0797: Lucy Arianie dkk.
EN-71
PENGARUH METODE HIDROLISIS LIGNOSELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN CAIRAN IONIK DAN SELULASE UNTUK MENGHASILKAN BIOETANOL Lucy Arianie∗ , Deana Wahyuningrum, dan Zeily Nurrachman Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Ahmad Yani 73 Pontianak 78124 ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Telah dilakukan sintesis cairan ionik jenis 1-butil-3-metil imidazolium bromida atau [BMIM] bromida baik dengan metode sintesis konvensional dan metode Microwave-Assisted Organic Synthesis (MAOS) termodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintesis [BMIM]bromida dengan menggunakan metode konvensional membutuhkan waktu reaksi 8 jam temperatur 90 ◦ C sedangkan jika menggunakan metode MAOS hanya membutuhkan waktu 40 menit dengan power supply 30%. Belum tersedia microwave skala laboratorium maka digunakan household microwave termodifikasi untuk pelaksanaan sintesis [BMIM]bromida metode MAOS. Senyawa 1- butil-3-metil imidazolium bromida hasil sintesis diuji menggunakan Fourir Transform Infra Red, Proton Nuclear Magnetic Resonance (1 H-NMR) serta Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LCMS). Berdasarkan data-data tersebut membuktikan bahwa senyawa [BMIM]bromida dapat disintesis menggunakan kedua metode tersebut. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan sampel penelitian yang diperoleh dari PTPN XIII unit Pabrik Minyak Sawit di Parindu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Indonesia. Sampel TKKS adalah limbah padat dari sisa proses pembuatan minyak sawit. Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) dan FTIR dilakukan untuk sampel selulosa TKKS yang mengalami perlakuan dengan cairan ionik. Indeks kristalinitas selulosa TKKS diukur melalui Lateral Order Indeks (LOI). Perbedaan nilai LOI TKKS tanpa perlakuan 1,064 dan setelah perlakuan 0,750 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai LOI yang mengindikasikan struktur kristalin selulosa TKKS telah berubah menjadi amorf. Pengujian morfologi permukaan tandan kosong kelapa sawit setelah perlakuan dengan [BMIM]bromida sintetis menggunakan SEM menunjukkan terjadinya perubahan struktur permukaan TKKS sebelum dan setelah perlakuan. TKKS yang mengalami perlakuan dengan [BMIM]bromida mempunyai morfolofi permukaan yang lebih lebar dibandingkan TKKS tanpa perlakuan. Ekstraksi lignin dan selulosa TKKS menggunakan cairan ionik menunjukkan bahwa waktu kontak 20 jam adalah waktu optimum antara TKKS dan cairan ionik untuk menghasilkan jumlah selulosa dan lignin. Proses pemisahan cairan ionik, lignin dan selulosa membutuhkan waktu hingga 2 (dua) hari. Oleh karenanya, penelitian ini juga men-design alat gelas sederhana skala laboratorium sebagai bagian model alat filtrasi untuk recovery cairan ionik dari lignin dan selulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses filtrasi dengan alat gelas ini hanya membutuhkan waktu 2-3 jam. Melalui proses filtrasi dengan alat gelas ini memungkinkan dilakukan recovery cairan ionik dan digunakan kembali (re-use) sebagai pelarut hidrolisis untuk sampel tandan kosong kelapa sawit yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan ionik mempunyai kemampuan reusabilitas hingga 3 (tiga) kali. Kata Kunci: Metode MAOS, Tandan kosong kelapa sawit, [BMIM]bromida
I.
PENDAHULUAN
Jumlah perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat semakin meningkat. Hal ini karena diberlakukannya program penanaman kelapa sawit di sepanjang sabuk (border) perbatasan Kalimantan Barat sebagai program berkelanjutan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan daerah perbatasan sekaligus sebagai significant border antara Indonesia dan Malaysia. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah industri Crude Palm Oil (CPO) dan limbah perkebunan kelapa sawit. Jumlah tandan kosong
kelapa sawit yang dihasilkan sebanyak 23-30% dari tandan buah segar.[1] Perluasan areal kelapa sawit makin gencar dilakukan di era tahun 2000 - 2010 yang berarti semakin banyak pula jumlah tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan. Hal ini mendorong dilakukannya upaya peningkatan nilai (added value) limbah TKKS, salah satunya adalah pemanfaatan TKKS hingga menghasilkan bioetanol. Dalam proses pembuatan bioetanol dari TKKS, degradasi lignoselulosa adalah tahap pertama yang dilakukan untuk memutuskan ikatan antara selulosa, Prosiding InSINas 2012
0797: Lucy Arianie dkk.
EN-72 hemiselulosa dan lignin. Tahap konversi selulosa menjadi glukosa adalah tahap yang hingga kini masih terus dikembangkan karena serat TKKS sangat rigid dan sulit dipecahkan menjadi glukosa. Hidrolisis kimia, hidrolisis enzimatis dan gabungan kedua hidrolisis tersebut dilakukan sebagai upaya untuk dapat menghasilkan glukosa dengan perolehan tinggi. Hidrolisis kimia yang saat ini sedang menjadi perhatian adalah hidrolisis menggunakan ionic liquid.[2] Ionic liquid (IL) atau cairan ionik adalah garam yang pada suhu kamar berbentuk cair. Spiridon et al.. (2010) melakukan praperlakuan pada serat dari Asclepias syriaca dan Poplar menggunakan cairan ionik dan menunjukkan bahwa hidrolisis selulosa dengan enzim selulase lebih efektif jika sebelumnya dilakukan praperlakuan menggunakan cairan ionik dibandingkan tanpa perlakuan cairan ionik. Hal ini disebabkan cairan ionik telah menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga enzim lebih mudah mendegradasi selulosa. Cairan ionik umumnya dapat digunakan pada suhu kamar dan tidak menghasilkan reaksi samping yang bersifat toksik. Cairan ionik dengan kation BMIM atau 1-butil-3-metilimidazolium dapat menurunkan derajat kristalinitas.[3] Selain itu cairan ionik dari jenis kation 1-butil-3-metil imidazolium dapat merusak ikatan selulosa, hemiselulosa dan lignin hingga menyebabkan terjadi degradasi.[4] Riset-riset yang ada saat ini belum melaporkan aplikasi cairan ionik terhadap lignoselulosa dari TKKS. Uraian-uraian diatas menjadi tantangan untuk mempelajari hidrolisis lignoselulosa tandan kosong kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis cairan ionik berkation 1-butil-3-metilimidazolium untuk menentukan pengaruh hidrolisis pada lignoselulosa tandan kosong kelapa sawit. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum hidrolisis. Pada tahun pertama penelitian telah dilakukan sintesis cairan ionik, karakterisasi cairan ionik sintetis dan mempelajari pengaruh cairan ionik sebagai pelarut hidrolisis tandan kosong kelapa sawit.
II. A.
METODOLOGI
Sintesis Cairan Ionik 1-butil-3-metil Imidazol bromida Sintesis cairan ionik dilakukan dengan mereaksikan N-metil imidazol dengan butil bromida secara stoikiometris. Metode yang digunakan adalah metode konvensional dan metode Microwave-assisted Organic Synthesis (MAOS). Microwave yang digunakan adalah tipe Sharp R-249IN (800 W) Penentuan gugus fungsi senyawa target dilakukan menggunakan Alpha Bruker FTIR (Fourier Transform Infra Red) di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA In-
stutut Teknologi Bandung. Produk sintesis diukur 1 HNMR tipe JEOL NMR JNM ECA-500, dan LCMS tipe LC-MS Mariner Biospectrometry Work Station with C18 Column di Puslit Kimia, Puspitek Serpong, Indonesia. B.
Sampling dan Preparasi Sampel tandan kosong kelapa sawit (TKKS) diperoleh dari Pabrik Minyak Sawit, PTPN XIII di Parindu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Indonesia. Sampel TKKS ini adalah limbah padat dari sisa pembuatan minyak sawit. Sampel dikering-anginkan, dicacah dan digiling hingga berukuran ∼1 cm di Workshop Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia. C.
Hidrolisis TKKS dengan Cairan Ionik Hidrolisis TKKS dengan cairan ionik dilakukan dengan rasio TKKS: cairan ionik = 0,5 gram: 10 mL. Variasi waktu perlakuan dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum perolehan lignin dan selulosa. Perubahan derajat kristalinitas selulosa diidentifikasi menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Setelah waktu tertentu, reaksi dihentikan dengan penambahan akuades. Residu yang diperoleh dicuci hingga netral dan difiltrasi. D.
Desain Model Alat Gelas untuk Recovery Cairan Ionik dari Lignin Prototipe dalam konteks penelitian ini adalah model alat gelas sederhana skala laboratorium dengan tujuan untuk recovery cairan ionik dari selulosa dan lignin setelah perlakuan. Uji coba alat gelas desain dilakukan merujuk pada prosedur hidrolisis TKKS dengan cairan ionik. E.
Pengukuran SEM Tandan kosong kelapa sawit sebelum dan setelah perlakuan dianalisis struktur permukaannya menggunakan Scanning Electron Microscope di Institut Teknologi Bandung.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Cairan Ionik Sintesis cairan ionik dilakukan dengan mereaksikan 1 mol N-metil imidazol dengan 1,1 mol butil bromida secara konvensional (refluks) dan microwave konvensional metode MAOS. Secara konvensional variasi waktu reaksi dimulai pada 60 menit dan selang waktu berikutnya setiap 60 menit. Hasil sintesis menunjukkan bahwa reaksi pembentukan 1-butil-3-metil Imidazol bromida mulai terjadi pada waktu reaksi minimum 360 menit atau 6 jam dengan suhu 90 ◦ C. Sedangkan reaksi menggunakan metode MAOS memberi hasil yang lebih cepat yaitu sekitar 40 menit dengan power supply 30% bervoltase 220 volt.
Prosiding InSINas 2012
0797: Lucy Arianie dkk. TABEL 1: bromida
EN-73
Perbandingan reaksi sintesis 1-butil-3-metil Imidazol
Metode Waktu reaksi Suhu reaksi Jumlah produk
Konvensional 6 – 8 jam ± 110 ◦ C ±85 %
Metode MAOS 40 menit ±110 ◦ C ±85 %
NCH2 CH2 CH2 CH3 1,8 ppm; 2H, N(CH2 )2 CH2 CH3 1,3 ppm dan 3H, N(CH3 )2 CH3 0,9 ppm. D.
Identifikasi cairan ionik produk sintesis dengan metode MAOS Identifikasi geseran kimia 1 H-NMR dari sintesis metode MAOS diprediksi sebagai berikut yaitu 1H, s, NCHN = 7,4 ppm; 2H,m,CH3 NCHCH 7,1 ppm; 2H, t, NCH2 (CH2 )2 CH3 4,78 ppm; 3H,s, NCH, 3,9.; 2H, NCH2 CH2 CH2 CH3 1,8 ppm; 2H, N(CH2 )2 CH2 CH3 1,3 ppm dan 3H, N(CH3 )2 CH3 0,9 ppm. Uji lanjut menggunakan Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LCMS). Kromatogram yang diperoleh menunjukkan massa molekul 139 dominan dengan intensitas 100% yang diyakini sebagai massa molekul dari 1- butil-3-metil imidazolium bromida. E.
G AMBAR 1: Spektra FTIR [BMIM]bromide
Hidrolisis TKKS dengan cairan ionik Hidrolisis TKKS dalam BMIM bromida dilakukan dengan membandingkan dua metode yaitu metode oven dan pengadukan pada variasi waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarutan TKKS dengan metode pengadukan menghasilkan selulosa dalam jumlah yang lebih tinggi daripada metode oven (G AMBAR 3)
B.
Identifikasi gugus fungsi cairan ionik dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spektrum FTIR untuk produk hasil sintesis ditampilkan pada Gambar 1. Keberhasilan terbentuknya 1-butil-3- metil imidazolium bromida terlihat dari adanya serapan pada bilangan gelombang 2000-3500 cm −1 (ikatan C-H), 3000-2700 cm−1 (ikatan C-H jenuh) dan spesifik pada 751-753 cm−1 yang merupakan serapan C-H dari alkil rantai panjang. C.
Identifikasi cairan ionik produk sintesis dengan metode konvensional Identifikasi kromatogram 1 H-NMR dari sintesis metode konvensional diprediksi sebagai berikut yaitu 1H, s, NCHN = 7,4 ppm; 2H,m,CH3 NCHCH 7,1 ppm; 2H, t, NCH2 (CH2 )2 CH3 4,8 ppm; 3H,s, NCH, 3,8.; 2H,
G AMBAR 3: Selulosa yang dihasilkan dengan perbandingan metode pelarutan
G AMBAR 2: Struktur 1-butil-3-metil imidazolium bromida
Proses hidrolisis menggunakan oven membuat cairan ionik menguap lebih cepat. Hal ini mengakibatkan BMIM bromida dan sampel mengering setelah waktu pelarutan 10 jam. Sedangkan pada pelarutan TKKS dengan metode pengadukan tanpa panas membuat cairan ionik tetap ada hingga akhir waktu pelarutan. Proses ini pun secara langsung memberi efek mekanis pada TKKS karena selama proses pelarutan terjadi gesekan antara permukaan sampel dan wadah Prosiding InSINas 2012
0797: Lucy Arianie dkk.
EN-74 yang menyebabkan perolehan selulosa lebih tinggi. F.
Recovery dan Reusabilitas cairan ionik Recovery cairan ionik dari selulosa dan lignin dilakukan untuk memanfaatkan kembali cairan ionik (Reusable ionic liquids). Uji reusabiltas cairan ionik dilakukan untuk mengetahui kemampuan pengulangan cairan ionik dalam proses pelarutan TKKS metode pengadukan. Proses re-use dapat dilakukan dengan menggunakan model alat gelas penelitian. Model atau prototipe dalam konteks penelitian ini dimaksudkan sebagai model alat gelas sederhana skala laboratorium untuk filtrasi cairan ionik dari lignin dan selulosa. Umumnya proses filtrasi yang dilakukan membutuhkan waktu hingga 2 hari. Oleh karenanya, dirancang model alat gelas sederhana skala laboratorium yang berfungsi untuk filtrasi memisahkan cairan ionik dari lignin dan selulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses filtrasi dengan alat gelas ini lebih cepat dibandingkan proses filtrasi standar. Proses ini hanya membutuhkan waktu 2-3 jam. Hal yang menarik adalah melalui proses filtrasi dengan alat gelas ini memungkinkan dilakukan recovery cairan ionik dan digunakan kembali (re-use) sebagai pelarut hidrolisis untuk sampel tandan kosong kelapa sawit yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan ionik yang difiltrasi dengan model alat gelas ini mempunyai kemampuan reusabilitas hingga 3 (tiga) kali seperti yang ditunjukkan pada G AMBAR 4. Uji reusabiltas cairan ionik dilakukan untuk mengetahui kemampuan pengulangan cairan ionik dalam proses pelarutan TKKS metode pengadukan (Stirring method).
gunakan pada pelarutan pertama. Setelah proses delignifikasi, destilasi vakum untuk mengekstraksi akuades dilakukan hingga kembali ke volume awal yaitu 10 mL. Campuran cairan ionik ini digunakan kembali pada sampel TKKS yang lain yang belum dilakukan proses pelarutan. Hasil penelitian ditampilkan pada G AMBAR 4 yang menunjukkan bahwa cairan ionik jenis BMIM bromida dapat digunakan hingga 3 kali proses pelarutan dengan perolehan selulosa tertinggi pada proses pelarutan selama 20 jam. G.
Penentuan Derajat Kristalinitas Selulosa G AMBAR 5 menunjukkan spektra FTIR TKKS sebelum dan setelah perlakuan dengan BMIM bromida. Derajat kristalinitas selulosa TKKS ditentukan dengan menggunakan perbandingan spektrum FTIR TKKS sebelum dan setelah perlakuan. Absorbansi pada bilangan gelombang 1437 cm-1 menunjukkan ikatan CH2 yang merefleksikan terjadinya perubahan 6 ikatan C pada glukosa dalam struktur selulosa. Pita yang kuat pada posisi ini menunjukkan tingginya kristalinitas selulosa, sedangkan intensitas pita yang lemah menunjukkan adanya selulosa amorph. Penentuan derajat kristalinitas selulosa TKKS dilakukan pengukuran lateral order Index (LOI) dengan rasio FTIR pada absorbansi 1437 cm−1 / 899 cm−1 . Selulosa sebelum perlakuan mempunyai nilai LOI tinggi yaitu 1,0642 sedangkan selulosa tanpa perlakuan adalah 0,750. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar selulosa setelah perlakuan menjadi amorph.
G AMBAR 4: Reusabilitas cairan ionik pada TKKS G AMBAR 5: Spektra FTIR selulosa (a) sebelum pelarutan dan (b) setelah pelarutan
Proses ini dilakukan pada cairan ionik yang telah diProsiding InSINas 2012
0797: Lucy Arianie dkk. H.
Ilustrasi SEM 1-butil-3-metil Imidazol bromida secara konvensional dan Irradisai gelombang microwave Morfologi TKKS sebelum dan setelah pelarutan dengan cairan ionik diuji menggunakan Scanning Electron Microscope tipe JEOL, JSM-6510LA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelarutan TKKS dengan cairan ionik BMIM Bromida menghasilkan perubahan morfologi permukaan TKKS. G AMBAR 6 dan G AMBAR 7 berikut menampilkan permukaan TKKS setelah pelarutan terlihat lebih lebar dibandingkan TKKS sebelum pelarutan.
EN-75 metode MAOS memberikan hasil mencapai 90% lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional. Pengujian produk sintesis dengan menggunakan FTIR, 1 H-NMR, dan LC-MS menunjukkan bahwa [BMIM] bromida dapat disintesis secara konvensional dan MAOS. 2. Tandan kosong kelapa sawit sebelum perlakuan dengan [BMIM]bromida mempunyai tekstur lebih rapat dibandingkan tandan kosong sawit setelah perlakuan. Hal ini ditunjukkan dari data Scanning Electron Microscope. Terjadinya perubahan kristalinitas selulosa TKKS ditunjukkan dari penurunan Lateral Order Index (LOI). 3. Selulosa dan lignin dari TKKS dapat diperoleh secara optimum pada pelarutan selama 20 jam dengan metode pengadukan. Model atau prototipe berupa alat gelas yang di-desain sebagai model filtrasi cairan ionik dari lignin dan selulosa memiliki kemampuan untuk recovery cairan ionik ini dengan waktu filtrasi yang lebih singkat dibandingkan filtrasi standar. Oleh karena keberhasilan ini dapat dilakukan uji reusabilitas cairan ionik dan hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan ionik jenin [BMIM]bromida mempunyai reusabilitas hingga 3 kali.
G AMBAR 6: Ilustrasi SEM tandan kosong kelapa sawit tanpa perlakuan dengan [BMIM]bromida
G AMBAR 7: Ilustrasi SEM tandan kosong kelapa sawit setelah perlakuan dengan [BMIM] bromida
IV.
DAFTAR PUSTAKA [1] Ditjen PPHP. (2006). Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit, Direktorat pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. [2] Swatlosky, R.P., Spear, S.K., Holbrey,J.D. dan Rogers, R.D. (2002) : Dissolution of Cellulose with Ionic Liquids. JACS. 124. Pp. 49744975. [3] Spiridon, J., Teaca, C., Bodirlau, R. (2010). Structural Change Evidence by FTIR Spectroscopy in Cellulosic Materials After Pretreatment with Ionic Liquid and Enzimatic Hydrolysis. Bioresources 6(1). pp. 400-413. [4] Alvira, P., Tomas-Pejo, E., Ballesteros, M. dan Negro, J. (2010) : Pretreatment Technologies for an Efficient Bioethanol Production Process based on Enzymatic Hydrolysis: A Review, Bioresources Technology 101. pp.4851-4861.
KESIMPULAN
1. Sintesis cairan ionik dari jenis 1-butil-3-metil imidazolium bromida atau [BMIM] bromida dapat dilakukan secara konvensional dan irradiasi gelombang microwave metode MAOS. Produk dengan Prosiding InSINas 2012