ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 TANGGAP TANAMAN PADI SAWAH DARI BERBAGAI UMUR BIBIT TERHADAP PEMUPUKAN NITROGEN Oleh: Khavid Faozi dan Bambang Rudianto Wijonarko
Program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRACT
The study aims to determine responsiveness wetland rice from various age of seedlings to nitrogen fertilization. Research was a pot experiment in a plastic house Faculty of Agriculture, Jenderal Soedirman University, conducted from May to September 2008. Factors that tested were the dose of nitrogen fertilizer and age of seedlings. Nitrogen fertilization consisted of three levels: Urea 0 kg/ha, 150 kg/ha and 300 kg/ha. The age of seedlings including seed age 7 days, 14 days and 21 days. Observation data was analyzed by F test, followed by Least Significant Difference (LSD) level 5%. The results showed response of wetland rice plants of different ages of seedlings generally the same, namely the growth and the yield increased with nitrogen fertilizer (urea). Dose of urea fertilization 300 kg/ha gave the best yield on grain weight per clump at 49.38 g when compared with urea fertilization 150 kg/ha of 32.32 g and no urea fertilizer of 16.42 g. Seedling age 14 days have the highest grain weight per clump of 34.97 g. Key words: nitrogen, age of seedlings, and wetland rice.
produksi adalah sistem intensifikasi padi
PENDAHULUAN Pupuk nitrogen sebagai masukan
(SRI, System of Rice Intensification).
produksi utama pada budidaya padi sawah
Prinsip penerapan SRI meliputi penanaman
seringkali diberikan secara berlebihan.
bibit muda secara hati-hati satu per satu
Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan
dengan jarak tanam agak lebar, selama
dapat menyebabkan keefisienan pupuk
pertumbuhan
menurun serta membahayakan tanaman
digenangkan, pemakaian kompos, dan
dan
2003).
penyiangan dini (Uphoff dan Fernandes,
Pemupukan nitrogen yang berlebihan juga
2003). Melalui metode SRI, tanaman padi
berdampak pada peningkatan kepekaan
memiliki
tanaman terhadap hama dan penyakit,
perkembangan akar lebih besar, dan lebih
pemborosan sumber daya alam yang tidak
banyak butir pada malai.
lingkungan
(Wahid,
vegetatif
lebih
tanah
banyak
tidak
anakan,
terbaharui sebagai bahan pembuatan pupuk
Penelitian tentang penerapan prinsip
dan meningkatkan akumulasi nitrat bebas
SRI dalam budidaya padi sawah terbukti
dalam makanan sehingga membahayakan
mampu
kesehatan
(Masdar et al., 2006). Nasroom (2007),
manusia
(Djamhari,
2002;
Husodo, 2002).
meningkatkan
melaporkan
penanaman
hasil padi
tanaman dengan
Salah satu sistem produksi dalam
metode SRI dapat meningkatkan produksi
budidaya padi sawah yang telah banyak
padi mencapai 7–9 t/ha dibandingkan
diterapkan dan berhasil meningkatkan
32
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 dengan cara konvensional hanya mampu berproduksi maksimum 6 t/ha.
METODE PENELITIAN Bahan
yang
digunakan
meliputi
Umur bibit merupakan salah satu
sarana produksi yang diperlukan untuk
faktor yang menentukan kualitas dan
pelaksanaan percobaan pot di rumah
kemampuan pertumbuhan bibit setelah
plastik antara lain benih padi varietas IR64,
dipindahkan ke lapangan. Keuntungan
media tanah Inceptisol, pupuk kandang,
menggunakan
adalah
pupuk urea, SP36, KCl, dan pestisida. Alat
dan
yang digunakan antara lain cangkul, sekop,
tinggi
ayakan tanah 2 mm, timbangan analitik,
dibandingkan dengan bibit tua. Sebaliknya,
timbangan biasa, polibag, alat pengukur
bibit
suhu, alat semprot,
bibit
kemampuannya membentuk
untuk anakan
yang
muda tumbuh masih
terlambat
kemungkinan
dipindahkan
mengalami
stagnasi
pertumbuhan dan mengurangi kesempatan tumbuhnya
anakan,
sehingga
penggaris,
oven,
kertas label, kantong plastik, dan alat tulis. Penelitian merupakan percobaan pot disusun dengan rancangan acak kelompok
memperpanjang waktu pemasakan dan
(RAK)
menurunkan hasil (Soemartono et al.,
perlakuan diulang tiga kali. Faktor pertama
1992). Keterlambatan memindahkan bibit
adalah umur bibit yaitu: U1 = bibit umur 7
juga menyebabkan pertumbuhan vegetatif
hari, U2 = bibit umur 14 hari, dan U3 =
dan generatif tidak seragam, sehingga
bibit umur 21 hari. Faktor kedua adalah
pemasakan dan panen tidak merata yang
dosis pupuk nitrogen (N) yaitu:
akibatnya umur tanaman dari benih mulai
tanpa pupuk urea atau dosis 0 kg/ha, N1 =
disebar hingga panen makin panjang.
urea dosis 150 kg/ha, dan N2 = pupuk
Mendasarkan hal tersebut, penelitian dilakukan
dan
semua
N0 =
urea dosis 300 kg/ha. Kombinasi perlakuan sebanyak 9 buah dan diulang tiga kali
tanaman padi sawah dari berbagai umur
sehingga terdapat 27 unit percobaan.
bibit
nitrogen.
Adapun unit percobaan terdiri dari 5 pot,
Melalui kajian pertumbuhan dan hasil padi
sehingga jumlah total pot dalam penelitian
sawah yang berasal dari berbagai umur
sebanyak 135 buah.
terhadap
dengan
mengetahui
(3x3)
tanggap
bibit
untuk
faktorial
pemupukan
pupuk
Media tanah kering udara yang sudah
nitrogen diharapkan diperoleh dosis pupuk
diayak dengan ayakan 2 mm dicampur
nitrogen
pada
dengan pupuk kandang dosis 5 t/ha, lalu
berbagai stadia umur pemindahan bibit
dimasukkan ke dalam polibeg masing-
padi.
masing sebanyak 8 kg. Bibit padi yang
(urea)
perlakuan yang
dosis optimum
terdiri atas umur 7 hari, 14 hari, dan 21 33
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 hari
ditanam pada media yang terlebih
Hasil pengamatan dianalisis dengan
dahulu dilumpurkan. Pupuk SP36 75 kg/ha
uji F untuk mengetahui keragamannya dan
atau 0,3 g/pot, dan KCl 75 kg/ha atau 0,3
apabila ada perbedaan nyata dilanjutkan
g/pot diberikan pada saat tanam. Perlakuan
dengan uji beda nyata terkecil (BNT)
pupuk urea yaitu dosis 150 kg/ha atau 0,9
dengan tingkat kesalahan 5%.
g/pot, dan 300 kg/ha
atau 1,2 g/pot
diberikan dua kali yaitu saat tanaman umur
HASIL DAN PEMBAHASAN
21 hari dan menjelang berbunga atau umur
Tanggap tanaman padi sawah yang
50 hari. Tanaman mulai digenangi umur 7
berasal dari bibit umur 7 hari, 14 hari dan
hari setelah pindah tanam dengan tinggi
21 hari terhadap pemupukan nitrogen
genangan menyesuaikan pada budidaya
secara umum sama, yang berarti tidak
padi sawah di lapangan.
terjadi interaksi antara faktor perlakuan.
Variabel yang diamati ialah tinggi
Semua variabel pengamatan kecuali umur
tanaman, jumlah anakan, umur berbunga,
berbunga, persentase gabah isi, dan bobot
umur panen, bobot tanaman kering, jumlah
1000
malai, jumlah gabah per malai, jumlah
pemupukan
gabah per rumpun, persentase gabah isi,
menyebabkan perbedaan tinggi tanaman,
bobot gabah per rumpun, dan bobot 1000
umur
butir gabah.
tanaman kering, bobot gabah per rumpun,
butir
gabah
meningkat
nitrogen.
berbunga,
umur
Umur panen,
dengan bibit bobot
dan indeks panen. Tabel 1. Tinggi tanaman, bobot tanaman kering, umur berbunga dan umur panen tanaman padi sawah yang berasal dari berbagai umur bibit pada perlakuan pemupukan nitrogen Perlakuan Umur bibit (U) U1 (7 hari) U2 (14 hari) U3 (21 hari) Pemupukan nitrogen (N) N0 (0 kg/ha urea) N1 (150 kg/ha urea) N2 (300 kg/ha urea) Interaksi U x N
Tinggi tanaman (cm)
Variabel pengamatan Bobot Jumlah Umur tanaman anakan berbunga kering (g) (hari)
91,7 a 89,6 a 85,2 b
44,7 a 39,3 ab 35,8 b
19,2 a 17.83 a 17.44 a
66,5 a 62,3 b 60,7 b
96,7 a 92,6 b 90,9 b
80,9 b 91,9 a 93,6 a (-)
23.7 c 40.7 b 55.3 a (-)
10,5 c 18,4 b 25,6 a
61,7 a 63,3 a 64,5 a (-)
92,0 b 93,4 ab 94,7 a (-)
(-)
Umur panen (hari)
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama dengan perlakuan yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada BNT taraf kesalahan 5%. Tanda (-) menunjukkan tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan.
34
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 Tinggi tanaman pada pemupukan
Bibit yang masih muda kemampuan untuk
urea dosis 300 kg/ha menunjukkan paling
tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan
tinggi yaitu 93,6 cm, tidak berbeda dengan
umur bibit yang lebih tua. Bibit umur 7
pemupukan urea 150 kg/ha yaitu 91,9 cm.
hari dan 14 hari keduanya tidak mengalami
Tanaman paling pendek pada perlakuan
stres saat pindah tanam yang berlanjut
tanpa pupuk nitrogen. Bobot tanaman
selama
kering juga menunjukkan paling tinggi
reproduktif.
pada pemupukan urea dosis 300 kg/ha
Bobot
(Tabel 1). tanggap
nitrogen,
vegetatif
tanaman
dan kering
menggambarkan banyaknya bahan kering
Tinggi tanaman dan bobot tanaman kering
pertumbuhan
karena
tanaman yang meliputi bobot akar kering
terhadap
pemupukan
dan bobot tajuk kering. Bahan kering
nitrogen
mempunyai
merupakan bentuk penimbunan fotosintat
peran dalam pembentukan asam amino
dalam
sebagai prekusor protein. Protein berfungsi
meningkatnya
jumlah
sebagai pembangun protoplasma yang
meningkatkan
bahan
merupakan bagian dari sel. Semakin
Menurut Gardner et al. (1991), bobot
banyak nitrogen yang diserap oleh tanaman
tanaman kering menggambarkan jumlah
padi sampai pada batas tertentu akan
penyerapan unsur hara dan pemanfaatan
meningkatkan jumlah dan ukuran sel,
radiasi matahari yang tersedia selama
peningkatan
pertumbuhan oleh tajuk tanaman dan organ
tanaman
tersebut bertambah
dengan
fotosintat kering
akan
tanaman.
yang paling utama dalam penyerapan
tanamannya
radiasi matahari oleh daun. Hasil analisis
(Sakhidin et al., 1998). Menurut Taslim
ragam menunjukkan bobot tanaman kering
dan Supriyadi (1993), pupuk nitrogen
tanggap terhadap dosis pupuk urea. Rerata
berfungsi
bobot
bobot
kering
untuk
tinggi
sehingga
dan
bertambah
padi
menyebabkan
tanaman,
meningkatkan
tanaman
kering
pada
dosis
pertumbuhan vegetatif terutama menambah
pemupukan urea 0 kg/ha, 150 kg/ha, dan
ukuran daun, jumlah anakan, dan tinggi
300 kg/ha berturut-turut 23,7 g, 40,7 g, dan
tanaman.
55,3 g.
Tinggi tanaman tertinggi berdasarkan
Menurut
Sitompul
dan
Guritno
perlakuan umur bibit yaitu pada tanaman
(1995), akar berfungsi untuk mengambil
asal bibit umur 7 hari, berikutnya pada
unsur hara dan air yang diperlukan bagi
bibit umur 14 hari dan terendah pada bibit
metabolisme
umur 21 hari, walaupun antara bibit umur
tanaman, terutama nitrogen merupakan
7 hari dan 14 hari tidak berbeda nyata.
unsur penting dan berkaitan erat dengan
tanaman.
Nutrisi
dalam
35
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 perkembangan akar dan mempertahankan
faktor genetik, juga banyaknya nitrogen
fungsi akar seperti respirasi. Kekurangan N
yang diserap oleh tanaman.
menyebabkan berkurangnya jumlah akar
Umur
berbunga
tidak
tanggap
sehingga bobotnya juga akan berkurang
terhadap pemupukan urea. Umur berbunga
(Abdulrachman et al., 2004). Bobot akar
relatif cepat pada pemupukan urea dosis 0
kering
positif
kg/ha (61,7 hst), selanjutnya pada dosis
dengan bobot tajuk kering. Bertambahnya
150 kg/ha (63,3 hst) dan lebih lama lagi
bobot akar kering, maka akan diikuti
pada dosis 300 kg/ha (64,5 hst). Menurut
dengan bertambahnya bobot tajuk kering,
Gardner et al. (1991), tanaman yang
sehingga bobot tanaman kering bertambah.
kekurangan
umumnya
berkorelasi
unsur
hara
N
akan
Tanaman yang berasal dari bibit
memperpendek pertumbuhan vegetatifnya
umur 7 hari mempunyai bobot tanaman
sehingga menjadi lebih cepat berbunga dan
kering tertinggi yaitu sebesar 44,7 g bila
umur panennya juga menjadi lebih cepat.
dibandingkan dengan yang berasal dari
Umur berbunga paling cepat terjadi
bibit umur 14 hari sebesar 39,3 g dan bibit
pada bibit umur 21 hari yaitu 60,7 hari,
umur 21 hari sebesar 35,8 g. Bobot
selanjutnya pada bibit umur 14 hari yaitu
tanaman kering tertinggi pada perlakuan
62,3 hari, dan bibit umur 7 hari yaitu 66,5
umur bibit muda, didukung oleh tinggi
hari. Umur berbunga berkaitan erat dengan
tanaman yang tertinggi dan jumlah anakan
umur panen. Umur panen berbanding lurus
yang banyak. Jumlah anakan padi sawah
dengan umur berbunga, sehingga cepat
yang berasal dari bibit umur 7 hari
atau lambatnya umur panen bersesuaian
mencapai 19,2 batang sedangkan pada
dengan
tanaman yang berasal dari bibit umur 21
berbunga. Soemedi (1982) menyatakan
hari hanya 17,4 batang.
bahwa lamanya fase reproduktif dan fase
cepat
atau
lambatnya
umur
Jumlah anakan meningkat dengan
pematangan bulir untuk tiap varietas pada
pemupukan nitrogen seperti dapat dilihat
umumnya adalah sama. Umur tanaman
pada Tabel 1. Menurut Basyir et al. (1995),
padi yang panjang disebabkan oleh lama
pertumbuhan dan perkembangan jumlah
fase vegetatifnya.
anakan
sangat
tanggap
terhadap
Hasil analisis ragam menunjukkan
ketersediaan N dalam tanah. Hal tersebut
umur panen paling lama pada pemupukan
juga
sesuai dengan penelitian Bintari
urea dosis 300 kg/ha (94,7 hst) walaupun
(2006), yang menyatakan bahwa jumlah
tidak berbeda nyata dengan pemupukan
anakan yang terbentuk dipengaruhi oleh
dosis 150 kg/ha (93,4 hst), sedangkan paling cepat pada pemupukan urea dosis 0
36
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 kg/ha (92 hst). Menurut Vergara (1990),
mempengaruhi berbunga dan umur panen
tanaman padi mempunyai fase vegetatif
tanaman sehingga pada bibit umur 21 hari
yang berbeda tergantung pada varietasnya,
umur
sedangkan untuk fase reproduktif dan
dibandingkan dengan bibit umur 7 hari.
pemasakan
relatif
sama
pada
panennya
lebih
cepat
bila
setiap
Jumlah malai per rumpun paling
varietas. Pemupukan urea dapat juga
banyak pada pemupukan urea 300 kg/ha
mengakibatkan lamanya fase vegetatif,
yaitu 22,8 malai, sedangkan paling sedikit
sehingga tanaman berbunga lebih lambat
pada pemupukan urea 0 kg/ha (tanpa
dan dipanen lebih lama.
pemupukan) yaitu 9,2 malai (Tabel 2).
Umur panen paling cepat pada
Menurut Endrizal dan Bobihoe (2004),
tanaman yang berasal dari bibit umur 21
nitrogen berperan dalam pertumbuhan
hari yaitu 90,9 hari, sedangkan paling
vegetatif termasuk merangsang jumlah
lambat pada bibit umur 7 hari yaitu 96,7
anakan. Tanaman padi yang kekurangan
hari. Hal tersebut karena bibit yang
nitrogen pertumbuhannya menjadi lambat
dipindah tanam pada umur 21 hari
dan tanaman menjadi kerdil serta jumlah
pertumbuhan vegetatif sudah berlangsung
anakannya sedikit. Abdulrachman et al.
lebih lama sebelum pindah tanam (pada
(2004) menambahkan perbedaan dosis
waktu di persemaian), sedangkan pada
nitrogen
bibit umur 7 hari, petumbuhan vegetatif
mempengaruhi jumlah anakan, dan jumlah
terjadi baru beberapa hari sebelum pindah
malai.
tanam.
Umur
bibit
secara
yang
diberikan
dapat
nyata
Tabel 2. Jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, jumlah gabah per rumpun dan persentase gabah isi tanaman padi sawah yang berasal dari berbagai umur bibit pada perlakuan pemupukan nitrogen Perlakuan Umur bibit (U) U1 (7 hari) U2 (14 hari) U3 (21 hari) Pemupukan nitrogen (N) N0 (0 kg/ha urea) N1 (150 kg/ha urea) N2 (300 kg/ha urea) Interaksi U x N
Jumlah malai per rumpun
Variabel pengamatan Jumlah gabah Jumlah gabah per malai per rumpun
15,4 a 16,5 a 15,7 a
99,7 a 95,9 a 93,8 a
9,2 c 15,7 b 22,8 a (-)
84,8 b 97,3 a 107,3 a (-)
1601,7 a 1627,6 a 1502,3 a 775,0 c 1519,3 b 2437,2 a (-)
Persentase gabah isi (%) 82,9 a 85,2 a 88,1 a 85,9 a 86,1 a 84,1 a (-)
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama dengan perlakuan yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada BNT taraf kesalahan 5 persen. Tanda (-) menunjukkan tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan.
37
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 Jumlah malai pada perlakuan umur
Jumlah gabah per malai paling tinggi
bibit menunjukkan sama. Jumlah malai
diperoleh pada umur bibit 7 hari sebanyak
pada perlakuan umur bibit 14 hari yaitu
99,7 butir dan paling rendah pada umur
16,5 malai, berikutnya pada umur bibit 21
bibit 21 hari sebanyak 93,82 butir. Jika
hari sejumlah 15,7 malai dan pada umur
dihubungkan
bibit 7 hari sejumlah 15,4 malai. Jika
walaupun
dikaitkan dengan jumlah anakan yang
menghasilkan jumlah malai yang paling
terbentuk,
rendah, tetapi jumlah gabah per malainya
pada
menghasilkan
umur
jumlah
bibit anakan
7
hari
banyak,
tinggi.
dengan
pada
Hal
bibit
tersebut
jumlah umur
sesuai
malai, 7
hari
dengan
tetapi justru jumlah anakan produktifnya
pernyataan Abdulracham et al. (2004)
(malai) sedikit, berarti pada bibit muda
bahwa
anakan yang terbentuk tidak semuanya
rumpun akan diikuti oleh kenaikan jumlah
mampu menghasilkan malai.
gabah per malai.
Menurut
Bintari
jumlah
Jumlah gabah per rumpun paling
anakan produktif (malai) merupakan salah
tinggi diperoleh pada umur bibit 14 hari
satu komponen penentu produksi padi
yaitu sebesar 1627,6 butir, sedangkan yang
dalam luasan lahan tertentu.
Jumlah
paling rendah pada umur bibit 21 hari
anakan produktif berhubungan dengan
sebesar 1502,3 butir. Banyaknya jumlah
banyaknya
gabah
gabah
(2006),
sedikitnya jumlah malai per
yang
dihasilkan.
per
rumpun
dipengaruhi
oleh
Semakin banyak anakan produktif, maka
banyaknya jumlah gabah per malai dan
produksi dapat meningkat karena gabah
jumlah malai. Walaupun jumlah gabah per
yang dihasilkan semakin banyak sehingga
malainya tidak terlalu tinggi, tetapi jumlah
akan menambah bobot gabah (Iqbal,
malai per rumpun yang dihasilkan paling
2008a).
tinggi.
Variabel jumlah gabah per malai dan
Persentase gabah isi tidak tanggap
jumlah gabah per rumpun dapat dijadikan
terhadap pemupukan nitrogen. Persentase
acuan untuk mengetahui bobot gabah per
gabah isi secara umum tinggi karena lebih
rumpun. Semakin banyaknya jumlah gabah
dari 80%. Menurut Iqbal (2008b), dengan
per rumpun akan semakin tinggi pula
pemupukan nitrogen lebih tinggi dari 150
bobot gabahnya. Jumlah gabah per rumpun
kg/ha urea dapat menurunkan persentase
terendah ditunjukkan pada pemupukan
gabah isi. Hasil penelitian menunjukkan
urea 0 kg/ha yaitu 775 butir, sedangkan
pemupukan urea 150 kg/ha sebesar 86,1%,
jumlah tertinggi yaitu pada pemupukan
dan pada pemupukan urea 300 kg/ha
urea 300 kg/ha sebanyak 2437,2 butir.
sebesar 84,1%. Faktor umur bibit pada
38
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 variabel persentase gabah isi paling tinggi
dan bibit umur 21 hari sebesar 29,72 g.
diperoleh pada bibit umur 21 hari sebesar
Tingginya hasil gabah pada umur bibit
88,1%, dan pada umur bibit 7 hari sebesar
muda diduga karena pada bibit muda
82,9%.
mampu mengalokasikan hasil fotosintat ke
Jumlah gabah per malai yang sedikit pada
faktor
perlakuan
bibit
diserap bibit muda mampu dimanfaatkan
memungkinkan pengisian gabah menjadi
secara maksimum untuk pembentukan
lebih baik karena distribusi fotosintat yang
gabah. Selain itu, tingginya bobot gabah
lebih merata sehingga jumlah gabah isi
per rumpun pada tanaman yang berasal
meningkat, sedangkan jumlah gabah yang
dari bibit umur 14 hari didukung dengan
terlalu banyak menyebabkan distribusi
jumlah malai per rumpun dan jumlah
fotosintat tidak merata. Baligar dan Fageria
gabah per rumpun yang paling tinggi, bila
(1997) menyatakan bahwa pengisian gabah
dibandingkan dengan bibit umur 7 hari dan
dipengaruhi
21 hari.
oleh
umur
bagian gabah lebih tinggi. Unsur hara yang
jumlah
gabah.
Peningkatan gabah isi dan penurunan
Menurut Novitasari (2005), hasil biji
jumlah gabah per rumpun menyebabkan
tergantung pada ukuran dan keefisienan
persentase gabah isi per rumpun tinggi.
permukaan bidang asimilasi yang ada
Bibit umur 14 hari memberikan hasil
setelah pembungaan, bagian bahan kering
tertinggi pada variabel bobot gabah per
yang telah dihasilkan yang disimpan dalam
rumpun sebesar 34,97 g dibandingkan
organ vegetatif dan lamanya periode
dengan bibit umur 7 hari sebesar 33,43 g
berlangsungnya
proses
tersebut.
Tabel 3. Bobot gabah per rumpun, bobot 1000 butir gabah, dan indeks panen tanaman padi sawah yang berasal dari berbagai umur bibit pada perlakuan pemupukan nitrogen Perlakuan Umur bibit (U) U1 (7 hari) U2 (14 hari) U3 (21 hari) Pemupukan nitrogen (N) N0 (0 kg/ha urea) N1 (150 kg/ha urea) N2 (300 kg/ha urea) Interaksi U x N
Bobot gabah per rumpun (g)
Variabel pengamatan Bobot 1000 butir gabah (g)
Indeks panen
33,42 ab 34,97 a 29,72 b
24,11 a 24,14 a 24,12 a
0,42 c 0,46 a 0,45 b
16,42 c 32,32 b 49,38 a (-)
24,31 a 23,95 a 24,11 a (-)
0,41 c 0,44 b 0,47 a (-)
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama dengan perlakuan yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada BNT taraf kesalahan 5%. Tanda (-) menunjukkan tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan.
39
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 Padmini dan Suwardi (1998) menyatakan
metabolisme tanaman yang pada akhirnya
bahwa menurunnya hasil pada bibit yang
akan berpengaruh terhadap bobot kering
terlalu tua karena masa vegetatif yang
tanaman setelah dipanen. Nilai indeks
lebih singkat menyebabkan akumulasi
panen
karbohidrat
proses
pemupukan urea 300 kg/ha dengan nilai
pengisian gabah tidak maksimum. Asimilat
0,47 kemudian diikuti pada pemupukan
yang ada pada batang dan bagian lain
urea dosis 150 kg/ha sebesar 0,44 dan nilai
setelah pembungaan akhirnya digabungkan
terendah yaitu pada pemupukan urea dosis
dan ditranslokasikan ke dalam biji.
0 kg/ha sebesar 0,41. Indeks panen
Bobot
sedikit,
gabah
sehingga
meningkat
tertinggi
ditunjukkan
pada
dengan
tertinggi diperoleh pada bibit umur 14 hari
pemupukan nitrogen menunjukkan bahwa
yaitu sebesar 0,46, sedangkan paling
N dibutuhkan baik pada fase vegetatif
rendah pada umur bibit 7 hari sebesar 0,42.
maupun generatif. Sesuai dengan pendapat
Nilai indeks panen dapat menunjukkan
Taslim et al. (1989), pada fase generatif, N
berapa
berfungsi untuk menambah jumlah dan
ditranslokasikan untuk pembentukan biji
ukuran gabah tiap malai yang mendukung
dibandingkan dengan pertumbuhan organ
bobot gabah per rumpun.
tanaman lain. Indeks panen yang semakin
Variabel bobot 1000 butir gabah
tinggi
besar
hasil
menunjukkan
fotosintesis
bahwa
yang
semakin
tidak memperlihatkan hasil yang nyata
banyak pula hasil fotosintesis dan asimilat
baik pada perlakuan dosis pupuk urea
yang ditranslokasikan untuk pembentukan
maupun
biji.
perlakuan
umur
bibit.
Sifat
varietas merupakan sifat genotip yang melekat dalam tanaman tersebut. Hasil penelitian Abdulrachman et al. (2004) yang menyatakan bahwa variabel bobot 1000 butir gabah hanya dipengaruhi oleh varietas, yaitu pada penambahan pupuk nitrogen
hingga
50%
dari
dosis
rekomendasi belum meningkatkan bobot 1000 butir. Secara umum perlakuan umur bibit dan pemupukan
nitrogen
berpengaruh
terhadap nilai indeks panen. Nitrogen sangat berperan pada berbagai proses 40
SIMPULAN DAN SARAN 1. Tanggap tanaman padi sawah dari berbagai umur bibit secara umum sama, yaitu pertumbuhan dan hasilnya meningkat dengan pemberian pupuk nitrogen (urea). 2. Pemupukan urea dosis 300 kg/ha memberikan hasil paling baik pada bobot gabah per rumpun sebesar 49,38 g bila dibandingkan dengan pemupukan urea 150 kg/ha sebesar
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 32,32 g maupun tanpa pemupukan sebesar 16,42 g. 3. Bibit umur 14 hari memberikan hasil bobot gabah yang paling tinggi yaitu sebesar 34,97 g per rumpun. DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman, S., Suprijadi., dan Z. Susiana. 2004. Respon Padi Tipe Baru Terhadap Variasi Pemupukan NPK. Bahan Seminar: Apresiasi Hasil Penelitian 2003. Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. 14 hal. Baligar, V. C and N. K. Fageria. 1997. Nutrient Use Efficiency in Acid Soils: Nutrient Management and Plant Use Efficiency. Brazillan Soil Scienci Sosiety: 75-95. Basyir, A., S. Purnarto, Suyamto, dan Supriyatin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Malang. 48 hal. Bintari, E. N. 2006. Uji Daya Galur Harapan Padi Sawah Tipe Baru (Oryza sativa, L) di Dua Lokasi: Kabupaten Kendal Jawa Tengah dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 45 hal. (Tidak dipublikasikan) De Datta, SK. 1981. Principles and Practise of Rice Production. John Willey and Sons, New york. 618p. Djamhari, S. 2002. Pemasyarakatan teknologi budidaya pertanian organik di desa Sembalun Lawang Nusa Tenggara Barat. J. Sains dan Teknologi Indonesia 5 (5): 195 – 202. Endrizal dan J. Bobihoe. 2004. Efisiensi Penggunaan Pupuk Nitrogen dengan Penggunaan Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sawah. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7 (2):118-124. Gardner, F. P., R.B. Pearce dan R.L. Mithcehell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press, Jakarta. 728 hal. Husodo, S.Y. 2002. Pemupukan Berimbang, Produktivitas Padi Nasional dan Perlindungan Terhadap Petani Produsen. Hal 5-18. dalam J.S. Adiningsih dkk (eds). Prosiding Lokakarya Pemupukan Berimbang. Lembaga Pupuk Indonesia, Jakarta. 133 hal. Iqbal, A. 2008a. Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah dengan Penggunaan Macam Pupuk Organik dan Dosis Pupuk Nitrogen. Agrivita 30: 371379. Iqbal, A. 2008b. Potensi Kompos dan Pupuk Kandang untuk Produksi Padi Organik di Tanah Inceptisol. Jurnal Akta Agrosia 11 (1): 13 -18. Masdar, M.Kasim, B.Rusman, N. Hakim, dan Helmi. 2006. Tingkat Hasil dan Komponen Hasil Sistem Intensifikasi padi (SRI) Tanpa Pupuk Organik di Daerah Curah Hujan Tinggi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 8 (2): 126-131. Nasroom, B.I.P. 2007. Budidaya Padi SRI hemat 50 Persen Air dan Pupuk (Online). http://kapanlagi.com diakses 1 April 2008. Novitasari, E. 2005. Respon Morfologi dan Perbedaan Akumulasi Prolin pada Beberapa Genotip Padi Gogo pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Skripsi. Fakultas Pertanian, UNSOED. 39 hal. Padmini, S dan O. Suwardi. 1998. Pengaruh Dosis Pupuk N dan Pemindahan Umur Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza sativa L). Agrivet 2 (1):52-59.
41
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 Sakhidin, S. Rohadi dan Y.A. Nurwanto, 1998. Penggunaan Urea Tablet untuk Meningkatkan Hasil Padi Tanam Langsung dan Pengaruhnya terhadap Hasil Padi Ratun (Efek Residu). Majalah Ilmiah UNSOED 24 (2): 110. Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 412 hal. Soemartono, B. Samat dan Hardjono. 1992. Bercocok Tanam Padi. CV. Yasaguna. Jakarta. Soemedi. 1982. Pedoman Bercocok Tanam Padi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 108 hal. Taslim dan Supriyadi. 1993. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen dengan Manipulasi Kerapatan Tanaman Padi
42
Sawah. Media Penelitian Sukamandi. 12:45-48. Taslim, H., S. Partohardjono dan Subandi. 1989. Padi Buku II. Pemupukan Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 652 hal. Uphoff, N dan Fernandes, E. 2003. Sistem Intensifikasi padi tersebar pesat (Online). http://ngulirpadi.wordperss.com diakses 1 April 2008. Vergara, B.S., 1990. Bercocok Tanam Padi. Proyek Prasarana Fisik Bappenas, Jakarta. 221 hal. Wahid, A. S. 2003. Peningkatan Effisiensi Pupuk Nitrogen Pada Padi Sawah Dengan Metode Bagan Warna Daun. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4): 156-161.