PENGARUH PERBEDAAN LABA AKUNTANSI DAN LABA FISKAL TERHADAP PERSISTENSI LABA, AKRUAL DAN ARUS KAS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2005-2007
(Bidang Kajian: Perpajakan dalam Perspektif Ekonomi) Santi
Institut Bisnis dan Informatika Indonesia Carmel Meiden
Institut Bisnis dan Informatika Indonesia Haitami Abubakar
Institut Bisnis dan Informatika Indonesia
ABSTRACT This study investigates the influence of book-tax differences to the earnings persistence, accruals, and cash flows for one-period-ahead earnings. This study also examines whether the level of book-tax differences influence investor investor’’s assessment of future persistence. As sample, this study use 60 companies listed in Indonesia Stock Exchange. This study proves that large book-tax difference influence earnings persistence, accrual and cash flows negatively. And also this study proves that information about book-tax difference do not influence invetors invetors’’ assessment. Key words: book-tax differences, earnings persistence, accruals, cash flows.
1
I. Pendahuluan Terdapat dua tujuan pelaporan keuangan menurut Statement of Financial Accounting Concepts
(SFAC) No. 1.
Pertama, memberikan informasi yang
bermanfaat bagi investor, investor potensial, kreditor dan pemakai lainnya untuk membuat keputusan investasi, kredit,
dan keputusan serupa lainnya. Kedua,
memberikan informasi tentang prospek arus kas untuk membantu investor dan kreditur dalam menilai prospek arus kas bersih perusahaan (FASB [1978]). Menurut standar akuntansi keuangan di Indonesia (IAI [2007]) tujuan laporan keuangan yaitu untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi tentang laba (earnings) mempunyai peran sangat penting bagi pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan. Pihak internal dan eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan keputusan seperti pemberian kompensasi dan pembagian bonus kepada manajer, pengukur prestasi atau kinerja manajemen, dan dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. Oleh karena itu kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) dimasa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya (Penman, 2001). Beberapa peneliti kualitas laba telah memusatkan perhatiannya pada selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal (Patrick, 2001; Desai, 2002; Manzon dan Plesko, 2002; Mills et al., 2002 dalam Nissim et al., 2004). Mereka berpendapat bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal sehingga perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax
differences) dapat memberikan informasi tentang management discretion dalam proses akrual. Seida (2003) dalam Hanlon (2005) juga menyatakan bahwa laba fiskal dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi laba akuntansi. Apabila angka laba diduga oleh publik sebagai hasil rekayasa manajemen, maka angka laba tersebut dinilai mempunyai kualitas rendah, dan konsekuensinya adalah
2
publik akan merespon negatif angka laba yang dilaporkan tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa book-tax differences dapat mewakili keleluasaan manajemen dalam proses akrual, maka banyak penelitian menggunakan perbedaan tersebut sebagai indikator manajemen laba dalam menilai kualitas laba. Penelitian ini mereplikasi penelitian Hanlon (2005) yang didasarkan peraturan pajak yang berlaku di Amerika Serikat, yaitu menguji apakah book-tax
differences berpengaruh secara negatif terhadap persistensi laba. Dengan kata lain, semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, persistensi laba semakin rendah. Selain itu, peraturan pajak yang berbeda antar negara di dunia menimbulkan pertanyaan apakah penelitian ini dapat diterapkan di negara-negara lain diluar Amerika Serikat, khususnya di Indonesia. Indonesia memiliki peraturan pajak yang berbeda dengan Amerika Serikat. Dengan demikian penelitian ini menguji peranan book-tax differences dalam menentukan persistensi laba akuntansi, akrual, dan aliran kas berdasarkan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini juga memperluas peranan book-tax differences sebagai penentu kualitas laba terhadap reaksi pasar dengan menguji penilaian investor atas persistensi laba (Sloan,1996; Xie, 2001; Barth dan Hutton 2004). Penelitian sebelumnya seperti Joos et al. (2000) dan Channey dan Jeter (1994) melaporkan bahwa return saham mempunyai hubungan yang rendah dengan laba ketika perusahaan mempunyai large book-tax differences. Pengujian tersebut secara implisit menganggap bahwa kualitas laba yang lebih rendah disebabkan oleh large
book-tax differences perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal yang besar, dan pasar menetapkan harga saham sesuai dengan kualitas laba tersebut. II. Kerangka Teoritis, Penelitian Terdahulu, dan Pengembangan Hipotesis. 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (book-tax differences) Laba akuntansi berbeda dengan laba fiskal, karena peraturan yang berbeda pula yang memayungi kedua perhitungan laba tersebut. Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaporan keuangan berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) dan pelaporan pajak berdasarkan peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiskal. Peraturan pajak di Indonesia. mengharuskan laba
3
fiskal dihitung berdasarkan metoda akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi, yaitu metoda akrual, Setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak yang berlaku saat itu. Rekonsiliasi fiskal diakhir perioda pembukuan menyebabkan terjadi perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara PABU dan peraturan pajak. Penyebab perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan kedalam perbedaan permanen (permanent differences) dan perbedaan sementara atau waktu (temporary
or timing differences). Perbedaan permanen merupakan item-item yang dimasukkan dalam salah satu ukuran laba, tetapi tidak pernah dimasukkan dalam ukuran laba yang lain. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal dan sebaliknya. Definisi perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences ) menurut PSAK 46 (2007) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amounts) dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled). Perbedaan temporer merupakan perbedaan dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban, yang menyebabkan laba fiskal bertambah atau berkurang pada perioda yang akan datang. Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dan akuntansi fiskal dalam mengakui pendapatan dan beban, sehingga mengakibatkan perbedaan waktu pengakuan item pendapatan dan beban, misalnya metode penyusutan, metode penilaian persediaan, penyisihan piutang tak tertagih, rugi-laba selisih kurs dan sebagainya. Berdasarkan dua kelompok penyebab perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, penelitian ini hanya memfokuskan pada perbedaan temporer sesuai dengan model penelitian Hanlon (2005). Penelitian ini tidak menggunakan perbedaan permanen dalam analisis utama karena perbedaan permanen hanya mempengaruhi perioda terjadinya saja dan tidak mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan dengan proses akrual, selain itu perbedaan permanen tidak menimbulkan konsekuensi
4
adanya penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Sebaliknya, perbedaan temporer dapat menimbulkan jumlah pajak yang dapat ditambahkan atau dikurangkan dimasa depan (future taxable and future deductible amounts), yang berhubungan dengan proses akrual sehingga dapat digunakan untuk penilaian kualitas laba masa depan. Pengakuan pajak penghasillan dalam PSAK No. 46, telah menerapkan metoda akuntansi pajak penghasilan secara komprehensif dengan pendekatan aktivakewajiban atau balance-sheet approach (Harnanto, 2003:110). Metoda akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan temporer dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan. Untuk itu, perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya beban pajak tangguhan (deferred tax expense), yang berarti bahwa kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda beban untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit). Penelitian yang dilakukan oleh John Philips, Morton Pincus dan Sonja Olhoft (2003) menunjukkan bahwa kenaikan aktiva pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui beban lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak 2.1 .2 Kualitas Laba Akuntansi Laba dalam laporan keuangan sering digunakan oleh manajemen untuk menarik calon investor dan kreditor sehingga laba tersebut sering direkayasa sedemikian rupa oleh manajemen untuk mempengaruhi keputusan akhir pihak-pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan signalling theory yang menunjukkan kecenderungan adanya informasi asimetri antara manajemen dan pihak di luar perusahaan. Pihak internal perusahaan secara umum mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi nyata perusahaan saat ini dan prospeknya dimasa depan dibanding pihak eksternal. Oleh karena itu, kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen
5
menjadi pusat perhatian pihak eksternal perusahaan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Chandrarin (2001), laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Laba umumnya mengandung komponen transitori. Chandrarin (2001) juga menjelaskan bahwa komponen transitori merupakan komponen yang hanya berpengaruh pada perioda tertentu, terjadinya tidak persisten atau tidak terus-menerus, dan mengakibatkan angka laba (rugi) yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi berfluktuasi. Komponen transitori mungkin muncul karena berbagai macam alasan. Salah satu di antaranya adalah karena adanya perjanjian kompensasi atau perjanjian utang yang didasarkan pada laba akuntansi yang dilaporkan sehingga manajer terdorong untuk memanipulasi laba dengan caracara tertentu. Adanya komponen transitori dalam laba menyebabkan laba bersifat kurang permanen atau laba mempunyai persistensi yang rendah (Kusuma, 2003). Hayn (1995) menjelaskan bahwa gangguan persepsian dalam laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Peristiwa transitori adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu dan hanya berpengaruh pada perioda terjadinya peristiwa tersebut. Semakin besar gangguan persepsian yang terkandung dalam laba akuntansi, maka semakin rendah kualitas laba akuntansi.
2.1.3 Komponen Akrual Laba Manajemen laba biasanya didominasi oleh maipulasi sistem akrual, sehingga akrual dapat dapat dijadikan proksi untuk mengukur manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Dalam artikelnya di www.investopedia.com yang berjudul Earnings Quality, Tim Keefe, CFA mengatakan : “… the higher the total accruals as a percentage of assets, the greater the likelihood
that earnings quality is low.” Keefe berpendapat, semakin tinggi persentase total akrual terhadap total asset, maka semakin rendah pula kualitas dari laba tersebut. Akrual dapat dikatakan sebagai refleksi dari manipulasi laba dalam laporan keuangan, namun dapat juga sebagai estimasi akuntansi yang normal berdasarkan bisnis di masa depan.
6
Ada beberapa cara untuk mengukur nilai estimasi dari discretionary accrual yang merupakan proksi manajemen laba. Pada prakteknya, tidaklah mudah untuk mengukur discretionary accrual dengan menggunakan persamaan regresi, bagaimana mengukurnya dan variable independent apa saja yang dapat digunakan untuk mengukur discretionary accrual. Menurut Keefe terdapat dua cara untuk mengukur
discretionary accrual, yaitu melalui Total Net Accruals (TNA) atau Net Operating Accruals (NOA). Beberapa penelitian sebelumnya, termasuk penelitian Parawiyati dan Z. Baridwan (1998) dan Dechow (1994) yang berhasil membuktikan bahwa arus kas mampu memprediksi laba di masa depan (persistensi laba), maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan NOA sebagai proksi dalam mengukur
discretionary accrual sebelum pajak perusahaan, yaitu dengan cara : Net Operating Accruals = Net Income – Cash Flow from Operations 2.1.4 Arus Kas Operasi Englard (1992:156) menyatakan bahwa:
“The cash from operating activities section shows the net increase (or decrease) in cash resulting from a company’s operations. It thus includes cash inflows from sales of goods and services, interest income, and dividend income. It also includes cash outflows for merchandise inventory, employee wages, taxes, interest expense, and other expenses. The difference between the inflows and outflows represents the net change in cash resulting from operations.” Dengan demikian, menurut Englard, arus kas dari aktivitas operasi dapat menunjukkan kenaikan ataupun penurunan dalam kas sebagai hasil dari operasional perusahaan. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi 2, mengenai laporan arus kas, dikatakan bahwa Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Informasi mengenai unsur tertentu arus kas historis bersama dengan informasi lain, berguna dalam memprediksi arus kas operasi masa depan. Berarti dengan kata lain, dengan memanfaatkan informasi yang ada dalam
7
arus kas operasi, pengguna laporan keuangan dapat mengetahui dan memprediksi arus kas operasi masa depan, apakah operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar, apakah perusahaan dapat membayar deviden kepada para pemegang saham, apakah perusahaan dapat melakukan investasi baru, apakah perusahaan harus mengandalkan arus pendanaan lainnya untuk menjalankan operasionalnya dan lain sebagainya.
2.1.5 Persistensi Laba Persistensi laba adalah properti laba yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa mendatang. Menurut Penman (1982), persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current earnings). Besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba.
Inovasi terhadap laba sekarang adalah
informatif terhadap laba masa depan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham. Harga saham merupakan nilai sekarang manfaat masa depan ekspektasian yang diperoleh pemegang saham. Nilai sekarang dari revisi atas laba masa depan dapat memperkirakan nilai sekarang revisi manfaat masa depan ekspektasiannya, yaitu dalam harga saham (Kormendi dan Lipe, 1997). Semakin kecil nilai revisi laba akuntansi masa depan (semakin persisten laba akuntansi), semakin kuat hubungan laba akuntansi dengan abnormal return (semakin besar koefisien respon laba). Lipe (1990) dan Sloan (1996) menggunakan koefisien regresi dari regresi antara laba akuntansi perioda sekarang dengan perioda yang akan datang sebagai proksi persistensi laba akuntansi. Laba akuntansi dianggap semakin persisten, jika koefisien variasinya semakin kecil. Selain itu, persistensi laba ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas yang terkandung dalam laba saat ini (Penman, 2001). Bernstein (1993, 461) dalam Sloan (1996) menyatakan bahwa komponen akrual dari current earnings cenderung kurang terulang lagi atau kurang persisten untuk menentukan laba masa depan karena mendasarkan pada akrual, defferred (tangguhan), alokasi dan penilaian yang mempunyai distorsi subyektif. Beberapa analis keuangan lebih suka mengkaitkan aliran kas operasi sebagai penentu atas kualitas laba karena aliran kas dianggap lebih
8
persisten dibanding komponen akrual. Mereka percaya bahwa semakin tinggi rasio aliran kas operasi terhadap laba bersih, maka akan semakin tinggi pula kualitas laba tersebut. 2.1.6 Cummulative Abnormal Return
Return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi (Abdul, 2003:30). Return dapat berupa return realisasi (realized return) atau return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return ini penting karena digunakan sebagai salah satu alat pengukur kinerja perusahaan, sedangkan return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan datang (Jogiyanto, 2000:107). Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor resiko investor yang harus dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menaggung resiko atas investasi yang dilakukannya. Perubahan harga saham dapat diukur
dengan adanya perubahan return
sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return. Dalam situs wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Abnormal_return), abnormal return didefinisikan sebagai perbedaan antara return yang diharapkan dari sebuah sekuritas dan return aktual itu sendiri. Abnormal return sendiri terkadang dipicu oleh peristiwa-peristiwa penting dari perusahaan tersebut. Contoh peristiwa-peristiwa yang dimaksud adalah seperti merger , pengumuman deviden, pengumuman laba perusahaan, kenaikan tingkat bunga, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan terjadinya abnormal return.
Cummulative abnormal return (CAR) merupakan selisih antara return realisasian masing-masing saham dengan return ekspektasian masing-masing saham. CAR merupakan akumulasi abnormal return selama perioda peristiwa untuk masingmasing saham. Dalam penelitian ini, periode peristiwa yang diamati adalah 7 hari, yaitu 3 hari sebelum dan 3 hari setelah tanggal pengumuman laporan keuangan pada media massa berskala nasional.
9
2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Ball, R., dan P. Brown. 1968 dengan judul jurnal An Empirical
Evaluation of Accounting Income Numbers. Pengujian kandungan informasi earnings dimulai dari penelitian seminal Ball dan Brown [1968] menemukan bukti adanya hubungan yang signifikan antara unexpected earnings dengan abnormal return saham. Penelitian ini kemudian dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara earnings dengan return saham. 2.2.2 Penelitian Bowen, R.M., D. Burgstahler., dan L.A. Daley. 1986 dengan judul Jurnal Evidence on the Relationships Between Earnings and Various
Measures of Cash Flow. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa data arus kas mempunyai manfaat dalam beberapa konteks keputusan, seperti: (1) memprediksi kesulitan keuangan, (2) menilai risiko, ukuran, dan waktu keputusan pinjaman, (3) memprediksi peringkat (rating) kredit, (4) menilai perusahaan, dan (5) memberikan informasi tambahan pada pasar modal. Beberapa literatur menganggap bahwa data arus kas merupakan indikator keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan laba akuntansi karena laporan arus kas relatif lebih mudah diinterpretasikan dan relatif lebih sulit untuk dimanipulasi. Manipulasi laba ini biasanya dilakukan melalui penggunaan metode akuntansi yang berbeda untuk transaksi yang sama dengan tujuan untuk menampilkan earnings yang diinginkan. 2.2.3 Kormedi, R., dan R. Lipe. 1987. Earnings Innovations, Earnings Persistence,
and Stock Returns. Kormedi dan Lipe [1987] menguji hubungan antara inovasi earnings dan persistensi laba dengan return saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien respon laba berkorelasi positif dengan persistensi laba dan tidak menunjukkan sensitivitas yang berlebihan, sehingga besarnya reaksi return saham perusahaan pada earnings harus dihubungkan dengan pengaruh inovasi earnings pada ekspektasi manfaat masa yang akan datang yang didapat pemegang saham. Jadi dapat disimpulkan bahwa besarnya hubungan antara return saham dan earnings tergantung pada persistensi laba.
10
2.2.4 Board, J.L.G., dan J.F.S. Day. 1989. The Information Content of Cash Flow
Figures. Board dan Day [1989] menguji apakah data arus kas mempunyai kandungan informasi dalam hubungannya dengan harga saham. Data share price bulanan diambil dari London Share Price Database. Data akuntansi diperoleh dari Cambridge/DTI data. Sampel terdiri dari 39 perusahaan manufaktur untuk periode 1961-1977. Hasil penelitian mereka menunjukkan tidak berhasil menolak hipotesis nol, yang berarti bahwa data arus kas tidak mempunyai kandungan informasi dalam hubungannya dengan harga saham. 2.2.5
Dechow, P.M. 1994. Accounting earnings and Cash Flows as Measures of Firm
Performance: The Role of Accounting Accruals. Dechow [1994] meneliti laba akuntansi dan arus kas sebagai ukuran dalam menilai kinerja perusahaan. Sampel terdiri dari perusahaan yang listing di New
York Stock Exchange atau American Stock Exchange. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19.733 firm-quarter observations, 27.308 firm-year
observations, dan 5.175 firm-four-year observations. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa laba akuntansi merupakan ukuran penilaian kinerja perusahaan dan ia mendukung pernyataan FASB bahwa earnings mampu memprediksi arus kas maupun menilai kinerja manajemen. 2.2.6
Finger, C.A. 1994. The Ability of Earnings to Predict Future Earnings and
Cash Flow. Finger [1994] menguji kemampuan earnings dan arus kas dalam memprediksi earnings dan arus kas masa depan. Sampel terdiri dari 50 perusahaan untuk periode 1935-1987. Data akuntansi diperoleh dari Compustat Annual Industrial File dari 1968-1987, ditambah dengan informasi laporan tahunan dari 1935-1967. Finger [1994] juga menguji asersi FASB dengan dasar tahun 1935 sampai dengan tahun 1987, menggunakan univariate dan simple multivariate time-series prediction models. Atas dasar mean-square error, Finger [1994] menemukan bukti dalam jangka pendek (1-2 tahun ke depan), arus kas menyediakan informasi yang lebih baik daripada earnings dalam menaksir arus kas mendatang, sementara untuk jangka
11
panjang (4-8 tahun), sedangkan arus kas dan earnings sama baiknya untuk memprediksi. Hasil ini tidak konsisten dengan asersi FASB. Hasil dari multivariate model menunjukkan bahwa earnings menambah informasi untuk menaksir arus kas mendatang, tetapi kinerjanya tidak lebih baik daripada arus kas. 2.2.7
Penelitian Sloan, R.G. 1996. Do Stock Prices dengan judul Fully Reflect
Information in Accruals and Cash Flows about Future Earnings? Sloan [1996] menguji sifat kandungan informasi komponen accruals dan komponen arus kas, informasi tersebut terefleksi dalam harga saham. Hasil menunjukkan bahwa kinerja earnings yang teratribut pada komponen accruals menggambarkan persistensi yang lebih rendah daripada kinerja earnings yang teratribut pada komponen arus kas. Sloan [1996] juga menunjukkan bahwa harga saham bereaksi jika investor “fixate” (percaya) pada earnings, gagal membedakan antara properties komponen accruals dan komponen arus kas. Akibatnya, perusahaan-perusahaan yang level akrualnya relatif tinggi (rendah) mengalami abnormal return masa datang yang negatif (positif) di sekitar pengumuman earnings masa datang. Sloan [1996] berpendapat bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan fiksasi earnings oleh sebagian kecil partisipan pasar terhadap jumlah total earnings yang dilaporkan tanpa memperhatikan besarnya komponen accruals dan komponen arus kas. 2.2.8
Parawiyati., dan Z. Baridwan. 1998. Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam
Memprediksi Laba dan Arus Kas Perusahaan Go Publik di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Parawiyati dan Baridwan [1998] menguji hubungan laba dan arus kas dalam memprediksi laba dan arus kas masa mendatang. Populasi yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan go publik selama enam periode mulai tahun 1989-1994. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder dari Bapepam, dengan sampel laporan yang diambil secara purposive
random sampling sebesar 288 laporan keuangan dari 48 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji variabel tanpa faktor deflator, dan menguji variabel setelah dilakukan penyesuaian dengan faktor deflator. Dengan menggunakan model regresi yang berbeda, hasil pengujiannya menunjukkan sebaliknya yaitu laba merupakan prediktor yang lebih baik dari pada arus kas dalam memprediksi laba dan arus kas.
12
2.3 Kerangka Pemikiran Menurut Penman (1992), persistensi laba merupakan revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan. Lipe (1990) dan Sloan (1996) menggunakan koefisien regresi dari regresi antara laba akuntansi perioda sekarang dengan perioda yang akan datang sebagai proksi persistensi laba akuntansi. Adanya perbedaan cara perhitungan antara laba akuntansi dan fiskal, lebih disebabkan karena accrual basis yang digunakan dalam laporan keuangan komersil yang memberikan keleluasaan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, namun hal ini tidak diperhitungkan dalam menyusun laporan keuangan fiskal (laporan labarugi fiskal). Oleh sebab itu, selisih yang besar baik itu selisih positif ataupun negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal, mengindikasikan kualitas laba yang rendah. Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis mencoba menuangkannya kedalam bagan 2.1 : Bagan 2.1 : Pengaruh Perbedaan Selisih Besar Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba Akuntansi Satu Perioda Ke Depan Selisih Besar Positif antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Large Positive Book Tax Differences) (LPBTDt)) Selisih Besar Negatif antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Large Negative Book Tax Differences) (LNBTDt)) Laba Akuntansi Sebelum Pajak Satu Perioda Mendatang (Pre-tax Income (PTBIt+1)
Laba Akuntansi Sebelum Pajak (Pre-tax Income (PTBIt) Laba Akuntansi Sebelum Pajak yang dipengaruhi oleh LPBTD (PTBIt * LPBTDt) Laba Akuntansi Sebelum Pajak yang dipengaruhi oleh LNBTD (PTBIt * LNBTDt)
Book Tax Differences mengindikasikan kualitas laba rendah karena subyektifitas dalam proses akrual untuk tujuan laporan keuangan dibanding untuk tujuan pajak. Jika
book-tax differences menunjukkan subyektifitas dalamproses akrual pelaporan keuangan maka perusahaan dengan large positive or negative book-tax differences
akan
menunjukkan komponen laba akrual yang kurang persisten. Berdasarkan pemikiran
13
tersebut, penulis mencoba menuangkan ke dalam bagan 2.2 : Bagan 2.2 : Pengaruh Book-Tax Differences yang Berhubungan dengan Komponen Akrual Laba terhadap Persistensi Laba Satu Perioda Mendatang
Selisih Besar Positif antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Large Positive Book Tax Differences) (LPBTDt)) Selisih Besar Negatif antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Large Negative Book Tax Differences) (LNBTDt)) Arus Kas Operasi Sebelum Pajak (Pre-tax Cash Flow (PTCFt) Arus Kas Operasi Sebelum Pajak yang dipengaruhi oleh LPBTD (PTCFt * LPBTDt) Arus Kas Operasi Sebelum Pajak yang dipengaruhi oleh LNBTD (PTCFt * LNBTDt)
Laba Akuntansi Sebelum Pajak Satu Perioda Mendatang (Pre-tax Income (PTBIt+1)
Laba Akrual Sebelum Pajak (Pre-tax Accrual (PTACCt) Laba Akrual Sebelum Pajak yang dipengaruhi oleh LPBTD (PTACCt * LPBTDt) Laba Akrual Sebelum Pajak yang dipengaruhi oleh LNBTD (PTACCt * LNBTDt)
Berdasarkan kerangka pemikiran sebagaimana tampak diatas, maka penulis menetapkan hipotesis sebagai berikut: H1a: Perbedaan besar positif antara laba akuntansi dan laba fiskal akan berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda ke depan. H1b: Perbedaan besar negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal akan berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda ke depan.. H2a: Perbedaan besar positif antara laba akuntansi dan laba fiskal yang berhubungan dengan komponen akrual laba berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda ke depan. H2b: Perbedaan besar negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal yang berhubungan
14
dengan komponen akrual laba berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda ke depan. H3: Ekspektasi persistensi laba akuntansi yang tercermin dalam harga saham untuk komponen akrual adalah konsisten dengan persistensi akrual bagi perusahaan dengan book-tax differences besar. III.
Metodologi Penelitian 3.1 Variabel dan Pengukuran Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. PTBIt+1 (Pretax Income), Laba akuntansi sebelum pajak satu perioda mendatang, sebagai proksi laba akuntansi adalah laba perusahaan sebelum beban pajak kini
(current tax expense) dan pos luar biasa (extraordinary item). 2. PTBIt (Pretax Income), Laba akuntansi sebelum pajak, sebagai proksi laba akuntansi adalah laba perusahaan sebelum beban pajak kini dan pos luar biasa. 3. PTCF ( Pretax Cash Flow), Aliran kas sebelum pajak sebagai proksi komponen laba permanen merupakan aliran kas masuk dan kas keluar dari aktivitas operasi sebelum pajak (pretax cash flow) yang dihitung sebagai total aliran kas operasi dikurangi aliran kas dari pos luar biasa dan ditambah pajak penghasilan. 4. PTACC (Pretax Accrual), Laba akrual sebelum pajak, sebagai proksi komponen laba transitori merupakan item laba sebelum pajak yang tidak mempengaruhi kas pada perioda berjalan (pretax accrual) yang dihitung sebagai laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi oleh aliran kas operasi sebelum pajak (PTCF). 5. Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal, (book-tax differences) sebagai proksi
discretionary accrual merupakan selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal yang hanya berupa perbedaan temporer, dan ditunjukkan oleh akun beban (manfaat) pajak tangguhan (deferred tax expense (benefit)). Variabel book-tax
differences merupakan variabel moderasi yang mewakili subsampel perusahaan dengan perbedaan besar positif, perbedaan besar negatif, dan perbedaan kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal. Ketiga subsampel tersebut berupa variabel indikator yang diukur dengan cara sebagai berikut: a. Large Positif Book Tax Differences (LPBTD), Perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal bernilai positif perioda t, , dimana laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal (Revsine et al., 2001). LPBTD merupakan
15
variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer (diwakili oleh akun beban pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. b. Large Negatif Book Tax Differences (LNBTD), Perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal bernilai negatif perioda t, dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal (Revsine et al., 2001). LNBTD merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer per tahun, kemudian seperlima urutan terbawah dari sampel mewakili kelompok LNBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. c. Small Book-Tax Differences (SBTD) merupakan subsampel sisa dari urutan setelah penentuan LPBTD dan LNBTD. 6. CAR t+1 (Cummulative Abnormal Return), Kumulatif return tidak normal masa depan sebagai proksi perubahan harga saham adalah akumulasi kelebihan return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal (Harnanto, 433). Return normal merupakan return ekspektasi yang dihitung dengan market adjusted model. Model ini menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi expected
return saham adalah return indeks pasar pada saat tersebut. CAR dihitung menggunakan metoda studi peristiwa dengan perioda tujuh hari (Warastuti, 2003). Seluruh variabel penelitian, kecuali Cumulative abnormal return, dibagi dengan aset total rata-rata (Sloan, 1996). 3.2 Sampel dan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber
dari
eksternal.
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan laporan keuangan dan laporan tahunan dari objek yang diteliti, yaitu perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum 1 Januari 2005, memiliki laba komersil, laba fiskal dan arus kas operasi yang positif. Terdapat 61 laporan keuangan perusahaan untuk mencari data-data seperti laba sebelum pajak, arus kas operasi, pembayaran pajak penghasilan, total asset, laba fiskal dan pajak tangguhan.
16
Adapun pusat data yang menjadi sumber penulis mengumpulkan data adalah Pusat Referensi Pasar Modal, Bursa Efek Indonesia dan Pusat Data Pasar Modal, IBII. Metoda pemilihan sampel penelitian menggunakan purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan per 31 Desember secara konsisten dan lengkap dari tahun 2005-2007. 2. Perusahaan tidak mengalami kerugian dalam laporan keuangan umum dan laporan keuangan pajak, serta arus kas operasi negatif selama tahun 2004-2007. Alasannya adalah kerugian dapat dikompensasi kemasa depan (carryforward) menjadi pengurang beban pajak tangguhan dan diakui sebagai tangguhan sehingga dapat mengaburkan arti
aktiva pajak
book-tax differences yang
sebenarnya pada akun beban pajak tangguhan. 3. Perusahaan memiliki data yang lengkap untuk penelitian ini. 4. Perusahaan telah terdaftar di BEI sebelum 1 Januari 2005.
3.3 Model Empiris 1. Pengujian Hipotesis 1a (H1a) dan Hipotesis 1b (H1b): Melakukan analisis regresi linier untuk persamaan pertama dengan PTBIt+1 sebagai variabel dependen dan PTBIt, LPBTD, LNBTD, PTBIt*LPBTD dan PTBIt*LNBTD sebagai variabel independen. Persamaannya adalah sebagai berikut : PTBIt+1 = a + b LPBTD + c LNBTD + d PTBIt + e PTBIt*LPBTD + f PTBIt*LNBTD
(1)
Di mana : PTBIt+1 = Laba akuntansi sebelum pajak tahun berikutnya LPBTD = Large Positif Book Tax Differences LNBTD = Large Negatif Book Tax Differences PTBIt
= Laba akuntansi sebelum pajak tahun ini
17
2. Pengujian Hipotesis 2a (H2a) dan Hipotesis 2b (H2b) Melakukan analisis regresi linier untuk persamaan keempat dengan PTBIt+1 sebagai variabel dependen dan LPBTDt, LNBTDt, PTCFt, PTCFt*LPBTDt, PTCFt*LNBTDt, PTACCt, PTACCt*LPBTDt dan PTACCt*LNBTDt
sebagai
variabel independen. Persamaannya adalah sebagai berikut : PTBIt+1 = a + b LPBTDt + c LNBTDt + d PTCFt + e PTCFt*LPBTDt + f PTCFt*LNBTDt + g PTACC t + h PTACCt*LPBTDt + i PTACCt*LNBTDt
(2)
Di mana : PTBIt+1 = Laba akuntansi sebelum pajak tahun berikutnya LPBTD = Large Positif Book Tax Differences LNBTD = Large Negatif Book Tax Differences PTCFt = Arus kas operasi sebelum pembayaran pajak (Pretax Cash Flow) PTACCt = Laba akrual sebelum pajak (Pretax Accrual)
3. Pengujian Hipotesis 3 Dalam hipotesis 3 ini, penulis berusaha untuk mengivestigasi ekspektasi laba di masa depan yang dilekatkan pada harga saham dengan metodologi Mishkin (1983) yang direplikasi oleh Sloan (1996). Secara khusus, penelitian ini menggabungkan perkiraan sistem persamaan ekspektasi dengan persamaan penetapan harga dengan cara mensubtitusikan persamaan ekspektasi ke dalam persamaan penetapan
harga
untuk
masing-masing
subsample.
Pengujian
ini
juga
menggunakan dua persamaan, yaitu persamaan rasionalitas pasar yang sesuai dengan model persistensi laba sebelum pajak dan persamaan rasionalitas pasar sesuai dengan model komponen laba sebelum pajak, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Melakukan pencarian data tanggal publikasi laporan keuangan di media massa untuk tahun pengamatan penelitian, yaitu publikasi laporan keuangan tahun 2005, 2006 dan 2007. Penulis juga mencari dan mengumpulkan data
Abnormal Return harian masing-masing sampel perusahaan, data tersebut penulis dapatkan dari Pusat Data Pasar Modal IBII. Untuk mendapatkan data
Cummulative Abnormal Return, penulis menambahkan Abnormal Return 3 hari sebelum tanggal publikasi laporan keuangan, saat tanggal publikasi
18
laporan keuangan dan 3 hari setelah tanggal publikasi laporan keuangan (total 7 hari). b. Melakukan analisis regresi linier dengan menggunakan persamaan 3, dan mensubtitusikan persamaan ekspektasi ke dalam persamaan penetapan harga dengan model persistensi laba sebelum pajak (persamaan 4) untuk masingmasing subsample, yaitu pada subsampel yang termasuk kelompok LPBTD, LNBTD dan SBTD. Persamaan ini merupakan persamaan rasionalitas pasar sesuai dengan model persistensi laba sebelum pajak. Persamaan yang dimaksud adalah sebagai berikut : PTBIt+1 = a + b PTBIt
(3)
CARt+1 = c + d (PTBIt+1 – a – b*PTBIt)
(4)
c. Melakukan analisis regresi linier dengan menggunakan persamaan 5, dan mensubtitusikan persamaan ekspektasi ke dalam persamaan penetapan harga dengan model komponen laba sebelum pajak (persamaan 6) untuk masingmasing subsample, yaitu pada subsampel yang termasuk kelompok LPBTD, LNBTD dan SBTD. Persamaan yang dimaksud adalah sebagai berikut : PTBIt+1 = a + b PTCFt + c PTACC t
(5)
CARt+1 = c + d (PTBIt+1 – a – b*PTCFt – c*PTACCt)
(6)
3.4 Model Analisis Untuk menganalisis model diatas digunakan teknik regresi berganda. Uji yang dilakukan adalah uji asumi klasik yang meliputi: normalitas,multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Uji selanjutnya adalah F-test, t-test (Gujarati, 2003 : 2010) dan R2. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Pengujian Regresi Model Pertama (Hipotesis 1a (H1a) dan Hipotesis 1b (H1b): PTBIt+1 = 0.006 – 0.012 LPBTDt + 0.113 LNBTDt + 0.984 PTBIt - 0.005 PTBIt*LPBTDt – 0.387 PTBIt*LNBTDt
19
a. Koefisien PTBIt positif, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan laba akuntansi sebelum pajak periode sekarang terhadap laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang. b. Koefisien PTBIt*LPBTDt negatif, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif namun tidak signifikan, antara PTBIt*LPBTDt dengan PTBIt+1. Perbedaan besar (positif) antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh negatif terhadap persistensi laba satu periode mendatang, semakin besar perbedaannya, maka laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang pun akan cenderung melemah. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya selisih positif antara laba akuntansi dan laba fiskal menyebabkan kualitas laba yang buruk dan merendahkan persistensi laba di masa mendatang. Hal ini konsisten dengan pernyataan Revsine et al (1999) dan penelitian Handayani Tri Wijayanti (2006). Dengan demikian, Hipotesis 1a (H1a) diterima. c. Koefisien PTBIt*LNBTDt negatif, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan, antara PTBIt*LNBTDt dan PTBIt+1. Perbedaan besar (negatif) antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh negatif terhadap persistensi laba satu periode mendatang, semakin besar perbedaannya, maka laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang pun akan cenderung melemah. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal menyebabkan kualitas laba yang buruk dan merendahkan persistensi laba di masa mendatang. Hal ini konsisten dengan hasil pernyataan Revsine et al (1999) dan penelitian Handayani Tri Wijayanti (2006). Dengan demikian, Hipotesis 1b (H1b) diterima. 4.2 Hasil Pengujian Model Regresi Kedua (Hipotesis 2a (H2a) dan Hipotesis 2b (H2b)): PTBIt+1 = -0.004
– 0.010 LPBTDt + 0.063 LNBTDt + 0.996 PTCFt – 0.029
PTCFt*LPBTDt – 0.330 PTCFt*LNBTDt + 0.842 PTACCt – 0.093 PTACCt*LPBTDt – 1.005 PTACCt*LNBTDt
20
a. Koefisien PTCFt positif, menunjukkan bahwa arus kas operasi sebelum pajak mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap laba sebelum pajak satu periode mendatang. Semakin besar arus kas operasi periode sekarang maka laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang akan cenderung naik, dan juga sebaliknya, sehingga dengan makin besarnya arus kas operasi, persistensi laba di masa mendatang pun akan dapat terjaga dengan baik. Hal ini selaras dengan pernyataan Penman (2001), mengenai laba yang berkualitas, yaitu laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. b. Koefisien PTCFt*LPBTDt dan PTACCt*LPBTDt, keduanya adalah negatif, menunjukkan bahwa arus kas operasi dan laba akrual dengan Large Positif Book
Tax Differences berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi untuk satu periode mendatang. Hal ini konsisten dengan hasil pernyataan Revsine et
al (1999) dan penelitian Handayani Tri Wijayanti (2006). Dengan demikian, hipotesis 2a (H2a) diterima. c. Koefisien PTACCt positif, menunjukkan bahwa Laba akrual sebelum pajak mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap laba sebelum pajak satu periode mendatang. Semakin besar laba akrual periode sekarang maka laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang akan cenderung naik, dan juga sebaliknya, sehingga dengan makin besarnya komponen akrual laba, persistensi laba di masa mendatang pun akan dapat terjaga dengan baik. Hal ini selaras dengan pernyataan Penman (2001), mengenai laba yang berkualitas. d. Koefisien PTACCt*LNBTDt dan PTACCt*LNBTDt, keduanya adalah negatif, menunjukkan bahwa laba akrual dengan Large Negatif Book Tax Differences berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi untuk satu periode mendatang. Hal ini konsisten dengan hasil pernyataan Revsine et al (1999) dan penelitian Handayani Tri Wijayanti (2006). Dengan demikian, hipotesis 2b (H2b) diterima.
21
4.3 Hasil Pengujian Model Regresi Keempat dan Keenam (Hipotesis 3) Untuk model regresi keempat dan keenam, CARt+1 merupakan variable dependen dan (PTBIt+1 – a - b*PTBIt) sebagai variable independent untuk persamaan 4 dan (PTBIt+1 – a - b*PTCFt – c*PTACCt) sebagai variable independent persamaan 6. Persamaan 4 dan 6 mengestimasikan sistem secara terpisah untuk masing-masing subsampel untuk mengontrol variasi antar subsampel dalam persistensi komponen akrual dan aliran kas. Jika harga saham secara tepat mencerminkan persistensi laba dan aliran kas dan komponen akrual, maka b = µ dalam persamaan (3) dan (4), dan b 1
= µ dan c = µ untuk persamaan (5) dan (6). 1
2
Tabel 12 menunjukkan hasil estimasi dari persamaan prediksi laba dan penetapan harga dengan data subsampel perusahaan dengan perbedaan besar positif, besar negatif dan kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal. Dalam ketiga subsampel tersebut, koefisien laba dalam model prediksi sebesar 0.988, 0.597 dan 0.969 sedangkan koefisien laba pada model penetapan harganya sebesar 0.180804, 0.078804 dan 0.101745. Berdasarkan perbandingan koefisien tersebut menunjukkan bahwa investor
underweight terhadap laba sekarang dalam hubungannya dengan laba mendatang. Hasil tersebut mengindikasikan pula bahwa harga saham belum mampu mencerminkan informasi laba sekarang untuk memprediksikan laba mendatang. Dengan demikian, investor juga belum mampu membedakan informasi yang ada dalam komponen akrual dan aliran kas dalam menentukan persistensi laba. Hal ini didukung dengan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 13, yang menunjukkan hasil bahwa koefisien komponen laba dalam model prediksi tidak sama dengan koefisien komponen laba dalam model penetapan harga (b ≠ µ1 dan c ≠ µ2), dengan demikian hipotesis 3 ditolak. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Handayani Tri Wijayanti (2006).
22
V. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa : 1. Perbedaan besar positif antara laba akuntansi dan laba fiskal (Large Positif
Book Tax Differences) berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan. 2. Perbedaan besar negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal (Large Negatif
Book Tax Differences) berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan. 3. Perbedaan besar positif antara laba akuntansi dan laba fiskal (Large Positif
Book Tax Differences) yang berhubungan dengan komponen akrual laba berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan. 4. Perbedaan besar negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal (Large Negatif
Book Tax Differences) yang berhubungan dengan komponen akrual laba berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan. 5. Ekspektasi investor terhadap persistensi laba akuntansi yang tercermin dalam harga saham untuk komponen akrual laba tidak konsisten dengan persistensi akrual untuk perusahaan dengan book-tax differences besar. 3.5 Saran Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan penulis, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk penelitian selanjutnya, agar penulis berikutnya memperbanyak jumlah objek penelitian dan memperhitungkan beda permanent dalam menentukan LPBTD dan LNBTD. Pada penelitian kali ini, penulis membatasi diri untuk berfokus hanya pada perusahaan yang mendapatkan laba
selama perioda
pengamatan dan hanya memperhitungkan beda temporer saja dalam menentukan kelompok LPBTD maupun LNBTD.
23
2. Untuk para pemakai laporan keuangan dan laporan tahunan, agar lebih mewaspadai perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang mencerminkan kualitas dari laba akuntansi yang dilaporkan.
24
REFERENSI Ball, R., dan P. Brown (1968), “An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers. Journal of Accounting Research (Autumn)”, pp. 159-177. Board, J.L.G., dan J.F.S. Day (1989), “The Information Content of Cash Flow Figures”, Accounting and Business Research, pp. 3-11. Bowen, R.M., D. Burgstahler., dan L.A. Daley (1986), “ Evidence on the Relationships Between Earnings and Various Measures of Cash Flow”, The Accounting Review vol. LXI, no. 4. pp. 713-725 Chandrarin, G. (2001), “Laba (Rugi) Selisih Kurs Sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Akuntansi: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia”, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Dechow, P (1994), “Accounting Earings and Cash Flow as Measures of Firm Performance: The Role of Accounting Accruals”, Journal of Accounting and Economics 18 (July), pp 3-42. Finger, C.A. (1994), “The Ability of Earnings to Predict Future Earnings and Cash Flow”, Journal of Accounting Research, vol. 32, no. 2 (Autumn), pp. 210-223. Gujarati, Damodar N. (2003), Basic Econometric, Singapura: Mc Graw Hill.
Hanlon, M. (2005), “The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and Cash Flows When Firms Have Large Book-tax Differences”, The Accounting Review 80 (March), pp 137-166 Harnanto (2003), Akuntansi Perpajakan, Edisi Pertama, Yogjakarta: BPFE. Ikatan Akuntansi Indonesia (2007), Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta : Salemba Empat. Keefee, Tim CFA, Earnings Quality, www.investopedia.com Kormendi, R dan R. Lipe (1987), “Earnings Inovations, Earnings Persistence, and Stock Return”, Journal of Business 60, pp. 323-345. Lipe, R (1986), “The Information Contained in The Component Earnings”, Journal Accounting Research, pp. 37-64. Parawiyati., dan Z. Baridwan, (1998), “Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Laba dan Arus Kas Perusahaan Go Publik di Indonesia”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol. 1, no. 1 (Januari), pp. 1-11. Penman, Stephen H. (2007), Financial Statement Analysis and Security Valuation, Singapura. The McGraw-Hill Companies, Inc. Scott, William R. (2009), Financial Accounting Theory, Amerika Serikat, Pearson Prentice Hall.
25
Sloan, R. G. (1996), “Do Stock Prices Fully Reflect Information in Accruals and Cash Flows about Future Earnings?”, The Accounting Review 71 (July), pp 289-315 Sopa Sugiarto (2003). “Perataan Laba dalam Mengantisipasi Laba Masa Depan Perusahaan”, jurnal dalam Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 16-17 Oktober 2003, p. 351 Warastuti, Y. (2003). “Analisis Kemampuan Harga Saham dalam Mencerminkan Informasi Laba dan Dividen yang Digunakan dalam Pembentukan Ekspektasi Laba Mendatang”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Xie, H. (2001). “The Mispricing of Abnormal Accruals”. The Accounting Review 76 (July). pp 357-373
26
Tabel 1 Sampel Penelitian Jumlah Kriteria Sampel Perusahaan Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI 459 Jumlah perusahaan yang memiliki laba komersil, laba fiskal dan arus kas operasi negatif 383 Jumlah Perusahaan yang memiliki laba komersil, laba fiskal dan arus kas operasi positif 76 Perusahaan dengan data tidak lengkap 2 Perusahaan yang terdaftar di BEI setelah 1 Januari 2005 14 TOTAL SAMPEL 60 Sumber : www.idx.co.id
Tabel 2 Tabel Statistik Deskriptif Persamaan Regresi 1 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PTBI t+1
.1494
.13781
180
LPBTD t
.0889
.28538
180
LNBTD t
.1111
.31515
180
PTBI t
.1443
.11812
180
PTBIt * LPBTDt
.0142
.05854
180
PTBIt * LNBTDt
.0251
.09313
180
Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 3 Pengujian Model Regresi 1 ANOVA b Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2.113
5
.423
Residual
1.286
174
.007
27
F 57.170
Sig. .000a
Total
3.399
179
a. Predictors: (Constant), PTBIt * LNBTDt, PTBIt * LPBTDt, PTBI t, LNBTD t, LPBTD t b. Dependent Variabel: PTBI t+1
Sumber : Ouput SPSS 16.0
Tabel 5 Koefisien Determinasi Persamaan Regresi 1 Model Summary b Std. Error of the Model
R
R Square .788a
1
Adjusted R Square
.622
Estimate
.611
Durbin-Watson
.08598
2.050
a. Predictors: (Constant), PTBIt * LNBTDt, PTBIt * LPBTDt, PTBI t, LNBTD t, LPBTD t b. Dependent Variabel: PTBI t+1
Sumber : Ouput SPSS 16.0
Tabel 6 Koefisien dan Uji t Persamaan regresi 1 Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
.006
.012
LPBTD t
-.012
.037
LNBTD t
.113
.033
PTBI t
.984
PTBIt * LPBTDt PTBIt * LNBTDt
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
VIF
.473
.637
-.024
-.316
.752
.365
2.742
.258
3.419
.001
.382
2.620
.071
.843
13.772
.000
.580
1.723
-.005
.189
.002
.024
.043
.336
2.979
-.387
.128
-.261
-3.011
.003
.288
3.468
a. Dependent Variabel: PTBI t+1 Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 7 Statistik Kolinieritas Persamaan regresi 2 Coefficientsa Collinearity Statistics Model
Tolerance 1
Tolerance
(Constant)
28
VIF
LPBTD t
.325
3.078
LNBTD t
.257
3.886
PTCF t
.336
2.973
.193
5.170
.215
4.351
.424
2.356
.382
2.615
.556
1.797
PTCFt * LPBTDt PTCFt * LNBTDt PTACC t PTACCt * LPBTDt PTACCt * LNBTDt a. Dependent Variabel: PTBI t+1 Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 8 Statistik Deskriptif Persamaan Regresi 2 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PTBI t+1
.1494
.13781
180
LPBTD t
.0889
.28538
180
LNBTD t
.1111
.31515
180
PTCF t
.1979
.15480
180
PTCFt * LPBTDt
.0191
.07598
180
PTCFt * LNBTDt
.0309
.10561
180
PTACC t
-.0536
.10778
180
PTACCt * LPBTDt
-.0049
.02554
180
PTACCt * LNBTDt
-.0059
.02675
180
Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 9 Pengujian Model Persamaan Regresi 2 ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
2.213
29
Mean Square 8
.277
F 39.845
Sig. .000a
Residual
1.187
171
Total
3.399
179
.007
a. Predictors: (Constant), PTACCt * LNBTDt, PTACCt * LPBTDt, PTACC t, PTCFt * LNBTDt, LPBTD t, PTCF t, LNBTD t, PTCFt * LPBTDt b. Dependent Variabel: PTBI t+1
Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 10 Koefisien Determinasi Persamaan Regresi 2 Model Summary b Model
R
1
R Square .807
a
Std. Error of the Estimate
Adjusted R Square
.651
.635
Durbin-Watson
.08331
1.991
a. Predictors: (Constant), PTACCt * LNBTDt, PTACCt * LPBTDt, PTACC t, PTCFt * LNBTDt, LPBTD t, PTCF t, LNBTD t, PTCFt * LPBTDt b. Dependent Variabel: PTBI t+1
Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 11 Koefisien dan Uji t Persamaan Regresi 2 Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model 1
B
Std. Error
(Constant)
-.004
.012
LPBTD t
-.010
.038
LNBTD t
.063
PTCF t
Beta
Collinearity Statistics
t
Sig.
Tolerance
VIF
-.349
.727
-.021
-.271
.787
.325
3.078
.039
.145
1.629
.105
.257
3.886
.996
.069
1.118
14.353
.000
.336
2.973
PTCFt * LPBTDt
-.029
.186
-.016
-.157
.023
.193
5.170
PTCFt * LNBTDt
-.330
.127
-.253
-2.596
.010
.215
4.351
.842
.089
.659
9.495
.000
.424
2.356
PTACCt * LPBTDt
-.093
.394
-.017
-.237
.008
.382
2.615
PTACCt * LNBTDt
-1.005
.312
-.195
-3.220
.002
.556
1.797
PTACC t
a. Dependent Variabel: PTBI t+1
Sumber : Output SPSS 16.0
Tabel 12 Perbandingan Model Prediksi Laba dan Penetapan Harga
30
Subsampel LPBTD LNBTD SmallBTD Sumber : Output SPSS 16.0
b 0,988 0,597 0,969
µ1 = -βb* 0,180804 -0,078804 0,101745
Tabel 13 Perbandingan Model Prediksi Komponen Laba dan Penetapan Harga Subsampel b µ1 = -βb* c µ2 = -βc* LPBTD 0,966 0,18354 0,749 0,14231 LNBTD 0,665 -0,1064 -0,163 0,02608 SmallBTD 0,977 0,102585 0,89 0,09345 Sumber : Output SPSS 16.0
31