MODEL PERIMBANGAN ANTARA KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN PESISIR SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT
TAMRIN LANORI
S E KO L A H P A S C A S A R J A N A IN STIT UT PERT AN IAN B OGOR 2008
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ”Model Perimbangan antara Kontribusi Pendapatan dan Anggaran Pembangunan untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Pesisir serta Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat” merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2008
TAMRIN LANORI PSL P062020161
SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER IMFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ”Model Perimbangan antara Kontribusi Pendapatan dan Anggaran Pembangunan untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Pesisir serta Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat” merupakan gagasan atau hasil dan karya saya sendiri, dengan arahan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2008
TAMRIN LANORI PSL P062020161
ABSTRACT
TAMRIN LANORI, Balance Model Between Contribution Development Budget for Environmental Quality Improvement Effect to the Welfare of Fishermen Community Objective this Regency, West Sulawesi Province under supervision of JOHN ANDRIANTO and ETTY RIANI
of Income and Coastal and its Polewali Mandar HALUAN, LUKY
The main object of the research is to provide balance between contribution of income and development budget for environmental quality improvement of coastal fishermen Community (CFC). Operational objects are to: (1) obtain comparison/balance between distribution of income and amount of development budget which is allocated for improvement of the main environment factor which influence the productivity of CFC ; (2) define characteristic based on economical, social and cultural aspects of CFC in the research site; (3) obtain and identify factors which highly influence income and expenses level of the fisherman household (FH); and (4) arrange and stimulate the dynamic model which linking factors of environment, income and development budget of CFC. The research was held from June 2004 to April 2006. Data sampling was under taken in the Coastal zone of Polewali Mandar Regency West Sulawesi. Methods used in the research are survey, interview, direct observation/measurement in the field and secondary sampling from various related agencies/institutions. Direct observation/ measurement toward environment condition was intended to measure the environment variable which is able to become materials for evaluation of the sea and coastal environment quality. From the Result of Principle Component Analysis (PCA) and Cluster Analysis toward characteristic of the society, it was obtained two categories which are society which live near to city, differ to CFC which lives away from city. CFC who lives near city is characterized by high level education of the head and member of family, duration of stay was short, number of family member to be provided is smaller, small influence from environment against income, greater number of infrastructures and facilities, many side jobs and more expense. CFC who lives away from city has smaller percentage of the said variables. The result of evaluation of some environment parameters especially for floating fishcage, and development of embankment is generally not suitable. The result of simulation showed that the average income of CFC was increase in aggregate in long term of above Rp 500.000,- if the government allocated budget as many as 10% of the total local state budget (RAPBD) for development and environment of CFC. In contrary, if budget was allocated less than 10% in aggregate of CFC income will decrease as much as Rp 500.000,-. Decreasing of the budget for 20 years has been significantly influenced in decreasing of the environment quality.
RINGKASAN
TAMRIN LANORI, model perimbangan antara kontribusi pendapatan dan anggaran pembangunan untuk perbaikan kualitas lingkungan pesisir serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat nelayan di kabupaten polewali mandar, provinsi sulawesi barat di bawah bimbingan JOHN HALUAN, LUKY ADRIANTO dan ETTY RIANI Kabupaten Polewali Mandar sebagai kota pantai perlu segera melakukan upaya untuk mengendalikan pencemaran perairan pantai. Mengingat pertumbuhan penduduk sebesar 1,15% pertahun dan pertumbuhan industri merupakan faktor yang pentinya penyebab pencemaran. Pertumbuhan tersebut diikuti pula oleh pertumbuhan sektor lain sebagai pendukung, seperti: pertokoan, restoran, rumah sakit, perhotelan dan p4edagang kaki lima. Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kabupaten Polewali Mandar Sebagai kota pantai yang berkelanjutan diperlukan upaya untuk menyeimbangkan dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum keseimbangan. Dahuri, dkk. (2001) dalam Samawi (2007) setiap kegiatan pembangunan Tujuan utama penelitian ini untuk menghasilkan model perimbangan antara kontribusi pendapatan dan anggaran pembangunan untuk perbaikan kualitas lingkungan masyarakat nelayan pesisir (MNP). Tujuan operasional adalah untuk: (1) mendapatkan nilai perbandingan/perimbangan antara kontribusi pendapatan dan jumlah anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk perbaikan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi produktivitas MNP Sulawesi Barat; (2) menentukan karakteristik berdasarkan aspek ekonomi, sosial dan budaya MNP di lokasi penelitian; (3) mendapatkan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan (RTN); dan (4) menyusun dan mensimulasi model dinamis yang mengkaitkan antara faktor lingkungan, pendapatan dan anggaran pembangunan MNP pantai Sulawesi Barat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2004-April 2006. Pengambilan data dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar pada wilayah pesisir pantai Sulawesi Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, wawancara, pengukuran/observasi langsung di lapangan dan pengambilan data sekunder dari berbagai instansi/lembaga yang terkait. Pengukuran/observasi langsung terhadap kondisi lingkungan ditujukan untuk mengukur variabel lingkungan yang dapat dijadikan bahan untuk evaluasi kualitas lingkungan wilayah laut dan pesisir. Hasil analisis dari Principle Component Analysis (PCA) dan sidik gerombol terhadap karakteristik masyarakat diperoleh dua kategori yaitu masyarakat yang dekat pada kabupaten kota berbeda dengan MNP yang berdomisili jauh dari kabupaten kota. MNP yang berdomisili dekat dengan kabupaten kota dicirikan tingkat pendidikan kepala keluarga dan tingkat pendidikan anggota keluarga relatif lebih tinggi, lama domisili relatif singkat, jumlah anggota keluarga yang dibiayai relatif lebih rendah, pengaruh lingkungan terhadap pendapatan relatif kecil, jumlah sarana dan fasilitas relatif lebih banyak, pekerjaan sampingan lebih luas dan tingkat pengeluaran lebih tinggi. MNP yang jauh dari kabupaten kota persentase variabel-variabel tersebut cukup rendah. Hasil evaluasi terhadap beberapa parameter lingkungan khususnya untuk karamba apung, dan pengembangan tambak pada umumnya tidak sesuai: (1) faktor-faktor produksi dan tingkat pendidikan anggota keluarga merupakan variabel yang berperan besar dalam pembentukan karakteristik masyarakat pesisir, untuk
itu kiranya pemerintah perlu memperhatikan faktor pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan, semakin sulit masyarakat pesisir mencari pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan; (2) pelayanan kesehatan keluarga MNP, masih sangat rendah. Untuk itu perlu ada cara yang harus dilakukan untuk membantu masyarakat pesisir tersebut, sehingga besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh masyarakat pesisir untuk bidang kesehatan dapat ditekan sehingga pendapatan yang dialokasikan ke bidang ini bisa dimanfaatkan untuk ditabung atau membiayai hal-hal lain; (3) perlu peningkatan pendapatan MNP sekaligus menekan besarnya nilai pengeluaran melalui kebijakan untuk meningkatkan anggaran belanja daerah sehingga dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan penerimaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil simulasi model menunjukkan rata-rata pendapatan MNP meningkat secara agregat dalam jangka panjang di atas Rp 500.000,- bila pemerintah menggalokasikan anggaran sebesar 10% dari total RAPBD untuk pembangunan dan perbaikan lingkungan MNP. Sebaliknya bila anggaran yang dialokasikan kurang dari 10% secara agregat pendapatan MNP menurun sebesar Rp 500.000,-. Penurunan berlangsung dalam jangka (20 tahun) atau kurang lebih 4 REPELITA dan penurunan tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
MODEL PERIMBANGAN ANTARA KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN PESISIR SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT
TAMRIN LANORI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
MODEL PERIMBANGAN ANTARA KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN PESISIR SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT
TAMRIN LANORI
Disetujui, Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Penguji Pada Ujian tertutup: Prof Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo Penguji Pada Ujian terbuka : Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc. Dr. Ir. Sri Mulatsi, M.Sc.
Judul Disertasi
:
Model Perimbangan antara Kontribusi Pendapatan dan Anggaran Pembangunan untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Pesisir serta Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat
Nama
:
Tamrin Lanori
NRP
:
P062020161
Program Studi
:
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Anggota
Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Anggota
Diketahui, 2. Ketua Program Studi
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. H. Surjono H. Sutjahjo, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 21 Februari 2008
Tanggal Lulus :
2008
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan desertasi ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang telah membantu memberikan biaya pendidikan berupa BPPS.
2.
Gubernur Sulawesi Selatan, yang telah memberikan dana bantuan untuk penyususnan/penulisan desertasi ini.
3.
Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, yang telah memberikan dana bantuan untuk menunjang penelitian ini.
4.
Direktur STIMMI (Drs. Baso Amang, M.Si.) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
5.
Almarhum Bapak Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA, yang telah memberikan bimbingan dan motivasi pada awal memasuki tugas akhir.
6.
Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga akhir penulisan laporan penelitian ini.
7.
Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga akhir penulisan laporan penelitian ini.
8.
Ibu. Dr. Ir. Etty Riani, M.S. sebagai anggota Komisi Pembimbing III yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga akhir penulisan laporan penelitian ini.
9.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Surjono H. Sutjahjo, MS, sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
10.
Bapak Sekretaris Kopertis Wilayah III. H. A. Samsu Alam Makka, yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran,
materil
maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
11.
Bapak Prof. Dr. H. A. Karim Saleh Yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
12.
Bapak Haji Aden sekeluarga, Bapak Wahyu sekeluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
13.
Teman seperjuangan, saudara Ir. Muh Hatta, M.Si., Ir. Nurasia Umar M.Si., Ir. Tendriware, M.Si., Ir. Moh Sayuty, M.Si., Ir. Ardiansah, M.Si., Dr. Ir. Fahruddin, M.Si, Umar SE, dan Jufri Abdullah, SP, yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
14.
Teman seangkatan tahun 2002 saudara Dr. Ir. Laode Rijai, M.S, Dr. Ir. Moh Farid Samawi, M.Si, Dr. Ir. Mamat Ruanda, MM, Ir. Elang Ilik, M.Si, Ir. Sabilal Fahri, M.Si, Ir. Edwi, M.Si dan Dr. Ir. Rita Nurmaluda, M.S.
15.
Ayahanda Almarhum H. Lanori dan Almarhumah Ibunda Hj. Idiman yang senantiasa mendoakan penulis ketika beliau masih hidup.
16.
Ayahanda mertua H. Abdul Waris dan Hj. Munira Nawi, Hj. Upe Nawi Hj, Huriah Nawi, Hj. Kabu Nawi, Hj. Matawape, dan Hj. Baghja Nawi, Dra. Hj. Maryam Sanusi, Hj. Suciati Mahmud yang senantiasa memberi doa restu kepada penulis.
17.
H. Husbi Waris SH, MM, yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
18.
H. Miri, Sekeluarga, dan Hj. Mase sekeluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
19.
H. Sanrima sekeluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
20.
Hj. Nati sekeluarga, Hj. Nia sekeluarga, Hj. Neny sekeluarga, H. Husain sekeluarga, Husni sekeluarga dan H. Husman sekeluarga, yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
21.
Drs. Ayub Sapri Said sekeluarga, Ir. Anwar Sanrima sekeluarga, Mawardi. sekeluarga, Drs. Fahruddin Usman. Drs. Mahyudin Samsuddin. Ir. Salim Masoed M.Si. dan Drs. Hasbullah Mahyuddin.
22.
Paman H. Abdul Rauf sekeluarga, Madeali sekeluarga, Lasatung, sekeluarga, Labaca sekeluarga, H. Canggo Mas sekeluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
23.
Kakak H. Juma Lanori sekeluarga, adik Syahrudin Lanori , adik Moh. Taher Lanori sekeluarga, adik Moh. Syiar Lanori sekeluarga dan adik Syahida Lanori sekeluarga yang telah banyak
memberikan bantuan baik berupa
sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor. 24.
H. Rahim sekeluarga, H. Sanati sekeluarga, Jamila sekeluarga, Labadong sekluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
25.
Lamasse sekeluarga, Latahang sekeluarga, dan adik-adikku yang lain yang tidak sempat disebutkan satu per satu yang telah banyak
memberikan
bantuan baik berupa sumbangan pemikiran, materil maupun moril selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor. 26.
Istriku Hj. Husnah, dan anakku Al-Majid Waris Lanori yang telah memberikan pengorbanan selama penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor. Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna.
Namun demikian semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibualong pada tanggal 02 Juli 1969 sebagai anak kedua dari enam bersaudara pasangan Haji Lanori dan Hj Idiman. Tahun 1985 Penulis lulus dari SMA Negeri I Donggala dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Muslim Indonesia Makassar. Penulis diterima pada Fakultas ekonomi Program
Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan. Pada
tahun 1993 Penulis melanjutkan ke Program Pascasarjana dan diterima di Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta tamat pada tahun 1996. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor penulis peroleh pada tahun 2002 di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS-DIKTI. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen STIMI Makassar sejak tahun 1991. Pada tahun 1999 juga mengajar di Universitas Bung Karno Jakarta dan Universitas Kejuangan 45 Jakarta. Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Hj. Husnah dan dikarunia satu anak Laki-laki yaitu AlMajid Waris Lanori.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ix
1
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian ..........................................................................
3
1.3. Manfaat Penelitian ........................................................................
3
1.4. Perumusan Masalah .....................................................................
4
1.5. Hipotesis .......................................................................................
7
1.6. Novelty Penelitian .........................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
9
2.1. Sumberdaya Wilayah Pesisir .........................................................
9
2.2. Pembangunan Wilayah Pesisir ......................................................
11
2.2.1. Pengelolaan Pesisir..............................................................
11
2.2.2. Konsep dan Pengertian Masyarakat Pesisir..........................
14
2.3. Sistem Manajemen Lingkungan dan Kebijakan .............................
14
2.3.1. Pendekatan Teknis...............................................................
15
2.3.2. Pendekatan Ekonomi ...........................................................
15
2.3.3. Manajemen Berbasis Ekologi ...............................................
15
2.4. Pembangunan Perekonomian Masyarakat Pesisir ........................
16
2.5. Sosial Budaya Masyarakat Pesisir .................................................
18
2.6. Pemberdayaan Masyarakat ..........................................................
20
2.7. Kemiskinan dan Ketimpangan ......................................................
22
2.8. Pendapatan dan Pengeluaran .......................................................
25
2.9. Pendapatan Asli Daerah dan Otonomi Daerah ..............................
30
2.10. Pendekatan Kelembagaan.............................................................
34
2.11. Sistem dan Model .........................................................................
35
METODE PENELITIAN ..........................................................................
39
3.1. Waktu dan Lokasi ..........................................................................
39
3.2. Alat dan Bahan .............................................................................
39
3.3. Jumlah dan Metode Pengambilan Contoh .....................................
39
3.4. Pengukuran dan Pendugaan Parameter .......................................
42
2
3
3.4.1. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan ................................
42
3.4.2. Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan ...............................
44
3.4.3. Kontribusi Masyarakat Nelayan dalam Pendapatan Asli
4
Daerah ..............................................................................
45
3.4.4. Alokasi Anggaran Belanja Daerah .....................................
46
3.4.5. Pengukuran Parameter Lingkungan ..................................
46
3.5. Analisa Data ..................................................................................
47
3.5.1. Karakteristik Masyarakat Nelayan ......................................
47
3.5.2. Kualitas Lingkungan Pesisir untuk kegiatan Ekonomi ........
48
3.5.3. Perimbangan antara Kontribusi Masyarakat dalam PAD dengan Alokasi Anggaran Pembangunan ..........................
49
3.5.4. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Pengeluaran ..
50
3.6. Principal Component Analysis .......................................................
51
3.7. Penyusunan dan Simulasi Model ..................................................
51
3.7.1. Konsep Model ...................................................................
52
3.7.2. Batasan dan Asumsi Model ...............................................
53
3.7.3. Simulasi Model ..................................................................
54
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
56
4.1. Kondisi Lingkungan .......................................................................
56
4.1.1. Lingkungan Perairan Pantai ...............................................
56
4.1.2. Lingkungan Tambak ..........................................................
64
4.1.3. Lingkungan Tempat Tinggal ..............................................
68
4.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ...................................................
72
4.2.1. Deskripsi Umum Responden .............................................
72
4.2.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ........................................
89
4.3. Pendapatan dan Pengeluaran .......................................................
94
4.3.1. Pendapatan Rumah Tangga ..............................................
95
4.3.2. Pengeluaran Rumah Tangga .............................................
103
4.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Pengeluaran ......................................................................
119
4.4. Pendapatan Asli dan Anggaran Belanja Daerah ............................
129
4.4.1. Pendapatan Asli Daerah ....................................................
130
4.4.2. Anggaran Belanja Daerah .................................................
134
4.4.3. Pemodelan Alokasi ABD, Lingkungan dan Pendapatan .....
140
5
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
149
5.1. Kesimpulan ...................................................................................
149
5.2. Saran ............................................................................................
151
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
153
LAMPIRAN .................................................................................................
158
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Rasio jumlah responden: jumlah kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti .................................................................................................
39
2.
Kriteria kesesuaian wilayah perairan untuk budidaya rumput laut ......
48
3.
Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya keramba apung ................
49
4.
Kriteria pendugaan daya dukung lahan untuk tambak ........................
49
5.
Rata-rata ± S.D suhu dan salinitas permukaan perairan pantai di semua desa/kelurahan selama penelitian .......................................
58
Rata-rata ± S.D pH dan kadar oksigen terlarut permukaan perairan pantai di semua desa/kelurahan selama penelitian ............................
60
Rata-rata ± S.D kecerahan dan kecepatan arus permukaan perairan pantai di semua desa/kelurahan selama penelitian ............................
61
Rata-rata ± S.D suhu, salinitas, pH dan kadar oksigen terlarut dalam tambak di semua desa/kelurahan selama penelitian ..........................
65
Penilaian kesesuaian lahan tambak dan faktor pembatas untuk setiapdesa/kelurahan pada daerah penelitian .....................................
67
Jumlah penduduk dan beberapa fasilitas sosial/sarana publik pada empat kecamatan di Kabupaten Polewali (rasio per1000 jiwa) ................
71
Rasio jumlah responden: jumlah kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti ...........................................................................................................
73
Jumlah dan persentase jawaban berdasarkan klasifikasi beberapa variabel dari semua responden ................................................................
75
Hasil uji beda rata-rata umur, lama domisili, jumlah anggota keluarga dan jumlah anggota keluarga dibiayai antar desa di lokasi penelitian .
77
Jumlah dan persentase berdasarkan pekerjaan pokok dan pendidikan tertinggi kepala keluarga ....................................................................
83
Jumlah dan persentase berdasarkan pekerjaan selingan dan pendidikan tertinggi kepala keluarga ..................................................
85
Persentase frekuensi jumlah klasifikasi pendapatan pada setiap desa atau keluarahan .................................................................................
97
Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar desa di lokasi penelitian ...........................................................................................
98
Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar desa di wilayah kecamatan yang dekat dari kota ..........................................................
99
Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar desa di wilayah kecamatan yang jauh dari kota ..........................................................
99
Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar pekerjaan pokok masyarakat pesisir .............................................................................
99
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Persentase frekuensi jumlah klasifikasi sumber pendapatan utama pada setiap desa/keluarahan ............................................................. 100
22.
Jawaban responden nelayan yang menjual dan tidak menjual hasil tangkapan ke TPI dan hasil tangkapan nelayan/trip untuk masingmasing desa/kelurahan pada semua kecamatan yang titeliti............... 103
23.
Kisaran dan rata-rata setiap item pengeluaran masyarakat pesisir di lokasi penelitian (Rp per rumah tangga per bulan) dan jumlah pajak per tahun ............................................................................................ 106
24.
Hasil uji beda rata-rata biaya konsumsi (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan ............................................................... 107
25.
Hasil uji beda rata-rata biaya konsumsi (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dari kota ................................................................................................. 108
26.
Hasil uji beda rata-rata biaya konsumsi (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang jauh dari kota ................................................................................................. 108
27.
Rata-rata rasio konsumsi pangan: non pangan (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan ............................................. 111
28.
Rata-rata total pajak yang dikeluarkan per rumah tangga per tahun pada setiap desa/kelurahan ............................................................... 113
29.
Rata-rata total pajak yang dikeluarkan per rumah tangga per tahun pada setiap desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dengan kota ................................................................................................. 114
30.
Rata-rata total pajak yang dikeluarkan per rumah tangga per tahun pada setiap desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang jauh dengan kota ............................................................................................... 115
31.
Rata-rata biaya pendidikan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan .......................................................................... 116
32.
Rata-rata biaya pendidikan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dengan kota .. 117
33.
Rata-rata biaya pendidikan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan di wilayah kecamatan yang jauh dengan kota ... 117
34.
Rata-rata biaya kesehatan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan .......................................................................... 119
35.
Rata-rata biaya kesehatan keluarga per rumah tangga pada setiap kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dengan kota .................. 120
36.
Rata-rata biaya kesehatan keluarga per rumah tangga pada setiap desa di wilayah kecamatan yang jauh dari kota ................................. 120
37.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total pendapatan (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ............................................. 122
38.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total pengeluaran (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ............................................. 125
39.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total konsumsi (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ............................................. 127
40.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara konsumsi pangan (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ............................................. 127
41.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara konsumsi non pangan (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ........................... 127
42.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara biaya pendidikan keluarga (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ......................... 129
43.
Hasil perhitungan regresi linier berganda antara biaya kesehatan keluarga (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) ......................... 130
44.
Jumlah penerimaan PAD pada setiap desa/kelurahan yang diteliti pada tahun 2004 ................................................................................ 134
45.
Jumlah dana berdasarkan sumber penerimaan yang digunakan dalam anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 ......................................................................................... 137
46.
Sumber dana pembiayaan anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 ..................................................... 141
47.
Alokasi anggaran berdasarkan jenis pembiayaan di setiap desa/ kelurahan yang diteliti tahun 2004 ...................................................... 142
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Diagram rumusan dan kerangka pemecahan masalah penelitian .......
7
2.
Peta pantai barat Selat Makassar dan lokasi pengambilan sampel.....
40
3.
Diagram hubungan sebab akibat antara pendapatan masyarakat nelayan dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah ...............
52
4.
Causal loop model yg direncanakan dalam penelitian.........................
53
5.
Persentase frekuensi jumlah kelompok umur kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti ......................................................................
78
Persentase frekuensi jumlah lama domisili kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti ......................................................................
78
Persentase frekuensi jumlah anggota keluarga pada setiap desa yang diteliti .........................................................................................
80
Persentase frekuensi jumlah anggota keluarga dibiayai pada setiap desa yang diteliti ................................................................................
80
Persentase frekuensi jumlah pendidikan tertinggi kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti .............................................................
81
Persentase frekuensi jumlah pendidikan tertinggi anggota keluarga pada setiap desa yang diteliti .............................................................
82
Persentase frekuensi jumlah pekerjaan pokok kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti ......................................................................
83
Persentase frekuensi jumlah pekerjaan selingan kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti .............................................................
85
Persentase frekuensi jumlah rencana memilih pekerjaan alternatif lain kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti ...................................
86
Persentase frekuensi jumlah sarana atau fasilitas produksi pada setiap desa yang diteliti ......................................................................
88
Persentase frekuensi jumlah status kepemilikan sarana/fasilitas produksi pada setiap desa yang diteliti ...............................................
88
Persentase frekuensi jumlah opini terhadap perhatian pemerintah dalam usaha meningkatkan penghasilan masyarakat pada setiap desa yang diteliti ................................................................................
89
Persentase frekuensi jumlah pengaruh lingkungan terhadap pendapatan pada setiap desa yang diteliti .........................................
90
Korelasi antara variabel dengan sumbu utama satu dan dua (F1 dan F2) ...............................................................................................
92
Korelasi antara observasi (desa/kelurahan) dengan sumbu utama satu dan dua (F1dan F2) ....................................................................
92
Korelasi antara variabel dengan sumbu utama satu dan dua (F1 dan F2) .....................................................................................................
94
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18. 19. 20.
21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
29.
30.
Komposisi sumber PAD Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 ...................................................................................................
132
Komposisi sumber dana pembiayaan anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 ...................................
138
Komposisi alokasi anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar menurut jenis pembiayan pada tahun 2004 ...........................
139
Komposisi alokasi anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar menurut sektor pada tahun 2004 ...........................................
140
Diagram hubungan sebab akibat antara pendapatan masyarakat nelayan dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah ...............
145
Model lengkap alokasi ABD, lingkungan dan pendapatan (menggunakan Stella.5.0) ..................................................................
145
Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) yang dihitung selama 20 tahun pada dua skenario yang dijalankan ............
147
Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) selama 20 tahun pada skenario anggaran belanja untuk wilayah pesisir <10% (contoh hasil simulasi menggunakan stella 5.0) .................................
148
Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) selama 20 tahun pada skenario anggaran belanja untuk wilayah pesisir =10% (contoh hasil simulasi menggunakan Stella 5.0) .................................
149
Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) selama 20 tahun pada skenario anggaran belanja untuk wilayah pesisir > 10% (contoh hasil simulasi menggunakan stella 5.0) .................................
149
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kuesioner penelitian ..........................................................................
161
2
Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan di perairan pantai, tambak dan pemukiman di setiap desa/kelurahan pada musim barat dan timur di Kabupaten Polewali Mandar ...........................................
165
3.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) suhu di lingkungan pantai .....
168
4.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) salinitas di lingkungan pantai
170
5.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) pH di lingkungan pantai ........
172
6.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kadar oksigen terlarut di lingkungan pantai ...............................................................................
174
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kecerahan di lingkungan pantai .................................................................................................
176
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kecepatan arus di lingkungan pantai .................................................................................................
178
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kandungan klorofil-a di lingkungan pantai ...............................................................................
180
10.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) suhu di lingkungan tambak ...
181
11
Data persentase berdasarkan frekuensi jawaban responden terhadap beberapa parameter karakteristik masyarakat pesisir ........................ 183
12.
Hasil analisis ragam (ANOVA) umur, lama domisili, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang dibiayai dan jumlah anggota keluarga yang bekerja ........................................................................
184
13
Data yang digunakan dalam analisis PCA ..........................................
188
14
Hasil lengkap analisis PCA ................................................................
189
15.
Hasil analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan total jumlah pendapatan ........................................................................................
196
Hasil analisis ragam (ANOVA) antar pekerjaan pokok total jumlah pendapatan ........................................................................................
198
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan pengeluaran untuk: konsumsi pangan, non pangan, total konsumsi dan rasio pangan: non pangan rata-rata ............................................
199
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan jumlah pajak rata-rata per tahun ....................................................................
203
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan biaya pendidikan keluarga rata-rata per bulan .............................................
204
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan biaya kesehatan keluarga rata-rata per bulan ..............................................
205
21.
Hasil lengkap analisis regresi pendapatan total masyarakat pesisir ...
206
22.
Hasil lengkap analisis regresi total pengeluaran masyarakat pesisir ..
211
7. 8. 9.
16. 17.
18. 19. 20.
23.
Hasil lengkap analisis regresi biaya kesehatan keluarga masyarakat pesisir ................................................................................................
219
24.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) salinitas di lingkungan tambak 220
25.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) pH di lingkungan tambak ......
224
26.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) DO di lingkungan tambak .....
225
27.
Hasil simulasi model dinamik ABD, lingkungan dan pendapatan pada skenario anggara < dan = 10% ABD ..................................................
226
28.
Hasil lengkap analisis regresi total konsumsi masyarakat pesisir .......
227
29
Hasil lengkap analisis regresi konsumsi pangan masyarakat pesisir ..
233
30.
Hasil lengkap analisis regresi konsumsi non pangan masyarakat pesisir ................................................................................................
238
Hasil lengkap analisis regresi biaya pendidikan keluarga masyarakat pesisir ................................................................................................
243
Uraian simulasi model stella ...............................................................
248
31. 32.
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta perubahan-perubahannya. Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian, diberlakukannya otonomi daerah seringkali memberi dampak pada masyarakat. Salah satu diantaranya adalah upaya pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten, yang berusaha menghimpun penerimaan yang disebut pendapatan asli daerah (PAD) dalam bentuk pajak dan pungutan, sebanyak mungkin Humanika (2001). Dalam meningkatkan
PAD
tersebut,
bahkan
dijumpai
adanya
kecenderungan
membebani masyarakat kalangan bawah. Keluhan masyarakat mengenai semakin banyaknya pungutan berbagai macam pajak, secara umum hampir terjadi di semua daerah. Masalah ini mungkin tidak terlalu disoroti dan ditanggapi negatif apabila diimbangi dengan volume anggaran belanja daerah yang dialokasikan pemerintah cukup proporsional dengan jumlah pajak yang ditarik dari masyarakat. Salah satu populasi masyarakat yang sebagian besar anggotanya masih tergolong miskin dan cukup merasakan dampak tersebut adalah para nelayan yang berdomisili di pantai Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan pendapatan per kapita, dapat dinyatakan bahwa pada umumnya masyarakat nelayan di pesisir masih tergolong miskin. Untuk menanggulangi hal tersebut, maka pemerintah telah melakukan berbagai upaya, diantaranya upaya melalui program penanggulangan kemiskinan. Faktanya hingga saat ini kehidupan masyarakat nelayan masih cenderung tertinggal. Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan dan kritikan pada berbagai kebijakan pemerintah selama diberlakukannya otonomi daerah yang dianggap tidak memihak pada kalangan masyarakat golongan bawah seperti para nelayan
2
tersebut. Namun demikian walaupun tergolong miskin, ternyata pendapatan daerah berupa pajak, sebagian besar didapat dari nelayan yang berdomisili di pesisir pantai Provinsi Sulawesi Barat. Peningkatan pendapatan daerah sebenarnya dapat dilakukan dengan tanpa membebani
masyarakat,
yakni
terlebih
dahulu
meningkatkan
pendapatan
masyarakatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan proporsi anggaran belanja daerah dan mengalokasikan pada sektor-sektor yang secara langsung dapat mempengaruhi pendapatan para nelayan. Khususnya masyarakat nelayan di Pantai Sulawesi Barat, salah satu sumber utama pendapatannya adalah dari laut dan tambak. Hal ini disebabkan sebagian besar profesi atau mata pencaharian masyarakat adalah sebagai nelayan yang bergerak dalam bidang/sektor perikanan tangkap dan petambak di wilayah pesisir. Oleh karena itu, ada baiknya jika kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya peningkatan sumberdaya perikanan tangkap dan budidaya tambak untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Sumberdaya alam laut dan tambak merupakan sumberdaya alam utama yang secara langsung mempengaruhi pendapatan para nelayan yang hidup di pesisir pantai Provinsi Sulawesi Barat. Saat ini kedua sumberdaya ini cenderung mengalami
penurunan
kualitas
akibat
aktivitas
pembangunan
yang
menyebabkan terjadinya pencemaran dan overeksploitasi terhadap sumberdaya. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, akan berdampak pada semakin menurunnya pendapatan para nelayan. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah kabupaten dan kota yang memiliki populasi nelayan yang relatif banyak di wilayah pesisir mempertimbangkan untuk mengalokasikan sejumlah anggaran belanja daerah untuk memperbaiki sumberdaya alam yang langsung mempengaruhi pendapatan nelayan. Anggaran belanja daerah dalam satu kabupaten yang dialokasikan oleh pemerintahnya kadang tidak didasarkan atas pertimbangan cermat yang mengacu pada aspek produktivitas dan rasa keadilan. Bahkan kadang dalam satu pemerintah kabupaten, anggaran belanja ditetapkan tanpa mempertimbangkan kemajemukan profesi, wilayah, tingkat pendapatan dan kultur sosial budaya masyarakat. Penyusunan berdasarkan
sektor
anggaran secara
dalam umum,
satu
kabupaten
meskipun
populasi
umumnya penduduk
dibuat yang
berkepentingan langsung dengan sektor itu terdiri atas beragam profesi dan wilayah serta prioritas tingkat kebutuhan yang berbeda. Hal ini terjadi selain
3
karena kemudahan dalam penyusunannya, juga karena kurangnya informasi bagi pemerintah mengenai faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat produktivitas setiap kelompok masyarakatnya. Pada kondisi seperti itu jelas bahwa sangat sulit untuk mengalokasi anggaran belanja daerah yang berkeadilan dan berimbang dengan kontribusi masyarakat dalam pendapatan daerah yang mampu mendorong pertumbuhan produktivitas masyarakat termasuk para nelayan. Selain minimnya anggaran, khusus untuk perbaikan lingkungan dan fasilitasi terhadap faktor-faktor produksi yang secara langsung mempengaruhi sumber pendapatan utama, juga karena alokasi anggaran yang ada seringkali tidak memenuhi sasaran dengan tepat. Hal inilah yang melatarbelakangi
penelitian
menganalisis dan
ini
dilaksanakan,
memberikan informasi
dengan
mengenai
harapan
dapat
perimbangan antara
kontribusi pendapatan dengan anggaran pembangunan untuk perbaikan lingkungan masyarakat nelayan di pesisir Sulawesi Barat. 1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui kualitas lingkungan pesisir Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat.
2.
Mengetahui karakteristik masyarakat nelayan berdasarkan aspek ekonomi, sosial dan budaya di lokasi penelitian.
3.
Mendapatkan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan di pesisir pantai Sulawesi Barat.
4.
Mengestimasi nilai perbandingan/perimbangan antara kontribusi pendapatan dan jumlah anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk perbaikan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi produktivitas masyarakat nelayan pesisir kabupaten Polewali Mandar.
1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: (1) memberikan informasi yang dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan dan pengalokasian anggaran belanja daerah yang berimbang, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan; (2) mendorong pemerintah dan masyarakat nelayan untuk memperhatikan kualitas lingkungan pesisir; dan (3)
4
membantu pemerintah setempat dalam mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran berbagai karakteristik populasi masyarakat nelayan di pesisir Sulawesi Barat. 1.4.
Perumusan Masalah Masalah umum yang terjadi pada masyarakat nelayan di hampir semua
daerah adalah masih tingginya persentase penduduk yang masih tergolong miskin dengan tingkat kesejahteraan rendah. Masalah ini tentu ada penyebabnya dan memerlukan solusi yang tepat untuk memecahkannya. Apa yang menyebabkan tingkat kesejahteraan rendah pada sebagian besar masyarakat nelayan dan bagaimana mengatasi masalah tersebut, merupakan masalah yang menarik untuk diteliti. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, maka mutlak harus meningkatkan produktivitasnya. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pendapatan dan menekan tingkat pengeluaran. Agar pendapatan nelayan dapat ditingkatkan, maka perlu diidentifikasi sektor produksi utama yang menjadi sumber pendapatan para nelayan di wilayah pesisir. Faktorfaktor internal
dan
eksternal
masyarakat
nelayan
yang
mempengaruhi
pendapatan merupakan efek multifaktor dari berbagai variabel. Umur, modal, tingkat pendidikan dan keahlian (skill) merupakan faktor internal yang diketahui cukup berpengaruh terhadap pendapatan. Faktor lingkungan yang terkait dengan sumberdaya alam, sistem pasar, teknologi dan inflasi merupakan variabel eksternal yang sangat menentukan tingkat pendapatan nelayan. Faktor mana yang paling besar dan dominan pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan sebaiknya menjadi prioritas penanganannya. Untuk mengetahuinya mutlak diperlukan penelitian yang cermat dalam mengkaji dan mengidentifikasi pengaruh berbagai variabel terhadap tingkat pendapatan. Produktivitas nelayan tidak akan meningkat walaupun pendapatannya meningkat, namun laju pengeluaran seimbang dengan laju pendapatan. Sebaliknya
meskipun
pendapatan
tetap,
tetapi
dengan
menekan
laju
pengeluaran, maka produktivitas dapat meningkat. Idealnya agar produktivitas dapat ditingkatkan secara maksimal, maka maka perlu upaya-upaya untuk memaksimalkan pendapatan dan menekan seminimal mungkin pengeluaran secara simultan. Namun demikian yang menjadi masalah adanya keraguan apakah mungkinkah hal itu dapat dilakukan dan bagaimana peran pemerintah?
5
Hal tersebut sebenarnya dapat saja dilakukan dengan cara menetapkan kebijakan pemerintah yang memungkinkan kondisi itu terjadi. Oleh karena itu sebaiknya terlebih dahulu harus dilakukan adalah mengidentifikasi sektor-sektor pengeluaran masyarakat nelayan dan mengidentifikasi sektor mana yang berkontribusi secara langsung dan tidak langsung dengan pendapatan daerah. Kebijakan yang perlu diambil adalah bagaimana pengeluaran yang minimal dari masyarakat nelayan dapat berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan daerah. Oleh karena itu perlu diketahui alur pengeluaran masyarakat dalam membelanjakan pendapatannya melalui konsumsi dan non konsumsi. Saat ini model kebijakan pemerintah sering mendapat protes dan kritikan dari masyarakat bawah karena dianggap terlalu membebani dan tidak berkeadilan, terutama dalam era otonomi daerah yang cenderung membebankan peningkatan pendapatan daerah melalui penarikan sejumlah pajak secara langsung, oleh karena itu kebijakan yang ada perlu ditinjau ulang. Namun demikian masih sulit untuk menentukan model kebijakan yang dianggap dapat meningkatkan pendapatan daerah tampa terlalu membebani dan terasa adil bagi masyarakat, khususnya bagi nelayan. Hal ini tentu dapat dilakukan dengan kebijakan yang berorientasi pada usaha perbaikan sektor pendapatan dan meminimalkan pengeluaran, namun dari pengeluaran minimal itu dapat memberikan kontribusi yang relatif tinggi terhadap pendapatan daerah. Dalam rangka mewujudkan kebijakan yang tidak membuat masyarakat terlalu terbebani, maka upaya penarikan pajak harus diimbangi dengan upaya meningkatkan pendapatan. Selain itu rasa keadilan juga dapat diciptakan dengan memperhatikan keseimbangan antara jumlah atau kontribusi masyarakat nelayan terhadap pendapatan daerah dengan alokasi anggaran pembangunan untuk kepentingannya. Selain itu volume anggaran sebaiknya dialokasikan dengan memperhatikan tingkat pendapatan kelompok populasi masyarakat dalam satu kabupaten. Masyarakat tertinggal dengan tingkat pendapatan rendah sebaiknya diprioritaskan untuk mendapat alokasi anggaran yang lebih, dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang lebih sejahtera dengan tingkat pendapatan yang relatif lebih besar, agar rentang pendapatan tidak menjadi semakin lebar. Sektor produksi dan pengeluaran para nelayan yang cukup variatif dan kemajemukan pola kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dalam satu kabupaten merupakan faktor penting yang perlu dicermati. Variabilitas antar kelompok masyarakat nelayan dan non nelayan maupun antar masyarakat nelayannya itu
6
sendiri juga perlu diperhatikan. Oleh karena itu karakteristik kelompok populasi nelayan perlu dipelajari terlebih dahulu. Pola pemanfaatan sumberdaya lingkungan,
variabel utama
yang
berpengaruh
dalam pendapatan
dan
pengeluaran dan prioritas kebutuhan pada masing-masing kelompok perlu dideterminasi secara tepat. Hal ini tentu menyulitkan dalam menetapkan pola kebijakan yang tidak didukung oleh data-data faktual yang valid. Kebijakan yang ditetapkan tidak dapat dilakukan dengan metode sitem uji coba atau tray and error. Oleh karena itu, maka pendekatan yang paling mungkin dilakukan adalah dengan merumuskan suatu model dinamis yang didasari oleh kajian ilmiah dan data-data faktual yang memungkinkan kita untuk mensimulasi beberapa skenario yang dapat dibangkitkan. Hasil simulasi ini memungkinkan untuk mengestimasi hasil kemungkinan yang dicapai apabila suatu kebijakan ditetapkan. Dengan demikian, maka akan memungkinkan untuk mendapatkan solusi yang dianggap optimal sesuai hasil kajian, sehingga dapat merekomendasikan suatu model kebijakan yang optimal. Pada penelitian ini masyarakat nelayan yang menjadi objek sangat dipengaruhi oleh sumberdaya alam lingkungan sebagai variabel yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatannya. Oleh karena itu maka model yang akan dirumuskan pada penelitian ini akan mengkombinasikan antara faktor lingkungan
dengan
pendapatan
dan
pengeluaran
yang
terkait
dengan
kontribusinya terhadap pendapatan daerah dengan anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk perbaikan kualitas lingkungan. Dalam model ini akan dievaluasi bagaimana pengaruh alokasi anggaran pembangunan terhadap perbaikan lingkungan laut dan pesisir terhadap pendapatan dan pengeluaran masyarakat nelayan serta dampaknya terhadap volume pendapatan daerah yang didapatkan
dari
masyarakat.
Selanjutnya
dari
sini
diharapkan
dapat
direkomendasikan suatu perimbangan nilai antara kontribusi masyarakat nelayan dalam pendapatan daerah dengan anggaran pembangunan. Untuk lebih jelasnya Kerangka berpikir dan rumusan masalah secara skematis disajikan Gambar 1.
pada
7
Masyarakat Nelayan
Pendapatan Daerah
Pengeluaran Pemerintah Daerah
Kontribusi
Anggaran Pembangunan
Pendapatan
Fasilitasi
Lingkungan
Hipotesis
Perimbangan
Penelitian
Karakteristik
Analisa data
Hasil
Variabel Kunci
Data Untuk Model
Multivariet, ANOVA, Regresi, Simulasi Model
Evaluasi
Estimasi
Rekomendasi
Proporsi Berimbang
Gambar 1. Diagram rumusan dan kerangka pemecahan masalah penelitian
1.5.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini antara lain :
•
Alokasi anggaran pembangunan untuk masyarakat nelayan di pesisir pantai barat Sulawesi
Barat tidak didasarkan pada perimbangan dengan
kontribusinya terhadap pendapatan daerah dan jumlah anggaran masih sangat minim dalam upaya perbaikan lingkungan. •
Ada perbedaan karakteristik masyarakat nelayan, baik dalam satu kabupaten maupun antar kabupaten.
8
•
Ada parameter utama yang membedakan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan dapat bervariasi antar kelompok masyarakat nelayan.
1.6.
Novelty Penelitian Kebaharuan dari penelitian ini adalah “Model perimbangan antara
kontribusi pendapatan dan anggaran pembangunan untuk perbaikan kualitas lingkungan”, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah ketimpangan antara anggaran pembangunan dan perbaikan kualitas lingkungan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumberdaya Wilayah Pesisir Pemanfaatan sumberdaya pesisir telah lama dikombinasikan dengan nilainya sebagai basis perdagangan antar negara. Ketika populasi berkembang dan meningkatkan tingkat pembangunan sosial ekonominya, maka tingkat nilainya juga berkembang. Konsekuensi dari tekanan yang keras dan dalam waktu yang lama terhadap sumberdaya pesisir ini adalah kecenderungan untuk mewujudkan cara pengelolaan pesisir dulu terhadap masalah pemanfaatan pesisir yang kompetitif yang dikelola suatu negara secara keseluruhan. Keunikan pesisir ditingkatkan lagi oleh nilai sumberdayanya seperti ikan dan cadangan mineral lepas pantai, yang dianggap oleh masyarakat sekitar sebagai properti umum dan sangat diminati oleh para penghuni pesisir dalam hal pemanfaatan rekreasi dan pembangunan ekonomi (Kay dan Alder, 1999). Selanjutnya dikemukakan bahwa Pemanfaatan pesisir dipertimbangkan berdasarkan empat kategori utama eksploitasi sumberdaya (termasuk perikanan, kehutanan, gas dan minyak, serta pertambangan); infrastruktur (termasuk transportasi, pelabuhan, perlindungan garis pantai dan bangunan pengaman); pariwisata dan rekreasi; serta konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati. Pengelolaan pesisir memiliki peran penting dalam pengelolaan perikanan karena berbagai habitat pesisir, seperti mangrove dan padang lamun merupakan bagian siklus hidup dari banyaknya spesies yang penting secara komersial. Budidaya perairan, tambak, karamba, sudah dikenal sejak lama di kawasan Asia. Pembangunan pariwisata dan rekreasi banyak menyebabkan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya, meskipun di sisi lain pembangunannya banyak yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Sekarang konsep yang menyatakan bahwa sumberdaya pesisir hanya dapat dievaluasi dan dikelola secara efektif dalam konteks lingkungan sosial dan budaya secara keseluruhan secara umum dapat diterima (Kay dan Alder, 1999). Dengan demikian, perencanaan sumberdaya yang efektif memberikan masukan dalam pembuatan keputusan yang mengalokasikan sumberdaya berdasarkan pada ruang dan waktu yang sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan keinginan masyarakat,
dengan
mempertimbangkan
kemampuan
masyarakat
untuk
mengeksploitasi sumberdaya, institusi-institusi sosial dan politiknya serta pengaturan hukum dan administrasinya.
10
Pengembangan
sumberdaya
lautan
dan
pesisir
untuk
membantu
pembangunan ekonomi di masa pembangunan jangka panjang pertama (PJP I) termasuk penangkapan ikan yang berlebihan pada tingkat yang membahayakan telah menyebabkan terjadinya polusi, kerusakan pada hutan bakau, terumbu karang, pantai-pantai dan habitat pesisir lainnya yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan wilayah tersebut. Disamping penyebab di atas, kerusakan wilayah pesisir dan pantai juga disebabkan oleh cara penangkapan ikan dengan dinamit dan cara pengambilan karang yang tidak tepat yang dilakukan oleh para nelayan miskin hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, kemiskinan penduduk nelayan ikut pula memberi sumbangan pada penurunan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan lautan (KLH, 1997). Untuk mengevaluasi kelangsungan hidup finansial dari perlindungan sumberdaya terumbu karang di Indonesia, telah diterapkan oleh Kay dan Alder, (1999) yang mempertegas manfaat ekonomi individu versus dampak-dampak ekonomi terhadap berbagai aktivitas manusia yang berdampak pada terumbu karang. Aktivitas ini berasal dari dampak langsung (peledakan, peracunan, penangkapan ikan berlebihan dan penambangan terumbu karang) dan dampakdampak tidak langsung dari peningkatan muatan endapan yang berasal dari sumber di daratan (urbanisasi dan potongan kayu). Indonesia sebagai negara maritim memiliki sumberdaya laut yang sangat potensial karena meiliki 17.508 pulau dengan luas laut sekitar 5.8 juta km2 dan bentangan
pantai
sepanjang
81.000
km
sehingga
Indonesia
memiliki
sumberdaya ikan yang diperkirakan berjumlah sebesar 6,26 juta ton per tahun. Potensi ini dapat diperinci menjadi dua yaitu perairan wilayah Indonesia sekitar 4,40 juta ton per tahun dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 1,86 juta ton per tahun. Perkembangan produksi periode 1994-1998 mengalami peningkatan nilai ekspor dari US $ 1.678.719,- pada tahun 1994 menjadi US $ 2.030.725,- pada tahun 1998 (Sukesi, 2001). Tingkat pemanfaatan potensi perikanan cenderung terbatas dan tidak merata di seluruh perairan Indonesia. Realisasi produksi tahun 1998 sebesar 3.616.140 ton sedangkan tingkat pemanfaatannya baru sekitar 57.0%. Khususnya di Selat Makassar dan Laut Flores potensi ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, udang dan ikan lainnya masing-masing: 467.500, 99.100, 87.200, 5.500, dan 19.300 ton per tahun. Jumlah yang diperbolehkan ditangkap pada wilayah tersebut masingmasing 374.000, 79.200, 69.800, 4.400, dan 15.400 ton per tahun.
11
Potensi pemanfaatan sumberdaya laut yang amat kaya dan beragam dengan kemungkinan pemanfaatan yang masih terbuka luas untuk dikelola dan dikembangkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan (Nazruddin, 2001). Potensi pengembangan ekonomi nelayan di Sulawesi Selatan cukup besar. Dari data Dinas Kelautan dan Perikanan dikemukakan bahwa panjang garis pantai 2.500 km dengan potensi budidaya tambak mencapai 95.620 hektar, budidaya laut 600.500 hektar, perairan umum 144.425 hektar sementara pemanfaatannya baru mencapai 46%. Jumlah produksi pada tahun 2000 mencapai 441.950 ton yang terdiri dari perikanan tangkap 282.740 ton dan budidaya perairan umum sebanyak 159.210 ton. Tingkat konsumsi ikan rata-rata per kapita per tahun masyarakat mencapai 43,5 kg. Jumlah nelayan yang bergerak di sektor perikanan adalah nelayan perairan umum sebanyak 14.930 orang, nelayan laut 245.500 orang dengan didukung oleh armada penangkapan ikan masing-masing perahu tanpa motor 21.250 unit, motor tempel 8.970 unit dan kapal motor 4.160 unit. Beberapa komuditas hasil laut yang diperoleh nelayan antara lain: udang, tuna/cakalang, rumput laut, kepiting, telur ikan terbang, teripang, ikan karang, kerang-kerangan dan biota lainnya. Total volume ekspor tahun 2000 sebanyak 24.204 ton dengan nilai perolehan devisa sebanyak US $ 120,97 juta. Berdasarkan luas wilayah perairan Laut Makassar, potensi kelautan yang dapat dieksploitasi setiap tahunnya sekitar 540.000 ton per tahun. Terdiri dari jenis ikan pelagis sebanyak 356.000 ton dan ikan demersal sebanyak 184.000 ton per tahun (Lanori, 2002). Pengolahan hasil perikanan masih terbatas pada industri rumah tangga yang meliputi pengolahan ikan kering asin, ikan asap dan ikan beku. Pemanfaatan hasil perikanan pada tahun 1991 yang dikonsumsi segar 19.088,4 ton, dikeringkan 7.611,9 ton, diasap 547,8 ton dan dibekukan 845 ton. Produk yang dibekukan umumnya untuk perdagangan antar pulau dan ekspor. 2.2.
Pembangunan Wilayah Pesisir
2.2.1. Pengelolaan Pesisir Pesisir merupakan pertemuan daratan dan lautan. Wilayah pesisir (daerah pesisir) meliputi suatu daerah pertemuan daratan-lautan yang ditentukan secara sempit, kira-kira beberapa ratus meter hingga beberapa kilometer, atau bentangan dari daratan yang mencapai batas air pesisir hingga batas yuridiksi
12
nasional di lepas pantai. Definisinya akan tergantung pada sejumlah isu dan faktor geografis tertentu yang relevan terhadap tiap bentangan pesisir (Kay dan Alder, 1999). Definisi pesisir menurut Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Pesisir Queensland (1995) adalah seluruh daerah di dalam atau di dekat (sekeliling) pantai. Ruang lingkup
pengaturan
wilayah pesisir dan
pulau-pulau
kecil
berdasarkan UU No. 27 tahun 2007 pasal 2 meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Pengelolaan pesisir mencakup perlindungan, konservasi, rehabilitasi, dan pengelolaan berkelanjutan secara ekologis terhadap wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah: (a) perairan pesisir; dan (b) seluruh daerah pada sisi arah darat dari perairan pesisir yang sifat-sifat fisik, proses-proses ekologi atau alami atau aktivitas manusianya mempengaruhi, atau berpotensi mempengaruhi pesisir atau sumberdaya pesisir (Kay dan Alder, 1999). Terkait dengan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, maka diperlukan adanya suatu kebijakan yang dapat ditempuh sehingga tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir akan tercapai. Secara umum tujuan jangka panjang tersebut antara lain: (1) peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha; (2) pembangunan program dan kegiatan yang mengarah pada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan; (3) peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan, dan (4) peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan. Keempat tujuan jangka panjang tersebut harus senantiasa menjadi jiwa dari
setiap
pokok
kebijakan
yang
akan
diambil
guna
mensukseskan
pembangunan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia (Dahuri, 1996). Dalam
sejarah
pengelolaan
dan
perencanaan
pesisir,
dengan
mengkonsentrasikan pada faktor-faktor ekonomi, sangat sedikit perhatian yang diberikan pada ekologi (termasuk habitat), permintaan sosial atau persepsi masyarakat (Kay dan Alder, 1999). Tujuan yang mendasarinya adalah untuk memaksimalkan keuntungan yang biasanya diterjemahkan ke dalam peningkatan produksi. Kelemahan pendekatan ini adalah asumsi bahwa sumberdaya mudah
13
dinilai, tujuannya tunggal dan statis dalam hal nilai selama berjalannya waktu, namun demikian untuk waktu ini, hal tersebut tidak selalu benar. Prinsip pembangunan berkelanjutan memiliki empat pengaruh utama terhadap cara pengelolaan pesisir: satu pengaruh umum dan tiga pengaruh khusus. Pengaruh umumnya adalah pengaruh pemikiran berkelanjutan terhadap kondisi pengambilan keputusan secara keseluruhan. Gabungan antara keadilan, konsep lingkungan dan ekonomi mengubah paradigma pengambilan keputusan dari pertimbangan keputusan ekonomi dan lingkungan yang saling mengisolasi diri. Tiga dampak khususnya adalah di bidang ekonomi, pengelolaan sumberdaya lingkungan serta pengembangan sosial dan budaya yang karakteristiknya diringkas oleh Kay dan Alder, (1999) sebagai berikut : •
Integrasi, konservasi dan pembangunan.
•
Pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
•
Peluang untuk memenuhi kebutuhan manusia selain materi.
•
Kemajuan ke arah keadilan (equity) dan keadilan sosial (sosial justice).
•
Penghormatan dan dukungan terhadap keanekaragaman budaya.
•
Syarat-syarat untuk penentuan nasib diri sendiri dalam masyarakat dan pemeliharaan rasa percaya diri, serta
•
Pemeliharaan integritas ekologi. Pengelolaan pesisir dapat diinterpretasikan sebagai pengerahan aktivitas
sehari-hari yang terjadi di daratan dan perairan pantai atau dapat digunakan untuk mengartikan kontrol keseluruhan dari lembaga-lembaga (organisasiorganisasi) pemerintah yang mengawasi aktivitas sehari-hari tersebut. Seperti halnya dengan kasus perencanaan,
pengelolaan dapat dibagi
menjadi
pengelolaan strategis dan pengelolaan operasional. Pengelolaan strategis merupakan proses-proses kontrol terhadap urusan organisasi yang berkaitan dengan pesisir, sedangkan pengelolaan operasional merupakan aktivitas pengontrolan tindakan di lapangan. Konsep keseimbangan antara tekanan pembangunan dan tekanan konservasi telah digunakan oleh banyak negara pesisir sebagai pokok dari upaya pengelolaan wilayah pesisir mereka. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam
program-program
pesisir
berkembang
dari
gagasan
mengenai
keseimbangan, namun demikian konsep keseimbangan tetap digunakan oleh beberapa negara pesisir. Tujuan-tujuan program pesisir penting artinya untuk beberapa alasan yang saling berkaitan: pengembangan program, implementasi
14
dan evaluasi, dan peran para pemegang saham dalam program. Tujuan program pesisir umumnya termasuk ke dalam empat kelompok yaitu: lingkungan, ekonomi, sosial atau budaya dan administratif. Lebih lanjut ditegaskan Djajadiningrat (1997) Tujuan kebijakan mengelola ekonomi harus difokuskan pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Mutu lingkungan alam kita dapat membatasi proses pertumbuhan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan hanya mungkin apabila ada perlindungan lingkungan yang memadai. 2.2.2. Konsep dan Pengertian Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir menurut
Adrianto
(2007) didefinisikan
sebagai
masyarakat yang tinggal dan memiliki mata pencaharian yang terkait dengan sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, pemerintah sebagai salah satu pihak yang memiliki tanggung jawab pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus mampu mengidentifikasi berbagai level dalam masyarakat pesisir, khususnya yang terkait dengan rumah tangga perikanan. Menurut Townsley (1998), dalam Adrianto (2007) analisis sosial dalam aktifitas pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut, termasuk di dalamnya aktifitas perikanan dapat difokuskan pada beberapa level kunci, dapat dilihat bahwa unit/tingkatan terkecil dari sebuah sistem komunitas perikanan adalah level rumah tangga nelayan atau pembudidaya ikan (production-unit household) sebagai bagian dari populasi rumah tangga (household) di wilayah produksi perikanan tingkat kualitas hidup masyarakat pesisir (Adrianto 2007) merupakan sebuah fungsi dari beberapa parameter penting sosial ekonomi seperti tingkat harapan hidup (life expectancy), masa pendidikan (years schooling), dan pendapatan bersih (net income). Dalam konteks ini, tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat pendapatan bersih masyarakat pesisir sebagai salah satu parameter ekonomi merupakan salah satu problem utama pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Hal ini paling tidak terkait dengan dua hal utama, yaitu (1) problem kapasitas ekonomi masyarakat pesisir; dan (2) problem ekonomi struktural masyarakat pesisir. Kedua hal ini sangat terkait dengan paradoks sumberdaya yang melimpah namun pada saat yang sama kemiskinan masyarakat pesisir merebak di wilayah ini 2.3.
Sistem Manajemen Lingkungan dan Kebijakan
15
Teknis manajemen perikanan tangkap, terdiri dari lima kelompok: 1). pengendalian upaya tangkap; 2) pengendalian hasil tangkap; 3) pendekatan tekhnis (technical measures); 4) pendekatan ekonomi tidak langsung (indirect economic instrument) dan 5) manajemen berbasis ekologi (Dahuri 2007). 2.3.1. Pendekatan teknis Pendekatan teknis dimaksudkan untuk mengurangi dimana, kapan dan bagaimana kegiatan penangkapan ikan dilakukan terhadap stok ikan tertentu. Ada empat macam pendekatan teknis dengan harapan kelestarian stok ikan tersebut tetap terjaga secara simultan dan berkelanjutan, yaitu pembatasan alat tangkap (fishing gear restrictions), pembatasan ukuran mata jaring (mesh size limits), penutupan daerah penangkapan (closed areas), dan pembatasan musim penangkapan (closed seasons). 2.3.2. Pendekatan ekonomi Pada pendekatan ekonomi ini pengendalian usaha perikanan tangkap dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan cara pengenaan pajak (royalti) dan pemberian subsidi. Pajak dapat dikenakan terhadap hasil tangkapan atau upaya tangkap, seperti berdasarkan besarnya frekuensi melaut dibebani pajak per hari atau per bulan. Dengan adanya beban pajak tersebut diharapkan nelayan dapat mengurangi tingkat frekuensinya melaut, harapannya overfishing akan pulih. Sebaliknya bila dikendaki peningkatan intensitas penangkapan terhadap stok ikan di suatu wilayah perairan yang belum dimanfaatkan sama sekali (underfishing), maka kita dapat memberikan subsidi kepada para nelayan atau pengusaha perikanan dengan menyediakan bahan bakar yang lebih murah. Di Kanada, subsidi diberikan berupa uang tunjangan kepada nelayan selama nelayan dilarang melaut oleh pemerintah. Tujuannya adalah pengamanan masa pemijahan sehingga kelestariannya terpelihara. 2.3.3. Manajemen berbasis ekologi Disadari bahwa suatu jenis ikan tidak hidup sendirian. Ikan tersebut berinteraksi dengan ikan atau biota laut lainnya melalui hubungan mangsa memangsa
(predator-prey
interactions),
kompetisi
memperebutkan
jenis
makanan atau tempat (ruang) kehidupan yang sama. Kehidupan stok ikan di laut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor abiotik lingkungan laut seperti suhu, arus, gelombang dan iklim.
16
Atas dasar pertimbangan inilah akhir tahun 1980-an telah dikembangkan teknik pendugaan stok ikan (fish stock assessment) berdasarkan pada perimbangan ekosistem atau ekologi seperti program komputer ECOPATH dan ECOBASE yang dikembangkan oleh ICLARM dan Fisheries Center University of British Columbia, Kanada, dalam (Dahuri, 2007). Beranjak dari pendugaan inilah stok ikan yang berbasis ekologi teknis manajemen bisa diterapkan secara lebih akurat. 2.4. Pembangunan Perekonomian Masyarakat Pesisir Subsektor perikanan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang handal dalam era pembangunan jangka panjang tahap ke-dua, meskipun sampai sekarang subsektor ini masih menghadapi berbagai masalah pokok yang menjadi tantangan dalam pencapaian pembangunan perikanan berkelanjutan. Salah satu masalah utamanya adalah kemiskinan nelayan dan kualitas sumberdaya manusia yang relatif masih rendah. Jumlah rumah tangga perikanan Indonesia diperkirakan meningkat rata-rata 3,89 % dari tahun 1990 sampai tahun 1995 dan bahkan mencapai 4,13 % dengan jumlah nelayan sekitar 4.546.000 orang pada tahun 1996 BPS (1996). Sumberdaya perikanan juga memiliki potensi yang besar hingga sering disebut bahwa sektor perikanan merupakan raksasa yang sedang tidur (the sleeping giant). (Adrianto, 2007). Hasil riset Komisi Stok Ikan Nasional menyebutkan bahwa stok sumberdaya perikanan nasional diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Hal ini tentu estimasi kasar karena belum mencakup potensi ikan di perairan daratan (inland waters fisheries). Demikian juga dengan sumberdaya
alam
kelautan
lainnya
seperti
sumberdaya
minyak
yang
berkontribusi secara signifikan terhadap total produksi minyak dan gas (67 %), gas dan mineral laut lainnya, dan potensi material untuk bioteknologi yang diperkirakan mencapai kapitalisasi pasar triliunan rupiah. Dahuri (2004). Total kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDB nasional mencapai 25 % dan menyumbang lebih dari 15 % lapangan pekerjaan Burke, et.al, (2002). Proses diversifikasi ekonomi di desa-desa pantai tampaknya masih berada pada
tahap
awal.
Secara
keseluruhan
jenis-jenis
usaha
kerja
luar
perikanan/pertanian di desa-desa masih kurang beragam. Jika dibandingkan antar daerah, maka keragaman jenis usaha/kerja luar perikanan/pertanian di pedesaan Jawa jauh lebih besar daripada di luar Jawa. Jenis-jenis usaha atau kerja di luar perikanan/pertanian yang berkembang di desa-desa nelayan pada
17
umumnya masih merupakan rangkaian dari usaha perikanan/pertanian yang dapat digolongkan sebagai industri pengolahan hasil skala kecil atau rumah tangga Sitorus, (1994). Ilmu ekonomi secara fundamental berurusan dengan konsep kelangkaan dan pengurangan masalah-masalah kelangkaan tersebut. Dengan demikian konsep-konsep pengelolaan
ekonomi
pesisir
sumberdayanya
memainkan
dapat
merupakan
resolusi faktor
peran
penting
konflik-konflik
fundamental
dari
dalam dalam
keputusan ruang
dan
perencanaan
dan
pengelolaan pesisir. Ilmu ekonomi membantu para manajer mempertimbangkan pilihan-pilihan atas alokasi sumberdaya yang paling efisien, yang diseimbangkan oleh kebutuhan dari para pembeli (permintaan) dan para penjual (penawaran). Konsep-konsep ekonomi klasik mengenai penawaran dan permintaan serta biaya peluang, setelah suatu keputusan untuk mengalokasikan sumberdaya finansial diimplementasikan, memainkan peran sentral dalam mengalihkan daerah-daerah pesisir alami menjadi pelabuhan-pelabuhan (Kay dan Alder, 1999). Rasionalisasi ekonomi sentral dalam pembangunan ini adalah untuk meningkatkan kecepatan pembangunan ekonomi seperti yang diukur melalui gross domestic product (GDP) dari suatu negara dengan mengabaikan acuan mengenai biaya lingkungan dan fasilitas sosial. Konsep ekonomi yang paling penting adalah yang berkaitan dengan nilai ekonomi. Menurut Lipton dan Wellman (1995) dalam Kay dan Alder (1999) bahwa suatu perbedaan fundamental antara cara ilmu ekonomi dan disiplin ilmu lainnya seperti ekologi menggunakan istilah nilai adalah penekanan ekonomi pada pilihan manusia. Jadi fungsi dari nilai ekonomi adalah antara satu kesatuan dari sekumpulan pilihan manusia. Karakteristik nilai ekonomi meliputi: produk atau layanan memiliki nilai hanya bila manusia menilainya secara langsung atau tidak langsung, nilai diukur dalam hal trade off dan karenanya bersifat relatif, secara tipical uang digunakan sebagai suatu unit rekening perkiraan, untuk menentukan nilai-nilai bagi masyarakat secara keseluruhan nilai-nilai diagregasi dari nilai-nilai individu. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan (2001), pertanian di negara-negara sedang berkembang dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu: kontribusi produk, kontribusi pasar, kontribusi faktor-faktor produksi dan kontribusi devisa.
18
Beberapa
ekonom
menyatakan
bahwa
cara
termudah
untuk
mempertimbangkan penilaian ekonomi adalah dengan memikirkan perbedaan antara nilai dan harga. Dalam banyak kasus, harga tidak berkaitan dengan nilai misalnya situasi di Britania Raya yang di dalamnya terdapat endapan pembuangan kotoran yang dibuang di Laut Utara selama bertahun-tahun. Dalam kasus ini fungsi asimilasi limbah dari lingkungan laut diberi harga nol, meskipun nilainya yang besar dalam hal penghancuran limbah (Bateman, 1995. dalam Kay dan Alder, 1999). Cara yang paling umum digunakan untuk menilai sumberdaya yang diperdagangkan di pasar adalah perkiraan kelebihan produsen dan kelebihan konsumen, dengan menggunakan harga pasar dan data kuantitas. Hal ini adalah salah satu dari berbagai metode yang bergantung pada pengamatan langsung terhadap perilaku pasar dan pilihan nilai. Beberapa sarana umum yang tersedia untuk analisis ekonomi terhadap isu-isu pengelolaan pesisir (Lipton dan Wellman, 1995. dalam Kay dan Alder, 1999), yang bervariasi dari studi-studi yang relatif sederhana mengenai sarana yang paling efektif biaya untuk mencapai tujuan yang jelas (analisis efektif biaya dan analisis dampak ekonomi), hingga ke analisis biaya dan manfaat regional dari berbagai dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang berinteraksi (analisis biaya dan manfaat). Analisis manfaat biaya merupakan sarana analisis ekonomi yang paling banyak digunakan karena fleksibilitasnya dan penerapannya yang luas. Analisis manfaat biaya menormalisasi (biasanya untuk nilai-nilai moneter) penalti ekonomi potensial dan manfaat-manfaat daerah tindakan tertentu. Biasanya digunakan dalam pembuatan keputusan-keputusan pengelolaan pesisir. 2.5. Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Dari segi sosio-kultural Indonesia terdiri dari berbagai sub-kultur yang amat bervariasi dalam adat, bahasa, agama, kepercayaan kelompok etnis dan lainlain. Variasi itu harus diperhatikan, bukan saja untuk memanfaatkan sosiokultural resources bagi proses pembangunan, akan tetapi juga mencegah terjadinya keterasingan kultural (Purwanto, 2000). Pembangunan Indonesia tidak dapat dilakukan dengan semata-mata mendasarkan diri pada asumsi sosok Indonesia
yang
homogen
dan
amorphous.
Dalam
rangka
memahami
permasalahan atau kendala yang ada, Indonesia harus dilihat secara mikro (strategi
pendekatan
community-based
dan
desentralisasi)
dengan
19
memperhatikan
variasi ekonomi, ekologi, dan
sosio-kultural.
Jika tidak
dipertimbangkan, hal itu dapat menjadi mekanisme filtrasi bagi distribusi hasil pembangunan di Indonesia yang pada akhirnya akan menciptakan kesenjangankesenjangan baru dalam satuan geo-ekologi itu sendiri. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda dengan kelompok masyarakat industri atau kelompok lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh keterkaitan yang sangat erat terhadap karakteristik ekonomi masyarakat pesisir, ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi maupun latar belakang budayanya (Kusumastanto, 1997). Masyarakat pesisir dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang kehidupan segenap anggotanya tergantung sebagian atau sepenuhnya pada kelimpahan sumberdaya pesisir dan lautan. Kehidupan masyarakat pesisir sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran. Usaha dalam bidang perikanan dapat dipengaruhi oleh kondisi tersebut yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi mereka. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik tertentu yang khas atau unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha dalam bidang perikanan yang merupakan mata pencaharian utama. Usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, musim dan pasar, oleh karena itu karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut yakni ketergantungan terhadap lingkungan, ketergantungan terhadap musim dan ketergantungan terhadap pasar (Bappedal, 1996). Pesisir itu unik karena pesisir merupakan pertemuan antara daratan dan lautan. Transisi antara daratan dan lautan di pesisir menghasilkan ekosistem yang beragam dan produktif, yang secara historis sangat berharga bagi populasi manusia. Kondisi ini dengan sendirinya akan berpengaruh kepada karakteristik sosial ekonomi masyakat pesisir yang menghuninya. (Kay dan Alder, 1999). Berdasarkan beberapa hasil penelitian di beberapa kawasan pantai di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa dalam kehidupan masyarakat nelayan di pantai cenderung masih memiliki sosial, budaya, agama dan adat istiadat yang masih mengakar pada beberapa komunitas penduduk tertentu. Pada umumnya masyarakat nelayan di desa pantai memeluk agama Islam. Peran pemuka agama dalam kehidupan sosial masih cukup tinggi, seperti yang terlihat dalam masyarakat Desa Pancana Kabupaten Barru (Abady, 1998).
20
Beberapa adat istiadat dan kebiasaan yang turun temurun secara tradisional masih dipertahankan seperti kebiasaan berpantang dalam berbagai kegiatan melaut pemilihan hari baik dalam penebaran dan panen hasil tambak serta beberapa kebiasaan lain yang telah diyakini dan mengakar dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi sosial dan kegotongroyongan diantara penduduk desa masih relatif berkebang. Tingkat minat pendidikan masyarakat relatif tinggi meskipun sarana dan prasarana untuk melanjutkan sekolah agak terbatas bagi komunitas yang berdomisili relatif jauh dan sulit terjangkau. Menurut Suryana (1988) yang meneliti pola-pola perilaku manajerial petani tambak di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola manajemen yang diterapkan masyarakat petambak cukup beragam mulai dari pola tradisional hingga manajemen yang lebih baik pada tingkat pengelolaan tambak-tambak yang intensif maupun semi intensif. Pola manajemen tradisional masih terbatas pada model pengelolaan yang sederhana dengan sistem administratif dan pengelolaan
faktor-faktor produksi
dan pemasaran yang
masih
sangat
sederhana. 2.6. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu inti setiap proses pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat baik secara teoritis konsepsional dan praktis operasional merupakan kenyataan yang telah teruji dalam sejarah pembangunan nasional maupun internasional. Pembangunan masyarakat sebaiknya menjamin terwujudnya pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas untuk berkembang dan kemandirian serta mampu menghadapi tantangan dan perubahan (Winoto, 1997). Selanjutnya dikemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat harus dibangun di atas premis kehidupan sosial ekonomi masyarakat yakni: (1) premis mengenai sifat dan tingkah laku dalam masyarakat; (2) premis tentang kehidupan organisasi; (3) premis tentang kebutuhan manusia; (4) premis tentang partisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan; dan (5) premis tentang keberhasilan dan kegagalan program dan proyek pemberdayaan masyarakat. Salah satu program pembangunan pemberdayaan masyarakat yang tujuannya menanggulangi kemiskinan adalah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program ini akan mendorong masyarakat pesisir dengan wadah kelompok mempunyai kebebasan memilih, merencanakan dan
21
menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan berdasarkan musyawarah. Masyarakat merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan, pengawasan dan pengembangannya. Program tersebut memiliki prinsip-prinsip antara lain: acceptable, transparancy, accountability, responsiveness, quick disbursement, democracy, sustainability, equality, dan competitiveness (DKP, 2000). Langkah disain dan implementasi sistem insentif bagi pemberdayaan masyarakat pesisir secara ringkas langkah-langkah tersebut diuraikan Emerton, (2001) dalam Adrianto (2007) terdiri atas 4 step. Step 1 : Mengumpulkan informasi tentang mata pencaharian masyarakat dan kondisi sumberdaya alam. Dalam tahap ini, informasi tentang kondisi kunci sosial ekonomi masyarakat pesisir dan kondisi sumberdaya alam pesisir dan laut merupakan salah satu faktor penting yang harus dikumpulkan dan pada saat yang bersamaan interaksi antara masyarakat pesisir dan sumberdaya alam (ekosistem) diidentifikasi Step 2 : Menganalisis
pengaruh
masyarakat
pesisir
terhadap
kondisi
sumberdaya pesisir dan laut.Pada tahap kedua, identifikasi aktifitas masyarakat pesisir yang secara langsung berkontribusi terhadap kerusakan sumberdaya pesisir dan laut perlu dilakukan. Pada saat yang bersamaan dilakukan pula identifikasi faktor yang mempengaruhi (driven factors) aktifitas tersebut, baik dalam perspektif sosial maupun ekonomi. Step 3 : Mengidentifikasi Kebutuhan Masyarakat Pesisir. Ada dua aspek utama yang harus dilakukan pada tahap ini. Pertama adalah identifikasi kebutuhan terhadap sistem insentif yang diperlukan oleh masyarakat khususnya dalam kerangka konservasi sumberdaya pesisir dan lautan. Kedua adalah peluang penerapam sistem insentif dalam konservasi sumberdaya pesisir dan lautan. Step 4 : Memilih Sistem Insentif Bagi Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat.Dalam konteks tahap ini, identifikasi dan pemilihan sistem insentif menjadi faktor penting. Sistem insentif harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat pesisir seperti yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya (Tahap 3). Sebagai contoh, insentif usaha marikultur dapat dilakukan untuk mengganti kegiatan perikanan tangkap yang berlebihan di suatu kawasan perairan/daerah perlindungan laut. Selama ini masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil kurang mendapat sentuhan pembangunan yang menyebabkan sebagian besar masyarakatnya
22
menjadi miskin. Rendahnya pembangunan pada wilayah tersebut didasarkan pada beberapa masalah antara lain: (1) kebanyakan pulau-pulau kecil tidak berpenghuni karena ukurannya yang relatif kecil; (2) kawasan yang cenderung terisolasi sehingga diperlukan investasi yang besar; (3) kurangnya kepastian perlindungan hak dan kepastian berusaha; (4) faktor-faktor lain yang menyebabkan sulitnya pengelolaan wilayah seperti; sulit dan mahalnya penyediaan sarana dan prasarana publik, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya minat pengusaha dalam investasi, dan kecilnya skala ekonomi dalam hal aktivitas produksi, transportasi, konsumsi dan administrasi (DKP, 2000). 2.7. Kemiskinan dan Ketimpangan Sebagian besar masyarakat pesisir pantai dan pulau-pulau kecil masih terjerat kemiskinan. Miskin pendidikan, miskin sosial ekonomi serta minimnya fasilitas-fasilitas umum menjadi penyebab terlupakannya kearifan lokal dalam pemanfaatan pesisir dan lautan. Akibat tekanan-tekanan ekonomi dan sosial yang begitu tinggi dan fluktuatif menyebabkan terjadinya pemiskinan sosial ekonomi yang menyebabkan kegiatan-kegiatan ekonomi nelayan tidak bertumpu pada pemanfaatan secara arif dan bijaksana (Nazruddin, 2001). Menurut Tambunan (2001) besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu pada garis kemiskinan (poverty line). Konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Kemiskinan yang merupakan ukuran relatif, mengakibatkan kemiskinan relatif dapat berbeda menurut negara atau periode di dalam suatu negara. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat dipenuhi. Ini merupakan suatu ukuran tetap di dalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum. Tingkat kemiskinan berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti struktur pendidikan, tenaga kerja dan struktur ekonomi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat dibagi dalam dua kelompok pendekatan yakni axiomatic approach dan stochastic dominance. Pendekatan yang sering digunakan adalah
23
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur yaitu: the generalized entropy, the atkinson measure dan gini coefficient. Untuk menanggulangi kemiskinan nelayan, sudah lama pemerintah melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian pada tahun 1991/1992 melalui program pembinaan dan pemberian paket bantuan kepada nelayan/petani ikan miskin melalui dana APBN murni dan bantuan Overseas Economic Cooperation Funds (OECF) (Dirjen Perikanan, 1993). Garis kemiskinan di pedesaan dan perkotaan di Indonesia selalu berubah disesuaikan dengan kenaikan harga-harga (inflasi) dari barang-barang pokok yang dikonsumsi masyarakat. Batas miskin di perkotaan pada tahun 1976 sebesar Rp 4.522,- per kapita per bulan, sedangkan di pedesaan Rp 2.849,- per kapita per bulan. Artinya di daerah pedesaan nilai pengeluaran konsumsi minimum yang harus di penuhi seseorang agar tidak tergolong miskin adalah Rp 2.849,- sedang di perkotaan Rp 4.522,-. Batas ini pada tahun 1998 naik menjadi Rp 96.959,- per kapita per bulan dan Rp 72.780,- per kapita per bulan masing-masing untuk perkotaan dan pedesaan. Kenaikan inflasi pada tahun 1998 juga disebabkan oleh krisis rupiah yang membuat hampir semua bahanbahan kebutuhan pokok naik drastis, jadi angka untuk tahun 1998 mencerminkan dari dampak krisis ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia (Tambunan, 2001). Jumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi langsung maupun tidak langsung tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (produktivitas tenaga kerja), tingkat upah netto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumberdaya alam, ketersediaan fasilitas umum seperti (pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transformasi, listrik, air, dan alokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi hingga politik, bencana alam, dan peperangan (Tambunan, 2001). Jika diamati, sebagian besar dari faktor-faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lainnya. Tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah netto rendah dan hal ini dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang, sehingga produktivitasnya menurun; produktivitas menurun
24
selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah nettonya berkurang lagi; dan seterusnya. Kemiskinan adalah salah satu masalah pokok pembangunan yang harus segera dituntaskan. Data BPS mengungkapkan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin secara relatif dari 40% dari tahun 1976 menjadi 15,08% pada tahun 1990. Namun demikian secara absolut jumlah penduduk tersebut masih sekitar 27,2 juta jiwa (Arsyad, 1992). Indikator kemiskinan dapat dilihat dari berbagai variaberl antara lain: Konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi, tingkat kebutuhan fisik minimum dan tingkat kesejahteraan. Masalah ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan antara lain karena selama pemerintahan orde baru berdasarkan UU No 5 tahun 1974, pemerintah pusat menguasai dan mengontrol hampir semua sumber pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumberdaya alam di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibat dari hal tersebut selama itu, daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak (Yafiz, 1999). Juga pinjaman dengan bantuan luar negeri, penanaman modal asing (PMA) dan tataniaga di dalam negeri diatur sepenuhnya oleh pemerintah pusat, sehingga hasil yang diterima daerah lebih rendah dari pada potensi ekonominya (Basri, 1994; Sondakh dan Lucky, 1999). Kemampuan produksi dan tingkat kesejahteraan antar provinsi di Indonesia memiliki variasi yang cukup tinggi. Nilai PDRB tertinggi pada tahun 1997 dengan migas diperoleh di Provinsi Jawa Barat (71.2 triliun rupiah) dan tanpa migas dari Provinsi DKI (69.7 triliun rupiah). Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun yang sama hanya mencapai Rp 9.9 triliun dengan dan tanpa migas. Jumlah ini relatif jauh lebih rendah dari nilai PDRB kedua provinsi tertinggi tersebut, tetapi masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan beberapa PDRB provinsi lainnya di Kawasan Timur Indonesia (BPS, 1998). Kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB di Provinsi Sulawesi Selatan untuk tahun tersebut dari
sektor
pertanian
mencapai
34,7%
dan
merupakan
nilai
tertinggi
dibandingkan dengan sektor lainnya seperti: pertambangan dan penggalian (3,2%), industri manufaktur (12,6%), listrik, gas dan air (1,1%), konstruksi (6,2%), perdagangan, hotel, dan restoran (16,4%), transportasi dan komunikasi (7,1%), keuangan, penyewaan dan jasa bisnis (6,6%) dan jasa lainnya (12,0%).
25
2.8. Pendapatan dan Pengeluaran Nelayan tradisional yang hidup di wilayah pesisir umumnya memiliki pendapatan yang rendah. Pendapatan rendah ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain: (1) terbatasnya sumberdaya perikanan; (2) unit penangkapan yang masih sederhana; (3) lemahnya kekuatan pasar; dan (4) pengaruh inflasi. Pemecahan masalah nelayan tersebut adalah dengan meningkatkan pendapatan dari usaha penangkapan ikan dengan cara memperbesar jumlah unit penangkapan, peningkatan harga atau memperkecil biaya. Usaha lainnya berupa tambahan pendapatan dari sumber lain di luar usaha penangkapan (Smith, 1979). Menurut Tambunan (2001) rendahnya produktivitas di sektor pertanian selain disebabkan oleh iklim dan keterbatasan lahan juga dipengaruhi oleh kecilnya pemanfaatan dan rendahnya kualitas teknologi dan kualitas sumberdaya manusia (petani/nelayan). Menurut Mangkuprawira (1984) ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bekerja. Tiap anggota keluarga berusia kerja di rumah tangga akan terdorong
bekerja
untuk
kesejahteraan
keluarga.
Beberapa
hasil
studi
menunjukkan bahwa anggota keluarga seperti istri dan anak-anak turut berkontribusi sebagai penyumbang dalam berbagai kegiatan baik dalam pekerjaan rumah tangga maupun mencari nafkah. Menurut Budiartha (1999) dalam Khasanatturodhiah (2002) bahwa pendapatan rumah tangga nelayan dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan keluarga dari semua sumber pendapatan, yakni pendapatan dari usaha perikanan, pendapatan dari luar usaha perikanan, berburuh, berdagang dan usaha jasa lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari survey sosial ekonomi nasional (susenas) dari BPS. Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proxi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat, walaupun diakui bahwa cara demikian sebenarnya mempunyai suatu kelemahan yang serius. Penggunaan data pengeluaran konsumsi dapat memberikan informasi mengenai pendapatan yang underestimate. Alasan sederhana, jumlah pengeluaran konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah pendapatan yang diterimanya, bisa lebih besar atau lebih kecil (Tambunan, 2001). Selanjutnya dijelaskan bahwa secara teoritis, perubahan pola
26
distribusi pendapatan di pedesaan dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: (1) akibat arus penduduk/pekerja dari pedesaan ke perkotaan yang selama periode orde baru berlangsung sangat pesat. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat di pedesaan namun dalam jangka panjang perkotaan akan tidak mampu menampung suplai tenaga kerja; (2) struktur pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di pedesaan dengan di perkotaan; (3) dampak posistif dari proses pembangunan ekonomi nasional. Dampak positif ada dalam beragam bentuk, seperti: semakin banyaknya kegiatan ekonomi di pedesaan di luar sektor pertanian, tingkat produktivitas dan pendapatan (dalam nilai riil) tenaga kerja di sektor pertanian meningkat, bukan saja akibat arus manusia dari sektor tersebut ke sektor lainnya di perkotaan, dan potensi sumberdaya alam yang ada di daerah pedesaan semakin baik dimanfaatkan oleh penduduk pedesaan (pemakaian semakin optimal). Dalam studi kasus di desa pasir baru, Cisolok, Sukabumi yang dilakukan Aryani (1994) didapatkan bahwa semakin baik kondisi ekonomi rumah tangga semakin besar sumbangan dari kegiatan hasil melaut terhadap total penerimaan rumah tangga. Semakin baik kondisi ekonomi rumah tangga, maka cenderung semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota rumah tangga sebalikya partisipasi kerja suami semakin menurun. Hasil penelitian tersebut selanjutnya memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi curahan tenaga kerja rumah tangga adalah luas lahan pertanian, jumlah angkatan kerja, pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala keluarga, dan perbedaan agro-ekologi daerah atau fasilitas. Selain pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita juga merupakan salah satu alat ukur untuk melihat perbedaan tingkat pembangunan ekonomi atau kesejahteraan masyarakat (Tambunan, 2001). Secara hipotesis dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita di suatu daerah, semakin tinggi pengeluaran konsumsi per kapita di daerah tersebut. Asumsi untuk keperluan tersebut yaitu: saving behavior dari masyarakat tidak berubah (rasio tabungan terhadap PDRB tetap tidak berubah) dan pangsa kredit di dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga juga konstan. Tanpa kedua asumsi ini, tinggi rendahnya pengeluaran konsumsi rumah tangga tidak mencerminkan tinggi rendahnya tingkat pendapatan per kapita di daerah tersebut. Melihat dari pendapatannya, kriteria nelayan kecil melalui pendekatan aspek ekonomi menurut Manurung (1983) yaitu penguasaan faktor-faktor yang
27
mempengaruhi tingkat inovasi nelayan yang terdiri dari: (1) pendapatan per kapita lebih rendah dari garis kemiskinan yaitu tingkat pendapatan < 240 kg nilai tukar beras/orang/tahun di desa; (2) nelayan pemilik usaha kecil dengan anak buah lebih dari tiga orang; (3) nelayan yang tidak memiliki alat produksi seperti perahu dan alat penangkapan; (4) nelayan kecil yang umumnya memiliki tenaga kerja keluarga yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga; (5) modal usaha yang relatif kecil, untuk satu unit alat penangkapan yang sederhana diperkirakan seharga Rp 25.000,- sampai dengan Rp 150.000,- dan kadang dilengkapi dengan sebuah perahu tanpa motor seharga kira-kira Rp 150.000,sampai dengan Rp 250.000,- sehingga kemampuan mereka untuk melakukan usaha penangkapan terbatas hanya di pesisir pantai dan di muara-muara sungai. Sumodiningrat (1988) memperlihatkan bukti-bukti kuantitatif pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum disertai dengan pemerataan hasil pembangunan yang tinggi pula. Pendapatan nasional baik yang diukur dengan pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran maupun pendekatan yang tumbuh searah diharapkan dapat dipakai sebagai indikator hasil pembangunan. Produksi nasional yang tinggi diharapkan diperoleh dari partisipasi masyarakat pelaku ekonomi dalam proses pembangunan dan sebagai imbalannya mereka memperoleh pendapatan nasional. Dalam kenyataannya produksi nasional yang tinggi tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan nasional yang tinggi pula. Dari angka yang dikumpulkan oleh IMF terlihat bahwa GDP sejak tahun 1981 sampai tahun 1986 menunjukkan angka positif walaupun naik turun karena tergantung pada perekonomian luar negeri, tetapi angka pertumbuhan GDI (gross domestic income) yang merupakan pendapatan yang diterima oleh pelaku ekonomi dalam negeri justru semakin menurun. Jumlah maupun alokasi curahan tenaga kerja erat sekali kaitannya dengan lingkungan produksi atau lahan setempat. Rumah tangga pada lahan pertanian yang relatif lebih baik cenderung berspesialisasi pada beberapa kegiatan saja, sementara kegiatan rumah tangga pada lahan marjinal lebih beragam. Keterbatasan potensi pertanian ini, mengakibatkan mereka cenderung mencari tambahan lainnya di luar usaha tani (Santoso dan Sudaryanto,1989). Produksi memiliki keterkaitan yang erat dengan keputusan konsumsi dalam rumah tangga usaha tani (Barnum dan Squire,1978 dalam Reniati, 1998). Kebijakan kenaikan harga output tidak efektif dalam meningkatkan jumlah produksi yang dapat dijual ke pasar sebab tambahan manfaat akibat kenaikan
28
harga output pertanian dan perbaikan teknologi lebih banyak dialokasikan sebagai upah atau biaya tenaga kerja. Penelitian Binari (1993) terhadap perilaku meminjam dan menabung menunjukkan bahwa tingkat bunga pinjaman berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk tetapi tidak berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja dan konsumsi rumah tangga. Tingkat bunga pinjaman, tingkat konsumsi dan nilai kekayaan berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit, selanjutnya permintaan kredit berpengaruh nyata terhadap pendapatan non usaha tani tetapi tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha tani. Sawit dan O’brien (1991) yang mencoba menggabungkan faktor produksi, konsumsi dan tenaga kerja dalam menganalisa ekonomi rumah tangga petani berlandaskan teori ekonomi rumah tangga kemudian menurunkan berbagai fungsi respon yakni suplai tenaga kerja, suplai output dan konsumsi rumah tangga. Variabel harga input atau output diperlakukan sebagai variabel exogeneous berpengaruh terhadap pendapatan, konsumsi dan alokasi tenaga kerja rumah tangga. Dalam mengukur tingkat kehidupan masyarakat, selain pendapatan, dapat pula dilihat dari pola pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran untuk makanan masih
merupakan
berkembang,
bagian
sedangkan
terbesar
dari
untuk negara
pengeluaran yang
di
ekonominya
negara-negara sudah
maju,
pengeluaran untuk barang dan jasa di luar makanan merupakan bagian terbesar dari
pengeluaran rumah tangga, seperti
untuk pengeluaran perawatan
kesehatan, peningkatan pendidikan, rekreasi, olah raga dan sebagainya (BPS, 1987). Pada umumnya kehidupan masyarakat di pesisir dan pulau kecil sebagian besar sebagai nelayan yang berbasis pada pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lokal. Berdasarkan struktur pekerjaan, maka dapat dibagi menjadi golongan
antara
lain:
ponggawa
besar
di
suatu
pulau,
pabbalolang,
sawi/nelayan, pengrajin kapal, sebagian kecil menjadi pedagang, warung/kios makanan untuk menjual kebutuhan sehari-hari, guru (pegawai negeri sipil) dengan tingkat rata-rata pendapatannya mencapai Rp 200.000,- sampai Rp 400.000,- Nazaruddin, (2001). Meskipun
bukan merupakan
indikator
yang
bagus,
kesejahteraan
masyarakat, dilihat dari aspek ekonominya dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional per kapita. Dalam rangka meningkatkan pendapatan
29
nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu negara umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (Tambunan, 2001). Negara-negara berkembang seperti Indonesia yang berpenduduk banyak dengan laju pertumbuhan penduduk cepat serta tingginya angka kemiskinan, maka pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus lebih cepat daripada laju pertumbuhan penduduk agar dapat terjadi peningkatan pendapatan per kapita. Berdasarkan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga (atas dasar harga konstan 1993) per kapita tahun 1997 hasil studi dari ECONIT (1999) dalam Tambunan (2001) menunjukkan adanya suatu polarisasi dalam distribusi konsumsi per kapita antar provinsi di Indonesia. Sebagian besar provinsi di Indonesia memiliki tingkat konsumsi rumah tangga per kapita rendah (di bawah Rp 1000,- di garis horisontal) walaupun dengan laju pertumbuhan positif. Pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dalam nilai absolut dan nilai relatif (persentase). Pertumbuhan dalam nilai absolut dinyatakan dalam rupiah, sedangkan
pertumbuhan
dalam
nilai
relatif
dinyatakan
dalam
persen.
Pertumbuhan ekonomi dalam nilai absolut selanjutnya dapat dinyatakan dalam nilai nominal berdasarkan harga berlaku dan nilai riil berdasarkan harga konstan. Menurut harga berlaku, nilai barang dan jasa yang dihasilkan (yang totalnya membentuk PDB) dihitung berdasarkan harga pasar pada tahun bersangkutan, yang berarti efek inflasi turut dihitung (Tambunan, 2001). Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk Domestik Bruto (PDB) yang berarti juga penambahan pendapatan nasional. Kemiskinan yang berlangsung terus seperti yang terjadi di beberapa negara di Afrika Tengah merupakan contoh konkrit dari akibat tidak adanya penambahan PDB yang selanjutnya mengakibatkan rendahnya pendapatan nasional di negara-negara tersebut. Hasil keuntungan yang diperoleh oleh nelayan berbeda menurut jalur tataniaganya. Pendapatan tertinggi dapat mencapai 43,12% melalui jalur tataniaga dari nelayan/produsen langsung ke pedangang pengecer atau konsumen,
sementara
jalur
tataniaga
yang
lebih
panjang
cenderung
menyebabkan turunnya persentase keuntungan yang diperoleh oleh nelayan (Lanori, 2002). Selanjutnya dijelaskan bahwa kendala yang dihadapi masyarakat
30
pesisir pantai di Kotamadya Makassar dalam memasarkan hasil tangkapannya adalah bentuk pasar yang tidak menguntungkan. Harga ikan berfluktuasi, terbatasnya tempat pendaratan dan kurangnya sarana pemasaran. 2.9.
Pendapatan Asli Daerah dan Otonomi Daerah Tujuan pokok UU No 32 tahun 2004 adalah untuk mewujudkan landasan
hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menjadi daerah otonom yang mandiri dalam rangka menegakkan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Koswara, 1999). Tujuan pokok UU No 33 tahun 2004 adalah upaya memberdayakan
dan
meningkatkan
kemampuan
perekonomian
daerah,
menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab dan pasti, dan mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah Sidik Dan Mahfud, (1999). Penerapan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004 yang sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001 memungkinkan timbulnya berbagai masalah di daerah. Hal ini disebabkan daerah harus berbenah dan menyiapkan diri untuk lebih mandiri yang selama ini tidak dimungkinkan untuk mandiri. Berdasarkan sisi implementasinya, UU No 33 tahun 2004 terdapat dua masalah besar yang diperkirakan muncul yaitu: (1) kemampuan keuangan atau kapasitas/potensi fiskal daerah, ketergantungan terhadap pusat harus seminimal mungkin sehingga pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian keuangan sendiri terbesar, dan (2) mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi dari penggunaan dana baik yang berasal dari PAD maupun yang diterima dari pemerintah pusat (dana perimbangan). Implikasinya memerlukan kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangannya sejalan dengan akan makin besarnya dana yang dapat dikelola sendiri. Pola hubungan pusat dengan daerah membuat pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat. Data APBN 1990-an menunjukkan struktur penerimaan Pemerintah Daerah Tingkat I didominasi oleh transfer uang dari pemerintah pusat baik dalam bentuk bantuan maupun sumbangan. Pada
31
pertengahan periode 90-an sumbangan dan bantuan ini mencapai hampir 50% dari total penerimaan Pemerintah Daerah Tingkat I cenderung meningkat INDEF, (1998). Ketergantungan keuangan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat juga dapat dilihat pada berbagai indikator lainnya, diantaranya rasio penerimaan pemerintah daerah terhadap pengeluarannya. Menurut laporan dari Bank Dunia, pada tahun 1997 mengenai pembangunan ekonomi di Indonesia, porsi daerah dalam total pengeluaran nasional adalah sekitar 7%, sementara porsi penerimaannya 22% sehingga rasionya sekitar 30%. Hal ini mencerminkan betapa kecilnya peran keuangan daerah, baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran (Tambunan, 2001). Selanjutnya dijelaskan bahwa persoalan kunci dari fenomena ketergantungan keuangan pemerintah daerah terhadap pusat bersumber dari ketimpangan fiskal vertikal. Berdasarkan struktur keuangan negara yang berlaku terlihat bahwa bahwa pangsa penerimaan Pemerintah Daerah Tingkat I dari sumber sendiri kurang dari 3% dan Pemerintah Daerah Tingkat II lebih parah lagi yakni kurang dari 2%. Ketimpangan fiskal vertikal antara pusat dan provinsi-provinsi di Indonesia dan juga ketimpangan fiskal horisontal dari provinsi, dimana persentase penerimaan dari sumber sendiri, DKI Jakarta (61.57%) paling tinggi dibanding provinsi lainnya, Sulawesi Selatan hanya mencapai 39,61%). Menurut UU No 33 tahun 2004, dalam rangka implementasi desentralisasi atau dalam rangka mencapai tujuan otonomi daerah pemerintah pusat akan mengalokasikan uang yang disebut dana perimbangan yang terdiri atas bagian daerah, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Bagian daerah terdiri atas hasil pajak, yaitu pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan PPh perorangan (diatur dalam UU No 17 tahun 2000 dan PP No 115 tahun 2000) dan hasil non pajak yakni penerimaan sumberdaya alam. Kriteria alokasi dana perimbangan ini didasarkan pada sejumlah variabel yang diatur dalam UU tersebut. Pembagian DAU dan DAK adalah TK I dan TK II mendapatkan DAU masing-masing sebesar 10% dan 9%, sementara pusat menerima DAK 60% dan TK I 40%. Alokasi DAU ke suatu daerah ditetapkan berdasarkan dua faktor yaitu: potensi perekonomian dan kebutuhan daerah. Kebutuhan daerah (fiscal need) dicerminkan oleh jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografis dan tingkat pendapatan masyarakat. Potensi perekonomian antara lain dicerminkan oleh potensi penerimaan
32
pemerintah daerah (fiscal capacity) seperti dari hasil industri dan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan PDRB. Salah satu komponen pendapatan daerah yang sangat diharapkan menjadi sumber utama keuangan daerah dalam pelaksanaan otonami daerah adalah PAD. Sumber-sumber utama PAD antara lain; pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dari dinas-dinas dan lain-lain. Diantara sumber-sumber PAD tersebut pajak daerah dan retribusi daerah merupakan dua sumber andalan, dimana pajak daerah memiliki porsi paling besar. Dasar hukum yang mengatur tentang pajak daerah dan retrubusi daerah adalah UU No 34 tahun 2000 atas perubahan UU RI No 18 tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah. Ketentuan perundangan yang mengatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah hingga tahun 1999 UU No 32 tahun 1956 tentang perimbangan keuangan negara dan daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri Sidik, (1999). Undang-Undang ini antara lain menetapkan sumber-sumber keuangan daerah misalnya bagian penerimaan pusat untuk daerah. Bagian ini didasarkan pada delapan faktor antara lain: (1) luas wilayah; (2) jumlah penduduk; (3) potensi perekonomian; (4) tingkat kecerdasan; (5) tingkat kemahalan; (6) panjangnya jalan-jalan yang diurus oleh daerah; (7) panjangnya saluran pengairan yang diurus oleh daerah; dan (8) hal apakah daerah yang bersangkutan seluruhnya atau sebagian terdiri atas kepulauan. Pada era otonomi daerah dan dalam menghadapi era perdagangan bebas Indonesia Bagian Timur (IBT) harus menerapkan suatu strategi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yang mendorong pemanfaatan sebaik-baiknya, semua keunggulan-keunggulan yang dimiliki kawasan tersebut tanpa dieksploitasi berlebihan yang dapat merusak lingkungan. Dalam paradigma baru pembanguan ini ada sejumlah langkah yang harus dilakukan di antaranya: (1) kualitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan secara merata di seluruh daerah di IBT; (2) pembangunan sarana infrastruktur harus juga merupakan prioritas utama termasuk pembangunan sentra-sentra industri dan pelabuhanpelabuahan laut dan udara di wilayah IBT; (3) kegiatan-kegiatan ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif berdasarkan kekayaan sumberdaya alam yang ada harus dikembangkan seoptimal mungkin; dan (4) pembangunan ekonomi di IBT harus dimotori oleh industrialisasi yang dilandasi oleh keterkaitan produksi yang kuat antara sektor industri manufaktur dan sektor primer yakni pertanian dan pertambangan (Tambunan, 2001).
33
Dalam era otonomi daerah dan globalisasi, Provinsi Sulawesi Selatan akan dihadapkan pada berbagai tantangan yang berat disebabkan karena berbagai hal termasuk kurangnya sumberdaya alam, posisi yang dimiliki kurang strategis dalam jalur perdagangan internasional, serta diperkirakan akan timbulnya ego masing-masing daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) untuk mandiri dalam segala hal (Didu, 2002). Dari berbagai indikator pembangunan dari hasil analisis (BAPPENAS 2000) menunjukkan bahwa kondisi Sulawesi Selatan di KTI pada awal era otonomi tidak lebih unggul dibandingkan dengan daerah lainnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 1996 menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan berada pada posisi ke-8 dari 12 provinsi di KTI atau hanya mengalahkan NTB, Papua dan NTT, artinya bahwa pengembangan SDM yang berlangsung di Sulawesi Selatan tidak berhasil dengan baik. Menurut IPM tahun 1998 pembangunan di Sulawesi Selatan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah lain di KTI, namun masih kurang jika dibandingkan dengan Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Pertumbuhan PRDB Sulawesi Selatan antara tahun 1983-1999 berada pada posisi rendah yaitu sebesar 4,32%, nilai ini hanya melebihi Maluku (-2,39%) dan Sulawesi Tenggara (3,54%), jauh lebih rendah dari Papua (9,43%) dan Sulut (5,58%). Pemerataan pembangunan di KTI masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio gini (1999) yang nilainya antara 0,24-0,36. Secara umum pemerataan pembangunan di KTI masih sangat kurang namun posisi Sulawesi Selatan merupakan posisi yang terbaik ke-2 (rasio gini 0.30) setelah Papua (rasio gini 0,36). Menurut BPS (2000) bahwa dari ketersediaan sarana dan prasarana secara umum Sulawesi Selatan melebihi daerah lain yang berada di KTI. Bandara dan pelabuhan terbesar di KTI berada di Sulawesi Selatan. Ketersediaan jalan di Sulawesi Selatan sudah cukup memadai jika dibandingkan daerah lain di KTI dimana rasio antara panjang jalan dengan luas wilayah mencapai 0,24 pada tahun 1999 dan berada pada urutan ke-4 setelah Sulawesi Utara (0,34), NTB (0,27) dan NTT (0,25). Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang terpadat di KTI dengan jumlah penduduk sebesar 7.787.200 jiwa sebanyak 20,91% dari total penduduk di KTI. Indikator lain menunjukkan bahwa tingkat pengangguran penuh (sama sekali tidak bekerja) mencapai 2,74% atau sekitar 213.185 jiwa dimana angka ini merupakan angka tertinggi ke-4 setelah Kalimantan Timur (5,26%), Sulawesi Utara (3,46%) dan Papua (3,00%). Produk
34
regional domestik bruto (PRDB) tahun 2000 hanya sebesar 3,13 juta rupiah lebih kecil dari PRDB per kapita KTI dan nasional masing-masing sebesar 3,99 juta rupiah dan 4,68 juta rupiah. Posisi PRDB per kapita Sulawesi Selatan di KTI berada pada posisi ke-7 atau hanya melebihi PRDB per kapita NTT, NTB, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Pengembangan agrobisnis dan agroindustri di daerah yang berbasis pertanian bukan hanya menitikberatkan pada upaya PAD tetapi hendaknya lebih diarahkan agar menjadi pilar utama pemberdayaan rakyat. Pemberdayaan rakyat melalui pengembangan agrobisnis dapat berjalan dengan baik apabila kebijakan pemerintah daerah mengarah pada (1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya; (2) perwujudan pemerataan pembangunan; dan (3) menciptakan produk agrobisnis unggulan dan andalan melalui pewilayahan komuditas (Didu, 2000). Ketiga arah kebijakan tersebut perlu diwujudkan dalam program pembangunan yang mengarah pada menciptakan suasana (enabling) agar kreatifitas dan motivasi masyarakat untuk maju dan berkembang meningkat bersama dunia usaha
dan
masyarakat
melakukan
penguatan
(encourage)
kompetensi
agrobisnis, menciptakan kesetaraan pelaku agrobisnis melalui perlindungan (protection)
pada
masyarakat
lemah,
penataan
distribusi
penguasaan
sumberdaya agrobisnis terutama penguasaan lahan, pembukaan akses terhadap sumberdaya agrobisnis (dana, teknologi dan pasar), serta peningkatan nilai tambah
produk
agrobisnis
rakyat
melalui
pengembangan
agroindustri
kerakyatan. 2.10. Pendekatan Kelembagaan Pendekatan kelembangan disuatu daerah merupakan suatu penantian yang sangat panjang, dengan pendekatan ini, diharapkan dapat menjadi wadah sebuah partisipasi berupa organisasi masyarakat yang dibentuk secara bersama antara pihak proyek dengan masyarakat. Prinsip dasar pengelolaannya adalah cooperative management (peran yang seimbang antara masyarakat dan pemerintah) dan prinsip operasional pengelolaan , yakni adanya insentif ekonomi dalam rangka keaneka ragaman hayati dengan tidak meninggalkan peranan wanita. Kusnadi (2004). Terjadinya peningkatan dan kemampuan masyarakat dan aparat terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan sebuah modal dasar bagi masyarakat dan daerah untuk merancang sebuah manajemen perikanan yang
35
berkelanjutan. Manajemen perikanan yang merupakan sebuah investasi untuk masa depan, tidak hanya didesain dalam pengelolaan sumberdaya perikanan semata, tetapi juga harus ditata secara sinergi dan berintegrasi dengan peluangpeluang atau potensi lainnya. Misalnya, dalam pengelolaan kawasan pantai sebagai kawasan parawisata dan pelestarian hutan. Beberapa daerah telah berhasil dengan adanya Proyek Cofis. Kusnadi (2004) telah melahirkan sebuah kesadaran baru untuk mengelola sebuah kawasan secara terintegrasi dalam manajemen kawasan pantai (Integration of fisheries into coastal area management). Integrasi ini harus didukung oleh berbagai unsur, yaitu dari pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi masyarakat , perguruan tinggi, dan pengusaha (BUMN dan swasta). Khususnya di kawasan pesisr Polewali Mandar , untuk sektor perikanan, parawisata, pertambangan, dan kehutanan, harus menjadi titik tumpuan sentral adalam manajemen sumberdaya alam di kawasan pantai Arah kebijakan pemerintah daerah untuk kawasan pesisir Polewali Mandar daharapkan berfokus ke hal-hal tersebut. Ketika sektor perikanan akan diintegrasikan
ke dalam manajemen kawasan
pantai,
maka diperlukan
penguatan kelembagaan di Dinas Kelautan dan Perikanan, terutama dalam melakukan sistem imfomasi perikanan dan perencanaan program. 2.11. Sistem dan Model Dalam ilmu ekonomi, model ekonomi didefinisikan sebagai suatu konstruksi teoritis atau kerangka analisis ekonomi yang terdiri dari himpunan konsep, definisi, anggapan, persamaan, kesamaan (identitas) dan ketidaksamaan darimana kesimpulan akan
diturunkan
(Insukindro, 1992). Dalam suatu
penelitian
pembentukan model sebagai perwujudan dari suatu abstraksi berbagai aspek realita merupakan suatu kegiatan yang penting. Selanjutnya menurut Eriyatno (1998), menyatakan model merupakan suatu abstaraksi dari realitas yang menunnjukkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Kegiatan semacam itu dapat dijumpai di semua segi kehidupan dan sisi atau bagian dari ilmu pengetahuan, termasuk ilmu ekonomi. Perwujudan abstraksi tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk matematis, grafis, skema, diagram dan bentuk-bentuk lainnya. Menurut Muhammadi, dkk (2001) model adalah salah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala dalam suatu proses. Pembentukan model
36
merupakan suatu panduan yang dipengaruhi berbagai faktor, misalnya tujuan yang dicanangkan, perilaku pemeran dalam sistem yang diamati, kelembagaan yang ada dan persepsi si pembuat model mengenai realita yang dihadapi. Ada enam masalah utama yang sering muncul dalam pembentukan model antara lain: pemilihan teori, bentuk fungsi dari model, definisi dan cara pengukuran data, kelangkaan dan kekembaran data, implikasi kuantitatif dan kualitatif dan struktur kelambanan. Penelitian yang didasari pada model rumah tangga usaha tani relatif belum banyak dikaji di Indonesia, apalagi dalam sub sektor perikanan (Basit, 1995). Meskipun demikian pada masa yang akan datang aplikasi model tersebut diperkirakan
akan
banyak
dilakukan,
khususnya
penelitian-penelitian
di
pedesaan. Faktor yang menentukan keragaman pelaksanaan usaha tani konservasi adalah pendapatan di luar usaha tani, harga output dan upah tenaga kerja sebagai faktor yang ditentukan di luar sistem usaha tani, sedangkan kualitas penerapan teknologi lebih banyak ditentukan oleh faktor yang berasal dari dalam sistem usaha tani. Dalam suatu permasalahan yang kompleks, agar seorang pengambil keputusan dapat mengambil kebijakan atau keputusan, maka harus memikirkan segala isi dan permasalahan yang ada. Untuk dapat secara cermat menguasai kompleksitas itu dan mengembangkan alternatif pemecahannya, salah satu yang dapat
dilakukan
menganalisis
adalah dengan
permasalahannya
pendekatan
diperlukan
analisis
pemahaman
kuantitatif. secara
Untuk sistemik
(Eriyatno, 1998). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada umumnya suatu sistem terdiri dari berbagai elemen yang sangat kompleks, sehingga untuk analisis perlu disederhanakan dengan jalan menuangkan dalam bentuk fungsi matematik atau abstraksi lain yang disebut model. Penggunaan model menguntungkan dalam analisis kuantitatif sebab: (1) dengan model dapat dilakukan analisis dan percobaan dalam siatuasi yang kompleks dengan mengubah-ubah nilai atau bentuk relasi antar variabel yang tidak mungkin dilakukan dalam sistem nyata; (2) model memberikan penghematan dalam mendeskripsikan suatu keadaan nyata; (3) menghemat waktu, tenaga dan sumberdaya lainnya; dan (4) dapat memfokuskan perhatian lebih banyak pada karakteristik yang penting dari masalah. Penyelesaian masalah pada sistem-sistem yang kompleks yang sulit diterapkan model matematiknya, dapat diatasi dengan menggunakan model
37
simulasi. Simulasi diartikan sebagai penyelidikan suatu sistem atau proses dengan bantuan suatu sistem tiruan. Alasan dari penggunaan suatu simulasi adalah penghematan biaya dengan resiko yang kecil, serta dapat pula karena penyelidikan dalam sistem riil tidak memungkinkan Simarmata, (1985). Penjelasan yang hampir sama dikemukakan oleh Subagya (1988) bahwa simulasi adalah duplikasi atau abstraksi dari persoalan dalam kehidupan nyata ke dalam model-model matematik. Metode simulasi dapat digunakan untuk menemukan model yang cocok dengan persoalan yang dihadapi. Dalam pemecahan
persoalan
dengan
model
matematik,
seringkali
dilakukan
penyederhanaan dan dimasukkan unsur ketidakpastian. Model-model simulasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa penggolongan antara lain model stokhastik atau probabilistik, model deterministik, model statik, model dinamik dan model heuristik. Banyaknya faktor-faktor yang saling berinteraksi secara simultan dalam suatu ekosistem menyebabkan hampir tidak mungkin untuk menentukan dan mengidentifikasi semua proses yang ada didalamnya secara detail melalui pengamatan laboratorium. Oleh karena itu pendekatan yang paling banyak digunakan adalah melalui pemodelan dan simulasi. Penggunaan pemodelan untuk berbagai kepentingan dalam manajemen pengelolaan sumberdaya telah banyak dilakukan di berbagai negara. misalnya model jangka panjang fluktuasi stock ikan beberapa spesies ikan pelagis di Pasifik dan Atlantik. Costanza, et al., (1990) menggunakan modelling berdasarkan proses dinamis spasial ekosistem untuk melihat perubahan jangka panjang sumberdaya alam dan pengaruh aktivitas manusia di perairan pantai. Parsons dan Kessler (1987) menggunakan sebuah model ekosistem untuk perkiraan produktivitas plankton dalam kaitannya dengan kelangsungan hidup benih ikan di Amerika. (Blackburn, et al., 1997) menggunakan simulasi rantai makanan mikrobial secara spasial. Naito, et al., (2001) mengaplikasikan model ekosistem untuk menentukan resiko ekologis secara kimia di Jepang. Hampir semua model yang dibuat dan digunakan untuk suatu peruntukan di suatu daerah membutuhkan dan menggunakan data akurat dari hasil pengamatan di lapangan maupun laboratorium.
3. METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juli 2004 sampai dengan April
2006. Pengambilan data dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar pada wilayah pesisir pantai Sulawesi Barat. Peta pantai barat Selat Makassar dan lokasi pengambilan data disajikan pada Gambar 2. 3.2.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas peralatan
yang dibutuhkan untuk pengambilan data melalui survey/wawancara dan pengukuran parameter lingkungan. Alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain: daftar pertanyaan (kuesioner) dan alat tulis menulis untuk survey dan wawancara, beberapa alat untuk mengukur parameter lingkungan seperti: termometer untuk mengukur suhu, handrefractometer untuk mengukur salinitas, pH meter untuk mengukur pH, DO meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut, spektrofotometer untuk mengukur bahan organik dan plankton net untuk mengambil sampel plankton guna pengukuran keanekaragaman. 3.3.
Jumlah dan Metode Pengambilan Contoh Jumlah sample dan metode pengambilan contoh disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rasio jumlah responden:dengan jumlah kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti Kecamatan
Desa
Wattang Polewali Lantora Bonde Campalagian Parappe Panyampa Bala Balanipa Pambusuang Sabangsubik Karama Tinambung Tangngatangnga Sepakbatu Jumlah Polewali
Jumlah Responden 67 141 94 46 53 48 77 90 64 86 53 39 858
Jumlah KK 1016 1460 917 695 755 526 748 991 558 934 546 414 9560
Rasio Responden: KK (%) 6.59 9.66 10.25 6.62 7.02 9.13 10.29 9.08 11.47 9.21 9.71 9.42 8.97
40
Pengambilan data dilakukan dengan
cara menggunakan
metode
penelitian survey dan wawancara, pengukuran atau observasi langsung di lapangan dan pengambilan data sekunder dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait. Survey dan wawancara dilakukan dalam pengambilan data pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan serta pengecekan silang alokasi anggaran pembangunan. Pengambilan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data kependudukan, volume pendapatan daerah dan jumlah anggaran per sektor dalam kabupaten. Pengukuran dan observasi langsung terhadap kondisi lingkungan ditujukan untuk mengukur beberapa variabel lingkungan yang dapat dijadikan bahan untuk evaluasi kualitas lingkungan wilayah laut dan pesisir.
Gambar 2. Peta Kabupaten Polewali Mandar sebagai lokasi penelitian Teknik pengambilan contoh (sampling) yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probabilita sampling yaitu teknik purposiv sampling terhadap populasi masyarakat nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Polewali Mandar, di pesisir pantai Sulawesi Barat. Selanjutnya dipilih empat kecamatan pesisir dan dalam masing-masing kecamatan tersebut dipilih tiga desa. Pemilihan wilayah kecamatan
dan desa
sebagai objek penelitian
didasarkan
pada data
41
kependudukan yang dominan populasinya sebagai nelayan. Penentuan proporsi contoh atau sampel didasarkan pada total penduduk nelayan dalam suatu desa terpilih. Pemilihan rumah tangga nelayan sebagai unit contoh ditentukan secara acak. Data-data pendapatan dan pengeluaran diambil pada rumah tangga nelayan sebagai unit observasi. Data ini diambil dengan cara melakukan wawancara (interview) langsung pada kepala rumah tangga. Materi wawancara disusun dalam suatu daftar pertanyaan (kuesioner). Isi kuesioner selain data pribadi responden, terutama difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan besarnya jumlah dalam unit-unit pendapatan dan pengeluaran berikut faktorfaktor yang mempengaruhinya, evaluasi dan persepsi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, jenis kebutuhan masyarakat nelayan dan beberapa parameter lainnya yang dibutuhkan dalam menganalisis dan menyusun model yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran masyarakat nelayan. Survey dan observasi langsung di lapangan dilakukan untuk mengamati dan mengambil data beberapa parameter lingkungan laut dan pesisir, sarana dan prasarana yang berhubungan dengan faktor-faktor produksi dan pengeluaran nelayan, dan inventarisasi sektor-sektor yang telah mendapat alokasi anggaran belanja daerah pada periode sebelumnya. Kegiatan survey dan pengukuran parameter yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi lingkungan laut dilakukan pada daerah penangkapan pada masing-masing unit alat
tangkap, sedangkan
di
wilayah pesisir untuk
mengevaluasi kondisi lingkungan pesisir yang berkaitan dengan kondisi tambak, ekosistem pesisir dan pencemaran. Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi lingkungan dan menjadi bahan pembanding untuk validasi hasil wawancara dengan para nelayan. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan datadata dari instansi atau lembaga terkait yang memiliki data yang dibutuhkan. Datadata sekunder yang dibutuhkan terutama mengenai besarnya pajak langsung dan tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah daerah yang berasal dari daerah atau desa dan kecamatan terpilih, besarnya proporsi dari konsumsi mayarakat nelayan dalam pendapatan daerah, alokasi anggaran belanja daerah per sektoral, dan data-data lainnya yang berhubungan dengan beberapa parameter lingkungan laut dan pesisir di lokasi penelitian.
42
3.4.
Pengukuran dan Pendugaan Parameter Pengukuran beberapa variabel dan pendugaan parameter-parameter
yang diperoleh dari contoh yang terambil meliputi : 3.4.1. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Untuk menentukan tingkat pendapatan rumah tangga nelayan dalam desa yang terpilih, maka digunakan pendugaan melalui data-data dari responden yang terpilih sebagai unit contoh yang pengambilannya secara acak. Pendapatan masyarakat dihitung pada tingkat rumah tangga nelayan, dengan menjumlahkan seluruh pendapatan anggota rumah tangga yang termasuk usia produktif. Pada penelitian ini usia produktif yang dimaksud dibatasi pada usia >10 tahun (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, 2000). Pendapatan yang dihitung adalah pendapatan bersih setiap individu anggota keluarga setelah dikurangi dengan semua unit pengeluaran dalam kegiatan memperoleh pendapatannya. Pendapatan rumah tangga nelayan dikelompokkan ke dalam sumber pedapatan yaitu pendapatan dari sektor usaha perikanan (y1), pendapatan dari sektor pertanian/peternakan/perkebunan (y2), usaha perdagangan (y3), dan sewa atau bunga modal (y4). Secara matematis formula pendapatan rumah tangga nelayan (YN) dirumuskan sebagai berikut : YN = y1 + y2 + y3 + y4 ……...........…………………………………………………….(1) Pendapatan rumah tangga nelayan (YN) dihitung per tahun dalam setiap desa terpilih, dengan menggunakan pendugaan pendapatan per trip (perikanan tangkap) atau musim tanam (tambak). Pendapatan dari usaha perikanan terdiri dari pendapatan yang didapatkan oleh nelayan penangkap beserta juragannya dari usaha penangkapan di laut dan pendapatan yang didapatkan oleh para petambak dari hasil panen tambaknya. Pendapatan dari usaha perikanan (y1) dihitung berdasarkan proporsi pendapatan yang diperoleh oleh setiap individu (juragan maupun nelayan penangkap) dari hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan ini didapat dari biomassa per jenis ikan yang tertangkap dikali dengan harga satuan per kilogram setiap jenis ikan. Data ini biasanya tersimpan pada juragang untuk beberapa tahun terakhir. Proporsi pembagian pendapatan pada usaha perikanan tangkap dihitung berdasarkan ketetapan bagi hasil yang berlaku di masing-masing daerah. Pendapatan dari usaha tambak juga dihitung berdasarkan hasil yang
43
didapatkan oleh petani pemilik maupun petani penggarap selama setahun dengan mengacu pada pendapatan rata-rata per musim tanam. Dengan demikian pendapatan dari usaha perikanan (y1) mengikuti persamaan : y1 = y11 + y12 + y13+ y14 ……………………………………………...…………..........(2) dengan y11 = pendapatan hasil tangkapan dari juragan, y12 = pendapatan hasil tangkapan dari nelayan penangkap, y13 = pendapatan dari hasil panen pemilik tambak, dan y14 = pendapatan dari hasil panen penggarap tambak. Pendapatan dari sektor pertanian/peternakan/perkebunan (y2) merupakan pendapatan rumah tangga nelayan yang diperoleh dari hasil pekerjaannya dalam mengolah sawah atau pertanian (y21), beternak (y22), dan berkebun (y23). Secara matematis pendapatan dari usaha sektor pertanian/peternakan dan perkebunan mengikuti persamaan sebagai berikut : y2 = y21 + y22 + y23 ……….……...…………………………………...…………..........(3) Pendapatan dari usaha perdagangan (y3) meliputi semua pendapatan yang diperoleh rumah tangga nelayan dari usaha perdagangan barang maupun jasa. Pendapatan dari sektor ini dikelompokkan dalam tiga golongan besar yaitu: usaha perdagangan barang di bidang perikanan (y31) adalah semua usaha perdagangan yang memperjualbelikan barang-barang untuk usaha perikanan baik untuk penangkapan maupun tambak; usaha perdagangan barang di bidang non perikanan (y32) adalah semua usaha perdagangan yang memperjualbelikan barang-barang bukan untuk usaha perikanan baik untuk penangkapan maupun tambak; dan usaha perdagangan yang bergerak di bidang jasa (y33) adalah semua macam usaha jasa, seperti pertukangan, servis atau montir, potong rambut, telekomunikasi, buruh dan sebagainya. Pendapatan dari sektor usaha perdagangan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : y3 = y31 + y32 + y33 ……........………...……………….…………………...…………..(4) Sumber pendapatan lain dalam satu rumah tangga nelayan adalah sewa atau bunga modal (y4) merupakan pendapatan yang diperoleh dari sewa atau bunga dari modal yang dimiliki. Pendapatan ini dapat berasal dari bunga uang yang dipinjamkan pada orang lain atau uang sewa barang-barang produksi yang di sewa oleh orang lain seperti alat tangkap, perahu, tambak, sawah, kebun, rumah kontrakan atau barang-barang lainnya yang dapat menghasilkan uang setelah disewakan kepada orang atau badan lainnya.
44
3.4.2. Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan Pengeluaran rumah tangga nelayan dihitung berdasarkan pendekatan atas besarnya pajak yang dibayar dan jumlah konsumsinya. Total pengeluaran satu rumah tangga nelayan adalah jumlah pajak yang harus dibayarkan ditambah dengan total jumlah konsumsinya setiap tahunnya.
Persamaan pengeluaran
rumah tangga nelayan dapat dirumuskan sebagai berikut : KN = PJK + USH + K ..........................................................................................(5) Dengan KN = total pengeluaran rumah tangga nelayan (rupiah per tahun), PJK = total jumlah pajak yang harus dibayarkan setiap tahunnya, USH = jumlah pengeluaran rumah tangga nelayan yang dugunakan untuk menjalankan pekerjaan atau usahanya, dan K = total jumlah pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga nelayan untuk membayar pajak meliputi semua pembayaran pajak terhadap kegiatan usaha, modal, barang, kekayaan, maupun pendapatannya. Dalam masyarakat nelayan pesisir, jenis pajak yang biasanya harus dibayarkan antara lain pajak bumi dan bangunan, pajak tanah atau tambak, pajak kendaraan bermotor (termasuk kapal), pajak penghasilan, dan retribusi. Data-data mengenai jumlah pajak yang dibayarkan oleh rumah tangga nelayan didapatkan dengan cara wawancara langsung kepada setiap responden yang terpilih. Pengeluaran
untuk
menjalankan
pekerjaan
dan
usaha
(USH),
dikelompokkan sesuai dengan sektor pekerjaan atau kegiatan usaha yang dapat memberikan pendapatan seperti dalam persamaan (1) yaitu: pengeluaran untuk usaha perikanan (USH1), pengeluaran untuk usaha pertanian/peternakan/ perkebunan (USH2), pengeluaran untuk usaha perdagangan (USH3) dan pengeluaran untuk barang-barang yang disewakan (USH4) dengan keteranganketerangan
pada masing-masing
usaha
seperti
yang
dijelaskan dalam
pendapatan. Dengan demikian total pengeluaran untuk usaha (USH) mengikuti persamaan berikut : USH = USH1 + USH2 + USH3 + USH4 ……………………………………………...(6) Konsumsi rumah tangga nelayan dibedakan atas dua golongan utama yaitu konsumsi untuk pangan dan non pangan. Dengan demikian total konsumsi satu rumah tangga nelayan dapat dirumuskan sebagai berikut :
45
K = K1 + K2 ……………………...............…………………………………………….(7) dengan K1 merupakan jumlah pengeluaran yang dibelanjakan oleh rumah tangga nelayan untuk membeli barang makanan (pangan) dan K2 merupakan jumlah yang dibelanjakan untuk kebutuhan non pangan, termasuk biaya kesehatan, hiburan dan rekreasi, keamanan dan kepentingan sosial. 3.4.3. Kontribusi Masyarakat Nelayan dalam Pendapatan Asli Daerah Kontribusi masyarakat nelayan dihitung dari besarnya pendapatan daerah yang didapatkan dari pengeluaran (pajak, usaha dan konsumsi) total rumah tangga nelayan dalam satu desa terpilih. Total kontribusi masyarakat nelayan dalam desa terpilih didekati dengan cara menghitung jumlah pengeluaran rumah tangga nelayan seperti dalam persamaan (5) yang masuk dalam kas keuangan pemerintah daerah. Dalam persamaan (5) tersebut jumlah pajak ditentukan dari data jumlah pajak yang berasal dari suatu desa terpilih. Sumber lainnya dari pengeluaran untuk usaha atau pekerjaan (USH) dan konsumsi (K) didekati dengan cara menghitung rata-rata proporsi dari total pengeluaran untuk usaha dan konsumsi yang masuk ke dalam kas pemerintah daerah per jenis usaha dan konsumsi. Mentode yang digunakan untuk menentukan proporsi dari pengeluaran untuk usaha yang masuk ke kas pemerintah daerah dilakukan dengan cara menghitung besarnya pajak penghasilan yang dikeluarkan oleh toko atau perusahaan tempat berbelanja. Dengan mengetahui volume belanja rata-rata rumah tangga nelayan per satuan waktu tertentu (dengan asumsi bahwa masyarakat nelayan berbelanja dalam wilayah kabupaten itu), maka total pajak yang dapat diterima atau masuk dalam kas pemerintah daerah kabupaten dapat dihitung. Oleh karena itu setiap pengeluaran yang dilakukan rumah tangga nelayan untuk pekerjaan atau usaha sebagaimana dalam persamaan (5) dapat diketahui. Perhitungan rata-rata proporsi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) yang masuk ke dalam kas pemerintah daerah kabupaten dilakukan dengan pendekatan besarnya retribusi dan sewa yang dibayarkan pedagang dalam pasar dalam kecamatan dimana desa terpilih. Asumsi untuk hal tersebut bahwa keberadaan pedagang dalam pasar tersebut disebabkan oleh adanya masyarakat nelayan yang selalu berbelanja di pasar tersebut. Jumlah retribusi dan sewa dari pasar tersebut dapat dihitung dari banyaknya pedagang yang aktif
46
membayar retribusi dan sewa. Pengeluaran non pangan, khususnya kesehatan dihitung dari frekuensi rata-rata berobat di puskesmas dan besarnya dana yang dipungut oleh pemerintah daerah dari setiap pasien yang berobat dalam puskesmas tersebut. Data ini diperoleh baik dari puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten setempat. 3.4.4. Alokasi Anggaran Belanja Daerah Alokasi anggaran belanja daerah kabupaten untuk setiap sektornya datanya didapatkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang disetujui oleh DPRD setempat setiap tahunnya. Data APBD yang digunakan dalam penelitian ini adalah APBD tahun sebelumnya. Alokasi untuk setiap sektor dapat diverifikasi pada instansi atau dinas masing-masing sektor. Untuk menghitung besarnya anggaran yang masuk ke dalam desa yang terpilih sebagai objek penelitian, maka dilakukan pengambilan data di tingkat desa atau kecamatan mengenai besarnya dana pembangunan yang didapatkan pada tahun sebelumnya berikut perincian alokasi dan peruntukan dana tersebut. Data ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan besarnya anggaran belanja daerah yang dialokasikan dalam suatu desa. Agar volume anggaran belanja daerah yang digunakan untuk perbaikan lingkungan masyarakat pesisir dapat dihitung, maka dari total anggaran belanja daerah yang dialokasikan di desa tersebut digolongkan lebih spesifik sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu dilakukan verifikasi dan pendataan pada tingkat desa mengenai pos-pos pengeluaran anggaran tersebut. Pos-pos anggaran spesifik yang dihitung dalam penelitian ini, antara lain perbaikan lingkungan (tempat kerja dan tempat tinggal), kesehatan, perbaikan pendapatan, pendidikan dan bantuan sosial. 3.4.5. Pengukuran Parameter Lingkungan Untuk mengetahui kondisi lingkungan, baik tempat bekerja maupun tempat tinggal masyarakat nelayan, maka dilakukan pengukuran beberapa parameter lingkungan. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekonomi berdasarkan lingkungan dan kompetensi masing-masing
lokasi
penelitian. Data-data parameter lingkungan diukur pada 3 lokasi pada setiap desa yaitu di laut dan pantai (sebagai daerah penangkapan), tambak dan lingkungan tempat tinggal. Data ini sangat penting untuk dijadikan acuan dalam
47
menentukan potensi ekonomi dan menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi dan menentukan kemungkinan kebijakan untuk peruntukan alokasi anggaran untuk perbaikan lingkungan. Parameter lingkungan laut dan pantai yang diukur adalah beberapa data fisika, kimia dan biologi yang dijadikan bahan analisis potensi ekonomi wilayah pesisir dalam pemanfaatannya sebagai daerah penangkapan ikan dan budidaya laut. Parameter-parameter tersebut antara lain. suhu, salinitas, pH, kecerahan, kedalaman, arah dan kecepatan arus, angin, pasang surut dan gelombang, curah hujan, kemiringan dan substrat dasar, kadar oksigen, bahan organik dan keanekaragaman plankton. Di tambak yang diukur antara lain: tipe pantai dan garis pantai, pH air dan substrat, kualitas tanah dan air tanah, oksigen terlarut, total bahan organik, kadar logam berat, dan lebar jalur hijau (untuk tambak). Beberapa data tersebut dijadikan sebagai patokan dalam pendugaan daya dukung lahan untuk tambak. Dalam pemukiman yang diukur adalah terutama yang terkait dengan kondisi kesehatan dan sanitasi masyarakat nelayan, ketersediaan
air
bersih
dan
MCK
dan
beberapa
parameter
indikator
kesejahteraan rumah tangga. Analisis beberapa kualitas air baik untuk laut dan tambak, plankton dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. 3.5.
Analisa Data Data-data yang diperoleh dari hasil survey, wawancara dan pengamatan
di lapangan dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Analisa data yang dilakukan meliputi: karakteristik masyarakat nelayan, perimbangan antara kontribusi masyarakat nelayan dalam pendapatan daerah dengan alokasi anggaran pembangunan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran, dan penyusunan serta simulasi model. 3.5.1. Karakteristik Masyarakat Nelayan Untuk menggambarkan karakteristik masyarakat nelayan berdasarkan variabilitas dalam beberapa parameter lingkungan, ekonomi (pendapatan dan pengeluaran), sosial dan budaya pada masing-masing desa, maka digunakan analisis multivariabel analisis komponen utama atau principal component analysis (PCA) mengikuti petunjuk Legendre dan Legendre (1983) dan Johnson dan Wichern (1988). Analisis PCA, dapat mengetahui parameter-parameter
48
penciri masyarakat nelayan pada masing-masing desa. Selanjutnya untuk menggambarkan kedekatan berdasarkan kemiripan karakter masyarakatnya, maka digunakan sidik gerombol (cluster analysis). Analisis ini akan dijalankan dengan menggunakan perangkat lunak Stat ITCF. 3.5.2. Kualitas Lingkungan Pesisir untuk kegitan Ekonomi Analisis potensi ekonomi pada setiap lokasi penelitian dilakukan berdasarkan data-data parameter lingkungan. Potensi ekonomi yang dikaji adalah potensi laut dan pantai untuk peruntukan pemanfaatan lingkungan sebagai daerah penangkapan, budidaya laut (marine culture) seperti rumput laut dan keramba apung dan budidaya tambak. Pada analisis tersebut akan digunakan
acuan
sebagai
evaluasi
dan
pembobotan
nilai
lingkungan
berdasarkan parameter lingkungannya. Analisis kesesuaian dan potensi perairan pantai sebagai lokasi budidaya dan tambak dianalisis dengan mengacu pada kriteria dan kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut seperti dalam Tabel 2. Kriteria dan kesesuaian lokasi untuk budidaya keramba apung dalam Tabel 3, dan kriteria pendugaan daya dukung lahan untuk tambak menurut Poernomo (1992) seperti dalam Tabel 4. Tabel 2. Kriteria kesesuaian wilayah perairan untuk budidaya rumput laut Kesesuaian Parameter Sangat Sesuai
Sesuai
Tidak sesuai
1.0 – 2.5
2.5 – 5
< 1.0 dan > 5.0
Pasir
Karang
Berlumpur
20 – 30
30 – 40
< 20 dan > 40
> 60
> 60
< 60
Salinitas (‰)
32 – 34
28 – 32
< 28 dan > 34
pH
6.8 – 8.5
6-8 – 8.5
< 6.8 dan > 8.5
Suhu (oC)
24 – 30
24 –30
< 24 dan > 30
Kedalaman (meter) Substrat dasar Kecepatan arus (m/det) Kecerahan (%)
Sumber : Poernomo, 1992
49
Tabel 3. Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya keramba apung Kesesuaian
Parameter S1
S2
S3
N
> 20
10-20
5-10
<5
Sangat terlindung
Terlindung
Kurang terlindung
Terbuka
Suhu ( C)
28-29
27-28, 29-30
25-27, 30-31
<25, >31
Salinitas (‰)
29-31
27-29, 31-33
25-27, 33-35
<25, >35
Pasir berlumpur
Lumpur
Karang berpasir
Karang
Kedalaman (meter) Keberlindungan dari arus, angin dan gelombang o
Material dasar perairan Sumber : Poernomo, 1992
Tabel 4. Kriteria pendugaan daya dukung lahan untuk tambak Parameter
Tipe pantai Tipe garis pantai Bentuk teluk Posis hamparan lahan Kualitas tanah Air tanah Salinitas (‰) Jalur hijau (meter) Curah hujan Sumber : Poernomo, 1992.
Penilaian Tinggi (100) Terjal, karang, berpasir Stabil Teluk terbuka Dapat diairi dan dikeringkan Liat berpasir, tidak bergambut dan tidak berpyrit Tersedia 15 - 18 > 100 < 2000
Sedang (90) Terjal, karang, berpasir, sedikit berlumpur Stabil Teluk terbuka Dapat diairi dan dikeringkan Liat berpasir, tidak bergambut, berpyrit rendah Cukup 10-<15, >18 - 30 50 -100 2000 - 2500
Rendah (80) Sangat landai, berlumpur Labil Teluk tertutup Dibawah rataan surut terendah Lumpur pasir, bergambut, berpyrit Tidak tersedia < 10, > 30 < 50 > 2500
3.5.3. Perimbangan antara Kontribusi Masyarakat dalam PAD dengan Alokasi Anggaran Pembangunan Perimbangan antara kontribusi masyarakat nelayan dalam pendapatan asli daerah dengan anggaran pembangunan yang didapatkan dihitung dengan cara menghitung proporsi (persentase) antara kontribusi dan alokasi anggaran belanja daerah yang didapatkan dalam satu desa. Untuk membandingkan antar kecamatan dalam satu kabupaten dan antar kabupaten yang dipilih digunakan analisis ragam (ANOVA) dan uji beda rata-rata Tukey atau honey significant
50
different (Zar, 1984 dan Petersen, 1985). Analisis ragam untuk perbandingan antar kecamatan dalam satu kabupaten dan antar kabupaten juga dilakukan terhadap rata-rata pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan. Model linier yang digunakan dalam sidik ragam perimbangan kontribusi dan anggaran, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij, ………………………………………………………………..........…(8) Keterangan : Yij
=
Respon (Persentase kontribusi terhadap anggaran, pendapatan atau pengeluaran)
µ
=
Rata-rata umum
τi
=
Pengaruh lokasi (kecamatan atau kabuapten) terhadap respon
εij
=
Galat atau error pada lokasi ke-i ulangan (desa) ke-j (i = 1, 2, 3 dan 4; j = 1,2 dan 3 pada analisis antara kecamatan dalam satu kabupaten.
3.5.4. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Pengeluaran Untuk
mendeterminasi
faktor
utama
dari
semua
faktor
yang
mempengaruhi jumlah pendapatan dan pengeluaran, maka digunakan analisis multivariabel yaitu analisis diskriminan (discriminant analysis) mengikuti cara Legendre dan Legendre (1983) dan Johnson dan Wichern (1988). Pada Analisis ini, parameter atau faktor yang membedakan tinggi rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran dapat diketahui. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah semua pos-pos atau sektor pendapatan maupun pengeluaran seperti dalam persamaan (1) dan persamaan (5) serta beberapa parameter lingkungan, kependudukan dan sosial budaya lainnya yang terkait dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran. Sampel yang dijadikan sebagai observasi adalah semua responden yang dipilih dalam satu desa. Pada analisis diskriminan ini pendapatan dan pengeluaran dari semua responden diklasifikasikan terlebih dahulu berdasarkan tinggi rendahnya ke dalam 3 kategori (tinggi, rendah dan sedang), kemudian dilakukan sidik ragam antara kelompok atau kategori tersebut. Analisis ini dijalankan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 10.0.5. Dalam melihat hubungan antara perubahan pendapatan dan pengeluaran dengan beberapa parameter yang mempengaruhinya digunakan regresi linier
51
sederhana maupun berganda antara tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan (Y) dengan parameter yang mempengaruhinya (X) (Klembaun, 1987). Adapun model umumnya adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +..…+ bnXn ……........……………………………....…(9) keterangan ; Y
=
Dependent variable yaitu pendapatan/pegeluaran rumah tangga nelayan (Rupiah per tahun)
a
=
Intersep
bi
=
Koefisien regresi atau slope (i =1, 2, 3….n)
Xi
=
Independent variable yaitu parameter penduga (i =1, 2, 3….n) Hubungan ini juga dilihat pada setiap sektor atau pos-pos pengeluaran
maupun pendapatan. Hasil regresi ini akan digunakan dalam menyusun formula dan penentuan konstanta atau koefisien dalam pembentukan dan simulasi model. 3.6.
Principal Component Analysis
Principal component analysis (PCA), digunakan untuk menentukan karakteristik masyarakat pesisir, seperti identitas dan status kepala keluarga yang dipilih sebagai responden. Melalui analisis ini, karakteristik responden pada setiap desa dapat ditentukan berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Variabel yang digunakan dalam analisis ini, antara lain: umur, pendidikan tertinggi kepala keluarga dan anggota keluarga, kependudukan, lama domisili, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga dibiayai, pekerjaan pokok, pekerjaan selingan, jumlah dan hak kepemilikan sarana/fasilitas produksi, opini terhadap perhatian pemerintah, lingkungan, pendapatan dan pengeluaran. Data yang digunakan dalam analisis adalah persentase frekuensi jumlah variabel tersebut pada setiap kategori. Sebelum dianalisis, setiap variabel dipilih berdasarkan kategori tertentu berdasarkan distribusi frekuensinya. 3.7.
Penyusunan dan Simulasi Model Berdasarkan dari data hasil penelitian dan hasil analisis, maka penelitian
dilanjutkan dengan menyusun dan mensimulasikan model dengan skenarioskenario yang memungkinkan diterapkan melalui suatu kebijakan. Penyusunan
52
model didasarkan pada beberapa faktual hasil studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan. 3.7.1. Konsep Model Konsep dasar model adalah suatu model dinamik yang melibatkan dua kompartemen utama yaitu (1) masyarakat nelayan di pesisir sebagai subjek utama yang berkontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah, dan (2) pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan (decision maker). Kedua komponen ini saling berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya model ini mencoba merumuskan dan mengestimasi bagaimana perubahan pendapatan masyarakat nelayan bila pihak pemerintah daerah mengambil kebijakan dalam pengalokasian anggaran belanja daerah (Gambar 3).
PENDAPATAN MASY. NELAYAN
PENGELUARAN MASY. NELAYAN
FAKTOR PRODUKSI
PAD
LINGKUNGAN
A P B D Tk II
A B D
FASILITASI
Gambar 3. Diagram hubungan sebab akibat antara pendapatan masyarakat nelayan dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah Konsep dasar model ini mengacu pada efek berantai (cyclic effect) dimana dengan meningkatkan anggaran belanja daerah yang dialokasikan untuk perbaikan lingkungan dan fasilitasi masyarakat pesisir, maka akan mendorong
53
peningkatan
pendapatan
sekaligus
menekan
pengeluaran.
Semakin
meningkatnya pendapatan dan semakin menurunnya pengeluaran yang tidak memberikan kontribusi ke pendapatan daerah mendorong kenaikan jumlah pendapatan asli daerah yang diperoleh dari masyarakat nelayan. Jumlah anggaran belanja daerah pada tahun-tahun berikutnya diharapkan semakin meningkat mengikuti tingkat pendapatan masyarakat nelayan (Gambar 4).
Gambar 4. Causal loop model penelitian 3.7.2. Batasan dan Asumsi Model Model dibuat dibatasi dalam ruang lingkup masyarakat nelayan pesisir yang didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian pokok sebagai nelayan sebagai salah satu komponen sub model. Pemerintah daerah dalam sub model lainnya dibatasi pada jumlah pendapatan asli daerah yang didapat dari masyarakat nelayan dan kebijakan pengenai pengalokasian anggaran belanja daerah yang dibatasi pada jumlah dana yang memang dialokasikan dan
54
berpengaruh langsung kepada pendapatan dan pengeluaran masyarakat nelayan. Pendapatan
dan
pengeluaran
masyarakat
dibatasi
pada
sektor
pendapatan hanya dari empat kelompok besar sumber pendapatan yaitu usaha perikanan, pertanian/peternakan/perkebunan, usaha dan sewa atau bunga modal. Pengeluaran dibatasi pada jenis pengeluaran untuk pajak, biaya kegiatan usaha dan konsumsi. Konsumsi dibatasi pada jenis konsumsi untuk pangan dan non pangan. Sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran lain yang tidak tergolong dalam model ini diabaikan. Alokasi anggaran belanja daerah yang ditujukan untuk perbaikan lingkungan dan fasilitasi dibatasi pada faktor-faktor tertentu hanya pada variabelvariabel yang memungkinkan untuk dikuantifikasi. Variabel-variabel untuk lingkungan dan fasilitasi dalam model ini ditentukan setelah pelaksanaan penelitian survey dilakukan. Faktor lingkungan dan fasilitasi yang dimasukkan dalam model adalah tiga peringkat pertama sebagai prioritas sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Variasi dari masing-masing tiga prioritas faktor lingkungan dan fasilitas ini yang akan dijadikan menjadi skenario model. Dengan
segala keterbatasan
data-data
yang
didapatkan selama
pengambilan data di lapangan, maka model didasarkan pada beberapa asumsi. Asumsi-asumsi ini dibuat agar model lebih mendekati realistik dan logis, sehingga memungkinkan untuk diterapkan dalam tingkat kebijakan. Beberapa asumsi dasar yang dibuat dalam model ini antara lain: faktor-faktor produksi masyarakat nelayan tidak berubah drastis dalam rentang waktu yang cukup singkat,
harga
tetap,
pola
konsumsi
masyarakat
mengikuti
perubahan
pendapatan dan belanja untuk konsumsinya dilakukan dalam kabupaten tempat berdomisili, faktor-faktor produksi lain selain yang dimasukkan dalam model pengaruhnya tetap serta pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan hanya dipengaruhi oleh perubahan pendapatan. 3.7.3. Simulasi Model Sesuai dengan konsep dasar yang dikembangkan dalam model ini dan dengan segala asumsi yang mendasarinya, maka dibuat beberapa skenario yang terdiri dari berbagai variasi kombinasi antara parameter lingkungan dan kinerja fasilitasi. Disamping itu akan digunakan pendugaan atau estimasi jika anggaran belanja daerah ditetapkan dalam level tertentu. Macam fasilitasi dan variabel
55
lingkungan yang disimulasikan adalah tiga peringkat pertama prioritas sesuai kehendak masyarakat nelayan dalam satu kabupaten tertentu (setelah survey dilakukan). Beberapa skenario yang antara lain : a. Semua kombinasi (9) antara 3 macam fasilitasi dan 3 variabel lingkungan dengan jumlah anggaran belanja yang sama dengan tahun sebelumnya untuk masing-masing desa terpilih. b. Meningkatkan jumlah anggaran belanja sebesar 10%, 20%, 5% dari jumlah sebelumnya. c. Nilai beberapa konstanta yang terkait dengan persentase jumlah konsumsi, pajak dan biaya usaha terhadap total pendapatan. d. Proporsi jumlah anggaran tertentu untuk usaha perikanan dan non perikanan. Model dan skenario tersebut akan dibuat dan dijalankan dalam program stella 5.0.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Kondisi Lingkungan Pengukuran parameter lingkungan dilakukan di perairan pantai, tambak
dan lingkungan tempat tinggal di wilayah pesisir. Hasil pengukuran ini digunakan untuk menganalisis potensi ekonomi dan menjelaskan secara deskriptif keterkaitan antara faktor lingkungan dengan beberapa faktor yang terkait dengan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. 4.1.1. Lingkungan Perairan Pantai Secara umum wilayah pesisir pantai Kabupaten Polewali Mandar merupakan perairan pantai yang terbuka langsung ke Selat Makassar dan sangat sedikit pulau yang ada diluarnya. Perairan pantai yang terbuka mendapat pengaruh langsung dari perairan Selat Makassar. Kondisi perairan pantai cukup berbeda antar dua musim yaitu musim timur dan musim barat. Pada musim timur kondisi perairan pantai relatif tenang sedangkan pada musim barat kecepatan angin cukup kuat sehingga ombak cukup tinggi. Kondisi umum perairan pantai keseluruhan desa/kelurahan yang diteliti mendapatkan pengaruh musim yang sama, meskipun kondisi lingkungan pada setiap wilayah dapat bervariasi akibat pengaruh lokal yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai beberapa parameter lingkungan. Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan di permukaan perairan pantai semua desa/kelurahan yang diteliti menunjukkan bahwa kisaran beberapa parameter lingkungan adalah sebagai berikut suhu (27.3 – 31.5 oC) salinitas (15.0 - 33.0 ‰) pH (6.95 - 8.48 ) kedalaman kecerahan (4.5 – 14.2 m) kadar oksigen terlarut (4.1 – 10.5 ppm) dan kecepatan arus (0.0610 – 0.2273 m/detik). Hasil lengkap pengukuran beberapa parameter lingkungan di setiap desa disajikan dalam Lampiran 2. Suhu permukaan perairan pantai pada musim timur relatif lebih tinggi jika dibandingkan pada musim barat dengan perbedaan rata-rata lebih dari 1 oC. Hasil analisis ragam (ANOVA) suhu (Lampiran 3) menunjukkan perbedaan yang signifikan antar musim dan lokasi (desa/kelurahan). Rata-rata suhu pada musim timur (29.66 ± 1.14 oC) lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan perairan pada musim barat (28.64 ± 0.96 oC). Sebaran spasial suhu permukaan perairan pantai menunjukkan kecenderungan meningkatnya suhu permukaan
57
dari arah barat di Kecamatan Tinambung ke sebelah timur di Kecamatan Polewali. Hasil Uji beda rata-rata jarak berganda Duncan menunjukkan rata-rata suhu di dua keluarahan di Kecamatan Polewali yaitu Lantora dan Polewali signifikan berbeda lebih tinggi dengan ketiga desa di Kecamatan Tinambung yaitu Desa Sepakbatu, Tangngatangnga dan Karama (Tabel 5). Hal ini disebabkan rata-rata suhu permukaan perairan pantai yang lebih moderat di Desa lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan semua desa lainnya. Suhu perairan di lokasi penelitian berbeda-beda (Tabel 5), namun semuanya memperlihatkan nilai yang mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya karena suhu perairan 28-29 oC merupakan suhu yang mendekati titik optimal bagi kehidupan biota yang ada di dalamnya. Salinitas air di permukaan perairan pantai menunjukkan perbedaan yang signifikan antar musim dan variabilatas yang tinggi antar lokasi penelitian. Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa salinitas berbeda signifikan menurut musim dan lokasi penelitian. Rata-rata suhu pada musim timur (29.86 ± 3.05 ‰) sangat signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas pada musim barat (23.81 ± 4.17 ‰). Rendahnya salinitas pada musim barat disebabkan tingginya curah hujan pada musim tersebut sehingga perairan pantai mendapatkan masukan air tawar baik melalui air hujan maupun melalui aliran air tawar melalui sungai (runoff). Selain menyebabkan perbedaan antar musim, pengaruh aliran sungai juga menyebabkan perbedaan spasial antar lokasi yang cukup tinggi akibat perbedaan aliran sungai antar lokasi yang diteliti. Hasil uji jarak berganda Duncan (Tabel 5) terhadap rata-rata salinitas menunjukkan bahwa rata-rata salinitas di perairan pantai Desa Sepakbatu (18.8 ‰) merupakan nilai salinitas yang ekstrim sangat rendah (Tabel 5) dan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata salinitas di semua desa/kelurahan lainnya. Nilai rata-rata salinitas tertinggi terjadi di perairan pantai Desa Sabangsubik (31.00 ‰) dan lebih tinggi dibandingkan 6 desa/kelurahan lainnya di Kecamatan Polewali dan Campalagian yaitu Wattang, Polewali, Lantora, Bonde, Parappe dan Panyampa. Tingginya salinitas di beberapa desa di Kecamatan Balanipa dan Tinambung disebabkan oleh kurangnya masukan air tawar kecuali di Desa Sabangsubik yang justru memiliki suhu ekstrim rendah. Rendahnya salinitas di Desa Sabangsubik terutama pada musim barat disebabkan di wilayah tersebut
58
bermuara aliran sungai yang relatif besar sehingga membawa massa air tawar yang banyak mengakibatkan lebih rendahnya salinitas di pantai. Tabel 5. Rata-rata ± S.D suhu dan salinitas permukaan perairan pantai di semua desa/kelurahan selama penelitian Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
Suhu (oC) 29.67 ± 0.76 bc 30.13 ± 1.18 c 30.08 ± 1.19 c 28.95 ± 1.78 abc 29.23 ± 1.14 abc 29.08 ± 1.72 abc 29.45 ± 0.52 abc 29.13 ± 0.74 abc 28.60 ± 0.52 ab 28.32 ± 0.60 a 28.28 ± 0.46 a 28.87 ± 1.42 abc
Salinitas (‰) 27.0 ± 2.0 bcd 27.0 ± 1.9 bcd 24.7 ± 2.3 b 25.7 ± 7.7 bc 26.8 ± 6.8 bcd 27.0 ± 6.6 bcd 28.3 ± 2.1 cde 29.2 ± 2.1 de 31.0 ± 2.2 e 28.3 ± 1.6 cde 28.2 ± 1.5 cde 18.8 ± 4.4 a
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji jarak berganda Duncan ( = 0.05).
Nilai pH air yang terukur selama penelitian bervariasi berdasarkan lokasi maupun musim. Hasil analisis ragam nilai pH perairan pantai menunjukkan perbedaan yang signifikan antar lokasi dan musim (Lampiran 5). Rata-rata pH pada musim timur (8.02 ± 0.57) signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pH pada musim barat (7.15 ± 0.51). Penurunan nilai pH air di perairan pantai pada musim barat terutama terjadi di desa/kelurahan yang banyak menerima masukan air tawar melalui sungai. Penurunan pH pada musim barat dapat terjadi karena tingginya masukan bahan organik dan limbah rumah tangga yang masuk ke perairan pantai. Hal ini menyebabkan tingginya aktivitas bakteri dalam proses dekomposisi sehingga banyak mengkonsumsi oksigen dan mempengaruhi jumlah kadar karbondioksida yang berpengaruh besar terhadap pH air. Indikasi ini jelas terlihat pada desa/kelurahan yang memiliki tambak dan banyak mendapat masukan air tawar seperti di Desa Sepakbatu, Bonde, Parappe, Panyampa dan Lantora. Nilai pH air pada musim barat di wilayah tersebut sedikit berada di bawah pH netral dan bahkan mencapai nilai terendah 6.95 di Desa Sepakbatu yang memang merupakan daerah muara sungai. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukan bahwa rata-rata pH di perairan pantai Desa Sepakbatu signifikan berbeda lebih rendah dibandingkan dengan semua desa/kelurahan lainnya. Rata-rata pH air di perairan pantai desa Bala, Pambusuang dan Sabangsubik yang tinggi signifikan berbeda lebih tinggi
59
dibandingkan dengan pH rata-rata di Desa/Kelurahan Panyampa, Parappe, Lantora, Polewali, Tangngatangnga dan Karama (Tabel 5). Rata-rata nilai pH air yang cukup tinggi di desa-desa yang ada di Kecamatan Balanipa lebih disebabkan oleh pengaruh masukan air tawar dan limbah rumah tangga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pengaruh massa air dari lepas pantai, sehingga karakteristik massa air di pantai lebih mirip dengan massa air lepas pantai yang cenderung memiliki pH netral. Sementara nilai pH yang relatif rendah di perairan pantai di Kelurahan Lantora dan Polewali selain disebabkan oleh masukan air tawar juga dipengaruhi oleh limbah rumah tangga yang penduduknya relatif lebih banyak dibandingkan dengan desa-desa lainnya. pH di lokasi penelitian berfariasi antar musim antar lokasi, namun nilai tersebut cukup mendukung kehidupan yang ada di dalamnya. Hasil analisis ragam kadar oksigen terlarut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antar musim, tetapi berbeda signifikan berdasarkan lokasi penelitian (Lampiran 6). Relatif homogennya kadar oksigen terlarut sepanjang musim di perairan pantai disebabkan oleh faktor-faktor yang berkontribusi dalam menyumbangkan oksigen dalam air hampir sama pengaruhnya. Pada musim timur dimana intensitas cahaya cukup besar oksigen dalam air banyak disumbangkan dari hasil fotosintesis fitoplankton sedangkan pada musim barat pengaruh fisik pengadukan massa air akibat angin yang bertiup menyebabkan tingginya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata jarak berganda Duncan (Tabel 6) didapatkan bahwa rata-rata kadar oksigen terlarut dalam air di perairan pantai Desa Bonde dan Parappe berbeda signifikan lebih rendah dengan semua desa/kelurahan lainnya, kecuali Desa Sepakbatu. Rata-rata kadar oksigen terlarut dalam air di perairan pantai Kelurahan Lantora, Wattang, Polewali dan Desa Bala signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kadar oksigen terlarut di perairan pantai Desa Tangngatangnga, Panyampa, Karama, Pambusuang, dan Sabangsubik. Rendahnya kadar oksigen terlarut di perairan pantai yang banyak menerima masukan air tawar lebih disebabkan oleh tingginya konsumsi oksigen oleh organisme dekomposer dalam menguraikan bahan-bahan organik, terutama banyak masuk ke wilayah pantai pada saat musim barat. Berdasarkan kisaran nilai kadar oksigen terlarut yang terukur pada semua lokasi selama penelitian nampak masih menunjukkan rentang yang layak untuk kehidupan biota laut seperti beberapa jenis ikan.
60
Tabel 6. Rata-rata ± S.D pH dan kadar oksigen terlarut permukaan perairan pantai di semua desa/kelurahan selama penelitian Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
pH* 7.98* 7.88* 7.88* 7.95* 7.97* 7.98* 8.48* 8.25* 8.03* 7.97* 7.87* 6.95*
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
Oksigen Terlarut (ppm) 0.43 cd 0.54 b 0.43 b 1.01 d 0.67 b 0.60 b 0.37 f 0.44 ef 0.43 de 0.50 bc 0.43 b 0.41 a
8.15 9.13 7.55 4.47 4.73 6.27 8.45 6.30 6.43 6.10 5.70 4.85
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
1.20 d 1.29 e 0.97 d 0.35 a 0.48 a 0.23 c 1.12 de 1.01 c 0.22 c 0.63 c 0.40 bc 0.51 ab
Sumber: *BAPEDALDA Kabupaten Polewali Mandar 2003 Keterangan :
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji jarak berganda Duncan ( = 0.05).
Pengukuran kecerahan perairan pantai menggunakan kedalaman secchi menunjukkan variabilitas yang tinggi baik antar lokasi maupun antar musim. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kecerahan perairan pantai sangat signifikan berbeda menurut musim dan lokasi penelitian (Lampiran 7). Rata-rata kecerahan perairan pantai pada musim timur (9.85 ± 2.32 meter) kedalaman sechhi signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan kecerahan pada musim barat (6.77 ± 1.20 meter). Tingginya nilai rata-rata kecerahan pada musim timur disebabkan pada musim tersebut angin yang bertiup relatif lemah dan curah hujan relatif rendah. Kedua hal ini menyebabkan kurangnya gejolak massa air dan rendahnya partikel terlarut dalam air sehingga kolom air menjadi lebih cerah. Hal sebaliknya terjadi pada musim barat yang menyebabkan kedalaman pembacaan secchi menjadi lebih rendah. Perbandingan nilai kecerahan antar lokasi menggunakan uji jarak berganda Duncan (Tabel 7) menunjukkan bahwa rata-rata kecerahan perairan pantai di Desa Sepakbatu merupakan daerah dengan rata-rata kecerahan terendah (5.02 meter) signifikan lebih rendah dibandingkan dengan semua desa/kelurahan lain. Hal ini disebabkan perairan pantai di desa tersebut memiliki konsentrasi partikel terlarut yang sangat tinggi, terutama di sekitar muara sungai. Hal ini terlihat jelas selama pengambilan sampel meskipun tidak dilakukan analisis di laboratorium. Kecerahan rata-rata perairan pantai di beberapa desa di Kecamatan Balanipa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Hal
61
ini disebabkan tidak terdapatnya aliran sungai yang cukup besar yang menyebabkan pengadukan dan terjadinya kekeruhan pada musim barat di wilayah tersebut. Analisis ragam hasil pengukuran kecepatan arus menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan berdasarkan musim dan lokasi penelitian (Lampiran 8). Rata-rata kecepatan arus pada musim timur (0.0880 ± 0.0268 meter/detik) signifikan lebih lambat hampir dua kali lipat dengan kecepatan arus pada musim barat (0.1427 ± 0.0357 meter/detik). Tingginya kecepatan arus pada musim barat disebabkan oleh kuatnya angin barat yang bertiup ke arah pantai, sehingga terjadi arus permukaan dan gelombang yang cukup kuat. Hasil pengamatan selama pengambilan sampel menunjukkan bahwa beberapa desa memiliki bangunan pemecah gelombang yang diletakkan beberapa meter dari bibir pantai. Sebaliknya pada musim timur angin yang bertiup dari arah tenggara terhalang oleh daratan Pulau Sulawesi sehingga praktis semua wilayah pantai barat (pantai timur Selat Makassar) berada dalam keadaan tenang. Tabel 7. Rata-rata ± S.D kecerahan dan kecepatan arus permukaan perairan pantai di semua desa/kelurahan selama penelitian Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
Kecerahan (m) 9.27 ± 1.24 ef 9.15 ± 1.77 ef 8.90 ± 1.91 ef 6.53 ± 1.08 b 6.48 ± 1.40 b 7.18 ± 1.53 bc 10.63 ± 3.14 g 10.63 ± 2.45 g 8.48 ± 1.66 de 9.60 ± 2.52 f 7.80 ± 1.69 cd 5.02 ± 0.52 a
Kecepatan Arus (m/detik) 0.0929 ± 0.0295 ab 0.0865 ± 0.0278 a 0.0844 ± 0.0234 a 0.1744 ± 0.0473 e 0.1678 ± 0.0386 e 0.1379 ± 0.0306 d 0.1297 ± 0.0302 d 0.0934 ± 0.0273 ab 0.1165 ± 0.0359 c 0.1031 ± 0.0263 b 0.1012 ± 0.0294 b 0.0962 ± 0.0292 ab
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji jarak berganda Duncan ( = 0.05).
Berdasarkan atas hasil uji beda rerata jarak berganda Duncan (Tabel 7) didapatkan bahwa rata-rata kecepatan arus permukaan di perairan pantai di Desa Bonde dan Parappe masing-masing 0.1744 dan 0.1678 meter/detik signifikan berbeda lebih cepat dibandingkan dengan lokasi lainnya. Kecepatan arus di perairan pantai Desa Panyampa, Bala dan Sabangsubik signifikan berbeda dengan desa lainnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di
62
perairan pantai Desa Bonde dan Parappe. Variabilitas antar lokasi kecepatan arus permukaan di perairan pantai sangat dipengaruhi oleh topopgrafi dasar perairan, keterbukaan perairan dan ada tidaknya barrier berupa pulau di luarnya. Satu-satunya pulau yang ada di luar perairan pantai adalah di depan perairan pantai di Kecamatan Polewali yaitu Pulau Battoa. Peranan pulau ini dalam meredam arus pada musim barat sangat penting dalam melindungi pantai di Desa Wattang, Polewali dan Lantora. Selain parameter lingkungan yang diukur seperti hasil analisis tersebut di atas, juga dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter yang sifatnya kualitatif seperti substrat dan kondisi keterbukaan. Tipe substrat dasar perairan pantai relatif homogen yaitu lumpur berpasir dan pasir. Perairan pantai yang substrat dasar pantainya berupa pasir menjelang ke bibir pantai terutama ditemukan di Desa Bala, Pambusuang dan Sabangsubik, sedangkan di daerah lainnya cenderung lumpur berpasir meskipun lebih didominasi pasir dengan semakin bertambahnya kedalaman pantai. Hampir semua perairan pantai yang diteliti merupakan perairan yang sifatnya terbuka langsung dengan perairan Selat Makassar meskipun di depan pantai Kecamatan Polewali terdapat sebuah pulau kecil. Akibatnya adalah karakteristik perairan pantai mendapat pengaruh yang langsung baik dari massa air sungai dari daratan dan masukan massa air dari lepas pantai. Sesuai dengan hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan pantai, maka dapat dilakukan evaluasi terhadap kelayakan pengembangan potensi usaha perikanan, khususnya budidaya pantai seperti budidaya rumput laut dan karamba apung. Berdasarkan kriteria kelayakan pengembangan budidaya rumput laut di pantai yang dikemukakan oleh Poernomo (1992), maka pada dasarnya hampir semua lokasi memenuhi kriteria kecuali di Desa Sabangsubik yang nilai pH dan kecerahannya tidak mendukung untuk pertumbuhan rumput laut. Salah satu penyebab kurangnya pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Polewali Mandar selama ini adalah tingginya gelombang pada musim barat dan stabilitas harga yang masih sangat berfluktuatif. Kendala ini terkait dengan keterbatasan dalam mengatasi faktor alam dan kepastian harga yang keduanya merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Masalah
gelombang
yang
merupakan
faktor
alam
sangat
kecil
peluangnya untuk diatasi, tetapi masih dapat dilakukan pada periode waktu
63
tertentu dari fase peralihan musim barat ke musim timur sampai dengan peralihan musim timur ke musim barat. Apalagi selama tenggang waktu tersebut intensitas cahaya sangat intensif sebagai faktor pendukung dalam pertumbuhan rumput laut. Oleh karena itu untuk upaya pengembangan pada masa yang akan datang idealnya diarahkan pada upaya penjaminan kestabilan harga. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun industri pengolahan dan koperasi nelayan yang dapat menampung dan memberi jaminan pasar terhadap produksi usaha budidaya dari nelayan. Evaluasi terhadap beberapa parameter lingkungan pantai di beberapa desa di Kabupaten Polewali Mandar untuk pengembangan usaha budidaya karamba apung (marikultur sesuai dengan kelayakan menurut (Bakosurtanal 1996) menunjukkan bahwa hanya memungkinkan untuk dikembangkan di tiga Kelurahan di Kecamatan Polewali yaitu Wattang, Polewali dan Lantora. Hal ini mengacu pada kondisi keterlindungan perairan, dalam hal ini adanya Pulau Battoa di depan perairan pantai sangat efektif mereduksi gelombang dan arus yang berlebihan dan dapat merusak konstruksi bangunan karamba apung. Di daerah lainnya kelayakan untuk variabel keterlindungan ini sangat rendah dan tidak memungkinkan untuk dikembangkan. Meskipun
usaha pengembangan
budidaya karamba
apung tidak
mendukung di perairan pantai lainnya, akan tetapi para nelayan dari beberapa desa lainnya dapat berkontribusi pada pengembangan usaha budidaya, khususnya dalam penyediaan benih alami. Para nelayan yang kebanyakan berprofesi sebagai pemacing dengan peralatan sederhana dapat meningkatkan pendapatannya dengan menangkap beberapa jenis ikan demersal yang menjadi benih untuk dibesarkan di karamba apung. Salah satu faktor pendukung pengembangan budidaya karamba apung di perairan pantai Kecamatan Polewali adalah lokasi yang sangat terjangkau dan beberapa fasilitas pendukung lainnya yang sangat mudah didapatkan karena sangat dekat dengan ibukota kabupaten. Indikator produktivitas perairan pantai ditentukan dari nilai kandungan klorofil-a di permukaan perairan. Hasil pengukuran pada semua lokasi dalam dua musim berkisar antara 0.152 – 2.021 mg/m3 pada musim barat dan 0.003 – 0.989 mg/m3. Hasil analisis ragam (Lampiran 9) klorofil-a menunjukkan perbedaan antar musim, tetapi homogen menurut lokasi penelitian. Hasil uji t berpasangan antar dua musim berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan antara musim barat dengan musim timur. Rata-rata klorofil-a pada musim timur (1.0013 ±
64
0.6098 mg/m3) signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kandungan klorofil-a pada musim barat (0.5183 ± 0.3130 mg/m3). Tingginya ratarata kandungan klorofil-a pada musim timur disebabkan oleh tingginya intensitas cahaya yang menyebabkan intensifnya proses fotosintesis phytoplankton. Kisaran nilai klorofil-a terutama pada musim timur menunjukkan bahwa secara umum kondisi perairan pantai Kabupaten Polewali Mandar tergolong mesotrofik menurut klasifikasi (Smith1999). Hal ini mengindikasikan secara potensi perairan pantai masih mendukung pertumbuhan beberapa jenis biota yang bernilai ekonomis. Dengan demikian maka pantai sebagai ekosistem pesisir masih dapat berfungsi sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat yang berdomisili di sekitarnya. 4.1.2. Lingkungan Tambak Pengukuran beberapa parameter lingkungan tambak dilakukan pada desa/kelurahan yang memiliki areal pertambakan. Beberapa parameter yang diukur secara insitu diantaranya adalah: suhu, salinitas, kecerahan, pH dan kadar oksigen terlarut. Selain mengukur parameter tersebut juga dilakukan survey dan pengamatan terhadap beberapa kondisi fisik lainnya seperti: substrat, tipe dan kestabilan garis pantai, jalur hijau dan posisi hamparan lahan. Pengukuran dilakukan pada enam desa/kelurahan yaitu: Kelurahan Lantora, Desa Bonde, Parappe, Panyampa dan Sepakbatu. Hasil lengkap beberapa parameter lingkungan tambak disajikan dalam Lampiran 10. Hasil analisis ragam terhadap variabel suhu, salinitas, pH dan DO di tambak menunjukkan respon yang berbeda berdasarkan musim dan lokasi penelitian sedangkan variabel kadar oksigen terlarut hanya signifikan menurut lokasi, tetapi signifikan menurut musim. Berdasarkan uji beda rerata jarak berganda Duncan didapatkan bahwa rata-rata suhu tambak di Desa Sepakbatu dan kelurahan Lantora signifikan berbeda lebih rendah dibandingkan dengan suhu tambak di Desa Panyampa, sedangkan rata-rata suhu tambak di desa Parappe dan Bonde tidak berbeda signifikan dengan di Panyampa dan Lantora tetapi signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan Sepakbatu (Tabel 8). Salinitas dan pH rata-rata air tambak yang relatif homogen antar lokasi hanya ada di Desa Sepakbatu yang secara signifikan berbeda lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata salinitas keempat lokasi tambak lainnya. Nilai rata-rata kadar oksigen
terlarut
di
Desa
Bonde signifikan berbeda lebih
65
tinggi dibandingkan dengan kadar oksigen terlarut dalam air tambak di Desa Sepakbatu dan Panyampa, sedangkan kadar oksigen rata-rata air tambak di Desa Parappe dan Lantora tidak signifikan berbeda dengan semua lokasi lainnya. Tabel 8. Rata-rata ± S.D suhu, salinitas, pH dan kadar oksigen terlarut dalam tambak di semua desa/kelurahan selama penelitian Desa/ Kelurahan Lantora Bonde Parappe Panyampa Sepakbatu
Suhu (oC) 28.95 29.75 29.88 31.33 27.52
± ± ± ± ±
Salinitas (‰) ab
0.88 1.72 bc 1.95 bc 3.62 c 0.43 a
21.9 22.8 23.6 26.9 16.1
± ± ± ± ±
b
1.9 4.9 b 10.9 b 9.5 b 2.2 a
pH* 7.48* 7.40* 7.28* 7.17* 6.70*
± ± ± ± ±
DO (ppm) b
0.48 0.45 b 0.56 b 0.67 b 0.24 a
4.75 5.13 4.65 4.30 4.15
± ± ± ± ±
0.38 ab 0.70 b 0.47 ab 0.61 a 0.20 a
Sumber: *BAPEDALDA Kabupaten Polewali Mandar 2003 Keterangan :
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji jarak berganda Duncan ( = 0.05).
Pada umumnya tambak di lokasi yang diteliti memiliki substrat dasar berupa liat berpasir, kecuali sebagian besar tambak di Desa Sepakbatu yang dasarnya berupa lumpur berpasir. Tipe pantai pada umumnya terjal dan stabilitas tipe pantai yang beragam, cenderung stabil di Kelurahan Lantora dan Desa Bonde, sedangkan di Desa Sepakbatu, Parappe dan Panyampa cenderung labil. Posisi hamparan lahan nampaknya cukup baik dengan kondisi dapat diairi dan dikeringkan. Lebar jalur hijau pada semua tambak yang diteliti tergolong sangat tipis yaitu kurang dari 50 meter ketebalannya dan bahkan di Desa Parappe dan Panyampa cenderung tidak memiliki lagi jalur hijau. Evaluasi kelayakan tambak berdasarkan beberapa parameter lingkungan yang diukur menurut kriteria yang dikemukakan Poernomo (1992) nampak bahwa pada umumnya tambak di Kabupaten Polewali Mandar kurang sesuai dengan kondisi normal untuk usaha budidaya tambak (Tabel 9). Hasil pengukuran salinitas menunjukkan nilai ekstrim yang cukup tinggi, yakni pada saat musim timur salinitas air tambak dapat meningkat tajam melebihi salinitas air laut rata-rata yaitu mencapai 37 ‰ seperti diukur di salah satu tambak masyarakat di Desa Parappe dan Panyampa. Hal ini disebabkan oleh lokasi pertambakan di wilayah tersebut yang tidak mendapatkan sumber air tawar yang memadai untuk menurunkan salinitas yang cenderung meningkat tajam pada saat musim kemarau, akibat penguapan yang intensif. Ketersediaan air tanah juga sangat minim dan bahkan sangat jarang dijumpai diareal yang memiliki
66
persediaan air tanah untuk keperluan pertambakan. Kondisi ini menghasilkan kurang baiknya produksi di tambak tersebut. Berdasarkan fakta bahwa salah satu kendala utama yang menyebabkan produktivitas tambak relatif rendah pada sebagian besar tambak di Kabupaten Polewali Mandar adalah tidak tersedianya irigasi yang cukup untuk mensuplai kebutuhan air tawar di tambak. Oleh karena itu untuk pengembangan pada masa yang akan datang, sebaiknya diprioritaskan pembangunan infrastruktur berupa saluran irigasi yang mampu memenuhi kebutuhan air tawar di tambak, terutama pada musim kemarau. Alternatif
lain
untuk
meningkatkan
produktivitas
tambak
adalah
diversifikasi biota yang dipelihara. Jika kendala salinitas sulit diatasi, maka alternatifnya adalah mengembangkan usaha pertambakan dengan memelihara organisme yang toleran terhadap fluktuasi salinitas yang cukup tinggi, terutama terhadap salinitas ekstrim tinggi. Salah satu organisme yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah udang putih (Penaeus merguiensis). Masalahnya adalah ketersediaan benih yang sangat terbatas karena belum banyak diproduksi secara massal di beberapa hatchery lokal di Sulawesi Selatan dan sekitarnya, sehingga memerlukan waktu dan biaya tambahan untuk mendatangkan benih dari beberapa hatchery di Pulau Jawa.
67
Tabel 9. Penilaian kesesuaian lahan tambak dan faktor pembatas untuk setiap desa/kelurahan pada daerah penelitian Desa/ Kelurahan
Suhu ( oC)
Salinitas ( )
pH
15-18
6,8-8,5
24-30 Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangng2 Sepakbatu
29.67
± 0.76
bc c
±
28.95
± 1.78
abc
25.7
± 7.7
29.23 29.08 29.45 29.13 28.60 28.32 28.28
± ± ± ± ± ± ±
1.14 abc 1.72 abc 0.52 abc 0.74 ab 0.52 a 0.60 a 0.46
abc
26.8 27.0 28.3 29.2 31.0 28.3 28.2
± ± ± ± ± ± ±
28.87
± 1.42
abc
18.8
± 4.4
Cukup-banyak
>60
Kecepatan Arus (m/dt)
7.88* 7.88*
± ±
0.54 b 0.43
9.13 7.55
bc
7.95*
±
1.01
d
4.47
± 0.35
a
6.53
± 1.08
b
0.1744
bcd
7.97* 7.98* 8.48* 8.25* 8.03* 7.97* 7.87*
± ± ± ± ± ± ±
0.67 b 0.60 f 0.37 ef 0.44 de 0.43 bc 0.50 b 0.43
b
4.73 6.27 8.45 6.30 6.43 6.10 5.70
± ± ± ± ± ± ±
a
6.48 7.18 10.63 10.6 8.48 9.60 7.80
± ± ± ± ± ± ±
b
0.1678 0.1379 0.1297 0.0934 0.1165 0.1031 0.1012
a
6.95*
±
0.41
a
4.85
± 0.51
ab
5.02
± 0.52
a
0.0962
bcd
2.0 ± 1.9 bcd ± 2.3 b
± 1.18 c ± 1.19
Kecerahan (m)
± 1.20 d ± 1.29 e ± 0.97 d
27.0 27.0 24.7
30.13 30.08
Oksigen Terlarut (ppm)
6.8 bcd 6.6 cde 2.1 de 2.1 e 2.2 cde 1.6 cde 1.5
7.98*
±
0.43
cd
8.15
b
0.48 c 0.23 de 1.12 c 1.01 c 0.22 c 0.63 bc 0.40
0.0929
9.15 8.90
± 1.24 ef ± 1.77 ef ± 1.91 ef
9.27
1.40 bc 1.53 g 3.14 g 2.45 de 1.66 f 2.52 cd 1.69
0.0865 0.0844
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.0295
Kls Sesuai
ab a
0.0278 a 0.0234 0.0473
e e
0.0386 d 0.0306 d 0.0302 ab 0.0273 c 0.0359 b 0.0263 b 0.0294 0.0292
ab
S2 S2 S2 S3 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S3
Pemba tas
Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi 2 O rendah Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi Salin tinggi Masam O2 rendah
Kelas kesesuaian : S1 = tidak ada pembatas S2 = ada pembatas, namun bias diupayakan S3 = ada pembatas, sulit untuk diupayakan Oksigen : Cukup-banyak Sumber : Cholik, 1979 dalam Suhardjo, H., Suratman, T. Prihatini dan Sofyan Ritung, 2000. Lahan Pantai dan Pengembangannya. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
68
4.1.3. Lingkungan Tempat Tinggal Gambaran umum kondisi lingkungan tempat tinggal masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar dijelaskan secara deskriptif yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi, fasilitas sosial dan sarana publik. Data-data yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi meliputi: sumber air minum, kondisi MCK dan tempat sampah. Fasilitas sosial dan sarana publik meliputi data mengenai sarana peribadatan, sarana pendidikan, pasar, komunikasi, olah raga, hiburan dan rekreasi. Berdasarkan hasil survey lapangan didapatkan bahwa sumber air minum masyarakat pesisir di Kecamatan Polewali secara umum bersumber dari air sumur gali. Dari semua desa/kelurahan yang diteliti hanya 3 kelurahan di Kecamatan Polewali (kecamatan kota) yang mengkonsumsi air minum dari PAM yaitu masyarakat di Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora. Meskipun tersedia air minum dari PAM di ketiga kelurahan tersebut, masih ada sebagian kecil rumah tangga yang mengkonsumsi air minum dari sumur gali, karena masih belum ada biaya untuk berlangganan PAM. Tujuh desa dari tiga kecamatan yaitu Bonde,
Parappe,
dan
Panyampa
di
Kecamatan
Campalagian,
Desa
Pambusuang dan Sabangsubik di Kecamatan Balannipa, Desa Karama dan Tangngatangnga di Kecamatan Tinambung, masyarakatnya mengkonsumsi air minum dari sumur gali. Desa Bala di Kecamatan Balannipa, masyarakatnya mengkonsumsi air dari sumber mata air yang berasal dari gunung yang dialirkan melalui pipa yang ditampung dalam satu bak penampungan sebagai tempat pengambilan bagi masyarakat sekitarnya. Kondisi paling parah terjadi pada sebagian besar masyarakat di Desa Sepakbatu, Kecamatan Tinambung harus membeli air minum dengan harga Rp 500/20 liter dari desa lain di sekitarnya. Ketersediaan sarana air bersih untuk kebutuhan minum masyarakat pesisir di tiga desa yang terletak di Kecamatan Polewali dapat dikatakan sudah cukup
tersedia
meskipun
masih
terdapat
warga
yang
belum
mampu
mengeluarkan biaya dan bersedia untuk mengkonsumsi air sumur. Pada daerah lainnya yang mengkonsumsi air minum dari sumur gali kadang-kadang mengalami kendala dalam ketersediaan terutama pada musim kemarau, karena debit air sumur yang layak untuk diminum menurun. Sumur gali yang ada pada hampir semua desa, jumlahnya sangat terbatas dan biasanya diperuntukkan
69
untuk beberapa kepala keluarga, bahkan ada beberapa anggota keluarga yang harus mengangkut air minum dalam jarak yang cukup jauh. Hal ini disebabkan sumur gali yang layak untuk diminum hanya terdapat pada titik-titik tertentu saja dalam satu desa. Kondisi yang juga sangat sering dijumpai dalam jarak yang relatif dekat kualitas air sumur sangat signifikan berbeda. Pada umumnya sumur gali yang ada di wilayah pesisir memiliki kadar garam yang cukup tinggi sebagai akibat intrusi air laut. Biasanya air yang bersalinitas relatif tinggi tersebut digunakan oleh masyarakat untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus. Untuk memenuhi ketersediaan air minum pada masa yang akan datang masyarakat pesisir yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air minum berharap bantuan pemerintah untuk menyediakan sumur bor atau instalasi air minum bagi daerah yang memiliki sumber mata air alami. Meskipun telah diupayakan, namun upaya penyediaan sarana tersebut melalui swadaya masyarakat tidak banyak memberikan hasil, karena kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakatnya tergolong rendah. Kebutuhan air bersih untuk keperluan MCK masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar masih mengandalkan air dari sumur gali. Pemenuhan air untuk kebutuhan tersebut dapat dikatakan hanya cukup bagi sebagian masyarakat di Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora yang dapat memanfaatkan air dari PAM, meskipun dengan pertimbangan ekonomis sebagian dari masyarakat di wilayah tersebut masih mengandalkan air dari sumur gali untuk keperluan MCK. Kualitas air sumur gali untuk kebutuhan MCK di hampir semua desa di Kecamatan Campalagian, Balanipa dan Tinambung tergolong kurang layak terutama untuk keperluan mandi karena rata-rata sumur gali yang digunakan untuk keperluan tersebut memiliki kadar garam dan kandungan belerang yang cukup tinggi. Kondisi paling parah dialami oleh sebagian besar masyarakat pesisir di Desa Sepakbatu, Kecamatan Tinambung karena sumber air yang digunakan untuk keperluan MCK adalah air sungai. Kualitas air sungai yang dipakai untuk MCK tergolong sangat tidak layak jika dilihat dari kondisi fisik air sungai yang sangat keruh, berwarna kehitaman, berbau dan berkadar garam cukup tinggi pada
saat
air
pasang.
Untuk
keperluan
mandi
biasanya
masyarakat
mengendapkan air sungai terlebih dahulu menggunakan tawas atau menampung sementara dalam wadah tertentu.
70
Sarana jamban keluarga masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar secara umum masih tergolong kurang, kecuali sebagian masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora. Bahkan beberapa masyarakat yang rumahnya terletak berbatasan dengan pinggir pantai di ketiga wilayah tersebut, banyak yang tidak memiliki sarana jamban keluarga. Masyarakat seperti itu menggunakan pantai sebagai tempat untuk buang air besar dan pembuangan sampah rumah tangga. Hampir semua rumah tangga di sembilan desa lainnya tergolong hanya sedikit rumah tangga yang mempunyai jamban keluarga, terutama yang rumahnya sangat dekat dengan pantai. Fakta ini diperkuat dengan banyaknya ditemukan tinja manusia yang berserakan di pinggir pantai yang ditemukan selama survey dan pengambilan sampel. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kebiasaan kurang sehat masyarakat pesisir terus berlanjut yaitu alasan praktis, kurangnya sumberdaya air dan relatif kurangnya kesadaran kesehatan. Ketersediaan sarana kesehatan dan sanitasi lingkungan lainnya seperti bak atau penampungan sampah hampir memiliki pola yang sama dengan ketersediaan jamban keluarga. Hanya sebagian masyarakat di wilayah pesisir di Kelurahan Wattang dan Polewali yang memiliki tempat pembuangan sampah. Bahkan penduduk yang rumahnya terletak berbatasan dan dekat dengan pantai, masih membuang sampah rumah tangga secara langsung ke pantai. Kondisi yang lebih buruk terjadi pada 9 desa lainnya karena sebagian besar masyarakatnya tidak memiliki tempat pembuangan sampah. Akibatnya adalah kondisi lingkungan pantai menjadi tercemar dan kurang estetikanya yang pada akhirnya dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitarnya. Ketersediaan fasilitas sosial dan sarana publik dideskripsikan menurut wilayah kecamatan, karena selain ketersediaan datanya yang masih minim, juga disebabkan beberapa penduduk desa (terutama yang berdomisili dekat batas desa) memanfaatkan fasilitas sosial dan sarana publik di desa lainnya. Berdasarkan data sekunder dalam Kabupaten Polewali Mandar dalam Angka (2004) diperoleh data mengenai jumlah sekolah, rumah sakit dan puskesmas, masjid, panti asuhan dan pasar. Data jumlah sarana sosial dan fasilitas publik pada empat kecamatan yang diteliti dan rasionya terhadap 1000 jiwa penduduk seperti disajikan dalam Tabel 10.
71
Tabel 10. Jumlah penduduk dan beberapa fasilitas sosial/sarana publik pada empat kecamatan di Kabupaten Polewali (rasio per1000 jiwa) Fasilitas Sosial/ Sarana Publik
Polewali jumlah rasio
Sekolah TK 8 0.17 SD 52 1.11 SLTP 5 0.11 SLTA 3 0.06 Rumah Sakit /Puskesmas Puskesmas 2 0.04 Pustu 3 0.06 POBINDES 1 0.02 Rumah Ibadah Masjid 36 0.77 Mushollah 19 0.41 Panti Asuhan 3 0.06 Pasar 2 0.04 Penduduk 46771
Campalagian jumlah rasio
Balanipa jumlah Rasio
Tinambung jumlah rasio
11 80 2 1
0.22 1.62 0.04 0.02
5 39 1 1
0.21 1.66 0.04 0.04
8 42 3 0
0.39 2.06 0.15 0.00
1 5 2
0.02 0.10 0.04
1 3 2
0.04 0.13 0.08
1 3 2
0.05 0.15 0.10
85 1.72 17 0.34 3 0.06 2 0.04 49400
26 2 2 1
1.10 0.08 0.08 0.04 23534
31 1.52 6 0.29 2 0.10 1 0.05 20414
Sumber : Kabupaten Polewali Mandar dalam Angka (2004)
Berdasarkan data dalam Tabel 10 di atas terlihat bahwa jumlah sarana pendidikan cukup merata pada tingkatan pendidikan TK dan SD. Bahkan jika dibandingkan dengan di Kecamatan Polewali, maka rasio dengan jumlah relatif penduduk lebih tinggi pada 3 kecamatan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan sarana pendidikan jika dilihat dari jumlahnya khususnya pada tingkat pendidikan rendah TK dan SD sudah menyebar dan terjangkau di wilayah pesisir. Pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SLTP nampak masih terlihat agak rendah di Kecamatan Campalagian dan Balanipa jika dibandingkan dengan di Kecamatan Polewali dan Tinambung. Perbedaan paling menyolok terlihat pada jumlah sekolah jenjang SLTA yang masih terkonsentrasi di kabupaten kota seperti Kecamatan Polewali. Layanan kesehatan terlihat lebih merata dengan adanya puskesmas/ pustu, potrbindes, jika
dilihat dari
rasio
dengan
jumlah
penduduknya
memperlihatkan relatif homogen antar kecamatan. Kecamatan Polewali memiliki keunggulan karena tersedia rumah sakit daerah yang ketersediaan sarana, tenaga medis dan pelayanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang tersedia di beberapa kecamatan lainnya. Jumlah rumah ibadah (masjid dan mushalla) sebagai tempat ibadah orang yang beragama Islam yang merupakan agama mayoritas masyarakat,
72
tersedia cukup banyak dan banyak diantaranya dibangun atas swadaya masyarakat. Kehidupan keagamaan di wilayah pesisir, khususnya di Kabupaten Polewali Mandar termasuk cukup taat dan sangat menjunjung nilai-nilai ajaran agama Islam. Hal ini yang membuat ketersediaan sarana ibadah cukup memadai pada hampir semua desa yang ada di wilayah pesisir. Jumlah panti asuhan yang umumnya mengasuh anak yatim dan anak cacat relatif masih kurang jika dilihat dari rasionya dengan jumlah penduduk, namun jika dilihat dari jumlah anak yatim dan cacat yang dititipkan sudah tergolong cukup karena jumlahnya relatif sedikit. Hal ini disebabkan budaya masyarakat setempat masih enggan dan merasa malu jika menitipkan anggota keluarganya yang yatim dan cacat ke panti asuhan. 4.2.
Karakteristik Masyarakat Pesisir Karakteristik
masyarakat
pesisir
dianalisis
berdasarkan
hasil
pengumpulan data melalui kuesioner yang diedarkan pada responden yang terpilih sebagai sampel pada setiap desa yang diteliti. Untuk menjelaskan bagaimana karakteristik
masyarakat
pesisir digunakan
analisis
principal
component analysis (PCA) menggunakan data persentase frekuensi jumlah jawaban responden. Data persentase frekuensi jumlah jawaban responden, lebih lanjut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Data hasil klasifikasi ini digunakan untuk menggambarkan kondisi umum responden berdasarkan beberapa variabel. 4.2.1. Deskripsi Umum Responden Total jumlah responden yang diteliti mencapai 858 rumah tangga dari 12 desa dalam 4 (empat) wilayah kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar. Jumlah responden pada setiap desa bervariasi berdasarkan jumlah kepala keluarga (KK) dengan rasio jumlah responden: jumlah KK berkisar antara 6.59-11.47% (Tabel 11). Jumlah kepala keluarga yang bervariasi antar desa adanya beberapa kendala teknis selama pengambilan data di lapangan menyebabkan tidak tepatnya pengambilan jumlah contoh sesuai yang direncanakan sebelumnya yaitu proporsional sebesar 10%, meskipun secara keseluruhan masih mendekati jumlah yang direncanakan. Ada beberapa responden yang kadang memberikan jawaban ragu-ragu atau tidak pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu, terutama yang berhubungan dengan jumlah atau angka-angka dan hal-hal yang bersifat pribadi.
73
Hasil tabulasi data jawaban responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner yang diedarkan menunjukkan, bahwa beberapa variabel tidak sepenuhnya terisi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan selain responden tidak memberikan jawaban, juga karena kelalaian pewawancara selama pengambilan data. Jumlah responden yang datanya kosong pada beberapa item pertanyaan tersebut jumlahnya relatif sedikit sehingga tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap hasil penelitian ini. Tabel 11. Rasio jumlah responden: jumlah kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti Kecamatan
Desa
Polewali
Wattang Polewali Lantora
Jumlah Responden
Jumlah KK
Rasio Responden: KK
67 141 94
1016 1460 917
6.59 9.66 10.25
Campalagian
Bonde Parappe Panyampa
46 53 48
695 755 526
6.62 7.02 9.13
Balanipa
Bala Pambusuang Sabangsubik
77 90 64
748 991 558
10.29 9.08 11.47
Tinambung
Karama Tangngatangnga Sepakbatu
86 53 39
934 546 414
9.21 9.71 9.42
858
9560
8.97
Jumlah
Selama wawancara dengan responden, ada beberapa data yang menyangkut besaran nilai pendapatan dan pengeluaran jumlahnya tidak dapat dijawab secara pasti sehingga biasanya responden memperkirakan melalui pembulatan ke nilai puluhan atau ratusan ribu terdekat sesuai taksirannya. Hal ini terjadi karena pada tingkat masyarakat pesisir tidak tercatat secara rinci mengenai jumlah pengeluaran dan pemasukan setiap bulannya. Berdasarkan jawaban responden terlihat bahwa secara umum masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar berusia antara 35-45 tahun (39.98%) dengan pendidikan tertinggi kepala keluarga didominasi oleh Sekolah Dasar (SD) dan tidak tamat SD (60.57%). Hampir semuanya merupakan penduduk asli dalam desa masing-masing (90.15%) dengan lama domisili paling banyak antara 25-45 tahun (36.74%) dan status kepemilikan rumah yang hampir
74
semuanya merupakan hak milik (93.41%). Jumlah anggota keluarga masyarakat pesisir di lokasi penelitian relatif banyak, karena lebih dari separuh (53.37%) memiliki jumlah anggota keluarga antara 4-6 orang. Yang bekerja masing-masing 48.87% dan 50.06%. Lebih dari separuh masyarakat pesisir di lokasi penelitian memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan dan petambak (54.82%) dan umumnya tidak memiliki pekerjaan selingan (72.20%). Jumlah sarana/fasilitas produksi sebagian besar tergolong kurang (61.28%) dengan status kepemilikan didominasi oleh hak milik (60.90%). Sumber pendapatan utama masyarakat pesisir diwilayah penelitian lebih dari setengahnya (56.36%) berasal dari sektor perikanan yakni nelayan dan pembudidayaan tambak, dengan rata-rata pendapatan (67.95%) berkisar antara Rp.1,000,000,- sampai dengan 1,500,000,- per bulan dan pengeluaran (56.43%) rata-rata berkisar antara Rp. 500,000,- sampai dengan Rp. 1,000,000,- per bulan (Tabel 12). Hasil lengkap jumlah dan persentase berdasarkan jawaban responden variabel-variabel tersebut pada setiap desa disajikan pada Lampiran 11. Hasil yang ditunjukkan dalam Tabel 12 yang dihitung dan dirangkum berdasarkan keseluruhan responden (tingkat kabupaten), tidak seluruhnya memiliki pola yang sama pada semua kecamatan dan desa. Ada beberapa klasifikasi variabel yang menunjukkan komposisi persentase yang berbeda pada tingkat desa. Hal ini menunjukkan bahwa pada desa-desa tertentu masyarakat pesisir memiliki karakteristik khas yang agak berbeda jika dibandingkan dengan kondisi secara umum di tingkat kabupaten. Meskipun hanya pada beberapa variabel tertentu saja. Variasi pada tingkat desa ini memberikan indikasi bahwa masyarakat pesisir yang bermukim di wilayah kabupaten yang sama, akan tetapi masih terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal tertentu, terutama yang berkaitan dengan identitas diri dan variabel-variabel yang terkait dengan masalah perekonomian. Variabel yang memiliki nilai numerik seperti umur, lama domisili, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang dibiayai dan jumlah anggota keluarga yang bekerja dianalisis ragam untuk membandingan antar desa. Hasil uji F menunjukkan bahwa semua variabel tersebut di atas, kecuali persentase jumlah anggota keluarga yang bekerja, signifikan (P < 0.05) berbeda antar desa (Lampiran 12).
75
Tabel 12. Jumlah dan persentase jawaban berdasarkan klasifikasi beberapa variabel dari semua responden Variabel Kelompok Umur
Pendidikan Tertinggi KK
Status Kependudukan Lama Domisili Kepemilikan Rumah Jumlah Anggota Keluarga
Anggota Keluarga Dibiayai
Anggota Keluarga Bekerja
Pekerjaan Pokok
Pekerjaan Selingan Hak Kepemilikan Sarana/Fasilitas Perhatian Pemerintah
Jumlah Sarana/Fasilitas Produksi Sumber Pendapatan Utama
Total Jumlah Pengeluaran (Rupiah)
Total Pendapatan (Rupiah)
Klasifikasi Variabel Umur<35 Umur35-45 Umur>45 SD SMP SMU Diploma dan Sarjana Penduduk Asli Pendatang <35 tahun 35-45 tahun >45 tahun Hak Milik Kontrak <4 orang 4-6 orang < 6 orang Tidak Ada 1 orang > 1 orang Tidak Ada 1 Orang > 1 Orang Nelayan dan Petambak Petani dan peternak Usaha Dagang Jasa dan lainnya Ada Tidak ada Hak Milik Bukan Hak Milik Sangat Kurang Kurang Cukup Besar Sangat Besar Kurang Cukup Berlebih Perikanan Pertanian dan Peternakan Usaha Dagang Jasa dan lainnya <500000 500000-1000000 1000000-1500000 >1500000 <1000000 1000000-1500000 1500000-2000000 >2000000
Jumlah (orang) 230 337 276 490 142 154 23 714 78 289 313 250 766 54 219 444 169 25 390 383 212 405 192 455 44 168 163 221 574 489 314 123 526 155 8 3 478 298 4 452 46 125 179 67 461 242 47 84 564 87 95
Persentase (%) 27.28 39.98 32.74 60.57 17.55 19.04 2.84 90.15 9.85 33.92 36.74 29.34 93.41 6.59 26.32 53.37 20.31 3.13 48.87 47.99 26.21 50.06 23.73 54.82 5.30 20.24 19.64 27.80 72.20 60.90 39.10 15.09 64.54 19.02 0.98 0.37 61.28 38.21 0.51 56.36 5.74 15.59 22.32 8.20 56.43 29.62 5.75 10.12 67.95 10.48 11.45
76
Uji beda rata-rata (HSD Tukey) antar desa menunjukkan bahwa umur rata-rata masyarakat pesisir di Desa/Kelurahan Karama, Parappe, Polewali, Panyampa, dan Lantora signifikan berbeda dan lebih muda dibandingkan umur rata-rata masyarakat di Desa/Keluarahan Tangngatangnga, Sabangsubik, Wattang, Bonde, Pambusuang dan Sepakbatu. Hasil uji beda rata-rata antar desa pada beberapa parameter yang signifikan berdasarkan uji F disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil uji beda rata-rata umur, lama domisili, jumlah anggota keluarga dan jumlah anggota keluarga yang dibiayai antar desa di lokasi penelitian Desa
Umur (tahun)
Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
43.54 ab 39.39 bc 40.66 bc 43.91 ab 38.66 bc 40.46 bc 41.83 abc 44.48 ab 43.02 ab 35.45 c 42.83 ab 47.54 a
Keterangan :
Lama domisili (tahun) 35.19 a 35.29 a 34.60 a 43.91 b 38.66 ab 40.04 ab 41.29 ab 44.38 b 41.36 ab 34.93 a 39.83 ab 45.79 b
Jumlah anggota keluarga (orang) 3.84 a 4.42 ab 4.32 ab 4.64 abc 4.65 abc 5.23 bc 7.35 d 4.80 abc 4.49 ab 5.13 ac 5.77 c 4.22 ab
Jumlah anggota keluarga dibiayai (orang) 2.35 a 1.75 bc 1.96 ab 1.52 bcd 1.85 bc 1.25 d 1.75 bc 1.52 bcd 1.44 cd 1.24 d 1.62 bcd 1.45 cd
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Masyarakat pesisir yang tinggal di pedesaan yang jauh dengan kabupaten kota memiliki waktu domisili yang lebih lama dibandingkan dengan masyarakat pesisir yang tinggal di kelurahan dekat kabupaten kota. Rata-rata lama domisili penduduk di desa atau Kelurahan Lantora, Wattang, Karama dan Polewali lebih singkat dibandingkan dengan masyarakat di Desa Bonde, Pambusuang dan Sepakbatu. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat pesisir yang berdomisili dekat dengan kabupaten kota, sangat besar kemungkinannya merupakan penduduk pendatang yang berasal dari desa-desa lainnya, sehingga banyak diantaranya yang waktu domisilinya belum lama. Berbeda dengan masyarakat di desa yang jauh dari kabupaten kota merupakan penduduk asli yang sudah lama tinggal di desa tersebut. Indikasi ini menguatkan dugaan bahwa di lokasi penelitian masih ada kecenderungan terjadinya urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota yang mungkin berkaitan dengan
77
lapangan pekerjaan. Komposisi persentase frekuensi jumlah umur kepala keluarga dan lama domisili pada setiap desa disajikan dalam bentuk histogram dalam Gambar 5 dan 6. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga masyarakat pesisir cenderung lebih banyak di pedesaan yang jauh dari kabupaten kota. Dalam Tabel 13
terlihat bahwa satu kepala keluarga rata-rata memiliki anggota
keluarga sekitar 3 sampai 4 orang di Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora, sedangkan di Desa Karama, Tangngatangnga, Panyampa dan Bala rata-rata memiliki anggota keluarga antara 5 sampai 8 orang. Kondisi seperti ini umum terjadi pada masyarakat tani dan nelayan di pedesaan. Salah satu penyebabnya adalah faktor budaya yang masih sangat kuat menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan kebersamaan termasuk tempat tinggal. Hal ini terlihat selama pengambilan data, banyak ditemukan dalam satu rumah tangga dihuni oleh beberapa keluarga. Kondisi seperti itu banyak ditemukan terutama pada keluarga nelayan di pemukiman padat penduduk.
< 35 Thn
80
35-45 Thn
> 45 thn
60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 5. Persentase frekuensi jumlah kelompok umur kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti Jumlah anggota keluarga yang dibiayai nampaknya memiliki pola yang berlawanan dengan jumlah anggota keluarga. Kepala keluarga yang tinggal di kelurahan dekat dengan kota kabupaten seperti di Keluarahan Wattang, Polewali dan Lantora yang jumlah anggota keluarganya relatif kecil justru memiliki ratarata jumlah anggota keluarga dibiayai sekitar 2 sampai 3 orang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tinggal di desa yang jauh dari kota
78
kabupaten seperti di Karama, Panyampa dan Sabangsubik yang memiliki jumlah anggota keluarga dibiayai rata-rata sekitar 1 sampai 2 orang.
< 35 Thn
80
35-45 Thn
> 45 thn
60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 6. Persentase frekuensi jumlah lama domisili kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti Hasil yang memperlihatkan pola kecenderungan yang agak kontras dengan jumlah anggota keluarga ini terjadi karena pada umumnya masyarakat yang lebih maju di dekat kota kabupaten cenderung lebih memperhatikan pendidikan anggota keluarganya dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. Sementara jumlah anggota keluarga yang dibiayai dalam penelitian ini lebih banyak terkait dengan unit pembiayaan untuk pendidikan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan tingginya persentase anak putus sekolah di desa yang relatif lebih tertinggal, diantaranya faktor ekonomi. Tingkat pendapatan rendah merupakan salah satu alasan utama untuk tidak melanjutkan pendidikan anak. Oleh karena itu banyak anggota keluarga yang tingkat pendidikannya hanya sampai SD atau SMP. Karena tekanan kebutuhan yang terus meningkat maka ada kecenderungan masyarakat di pedesaan lebih memilih anaknya untuk bekerja dibandingkan dengan melanjutkan sekolah. Berbeda dengan masyarakat pesisir yang tinggal dekat dengan kabupaten kota yang memiliki tingkat kesadaran relatif lebih tinggi dan tingkat pendapatan yang relatif lebih besar cenderung menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan lebih tinggi. Selain pengaruh ekonomi, diduga bahwa sarana dan fasilitas pendidikan dan informasi juga turut mempengaruhi, sehingga di pedesaan cenderung untuk mencari kerja lebih besar dibandingkan dengan melanjutkan
79
pendidikannya. Persentase frekuensi jumlah menurut klasifikasi jumlah anggota keluarga dan anggota keluarga yang bekerja disajikan dalam histogram (Gambar 7 dan 8).
<4 org
80
4-6 orang
< 6 orang
60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 7. Persentase frekuensi jumlah anggota keluarga pada setiap desa yang diteliti
Tidak Ada
80
1 orang
> 1 orang
60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 8. Persentase frekuensi jumlah anggota keluarga dibiayai pada setiap desa yang diteliti Beberapa variabel yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik masyarakat pesisir merupakan data kategori (non numerik) seperti pendidikan tertinggi kepala keluarga dan anggota keluarga, status kependudukan, pekerjaan pokok, pekerjaan selingan, opini terhadap perhatian pemerintah, jumlah dan hak
80
kepemilikan sarana/fasilitas produksi dan pengaruh faktor lingkungan terhadap pendapatan. Data variabel-variabel tersebut tidak dapat diperbandingkan antar desa karena merupakan data kategori sehingga hanya dihitung tabel frekuensi melalui hasil tabulasi silang pada setiap kategori masing-masing variabel kemudian digambarkan dalam bentuk histogram. Secara umum pendidikan terakhir masyarakat pesisir relatif rendah yakni SD dan bahkan ada yang tidak tamat sekolah jumlahnya lebih dari separuh (61%) dan sangat sedikit (3%) yang mencapai jenjang pendidikan tinggi diploma dan sarjana. Pendidikan tertinggi kepala keluarga yang berdomisili di desa/kelurahan yang dekat dengan kabupaten kota memiliki tingkat pendidikan terakhir yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pesisir yang tinggal di desa yang jauh dari kabupaten kota. Persentase jumlah kepala keluarga yang berpendidikan SD sangat tinggi di desa yang jauh dari kabupaten kota seperti pada hampir semua desa di Kecamatan Campalagian, Balanipa dan Tinambung. Sebaliknya persentase jumlah kepala keluarga yang berpendidikan terakhir SMP dan SMU relatif tinggi pada Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora (Gambar 9).
SD
80
SMP
SMU
Diploma dan Sarjana
60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 9. Persentase frekuensi jumlah pendidikan tertinggi kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti Perbedaan tingkat pendidikan tertinggi kepala keluarga antara desa yang jauh dengan yang dekat dari kota diduga terkait dengan profesi atau pekerjaan pokoknya. Berdasarkan komposisi frekuensi jumlah menurut klasifikasi pekerjaan
81
pokok masyarakat pesisir pada setiap desa maka di Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora yang dekat dengan kota memiliki proporsi pekerjaan pokok sebagai pedagang dan usaha bidang jasa lainnya yang relatif tinggi dibandingkan dengan desa lainnya yang jauh dari kabupaten kota. Pendidikan tertinggi anggota keluarga menunjukkan pola sebaran berdasarkan lokasi yang mirip dengan pendidikan
tertinggi
anggota
keluarga.
Pada
beberapa
desa/kelurahan
persentase anggota keluarga yang berpendidikan SMP dan SMU meningkat yang berarti pendidikan anak sedikit mengalami peningkatan (Gambar 10).
SD
80
SMP
SMU
Diploma dan Sarjana
60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 10. Persentase frekuensi jumlah pendidikan tertinggi anggota keluarga pada setiap desa yang diteliti Pekerjaan pokok masyarakat pesisir bervariasi dan digolongkan ke dalam 4 kategori yaitu: (1) nelayan dan petambak, (2) petani dan peternak, (3) usaha dagang, dan (4) jasa dan lainnya. Persentase nelayan dan petambak sangat tinggi dan dominan dibanding pekerjaan lainnya (Gambar 11). Nelayan di Desa Bala, Pambusuang dan Sabangsubik umumnya sebagai nelayan tangkap yang menggunakan pancing dan pukat. Petambak banyak terdapat di Desa Parappe dan Panyampa di Kecamatan Campalagian. Masyarakat pesisir yang profesinya tergolong usaha dagang sangat tinggi di Kecamatan Polewali (Wattang, Polewali, dan Lantora). Pekerjaan pokok yang tergolong sektor jasa dan lainnya juga cukup tinggi di Kecamatan Polewali dan Tinambung. Dua kecamatan tersebut meskipun keduanya menunjukkan proporsi yang cukup tinggi pada sektor jasa dan lainnya, akan tetapi terdapat perbedaan yakni sektor jasa di Tinambung lebih banyak sebagai pekerja serabutan seperti tukang batu, tukang becak dan tukang
82
ojek. Berbeda dengan di Kecamatan Polewali proporsi jasa dan lainnya yang relatif besar
karena banyak
pegawai
negeri
sipil
(PNS) yang
dalam
pengelompokkan dikategorikan sebagai sektor jasa dan lainnya. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan tertinggi dengan jenis pekerjaan pokok kepala keluarga memperlihatkan bahwa sekitar 72% masyarakat yang berpendidikan SD maupun tidak tamat sekolah dan lebih dari setengah (57%) yang berpendidikan SMP memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan. Pekerjaan pokok usaha dagang dan jasa lainnya lebih didominasi oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan SMU dan diploma/sarjana (Tabel 14). Distribusi jumlah pekerjaan pokok dan tingkat pendidikan berdasarkan lokasi penelitian mengindikasikan adanya keterkaitan antara tingkat pendidikan dalam memilih jenis dan tempat untuk bekerja.
Nelayan dan Petambak Usaha Dagang
Petani dan peternak Jasa dan lainnya
100
Persentase (%)
80
60
40
20
0
Desa
Gambar 11. Persentase frekuensi jumlah pekerjaan pokok kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti Tabel 14. Jumlah dan persentase berdasarkan pekerjaan pokok dan pendidikan tertinggi kepala keluarga. Pendidikan SD SMP SMU Dipl dan Sarjana Jumlah
Pekerjaan Pokok Nelayan dan Petambak 346 (72%) 57 (41%) 33 (22%) 2 (9%) 438 (55%)
Petani dan Usaha Peternak Dagang 36 (7%) 29 (6%) 8 (6%) 39 (28%) 6 (4%) 66 (43%) 1 (4%) 6 (26%) 51 (6%) 140 (18%)
Jasa dan lainnya 72 (15%) 34 (25%) 47 (31%) 14 (61%) 167 (21%)
Jumlah 483 (61%) 138 (17%) 152 (19%) 23 (3%) 796 (100%)
83
Pekerjaan sebagai nelayan dan petambak memang tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi karena skill untuk menjalankannya dapat diperoleh melalui pengalaman. Hal ini merupakan salah satu alasan sehingga populasi masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan dan petambak cukup tinggi di daerah-daerah sentra nelayan seperti di beberapa desa di Kecamatan Balanipa. Skill melaut dan mengolah tambak diwariskan secara turun temurun antar generasi sehingga biasanya tidak memiliki skill lain dan sangat sulit untuk beralih profesi. Tingkat pendidikan yang rendah dan keterbatasan skill menyebabkan sangat rendahnya persentase jumlah kepala keluarga yang berpendidikan SD yang bekerja sebagai pengusaha/dagang dan jasa lainnya. Ada dua kemungkinan terjadinya keterkaitan antara pendidikan dengan pekerjaan pokok berdasarkan lokasi yaitu yang berpendidikan lebih tinggi cenderung ber urbanisasi ke daerah perkotaan untuk memanfaatkan pendidikan nya dalam mencari pekerjaan. Kemungkinan kedua, bahwa kehidupan di kota dengan segala profesi yang beragam secara alamiah memaksa masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang relatif lebih tinggi dibanding di pedesaan untuk tetap survive. Hal ini tidak dapat dijelaskan dalam penelitian ini karena hal tersebut bukan merupakan tujuan utama yang dikaji dalam penelitian ini. Kepala keluarga yang berpendidikan SMU memiliki spektrum pekerjaan pokok yang lebih luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Seperti ditunjukkan dalam Tabel 8, terlihat persentase jumlah yang berpendidikan tingkat SMU hampir merata pada semua golongan pekerjaan kecuali sebagai petani/peternak yang cukup rendah. Kecilnya persentase pekerjaan pokok sebagai petani bukan hanya terjadi pada strata pendidikan tingkat SMU tapi juga pada jenjang tingkat pendidikan lainnya. Kondisi ini disebabkan oleh faktor alam yang tidak mendukung untuk pekerjaan pokok ini. Kondisi geografis di pesisir pada semua desa yang diteliti umumnya tidak memiliki lahan yang cukup dan menunjang untuk pertanian. Petani dan peternak yang jumlahnya relatif banyak hanya ditemukan di Desa Bonde Kecamatan Campalagian. Pada umumnya masyarakat pesisir di lokasi penelitian tidak memiliki pekerjaan selingan di luar pekerjaan pokoknya. Lebih dari 70% (72.20%) populasi masyarakat pesisir yang diteliti hanya menekuni profesi atau pekerjaan pokoknya (Gambar 12). Persentase yang tidak memiliki pekerjaan selingan ini cukup tinggi dari golongan nelayan dan petambak. Rendahnya persentase nelayan dan petambak yang memiliki pekerjaan selingan disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah keterbatasan
84
keahlian. Keterbatasan keahlian ini juga berhubungan dengan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Beberapa responden yang pekerjaan pokoknya sebagai nelayan dan petambak menjawab bahwa mereka sangat sulit untuk beralih ke profesi lain karena skill yang dimiliki hanya untuk menangkap ikan di laut dan bertambak, dan terkait dengan tingkat pendidikannya. Hasil ini juga di perkuat dari hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan selingan (Tabel 15). Tabel 15. Jumlah dan persentase berdasarkan pekerjaan pendidikan tertinggi kepala keluarga. Ada
Pekerjaan Selingan Tidak Ada
Jumlah
67 (19%) 52 (38%) 59 (40%) 11 (48%) 209 (28%)
364 (81%) 85 (62%) 90 (60%) 12 (52%) 551 (73%)
451 (59%) 137 (18%) 149 (20%) 23 (3%) 760 (100%)
Pendidikan SD SMP SMU Diploma dan Sarjana Jumlah
selingan dan
Pada Gambar 12 terlihat bahwa hanya di Desa Lantora yang separuh masyarakatnya memiliki pekerjaan selingan. Masyarakat di desa tersebut memiliki banyak pilihan pekerjaan selingan, karena selain sebagai nelayan dan petambak juga sangat membuka peluang untuk menjalankan usaha dagang dan bisnis jasa lainnya, karena letaknya yang sangat dekat dengan kabupaten kota. Kepala keluarga yang berpendidikan SD maupun tidak tamat kebanyakan pekerjaan pokoknya sebagai nelayan sangat sedikit yang memiliki pekerjaan selingan.
Berbeda
dengan
yang
berpendidikan
SMP
dan
SMU
yang
persentasenya justru lebih dari 60% memiliki pekerjaan selingan. Pengaruh keterbatasan skill masyarakat pesisir di lokasi penelitian tidak hanya berdampak pada keterbatasan untuk memperoleh pekerjaan selingan, bahkan banyak diantaranya yang tidak memiliki rencana untuk beralih ke pekerjaan pokok alternatif lain. Hampir 64% menjawab tidak memilih pekerjaan pokok lain (Gambar 12). Konsistensi yang memperlihatkan distribusi jumlah berdasarkan lokasi yang menunjukkan bahwa kebanyakan yang tidak memiliki rencana beralih tersebut adalah para nelayan dan petambak yang berdomisili di pedesaan dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah. Hal ini sangat menguatkan dugaan bahwa keterbatasan skill akibat pendidikan formal yang rendah, merupakan penyebab utama, sehingga masyarakat pesisir yang pekerjaan pokoknya sebagai nelayan dan petambak sulit untuk beralih ke pekerjaan pokok lain.
85
Ada
Tidak Ada
100%
Persentase
80% 60% 40% 20%
Desa
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Bala
Panyampa
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0%
Gambar 12. Persentase frekuensi jumlah pekerjaan selingan kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti
Kebanyakan nelayan dan petambak seperti itu adalah mereka yang usianya masih relatif muda ikut membantu orang tuanya, menekuni pekerjaan pokok sebagai nelayan dan petambak. Keahlian dan pengalaman tersebut akhirnya berlanjut hingga mencapai umur dewasa.
Ada
Tidak Ada
100%
Persentase
80% 60% 40% 20%
Sepakbatu
Karama
Sabangsubik
Tangngatangnga
Desa
Pambusuang
Bala
Panyampa
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0%
Gambar 13. Persentase frekuensi jumlah rencana memilih pekerjaan alternatif lain kepala keluarga pada setiap desa yang diteliti
86
Jumlah sarana dan fasilitas produksi yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan pokok masyarakat pesisir untuk semua jenis pekerjaan pokok dikategorikan dalam tiga kategori yaitu kurang, cukup dan berlebih. Secara umum dilihat dari jawaban semua responden, ada beberapa desa yang dominan menganggap jumlah sarana yang dimilikinya kurang dan sebagian lainnya menyatakan jumlahnya sudah cukup. Variasi antar desa mengenai jumlah sarana/fasilitas yang dimiliki cukup tinggi dan bahkan antar desa dalam kecamatan yang sama. Dua kelurahan di Kecamatan Polewali yaitu Wattang dan Polewali dengan mayoritas (71% dan 91%) masyarakatnya berdomisili di pesisir, menganggap jumlah sarana dan fasilitas produksi yang digunakannya sudah cukup. Satu kelurahan lainnya dalam kecamatan yang sama yaitu Lantora dominan (89%) dari masyarakatnya merasakan sarana/fasilitasnya masih kurang (Gambar 13). Hampir semua responden dari 3 desa di Kecamatan Campalagian (Bonde, Parappe dan Panyampa) menjawab bahwa sarana/fasilitas produksinya masih kurang, Sementara semua desa di Kecamatan Balanipa cenderung menganggap kurang dan sedang. Dua desa di Kecamatan Tinambung (Karama dan Tangngatangnga) sangat dominan menyatakan sarana/fasilitasnya masih kurang, sedangkan satu desa lainnya yaitu Sepakbatu menunjukkan persentase berimbang antara kurang dengan cukup. Berdasarkan kepemilikan sarana/fasilitas produksi yang dibedakan atas dua kategori yaitu hak milik dan bukan hak milik, secara umum dapat dikatakan masyarakat nelayan pesisir memiliki sarana/fasilitas produksi berstatus hak milik akan tetapi persentasenya tidak jauh berbeda dengan masyarakat nelayan pesisir yang berstatus kepemilikan sarana/fasilitas produksi bukan hak milik. Persentase status hak milik yang menonjol jauh lebih tinggi hanya terlihat di Desa Wattang dan Sabangsubik (Gambar 14). Khususnya para nelayan dan petambak yang merupakan pekerjaan pokok dominan pada banyak desa, sarana dan fasilitas produksi adalah milik para juragan dan pemilik tambak. Para nelayan hanya berstatus sebagai pekerja dan juragan merupakan pemilik dan pemodal dalam kegiatan penangkapan.
87
Kurang
Cukup
Berlebih
80 60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Bala
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Pambusuang
20 Panyampa
Persentase (%)
100
De sa
Gambar 14. Persentase frekuensi jumlah sarana atau fasilitas produksi pada setiap desa yang diteliti
Hak Milik
Bukan Hak Milik
100%
Persentase
80% 60% 40%
Sepakbatu
Karama
Sabangsubik
Tangngatangnga
Des a
Pambusuang
Bala
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0%
Panyampa
20%
Gambar 15. Persentase frekuensi jumlah status kepemilikan sarana/fasilitas produksi pada setiap desa yang diteliti Opini masyarakat pesisir di lokasi penelitian terhadap perhatian pemerintah dalam usaha meningkatkan penghasilannya masih dianggap kurang. Lebih dari separuh (65%) menilai pemerintah setempat kurang memperhatikan masyarakat dalam upaya peningkatan penghasilan. Dari semua desa/kelurahan yang diteliti, hanya di Kelurahan Wattang Kecamatan Polewali yang persentase masyarakatnya menilai perhatian pemerintah cukup, yang lainnya masih menganggap kurang (Gambar 16).
88
Sangat Kurang
Kurang
Cukup
Besar
Sangat Besar
80 60 40
Sepakbatu
Tangngatangnga
Karama
Sabangsubik
Pambusuang
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0
Bala
20 Panyampa
Persentase (%)
100
Desa
Gambar 16. Persentase frekuensi jumlah opini terhadap perhatian pemerintah dalam usaha meningkatkan penghasilan masyarakat pada setiap desa yang diteliti Variasi persentase jawaban responden yang cukup besar antar desa memberikan indikasi bahwa pemerintah kabupaten kota dalam mengalokasikan anggaran pada masyarakat nelayan pesisir kemungkinan adanya perbedaan antar desa dalam pengalokasian anggaran dan pemberian bantuan/fasilitas. Opini masyarakat ini meskipun sifatnya sangat subyektif akan tetapi sangat penting untuk dipertimbangkan, terutama dalam kaitannya dengan peranan pemerintah dalam memfasilitasi dan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya yang berkeadilan dan merata. Jawaban responden ketika wawancara sehubungan dengan opini tersebut banyak mengacu dan membandingkan pada daerah atau desa lainnya, kondisi ini dianggapnya bahwa perhatian pemerintah sedikit lebih baik. Kebanyakan responden menilai peranan langsung pemerintah setempat belum optimal dan tidak secara langsung dapat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Disamping itu kesan buruk dan citra pemerintah dalam penerapan kebijakan masih dianggap belum memihak pada masyarakat kecil.
89
Berpengaruh
Tidak berpengaruh
100%
Persentase
80% 60% 40% 20%
Sepakbatu
Karama
Sabangsubik
Tangngatangnga
Desa
Pambusuang
Bala
Panyampa
Parappe
Bonde
Lantora
Polewali
Wattang
0%
Gambar 17. Persentase frekuensi jumlah pengaruh lingkungan terhadap pendapatan pada setiap desa yang diteliti 4.2.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir Karateristik masyarakat pesisir ditentukan berdasarkan pada beberapa data yang menyangkut identitas dan status kepala keluarga yang dipilih sebagai responden. Analisis yang digunakan dalam menentukan karakteristik ini adalah principal component analysis (PCA). Melalui analisis ini, karakteristik responden pada setiap desa dapat ditentukan berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Variabel yang digunakan dalam analisis ini, antara lain: umur, pendidikan tertinggi kepala keluarga dan anggota keluarga, kependudukan, lama domisili, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga dibiayai, pekerjaan pokok, pekerjaan selingan, jumlah dan hak kepemilikan sarana/fasilitas produksi, opini terhadap perhatian pemerintah, lingkungan, pendapatan dan pengeluaran. Data yang digunakan dalam analisis adalah persentase frekuensi jumlah variabel tersebut pada setiap kategori. Sebelum dianalisis, setiap variabel dipilih berdasarkan kategori tertentu berdasarkan distribusi frekuensinya. Kategori yang persentasenya sangat kecil, berkorelasi kuat dengan variabel lainnya dan yang tidak signifikan menunjukkan perbedaan antar desa berdasarkan analisis ragam tidak dimasukkan dalam analisis. Data yang digunakan dalam analisis PCA selengkapnya disajikan dalam Lampiran 13. Hasil analisis PCA terhadap 22 variabel (karakter) dari 12 desa (observasi) menunjukkan bahwa sebagian besar (76.16%) ragam terjelaskan pada tiga sumbu utama pertama masing-masing F1 (46.01%), F2 (19.57%) dan
90
F3 (10.58%) dengan nilai akar ciri pada ketiga sumbu utama tersebut masingmasing 10.12, 4.31 dan 2.33. Matriks korelasi antara parameter fisika kimia perairan menunjukkan bahwa beberapa parameter yang berkorelasi positif cukup kuat seperti umur (Umr) dengan lama domisili (DOM) dan beberapa kategori dalam suatu variabel. Beberapa variabel yang berkontribusi cukup besar dalam pembentukan sumbu utama pertama (F1) diantaranya: pendidikan tertinggi kepala keluarga kategori SD (PTSD), status kependudukan sebagai penduduk asli (KEPA), lama domisili antara 35-45 tahun (DOM2), pendidikan anggota keluarga kategori SD dan SMU (PAKSD dan PAKSMU). Variabel lain seperti umur kepala keluarga dan lama domisili lebih dari 45 tahun (Umr3 dan DOM3), dan tingkat pendidikan anggota keluarga kategori SMP (PAKSMP) berperan besar dalam pembentukan sumbu utama kedua (F2). Korelasi setiap variabel yang digunakan dalam analisis dengan sumbu utama 1 dan 2 (F1XF2) disajikan dalam Gambar 18. Distribusi setiap observasi (desa/keluarahan) pada sumbu utama 1 dan 2 menunjukkan bahwa kelompok desa dari Kecamatan Polewali (Wattang, Polewali, dan Lantora) menyebar pada sumbu utama 1 negatif. Kelompok desa dari Kecamatan Campalagian (Bonde, Parappe dan Panyampa) terdistribusi pada sumbu utama 1 positif. Kesemua desa tersebut memiliki peranan yang cukup besar dalam pembentukan sumbu utama 1 (Gambar 19). Desa lainnya dari Kecamatan Balanipa dan Tinambung lebih berperan dalam pembentukan sumbu utama 2 terutama Desa Sepakbatu dan Karama. Berdasarkan pola sebaran setiap variabel dan observasi pada sumbu utama 1 dan 2 (F1XF2) maka dapat dijelaskan bahwa Desa wattang, Polewali dan Lantora yang beragregat di sekitar sumbu utama 1 negatif (Gambar 19). Kelompok desa tersebut dicirikan oleh tingginya persentase anggota keluarga yang berpendidikan SMU (PAKSMU), lama domisili yang relatif singkat <35 tahun (DOM1), dan umur kepala keluarga yang relatif rendah < 35 tahun (Umr1). Pada arah yang berlawanan di sumbu 1 positif terdapat beberapa desa dari Kecamatan Balanipa dan Campalagian membentuk agregat pada dua arah sumbu utama 2. Desa Pambusuang, Sabangsubik, Bala dan Bonde yang mengelompok di quadran 1 dicirikan oleh tingginya persentase tingkat pendidikan kepala keluarga dan anggota keluarga yang rendah yakni SD (PTSD), populasi penduduk asli yang tinggi (KEPA) dan jumlah penduduk yang pekerjaan pokoknya sebagai nelayan (PPN).
91
Variables (axis F1 and F2: 66 %) 1.5
1 DOM 3 Umr3 0.5
`P A KSD P TSD P PN P STA KEPA JA KB 2 P ENG2 P END2 OP P 2 JSF1 DOM 2 LINGK1 Umr2 JA K2
HKSM 0
JA KB 3 P AKSM U DOM 1 Umr1
-0.5
PA KSM P -1
-1.5 -1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
- - a xis F 1 ( 4 6 %) - - >
. Gambar 18. Korelasi antara variabel dengan sumbu utama satu dan dua (F1dan F2)
Observations (axis F1 and F2: 66 %) 4 Sepakbatu
P ambusuang
3 2
Sabangsubik
1
B ala
Bo nde Tangngatangn ga
Wattang
0 -1
P olewali
-2
P arappe P anyampa
Lanto ra
-3
Karama
-4 -5 -6
-4
-2
0
2
4
-- axis F 1 (4 6 %) -- >
Gambar 19. Korelasi antara observasi (desa/kelurahan) dengan sumbu utama satu dan dua (F1dan F2)
92
Desa
Parappe
dan
Panyampa
dari
Kecamatan
Campalagian
mengelompok bersama dengan Desa Karama dari Kecamatan Tinambung membentuk kelompok pada sumbu utama 1 positif dan sumbu 2 negatif yang dicirikan oleh tingginya persentase responden yang memiliki jumlah anggota keluarga sedang 4-6 orang (JAK2), umur dan lama domisili yang relatif sedang 35-45 tahun (Umr2 dan DOM2), jumlah sarana dan fasilitas yang kurang (JSF1) dan
pendapatannya
sangat
dipengaruhi
lingkungan
(LINGK1).
Desa
Tangngatangnga yang berada disekitar pusat sumbu menunjukkan bahwa masyarakat di desa tersebut tidak memiliki ciri yang menonjol atau persentase semua variabel adalah mendekati nilai rata-rata. Hasil lengkap analisis PCA disajikan dalam Lampiran 14. Untuk melihat bagaimana kemiripan karakteristik dari semua desa yang diteliti maka digunakan sidik gerombol (cluster analysis) menggunakan data yang dipakai dalam analisis PCA. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga desa di Kecamatan Polewali yang berada dalam kota kabupaten memiliki tingkat kemiripan yang relatif rendah dengan desa lainnya (Gambar 20). Secara umum dari hasil analisis ini dapat dikatakan bahwa karakteristik masyarakat pesisir di Kecamatan Balanipa lebih mirip dengan masyarakat pesisir di Kecamatan Campalagian dibandingkan dengan masyarakat lainnya dari Kecamatan Tinambung dan Polewali. Masyarakat Kecamatan Tinambung lebih mirip dengan karakter masyarakat di Kecamatan Balanipa dan Campalagian dibandingkan dengan mayarakat dari Kecamatan Polewali. Hal ini mengindikasikan bahwa karakteristik masyarakat pesisir sangat berbeda antara masyarakat yang berdomisili di dekat kota yang lebih modern dengan masyarakat pedesaan yang lebih tradisional. Berdasarkan hasil analisis PCA dan sidik gerombol maka dapat dikatakan bahwa karakteristik masyarakat pesisir yang berdomisili di kelurahan yang dekat dengan kabupaten kota sangat berbeda dengan masyarakat pesisir yang berdomisili di pedesaan yang jauh dari kota. Masyarakat pesisir yang tinggal dekat kota dicirikan oleh tingkat pendidikan kepala keluarga dan anggota keluarga yang relatif tinggi, lama domisili yang relatif singkat, umur kepala keluarga yang relatif rendah, jumlah anggota keluarga yang dibiayai relatif rendah, status kependudukan pendatang yang lebih banyak. Pengaruh lingkungan terhadap pendapatan yang relatif kecil, jumlah sarana dan fasilitas yang relatif lebih banyak, persentase pekerjaan pokok sebagai nelayan relatif
93
lebih rendah, adanya pekerjaan selingan yang lebih tinggi dan tingkat pengeluaran lebih tinggi. Pada masyarakat pesisir yang tinggal jauh dari kota kabupaten persentase variabel-variabel tersebut cukup rendah.
Dendogram 0.20 23
Similarity
0.40
22
0.60 21 20 19
18
0.80
17 16 15
S Batu
Tanga2
Karama
Bonde
Parappe
S Subik
Pambusuang
Bala
Lantora
Polewali
Wattang
1.00
Panyampa
14
13
Gambar 20. Korelasi antara variabel dengan sumbu utama satu dan dua (F1dan F2)
Peranan pendidikan baik kepala keluarga maupun anggota keluarga yang cukup penting dalam menentukan karakteristik masyarakat pesisir di lokasi penelitian mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan keluarga berpengaruh besar dalam pergeseran pola kehidupan dan budaya di masyarakat pesisir. Hal ini sangat beralasan karena pendidikan dapat berpengaruh kepada faktor lain seperti pekerjaan. Pekerjaan mempengaruhi pola distribusi berdasarkan lokasi dalam hal karakteristik antara lokasi yang berada atau dekat dengan kota memiliki perbedaan yang cukup besar dengan desa yang letaknya jauh dari kota. Beberapa variabel yang menyangkut identitas diri dan status kependudukan ikut terdistribusi
menurut
lokasi
mengikuti
sebaran
variabel
pekerjaan
dan
pendidikan. Hal inilah yang membentuk pola karakteristik yang menonjol cukup berbeda antara masyarakat pesisir yang berdomisili di dekat kota dengan yang jauh dari kota. Karaktersitik umum yang menonjol dari masyarakat pesisir yang tinggal dekat dengan kota kabupaten seperti di Kelurahan Wattang, Polewali dan
94
Lantora adalah selain masyarakatnya relatif berpendidikan lebih tinggi juga memiliki variasi pekerjaan pokok yang lebih beragam. Persentase masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai pengusaha dan bidang jasa lainnya relatif lebih tinggi dan banyak diantara mereka memiliki pekerjaan selingan. Sebaliknya pada beberapa desa yang jauh dari kota umumnya berpendidikan lebih rendah dengan pekerjaan pokok sebagai nelayan dan kebanyakan yang tidak memiliki pekerjaan selingan. Pola hidup masyarakat pesisir yang tinggal dekat kota relatif berbeda dengan yang jauh dari kota. Tingkat pendapatan yang diikuti dengan pengeluaran yang relatif tinggi merupakan salah satu karakter menonjol yang berbeda dengan pola hidup masyarakat pesisir yang jauh dari kota. Dalam kaitannya dengan pekerjaan pokok dan tingkat pendidikan maka pola hidup seperti itu merupakan suatu kejadian sebab akibat yang sulit untuk dijelaskan dengan
hanya
melihat
kondisi
umum tanpa
mempelajari
lebih
detail.
Kemungkinannya kedua proses ini jalan secara simultan dan sulit membedakan antara faktor yang mempengaruhi dengan yang dipengaruhi. Khususnya dalam penelitian ini, sesuai dengan tujuan penelitian maka fakta yang menggambarkan karakteristik
masyarakat
pada
setiap
desa
dianggap
cukup
untuk
menghubungkan dengan analisis selanjutnya dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran. 4.3.
Pendapatan dan Pengeluaran Pembahasan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga masyarakat
pesisir meliputi: deskripsi dan perbandingan pendapatan dan pengeluaran antar desa dan antar pekerjaan pokok, sumber-sumber pendapatan dan item-item pengeluaran rumah tangga, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan rumah tangga dihitung dari pendapatan kepala keluarga dari pekerjaan
pokok
maupun
pekerjaan
selingannya.
Pengeluaran
dihitung
berdasarkan item pengeluaran yang dibedakan atas: konsumsi (pangan dan non pangan, pajak, biaya pendidikan dan kesehatan keluarga). Perbandingan jumlah pendapatan dan pengeluaran dihitung antar desa maupun antar jenis pekerjaan pokok, menggunakan analisis ragam ANOVA. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran maka digunakan analisis regresi berganda menggunakan beberapa
95
parameter penduga dari variabel-variabel yang digunakan dalam menjelaskan karakteristik masyarakat pesisir. Karena beberapa variabel penduga itu bersifat kategorik maka digunakan beberapa variabel dummy. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah yang diketahui secara teoritis kemungkinan adanya hubungan antara variabel tersebut dengan pendapatan dan pengeluaran. 4.3.1. Pendapatan Rumah Tangga Total pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir dari semua desa yang diteliti berkisar antara Rp 350,000,- sampai dengan Rp 3,500,000,- per bulan dengan rata-rata ± SD Rp 1,648,666,- ± 715,217,- per bulan. Pendapatan tertinggi tercatat dari responden di Kelurahan Wattang Kecamatan Polewali, sedangkan pendapatan terendah tercatat dari beberapa desa seperti Lantora, Bonde, Bala, Sabangsubik,
Karama dan
Sepakbatu.
Klasifikasi jumlah
pendapatan menunjukkan bahwa lebih separuh (55.27%) responden yang diteliti berpendapatan antara Rp 1,000,000,- sampai dengan Rp 2,000,000,- per bulan (Tabel 16). Tabel 16. Persentase frekuensi jumlah klasifikasi pendapatan pada setiap desa atau keluarahan Desa/Keluarahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
< 1.0 8.16 12.12 6.52 23.26 23.08 31.11 12.99 25.61 26.23 24.29 21.28 48.65 19.57
Klasifikasi Pendapatan (Juta Rupiah) 1.0-1.5 >1.5-2.0 20.41 20.41 22.73 31.82 6.52 22.83 53.49 18.60 42.31 25.00 40.00 22.22 22.08 25.97 41.46 26.83 50.82 14.75 31.43 35.71 25.53 34.04 16.22 21.62 29.35 25.92
>2.0 51.02 33.33 64.13 4.65 9.62 6.67 38.96 6.10 8.20 8.57 19.15 13.51 25.16
Hasil analisis ragam total jumlah pendapatan menunjukkan adanya perbedaan tingkat pendapatan antar desa/kelurahan (Lampiran 15). Hasil uji beda rata-rata (HSD Tukey) memperlihatkan bahwa rata-rata total pendapatan masyarakat pesisir di Kelurahan Lantora dan Wattang di Kecamatan Polewali signifikan (P<0.05) berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
96
total pendapatan di desa/kelurahan lainnya kecuali dengan Kelurahan Polewali dan Desa Bala (Tabel 16). Rata-rata total pendapatan yang sangat rendah di Desa Sepakbatu signifikan lebih rendah dibandingkan dengan Desa Bala dan Tangngatangnga.
Berdasarkan
wilayah
maka
dapat
dikatakan
bahwa
pendapatan rata-rata masyarakat pesisir yang bermukim di Kecamatan yang relatif jauh dengan kota kabupaten relatif homogen dan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan masyarakat pesisir di Kecamatan yang berada di Kota Kabupaten (Polewali Mandar). Rata-rata pendapatan yang tinggi di Kelurahan Wattang disebabkan tingginya persentase jumlah pengusaha yang jumlah pendapatannya jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan nelayan yang dominan di desa lainnya. Rata-rata tingkat pendapatan 7 dari 9 desa di luar Kecamatan Polewali tidak melebihi Rp 1,500,000,- per bulan, sedangkan rata-rata pendapatan 3 kelurahan di Kecamatan Polewali
tidak
kurang dari Rp. 1,500,000,- per bulan. Tabel 17. Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar desa di lokasi penelitian Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total Keterangan :
Total Pendapatan Rata-rata ± SD 2,115,306 ± 741,283 ab 1,828,636 ± 688,854 bcd 2,251,630 ± 654,673 a 1,305,814 ± 491,379 ef 1,450,577 ± 580,126 def 1,370,000 ± 558,448 ef 1,861,299 ± 710,542 bc 1,367,927 ± 552,942 ef 1,290,984 ± 574,856 ef 1,421,429 ± 577,512 ef 1,594,681 ± 642,873 cde 1,197,297 ± 718,307 f 1,649,809 ± 713,509
N 49 132 92 43 52 45 77 82 61 70 47 37 787
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata tingkat pendapatan yang lebih tinggi di Kelurahan Wattang dibarengi dengan variasi yang cukup besar. Dua kelurahan lainnya di Kecamatan Polewali yakni Polewali dan Lantora juga memiliki variasi yang relatif besar. Perbedaan rata-rata total pendapatan antara Kelurahan Wattang dan Polewali dengan desa/kelurahan lainnya di luar Kecamatan Polewali disebabkan oleh tingginya jumlah kepala keluarga yang berprofesi
97
sebagai pengusaha yang rata-rata pendapatannya lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan pokok lainnya. Hasil analisis ragam total pendapatan antar desa secara terpisah dalam wilayah kecamatan yang dekat dari kota dan yang jauh dari kota (Lampiran 16 dan 17) menunjukkan adanya perbedaan jumlah pendapatan total antar desa, baik di wilayah kecamatan yang dekat maupun yang jauh dari kota. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa rata-rata total jumlah pendapatan masyarakat pesisir dalam wilayah kecamatan yang dekat dengan kota di Kelurahan Wattang dan Lantora tidak signifikan berbeda tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pendapatan di Kelurahan Polewali (Tabel 18). Sebaliknya pada wilayah kecamatan yang jauh dari kota menunjukkan bahwa rata-rata total jumlah pendapatan masyarakat pesisir tertinggi di Desa Bala yang signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya kecuali Desa Tangngatangnga (Tabel 19). Tabel 18. Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar desa di wilayah kecamatan yang dekat dari kota Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Total Keterangan :
Total Pendapatan Rata-rata ± SD 2,115,306 ± 741,283 a 1,828,636 ± 688,854 b 2,251,630 ± 654,673 a 2,022,637 ± 711,650
N 49 132 92 273
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Tabel 19. Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar desa di wilayah kecamatan yang jauh dari kota Desa/Kelurahan Bonde Parappe Penyampa Bala Pabusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total Keterangan :
Total Pendapatan Rata-rata ± SD 1,305,814 ± 491,379 bc 1,450,577 ± 580,126 bc 1,370,000 ± 558,448 bc 1,861,299 ± 710,542 a 1,367,927 ± 552,512 bc 1,290,984 ± 574,856 bc 1,421,429 ± 577,512 bc 1,594,681 ± 642,873 ab 1,197,297 ± 718,307 c 1,451,790 ± 631,057
N 43 52 45 77 82 61 70 47 37 514
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
98
Hasil analisis ragam rata-rata total pendapatan berdasarkan pekerjaan pokok tanpa membedakan lokasinya menunjukkan adanya perbedaan rata-rata total pendapatan berdasarkan jenis pekerjaan pokok (Lampiran 16). Hasil uji beda rata-rata total pendapatan memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan usaha dagang sangat signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lainnya (Tabel 20). Tabel 20. Hasil uji beda rata-rata total pendapatan antar pekerjaan pokok masyarakat pesisir Total Pendapatan Rata-rata ± SD 1,599,526 ± 687,500 ab 1,398,077 ± 616,597 a 1,914,524 ± 773,177 c 1,668,364 ± 710,188 b 1,651,145 ± 712,978
Desa/Kelurahan Nelayan dan Petambak Petani dan Peternak Usaha Dagang Jasa dan Lainnya Total Keterangan :
N 443 52 126 165 786
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Berdasarkan Tabel 19 dan 20, dapat dikatakan bahwa variasi rata-rata pendapatan masyarakat pesisir sangat tergantung pada jenis pekerjaan pokoknya. Rata-rata pendapatan nelayan/petambak dan petani/peternak yang dominan pada hampir semua desa di Kecamatan Campalagian, Balanipa dan Tinambung pada umumnya kurang dari Rp 1,500,000,- (kecuali di Desa Bala dan Tangngatangnga) dan berada di bawah nilai rata-rata total pendapatan secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan rata-rata total pendapatan yang relatif lebih rendah dengan variasi yang relatif kecil. Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan terjadinya tingkat pendapatan yang relatif homogen di antara desa yang populasi masyarakatnya memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan dan petani tambak. Alasan tersebut diantaranya
adalah
kemiripan
sumber
pendapatan
utama,
kesamaan
sumberdaya yang dieksploitasi, disparitas harga yang rendah, kesamaan pangsa pasar dan sistem tataniaga hasil perikanan. Sumber pendapatan utama (proporsi terbesar dalam total pendapatan) masyarakat pesisir sangat erat hubungannya dengan jenis pekerjaan pokoknya. Sumber pendapatan selanjutnya diklasifikasikan ke dalam 4 sektor utama yaitu perikanan, pertanian dan peternakan, usaha dagang, dan jasa lainnya maka persentase terbesar adalah dari sektor perikanan (Tabel 21). Pendapatan yang tergolong dalam sektor perikanan ini meliputi semua pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha penangkapan di laut dan pantai maupun hasil budidaya di tambak.
99
Tabel 21. Persentase frekuensi jumlah klasifikasi sumber pendapatan utama pada setiap desa/keluarahan Desa/Keluarahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
Klasifikasi Sumber Pendapatan Utama Pertanian dan Usaha Perikanan Jasa lainnya Peternakan Dagang 10.77 3.08 66.15 20.00 27.74 5.11 34.31 32.85 44.68 1.06 25.53 28.72 62.79 25.58 2.33 9.30 57.69 13.46 0.00 28.85 40.00 42.22 0.00 17.78 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 92.06 1.59 3.17 3.17 56.58 3.95 5.26 34.21 50.98 3.92 13.73 31.37 18.42 2.63 42.11 36.84 55.66 6.51 17.35 20.48
Berdasarkan pada Tabel 21 di atas, memperlihatkan bahwa persentase sektor pendapatan utama di beberapa desa/kelurahan terutama di luar Kecamatan
Polewali
dari
sektor
perikanan
sangat
besar,
salah
satu
penyebabnya kemiripan sumber pendapatan utama sehingga variabilitas tingkat pendapatan antar desa/kelurahan juga relatif rendah. Sumber pendapatan tambahan para nelayan dan tambak dapat dikatakan sangat rendah karena pada umumnya nelayan dan petambak menjual hasil perikanannya dalam bentuk mentah bukan hasil olahan. Penanganan pasca panen produk perikanan sangat terbatas dan industri perikanan yang beroperasi di sekitar lokasi penelitian masih sangat terbatas, sehingga penanganan pasca panen terbatas hanya pada pengeringan. Sumberdaya perikanan yang dieksploitasi oleh para nelayan perikanan tangkap di lokasi penelitian meliputi sumberdaya ikan pelagis dan demersal, biota non ikan seperti kerang, kepiting, teripang dan biota laut lainnya. Kondisi umum perairan pantai yang relatif mirip pada hampir semua perairan pantai di Kabupaten Polewali Mandar menyebabkan potensi sumberdaya ikan dan biota lainnya relatif sama, sehingga potensi pendapatan nelayan yang mengelola sumberdaya tersebut juga tidak bervariasi banyak. Sumberdaya ikan pelagis yang banyak di perairan lepas pantai biasanya dieksploitasi menggunakan armada kapal yang kapasitas dan daya jelajahnya cukup besar. Akibatnya adalah sumberdaya ikan di lepas pantai dapat dimanfaatkan oleh nelayan dari desa manapun termasuk dari luar Kabupaten Polewali Mandar. Oleh karena itu
100
peluang nelayan dari setiap desa untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis tersebut sama sehingga berpeluang besar membentuk pola tingkat pendapatan nelayan yang sama pada semua desa. Keragaman pendapatan yang kecil berdasarkan perbedaan sumberdaya yang dieksploitasi mungkin dapat terjadi dari perbedaan jenis alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap dominan yang spesifik ditemukan di lokasi penelitian adalah pancing yang menangkap berbagai jenis ikan pelagis besar yang banyak digunakan
nelayan
yang
berdomisili
di
Kecamatan
Balanipa.
Armada
penangkapan yang digunakan para pemancing ikan pelagis besar ini cukup besar dan dapat menjangkau hampir semua daerah penangkapan yang berada di wilayah Selat Makassar. Populasi nelayan yang spesialis memancing ini cukup besar terutama di Desa Bala Kecamatan Balanipa. Faktor lain yang menyebabkan relatif homogennya tingkat pendapatan masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar, adalah disparitas harga yang sangat
rendah.
menyebabkan
Infrastruktur
jalur
berupa
transportasi
darat
sarana yang
jalan
yang
cukup
cukup lancar.
bagus
Kondisi
ini
memudahkan untuk mengangkut hasil tangkapan dan hasil tambak dari centra penangkapan ke pasar atau TPI dimana pusat-pusat konsumen berada. Pedagang pengumpul dan pedagang perantara sangat sulit untuk memainkan harga pasar membentuk disparitas yang besar karena jalur transportasi dan komunikasi yang semakin lancar menyebabkan para nelayan dengan mudah beralih ke pedagang lain jika seorang pedagang menurunkan harga belinya. Salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya disparitas harga yang besar adalah masuknya sejumlah ikan tangkapan yang berasal dari luar kabupaten yang dapat berperan mengontrol harga pasar ikan di Kabupaten Polewali Mandar. Jalur transportasi yang lancar menjadikan beberapa daerah di Kabupaten Polewali Mandar menjadi sasaran pemasaran ikan yang berasal dari luar kabupaten. Pada musim-musim tertentu ketika hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Polewali Mandar kurang, banyak pedagang yang memasok ikan dari daerah lain seperti Kabupaten Pinrang dan Barru. Pangsa pasar dan sistem tataniaga hasil perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Polewali Mandar hampir sama di semua desa. Pada umumnya hasil tangkapan yang tergolong ikan pelagis kecil dijual ke pedagang pengumpul untuk selanjutnya dijual untuk konsumsi lokal masyarakat setempat. Ikan pelagis besar biasanya dijual ke pedagang pengumpul yang menjadi pemasok industri-industri
101
pengolahan. Hasil tambak umumnya terdiri dari ikan bandeng dan udang windu. Ikan bandeng dijual untuk konsumsi lokal, sedangkan udang windu biasanya dibeli oleh perusahaan yang mengekspor udang. Sistem tataniaga hasil perikanan hampir seragam di semua desa di Kabupaten Polewali Mandar. Jalur tataniaga tidak berbeda jauh dengan daerah-daerah lain pada umumnya. Praktek rentenir yang dilakukan oleh para juragan dan tengkulak juga masih sering terjadi dan masih sulit untuk dihapuskan. Tabel 22. Jawaban responden nelayan yang menjual dan tidak menjual hasil tangkapan ke TPI dan hasil tangkapan nelayan/trip untuk masingmasing desa/kelurahan pada semua kecamatan yang diteliti No
Kecamatan
Desa/ Kelurahan
Ya
Menjual hasil ke TPI Tidak menjawab Tidak
% 1
Polewali
Balanipa
23
34,33
41
61,19
3
4,48
67
202
40
1
21
9,62
51,06
64
45,39
5
3,55
141
124
13
1
44
2,82
10
1
45
4,40
51
54,26
43
45,74
0
94
94
198
146
49.66
148
50.34
8
2.72
294
524
Bonde
3
8.696
27
58.70
15
32.61
46
55
25
Parappe
14
26.42
25
47.17
14
26.42
53
17
15
Panyampa
3
6.25
12
25.00
33
68.75
48
27
2
20
23.81
64
76.19
62
73.81
84
99
Bala
24
36.36
49
63.64
0
0.00
77
37
5
Pambusuang
34
37.78
54
60.00
2
2.22
90
21
8
Sabangsubik
8
12.50
52
81.25
4
6.25
64
62
Jumlah 4
Tinambung
Jumlah
Rata-
72
Jumlah 3
Maks Min N
Polewali Lantora
Campalagiang
Trip
%
Wattang
Jumlah 2
%
Hasil tangkapan (kg) N
110
5.61
5
11.00
2
2
8.50
1
15
1.80
22
7.10
1
14
2.64
5
3
7.00
20
2
9
6.89
26
5.51
1
70
31.11
155
68.89
6
2.67
225
120
Karam a
14
8.14
30
34.88
49
56.98
86
48
20
1
9
5.33
Tangatanga
7
26.42
33
62.26
6
11.32
53
142
30
1
15
9.47
Sepakbata
4
10.26
33
84.62
2
5.13
39
81
40
5
6
13.50
70
42,17
96
67,83
57
34,34
166
271
30
9,43
Perbandingan jumlah nelayan di wilayah Kecamatan Polewali yang menjual hasil tangkapan ke tempat pelelangan ikan (TPI) dan yang tidak menjual ke TPI hampir seimbang. Hal ini dapat dilihat dari jumlah nelayan yang menjual hasil tangkapan ke TPI sejumlah 49,66% dan yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI sejumlah 50,34% dari total nelayan pesisir Kecamatan Polewali yang disurvey. Perbandingan yang seimbang ini disebabkan para nelayan sudah mempunyai langganan (pedagang perantara) dan jarak antara TPI dengan tempat pendaratan ikan cukup jauh. Disamping itu menurut informasi dari nelayan, pengelola TPI belum memberikan pelayanan secara maksimal dan bahkan para nelayan merasa bahwa kondisi TPI masih sangat sepi. Kondisi TPI yang sepi dikarenakan masyarakat Kecamatan Polewali lebih senang berbelanja atau membeli ikan ke pasar banding membeli ikan ke TPI. Bahkan dari informasi
102
di lapangan, bila hasil tangkapan sedikit nelayan merasa rugi bila menjualnya ke TPI, ini disebabkan jarak antara TPI dan tempat nelayan cukup jauh. Nelayannelayan yang menjual hasil tangkapan ke TPI adalah nelayan yang hasil tangkapannya cukup relatif besar yaitu berkisar dari 10 sampai 40 kg/trip. Total hasil tangkapan dari 110 nelayan di wilayah Kecamatan Polewali adalah sebesar 524 kg/trip. Total hasil tangkapan ini diperoleh dari beragam tingkatan hasil tangkapan para nelayan. Hasil tangkapan maksimal yang didapat para nelayan adalah 40 kg/trip (Desa Wattang), 13 kg/trip (Desa Polewali) dan 10 kg/trip (Desa Lantora). Sedangkan hasil tangkapan minimal yang didapat para nelayan untuk ketiga desa tersebut adalah 1 kg/trip. Adapun hasil tangkapan rata-rata yang diperoleh para nelayan di wilayah Kecamatan Polewali adalah 5.61 kg/trip. Berdasarkan pada Tabel 21 di atas, jumlah nelayan yang menjual hasil tangkapan ke TPI di Kacamatan Campalagian hanya sebesar 23,81% dan yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI adalah sebesar 76,19%. Tingginya persentase nelayan yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI dikarenakan hasil tangkapan yang tidak terlalu besar (7,10 kg/trip). Hal ini juga disebabkan karena para nelayan pada umumnya sudah mempunyai langganan (pedagang perantara) yang langsung menjual ke pasar, baik pasar lokal maupun pasar luar daerah. Total hasil tangkapan dari 22 nelayan di wilayah Kecamatan Campalagian adalah sebesar 99 kg/trip. Total hasil tangkapan ini diperoleh dari beragam tingkatan hasil tangkapan para nelayan. Hasil tangkapan maksimal yang didapat para nelayan adalah 25 kg/trip (Desa Bonde), 15 kg/trip (Desa Parappe) dan 2 kg/trip (Desa Panyampa). Sedangkan hasil tangkapan minimal yang didapat para nelayan untuk ketiga desa tersebut adalah 1 kg/trip (Desa Bonde dan Panyampa) dan 2 kg/trip (Desa Parappe). Adapun hasil tangkapan rata-rata yang diperoleh para nelayan di wilayah Kecamatan Campalagian adalah 7.10 kg/trip. Berdasarkan jawaban masyarakat nelayan pesisir di Kecamatan Balanipa dari 255 responden yang disurvey, hanya 31,11% nelayan yang menjual hasil tangkapan ke TPI, sedangkan sebagian besar nelayan menjual hasil tangkapan ke pasar atau pedagang perantara. Alasan untuk menjual hasil tangkapan ke pasar atau ke pedagang adalah karena sudah terjalinnya kekerabatan yang cukup lama antara nelayan dengan pedagang perantara, bahkan hasil tangkapan
103
nelayan dipercayakan pada langganan tersebut untuk dijual ke pasar lokal atau pasar luar daerah tanpa dibayarkan oleh pedang perantara terlebih dahulu. Total hasil tangkapan dari 225 nelayan di wilayah Kecamatan Balanipa adalah sebesar 120 kg/trip. Total hasil tangkapan ini diperoleh dari beragam tingkatan hasil tangkapan para nelayan. Hasil tangkapan maksimal yang didapat para nelayan adalah 5 kg/trip (Desa Bala), 8 kg/trip (Desa Pambusuang) dan 20 kg/trip (Desa Sabangsubik). Sedangkan hasil tangkapan minimal yang didapat para nelayan untuk ketiga desa tersebut adalah 1 kg/trip (Desa Bala), 5 kg/trip (Desa Pambusuang) dan 2 kg/trip (Desa Sabangsubik). Adapun hasil tangkapan rata-rata yang diperoleh para nelayan di wilayah Kecamatan Balanipa adalah 5.51 kg/trip. Berdasarkan pada Tabel 20, jumlah nelayan di wilayah Kecamatan Tinambung yang menjual hasil tangkapan ke TPI sejumlah 42,17% dan yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI adalah 57,83%. Perbandingan yang relatif seimbang ini juga disebabkan sebagian lebih para nelayan sudah mempunyai langganan (pedagang perantara). Sama halnya dengan kondisi di Kecamatan Polewali, pengelola TPI juga belum memberikan pelayanan secara maksimal kepada para nelayan. Disamping itu, bila hasil tangkapan sedikit nelayan merasa rugi bila menjualnya ke TPI. Total hasil tangkapan dari 166 nelayan di wilayah Kecamatan Tinambung adalah sebesar 271 kg/trip. Total hasil tangkapan ini diperoleh dari beragam tingkatan hasil tangkapan para nelayan. Hasil tangkapan maksimal yang didapat para
nelayan
adalah
20
kg/trip
(Desa
Karama),
30
kg/trip
(Desa
Tangngatangnga) dan 40 kg/trip (Desa Sepakbatu). Sedangkan hasil tangkapan minimal yang didapat para nelayan untuk ketiga desa tersebut adalah 1 kg/trip (Desa Karama dan Tangngatangnga) dan 5 kg/trip (Desa Sepakbatu). Adapun hasil tangkapan rata-rata yang diperoleh para nelayan di wilayah Kecamatan Tinambung adalah 9.43 kg/trip. 4.3.2. Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran masyarakat pesisir yang dihitung dalam penelitian ini meliputi pengeluaran untuk konsumsi, pajak, biaya pendidikan dan biaya kesehatan keluarga. Biaya konsumsi dibedakan atas pangan dan non pangan. Semua biaya tersebut dihitung dalam satu unit rumah tangga. Khusus untuk pajak tidak dihitung per bulan karena selama pengambilan data di lapangan jenis
104
pajak yang paling dominan dibayarkan oleh masyarakat (terutama petani dan nelayan) adalah pajak bumi dan bangunan. Semua nilai-nilai pengeluaran dikonversi ke dalam nilai rupiah. Total Jumlah pengeluaran masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar berkisar antara Rp 185,000,-2,269,000,- dengan rata-rata Rp 1,005,505,per bulan, tidak termasuk biaya untuk pajak. Proporsi terbesar untuk total pengeluaran tersebut adalah untuk konsumsi pangan sebesar rata-rata Rp 573,464,- per rumah tangga per bulan (Tabel 23). Tabel 23. Kisaran dan rata-rata setiap item pengeluaran masyarakat pesisir di lokasi penelitian (Rp per rumah tangga per bulan) dan jumlah pajak per tahun Pengeluaran Jumlah Konsumsi Pangan Jumlah Konsumsi Non Pangan Total Jumlah Konsumsi Jumlah Pajak Biaya Pendidikan Keluarga Biaya Kesehatan Keluarga Total Jumlah Pengeluaran
Minimum 125,000 25,000 150,000 1,000 4,000 2,000 185,000
Maksimum
Rata-rata ±SD
1,250,000 573,464 1,275,000 291,962 1,875,000 849,352 1,700,000 98,873 764,000 94,427 950,000 69,271 2,269,000 1,005,505
± ± ± ± ± ± ±
203,834 155,927 290,861 206,559 86,204 148,611 354,349
N 830 795 795 803 799 812 795
Hasil analisis ragam semua item-item pengeluaran menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan desa/keluahan (Lampiran 17, 18, 19 dan 20). Hasil Uji beda rata-rata HSD Tukey menunjukkan variasi perbedaan rata-rata antar desa yang cukup besar pada konsumsi non pangan, total jumlah konsumsi, biaya pendidikan keluarga membentuk 5 sampai 6 level nilai rata-rata. Variasi nilai rata-rata biaya konsumsi pangan, pajak dan biaya kesehatan keluarga antara desa tidak relatif lebih rendah dibandingkan dengan item konsumsi tersebut di atas yang hanya membentuk 3 level nilai rata-rata. Hasil uji beda rata-rata antar desa/kelurahan setiap item pengeluaran disajikan dalam sub bahasan masing-masing, sedangkan hasil lengkap uji beda rata-rata dilampirkan bersama dengan hasil analisis ragam. Biaya Konsumsi Hasil uji beda rata-rata antara desa/kelurahan total biaya konsumsi per rumah tangga per bulan menunjukkan bahwa nilai tertinggi Rp 1,005,508,- di Desa Bala signifikan berbeda lebih tinggi dibanding dengan di Desa Bonde, Parappe, Pambusuang, Sabangsubik, Karama dan Sepakbatu. Rata-rata total
105
konsumsi terendah di Desa Sepakbatu Rp 694,359,- singnifikan berbeda lebih rendah dibandingkan dengan di Kelurahan Wattang, Lantora, Polewali dan Desa Tangngatangnga. Sedangkan rata-rata total biaya konsumsi di Desa Panyampa tidak signifikan berbeda dengan semua desa atau kelurahan lainnya (Tabel 24). Biaya untuk konsumsi pangan per rumah tangga per bulan di Desa Bala Kecamatan Balanipa (Rp 814,396,-) signifikan berbeda lebih tinggi dengan semua desa/kelurahan lainnya. Rata-rata konsumsi pangan yang tinggi juga terlihat di Desa Tangngatangnga sebesar Rp 680,679,- tidak signifikan berbeda dengan rata-rata konsumsi pangan masyarakat pesisir di Desa Panyampa, Pambusuang dan Karama tetapi signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan semua desa lainnya. Konsumsi non pangan sangat jelas terlihat perbedaannya antara masyarakat pesisir yang berdomisili di dekat kota dengan yang jauh dari kota kabupaten. Rata-rata konsumsi non pangan di 3 kelurahan kecamatan kota yaitu Kelurahan Wattang, Lantora dan Polewali signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan 9 desa dari 3 kecamatan lainnya yang relatif jauh dari kota kabupaten. Nilai rata-rata konsumsi non pangan terendah di Desa Sepakbatu sebesar Rp 160,458,- kurang dari setengah nilai rata-rata di 3 kelurahan di Kecamatan Polewali. Rata-rata konsumsi non pangan di Desa Bonde, Parappe, Pambusuang, Karama dan Tangngatangnga tergolong sedang yakni lebih tinggi jika dibandingkan dengan Desa Sepakbatu tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi non pangan di Kelurahan Wattang, Lantora dan Polewali. Hasil analisis ragam biaya konsumsi antar desa/kelurahan yang dihitung secara terpisah pada wilayah kecamatan yang dekat dan yang jauh dari kota menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan biaya konsumsi baik konsumsi pangan, non pangan, maupun total konsumsi antar kelurahan di wilayah kecamatan di dekat kota. Sedangkan di wilayah kecamatan yang jauh dari kota terlihat adanya perbedaan biaya konsumsi yang signifikan antar desa (Lampiran 17).
106
Tabel 24. Hasil uji beda rata-rata biaya konsumsi (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan Desa/Kelurahan
Biaya Konsumsi (Rupiah) Pangan
Non Pangan
Total
Wattang
528,602 ± 212,929 a
369,703 ± 128,092 a
898,305 ± 310,063 ab
Polewali Lantora
548,213 ± 203,707 a 520,453 ± 161,657 a
381,088 ± 149,257 a 352,391 ± 144,456 a
927,143 ± 307,128 ab 872,844 ± 255,924 ab
Bonde
542,897 ± 158,843 a
244,313 ± 91,375 b
769,022 ± 237,435 bc
Parappe Panyampa
543,309 ± 147,911
a
613,567 ± 195,408
ab c
254,031 ± 115,374
b
789,059 ± 239,354 bc
230,211 ± 100,496
bc
849,896 ± 249,809 abc
bc
1,005,508 ± 257,327 a 805,793 ± 244,391 bc
Bala Pambusuang
814,396 ± 223,687 566,157 ± 163,782 ab
191,113 ± 96,792 239,090 ± 92,561 b
Sabangsubik
541,479 ± 167,138 a
230,188 ± 98,053 bc
763,525 ± 259,623 bc
b
770,064 ± 312,672 bc
Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
581,844 ± 196,892
ab
680,679 ± 215,860
b
518,621 ± 276,479
a
240,475 ± 109,661 248,441 ± 95,792
b
160,458 ± 118,258
905,288 ± 295,653 ab c
694,359 ± 367,040 c
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Hasil uji Tukey pada wilayah kecamatan yang jauh dari kota menunjukkan bahwa rata-rata total biaya konsumsi di Desa Bala signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan semua desa lainnya kecuali Desa Tangngatangnga dan Panyampa (Tabel 25). Rata-rata biaya konsumsi pangan di Desa Bala signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan semua desa lainnya, sedangkan ratarata biaya konsumsi non pangan di Desa Sepakbatu signifikan berbeda lebih rendah dibandingkan dengan desa lainnya kecuali Desa Bala. Tabel 25. Hasil uji beda rata-rata biaya konsumsi (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dari kota Desa/Kelurahan
Biaya Konsumsi (Rupiah) Pangan
Non Pangan
Total
Wattang
528,602 ± 212,929 a
369,703 ± 128,092 a
898,305 ± 310,063 ab
Polewali
548,213 ± 203,707 a
381,088 ± 149,257 a
927,143 ± 307,128 ab
Lantora
520,453 ± 161,657 a
352,391 ± 144,456 a
872,844 ± 255,924 ab
Keterangan :
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Tingginya konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga karena dalam perhitungan jumlah konsumsi adalah per rumah tangga. Rata-rata konsumsi pangan yang tinggi di Desa Bala dan Tangngatangnga disebabkan jumlah anggota keluarga di desa tersebut memang cukup besar. Berdasarkan hasil hitung tabulasi silang klasifikasi jumlah anggota keluarga
107
menurut desa/kelurahan seperti histogram yang ditampilkan dalam gambar 8, yakni persentase frekuensi jumlah anggota keluarga lebih > 6 orang (cukup tinggi) pada kedua desa tersebut. Tabel 26. Hasil uji beda rata-rata biaya konsumsi (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang jauh dari kota Desa/Kelurahan
Biaya Konsumsi (Rupiah) Pangan
Non Pangan a
Total
Bonde Parappe
542,897 ± 158,843 543,309 ± 147,911 a
244,313 ± 91,375 254,031 ± 115,374 b
769,022 ± 237,435 bc 789,059 ± 239,354 bc
Panyampa
613,567 ± 195,408 ab
230,211 ± 100,496 bc
849,896 ± 249,809 abc
Bala Pambusuang
814,396 ± 223,687
c
566,157 ± 163,782
ab
191,113 ± 96,792
bc
239,090 ± 92,561
b
1,005,508 ± 257,327 a 805,793 ± 244,391 bc
bc
Sabangsubik Karama
541,479 ± 167,138 581,844 ± 196,892 ab
230,188 ± 98,053 240,475 ± 109,661 b
763,525 ± 259,623 bc 770,064 ± 312,672 bc
Tangngatangnga
680,679 ± 215,860 b
248,441 ± 95,792 b
905,288 ± 295,653 ab
Sepakbatu Keterangan :
a
b
518,621 ± 276,479
a
160,458 ± 118,258
c
694,359 ± 367,040 c
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Besarnya konsumsi pangan yang proporsional dengan jumlah anggota keluarga merupakan suatu hal yang sangat logis karena pangan yang merupakan kebutuhan pokok mutlak untuk semua orang. Oleh karena itu semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka semakin banyak jumlah yang dikonsumsi. Perbedaan kecil jumlah konsumsi pangan yang mungkin terjadi adalah berdasarkan umur, misalnya antara bayi dengan orang dewasa. Biaya konsumsi pangan terbesar bagi masyarakat pesisir khususnya yang bekerja sebagai nelayan adalah beras. Biaya untuk lauk pauk pada musim tertentu tidak banyak mengeluarkan biaya untuk membeli ikan karena diperoleh dengan menyisihkan sebagian hasil tangkapan. Pada musim tertentu ketika nelayan tidak menangkap karena pertimbangan musim/cuaca atau ketika bulan purnama nelayan tetap mengeluarkan biaya untuk membeli ikan dan sayuran. Dengan demikian pada dasarnya nelayan pada suatu saat tertentu sebagai produsen dan pada saat lainnya menjadi konsumen. Dalam Tabel 26 terlihat bahwa rata-rata pengeluaran untuk konsumsi non pangan masyarakat pesisir yang berdomisili di Kecamatan Polewali (Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan desadesa lainnya. Rata-rata konsumsi non pangan tertinggi di Kelurahan Polewali sebesar Rp 369,703,- per rumah tangga per bulan mencapai lebih dari dua kali lipat dengan rata-rata konsumsi non pangan terendah di Desa Sepakbatu.
108
Berdasarkan sebaran nilai rata-rata konsumsi non pangan menurut desa/kelurahan
dilokasi
penelitian
maka
dapat
dikatakan
bahwa
ada
kecenderungan tingkat konsumsi non pangan masyarakat lebih tinggi yang tinggal di dekat kota kabupaten dibandingkan dengan di desa-desa yang jauh dari kabupaten. Disamping itu terlihat adanya perbedaan konsumsi non pangan antar desa dalam kecamatan yang sama. Perbedaan diduga terjadi karena konsumsi non pangan terdiri dari berbagai jenis pengeluaran diantaranya: pakaian, perbaikan dan perawatan rumah, transportasi dan komunikasi, penerangan, kebersihan dan keamanan, hiburan, aktivitas sosial dan keluarga, dan biaya lainnya. Banyaknya pos-pos pengeluaran yang tergolong non pangan berpeluang besar menyebabkan variasi antar satu desa dengan desa lainnya. Berbeda dengan rata-rata konsumsi pangan yang sangat ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga, konsumsi non pangan nampak tidak berkorelasi dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Salah satu alasan utama terjadinya hal demikian adalah karena pada umumnya kebutuhan non pangan tidak mutlak harus dipenuhi seperti kebutuhan pangan sehingga besarnya pengeluaran tidak selalu proporsional dengan jumlah anggota keluarga. Disamping itu banyak kebutuhan non pangan yang pengeluarannya tidak harus dikeluarkan oleh setiap orang tetapi cukup satu untuk satu rumah tangga sudah dapat memenuhi semua anggota keluarga. Kebutuhan seperti telepon, kendaraan, perawatan rumah, keamanan dan kebersihan, aktivitas sosial dan keluarga tidak perlu dikeluarkan oleh setiap orang. Argumen bahwa konsumsi non pangan tidak berbanding lurus dengan jumlah anggota keluarga didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran konsumsi non pangan tertinggi di Kelurahan Polewali pada hal jumlah anggota keluarga di kelurahan tersebut relatif kecil dimana persentase dari responden yang memiliki jumlah anggota keluarga < 4 orang yang merupakan klasifikasi jumlah anggota terendah yang digunakan dalam pengelompokan berdasarkan jumlah anggota keluarga tertinggi ketiga (17.5%) setelah Kelurahan Wattang dan Desa Sepakbatu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya tingkat konsumsi non pangan di daerah-daerah yang lebih dekat dengan kabupaten kota, dibandingkan dengan desa yang jauh dari kota seperti: sandang, biaya transportasi dan komunikasi, biaya perbaikan dan perawatan rumah, listrik dan air minum, hiburan
109
dan.kegiatan sosial/keluarga. Aktivitas masyarakat pesisir di Kelurahan Wattang yang berhubungan dengan pekerjaan pokok dalam bidang usaha dagang memerlukan banyak biaya untuk mobolitas dan intensitas komunikasi tinggi menyebabkan biaya transportasi dan komunikasi lebih besar. Biaya telepon rumah maupun telepon selluler dalam komunitas masyarakat lebih maju yang kini sudah lasim, masih sangat kurang dan bahkan tidak ada pada desa tertentu yang lebih terbelakang. Pengeluaran untuk perbaikan dan perawatan rumah di kelurahan yang lebih maju relatif lebih besar dibandingkan dengan di desa utamanya yang berhubungan dengan biaya tenaga kerja. Volume pemakaian listrik dan air minum yang memerlukan pengeluaran khusus pada masyarakat kota bahkan tidak perlu dibiayai khusus pada beberapa desa. Tingkat kebutuhan terhadap hiburan dan rekreasi masyarakat yang lebih maju relatif lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa yang lebih tertinggal, sehingga menambah pengeluaran ekstra untuk pengeluaran non konsumsi masyarakat yang berdomisili di dekat kota. Total jumlah konsumsi merupakan fungsi penjumlahan dari konsumsi pangan dengan non pangan membentuk pola sebaran rata-rata total konsumsi berdasarkan lokasi seperti yang disajikan dalam Tabel 27. Konsumsi pangan yang banyak ditentukan dari besarnya jumlah anggota keluarga dan konsumsi non pangan yang berhubungan dengan pekerjaan dan kemajuan peradaban menyebabkan hasil perbandingan antar desa yang agak berbeda dengan kedua sub bagian konsumsi yaitu pangan dan non pangan. Rata-rata total jumlah konsumsi yang tinggi di Desa Bala dan Tangngatangnga lebih disebabkan oleh tingginya biaya konsumsi akibat jumlah anggota keluarga yang besar, meskipun konsumsi non pangan di kedua desa ini relatif rendah. Sebaliknya di Kelurahan Polewali, Lantora dan Wattang rata-rata total konsumsi cukup tinggi akibat tingginya konsumsi non pangan meskipun jumlah anggota keluarga pada 3 kelurahan tersebut tergolong kecil. Berdasarkan pada besarnya konsumsi pangan dan non pangan pada setiap desa/kelurahan maka didapatkan hasil perhitungan rasio pangan: non pangan secara keseluruhan berkisar antara 148 % (di Kelurahan Wattang) sampai dengan 520 % (di Desa Bala) dengan rata-rata sekitar 268 %. Hasil ini menunjukkan bahwa secara rata-rata keseluruhan masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali konsumsi pangan mencapai lebih dari dua setengah kali lipat dari konsumsi non pangannya.
110
Tabel 27. Rata-rata rasio konsumsi pangan: non pangan (rupiah per rumah tangga per bulan) antar desa/kelurahan Rasio Konsumsi Pangan : Non Pangan (%) Rata-rata ± SD 148 ± 44 a 160 ± 71 ab 172 ± 90 ab 248 ± 118 bc 245 ± 117 abc 347 ± 248 d 520 ± 252 e 272 ± 137 cd 279 ± 156 cd 299 ± 186 cd 334 ± 220 cd 445 ± 270 e
Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
N 59 136 80 43 50 45 59 81 60 69 50 38
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Rata-rata
rasio
pangan:
non
pangan
yang
cukup
besar
ini
mengindikasikan bahwa pada umumnya masyarakat pesisir di lokasi penelitian mengeluarkan uangnya untuk keperluan makan atau masih dalam kondisi bagaimana memenuhi kebutuhan primer. Rasio pangan: non pangan yang tinggi menunjukkan sangat rendahnya pengeluaran untuk konsumsi non pangan. Jika mengacu pada klasifikasi kemajuan suatu negara berdasarkan nilai rasio konsumsi pangan: non pangan maka secara umum status masyarakat pesisir di lokasi penelitian tergolong dalam kategori sedang berkembang. Hasil analisis ragam rasio konsumsi pangan: non pangan berdasarkan desa/kelurahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rasio konsumsi pangan: non pangan berdasarkan lokasi yang diteliti (Lampiran 17). Hasil lanjut uji beda rata-rata memperlihatkan bahwa rata-rata rasio konsumsi pangan: non pangan terendah di Kelurahan Wattang 110% signifikan lebih rendah dibandingkan dengan semua desa lainnya di luar Kecamatan Polewali. Rata-rata rasio tertinggi terhitung di Desa Bala 520% signifikan berbeda lebih rendah dibanding dengan semua desa/kelurahan lainnya kecuali Desa Sepakbatu (Tabel 27). Berdasarkan hasil dalam Tabel 27 dapat dikatakan bahwa secara ratarata konsumsi pangan masyarakat pesisir di semua desa/keluarahan yang diteliti masih lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah konsumsi untuk non pangan. Bahkan dua per tiga dari semua desa/kelurahan yang diteliti konsumsi pangan
111
masyarakat pesisirnya mencapai lebih dari dua kali lipat konsumsi non pangannya. Biaya Pajak Berdasarkan hasil
wawancara dan
jawaban
responden terhadap
besarnya pajak yang dibayar setiap unit rumah tangga, kebanyakan responden hanya membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Sebagian besar responden tidak dikenakan pajak lain selain PBB terutama bagi mereka yang bekerja sebagai nelayan. Jenis pajak lain yang dibayarkan oleh responden yang pekerjaan pokoknya selain nelayan antara lain pajak tambak/sawah/kebun bagi petani dan petambak, pajak usaha bagi pedagang dan pajak kendaraan bermotor bagi pemilik kendaraan bermotor. Jumlah responden yang membayar pajak selain pajak bumi dan bangunan relatif sangat kecil. Besarnya total pajak yang dibayar oleh setiap rumah tangga dari semua desa/kelurahan yang diteliti rentangnya cukup lebar antara Rp 1.000,- sampai dengan Rp 6.000.000,- per tahun. Karena jumlah responden yang pajaknya cukup tinggi hanya beberapa orang saja, maka dalam analisis data dibatasi sampai dengan nilai maksimum pajak Rp 1.700.000,-. Pajak diperoleh dari besar PBB pada beberapa desa, sedangkan pajak tertinggi dibayarkan oleh pengusaha dari Kelurahan Wattang. Rentang yang sangat lebar pada total pajak yang dibayar per rumah tangga per tahun disebabkan tingginya variasi jenis pajak yang dikenakan pada setiap unit rumah tangga. Wajib pajak yang dikenakan kepada seorang kepala keluarga sangat bervariasi tergantung banyaknya objek pajak yang dikenakan sehubungan dengan status kepemilikannya. Pajak bumi dan bangunan juga dapat bervariasi tergantung kelas dan nilai bangunan di atasnya. Oleh karena itu seorang kepala keluarga sangat mungkin memiliki beban pajak yang berbeda dengan kepala keluarga yang lainnya. Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap total pajak yang dibayar per rumah tangga per tahun diketahui bahwa besar pajak yang dibayarkan signifikan berbeda berdasarkan desa/kelurahan yang diteliti (Lampiran 18). Hasil uji beda rata-rata antar desa/kelurahan memperlihatkan bahwa rata-rata besar pajak yang dibayar oleh tiap rumah tangga per tahunnya di Kelurahan Wattang signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan semua desa lainnya termasuk Kelurahan Lantora dan Polewali. Rata-rata besarnya uang dikelurkan masyarakat pesisir untuk membayar pajak di dua kelurahan yang disebutkan terakhir
112
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pajak semua desa lainnya di luar Kecamatan Polewali, sedangkan rata-rata jumlah pajak 9 desa tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (Tabel 28). Tabel 28. Rata-rata total pajak yang dikeluarkan per rumah tangga per tahun pada setiap desa/kelurahan Total Pajak
Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
N
Rata-rata ± SD (Rp) 381.667 219.397 229,217 18,045 5,053 9,170 28,532 4,175 7,710 17,078 11,422 35,015
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
262.118 a 345,994 b 112,674 b 66,418 c 5,649 c 23,241 c 31,832 c 2,356 c 13,790 c 74,395 c 18,207 c 117,089 c
63 131 83 41 51 46 77 90 57 76 52 36
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Hasil analisis ragam terhadap total pajak yang dibayarkan per rumah tangga per tahun secara terpisah antara desa/kelurahan pada wilayah kecamatan yang dekat dan yang jauh dari kota menunjukkan bahwa terlihat perbedaan jumlah pajak yang dibayarkan antara desa/kelurahan dalam wilayah kecamatan yang dekat dari kota dengan desa/kelurahan dalam wilayah kecamatan yang jauh dari kota (Lampiran 18). Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa jumlah pajak yang dibayarkan oleh setiap rumah tangga di Kelurahan Wattang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kedua desa lainnya yang ada dalam wilayah kecamatan yang dekat dengan kota. Sementara rata-rata jumlah pajak yang dibayarkan per rumah tangga per tahun di Desa Sepakbatu
berbeda
nyata
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
di
Desa
Pambusuang dan Parappe (Tabel 29). Pajak yang dibayar setiap rumah tangga per tahun dari Kelurahan Wattang, Polewali dan Lantora lebih tinggi dibandingkan dari desa lainnya, hal ini disebabkan selain objek pajak yang lebih banyak juga karena nilai pajak yang lebih tinggi.
113
Tabel 29. Rata-rata total pajak yang dikeluarkan per rumah tangga per tahun pada setiap desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dengan kota Desa/Kelurahan
Total Pajak Rata-rata ± SD 381,667 ± 262,118 a 219,397 ± 345,994 b 229,217 ± 112,674 b
Wattang Polewali Lantora Keterangan :
N 63 131 83
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Ada beberapa jenis objek pajak di ketiga kelurahan tersebut yang memberikan kontribusi besar dalam pemasukan pajak diantaranya, pajak usaha, pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan, dan pajak kekayaan. Objek pajak yang sama, misalnya PBB untuk sebidang tanah berikut bangunannya lebih tinggi nilai pajaknya apabila objek tersebut berada di lokasi yang dekat dengan kota dibandingkan objek yang sama tetapi lokasinya di desa yang jauh dari kota. Rendahnya pajak yang dibayarkan setiap rumah tangga per tahun oleh masyarakat pesisir yang berdomisili di desa yang jauh dari kota kabupaten disebabkan karena pada umumnya jenis pajak adalah pajak bumi dan bangunan dan pajak kepemilikan tanah/lahan. Jenis pajak lainnya seperti pajak usaha, pajak kendaraan bermotor, dan pajak kekayaan frekuensinya sangat rendah jika dibandingkan dengan di kelurahan kota kabupaten. Tabel 30. Rata-rata total pajak yang dikeluarkan per rumah tangga per tahun pada setiap desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang jauh dengan kota Desa/Kelurahan Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
Total Pajak Rata-rata ± SD 18,045 5,053 9,170 28,532 4,175 7,710 17,078 11,422 35,015
± ± ± ± ± ± ± ± ±
66,418 c 5,649 c 23,241 c 31,832 c 2,356 c 13,790 c 74,395 c 18,207 c 117,089 c
N 41 51 46 77 90 57 76 52 36
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
114
Biaya Pendidikan Keluarga Biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan keluarga bervariasi cukup besar antara Rp 4,000,- sampai dengan Rp 764,000,- per rumah tangga per bulan. Biaya terendah yang tercatat di Desa Pambusuang tersebut merupakan biaya resmi yang dibayarkan ke sekolah oleh orang tua murid Sekolah Dasar (SD). Uang jajan dan biaya lain tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya pendidikan keluarga. Biaya pendidikan keluarga tertinggi sampai Rp 764,000,- di Desa Bala merupakan biaya rata-rata tiap bulan yang di keluarkan oleh orang tua seorang mahasiswa yang anaknya kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Makassar. Berdasarkan hasil analisis ragam biaya pendidikan keluarga berdasarkan desa/keluarahan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan berdasarkan desa/kelurahan 92 (Lampiran 19). Selanjutnya hasil uji beda rata-rata antar desa/kelurahan, variasi antar desa/keluarahan rata-rata biaya pendidikan keluarga cukup besar membentuk 6 level rata-rata. Biaya pendidikan keluarga di Kelurahan Wattang (Rp 211,349,-) per rumah tangga per bulan signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan semua desa/kelurahan lainnya, sedangkan rata-rata biaya pendidikan keluarga terendah di Desa Sabangsubik (Rp 41,967,- per bulan) signifikan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata biaya pendidikan keluarga di Kelurahan Lantora dan Polewali dan Desa Bala dan Parappe (Tabel 31). Tinggi rendahnya biaya pendidikan keluarga yang dikeluarkan oleh seorang kepala keluarga dalam salah satu desa/kelurahan ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya jenjang pendidikan, status sekolah, jarak sekolah dengan tempat tinggal, biaya partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah, dan kebijakan tingkat sekolah. Hasil analisis ragam secara terpisah antar kelurahan/desa pada wilayah yang dekat dengan kota dan yang jauh dengan kota menunjukkan bahwa terdapat perbedaan biaya pendidikan keluarga antar kelurahan/desa baik dalam wilayah kecamatan yang dekat maupun yang jauh dengan kota (Lampiran 19). Hasil uji beda rata-rata biaya pendidikan keluarga pada dua wilayah kecamatan tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara ketiga kelurahan dalam wilayah kecamatan yang dekat dengan kota dimana tertinggi di Kelurahan Wattang dan terendah di Polewali
115
Tabel 31. Rata-rata biaya pendidikan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan Desa/Kelurahan
Biaya Pendidikan Keluarga
N
Wattang Polewali
Rata-rata ± SD (Rp) 211,349 ± 99,171 a 95,250 ± 66,078 cde
63 128
Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
125,926 51,786 100,943 50,556 140,881 62,220 41,967 74,588 71,346 70,132
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
81 42 53 45 67 84 61 85 52 38
Keterangan :
65,841 bc 13,607 ef 82,445 bcd 23,506 f 164,494 b 41,393 def 30,486 f 54,128 def 57,634 def 34,533 def
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Sementara rata-rata biaya pendidikan di Desa Bala dan Parappe dalam wilayah kecamatan yang jauh dari kota signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Sabangsubik, Panyampa dan Bonde (Tabel 32 dan 33). Tabel 32. Rata-rata biaya pendidikan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dengan kota Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Keterangan :
Biaya Pendidikan Keluarga
N
Rata-rata ± SD (Rp) 211,349 ± 99,171 a 95,250 ± 66,078 cde 125,926 ± 65,841 bc
63 128 81
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Perbedaan
jenjang
pendidikan
anggota
keluarga
sangat
besar
pengaruhnya terhadap biaya pendidikan keluarga. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang diikuti oleh seorang anggota keluarga, cenderungnya semakin tinggi biaya yang dikeluarkan. Hal ini yang menyebabkan tingginya biaya ratarata pendidikan yang dikeluarkan oleh kepala keluarga di Kelurahan Wattang. Selain jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena banyak kepala keluarga yang anaknya mengikuti jenjang pendidkan
tinggi
(perguruan tinggi) mengikuti
116
program diploma dan sarjana juga jumlah anggota keluarga yang tergolong usia sekolah relatif lebih banyak dibandingkan dengan desa lainnya. Kedua faktor tersebut menyebabkan lebih tingginya rata-rata biaya pendidikan di Kelurahan Wattang dibandingkan desa/kelurahan lainnya. Tabel 33. Rata-rata biaya pendidikan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan di wilayah kecamatan yang jauh dengan kota Desa/Kelurahan Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
Biaya Pendidikan Keluarga Rata-rata ± SD (Rp) 51,786 ± 13,607 ef 100,943 ± 82,445 bcd 50,556 ± 23,506 f 140,881 ± 164,494 b 62,220 ± 41,393 def 41,967 74,588 71,346 70,132
± ± ± ±
30,486 f 54,128 def 57,634 def 34,533 def
N 42 53 45 67 84 61 85 52 38
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Perbedaan status sekolah yang dipilih dapat menyebabkan perbedaan biaya pendidikan, karena pada jenjang pendidikan yang sama biaya yang dikeluarkan dapat berbeda antara sekolah negeri dengan swasta. Biaya pendidikan pada beberapa sekolah swasta seperti pada jenjang sekolah menengah umum (SMU) relatif lebih rendah dibandingkan dengan biaya pada sekolah negeri. Perbedaan biaya pendidikan sesuai status sekolah antara negeri dengan swasta terutama pada jenjang SMU sudah mulai terjadi di kelurahan kota seperti Wantang dan Polewali karena besaran dalam wilayah kota kabupaten. Sekolah yang berstatus swasta belum banyak ditemukan di desa/kelurahan yang agak jauh dari kabupaten kota. Populasi anak usia sekolah yang lebih tinggi di perkotaan menyebabkan tidak semua anak usia sekolah masuk ke sekolah negeri, tetapi banyak diantaranya yang harus masuk di sekolah-sekolah swasta. Jarak antara sekolah dengan tempat tinggal seorang anak sekolah menentukan besarnya biaya transportasi. Khususnya pada jenjang SMU, ada beberapa desa yang harus mengeluarkan biaya yang cukup signifikan untuk trasportasi ke sekolah karena jarak yang cukup jauh. Biaya ini tidak terlalu besar bagi anak sekolah yang berdomisili dekat kabupaten kota karena jaraknya yang dekat antara tempat tinggalnya dengan sekolah.
117
Hampir semua sekolah masih memungut biaya partisipasi orang tua siswa yang biasanya dipungut pada awal tahun ajaran. Besarnya biaya ini sangat tergantung pada kebijakan tiap sekolah. Kebijakan sekolah yang berhubungan dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua siswa sangat ditentukan oleh kebijakan pada tingkat sekolah. Biaya-biaya tambahan yang diperuntukkan untuk kelancaran proses belajar mengajar, kegiatan organisasi sekolah, dan kebgiatan lainnya yang memerlukan biaya sangat ditentukan oleh kebijakan lokal pada masing-masing sekolah. Biaya Kesehatan Keluarga Pengeluaran untuk biaya kesehatan keluarga masyarakat pesisir di lokasi penelitian bervariasi cukup tinggi dalam kisaran Rp 2,000,- (Desa Pambusuang dan Sabangsubik) sampai dengan Rp 950,000,- (Kelurahan Lantora) per rumah tangga per bulan. Data biaya kesehatan keluarga yang dicatat dalam penelitian ini pada umumnya mengikuti nilai perkiraan responden berdasarkan besarnya biaya yang biasa dikeluarkan sekali berobat pada puskesmas terdekat. Ketika wawancara dilakukan banyak dari responden yang mengalami kesulitan dalam memperkirakan besarnya biaya yang digunakan untuk kesehatan karena frekuensi pengeluaran biaya untuk kesehatan tidak rutin. Banyak dari responden yang diwawancarai bahkan lupa kapan terakhir kali berobat ke puskesmas. Akibatnya adalah banyak diantara mereka sulit memperkirakan berapa besar rata-rata per bulannya untuk biaya kesehatan keluarga tersebut karena pengeluaran untuk itu sifatnya insidentil. Dengan asumsi bahwa bagi responden yang sulit menaksir biaya kesehatan keluarga paling tidak mengeluarkan biaya sekali sebulan sebesar biaya sekali berobat maka didapatkan data pengeluaran untuk biaya kesehatan keluarga yang digunakan dalam analisis penelitian ini. Hasil analisis ragam biaya kesehatan keluarga berdasarkan desa/kelurahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan besar biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan keluarga setiap bulannya (Lampiran 20). Selanjutnya dari hasil uji beda rata-rata antar desa/kelurahan menunjukkan bahwa biaya kesehatan keluarga tertinggi di Kelurahan Lantora dengan rata-rata Rp 395,528,- per bulan signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan di Kelurahan Wattang (Rp 132,951,- per rumah tangga per bulan). Biaya kesehatan keluarga di kedua kelurahan tersebut lebih
118
tinggi
dibandingkan
dengan
rata-rata
biaya
kesehatan
keluarga
di
desa/kelurahan lainnya (Tabel 34). Tabel 34. Rata-rata biaya kesehatan keluarga per rumah tangga pada setiap desa atau kelurahan Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga
Rata-rata ± SD (Rp)
N
132,951 51,977 395,528 5,951
± ± ± ±
100,997 a 73,856 b 231,351 c 3,435 b
61 132 90 41
5,255 10,000 21,647 8,557 8,855
± ± ± ± ±
4,004 b 11,027 b 30,978 b 5,724 b 6,433 b
51 40 68 89 64
8,518 ± 21,602 b 9,679 ± 13,911 b
85 53
19,211 ± 7,469 b
Sepakbatu Keterangan :
Biaya Kesehatan Keluarga
38
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Hasil analisis ragam secara terpisah antar kelurahan/desa pada wilayah yang dekat dengan kota dan yang jauh dari kota menunjukkan bahwa terdapat perbedaan biaya kesehatan keluarga antar kelurahan/desa baik dalam wilayah kecamatan yang dekat maupun yang jauh dari kota (Lampiran 20). Hasil uji beda rata-rata biaya kesehatan keluarga pada dua wilayah kecamatan tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara ketiga kelurahan dalam wilayah kecamatan yang dekat dari kota dimana tertinggi di Kelurahan Wattang dan terendah di Polewali. Sementara rata-rata biaya kesehatan keluarga di Desa Bala dan Parappe dalam wilayah kecamatan yang jauh dari kota signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Sabangsubik, Panyampa dan Bonde (Tabel 35 dan 36). Salah satu alasan utama kemungkinan penyebab perbedaan biaya kesehatan keluarga adalah tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Tingkat kesadaran terhadap kesehatan sangat terkait dengan tingkat pendidikan dan informasi. Pada umumnya tingkat kesadaran meningkat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan suatu masyarakat.
119
Tabel 35. Rata-rata biaya kesehatan keluarga per rumah tangga pada setiap kelurahan di wilayah kecamatan yang dekat dengan kota Desa/Kelurahan
Biaya Kesehatan Keluarga Rata-rata ± SD (Rp) 132,951 ± 100,997 a 51,977 ± 73,856 b 395,528 ± 231,351 c
Wattang Polewali Lantora Keterangan :
N 61 132 90
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
Hal ini yang menyebabkan kecenderungan lebih tingginya rata-rata biaya kesehatan keluarga bagi yang berdomisili di dekat kota seperti di Kelurahan Lantora dan Wattang. Tingkat pendidikan tertinggi kepala keluarga dan anggota keluarga pada dua kelurahan tersebut memang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya yang jauh dari kota. Tabel 36. Rata-rata biaya kesehatan keluarga per rumah tangga pada setiap desa di wilayah kecamatan yang jauh dari kota Desa/Kelurahan
Biaya Kesehatan Keluarga Rata-rata ± SD (Rp) 5,951 ± 3,435 b
Bonde
N 41
Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik
5,255 10,000 21,647 8,557 8,855
4,004 b 11,027 b 30,978 b 5,724 b 6,433 b
51 40 68 89 64
Karama Tangngatangnga Sepakbatu
8,518 ± 21,602 b 9,679 ± 13,911 b 19,211 ± 7,469 b
85 53 38
Keterangan :
± ± ± ± ±
Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).
4.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Pengeluaran Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga masyarakat pesisir, digunakan analisis regresi berganda antara pendapatan dan pengeluaran (Y) dengan beberapa variabel penduga (X). Variabel-variabel penduga yang digunakan dalam regresi pendapatan antara lain umur kepala keluarga, pendidikan tertinggi kepala keluarga, anggota keluarga, jumlah anggota keluarga bekerja, hak kepemilikan
120
sarana/fasilitas, jumlah sarana dan prasarana, perhatian pemerintah, dan ada tidaknya pekerjaan selingan. Keseluruhan variabel tersebut, juga digunakan dalam perhitungan regresi pengeluaran kecuali jumlah anggota keluarga bekerja digantikan dengan jumlah anggota keluarga dibiayai. Dalam analisis regresi antara pendapatan dan pengeluaran digunakan variabel numerik maupun kategorik. Variabel kategorik dijadikan menjadi variabel dummy dengan jumlah variabel sebanyak total kategori suatu variabel dikurangi satu. Nilai-nilai ekstrim yang terlalu jauh dengan nilai rata-rata pendapatan, tidak dimasukkan dalam analisis, yaitu nilai pendapatan yang lebih dari Rp 3,000,000,-. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Hasil perhitungan regresi linier berganda (Lampiran 21) antara total pendapatan dengan beberapa variabel penduga yang digunakan menunjukkan bahwa variabel-variabel yang signifikan berkorelasi dengan total pendapatan antara lain adalah: umur kepala keluarga (X1), pendidikan tertinggi kepala keluarga (X2), pendidikan tertinggi anggota keluarga (X3), jenis pekerjaan pokok (X4), perhatian pemerintah (X7), jumlah sarana/prasarana (X8), ada tidaknya pekerjaan selingan (X9) dan jumlah anggota keluarga bekerja (X10). Hubungan antara total pendapatan (Y) dengan variabel-variabel tersebut berdasarkan analisis regresi menggunakan metode stepwise adalah seperti dirangkum dalam Tabel 37. Tabel 37. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total pendapatan (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No. 1 2 3 4 5 6 7 ** * (-) tn
Variabel Jumlah A. Keluarga Bekerja Pendidikan KK SD Pekerjaan Selingan Pendidikan AK SMA PP Tani/Ternak PPM Sangat Kurang Umur KK R2 = 0,306
Simbol X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Koefisien regresi 306859,55 -180568,56 329155,15 250971,50 -394108,67 -222633,50 5865,93
= sangat signifikan pada = 1% t0,05/2;128 = 1,960 = signifikan pada = 5% = Menunjukkan berbanding terbalik terhadap Y t0,01/2;128 = 2,576 = tidak signifikan
t hitung 9,0321** -2,6659** 4,1183** 3,6872** -2,9562** -2,6660** 2,3127* .
121
Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi dari persamaan regresi tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa keragaman tingkat pendapatan total masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam analisis, karena hanya sekitar 31% keragaman total pendapatan dijelaskan dari variabel-variabel penduga yang digunakan dalam analisis. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berpengaruh secara simultan dan tidak dikontrol oleh salah satu faktor tertentu saja. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa meskipun terdapat korelasi yang signifikan antara beberapa faktor yang digunakan dalam analisis regresi, tetapi pengaruhnya sangat lemah dan masih lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam analisis. Hasil ini dapat terjadi
karena
beragamnya
sumber-sumber
pendapatan
yang
dapat
mempengaruhi total pendapatan masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis pekerjaan pokok, umur, tingkat pendidikan, dan sumberdaya alam lainnya yang berpotensi menyebabkan besarnya keragaman tingkat pendapatan masyarakat. Berdasarkan nilai koefisien korelasi parsial setiap variabel dalam persamaan regresi berganda tersebut meskipun korelasinya lemah, dapat dikatakan bahwa total pendapatan naik atau menurun sebesar sekitar Rp 306.860,- pada setiap tambahan seorang jumlah anggota keluarga yang bekerja, dengan asumsi variabel-variabel lainnya konstan. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan rata-rata setiap orang masih tergolong rendah karena pengaruhnya terhadap total pendapatan satu keluarga masih sangat tinggi. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan pendidikan tidak hanya signifikan berkorelasi dengan tingkat pendidikan kepala keluarga tetapi juga dengan tingkat pendidikan anggota keluarga. Ada kecenderungan total pendapatan meningkat dengan meningkatnya jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti baik kepala keluarga maupun anggota keluarga. Rata-rata total pendapatan menurun sekitar Rp 180.569,- ketika pendidikan kepala keluarga hanya setingkat SD dan naik sekitar Rp 250.971, ketika anggota keluarga berpendidikan SMU atau sederajad dengan asumsi faktor lainnya dianggap konstan. Kenaikan rata-rata total pendapatan dengan meningkatnya tingkat pendidikan baik kepala keluarga maupun anggota keluarga dapat dihubungkan dengan meningkatnya wawasan dan kemampuan suatu keluarga dalam manajemen usaha dan pengembangan potensi keluarga dalam memanfaatkan
122
potensi sumberdaya yang ada sehingga produktivitas kelarga semakin meningkat. Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang berpendidikan lebih tinggi memungkinkan meningkatnya kemampuan dalam mengelola pekerjaannya sehingga lebih efektif dan berpeluang meningkatkan pendapatan. Ada beberapa hal dimana pendidikan dapat berpengaruh secara langsung maupun
tidak
langsung
terhadap
pendapatan
diantaranya
kemampuan
komunikasi, aksesibiltas dan penguasaan pasar, peningkatan kemampuan teknis dalam pengelolaan beberapa unit bisnis yang berkenaan dengan produk-produk perikanan dan kelautan yang banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Pengaruh pekerjaan pokok terhadap total pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir di lokasi penelitan menunjukkan bahwa variasi total pendapatan lebih banyak disebabkan karena perbedaan pekerjaan pokok utamanya antara petani/peternak/pekebun dengan pekerjaan pokok lainnya. Keluarga yang pekerjaan pokoknya sebagai petani/peternak/pekebun memiliki rata-rata tingkat pendapatan lebih rendah dibandingkan dengan keluarga lainnya yang pekerjaan pokoknya berbeda. Perbedaan pekerjaan pokok antara petani/peternak/pekebun ini dengan pekerjaan lainnya dapat menyebabkan perbedaan rata-rata pendapatan sekitar Rp 350,000,- per bulan. Pengaruh pekerjaan pokok ini sangat logis dimana kecenderungan tingkat pendapatan antara pengusaha, nelayan, petani dan jasa lainnya hampir terjadi pada semua daerah. Salah satu alasan utama penyebab lebih rendahnya pendatan rata-rata yang bekerja sebagai petani/peternak/pekebun adalah kondisi sumberdaya alam yang kurang mendukung dimana kondisi lahan pertanian/perkebunan rata-rata memiliki tingkat kesuburan dan produktivitas yang rendah. Sementara peternak yang banyak memelihara ayam untuk konsumsi seperti ayam potong tidak memberikan keuntungan yang besar karena masyarakat pesisir lebih terbiasa mengkonsumsi ikan dengan harga yang lebih terjangkau. Apabila hasil ternak dijual ke tempat lain maka jelas memerlukan biaya tambahan paling tidak untuk transport sehingga keuntungan yang diperoleh semakin menurun. Selain itu petani/peternak/pekebun memiliki waktu kerja efektif yang lebih kecil jika dibandingkan dengan perkerjaan pokok lainnya seperti usaha dagang karena sangat tergantung musim. Hal ini jelas mempengaruhi pendapatan total rata-rata per bulannya yang diperoleh dari pekerjaan pokok tersebut.
123
Korelasi positif antara umur kepala keluarga dengan tingkat pendapatan masyarakat pesisir menunjukkan bahwa paling tidak sampai dengan batas umur kepala keluarga yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki kecenderungan meningkatnya pendapatan
dengan semakin bertambahnya umur kepala
keluarga, meskipun pengaruhnya sangat kecil. Pengaruh ini dapat terjadi karena kematangan dan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah ekonomi termasuk dalam pekerjaan dan pemenuhan kebutuhannya semakin bertambah dengan bertambahnya umur seseorang. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Rumah Tangga Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total pengeluaran dengan beberapa variabel penduga yang digunakan, menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang signifikan berkorelasi dengan total pengeluaran. Hubungan tersebut adalah umur kepala keluaraga (X1), pendidikan tertinggi kepala keluarga dan anggota keluarga (X2 dan X3), jenis dan lama pekerjaan pokok ditekuni (X4 dan X5), perhatian pemerintah (X7), jumlah sarana dan prasarana (X8), ada tidaknya pekerjaan sampingan (X9), jumlah anggota keluarga dibiayai dan total jumlah anggota keluarga (X10 dan X11) seperti disajikan dalam matriks korelasi
dalam Lampiran
22.
Hasil
analisis
regresi
berganda
menggunakan metode stepwise antara total pengeluaran dengan beberapa variabel penduga yang digunakan menunjukkan bahwa hubungan antara total pengeluaran (Y) dengan variabel-variabel tersebut mengikuti persamaan sesuai dengan koefisien masing-masing variabel yang dirangkum dalam Tabel 38. Sesuai nilai koefisien determinasi yang didapatkan menunjukkan bahwa keragaman total pengeluaran dapat dijelaskan sebesar sekitar 74.1% dari variabel-variabel jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga (SD), jenis pekerjaan pokok (usaha dagang), umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dibiayai, pendidikan anggota keluarga (SD), perhatian pemerintah (sangat kurang dan besar). Total jumlah pengeluaran sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga (X11). Nilai koefisien korelasi parsial antara total jumlah pengeluaran dengan jumlah anggota keluarga relatif cukup besar dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan variabel lainnya. Keragaman total jumlah pengeluaran dapat terjelaskan lebih dari separuh (51.4%) dari keragaman variabel jumlah anggota keluarga.
124
Tabel 38. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total pengeluaran (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 ** * (-) tn
Variabel Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan Kepala Keluarga SD PP Usaha Dagang Umur KK Jumlah A. Keluarga Dibiayai Pend. AK SD PPM Sangat Kurang PPM Besar R2 = 0,306
Simbol Koefisien regresi X1 124.386,60 X2 -202.435,98 X3 111.122,96 X4 2.074,28 X5 26853,18 X6 -48880,41 X7 -58208,70 X8 151898.40
= sangat signifikan pada = 1% = signifikan pada = 5% = Menunjukkan berbanding terbalik terhadap Y = tidak signifikan
t hitung 29,9034** -9,2207** 4,3854** 2,8213** 2,6988** -2,7277** -2,4510* . 2,2288* .
t0,05/2;256 = 1,960 t0,01/2;256 = 2,576
Hal ini disebabkan karena tingginya porsi pengeluaran yang berasal dari konsumsi (terutama pangan) dimana faktor tersebut memang berkorelasi sangat kuat dengan jumlah anggota keluarga. Tingginya proporsi pengeluaran untuk konsumsi dalam total pengeluaran menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat
pesisir
di
Kabupaten
Polewali
Mandar
masih
dominan
membelanjakan pendapatannya untuk kebutuhan primer yaitu konsumsi pangan. Persentase jumlah konsumsi terhadap total pengeluaran sangat besar pada wilayah pesisir yang tingkat pendapatannya masih tergolong rendah yakni sebagian besar pada desa-desa pesisir di kecamatan yang relatif jauh dari kecamatan kota. Untuk menunjukkan bagaimana hubungan antara setiap item pengeluaran dengan varaiabel-variabel yang digunakan dalam analisis regresi dengan total pendapatan maka dilakukan analisis secara terpisah masing-masing dengan variabel respon (Y): total konsumsi, konsumsi pangan, konsumsi non pangan, biaya pendidikan dan biaya kesehatan keluarga (Lampiran 21, 22, 23, dan 24 ). Analisis regresi secara parsial untuk total konsumsi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi parsial antara total konsumsi dengan jumlah anggota keluarga (0.801) menjelaskan lebih dari 64% (64.1%) total keragaman jumlah total konsumsi. Nilai ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengaruh tunggal variabel ini terhadap total pengeluaran (51.4%). Hasil ini menguatkan hasil yang menunjukkan bahwa pengeluaran total lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga dimana memiliki korelasi yang sangat kuat dengan jumlah konsumsi utamanya konsumsi pangan. Hasil analisis regresi yang lebih spesifik ditunjukkan dari regresi antara
125
jumlah konsumsi pangan dengan variabel-variabel penduga tersebut yang menunjukkan bahwa sebagian besar (85.5%) keragaman jumlah konsumsi pangan dijelaskan secara tunggal oleh variabel jumlah anggota keluarga. Artinya adalah bahwa rata-rata jumlah pengeluaran rumah tangga masyarakat pesisir di lokasi penelitian sangat dominan dipengaruhi oleh jumlah angghota keluarga dalam satu rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin meningkat jumlah pengeluaran untuk konsumsi pangan dengan rata-rata kenaikan sekitar Rp 94269,- per bulan setiap jumlah anggota keluarga bertambah satu orang. Hubungan antara total konsumsi, konsumsi pangan dan konsumsi non pangan (Y) dengan variabel-variabel penduganya melalui analisis regresi berganda metode stepwise menguikuti persamaan sesuai dengan koefisien masing-masing variabel seperti dirangkum dalam Tabel 39, 40 dan 41. Tabel 39. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara total konsumsi (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No. 1 2 3 4 5 6
** * (-) tn
Variabel Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan KK SD Pend. AK SD Pend KK SMA PP Usaha Dagang PPM Sangat Kurang 2 R = 0,756
= = = =
Simbol X1 X2 X3 X4 X5 X6
Koefisien regresi
t hitung
113778,54 -158815,58 -49764,72 -66899,37 576003,72 -40170,54
33,2852** -7,8478** -3,3606** -2,9240** 2,7823** -2,0352* .
sangat signifikan pada = 1% signifikan pada = 5% menunjukkan berbanding terbalik terhadap Y tidak signifikan
t0,05/2;64 = 1,999 t0,01/2;64 = 2,657
Tabel 40. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara konsumsi pangan (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No.
Variabel
1 2 3 4 5 6
** * (-) tn
Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang Jumlah A. Keluarga Dibiayai Pend. KK SMA PPM Kurang PPM Besar 2 R = 0,903
= = = =
Simbol
Koefisien regresi
X1 X2 X3 X4 X5 X6
sangat signifikan pada = 1% signifikan pada = 5% menunjukkan berbanding terbalik terhadap Y tidak signifikan
94269,46 126782,58 -21260,98 -38338,54 16061,40 56855,14
t
hitung
57,6842** 13,1936** -5,4033** -3,9768** 2,3193* . 2,0965* .
t0,05/2;64 = 1,999 t0,01/2;64 = 2,657
126
Tabel 41. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara konsumsi non pangan (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No.
Variabel
1 2 3 4 5 6 7
** * (-) tn
Simbol
Pend. KK SD Jumlah Anggota Keluarga Jumlah A. Keluarga Dibiayai PP Usaha Dagang Pend. AK SD PP Nelayan PP Tani/Petani Tambak R2 = 0,407
= = = =
Koefisien regresi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
-152935,74 20529,41 -23026,63 -90967,56 -38275,09 -58273,32 -69372,85
sangat signifikan pada = 1% signifikan pada = 5% menunjukkan berbanding terbalik terhadap Y tidak signifikan
t
hitung
-10,2613** 7,3209** -3,4838** -4,8131** -3,2073** -36493** -2,6674**
t0,05/2;128 = 1,960 t0,01/2;128 = 2,576
Dalam ketiga persamaan regresi tersebut di atas nampak bahwa variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh cukup besar terhadap ketiga respon tersebut. Pengaruh pendidikan tertinggi kepala keluarga setingkat SD nampak cukup tinggi terhadap total konsumsi dan konsumsi non pangan, dimana keduanya cenderung menurun ketika kepala keluarga berpendidikan SD dan sebaliknya
meningkat
pada
rumah
tangga
yang
kepala
keluarganya
berpendidikan lebih tinggi dari SD. Hasil ini mengindikasikan adanya korelasi dan tendensi meningkatnya konsumsi non pangan dengan meningkatnya jenjang pendidikan kepala ke|uarga. Pengaruh ini dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Pola perilaku konsumsi masyarakat pesisir yang berkenaan dengan pendidikan terkait dengan berbagai jenis pungeluaran seperti kebutuhan yang sifatnya sekunder seperti pakaian, perbaikan perabot rumah tangga, komunikasi dan hiburan. Korelasi antara pengeluaran untuk konsumsi dan kedua itemnya bukan saja ditunjukkan dengan tingkat pendidikan kepala keluarga tetapi juga dengan tingkat pendidikan anggota keluarga. Hal ini berarti bahwa pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengeluaran khsusnya konsumsi tidak hanya ditentukan oleh kepala keluarga tetapi juga anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi adalah perhatian pemerintah berdasarkan opini setiap rumah tangga yang deiteliti. Berdasarkan nilai koefisien korelasi parsial antara opini masyarakat pesisir terhadap perhatian pemerintah dengan ketiga respon mengenai konsumsi nampak adanya kecenderungan meningkatnya nilai konsumsi secara total dan konsumsi pangan dengan meningkatnya skala perhatian pemerintah. Hal ini
127
diduga terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat pesisir dengan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap suatu wilayah yang mendorong tingkat konsumsi ikut meningkat dengan meningkatnya pendapatan. Hasil analisis regresi antara biaya pendidikan rata-rata setiap keluarga dengan variabel-variabel penduga yang digunakan tersebut di atas (Tabel 42) menunjukkan bahwa variasi jumlah biaya pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh variabel lain di luar jumlah anggota keluarga dibiayai, jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan pokok dan perhatian pemerintah. Keempat variabel yang disebutkan terakhir hanya dapat menjelaskan kurang dari separuh (42.5%) total
keragaman biaya pendidikan. Diantara
keempat variabel
tersebut
banyaknya jumlah anggota keluarga yang dibiayai (X10) merupakan variabel yang relatif lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan variabel lainnya terhadap biaya pendidikan. Hubungan antara besarnya biaya pendidikan rata-rata per bulan setiap rumah tangga dengan variabel tersebut mengikuti persamaan sesuai dengan koefisien tiap variabel seperti dirangkum dalam Tabel 42 Tabel 42. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara biaya pendidikan keluarga (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No. 1 2 3 4 ** * tn
Variabel
Simbol
Jumlah A. Keluarga Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang PPM Cukup R2 = 0,425 = sangat signifikan pada = 1% = signifikan pada = 5% = tidak signifikan
X1 X2 X3 X4
Koefisien regresi 63781,01 12364,80 32147,26 28257,37
t hitung 14,2734** 6,7160** 3,1335** 2,8636* .
t0,05/2;16 = 2.120 t0,01/2;16 = 2.921
Rata-rata biaya pendidikan setiap bulan meningkat sekitar Rp 63.781,dengan bertambahnya satu orang anggota keluarga dibiayai dengan asumsi bahwa pengaruh variabel lainnya diangap konstan. Dari hasil ini terlihat bahwa secara umum masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar memiliki anggota keluarga yang pendidikannya masih lebih dominan pada tingkat pendidikan SMU atau lebih rendah atau masih relatif kurang pada jenjang pendidikan tinggi. Biaya rata-rata pendidikan kurang dari Rp 100.000,- per bulan dianggap hanya cukup membiayai seorang anggota keluarga yang berpendidikan SMU atau lebih rendah.
128
Biaya pendidikan keluarga nampak juga berkorelasi dengan pekerjaan pokok kepala keluarga, dimana ada kecenderungan biaya pendidikan naik sekitar Rp. 32.147,- per bulan pada keluarga yang pekerjaan pokoknya sebagai pengusaha/pedagang melebihi keluarga yang pekerjaan pokoknya bukan pedagang/pengusaha. Hal ini diduga terkait dengan tingkat pendidikan kepala keluarga itu sendiri dan kesadarannya terhadap peran pendidikan. Sesuai dengan kenyataan yang didapatkan di lapangan, pada umumnya kepala keluarga yang pekerjaan pokoknya sebagai pedagang/pengusaha memiliki anak atau anggota keluarga yang berpendidikan atau sekolah pada jenjang yang lebih tinggi. Disamping itu, pada umumnya perhatian orang tua lebih tinggi dalam mengalokasikan biaya pendidikan untuk keluarganya. Ada beberapa alasan sehingga fakta ini terjadi, diantaranya adalah tingkat pendapatan mereka yang pekerjaan
pokoknya
sebagai
pengusaha/pedagang
relatif
lebih
tinggi
dibandingkan dengan pekerjaan pokok lainnya seperti nelayan, petani/pekebun/ peternak dan jasa lainnya. Oleh karena itu kemampuan membiayai pendidikan keluarganya juga lebih tinggi. Dampak lain dari perbedaan tingkat pendapatan tersebut adalah pemilihan skala prioritas keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan dalam kondisi tingkat pendapatan rendah. Keluarga yang pendapatannya relatif rendah lebih cenderung memprioritaskan memenuhi kebutuhan pokok yaitu konsumsi (terutama pangan) lebih dahulu dibandingkan dengan kebutuhan lainnya termasuk biaya pendidikan anak-anaknya. Hal ini bukan berarti bahwa kesadaran mereka terhadap peran dan arti penting pendidikan kurang, tetapi bisa saja dengan kesadaran mereka yang tinggi terpaksa dikorbankan demi memenuhi kebutuhan pokoknya. Hal ini sangat banyak ditemukan ketika dilakukan wawancara dengan responden di lapangan. Biaya kesehatan keluarga merupakan salah satu sumber pengeluaran yang sifatnya sangat variatif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, meskipun tidak ada faktor atau variabel tunggal yang mengontrol jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan keluarga. Beberapa variabel tersebut (Lampiran 19) diantaranya pendidikan kepala keluarga, jenis pekerjaan pokok, lama pekerjaan pokok ditekuni, kepemilikan sarana/prasarana, jumlah anggota keluarga dibiayai, dan jumlah sarana/prasarana mengikuti persamaan sesuai dengan koefisien tiap variabel seperti dirangkum dalam Tabel 43.
129
Tabel 43. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara biaya kesehatan keluarga (Y) dengan beberapa variabel penduga (X) No.
Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8
Pend KK SD PP Usaha Dagang Lama PP PPM Besar Kepemilikan Sarana Jumlah A.Keluarga Dibiayai JS Kurang JS Cukup
Simbol
Koefisien regresi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
-33629,89 30908,00 618,35 58128,75 14744,40 8040,84 -133899,42 -121381,17
t hitung -4,6975** 3,8869** 2,4410* . 2,7261** 2,8018** 2,5962** -2,5966** -2,3619* .
R2 = 0,304 ** * (-) tn
= = = =
sangat signifikan pada = 1% signifikan pada = 5% menunjukkan berbanding terbalik terhadap Y tidak signifikan
t0,05/2;256 = 1,960 t0,01/2;256 = 2,576
Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut dapat dikatakan bahwa besarnya pengeluaran untuk biaya kesehatan keluarga sangat sulit untuk diprediksikan dengak akurat. Dari semua variabel yang digunakan dalam persamaan regresi tersebut di atas hanya dapat menjelaskan keragaman biaya kesehatan keluarga sekitar 30.4% yang berarti faktor lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan tersebut lebih besar pengaruhnya. Ada beberapa alasan yang mendasari
sehingga
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
besarnya
jumlah
pengeluaran untuk biaya kesehatan keluarga sangat sulit untuk diprediksikan diantaranya adalah karena masalah sehat idaknya seseorang sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang secara logika sulit dikontrol oleh manusia atau masyarakat itu sendiri. Dengan demikian sangat sulit untuk menentukan salah satu atau beberapa faktor menonjol yang menentukan sakit tidaknya seseorang. Jenis penyakit dan penyebabnya yang sangat beragam menyebabkan variabilitas yang tinggi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kesehatan seseorang. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingginya keragaman dan sulitnya mendeterminasi faktor yang secara sistematis mempengaruhi alokasi pengeluaran satu rumah tangga untuk biaya kesehatan keluarga. 4.4.
Pendapatan Asli dan Anggaran Belanja Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) dihitung berdasarkan data penerimaan
atau pendapatan daerah pada tingkat kabupaten dan tingkat desa/kelurahan yang diteliti. Data ini merupakan data sekunder yang tercatat pada tahun 2004. Kontribusi tiap wilayah desa/kelurahan dihitung secara relatif terhadap total PAD
130
kabupaten karena banyak desa/kelurahan lainnya yang tidak diteliti tidak diketahui datanya. Anggaran belanja daerah dihitung berdasarkan alokasi anggaran belanja daerah kabupaten termasuk alokasi bantuan provinsi, alokasi dana khusus dan umum dari pemerintah pusat dan bantuan lainnya. 4.4.1. Pendapatan Asli Daerah Jumlah pendapatan asli daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 mencapai Rp 9,795,060,240,-, yang tergolong dalam 4 kategori masingmasing: pajak daerah (Rp 1,813,203,200,-), retribusi daerah (Rp 2,542,132,000,-), bagi hasil BUMD (Rp 289,237,500,-) dan lain-lain PAD yang sah (Rp 5,150,487,540,-). Jika jumlah tersebut dipersentasikan, maka secara berurut komposisinya masing-masing sebesar 18.51%, 25.95%, 2.95% dan 52.58% (Gambar 21). Berdasarkan dari nilai tersebut maka terlihat jelas sekali bahwa sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten Polewali Mandar lebih dari setengahnya merupakan pendapatan yang tergolong kategori pendapatan PAD lain yang sah. Tingginya persentase kategori PAD tersebut disebabkan oleh banyaknya tipe atau sumber pendapatan yang tidak secara spesifik seperti tiga kategori lainnya, sehingga jika semua sumber pendapatan tersebut disatukan dalam satu kategori, maka jumlahnya akan menjadi besar. Beberapa jenis pendapatan yang tergolong kategori PAD lain yang sah merupakan penerimaan diluar kategori pajak, retribusi dan bagi hasil BUMD, diantaranya adalah: pelayanan jasa semua departemen/dinas dalam pemberian surat keterangan, surat pengantar, surat ijin, akte kelahiran, kelakuan baik, gotong royong dan berbagai macam penerimaan lainnya yang sah. Meskipun nilai setiap jenis penerimaan tidak sebesar dengan nilai penerimaan kategori pajak dan retribusi, namun ketika dikumpulkan jadi satu kategori maka proporsinya dari total melebihi setengah dari total pendapatan asli daerah. Retribusi daerah merupakan kategori sumber PAD terbesar kedua setelah kategori PAD lain yang sah. Sumber pendapatan utama retribusi daerah adalah semua jenis penerimaan yang dipungut secara langsung oleh instansi yang sifat pemungutannya melalui pembayaran karcis. Beberapa sumber pendapatan kategori ini diantaranya adalah: retribusi pasar, jalan dan terminal, pelabuhan, rumah sakit, tempat rekreasi dan pusat pendaratan ikan. Salah satu faktor yang menyebabkan nilai PAD cukup tinggi dari retribusi adalah frekuensi penarikan retribusi dan jumlah orang yang membayar retribusi cukup besar, sehingga meskipun nilai per unit karcis retribusi tidak terlalu besar tetapi
131
akumulasi dari frekuensi dan jumlah pembayar yang besar, menyebabkan jumlah total penerimaan menjadi cukup besar.
18.51
Pajak Daerah
Retribusi Daerah 52.58
Bagi Hasil BUMD 25.95 Lain-lain PAD yang sah 2.95
Gambar 21. Komposisi sumber PAD Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 Jumlah PAD yang diterima dari sektor pajak daerah yaitu semua jenis pajak yang dipungut oleh daerah merupakan sumber pendapatan asli daerah peringkat ketiga setelah kategori PAD lain yang sah dan retribusi. Jumlah penerimaan sebesar lebih dari Rp 1.8 miliar per tahun tergolong agak rendah jika dilihat dari jumlah kecamatan (15 kecamatan) karena hanya menerima rata-rata sekitar Rp 120 juta per kecamatan per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah pajak di wilayah tersebut masih tergolong rendah. Sektor pajak yang berkontribusi besar terhadap PAD masih mengandalkan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang rata-rata nilai nominalnya masih relatif rendah per objek pajak jika dibandingkan dengan pajak yang sama di wilayah perkotaan. Potensi pajak lainnya seperti pajak kendaraan, pajak penghasilan, pajak perusahaan, pajak perorangan dan pajak barang mewah masih tergolong sangat rendah. Jenis pajak lain seperti pajak reklame, pajak hotel dan restoran masih tergolong sangat rendah jumlahnya jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di perkotaan. Penerimaan PAD terendah berasal dari kategori pajak bagi hasil BUMD yang hanya mencapai sekitar 2.95% dengan nilai nominal sebesar Rp. 289,237,500,- mengindikasikan masih sangat rendahnya jumlah BUMD yang beroperasi dan masih rendahnya nilai penghasilan yang diperoleh dari badan usaha milik daerah. Salah satu potensi ekonomi yang dapat dikatakan kurang tergarap selama ini di wilayah pesisir adalah potensi sumber daya perikanan
132
khususnya perikanan tangkap yang dominan menangkap ikan pelagis dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bidang usaha yang dapat dikelola oleh pemerintah setempat dengan status BUMD. Potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar di Kabupaten Polewali Mandar, selama ini justru banyak dimanfaatkan oleh perusahaan di luar wilayah Kabupaten Polewali Mandar seperti beberapa perusahaan di Makassar. Distribusi PAD berdasarkan wilayah desa/kelurahan menunjukkan bahwa dari keseluruhan desa/kelurahan yang diteliti, jumlah PAD yang diterima berkisar antara Rp 2,768.939,50 sampai dengan Rp 28,051,105,- (Tabel 44). Jumlah PAD dalam dua kelurahan di Kecamatan Polewali yaitu Wattang dan Polewali dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan desa/kelurahan lainnya. Satu kelurahan yang ada dalam wilayah kecamatan yang sama yaitu Lantora justru memiliki pendapatan asli daerah yang sangat rendah karena merupakan wilayah pinggiran di kecamatan kota. Berdasarkan jumlah penerimaan PAD pada setiap desa/kelurahan, maka kontribusi relatif pada masing-masing desa dapat dihitung dari persentase PAD per desa/kelurahan terhadap total PAD Kabupaten Polewali Mandar. Besarnya kontribusi relatif nilai PAD bervariasi antara 0.03% sampai dengan 0.29% dari total PAD Kabupaten Polewali Mandar. Nilai kontribusi dinyatakan dalam nilai relatif karena data dalam total PAD Kabupaten Polewali Mandar terdapat sumber PAD yang bukan merupakan akumulasi dari tiap wilayah desa/kelurahan seperti beberapa jenis pajak dan retribusi yang dikelola secara langsung oleh kabupaten dan bagi pembagian hasil dari BUMD. Tabel 44. Jumlah penerimaan PAD pada setiap desa/kelurahan yang diteliti pada tahun 2004 Desa/Kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
PAD 28,051,105.00 26,409,043.00 2,768,939.00 8,174,560.00 11,465,737.00 11,817,228.00 12,281,353.00 5,600,000.00 10,159,209.00 9,433,309.00 8,135,000.00 7,366,000.00
Kontribusi Relatif dalam PAD Kabupaten (%) 0.29 0.27 0.03 0.08 0.12 0.12 0.13 0.06 0.10 0.10 0.08 0.08
133
Sesuai dengan nilai penerimaan PAD dan kontribusi relatifnya terhadap total PAD kabupaten seperti disajikan dalam tabel di atas nampak bahwa secara relatif besarnya PAD yang ada dalam desa/kelurahan yang diteliti pada umumnya rendah. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata jumlah PAD per desa/ kelurahan yang dihitung dari total PAD Kabupaten Polewali Mandar (Rp 9,795,060,240,-) dibagi dengan jumlah desa/kelurahan sehingga rata-rata PAD per desa/kelurahan adalah sebesar Rp 73,647,069,470,-. Salah satu faktor penyebab yang mengakibatkan rata-rata PAD dalam desa/kelurahan yang diteliti terlihat rendah diduga karena total nilai PAD kabupaten yang terhitung sudah termasuk sumber PAD yang bukan dihitung dari akumulasi setiap desa/kelurahan seperti dijelaskan di atas. Secara rata-rata jumlah PAD dalam kelurahan yang ada dalam Kecamatan Polewali nampak lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah PAD dari desa yang ada dari 3 kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan karena beberapa sumber pendapatan asli daerah yang ada di wilayah pedesaan belum berperan secara maksimal dan diterima oleh pemerintah desa. Kondisi sekaligus menggambarkan bahwa potensi penerimaan PAD dari wilayah pedesaan belum tergarap secara maksimal, karena potensi sumberdaya alam lokal di beberapa wilayah pedesaan dan pesisir belum mampu mendorong perekonomian masyarakat secara maksimal. Khususnya di wilayah pesisir, dengan rata-rata pendapatan masyarakat nelayan dan petambak yang masih tergolong rendah, mengindikasikan masih rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dan lingkungan pesisir untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Akibat dari hal tersebut adalah rendahnya penerimaan PAD yang bersumber dari sektor perikanan dan pertambakan. Beberapa jenis penerimaan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PAD dari sektor perikanan dan pertambakan di wilayah pesisir adalah penerimaan pajak dan retribusi daerah yang dipungut dalam proses tataniaga dan pengembangan industri perikanan. Berdasarkan fakta bahwa rata-rata PAD dan kontribusi relatif yang cukup rendah dalam total PAD kabupaten, dapat dikatakan bahwa terdapat kemungkinan pertumbuhan dan pengembangan sektor ekonomi yang kurang berimbang antara wilayah pesisir yang mengandalkan potensi sumberdaya
alam
laut/pantai
dengan
sumberdaya perikanan dan
wilayah
pedesaan
lainnya
yang
pendapatannya mengandalkan sektor pertanian dan kehutanan. Hal ini dikuatkan
134
dengan fakta bahwa rendahnya rata-rata PAD dari beberapa desa/kelurahan yang diteliti merupakan gambaran umum atau mencerminkan kondisi yang ada pada desa/kelurahan pesisir lainnya. Jika demikian, maka jelas rata-rata PAD desa/kelurahan lainnya yang potensi ekonominya mengandalkan sektor pertanian jauh melampaui rata-rata sektor perikanan yang ada di wilayah pesisir. Mengingat sumber pendapatan utama sebagian besar masyarakat wilayah pedesaan di Kabupaten Polewali adalah sektor perikanan dan pertanian, maka untuk pengembangan pada masa yang akan datang diperlukan adanya perimbangan dalam mendorong dan memajukan potensi ekonomi di wilayah pesisir. Salah satu contoh kongkrit yang ditemukan selama di lapangan adalah tingginya tingkat pendapatan masyarakat yang berarti peluang besarnya penerimaan PAD juga besar di Kecamatan Wonomulyo. Pada umumnya desa di kecamatan tersebut memiliki sumber pendapatan dari usaha pertanian dan perkebunan yang juga mendorong sektor perdagangan. Ada dugaan lain bahwa ketidak seimbangan pertumbuhan dan kemajuan perekonomian antar sektoral dan wilayah di Kabupaten Polewali Mandar: (1) berhubungan dengan alokasi anggaran belanja daerah lintas sektoral yang kurang menguntungkan; (2) pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, khususnya dalam mengembangkan potensi ekonomi wilayah dari sektor perikanan dan kelautan. Hal ini sangat beralasan karena alokasi anggaran belanja daerah mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung faktor-faktor yang berdampak terhadap pendapatan dan pengeluaran masyarakat di wilayah pesisir. 4.4.2. Anggaran Belanja Daerah Anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar berasal dari berbagai sumber penerimaan yang tergolong dalam bagian: PAD dana perimbangan, sumbangan dan bantuan, pinjaman daerah dan bagian pendapatan lainnya yang sah. Jumlah dan rincian jenis penerimaan pada tiap bagian adalah seperti disajikan dalam Tabel 45. Jumlah terbesar sumber penerimaan yang digunakan dalam anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 berasal dari dana alokasi umum (DAU) yang tergolong dalam bagian dana perimbangan yang komposisinya hampir 90% (88.47%) dari total anggaran belanja daerah.
135
Tabel 45. Jumlah dana berdasarkan sumber penerimaan yang digunakan dalam anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 Sumber Penerimaan
Jumlah ( Rp x 1000)
Bagian PAD Pajak Daerah
1,813,203.20
Retribus Daerah
2,542,132.00
Bagi Hasil BUMD
289,237.50
Lain-lain PAD yang sah
5,150,487.54
Bagian Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak
15,405,564.00
Bagi hasil bukan pajak Dana Alokasi Umum
1,360,919.00 152,051,000.00
Dana Alokasi Khusus
9,240,000.00
Bagian Sumbangan dan Bantuan Sumbangan
0.00
Bantuan
2,915,688.00
Bagian Pinjaman Daerah Pembangunan Pinjaman dalam negeri
1,327,256.00
Pinjaman untuk BUMD
0.00
Bagian Lain yang Sah Penerimaan Pusat
9,178,948.00
Penerimaan dari Provinsi
0.00
Penerimaan lain-lain Total
0.00 201,274,435.24
Kontribusi PAD dalam total anggaran belanja daerah tidak sampai 5% (4.87%) dari total penerimaan yang digunakan dalam pembiayaan anggaran belanja daerah (Gambar 22). Alokasi anggaran belanja daerah meliputi pembiayaan untuk: belanja pegawai, biaya pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, angsuran pinjaman (utang dan bunga), subsidi dan sumbangan daerah bawahan, lain-lain pengeluaran tak terduga, belanja lain-lain,
subsidi
dan bantuan
serta
pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain. Tiga biaya yang dituliskan terakhir tidak dialokasikan dalam tahun anggaran 2004.
136
0.66%
4.56%
Bagian PAD
4.87%
1.45%
Bagian Dana Perimbangan Bagian Sumbangan dan Bantuan Bagian Pinjaman Daerah Pembangunan Bagian Lain yang Sah
88.47%
Gambar 22. Komposisi sumber dana pembiayaan anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 Dari semua anggaran tersebut di atas, proporsi terbesar dialokasikan untuk anggaran belanja pegawai yang mencapai lebih dari 70% (71.61%) dan belanja
barang
sebesar
13.73%
dari
total
anggaran
sebasar
Rp
169.585.469.000,- (Gambar 23). Secara sektoral alokasi anggaran belanja daerah melalui instasi yang terdata menunjukkan bahwa proporsi terbesar dialokasikan pada sektor perumahan rakyat dan pemukiman (49.31%), tidak terhitung alokasi untuk beberapa instansi lainnya yang belum terdata (Gambar 24). Nilai nominal untuk sektor ini mencapai Rp 9.608.065.000,-, sedangkan alokasi pada sektor perikanan dan kelautan tidak dinyatakan dalam sektor tersendiri. Kemungkinan sektor ini diintegrasikan dalam sektor pertanian yang mencapai nilai nominal Rp 3.565.069.000,-. Nilai ini lebih rendah jika dibanding kan dengan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan, kebudayaan, aliran kepercayaan, pemuda, sektor transportasi, sektor kesejahteraan sosial, peranan wanita, anak dan remaja, sektor pemukiman rakyat dan pemukiman.
137
2.81%
0.83%
2.54%
Belanja Pegaw ai
0.06%
Belanja Barang
8.43% Biaya Pemeliharaan Belanja Perjalanan Dinas
13.73%
Angs uran Pinjaman (utang dan Bunga) Ganjaran : Subsidi dan Sumbangan Daerah Baw ahan
71.61%
Pengeluaran tak tersangka
Gambar 23. Komposisi alokasi anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar menurut jenis pembiayan pada tahun 2004
jumlah
bantuan
dari
kabupaten
yang
bervariasi
pada
setiap
desa/kelurahan ditambahkan dengan dana bantuan provinsi yang seragam untuk setiap desa/kelurahan sebesar Rp 1.466.788,- maka diperoleh jumlah anggaran pada setiap desa/kelurahan seperti disajikan dalam Tabel 46. Nilai total anggaran belanja dari 12 desa yang diteliti paling tinggi di Kelurahan Wattang (Rp 47.228.630,-) dan terendah di Kelurahan Lantora (Rp 22.517.540,-). Variasi total anggaran berdasarkan desa/kelurahan lebih banyak dipengaruhi oleh variasi nilai PAD yang diterima pada setiap desa/kelurahan. Berdasarkan data penerimaan PAD pada setiap desa/kelurahan di wilayah pesisir yang diteliti, besarnya dana bantuan kabupaten dan bantuan dana provinsi yang diperoleh setiap desa maka sumber pembiayaan di setiap desa/kelurahan dapat dihitung. Menggunakan data PAD pada setiap desa dan Evaluasi terhadap pos-pos pengeluaran alokasi anggaran belanja daerah pada tingkat kabupaten yang dilihat dari jenis pembiayaan maupun sektoralnya, diperkirakan bahwa persentase yang menyentuh langsung ke faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan dan menekan pengeluaran masyarakat pesisir sangat rendah.
138
Industri
21.02%
Pe rtanian dan Ke hutanan
1.61%
Ke uanganh Daerah dan Koperas i
1.90% 14.58%
7.80%
Pariw isata dan Telekom unikasi daerah Pe ndidikan, ke budayaan, aliran ke percayaan dan pem uda
1.80% 0.70%
Ke sejahteraan sosial, peranana w anita, anak dan rem aja
1.27%
Pe rum ahan rakyat dan pem ukim an Pe m erintaw ahan dan Pe ngaw asan
49.31%
Ke am anan dan ketertiban um um
Gambar 24. Komposisi alokasi anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar menurut sektor pada tahun 2004 Hal ini terlihat dari besarnya pengeluaran APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan barang dan tidak terlihatnya sektor khusus yang dipergunakan untuk pengembangan wilayah pesisir maupun perikanan dan kelautan. Jika dana tersebut diikutkan dalam sektor pertanian dan kehutanan, jumlahnya dapat dikatakan sangat rendah, karena secara total proporsi untuk pertanian dan kehutanan relatif kecil, apalagi jika dana tersebut dibagikan untuk sektor perikanan dan kelautan termasuk lingkungan. Agar upaya pengembangan ekonomi masyarakat pesisir dapat terwujud pada masa yang akan datang, sebaiknya jumlah anggaran untuk wilayah pesisir dapat ditingkatkan utamanya untuk pengadaan fasilitas dan sarana yang dapat meningkatakan pendapatan masyarakat dan perbaikan lingkungan. Dalam Tabel 46 nampak bahwa hanya sebagian kecil alokasi dana yang diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat pesisir karena hanya sebagian kecil dari semua dana tersebut yang dapat digunakan atau bermanfaat langsung kepada masyarakat seperti kegiatan olahraga dan budaya. Dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat wilayah pesisir sangat kecil dan lebih kepada dampak sosial. Oleh karena itu perlu adanya upaya alokasi anggaran yang mempertimbangkan perimbangan yang dapat berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
139
Tabel 46. Sumber dana pembiayaan anggaran belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 Desa/Kelurahan
Total Anggaran *) Belanja 47,228,630.00 46,942,326.00 22,517,540.00 42,704,392.00 51,636,051.00 51,075,985.00 50,468,309.00 37,496,821.00 45,457,183.00 44,731,283.00 44,991,209.00 44,731,283.00
Bantuan Kabupaten
Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
17,710,737.00 19,066,495.00 18,281,812.00 33,063,044.00 38,703,526.00 37,791,969.00 36,720,168.00 30,430,033.00 33,831,186.00 33,831,186.00 35,389,421.00 35,898,495.00
Alokasi anggaran yang terjadi pada tingkat desa/kelurahan juga memiliki pola yang sama dengan alokasi anggaran di tingkat kabupaten. Sebagian besar anggaran pembangunan yang diperoleh dari APBD digunakan untuk belanja rutin dalam membiayai pegawai dan operasional kantor desa/kelurahan (Tabel 47). Dari semua pos pengeluaran hanya sebagian kecil yang diperkirakan dapat menyentuh aspek yang dapat mendorong peningkatan pendapatan atau menekan pengeluaran masyarakat pesisir. Tabel 47. Alokasi anggaran berdasarkan jenis pembiayaan di setiap desa/ kelurahan yang diteliti tahun 2004 Desa/kelurahan Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Keterangan :
1 14.17 15.25 14.63 26.43 27.65 27.30 29.73 25.47 27.71 26.73 26.52 26.73
2 1.18 1.00 1.13 1.41 4.96 2.22 2.35 1.14 2.00 1.69 1.64 1.69
3 2.36 1.35 1.13 6.76 2.06 2.82 6.36 1.71 3.79 5.03 2.46 5.03
4 4.45 5.87 5.64 4.24 6.41 4.36 10.91 1.74 11.96 7.02 10.57 7.02
5 1.45 0.00 0.00 3.87 10.50 6.30 1.13 7.43 0.00 4.26 6.10 4.26
6 23.61 23.47 0.00 0.00 0.00 8.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Pos pengeluaran dalam jutaan rupiah: 1 = Belanja Rutin; 2 = Pembinaan PKK; 3 = Olah Raga dan Budaya; 4 = Rehabilitas Kantor Lurah; 5 = Biaya Jasa Pihak Ketiga; dan 6 = Dana Operasional Kelurahan.
140
4.4.3. Pemodelan Alokasi ABD, Lingkungan dan Pendapatan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari sub pokok bahasan sebelumnya, estimasi terhadap dampak alokasi anggaran belanja dalam kaitannya dengan aspek lingkungan dan fasilitas terhadap pendapatan. Perancangan model dinamik berdasarkan pada konsep model yang mengacu pada hasil-hasil yang didapatkan dalam penelitian ini. Karena selama pengambilan data di lapangan ditemukan banyak kendala terutama menyangkut ketersediaan data yang semula diperkirakan tersedia ternyata banyak yang tidak didapatkan, terutama data sekunder yang seharusnya ada pada instansi yang diperkirakan sebelumnya. Dalam model dinamik ini digunakan banyak asumsi dan koefisien yang diestimasi dan didekati dengan kajian teoritis agar nilai mendekati realitas. Untuk melihat hasil dari pemodelan, maka akan disimulasikan (di running) beberapa skenario yang terkait dengan estimasi quota jumlah anggaran yang diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat pesisir. Konsep Dasar Kelembagaan Konsep dasar kelembagaan adalah bagaimana pemerintah berperan untuk mengelola suatu kawasan secara terintegrasi. Dalam menyususn sebuah rencana pengelolaan sumberdaya perikanan yang terintegrasi dalam manajemen kawasan pantai (integrasi of fisheries into coastal area amangement). Integrasi ini harus didukung oleh berbagai unsur, yaitu Pemerintah Polewali Mandar, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) , organisasi masyarakat, perguruan tinggi dan pengusaha (BUMN dan swasta). Khususnya di kawasan Polewali Mandar. Untuk sektor perikanan, pariwisata, pertambangnan dan kehutanan, harus menjadi titik tumpuan sentral dalam manajemen sumberdaya alam dikawasan pantai. Arah kebijakan pemerintah daerah untuk kawasan pantai (pesisir) diharapkan terfokus pada hal-hal: Ketika sektor perikanan akan diintegrasikan kedalam manajemen kawasan pantai, maka diperlukan penguatan kelembagaan dinas kelautan dan perikanan, terutama dalam melakukan sistem imformasi perikanan perencanaan program. Berkaitan dengan kebijakan daerah Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat yaitu dalam pengembangan wilayah pesisir peranan kelembagaan belum optimal. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukannya program anggaran belanja daerah ABD untuk perbaikan lingkungan masyarakat nelayan pesisir. Evaluasi terhadap pos-pos
141
pengeluaran alokasi anggaran belanja daerah pada tingkat kabupaten yang dilihat dari jenis anggran pembiayaan berdasarkan pada setiap sektornya, persentase yang menyentuh langsung ke faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan dan menekan pengeluaran masyarakat pesisir sangat rendah. Hal ini terlihat dari besarnya pengeluaran APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan barang. Tidak terlihatnya sektor khusus yang dipergunakan untuk pengembangan wilayah pesisir maupun perikanan dan kelautan. Jika dana tersebut diikutkan dalam sektor pertanian dan kehutanan, jumlahnya dapat dikatakan sangat rendah, karena secara total proporsi untuk pertanian dan kehutanan relatif kecil, jika dana tersebut didiperutukkan pada sektor perikanan dan kelautan termasuk lingkungan. Agar upaya pengembangan ekonomi masyarakat pesisir dapat terwujud pada masa yang akan datang, sebaiknya jumlah anggaran untuk wilayah pesisir dapat ditingkatkan utamanya untuk pengadaan fasilitas dan sarana yang dapat meningkatakan pendapatan masyarakat dan perbaikan lingkungan. Alokasi anggaran yang terjadi pada tingkat desa/kelurahan juga memiliki pola yang sama dengan alokasi anggaran di tingkat kabupaten. Sebagian besar anggaran pembangunan yang diperoleh dari APBD digunakan untuk belanja rutin dalam membiayai pegawai dan operasional kantor desa/kelurahan (Tabel 47). Dari semua pos pengeluaran hanya sebagian kecil yang diperkirakan dapat menyentuh aspek yang dapat mendorong peningkatan pendapatan atau menekan pengeluaran masyarakat pesisir. Konsep Dasar Model Konsep dasar model dinamik yang dibuat terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu (1) pendapatan masyarakat pesisir yaitu, masyarakat nelayan di pesisir sebagai subjek utama yang berkontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah, dan (2) pendapatan daerah, di dalamnya sangat terkait dengan sumber penerimaaan (PAD) dan alokasi anggaran; dan (3) lingkungan, yang sangat berkaitan dengan besarnya alokasi anggaran untuk fasilitas akan mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran masyarakat pesisir. Ketiga komponen ini saling berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya model ini akan merumuskan dan mengestimasi bagaimana perubahan pendapatan masyarakat nelayan, bila pihak pemerintah daerah mengambil kebijakan dalam pengalokasian anggaran belanja daerah (Gambar 25).
142
Konsep dasar model ini, mengacu pada efek berantai (cyclic effect), dengan asumsi bahwa bila anggaran belanja daerah ditingkatkan pada alokasi untuk perbaikan lingkungan dan fasilitasi masyarakat pesisir, akan mendorong peningkatan
pendapatan
masyarakat
sekaligus menekan besarnya nilai
pengeluaran masyarakat. Semakin meningkatnya pendapatan akan mendorong pada semakin menurunnya pengeluaran yang tidak memberikan kontribusi pada pendapatan daerah, sekaligus mendorong kenaikan jumlah penerimaan PAD yang diperoleh dari masyarakat nelayan. Hal ini menyebabkan terjadinya multiplier effek, dengan demikian jumlah anggaran belanja daerah pada tahuntahun berikutnya diharapkan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan dan mengikuti tingkat pendapatan masyarakat nelayan. Secara umum siklus model dalam sistem ini ditunjukkan dalam Gambar 25 dan diagram model disajikan pada Program Stella seperti dalam Gambar 26. Persamaan yang digunakan disajikan dalam Lampiran 24.
FAKTOR PRODUKSI
PENGELUARAN MASY. NELAYAN DAU Pusat + TK I
PENDAPATAN MASY. NELAYAN
PAD
A P B D Tk II LINGKUNGAN
A B D
FASILITAS
Gambar 25. Diagram hubungan sebab akibat antara pendapatan masyarakat nelayan dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah
143
PEND LAIN
Table 1 Graph 1 Pendapatan UP
USAHA PERIKANAN
DAU & DAK
PAD
Penangkapan dan tambak PPP
DAU Pert Pend UP
Sewa
QM ABD Pesisir APBD DAERAH
Pert Pend Lain
Konservasi
DAK
FASILITAS P DAU DAK Rehabilitasi
Pend U Dagang
Penyuluihan
PERBAIKAN
ABD
PEND MASY PESISIR
LINGKUNGAN
Alokasi ABD Pesisir
PAJAK
KONSUMSI Eksploitasi SDA
KERUSAKAN
USAHA KPP Pencemaran KKONS
KUP
Gambar 26. Model lengkap alokasi (menggunakan Stella.5.0)
ABD,
lingkungan
dan
pendapatan
Batasan dan Asumsi Model Model ini dibatasi dalam ruang lingkup masyarakat nelayan pesisir yang didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian pokok sebagai nelayan sebagai salah satu komponen sub model. Pemerintah daerah dalam sub model lainnya dibatasi pada jumlah pendapatan asli daerah yang didapat dari masyarakat nelayan dan kebijakan pengenai pengalokasian anggaran belanja daerah yang dibatasi pada jumlah dana yang memang dialokasikan dan berpengaruh langsung kepada pendapatan dan pengeluaran masyarakat nelayan. Pendapatan
dan
pengeluaran
masyarakat
dibatasi
pada
sektor
pendapatan hanya dari empat kelompok besar sumber pendapatan yaitu usaha perikanan, pertanian/peternakan/perkebunan, usaha dan sewa atau bunga modal. Pengeluaran dibatasi pada jenis pengeluaran untuk pajak, biaya kegiatan usaha dan konsumsi. Konsumsi dibatasi pada jenis konsumsi untuk pangan dan
144
non pangan. Sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran lain yang tidak tergolong dalam model ini diabaikan. Alokasi anggaran belanja daerah yang ditujukan untuk perbaikan lingkungan dan fasilitasi dibatasi pada faktor-faktor tertentu, hanya pada variabelvariabel yang memungkinkan untuk dikuantifikasi. Dampak alokasi anggaran belanja terhadap ketersediaan fasilitas dan kualitas lingkungan diasumsikan berdasarkan proporsi jumlah anggaran untuk wilayah pesisir dari total APBD. Adanya keterbatasan data yang didapatkan selama pengambilan data di lapangan, sehingga model yang direncanakan didasarkan pada beberapa asumsi. Asumsi-asumsi ini dibuat agar model lebih mendekati realistik dan logis, sehingga memungkinkan untuk diterapkan dalam tingkat kebijakan. Beberapa asumsi dasar yang dibuat dalam model ini antara lain: faktorfaktor produksi masyarakat nelayan tidak berubah drastis dalam rentang waktu yang cukup singkat, harga konstan, pola konsumsi masyarakat mengikuti perubahan pendapatan dan belanja untuk konsumsinya, dilakukan dalam kota kabupaten tempat berdomisili, faktor-faktor produksi lain selain yang dimasukkan dalam model, pengaruhnya konstan serta pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan hanya dipengaruhi oleh perubahan pendapatan. Proporsi perubahan pendapatan berdasarkan jenis pekerjaan tetap dan besarnya PAD berkorelasi positif dengan besarnya pendapatan masyarakat. Simulasi Model Hasil simulasi model menunjukkan bahwa apabila dana yang dialokasikan kurang dari nilai nominal minimum yang ditetapkan (10%) total anggaran belanja daerah, maka cenderung terjadi penurunan pendapatan masyarakat pesisir akibat menurunnya kualitas lingkungan. Sebaliknya apabila anggaran untuk wilayah pesisir sama atau melebihi batas minimal yang ditetapkan, akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang signifikan dalam jangka panjang dan sekaligus mendorong terjadinya perbaikan kualitas lingkungan. Hasil
simulasi
menunjukkan
bahwa
rata-rata
pendapatan
dapat
meningkat dalam jangka panjang apabila jumlah anggaran yang dialokasikan ditetapkan sebesar
10% dari
total anggaran
yang dialokasikan untuk
pengembangan wilayah pesisir. Hasil lengkap simulasi yang diulang sebanyak 10 kali (Lampiran 24) menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan masyarakat pesisir dapat meningkat lebih dari Rp 500.000,- per bulan, Sebaliknya apabila
145
anggaran yang diallokasikan pemerintah kabupaten kota kurang dari 10% akan menyebabkan penurunan penerimaan secara signifikan terhadap rata-rata pendapatan masyarakat. Penurunan penerimaan ini berlanjut dalam jangka panjang (20 tahun). Penurunannya lebih rendah dari Rp 500.000,- (lebih rendah)
Pendapatan rata-rata (Rp)
dari rata-rata pendapatan yang ada sekarang (Gambar 27).
2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Tahun ke... Anggaran <10% ABD
Anggaran =10% ABD
Gambar 27. Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) yang dihitung selama 20 tahun pada dua skenario yang dijalankan Fluktuasi naik turunnya pendapatan rata-rata masyarakat pesisir akibat dari alokasi anggaran berlanja berbeda disebabkan perbedaan pengaruh kualitas lingkungan dan fasilitas terhadap pendapatan dan pengeluarannya. Skala nilai lingkungan cenderung meningkat apabila anggaran yang disediakan cukup, demikian pula sebaliknya, apabila tidak ada dana untuk perbaikan lingkungan maka akan terjadi pencemaran yang menyebabkan turunnya skala nilai lingkungan. Hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Hubungan antara besarnya rata-rata pendapatan masyarakat pesisir dengan kualitas lingkungan pada dua skenario yang dicobakan ditunjukkan dalam Gambar 28.
146
1: APBD DAERAH 1: 2: 3:
2: LINGKUNGAN
3: PEND MASY PESISIR
210000.00 3.05 1700000.00 2
2
1: 2: 3:
190000.001 2.80 1250000.00
3
3 2 1 1: 2: 3:
170000.00 2.55 800000.00 1.00
3
1
1
5.75 Graph 2 (Untitled)
10.50 Years
3 2
15.25
20.00
1:11 PM 10/6/2007
Gambar 28. Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) selama 20 tahun pada skenario anggaran belanja untuk wilayah pesisir <10% (contoh hasil simulasi menggunakan Stella 5.0) Berdasarkan Gambar 29 di bawah ini, terlihat bahwa penurunan dan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat pesisir cenderung mengikuti penurunan nilai skala lingkungan. Hal ini sangat logis karena dengan menurunnya atau meningkatnya kualitas lingkungan akan menyebabkan menurun atau meningkatnya pendapatan akibat perubahan jumlah pendapatan, terutama dari sektor usaha perikanan. Apabila jumlah anggaran perbaikan lingkungan dan fasilitas diturunkan di bawah 10%, maka cenderung terjadi penurunan kualitas lingkungan dari waktu ke waktu. Hal itu berdampak pada sektor pendapatan masyarakat pesisir yang pada umumnya atau dominan berprofesi sebagai nelayan yang mengandalkan sumberdaya alam tambak, pantai dan laut. Jika kondisi lingkungan sumber pendapatan tersebut menurun menyebabkan pendapatan menurun dan akhirnya penerimaan atau pendapatan daerah akan semakin menurun.
147
1: APBD DAERAH 1: 2: 3:
2: LINGKUNGAN
3: PEND MASY PESISIR
210000.00 3.80 2450000.00 3 2
3 1: 2: 3:
190000.00 3.40 1950000.00
1
2
3
3
2
1: 2: 3:
170000.00 3.00 2 1450000.00 1.00
1
1
1
5.75
10.50
15.25
Graph 2 (Untitled)
Years
20.00
1:12 PM 10/6/2007
Gambar 29. Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) selama 20 tahun pada skenario anggaran belanja untuk wilayah pesisir =10% (contoh hasil simulasi menggunakan Stella 5.0)
1: APBD DAERAH 1: 2: 3:
2: LINGKUNGAN
3: PEND MASY PESISIR
210000.00 3.50 3000000.00 3
3 2 1: 2: 3:
190000.00 1 3.25 2000000.00
3 2 3
2 1: 2: 3:
170000.00 3.00 1000000.00 1.00
1
1
2 1
5.75 Graph 2 (Untitled)
10.50 Years
15.25
20.00
1:12 PM 10/6/2007
Gambar 30. Rata-rata pendapatan masyarakat pesisir (Rp per bulan) selama 20 tahun pada skenario anggaran belanja untuk wilayah pesisir > 10% (contoh hasil simulasi menggunakan Stella 5.0)
148
Perlu diketahui bahwa penetapan nilai batas minimal anggaran untuk pesisir yang ditetapkan dalam asumsi ini dapat ditetapkan kemudian, apabila didapatkan nilai yang sangat valid berdasarkan hasil penelitian. Perubahan penetapan ini tidak akan mempengaruhi perubahan pendapatan dan beberapa koefisien lainnya, karena asumsi ini dibuat untuk menjadikan acuan suatu nilai pengandaian yang dianggap sangat menentukan, adanya dampak terhadap kualitas lingkungan dan fasilitas terhadap pendapatan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan diperoleh: Kualitas
lingkungan
pesisir
di
permukaan
perairan
pantai
semua
desa/kelurahan yang diteliti menunjukkan bahwa kisaran beberapa parameter lingkungan adalah sebagai berikut suhu (27.3 – 31.5 oC) salinitas (15.0 33.0 ‰), pH (6.98 - 8.48) kedalaman kecerahan (4.5 – 14.2 m) kadar oksigen terlarut (4.1 – 10.5 ppm) dan kecepatan arus (0.0610 – 0.2273 m/detik). 2. Karakteristik masyarakat berdasarkan jawaban responden secara umum : a. Masyarakat pesisir di Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar berusia antara 35-45 tahun (39.98%) dengan pendidikan tertinggi kepala keluarga didominasi oleh Sekolah Dasar (SD) dan tidak tamat SD (60.57%). b. Hampir semuanya merupakan penduduk asli dalam desa masing-masing (90.15%) dengan lama domisili antara 25-45 tahun (36.74%) status kepemilikan rumah (93.41%). hak milik. c. Jumlah anggota keluarga masyarakat pesisir di lokasi penelitian antara 4-6 orang (53.37%), yang
bekerja 48.87%. Lebih dari separuh 50.06%.
masyarakat pesisir di lokasi penelitian memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan dan petambak. (54.82%) umumnya tidak memiliki pekerjaan selingan (72.20%). d. Jumlah sarana/fasilitas produksi sebagian besar tergolong kurang (61.28%) dengan status kepemilikan didominasi oleh hak milik (60.90%). e. Hasil analisis principal component analysis (PCA) dan sidik gerombol karakteristik masyarakat pesisir (MP) yang berdomisili di kelurahan yang dekat dengan kabupaten kota sangat berbeda dengan masyarakat pesisir yang berdomisili di pedesaan yang jauh dari kota. Masyarakat pesisir yang tinggal dekat kota dicirikan oleh tingkat pendidikan kepala keluarga dan anggota keluarga yang relatif tinggi, lama domisili yang relatif singkat, umur kepala keluarga yang relatif rendah, jumlah anggota keluarga yang dibiayai relatif rendah, status kependudukan pendatang yang lebih banyak. Pengaruh lingkungan terhadap pendapatan yang relatif kecil, jumlah sarana dan fasilitas yang relatif lebih banyak, persentase pekerjaan pokok sebagai nelayan relatif lebih rendah, adanya pekerjaan selingan yang lebih tinggi dan tingkat pengeluaran lebih tinggi.
150
3. Faktor-faktor
yang
sangat
mempengaruhi
tingkat
pendapatan
dan
pengeluaran rumah tangga nelayan di pesisir pantai Sulawesi Barat adalah: a. Umur kepala keluarga, pendidikan tertinggi kepala keluarga, anggota keluarga,
jumlah
anggota
keluarga
bekerja,
hak
kepemilikan
sarana/fasilitas, jumlah sarana dan prasarana, perhatian pemerintah, dan ada tidaknya pekerjaan selingan. b. Sumber pendapatan utama masyarakat pesisir diwilayah penelitian lebih dari setengahnya (56.36%) berasal dari sektor perikanan yakni nelayan dan pembudidayaan tambak. c. Rata-rata pendapatan (67.95%) berkisar antara Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,- per bulan dan pengeluaran (56.43%) rata-rata berkisar antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- per bulan. d. Setiap tambahan seorang anggota keluarga yang bekerja, akan mendorong kenaikan pendapatan keluarga Masyarakat nelayan pesisir (MNP) sebesar Rp 306.860,- dari hasil analisis tersebut juga ada kecenderungan total pendapatan meningkat dengan meningkatnya jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti baik kepala keluarga maupun anggota keluarga. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran MNP adalah: jumlah anggota keluarga, biaya kesehatan keluarga dan kondisi lingkungan. Pengeluaran rumah tangga MNP. f.
Pada
umumnya
proporsi
untuk
konsumsi
pangan
lebih
tinggi
dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Oleh karena itu pengeluaran masyarakat pesisir sangat berkorelasi dengan jumlah anggota keluarga. 4. Jumlah perimbangan antara kontribusi pendapatan dan
jumlah anggaran
pembangunan yang dialokasikan untuk perbaikan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi produktivitas masyarakat nelayan pesisir kabupaten Polewali Mandar : a. Diperlukan menggalokasikan anggaran sebesar 10% dari total ABD. Adapun
anggaran
belanja
daerah
(ABD)
diperlukan
meliputi:
Peningkatan: (1) Untuk perbaikan kulitas lingkungan (2) meningkatkan sarana dan prsarana sehingga dapat mengkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran MNP.
151
b. Pengalokasi anggaran (pemberian bantuan/fasilitas) pada masyarakat nelayan pesisir oleh pemerintah kabupaten kota tidak didasarkan pada perimbangan pada setiap desa. c. Berdasarkan hasil
simulasi
model
menunjukkan
bahwa
rata-rata
pendapatan masyarakat nelayan pesisir meningkat secara agregat dalam jangka panjang di atas Rp 500.000,- bila pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar 10% dari total RAPBD untuk pembangunan perbaikan lingkungan MNP. d. Apabila anggaran yang diallokasikan kurang dari 10% secara agregat pendapatan MNP menurun sebesar Rp 500.000,-. Penurunan tersebut berlangsung dalam jangka (20 tahun) atau kurang lebih 4 REPELITA dan penurunan tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan. 5.2. 1.
Saran Memberikan
informasi
yang
dapat
menjadi
pertimbangan
dalam
penyusunan dan pengalokasian anggaran belanja daerah yang berimbang, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan; 2.
Mendorong pemerintah dan masyarakat nelayan untuk memperhatikan kualitas lingkungan pesisir;
3.
Membantu pemerintah setempat dalam mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran berbagai karakteristik populasi masyarakat nelayan di pesisir Sulawesi Barat;
4.
Faktor-faktor produksi dan tingkat pendidikan anggota keluarga merupakan variabel yang berperan besar dalam pembentukan karakteristik masyarakat pesisir, untuk itu kiranya pemerintah perlu memperhatikan faktor pendidikan. Hasil penilitian menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan, semakin sulit masyarakat pesisir mencari pekerjaan selingan untuk menambah pendapatan;
5.
Pelayanan kesehatan keluarga MNP, masih sangat rendah. untuk itu perlu ada cara yang harus dilakukan untuk membantu masyarakat pesisir tersebut, sehingga besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh masyarakat pesisr untuk bidang kesehatan dapat ditekan sehingga pendapatan yang diallokasikan
kebidang ini
membiayai hal-hal lain;
bisa dimanfaatkan
untuk ditabung
atau
152
6.
Perlu peningkatan pendapatan MNP sekaligus menekan besarnya nilai pengeluaran melalui kebijakan untuk meningkatkan anggaran belanja daerah (ABD) sehingga dengan demikian diharapkan terjadi peningkatkan penerimaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung; dan
7.
Untuk mewujudkan peningkatan kesejahtraan masyarakat tampa merusak keberlajutan ekosistem baik diperairan pantai maupun di darat, peranan kelembagaan sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abady, Y. 1998. Dimensi Sosial Kawasan Pantai; Spirit Agama di Masyarakat nelayan Pancana Kabupaten Barru. P3MP. Makassar. Adrianto, L. 2005 Karakteristik Masyarakat Pesisir, Resolusi Konflik dan Pengembangan Kelembagaaan Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir. Makalah disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut INWENT, CCRMS-IPB. Banda Aceh, 6 September 2005 Adrianto, L. 2007 Kualitas Hidup Masyarakat Pesisir dan Strategi peningkatannya Sebuah Pendekatan Coastal Livelihood System Analysis Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Masyarakat Pesisir di Sumatera Utara, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan, 1 September 2007. Amang, B. 1994. Beberapa Cara Perhitungan Kemiskinan dan Penerapannya pada Desa Julu Bori Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa. Tesis Program Pascasarjana UNHAS. Program Pascasarjana UNHAS. Makassar. Anonim.
2001. Pajak Menindas Rakyat. Himpunan Masyarakat Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA). Jakarta.
untuk
Anonim. 2006. Undang-Undang Otonomi Daerah, Edisi Revisi. Fokusmedia. Bandung. Anonim. 2007. Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Jenderal Kelautan, Pessisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan perikanan Jakarta. Anwar, A. 1987. Masalah Modal Dasar (Human Capital) dalam Hubungan Mengenai Kesenjangan Gender dan Kebijaksanaan Pemerataan Ekonomi. Makalah Acuan Penelitian Human Capital. Program Studi PWD PPS IPB. Bogor. Arsyad, L. 1992. Memahami Masalah Kemiskinan di Indonesia; Suatu Pengantar. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia no 1 thn VII 1992. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogjakarta. Aryani, P. 1994. Analisis Curahan Kerja dan Kontribusi Penerimaan Rumah Tangga Nelayan dalam Kegiatan Ekonomi di Desa Pantai, Studi Kasus di Desa Pasir Baru Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Tesis Program Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik. 1987. Indikator Pemerataan Pendapatan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia tahun 1976-1981. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1998. Statistik Indonesia 1998. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator Pembangunan di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
154
Badan Pusat Statistik. 2004. Kabupaten Polewali Dalam Angka. Polewali Mamasa Basit, A. 1995. Analisis Ekonomi Penerapan Teknologi Usaha Tani Konservasi pada Lahan Kering Berlereng di Wilayah Hulu DAS Jatunseluna, Jawa Tengah. Disertasi Program Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Basri, F. H. 1994. Hubungan Keuangan Pusat-Daerah dan Tuntutan Otonomi Daerah. Jurnal Keuangan dan Moneter, 2 (1) 1994. Jakarta. Binari. 1993. Analisis Perilaku Meminjam dan Menabung Rumah Tangga Pedesaan, Kasus Tiga Desa di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Costanza, R., H. S. Fred., and L. W. Mary. 1990. Modelling Coastal Landscape Dinamycs. Bioscience, 40 (2): 106-109 Dahuri, R. 1996. Pengelolaan Sumberdya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Paramita. Jakarta. Dahuri, R. 2007. Membenahi Sistem Manajemen Perikanan Tangkap, Majalah Samudra edisi 54 September Thn V 2007. [DKP]
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2000. Pedoman Umum Pembedayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Didu, M.S. 2002. Menata Ulang (Reenggineering) Posisi dan Peran Sulawesi Selatan, Tinjauan terhadap Prospek Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi. Makalah dalam Talk Show IKAMI Sulawesi Selatan Cabang Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan. 1993. Kebijaksanaan Pembangunan Perikanan dalam Repelita VI. Makalah dalam Seminar Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dalam Era Agro Industri. IPB. Bogor. Djajadiningrat, S.T. 1997. Pengantar Ekonomi Lingkungan. LP3S jakarta Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem; Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis 2 dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Insukindro. 1992. Pembentukan Model dalam Penelitian Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia No 1 thn VII 1992. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Johnson, R. A., and D., W., Wichern. 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. 2nd Edition. Prentice Hal, EnglewoodCliffs. New York. Kay, R., and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E and FN Spon and Imprint of Routledge. London.
155
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 2001 Indonesia; Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Khasanatturodhiah, S. 2002. Kajian Partisipasi Peserta dan Kinerja Pengelolaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Tesis Program Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Kleinbaum, D. G., L. L. Kupper and K. E. Muller. 1988. Applied Regression Analysis and Other Multivariabel Methods. 2nd Edition. PWS-KENT Publishing Company. Boston. Koswara, E. 1999. Otonomi Daerah yang Berorientasi Kepada Kepentingan Rakyat. Makalah dalam Seminar Kadin dengan Para Pengusaha Seluruh Indonesia. Jakarta. Kusumastanto, T. 1997. Metode Penelitian dan Analisa Data Sosial Ekonomi dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove. Makalah Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari, Angkatan I 18 Agustus-18 Oktober 1997. Bogor. Kusnadi. 2004. polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaharuan Bantu Jokyakarta. Lanori, T. 2002. Efisiensi Pemasaran Ikan Laut Segar di Kotamadya Makassar. Jurnal Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara VI (01) Februari 2002. Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Jakarta . Legendre, L., and P. Legendre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publishing Company. Mangkuprawira, S. 1984. Alokasi dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dan Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga. Tesis Progragram Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Manurung, V.I. 1983. Suatu Tinjauan Kriteria Nelayan Kecil dan Masalah Pembinaan di Jawa. Prosiding Work Shop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia di Cisarua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta. Muhammadi, E. Amirullah dan B. Susilo, 2001. Analisis Sistem Dinamis. UMJ Press, Jakarta. Naito, W., K. Miyamoto, J. Nakanishi, S. Masunaga, and S. M. Bartell. 2001. Aplication of Aan Ecosystem Model for Aquatic Ecological Risk Assesment of Chemical for a Japanese Lake. Water Research, 36 (2002)1-14. Nazaruddin, 2001. Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Makalah dalam Seminar Nasional dan Temu Masyarakat Pesisir, Makassar Maritim. Lembaga Maritim Nusantara. Makassar.
156
Parsons, T.R., and T.A. Kessler. 1987. An Ecosystem Model for The Assesment of Plankton Production in Relation to The Survival of Young Fish. Jur. Of Plank. Res. vol 9, no. 1: 125-37. Petersen, R.G. 1985. Design and Analysis of Eksperiments. Marcel Dekker, Inc. New York. Purwanto, J. 2000. Rencana Strategik Pembangunan Kelautan dan Pasca Terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan RI (DELP). Merine Techno and Fisheries. Jakarta. Purnomo, A. 1992. Pemilihan Lokasi Tambak Udang Berwawasan Lingkungan Puslitbangkan dan USAID. Reniati. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Keterkaitan Keputusan Kerja, Produksi dan Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan. Studi Kasus Beberapa Desa Nelayan Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Tesis Program Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Said, R. 1997. Pengantar Ilmu Kependudukan LP3S Jakarta. Samawi, F. 2007. Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar) Disertasi Program Pascasarjana IPB. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Santoso, B., dan Sudaryanto, T. 1989. Pengaruh Lingkungan Produksi dan Karakteristik Demografi terhadap Pola Curahan Kerja Rumah Tangga Pedesaan di Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian Agro-ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Sawit, M. H., and D. I. O’brien. 1991. Applying Agriculture Household Teory to the Analysis of Income and Employment: A Preliminary Study for Rural Java. Department of Economic University of Wollongong. Sidik dan Mahfud. 1999. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta Implikasinya terhadap Pembiayaan Otonomi Daerah. Yayasan Indonesia, Forum Jakarta. Jakarta. Simarmata, D. A. 1985. Operations Research. Sebuah Pengantar. PT Gramedia. Jakarta. Sitorus, M.T.F. 1994. Peranan Ekonomi dalam Rumah Tangga Nelayan Miskin di Pedesaan Indonesia. Mimbar Sosek, Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian; No. 8 Desember 1994. IPB. Bogor. Smith, I.R. 1979. A Research Frame Work for Traditional Fisheries .International Center for Living Aquatic Resource Managemnent. Manila. Filipina. Sondakh dan Lucky. 1999. Mencari Platform Otonomi Daerah dalam Krisis Ekonomi. Makalah dalam Seminar Nasional Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Pemberdayaan Potensi Daerah. ISEI. Yogjakarta. Steele, H.S., and W.H. Erick. 1984. Modelling Long-Term Fluctuation in Fish Stocks. Science, vol. 224.
157
Subagyo, P., N. Asri dan T. H. Handoko.1988. Dasar-dasar Operation Research. BPEE. Yogjakarta. Sukesi, H. 2001. Kajian Tentang Prospek dan Peluang Pasar Komoditi Ikan dalam Upaya Pemberdayaan Nelayan Tradisional. Jurnal Ekonomi VI (02) Februari 2001 Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Universitas tarumanagara. Jakarta. Sumodiningkrat, G. 1988. Beberapa Catatan Tentang RAPBN 1998/1989 dan Alternatif Strategi pelaksanaannya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia No 1 thn III 1988. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogjakarta. Suryana, S. 1988. Dimensi Sosial Kawasan Pantai; Pola-pola Prilaku Manajerial Petani Tambak di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. P3MP. Makssar. Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian Indonesia, Teori dan Temuan Empiris. Ghalia Indonesia. Jakarta. Winoto, J. 1997. Pedoman Pewilayahan Komoditas Pertanian; Kerangka Pemikiran, Maksud dan Tujuan. Materi Kuliah Sistem Perencanaan Ekonomi Wilayah. Program Studi PWD, PPS IPB. Bogor. Yafiz, M. 1999. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Perspektif Provinsi Riau. Makalah dalam Seminar Nasional Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Pemberdayaan Potensi Daerah. ISEI. Yogjakarta. Zar, J.H. 1984. Biostatistical Analysis. 2nd Edition. Prentice-Hal International, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
LAMPIRAN
158 Lampiran 1. Kuesioner penelitian Nomor Nama Alamat Umur Pendidikan I.
: : : : :
.............................................................................................. .............................................................................................. Desa .................................…/Kec ........................................ .......... tahun ..............................................................................................
Karakteristik Responden 1. Apakah saudara(i) termasuk penduduk asli di desa ini ? 1. Ya 2. Tidak; Jika ”Tidak”, sudah berapa lama saudara(i) berdomisili di sini ? …… tahun. 2. Sudah berapa lama saudara(i) tinggal di rumah ini ? …… tahun. Status kepemilikan rumah : 1. Hak milik 2. Kontrak/sewa . Ada berapa orang anggota keluarga saudara(i) …… orang. 3. Selain saudara(i), ada berapa orang anggota keluarga lainnya yang bekerja? …… orang. 4. Berapa orang dari anggota keluarga saudara(i) yang masih menjadi tanggungan yang masih tetap harus dibiayai. Pendidikan tertinggi yang dimiliki dalam keluarga saudara(i) ? …… 5. Menurut pengamatan kami di desa ini terdapat berbagai macam pekerjaan yang mungkin memberikan penghasilan yang memadai. Sekarang ini apa pekerjaan pokok saudara (i) ? ………………. Sudah berapa lama pekerjaan tersebut ditekuni ? …… tahun. Apakah sebelumnya saudara(i) pernah menekuni pekerjaan pokok lainnya? 1. Ya 2. Tidak; Jika "ya" jenis pekerjaan apa itu dan berapa lama?....................selama …… tahun. 6. Bagaimana pendapat saudara(i) mengenai pekerjaan yang ditekuni sekarang ini, apakah pernah berencana memilih pekerjaan alternatif lainnya ? 1. Ya 2. Tidak. Alasannya ? ……………………… 7. Apakah dalam pekerjaan pokok itu sarana dan faktor produksi utama merupakan hak milik saudara(i) sendiri ? 1. Ya 2. Tidak. 8. Menurut saudara(i), bagaimana perhatian pemerintah terhadap masyarakat di sini dalam usaha meningkatkan penghasilannya ? 1. sangat kurang, 2. kurang, 3. cukup, 4. besar, 5. sangat besar. 9. Menurut saudara(i) apakah faktor lingkungan baik di tempat tinggal maupun tempat bekerja dianggap penting dan mempengaruhi pekerjaan dan pendapatan saudara(i) ? 1. Ya 2. Tidak 10. Menurut penilaian saudara(i), bagaimana sarana dan fasilitas yang dimiliki selama ini dalam menjalankan pekerjaan pokok saudarai (i) ? 1. kurang, 2. cukup, 3. berlebih.
II. Pendapatan Rumah Tangga 11. Apakah sumber pendapatan yang saudara(i) peroleh dari pekerjaan pokok dalam sektor: 1. Usaha perikanan, 2. Pertanian/peternakan/ perkebunan, 3. Usaha perdaganagan, dan 4. Sektor lain.
159 12. Apakah dari pekerjaan pokok saudara(i) merupakan penghasilan yang tetap setiap bulannya ? 1. Ya 2. Tidak. Jika Ya berapa setiap bulannya ? Rp………./bulan. Jika Tidak, kira-kira berapa besar apabila dirata-ratakan dalam sebulan ? Rp………… /bulan. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap besar kecilnya penghasilan tersebut ? ……………………….…… 13. Apakah pekerjaan pokok saudara(i) ditekuni setiap saat dalam setahun atau hanya bulan-bulan tertentu saja? 1. Setiap saat 2. Bulan-bulan tertentu. 14. Bila jawab 1 apakah selama menjalankan pekerjaan pokok itu diselingi dengan pekerjaan lain ? 1. Ya 2. Tidak. Jika ”Ya” jenis pekerjaan apa itu ? …………..,dan kira-kira berapa besar penghasilan rata-rata dari pekerjaan tersebut ? Rp.………………/bulan 15. Bila jawab 2, pada bulan-bulan berapa saudara(i) menekuni pekerjaan tersebut ? Bulan…... sampai ……. Apakah selama bulan tersebut diselingi dengan pekerjaan lain ? 1. Ya 2. Tidak. Jika ”Ya” jenis pekerjaan apa itu ? …………..,dan kira-kira berapa besar penghasilan rata-rata dari pekerjaan tersebut ? Rp.………………/bulan. Bagaimana di luar waktu tersebut, apakah saudara(i) memilih pekerjaan pokok alternatif lainnya ? 1. Ya 2. Tidak. Jika ”Ya” jenis pekerjaan apa itu ? ……………............,dan kira-kira berapa besar penghasilan rata-rata dari pekerjaan tersebut ? Rp.………………/bulan. 16. Dari pekerjaan pokok saudara(i), yang merupakan sumber penghasilan utama adalah …………………. dengan besar penghasilan sekitar …..% dari total penghasilan. 17. Jika saudara(i) seorang nelayan dan penghasilan terbesar diperoleh dari hasil penangkapan di laut (nelayan), hasil penjualan dari jenis ikan apa yang paling banyak ?............ Bila dirata-ratakan, kira-kira berapa kg hasil tangkapan setiap kali melaut pada saat puncak musim ? ……… Kg/trip. Dan berapa pada saat musim paceklik ? ……… Kg/trip. 18. Apakah selama ini hasil tangkapan saudara(i) jual melalui tempat pelelangan ikan (TPI)? 1. Ya 2. Tidak. Jika ”Ya”, apakah harga pokok penjualannya lebih tinggi atau lebih rendah jika dibandingkan dengan menjual di tempat lain ? …………………….. Jika tidak dimana anda menjualnya? Dan apa lasannya menjual di tempat tersebut ? ............................................................ 19. Jika anda sebagai nelayan sawi, bagaimana sistem pembagian hasil yang ada lakukan dengan juragannya selama ini ? 1. upah tetap, 2. bagi hasil. Jika upah tetap apakah dibayarkan per trip, per hari, per minggu, per bulan atau per waktu tertentu ? Sebesar Rp. …… per……. Jika bagi hasil bagaimana sistem pembagiannya dan berapa besarnya ? ............................... 20. Jika saudara(i) memiliki atau mengerjakan tambak, berapa besar penghasilan yang diperoleh setiap musim ? Rp ……………….. Berapa kali anda menebar dalam setahun ? ……… kali. Komoditas apa yang paling memberikan hasil tertinggi ? 1. udang, 2. bandeng, 3 Lainnya. 21. Menurut saudara(i) apakah faktor lingkungan sangat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan dari sektor penangkapan di laut dan usaha
160 pertambakan ? Apakah dengan perbaikan lingkungan saudara(i) yakin dapat meningkatkan penghasilan saudara(i)? 1. Ya 2. Tidak. 22. Selain penghasilan dan pekerjaan pokok, saudara(i) juga mungkin memperoleh pendapatan tambahan dari pekerjaan lain. Menurut anda faktor apa yang paling mempengaruhi pendapatan tambahan tersebut ? ................................. 23. Menurut saudara(i) apakah besarnya modal sangat mempengaruhi pendapatan pokok dan pendapatan tambahan saudara(i) selama ini ? 1. Ya 2. Tidak. Berapa besar modal kerja saudara(i) sekarang ini ? Rp…………………. Apakah saudara(i) yakin dengan tambahan modal maka pendapatan saudara(i) dapat meningkat ? Alasannya ……………………………….. 24. Jika pemerintah ingin mengalokasikan dana pembangunan atau bantuan, menurut saudara(i) masalah apa yang harus diprioritaskan agar bantuan tersebut dapat meningkatkan penghasilan ? ...................…………………. 25. Menurut saudara(i) bagaimana sebaiknya dana pembangunan itu dialokasikan ? 1. dapat meningkatkan penghasilan, 2. Mengurangi pengeluaran, 3 Keduanya. III. Pengeluaran Rumah Tangga 26. Secara keseluruhan dari semua pengeluaran saudara(i), bila dirataratakan maka kira-kira berapa setiap bulan ? Rp………………………….. 27. Jika dipersentasekan, porsi pengeluaran yang paling besar adalah: 1. pajak, 2. usaha/pekerjaan, 3. konsumsi 4. lainnya. 28. Bagaimana menurut penilaian saudara(i) mengenai pajak yang ditarik pemerintah selama ini? 1.Ringan, 2. Wajar, 3. Berat. Jenis pajak apa yang paling memberatkan? ………… 29. Jika dihitung semuanya dari semua pajak yang saudara(i) bayarkan dalam setahun jumlahnya dapat mencapai berapa ? Rp……………. Jumlah pajak terbesar adalah pajak………………………. 30. Menurut saudara(i) apakah selama ini anda mendapatkan imbalan yang cukup dari pajak yang saudara(i) bayarkan? 1. belum, 2 sudah. 31. Dalam menjalankan usaha atau pekerjaannya selama ini, pos pengeluaran apa yang paling memerlukan dana paling banyak? ……………………….. Bagaimana cara menekan biaya tersebut ? ...................................................... 32. Dalam keluarga saudara(i) biaya konsumsi baik pangan maupun non pangan mutlak diperlukan. Dalam sebulan, kira-kira berapa besar biaya konsumsi rata-rata yang saudara(i) harus keluarkan ? Rp……………. Dari semua biaya tersebut berapa persen untuk konsumsi pangan ? …….% 33. Konsumsi terbesar dari golongan pangan adalah ……….., dan non pangan adalah ……………… 34. Untuk biaya konsumsi (pangan dan non(pangan), apakah selama ini saudara(i) berbelanja di Kabupaten ini ? 1. Ya 2. Tidak. Jika Tidak , kira-kira berapa persen dari total pengeluaran yang anda belanjakan di luar Kabupaten ini ? Rp…………
161 35. Berarapa besar biaya rata-rata per bulan untuk pendidikan keluarga yang saudara(i) keluarkan setiap bulannya ? Rp…….......... 36. Berapa besar biaya rata-rata per bulan untuk kesehatan keluarga yang saudara(i) keluarkan setiap bulannya ? Rp…….......... 37. Menurut saudara(i), apakah faktor lingkungan dan fasilitas atau saranaprasarana sangat mempengaruhi jumlah pengeluaran rumah tangga saudara(i) ? 1. Ya 2. Tidak. Jika ”Ya”, faktor apa yang paling mempengaruhinya ? 38. Jika dirata-ratakan dalam setiap bulannya, seberapa besar sisa dari semua penghasilan setelah dikurangi dengan semua pengeluaran ? Rp……………. Bagaimana saudara(i) mengalokasikan sisa penghasilan tersebut ? 1. Menabung, 2 Menambah modal kerja/usaha, 3. lainnya. 39. Khususnya di desa ini, jika pemerintah ingin mengalokasikan dana untuk pembangunan, kira-kira masalah apa yang paling diprioritas untuk segera diselesaikan sehingga mengurangi jumlah pengeluaran ? ......................... Apa alasan saudara(i) sehingga yakin dapat mengurangi pengeluaran saudara(I) apabila masalah tersebut diselesaikan ? ................................... 40. Jika saudara(i) diminta memilih apabila dana pembangunan akan dialokasikan ke desa ini, maka apakah dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah yang: 1. meningkatkan pendapatan atau 2. mengurangi pengeluaran.
162 Lampiran 2.
Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan di perairan pantai, tambak dan pemukiman di setiap Desa/Kelurahan pada musim barat dan timur di Kabupaten Polewali Mandar
A. Lingkungan Pantai Desa/Kelurahan
Suhu Timur
Salinitas
pH
Kecerahan
Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat
Kec. Arus Timur
Barat
DO
Klorofil-a
Timur Barat
Timur
Barat
Substrat
Wattang
30.5
28.5
28
26
7.2
6.5
10.0
8.5
0.0667
0.1111
8.6
9.8
0.513
0.750
pasir-lumpur
Polewali
31.3
28.7
28
26
7.0
6.0
10.0
8
0.0610
0.1042
10.5
9.7
1.223
0.516
pasir-lumpur
Lantora
31.5
28.5
26
22
6.8
6.0
9.8
7.3
0.0625
0.1000
8.4
8.3
0.985
0.604
pasir-lumpur
Bonde
30.9
27.5
33
20
8.0
6.0
7.0
6.0
0.1429
0.2273
4.9
4.1
1.533
0.690
pasir-lumpur
Parappe
30.9
27.8
33
20
9.9
5.8
7.1
5.7
0.1429
0.2273
4.9
4.1
2.021
1.210
pasir-lumpur
31
27.5
33
20
6.9
5.7
7.5
6
0.1316
0.1667
6.4
6.6
0.198
1.143
pasir-lumpur
Bala
29.5
28.5
30
28
7.6
7.1
14.2
8
0.1163
0.1563
8.6
9.6
1.289
0.843
pasir
Pambusuang
28.9
28.5
31
28
7.2
7.0
13.0
8.5
0.0694
0.1111
5.0
7.8
0.225
0.465
pasir
Sabangsubik
28.3
27.8
33
29
7.2
6.8
9.4
7.1
0.0806
0.1316
6.6
6.7
0.152
1.090
pasir
Karama
28.2
27.5
29
28
7.0
6.0
11.9
7.5
0.0769
0.1136
5.1
6.9
1.047
0.401
pasir-lumpur
28
27.5
29
28
7.0
6.0
8.1
6.1
0.0735
0.1163
5.2
6.0
1.620
0.924
pasil-lumpur
27.5
28.7
20
15
6.5
5.6
5.7
4.5
0.0714
0.1136
4.5
5.1
1.210
0.003
pasil-lumpur
Panyampa
Tangngatangnga Sepakbatu
163 Lampiran 2. Lanjutan B. Lingkungan Tambak Suhu Desa/Kelurahan
Salinitas
pH
Substrat
Tipe Pantai
Tipe Garis pantai
Jalur Hijau
DO
Timur
Barat
Timur
Barat
Timur Barat Timur Barat
Lantora
29
28.5
25
22
5.7
5
5.4
4.7
Liat berpasir
Terjal
stabil
< 50 m
Bonde
32
28
25
20
5
5
5.7
5.0
Liat berpasir
Terjal
stabil
< 50 m
Parappe
32.5
28
35
18
5.2
4.8
4.9
4.1
Liat berpasir
Terjal
labil
< 50 m
Panyampa
35.7
28
37
20
5
4.7
5.0
4.0
Liat berpasir
Terjal
labil
< 50 m
Posisi Hamparan Lahan Dapat diairi dan dikeringkan Dapat diairi dan dikeringkan Dapat diairi dan dikeringkan Dapat diairi dan dikeringkan
164 Lampiran 2. Lanjutan C. Lingkungan Pemukiman Desa/Kelurahan
Air Minum
Air Mandi
Air Cuci
Kakus
Jamban keluarga
Wattang
PAM
PAM
PAM
PAM
dominan ada
Polewali
PAM
PAM
PAM
PAM
dominan ada
Lantora
PAM
PAM
PAM/sumur gali
PAM/sumur gali
dominan ada
Bonde
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
dominan ada
Parappe
Sumur gali
sungai
sungai
Sungai/pantai
dominan tdk ada
Panyampa
Sumur gali
sungai
sungai
Sungai/pantai
dominan tdk ada
Bala
Gunung
sumur gali
sumur gali
sumur gali
dominan ada
Pambusuang
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
dominan ada
Sabangsubik
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
dominan ada
Karama
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
pantai/sumur gali
sebagian ada/sebagian tidak
Tangngatangnga
Sumur gali
Sumur gali
Sumur gali
pantai/sumur gali
sebagian ada/sebagian tidak
Sepakbatu
Dari Desa Lain
Sungai
Sungai
Sungai/pantai
umumnya tdk ada
165
Lampiran 3. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) suhu di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: Suhu Desa Wattang
Polewali
Lantora
Bonde
Parappe
Panyampa
Bala
Pammbusuang
Sabangsubik
Karama
Tangngatangnga
Sepakbatu
Total
Musim Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total
Mean 30.233 29.100 29.667 30.967 29.300 30.133 31.100 29.067 30.083 30.533 27.367 28.950 30.167 28.300 29.233 30.600 27.567 29.083 29.633 29.267 29.450 29.133 29.133 29.133 28.700 28.500 28.600 28.733 27.900 28.317 28.400 28.167 28.283 27.767 29.967 28.867 29.664 28.636 29.150
Std. Deviation .4619 .5196 .7607 .5774 1.0392 1.1827 .4000 .5508 1.1940 .6351 .1155 1.7819 .6351 .5000 1.1431 .6928 .1155 1.7198 .1155 .7506 .5206 .4041 1.0970 .7394 .4000 .7000 .5215 .4619 .4000 .5981 .4000 .5774 .4622 .4619 1.0970 1.4208 1.1410 .9634 1.1692
N 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 36 36 72
166
Lampiran 3. Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Suhu Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 43.464a 61180.020 19.014 24.450 53.596 61277.080 97.060
df 12 1 1 11 59 72 71
Mean Square F 3.622 3.987 61180.020 67348.565 19.014 20.931 2.223 2.447 .908
a. R Squared = .448 (Adjusted R Squared = .335)
Homogeneous Subsets Suhu a,b
Duncan
Desa Tangngatangnga Karama Sabangsubik Sepakbatu Bonde Panyampa Pammbusuang Parappe Bala Wattang Lantora Polewali Sig.
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1 28.283 28.317 28.600 28.867 28.950 29.083 29.133 29.233 29.450
.076
Subset 2
28.600 28.867 28.950 29.083 29.133 29.233 29.450 29.667
.103
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .908. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
3
28.867 28.950 29.083 29.133 29.233 29.450 29.667 30.083 30.133 .054
Sig. .000 .000 .000 .014
167
Lampiran 4. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) salinitas di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: Salinitas Desa Wattang
Polewali
Lantora
Bonde
Parappe
Panyampa
Bala
Pammbusuang
Sabangsubik
Karama
Tangngatangnga
Sepakbatu
Total
Musim Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total
Mean 28.67 25.33 27.00 28.67 25.33 27.00 26.67 22.67 24.67 32.67 18.67 25.67 33.00 20.67 26.83 33.00 21.00 27.00 30.00 26.67 28.33 31.00 27.33 29.17 33.00 29.00 31.00 29.67 27.00 28.33 29.33 27.00 28.17 22.67 15.00 18.83 29.86 23.81 26.83
Std. Deviation .577 1.155 2.000 .577 .577 1.897 .577 .577 2.251 .577 1.155 7.711 .000 .577 6.765 .000 1.000 6.603 .000 1.528 2.066 .000 1.155 2.137 .000 .000 2.191 .577 1.000 1.633 .577 1.000 1.472 2.309 .000 4.446 3.053 4.167 4.738
N 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 36 36 72
168
Lampiran 4. Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Salinitas Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1255.389a 51842.000 660.056 595.333 338.611 53436.000 1594.000
df
Mean Square 104.616 51842.000 660.056 54.121 5.739
12 1 1 11 59 72 71
F 18.228 9033.011 115.009 9.430
Sig. .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .788 (Adjusted R Squared = .744)
Homogeneous Subsets Salinitas Duncan
a,b
Desa Sepakbatu Lantora Bonde Parappe Wattang Polewali Panyampa Tangngatangnga Bala Karama Pammbusuang Sabangsubik Sig.
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1 18.83
Subset 3
2 24.67 25.67 26.83 27.00 27.00 27.00
1.000
.146
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 5.739. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
25.67 26.83 27.00 27.00 27.00 28.17 28.33 28.33
.104
4
5
26.83 27.00 27.00 27.00 28.17 28.33 28.33 29.17 .156
28.17 28.33 28.33 29.17 31.00 .071
169
Lampiran 5. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) pH di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: pH Desa Wattang
Polewali
Lantora
Bonde
Parappe
Panyampa
Bala
Pammbusuang
Sabangsubik
Karama
Tangngatangnga
Sepakbatu
Total
Musim Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total
Mean 7.100 6.367 6.733 6.800 5.867 6.333 6.633 5.933 6.283 7.767 5.933 6.850 6.767 5.767 6.267 6.767 5.700 6.233 7.800 7.167 7.483 7.567 6.933 7.250 7.400 6.667 7.033 6.867 6.000 6.433 6.733 6.000 6.367 6.033 5.467 5.750 7.019 6.150 6.585
Std. Deviation .1732 .1528 .4274 .2000 .1528 .5354 .2887 .1155 .4309 .2082 .0577 1.0134 .6110 .0577 .6713 .2309 .0000 .6022 .1732 .0577 .3656 .4041 .1155 .4370 .2000 .1155 .4274 .2309 .0000 .4967 .2309 .0000 .4274 .4041 .1155 .4087 .5686 .5130 .6934
N 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 36 36 72
170
Lampiran 5. Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 29.745a 3121.817 13.607 16.138 4.388 3155.950 34.133
df 12 1 1 11 59 72 71
Mean Square F 2.479 33.327 3121.817 41973.343 13.607 182.946 1.467 19.726 .074
Sig. .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .871 (Adjusted R Squared = .845)
Homogeneous Subsets pH Duncan
a,b
Subset Desa Sepakbatu Panyampa Parappe Lantora Polewali Tangngatangnga Karama Wattang Bonde Sabangsubik Pammbusuang Bala Sig.
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1 5.750
2 6.233 6.267 6.283 6.333 6.367 6.433
1.000
.275
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .074. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
3
6.433 6.733
.062
4
6.733 6.850 7.033
.076
5
7.033 7.250 .174
6
7.250 7.483 .144
171
Lampiran 6. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kadar oksigen terlarut di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: DO Desa Wattang
Polewali
Lantora
Bonde
Parappe
Panyampa
Bala
Pammbusuang
Sabangsubik
Karama
Tangngatangnga
Sepakbatu
Total
Musim Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total
Mean 7.400 8.900 8.150 9.667 8.600 9.133 7.733 7.367 7.550 4.767 4.167 4.467 5.100 4.367 4.733 6.267 6.267 6.267 8.233 8.667 8.450 5.533 7.067 6.300 6.467 6.400 6.433 5.633 6.567 6.100 5.500 5.900 5.700 4.400 5.300 4.850 6.392 6.631 6.511
Std. Deviation 1.0392 .9000 1.1962 1.4434 1.1000 1.2879 1.1547 .9504 .9670 .1528 .1155 .3502 .3464 .2517 .4844 .1155 .3512 .2338 .6351 1.6166 1.1238 .4619 .7506 1.0080 .1528 .3000 .2160 .4619 .3512 .6293 .5196 .1000 .4000 .1000 .2000 .5128 1.6352 1.6554 1.6382
N 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 36 36 72
172
Lampiran 6. Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: DO Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 153.652a 3052.409 1.027 152.624 36.879 3242.940 190.531
df
Mean Square 12.804 3052.409 1.027 13.875 .625
12 1 1 11 59 72 71
F 20.484 4883.266 1.643 22.197
Sig. .000 .000 .205 .000
a. R Squared = .806 (Adjusted R Squared = .767)
Homogeneous Subsets DO Duncan
a,b
Desa Bonde Parappe Sepakbatu Tangngatangnga Karama Panyampa Pammbusuang Sabangsubik Lantora Wattang Bala Polewali Sig.
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1 4.467 4.733 4.850
Subset 3
2
4.850 5.700
5
5.700 6.100 6.267 6.300 6.433 7.550 8.150 8.450
.434
.068
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .625. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
4
.159
.066
8.450 9.133 .140
173
Lampiran 7. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kecerahan di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: Kecerahan Desa Wattang
Polewali
Lantora
Bonde
Parappe
Panyampa
Bala
Pammbusuang
Sabangsubik
Karama
Tangngatangnga
Sepakbatu
Total
Musim Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total
Mean 10.333 8.200 9.267 10.700 7.600 9.150 10.600 7.200 8.900 7.467 5.600 6.533 7.700 5.267 6.483 8.467 5.900 7.183 13.467 7.800 10.633 12.867 8.400 10.633 9.967 7.000 8.483 11.900 7.300 9.600 9.233 6.367 7.800 5.467 4.567 5.017 9.847 6.767 8.307
Std. Deviation .5774 .3000 1.2388 .7000 .4000 1.7729 .6928 .1000 1.9142 .4041 .4000 1.0838 .5196 .4509 1.4020 .9504 .1000 1.5303 .7506 .1732 3.1418 .1528 .1000 2.4492 .5508 .1000 1.6630 .0000 .2000 2.5227 .9815 .2309 1.6947 .2517 .0577 .5193 2.3194 1.2033 2.4024
N 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 36 36 72
174
Lampiran 7. Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kecerahan Type III Sum of Squares 370.782a 4968.383 170.817 199.965 39.005 5378.170 409.787
Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
df
Mean Square 30.898 4968.383 170.817 18.179 .661
12 1 1 11 59 72 71
F 46.738 7515.336 258.383 27.498
Sig. .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .885)
Homogeneous Subsets Kecerahan a,b
Duncan
Desa Sepakbatu Parappe Bonde Panyampa Tangngatangnga Sabangsubik Lantora Polewali Wattang Karama Bala Pammbusuang Sig.
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1 5.017
2 6.483 6.533 7.183
1.000
3
7.183 7.800
.165
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .661. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
.194
Subset 4
7.800 8.483
.151
5
8.483 8.900 9.150 9.267
.133
6
7
8.900 9.150 9.267 9.600
.180
10.633 10.633 1.000
175
Lampiran 8. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kecepatan arus di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: Arus Desa Wattang
Polewali
Lantora
Bonde
Parappe
Panyampa
Bala
Pammbusuang
Sabangsubik
Karama
Tangngatangnga
Sepakbatu
Total
Musim Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total Timur Barat Total
Mean .06640 .11943 .09292 .06150 .11143 .08647 .06330 .10547 .08438 .13310 .21563 .17437 .13693 .19860 .16777 .11187 .16397 .13792 .10307 .15630 .12968 .06880 .11790 .09335 .08487 .14807 .11647 .08030 .12583 .10307 .07520 .12727 .10123 .07007 .12240 .09623 .08795 .14269 .11532
Std. Deviation .000520 .008558 .029549 .000866 .007406 .027753 .000800 .005552 .023367 .008487 .020207 .047283 .010335 .027535 .038559 .017090 .002701 .030562 .012734 .000000 .030249 .000520 .006955 .027253 .004352 .014261 .035877 .002944 .012671 .026262 .001700 .011315 .029422 .001155 .009007 .029234 .026788 .035699 .041733
N 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 3 3 6 36 36 72
176
Lampiran 8. Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Arus Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .117a .958 .054 .063 .007 1.081 .124
df
Mean Square .010 .958 .054 .006 .000
12 1 1 11 59 72 71
F 81.149 7997.183 450.503 47.572
Sig. .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .943 (Adjusted R Squared = .931)
Homogeneous Subsets Arus Duncan
a,b
Desa Lantora Polewali Wattang Pammbusuang Sepakbatu Tangngatangnga Karama Sabangsubik Bala Panyampa Parappe Bonde Sig.
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1 .08438 .08647 .09292 .09335 .09623
Subset 3
2
5
.09292 .09335 .09623 .10123 .10307 .11647 .12968 .13792
.099
.159
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
4
1.000
.198
.16777 .17437 .300
177
Lampiran 9. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) kandungan klorofil-a di lingkungan pantai Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Klorofil-a Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 4.009a 13.856 1.400 2.609 2.559 20.424 6.568
df 12 1 1 11 11 24 23
Mean Square .334 13.856 1.400 .237 .233
F 1.436 59.555 6.016 1.019
Sig. .278 .000 .032 .488
a. R Squared = .610 (Adjusted R Squared = .185)
Dua Musim Estimates Dependent Variable: Klorofil-a Musim 1 2
Mean 1.001 .518
Std. Error .139 .139
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .695 1.308 .212 .825
Pairwise Comparisons Dependent Variable: Klorofil-a
(I) Musim 1 2
(J) Musim 2 1
Mean Difference Std. Error (I-J) .483* .197 -.483* .197
a
Sig. .032 .032
95% Confidence Interval for a Difference Lower Bound Upper Bound .050 .916 -.916 -.050
Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).
178
Lampiran 10. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) suhu di lingkungan tambak Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Suhu Type III Sum of Squares 107.327a 26083.905 60.492 46.835 43.528 26234.760 150.855
Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
df 5 1 1 4 24 30 29
Mean Square F 21.465 11.835 26083.905 14381.863 60.492 33.353 11.709 6.456 1.814
a. R Squared = .711 (Adjusted R Squared = .651)
Post Hoc Tests Desa Homogeneous Subsets Suhu a,b
Duncan
Desa Sepakbatu Lantora Bonde Parappe Panyampa Sig.
N 6 6 6 6 6
1 27.517 28.950
.078
Subset 2 28.950 29.750 29.883 .268
3
29.750 29.883 31.333 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.814. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
Sig. .000 .000 .000 .001
179
Lampiran 11. Data persentase berdasarkan frekuensi jawaban responden terhadap beberapa parameter karakteristik masyarakat pesisir Kecamatan Polewali
Desa Wattang Polewali Lantora
Umur 1 0.00
Umur 2 72.31
Umur 3 27.69
13.67 9.78
61.15 66.30
0.00
25.18 23.91
PSD 5.36 16.42 8.99
PSMP 17.86 51.49 42.70
PSMA 62.50 30.60 48.31
P Sarj 14.29 1.49 0.00
PPN 10.77 27.74 44.68
PPT 3.08 5.11 1.06
PPU 64.62 32.12 25.53
73.81
26.19
85.71
0.00
14.29
0.00
64.29
23.81
2.38
10.00
74.00
16.00
100.00
0.00
0.00
0.00
72.00
8.00
0.00
6.82 1.32 0.00 1.61
75.00 76.32 79.31 70.97
18.18 22.37 20.69 27.42
100.00 94.59 97.33 92.50
0.00 2.70 2.67 2.50
0.00 2.70 0.00 5.00
0.00 0.00 0.00 0.00
37.78 100.00 100.00 92.06
42.22 0.00 0.00 1.59
0.00 0.00 0.00 3.17
Bonde Campalagian
Balanipa
Kecamatan
Parappe Panyampa Bala Pambusuang S Subik
Desa Wattang Polewali Polewali Lantora Bonde Campalagian Parappe Panyampa Bala Balanipa Pambusuang S Subik
PPL 21.54 35.04 28.72 9.52 20.00 20.00 0.00 0.00 3.17
KPA 77.61 84.89 77.66 100.00 85.71 97.37 100.00 98.78 100.00
KPP 22.39 15.11 22.34 0.00 14.29 2.63 0.00 1.22 0.00
LPP 1 20.00 31.82 12.22 6.06 10.53 20.00 1.39 1.16 3.45
LPP 2 40.00 46.21 47.78 33.33 5.26 20.00 9.72 19.77 31.03
LPP 3 40.00 21.97 40.00 60.61 84.21 60.00 88.89 79.07 65.52
PPSA 37.50 30.43 53.26 19.05 16.67 36.36 21.43 7.59 16.95
PPST 62.50 69.57 46.74 80.95 83.33 63.64 78.57 92.41 83.05
RPPA 36.51 52.94 54.26 12.90 31.58 20.00 36.36 38.64 13.33
RPPT 63.49 47.06 45.74 87.10 68.42 80.00 63.64 61.36 86.67
180
Lampiran 11. Lanjutan Kecamatan
Desa Wattang Polewali Polewali Lantora Bonde Campalagian Parappe Panyampa Bala Balanipa Pambusuang S Subik
KSM 87.50 60.29 63.44 59.52 56.00 68.18 42.86 65.91 41.94
JAKB 3 Wattang 30.36 Polewali Polewali 18.18 Lantora 53.95 Bonde 66.67 Campalagian Parappe 0.00 Panyampa 28.89 Bala 74.29 Balanipa Pambusuang 71.08 S Subik 40.43 Kecamatan
Desa
KSBM 12.50 39.71 36.56 40.48 44.00 31.82 57.14 34.09 58.06
PAK SD 4.69 10.14 5.56 65.91 65.22 59.52 72.37 73.86 70.49
PAK SMP 10.94 32.61 26.67 13.64 26.09 28.57 11.84 15.91 11.48
JAK 1 19.51 16.15 8.57 2.22 4.17 4.17 2.63 11.49 20.69
JAK 2 75.61 77.69 88.57 91.11 87.50 81.25 81.58 83.91 68.97
JAK 3 4.88 6.15 2.86 6.67 8.33 14.58 15.79 4.60 10.34
PAK PAK PP 1 SMA S 62.50 21.88 3.08 55.80 1.45 1.45 66.67 1.11 27.66 18.18 2.27 4.76 8.70 0.00 56.52 9.52 2.38 2.38 14.47 1.32 11.69 10.23 0.00 46.67 18.03 0.00 22.22
JAKK 1 62.69 43.97 41.49 54.35 60.00 54.17 12.99 44.44 34.38
JAKK 2 22.39 47.52 32.98 41.30 32.00 41.67 29.87 54.44 54.69
JAKK 3 14.93 8.51 25.53 4.35 8.00 4.17 57.14 1.11 10.94
PP 2
PP 3
PP 4
PP 5
32.31 55.80 63.83 95.24 43.48 95.24 81.82 50.00 46.03
52.31 41.30 7.45 0.00 0.00 2.38 6.49 3.33 31.75
9.23 1.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3.08 0.00 1.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
JAKB 1 12.50 0.00 0.00 0.00 0.00 11.11 0.00 0.00 0.00
JAKB 2 57.14 81.82 46.05 33.33 100.00 60.00 25.71 28.92 59.57
LINGK LINGK AMPE AMPL 1 2 90.63 9.38 41.67 58.33 81.02 18.98 81.67 18.33 86.02 13.98 55.84 44.16 84.38 15.63 20.00 80.00 100.00 0.00 57.14 42.86 100.00 0.00 66.67 33.33 96.10 3.90 28.95 71.05 100.00 0.00 46.67 53.33 98.21 1.79 12.00 88.00
181
Lampiran 12. Hasil analisis ragam (ANOVA) umur, lama domisili, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang dibiayai dan jumlah anggota keluarga yang bekerja Descriptives
N Umur Kepala Keluarga (Tahun)
Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama
Lama Domisili (Tahun)
Tangngatangnga Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga
Jumlah Anggota Keluarga (Orang)
Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga
Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Orang)
Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga
Jumlah Anggota Keluarga Bekerja (Orang)
Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 40.33 46.75 36.90 41.88 38.27 43.05 41.21 46.61 36.52 40.80 37.55 43.37
65 135 91 46 53 48
Mean 43.54 39.39 40.66 43.91 38.66 40.46
Std. Deviation 12.96 14.64 11.46 9.09 7.75 10.02
Std. Error 1.61 1.26 1.20 1.34 1.06 1.45
Minimum 27 18 20 31 25 18
Maximum 85 74 70 65 64 75
77 90 63 84 52 39
41.83 44.48 43.02 35.45 42.83 47.54
9.90 7.45 13.07 7.76 13.58 14.43
1.13 .79 1.65 .85 1.88 2.31
39.58 42.92 39.72 33.77 39.05 42.86
44.08 46.04 46.31 37.14 46.61 52.22
18 28 20 18 19 24
75 61 87 57 70 83
843 67 139 92 46 53 48
41.34 35.19 35.29 34.60 43.91 38.66 40.04
11.70 18.59 16.18 15.72 9.09 7.75 10.45
.40 2.27 1.37 1.64 1.34 1.06 1.51
40.55 30.66 32.58 31.34 41.21 36.52 37.01
42.13 39.73 38.01 37.85 46.61 40.80 43.08
18 1 2 1 31 25 18
87 85 74 70 65 64 75
77 90 64 84 53 39 852
41.29 44.38 41.36 34.93 39.83 45.79 38.84
9.71 7.45 13.96 8.60 16.39 14.12 13.62
1.11 .79 1.74 .94 2.25 2.26 .47
39.08 42.82 37.87 33.06 35.31 41.22 37.92
43.49 45.94 44.85 36.79 44.35 50.37 39.75
18 28 15 6 6 20 1
75 61 87 57 70 83 87
63 137 91 45 52 48
3.84 4.42 4.32 4.64 4.65 5.23
1.87 1.92 1.62 1.69 1.58 2.00
.24 .16 .17 .25 .22 .29
3.37 4.10 3.98 4.14 4.21 4.65
4.31 4.75 4.66 5.15 5.09 5.81
1 1 1 2 2 2
10 9 9 11 9 11
77 90 63 76 53 37 832
7.35 4.80 4.49 5.13 5.77 4.22 4.90
2.44 1.87 1.88 1.74 2.51 2.72 2.16
.28 .20 .24 .20 .34 .45 7.49E-02
6.80 4.41 4.02 4.73 5.08 3.31 4.75
7.90 5.19 4.97 5.53 6.47 5.12 5.05
2 2 1 2 1 1 1
13 11 9 11 11 9 13
63 128 81 42 53 44 67
2.35 1.75 1.96 1.52 1.85 1.25 1.75
.86 .79 .83 .92 .86 .61 .99
.11 7.02E-02 9.20E-02 .14 .12 9.27E-02 .12
2.13 1.61 1.78 1.24 1.61 1.06 1.50
2.57 1.89 2.15 1.81 2.09 1.44 1.99
0 0 0 0 0 1 1
4 4 3 3 4 3 4
84 61 85 52 38 798
1.52 1.44 1.24 1.62 1.45 1.66
.75 .74 .80 .80 .69 .86
8.21E-02 9.50E-02 8.64E-02 .11 .11 3.04E-02
1.36 1.25 1.06 1.39 1.22 1.60
1.69 1.63 1.41 1.84 1.67 1.72
1 0 0 1 0 0
3 3 3 3 3 4
63 129 87 42 53 45 69
1.14 1.07 1.09 1.07 .96 1.09 1.06
.90 .80 .92 .87 .78 .92 .76
.11 7.06E-02 9.90E-02 .13 .11 .14 9.21E-02
.92 .93 .90 .80 .75 .81 .87
1.37 1.21 1.29 1.34 1.18 1.37 1.24
0 0 0 0 0 0 0
3 4 3 4 3 3 3
85 62 85 52 37 809
1.15 1.16 .80 .79 .89 1.03
.88 .87 .59 .64 .88 .82
9.54E-02 .11 6.44E-02 8.83E-02 .14 2.89E-02
.96 .94 .67 .61 .60 .98
1.34 1.38 .93 .97 1.18 1.09
0 0 0 0 0 0
3 3 2 2 4 4
182
Lampiran 12. Lanjutan ANOVA
Umur Kepala Keluarga (Tahun) Lama Domisili (Tahun)
Jumlah Anggota Keluarga (Orang)
Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Orang) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja (Orang)
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 7197.493 108140.4 115337.9 12398.357 145424.0 157822.3 679.428 3202.092
df 11 831 842 11 840 851 11 820
3881.519
831
70.559 518.410 588.969 12.451 534.713 547.164
11 786 797 11 797 808
Mean Square 654.318 130.133
F 5.028
Sig. .000
1127.123 173.124
6.511
.000
61.766 3.905
15.817
.000
6.414 .660
9.725
.000
1.132 .671
1.687
.072
Homogeneous Subsets Umur Kepala Keluarga (Tahun) a,b
Tukey HSD
DESA Karama Parappe Polewali Panyampa Lantora Bala Tangngatangnga Sabangsubik Wattang Bonde Pammbusuang Sepakbatu Sig.
N 84 53 135 48 91 77 52 63 65 46 90 39
Subset for alpha = .05 1 2 35.45 38.66 38.66 39.39 39.39 40.46 40.46 40.66 40.66 41.83 41.83 42.83 43.02 43.54 43.91 44.48 .076
.159
3
41.83 42.83 43.02 43.54 43.91 44.48 47.54 .181
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 62.510. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
183
Lampiran 12. Lanjutan Lama Domisili (Tahun) a,b
Tukey HSD DESA Lantora Karama Wattang Polewali Parappe Tangngatangnga Panyampa Bala Sabangsubik Bonde Pammbusuang Sepakbatu Sig.
Subset for alpha = .05 1 2 34.60 34.93 35.19 35.29 38.66 39.83 40.04 41.29 41.36
N 92 84 67 139 53 53 48 77 64 46 90 39
.147
38.66 39.83 40.04 41.29 41.36 43.91 44.38 45.79 .097
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 62.970. b.
The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Tukey HSD
a,b
DESA Wattang Sepakbatu Lantora Polewali Sabangsubik Bonde Parappe Pammbusuang Karama Panyampa Tangngatangnga Bala Sig.
N
Subset for alpha = .05 2 3
1 63 37 91 137 63 45 52 90 76 48 53 77
3.84 4.22 4.32 4.42 4.49 4.64 4.65 4.80
.232
4.22 4.32 4.42 4.49 4.64 4.65 4.80 5.13 5.23
.163
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.390. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
4
4.64 4.65 4.80 5.13 5.23 5.77 .068
7.35 1.000
184
Lampiran 12. Lanjutan Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Orang) a,b
Tukey HSD
DESA Karama Panyampa Sabangsubik Sepakbatu Bonde Pammbusuang Tangngatangnga Bala Polewali Parappe Lantora Wattang Sig.
N
Subset for alpha = .05 2 3
1 85 44 61 38 42 84 52 67 128 53 81 63
1.24 1.25 1.44 1.45 1.52 1.52 1.62
1.44 1.45 1.52 1.52 1.62 1.75 1.75 1.85
.308
.212
1.52 1.52 1.62 1.75 1.75 1.85 1.96 .125
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59.415. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Jumlah Anggota Keluarga Bekerja (Orang) Tukey HSD
DESA Tangngatangnga Karama Sepakbatu Parappe Bala Polewali Bonde Panyampa Lantora Wattang Pammbusuang Sabangsubik Sig.
a,b
Subset for alpha = .05 1
N 52 85 37 53 69 129 42 45 87 63 85 62
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59.872. b.
The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
.79 .80 .89 .96 1.06 1.07 1.07 1.09 1.09 1.14 1.15 1.16 .346
4
1.96 2.35 .284
185
Lampiran 13. Data yang digunakan dalam analisis PCA Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang S Subik Karama Tanga2 S Batu
Umr2 36.92 20.00 31.87 52.17 67.92 62.50 50.65 42.22 30.16 53.57 30.77 25.64
Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang S Subik Karama Tanga2 S Batu
JAKK2 33.33 58.14 45.98 52.38 56.60 42.22 50.72 45.88 37.10 61.18 55.77 54.05
Umr3 36.92 31.85 37.36 39.13 13.21 18.75 29.87 48.89 42.86 8.33 38.46 51.28 PPN 10.77 27.74 44.68 62.79 57.69 40.00 96.10 95.51 92.06 56.58 50.98 18.42
PTSD 4.62 16.31 8.99 85.37 88.46 100.00 94.59 97.70 90.00 66.20 100.00 72.22 PPUD 66.15 34.31 25.53 2.33 13.46 22.22 3.90 4.49 3.17 5.26 13.73 42.11
PTSMP 18.46 51.77 42.70 0.00 5.77 0.00 2.70 2.30 5.00 7.04 0.00 11.11 PPJL 20.00 32.85 28.72 9.30 15.38 17.78 0.00 0.00 3.17 34.21 31.37 36.84
PTSMU 63.08 30.50 48.31 14.63 5.77 0.00 2.70 0.00 5.00 12.68 0.00 11.11 PSTA 62.50 69.57 46.74 78.57 84.31 63.64 77.14 93.67 83.05 82.86 62.75 68.57
KEPA 77.61 84.89 77.66 100.00 93.62 97.37 100.00 98.78 100.00 89.83 88.68 89.47 OPP2 32.31 55.80 63.83 95.24 58.00 95.24 81.82 50.00 46.03 83.58 89.80 57.89
DOM1 50.75 56.12 46.74 8.70 18.87 20.83 20.78 8.89 32.81 39.29 41.51 25.64 JSF1 24.19 8.70 88.89 100.00 98.00 97.62 67.53 68.89 45.90 78.79 90.91 53.33
DOM2 19.40 17.99 25.00 52.17 67.92 60.42 51.95 43.33 28.13 52.38 20.75 28.21
JSF2 70.97 90.58 11.11 0.00 2.00 2.38 32.47 31.11 54.10 21.21 9.09 46.67
JAK1 47.62 32.12 30.77 26.67 23.08 16.67 3.90 26.67 28.57 13.16 22.64 48.65
SPUN 7.81 29.63 44.09 58.14 56.86 38.64 93.42 100.00 90.16 67.12 51.02 21.74
JAK2 42.86 48.91 62.64 64.44 67.31 62.50 38.96 54.44 57.14 69.74 37.74 29.73
SPUUD 48.44 23.70 29.03 4.65 0.00 22.73 1.32 0.00 4.92 10.96 8.16 30.43
JAKB2 4.76 39.06 24.69 69.05 35.85 84.09 53.73 63.10 65.57 63.53 57.69 50.00
SPUJL 37.50 40.00 25.81 13.95 31.37 18.18 0.00 0.00 3.28 20.55 40.82 43.48
JAKB3 88.89 58.59 71.60 28.57 62.26 15.91 46.27 36.90 32.79 24.71 42.31 44.74 PENG2 34.43 48.57 14.63 86.96 83.02 77.08 44.26 72.62 71.88 68.60 54.72 43.59
JAKK1 28.57 20.93 27.59 23.81 26.42 28.89 23.19 23.53 25.81 29.41 32.69 32.43 PEND2 27.69 66.42 61.70 58.14 82.69 71.11 67.53 86.52 71.43 81.58 76.47 57.89
186
Lampiran 14. Hasil lengkap analisis PCA Xlstat version 5.0 (b7) - Principal Component Analysis (PCA) - 1/28/2006 at 1:49:30 AM Array: workbook = Hasil Akhir PCA.xls / sheet = Data PCA / range = $B$2:$W$13 / 12 rows and 22 columns Uniform weighting (default) No missing values Pearson correlation coefficient (standardized PCA) Without axes rotation Number of factors retained for the analysis: 5
Means and standard deviations of the variables: Means Umr1 Umr2 Umr3 PTSD KEPA DOM1 DOM2 DOM3 JAK2 JAKB2 JAKB3 PPN PSTA HKSM OPP2 JSF1 PENG2 PEND2 LINGK1 PAKSD PAKSMP PAKSMU
24.890 42.033 33.077 68.705 91.493 30.910 38.971 30.120 53.034 50.927 46.129 54.444 72.780 62.261 67.461 68.563 58.363 67.432 86.673 50.963 20.256 23.701
Standard deviations 10.860 14.580 12.910 35.389 7.914 15.332 16.891 11.928 12.614 20.800 20.111 27.622 12.333 13.532 20.079 28.890 20.972 14.997 11.176 19.491 9.119 14.795
187
Correlation matrix: Umr1 Umr2 Umr3 PTSD Umr1 1 -0.517 -0.257 -0.574 Umr2 -0.517 1 -0.694 0.476 Umr3 -0.257 -0.694 1 -0.055 PTSD -0.574 0.476 -0.055 1 KEPA -0.600 0.461 -0.016 0.878 DOM1 0.897 -0.601 -0.076 -0.772 DOM2 -0.540 0.949 -0.618 0.591 DOM3 -0.389 -0.572 0.973 0.155 JAK2 -0.089 0.590 -0.591 0.042 JAKB2 -0.320 0.322 -0.095 0.804 JAKB3 0.260 -0.328 0.151 -0.756 PPN -0.425 0.281 0.040 0.628 PSTA -0.375 0.360 -0.091 0.574 HKSM -0.148 -0.161 0.307 -0.364 OPP2 -0.146 0.440 -0.374 0.500 JSF1 -0.517 0.671 -0.323 0.563 PENG2 -0.448 0.604 -0.305 0.713 PEND2 -0.057 0.318 -0.311 0.637 LINGK1 -0.183 0.483 -0.391 0.172 `PAKSD -0.816 0.601 0.007 0.749 PAKSMP 0.518 0.248 -0.716 -0.130 PAKSMU 0.772 -0.828 0.286 -0.715 In bold, significant values (except diagonal) at the level of significance alpha=0.050 (Twotailed test)
188
Lampiran 14. Lanjutan Eigenvalues: Eigenvalue variance % cumulated %
F1 10.1219 46.009
F2 4.3062 19.574
F3 2.3274 10.579
F4 1.979 8.997
F5 1.055 4.794
F6 0.731 3.322
F7 0.641 2.912
F8 0.366 1.665
F9 0.195 0.888
F10 0.182 0.828
F11 0.095 0.433
46.009
65.583
76.162
85.159
89.953
93.274
96.186
97.851
98.739
99.567
100.000
Eigenvalues: Umr1 Umr2 Umr3 PTSD KEPA DOM1 DOM2 DOM3 JAK2 JAKB2 JAKB3
F1 -0.197 0.237 -0.103 0.270 0.280 -0.263 0.268 -0.042 0.151 0.242 -0.234
F2 -0.260 -0.181 0.423 0.127 0.153 -0.199 -0.134 0.444 -0.287 0.035 -0.008
F3 0.306 -0.330 0.116 0.148 0.126 0.134 -0.221 0.141 -0.122 0.336 -0.334
F4 -0.149 0.092 0.021 0.122 -0.060 -0.140 0.087 0.058 -0.118 0.162 -0.164
F5 0.173 0.030 -0.180 0.037 0.063 -0.021 0.110 -0.129 -0.013 0.060 -0.116
F6 -0.102 -0.093 0.191 -0.026 -0.188 -0.129 -0.022 0.197 0.315 -0.180 0.205
F7 -0.107 -0.105 0.208 -0.260 -0.013 0.024 -0.164 0.202 0.605 0.246 -0.265
F8 -0.023 0.029 -0.013 0.346 -0.047 0.163 -0.179 0.043 -0.324 0.143 -0.034
F9 -0.031 0.033 -0.011 0.201 0.025 0.171 -0.259 0.148 -0.095 -0.290 0.379
F10 0.231 -0.093 -0.090 0.285 -0.190 0.340 -0.241 -0.096 0.159 -0.001 -0.150
F11 -0.059 0.093 -0.055 -0.154 -0.495 0.110 -0.157 0.080 -0.084 0.013 -0.299
189
Lampiran 14. Lanjutan Coordinates of the variables: Umr1 Umr2 Umr3 PTSD KEPA DOM1 DOM2 DOM3 JAK2 JAKB2 JAKB3 PPN PSTA HKSM OPP2 JSF1 PENG2 PEND2 LINGK1 `PAKSD PAKSMP PAKSMU
F1 -0.625 0.756 -0.327 0.858 0.891 -0.836 0.852 -0.132 0.481 0.768 -0.745 0.716 0.673 -0.501 0.511 0.653 0.821 0.649 0.462 0.842 0.045 -0.883
F2 -0.539 -0.376 0.878 0.265 0.318 -0.412 -0.277 0.922 -0.595 0.072 -0.016 0.212 0.249 0.265 -0.330 -0.232 -0.001 -0.228 -0.295 0.392 -0.913 -0.098
F3 0.467 -0.504 0.176 0.226 0.192 0.204 -0.338 0.215 -0.187 0.512 -0.510 0.217 0.030 -0.512 0.332 -0.120 0.020 0.453 -0.202 -0.270 0.245 0.404
F4 -0.209 0.129 0.030 0.171 -0.084 -0.198 0.122 0.082 -0.166 0.227 -0.231 -0.487 -0.459 0.475 0.596 0.514 0.000 -0.113 -0.581 -0.193 0.064 0.065
F5 0.177 0.031 -0.184 0.038 0.065 -0.022 0.113 -0.132 -0.013 0.062 -0.119 -0.350 0.452 0.280 -0.240 -0.355 0.437 0.094 -0.361 -0.073 -0.051 0.082
190
Squared cosines of the variables: Umr1 Umr2 Umr3 PTSD KEPA DOM1 DOM2 DOM3 JAK2 JAKB2 JAKB3 PPN PSTA HKSM OPP2 JSF1 PENG2 PEND2 LINGK1 `PAKSD PAKSMP PAKSMU
F1 0.391 0.571 0.107 0.736 0.794 0.699 0.726 0.018 0.231 0.590 0.556 0.513 0.453 0.251 0.261 0.426 0.674 0.421 0.214 0.709 0.002 0.779
F2 0.291 0.141 0.771 0.070 0.101 0.170 0.077 0.850 0.354 0.005 0.000 0.045 0.062 0.070 0.109 0.054 0.000 0.052 0.087 0.154 0.834 0.010
F3 0.218 0.254 0.031 0.051 0.037 0.042 0.114 0.046 0.035 0.263 0.260 0.047 0.001 0.262 0.110 0.014 0.000 0.205 0.041 0.073 0.060 0.163
F4 0.044 0.017 0.001 0.029 0.007 0.039 0.015 0.007 0.028 0.052 0.053 0.237 0.211 0.226 0.355 0.264 0.000 0.013 0.338 0.037 0.004 0.004
F5 0.031 0.001 0.034 0.001 0.004 0.000 0.013 0.018 0.000 0.004 0.014 0.122 0.204 0.079 0.058 0.126 0.191 0.009 0.130 0.005 0.003 0.007
191
Contributions of the variables (%): Umr1 Umr2 Umr3 PTSD KEPA DOM1 DOM2 DOM3 JAK2 JAKB2 JAKB3 PPN PSTA HKSM OPP2 JSF1 PENG2 PEND2 LINGK1 PAKSD PAKSMP PAKSMU
F1 3.862 5.640 1.059 7.268 7.847 6.902 7.175 0.173 2.285 5.833 5.491 5.070 4.477 2.480 2.576 4.207 6.661 4.160 2.112 7.005 0.020 7.698
F2 6.747 3.280 17.896 1.625 2.342 3.944 1.782 19.742 8.220 0.119 0.006 1.043 1.442 1.629 2.522 1.252 0.000 1.209 2.023 3.575 19.376 0.223
F3 9.360 10.911 1.338 2.200 1.582 1.796 4.895 1.989 1.496 11.279 11.160 2.031 0.040 11.268 4.740 0.614 0.018 8.805 1.749 3.142 2.585 7.001
F4 2.214 0.844 0.046 1.476 0.359 1.972 0.749 0.336 1.391 2.613 2.687 11.987 10.635 11.403 17.938 13.329 0.000 0.640 17.070 1.891 0.207 0.213
F5 2.985 0.092 3.223 0.137 0.395 0.046 1.220 1.662 0.016 0.361 1.337 11.610 19.338 7.458 5.468 11.970 18.093 0.830 12.371 0.507 0.247 0.634
F3 -3.161 2.033 -0.386 -0.436 -2.438 -0.314 -0.005 -0.076 1.365 0.914 2.141 0.364
F4 -0.781 -1.064 0.365 1.441 -0.339 1.869 -0.950 -1.207 -2.566 -0.463 1.526 2.169
F5 0.165 1.299 -2.254 -0.170 1.036 -0.028 -1.376 0.120 -0.209 0.850 -0.699 1.265
Coordinates of the observations: Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
F1 -5.438 -4.618 -3.858 3.156 2.870 3.292 2.214 2.904 1.439 1.748 -1.047 -2.663
F2 0.703 -1.593 -1.773 1.307 -1.889 -1.862 0.716 2.896 1.740 -3.675 0.064 3.365
192
Squared cosines of the observations: Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
F1 0.702 0.675 0.587 0.576 0.384 0.518 0.376 0.397 0.137 0.158 0.104 0.273
F2 0.012 0.080 0.124 0.099 0.166 0.166 0.039 0.395 0.201 0.699 0.000 0.436
F3 0.237 0.131 0.006 0.011 0.277 0.005 0.000 0.000 0.124 0.043 0.433 0.005
F4 0.014 0.036 0.005 0.120 0.005 0.167 0.069 0.069 0.437 0.011 0.220 0.181
F5 0.001 0.053 0.200 0.002 0.050 0.000 0.145 0.001 0.003 0.037 0.046 0.062
Sum 0.966 0.976 0.922 0.808 0.882 0.856 0.630 0.861 0.902 0.949 0.802 0.956
Contributions of observations (%): Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pambusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu
F1 24.343 17.555 12.257 8.202 6.783 8.920 4.034 6.945 1.705 2.517 0.903 5.837
F2 0.956 4.912 6.081 3.307 6.906 6.707 0.993 16.228 5.861 26.133 0.008 21.907
F3 35.780 14.799 0.534 0.682 21.283 0.353 0.000 0.021 6.674 2.990 16.408 0.476
F4 2.568 4.771 0.562 8.748 0.483 14.709 3.799 6.132 27.722 0.904 9.799 19.804
F5 0.215 13.329 40.126 0.228 8.486 0.006 14.955 0.114 0.346 5.703 3.856 12.636
193
Lampiran 15. Hasil analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan total jumlah pendapatan Oneway Descriptives Total pendapatan (Rp)
N W attang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
49 132 92 43 52 45 77 82 61 70 47 37 787
Mean 2115306 1828636 2251630 1305814 1450577 1370000 1861299 1367927 1290984 1421429 1594681 1197297 1649809
Std. Deviation 741282.95891 688854.31240 654672.60029 491379.16966 580126.46850 558447.52337 710541.58486 552942.15938 574855.64831 577511.61784 642873.47820 718306.83883 713509.11434
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 1902384.796 2328227.449 1710026.973 1947245.754 2116051.579 2387209.290 1154589.766 1457038.141 1289068.683 1612085.163 1202223.790 1537776.210 1700025.544 2022571.859 1246432.113 1489421.546 1143756.239 1438210.974 1283725.787 1559131.356 1405926.127 1783435.576 957801.8734 1436792.721 1599883.087 1699735.719
ANOVA Total pendapatan (Rp)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 8.80E+13 3.12E+14 4.00E+14
df 11 775 786
Mean Square 8.002E+12 4.027E+11
F 19.868
Sig. .000
194
Homogeneous Subsets Total pendapatan (Rp) Tukey HSD
a,b
Desa Sepakbatu Sabangsubik Bonde Pammbusuang Panyampa Karama Parappe Tangngatangnga Polewali Bala W attang Lantora Sig.
N 37 61 43 82 45 70 52 47 132 77 49 92
1 1197297 1290984 1305814 1367927 1370000 1421429 1450577
.590
Subset for alpha = .05 3 4
2 1290984 1305814 1367927 1370000 1421429 1450577 1594681
.298
1450577 1594681 1828636
.063
1594681 1828636 1861299
.508
5
6
1828636 1861299 2115306 .388
2115306 2251630 .992
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 57.768. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
195
Lampiran 16. Hasil analisis ragam (ANOVA) antar pekerjaan pokok total jumlah pendapatan Oneway Descriptives Total pendapatan (Rp)
N Nelayan dan Petambak Petani dan peternak Usaha Dagang Jasa dan lainnya Total
Mean 1599526 1398077 1914524 1668364 1651145
443 52 126 165 786
Std. Deviation 687499.89790 616597.36270 773176.93410 710188.30456 712978.29579
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 1535329.703 1663722.216 1226415.121 1569738.725 1778201.591 2050846.028 1559195.402 1777531.871 1601224.041 1701066.035
ANOVA Total pendapatan (Rp)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.33E+13 3.86E+14 3.99E+14
df 3 782 785
Mean Square 4.433E+12 4.933E+11
F 8.987
Homogeneous Subsets Total pendapatan (Rp) a,b
Tukey HSD
Pekerjaan pokok kepala keluarga Petani dan peternak Nelayan dan Petambak Jasa dan lainnya Usaha Dagang Sig.
N 52 443 165 126
Subset for alpha = .05 1 2 3 1398077 1599526 1599526 1668364 1914524 .137 .883 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 112.723. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Sig. .000
196
Lampiran 17. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan pengeluaran untuk: konsumsi pangan, non pangan, total konsumsi dan rasio pangan: non pangan rata-rata Oneway Descriptives
N Konsumsi rata-rata pangan rata-rata per bulan (Rp)
Konsumsi non pangan rata-rata per bulan (Rp)
Total Konsumsi rata-rata per bulan (Rp)
Rasio Konsumsi Pangan : Non Pangan (%)
Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
59 136 80 43 50 45 59 81 60 69 50 38 770 59 136 80 43 50 45 59 81 60 69 50 38 770 59 140 80 46 51 48 59 82 61 78 52 39 795 59 136 80 43 50 45 59 81 60 69 50 38 770
Mean 528601.69 548213.24 520453.13 542896.51 543309.00 613566.67 814395.76 566157.41 541479.17 581844.20 680679.00 518621.05 578944.03 369703.39 381088.24 352390.63 244312.79 254031.00 230211.11 191112.71 239089.51 230187.50 240474.64 248441.00 160457.89 279173.51 898305.08 927142.86 872843.75 769021.74 789058.82 849895.83 1005508 805792.68 763524.59 770064.10 905288.46 694358.97 849351.57 148.3047 160.4161 171.8748 248.0598 245.3316 346.6649 520.0563 272.4258 278.6090 299.0323 333.9982 444.7361 268.2456
Std. Deviation 212929.217 203706.903 161656.585 158842.970 147910.612 195408.135 223686.525 163781.936 167138.155 196892.252 215860.264 276478.527 208098.094 128092.004 149256.948 144456.455 91375.311 115374.213 100496.084 96791.873 92561.004 98053.037 109661.420 95792.468 118258.260 137648.413 310063.411 307128.229 255924.343 237435.043 239354.165 249809.480 257327.135 244390.738 259623.420 312672.284 295652.906 367039.686 290861.484 44.16995 70.91162 90.26392 117.80704 117.46779 247.88582 251.99954 137.11272 155.62620 186.40275 219.56442 269.58226 191.27996
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 473112.04 584091.35 513667.45 582759.02 484478.21 556428.04 494011.86 591781.16 501273.27 585344.73 554859.56 672273.77 756102.74 872688.79 529942.25 602372.57 498302.80 584655.53 534545.52 629142.89 619332.19 742025.81 427744.82 609497.28 564222.43 593665.62 336322.43 403084.35 355776.39 406400.08 320243.42 384537.83 216191.62 272433.96 221242.01 286819.99 200018.74 260403.48 165888.61 216336.81 218622.59 259556.42 204857.71 255517.29 214131.09 266818.19 221217.08 275664.92 121587.37 199328.42 269435.77 288911.24 817502.12 979108.05 875821.11 978464.60 815890.58 929796.92 698512.23 839531.24 721739.38 856378.27 777358.72 922432.94 938448.66 1072568.29 752094.15 859491.22 697031.94 830017.24 699567.40 840560.81 822978.17 987598.76 575378.47 813339.48 829102.12 869601.02 136.7940 159.8155 148.3905 172.4417 151.7875 191.9620 211.8041 284.3154 211.9476 278.7156 272.1917 421.1380 454.3848 585.7277 242.1077 302.7439 238.4065 318.8115 254.2535 343.8111 271.5987 396.3977 356.1266 533.3455 254.7137 281.7774
197
Lampiran 17. Lanjutan ANOVA
Konsumsi rata-rata pangan rata-rata per bulan (Rp) Konsumsi non pangan rata-rata per bulan (Rp) Total Konsumsi rata-rata per bulan (Rp)
Rasio Konsumsi Pangan : Non Pangan (%)
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 4.75E+12 2.86E+13 3.33E+13 3.93E+12 1.06E+13 1.46E+13 5.15E+12 6.20E+13
df 11 758 769 11 758 769 11 783
6.72E+13
794
8707749 19428441 28136191
11 758 769
Mean Square 4.318E+11 3.767E+10
F 11.463
Sig. .000
3.577E+11 1.403E+10
25.491
.000
4.681E+11 7.921E+10
5.909
.000
791613.567 25631.189
30.885
.000
Homogeneous Subsets Konsumsi rata-rata pangan rata-rata per bulan (Rp) a,b
Tukey HSD
Desa Sepakbatu Lantora Wattang Sabangsubik Bonde Parappe Polewali Pammbusuang Karama Panyampa Tangngatangnga Bala Sig.
N 38 80 59 60 43 50 136 81 69 45 50 59
Subset for alpha = .05 1 2 3 518621.05 520453.13 528601.69 541479.17 542896.51 543309.00 548213.24 566157.41 566157.41 581844.20 581844.20 613566.67 613566.67 680679.00 814395.76 .270 .071 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 57.402. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
198
Lampiran 17. Lanjutan Konsumsi non pangan rata-rata per bulan (Rp) a,b
Tukey HSD
Desa Sepakbatu Bala Sabangsubik Panyampa Pammbusuang Karama Bonde Tangngatangnga Parappe Lantora Wattang Polewali Sig.
N 38 59 60 45 81 69 43 50 50 80 59 136
Subset for alpha = .05 1 2 3 160457.89 191112.71 191112.71 230187.50 230187.50 230211.11 230211.11 239089.51 240474.64 244312.79 248441.00 254031.00 352390.63 369703.39 381088.24 .072 .163 .979
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 57.402. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Total Konsumsi rata-rata per bulan (Rp) a,b
Tukey HSD
Desa Sepakbatu Sabangsubik Bonde Karama Parappe Pammbusuang Panyampa Lantora Wattang Tangngatangnga Polewali Bala Sig.
N 39 61 46 78 51 82 48 80 59 52 140 59
Subset for alpha = .05 1 2 3 694358.97 763524.59 763524.59 769021.74 769021.74 770064.10 770064.10 789058.82 789058.82 805792.68 805792.68 849895.83 849895.83 849895.83 872843.75 872843.75 898305.08 898305.08 905288.46 905288.46 927142.86 927142.86 1005508 .107 .069 .107
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59.405. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
199
Lampiran 17. Lanjutan
Rasio Konsumsi Pangan : Non Pangan (%) a,b
Tukey HSD
Desa Wattang Polewali Lantora Parappe Bonde Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Panyampa Sepakbatu Bala Sig.
N 59 136 80 50 43 81 60 69 50 45 38 59
1 148.3047 160.4161 171.8748 245.3316
.055
Subset for alpha = .05 2 3 4 160.4161 171.8748 245.3316 248.0598
.132
245.3316 248.0598 272.4258 278.6090 299.0323 333.9982
.120
5
272.4258 278.6090 299.0323 333.9982 346.6649
.351
444.7361 520.0563 .329
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 57.402. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
200
Lampiran 18. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan jumlah pajak rata-rata per tahun Oneway Descriptives Jumlah pajak rata-rata per bulan (Rp)
N W attang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
63 131 83 41 51 46 77 90 57 76 52 36 803
Mean 381666.67 219396.95 229216.87 18045.12 5052.94 9169.57 28532.47 4175.00 7709.65 17078.29 11421.73 35015.28 98872.95
Std. Deviation 262117.617 345994.146 112673.936 66418.340 5649.411 23241.360 31832.346 2355.632 13790.478 74394.537 18206.943 117088.847 206559.003
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 315653.20 447680.13 159591.20 279202.69 204613.83 253819.91 -2919.09 39009.34 3464.02 6641.86 2267.73 16071.40 21307.41 35757.52 3681.62 4668.38 4050.54 11368.76 78.41 34078.17 6352.89 16490.58 -4601.89 74632.44 84564.58 113181.33
ANOVA Jumlah pajak rata-rata per bulan (Rp)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.22E+13 2.21E+13 3.42E+13
df 11 791 802
Mean Square 1.105E+12 2.790E+10
F 39.605
Homogeneous Subsets Jumlah pajak rata-rata per bulan (Rp) Tukey HSD
a,b
Desa Pammbusuang Parappe Sabangsubik Panyampa Tangngatangnga Karama Bonde Bala Sepakbatu Polewali Lantora Wattang Sig.
N 90 51 57 46 52 76 41 77 36 131 83 63
Subset for alpha = .05 1 2 3 4175.00 5052.94 7709.65 9169.57 11421.73 17078.29 18045.12 28532.47 35015.28 219396.95 229216.87 381666.67 .998 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59.084. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Sig. .000
201
Lampiran 19.
Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan biaya pendidikan keluarga rata-rata per bulan
Oneway Descriptives Biaya pendidikan keluarga rata-rata per bulan (Rp)
N Wattang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
63 128 81 42 53 45 67 84 61 85 52 38 799
Mean 211349.21 95250.00 125925.93 51785.71 100943.40 50555.56 140880.60 62220.24 41967.21 74588.24 71346.15 70131.58 94427.41
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 186373.37 236325.04 83692.70 106807.30 111367.23 140484.62 47545.50 56025.93 78218.75 123668.04 43493.61 57617.50 100757.35 181003.85 53237.40 71203.07 34159.37 49775.05 62913.00 86263.47 55300.74 87391.57 58780.76 81482.40 88441.08 100413.74
Std. Deviation 99170.781 66077.740 65841.244 13606.913 82444.950 23505.856 164494.038 41393.014 30486.044 54128.439 57634.033 34533.314 86203.814
ANOVA Biaya pendidikan keluarga rata-rata per bulan (Rp) Sum of Squares 1.59E+12 4.34E+12 5.93E+12
Between Groups Within Groups Total
df 11 787 798
Mean Square 1.446E+11 5514484422
F 26.214
Sig. .000
Homogeneous Subsets Biaya pendidikan keluarga rata-rata per bulan (Rp) Tukey HSD
a,b
Desa Sabangsubik Panyampa Bonde Pammbusuang Sepakbatu Tangngatangnga Karama Polewali Parappe Lantora Bala Wattang Sig.
N 61 45 42 84 38 52 85 128 53 81 67 63
1 41967.21 50555.56 51785.71 62220.24 70131.58 71346.15 74588.24
.409
Subset for alpha = .05 3 4
2
51785.71 62220.24 70131.58 71346.15 74588.24 95250.00
.064
62220.24 70131.58 71346.15 74588.24 95250.00 100943.40
.163
95250.00 100943.40 125925.93
.510
5
6
100943.40 125925.93 140880.60 .131
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59.563. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
211349.21 1.000
202
Lampiran 20. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) antar desa/kelurahan biaya kesehatan keluarga rata-rata per bulan Oneway Descriptives Biaya kesehartank keluarga per bulan (Rp)
N W attang Polewali Lantora Bonde Parappe Panyampa Bala Pammbusuang Sabangsubik Karama Tangngatangnga Sepakbatu Total
61 132 90 41 51 40 68 89 64 85 53 38 812
Mean 132950.8 51977.27 395527.8 5951.2195 5254.9020 10000.00 21647.06 8557.3034 8854.6875 8517.6471 9679.2453 19210.53 69270.69
Std. Deviation 100996.60493 73855.90116 231351.21364 3434.75778 4004.21347 11026.77394 30978.45409 5724.36752 6433.34394 21602.25504 13911.49716 7469.42559 148610.64581
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 107084.3881 158817.2513 39260.5004 64694.0450 347072.2042 443983.3514 4867.0762 7035.3628 4128.6988 6381.1051 6473.4666 13526.5334 14148.6755 29145.4422 7351.4522 9763.1546 7247.6860 10461.6890 3858.1486 13177.1455 5844.7618 13513.7288 16755.3872 21665.6654 59033.7859 79507.5934
ANOVA Biaya kesehartank keluarga per bulan (Rp)
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.17E+13 6.22E+12 1.79E+13
df 11 800 811
Mean Square 1.063E+12 7771620282
F 136.788
Sig. .000
Homogeneous Subsets Biaya kesehartank keluarga per bulan (Rp) Tukey HSD
a,b
Desa Parappe Bonde Karama Pammbusuang Sabangsubik Tangngatangnga Panyampa Sepakbatu Bala Polewali Wattang Lantora Sig.
N 51 41 85 89 64 53 40 38 68 132 61 90
Subset for alpha = .05 1 2 5254.9020 5951.2195 8517.6471 8557.3034 8854.6875 9679.2453 10000.00 19210.53 21647.06 51977.27 132950.8 .148
1.000
3
395527.8 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 59.232. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lampiran 21. Hasil lengkap analisis regresi pendapatan total masyarakat pesisir
203
Regression Pendapatan Descriptive Statistics Total Pendapatan (Rp) Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Jumlah Anggota Keluarga Bekerja
Mean Std. Deviation 1666060 673743.96948 40.9052 11.26104 .65 .477 .18 .382 .16 .364 .47 .500 .23 .423 .28 .449 .60 .490 .06 .242 .15 .357 16.21 10.923 .59 .493 .15 .355 .66 .475 .18 .384 .01 .122 .58 .494 .42 .494 .15 .362 1.08
.837
N 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401 401
204
Lampiran 21. Lanjutan a
Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah Anggota Keluarga Bekerja
.
Pend KK SD
.
Pekerjaan Selingan
.
Pend AK SMA
.
PP Tani/ Ternak
.
PPM Sangat Kurang
.
Umur KK
.
2
3
4
5
6
7
a. Dependent Variable: Total Pendapatan (Rp)
Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100).
205
Model Summary Model 1 2 3 4 5 6 7
R R Square .397a .158 .468b .219 .499c .249 .521d .271 e .533 .284 .544f .296 .553g .306
Adjusted R Square .155 .215 .243 .264 .275 .286 .294
Std. Error of the Estimate 619162.258 596940.218 586070.930 578009.651 573590.886 569418.009 566301.452
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA, PP Tani/Ternak f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA, PP Tani/Ternak, PPM Sangat Kurang g. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA, PP Tani/Ternak, PPM Sangat Kurang, Umur KK
206
ANOVAh Model 1
2
3
4
5
6
7
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 2.86E+13 1.53E+14 1.82E+14 3.98E+13 1.42E+14 1.82E+14 4.52E+13 1.36E+14 1.82E+14 4.93E+13 1.32E+14 1.82E+14 5.16E+13 1.30E+14 1.82E+14 5.38E+13 1.28E+14 1.82E+14 5.55E+13 1.26E+14 1.82E+14
df 1 399 400 2 398 400 3 397 400 4 396 400 5 395 400 6 394 400 7 393 400
Mean Square 2.861E+13 3.834E+11
F 74.632
Sig. .000a
1.988E+13 3.563E+11
55.776
.000b
1.507E+13 3.435E+11
43.876
.000c
1.232E+13 3.341E+11
36.869
.000d
1.032E+13 3.290E+11
31.376
.000e
8.971E+12 3.242E+11
27.667
.000f
7.934E+12 3.207E+11
24.740
.000g
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA, PP Tani/Ternak f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA, PP Tani/Ternak, PPM Sangat Kurang g. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Bekerja, Pend KK SD, Pekerjaan Selingan, Pend AK SMA, PP Tani/Ternak, PPM Sangat Kurang, Umur KK h. Dependent Variable: Total Pendapatan (Rp)
207
Coefficientsa
Model 1
2
3
4
5
6
7
(Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Pend KK SD (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Pend KK SD Pekerjaan Selingan (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Pend KK SD Pekerjaan Selingan Pend AK SMA (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Pend KK SD Pekerjaan Selingan Pend AK SMA PP Tani/Ternak (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Pend KK SD Pekerjaan Selingan Pend AK SMA PP Tani/Ternak PPM Sangat Kurang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Pend KK SD Pekerjaan Selingan Pend AK SMA PP Tani/Ternak PPM Sangat Kurang Umur KK
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1320270 50578.220
Standardized Coefficients Beta
Sig. .000
8.639
.000
23.995
.000
319497.1
36983.252
1561057
65058.099
307652.2
35718.788
.382
8.613
.000
-350249 1476783
62644.653 67279.367
-.248
-5.591 21.950
.000 .000
309409.1
35071.176
.384
8.822
.000
-301848 329015.5 1360620
62690.352 82513.344 74252.085
-.214 .177
-4.815 3.987 18.324
.000 .000 .000
303809.8
34626.058
.377
8.774
.000
-217800 328808.7 241852.4 1377533
66363.279 81378.412 69382.083 73956.363
-.154 .177 .161
-3.282 4.040 3.486 18.626
.001 .000 .001 .000
303829.0
34361.350
.377
8.842
.000
-212280 318686.1 244687.1 -316834 1374452
65888.405 80845.285 68859.862 118698.3 73427.820
-.150 .171 .163 -.114
-3.222 3.942 3.553 -2.669 18.718
.001 .000 .000 .008 .000
308344.1
34155.218
.383
9.028
.000
-165718 319596.5 253052.5 -354569 -219096 1145060
67798.729 80257.894 68434.019 118718.6 83954.309 123170.7
-.117 .172 .169 -.127 -.115
-2.444 3.982 3.698 -2.987 -2.610 9.297
.015 .000 .000 .003 .009 .000
306859.6
33974.343
.381
9.032
.000
-180569 329155.2 250971.5 -349109 -222634 5865.933
67732.702 79925.561 68065.411 118092.4 83508.814 2536.402
-.128 .177 .167 -.125 -.117 .098
-2.666 4.118 3.687 -2.956 -2.666 2.313
.008 .000 .000 .003 .008 .021
a. Dependent Variable: Total Pendapatan (Rp)
.397
t 26.104
208
Lampiran 22. Hasil lengkap analisis regresi total pengeluaran masyarakat pesisir Regression Descriptive Statistics Total Pengeluaran (Rp) Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga
Mean 1032118 41.1567 .64 .18 .17 .46 .22 .28 .59 .06 .17 16.22 .60 .15 .64 .19 .01 .56 .44 .14
Std. Deviation 316637.497 11.39772 .482 .384 .375 .499 .416 .451 .493 .237 .378 11.029 .490 .359 .482 .396 .121 .497 .497 .352
N
1.78
.851
402
5.40
2.024
402
402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402
209
Lampiran 22. Lanjutan a
Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah Anggota Keluarga
.
Pend KK SD
.
PP Usaha Dagang
.
Umur KK
.
2
3
4
5
Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai
.
Pend AK SD
.
PPM Sangat Kurang
.
PPM Besar
.
6
7
8
a.
Dependent Variable: Total Pengeluaran (Rp)
Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100).
210
Lampiran 22. Lanjutan Model Summary Model 1 2 3 4 5 6 7 8
R R Square .717a .514 .834b .696 .847c .717 d .851 .724 .854e .729 .856f .733 .859g .737 .861h .741
Adjusted R Square .513 .694 .715 .721 .725 .729 .733 .735
Std. Error of the Estimate 220964.772 175133.536 169143.958 167196.110 165947.498 164794.948 163730.470 162912.286
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend AK SD g. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend AK SD, PPM Sangat Kurang h. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend AK SD, PPM Sangat Kurang, PPM Besar
211
Lampiran 22. Lanjutan ANOVAi Model 1
2
3
4
5
6
7
8
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 2.07E+13 1.95E+13 4.02E+13 2.80E+13 1.22E+13 4.02E+13 2.88E+13 1.14E+13 4.02E+13 2.91E+13 1.11E+13 4.02E+13 2.93E+13 1.09E+13 4.02E+13 2.95E+13 1.07E+13 4.02E+13 2.96E+13 1.06E+13 4.02E+13 2.98E+13 1.04E+13 4.02E+13
df 1 400 401 2 399 401 3 398 401 4 397 401 5 396 401 6 395 401 7 394 401 8 393 401
Mean Square 2.067E+13 4.883E+10
F 423.423
Sig. .000a
1.398E+13 3.067E+10
455.891
.000b
9.606E+12 2.861E+10
335.753
.000c
7.277E+12 2.795E+10
260.298
.000d
5.860E+12 2.754E+10
212.783
.000e
4.913E+12 2.716E+10
180.901
.000f
4.235E+12 2.681E+10
157.960
.000g
3.722E+12 2.654E+10
140.228
.000h
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend AK SD g. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend AK SD, PPM Sangat Kurang h. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, PP Usaha Dagang, Umur KK, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend AK SD, PPM Sangat Kurang, PPM Besar i. Dependent Variable: Total Pengeluaran (Rp)
212
Lampiran 22. Lanjutan Coefficientsa
Model 1 2
3
4
5
6
7
8
(Constant) Jumlah Anggota Keluarga (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD PP Usaha Dagang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD PP Usaha Dagang Umur KK (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD PP Usaha Dagang Umur KK Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD PP Usaha Dagang Umur KK Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Pend AK SD (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD PP Usaha Dagang Umur KK Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Pend AK SD PPM Sangat Kurang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD PP Usaha Dagang Umur KK Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Pend AK SD PPM Sangat Kurang PPM Besar
Unstandardized Coefficients B Std. Error 426718.0 31417.232 112204.1 5452.826 534818.7 25868.985 125915.3 4412.366 -285922 18543.408 471017.8 27586.234 126971.7 4265.860 -232534 20408.854 140426.0 25742.018 387130.9 37748.656 125786.7 4232.825 -243114 20440.699 129441.0 25674.143 2403.090 747.778 339803.4 41519.820 126274.6 4205.262 -237630 20393.722 120416.6 25709.785 2289.262 743.440
Standardized Coefficients Beta
.807 -.361 .144 .082
t 13.582 20.577 20.674 28.537 -15.419 17.074 29.765 -11.394 5.455 10.255 29.717 -11.894 5.042 3.214 8.184 30.028 -11.652 4.684 3.079
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .002
26596.096 10054.793
.071
2.645
.008
359984.4 41977.746 125079.1 4202.066 -218844 21539.679 116043.3 25588.270 2115.371 741.393
.799 -.333 .138 .076
8.576 29.766 -10.160 4.535 2.853
.000 .000 .000 .000 .005
28655.113 10017.277
.077
2.861
.004 .011 .000 .000 .000 .000 .003
.717 .805 -.435 .811 -.354 .167 .804 -.370 .154 .087
-46379.0 361282.1 124599.3 -206197 113023.7 2186.652
18110.031 41709.875 4179.401 21999.439 25452.112 737.164
-.073 .796 -.314 .135 .079
-2.561 8.662 29.813 -9.373 4.441 2.966
28993.093
9953.504
.078
2.913
.004
-48104.0 -59194.2 366744.9 124386.6 -202436 111123.0 2074.277
18006.485 23863.981 41573.761 4159.612 21954.470 25339.280 735.211
-.076 -.067 .795 -.308 .132 .075
-2.671 -2.480 8.822 29.903 -9.221 4.385 2.821
.008 .014 .000 .000 .000 .000 .005
26853.179
9950.196
.072
2.699
.007
-48880.4 17919.890 -58208.7 23748.847 151898.4 68153.160
-.077 -.066 .058
-2.728 -2.451 2.229
.007 .015 .026
a. Dependent Variable: Total Pengeluaran (Rp)
213
Lampiran 22. Lanjutan Model Summary Model 1 2 3 4 5 6
R R Square .265a .070 .374b .140 .412c .169 d .428 .183 .439e .193 .453f .205
Adjusted R Square .068 .136 .163 .175 .183 .193
Std. Error of the Estimate 309100.164 297655.497 292875.242 290828.347 289459.305 287555.699
a. Predictors: (Constant), Pend KK SD b. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP c. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD d. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD, Pend AK SMP e. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD, Pend AK SMP, PP Tani/Ternak f. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD, Pend AK SMP, PP Tani/Ternak, PPM Sangat Kurang
214
Lampiran 22. Lanjutan ANOVAg Model 1
2
3
4
5
6
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 2.90E+12 3.84E+13 4.13E+13 5.78E+12 3.55E+13 4.13E+13 6.99E+12 3.43E+13 4.13E+13 7.56E+12 3.37E+13 4.13E+13 7.96E+12 3.33E+13 4.13E+13 8.48E+12 3.28E+13 4.13E+13
df 1 402 403 2 401 403 3 400 403 4 399 403 5 398 403 6 397 403
Mean Square 2.896E+12 9.554E+10
F 30.314
Sig. .000a
2.888E+12 8.860E+10
32.599
.000b
2.331E+12 8.578E+10
27.180
.000c
1.889E+12 8.458E+10
22.336
.000d
1.591E+12 8.379E+10
18.995
.000e
1.413E+12 8.269E+10
17.087
.000f
a. Predictors: (Constant), Pend KK SD b. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP c. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD d. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD, Pend AK SMP e. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD, Pend AK SMP, PP Tani/Ternak f. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Lama PP, Pend AK SD, Pend AK SMP, PP Tani/Ternak, PPM Sangat Kurang g. Dependent Variable: Total Pengeluaran (Rp)
215
Lampiran 22. Lanjutan Coefficientsa
Model 1 2
3
4
5
6
(Constant) Pend KK SD (Constant) Pend KK SD Lama PP (Constant) Pend KK SD Lama PP Pend AK SD (Constant) Pend KK SD Lama PP Pend AK SD Pend AK SMP (Constant) Pend KK SD Lama PP Pend AK SD Pend AK SMP PP Tani/Ternak (Constant) Pend KK SD Lama PP Pend AK SD Pend AK SMP PP Tani/Ternak PPM Sangat Kurang
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1140391 25494.152 -175991 31964.263 1052750 28965.459 -250816 33461.710 8344.118 1463.484 1077396 29241.289 -204027 35188.305 8390.055 1440.033 -119159 31625.003 1112752 32110.869 -183373 35848.452 8329.105 1430.164 -170643 37212.597 -106278 41211.937 1123469 32333.213 -176897 35802.375 7925.035 1435.372 -171551 37039.751 -105734 41018.690 -134481 61489.796 1128805 32190.999 -150496 37092.775 7734.515 1427.955 -174614 36816.427 -107084 40752.492 -154554 61607.767 -105119 41924.014
a. Dependent Variable: Total Pengeluaran (Rp)
Standardized Coefficients Beta -.265 -.377 .287 -.307 .289 -.186 -.276 .287 -.266 -.138 -.266 .273 -.268 -.138 -.099 -.226 .266 -.272 -.139 -.114 -.118
t 44.731 -5.506 36.345 -7.496 5.702 36.845 -5.798 5.826 -3.768 34.653 -5.115 5.824 -4.586 -2.579 34.747 -4.941 5.521 -4.632 -2.578 -2.187 35.066 -4.057 5.416 -4.743 -2.628 -2.509 -2.507
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .010 .000 .000 .000 .000 .010 .029 .000 .000 .000 .000 .009 .013 .013
216
Lampiran 23. Hasil lengkap analisis masyarakat pesisir
regresi
biaya
kesehatan
keluarga
Regression
Descriptive Statistics Mean Biaya Kesehatan Keluarga (Rp) Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga
Std. Deviation
N
32652.96
60135.220
406
41.1897 .63 .18 .17 .46 .22 .28 .58 .06 .17 16.33 .61 .15 .64 .19 .01 .56 .44 .15
11.21445 .483 .384 .376 .499 .416 .451 .494 .241 .376 11.010 .489 .360 .481 .394 .121 .497 .497 .355
406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406 406
1.78
.846
406
5.40
2.008
406
217
Lampiran 24. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) salinitas di lingkungan tambak
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Salinitas Type III Sum of Squares 1116.675a 14851.875 745.008 371.667 461.200 16429.750 1577.875
Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
df 5 1 1 4 24 30 29
Mean Square 223.335 14851.875 745.008 92.917 19.217
a. R Squared = .708 (Adjusted R Squared = .647)
Post Hoc Tests Desa Homogeneous Subsets Salinitas a,b
Duncan
Subset Desa Sepakbatu Lantora Bonde Parappe Panyampa Sig.
N 6 6 6 6 6
1 16.08
1.000
2 21.92 22.75 23.58 26.92 .081
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 19.217. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
F 11.622 772.864 38.769 4.835
Sig. .000 .000 .000 .005
218
Lampiran 25. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) pH di lingkungan tambak
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Type III Sum of Squares 5.341a 813.281 3.072 2.269 3.178 821.800 8.519
Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
df 5 1 1 4 24 30 29
Mean Square 1.068 813.281 3.072 .567 .132
a. R Squared = .627 (Adjusted R Squared = .549)
Post Hoc Tests Desa Homogeneous Subsets pH a,b
Duncan
Subset Desa Sepakbatu Panyampa Parappe Bonde Lantora Sig.
N 6 6 6 6 6
1 4.700
1.000
2 5.167 5.283 5.400 5.483 .180
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .132. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
F 8.066 6141.835 23.199 4.283
Sig. .000 .000 .000 .009
219
Lampiran 26. Hasil lengkap analisis ragam (ANOVA) DO di lingkungan tambak
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: DO Type III Sum of Squares 4.172a 633.880 .560 3.611 5.758 643.810 9.930
Source Corrected Model Intercept Musim Desa Error Total Corrected Total
df 5 1 1 4 24 30 29
Mean Square .834 633.880 .560 .903 .240
a. R Squared = .420 (Adjusted R Squared = .299)
Post Hoc Tests Desa Homogeneous Subsets DO a,b
Duncan
Subset Desa Sepakbatu Panyampa Parappe Lantora Bonde Sig.
N 6 6 6 6 6
1 4.150 4.300 4.650 4.750 .062
2
4.650 4.750 5.133 .118
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .240. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
F 3.478 2642.085 2.336 3.763
Sig. .017 .000 .140 .016
220
Lampiran 27. Hasil simulasi model dinamik ABD, lingkungan dan pendapatan pada skenario anggara < dan = 10% ABD Tahun ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pendapatan masyarakat rata-rata per bulan (Rp)* Anggaran <10% ABD Anggaran =10% ABD 1,649,809.00 1,649,809.00 1,879,472.34 1,283,346.97 1,971,805.56 1,208,738.47 2,098,022.39 1,127,551.01 2,130,193.73 1,169,985.51 2,103,967.67 1,131,246.98 2,160,278.46 1,109,379.92 2,142,625.08 1,164,995.34 2,006,976.68 1,072,766.65 1,988,557.86 1,108,696.20 1,980,831.74 1,105,821.52 2,022,085.91 1,157,484.66 2,066,223.36 1,012,312.75 2,263,472.28 1,067,011.03 2,302,663.63 1,068,150.85 2,356,996.79 1,079,808.75 2,348,381.86 1,065,471.81 2,236,420.40 1,088,273.14 2,239,111.77 989,637.75 2,136,603.01 1,103,521.48
Keterangan : * = Dihitung dari hasil perata-rataan dari 10 kali running
221
Lampiran 28. Hasil lengkap analisis regresi total konsumsi masyarakat pesisir Regression Descriptive Statistics Mean Total Konsumsi (Rp) 893916.87 Umur KK 41.0122 Pend KK SD .64 Pend KK SMP .18 Pend KK SMA .17 Pend AK SD .46 Pend AK SMP .22 Pend AK SMA .28 PP Nelayan .58 PP Tani/Ternak .06 PP Usaha Dagang .17 Lama PP 16.14 Kepemilikan Sarana .60 PPM Sangat Kurang .15 PPM Kurang .63 PPM Cukup .20 PPM Besar .01 JS Kurang .56 JS Cukup .44 Pekerjaan Selingan .15 Jumlah Anggota Keluarga 5.35
Std. Deviation 273045.726 11.49200 .482 .381 .379 .499 .418 .451 .494 .240 .377 11.057 .491 .357 .483 .401 .120 .498 .497 .357 2.036
N 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409 409
222
Lampiran 28. Lanjutan a Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah Anggota Keluarga
.
Pend KK SD
.
Pend AK SD
.
Pend KK SMA
.
PP Usaha Dagang
.
PPM Sangat Kurang
.
2
3
4
5
6
Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100).
a. Dependent Variable: Total Konsumsi (Rp)
223
Lampiran 28. Lanjutan
Model Summary Model 1 2 3 4 5 6
R .801a .858b .863c .865d .868e .869f
R Square .641 .736 .745 .748 .753 .756
Adjusted R Square .640 .735 .743 .746 .750 .752
Std. Error of the Estimate 163841.044 140607.512 138463.818 137615.321 136403.862 135875.199
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA, PP Usaha Dagang f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA, PP Usaha Dagang, PPM Sangat Kurang
224
Lampiran 28. Lanjutan ANOVAg Model 1
2
3
4
5
6
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 1.95E+13 1.09E+13 3.04E+13 2.24E+13 8.03E+12 3.04E+13 2.27E+13 7.76E+12 3.04E+13 2.28E+13 7.65E+12 3.04E+13 2.29E+13 7.50E+12 3.04E+13 2.30E+13 7.42E+12 3.04E+13
df 1 407 408 2 406 408 3 405 408 4 404 408 5 403 408 6 402 408
Mean Square 1.949E+13 2.684E+10
F 726.145
Sig. .000a
1.120E+13 1.977E+10
566.279
.000b
7.551E+12 1.917E+10
393.856
.000c
5.692E+12 1.894E+10
300.548
.000d
4.584E+12 1.861E+10
246.370
.000e
3.833E+12 1.846E+10
207.599
.000f
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA, PP Usaha Dagang f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA, PP Usaha Dagang, PPM Sangat Kurang g. Dependent Variable: Total Konsumsi (Rp)
225
Lampiran 28. Lanjutan Coefficientsa
Model 1 2
3
4
5
6
(Constant) Jumlah Anggota Keluarga (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD Pend AK SD (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD Pend AK SD Pend KK SMA (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD Pend AK SD Pend KK SMA PP Usaha Dagang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Pend KK SD Pend AK SD Pend KK SMA PP Usaha Dagang PPM Sangat Kurang
Unstandardized Coefficients B Std. Error 319129.6 22816.912 107346.1 3983.590 386448.5 20355.320 115990.5 3492.441 -178710 14759.072 405019.0 20664.743 114521.5 3462.072 -155542 15827.421 -55329.0 14965.443 434979.7 23899.417 113678.8 3457.984 -182899 19286.743 -51730.1 14946.013 -55949.0 22822.760 413769.0 24818.979 114017.1 3429.576 -167554 19853.113 -48602.1 14854.617 -67321.9 22967.498 59487.255 20763.666 416266.0 24753.215 113778.5 3418.293 -158816 20236.857 -49764.7 14808.068 -66899.4 22879.425 57603.717 20703.887 -40170.5 19737.768
a. Dependent Variable: Total Konsumsi (Rp)
Standardized Coefficients Beta .801 .865 -.315 .854 -.274 -.101 .848 -.323 -.095 -.078 .850 -.296 -.089 -.094 .082 .848 -.280 -.091 -.093 .080 -.052
t 13.987 26.947 18.985 33.212 -12.108 19.600 33.079 -9.827 -3.697 18.200 32.874 -9.483 -3.461 -2.451 16.671 33.245 -8.440 -3.272 -2.931 2.865 16.817 33.285 -7.848 -3.361 -2.924 2.782 -2.035
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .015 .000 .000 .000 .001 .004 .004 .000 .000 .000 .001 .004 .006 .042
226
Lampiran 28. Lanjutan Excluded Variablesg
Model 1
2
3
4
5
6
Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SMP Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SMP Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SMP Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan
Beta In .009a -.315a .245a .128a -.208a .060a .156a -.211a -.040a .202a -.108a .021a -.137a -.008a .120a .065a -.200a .200a .065a .040b .088b -.088b -.101b .064b .039b -.067b -.020b .073b .002b .018b -.052b .025b .013b .027b -.061b .063b .008b .033c .077c -.078c .018c -.016c -.059c -.024c .068c .006c .017c -.056c .038c .000c .029c -.055c .058c .008c .029d .035d .008d -.005d -.066d -.023d .082d .003d .021d -.056d .033d .005d .032d -.052d .055d .007d .020e .036e .012e -.003e -.040e -.015e .001e .009e -.052e .036e -.001e .028e -.046e .049e .007e .022f .037f .011f -.002f -.033f -.022f .000f .006f .006f -.008f .028f -.034f .037f .007f
t .296 -12.108 9.003 4.290 -7.434 2.016 5.410 -7.338 -1.343 7.152 -3.523 .701 -4.726 -.260 4.025 2.182 -7.048 7.054 2.192 1.571 2.727 -2.768 -3.697 2.512 1.405 -2.201 -.781 2.539 .064 .712 -1.969 .984 .470 1.071 -2.066 2.150 .290 1.283 2.426 -2.451 .607 -.496 -1.968 -.948 2.372 .212 .661 -2.134 1.480 -.015 1.157 -1.890 1.987 .313 1.129 .431 .259 -.163 -2.193 -.916 2.865 .094 .817 -2.144 1.276 .195 1.272 -1.794 1.913 .286 .771 .450 .398 -.110 -1.239 -.583 .031 .341 -2.035 1.426 -.019 1.133 -1.593 1.698 .290 .873 .461 .353 -.068 -1.021 -.873 -.013 .231 .198 -.274 1.109 -1.131 1.242 .279
Sig. .767 .000 .000 .000 .000 .044 .000 .000 .180 .000 .000 .484 .000 .795 .000 .030 .000 .000 .029 .117 .007 .006 .000 .012 .161 .028 .435 .011 .949 .477 .050 .326 .639 .285 .039 .032 .772 .200 .016 .015 .544 .620 .050 .344 .018 .832 .509 .033 .140 .988 .248 .059 .048 .755 .260 .666 .796 .871 .029 .360 .004 .925 .415 .033 .203 .845 .204 .074 .056 .775 .441 .653 .691 .912 .216 .560 .975 .733 .042 .155 .985 .258 .112 .090 .772 .383 .645 .725 .946 .308 .383 .990 .817 .844 .784 .268 .259 .215 .781
Partial Correlation .015 -.515 .408 .208 -.346 .100 .259 -.342 -.066 .335 -.172 .035 -.228 -.013 .196 .108 -.330 .330 .108 .078 .134 -.136 -.181 .124 .070 -.109 -.039 .125 .003 .035 -.097 .049 .023 .053 -.102 .106 .014 .064 .120 -.121 .030 -.025 -.097 -.047 .117 .011 .033 -.106 .073 -.001 .057 -.094 .098 .016 .056 .021 .013 -.008 -.109 -.046 .141 .005 .041 -.106 .063 .010 .063 -.089 .095 .014 .038 .022 .020 -.006 -.062 -.029 .002 .017 -.101 .071 -.001 .056 -.079 .084 .014 .044 .023 .018 -.003 -.051 -.044 -.001 .012 .010 -.014 .055 -.056 .062 .014
Collinearity Statistics Tolerance .987 .958 .998 .956 .999 .999 .998 .941 .992 .981 .914 .990 .999 .982 .963 1.000 .977 .978 1.000 .977 .620 .626 .843 .999 .841 .698 .988 .769 .809 .990 .916 .971 .849 .985 .740 .746 .965 .970 .614 .620 .699 .629 .694 .986 .767 .808 .990 .915 .955 .834 .985 .737 .744 .965 .965 .093 .684 .617 .689 .986 .744 .806 .986 .915 .948 .828 .983 .736 .743 .965 .949 .093 .683 .617 .597 .972 .805 .958 .913 .946 .823 .980 .731 .738 .965 .947 .093 .682 .617 .589 .953 .805 .955 .574 .810 .980 .687 .694 .965
a. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD c. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD d. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD, Pend KK SMA e. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, Pend KK SD, Pend AK SD,
227
Lampiran 29. Hasil lengkap analisis regresi konsumsi pangan masyarakat pesisir Regression Descriptive Statistics Mean Konsumsi Pangan (Rp) 602079.85 Umur KK 41.1567 Pend KK SD .64 Pend KK SMP .18 Pend KK SMA .17 Pend AK SD .46 Pend AK SMP .22 Pend AK SMA .28 PP Nelayan .59 PP Tani/Ternak .06 PP Usaha Dagang .17 Lama PP 16.22 Kepemilikan Sarana .60 PPM Sangat Kurang .15 PPM Kurang .64 PPM Cukup .19 PPM Besar .01 JS Kurang .56 JS Cukup .44 Pekerjaan Selingan .14 Jumlah Anggota Keluarga 1.78 Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga 5.40
Std. Deviation 204902.591 11.39772 .482 .384 .375 .499 .416 .451 .493 .237 .378 11.029 .490 .359 .482 .396 .121 .497 .497 .352
N 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402
.851
402
2.024
402
228
Lampiran 29. Lanjutan a Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah Anggota Keluarga
.
PP Usaha Dagang
.
Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai
.
Pend KK SMA
.
PPM Kurang
.
PPM Besar
.
2
3
4
5
6
Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100).
a. Dependent Variable: Konsumsi Pangan (Rp)
229
Lampiran 29 Lanjutan Model Summary Model 1 2 3 4 5 6
R R Square .924a .855 .943b .888 .947c .897 d .949 .901 .950e .902 .950f .903
Adjusted R Square .854 .888 .896 .900 .900 .901
Std. Error of the Estimate 78210.781 68616.079 66112.142 64934.535 64676.480 64400.987
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend KK SMA e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend KK SMA, PPM Kurang f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend KK SMA, PPM Kurang, PPM Besar
230
Lampiran 29. Lanjutan ANOVAg Model 1
2
3
4
5
6
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 1.44E+13 2.45E+12 1.68E+13 1.50E+13 1.88E+12 1.68E+13 1.51E+13 1.74E+12 1.68E+13 1.52E+13 1.67E+12 1.68E+13 1.52E+13 1.66E+12 1.68E+13 1.52E+13 1.64E+12 1.68E+13
df 1 400 401 2 399 401 3 398 401 4 397 401 5 396 401 6 395 401
Mean Square 1.439E+13 6116926325
F 2352.365
Sig. .000a
7.479E+12 4708166288
1588.459
.000b
5.032E+12 4370815292
1151.305
.000c
3.791E+12 4216493778
898.974
.000d
3.036E+12 4183047112
725.764
.000e
2.533E+12 4147487151
610.721
.000f
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend KK SMA e. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend KK SMA, PPM Kurang f. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Pend KK SMA, PPM Kurang, PPM Besar g. Dependent Variable: Konsumsi Pangan (Rp)
231
Lampiran 29. Lanjutan Coefficientsa
Model 1 2
3
4
5
6
(Constant) Jumlah Anggota Keluarga (Constant) Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Constant) Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Pend KK SMA (Constant) Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Pend KK SMA PPM Kurang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Pend KK SMA PPM Kurang PPM Besar
Unstandardized Coefficients B Std. Error 97010.405 11120.172 93608.998 1930.035 65742.508 10162.681 96201.656 1709.631 100669.9 9163.684 106667.1 12188.276 95700.997 1649.634 111271.3 9027.235
Standardized Coefficients Beta
.945 .205
t 8.724 48.501 6.469 56.270 10.986 8.752 58.013 12.326
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
3981.506
-.093
-5.639
.000
114341.0 12128.151 94725.111 1639.021 126419.2 9661.997
.936 .233
9.428 57.794 13.084
.000 .000 .000
3916.064
-.090
-5.524
.000
-38222.6 9687.755 104754.5 12959.213 94407.531 1639.891 127632.6 9641.907
-.070 .932 .235
-3.945 8.083 57.569 13.237
.000 .000 .000 .000
3936.759
-.085
-5.219
.000
-37124.7 9664.205 14075.553 6889.261 105015.0 12904.610 94269.458 1634.234 126782.6 9609.393
-.068 .033 .931 .234
-3.841 2.043 8.138 57.684 13.194
.000 .042 .000 .000 .000
3934.845
-.088
-5.403
.000
-38338.5 9640.441 16061.039 6924.981 56855.142 27119.276
-.070 .038 .034
-3.977 2.319 2.096
.000 .021 .037
-22450.8
-21633.9
-20544.8
-21261.0
a. Dependent Variable: Konsumsi Pangan (Rp)
.924 .950 .185
232
Lampiran 30. Hasil lengkap analisis regresi konsumsi non pangan masyarakat pesisir Regression
Descriptive Statistics Mean Konsumsi Non Pangan 295201.24 (rp) Umur KK 41.1567 Pend KK SD .64 Pend KK SMP .18 Pend KK SMA .17 Pend AK SD .46 Pend AK SMP .22 Pend AK SMA .28 PP Nelayan .59 PP Tani/Ternak .06 PP Usaha Dagang .17 Lama PP 16.22 Kepemilikan Sarana .60 PPM Sangat Kurang .15 PPM Kurang .64 PPM Cukup .19 PPM Besar .01 JS Kurang .56 JS Cukup .44 Pekerjaan Selingan .14 Jumlah Anggota Keluarga 1.78 Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga 5.40
Std. Deviation
N
140173.260
402
11.39772 .482 .384 .375 .499 .416 .451 .493 .237 .378 11.029 .490 .359 .482 .396 .121 .497 .497 .352
402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402 402
.851
402
2.024
402
233
Lampiran 30. Lanjutan Variables Entered/Removeda Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Pend KK SD
.
Jumlah Anggota Keluarga
.
Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai
.
PP Usaha Dagang
.
Pend AK SD
.
PP Nelayan
.
PP Tani/ Ternak
.
2
3
4
5
6
7
Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100).
a. Dependent Variable: Konsumsi Non Pangan (rp)
234
Lampiran 30. Lanjutan Model Summary Model 1 2 3 4 5 6 7
R R Square .483a .234 .572b .328 .594c .353 .607d .369 e .620 .385 .629f .396 .638g .407
Adjusted R Square .232 .324 .348 .362 .377 .387 .396
Std. Error of the Estimate 122874.460 115217.222 113160.904 111947.269 110626.056 109740.440 108900.721
a. Predictors: (Constant), Pend KK SD b. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga c. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai d. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang e. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang, Pend AK SD f. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang, Pend AK SD, PP Nelayan g. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang, Pend AK SD, PP Nelayan, PP Tani/Ternak
235
Lampiran 30. Lanjutan ANOVAh Model 1
2
3
4
5
6
7
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 1.84E+12 6.04E+12 7.88E+12 2.58E+12 5.30E+12 7.88E+12 2.78E+12 5.10E+12 7.88E+12 2.90E+12 4.98E+12 7.88E+12 3.03E+12 4.85E+12 7.88E+12 3.12E+12 4.76E+12 7.88E+12 3.21E+12 4.67E+12 7.88E+12
df 1 400 401 2 399 401 3 398 401 4 397 401 5 396 401 6 395 401 7 394 401
Mean Square 1.840E+12 1.510E+10
F 121.857
Sig. .000a
1.291E+12 1.328E+10
97.263
.000b
9.275E+11 1.281E+10
72.431
.000c
7.259E+11 1.253E+10
57.927
.000d
6.066E+11 1.224E+10
49.563
.000e
5.203E+11 1.204E+10
43.208
.000f
4.581E+11 1.186E+10
38.625
.000g
a. Predictors: (Constant), Pend KK SD b. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga c. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai d. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang e. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang, Pend AK SD f. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang, Pend AK SD, PP Nelayan g. Predictors: (Constant), Pend KK SD, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, PP Usaha Dagang, Pend AK SD, PP Nelayan, PP Tani/Ternak h. Dependent Variable: Konsumsi Non Pangan (rp)
236
Lampiran 30. Lanjutan Coefficientsa
Model 1 2
3
4
5
6
7
(Constant) Pend KK SD (Constant) Pend KK SD Jumlah Anggota Keluarga (Constant) Pend KK SD Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Constant) Pend KK SD Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai PP Usaha Dagang (Constant) Pend KK SD Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai PP Usaha Dagang Pend AK SD (Constant) Pend KK SD Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai PP Usaha Dagang Pend AK SD PP Nelayan (Constant) Pend KK SD Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai PP Usaha Dagang Pend AK SD PP Nelayan PP Tani/Ternak
Unstandardized Coefficients B Std. Error 384782.5 10169.163 -140671 12743.192 279355.7 17018.743 -159058 12199.377 21709.896 2902.817 335404.2 21916.744 -167734 12180.913 21202.621 2853.895
Standardized Coefficients Beta
-.576 .306
t 37.838 -11.039 16.415 -13.038 7.479 15.304 -13.770 7.429
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
-.483 -.546 .313
-26792.5
6776.359
-.163
-3.954
.000
353504.3 -187123 20856.230
22448.901 13566.977 2825.482
-.643 .301
15.747 -13.793 7.381
.000 .000 .000
-23818.1
6771.535
-.145
-3.517
.000
-53533.8 365684.4 -171874 19768.623
17209.696 22498.980 14205.883 2812.162
-.144 -.590 .285
-3.111 16.253 -12.099 7.030
.002 .000 .000 .000
-22188.6
6710.414
-.135
-3.307
.001
-57872.0 -39301.7 377840.7 -159375 20926.213
17059.003 12106.083 22760.815 14820.679 2821.844
-.156 -.140 -.547 .302
-3.392 -3.246 16.600 -10.754 7.416
.001 .001 .000 .000 .000
-22738.1
6659.751
-.138
-3.414
.001
-76139.5 -37683.6 -39169.5 394571.2 -152936 20529.410
18203.262 12023.857 14382.190 23441.363 14904.073 2804.200
-.205 -.134 -.138 -.525 .296
-4.183 -3.134 -2.723 16.832 -10.261 7.321
.000 .002 .007 .000 .000 .000
-23026.6
6609.676
-.140
-3.484
.001
-90967.6 -38275.1 -58273.3 -69372.9
18899.980 11933.913 15968.321 26007.585
-.245 -.136 -.205 -.117
-4.813 -3.207 -3.649 -2.667
.000 .001 .000 .008
a. Dependent Variable: Konsumsi Non Pangan (rp)
237
Lampiran 31.
Hasil lengkap analisis regresi biaya pendidikan keluarga masyarakat pesisir
Regression
Descriptive Statistics Mean Biaya pendidikan (Rp) 102241.63 Umur KK 41.1411 Pend KK SD .63 Pend KK SMP .18 Pend KK SMA .17 Pend AK SD .46 Pend AK SMP .23 Pend AK SMA .28 PP Nelayan .59 PP Tani/Ternak .06 PP Usaha Dagang .17 Lama PP 16.30 Kepemilikan Sarana .60 PPM Sangat Kurang .15 PPM Kurang .64 PPM Cukup .19 PPM Besar .01 JS Kurang .56 JS Cukup .43 Pekerjaan Selingan .15 Jumlah Anggota Keluarga 1.78 Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga 5.40
Std. Deviation 97169.536 11.31357 .482 .382 .378 .499 .420 .449 .493 .242 .376 11.051 .490 .361 .480 .392 .119 .496 .496 .356
N 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418
.844
418
2.008
418
238
Lampiran 31. Lanjutan Variables Entered/Removeda Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai
.
Jumlah Anggota Keluarga
.
PP Usaha Dagang
.
PPM Cukup
.
2
3
4
Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-ofF-to-enter <= .050, Probabilit y-ofF-to-remo ve >= . 100).
a. Dependent Variable: Biaya pendidikan (Rp)
239
Lampiran 31. Lanjutan Model Summary Model 1 2 3 4
R R Square .585a .342 .626b .392 .643c .413 .652d .425
Adjusted R Square .341 .389 .409 .419
Std. Error of the Estimate 78908.186 75957.096 74695.343 74054.137
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, PPM Cukup
ANOVAe Model 1
2
3
4
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 1.35E+12 2.59E+12 3.94E+12 1.54E+12 2.39E+12 3.94E+12 1.63E+12 2.31E+12 3.94E+12 1.67E+12 2.26E+12 3.94E+12
df 1 416 417 2 415 417 3 414 417 4 413 417
Mean Square 1.347E+12 6226501812
F 216.342
Sig. .000a
7.715E+11 5769480418
133.716
.000b
5.425E+11 5579394315
97.227
.000c
4.181E+11 5484015210
76.239
.000d
a. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai b. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga c. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang d. Predictors: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, PPM Cukup e. Dependent Variable: Biaya pendidikan (Rp)
240
Lampiran 31. Lanjutan Coefficientsa
Model 1
2
3
4
(Constant) Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang (Constant) Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai Jumlah Anggota Keluarga PP Usaha Dagang PPM Cukup
Unstandardized Coefficients B Std. Error -17334.3 8999.304 67362.154
4579.787
Standardized Coefficients Beta .585
-79506.4 13743.670 69465.594
t -1.926
Sig. .055
14.709
.000
-5.785
.000
4423.263
.603
15.705
.000
10827.665 1858.218 -83762.0 13559.551
.224
5.827 -6.177
.000 .000
65673.529
4457.634
.570
14.733
.000
11632.363 1839.017 39114.476 10052.922 -88512.7 13545.130
.240 .151
6.325 3.891 -6.535
.000 .000 .000
63781.008
4468.510
.554
14.273
.000
12364.802 1841.083 32147.262 10259.294 28257.370 9867.678
.256 .124 .114
6.716 3.133 2.864
.000 .002 .004
a. Dependent Variable: Biaya pendidikan (Rp)
241
Lampiran 31. Lanjutan Excluded Variablese
Model 1
2
3
4
Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Jumlah Anggota Keluarga Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak PP Usaha Dagang Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Cukup PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan Umur KK Pend KK SD Pend KK SMP Pend KK SMA Pend AK SD Pend AK SMP Pend AK SMA PP Nelayan PP Tani/Ternak Lama PP Kepemilikan Sarana PPM Sangat Kurang PPM Kurang PPM Besar JS Kurang JS Cukup Pekerjaan Selingan
Beta In .052a -.099a .010a .077a -.129a -.012a .093a -.010a -.088a .124a .085a .011a -.097a -.016a .103a .032a -.047a .051a .066a .224a .029b -.143b .021b .116b -.121b -.005b .082b -.064b -.065b .151b .024b .036b -.104b -.041b .144b .030b -.074b .078b .061b .022c -.093c -.003c .066c -.091c -.002c .050c .019c -.047c .052c .012c -.084c -.025c .114c .018c -.034c .040c .052c .013d -.068d -.011d .050d -.072d -.008d .043d .044d -.053d .059d .011d -.067d .071d .031d .010d -.001d .042d
t 1.308 -2.450 .247 1.920 -3.291 -.310 2.363 -.252 -2.214 3.059 2.149 .276 -2.460 -.408 2.547 .794 -1.167 1.287 1.656 5.827 .746 -3.666 .552 2.985 -3.201 -.132 2.159 -1.613 -1.703 3.891 .608 .946 -2.723 -1.050 3.674 .786 -1.929 2.036 1.580 .585 -2.137 -.074 1.561 -2.341 -.042 1.294 .410 -1.245 1.303 .303 -2.209 -.648 2.864 .485 -.866 .998 1.376 .336 -1.520 -.301 1.176 -1.847 -.217 1.125 .960 -1.399 1.483 .297 -1.764 1.446 .810 .229 -.030 1.108
Sig. .192 .015 .805 .056 .001 .757 .019 .801 .027 .002 .032 .783 .014 .684 .011 .428 .244 .199 .098 .000 .456 .000 .581 .003 .001 .895 .031 .108 .089 .000 .543 .345 .007 .295 .000 .432 .054 .042 .115 .559 .033 .941 .119 .020 .966 .196 .682 .214 .193 .762 .028 .518 .004 .628 .387 .319 .170 .737 .129 .764 .240 .066 .828 .261 .338 .163 .139 .767 .078 .149 .418 .819 .976 .269
Partial Correlation .064 -.119 .012 .094 -.159 -.015 .115 -.012 -.108 .149 .105 .014 -.120 -.020 .124 .039 -.057 .063 .081 .275 .037 -.177 .027 .145 -.155 -.006 .106 -.079 -.083 .188 .030 .046 -.133 -.052 .178 .039 -.094 .100 .077 .029 -.105 -.004 .077 -.114 -.002 .064 .020 -.061 .064 .015 -.108 -.032 .140 .024 -.043 .049 .068 .017 -.075 -.015 .058 -.091 -.011 .055 .047 -.069 .073 .015 -.087 .071 .040 .011 -.001 .055
Collinearity Statistics Tolerance .998 .966 .998 .979 1.000 .997 1.000 .970 .999 .949 1.000 .999 .997 .971 .956 .984 .993 .995 .988 .993 .987 .936 .995 .954 .998 .996 .997 .922 .989 .937 .921 .986 .997 .960 .931 .984 .978 .981 .987 .985 .740 .969 .796 .937 .995 .940 .681 .973 .894 .957 .975 .949 .879 .977 .897 .902 .984 .977 .699 .963 .780 .904 .991 .936 .657 .971 .891 .957 .947 .581 .965 .768 .784 .974
a. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai b. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga c. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang d. Predictors in the Model: (Constant), Jumlah Anggota Keluarga Dibiayai, Jumlah Anggota Keluarga, PP Usaha Dagang, PPM Cukup e. Dependent Variable: Biaya pendidikan (Rp)
242
Lampiran 32. Uraian simulasi model stella
APBD_DAERAH(t) = APBD_DAERAH(t - dt) + (PAD + DAU_&_DAK - ABD) * dt UNIT APBD_DAERAH = 201275 DOCUMENT: Semua penerimaan daerah yang menjadi sumber pembiayaan APBD (Juta Rupia) PAD = 21.3321*PEND_MASY_PESISIR/10^6 DAU_&_DAK = (DAU+DAK) + (P_DAU_DAK*(DAU+DAK)) ABD = 0+MIN(0.95*APBD_DAERAH) DOCUMENT: Anggaran Belanja Daerah (Juta Rp) LINGKUNGAN(t) = LINGKUNGAN(t - dt) + (PERBAIKAN - KERUSAKAN) * dt INIT LINGKUNGAN = 3 DOCUMENT: Nilai Skala Lingkungan INFLOWS: PERBAIKAN = IF(LINGKUNGAN<4.5) THEN (RANDOM(0.5,1))*0.5*(0.1*(Konservasi+Penyuluihan+Rehabilitasi)) ELSE (RANDOM(-0.01,0.01,0)) DOCUMENT: Semua bentuk aktivitas yang dapat menyebabkan meningkatnya kualitas lingkungan (seperti penyuluhan, konservasi dan rehabilitasi ekosistem yang telah rusak_ OUTFLOWS: KERUSAKAN = IF(Eksploitasi_SDA+Pencemaran>=1) THEN (RANDOM(0.1,0.2)) ELSE (RANDOM(0,0.1)) DOCUMENT: Semua bentuk aktivitas yang memungkinkan terjadinya penurunan mutu lingkungan baik oleh pengaruh alam maupun aktivitas manusia termasuk dalam kegiatan eksploitasi masyarakat terhadap lingkungan maupun aktivitas indistri dan rumah tangga) PEND_MASY_PESISIR(t) = PEND_MASY_PESISIR(t (USAHA_PERIKANAN - PAJAK - USAHA - KONSUMSI) * dt INIT PEND_MASY_PESISIR = 1649809
-
dt)
+
DOCUMENT: Pendapatan rata-rata Masyarakat pesisir (Rupiah) INFLOWS: USAHA_PERIKANAN = (Pert_Pend_UP*Pendapatan_UP) DOCUMENT: Pendapatan rata-rata masyarakt pesisir yang diperoleh dari usaha perikanan yaitu penangkapan dan bertambak (Rp) OUTFLOWS: PAJAK = RANDOM (0.5,1.5*(KPP*PEND_MASY_PESISIR)) USAHA = IF (LINGKUNGAN >= 3 AND FASILITAS>=0.5)THEN (RANDOM (0.5,1)*(KUP*PEND_MASY_PESISIR)) ELSE (RANDOM(1,2)*(KUP*PEND_MASY_PESISIR)) KONSUMSI = IF (LINGKUNGAN>=3 AND FASILITAS>=0.5)THEN (RANDOM (0.75,1)*(KKONS*PEND_MASY_PESISIR)) ELSE (RANDOM(1,2)*(KKONS*PEND_MASY_PESISIR))
243
UNATTACHED: ABD = 0+MIN(0.95*APBD_DAERAH) DOCUMENT: Anggaran Belanja Daerah (Juta Rp) UNATTACHED: DAU_&_DAK = (DAU+DAK) + (P_DAU_DAK*(DAU+DAK)) UNATTACHED: PAD = 21.3321*PEND_MASY_PESISIR/10^6 Alokasi_ABD_Pesisir = 0.10*ABD DAK = 9240 DOCUMENT: Jumlah DAK pada tahun 2004 (Juta Rupiah) DAU = 152000 DOCUMENT: Jumlah DAU pada tahun 2004 (Juta Rupiah) Eksploitasi_SDA = IF(Penangkapan_dan_tambak>=1) THEN (RANDOM (0.2,0.5)) ELSE (RANDOM (0,0.2)) DOCUMENT: Skala tingkat eksploitasi SDA di lingkungan pesisir FASILITAS = IF(QM_ABD_Pesisir=1) THEN (RANDOM(0.5,1)) ELSE (RANDOM(0,0.5)) DOCUMENT: Skala kecukupan saran dan fasilitas yang berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran masyarakat pesisir (skala 0 sampai 1) KKONS = 0.1848 DOCUMENT: Jumlah konsumsi pangan rata-rata (Rp) Konservasi = IF(QM_ABD_Pesisir=1) THEN (RANDOM(0.5,1)) ELSE (RANDOM(0,0.5)) DOCUMENT: Skala intensitas pelaksanaan konservasi lingkungan (skala 0 sampai 1 KPP = 0.2941 DOCUMENT: Konstanta yang menunjukkan proporsi nilai pajak dari total pendapatan yang diterima KUP = 0.15 DOCUMENT: Konstanta yang menunjukkan proporsi nilai biaya ubtuk usaha dari total pendapatan yang diterima Penangkapan_dan_tambak = IF(LINGKUNGAN>= 3 AND FASILITAS>=0.5) THEN (RANDOM (1,2)) ELSE (RANDOM(0.5,1)) DOCUMENT: Intensitas aktivitas penangkapan dan usaha pertambakan Pencemaran = RANDOM (-0.1,0.05)*(1/Penyuluihan) DOCUMENT: Skala intensitas pelncemaran lingkungan (skala 0 sampai 1)
244
Pendapatan_UP = ((0.56*PEND_MASY_PESISIR)*Penangkapan_dan_tambak) DOCUMENT: Pendapatan rata-rata dari hasil tangkapan dan budidaya tambak (Rp) Pend_U_Dagang = 263722 DOCUMENT: Pendapatan rata-rata dari usaha dagang (Rp) Penyuluihan = IF(QM_ABD_Pesisir=1) THEN (RANDOM(0.5,1)) ELSE (RANDOM(0,0.5)) DOCUMENT: Skala intensitas pelaksanaan penyuluhan (skala 0 sampai 1) Pert_Pend_Lain = IF (LINGKUNGAN>=3 AND FASILITAS>=0.5)THEN (RANDOM (0.1,0.5)) ELSE (RANDOM(-0.2,0)) Pert_Pend_UP = IF (LINGKUNGAN>=3 AND FASILITAS>=0.5)THEN (RANDOM (0.1,0.2)) ELSE (RANDOM(-0.2,0)) DOCUMENT: Pertumbuhan pendapatan PPP = 108838 DOCUMENT: pertanian, perkebunan dan peternakan P_DAU_DAK = RANDOM(0.01,0.05) DOCUMENT: Koefisien pertumbuhan jumlah DAU/DAK yang diterima oleh daerah (persen per tahun) QM_ABD_Pesisir = IF(Alokasi_ABD_Pesisir>=0.1*ABD) THEN(1) ELSE (RANDOM(0,0.5)) DOCUMENT: Quota minimal anggaran belanja daerah yg dapat memdorong peningkatan pendapatan masyarakat pesisir Rehabilitasi = IF(QM_ABD_Pesisir=1) THEN (RANDOM(0.5,1)) ELSE (RANDOM(0,0.5)) DOCUMENT: Skala intensitas pelaksanaan rehabilitasi (skala 0 sampai 1) Sewa = 345350 DOCUMENT: rata-rata pendapatan yang diperoleh dari menyewakan barang termasuk jasa