OPTIIAASI PENDAPATAN USARA TERNAK DOMBA MELALUI PENINGKATAN MUTU GENETIK TERNAK ATJEN PRJYANTJ, IsA.mTH INOUNu, T.D . SOEDJANA, dan Dwi PRJYANTo Balai Penelitian Ternak, P.O . Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui kelayakan pendapatan usaha ternak domba melalui peningkatan mutu genetik telah dilakukan selama periode Mei 1997 sampai dengan Juni 1998. Sebanyak 115 ekor ternak induk domba dan 72 ekor ternak anak sapihan digunakan dalam penelitian ini . Induk ternak domba terdiri dari domba lokal Garut dan persilangannya dengan St. Croix dan Mt. Charolais . Parameter yang diamati meliputi jumlah anak lahir, jumlah anak mati, bobot lahir anak, jenis kelamin, bobot sapih dan bobot umur 12 bulan, disamping faktorfaktor input produksi seperti biaya produksi dan harga per unit satuan output . Periode produksi yang diamati adalah periode penghasil bakalan, yaitu sampai menghasilkan anak sapihan umur 3 bulan dan periode pembesaran, yaitu sampai umur ternak domba mencapai 12 bulan . Pendekatan ekonomi yang digunakan adalah analisis usaha tani parsial yang meliputi gross margin analysis, total investasi dan nisbah B/C . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ternak hasil persilangan domba pejantan HG dan MG dengan domba betina MG dan HG memberikan estimasi gross margin tertinggi jika dibandingkan dengan kelompok ternak domba lokal Garut baik pada periode sapih maupun sampai umur satu tahun . Setiap penambahan satu unit input pada kelompok ternak-ternak persilangan masih memberikan tambahan pendapatan yang bervariasi dari 22 sampai 51 unit output, sedangkan hal tersebut untuk ternak-ternak lokal tidak diperoleh . Kata kunci : Domba persilangan, gross margin, B/C PENDAHULUAN Usaha pengembangan ternak domba di Indonesia selama ini masih tergantung kepada sistem tradisional dengan tiga ciri utama adalah modal terbatas, input rendah dan skala usaha yang relatif kecil . Hal ini merupakan kendala dalam menghadapi tantangan usaha peternakan untuk bersaing di pasar global, mengingat usaha yang bersifat tradisional tidak dapat menjamin supply bakalan secara kontinyu dengan harga yang kompetitif Meskipun demikian, secara umum dikemukakan bahwa usaha ternak domba ini merupakan komponen penting dalam sistem usahatani dengan kontribusi yang nyata terhadap total pendapatan keluarga petani di berbagai wilayah pedesaan di Indonesia (SABRANI et a/ ., 1982; KNIPSCHEER dan SOEDJANA, 1982; KNIPSCHEER et al., 1983 ; MLJLYADI, 1984) . Balai Penelitian Ternak telah menghasilkan berbagai peluang baru dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak . Salah satunya adalah dengan telah ditemukannya gen tunggal pada ternak domba Indonesia, yang dinamakan gen FecJF, yang dapat mempengaruhi terhadap jumlah anak dilahirkan oleh setiap ekor induk (INOLNU et al., 1993) . Lebih lanjut dilaporkan bahwa untuk ternak-ternak dengan genotipe FecJFFeCJF (tinggi); FecJFFecJ* (medium) dan FecJ+Fecr (rendah), masing-masing mempunyai rattan litter size berturut-turut sebesar 2,26 ; 1,81 dan 1,24 . Namun, total produktivitas ternak yang dihasilkan menjadi rendah karena daya hidup dan pertumbuhan pra-sapih dari ternak-ternak tersebut yang relatif rendah. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksinya adalah melalui peningkatan mutu genetik ternak dengan melakukan kawin silang. Metode kawin silang dengan exotic breed dapat dilakukan dengan memperhatikan keunggulan masing-masing breed . Ternak domba Indonesia dikenal sebagai ternak yang dapat 661
berproduksi sepanjang tahun karena siklus birahi yang tidak dipengaruhi oleh musim, disamping juga mampu menghasilkan anak sekelahiran yang cukup tinggi . Kendalanya adalah ternak domba lokal Indonesia tersebut memiliki produksi susu induk yang rendah dan sifat bulu yang panjang serta tidak tahan terhadap cuaca panas sehingga laju pertumbuhan anak yang diperoleh relatif rendah . Domba Moulton Charolais (Ivl) dari Perancis mempunyai keunggulan dalam memproduksi susu sehingga mampu merawat anak dengan daya tumbuh yang tinggi . Ketidak tahanan menghadapi lingkungan cuaca panas dapat diatasi dengan introduksi genetik domba St. Croix (H) dari Virgin Island, Amerika yang lebih adaptable terhadap iklim tropis seperti Indonesia karena sifat bulunya yang relatif pendek . Mengawinsilangkan ternak domba Indonesia keturunan Garut (G) dengan domba keturunan H dan M diharapkan dapat menggabungkan sifat-sifat unggul tersebut sehingga dapat meningkatkan nilai produktivitas ternak domba. Harapan meningkatnya nilai produktivitas ternak belum diimbangi dengan analisis ekonomi sebagai pedoman dalam mencapai pendapatan yang layk dari usaha perbaikan mutu genetik ternak . Oleh karenanya perlu ditinjau dan dikaji ulang sejauh mana tambahan input dalam metode kawin silang dapat memberikan nilai tambah terhadap usaha peternakan domba, dimana hal tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap pola aplikasinya baik pada usaha peternakan rakyat maupun komersial. Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak domba agar diperoleh pendapatan yang layak, perlu dilihat dan dikaji ulang sejauh mana potensi mutu genetik ternak perlu dilakukan. Analisis ekonomi sebagai pedoman untuk mencapai pendapatan yang optimal dari usaha peternakan domba melalui pemanfaatan metode/teknik kawin silang dengan exotic breed pantas untuk dikerjakan . Hasil ekonomi dari semua perbaikan mutu genetik ini memberikan gambaran yang jelas terhadap pola aplikasinya baik pada usaha peternakan rakyat maupun usaha komersial . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tambahan peningkatan penerimaan atau kerugian yang diperoleh terhadap tambahan kenaikan input akibat penggabungan sifat-sifat unggul ternak domba G, H dan M melalui teknik/metode kawin silang pada usaha peternakan domba. Kelayakan bio-ekonomi mengenai potensi genetik ternak domba dan peluang pembangunan industri peternakan dalam jangka panjang diharapkan dapat merangsang iklim usaha yang sehat. Hal ini diharapkan dapat menarik para investor untuk bergerak dalam usaha peternakan domba, sehingga usaha budidaya ternak ini dapat meningkat dengan pesat. MATERI DAN METODE
Ternak yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 3 bangsa domba dengan jumlah 115 ekor ternak induk dan 72 ekor anak sapihan . Ternak betina induk terdiri dari domba lokal Garut (GG), domba persilangan lokal Garut dengan St. Croix (HG) dan domba persilangan lokal Garut dengan Mt. Charolais (MG) serta domba persilangan antara tenkah HG dan MG (HMG dan MHG) . Ternak induk menghasilkan 4 kelompok anak yang digunakan dalam penelitian ini sampai dengan periode sapih (3 bulan) . Sedangkan ternak anak sapihan terdiri dari domba lokal GG dan domba persilangan MHG, dimana ternak-ternak ini digunakan dalam penelitian untuk periode pembesaran, yakni usia lepas sapih sampai dengan umur 1 tahun. Dari masing-masing kelompok perkawinan ini dibagi lagi berdasarkan tipe kelahiran, yaitu tipe kelahiran tunggal, kembar dua ekor dan kembar lebih dari dua ekor . Secara rinci jumlah induk yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Penelitian ini dilakukan di stasiun percobaan pemuliaan ternk domba Balai Penelitian Ternak, Bogor selama periode Mei 1997 sampai dengan Juni 1998 . Parameter anak yang diamati meliputi jumlah anak lahir, jumlah anak mati, bobot lahir anak, jenis kelamin, bobot 66 2
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1998
sapih sampai dengan bobot umur 12 bulan, dan konsumsi pakan. Penimbangan anak sampai umur sapih dilakukan setiap dua minggu sekali, selanjutnya hal tersebut dilaksanakan setiap bulan. Tabel 1.
Junilah temak induk domba (ekor) yang digiuiakan berdasarkan kelompok perkawinan dan tipe kelahiran
Tipe kelahiran
GG x GG
Tunggal Keinbar dua ekor Kembar lebih dari dua ekor Total
24 25 12 57
Kelompok perkawinan HG x HG
4 8 9 21
MG x HG
5 5 1 11
HG x MG
16 10 0 26
Dari parameter biologis tersebut di atas, dihitung estimasi gross margin berdasarkan dua periode produksi, yaitu produksi sapih sampai umur 90 hari clan produksi pembesaran sampai dengan umur 360 hari untuk masing-masing kelompok perkawinan clan tipe kelahiran. Data input fisik seperti upah tenaga kerja, harga per unit pakan baik rumput maupun konsentrat, serta harga per unit alat tidak habis pakai dan obat-obatan diperoleh dari informasi pasar terakhir clan wawancara pribadi dengan pemilik pabrik pakan ternak . Sedangkan harga pembelian dan penjualan ternak diperoleh dari hasil wawancara dengan peternak di daerah Garut dan peternak komersial di daerah Gadog, Bogor. Data output fisik berupa penjualan anak berdasarkan bobot badan hidup yang dihitung sesuai dengan harga yang berlaku di pasar saat ini . Perhitungan bio-ekonoini dari optimasi pendapatan terhadap peningkatan mutu genetik ternak dilakukan berdasarkan keragaan parameter biologis ternak . Pendekatan ekonomi yang digunakan adalah analisis usahatani parsial yang meliputi analisis marjin kotor clan biaya produksi umum sesuai dengan petunjuk AMIR clan KNIPSCHEER (1989) . Analisis marjin kotor adalah perbedaan antara pendapatan kotor clan biaya tidak tetap dari usaha peternakan domba sehingga diperoleh pendapatan atas biaya tidak tetap. Analisis ini merupakan salah satu teknik yang mudah dan sederhana, sehingga dapat dilakukan oleh petani itu sendiri didalam menilai optimasi kelayakan teknis atau keuntungan ekonomi dari usahanya . Perhitungan nisbah B/C juga dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar penambahan input dalam satuan unit terhadap pendapatan yang diperoleh . HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan parameter biologis ternak Performans rata-rata produktivitas anak domba berdasarkan kelompok perkawinan clan tipe kelahiran disajikan pada Tabel 2. Anak domba persilangan HMG untuk tipe kelahiran kembar lebih dari dua ekor tidak diperoleh pada penelitian ini . Hasil kinerja rata-rata produktivitas anak domba menanjukkan bahwa bobot lahir anak hasil persilangan baik HG maupun MG relatif lebih tinggi daripada anak GG untuk seluruh tipe kelahiran . Sedangkan bobot sapih anak GG untuk semua tipe kelahiran menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak hasil persilangan HG. Hal tersebut untuk ternak HMG clan MHG menunjukkan bobot sapih yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak ternak domba GG. Sehingga, secara keseluruhan anak-anak MHG menunjukkan baik rataan bobot lahir maupun bobot sapih yang tertinggi untuk semua tipe kelahiran dibandingkan dengan anak-anak dari ketiga bangsa yang lain. 663
a
Tabel 2. Performans rata-rata produktivitas anak domba berdasarkan kelompok perkawinan dan tipe kelahiran Parameter
GG
Jumlah anak lahir (ekor) Bobot lahir (kg)
Jumlah anak hidup (ekor) Bobot sapih (kg) Keterangan : TKL
GG HG HNIG AIHG
=
= = = =
HG
HMG
TKL 1
TKL 2
TKL> 2
TKL 1
TKL 2
TKL> 2
TKL I
TKL 2
24
62
43
5
16
32
16
20
3,20
2,45
1,80
3,40 13,00
18
44
30
14,40
11,50
10,50
tipe kelahiran anak hasil persilangan domba pejantan anak hasil persilangan domba pejantan anak hasil persilangan domba pejantan anak hasil persilangan domba pejantan
4
3,07
16
10,70
1,92
22
7,60
3,32
16
17,60
Garut dengan domba lokal Indonesia keturunan St. Croix dan domba lokal Indonesia HG dan domba betina DIG NIG dan domba betina HG
2,44 19
13,10
MHG TKL> 2 -
TKL 1
TKL 2
6
10
TKL> 2 3
-
3,50
2,76
2,06
-
17,20
5
9
3
14,00
10,50
a. o
O
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998
Output yang diharapkan dari parameter biologis tersebut diatas adalah bobot sapih dan bobot badan umur 12 bulan, dimana hal ini dapat dikonversikan untuk menghitung nilai investasi dan estimasi gross margin pada masing-masing bangsa berdasarkan tipe kelahiran untuk periode yang sama. Estimasi gross margin Analisis ekonomi yang dilakukan adalah model input-output, karena hal ini selain memberikan gambaran yang jelas terhadap suatu proses produksi, juga mudah untuk dilakukan evaluasi dimana-masa yang akan datang. Analisis ini dilakukan berdasarkan periode produksi yang dihasilkan, dimana dalam hal ini terdiri dari dua periode yakni periode sapih sampai dengan umur 90 hari dan periode pembesaran sampai dengan umur 12 bulan. Selain menghitung estimasi gross margin, analisis ini juga meliputi nilai investasi pada masing-masing periode produksi . Tentunya, pada periode produksi yang berbeda akan mengliasilkan nilai investasi dan estimasi gross margin yang berbeda pula. Secara umum, nilai total investasi merupakan penjumlahan dari nilai bibit ternak, pembuatan kandang dan pembelian alat tidak habis pakai, dalam hal ini adalah pencacah rumput (chopper) . Estimasi gross margin menipakan salah satu metode/teknik dari model input-output yang diperoleh dari perbedaan alas total penerimaan dengan total biaya produksi (AMIR dan KNIPSCHEER, 1989). Total penerimaan merupakan komponen output secara langsung ykni penjualan anak hidup, sedangkan total biaya prodidcsi terdiri dari komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat (tidak habis pakai), dan biaya penyusutan kandang. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya pembelian pakan (konsentrat dan hijauan), pembelian alat (habis pakai), pembelian obat-obatan dan tenaga kerja . Periode sapih
Periode produksi yang digunakan dalam perhitungan adalah selama 8 bulan, yaitu terdiri dari periode induk bunting (5 bulan) dan periode beranak sampai dengan penyapihan selama 3 bulan . Adapun beberapa ketentuan yang digunakan dalam analisis ini adalah : Investasi : a. b.
c.
Harga dari bibit induk adalah Rp 4.000,-/kg bobol hidup, sedangkan lial tersebut wituk bibit pejantvn adalah Rp 4.285,-/kg bobol ludup . Nisbah kelamin pejantan dan betina untuk perkawinan adalah 1 berbanding 20. Luas kandang untuk satu ekor betina deNvasa dengan satu, dua clan tiga ekor anak masing-masing memerlndcan kandang seluas 1,70 ; 1,85 clan 2,00 m2. Sedangkan kandang untuk seekor pejantan ditetapkan seluas 1,2 m2. Harga kandang ditetapkan sebesar Rp 15.000,- per m2. Diasumsikan nilai ekonomis kandang tersebut adalah selvna 5 talnun. Harga alat pencacah rmnput adalah sebesar Rp 5 .000.000, per bualn, dimana alat tersebut mampu memotong nunput dengan kapasitas sebanyak 3 ton per jam. Hal ini menunjukkan bahwa satu alat tersebut dapat digumakan untuk 1000 ekor betina dengan nilai ekonomis selwna 10 tahun.
Biava Produksi : a.
Komponen pakvn terdiri dari pakan hijauan dan konsentrat. Jumlaln hijauan segar per ekor ternak yang diberikan sebesar 10% dari bobot badan, sedangkan hal tersebut 665
SeminarNasional Veteriner don Peternakan 1998
b.
c.
d.
untuk konsentrat adalah 2,5%. I-arga per kg hijauan ditetapkan sebesar Rp 20,-, sedangkan untuk konsentrat adalah Rp 300,- per kg. Pemberian hijauan pada anak belum dilakukan, sedangkan konsentrat yang dimakan dihitung berclasarkan bobol badan anak sebesar 2,2% selama periode 90 hari. Tenaga ketja yang diperlukan untuk memelihara setiap 120 ekor induk adalah 1 orang, dengan upah pokok sebesar Rp 150 .000,- per bulan . Upah tambahan diberikar pada saat ternak beranak swnpai disapih sebesar 10, 15 dan 20% dari upah pokok berturut-turut untuk induk-induk kelahiran tunggal, kembar dua ekor clan kernbaj lebih dari dua ekor . Komponen obat-obatan diperlukan terutama pada saat akan dikawinkan ternak-ternak tersebut diberi obat cacing dan diulang kembah pada saat anak akan disapih Diperlukan juga jodium tinctur dan kapas untuk merawat anak yang baru lahir Diasumsikan harga obat-obata t tersebut adalah Rp 1 .000,- per ekor per periode. Alat tidak lkabis pakai yang diperlukan antara lain adalah ember plastik wtttik tempa minum, sapu lidi untuk pembersih kandang dan arit . Diasumsikan biaya untul komponen ini aclalah Rp 700,- per ekor per periode.
Penerimaan : Total penerimaan diperoleh dari ailai anak sapih, nilai pejantan aflcir, nilai induk alkir, sis; nilai ekonomi kandang clan alat tidak habis pakai . Anak dijual pada umur sapili dengan nila Rp 5.000,- per kg bobot hidup, sedangkan nilai pejantan clan induk aIIcir inasing-masing adaaal Rp 4.000,- per kg bobot hidup. Secara singkat, beberapa ketentuan untuk biaya dan penerimaan yang digtinakan dalatj perhitungan analisis ekonomi ini disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Astunsi biaya dan
peneriniaan yang digtmakan dalam perNttutgan analisis ekonomi
Parameter 1 . htvestasi : a. Bibit betina (kg/bobot hidup) b. Bibit pejantan (kglbobot hidup) c. Kandang (ekor/m') d. Alat pencacalt nunput (per 1 .000 ekor) 2. Biaya Produksi : a. Pakan hijauan (perkg) b. Pakan konsentrat (per kg) c. Tenaga kerja (120 ekor teniak/bulan) d. Obat-obatan (per ekor/periode) e. Peralatan kandang (per ekor/periode) 3. Peneninaan: a. Nilai anak sapili (per kg bobot hidup) b. Nilai induk atkir(per kg bobot hidup) c . Nilai pejantan aflcir (per kg bobot Itidup) d. Nilai ekonoinis alat pencacali nunput (per 1.000 ekor/10 taluui) e. Nilai ekonornis kandang (per ekor/5 taluui) 66 6
Biaya (Rp.) 4.000,5.000,25.000,5.000.000,50,600,150.000,1.000, 1.000; 8.000,6.000,-
6 .000,-
500 .000,2.500,-
SeminarNasional Veteriner dan Peternakan 1998
Nilai investasi clan perhitungan estimasi gross margin atas biaya tidak tetap dari usaha peternakan domba sampai periode sapih berdasarkan kelompok perkawinan dan tipe kelahiran tunggal, kembar dua ekor dan kembar lebih dari tiga ekor secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Hasil perhitungan bahwa nilai investasi tertinggi dicapai oleh anak-anak domba HG untuk tipe kelahiran tunggal, domba HMG untuk tipe kelahiran kembar dua ekor dan domba GG untuk tipe kelahiran kembar lebih dari dua ekor. Sedangkan nilai investasi terendah diperoleh anak-anak domba MHG baik untuk tipe kelahiran tunggal dan kembar dua ekor, dan domba HMG untuk tipe kelahiran kembar lebih dari dua ekor. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan anak-anak domba persilangan antara induk St. Croix clan Mt. Charolais diperlukan nilai investasi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak domba lokal Garut dan keturunan pertama St. Croix. Tabel 4.
Rataan total investasi (Rp/ekor/penode) sampai dengan bobot sapih ternak domba berdas adcan tipe kelalriran Tipe kelalvran
ternak TKL 1
GG
HG HMG MHG
190.617
216.350
TKL 2
TKL > 2
197.836 195 .700
196.272
205.980
213.100 185.030
190.060
197.679 185.030 195.250
Perhitungan estimasi gross margin atas biaya tidak tetap terbesar diperoleh pada ternakternak MHG dan HMG, diikuti oleh ternak-ternak HG dan yang terkecil dicapai oleh ternak-ternak pada kelompok perkawinan GG untuk semua tipe kelahiran (Tabel 5). Hal ini tampak selaras dengan perolehan rataan bobot sapih yang dicapai oleh ternak-ternak pada kelompok MHG dan HMG yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hal tersebut pada ternak-ternak kelompok lokal GG (Tabel 2). Tabel 5. Estimasi
gross margin (Rp/ekor/periode)
sampai bobot sapih ternak domba berdasarkan tipe kelahiran Tipe kelahiran
Bangsa ternak TKL 1
GG
HG HMG MHG
TKL 2
TKL > 2
30 .916 ;
17 .639;
-14.811,-
22 .418 ;
-1 .473,8.864,
53 .535 ; 63 .972 ;
-37.866,-
28 .981 ;
0 105.017;
Estimasi gross margin atas biaya tidak tetap yang diperoleh pada tipe kelahiran tunggal untuk hampir semua bangsa ternak memberikan hasil yang negatif kecuali untuk anak-anak domba MHG . Ternak domba dengan tipe kelahiran kembar dua ekor memberikan estimasi gross margin yang paling tinggi dibandingkan dengan hal tersebut pada tipe kelahiran tunggal clan kembar lebih dari dua ekor. Hal senada juga dilaporkan pada usaha peternakan domba lokal Garut dan persilangan St. Croix bahwa tipe kelahiran kembar dua ekor memberikan hasil estimasi gross margin yang lebih tinggi dibandingkan dengan hal tersebut pada kelahiran tunggal dan kembar lebih dari tiga ekor (PRIYANTI et al., 1996) . Sedangkan, BINDON et al, (1984) melaporkan bahwa 667
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998
kenaikan jumlah anak saat lahir sebesar 0,77 ekor per induk beranak dapat menghasilkan kelebihan keuntungan sebesar 24% . Lebih lanjut HOHENBOKEN dan CLARKE (1981) serta BRADFORD (1985) menyatakan bahwa secara ekonomi kondisi jumlah anak sekelahiran dari setiap induk yang menghasilkan lebih dari satu ekor anak dapat lebih menguntungkan dibandingkan dengan induk yang hanya menghasilkan satu ekor anak pada setiap kelahiran . Namun, tingkat manajemen yang baik merupakan syarat utama agar usaha ini benar-benar memberikan pendapatan yang optimal . Pada tingkat manajemen yang tinggi dengan pakan tambahan yang diberikan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan, INOUNU (1996) melaporkan bahwa perhitungan margin kotor per induk memberikan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hal tersebut pada kondisi manajemen rendah dan sedang . Perode pembesaran
Periode produksi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah selama 9 bulan, yaitu terdiri dari periode lepas sapih (setelah 3 bulan) sampai dengan umur 1 tahun . Sama halnya dengan periode sapih, beberapa ketentuan yang digunakan dalam analisis ini adalah : Investasi : a. b. c.
Harga bakalan sebagai inodal utama ditetapkan sebesar Rp 5.000,- per kg bobot hidul baik jantan maupun betina. Luas kanclang aclalah 0,75 m2 per ekor ternak, dengan harga kanclang ditetapkar sebesar Rp 25 .000,- per m2. Diasumsikan nilai ekonomis kandang tersebut adalab selama 5 tahhun. Sama halnya dengan periode sapih, barga alat pencacah rumput ditetapkan sebesar Rp 5 .000 .000,- per buah untuk 1 .000 ekor ternak dengan nilai ekonomis selama 10 tahun
Biava Produksi : a.
b. c. d.
Komponen pakan terdiri dari pkan hijauan dan konsentrat. Hijauan diberikan secan ad libitum sekitar 10% dari bobot badan, sedangkan ltial tersebut untuk konsentra adalah 2,5% . I-Larga per kg hijauan ditetapkan sebesar Rp 50,- sedangkan untul konsentrat adalah Rp 600,Tenaga kerja yang diperlukan untuk memelilkara setiap 120 ekor terrkak acialah sati orang, dengan upah pokok sebesar Rp 150 .000,- per bulan. Komponen obat-obatan diperlukan terutama untuk pembelian obat cacing Diasumsikan biaya yang dikeluarkan untuk obat-obadan sebesar Rp 1 .000,- per eko per periode. Alat tidak habis pakai yang diperlukan antara lain adalah ember plastik untuk tempa minum, sapu lidi untuk membersihkan kandang dan arit. Diasumsikan biaya untul komponen ini adalah Rp 1.000,- per ekor per periode.
Penerimaan : Total penerimaan diperoleh dari nilai jual ternak pada umur 1 talnm. Penjualan anak dilakukaj berdasarkan bobot hidup yang diperoleh pada umur tersebut dengan nilai Rp 8 .000,- per kg. Nilai investasi dan perhitungan estimasi gross margin atas biaya tidak tetap dari usalu peternakan domba ini sampai umur 1 tahun berdasarkan kelompok perkawirnan dan tipe kelahiral tunggal, kembar dua ekor dan kembar lebih dari dua ekor masing-masing dapat dilihat pada Tabe 6 dan Tabel 7. 66 8
SeminarNasional Veteriner dan Peternakan 1998
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai rata-rata investasi tertinggi diperoleh pada ternak-ternak kelompok MHG untuk tipe kelahiran tunggal, namun sebaliknya ternak-ternak dengan tipe kelahiran kembar dua dan lebih dari dua ekor dicapai oleh ternak lokal GG . Sebaliknya, nilai rata-rata investasi terendah dicapai oleh ternak-ternak pada kelompok GG untuk tipe kelahiran tunggal, sedangkan pada tipe kelahiran kembar dua clan lebih dari dua ekor dicapai oleh ternak-ternak kelompok MHG (Tabel 6) . Tabel6.
Rataan total investasi (Rp/ekor/periode) sampai tunur 1 talitnt teniak domba GG dan MHG berdasarkan tipe kelahiran
ternak GG
104.650,
MHG Tabel7.
Tipe kelahiran TKL 1
110.950,
91 .147, 82 .596,
TKL > 2 80.673, 68.744,
Estunasi gross nwrgin (Rp/ekor/penode) sampai bobot tuner 12 bulan domba GG dan MHG berdasarkan tipe kelahiran
Bangsa temak GG HG
TKL 2
Tipe Kelahiran TKL 1
TKL 2
63 .488,
21 .424, 82 .370,
3578,
TKL > 2 18 .549,
97.487,
Perhitungan estimasi gross margin atas biaya tidak tetap dari usaha peternakan domba pada periode pembesaran memberikan hasil yang konsisten untuk setiap tipe kelahiran berdasarkan bangsa ternak. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok ternak MHG memberikan estimasi gross margin (Rp/ekor/periode) yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hal tersebut pada kelompok ternak GG untuk semua tipe kelahiran . Ternak-ternak pada kelompok GG memberikan perhitungan gross margin yang paling kecil untuk semua tipe kelahiran dibandingkan dengan kelompok ternak MHG. Hal ini disebabkan karena selain daya hidup yang diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan kedua kelompok yang lain, bobot badan umur 12 belan sebagai nilai output langsung dalam perhitungan ini juga rendah . Hal ini menunjukkan bahwa dengan kondisi yang ada, usaha peternakan domba pada ternak kelompok GG akan selalu merugi apabila tidak diimbangi dengan terobosan teknologi yang layak dan dapat diaplikasikan. Hasil perhitungan nisbah B/C dari usaha peternakan domba ini dicapai oleh ternak-ternak kelompok MHG untuk semua tipe kelahiran (Tabel 8) . Ternak-ternak kelompok perkawinan GG memberikan hasil nisbah B/C yang paling kecil untuk semua tipe kelahiran dibandingkan dengan kelompok ternak MHG. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok ternak persilangan antara MG dengan HG, setiap penambahan satu unit input akan diperoleh tambahan pendapatan yang bervariasi antara 22 sampai 51 unit output . Sedangkan pada kelompok ternak GG tambahan pendapatan yang diperoleh hanya berkisar antara 1 sampai dengan 9 unit output untuk setiap penambahan satu unit input. Nisbah B/C ini akan sangat berkaitan dengan estimasi gross margin yang diperoleh, semakin tinggi gross margin yang didapat, akan semakin besar pula nisbah B/C. Semakin tinggi nisbah B/C menunjukkan bahwa usaha tersebut semakin menguntungkan.
66 9
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998 Tabel 8. Perhitungan nisbah B/C sampai umur 1 tahun ternak GG dar MHG berdasarkan tipe kelahiran Bangsa temak
Tipe kelahiran TKL 1
TKL 2
TKL > 2
GG
1,01
1,09
1,08
1\, HG
1,22
1,34
1,51
KESIMPULAN DAN SARAN Dengan memanfaatkan teknologi kawin silang dalam pengembangan usaha peternak domba yang berorientasi keuntungan, maka secara teknis dapat diterapkan di masyarakat deng perlakuan tertentu, dar dengan berbagai diversifikasinya cukup layak dar mempunyai pelua yang strategis untuk dikembangkan . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ternak hasil persilangan domba pejantan P dan MG dengan domba betina MG dar HG menberikan estimasi gross margin tertinggi ji dibandingkan dengan kelompok ternaak domba lokal Garut (GG) baik pada periode sapih maup sampai umur satu tahun . Setiap penambahan satu unit input pada kelompok ternak-tern persilangan masih memberikan tambahan pendapatan yang bervariasi dari 22 sanpai 51 u output, sedangkan hal tersebut untuk ternak-ternak lokal tidak diperoleh . Pemanfaatan mutu genetik ternak didalam usaha optimasi pendapatan usaha ternak dom diperlukan manajemen yang tepat dimana secara teknis dapat diterapkan oleh masyarak sehingga mempunyai peluang yang strategis untuk dikembangkan secara komersial . DAFTAR PUSTAKA AmiR, P. and H.C . KNIPSCHEER . 1989 . Conductin g On-Farm Animal Research : Procedures and Econor Analysis . Winrock International Institute for Agricultural Development and hitenational Developm Research Center . Morrilton, Arkansas, USA . . BINDON, B .M ., L.R . PIPER, M .A . CHEERS, and Y .M . CURTIS . 1984 . Reproductiv e performance of cross ewes derived from Booroola and Control Merinos and Joined to rams of two terminal sire breeds . D .R . LINDSAY and D .T . Reproduction in Sheep . pp 243-246 . Australian Academy of Scien Canberra . BRADFORD, G .E . 1985 . Selection for litter size . In : R .B . LAND and D .W. ROBINSON (ED .). Genetic Reproduction in Sheep. pp 3-18 . Butterworths, London . HOHENBOKEN, W .D . and S .E . CLARKE . 1981 . Genetics environmental and interaction effects on lamb survi+ cunmnulative lamb production and longevity of crossbred ewes. J. Anim . Sci. 53 :956-976 . INOUNU, I ., L .C . INIGUEZ, G.E . BRADFORD, SUBANDRIYO, and B . TIESNAmuRTL 1993 . Productive performa of Javanese sheep of prolific Javanese ewes . Small Ruminant Research . Elsevier Science Publis 12 :243-257 . INOUNU, I . 1996 . Keragaan Produksi Ternak Domba Prolifik . Disertasi Program Doktor. histitut Pertan Bogor . KNIPSCHEER, H .C . and TJEPPY D . SOEDJANA. 1982 . The productivity of small ruminants in West Javan fanning systems . Working Paper No .4 . SR-CRSP/Research Institute for Animal Production, Bol Indonesia .
67 0
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998 KNIPSCHEER, H.C ., M . SABRANI, A .J . DEBOER, and TJEPPY D . SOEDJANA . 1983 . The economic role of sheep and goats in Indonesia . Bull . Indon . Econ. Studies, Vol XIX, No .3, December, A .N .U ., Canberra, Australia. MULYADI, A . 1984 . Economic roles of small ruminant production in two areas of West Java, Indonesia . Working Paper No . 31 . SR-CRSP/Research Institute for Animal Production, Bogor, Indonesia. PRiYANTi, A ., I . INOUNU, dan B . TIESNAMURTI . 1996 . Pemanfaatan gen FeCJ F dalam pengembangan usaha ternak domba untuk tujuan komersial : analisis ekonomi . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 2(1) 1-9 . SABRANI, M ., P . SITORUS, M . RANGKUTI, SUBANDRIYO, I-W MATHIUS, T.D. SOEDJANA, and A. SEMALL 1982 . Laporan Survey Baseline Ternak Kambing dan Domba. SR-CRSP, Balitnak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor .