Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
HIDROLISIS ENZIMATIS LIGNOSELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT MENJADI GULA PEREDUKSI Maria Bintang1 , Faizal Gayang1 , Nur Richana2 1
2
Departemen Biokimia, FMIPA – Institut Pertanian Bogor Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Cimanggu – Bogor
ABSTRAK Proses pengolahan kelapa sawit menjad i crude palm oil (CPO) menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan rata-rata 10 juta ton/tahun yang belum dimanfaat kan secara optimal dan dapat mencemari lingkungan. Ko mponen utama dari TKKS adalah selulosa dan lignin, sehingga limbah ini juga disebut limbah lignoselulosa. Kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam TKKS berpotensi untuk digunakan sebagai sumber gula pereduksi melalui h idrolisis asam atau enzim. Hidro lisis TKKS dilaku kan menggunakan HCl yang dilanjutkan dengan hidrolisis enzimatis menggunakan xilanase 0.5% dan selulase 0.5% Hasil penelitian menunjukkan kadar gula pereduksi yang dihasilkan dengan xilanase sebesar 50.5 mg/ L dan hidrolisis dengan selulase sebesar 37.05 mg/L. Kata kunci: h idrolisis, selulase, TKKS, xilanase ABSTRACT The processing of palm oil into crude palm oil (CPO) produced solid waste such as oil palm empty fruit bunches (OPEFB) with an average of 10 million tons / year which has not been used optimally and can pollute the environment. The main co mponents of OPEFB is cellu lose and lignin called lignocellulose waste. The content of cellulose and hemicellulose in OPEFB potential to be used as a source of reducing sugar by acid hydrolysis or enzyme. Hydrolysis of OPEFB performed using HCl followed by enzy matic hydrolysis using cellulase 0.5% and xy lanase 0.5%. The results showed a reducing sugar level produced with xylanase was 50.5 mg / L and hydrolysis with cellulase was 37.05 mg / L. Keywords : cellulase, hydrolysis, OPEFB, xy lanase LATAR BELAKANG Salah satu sumber bahan baku utama penyediaan biofuel adalah dari bio massa yang bisa dikonversi menjad i bioetanol. Pemanfaatan biomassa yang potensial berasal dari lignoselulosa. Pemanfaatan lignoselulosa sebagai sumber bahan bakar alternatif diharapkan akan menjad i salah satu cara untuk mengatasi krisis energi. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit men jadi minyak sawit. Ko mponen utama dari TKKS adalah selulosa dan lignin sehingga limbah ini tergolong limbah lignoselulosa. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada TKKS berpotensi untuk digunakan sebagai sumber gula pereduksi melalu i hidrolisis asam atau enzim. Larutan gula yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi berbagai produk seperti alkohol, aseton, butanol, dan produk lain yang me miliki nilai ekonomis lebih tinggi (Darnoko et al. 2001). Pemanfaatan limbah kelapa sawit dengan cara hidrolisis diharapkan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang cukup besar. Ada dua enzim berbeda yang digunakan untuk menghidrolisis lignoselulosa ya ng terdapat dalam TKKS. Rangkaian proses hidrolisis selulosa dengan selulase terdiri atas adsorpsi selulase pada permukaan selulosa, biodegradasi selulosa menjad i gula pereduksi, dan desorpsi selulase. Degradasi selulosa menjadi g lukosa umu mnya merupakan proses sinergis antara endogl anase, e sogl anase dan β-glukosidase yang ketiganya adalah bagian dari selulase (Wyman 1996). En zim kedua yang digunakan pada penelitian ini adalah xilanase. Xilanase memiliki kemampuan menghidrolisis hemiselulosa,yang tersusun dari xilan menjadi monomer gula, yaitu xilosa. Kendala yang dihadapi dalam hidrolisis serbuk TKKS dengan cara enzimatis dan kimiawi adalah masih terdapatnya lignin dan rendahnya laju hidrolisis. Perlu dilaku kan delignifikasi dan penambahan asam guna me ncapai kondisi optimu m bagi en zim agar mampu menghidrolisis lignoselulosa menjadi gula pereduksi. METODOLOGI P ENELITI AN Serbuk TKKS dilarut kan dalam NaOH 4% kemudian did iamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Larutan kemudian disaring dan diambil cairannya untuk dinetralisasi dengan HCl 1%. Setelah itu, cairan disentrifugasi untuk memisahkan garam yang terbentuk akibat reaksi dengan cairan yang telah dinetralisasi. Endapan yang telah disaring dimasukkan kembali ke dalam cairan yang telah dinetralisasi. Larut an kemudian dibagi dua dan ditambahkan masingmasing enzim selulase dan xilanase dengan konsentrasi 0.5%, kemudian diinkubasi pada suhu 50 o C untuk enzim
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
xilanase dan 60 o C untuk enzim selulase, masing-masing selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar gula pereduksi menggunakan metode DNS. HASIL DAN PEMBAHASAN Tandan kosong kelapa sawit mempunyai tiga ko mponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Limbah TKKS memiliki kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yaitu sekitar 70% dan kandungan lignin sekitar 17% (Peni 1995). Hasil penelit ian Darnoko (1992) menyatakan TKKS mengandung selulosa 45.95%, hemiselulosa 22.84%, dan lignin 16.49%. Hidro lisis enzimat is merupakan salah satu tahapan konversi selulosa maupun hemislulosa menjad i gula pereduksi dengan menggunakan enzim. En zim yang digunakan dapat diisolasi dari bakteri atau khamir atau berupa enzim mu rni ko mersial yang diproduksi massal oleh pabrik. Penelitian ini menggunakan dua jenis enzim yang berbeda untuk dapat menghidrolisis holoselulosa yang terdapat dalam TKKS, yaitu selulase dan xilanase ko mersial. Penambahan NaOH bertujuan memutus ikatan antara lignin dengan hemiselulosa yang diikuti dengan rusaknya struktur lignin dan derajat kristalinitas selulosa menjadi berkurang seh ingga área selulosa yang akan dihidrolisis oleh enzim semakin besar. Selan jutnya dilaku kan netralisasi menggunakan asam klorida 1% guna mencapai kondisi optimu m bagi selulase dan xilanase agar dapat bekerja optimal. Penambahan asam berguna untuk memutus ikatan antara selulosa dan hemiselulosa dan mengubahnya menjadi gula pereduksi. Asam kuat dapat menurunkan derajat kristalinitas selulosa, sehingga menyediakan akses enzim yang lebih besar untuk menghidrolisis selulosa (Taherzadeh & Karimi 2007). Gu la pereduksi yang dihasilkan melalui hid rolisis enzim selulase, yaitu 37.05 mg/ L, sedangkan kadar gula pereduksi hasil hidrolisis enzim xilanase adalah 50.5 mg/L. Hasil hidro lisis kedua enzim ini b ila d ibandingkan satu sama lain, xilanase memiliki aktiv itas lebih besar dalam mengubah substrat (TKKS) menjad i gula pereduksi selama 48 jam fermentasi. KESIMPULAN Hidro lisis TKKS menggunakan enzim xilanase menghasilkan gula pereduksi lebih banyak daripada perlakuan dengan enzim selulase selama 48 jam. DAFTAR PUSTAKA Darnoko D. 1992. Potensi Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit melalui b iokonversi. Berita Penelitian Perkebunan. Medan, 2:85-95. Darnoko D, Herawan T, Guritno P. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan ProspekPengembangannya di Indonesia.Warta PPKS 9(1):17-27. Peni SP. 1995. Tandan sawit untuk kertas kraft. Trubus. 311:52-54. Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007. Process forEthanol fro m Lignocellulosic Materials: Acid based Hydrolysis Process. Bioresources 2(3):472-499. Wyman CE. 1996. Simu ltaneous saccharification and fermentation of lignocellulose. Biochemistry and Biotechnology. 18:75– 90.
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
SELEKTIVITAS PENGGUNAAN KATALIS HCl DAN H2SO4 PADA PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK Dedy Irawan*) dan Zainal Arifin Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda Jl. Ciptomangunkusumo Kampus Gn. Lipan Samarinda Telp. 0541 260588 ext. 147 *) Korespondensi :
[email protected] ABSTRAK Energ i dan sampah merupakan dua hal yang dapat menjadi masalah. Masalah muncul pada saat kekurangan energi dan kelebihan produksi sampah yang tidak tertangani dengan baik. Bioetanol salah satu sumber energi terbarukan yang dapat di produksi dengan bahan baku sampah organik melalu i proses hidrolisis menggunakan larutan asam encer dilanjutkan fermentasi. Pemilihan larutan asam yang tepat merupakan satu tahap penting dalam rangkaian produksi b ioetanol. Hidro lisis menggunakan dua larutan asam encer HCl dan H2 SO4 dengan konsentrasi 0,5-1% pada suhu 110 - 130o C. Hasil hidro lisis berupa gula ditentukan kadarnya menggunakan metode Nelson-So mogyi. Pemakaian larutan H2 SO4 konsentrasi terbaik pada 0,75% selama 45 men it mendapatkan yield glukosa sebesar 12,9%. Sedangkan penggunaan larutan HCl konsentrasi terbaik pada 0,75% selama 30 menit mendapatkan yield glukosa 15,07%. Berdasarkan yield glukosa yang dihasilkan maka larutan HCl lebih baik digunakan dalam menghasilkan gula sebagai bahan baku produksi bioetanol. Kata Kunci : HCl, H2 SO4 , hidrolisis, yield ABSTRACT Energy and wastes were two component have a problem. That problem arose fro m weakness of energy and add of waste produce without good handle of the peoples. Bioethanol was one of new energy could be produce with raw material organic waste. The research was to study hydrolysis of municipal so lid wastes by dilute acid solution, and fermentation process. The precission choose of Dilute acid solution is one step important on the bioethanol production cycle. Hydrolysis uses two dilute acid solution, HCl and H2 SO4 . The variable studied were temperature between 110o C – 130o C, catalyst concentration between 0.5 – 1 %. The experiment result show that sugar concentration was taken and then be analyzed by nelson-somogy methods. Based on product fro m hydrolysis process, organic waste used H2 SO4 solution the best of concentration 0.75 %, 45 minutes, 120o C and yield of glucose 12.9 %. The useful of HCl the best of concentration 0.75 %, 30 minutes, 120o C, and yield of glucose 15.07 %. In order to, the useful of chloride acid on the hydrolysis process better than useful of sulfuric acid. Key Word : HCl, H2 SO4 , hydrolysis, yield PENDAHULUAN Problem sampah merupakan isu penting di lingkungan perkotaan sejalan d en g an p erke mb an g an ju ml ah p en d u d u k d an p en in g kat an a kt iv it as pembangunan sehingga perlu penanganan. Vo lu me Sa mp ah y ang d ih as ilkan d i ko ta Samarinda menurut data Dinas Kebersih an dan Pertamanan Kota Samarinda per April 2010 adalah 320 ton/hari. Volu me samp ah cu kup besar d i kota Samarinda yang berpotensi men imbu lkan masalah akan tetapi juga dapat menjadi potensi sumber bahan baku dalam b ioetanol yang men jad i sumber energ i terbaru kan . Pengembangan teknolog i proses dalam mengubah sampah men jad i etano l secara t idak langsung dapat men jawab dua isu pent ing yang men jad i masalah yaitu lingkungan dan energ i. Sampah kota mengandung bahan yang beraneka ragam, tetapi kandungan terbesar adalah sampah organik yang mencapai 65% . Menurut Suyitno (2007), s ampah o rgan ik dari daerah perkotaan merupakan b io massa yang b erat kerin g n y a d ip erkirakan men g an d un g 75% p at i, h emis elu los a, dan selu losa terd iri atas sayu r-sayuran , buah-buahan, dedaunan, kulit buah, bambu dan ranting kayu sehingga dapat dimanfaat kan men jad i bahan baku etano l karena ho loselu losa dapat diub ah men jad i g u la d en gan p roses h id ro lis is y an g selan jut ny a d en gan p roses fermentasi akan dipero leh etanol (bioetanol). Berdasarkan hasil klasifikasi sampah berdasarkan kandungan holoselulosa, sampah kota Samarinda berpotensi menghasilkan etanol sebesar 5.976,82 kL/tahun (Irawan dan Arifin, 2010). Proses hidrolisis dapat dibagi menjad i dua jen is, yaitu hidrolisis kimiawi dan hidro lisis enzimat ik. Hidro lisis kimiawi adalah suatu metode hidrolisis yang menggunakan asam sebagai katalis, biasanya digunakan asam klo rida
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
(HCl) atau asam sulfat (H2 SO4 ). Sedangkan untuk hidrolisis enzimat ik adalah suatu metode hidrolisis yang menggunakan enzim sebagai katalisnya, biasanya berupa enzim selulase atau enzim yang lainnya sesuai substrat yang men jadi prioritas (Risvank, 2008). Larutan asam yang digunakan mempengaruhi kadar glukosa yang dihasilkan, disamping waktu, suhu, dan konsentrasi larutan asam tersebut. METODOLOGI P ENELITI AN Bahan baku berupa sampah kota Samarinda yang digunakan dalam proses hidrolisis berdasarkan hasil klasifikasi sampah yang telah dilakukan oleh Irawan dan Arifin (2010). Proses hidrolisis dilaku kan pada reaktor batch dilengkapi dengan pemanas dan kontrol suhu. Reaksi berlangsung pada suhu 100 -160o C menggunakan larutan H2 SO4 dan HCl pada konsentrasi 0,1-1% yang dilakukan dalam dua tahap reaksi masing-masing untuk hidrolisis hemiselulosa dan selulosa dengan perbandingan bahan baku dan larutan asam 1:6 untuk setiap tahapnya. Tahap satu dilakukan 5-40 men it dan tahap kedua 10-80 men it. Selanjutnya hasil h idrolisis berupa gula dianalisis dengan metode Nelson-So mogyi kemudian dih itung yield glukosanya. PEMBAHAS AN Penelit ian diawali dengan mencari suhu terbaik untuk proses hidrolisis sampah kota Samarinda menjadi glu kosa sebagai bahan baku produksi bioetanol. Pengaruh suhu terhadap yield glukosa untuk kedua larutan asam menunjukkan profil yang sama seperti yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Yield glukosa pada variasi suhu hidrolisis menggunakan konsentrasi larutan asam 0.75% Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 1 terlihat bahwa pemakaian larutan asam yang berbeda, HCl dan H2 SO4 , memberikan kecenderungan yield glukosa yang sama untuk setiap suhu yang divariasikan. Pemakaian larutan asam yang berbeda pada proses hidrolisis tidak berpengaruh langsung terhadap suhu. Suhu terbaik untuk proses ini adalah 120o C. Pada suhu tersebut larutan asam bekerja maksimal dalam mengkatalisis pemecahan hemiselulosa dan selulosa men jadi monomernya melalui reaksi hidrolisis. Pada suhu yang lebih tinggi reaksi total tidak lagi mengarah pada pembentukan mono mer gula sehingga terlihat pada Gambar 1 yield glukosa pada suhu di atas 120o C cenderung turun. Glu kosa yang terbentuk akan bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa racun pada suhu tinggi yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada proses fermentasi. Reaksi-reaksi hidrasi secara khusus terjadi selama perlakuan panas terhadap polisakarida. Disamp ing itu juga merupakan reaksi-reaksi samping yang tidak dapat dihindari pada keadaan hidrolisis yang bersifat asam, menyebabkan dekomposisi gula yang terh idrolisis (Popoff dkk, 1972). Peningkatan konsentrasi katalis akan meningkatkan laju hidrolisis karena konstanta kecepatan reaksi hidrolisis akan berbanding lurus dengan konsentrasi H+ pada suasana asam (Savitri, 2009). Penambahan asam kuat konsentrasi rendah dapat meningkatkan kuantitas glukosa pada proses hidrolisis lignoselulosa karena ion H + pada asam kuat dapat memutuskan ikatan glikosid yang terdapat pada selulosa. (Samsuri, 2007). H2 SO4 merupakan asam yang dapat menyu mbangkan H+ dua kali leb ih banyak dibandingkan dengan HCl. Pada Gambar 2 terlihat pada konsentrasi larutan 0,25% H2 SO4 memberikan yield glukosa lebih tinggi dibandingkan HCl. H2 SO4 menyumbangkan H+ lebih banyak
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
untuk memutuskan ikatan glikosid pada polisakarida men jadikan yield glukosa yang didapat relatif lebih tinggi dibandingkan dengan HCl.
Gambar 2. Yield glukosa untuk variasi konsentrasi asam H2 SO4 dan HCl pada suhu 120o C. Fenomena tersebut di atas terjadi untuk pemakaian larutan H2 SO4 maksimal pada konsentrasi 0.25% dan selanjutnya turun, tidak demikian pada HCl seperti yang terlihat pada Gambar 2. Hal ini dapat dijelaskan karena keleb ihan H+ pada reaksi hidrolisis akan mengubah glukosa yang terbentuk menjad i senyawa -senyawa lain sehingga menurunkan yield glukosa. Sifat higroskopis akan semakin men ingkat seiring naiknya konsentrasi larutan H 2 SO4 yang digunakan. Sifat higroskopis akan merusak selulosa dan glukosa yang terbentuk sehingga dapat pula menurunkan yield glukosa.
Gambar 3. Mekanis me h idrolisis selulosa Penggunaan HCl terus meningkat sampai konsentrasi 0.75% hal in i dikarenakan HCl leb ih sedikit dalam menyu mbangkan H+ sehingga membutuhkan konsentrasi yang relatif lebih tinggi untuk mendapat yield glukosa maksimu m. Dikarenakan sifat higroskopis yang tidak sekuat H 2 SO4 maka penggunaan larutan HCl memberikan yield glukosa yang relatif lebih t inggi.
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Gambar 4. Yield glukosa pada variasi waktu hidrolisis Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan yield glukosa terbaik pada penggunaan larutan HCl relatif lebih singkat dibandingkan dengan penggunaan larutan H2 SO4 (Gambar 4). Pada suhu yang sama energi akt ivasi yang dapat diturunkan HCl leb ih rendah dibandingkan H2 SO4 sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Jika yield glukosa men jadi acuan utama dalam proses hidrolisis sampah kota Samarinda menjad i glukosa sebagai bahan baku produksi bioetanol maka pemakaian larutan HCl relatif lebih baik dibandingkan pemakaian larutan H 2 SO4 . Hal in i dimungkinkan karena pemakaian larutan HCl pada proses hidrolisis sampah kota lebih besar mengarah pada glukosa dibandingkan dengan pemakaian larutan H2 SO4 . KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh proses hidrolisis sampah kota Samarinda menggunakan larutan H 2 SO4 terbaik pada konsentrasi 0.75% selama 45 menit memberikan yield glukosa 12,9%. Sedangkan penggunaan larutan HCl terbaik pada konsentrasi 0.75% selama 30 menit memberikan yield glukosa 15.07%. Penggunaan larutan HCl dalam p roses hidrolisis sampah organik relat if lebih baik dibandingkan penggunaan larutan H 2 SO4 . DAFTAR PUSTAKA Irawan, D., Arifin, Z., Pemanfaatan Sampah Organik Kota Samarinda Menjadi Bioetanol: Klasifikasi dan Potensi . Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Jurusan Teknik Kimia UNDIP , 2010. Popoff, Holtztechnologie 20, hal 161-164, 1972. Risvank, Proses Hidrolisis dan aplikasinya di Industri, http://www.risvank.com Samsuri, M., Pemanfaatan sellulosa bagas Untuk Produksi Ethanol melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase. Jakarta: Makara Tekno logi, 2007. Savitri. E., Pengaruh Konsentrasi HCl dan Temperatur Hidrolisis Pada Berat Molekul dan Derajat Deasetilasi Kitosan. Bandung, 2009. Suyitno, Waste to Energy, artikel ilmiah dalam web : http://msuyitno. blogspot.com/2007/07/energi-dari-sampah-1pendahuluan.html, 2007.
HKI-Kaltim