Pranoto Wangsa menabur abu sahabatnya ke laut. Di dalam perahu kecil itu hanya ada dia, istrinya dan gadis kecil yang membawa foto Halim. Setelah mendarat Pranoto berjongkok dan membalik foto Halim yang dipeluk Krishna, cucunya. “Krishna. Sekarang kakek Krishna sudah ke surga. Mulai hari ini Krishna tinggal bersama Kakek Pran yah. “ “Di rumah Kakek ? “ “Iya. Disana kamu tidak akan kesepian. Ada empat cucu kakek yang akan menemanimu bermain. Anissa juga seusia kamu. “ Dengan lembut Pranoto mengelus kepala Krishna. Marini menyaksikan adegan itu dengan hati cemas. Walau baru berusia enam tahun tapi rupa Krishna sudah begitu elok. Wajar karena ibunya wanita Italia. Tapi nasibnya juga tragis. Sekecil itu sudah sebatang kara. Kakek dan ayahnya sudah tiada, sementara ibunya entah ada di belahan dunia mana bersama pacar barunya. Hidup macam apa yang akan dimiliki gadis kecil ini. “Jadi pengantin Noah !!.” Marini terkejut mendengar rencana suaminya. “Noah hanya dua belas tahun lebih tua dari Krishna. Saat Krishna berumur delapan belas mereka bisa menikah.“ “Aku tidak setuju. Noah memang anak yang baik tapi kurasa dia tidak akan setuju akan hal ini.” “Halim teman baikku. Dari dulu kami mau menjodohkan anak-anak kami tapi hanya anak laki-laki yang kami punya. Lagipula berkat bantuan Halim pula kita bisa kaya seperti sekarang. “ Tegas Pranoto. “Terserah. Tapi percaya padaku Noah akan bilang tidak. “ Perkiraan Marini meleset. “Papa sudah gila yah !!.” jawab Noah. “Krishna baru akan masuk SD.” “Kau juga baru akan lulus SMA.” Sahut Pranoto.
“Tepat. Aku akan pergi kuliah. Aku akan pacaran kemudian aku akan bertemu wanita yang ingin kunikahi. Tidak ada tempat untuk anak kecil dalam hidupku.” “Krishna akan tumbuh dewasa. Anggap saja pacaran jangka panjang.” Sia – sia Noah melawan ayahnya. Seperti yang diketahui seisi rumah mereka. Pranoto adalah diktator dan setiap keputusan yang diambilnya adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Kedua kakak lelaki Noah tetap tinggal serumah dengan mereka meski sudah menikah dan berkeluarga atas kehendak ayahnya.
Syukurlah rumah mereka besar sehingga bisa menampung dua belas orang
termasuk Krishna. Keempat keponakannya Rama, Alan, Vicky dan Anissa selalu membuat gaduh dengan bermain di sekeliling rumah. Kegaduhan itu semakin bertambah dengan Krishna. “Jangan sedih begitu. Krishna sangat manis kalau dia besar nanti kau justru akan bersyukur dia mau digandeng olehmu.” Ejek Peter, kakak sulungnya. “Benar. Lagipula belum tentu sesudah Krishna besar dia mau denganmu.” Tambah Hendry. Noah melangkah pergi. Bisa merah kupingnya terus-terusan diejek kedua kakaknya. Masa dia harus menunggu selama dua belas tahun untuk menikah. Lagipula benar kata Kak Hendry. bagaimana kalau Krishna justru jatuh cinta dengan pria lain dan kabur. Konon ibunya punya pria idaman lain sewaktu ayah Krishna masih hidup. Dia harus menyelesaikan masalah ini dengan caranya sendiri. Cara dimana tidak perlu ada pertumpahan darah antara ayah dan anak dan mencegah kehadiran Krishna dalam hidupnya sekarang maupun dua belas tahun mendatang. Plakk!!. Suara tamparan itu menggema di seluruh penjuru rumah keluarga Wangsa. Noah tersungkur di lantai. Tamparan ayahnya meninggalkan bekas di pipi kirinya. “Dasar berandal! Di panti asuhan mana kau tinggalkan Krishna ? “ Teriak Pranoto. “Sudah kubilang aku membawanya ke taman bermain. Waktu aku membeli popcorn dia sudah tidak ada diatas komidi putar. Aku bertanya ke semua orang tapi tak ada yang melihat.” Kemarahan
Pranoto sudah memuncak. Ingin rasanya dia memukul kaki Noah. Tapi Marini berdiri di samping Noah. Melindungi putra bungsunya. “Tidak ada gunanya marah – marah. Kalau benar Krishna diculik penculiknya pasti akan menelpon. Kalau sampai malam tidak ada kabar kita lapor polisi.” Jelas Marini. Sudah pukul sembilan dan semua orang berkumpul di ruang tamu. Pranoto duduk di samping telepon. Noah merasakan aura kemarahannya meski duduk paling jauh dari ayahnya. “Pak, Non Krishna pulang.” Pembantunya tiba – tiba datang. Semua orang berdiri. Krishna masuk dengan digandeng dua pria berpakaian seragam taman hiburan dimana Noah membawanya tadi siang. “Krishna.“ Pranoto menghambur dan menggendong Krishna. “Anak perempuan ini terus bermain komidi putar sampai waktu tutup. Ia bilang ia menunggu kakaknya datang. Kami kebingungan. Syukurlah ada kartu nama bapak di saku bajunya.” Semua orang terdiam. Noah menunduk. Kebohongannya terbongkar. Siapa sih yang menaruh kartu nama sialan itu disaku Krishna ? Kakak iparnya yang sulung, Shita melotot ke arahnya. Kak Shita. Mentang – mentang tidak punya anak perempuan sok jadi ibu untuk Krishna. Umpatnya dalam hati. Pranoto tidak memukul atau memarahi Noah. Hanya menyita mobilnya. Akibatnya kemana – mana Noah harus naik kendaraan umum. Padahal dia harus ikut ujian masuk universitas yang letaknya diluar Jakarta. Marini setuju dengan suaminya dan melarang siapapun memberi tumpangan kepada Noah. Noah pergi pagi buta dan pulang menjelang sore dengan badan basah dengan keringat dan bau. Semua orang menutup mata dari penderitaanya. “Mama tidak khawatir aku ditodong ?” “Mana ada preman berani denganmu. Badan aja lebih berotot kamu daripada mereka.” “Kalau kejadian gimana ? “ “Ban hitam taekwondomu memang beli di pasar? “
Ironisnya satu – satunya yang bersimpati dengannya justru Krishna. “Kak Noah haus? “ ujarnya sambil menyodorkan segelas es jeruk saat melihat Noah pulang dengan tampang kuyu. Kepanasan. Krishna tersenyum manis. Lama kelamaan Noah mau tidak mau luluh juga dengan gadis kecil itu. Dia mulai mengajarinya bermain piano dan membacakan buku cerita sebelum Krishna tidur. Pasalnya Krishna suka menatap sedih ketika kedua kakak ipar Noah membacakan cerita untuk anak – anak mereka. Akhirnya Noah turun tangan. “Jadi Induk burung pergi meninggalkan sarangnya. Tamat.” Noah tersenyum. “Kak Noah apa semua mama di dunia ini pergi meninggalkan anaknya. Mama Krishna pergi.” Noah tercekat. “Tidak semua mama begitu. Buktinya mama kakak ada kan? “ “Kalau kak Noah. Apa kakak akan meninggalkan Krishna lagi seperti waktu di taman?“ Noah tersenyum pahit. Tentu saja anak ini tahu dia sengaja meninggalkannya tempo hari. “ Tidak akan. Kakak tidak akan pernah meninggalkan Krishna.” “Janji? “ “Janji.” Mereka menautkan kelingking mereka. “Papa. Boleh aku pinjam uang ? “ tanya Noah. “Berapa ? “ “Satu milyar.” Pranoto langsung terbatuk – batuk. Cangkir kopinya nyaris tumpah. “Satu milyar !!. Kamu pake narkoba yah ?“ “Buat usaha. “ “Usaha ? terus kamu gak jadi kuliah ?“ “Nggak. Lagian papa serius mau aku menikahi Krishna kan ? Dua belas tahun dari sekarang aku sudah ingin sekaya Papa. Papa juga tidak kuliah tapi sukses.” Pranoto menatap anaknya lekat – lekat. Noah anak yang pintar walau suka membuatnya darah tinggi tapi dia selalu hormat pada orangtua. Kecuali dalam hal Krishna.
“Memang kamu mau buat usaha apa ? “ “Internet.“ Pranoto tersenyum bangga melihat cover majalah bisnis dimana terpampang foto Noah. Dia teringat sepuluh tahun yang lalu ketika Noah meminta modal darinya. Di usianya yang keduapuluh delapan Noah sudah menjadi pengusaha muda terkenal, Modal satu milyarnya sudah berlipat ganda entah menjadi berapa milyar begitu pula perusahaan miliknya. Perhitungannya tepat sesudah Noah bertemu Krishna anak itu akan menjadi orang bertanggung jawab. Gimana tidak bertanggung jawab. Sudah ada calon istri yang harus diurusnya. Krishna sendiri sudah menjadi gadis cantik berumur enam belas tahun. Saking cantiknya banyak teman keluarga mereka yang menawarinya menjadi model tapi karena Noah tidak mengijinkan ia menolak semua tawaran itu. “Kamu beneran gak mau tes foto ? orang majalah itu kan nawarin kita berdua. Ntar dikira mereka karena aku lagi kamu gak ikut. “ gerutu Anissa. “Noah tidak mau aku ikut begituan.” “Itu karena paman Noah tidak mau kamu melirik cowok lain.” Krishna hanya tersenyum. Ia menyisir rambutnya yang hitam panjang. Dari bayangan cermin ia tahu Anissa sedang memandangnya. Anissa teringat kata ibunya ketika mereka berdua mulai tumbuh. “Tuhan itu adil. Krishna memang cantik, pintar tapi ia nggak bisa berenang atau punya keluarga lengkap kayak kamu. Jadi kamu gak boleh iri sama dia.” “Tapi semua anak cowok di kelas memberi Krishna coklat dan bunga.” “Coklatnya dia bagi kamu? “ “Iya.” “Bunganya dikemanakan ? “ “Krishna kasih ke pengurus sekolah. Buat hiasan kelas katanya.”
Ruri tersenyum. “Dengar Nis. Kamu gak perlu khawatir. Cowok sekeren atau sepintar apapun di sekolah gak akan menarik perhatian Krishna.” “Kenapa? “ Dengan dagunya Ruri menunjuk satu arah. “Lihat kesana.” Noah sedang bermain sepeda dengan Krishna. “Nanti Krishna akan menjadi istri pamanmu.” Waktu itu Krishna dan Anissa baru berusia sebelas tahun. Anissa bahkan belum tahu apa yang akan ia lakukan dalam hidupnya. Universitas mana yang akan dimasukinya dan belajar apa. Sedangkan seluruh keluarga Wangsa sudah membuat rencana untuk Krishna. Rencana yang dengan senang hati disetujuinya. Marini dan kedua kakak ipar Noah dengan senang hati mendidik Krishna untuk menjadi wanita berkelas. Calon istri yang sesuai untuk Noah Wangsa. “Sekarang abad 21, Kris. Perempuan mana yang tunduk kayak kamu jaman sekarang?” gerutu Anissa suatu hari. “ Ayolah Nis. Noah sayang sama aku dan aku beneran cinta sama dia.” “Kamu yakin itu cinta dan bukan karena doktrin yang ditanamkan kakek ke kepalamu ? “ “Hus. Bahaya kalau ada yang dengar.” Anissa langsung waspada. Tempo hari ia habis dimarahi ayahnya karena mengajak Krishna dugem. Mereka memang pulang dengan selamat. Tanpa kekurangan apapun juga. Tapi karena Anissa berbohong bahwa mereka hanya menghadiri pesta ulang tahun teman dan pulang jam dua belas
malam akhirnya mereka dijatuhi hukuman.
Walau dimarahi Anissa lebih
beruntung. Noah puasa bicara selama seminggu dengan Krishna. Krishna awalnya tidak mau kalah. Ia berpura – pura tidak peduli ketika Noah pergi main golf ke Bali tanpa memberitahunya. Pulang dengan oleh – oleh untuk semua orang kecuali dia. “Menyerah? “ goda Noah. Krishna sedang berada di kamarnya. Menyembunyikan tangisnya. “Cengeng. Baru seminggu tidak dipedulikan menangis.” Krishna membuang muka. Mata dan hidungnya merah. Noah duduk disampingnya di atas ranjang.
“Kalau lain kali mau dugem boleh saja tapi jangan berdua saja dengan Nisa. Harus ada Rama atau Alan. Vicky juga nggak karena dia masih kecil. Setuju ?“ Krishna membalikkan badannya. Noah tersenyum. Mencubit pipinya. “Maaf aku bohong soal pesta itu.” Ujar Krishna. Noah mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dia memakaikan kalung dengan liontin kulit kerang mutiara kepada Krishna. Krishna melihat kalung itu dan tersenyum. Ia langsung memeluk Noah. “Aku janji aku nggak akan bohong lagi.” Noah mendapat acungan jempol dari kedua kakaknya. Ia bisa mengontrol calon istrinya. Setidaknya setelah itu Anissa juga mendapat berkah lantaran dia bisa dugem walau disertai pengawal dan ada aturan jam malam. Anissa adalah kesayangan orangtuanya. Ia adik untuk kakak kembarnya, Vicky dan kedua kakak sepupunya. Ia bersahabat dengan Krishna. Dan ia adalah segala kebalikan dari Krishna. Krishna cerdas Anissa biasa – biasa saja.
Krishna tidak bisa berenang, trauma lantaran ayahnya tewas tenggelam.
Anissa perenang handal. Krishna feminin, hobi berkebun, pandai memasak. Anissa hanya bisa buat mie instant dan hobi main basket. Tapi perbedaan itu membuat mereka dekat dan mereka menjadi seperti kakak beradik.