membeli durian dan Iangsat.' (188) Ingoni oleo kuonggo mongga meronga i ama. '14ari mi saya akan makan dengan ayah.' (189) No lako leusu i Pohara iepohae no lako tuu i Kandari. 'Dia pergi dahulu ke Pohara, kemudian ia pergi terus ke Kendari.' (190) ,lrino mongga mowingi lakono lako i galu. 'Setelah ia makan malam lalu pergi ke sawah.'
122
(191)
i ,41i nthera mesida laipohae motau. 'Ali sangat rajin lagi pandai.'
(192)
Kiiko ro poohaki mario monggare. 'tidak mereka sakit tetapi malas' atau 'Mereka tidak sakit tetapi malas.'
Bab V Penentuan Karegori Kata
(193)
i Pue nggiroo kawasa manomberano te sopi-sopi. 'Nenek itu kaya akan tetapi kikir.'
(194)
i Badu atawa i Ali nggo lalako. 'Badu atau Ali akan yang pergi' atau 'Badu atau Ali yang akan pergi.'
b. Konjungsi Subordinatif Konjungsi suhordinatif ialah konjungsi yang menghuhungkan dua unsur sintaksis yang herupa klausa yang tidak memiliki status yang sama. Sesuai dengan tugasnya, konjungsi suhordinatif itu dapat dikelompokkan menjadi sembilan macam sebagai herikut (a) penanda hubungan waktu, di antaranya wakutu 'sewaktu', ariito 'sesudah', tohari 'sebelum': Contoh:
(195) le lako tohari mongga. 'Dia pergi sebelum makan.'
(196) i ma mate ariito sambahea. 'Ihu meninggal sesudah sembahyang.' (h) penanda hubungan sebab, di antaranya karana 'karena', teembe 'oleh karena'; Contoh:
(197) Ihiro nilanggu karana ro pomboponini. 'Mereka dipukul karena mereka mencuri.' (198) Mhera-mbera tinao rakonggu iamo poposalai teembe pombadoano kilala. 'Apa-apa yang dikatakan saya jangan disalahkan oleh karena pantangannya nujum.' atau 'Apa-apa yang saya katakan j angan disalahkan oleh karena pantangannya nujum.' (c) penanda huhungan keakibatan, di antaranya eito 'makanya' Tata Bahasa To/aki
123
Contoh: (199) le oki noehe mepakuli eito ano peohaki. la tidak mau berobat, makanya dia sakit.' (d) penanda hubungan syarat, di antaranya keno 'kalau'; (200) Haa-haano keno pondambu ovvii. 'Perlahan-lahan kalau menimba air.' (e) penanda hubungan tujuan, di antaranya mbiha-mbiha 'kalau-kalau'; Contoh: (20 1) No poax o pau mbiluz-mbiha anotudu o usa. la membawa payung kalau-kalau turun hujan.'
(0 penanda hubungan car a, di antaranya ako 'dengan'; Contoh: (202) Nggiroo anadalo lumolako ako kaeno. 'itu anak kecil berjalan dengan tangannya.' atau'anak kecil itu berjalan dengan tangan.' (g) penanda hubungan kegunaan, di antaranya nggo 'untuk'; (203) Pombahora ipue pinelingaasi nggo pinombahoako o gandu. 'Kebun nenek dibersihkan untuk ditanami jagung.' (h) penanda hubungan pengharapan, di antaranya ano 'agar' atau 'supaya'; Contoh: (204) Ic mepokondau ano pindara. 'Dia belajar supaya pintar.' (i) penanda hubungan pengandaian, di antaranya kenohendeakono 'umpamanya' atau 'sekiranya'; Contoh: 124
Bab V Penentuan Kategori Kata
(205) Hakino keika ari-ari kenohendeakono ano merare mepakuli. 'Penyakitnya bisa sembuh seandainya cepat berobat.' Dalam kaitan dengan penggunaan konjungsi, ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, pada umumnya klausa yang didahului oleb konjungsi dapat berdiri di tengah atau depan kalimat. Karena itu, jika klausa anak itu berada di tengah kalimat, tentu saja tulisan konjungsinya memakai huruf kecil seperti pada contoh di atas. Kedua, jika (S)klausa anak sama dengan (S) kalimat induknya, (S) klausa anak itu dapat dihilangkan. Perhatikan contoh nomor (195), (196), (204), dan (205) di atas. Pada (195) misalnya, kata ie 'dia' telah dihilangkan sesudah konjungsi tohari 'sebelum', karena (S) klausa anak sama dengan (S) klausa induknya. Demikian pula pada kalimat (196), (204), dan (205) (S) klausa anak sama dengan (S) klausa induk. d. Konjungsi Korelatif Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang terdiri atas dua hagian yang dipisahkan oleh salab satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Ada dua macam tugas yang dimiliki oleh konjungsi korelatif itu, yaitu tugas menandai hubungan perlawanan dan tugas menadai hubungan pertingkatan. Contoh (206), (207), dan (208) merupakan bukti penggunaan masing-masing (yang dicetak tebal adalah konjungsi korelatifnya).
(206) Okino ie kaa inaku ituonggu etai. 'Tidak hanya dia tetapi saya juga ikut.' (207) Teteembe norusu mano inokora. 'Meskipun kurus tetapi kuat.' (208) Anadalo nggiroo elengua owose elengua tewali. 'Anak itu makin besar semakin cantik.' d. Konjungsi Antarkalimat Sesual dengan namanya konjungsi mi bertugas menghubungkan kalimat yang sam dengan kalimat Iainnya. Karena itu, konjungsi macam Tara Bahasa Tolaki
125
mi selalu memulai suatu kalimat yang baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital. Berikut adalah contohnya. 1. teteembe nggiroo 2. mano 3. ari nggiroo 4. suere nggiroo 5. ieto nggiroo 6. tewoli teno 7. Pnaalawa 8. nosahari nggiroo Berikut
'meskipun demikian' 'akan tetapi' 'sesudah itu' 'selain itu' 'oleh karena itu' 'sebaliknya' 'hahkan' 'sebelum itu'
mi adalah contoh pemakaiannya beberapa konjungsi di atas.
(209) a. Inggami tumolai pongonino. Inggami oki kimusui. 'Kami menolak permintaannya. 'Kami tidak memusuhinya.' h. Inggami tumolai pongonino. Teteembe nggiroo inggami oki kimusui. 'Kami menolak permintaannya. Meskipun demikian kami tidak memusuhinya.' (2 10) a. Ari akuto meorike. Ic tumolai. 'Sudah saya memangginya.' 'Dia menolak.' h. Ari akuto meorike. Mano ie tumolai. Sudah saya memanggilnya. Akan tetapi dia menolak.' (2 11) a. I Ali lako I laikano kaakano. i Ali lako i daoa. 'Ali pergi ke rumah kakaknya. 'Ali pergi ke pasar.' b. i Ali lako i laikano kaakano. AH nggiroo i Ali lako i daoa. 'Ali ke rumah kakaknya. Sesudah itu Ali pergi ke pasar.' (212) a. i Ali roono patani Ic itoono pabalu. 'Ali seorang petani.' 'Diajuga seorang pedagang.' h. i Ali toono parani. Suere nggiroo ie itoono pabalu. 'Ali seorang petani. Selain itu dia juga seorang pedagang.'
126
flab V Penentuan Kaegori Kata
(213) a. i Ali ilawa pinoponini. le hendeino medagai mbupuu. 'Ali hanipir kecurian.' Dia sekarang sangat berhati-hati.' b. i Ali ilawu pinoponini, Jew nggiroo ie hendeino medagai
mbupuu. 'Ali hampir kecurian. OIeh karena itu dia sekarang sangat berhati-hati.'
(214) a. i Tuti pewiso ana pindara. Haino pewowi. 'Tuti termasuk anak pintar.' Adiknya bodoh.'
b. i Tuti pewiso ana pindara. Tewaliteno haino pewowi. 'Tuti termasuk anak pintar. Sebaliknya adiknya bodoh.'
(215) a. Paponini oki nopolasu. le inalawa. 'Pencuri itu tidak Ian.' 'Dia melawan.'
b. Paponini oki nopolasu. Maolaha ie malawa. 'Pencuri itu tidak Ian. Bahkan dia melawan.'
(216) a. i Yusu toono tua ngguru. le toono patani. 'Yusuf seorang tuan guru.' 'Dia seorang petani.' b. i Yusu toono tua ngguru. Notahori nggiroo ie toono
patani. 'Yusuf seorang guru. Sebelum itu dia seorang petani.' Berdasarkan contoh di atas, jelaslah bahwa konjungsi antarkalimat menghubungkan dua kalimat yang utuh. Karena kedua kalimat itu terpisah, (S) pada kalimat kedua tetap dipertahankan meskipun (S)-nya sama dengan kalimat sebelumnya. Dengati demikian, dalazn bahasa Tolaki kalimat nomor (209) misalnya, tidak dapat diubah menjadi Inggami tumolai pongonino teteembe oki kimusui. 'Kami menolak lainarannya, meskipun demikian tidak memusuhinya.' Dapat pula ditegaskan bahwa berdasarkan data di atas konjungsi antarkalimat itu tidak hanya terdiri atas sam kata, apalagi sam bentuk dasar (kata monomorfemis). Dalam pada itu, konjungsi jenis itu cenderung memanfaatkan kategori pronomma (nggiroo). Dapat ditegaskan, keterkaitannya secara semantis dengan kalimat di depannya justru dimungkinkan berkat adanya pronomina yang menjadi unsur penting bagi konjungsi antarkalimat itu. Tara Bahasa Tolaki
127
5.6.2.3 Kata Bantu Predikat Kata hantu predikat adalah subkategori kata tugas yang terikat pada verba pengisi predikat (P) dalam hal letak strukturalnya. Kata jenis mi dapat menunjukkan sikap pembicara terhadap peristiwa atau kejadian yang diungkapkan, dapat menunjukkan segi keberlangsungan tindakan atau peristiwa yang diungkapkan (sudah, belum, atau sedang berlangsung), dan dapat juga menunjukkan keberulangan suatu tindakan atau peristiwa. Berdasarkan uraian di atas, kata bantu (P) dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu (1) modalitas, (2) aspek, dan (3) pengungkapan keseringan. (1) Jenis modalitas terkait dengan sikap pengharusan atau pemastian dan persetujuan, seperti yang tampak pada kata sabalebole 'harus', paralu 'perlu'. musua 'dapat'. pomhadoa 'pantang', misalnya: sahalehole leu 'harus datang', paralu hitara 'perlu hicara', mosuo moiso 'dapat tidur', pombadoa mongga 'pantang makan'. (2) Jenis aspek terkait dengan kesempurnaan berlangsungnya tindakan atau peristiwa yang helum, sudah, dan sedang terjadi, yang tampak pada kata seperti okinohori 'belum', an 'sudah', laa 'sedang', misalnya dalam: okonohorikawi 'helum kawin', laa mongga 'sedang makan' (3) Jenis pengungkapan keseringan, terkait dengan terulangnya tindakan atau peristiwa, baik secara terus-menerus maupun tidak, dan tampak pada kata seperti ehe 'selalu', mold 'jarang', misalnya: ehe mosaaune 'sering marah', nwlaa leu 'jarang datang'.
5.6.2.4 Lnterjeksi Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati penuturnya. Dengan demikian, interjeksi memiliki muatan kadar rasa yang tinggi sehingga bersifat efektif.
128
Bab V Penernuan Kalegori Kata
Berbagai perasaan ditandai oleh interjeksi itu dalam bahasa Tolaki, di antaranya (1) ba menandai perasaan senang, (2) 00 ombu menandai perasaan menyesal dan berdoa kepada Tuhan, (3) e, ehee, mbeako menadai perasaan heran (4) a menandai perasaan ketakutan, (5) ah menandai perasaan jengkel dan tidak setuju, (6) maa menandai perasaan jengkel dan setuju, (7) deela menandai perasaan kasihan, (9) se menandai perasaan geram, (10) hia, leu menandai perasaan mengajak kepada sesuatu, (11) hu, menandai perasaanjengkel dan kesal, (12) ha, menadai perasaan untuk mengingatkan, (13) ha menandai perasaan menyabarkan, (14) puu-puu, menandai perasaan takut atau kagum. Di bawah penggunaanya.
mi hanya akan dikemukakan beberapa contoh
(217) Ba!, leuito i ma inoawokona 0 pundi. 'Ya, datanglah ibu membawa pisang untukku.'
(218) 0 omba, wnbongi i kona dosanggu' 'Ya Tuhan, ampunhlah dosaku.'
(219) Ehee, mbakoi au ta lako ingoni. 'Wah, mengapa engkau tidak pergi tadi.' (220) Deela, kaduito nggiroo anadalo nonilanggu. 'Kasihan, anak kecil itu sudah cukup dipukul.'
(221) Puu, owose ehaeto Wodo nggiroo laika. 'Wah, besar sekali itu rumah.'
5.6.2.5 Artikula Artikula atau yang umum disebut kata sandang, adalah kata yang secara struktural terletak mendahului kata berkategori nomina, khususnya nomina nama din. Tampaknya artikula dalam bahasa Tolaki hanya terbatas pada hentuk
I 'Si' saja, dan ml pun tidak lagi dirasakan sebagai artikula karena hentuk tersebut tidak dapat dipisahkan dari nomina nama din, misalnya i Au 'Si Au' i Thai 'si Tuti' dan seterusnya. Tata Bahasa Tolaki
129
5.6.2.6 Partikel Ada dua partikel dalam bahasa Tolaki, yang pertama merupakan satuan lingual yang secara bentuk menyerupai afiks, tetapi perilakunya bebas sebagaimana kata pada umumnya; kedua, bersifat klitika karena selalu dilekatkan pada kata yang mendahuluinya yang kedua sangat terbatas jumlahnya. Yang pertama ditandai dengan penggunaan hentuk pera 'kah' dan membentuk kalimat tanya, sedangkan yang kedua ditandal dengan penggunaan hentuk -ndo atau -to 'lah' dan membentuk kalimat perintah. Contoh:
(222) Obeka pera nggiroo? (223) Arikoto pera mehaho? (224) Leundo mohina i keni! (225) Waweito opade niino!
'Kucingkah itu?' 'Sudah engkaukah mandi'?' atau 'Sudah mandikah engkatr'?' 'Datanglah besok ke sini!' 'Bawalah parang mi'
Selain itu dalam hahasa Tolaki dijumpai pula golongan partikel preposisi penanda kecaraan atau modalitas istilah (Moeliono, 1976:106), seperti yang telah dikemukakan dalam buku Kata Tugas dalam hahasa Tolaki (Muthalib, et. al.:l01-111), antara lain sebagai berikut: I. Oho, le 'Ya'; 2. kioki 'tidak' atau 'hukan' dengan variasinya kioki mbupuu 'sungguh tidak', kioki wodo 'sungguh tidak', kidei waindo 'sungguh tidak', kioki tonde clan kioki pera 'apakah tidak'; 3. tambuoki 'tidak ada' dengan variasinya mbuoki 'tidak ada', tambuoto 'sudah tidak ada'; 4. poopo 'helum' dengan variasinya popo nohari 'helum pernah'; 5. tooto 'sudah tidak' dengan variasinya tootopo 'sudah tidak lagi'. Kelima preposisi penanda kecaraan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Partikel oho, Je 'Ya' digunakan untuk menjawab tanyaan, perintah, atau permintaan, misalnya: 130
Bab V Penenruan Kategori Kata
(226) (227)
Obeka pera nggiroo9 Oho atau le 'Ya' 'kucingkah itu?' Menai pera amamu mew moako i Bio) Oho 'Ya' 'Benarkah ayahmu bernama si Bio?'
(2) Partikel kioki 'tidak' dengan segala variasinya menyatakan keingkaran. Perhatikan contoh berikut: (228)
i Bio kioki mondehori lako mesuere wonua. 'Si Bio tidak helum pernah pergi lain kampung' atau 'Bio tidak pernah pergi merantau.'
(229)
Kioko inbupuu kuparasaeai nggiroo toono. 'Tidak sungguh saya percaya itu orang' atau 'Sungguh tidak saya percaya orang itu.'
(3) Partikel tambuoki 'tidak ada', poopo 'belum', tooto 'sudah tidak', juga menyatakan keingkaran. Perhatikan contoh-contoh berikut: (230)
Indio nggiroo twnbuoki otuano. 'Pekerjaan itu tidak ada gunanya.'
(23 1)
I Kandoro Sama twnbuoto pogawaino. 'Di Kantor Camat tidak ada pegawainya.' atau 'Di Kantor Camat sudah tidak ada pegawainya.'
(232)
Nggiroo toono poopo no ehe merapu. 'Itu orang belum ia mau kawain.' atau 'Orang itu belum mau kawin.'
(224)
i Ama poopo nohari ndelako mesuere wonua. 'Ayah belum pernah pergi merantau.'
Tara Bahasa Tolaki
131
BAB VI KALIMAT 6.1 Pengantar Dalam bab terdahulu telah dipaparkan pengertian kalimat dan berbagai unsur pembentuknya. Unsur pembentukan kalimat yang dimaksud adalah meliputi "hagian", baik bagian inti maupun hagian hukan inti; konstituen, baik konstituen pusat maupun konstituen pendamping. Kategori, fungsi, dan peran sintaksis pun berbagai pengertiannya telah pula dipaparkan. Demikian pula kalimat tunggal dan kalimat majemuk telah disinggung dalam kaitannya dengan bentuk kalimat bahasa Tolaki. Dalam Bab VI mi akan dibahas secara khusus tentang kalimat tunggal dan kalimat majemuk bahasa Tolaki karena pembahasan sehelumnya harulah hersifat pengertian dasar, belum sampai kepada pengenalan wujud. Khusus perian atau deskripsi lengkap kalimat tunggal menurut konstituen sintaksisnya seharusnya pembahasanya berkisar pada triaspek sintaksis (kategori, fungsi, dan peran), tetapi untuk kategoti telah dihahas pada Bab V atau Bah " Penentuan Kategori Kata" sehingga pada bab mi pembahasan hanya terfokus pada kalimat tunggal menurut fungsi dan peran sintaksisnya.
132
Dab ViKalimar
6.2 Kalimat Tunggal 6.2.1 Kalimat Tunggal Menurut Fungsi Sintaksisnya Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu, unsur kalimat tunggal terdiri atas kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa hagian hukan inti. Dalam kaitan dengan fungsi sintaksis, paling tidak terdapat lima istilah yang dapat digunakan untuk menyebut salah satu aspek konstituen kalimat. Istilah tersebut adalah predikat (P), subjek (S), objek (0), pelengkap (P1), clan keterangan (Ket). Hal mi berarti bahwa dalam hahasa Tolaki dapat dijumpai setidaknya ada lima jenis fungsi sintaksisnya. 6.2.1.1. Fungsi Predikat dan Subjek Kalimat tunggal yang terdiri atas dua konstituen, jika dilihat dan aspek fungsi sintaksisnya, selalu berupa (P) dan (S) ; dan dalam susunan kalimat tunggal bahasa Tolaki yang biasa, (S) itu berada di depan (P); jadi, (S) letak kiri terhadap pusatnya. Perhatikan kalimat (I) herikut. (1) Haino lumako 'Adiknya herjalan .' Kalimat tersehut terdiri atas dus konstituen, yaitu lumako dalam hal
mi herkategori verha, dan haino yang herkategori nomina. Verha tersebut merupakan konstituen pusat yang secara dominan menduduki fungsi (P). Hal mi berarti lumako itu pun menduduki fungsi (P). Konstituen haino berfungsi (S) yang penentuannya didasarkan atas dua alasan. Pertama, konstituen itu juga letak kiri terhadap (P) lumako. Kedua, seperti juga dalam bahasa Indonesia, fungsi (S) tidak dapat dipertanyakan pengisinya atau tidak dimungkinkan diisi kategori pronomina interogatis atau kata ganti tanya, mae 'siapa'. Mengingat konstituen haino dalam kalimat (1) di atas memenuhi kedua alasan itu, dapat ditentukan bahwa konstituen haino adalah (S). Bentuk kalimat (la) tidak herterima dalam bahasa Tolaki. (la) mae leu? 'Siapa datang'!'
Tata Bahasa Tolaki
133
Memang kalimat (1) di atas dapat diubah yang konstituen haino-nya dengan pronomina interogatif mae 'siapa' menjadi kalimat (lb) berikut yang memiliki variasi (ic) berikutnya. (lb) mae laa leu? (Ic) Laa leu mae?
'Siapa yang datang?' 'Yang datang siapa'!'
Namun konstituen mae 'siapa' dalam kalimat (lb) atau (ic) itu bukanlah fungsi (S), melainkan pengisi (P); dan yang mengisi fungsi (S) justru konstituen laa leu 'yang datang'. Pengenalan ftzngsi (S) dengan èara di atas berlaku pula bagi kalimat yang herkonstituen lehih dari dua. Dalam kalimat (2) berikut, misalnya, yang terdiri atas tiga konstituen, yakni ma 'ibu', mbule 'pulang', dan an daoa 'dari pasar', konstituen ma adalah pengisi (S) karena konstituen itu (I) letak kiri terhadap verba mbule dan (ii) tidak dapat diganti dengan pronomina interogatif mae 'siapa' (lihat halaman 2a). (2) ma mbule ari daoa. (2a) * mae mbule ari daoa'!
'Ibu pulang dari pasar.' 'Siapa pulang dari pasar'?'
6.2.1.2 Fungsi Objek Selain disertai pendamping (S) yang letak kin, (P) yang selalu merupakan konstituen pusat itu dimungkinkan pula masih didampingi konstituen lain yang berada di sebelah kanannya. Salah satu konstituen lain yang letak kanan (P) itu adalah (0). Dikatakan salah satu karena memang masih ada satu konstituen lagi yang letak kanan (P), yaitu konstituen (P1) atau komplemen. Untuk konstituen (PI), uraiannya dapat dilihat dalam subbab benikutnya. Fungsi (0) dapat dikenal kejatiannya lewat dua cara, yaitu (1) dengan melihat jenis (P)-nya, dan (ii) dengan memperhatikan ciri khas (0) itu sendiri. Jenis (P) yang memunculkan fungsi (0) adalah (P) yang berwatak aktif transitif. Fungsi (P) yang berwatak demikian itu memiliki imbangan hentuk pasif -in-, dan dapat dijadikan bentuk impereatif. Secara kategorial, (P) yang berwatak aktif transitif dapat diisi oleh verha 134
Bab VIKatimar
dasar tertentu dan verba berimbuhan mo-i, mo-ako, -um-, dan mo-. Dalam pada itu, ciri khas fiingsi (0) adalah pengisinya yang berupa peran tertentu dapat mengisi fungsi (S) dalam kalimat pasif. Perhatikan kalimat (3) berikut.
(3) ma mobaho hai.
'Ibu memandikan adik.'
Konstituen yang terdiri atas nomina hai 'adik' dalain kalimat (3) itu adalah (0). Fungsi (0) dalam kalimat itu muncul karena pengisi fungsi (P)nya ialah mohaho 'memandikan', herkejatian aktif transitif herafiks mo-. Kalau ftingsi (0) itu tidak hadir, kalimatnya dipandang tidak utuh (lihat kalimat 3a). Selanjutnya, fungsi konstituen hai itu adalah (0) karena dalam kalimat pasif (3h) konstituen itu menjadi (S). (3a) *Ina mohaho. (3h) i Hai nihaho i ma
'Ibu memandikan.' 'Adik dimandikan ibu.'
6.2.1.3 Fungsi Pelengkap Ada kemiripan antara objek dan pelengkap karena di samping keduanya berwujud nomina, juga keduanya sering menduduki tempat yang sama yakni letak kanan (P). Perbedaannya hanya terletak pada aspek fungsi: (0) dapat mengisi fungsi (S) dalam kalimat pasif, sedangkan (p1) tidak mungkin menjadi (S) dalam kalimat pasif karena (P)-nya justru sudah pasif, dan (S)-nya pun sudah ada. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(4) Ama nopoolikee obahu hainggu.
'Ayah membelikan haju adik saya.'
Kalimat (4) itu terdiri atas empat konstituen, yaitu (i) Ama 'Ayah', (ii) nopoolikee 'membelikan', (iii) obabu 'baju', dan (iv) hainggu, 'adikku'. Konstituen pusatnya atau (P)rnya adalah nopoolikee, pendamping yang letak kin, yaitu Ama dapat diindentifikasi sebagai (S) karena tidak dapat berupa pronomina interogatif seperti kalimat berikut.
Tata Bahasa Tolaki
135
(4a) *Jnae nioollkee babu hainggu? Siapa membeli baju alik saya?' Adapun pendamping yang letak kanan jenis pertama adalah hahu 'baju'. Konstituen mi tidak dapat dipindahkan ke sebelah kiri clan bila hal itu terjadi menjadi kalimat yang tidak berterima, misalnya:
(4b) *Ama ohabu nopoolikee hainggu. 'Ayah baju membeli adik saya.' meskipun dimungkinkan dapat dipindahkan Iebih ke kanan lagi menjadi berada di sebelah kanan hainggu 'adik saya', misalnya:
(4c) i Ama nopoolikee hainggu obabu. Ayah membelikan adik saya baju.' Konstituen hahu 'haju' tidak dapat mengisi fungsi (S) hentuk pasifnya. Perhatikan kalimat yang tidak berterima di bawah mi. (4d) *Bahuno pinoaliako i ama hainggu. 'Bajunya dibelikan ayah adik saya.' atau
(4e) *Bthuno pinooliako hainggu i ama. 'Bajunya dibelikan adik saya oleh ayah.' Yang dapat mengisi fungsi (S) bentuk pasif adalah hainggu 'adik saya' sehingga terciptalah kalimat berikut.
(4t) Hainggu pinoaliako obabu i ama. 'Adik saya dibelikan baju oleh ayah.' Dengan demikian, obahu dapat dijatikan sebagai pengisi (P 1), sedangkan hainggu sehagai pengisi fungsi (0). Contoh (4) di atas menunjukkan bahwa (P1) berada bersama-sama dengan (0). Ada pula (P1) yang tidak bersama-sama dengan (0). Contohnya konstituen saluaro 'celana' dalam kalimat (5) yang berikut.
(5) i Ali mombokasia saluaro. 'Ali kehilangan celana.'
136
Dab l'7 Kalimat
Di bawah mi diberikan beberapa contoh lagi. Yang dicetak tebal adalah pengisi (P1).
(6) Inggami ehe lumango. 'Kami suka berenang.' (7) i Tuti hende inano. 'Tuti menyerupai ibunya.' (8) Inaruono nggiroo meeusa babu. 'Kedua anak itu lalu bertukar baju.' Pada kalimat (9) herikut (P1) yang ada berjumlah dua tanpa (0). Yaitu (i) doi 'uang' dan (ii) ke inaku 'kepada saya'.
(9) le mosaru odoi ke inaku. 'Dia meminjam uang kepada saya.' Kalimat (9) itu tidak memiliki bentuk pasif imbangannya. Bentuk (9a) dan (9h) herikut tidak berterima dalam bahasa Tolaki.
(9a) *Odoi sinaru ie ke inaku. Tang dipinjam dia kepada saya.' (9h) *ke inaku sinaru odoi ie. 'Kepada saya dipinjam uang dia.' Perhatikan pula tiga kalimat berikut
mi.
(10) i Tuti metawaringgee balu-haluno ke inaku. 'Tuti menawarkan dagangannya kepada saya.' (11) i ma masinga odandi ke i ama. 'Ibu menagih janji kepada bapak.' (12) i Ali kohala doi me banggonano. 'Ali berhutang uang kepada temannya.'
Tata Bahasa Tolaki
137
6.2.1.4 Fungsi Keterangan Fungsi (S), (P), (0), clan (P1) adalah empat unsur inti yang merupakan fungsi sintaksis bahasa Tolaki yang bersifat wajib dan kehadirannya hergantung pada watak pengisi (P)-nya. Di samping itu, dijumpai pula ftingsi yang hadir secara tidak wajib dan tidak bergantung kepada ftingsi (P). Fungsi tersebut hanya memberikan keterangan tambahan kepada unsur inti. Fungsi sintaksis jenis mi disebut keterangan (Ket). Perhatikan kal imat-kalimat berikut.
(13) i Ali nwseu hahuno. 'Ali menjahit hajunya.' (14) 1 Ali nwseu bahuno I daoa. 'Ali menjahit hajunya di pasar.' (15) i Ali moseu hahuno ronga oseu. 'Ali menjahit hajunya dengan jarum.' (16) 1 All moseu hahuno ihawi. 'Ali menjahit hajunya kemarin.' Kalimat (13) terdiri atas tiga macam unsur inti, yakni I All (S), moseu 'menjahit' (P), dan babuno 'hajunya' (0). Tanpa tambahan apa pun kalimat itu telah herterima dan telah mengandung makna utuh. Unsur seperti i daoa 'di pasar' (14), rongga oseu 'dengan jarum' (15), clan ihawi 'kemarin' (16) adalah keterangan yang sifatnya manasuka, tetapi memberikan makna tambahan kepada kalimat (13). Wujud keterangan itu hermacam-macam, ada yang berupa nomina tunggal seperti ihawi 'kemarin', ada yang berupa nomina berpreposisi seperti i daoa 'di pasar', atau bentuk-bentuk lain seperti oleo ingoni 'han In' Makna suatu keterangan ditentukan oleh perpaduan makna di antara unsurnya masing-masing. Dengan demikian, keterangan I daoa mengandung makna tempat, ronga oseu mengandung makna alat, dan ihawi menyatakan waktu. Berdasarkan penjelasan di atas, secara 138
flab Vt Kalimaz
ketatabahasaan jumlah jenis keterangan dalam bahasa Tolaki meliputi (i) keterangan tempat, misalnya I hunggu 'di belakang' (ii) keterangan alat, misalnya ronga asira 'dengan sabit', (iii) keterangan waktu, misalnya ihawi 'kemarin', (iv) keterangan tujuan, misalnya nggo inaku 'untuk saya', (v) keterangan penyerta, misalnya hainggu 'dengan adik saya', dan (vi) keterangan cara, misalnya ronga merae-rare 'dengan cepat-cepat'. Sebagaimana halnya (P1) dapat hadir secara ganda, Ket. pun dapat hadir secara ganda sehingga memungkinkan dalam satu kalimat tunggal bahasa Tolaki terdapat lebih dari sebuah (Ket). Contoh:
(17) i Yusu i hawi megolu i Unaiiaa. 'Yusuf kemarin bermain bola di Unahaa.' (18) Ingoni nggiroo paponini ronga merare molasu. 'Tadi dengan cepat pencuri itu menghilang\lari.' Dalam kalimat (17) fungsi yang diisi oleh ihawi 'kemarin' dan i Unahaa 'di Unaha' masing-masing adalah (Ket). Dalam kalimat (18) fungsi yang diisi oleh ingoni 'tadi' clan ronga merare 'dengan cepat' masing-masing adalab (Ket). Salah satu ciri menonjol fungsi (Ket) dalam hal perilaku strukturalnya adalah kebebasan letaknya. Fungsi (Ket) memiliki kebebasan letak dibandingkan dengan (PI), terlebih lebih bila hadir secara ganda dalam sam kalimat. Hal mi bergantung pada jenis pengisinya, sebagaimana tampak dari kalimat berikut yang merupakan vaniasi dari kalimat sebelumnya.
(19) Ronga oseu, i Ali moseu babuno. 'Dengan jarum, Ali menjahit bajunya.' (20) Ihawi, i Ali moseu babuno. 'Kemanin, All menjahit bajunya.' (2 1) i Yusu inoinbepae-pae megolu i Unaha thawi. 'Yusuf bermain bola di Unaha kemanin.'
Tara Bahasa Tolaki
139
(22) Ingoni nggiroo paponini molasu ronga merare. 'Tadi pencuri itu menghilang dengan cepat.' 6.2.1.5 Penataan dan Pola Struktur Kalimat Tunggal
Seperti juga bahasa Indonesia, serta bahasa-bahasa lainnya pada umumnya di Indonesia, bahasa Tolaki termasuk bahasa yang hertipe VO. Ciri itu mengisyaratkan bahwa dalam penataan dan pola strukturnya, kalimat hahasa Tolaki mengikuti kaidah V di depan 0. Demikian pula penataan letak (P1) juga ditempatkan di belakang V. Satu-satunya ftngsi yang letak kiri terhadap V hanyalah (S). Hal mi berarti bahwa pola dasar struktur kalimat bahasa Tolaki adalah (S) letak kiri terhadap V dan 0 serta (P1) letak kanan terhadap V. Bila terjadi (S) letak kanan terhadap V. struktur semacam itu hanyalah variasi, dengan memfungsikan jeda (II) untuk memisahkan V dengan (S). Jadi, bukan merupakan pola dasar. Bandingkan kalimat berikut.
(23)
Murni mombokombosaaruaku buku woohu. 'Murni meminjami saya buku haru.'
(23a)
Mombokombosaaruaku buku woohu II Murni. 'Meminjami saya buku baru II Murni.'
(24)
Paponini nirako i daoa. Pencuri tertangkap di pasar.'
(24a) Mirako i daoa II paponini. 'Tertangkap di pasar II pencuri.' 6.2.1.6 Jenis Kalimat Tunggal Menurut Struktur Fungsionalnya
Seperti telah disinggung terdahulu, kalimat tunggal dapat terdiri atas konstituen inti dan bukan inti. Hal mi berarti kalimat tunggal ada yang hanya berkonstituen inti semua dan ada yang berkonstituen inti dan bukan inti.
140
Bab Vt Kalimat
Menurut struktur fungsionalnya, kalimat tunggal yang hanya berkonstituen inti dapat dibedakan atas empat jenis yang dapat dilihat dalam uraian berikut mi. a. Kalimat Tunggal Berstruktur (S-P) Pola kalimat tunggal yang berstruktur (S-P) merupakan pola kalimat tunggal bahasa Tolaki yang paling dasar. Kehadiran fungsi (S) dalam struktur mi tidak diisyaratkan oleh (P), tetapi demi kelengkapan atau bentukan suatu kaliznat. Menurut bentuknya, pengisi fungsi (P) dalam struktur mi dapat berupa nomina (kalimat 25), verba (kalimat 26), adjektiva (kalimat 27), dan frasa preposisional (kalimat 28). Perhatikan contoh kalimat berikut In'. (25) i Ama patani. S P Ayah petani.' (26) LALi LQ. S P A11 pergi.' (27) Laikano owose. S P 'Rumahnya hesar.'
(28) Lad i potnbahora. S P 'Tuti di kebun.' Kalimat tunggal seperti di alas dapat pula memiliki struktur variasi (P-S), seperti contoh berikut. (29) PS 'Pergi dia' Tara Bahasa Tolaki
141
(30) Moiso PS 'Tidur mereka.'
b. Kalimat Tunggal Berstruktur (S-P-O) Dalam kalimat tunggal berstruktur (S-P-O), pengisi kategori fungsi (P) selalu verba ekatransitif berafiks mo (N)- dan -ngge. Kehadiran fungsi (0) dalam struktur itu justru karena dituntut oleh watak (P) itu. Struktur itu memiliki variasi (P-O-S) dan dapat dipasitkan. Dalain bentuk pasif, struktur (S-P-O) heriihah menjadi (S-P-K). Dari segi semantisnya, semua verha ekatransitif memiliki makna dasar perbuatan. Bandingkan kalimat-kalimat herikut mi. (31)
o Ule morako ana manu. P S 0 'Ular menangkap anak ayam.'
(31a) Ana many nirako oule. S P K 'Anak ayam ditangkap ular.' (32)
a Sama nggo peekanj.ee olino o pae. S P 0 'Camat akan menaikkan harga padi.'
(32a) Nggo veekangge olino pa e o sama. P 0 S 'Akan menaikkan harga padi camat.' (32h) Olino pae nggo peekake o Sama. K K S 'Harga padi akan dinaikkan oleh camat.' Dalam kalimat aktif yang berverba ekatransitif dengan struktur (SP-0) seperti kalimat (31) dan (32) terdiri atas inti semua, tetapi dapat pula dikembangkan dengan menambahkan unsur bukan inti seperti keterangan tempat, waktu, dan alat. Perhatikan contoh berikut. 142
Bab VI Kalima:
(33) Ro mombepate osaoo i hawi. P Ket.w S 0 'Dia membunuh ular kemarin.' (34) Ro nwmbepate pjgQ jjç.a P 0 Ket.t S 'Dia membunuh ular di sana.' (35)
fQ mombebate osao ronga owatu. p 0 Ket.a S 'Dia memhunuh ular dengan batu.'
c. Kalimat Tunggal Berstruktur (S-P-P1-0) Kalimat tunggal berstruktur (S-P-P 1-0) terjadi karena pengisi (P)nya herupa verha dwitransitif, yaitu verba yang menghubungkan tiga maujud, dan dalam kalimat afiks, maujud itu masing-masing merupakan (S), (0), dan (P1). Verba semacam mi dimarkahi oleh afiks mo-ke yang hermakna 'henefaktit" clan mo(N)- yang bermakna 'lokatit". Kehadiran fungsi (P1) dan (0) di dalam struktur mi tidak lain karena dituntut oleh watak dwitransitif (P) itu. Kalimat tunggal jenis mi memiliki struktur variasi (S-P-0-P1) dan (P-P1-0-S) atau (P-0-PI-S). Kalimat tunggaljenis itu pun dapat dipasitkan. Dalam hentuk pasif itu strukturnya berubah menjadi (S-P-P1-K). Perhatikanlah kalimat herikut, yang berparafrase satu sama lain. (36)
i Ida mololahake peindioano haino. P P1 S 0 'Ida mencarikan pekerjaan adiknya.'
(36a) i Ida mololahake haino peindioano. P P1 S 0 'Ida mencarikan adiknya pekerjaan.'
(36b) Mololahake yeindioano haino II ilda. P Pi 0 S 'Mencarikan pekerjaan adiknya // Ida. Tara Bahasa Tolaki
143
(36c) Mololahake haino peindioano i Ida. P 0 P1 S 'Mencarikan adiknya pekerjaan oleh Ida.' (36d) Haino pinololahaako veindioano LJ.. S P P1 Ket. 'Adiknya dicarikan pekerjaan oleh Ida.' (37)
Kakamu mombowehi babu wuohu i inbue. S P P1 0 'Kakakmu memberi haju baru nenek.'
(37a) Kakaniu inombowehi i mbue o baby wuohu. p S o P1 'Kakakmu memberi nenek haju haru.' (37b) Moinbowehi baby wuohu i mbue II kakamu. P 13 1 0 S 'Memberi baju baru nenek II kakakmu.' (37c) Mombowehi i mbue babu wuohu II kakamu. P1 P 0 S 'Memberi nenek haju haru II kakakmu.' (37d) i Mbue pinowehi baby wuOhu kakamu. p Pi Ket. S 'Nenek diberi haju barn oleh kakakmu.' d. Kalimat Tunggal Berstruktur (S.-P-P1) Fungsi (P) yang berwatak semitransitif melahirkan kalimat tunggai berstruktur (S-P-P 1). Fungsi (P) itu bersifat waj ib hadir karena tuntutan watak (P). Fungsi (P1) itu selalu letak kanan (P). Oleh karena itu, struktur itu hanya memiliki variasi (P-P1-S). Perhatikan contoh berikut. (38)
144
Bitolo ngiroo peihiako ioi mowila. P1 P S 'Botol itu berisi air putih.' Dab Vi Kalimar
(39)
i Ling ehe peelca me supeda i sikola.
p Pi s Tina selalu naik sepeda ke sekolah.'
Kalimat (38) dan (39) masing-masing terdiri atas tiga konstituen. Kalimat (38) terdiri atas konstituen bitolo nggiroo 'botol itu' yang mengisi fungsi (S), peihiako 'berisi' mengisi fungsi (P), dan iwoi mowila 'air putih' mengisi fttngsi (P1). Kalimat (39) terdiri atas konstituen i Lina sebagai pengisi fungsi (S), peeka 'naik' sebagai pengisi fungsi (P), dan sepeda 'sepeda' pengisi (P1). Konstituen iwoi inowlla 'air putih' dan sepeda 'sepeda' ditentukan sebagai pengisi (P1) karena watak (P)-nya yakni peihiako 'berisi' dan peeka 'naik' berjenis semitransitif, yakni dengan ciri tidak dapat dipasifkan. Jadi, ciri semitransitif apabila unsur Yang letak kanan (P) tidak dapat dijadikan (S) dalam kalimat. Dengan demikian, kalimat (38a) dan (39a) di bawah mi tidak berterima. (38a) *Jj mowila pineihiako bitolo nggiroo. 'Air putih diisi oleh botol itu.' (39a) *Supeda ehe pineelari i Lina i sikola. 'Sepeda selalu dinaiki Lina ke sekolah.' Kalimat (38) clan (39) di atas memiliki variasi sebagai berikut. (38b) Peihiako iwoi mowila bitolo nggiroo. P1 P S 'Berisi air putih botol itu.' (39b) Ehe peeka suveda i Lina I sikola. 'Selalu naik sepeda Lina ke sekolah.' 6.2.2 Kalimat Tunggal Menurut Peran Sintaksisnya Seperti telah dipaparkan terdahulu, konstituen pusat sesuatu kalimat, termasuk di dalamnya kalimat bahasa Tolaki secara fungsional terjadi (P) dan sekaligus berperan aktif dan pasif. Dalam hubungan dengan konstituen pusat yang berkategori verba mombowehi 'memberi' (i Au Tata Bahasa Tolaki
145
mombowehi i Herlina o bunga 'Ali memberi Herlina bunga'), prefiks mo(N,)- pada powehi (yang meluluhkan konsonan awal bentuk dasar powehi 'ben') merupakan pemarkah peran aktif. Sementara itu -in-, pada pinowehi 'diberi' merupakan pemarkah peran pasif. Baik yang berperan aktif maupun yang berperan pasif keduanya disertai oleh konstituen pendamping. Dalam hal mi, I All mombowehi i Herlina o hunga konstituen pendampingnya agentif dan objektif + P1; dan dalain hal mi i Herlina pinowehi Ali o bunga 'Herlina diberi Au bunga' atau 'Herlina diberi bunga oleh Au' konstituen pendampingnya objektif dan agentif + P1. Dengan demikian, terbentuklab struktur peran sintaksis (1) (S) agentif -- (P) aktif --(0) objektif + P1 untuk kalimat i Ali mombowehi i Herlina o bunga dan (2) (S) objektif -- (P) pasif -- (P1) agentif untuk i Herlina pinowehi Ali o bunga. Ternyata konstituen pusat kalimat bahasa Tolaki tidak hanya aktif dan pasif saja, dan pemarkahnya pun tidak hanya mo(A)- dan -in- saja, tetapi masih ada peran-peran lain dan pemarkah yang lain. Sementara itu, peran yang bersangkutan pun akan membentuk struktur peran sintaksis yang hermacam-macam pula akibat adanya peran pendamping yang herheda-beda. Uraian di bawah mi akan mempenlihatkan berbagai peran sintaksis kalimat tunggal, baik peran aktif, peran pasif maupun peran lain yang mengenai konstituen pusat, termasuk peran yang mengenai konstituen pendamping. 6.2.2.1 Peran Aktif
Seperti juga bahasa-bahasa lain, dalam bahasa Tolaki pun peran aktif secara fungsional ditandai dengan sifat (S) yang agentif. Kecuali prefiks mo(Nl- dalam mombowehi 'memberi' misalnya, bukanlah satu-satunya pemarkah untuk mengenali kejatian peran aktif karena setiap aktif harus selalu dimarkahi dengan prefik mo(N)-, kadang-kadang prefik mo(N)tidak diperlukan. Dalam kalimat ama nopoli kona o babu 'Ayah membelikan sayabaju', konstituen nopoli 'membeli' tidak dimarkahi oleh 146
Dab VI )Wmat
pretik rno(N)-. Meskipun demikian, konstituen itu adalah aktif. Dalam kalimat Ingoni i yusu rumarnbinii i Hami 'Tadi Yusuf mendekati Hamid', konstituen pusat rurnarnbinii 'mendekati' berperan aktif dengan pemarkahan yang berupa -urn- dan sufiks -i. Dalam kalimat ma rnbule an daoa. 'Ibu pulang dari pasar', konstituen pusat rnbule 'pulang' herperan aktif tanpa dimarkahi oleh afiks apa pun. Fakta di atas menunjukkan bahwa harus ada pembahasan lebih lanjut sejumlah atiks yang dapat menunjukkan peran aktif itu. Untuk itu, sajian sajian herikut mi akan diberikan senarai konstituen pusat herkategori verha yang menurut sitatnya herperan akatif dalan kalimat tunggal.
mondene (mo(N)- + dene) (40) Ro mondene o watu mera-merare. 'Dia mengangkat batu cepat-cepat,' tesalo (te + salo) (41) 1 woi nggiroo tesalo. 'Air itu mengalir.' pewanggu (Dasar) (42) i Ahrna pewanggu. 'Ahmad hangun.' mesarita (me + santa) (43) Opue mesarita 'Nenek herberita.' noleu (no + leu) (44) Je noleu 'Dia datang.' lumako (-urn- + lako) Twa Bahasa Tolaki
147
(45) Haino lumako. 'Adiknya berjalan.' mombakondau (mombako + ndau)
(46) i ma laa mombakondau moseu. 'Ibu sedang membelajarkan menjahit pada anaknya.'
leuni (leuri + -t) (47) i Yusu leuni i Hami 'Yusuf mendatangi Hamid.' mepokondau (mepo + kondau) (48) o Hai laa naepokondau. 'Adik sedang belajar.' umalei (-urn- -i + ale) (49) Amano umalei anano. 'Ayahnya mengambil anaknya.' rnokowalii (moko-i + wait) (50) Ihiro mokowalii aku. 'Mereka menemui saya.' modagai (mo-i + daga) (5 1) le modagai o wembe 'Dia memelihara kambing.'
nopoolikee (nopo-kee + oh) (52) i Ama nopoolikee hainggu o babu. 'Ayah membelikan adik saya baju.'
148
Bab VJKalimai
Senarai di atas memperlihatkan hahwa bentuk verb a konstituen pusat herperan aktif, secara morfemis bermacam-macam, ada yang berupa verba polimorfemis clan ada pula yang monomorfemis atau yang herbentuk dasar.
6.2.2.2 Peran Pasif Embangan peran aktif ialah peran pasit', dan peran pasif pun herperan konstituen pusat pula. Kalimat yang konstituen pusatnya pasif pada umumnya dipandang berparafrase dengan kalimat yang konstituen pusatnya aktif. Artinya, yang pasif dapat diaktitkan, demikian pula sebaiknya tanpa mengubah informasi kalimatnya. Kita kembali mengingat konstituen pusat mombowehi 'memberi' dalam kalimat, i All mombowehi i Herlina bunga. 'Ali memberi Herlina bunga' adalah kalimat tunggal yang berperan aktif, dan menjadi pinowehi 'diheri' sehagai konstituen pusat pada kalimat, i Herlina pinowehi Ali o hunga 'Herlina diheri Ali hunga' yang dapat disebut berperan pasit'. Kedua kalimat tersehut inthrmasinya sama, yaitu sama-sama menyatakan peristiwa, yaitu "seseorang yang bernama Ali melakukan tindakan memberi kepada seseorang yang bernama Herlina'.
Dalam hal i Herlina pinowehi I Ali o hunga dimungkinkan konstituen I All herhentuk ari iena I All. Jadi, di samping ada I Herlina pinowehi I All 'Herlina diberi Au', tentu ada i Herlinapinowehi, ari me I All 'Herlina diheri oleh Au'. Adanya bentuk -in- pada pinowehi serta adanya ari me 'oleh' pada ari me i All memberi ciri bahwa konstituen yang mengisi (P), yaitu pusat benar-benar herperan pasif. Morfem afiks -in- sehagai ciri pasit' hukanlah ciri morfem satusatunya. Masih ada ciri morfem lain dalam bahasa Tolaki untuk peran pasif. Berikut diberikan daftar morfem yang menjadi ciri pasif yang dimaksud sekaligus dengan contoh pemakaiannya dalam kalimat (yang dicetak tebal adalah konstituen pusat yang herperan pasif).
Tara Bahasa Tolaki
149
(a)
-in- pinelingasi (53) Rembu pombahorano pinelingasi omora nggiroo. 'Rumput kebunnya dibersihkan perempuan itu.'
(b)
te-- tetutu (54) Raino tetutu wuuno. 'Mukanya tertutup rambutnya.'
(c)
-in— a - tinarirnaa (55) Pongonino notinarirnaa ronga o Ombu. 'Permintaannya dikabulkan oleh Tuhan.'
(d)
no-i - nokonai (56) Kareno nokonai o watu. 'Kakinya terkena batu.'
(e)
te-i - tehunggai (57) Bahuno tehunggai 'Bajunya terhuka.'
(t)
-urn—i - rurnabui (58) Iwahi orembu nggiroo ariito inggo rurnarnbui. 'Kemarin rumput itu sudah kamu cabut.'
(g)
-urn- hurnolahai (59) Anano ariito inaku hurnolahai. 'Anaknya sudah saya can.'
6.2.2.3 Peran Resiprokal atau Pasivoaktif Baik peran aktif maupun peran pasif yang dimiliki oleh konstituen pusat berkaitan dengan tindakan, khususnya yang kadar keaktifan dan kepasifannya tinggi. Kedua peran itii dibedakan satu sama lain herdasarkan asal clan arah tindakan. Yang aktif berasal dan (S) ke arah lain yang bukan (S), misalnya ke (0); yang pasifberasal dari yang hukan (S), misalnya (Ket.) ke arah (S). Contoh yang dikemukakan pada pasalpasal di atas menunjukkan hal itu. 150
Bab Vi Kalima:
Di samping peran aktif dan peran pasif, konstituen pusat herperan lain pula antara lain pula peran yang menyatakan ketimbal-balikan tindakan atau kesalingan, yang biasa disebut dengan peran resiprokal atau pasivoaktif. Peran mi dilakukan dengan saling berbalasan. Kedua helah pihak terlihat perbuatan. Beberapa pemarkah untuk peran resiprokal atau pasivoaktif dapat dilihat dalam uraian berikut. a. me + calon verha yang mempunyai sifat resiprokal, misalnya ineesehe 'herkelahi' (60) Oruo anandalo mohewu nggiroo meesehe. 'Dua anak kecil itu berkelahi.' b. si + dasar, misalnya sitobo 'bertikam' (61) Toono nggiroo sitobo. 'Orang itu bertikam.' c. me + R, misalnya mekai-kai 'herpegangan' (62) Meowalio nggiroo mekai-kai nggae. 'Suami istri itu herpegangan (tangan).' d. la + me + dasar, misalnya ía neteo1u 'saling menunggu' (63) Otolu toono nggiroo laa meteeolu. 'Ketiga orang itu saling menunggu.' e. mombeka + Rp + ako, misalnya momi,ekatu-tulungiako 'bertongtongan' (64) Ihiro mombekatu-tulungiako. 'Mereka hertolong-tolongan.' f. mombeka + dasar + ako, misalnya mombekalangguako 'Saling memukul' (65) Inaanoro meohai nggiroo mombekaiangguako. 'Dua bersaudara itu saling memukul.'
Taw Bahasa Tolaki
151
6.2.2.4 Peran Reflektif Peran retlektif biasa disebut dengan tindakan pulang diri karena memang dicirikan oleh salah satu peran konstituen pusat yang menyatakan tindakan yang mengenai atau dimanfaatkan atau dinikmati oleh yang bertindak sendiri. Jadi, tindakan itu adalah tindakan yang pulang kembali ke dirinya sendiri. Perhatikan contoh herikut, yang konstituen pusatnya herupa (V) yang bentuk dasarnya iso 'tidur'.
(66) Omere nggiroo laa moiso. 'Perempuan itu sedang tidur.' (67) Omere nggiroo rnokomboisoai kaino. 'Perempuan itu menidurkan adiknya.' Dengan iso 'tidur' tindakan yang berasal dan (S) dalam hal mi yang diisi oleh omore nggiroo 'perempuan itu' dinikmati oleh (S) sendiri: dengan mokomhoisoai 'menidurkan' tindakan yang herasal dan (S) yakni yang diisi pula oleh omere nggiroo diarahkan ke (0) (yang diisi oleh haino). Dengan demikian, dapat ditentukan hahwa moiso herperan refleksif, sedangkan mokomboiso herperan aktif. Seandainya pada mokomboiso dengan morfem moko- merupakan ciri peran aktif (dengan imbangan pinokomboiso 'dimandikan' yang berperan pasif) morfem atiks mo- pada moiso, hukan merupakan ciri atau pemarkah retlektif. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa peran reflektif tidak dapat dimarkahi oleh afiks pemeran aktif yang dicari imbangannya dengan afiks pemeran pasif. Dalam hahasa Tolaki bentuk refleksif heratiks me- atau mo-, dan me-ako dan nomina, verha atau kelas kata lain berpadu dengan afiks itu. Perhatikan contoh herikut refleksit).
mi (yang dicetak tebal adalah hentuk
(68) i ma mehiako. 'Ina bersembunyi.'
152
Bab W Kalima:
(69) i Thti mepaeasa. 'Tuti bercermin.' (70) Inaku nzegondi ingoni oleo. 'Saya bercukur hari mi.' (7 1) Kowe-kowe mepuoi i wam ato. 'Burung-burung berjemur di atas atap.'
(72) Waipode tewalii nggiroo memode 'Gadis-gadis itu berhias.' (73) i Pardi meuku-uku meokahanu. 'Pardi menunduk malu-malu.' (74) i Ama laa menao-nao. 'Ayah sedang beristirahat.' (75) i Odi mererehu moombi. 'Odi duduk merokok.' Bentuk refleksif yang tidak berafiks jarang dijumpai dalam bahasa Tolaki, dan dalam data hanya terdapat pada sambahea 'sembahyang'. Contoh:
(76) Ana mesida nggiroo sambahea. 'Anak rajin itu bersembahyang.' Di samping bentuk refleksif berafiks me- atau mo- seperti yang dikemukakan di atas, dijumpai pula adanya kalimat yang unsur pusatnya reflektif dengan afiks me- atau mo- dan berobjek din. Contoh:
(77) Paponini nggiroo molasu dowo. 'Pencuri itu melarikan din.' (78) Kiniku nggiroo monduturu dawo. 'Kerbau itu membarmgkan din.' (79) 1 Ama laa menao-nao dowo. 'Ayah sedang mengistirahatkan din.'
Tara Bahasa Tolaki
153
6.2.2.5 Peran Konstituen Pendamping Nampaknya peran konstituen pusat pun memiliki peran pendaniping sebagaimana unsur pusat atau konstituen pusat yang juga memiliki konstituen pendamping. Peran pendamping bagi aktif selalu berupa agentif. Jika peran aktif yang bersangkutan memiliki pendamping inti lebih dari satu, peran pendamping kedua adalah objektif. Perhatikan kalimat (80) dan (81) berikut.
(80) Peteiwzo kohori-horia. 'Penjaganya berteriak-teriak.' (8 1) Peteiano norarai aku. 'Penjaganya meneriaki saya.' Pada kalimat (80) itu konstituen pusat kohori-horia 'berteriak-teriak' yang berperan aktif memiliki pendamping satu-satunya, yaitu peteiano 'penjaganya'. Pendainping itu berperan agentif. Dalani kalimat (81) konstituen pendamping pertama yaitu peteiano 'penjaganya' berperan agentif, sedangkan pendamping kedua yaitu aku 'aku' atau 'saya' berperan objektif. Apabila dalain kalimat yang berperan aktif pada konstituen pusatnya itu pendamping yang berperan objektif hanya merupakan pendamping kedua, kalimat berperan pasif pendamping yang sama justru menjadi pendamping pertama. Dalani hal mi, dapat dipastikan bahwa di dalam konstituen pusat yang hanya memiliki satu pendamping, pendamping yang bersangkutan cenderung berperan objektif. Dalam uraian berikut mi akan dikemukakan senarai sebutan peranperan pendainping yang berada dalam kalimat sebagai konstituen inti bersama dengan konstituen pusat, disertai contoh dalam kalimat (yang dicetak tebal merupakan peran pendamping).
(a) Agentif: (82) Toono modagai potnbahora. 'Orangnya menjaga kebun.' 154
Bab Vi Kalimat
(83) Pombahorano nidagai toono. 'Kebunnya dijaga orang.' (h) Objektif: (84) Toono modagai pombahora. 'Orangnya menjaga kebun.' (85) Pombahorano nidagai toono. 'Kebunnya dijaga orang.' (c) Reseptif: (86) Inaku nopoweaku i ma habu woohu. 'Aku diberi ibu baju baru.' (87) i ma noweaku inaku babu wuohu. 'Ibu memberi saya baju haru.' (88) i ma noweaku habu woohu kei naku. 'Ihu memberikan haju baru kepada saya.' (d) Faktor: (89) Wuuno notutuikee raino. 'Rambut mukanya menutupi muka.' (90) Raino notutuike wuno. 'Mukanya tertutup rambut.' (e) Benefaktif: (91) 1 Ama moolikee anaelu o babu. 'Ayah inembelikan anak yatim baju.' (92) Anaelu pinooliako o babu amanggu. 'Anak yatim dibetikan baju ayah saya.' (t) Target: (93) Anano mesida molakoakio sambahea. 'Anaknya rajin menjalankan sembahyang.'
Taw Bahasa Tolalci
155
(94) Kaakano Ida meapolaha peindioa. 'Kakaknya sedang mencari pekerjaan.' (95) Inaku oki kutulei leu teposuaa. 'Saya tidak bisa menghadiri pertemuan.' (96) Teposuao,no oki kutulei leu. 'Pertemuannya tidak dapat saya hadiri.' (g) Lokatif: (97) Bang gonano moia I Kasilampe. 'Teman saya tinggal di Kasilampe.
(98) Laikwzo nototomui puu nggaluku. 'Rumahnya dikelilingi pohon kelapa.' (h) Kompanional: (99) i Ama iepo noteposua ronga 1 ma. 'Ayah haru hertemu dengan ibu.' (100) i Ali lako hae ronga i hadu. Ali pergi lagi dengan Badu.' (i) Instrumental: (101) i Tail mebahoako kouko. 'Tati mandi keringat.' (102) Ana dalo nggiroo mekale-kaleako o gata. 'Anak kecil itu bergelang karet.' Di samping data di atas, ada pula peran pendamping lain yang tidak hersifat inti. Peran pendamping semacam itu biasanya mengisi fungsi (Ket.) yang hiasa disebut peran temporal dan metodikal. Contoh (003) dan (104) berikut masing-masing berupa peran temporal dan metodikal.
U)
156
Temporal: (103) Inipua imbue leu i keni. 'Kemarin dulu nenek datang ke sini.' Bab VI Kalima:
(k) Metodikal: (104) Anano meindio ronga mesida. 'Anaknya bekerja dengan rajin.' 6.3 Kalimat Majemuk 6.3.1 Pengenalan Kalimat Majemuk Sepintas telah dipaparkan pada bab terdahulu bahwa kalimat majemuk unsurnya terdiri atas dua klausa atau lebih, seperti kalimat (105) dan (106) berikut.
(105) le umakuii hae ie rumarondoi I Tuti. 'la mengakui bahwa ia cinta pada Tuti.' (106) Ic bukai lamarino, moalo asalawa o babu, ano pakei. 'Ia membuka lemarinya, mengambil sehelai baju, dan memakainya.' Kalimat (105) terdiri atas dua klausa, yaitu (a) Ic umakui 'dia mengakui' dan (b) Ic rumorondoi I Tuti 'ia cinta pada Tuti', klausa (106) terdiri atas tiga klausa yaitu (a) ie bukai lamarino 'dia membuka Iemarinya', (b) moalo asalawa o babu' mengambil sehelai baju', dan (c) pakei 'memakainya'. Hal yang penting untuk diketahui adalah ihwal penentuan kalimat mejemuk. Suatu bentuk kalmat ditentukan sebagai kelompok majemuk kalau kalimat itu dapat dipilah menjadi dua klausa tanpa mengubah informasi atau pesan kalimat yang bersangkutan.
(107) le gumondii supedano ano iepewiso i toko. 'la mengunci sepedanya lalu Ia masuk ke toko.' (108) i Badu ano i Tono mosaru o doi asosowu keinaku. 'Badu dan Tono meminjam uang seribu rupiah kepada saya.' Kalimat (107) dapat dipilah menjadi dua klausa tanpa ada perubahan intormasi, yaitu klausa ie gumondii supedano 'ia mengunci sepedanya', dan ie pewiso i toko' ia masuk ke toko', sedangkan kalimat (108) bila Tara Bahwa Tolaki
157
dipilah menjadi i badu mosaru o doi asosowu rupia keinaku ' Badu meminjam uang seribu rupiah kepada saya', dan i Ali rnosaru o doi asoso'.wA rupia keincicu 'all meminjam uang seribu rupiah kepada saya' maka informasinya menjadi lain. karena itu kalimat (107) adalah kalimat majemuk, sedangkan kalimat (108) hukan kalimat majemuk. Dalam pembentukan kalimat majemuk, ada yang menggunakan konjungsi dan ada pula tidak menggunakan konjungsi. Contoh:
(109) Kaaica mombole o kasu, keino inonahu i ambolu, ronga i ma moseu o babu. 'kakak memotong kayu, adik memasak di dapur, dan ihu menjahit baju. (110) le bukai lamarino, moalo asolawa o babu wuhou. 'Ia membuka Iemarinya, mengambil sehelai bàju haru.' (I 11) i Ali teposua ronga banggona menggauno, ronga ano sikopu. 'Ali bertemu dengan teman lamanya, dan mereka berpelukan.
(112) Jnggoo mebaho i keni, monggaa i keni, moiso i keni. 'Kamu mandi di sini, makan di sini, tidur di sini.' Keempat kalimat di atas memhuktikan hahwa kalimat (109) dan (I 11) masing-masing kalimat majemuk yang dibentuk dengan konjungsi ronga 'dan' , sedangkan kalimat (110) dan (112) termasuk kalimat majemuk yang dibentuk tanpa mengunakan konjungsi, kecuali hanya dengh menderetkan klausanya. Bentuk klausa yang dihubungkan tidak selalu lengkap. Bila terdapat konstituen yang sama dalam dua klausa, salah satunya cenderung dilesapkan. Perhatikan kalimat berikut:
(113) Inaku rumorondoko, mano kioki nodadi kupunaiko. Saya mencintai kamu, tetapi tidak dapat memiliki.' (114) Patani nggiroo membeoliako purondawa, haepewiso i toko. 'petani 1W menjual sayur, lalu masuk ke dalam toko'.
158
Bab V7 Kalirnat
Dalam klausa kedua pada kalimat (113) terjadi pelesapan konstituen inaku 'saya' dan -ko (klitik) '-mu atau kamu'. Dalam klausa kedua pada kalimat (114) terjadi pelesapan patani nggiro 'petani itu'. jadi kalau dikembalikan kepada bentuk kalimat yang secara logis lengkap, kalimat (113) dan (114) secara ketatabahasan berterima menjadi sebagai berikut: (1 13a) Inaku rumondoko, mano inaku kioki nodadi kupunaiko. 'Saya mencintaimu, tetapi saya tidak dapat memilikimu.' (114a) Patani nggiroo mombeoliako purondano, haepatani nggiroo pewiso i toko. 'Petani itu menjual sayurannya, lalu petani itu masuk ke toko.' Di samping terjadi pelesapan pada konstituen yang sama dapat pula terjadi salah satu konstituen yang sama itu diganti dengan satuan lain. Contoh: (115) i Ali noteeni, Ic kioki nodadi kumolupei i Sri. 'Ali mmengatakan, dia tidak dapat melupakan Sri.' (116) 1 Ali kukii mauru, karana ie kioki nileuri sarapuno. 'Ali kelihatan murung, karena ia tidak didatangi kekasihnya.' Pronomina persona ie 'dia', baik pada kalimat (115) maupun pada kalimat (116) menggantikan i All 'Au'. Kalimat majemuk dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kedua kalimat mejemuk tersebut akan dijelaskan dalam bab mi. 6.3.2 Kalimat Majemuk Setara 6.3.2.1 Ciri Sintaksis Kalimat Majemuk Setara Ciri sintaksis kalimat majemuk setara adalah sebagai berikut. (a) Klausa-klausa dalam kalimat majemuk setara mempunyai kedudukan yang sama. Jadi kedua klausanya merupakan klausa utama. Hal mi Twa Bahasa Tolaki
159
berarti klausa yang satu tidak merupakan bagian dari klausa lainnya. Kedudukan klausa semacam itu dapat digambarkan sebagai herikut. Kalimat Majemuk Setara
Klausa Utama
I
I Klausa Utara I
Perhatikan diagram kalimat majemuk (117) Wotoluno morusu ronga raino nwmite. 'Badannya kurus clan mukanya sangat pucat.'
Setara Klausa1 Utama
I
konjungsi
Klausa1 Utara
Wotoluno morusu ronggi] L ai n(' momite mukan r 'Badannya kurus [_dan ~ a sangat pucat'
(h) Klausa yang dihuhungkan oleh kongjungsi setara atau koordinator herurutan tetap. Urutan yang tetap itu mengakibatkan bahwa klausa yang diawali oleh koordinãtor tidak dapat dipindahkan letaknya mendahului klausa yang tidak berkoordinator. Perhatikan kalimat herikut:
(118) Toono nggiroo marasai, ronga momanggu. 'orang itu miskin dan sangat mala.' (119) ihiro hae mepokondau, ano ihiro mesarita. 'mereka sedang belajar, atau mereka bercerita.' Jika klausa yang berkoordinator ronga 'dan' pada (118) dan klausa yang berkoordinator ano 'atau' pada (119) diletakan pada awal kalimat, akan menghasilkan kalimat yang tidak herterima. Hal tersebut dapat dilihat dalam kalimat (1 18a) dan (1 19a) berikut mi:
160
Bab VI Kalimar
(1 18a) *Ronga momanggu, toono nggiroo marasai. 'Dan sangat malas, orang itu miskin.' (119a) *Ano ikiro mesarita, ihiro hae mepokondau. 'Atau mereka bercerita, mereka sedang belajar.'
6.3.2.2 Ciri Semantis Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara memiliki ciri semantis sebagai berikut. (a) Tingkat pesan yang dinyatakan oleh klausa yang satu tidak Iehih tinggi dari klausa Iainnya. Perhatikan kalimat berikut:
(120) i Ano toonono mondulo, ronga ehe mondulungi toono masusa. 'Ani orangnya jujur, dan juga suka menolong orang yang kesusahan.'
(121) i Amina ehe mesarita, mano haino kioki noehei. 'Amina suka bercerita, tetapi adiknya tidak suka. Koordinator ronga 'dan' atau 'dan juga' pada kalimat (120) menghubungkan dua kalimat klausa yang menyatakan hubungan penambahan pemberlebihan. Dalam hubungan itu, walaupun klausa kedua mempunyai fungsi untuk melebihkan, tidak berarti makna klausa pertama lebih rendah danipada klausa kedua. Koordinatir inano 'tetapi' dalam kalimat (12 1) menghubungkan dua klausa yang menyatakan hubungan perlawanan. Dalam hubungan mi, makna klausa pertama dan klausa kedua mempunyai derajat yang sama. (b) Dalam kalimat majemuk setara koordinator pada umumnya menandai hubungan makna antara klausa yang dihubungkan. Namun, kadang-kadang hubungan makna ditentukan oleh makna klausa yang dihubungkan. Perhatikan kalimat berikut.
Tata Bahasa Tolaki
161
mo
i ama mondapa peindioka mowai tawaro, ronga mowai kanda manu. 'Hari mi ayah mendapat pekerjaan membuat sagu, dan membuat kandang ayam.'
(122) Oleo
(123) 0 dahu ngiroo dadi nirako, nilanggu, ronga pinepate. 'Anjing itu dapat ditangkap, dipukul, dan dibunuh.'
(124) i Dewi noehei nggo lako Unaha, ronga mombunai o oto. 'Dewi berkeinginan pergi ke Unaha, dan mempunyai mobil.' (124a) i Dewi noehei nggo lako I Unaha, ano mombunai o ow. 'Dewi berkeinginan pergi ke Unaha, atau mempunyai mobil.' Koordinator ronga 'dan' pada kalimat (122) membentuk hubungan 'penjumlahan', tetapi pada kalimat (123) hubungan maknanya di samping ditentukan oleh ronga, juga ditentukan oleh makna klausanya. Koordinator ronga pada kalimat (124) membentuk hubungan makna 'penambahan', dan penggunaan koordinator ano 'atau' pada kalimat (1 24a) membentuk hubungan makna 'pemilihan' 6.3.2.3 Hubungan Makna Antarklausa Seperti telah disinggung di atas, hubungan makna antarklausa dalam kalimat majemuk setara, selain ditentukan oleh makna koordinatornya, juga ditentukan oleh makna klausanya. Paling tidak, hubungan makna antarklausa dalam bahasa Tolaki dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu hubungan penambahan, hubungan perlawanan, dan hubungan pemilihan. a. Hubungan Makna Penambahan Hubungan makna penambahan yang dimaksudkan ialah hubungan antanklausa dalam kalimat majemuk, yang dalam hal mi makna klausa yang satu berfungsi menambahkan klausa yang lain. Ada tiga hubungan makna penambahan yang dapat dikemukakan di sini, yaitu hubungan penambahan penggabungan dan hubungan penambahan pemerlebihan. 162
Bab VI Ka/imat
(1) Hubungan Makna Penambahan Penjumlahan Dalam hubungan makna penambahan penjumlahan, hubungan makna klausanya mempunyai jangkauan tintuk menjumlahkan. Contoh:
(125) Indiono tudu oleo mongga ano tnoiso. 'Pekerjaannya setiap hari makan dan tidur.'
(126) i ma mooli owoha ano o ika nggo tekoonggo. 'Thu membeli beras dan ikan untuk pesta.'
(127) le sanaa karana ingoni oleo notue mombelingaasi ano mombapaholu pombahorano. Ia berbahagia karena han -hari mi dapat membersihkan dan menanami kebunnya.' 2) Hubungan Makna Penambahan 'Penggabungan' Dalam hubungan makna penambahan penggabungan mi kemunculan makna klausanya tidak ditargetkan untuk dijumlahkan. Tetapi bersifat deskripsi belaka. Perhatikan kalimat berikut.
(128) Kiniwia nggiroo lapanga Benu-benua marao mbupuu, anadalo mombipili-mbili, toono-toono mondotoa o golu nggore. 'Sore itu lapangan Benu-benua ramai sekali, anak-anak berkejar-kejaran, orang-orang menonton sepak bola.' (129) Tudu oleo pue mosakusi mata oleo tepuli, toono Ida membula ari pombaharo, ano kowe-kowe laa lumaa. 'Setiap sore nenek menyaksikan matahani terbenam, orangorang yang pulang dari kebun, dan burung-burung berterbangan.'
(130) Oleo niino Ani kinii monzbake babu momea, saluaro meeto, ano sapazu woohu. 'Hari mi Ani kelihatan memakai baju merah, celana hitam, dan sepatu baru.' Hubungan makna antarklausa dalam kalimat di atas merupakan pemaparan beberapa hal yang tidak ditargetkan untuk dijumlahkan. Twa Bahasa Tolaki
163
3) Hubungan Makna Penainbahan Pemberlebihan Dalam hubungan makna penambahan pemberlebihan makna klausa yang satu melebihkan klausa yang lainnya. Perhatikan kalimat berikut mi. (13 1) Toono meambo rnbupuu, ano sipano nwndulungi. 'Orangnya sangat baik, clan bersifat penolong.'
(132) Anadalo nggiroo umiia, ano hanggari nokohori-horia mokomokora. 'Anak itu menangis, dan malahan berteriak-teriak keraskeras.' Hubungan makna penambahan dalam kalimat (13 1) dibentuk dengan konsep yang maknanya Iebih menekankan konsep sebelumnya, yaitu meambo mhupuu 'sangat haik', yang ditekankan dengan sipano mondulungi 'hersifat penolong', sedangkan kalimat (132) demikian pula halnya, yakni umiia 'menangis' dilehihkan dengan kohori-horia 'herteriak-teriak.'
b. Hubungan Makna Perlawanan Hubungan makna perlawanan dimaksudkan hubungan makna antarklausa, yang satu menunjukkan perbedaan dari yang lain, haik perhedaan itu sedikit, besar maupun herlawanan. Paling tidak ada enam jenis huhungan makna perlawanan dalam hahasa Tolaki. 1) Huhungan Makna Perlawanan 'Penuh' Huhungan makna perlawanan 'penuh' yang dimaksudkan di sini ialah hahwa makna klausa yang diperlawankan hetul-betul mengarah kepada perlawanan yang konsepnya berlawanan. Perhatikan kalimat herikut
mi. (133) i TBadu ehe mondonduri, mano haino okino ehe rnbupuu. 'Badu suka menangis, tetapi adiknya tidak suka sama sekali.'
164
Bab Vi Kalimat
(134) Inggoo tekoni meotuongge moganggu, mano oki hae meotuongge moganggu. 'Kamu kadang-kadang suka mengganggu, tetapi sering juga tidak sengaja mengganggu.' 2) Hubungan Makna Perlawanan 'Pemerluasan' 1-luhungan makna 'Perluasan' mi ditandai oleh adanya klausa kedua sebagai pemberluasan dari klausa pertama atau klausa sehelumnya. Perhatikan kalimat-kalimat herikut.
(135) La umelui olulo okika notoono Tolaki, mano ronga toono suere umelui o Mo. 'Yang menyukai lulo hukan hanya orang Tolaki, tetapi orang lain pun menyukai lolu.' (136) Toono lao leu mombakowali okika kaluarga, mano ronga banggo-banggona itono leu. 'Orang yang datang membantu hukan hanya keluarga, tetapi kawan-kawan juga datang.' Huhungan makna perlawanan 'pemberluasan' seperti yang terlihat di atas tampaknya dihentuk dengan memperlawankan konsep yang dikehendaki dengan konsep lain yang membentuk pengertian lehih luas. Konsep toono Tolaki 'orang Tolaki' pada kalimat (135), misalnya, diperlawankan dengan toono-toono suere orang-orang lain'. konsep kaluarga 'keluarga' pada (136) diperlawankan dengan banggo-banggona 'kawan-kawan'. I
3) Hubungan Makna Perlawanan 'Perevisian' 1-luhungan makna perlawanan 'perevisian' di sini dimaksudkan adanya huhungan makna antarklausa, yang dalam hal mi klausa kedua merupakan perevisian dari konsep kekurangan yang terdapat pada klausa sebelumnya. Perhatikan contoh berikut. (137) i Tono ana momaka, inano ie oki no/zori ndekomolupei sambahea. 'Tono anak nakal, tetapi ia tidak pernah meninggalkan sembahyangnya.' Taa Ba)uica Tolaki
165
(138) Une-unenggu laa leu i kini ihawi pabalu, padahalo posuru. 'Saya kira yang datang di sini kemarin pedagang, ternyata pesuruh.' Kita dapat memperhatikan kembali bahwa hubungan perlawanan dalam kalimat (137) memperlawankan konsep momaka 'nakal' yang berkonotasi negatif dengan konsep sambahea 'sembahyang' yang herkonotasi positif. Dalam kalimat (138) diperlawankan konsep pambalu 'padagang' dengan konsep posuru 'pesuruh': konsep panthalu dipandang hal yang lehih jika dibandingkan dengan posuru. 4) Huhungan Makna Perlawanan 'Pengurangan' Dalam hubungan perlawanan pengurangan makna yang terdapat pada klausa kedua berfungsi mengurangi makna yang terdapat pada klausa pertama. Perhatikan contoh berikut. (139) Ic noehe lau-laui meiindio, mano pehawai wotoluno Icia mohaki-haki. 'Dia selalu ingin hekerja, tetapi mengingat hadannya yang sakit-sakitan.' (140) Walino i Sri meena kawasa, mono matombo. 'Suami Sri memang kaya, tetapi sombong.' Dalam kalimat (139) konsep lau-laui meiindio 'ingin bekerja' diperlawankan denganpehawai wotoluno laa mohaki haki 'mengingat hadannya yang sakit-sakitan', pada kalirnat (140) konsep kawasa 'kaya' diperlawankan dengan konsep matombo 'sombong'.
5) Huhungan Makna Perlawanan 'Implikasional' Hubungan makna perlawanan 'implikasional' dimaksudkan hahwa makan klausa kedua merupakan implikasi dari makna klausa pertama. Perhatikan contoh herikut. (141) i Tono men ggauito mebalu-balu, mano sambe hendeino oki nohori kawasa. 'Tono sudah lama berdagang, tetapi sampai sekarang helum kaya.' 166
Bab Vi Kalima:
(142) Ihiro menggauiroto lako, mano sambe hendeino oki rohori mbule. 'Mereka sudah lama pergi, tetapi sampai saat mi belum juga pulang.' (143) Ihiro menggauiroto kawi, mano sambe hendeino oki ropeana. 'Mereka sudah lama kawin, tetapi sampai saat mi belum beranak.' Kalimat (141) memperlawankan makna klausa oki nohori kawasa 'belum kaya' dengan implikasi itono menggauito mebalu-balu 'sudah lama berdagang'. Kalimat (143) memperlawankan oki ropeana 'belum beranak' dengan implikasi ihiro menggauiroto kawi 'sudah lama kawin'. 6) Hubungan Makna Perlawanan 'Perbandingan' Di sini yang diperbandingkan adalah hubungan makna antarklausa, yang dalam hal mi klausa yang satu dibandingkan dengan klausa lain. Perhatikan kalimat berikut: (144) le mombopahokeepombahorano mouko mano dadio haselenó. 'Ia menanami kebunnya yang sempit, tetapi mendatangkan hasil yang banyak.'
(145) Inaku barani la/co dowo, ohawopohae inaku la/co merongga banggonanggu. 'Saya berani pergi sendiri, apalagi bersama teman.' Kalimat (144) membandingkan konsep pombahorano mouko 'kebunnya yang sempit' dengan konsep dadio haseleno 'hasilnya yang banyak'. Kalimat (145) memperlawankan konsep lako dawo 'pergi sendiri' dengan konsep meronga banggonanggu 'bersama teman' c. Hubungan Makna 'Pemilihan' Hubungan makna pemilihan maksudnya ialah hubungan yang menyatakan pemilihan di antara dua kemungkinan yang diungkapkan dalam makna yang dihubungkan. Perhatikan kalimat berikut mi: Tara Bahasa Tolaki
167
(146) Inggo ronga inaku laa tumarambuii peindioa nggiroo menggenaikaa. 'Kamu atau saya yang memulai pekerjaan itu sama saja.'
(147) Inggoo nggolako i daoa kenonggo I ponthahora? 'Kamu akan ke pasar atau ke kebun' Kalimat (146) menggambarkan pemilihan antara inggo laa tumarambuii peindioa nggiroo 'kamu yang memulai pekerjaan itu', dengan inaku laa tumarambuii peindioa nggiroo 'saya yang memulai pekerjaan itu'. Kalimat (147) menggambarkan pemilihan antara i daoa 'di pasar' dengan i pombahora 'di kebun'. 6.3.3 Kalimat Majemuk Bertingkat Berheda dengan kalimat majemuk setara, dalam hal huhungan antarklausa yang memhentuknya, penyebutan kalimat majemuk bertingkat menunjukkan bahwa klausa yang satu merupakan bagian dari klausa Iainnya. Klausa yang merupakan bagian dari klausa lainnya itu disehut klausa hukan inti, sedangkan klausa lainnya disehut klausa inti. Jadi, dalam hal mi klausa yang satu dengan klausa lain sebagai unsur pembentuk kalimat majemuk bertingkat tidak sama keduduktnnya. Ciri yang menunjukkan kekhasan yang mencerminkan ketidaksederajatan kedudukan klausa unsur kalimat majemuk hertingkat itj akan dipaparkan dalam uraian berikut.
6.3.3.1 Ciri Sintaksis Kalimat Majemuk Bertingkat
Ada heberapa ciri sintaksis kalimat majemuk hertingkat hahasa Tolaki yang herkaitan dengan struktur sebagaimana uraian berikut. (a) Klausa-klausanya mempunyai kedudukan yang tidak sarna, klausa yang satu merupakan klausa utama. Klausa lainnya merupakan klausa pendukung, klausa yang satu merupakan intL sedangkan klausa lainnya merupakan klausa luar inti. Untuk jelasnya perhatikan hagan herikut. 168
Bab ViKalimat
Kalimat MajernukBertrnkat
Klausa Utama
Klausa Pendukung
Sekadar ilustrasi, perhatikan kalimat berikut mi:
(148) i Adi kioki nolako i pombahora nolaa haino ñieohaki. 'Si Adi tidak pergi ke kebun karena adiknya sakit.'
(149) i Ama lako I kandoro, laaroika anadalo mboiso. 'Ayah pergi ke kantor, ketika anak-anak masih tidur.'
(150) Toono laa ingoni leu nggiroo arii inokondauku. 'Orang yang tadi datang itu pernah mengajarku.' Kalimat (148) terdiri atas dua klausa ialah klausa I Adi kioki nolako i pombahora 'Si Adi tidak pergi ke kebun' sebagai klausa utama, dan klausa nolaa haino neohaki 'karena adiknya sakit' sehagai klausa pendukung, dalam hal mi menduduki fiingsi pelengkap. Oleh karena itu, kehadirannya tetap dianggap penting walaupun hanya berkedudukan sehagai klausa pendukung. Kalimat (149) terdiri atas dua klausa ialah klausa i ama lako i kandoro 'Bapak pergi ke kantor' sebagai klausa utama, dan klausa laaroika anadalo mboiso 'ketika anak-anak masih tidur' sebagai klausa pendukung, dalam hal mi berfungsi sebagai keterangan sehingga kehadirannya secara ketatabahasaan tidak penting. Kalimat (150) juga terdiri atas dua klausa, yaitu klausa toono laa ingoni leu nggiroo' orang yang tadi datang itu' sehagai klausa utama di mana klausa tersebut dikembangkan dari toono nggiroo 'orang itu', sedangkan klausa arii mokondauku 'pernah mengajarku' adalah klausa pendukung. (h) Posisi klausa yang diawali oleh konjungsi (subordinator) dapat dipindahkan tempatnya tanpa mengubah informasi. Hal itu dapat dilihat pada contoh (148a) berikut mi.
Tara Bahasa Tolaki
169
(148a) Notaa haino meohaki, I Adi kioki nolako i pombahora. 'Karena adiknya sakit, si Adi tidak pergi ke kebun.' (c) Kalimat majemuk bertingkat mengalami pronominalisasi yang hersifat analogis. Perhatikan contoh kalimat berikut. (15 1) Manolaa I Adi lumaral inano lako I Kolaka, nano ie laika mepasa. 'Walaupun Adi dilarang ibunya pergi ke Kolaka, tetapi ia tetap nekad.' 6.3.3.2 Ciri Semantis Kailmat Majemuk Bertingkat Ciri semantis kalimat majemuk bertingkat adalah sebagai berikut. (a) Informasi yang terdapat pada klausa yang bersubordinator berkedudukan tidak utama. Perhatikan contoh kalimat berikut. (152) Wotoluno lalo mokongango, ano nolabo dadioa indio. 'Badannya terlalu lelah, karena terlalu banyak bekerja.' Informasi yang utama pada kalimat (152) di atas ialah wotoluno lab nokongango 'badannya terlalu lelah', sedangkan informasi ano nolalo dadioa indio 'karena terlalu banyak bekerja', merupakan intormasi pendukung. (b) Klausa yang menduduki fungsi keterangan (Ket.), misalnya yang menyatakan waktu, dapat digantikan dengan frasa atau kata. Contohnya dapat dilihat di bawah mi: (153) Inggo sabole-bole mebaho notaahori i ma mbule. 'Kamu harus mandi sebelum mamak pulang.' (153a) !nggo sabole-bole mebaho langgu olimo. 'Kamu harus mandi pukul lima.' (153h) Inggo sabole-bole mebaho hendeino. 'Kamu harus mandi sekarang mi.' 170
Rab Vi Kalimar
6.3.3.3 Hubungan Makna Antarklausa Tampaknya hubungan makan antarklausa kalimat majemuk bertingkat mempunyai derajat pesan yang tidak sama, yaitu pesan utama dan pesan pendukung. Untuk memudahkan pemahainan terhadap kedua pesan itu digunakan huruf kapital untuk menandai pesan utaina, sedangkan huruf kecil menandai pesan pendukung. a. Hubungan Makna 'SEBAB-akibat' Hubungan makna 'SEBAB-akibat' dapat dilihat dari kalimat yang klausa utamanya menyatakan 'sebab', sedangkan klausa pendukungnya menyatakan 'akibat'. Hubungan makna mi ditandai dengan penggunaan konjungsi ieto nggiroo 'karena itu', anoamba 'sehingga', dan sambe 'sampai'. Perhatikan contoh berikut.
(154) Tamonggu mosaa ito, ieto nggiroo meamboipo kumonduru dowo. 'Nama saya sudah cemar, karena itu Iebih haik saya mengundurkan din.' (155) Anadalo nggiroo momaka inbupuu, anoatnba nde pinesawaako lau-lau ronga inano. 'Anak itu nakal sekali, sehingga sering dimarahi ibunya.' (156) Kali laikano toono nggiroo oki nohori nde pinelingaasi, sambe o%w1ho laa taa meambo pewiso ineenge. 'Halaman rumah orang itu tidak pernah dibersihkan, sampai bau yang kurang enak pun menusuk hidung.' Ketiga kalimat di atas menunjukkan bahwa makna 'sebab' terletak di sebelah kin, dan makna 'akibat' di sebelah kanan. Pada hakikatnya makna 'sebab' sangat diutamakan sehingga klausanya tidak dapat dipertahankan dengan mendahulukan 'akibat' danipada 'sebab'. Untuk itu, kalimat berikut cenderung tidak berterima.
Tala Bahasa Tolaki
171
(154a) *Jeto nggiroo meamboipo kumonduru dowo, tamonggu mosaaito. 'Karena itu lebih balk saya mengundurkan din, nama saya sudah tercemar.' (155a)
ndee pinesawako lau-lau ronga inano, anadalo nggiroo moinaka mbupuu. 'Sehingga sering dimarahi ibunya, anak itu nakal sekali.'
(1 56a) *Sam.be owuho laa taa meambo pewiso ineenge, raii laikano toono nggiroo oki nohari pinelingaasi. 'Sampai bau yang kurang enak pun menusuk hidung, halaman rumah orang itu tidak pernah dibersihkan.' b. Huhungan Makna 'AKIBA T-sebab' Hubungan makna 'AKIBAT-sebab' adalah kebalikan dari huhungan makna 'SEBAB-akibat', yang klausa utamanya menyatakan 'akibat' dan klausa pendukungnya menyatakan 'sebab'. Hubungan makna mi ditandai dengan penggunaan konjungsi nolaa 'karena', dan keno 'seandainya'. Contoh:
(157) i Adi kioki nolako i pombahora, nolaa haino meohaki. 'Adi tidak pergi ke kebun, karena adiknya sakit.' (158) inaku mbule Iau-lau moiso, nolaa moko mboisonggu. 'Saya pulang langsung tidur, karena saya sudah mengantuk.'
(159) i ma matandu mototao, keno i ma kumii kadadia nggiroo. 'Ibu pasti tertawa, seandainya ibu melihat kejadian itu.' Perbedaan hubungan makna 'SEBAB-akibat' dari hubungan makna 'AKIBAT-sebab' bahwa hubungan makna 'akibat-sebab' letak klausanya dapat dipindahkan posisinya tanpa mengubah intormasi. Perhatikan contoh berikut. (157a) Nolaa haino meohaki, i Adi kioki nolako i pombahora. 'Kanena adiknya sakit, Adi tidak pergi ke kebun' 172
Bab V7 Kalimar
(158a) Nolaa inaku moko mboisonggu, inaku mbule lau-Iau moiso. 'Karena saya sudah mengantuk, saya pulang langsung tidur.' (1 59a) Keno i ma kumii kadadia nggiroo, i ma motandu mototao. 'Seandainya ibu melihat kejadian itu, ibu pasti tertawa.
c. Hubungan Makna 'UMUM-khusus' Hubungan makna 'UMUM-khusus' ditandai dengan adanya klausa utama yang menyatakan makna 'umum' diikuti oleh klausa pendukungnya yang menyatakan makna 'khusus'. Konjungsi yang digunakan untuk menandai hubungan makna mi ialah ieika 'hanya', dan tabea 'kecuali'. Contoh:
(160) Liwuako hanggonamu meiindiio, ieika inggoo oki ulaa meiindio. 'Semua temanmu hekerja, hanya kamu yang tidak hekerja.' (161) Ic oki nondehori sambahea, tahea keno ariipo pinesawaako. 'Dia tidak pernah sembahyang, kecuali kalau ia dimarahi.' d. Hubungan Makna 'waktu-KEJADIAN' Hubungan makna 'waktu-KEJADIAN' muncul di dalam kalimat yang klausa utamanya menyatakan 'kejadian', sedangkan klausa pendukungnya menyatakan 'waktu', haik waktu permulaan, tengah, dan akhir kejadian itu. Konjungsi yang menandai hubungan makna mi ialah metarambu 'sejak'. kupeluako 'ketika'. dan laa 'sedang'. Perhatikan contoh dalam kalimat-kalimat herikut. (162) Metaramhuu noleu pueno i laika, ie pekikiano mokoehe-ehe inbupuu. 'Sejak kehadiran neneknya di rumah, ia kelihatan gembira sekali.'
Twa Bahasa Tolaki
173
(163) Kupeluaako ari i laika, inaku teposua ronga toono taa tinoorianggu. 'Ketika saya ke luar rumah, saya bertemu dengan orang yang tidak saya kenal.' (164) Inaku laa menaonao, inggoo leu gumangguaku. 'Sedang saya istirahat, kamu datang menggangguku.' e. Hubungan Makna 'KEJADIAN-syarat'
Hubungan makna 'KEJADIAN-syarat mi dimungkinkan terjadi bila klausa pendukungnya menyatakan syarat terlaksananya pernyataan yang dikemukakan dalam klausa utamanya, baik hubungan syarat itu berupa sesuatu yang dapat terlaksana maupun tidak mungkin terlaksana. Konjungsi yang menandai hubungan makna mi ialah keno 'kalau', asala 'asalkan', keu 'jika'. Perhatikan kalimat berikut mi: (165) Balu-balumu matandu tealo, keno inggo leu merareipo. 'Jualanmu pasti laku, kalau kamu datang lebih cepat lagi.'
(166) Anadalo dadi ,nombepae-pae, asala iarno lalo tehoaa. 'Anak-anak boleh bermain, asalkan jangan terlalu ribut.' (167) Keu pokohunui iwoi ndahi, inggoo dadi upoawoke niviule ie. 'Jika kamu dapat membakar air laut, kamu boleh melamar dia.' f. Flubungan Makna 'SARANA-tujuan'
Hubungan makna 'SARANA-tujuan' terdapat di dalam kalimat yang klausa utamanya merupakan 'sarana' untuk mencapai tujuan atau harapan. Konjungsi penanda hubungan makna mi ialah ano 'agar' dan iamo 'supaya'.
174
Dab I7 Kalima:
Perhatikan kalimat berikut
mi.
(168) Pombahora inggiroo sabole-hole pinelingasi tudu oleo, ano laanggi haseleno dadio. 'Kebun itu harus dibersihkan setiap han, agar dapat membawa hasil yang banyak.' (169) Tudu oleo rai laikano sinapu, ano kinii molinga. 'Setiap hari halaman rumahnya disapu, agar kelihatan hersih.' (170) Tambo masigi nggiroo paralu titabo, iamo nopewiso owembe iuneno. 'Pintu masjid itu perlu ditutup, supaya kambing tidak masuk di dalamnya.'
Tata Bahasa Tolaki
175
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan bahwa, "tata bahasa Tolaki" berada dalam jalinan pengertian "struktur" yang meliputi struktur sintaksis, struktur morfologi, dan struktur fonologis. Kecuali fonologi, dalam tata bahasa Tolaki analisisnya lebih dititikberatkan pada sintaksis daripada morfologi. Hal mi sesuai dengan prinsip struktural bahwa sintaksislah yang mengendali morfologi. Wujud struktur morfologis cenderung ditentukan oleh struktur sintaksis. Sebagai ilustrasi, verha atau kata kerja misalnya, muncul demi pendukungan terhadap tugas kata yang bersangkutan dalam dan bagi kalimatnya. Dalam bahasa Tolaki, di samping molanggu 'memukul', misalnya terdapat pula bentuk nilanggu 'dipukil' dan melanggu 'berpukulan'. Ketiganya merupakan kata jadian (poPimorfemis) dengan bentuk dasar langgu 'pukul'. Munculnya bentuk-bentuk itu dan bentuk lain lagi sesuai dengan tugas verba yang bersangkutan untuk mendukung perbedaan konstituen sintaksis Lain yang berupa kata atau frasa nominal. Dengan mengacu pada prinsip perilaku sintaksis seperti telah diuraikan di atas, dalam bahasa Tolaki ditemukan hal berikut (1) Dalam hubungan antarafiks ternyata sebuah bentuk dasar yang sama dapat melahirkan banyak kemungkinan bentukan kata lain yang bersifat polimorfemis, baik berupa afiksasi, reduplikasi maupun pemajemukan. 176
Bab VII Simpulan dan Saran
(2) Stidaknya terdapat empat kategori utama ditambah dengan kelompok clan suhkelompok lain, yang meliputi verha, nomina (meliputi pronomina dan numeralia), adjektiva, adverbia, clan kata tugas, dengan ciri umum sebagai berikut: a) verba berfungsi utama P, dan sehagai P verha cenderung didampingi oleh fungsi S yang ditempati oleh jenis kata lain, seperti nomina, diatributi oleh kata laa 'sedang', menjawab tanyaan mbakoai? 'mengapa', dan mengandung makna dasar perhuatan (aksi) clan proses; h) nomina herfungsi utama S atau 0 serta menyertai verha yang herfungsi P itu, dan menempati ftngsi kepala atau inti dalani t'rasa; c) adjektiva menempati fungsi dominannya verba, yaitu P dan dalam tataran frasa menyertai nomina dan menyifati nomina serta menempati fttngsi atrihut; d) adverhia herfungsi menyertai kata lain yang menjadi P. apakah kata lain tersebut herupa verba, adjektiva, ataukah nomina, atau dapat pula menjadi penerang atau pemberi keterangan dalam kalimat; e) kata tugas, seperti namanya bertugas untuk memugkinkan kata lain atau satuan lingual lain yang lebih besar daripada kata herperanan dalam kalimat. (3) Seperti juga dalam bahasa lain, bahasa Tolaki pun mengenal adanya kalimat majemuk, di samping kalimat tunggal dengan memiliki setidaknya lima jenis fungsi sintaksis untuk menyehut salah satu aspek konstituen kalimat, yaitu (1) S. (2) P, (3) 0, (4) P1, dan (5) Ket.. (4) Keseluruhan norma atau kaedah yang muncul dalam tata hahasa Tolaki, didukung oleh adanya kenyataan bahwa bahasa Tolaki dihangun oleh lima buah fonem vokal, yaitu lii, let, Ia!, /u/, dan /ot; serta delapan belas fonem konsonan yang dapat dibedakan atas:
Twa Bahasa Tolaki
177
a) konsonan oral: Ipi, It!, /k!, I?!, Ib/, /d!, Ig/, /w!, Is!, !h/, Ill, dan In; h) konsonan nasal: Im!, In/, dan !rj!; c) konsonan prenasal: 1mb!, !nd/,dan /tjg!.
7.2 Saran Tata Bahasa Tolaki diharapkan dapat membantu pemhinaan dan pengembangan hahasa Tolaki khususnya dan kebudayaan daerah Tolaki pada umumnya serta menjadi bahan acuan pengajaran bahasa, haik hahasa Indonesia (hahan komparasi) maupun pengajaran hahasa daerah (khususnya hahasa Tolaki) di Sulawesi Tenggara. Untuk itu, disarankan agar dalam waktu yang tidak terlalu lama buku tata bahasa Tolaki mi dapat diterhitkan clan dapat diseharluaskan, tidak hanya di wilayah pemakaian hahasa Tolaki, tetapi juga lebih luas dari itu.
178
Dab Vii Simpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA Francis, Nelson. 1958. The Structure of American English. New York: The Ronal Press Company. Honkett, Charles F. 1963. A Course in Modern Linguistics. New York: The Macmillan Company.
Kaseng, Sjahruddin et al. 1987. Pemetaan Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tenggara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Matthews, P . H. 1978. Morphology: An Introduction to the Theory of Word Structure. Combirdge University Press. Moeliono, Anton M. (Penyelia). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Muthalib, Abdul et al. 1985. Kata Tugas dalam Bahasa Tolaki. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nida, E.A. 1963. Morphology: The Descriptive Analysis of Words. Michigan: Ann Arbor-University of Mjchgan Press. Parera, Daniel 1977 .'Pen
Lin' Umum Ende Nusa Indah 977}97gø rWthr Bahasa Tolaki". Ujung
Pattiasina, J.F. et &l. Pandang PFoyê Penelitjan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Su1awesi eIátan
.1979/1980. "Morfologi dan Sintaksis Bahasa Tolaki' Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Tata Bahasa Tolaki
179
• 1983. Sistem Morfologi Kata Kerfa Bahasa Tolaki. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Ramlan, M. 1980. Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi: Suatu Tin jauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Rusyana, Yus dan Samsuri. (Editor). 1983. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Samsuri. 1978. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga. Sudaryanto, Editor. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasafawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Usmar, Adnan. 1985. 'Sistem Perulangan Bahasa Tolaki". Ujung Pandang: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sulawesi Selatan.
. 1985. Kamus Tolaki-Indonesia. Jakarta: Pusat Pemhinaa dan Pengembangan Bahasa. Verhaar, J.W.M. 1977. Penganrar Linguistik I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
PERPUSTAkAAN PUSAT PEM9INAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA DEPAnTEMEN PENDIDIICAN BAN KEIUOAYAAN
180 • U R U
TR
Daftar
Pustaka