SATU Kakek Rudi sudah jarang ikut Shopie berkeliling. Alasannya sudah tua dan gampang capek. Menurut Tiela, pasangan Kakek Rudi dan Shopie aneh sekali. Sepertinya tidak ada kesamaan visi maupun misi. Shopie suka ceplasceplos, sedangkan Kakek Rudi sifatnya agak angot (gampang marah), namun Kakek Rudi tak pernah menampakkan kesan cemburu bila Shopie naik mobil bersama pria lain. Apakah mereka betul-betul menikah? Pertanyaan ini selalu menyesak di benak Tiela. Jangan-jangan keduanya tidak menikah, jangan-jangan Shopie hanya kasihan terhadap Kakek Rudi karena mendengar cerita Kakek Rudi yang terkungkung oleh kedua anaknya, sengaja mengaku nikah agar Kakek Rudi terbebas dari sekapan Dhita dan Janis. Tiela tak menemukan foto pengantin, akta pernikahan, atau foto-foto mesra Shopie-Rudi. Lagian, Kakek Rudi pernah mengatakan ia hanya mencintai dua orang, yang pertama Ashau, istrinya, yang kedua Ashiang, putrinya yang sudah meninggal. Kenapa Kakek Rudi menikah mendadak dua tahun yang lalu? Apa yang melatari pernikahan mereka? Simbiosis mutualisme, komensalisme, atau parasitisme?
1
Tak mungkin Kakek Rudi bersedia menjadi parasit, bukankah ia punya 20 hektar kelapa sawit? Sudah lama Tiela tinggal di rumah Shopie. Dulunya karena rumah itu kosong, Shopie meminta Tiela menjaga rumahnya agar jangan dibobol maling, tapi akhir-akhir ini Rudi sudah jarang ikut, Shopie tetap menahan Tiela tinggal di rumahnya. Apakah Shopie punya tujuan tertentu, sengaja menahan Tiela supaya dekat dengan Kakek Rudi? Setelah berhenti cukup lama, SMS itu datang lagi malam ini. HP kiriman itu kartunya telah lama masa aktifnya habis, Tiela tak pernah mengisi pulsanya. Untuk apa diisi jika Asterina Sanjaya tak pernah menghubunginya lagi setelah tawarannya ditolak? HP itu bahkan sudah terlupakan dan diberikan pada Alia. Alia membuang kartunya dan mengisi kartu baru. SMS kali ini ditujukan langsung ke nomor HP Tiela. Sombong ya, sekarang sudah kaya, sudah tinggal di rumah gedong. Tercapai juga cita-citamu menikah dengan kakek kaya yang bau tanah. SMS itu begitu menusuk. Pada mulanya Tiela tak tahu siapa pengirimnya karena tak di phonebook-nya. Siapa nih yang sembarang nuduh? Balasnya. Sombong ya, HPku dikemanain? Sudah dilempar ke got ya? Beginilah kalo cacing tanah masuk gedong, lupa comberan asalnya. “Ih, nyolot banget nih orang! Resek! Masa aku dibilang cacing lupa comberan. Siapa sih orang ini?” Tiela geram setengah mati. Ia menulis: Siapa sih, kok SMS-nya kayak orang sakit hati?
2
Aku Asterina Sanjaya, aku selalu mengawasimu, sayang kamu lupa padaku. Mentang mentang sekarang sudah kaya gara-gara tidur dengan kakek bau tanah. Tiela terhenyak, “Orang ini lagi? Kenapa menggangguku lagi? Siapa sih orang ini?” Ia malas membalas SMS itu. Didiamkan saja HP-nya sambil dipelototin. Makin dibalas pasti omongannya semakin menyakitkan. Tak lama kemudian HP-nya bunyi, bukan SMS yang masuk, ia mendapat kiriman sebuah gambar. Dibukanya MMS itu, gambarnya gambar sepasang manusia, berjalan bersama memasuki gerbang SHSU sambil bergandengan tangan. Yang pria ia tahu sekali namanya Dannes Taikon, sedangkan yang wanita ia belum pernah melihatnya. Ia mengamati gambar itu dengan saksama. Apa tujuan Asterina mengirim gambar itu? Apakah Asterina penggemar Dannes, mantan pacar Dannes yang cemburu, menyangka Tiela pacar Dannes, sengaja mengirim foto Dannes bersama wanita lain agar Tiela ikut cemburu? Sedang ia terpekur, masuk satu lagi kiriman, lagi-lagi foto. Kali ini gambar Dannes duduk bersama wanita sedang menonton pertandingan rugby, keduanya sama sama mengenakan kaus berwarna oranye (agak merah) dengan tulisan SH yang di tengah terdapat logo semacam telapak kaki binatang. SH adalah singkatan Sam Houston, tempat Sean kuliah bersama Dannes. Sean pernah bercerita tentang SHSU sesaat sebelum berangkat ke Amerika. Tiela masih belum tahu apa tujuan Asterina mengirim dua foto Dannes bersama rekan kuliahnya padanya. Apakah sekadar memanasinya? HP-nya bunyi lagi. SMS dari Asterina, bunyinya:
3
Dannes dan Arraya rujuk. Tahun ini mereka pulang untuk menikah di Jakarta. Tiela tertegun. Apakah ia harus percaya terhadap SMS dan foto-foto ini? Apakah ia harus cemburu, apakah ia harus merasa dikhianati? Tiela mengkilas balik pertemuannya dengan Dannes. Ia lebih duluan mengenal Dannes. Dannes kehilangan kesadaran akibat empat sukmanya diambil Nak La Wiyya. Ia ikut mengantar Dannes berobat ke Pematang Manggis. Dannes sembuh, ia menghilang agar Dannes tak perlu membalas budi. Dannes mati-matian mencarinya, bahkan menyaru sebagai Kakek Bakiak agar bisa bertemu dengannya. Aku tak bisa hidup tanpamu, kamu penyelamat hidupku, sedetik pun aku tak bisa berpisah denganmu. Itu katakata Dannes setelah mereka bertemu, kenangan itu terasa indah, tapi sekarang sangat mengganggu. Ternyata Dannes hanya seorang perayu. Belum 2 tahun mereka berpisah, Dannes sudah lupa ucapannya sendiri, bahkan kembali ke Arraya yang seharusnya dibenci Dannes. Bukankah Arraya dan Dhita yang mengirim patung Nak La Wiyya sehingga Dannes kehilangan ingatan selama 18 bulan? Tiela ingin menangis, sekaligus ingin tertawa. Begitulah manusia dipermainkan nasib. Sempat ia melambung tinggi akibat Dannes mengatakan mencintainya, tapi hanya berselang dua tahun Dannes sudah melupakan omongannya. Ironisnya hidup ini…. Tangannya gemetar ketika ia memencet: Dari mana kamu tahu semua ini? Agak lama ia menunggu barulah datang balasan: Aku tahu segalanya, bukankah sudah kubilang, aku selalu mengawasimu.
4
Tiela merasa aneh, ia mengirim jawaban: Kalau aku yang kamu awasi, mengapa kamu tahu Dannes rujuk dengan Arraya? Menurut jalan pikirannya, jika Asterina mengawasi kegiatannya di Jakarta, mana mungkin Asterina tahu apa yang terjadi di Houston. Apakah Asterina ini Sean? Balasan dari Asterina: Aku mengawasimu untuk menjagamu dari serangan musuh musuh Dannes, berhubung tak ada yang menyerangmu, aku ke Amerika mengawasi Dannes. Hahaha… Ternyata Dannes memang perayu wanita ulung, bukan cuman kamu yang dirayu olehnya, Arraya juga berhasil disikat kembali ke sisinya. Aku mulai percaya tuduhan Dhita dan teman-temannya. Sungguh pintar Dannes berkelit. Kita semua tertipu olehnya. Membaca SMS ini, Tiela yakin Asterina ini orang yang pernah dekat dengan Dannes, paling tidak dekat dengan keluarga Tai. Apa sih tujuan Asterina melindunginya? Melindungi tapi tidak menolong ketika ia dianiaya preman saat berjualan di Pasar Pesing? Tidak menolong tapi mengirim uang sebagai pengganti kompor dan bahan gorengen yang terbuang? Sungguh aneh orang ini. Siapa sih orang ini? Aku takkan membalas SMS-mu sebelum kamu jelaskan siapa dirimu. Bye! Tiela sebal. Setelah terkirim, dimatikan HP-nya hingga off. Ia berusaha membuang bayangan Dannes
5
dari benaknya. Ia berusaha membuang efek foto-foto tadi terhadap dirinya, entah kenapa pikirannya masih disesaki oleh SMS kiriman Asterina. Ia berusaha tidur, tapi matanya tak mau terlelap. Ia berusaha menghitung kambing seperti yang dilakukan Mr. Bean, tapi yang terbayang adalah kambing-kambing di kandang belakang rumahnya, yang hanya berjumlah 8 ekor dan tak pernah bertambah. Setiap bertambah 2 ekor pasti dibeli orang 2 ekor. Ia menghitung kambing-kambingnya, 1 sampai 8, 1 sampai 8, matanya tak mau bekerja sama. Sebelah matanya menghitung kambing, sebelah matanya melirik tiga pasang bakiak, ketiga pasang itu pemberian Dannes waktu menyamar sebagai Kakek Bakiak. Ia bangun, berjalan ke lemari tempat ia memajang ketiga pasang bakiak itu. Disimpannya ketiga pasang bakiak itu ke dalam lemari agar tak perlu melihatnya lagi. Nol kilometer! Dua tahun yang lalu aku dan Dannes berjanji, status kami adalah nol kilometer, belum ada yang mencuri start, sekarang posisi kami tetap nol kilometer, dan aku tak perlu memikirkannya lagi! Tiela membuka buku, berusaha konsentrasi belajar. Lupakan segalanya. Segalanya! Bukankah segalanya belum bermula? Pagi ini ia kuliah jam 9, tak perlu terburu-buru. Ia menggoreng 3 butir telur, satu untuk dirinya, dua untuk Kakek Rudi. Shopie sedang bepergian. Kakek Rudi bangun jam 7 dan memeriksa tanaman di belakang rumah. Tampaknya keterikatan pada kebun sawit belum sirna. Setiap pagi Rudi menyempatkan diri menatap kelapa cengkir di belakang rumah Shopie. Setelah puas barulah masuk ke dapur untuk sarapan. Rumah Shopie 2 tingkat, Rudi jarang naik ke atas, katanya capek naik turun tangga.
6
“Kenapa pagi ini tak kudengar suara burung berkicau?” tanya Rudi ketika dilihatnya wajah Tiela basi dan muram. “Mau ulangan, Kek. Berkicau nanti aku kehausan saat ulangan,” alasan Tiela. “Alasan yang bagus. Kenapa alasannya bukan sakit gigi?” “Burung tak punya gigi, hanya punya lidah yang tajam,” balas Tiela. Keduanya duduk sarapan bersama. “Tidak ke rumah Janis menengok cucu?” tambah Tiela. “Kenapa tiba-tiba menyinggung nama Janis? Hilang seleraku.” “Dulu, waktu di Pesing Kakek pernah mengatakan hidup sepi karena belum punya cucu, sekarang punya cucu tapi nggak pernah ditengok. Inkonsisten!” ejek Tiela. “Ya, deh, aku orang yang inkonsisten, orang yang selalu ingkar janji, bukankah begitu maksudmu?” Tiela malas menjawab. “Apakah pria selalu inkonsisten?” “Sedang sakit hati nih?” balas Rudi. “Bukan. Hanya sedang menyusun bahan skripsi.” Rudi menampilkan sikap serius. “Percayalah, pria hanya konsisten saat menghadapi sesama pria, terutama saat berbisnis. Terhadap wanita memang sering melakukan inkonsistensi, bahkan cenderung irrasional.” Tiela mencatat kata-kata itu dalam benaknya. Pria hanya konsisten saat berbisnis. Ia percaya itu. Saatnya memastikan bisnis berjalan lancar. Ia pamit dan berangkat lebih pagi. Ia pergi mengecek kedua tokonya. Alia menyapanya dengan ramah. Alia sudah pindah tinggal bersama kakaknya. Mereka menyewa kontrakan yang lebih besar di Jalan Palapa. Tiela menunjukkan
7
SMS yang diterimanya pada Alia. Alia membaca satu per satu SMS-SMS itu. Setelah membaca, ia menatap Tiela, ia melihat wajah Tiela agak kusut. “Jangan percaya. Bisa aja Asterina ingin membuat kuliahmu kacau,” hibur Alia. “Aku nggak terpengaruh, segalanya belum bermula, nggak ada yang perlu ditangisi,” Tiela berusaha menghibur dirinya sendiri, berusaha tersenyum, ia pamit menuju kampus. Menyibukkan diri merupakan cara menghibur diri sendiri. Alia tak menahan, hanya angkat bahu seakanakan segalanya akan baik-baik saja. Pulang kuliah jam 2 sore, matahari terik menyengat. Tiela tak ingin pulang terlalu awal. Tak ada yang harus dikerjakan di rumah. Ia naik angkot menuju Pesing. Pak Kun sedang tidur telungkup di meja kasir, Tiela tak ingin mengganggu, ia berjalan kaki menuju kali. Perahu Pak Eret tertambat di pinggir kali. Pak Eret pasti sedang tidur siang. Tiela mengenakan sarung tangan, melepas tali tambatan, menyeret perahu ke tengah kali. Setibanya di tengah, diikatnya tali penambat perahu ke tambang, dibiarkan perahu terseret arus sejauh 2 depa, lalu perahu tak bergerak lagi. Tiela duduk di atas perahu, memeluk kedua lututnya, merenungkan hidupnya. Kenangan bersama Dannes di Pematang Manggis bermain di kelopak matanya, menggodanya. Tiela ingin menangis, tapi untuk apa? Untuk sebuah hubungan yang belum terjadi? Bukankah ia sendiri yang meminta Dannes jangan memulai sebelum masa kutukan Nak La Wiyya berakhir? Sebuah mobil lewat di jalan raya, berjalan perlahan, dari balik kaca pengendara menatap ke kali, ke perahu yang tergantung di tengah kali. Mobil itu hanya lewat, sama sekali tidak berhenti. Tiela larut dalam kenangan
8
lama, lupa segalanya. Jam 4 sore, seseorang menggoyang tambang. Tiela tersentak kaget. “Seberangkan aku! Cepat!” Tiela mendengar suara bentakan. Ia teringat Botak, tapi orang ini bukan Botak. Mungkin preman lain. Sejak kuliah ia tak pernah membantu Pak Eret. Kalaupun berkunjung hanya sebatas di pinggir kali, ngobrol sebentar lalu pergi. Tiela melepaskan tambatan dan kembali ke pinggir. Pak Eret berdiri di belakang orang itu. Orang itu naik ke perahu, Pak Eret ikut naik. “Maaf, Pak Eret. Tiela membawa perahu tanpa permisi.” “Nggak pa-pa, aku baru bangun,” jawab Pak Eret. Tiela menarik perahu ke seberang. Orang itu tidak bertingkah, membayar 1.000 rupiah pada Pak Eret. Dulu Tiela kenal semua penumpang, sekarang sudah tidak lagi. Tiga setengah tahun telah mengubah segalanya. “Sedang ingin menyendiri?” tanya Pak Eret setelah penumpang pergi. “Sedang ingin merenungkan kenangan lama.” Tiela berusaha tersenyum. Beban hidup Pak Eret sudah berat, jangan tambah bebannya. Naik dua penumpang. Tiela menarik perahu menuju seberang. Setelah itu sepi. Pak Eret memesan kopi dari pemilik warteg. Tiela ikut dipesankan satu. Mereka minum di kios buah. Pak Eret bertanya kuliah Tiela. Tiela mengatakan sudah hampir selesai. Tiela bertanya kesehatan Pak Eret. Pak Eret masih kuat dan bersemangat. Orang setua Pak Eret aja bersemangat, kenapa aku harus layu hanya karena melihat 2 foto Dannes bersama wanita lain? Sungguh bodoh aku. Tapi, itu bukan wanita lain. Itu mantan tunangan Dannes. Betulkah mereka rujuk? Betulkah mereka akan menikah di Jakarta? Sedang asyik ia ngobrol
9
dengan Pak eret, HP-nya bunyi. SMS dari Asterina Sanjaya. Sakit hati, kan? Terasa ditusuk dengan pedang, kan? Tiela terbengong menatap HP-nya. Apakah ia harus membalas SMS ini? Asterina sedang mengejeknya. Siapa bilang aku sakit hati. Aku oke-oke saja. Tidak terganggu pun. Pengin dimatikan HP, tapi ia penasaran siapa sesungguhnya Asterina ini. Aku melihatmu terapung di tengah kali. Kukira kamu bunuh diri. Tiela melongok ke jalan raya. Berusaha menemukan mobil yang mengintainya, tapi sore-sore begini banyak orang berjualan, mobil hanya bisa lewat tanpa bisa berhenti lama. Pak Eret sudah menghilang ke perahunya, ada penumpang yang harus diseberangkan. Kopinya masih separuh. Asterina melihatnya saat ia mengikat perahu di tengah kali, itu berarti Asterina lewat di sini sejam atau dua jam yang lalu. Kenapa sih kamu trus memata-matai kegiatanku? Tulis Tiela lalu di send. Balasan dari Asterina. Karena aku kenal kamu, merasa harus melindungimu. Tiela makin bingung. Kita tak saling kenal, kenapa merasa harus melindungiku? Balasan dari Asterina: Kupikir sudah saatnya kita berkenalan. Kita bertemu?
10
Tiela menatap layar HP-nya, tak percaya apa yang dibacanya. Selama ini Asterina selalu bersikap misterius, kenapa sekarang mengajak bertemu? Ia menulis: Nggak usah. Aku takut begitu bertemu denganmu, aku mati kaget. Kamu pasti penjelmaan Nak La Wiyya. Balasan Asterina: Hahaha… kamu lucu sekali. Okelah, kita bertemu. Yang pasti aku bukan jelmaan Nak La Wiyya, aku takut begitu bertemu kamu jatuh cinta padaku. Tiela tertegun. Namanya Asterina, tapi kok gelagatnya dia laki-laki? Belum sempat ia membalas, datang SMS susulan: Besok jam 11 siang datanglah ke Menara Matahari, katakan pada resepsionis, kamu ingin bertemu Ibu Asterina Sanjaya. Tunjukkan SMS ini sebagai tanda kita telah membuat perjanjian. Selamat tidur nyenyak malam ini, Tiela. Tiela semakin terhenyak. Sikap Asterina terlalu misterius. Terlalu menggugah rasa penasaran. Hidupku sudah penuh kejutan, aku datang ke Jakarta bersama Bibi Kim, ditipu Bibi Kim, ditipu Janis dan Dhita, sekarang ditipu tampang inocent Dannes. Apa lagi yang bisa membuatku lebih terkejut? Andai Asterina ini seorang bencong pun tidak bakal membuatku kaget lagi. Ia bertekad besok akan datang ke Menara Matahari. Ia pamit pada Pak Eret dan langsung pulang. Besok tak ada perkuliahan. Apakah Asterina sudah menyelidiki jadwal kuliahku?
11