Seminar Nosional Peternakan dan Vetertner 1997
TAMPILAN STATUS REPRODUKSI SAPI PERAH PADA TINGKAT KONDISI BADAN YANG BERBEDA DAN SISTEM PENGELOLAAN DI PETERNAKAN RAKYAT Dim Bum WijoNo dan UUM UMIYASIH
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Grati, Pasuruan, 67184 RINGKASAN Reproduktivitas sapi perah mempunyai peranan penting dalam keberhasilan meningkatkan pen&apatan peternak yang berasal dari produksi susu clan anak . Gangguan pada ftmgsi reproduksi tenak sebagai salah satu faktor pengliambat produksi clan menekan pendapatan peternak sapi perali. Untuk itu diadakan pengat»atan terhadap kenianipuan reproduksi sapi perch rakyat, faktor penangwiamiya agar efisiensi reproduksi secara optimal dapat dicapai . Pelaksanaan penelitian dilakukan di daerah kabupaten Jonibang (Kecaniatan Mojoagung), kabupaten Malang (kecarnatan Jabung), kabuj5at-en Pasuruan (kecwnatan Tutur) dan kabupaten Kediri (kecantatan Pagu); terhadap 120 responder peternak sapi perch yang memiliki sapi perah laktasi dan ditentukan secara purposif random sampling, dengan larna pendamatan 7 bulan. Parameter yang diam
8 tahun (kecamatan Tutur clan Mojoagung) ; untuk keselunthan penggtuiaan tenaga kerja dan penulikan ternak berkisar antar 4-5 HOK dan 2-5 UT. Sanitasi kandang 2 kali seltari dilakuk in pada scat akan dilakukan penierahan dan tenak dimandikan >2 hari sekall . Pengalanian beternak menipengarulu respon reproduksi, ratio penggtmaan terwga keda masili . Skor kondisi badan yang dicapai adalah 3-5, status reproduksinya untuk kejadian estrus 3661 hari, estrus postpartum 52-112 hari ; keduanya menunjukkan interval yang lebih pendek pads sapi perah yang menuliki skor kondisi badan yang senkakin baik. Penggunaan tenaga kerja di peternakaii sapi perali rakyat yang belum efisien clan status reproduksi semaldn baik selaras dengan meningkatnya kondisi badan ternak dan pengalaman peternak sapi perch. Kata kunci : Sapi perah, SDM, reproduksi PENDAHULUAN Perkenibangan sapi perch di Jawa Timur semakin meningkat yang ditandai dengan semakin meluasnya wilayah pengembangan usaha sapi perch. Usaha sapi perah menunjukkan salah satu sub sektor peternakan yang berperan penting dalam menunjang pendapatan petani ternak dari hasil susu dan turunannya . Penghasilan atas produksi susu yang optimal tidak terlepas dari faktor reproduksi ternak, karena produksi susu dihasilkan setelah terjadinya proses kebuntingan dan kelahiran anak ; disamping adanya faktor pengganggu penyebab kegagalan reproduksi ternak .
297
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
Fungsi fisiologis reproduksi ternak ditunjudckan oleh aktivitas reproduksi ternak baik status ovarium maupun organ reproduksi lainnya yang dipenganulu oleh berbagai faktor yaitu faktor internal dan eksternal sebagaimana diungkapkan TOELIHERE (1982) bahwa jarak beranak juga aktivitas reproduksinya dipengaruhi oleh faktor genetik dan non genetik yaitu lingkungan, pakan dan kesehatan yang berperan sampai dengan 95% . Faktor lingkungan antara lain menurut YOVSEF (1982) bahwa cekaman panas yang timbul dapat berpengaruh negatif terhadap proses fisiologis produksi dan reproduksi ternak . Peningkatan efisiensi reproduksi sapi perah yang tunrt berperan adalah pendeknya periode days-open (SCHMIDT dan VAN VLECK, 1974 clan YuSRAN et al., 1990) . Demikian pula pemendekan days-open yaitu mempersingkat periode anestrus postpartus clan service periode yang dipengaruhi jugs oleh nutrisi (YUSRAN et al. . 1994); keadaan kondisi badan berpengaruh juga terhadap periode anestrus (GARNSWORTtt)* clan JONES . 1987) . Kondisi badan yang baik dapat sebagai salah satu faktor yang mampu meniperpendek siklus estrus, perpanjang masa laktasi dan perpanjangan umur produktif Pada tingkat petani-ternak inasalah status reproduksi belum banyak ditangani, clan masih kurang infornnasi teknologi pola reproduksi sapi perah secara praktis . Pola pemeliharaan peternakan sapi perah rakyat masih sangat bervariasi dan terbatas kentiampuan pengetahuan beternak. Sedangkan proses perilaku reproduksi sapi perah yang efisien diharapkan mampu meningktkan pendapatan petani ternak yang diakibatkan oleh perpendekan fase istirahat produksi susu clan jarak kelahiran yang lebih pendek . Maka dari itu sistem penanganan reproduksi sapi perah pola petani ternak perlu digali sebagai informasi guna baluan pertimbangan pendapatan efisiensi reproduksi yang tinggi . Tujuan penelitian adalah mendapatkan kemampuan penanganan pemeliharan, pola reproduksi induk sapi perah ralcyat untuk rnendapatkan faktor kendala dan pola 'efisiensi reproduksi yang optimal . MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan dengan metode wawancara dan monitoring secara periodik dengan interval pendamatan satu bulan ; responden yang digunakan adalah peternak sapi perah yang memiliki sapi laktasi . Responden peternak sebagai kooperator dipilih secara purposij sampling di lokasi wilayall persusu4an yaitu kecaniatan Jabung (Kab. Malang), Mojoagumg (Kab. Jombang), Tutur (Kab. Rasuruan) dan Pagu (Kab. Kediri) . Materi yang digunakan di masing-masing lokasi penelitian sebanyak 30 responden . Parameter yang dian>ati status reproduksi yang mencakup siklus estrus, estrus post-partus, S/C atau NR dihitung berdasarkan kejadian kawin ber lang clan tidak menunjukkan terjadinya kebuntingan atau tidak menunjukkan tanda-tanda estrus kembali setelah 90 hari; status pengelolaan atau pemeliharaan, clan skor kondisi badan (NICHOLSON dan BUTTERWORTH, 1986) . Analisis data secara sederliana dilanjutkan uji beda variansi.
29 8
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
HASIL DAN PEMBAHASAN Status pengelolaan sapi perah peternakan rakyat Peternak sapi perah di lokasi penelitian sejak sapi perah dikembangkan menunjukkan adanya variasi pengalaman beternak sapi perah yaitu berkisar antara 3-15 tahun. Hasil pengamatan terhadap status pengelolaan tidak menunjukkan perbedaan sehingga tidak menunjukkan pengaruh pengalaman beternak terhadap faktor pengelolaan sapi perah atau tidak didapatkan keragaman yang berarti (label 1). Tabel 1. Rata-rata clan standard deviasi pengalaman, tenaga kerja clan pemilikan sapi perah di lokasi pengamatan Lokasi
Mojoagung Jabung Tutur Pap
Pengalaman Tenaga kerja beternak (HOK) (tahun) 8,7(3,2)
3 (1)
Pemilikan Ternak (UT)
6,5(2,5)
4,3(1,9)
6
5
(2)
(1)
Sanitasi (frek/hari)
Pembenan pakan (trek)
Kandan
Sapi
2,2(0,5)
0,9(0,5) 0,2(0,1) 0,2(0,3)
2,2(0,5)
0,3(0,2)
2,4(0,7)
15,5(6,9)
5,7(1,8)
3,3(1,3)
2 (0) 2,6(0,5)
4,11(2,8)
4,4(1,9)
2,2(1,2)
2,7(0,9)
2,9(0,6) 3
(0)
() s1andar drviasi
Kepemilikan sapi perah di tingkat peternakan ralcyat, ketersediaan tenaga kerja yang bertindak sebagai pelaku pelaksana produksi, masing-masing yang berada di Kecamatan Jabung, Mojoagung, Tutur dan Pagu; mencerminkan pola beternak peternakan rakyat kecil dengan modal kecil clan murni menggunakan tenaga kerja keluarga dari semua aspek kegiatan . Aspek kegiatan yang ditangani mulai dari pemeliharaan, penyediaan pakan, pemerahan dan penyetoran susu. Penggunaan tenaga kerja per hari (HOK) untttk mengelola sapi perahnya memiliki ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepemilikan per unit ternak (UT), sehingga tampak adanya penggunaan tenaga kerja yang kurang efisien dalam sistem pemelili<araan pola beternak sapi perah . Hal ini memungkinkan meningkatkan efisiensi pemilikan atau pemeliharaan sapi perah, ditinjau dari segi ketersediaan tenaga kerja yang berlebih sehingga memungkinkan peningkatan pendapatan peternak. Kendala yang menonjol di peternakan sapi perch rakyat adalah faktor modal yang terbatas. Perawatan kandang dan ternak dari aspek sanitasi yang dilakukan peternak hanya pada saat akan dilakukan pemerahan, pelaksanaannya antar peternak masih beragam yaitu peternak yang hanya membersihkan kotoran pada bagian lantai kandang saja dengan bagan ternak masih dalam keadaan kotor, membersihkan kotoran dan mencuci bagian ambing dan pinggul yang kotor saja, memandikan sapi dilakukan pada hari tertentu, clan peternak yang memelihara sanitasi/kesehatan ternak secara sempurna . Pada scat pemeralt
299 '
Seminar Nastonal Peternakan dan Vetenner 199'
ternak > 1 liari sekah, hal ini dapat terjadi kliususnya pada peternak yang memang mengalanu kesulitan dalam penyediaan air atau somber air bersih yangjauh jaraknya dari perkandangan. Penyediaan pakan hijauan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja keluarga dengan malakukan pencarian rumput-rumputan secara mengarit pagi clan sore hari ; sedangkan pemberian pakan sebagai substitusi masill sangat tergantung kepada kernampuan pengadaannya. Cara pemberian pakan dilakukan juga masih bervariasi yaitu 2-3 kali sehari yang tergantung kepada ketersediaan di tegalan/padang nimput disamping jauh dekatnya sumber hijauan pakan dan musim . Pada musim penghujan untuk mendapatkan hijauan lebili mudah clan lebih banyak didapatkan sumber hijauan . Ketersedian pakan ini sangat berpenganih terhadap perkembangan kondisi badan ternak bahkan juga terhadap produksi susu yang akan dihasilkan . Hal ini berpengaruh terhadap nilai susu sebagai produk utama yang diharapkan sebagai sumber pendapatan harian petani teak sapi perch . Status reproduksi Kejadivi estnts didapatkui dari infom>
BC
Est
Est-pos
Days open
Kering
S/C
Jabung
3 4
61±22(10) 49±31(5)
79±5(5) 92±18(5)
137±56(6) 119±62(4)
-
4±2(7) 3±1(4)
Mojoagung
3 4 5
54±23(10) 48±26(23) 44±17(10)
112±55(9) 78±44(26) 76±42(3)
123±66(9) 105±56(26)
60±14(3) 116±45(10)
4±0(4) 3±2(11-) 2±1(2)
Tutur
3 4 5
36±19(2(1) 42±21(22) 56±22(12)
90±37(4) 57±16(0)
84±0(1) 124±24(4)
139±35(2) -
Pagu
2±1()4) 3±1(4) 4±1(5)
3 4
Total CV
4
39±23(14) 76±42(10) 115±29(8) 108±6(3) 3±1(14) 49±23(42) 65±42(20) 98±59(17) 81±55(5) ........... .. . .................. .......5. ..............4.3±2_ 1(16) .......... 52±.10(7) ........... g6±35(4) .............................................3±2(9) ......... Kondisi 3 44,72 88,Sa 126,58 102,7 8 2,78 badan 4 46,9' 73,3ab 103,68 108,08 3,0 8b ................................... ....5...................~......... `.~ , ............~5"~.. .............. . .. .. 106 .483 ................................................... I.6b.. ... .......
-()
46±23(184) - 77±44(93) 51 58
sampel -a,b . superskrip yang berheda menuniukkan beda nvaW (P -0.05)
111±55(84) 49
108±49(26) 46
3±2(74) 53
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1997
Rata-rata siklus estrus masing-masing dari situasi keadaan kondisi badan yang mampu dicapai peternak sapi perah selama pengamatan yaitu berkisar antara 36-61 hari dengan koefisien variasi sebesar 51%; terlihat bahwa skor kondisi badan 3 - 5 (< 5) menimbulkan efek perpanjangan siklus estrus dan tingginya variasi siklus estrus menunjukkan alternatif kemungkinan untuk dilakukan pernaikan frsiologi reproduksi yang lebih efisien, disesuaikan tergantung kepada aspek-aspek yang mempengaruhinya. Panjangnya siklus estrus dapat diakibatkan oleh tedadinya kematian embrional pada masa kebuntingan 25-30 hari yang diresorbsi tubuh kembali sehingga siklus estrus diperpanjang, secara -normal siklus estrus pada ternak besar kurang lebih 21 hari (TOELIHERE, 1980 dan ESSLEMONT et al., 1985) . Produksi susu yang terlalu tinggi menyebabkan metabolisme nutrisi sebagian besar digunakan untuk produksi susu dan kekurangan pakan mengakibatkan hipofungsi ovarium (MAHAI'LrrRA, 1994) . Penelitian terdahulu telah didapatkan bahwa pada sapi yang memiliki skor kondisi badan kurus yaitu skor < 4, menunjukkan terjadinva inaktivitas ovarium yaitu tidak menunjukkan adanya pembentukan follikel dan pengecilan ovarium (WUONO et al., 1992); TOELiHERE (1980) menyatakan bahwa ternak yang mengalami kekurangan pakan dengan kondisi badan kurus dapat menyebabkan tedadinya inaktivitas ovarium sementara, silent heat clan kekurangan pakan yang berkepanjangan pada umur much dapat menyebabkan terjadinya gangguan ovarium secara permanen ; demikian pula pada ternak yang memiliki kondisi badan yang terlalu gemuk jugs dapat mengalami gangguan infertilitas sementara . Siklus estrus pada sapi dengan skor kondisi badan sedang (skor 6) menunjukkan siklus estrus yang lebih pendek, sedangkan perpanjangan siklus estrus dapat terjadi pada sapi yang memiliki skor kondisi badan knuus (<4) dan yang terlalu gemtdc (>7) (WIJONO et al., 1993) . ESSLEMONT et al. . (1985) mendapatkan yaitu sapi perah yang diberi pakan baik (cukup) diimbangi oleh pertambahan berat badan lebih tinggi, yang diikuti dengan pernaikan kondisi badan, sehingga mampu menghasilkan siklus estrus yang lebih pendek . Perpanjangan siklus estnLs yang terjadi di petani ternak sapi perah hasil pengamatan di 4 lokasi penelitian menunjukkan pola kemampuan skor kondisi badan yang dicapai 3 - 5 (P<0,05). Pemeliharaan sapi perch di peternakan rakyat belum banyak memperhitungkan akan kebutuhan nutrisi untuk pernaikan korxlisi badan clan pemberian pakan sangat tergant urg kepada ketersediaan hijauan pakan clan kemampuan mengarit untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya, yang terjadi di semua lokasi pengamatan . Estrus postpartum pada sapi perah rakyat didapatkan rata-rata lebih dari 60 hari dengan kisaran 52-112 hari (Tabel 2), sebagaimana didapatkan YUSRAN et al. (1994) bahwa kondisi badan mempengaruhi periode anestrus postpartum. Hal ini memberikan informasi kemampuan yang dicapai sapi perah rakyat untuk estrus pertaina setelah beranak termasuk terlambat, dimana sebaiknya kawin setelah melahirkan dilakukan setelah estrus ke dua dengan perkiraan setelah 60 hari beranak. Estrus postpartum yang ideal pada sapi perch adalah berkisar antara 40 - 50 hari (BEARDEN dan FUQUAY, 1980). Sapi perch rakyat yang memiliki skor kondisi badan yang baik, cenderung memberikan respon estrus postpartum yang lebih pendek (P<0,05) . Pengalaman betennak yang berbeda antara lokasi berdasarkan saat awal pengembangan sapi perah mempengaruhi kejadian estrus postpartum, masing-masing lokasi yaitu Jabung, Mojoagung, Tutur dan Pagu adalah 76, 79, 86 dan 66; justru pada lokasi yang lebih lama terjadi perpanjangan siklus estrus yang kemungkinannya pernakan terhadap ternak kurang atau kerja lain lebih dominan .
301
SeminarNasional Peternakan don Vetertner 1997
Estrus postpartum yang didapatkan YusRAN et al. (1994) berkisar antara 20 - 156 hari (69,41 hari) yang didapat,dari sapi perah produksi tinggi (>18 liter) dengandays open 32 - 200 hari (111,46 hari). MAHAPuTRA (1994) .mengungkapkan-.bahwa produksi susu tinggi di atas 15 .liter-sebagai salah satu faktor penyebab-perpanjangan anestrus postpartum . Hwil PenBnmn nIgnmjddam adwya Peng3ruh penunumn tkor:kondisi badan yang petubahatutya dipenganrhi oleh faktor pakan, produksi susu, menirnbulkan gangguan kerja horman .gonadotropin (HAIEZ, 1980 dan MAHAPuntA, 1994). Service per conseption (S/C) penentxtamya &U-d= berdasarkan-kapan estrus-berulang sampai tidak terjadinya estrus (kawin ulanglnon return rate) dalam jangka waktu 90 hari, atau dalam waktu 90 hari tidak minta kawin kembali .
Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya perkawinan berulang yang cukup tinggi (>3), idealnya adalah <2; hal ini rnernberikan informasi bahwa kegagalan konsepsi yang tinggi berpenguuh terhadap aktivitas reproduksi kususnya ovarium dan menunjukkan efisiensi reproduksinya yang cukup rendah. Kejadian S/C tidak terlepas dari faktor fngkungan yaitu peternak dan petugas insemintor didalam penentuan estrus secara tepat turut rnenunjang keberhasilan kebuntingan . MAHAPUTRA (1994) mendapatkan bahwa pada sapi perah produksi tinggi (>15 liter) terjadi perpanjangan estrus postpartum dan estrus yang tidak selalu diikuti terjadinya ovulasi. Hal ini mengakibatkan dapat terjadinya peningkatan kawin berulang yang cukup tinggi. Kondisi badan yang baik berpengaruh terhadap terjadinya kawin berulang lebih menonjol (P<0,05). Days open sapi perah rakyat disajikan dalam Tabel 2, tampak bahwa kejadian kebuntingan pada sapi perah rakyat yang mampu dicapai bervariasi antara 84-137 hari, dengan rata-rata lebih dari 3 bulan. Secara ideal terjadinya kebuntingan adalah 60 hari setelah beranak . Hal ini menunjukkan adanya kegagalan reproduksi sebagaimana hasil pengamatan yaitu siklus estrus yang berkepanjangan dan S/C yang tinggi . Hasil yang sama juga dilaporkan YusRAN et al. (1990) bahwa kondisi badan berpengarrrh terhadap kejadian days open. Aktivitas reproduksi dipenganthi oleh faktor intrinsik dan eksuinsik. Faktor ekstrinsik sangat dipengandu oleh lingkungan ternak mencakup pakan, pengetahuan peternak, inseminator dan kesehatan ternak; sedangkan faktor intrinsik adalah faktor yang berhubungan dengan ftuigsi fisiologis ternak itu sendiri, yaitu fiuigsi honmonal dan fungsi organ rerpoduksinya . TOELIHERE (1982) menyatakan bahwa jarak beranak dan aktivitas reproduksi ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sebesar 95%, yang mencakup pakan, tatalaksana dan kesehatan ternak .
Days open pada keempat lokasi berdasarkan skor kondisi badan 3, 4 dan 5, tidak memberikan respon yang berbeda (P<0,05). Tetapi lokasi yang berbeda dengan perbedaan pengamman beternak memberikan respon terhadap kejadian days open yaitu lokasi Jabung, Mojoagung, Tutur dan Pagu adalah 129, 127, 111 dan 101 hari (P<0,05) . Periode keying Hasil pengamatan terhadap periode kering bervariasi dari 80-216 hari dengan koefisien variasi 46%. Didapatkan bahwa periode keying yang dipanjangkan yaitu lebih dari 2 bulan disebabkab karena produksi susu masih cukup tinggi . Produksi susu terhenf/kering pada masa kebuntingan muda dan faktor kesehatan .
302
Seminar Nasional Pelemakan don Veternner 1997
Kondisi badan dengan skor 3 . 4, dan 5 tidak menunjukkan perbedaan terhadap kejadian periode kering (P<0,05), tetapi pengalaman beternak dari tiap lokasi memberikan pengaruh terhadap periode kering yaitu Jabung, Mojoagung, Tutur dan Pagu adalah 216, 104, 138 dan 95 hari (P<0,05) ; perbedaan mungkin karena jumlah sampel yang kecil . Periode kering yang baik adalah dilakukan pada umur kebuntingan 2 bulan menjelang beranak, dengan pertimbangan bahwa ambing telah mempersiapkan diri untuk berproduksi pada periode berikutnya, dan perlambatan pengeringan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan produksi susu berikutnya. Disamping itu masa produksi yang pendek sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perpanjangan masa kering, disamping faktor perkawinan yang berkepanjangan . KESIMPULAN Peternakan sapi perah rakyat menggunakan tenaga kerja yang kurang efisien dengan ratio pemilikan ternak yang kecil . Pengalaman beternak sapi perah mempunyai pengaruh terhadap fungsi reproduksi ternak tetapi tidak mempenganthi pola penteliharaan sapi perch . Skor kondisi badan/kondisi badan Sapi perah menunjukkan pengaruh yang baik terhadap status reproduksi, semakin baik kondisi badan akan diikuti peningkatan efisiensi reproduksinya. Variasi reproduksi sangat variatif dan rata-rata koefisien variasi 50 % . Penyediaan hllauiln pakan nkasih sangat tergantung kepada musim, belwn mempertimbangkan akan kebutuhan pakan . DAFTAR PUSTAKA BEARDEN, M . .1 ., J .W . FUQUAY . 1980 . Applied Animal Reproduction . Reston Publishing Co. Inc . Virginia. ESSLEMONT, R .J ., J .H . BAILI dan M .J . COOPER . 1985 . Fertility Management in Dairy Cattle . Collins. London . GARNSWORTHY, P .C . dan G .P . JONES . 1987 . The influence of body condition at protein supply on voluntary feed and perfor mance in dairy cows . J . Anim . Sci . 350-35 3 MAHAPuTRA, L . 1994 . Upaya perbaikan kinerja reproduksi sapi perah untuk meningkatkan produktivitas usalia peternakan rakyat . Proc . Pertemuan Ilmiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perall . Sub Balitnak Grati . hal 18 - 26 . NICHOLSON, M .J ., dun M .H . BUTTERWORTH . 1986 . A Guide Condition Scoring of Zebu Cattle for Africa . Addis Ababa . Ethiopia . SCHMIDT dan VAN VLECK . 1974 . Principle of Dairy Science . Comel Univ . W .H . Freman and Co . Fransisco . YOUSEF, M .K . 1982 . Animal Production in the Tropics . Febiger Publisher . New York . YusRAN, M .A ., MARIYoNo, L . AFFANDHY dan U . UMIYASIH. 1994 . Tampilan beberapa sifat reproduksi kelompok sapi perah produksi tinggi di daerah dataran till ggi . Proc . Pertemuan IImiah Pengolahan dan Komwukasi Hasil Penelitian Sapi Perch . Sub Balitnak Grat\r,hal 109 - 113 . YusRAN, M .A . dan MARIYONo . 1994 . Pengandt kondisi tubuh saaf beranak dan nutrisi pasta beranak terhadap periode anestrus post-partus pada Sapi perch . Proc . Pertemuan Ilmiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perch . Sub Balitnak Grati . TOELu-mRE, M .R . 1981 . Fisiologi Reproduksi Pada Temak . Angkasa . Bandung
30 3
Seminar Nasional Peternakan dan Vetertner 1997
1982. Tinjauan tentang penyakit reproduksi pada ruminansia besar. Proc . Petemmkan Ilmiah Ruminansia Besar . Cisania, Bogor. hal 151-163 . WijoNO, D.B ., L. AFFANDHY dan E. TELENI . 1992. The Relationship between liveweight, body condition and Ovarian aktivity in Indonesia cattle . Dalam: W.J. Pryor (Eds) Drought Animal Power in AsiaAustralian . ACIAR Proc, no. 46. Canberra. TOEmmERE, M.R.
dan L. AFFANDHY . 1995. Efek kondisi badan terhadap aktivitas reproduksi sapi madura betina. Pros. Seminar Nasional Sain dan Teknologi Petemakan . BPT Ciawi . Bogor.
WIJONO, D.B ., KOMARUDIN-MA'SUM, GUNAwAN
TANYA JAWAB Wasmen Manalu : Semakin baik skor tubuh penampilan reproduksi juga baik tetapi kenapa S/C cara tidak baik. Didi Budi Wijono : Biasanya makin tinggi BC maka S/C-nya makin rendah (karena adanya faktor hormonal) . Karena hal ini tidak diamati (terutama efek terhadap produksi susu) . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di makalah . Mas Yedi Sumaryadi : Dalam pengambilan data variasinya sangat tinggi . Apakah penampilan reproduksi juga dipenganthi oleh penampilan / variasi permerahan . Didi Budi Wijono : Variasinya adalah : bobot badan dan pengelolaan . Petrus Sitepu : Pada Tabel 2 terlihat bahwa periode kering 216 hari (n-nya berapa ?) kalau n = 1, kurang representatif A. Rahman Siregar : Kalau sampelnya hanya 1, jangan dimasukkan dalam tulisan . Didi Budi Wijono : Terima kasih atas sarannya dan n = I akan dihapuskan dari tulisan ini .