BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jeruk merupakan komoditas buah unggulan nomor 1 untuk dikembangkan di Indonesia. Produksi buah jeruk pernah mencapai 547.322 ton dari luas lahan 95.569 ha pada tahun 1986 (Soerojo, 1991). Produksi buah jeruk di Indonesia kurang dari 7 ton/ha/tahun atau kira-kira 6,8 ton/ha/tahun, sedangkan di negara yang agroindustrinya telah maju dapat mencapai 20 ton/ha/tahun bahkan pada produksi optimal mencapai 40 ton/ha/tahun (Anonim, 1996). Rendahnya produksi buah jeruk di Indonesia terutama disebabkan oleh Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) (Tirtawidjaja, 1979) atau di dunia dikenal dengan citrus greening. Pada saat sekarang nama kesepakatan internasionalnya adalah Huanglongbing (HLB) yang berasal dari bahasa Cina, yaitu huang (artinya kuning), long (artinya tunas) dan bing (artinya penyakit) (van Vuuren, 1996; Bove, 2006). Sejak tahun 1950-an di Jawa terlihat adanya penyakit pada tanaman jeruk, terutama pada jeruk Siem. Gejala khas yang nampak pada jeruk yang sakit adalah terjadinya degenerasi pada floem tulang daun maka penyakit tersebut dikenal sebagai Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dan diduga berasosiasi dengan virus (Tirtawidjaja, 1964; Tirtawidjaja et al., 1965). Menurut Tirtawidjaja (1964), gejala CVPD dapat dibagi menjadi gejala luar dan gejala dalam. Gejala luar meliputi daun menjadi kuning pada sebagian atau seluruh tajuk. Daun-daun kuning ini kelihatan lebih kaku dan sering berdiri tegak, serta sering pula tampak berbecak-bercak klorosis. Gejala dalam meliputi
1
jaringan floem daun dewasa memperlihatkan gejala yang khas, yaitu adanya degenerasi sel-sel floem. Sel-sel parenkim yang berongga biasanya penuh berisi butir-butir pati. Tirtawidjaja (1964) hanya menyebutkan gejala luar, yaitu klorosis pada daun tetapi belum sampai menggolongkannya berdasarkan tingkat keparahan klorosis. Telah
lama
diketahui
bahwa
patogen
yang
berasosiasi
dengan
Huanglongbing adalah bakteri gram negatif (Garnier et al., 1984). Selanjutnya Jagoueix et al. (1994) melaporkan bahwa bakteri tersebut adalah anggota dari subdivisi -Proteobacteria dan nama yang diusulkan adalah “liberobacter”. Karena bakteri penyebab HLB belum dapat dikulturkan dalam medium buatan dan hanya bisa dikarakterisasi secara molekular, maka nama generiknya adalah Candidatus. Bakteri itu diusulkan namanya sebagai Liberobacter asiaticum Candidatus untuk strain Asia serta L. africanum Candidatus untuk strain Afrika (Jagoueix et al., 1997). Berdasarkan peraturan Kode Internasional Tata Nama Bakteri yang baru maka Liberobacter asiaticum Candidatus diubah namanya menjadi Liberibacter asiaticus Candidatus. Demikian juga untuk L. africanum Candidatus diubah namanya menjadi L. africanus Candidatus (Garnier et al., 2000). Identifikasi dan deteksi keberadaan patogen Huanglongbing pada tanaman inang dan serangga vektor, pada awalnya menggunakan cara pengirisan tipis jaringan dan dilihat di bawah mikroskop elektron transmisi. Selanjutnya ditambah dengan metode serologi dengan menggunakan antibodi monoklonal dan poliklonal. Dengan adanya penemuan amplifikasi fragmen DNA dengan metode
2
PCR maka telah dikembangkan cara identifikasi dan deteksi patogen secara molekuler. Primer spesifik untuk L. asiaticus Candidatus adalah OI1 dan OI2c (Jagoueix et al., 1994). Sesudah itu, ada laporan tentang perbaikan sekuen yang lebih spesifik sebagai pengganti OI2c, yaitu DC16SlibR. Primer yang disebut terakhir khususnya untuk mendeteksi L. asiaticus Candidatus pada serangga vektor Diaphorina citri (Subandiyah et al., 2000). Hoy et al. (2001) melaporkan metode PCR yang lebih sensitif untuk mendeteksi bakteri tersebut, baik pada tanaman jeruk maupun vektornya. Metode yang dimaksud adalah Long PCR menggunakan pasangan primer MHO 353 dan MHO 354. Jumlah sel bakteri patogen yang bisa terdeteksi antara 50 – 100 sel/µl, dengan asumsi yang dijadikan sampel uji 1 µl untuk PCR. Deteksi Candidatus
keberadaan dan distribusi L. asiaticus
menggunakan primer MHO 353 dan MHO 354 untuk mengkaji
asosiasi antara L. asiaticus Candidatus dengan tanaman jeruk Siem bergejala HLB yang ada di Indonesia belum pernah dilaporkan. Asosiasi antara L. asiaticus Candidatus dengan vektornya telah dilaporkan oleh Chen et al. (1973) dan Xu et al. (1988). Mereka menggunakan metode pengirisan tipis bagian tubuh vektor dan selanjutnya diamati dengan mikroskop elektron. Penggunaan metode PCR dengan menggunakan primer spesifik MHO 353 dan MHO 354 (Hoy et al., 2001) untuk deteksi keberadaan dan distribusi L. asiaticus Candidatus
pada tubuh atau bagian tubuh vektor yang ada di
Indonesia belum pernah dilaporkan. Patogen yang berasosiasi dengan Huanglongbing ditularkan lewat perbanyakan vegetatif dan oleh vektor serangga, yaitu D. citri Kuwayama
3
(Capoor et al., 1967). Perbanyakan vegetatif yang biasanya digunakan adalah okulasi. Batang bawah adalah Japansche Citron (JC) atau Rough Lemon (RL). Batang atas atau mata tempel (entres) adalah jeruk Siem. D. citri selain menularkan patogen yang berasosiasi dengan Huanglongbing dari jeruk ke jeruk juga dapat menularkan patogen tersebut ke beberapa anggota dari familia jeruk-jerukan (Rutaceae) seperti Poncirus trifoliata (L.) Raf., kemuning {Murraya paniculata (L.) Jack.}, Swinglea glutinosa dan Clausena indica. Jeruk kingkit (Triphasia aurantifolia) dan Atalantia missionis toleran terhadap HLB (Tirtawidjaja, 1981; Tirtawidjaja et al., 1981). Hung et al. (2000) menyatakan bahwa kemuning (Murraya paniculata var. paniculata) bukan inang L. asiaticus Candidatus karena bakteri tersebut tidak terdeteksi pada tanaman itu dengan probe/pelacak DNA spesifik L. asiaticus Candidatus selama 1 tahun penelitian. Menurut Winarno (1997), strategi pengembangan tanaman jeruk di Indonesia ada 4, salah satunya adalah rehabilitasi sentra lama. Usaha rehabilitasi sentra lama dipandang sangat perlu dilakukan mengingat kesesuaian lahan dan agroklimatnya. Selain itu, situasi sosial dan ekonomi petani di daerah tersebut, yaitu pada umumnya menggantungkan hidupnya pada usaha tani jeruk. Ada 5 usaha pokok untuk merehabilitasi jeruk di daerah sentra lama: 1) mengendalikan sumber penyakit/inokulum; 2) menggunakan bibit jeruk bebas penyakit; 3) mengendalikan serangga penular/vektor; 4) peningkatan teknologi budidaya maju; dan 5) pengawasan lalu lintas bibit/benih yang ketat.
4
Salah satu sentra lama pertanaman dan pembibitan jeruk adalah Purworejo, Jawa Tengah. Di daerah ini masih banyak petani penanam jeruk dan penangkar bibit jeruk. Salah satu jenis jeruk yang banyak dibudidayakan adalah jeruk Siem (Citrus reticulata Blanco). Jeruk ini merupakan salah satu jenis yang rentan terhadap Huanglongbing. Walaupun demikian, para petani masih menanamnya dengan asumsi bahwa bila berhasil panen 2 – 3 kali sudah menguntungkan. Analisis usaha tani jeruk menunjukkan bahwa Return of Invesment (ROI) sebesar 3,2. Hal ini berarti setiap investasi yang ditanamkan akan menghasilkan keuntungan 3,2 kali lipat (Subandiyah et al., 2002). Kebanyakan petani penangkar bibit jeruk Siem di Purworejo merupakan kelompok non-binaan (penangkar bibit jeruk tradisional yang tidak menggunakan mata tempel jeruk bebas penyakit). Di desa Pucangagung, Kecamatan Bayan dan desa Karangduwur, Kecamatan Kemiri, Purworejo, kebanyakan memakai mata tempel yang berasal dari tanaman jeruk Siem di kedua desa itu atau dari desa lainnya di daerah Purworejo. Bibit jeruk Siem hasil penangkaran tersebut dijual ke petani penanam jeruk setempat dan luar kota, bahkan sampai di luar Pulau Jawa. Hal ini mengkhawatirkan, karena ada kemungkinan sebagian bibit jeruk Siem itu telah membawa penyakit Huanglongbing walaupun bibitnya belum menunjukkan gejala. Triwiratno et al. (1993) telah meneliti bibit di kebun pembibitan di Pulau Bali pada tahun 1991. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada petani kelompok non-binaan, serangan tristeza terjadi 100 % pada batang bawah dan bibit jeruk, sedangkan serangan HLB terjadi 50 % pada batang bawah dan 33,3 % pada bibit jeruk.
5
Laporan tentang asosiasi L. asiaticus Candidatus
dengan jeruk Siem
bergejala Huanglongbing, asosiasi L. asiaticus Candidatus dengan D. citri dan penularan L. asiaticus Candidatus oleh vektor D. citri dari jeruk Siem ke jeruk Siem dari jeruk Siem ke anggota familia jeruk-jerukan (Rutaceae) dengan cara deteksi patogen menggunakan metode PCR dengan primer spesifik MHO353 dan MHO354, terutama di daerah endemik Huanglongbing, yaitu Purworejo, Jawa Tengah belum pernah dilaporkan. Penelitian ini akan dilakukan untuk mengkaji permasalahan tersebut.
B. Kebaruan Penelitian Ada 8 tipe daun jeruk Siem bergejala Huanglongbing berdasarkan tingkat keparahan klorosis yang ada di kebun jeruk Siem di desa Garongan, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Sebaliknya, ada 6 tipe daun jeruk Siem bergejala Huanglongbing berdasarkan tingkat keparahan klorosis yang ada di kebun pembibitan di desa Pucangagung, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Hal ini merupakan hal baru yang sebelumnya belum pernah dilaporkan di Indonesia. Berbagai tipe gejala tersebut bisa menjadi standar atau patokan praktis bagi petani atau petugas untuk menentukan secara visual apakah jeruk sudah terinfeksi atau belum. Ada 50% dari 40 bibit jeruk Siem, yang berasal dari kebun pembibitan di desa Pucangagung, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menunjukkan gejala Huanglongbing dan positif terinfeksi L. asiaticus Candidatus. Infeksinya bersifat sistemik, yaitu patogennya ada pada batang atas dan batang
6
bawah, dan distribusinya tidak merata dengan deteksi menggunakan metode PCR dengan primer MHO 353 dan MHO 354. Perbedaan musim mempengaruhi persentase D. citri yang mengandung L. asiaticus Candidatus . Di daerah Purworejo, pada musim kemarau, D. citri yang virulifer mencapai 50% dan menurun hingga 15% pada musim hujan. Pada
bagian caput, thoraks dan abdomen
D. citri mengandung
L. asiaticus Candidatus , berarti bakteri bersifat sirkulatif dalam tubuh vektornya. Hal ini berdasarkan deteksi menggunakan metode PCR dengan sepasang primer spesifik untuk L. asiaticus Candidatus, yaitu MHO 353 dan MHO 354 yang sebelumya belum pernah dilaporkan. Penggunaan metode Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (RISA) dapat dipakai untuk deteksi bakteri endosimbion pada D. citri. Primer yang dipakai adalah S926f dan L189r. Hasilnya menunjukkan bahwa ada beberapa bakteri endosimbion dalam tubuh D. citri, walaupun belum bisa diketahui jenis bakterinya. Hal ini merupakan metode baru yang sebelumnya belum pernah dilaporkan. Penularan L. asiaticus Candidatus oleh vektor D. citri pada bibit jeruk Siem dan kemuning Jepang telah berhasil dilakukan, walaupun persentase keberhasilannya kecil. Pada bibit jeruk Siem, ada 5 bibit yang tertular dari 30 bibit yang ditulari. Berarti persentase keberhasilannya 16,6%. Demikian pula pada bibit kemuning Jepang, ada 4 bibit yang tertular dari 30 bibit yang ditulari. Berarti persentase keberhasilannya 13,3%.
7
Ada 20 jenis atau varietas jeruk anggota Rutaceae yang dijadikan tanaman uji untuk penularan Candidatus L. asiaticus. Penularan Candidatus L. asiaticus oleh vektor D. citri secara alami terjadi pada marga Citrus, yaitu C. natsudaidai dan C. reticulata cv. Siem di kebun penelitian, Desa Pekutan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji asosiasi L. asiaticus Candidatus dengan tanaman jeruk Siem bergejala Huanglongbing. 2. Mengkaji asosiasi L. asiaticus Candidatus dengan vektornya, yaitu D. citri. 3. Mengkaji penularan L. asiaticus Candidatus oleh D. citri pada anggota Rutaceae di laboratorium dan di kebun.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitan ini bermanfaat untuk membantu pengelolaan penyakit Huanglongbing pada jeruk khususnya jeruk Siem, baik di kebun pembibitan maupun di kebun produksi. Kajian asosiasi antara L. asiaticus Candidatus dengan tanaman jeruk Siem bergejala Huanglongbing, dengan vektornya, yaitu D. citri dan penularan L. asiaticus Candidatus diharapkan
memberikan
sumbangan
pada tanaman anggota Rutaceae
ilmiah
dalam
memahami
penyakit
Huanglongbing ditinjau dari sudut patogen.
8