Dwi Priyanto
TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN Feasibility Scale of The Pattern of Sheep Breeding Farm to Support Farmers Income in Rural Areas Dwi Priyanto Balai Penelitian Ternak Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor
ABSTRACT Sheep farming system in villages is carried out managed in mixed farming model and managed base on locally resources available as an alternative for low external input. Management production to support farmer income continually was not carried out yet, especially in determining sheep population scale which should be raised by farmers, so that sheep productivity could generate routine income. Research on sheep population target scale raised by farmer was conducted on 20 sheep farmers with structural survey. The objectives of the study were to get information on sheep farming productivity and determinant factors that affected sheep population scale. Result showed that scale of animal population in breeding model in village was 6.05 head/farmer, with ewes the number of raised was 2.35 head/farmer, and the number of animal sold was 3.05 head/year. This activity can generate farmer income of Rp.776.315/year. Research showed that ewes population raised had generate positive relation respectively (P<0.01) with sheep population. It also showed that number of family, price of sheep, land owner ship, and farmer total income were the determinant factors that could be recommended for developing sheep farming. On the other hand it showed that income from agriculture (horticulture) was competitive to the development of population scale, this were related to the allocation of family labour in the village. As recommended target that farmer should sell 1 sheep/moth, the farmer should raised 9.08 ewes, and total population scale is 23.80 head, so it will be able to support farmer income of Rp 254.4212/farmer/month. The study shows that the farmer willing to increased of their sheep population, but was limited by their capital. Key words: scale of population, breeding pattern, farmer’s income ABSTRAK Usaha ternak domba di perdesaan masih dikelola sebagai usaha campuran dengan manejemen masih berbasis sumber daya lokal yang tersedia di lokasi, dan merupakan alternatif biaya rendah (low external input). Pengaturan produksi dalam mendukung kinerja pendapatan peternak secara kontinue belum dilakukan, khususnya dalam menentukan skala usaha. Penelitian target kelayakan skala usaha dilakukan terhadap 20 peternak domba (survei terstruktur) untuk mengetahui kinerja usaha ternak dan faktor-faktor penentu yang diduga berpengaruh terhadap skala usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha ternak model pembibitan di perdesaan masih rendah (6,05 ekor/peternak), dengan pemilikan induk 2,31 ekor/peternak, dan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun, serta kinerja ekonomi sebesar Rp.776.315,-/peternak/tahun. Hasil analisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap skala usaha ternak adalah
148
Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan
jumlah induk yang dipelihara sangat nyata berpengaruh (P<0,01) dalam meningkatkan skala usaha. Demikian pula jumlah anggota keluarga, harga jual domba, luas lahan, dan total pendapatan rumah tangga juga positif sebagai penentu rekomendasi pengembangan skala usaha ternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian (hortikultura) merupakan usaha kompetitif terhadap pengembangan skala usaha, kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja keluarga dalam usahatani di perdesaan. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan, disarankan peternak memelihara sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai 23,80 ekor, yang mampu memberikan pendapatan usaha ternak mencapai Rp 254.421/peternak/bulan. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan skala usaha, tetapi kendala modal usaha masih dominan. Kata kunci : skala usaha ternak, pola pembibitan, pendapatan petani
PENDAHULUAN
Usaha ternak domba yang dikelola masyarakat perdesaan secara umum masih merupakan usaha pola pembibitan yang sifatnya sebagai tabungan ekonomi, yang merupakan usaha campuran (mix farming) dalam mendukung keberlanjutan ekonomi rumah tangga. Peternak belum mempertimbangkan manajemen pengelolaan sehingga target kontinuitas sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih berbasis sumber daya pakan lokal yang tersedia di lokasi dan merupakan alternatif model biaya rendah (Low External Input), bahkan dapat dinyatakan tanpa adanya biaya produksi (zero cost). Untuk mendukung pendapatan usaha ternak sangat ditentukan oleh kapasitas penjualan hasil produksi anak yang dilahirkan pada kurun periode tertentu. Semakin banyak penjualan, maka akan semakin besar pula pendapatan dari usaha ternak. Besar kecilnya hasil produksi anak yang dilahirkan dipengaruhi oleh skala pemeliharaan ternak yang dikelola petani khususnya pemilikan induk. Faktor pemilikan induk sangat terkait dengan Laju Reproduksi Induk (LRI) yakni rataan jumlah anak hidup sampai sapih per induk per tahun dirumuskan (Gatenby, 1986), yang menggambarkan bahwa semakin banyak induk yang dipelihara semakin besar pula anak yang didapatkan, dan mampu dilakukan penjualan. Peternak domba di perdesaan cukup banyak berkontribusi dalam mendukung pendapatan petani diluar usaha pokoknya yakni usaha pertanian (tanaman pangan/tanaman lainnya). Permasalahan yang masih dirasakan adalah bahwa peran ternak tersebut umumnya masih diperuntukkan dalam menutup kebutuhan ekonomi yang sifatnya mendadak (uang sekolah, perbaiki rumah, dan lainnya) dan belum dipersiapkan sebagai sumber pendapatan rutin. Secara umum kontribusi pendapatan usaha ternak masih menduduki proporsi rendah dibandingkan total pendapatan keluarga (Priyanto et al., 2004; Subandriyo et al., 1995). Hal ini disebabkan usaha ternak masih dinyatakan sebagai usaha sambilan, dimana berbagai macam komoditas pertanian masih dominan (tanaman pangan) dan ternak masih sebagai usaha subsisten (Soehadji, 1992). Produksi ternak tidak dimaksudkan untuk dilakukan penjualan pada periode tertentu, akibat faktor menagemen usaha ternak yang masih tradisional. Maka dari itu penentuan target pendapatan rutin melalui perbaikan manajemen usaha ternak perlu dilakukan khususnya dalam target penentuan skala usaha minimal ekonomis.
149
Dwi Priyanto
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja usaha ternak di perdesaan berkaitan dengan penguasaan aset yang dimiliki peternak serta besaran pendapatan pada usaha ternak pola pembibitan, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan skala usaha ternak, serta persepsi peternak dalam upaya pengembangan usaha ternak. Hasil pengamatan tersebut diharapkan mampu sebagai langkah rekomendasi perbaikan kinerja usaha ternak domba di perdesaan dalam mendukung pendapatan peternak.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Usaha ternak pada kondisi perdesaan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait langsung dengan ketersediaan sumber daya di perdesaan. Usaha yang sifatnya masih merupakan usahatani campuran (mix farming) sangat ditentukan oleh faktor teknis, ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Kondisi demikian berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan yang dicapai dalam usaha ternak, khususnya pada pola usaha pembibitan. Analisis faktor-faktor yang diduga mampu mempengaruhi keputusan dalam mengembangkan skala usaha diharapkan mampu sebagai langkah untuk memecahkan permasalahan usaha ternak di perdesaan, sehingga mampu sebagai rekomendasi upaya memperbaiki kinerja usaha ternak sebagai pendukung pendapatan petani secara umum.
Metode dan Analisis Penelitian dilakukan terhadap 20 peternak domba melalui survei berstruktur di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Lokasi tersebut merupakan wilayah kantong ternak domba yang potensial dilakukan penjualan ke luar daerah melalui pasar hewan di lokasi. Di wilayah tersebut dikembangkan usahatani hortikultura yang potensial sebagai pendukung ekonomi rumah tangga. Pendapatan usaha ternak dianalisis berdasarkan analisis margin kotor. Dalam menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan dalam menentukan skala usaha digunakan teknik Ordinary Least Squares (OLS) sesuai petunjuk (Judge, 1988), dan dilakukan analisis dengan program Statistical Analysis System (SAS, 1987). Model persamaan yang dibangun adalah sebagai berikut: SKALUS = c +c1AKEL + c2PUT+c3POPIN + c4JUTER + c5HARJU + c6PDTER +c7LLAHAN + c8PDRT + c9PDTANI + c10 dimana : SKALUS = Skala pemilikan domba (ekor)
150
AKEL
= Jumlah keluarga (jiwa)
PUT
= Pengalalam usaha ternak domba (th)
Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan
POPIN
= Jumlah populasi induk (ekor)
JUTER
= Jumlah domba dijual setahun (ekor)
HARJU
= Harga jual domba (Rp/ekor)
PDTER
= Nilai penjualan domba (Rp)
LLAHAN = Luas pemilikan lahan (m2) PDRT
= Total pendapatan peternak setahun (Rp)
PDTANI = Pendapatan pertanian setahun (Rp) co
= Intersep
c1 – c9
= koefisien regresi
c10
= peubah pengganggu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Aset yang Dikuasai Peternak Dalam melakukan kegiatan sistem usahatani, peternak memiliki variasi aset sumber daya yang dianggap mampu mempengaruhi kegiatan dalam mendukung pendapatan rumah tangga. Secara umum rataan jumlah keluarga mencapai 4,21 jiwa/KK (antara 2-7 jiwa), dan terlihat bahwa ada responden yang masih belum memiliki anak (relatif muda). Sebaliknya ada juga petani yang memiliki jumlah keluarga 7 jiwa dalam satu rumah (Tabel 1). Sistem usahatani di perdesaan peran tenaga kerja yang bersumber dari anggota keluarga merupakan aset potensial, karena sistem tenaga kerja upahan masih sedikit yang menerapkan akibat faktor keterbatasan ekonomi. Khususnya dalam sistem usaha ternak domba/kambing curahan tenaga kerja keluarga sangat dominan dan umumnya dilakukan oleh tenaga kerja perempuan (ibu rumah tangga) dalam hal mencari pakan ternak sampai merawat ternak di kandang (Wahyuni dan Suparyanto, 1992). Dilihat dari pengalaman dalam pemeliharaan ternak domba terlihat sudah cukup lama, yakni mencapai rataan 16 tahun, dan bahkan ada yang sudah 50 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa usaha ternak domba cukup lama berkembang di desa tersebut. Rataan skala pemilikan domba yang dikuasai peternak mencapai 6,05 ekor/peternak, dengan pemilikan induk mencapai 2,31 ekor dengan sistem pemeliharaan dikandangkan penuh (intensif). Skala maksimal yang dipelihara peternak masih relatif kecil yakni hanya mencapai 11 ekor, dan masih merupakan usaha sambilan. Berbeda dibanding kasus manajemen ternak yang digembalakan (ektensif) di Kabupaten Majalengka, sebagaimana penelitian Priyanto dan Yulistiani (2005) yang mencapai rataan 19 ekor/peternak. Dengan rataan pemilikan induk sebanyak 9,24 ekor, usaha tersebut sudah menjadi sumber pendapatan pokok penduduk atau kontribusi pendapatan utama Desa Cekbung, Cianjur. Faktor lain yang menyebabkan usaha ternak di lokasi memberikan sambilan karena kondisi status peternak yang cenderung tidak memilki lahan sebagai usahatani. Aset lain berupa penguasaan lahan yang dikuasai peternak
151
Dwi Priyanto
2
mancapai rataan 2.994 m , bahkan ada peternak yang tidak memiliki lahan, tetapi mereka mampu menggarap lahan berasal dari sewa. Tabel 1. Rataan Aset yang Dimiliki Peternak Domba di Perdesaan Peubah Jumlah Anggota keluarga (jiwa) Pengalaman beternak (tahun) Pemilikan induk (ekor) Skala usaha (ekor) Luas lahan (m2)
Rataan 4,21 16,89 2,31 6,05 2.994
Minimum 2,00 1,00 1,00 3,00 400
Maksimum 7,00 50,00 4,00 11,00 12.500
Kinerja Ekonomi Usaha ternak Domba di Perdesaan Harga jual domba yang belaku di lokasi menunjukkan bahwa harga jual maksimal mencapai Rp.500.000,-/ekor yang terjadi pada ternak jantan, yang berlaku pada saat hari biasa (tidak pada hari raya Qurban) (Tabel 2). Harga terendah mencapai Rp.75.000,-/ekor, yang menggambarkan bahwa penjualan yang dilakukan peternak dilakukan juga pada domba anak. Penjualan anak domba tersebut umumnya dilakukan sekaligus dengan induknya. Rataan penjualan domba mencapai 3,05 ekor/peternak/tahun (antara 1-9 ekor) tergantung dari skala usaha yang dipelihara peternak. Hasil inventarisasi nilai penjualan ternak dalam setahun mencapai Rp 776.315/peternak/tahun (Rp 200.000 - Rp. 2.000.000). Walaupun masih relatif kecil tetapi cukup mendukung ekonomi keluarga dalam mendapatkan uang tunai yang cepat. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan penjualan ternak kambing di daerah sumber bibit (Kabupaten Purworejo) yang sangat potensial. Di daerah tersebut penjualan ternak dilakukan peternak dalam menutup kebutuhan yang sifatnya insidentil dinyatakan oleh 86,66 persen, 6,67 persen dijual untuk kebutuhan hari besar, dan 6,67 persen untuk menutup ekonomi rumah tangga dimusim kemarau pada saat penghasilan pertanian (tanaman pangan) rendah (Subandriyo et al., 1995). Total pendapatan peternak di lokasi kajian mencapai Rp 4.531.421/ peternak/tahun dengan kisaran minimal Rp 1.520.000 sampai tertinggi Rp 11.200.000/tahun. Selain dari hasil ternak, juga ada penghasilan usaha pertanian yang dikelola oleh peternak yang umumnya berusaha bidang hortikulura (kentang, kol, cabe), yang cukup intensif mencapai Rp 2.006.315 dengan kisaran penghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 10.500.000/peternak/tahun, tergantung besar kecilnya areal budidaya. Tabel 2. Kinerja Ekonomi Usaha Ternak Domba di Desa Cekbung, Cianjur Peubah Penjualan ternak (Ekor) Harga jual (Rp/ekor) Nilai jual domba (Rp) Pendapatan pertanian (Rp) Total Pendapatan (Rp)
152
Rataan 3,05 265.500 776.315 2.006.315 4.531.421
Minimum 1,00 75.000 200.000 1.000.000 1.520.000
Maksimum 9,00 500.000 2.000.000 10.500.000 11.200.000
Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan
Analisis Faktor-faktor Pengaruh Skala Usaha Ternak Domba Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan dalam menentukan target skala usaha ternak domba secara umum menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05), dengan nilai R2 sebesar 0,76. Secara rinci terlihat bahwa peubah skala pemilikan induk sangat nyata (P<0.01) berhubungan positif terhadap skala usaha. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan meningkatnya pemeliharaan 1 ekor induk akan mampu meningkatkan skala usaha 1,71 ekor (Tabel 3). Faktor pemilikan induk pada pola usaha pembibitan sangat menentukan dalam keberhasilan usaha ternak, karena sebagai faktor penentu produksi anak. Salah satu ukuran untuk menentukan tingkat produksi usaha ternak domba adalah besaran nilai laju reproduksi induk (LRI). LRI adalah jumlah anak yang hidup sampai sapih per induk per tahun, yang menggambarkan kemampuan induk merawat anaknya sampai sapih (Gatenby, 1986). Semakin besar nilai LRI maka kinerja produksi usaha ternak semakin menguntungkan, dan semakin besar skala induk yang dipelihara peternak, maka akan semakin banyak jumlah anak yang dapat dihasilkan. Demikian halnya bahwa dengan meningkatnya 1 orang anggota keluarga secara nyata (P<0,05) mampu meningkatkan 0,65 skala usaha ternak. Kondisi demikian terjadi karena usaha ternak domba di perdesaan sangat tergantung dari peran tenaga kerja keluarga. Dari laporan sebelumnya menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja usaha ternak domba tertinggi adalah pada kegiatan mengambil rumput yakni mencapai 115 hari orang kerja (HOK) dan 84,31 HOK masing-masing di Desa Kalaparea dan Citamiang, Kabupaten Sukabumi. Alokasi tenaga kerja tergantung pada banyak sedikitnya ketersediaan sumber pakan (hijauan) di lokasi (Subandriyo et al., 1994). Keputusan peternak untuk memperbesar skala usaha tidak hanya tergantung pada ketersediaan tenaga kerja, tetapi juga dipengaruhi faktor lainnya, walaupun fakta bahwa tenaga kerja potensial mendukung peningkatan skala usaha. Tabel 3. Parameter Dugaan dalam Mempengaruhi Skala Usaha Ternak Domba di Perdesaan Peubah
Parameter Estimasi -2,194291 0,696683 0,054211 1,715942 -0,604473 0,000002334 0,000001517 0,000112 7,1920005E-8 -9,391305E-8
Prob > |T|
0,4817 INTERSEP 0,0319(*) AKEL 0,1266 PUT 0,0074(**) POPIN 0,4329 JUTER 0,8060 HARJU 0,6004 PDTER 0,3934 LLAHAN 0,8596 PDRT 0,7556 PDTANI R2 0.7568 0.5136 R adj. Keterangan : (*) : menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) (**): menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)
Prob>F 0,0530(*)
153
Dwi Priyanto
Peubah pengalaman usaha ternak juga cukup mendukung pengembangan skala usaha. Dibuktikan hasil analisis bahwa semakin meningkat pengalaman usaha ternak ada kecenderungan peternak memutuskan untuk memperbesar skala usaha (P>0,05). Faktor peubah harga jual ternak, pendapatan dari usaha ternak, luas lahan yang dikelola peternak, dan total pendapatan rumah tangga terlihat berhubungan positif dengan peubah skala usaha, walaupun tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05). Hal demikian menggambarkan bahwa pengaruh harga jual ternak yang tinggi, pemilikan aset lahan, dan pendapatan peternak cukup berperan dalam mendukung pengembangan usaha ternak sebagai asset modal usaha ternak di perdesaan. Semakin tinggi harga jual ternak dan pendapatan total peternak memacu peningkatan skala usaha ternak yang harus dipelihara. Sebaliknya peubah penjualan ternak dan pendapatan dari usaha pertanian (hortikultura) berhubungan negatif terhadap skala usaha (P>0,05), yang menunjukkan bahwa faktor penjualan ternak akan menurunkan jumlah populasi ternak dalam kandang. Demikian pula dengan meningkatknya pendapatan pertanian cenderung akan menurunkan skala usaha ternak, yang berarti bahwa usaha pertanian yang digeluti peternak tersebut merupakan usaha yang kompetitif dengan usaha ternak domba. Semakin meningkat pendapatan dari usaha pertanian peternak cenderung mengalihkan usahanya ke usaha pertanian, yakni usaha tanaman hortikultura. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha tanaman hortikultura cukup dominan memberikan kontribusi pendapatan peternak. Hal tersebut terkait langsung dengan persaingan alokasi tenaga kerja karena masih dominan dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga dalam usahatani di perdesaan. Sesuai hasil penelitian Simatupang dan Hadi (2004) sebelumnya, bahwa di masa mendatang usaha ternak berbasis lahan dihadapkan pada pola persaingan dengan usaha non peternakan dalam penggunaan sumber daya lahan dan tenaga kerja, baik pada tanaman semusim maupuan tanaman tahunan. Dari analisis aset yang dikuasai peternak, kinerja ekonomi usaha ternak, dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi skala usaha yang dikaitkan dengan target skala usaha terlihat bahwa, dengan skala pemeliharaan induk 2,31 ekor, peternak mampu menjual ternak 3,05 ekor/tahun dan penerimaan usaha ternak mencapai Rp 776.315/peternak/tahun. Berdasar hasil kinerja usaha ternak di lapangan, dalam upaya merancang target penjualan 1 ekor/bulan (12 ekor/tahun) maka pemeliharaan induk yang harus dipelihara peternak adalah 9,08 ekor (12/3,05 x 2,31), sedangkan skala usaha yang dipelihara mencapai 23,8 ekor (12/3.05 x 6.05). Sementara itu, pendapatan usaha ternak mencapai Rp 3.054.354/tahun (6/3,05 x Rp 776.315) atau Rp 254.529/bulan. Hasil pengamatan pada domba prolifiks di perdesaan (kasus di Desa Kalaparea, dan Citamiang, Sukabumi, Jawa Barat) diperoleh nilai LRI sebesar 2,63 ekor dan 2,33 ekor (Subandriyo et al., 1994). Dari hasil pengamatan di Sukabumi tersebut target pendapatan 1 ekor penjualan anak/bulan dapat dicapai bila peternak memelihara skala induk 4,6 ekor (12/6,07), atau 5,15 ekor induk (12/2,33) masing-masing di Desa Kalaparea dan Citamiang. Kondisi di lokasi menunjukkan bahwa kinerja reproduksi yang dihasilkan terlihat lebih rendah dibanding penelitian di Sukabumi. Target skala usaha pemeliharaan induk yang tepat perlu dilakukan
154
Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan
ditingkat peternak untuk mencapai target penjualan sesuai kehendak peternak. Rekomendasi tersebut juga disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja tersedia, disamping potensi daya dukung pakan di lokasi, dan sumber daya lainnya, sedangkan untuk model pengembangan disarankan dengan pemilikan induk minimal 5 ekor/peternak.
Persepsi Peternak terhadap Pengembangan Skala Usaha Berdasarkan persepsi peternak, menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (90%) memiliki minat untuk menambah skala usaha domba yang dipelihara, sebaliknya hanya 10 persen peternak yang tidak berminat untuk menambah ternak yang dipelihara (Tabel 4). Alasan peternak tidak mau menambah skala usaha adalah faktor tenaga kerja yang tidak tersedia, disamping modal pembelian ternak khususnya induk. Curahan tenaga kerja usaha pola intensif cukup tinggi mencapai 104 -154 hari orang kerja (HOK) per tahun (setara 1-2 jam/hari) yang merupakan tenaga kerja keluarga, khususnya dialokasikan pengambilan rumput (cut and carry) (Subandriyo et al., 2004). Pada rumah tangga yang mengusahakan usaha pertanian intensif (lahan cukup luas) cenderung membatasai jumlah domba yang dipelihara. Peternak yang berminat menambah skala usaha beralasan bahwa, dengan menambah skala usaha keuntungan akan lebih besar (dinyatakan 100%) peternak, faktor tenaga kerja yang masih berlebih (89%) peternak, sumber daya pakan mudah diperoleh di perdesaan (100%) peternak, dan faktor penjualan ternak yang relatif mudah (78%). Sumber daya pakan di lokasi pengamatan dominan bersumber dari limbah tanaman hortikultura (kobis, wortel dan kentang), disamping rumput lapangan yang cukup tersedia untuk mendukung pengembangan. Disamping itu didukung sarana pasar hewan di kota Cianjur, yang merupakan pusat pasar ternak yang banyak diserbu pedagang luar kota, khususnya untuk memasok Jakarta dan sekitarnya. Tabel 4. Persepsi Peternak Tentang Pengembangan Usaha Ternak Domba di Perdesaan Peubah Minat peternak untuk meningkatkan skala usaha Alasan keputusan minat usaha
Jumlah peternak menjawab Ya
Tidak
18 (90)
2 (10)
- Menguntungkan 18 (100) - Tenaga kerja tersedia 16 (89) - Sumber daya pakan mudah 18 (100) - Pejualan ternak mudah 16 (78)
- Tenaga kerja tidak ada 2 (100) - Modal tidak ada 2 (100)
- Modal usaha 18 (100) Kendala dalam - Lahan untuk kandang terbatas 4 pengembangan (22) usaha ternak Keterangan : ( ) = Menunjukkan persen peternak
-
155
Dwi Priyanto
Kendala dalam pengembangan usaha ternak adalah modal usaha yang dinayatakan 18 peternak (100%), dan faktor lahan sebagai sarana kandang dinyatakan 4 peternak (22% responden). Lahan yang diusahakan umumnya adalah lahan sewaan, karena sebagian besar peternak tidak memiliki lahan dan hidup dalam perkampungan padat penduduk sehingga lahan pembuatan kandang sangat terbatas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang target skala usaha ternak domba yang dilakukan peternak di perdesaan dapat disimpulkan bahwa : 1. Skala usaha ternak domba dengan model usaha pembibitan di perdesaan masih rendah yakni mencapai 6,05 ekor/peternak dengan pemilikan induk 2,31 ekor/peternak, dengan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun. Hal tersebut berpengaruh langsung terhadap rendahnya nilai penjualan ternak sebesar Rp 776.315/peternak/tahun. 2. Semakin meningkat jumlah induk yang dipelihara, berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dalam meningkatkan skala usaha. Demikian pula peubah jumlah anggota keluarga menjadi penentu dalam pertimbangan pengembangan skala usaha, karena usaha ternak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Peubah aset harga jual domba, luas lahan, dan total pendapatan rumah tangga berhubungan positif terhadap skala usaha ternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian (hortikultura) di lokasi terlihat merupakan usaha kompetitif terhadap usaha ternak domba, kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja. 3. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan di lokasi, disarankan peternak memiliki asset sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai 23,80 ekor, yang diharapkan memberikan pendapatan usaha ternak mencapai Rp 254.421/peternak/bulan. Target kinerja usaha tersebut perlu disesuaikan dengan daya dukung pakan di lokasi, dan tenaga kerja keluarga, disamping faktor lainnya. 4. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan skala usaha ternak yang dipelihara, tetapi faktor modal adalah sebagai kendala utama disamping keterbatasan lahan untuk alokasi kandang ternak.
Saran Untuk mencapai target penjualan anak domba sesuai minat peternak di perdesaan perlu dilakukan peningkatan skala pemilikan induk yang dipelihara. Disamping itu perlu adanya dukungan inovasi teknologi meliputi : (1) Peningkatan produktivitas anak yang dilahirkan, (2) Memperpendek jarak beranak (lambing interval) dengan sistem perkawinan yang tepat, dan (3) Menekan mortalitas
156
Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan
dengan memperbaiki manajemen pemeliharaan khususnya manajemen pakan. Dalam model pengembangan ternak domba dilapangan rekomendasi skala usaha disarankan minimal 5 ekor induk/peternak agar skala ekonomi dapat dicapai, disamping kelayakan usaha ditinjau kondisi sumber daya yang tersedia di perdesaan.
DAFTAR PUSTAKA Gatenby, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropic and Sub-Tropic. Tropical Agriculture Series. Longman, London and New York. Priyanto, D. dan D. Yulistiani. 2005. Estimasi Dampak Ekonomi Penelitian Partisipatif Penggunaan Obat Cacing dalam Peningkatan Pendapatan Peternak Domba di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor hlm. 512-520. Priyanto, D., M. Martawijaya, dan B. Setiadi. 2004. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Domba Lokal pada Berbagai Skala Pemilikan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 433-442. Setiadi, B., D. Priyanto, dan Subandriyo. 1999. Karakteristik Morfologik dan Produktivitas Induk Kambing Peranakan Etawah di Daerah Sumber Bibit, Kabupaten Purworejo. Prosiding Seminar Nasional. Kiat Usaha Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Soedirman, Purwokero : hlm 114-127. Simatupang, P., dan P.U. Hadi. 2004. Daya Saing Usaha Peternakan Menuju 2020. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 45-57. Soehadji. 1992. Pengembangan Peternakan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II. Prosiding Agro Industri Peternakan di Perdesaan. Balai penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 1-32 Statistical Analysis System, 1987. SAS/STAT Guide for Personal Computer Version 6 th ed., SAS. Institute Inc., Carry, NC. USA. Subandriyo, B. Setiadi, D. Priyanto, M. Rangkuti, L.H. Prasetyo, P. Sitorus, T.D. Soedjana, A. Mulyadi, A. Semali, W.K. Sejati, D. Yulistiani, O.S. Butar-Butar, dan B. Utomo. 1994. Penelitian Pengembangan Pemuliaan Domba Prolifik di Perdesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Bogor. 104 hlm. Subandriyo, B. Setiadi, D. Priyanto, M. RangkutI, W.K. Sejati, Riasari, Hastono, dan O.S. Butar-Butar. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Etawah dan Sumber daya di Daerah Sumber Bibit Perdesaan. Pusat Penlitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. 112 hlm. Wahyuni, S. dan A. Suparyanto. 1992. Changes in Women’s Small Ruminant Management and Impact on Family Labour Pattern. Proccedings of the International Seminar. Brawijaya University. Malang. hlm 506-512.
157