Pelabuhan KAMIS pekan lalu selepas pulang kuliah aku langsung ke pelabuhan masih dengan atribut lengkap anak kampusan. Paman dan istrinya akan tiba dari Kalimantan sekitar jam dua siang. Tujuan mereka ke sebuah kota di Kalimantan itu adalah menikahkan anak perempuannya yang dapat suami orang Dayak. Sebenarnya mereka berencana naik kapal terbang, tapi karena lambat membooking, tiket pun ludes sehingga terpaksa mereka pakai kapal laut. Jadwal pesawat dari sana kesini hanya tiga kali seminggu. Selasa, Rabu, Kamis. Maklumlah kotanya tidak tergolong besar. Jarang penumpang. Hanya satu perusahaan pesawat yang mengudara. Mahal benar pula tiketnya. Padahal tepat hari minggu besoknya, anak mereka yang lain akan menikah. Tapi akad dan resepsinya tidak diadakan di luar kota meskipun calon istrinya asli Tulung Agung. Calon besannya yang datang ke sini, Surabaya. Tahun ini memang musim nikah bagi keluarga kami. Terhitung lima sepupu dan satu paman yang menikah tahun ini. Di perjalanan menuju dermaga aku sempat diserapahi sopir angkot karena terlalu ceroboh saat memotong jalan untuk putar balik. “Goblok!!!” ujarnya lantang. Beberapa pengendara lain yang kulihat di sekitarku tak peduli dengan kejadian sepele itu namun beberapa yang lain tertawa ringan terkesan mengejek. Aku pun demikian. Menertawakan kesembronoanku dan kenaikpitaman sang sopir. Tiket masuk ke area pelabuhan tiga ribu rupiah bagi satu orang termasuk sepeda motor. Kalau naik kendaraan roda empat hitungannya per-orang tiga ribu lima ratus. Sehabis memarkir kendaraan aku langsung ke gerbang sebelah timur. Setelah turun dari kapal, biasanya para penumpang keluar lewat pintu itu. Aku berniat untuk langsung nyelonong masuk agar bisa menyambut pamanku tepat saat mereka baru turun dari kapal.
Jadi aku bisa ikut mengangkatkan barang bawaan mereka. Meski mereka biasa memakai jasa porter, siapa tahu ada beberapa tas ringan yang mereka tenteng yang memungkinkan untuk kuambilalih membawakan. Tapi langkahku tertahan saat seorang anak pamanku memanggilku.. “Roy!!” teriaknya. menghampirinya.
Satu
kata
itu
cukup
membuatku
“Kau bawa mobil?” tanya Bang Toha setelah aku tepat di hadapannya. “Enggak Bang. Aku pulang kuliah langsung ke sini. Mobilnya dipakai kakak. Memangnya Abang nggak bawa?” aku balik tanya. “Mobilnya dipakai Sandi, jemput calon mertuanya. Tapi gampanglah, nanti kalau sepeda motor kita nggak cukup biar mereka naik taksi aja. Dari awal niatku juga begitu” ucapnya santai seraya menyodorkan harian lokal kepadaku. Namun aku sedang malas membaca sehingga koran itu hanya ku pegang lalu aku pun duduk di samping Bang Toha, tidak di bangku, hanya di logam menjulur yang merupakan pagar rendah yang membatasi antara selokan dan halaman pelabuhan. Pelabuhan begitu ramai. Tak jauh beda dengan terminal, bandara, atau stasiun. Pedagang koran dan asongan yang menjajakan barangnya. Calo-calo tiket yang agresif. Sopirsopir taksi gelap dan terang yang berjaga-jaga di sekitarku menanti penumpang kapal yang baru keluar, lalu menawarkan harga dan tempat tujuan. Sekelompok SPG alias Sales Promotion Girl yang tersebar berkeliaran berpakaian seragam menawarkan produk minuman botol kaca kecil penambah stamina. Ada juga kelompok yang lain menawarkan permen mint. Dua kelompok itu sempat menawarkan barangnya kepadaku. Tapi kutolak. Seorang berwajah sedikit garang disampingku juga mereka tawari. Dia menyempatkan diri menggoda SPG-SPG itu. Sesekali mencari kesempatan mencolek-colek bagian tubuh wanita tersebut. Begitulah memang resiko pekerjaan mereka. Kalau ada pekerjaan
lain yang lebih layak, aku yakin mereka tidak akan memilih pekerjaan seperti itu. Ketidakteraturan tata letak dan sarana ketertiban di pelabuhan juga tidak jauh beda dengan terminal. Sampah masih bergelimpangan. Kesadaran hidup bersih masih kurang. Bahkan saat itu aku melihat seorang berseragam yang seharusnya menjadi contoh bagi yang lain membuang puntung rokok dihadapannya seraya menginjak ampasnya yang masih menyala, padahal tak sampai tiga langkah di kanannya keranjang sampah bertengger gagah nampaknya baru diganti. Beberapa meter disampingku seseorang malah membuang bungkus rokok ke selokan pelabuhan. Repot memang. Bila banjir salahkan pemerintah. Badan sendiri sengaja menyumbat saluran air. “Roy, itu Ramon” Bang Toha memecah keterpakuanku. “Kayaknya dia bawa mobil nih Bang”. “Harusnya sih begitu, dia tak bilang mau ke sini. Kalau tahu begitu kan aku bisa menumpang”. Masih satu meter di hadapan kami, Ramon sudah mulai kecapan “Gila! Diparkiran tadi seru. Dua orang berkelahi seperti di film Jackie Chan. Sampai naik-naik ke mobil segala. Melompatlompat. Kayaknya gara-gara enak dilihat, orang-orang jadi bengong lantas lupa kalo harus melerai”. “Siapa mas?” tanya seseorang di samping Bang Toha yang ternyata turut menikmati sekelumit cerita Ramon. “Nggak tahu. Tapi yang satu sih pake rompi tukang parkir”. “Paling-paling rebutan lahan” orang itu menanggapi. ”Mungkin juga sih. Tapi nggak tahu lah”. “Hei, kamu bawa mobil?” Bang Toha mengalihkan pembicaraan. “Iya Bang, tadi kan kejadiannya saat aku markir mobil”.
“Sandi sudah pulang?”. “Belum. Nanti sore katanya Bang” Bang Toha hanya mengangguk. “Sekarang harga-harga naik semua. Kencing aja dua ribu” keluh Ramon yang mengaku baru buang air selepas memarkir mobil dan menyaksikan perkelahian tadi. “Makanya Mon, kalo sedekah jangan dua ribu. Jangan samakan harga ke toilet dengan harga ke surga” sambutku. “Benar juga tuh Roy” Ramon menyetujui pendapatku. “Akhirnya tadi yang bertarung gimana Mon?”. “Yah dipisahin orang-orang juga sih Roy. Kebetulan pas ada polisi. Dibawa deh dua-duanya”. Bang Toha melepas pandang ke arlojinya. “Sudah jam setengah tiga. Nggak biasanya molor begini” “Abang tadi sudah tanya informasi kepastian kedatangannya?” tanyaku. “Sudah. Katanya ya jam dua” “Kita masuk aja deh. Kita nunggu di sana aja” “Emang boleh Roy?” Ramon heran “Ya Boleh” “Tapi itu ada tulisan bahwa batas penjemput cuma sampai di depan sini kan” “Itu kan cuma tulisan Mon. Formalitas peraturan” “Yang benar Roy?” “Kamu nggak pernah jemput ke sini?” “Nggak tuh”
“Pantas nggak tahu” “Ayo” ajak Bang Toha. Kami pun masuk lewat pintu itu untuk mendekatkan diri ke pemarkiran kapal. Seperti biasa, para petugas tidak berusaha menghalangi kami. Tulisan di depan cuma tulisan. Bukan peraturan. Atau mungkin aturan lama yang sudah tidak dipakai tapi sampai sekarang tulisannya belum sempat dienyahkan. Kami mendekati bibir dermaga. Banyak kapal mengambang berhenti atau berjalan di air sekitar kami. Entah kemana tujuannya. “Sepertinya itu kapalnya, Bang” Ramon menunjuk ke sebuah kapal motor besar yang terlihat di kejauhan sekitar seratus meter menghampiri tepi pelabuhan. “Benar. Itu kapalnya” “Kita nunggu di sana aja Bang” aku mengajak mereka menunggu di tempat teduh. Mereka setuju. Porter-porter dan petugas pelabuhan menyambut kedatangan kapal itu. Mereka mendorong sebuah tangga berundak raksasa guna menghubungkan pintu keluar kapal dengan dasar dermaga. Jarak lima puluh meter ABK melempar seutas tali berpemberat ke dermaga. Tali itu tersambung dengan tali yang lebih besar. Tali berukuran kecil tadi hanya berfungsi untuk memudahkan yang besar mencapai dermaga, maka diikatkanlah tampar itu ke paku bumi yang tertancap di sana. Terparkirlah kapal. Para porter berdesak-rebut ke atas kapal. Menjemput penumpang yang butuh jasa mereka. “Porter-porter dulu berbeda dengan sekarang. Dulu mereka banyak dicari. Sekarang mereka yang mencari. Dulu para penumpang malas mengangkat barang sendiri. Tentu karena uang mereka masih dan banyak ada untuk membayar porter. Tapi sekarang, baik penumpang atau porter sama-sama sukar mengais uang. Jangankan membayar porter, bisa mudik bertemu keluarga
saja sudah syukur” Bang Toha berucap. Kami percaya dengan ucapannya. Sejak kecil ia yang paling sering berlayar. Ke rumah kakek yang di Kalimantan atau ke kampung nenek yang di Sumatra. “Itu mereka Bang” “Lambaikan tanganmu Mon” pintaku “Heii!!” Ramon melambai. Paman dan Bibiku tersenyum. Tak ada barang bawaan tertenteng di tangan atau bahu mereka. Mereka menggunakan jasa porter. Kalau mampu membayar memang lebih baik begitu, bagi-bagi rejeki, demikian salah satu filosofi mereka yang pernah kudengar. Kami lalu bergantian bersalaman dengan kedua orang tua kami. “Ayahmu nggak ikut Roy?” “Nggak Om. Sibuk katanya” “Wah dia itu bagaimana. Janjinya mau jemput” Pamanku sedikit berkeluh. “Tapi ngomongnya kan sambil bercanda Mas” sahut Bibiku. “Iya sih. Eh, kalian bawa mobilkan?” “Iya pa” “Baguslah” “Sampai di sini aja pak porter. Biar mereka yang bawa ke mobil” Bibiku meminta kedua porter yang mengangkut barang bawaan mereka untuk menyerahkan semua bawaannya pada kami. “Nggak jadi sampai mobil bu?” “Sudah di sini aja. Anak segini banyak apa gunanya” “Oh iya Bu. Terima kasih” Kami bertiga mengambil alih pembawaan barang. Berbagi serata mungkin. Tidak ada yang
paling berat karena barangnya memang sedikit. Hanya empat tas berukuran sedang. Laluy terlihat porter tadi kembali merangsek naik ke kapal. Mencari pelanggan lain. “Porternya diberi berapa Ma?” tanya Ramon “Standar sih lima puluh ribu berdua. Aku sih mau beri lebih, tapi kata papa mu nggak mendidik” “Tapi benar kan, kalau memberi terlalu banyak nantinya mereka selalu mengharap banyak dari penumpang. Padahal nggak semua penumpang bisa memberi banyak” sambut Paman. “Benar itu Pa. Papa memang pintar. Jenius. Aku senang punya papa kayak gini” “Aslinya niatmu mengejek aku, Mon” Paman melengos “Nggak Pa, aku serius” ujar Ramon yang sering benar bercanda dengan ayahnya
sambil tertawa ringan.
“Ah sialan kamu” Tidak terasa kami sudah berada di depan mobil. Aku dan Bang Toha kembali berpamitan dengan para calon pengguna mobil tersebut, kami tak bisa satu kendaraan sebab kami membawa sepeda motor masing-masing. Mereka semua berpesan agar kami berhati-hati di jalan. Sebenarnya tanpa dipesani pun kami tetap akan hati-hati. Tapi tak apalah, itu kan salah satu tanda mereka peduli pada kami.–
Sepatu Part I UNAIR NEWS – “Buk, aku mau beli sepatu. Yang lama sudah rusak” “Yasudah, itu ambil uangnya di bawah koran dalem lemari”
Dini mengikuti petunjuk ibuknya, namun urung. Dia
kembali.
“Buk,ndak cukup” “Lha kok bisa ndak cukup. Wong biasanya segitu bisa dapet dua pasang sepatu” “Aku mau yang kayak temenku” Waktu itu Dini berjanjian akan kerja kelompok. Teman – teman sekelompoknya sepakat akan mengerjakan di ruang belajar lesehan. Untuk masuk ke ruang itu, harus melepas alas kaki dan meletakkan di rak besar luar ruangan itu. Dia sempat ragu meletakkan sepatunya sederet dengan teman – temannya. Di sana berjejer sepatu – sepatu bermerek mahal. Sepatu Dini hanya flatshoes tipis yang akan mengelupas setelah dipakai tiga bulan. Akhirnya Dini meletakkan sepatunya jauh dari deretan sepatu teman sekelompoknya. Sayangnya, di deretan lain Dini menemukan merek sepatu yang juga tergolong mahal. Apa hanya dia yang memakai sepatu murah ke kampus? “Sepatu kayak apa to nduk?” Dini diam. Dia sadar keterbatasannya. Ibunya hanya seorang buruh cuci. Sementara ayahnya seorang guru honorer. Dia beruntung bisa kuliah dengan bantuan beasiswa. Pendapatan kedua orangtuanya hanya cukup untuk kebutuhan sehari – hari. Terkadang mungkin ditambahi dari beasiswa Dini. Rasa – rasanya Dini tak pernah menikmati uang beasiswanya. Dia menyerahkan sepenuhnya uang itu pada ibuk. Ibuk lebih berhak mengaturnya. Dini tak masalah. Tapi untuk urusan sepatu ini, Dini menjadi sedikit pusing. “Yasudah Buk, aku belinya kapan – kapan aja.” “Loh kok gak jadi to?” Ibuk hanya bisa tersenyum atas tingkah Dini. Dalam hati sebenarnya ibuk merasa bersalah. Ibuk merasa kecewa tidak bisa memberikan yang anaknya inginkan. Ibuk benar – benar
sedih, sayangnya dia hanya bisa diam. Keadaaan tidak kompromi padanya. Semua orangtua selalu ingin mewujudkan keinginan anaknya. Bukan semata – mata untuk balas budi di kemudian hari. Lebih dari itu, orangtua selalu ingin melihat anaknya bahagia. Namun ibuk tidak mampu.
bersambung
Penulis: Tsurayya Maknun Mahasiswa Psikologi
Hadapi Tantangan Kesehatan Global, Dua Laboratorium UNAIR Divisitasi INDOHUN UNAIR NEWS – Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat global dan nasional tak lepas dari sektor pendidikan dan riset. Oleh karena itu, diperlukan laboratorium dan sumber daya yang kuat agar virus serta mikroorganisme berbahaya lainnya dapat diatasi dengan tepat. Maka, peran perguruan tinggi diperlukan di sini. Berkaitan dengan itu, sebanyak dua laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dilakukan self-assessment oleh para anggota The Indonesia One Health University Network (INDOHUN). Pengujian mandiri itu akan dilakukan selama dua hari pada Kamis dan Jumat, 20–21 April 2017. Anggota INDOHUN yang akan memvisitasi dua laboratorium di
UNAIR, Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama, mengatakan, visitasi itu diperlukan untuk memverifikasi dokumen yang dikirimkan oleh UNAIR kepada pihak INDOHUN. “Karena UNAIR sebelumnya sudah mengirimkan kepada kami. Maka, kami datang ke sini untuk melihat laboratorium-laboratorium tersebut sesuai yang dideskripsikan oleh UNAIR,” tutur Wayan. Menurut pakar penyakit tropik itu, baru ada 12 laboratorium yang memenuhi standar untuk divisitasi oleh anggota INDOHUN. Seluruhnya berasal dari tujuh universitas. Sementara, UNAIR sendiri memiliki dua lab yang dianggap memenuhi standar untuk divisitasi. UNAIR bersama enam perguruan tinggi negeri lainnya menjadi anggota dari INDOHUN. Perguruan tinggi lainnya di antaranya adalah Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Gadjah Mada. “Ketika visitasi, kita bisa ketahui apa saja yang kriterianya yang kurang. Kemudian, kita mengadakan workshop untuk mendiseminasikan apa saja yang kurang sehingga nanti bisa fill the gap (memperbaiki mana yang kurang). Setelah itu, kita latih personel yang bertanggung jawab terhadap manajemen, laboratoriumnya, laborannya sehingga nanti bisa memenuhi standar internasional,” imbuhnya. Sedangkan, laboratorium yang sesuai standar adalah biosekuritas, manajemen operasional yang terstandarisasi, peralatan, dan sumber daya manusia. Harapannya, dari penilaian itu, laboratorium perguruan tinggi bisa bekerja sama dengan laboratorium pemerintah untuk memeriksa mikroorganisme yang mengakibatkan wabah. Guru Besar Mikrobiologi FK UNAIR, Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, Sp.MK (K), mengatakan bahwa laboratorium mikrobiologi di UNAIR memang sudah mumpuni untuk digunakan penelitian-penelitian. Selain itu, dengan adanya perluasan
jejaring melalui organisasi seperti ini diharapkan bisa menambah kolaborasi riset dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Kesehatan global Seperti diketahui, kesehatan telah menjadi tantangan bersama masyarakat global. Dalam waktu singkat, mikrooganisme berbahaya dapat dengan mudah menjangkiti wilayah-wilayah lain karena dipicu sejumlah faktor di antaranya populasi berlebih, perubahan iklim, keamanan pangan, dan transportasi. Menurut Wayan, peran laboratorium di perguruan tinggi diperlukan untuk membantu pemerintah dalam menaungi wabahwabah seperti Zika, Anthraks, Flu Burung, dan Tuberkolosis. Perguruan tinggi memiliki peran besar karena para peneliti dihasilkan dari kampus-kampus. “Ketika terjadi outbreak itu yang dibutuhkan adalah diagnosis dini. Maka, diagnosis dini itu sangat penting. Ketika kita well-prepared dan well informed, penyakit tidak akan cepat menyebar,” tutur Wayan. Selain itu, ada tiga fakultas yang bisa mengajukan diri agar laboratorium divisitasi oleh anggota INDOHUN yaitu fakultas kedokteran, fakultas kedokteran hewan, dan fakultas kesehatan masyarakat. Penulis: Defrina Sukma S
Dalam
Empat
Bulan,
Tim
Taekwondo UNAIR Medali Kejuaraan
Raih
24
UNAIR NEWS – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo Universitas Airlangga kembali menorehkan prestasi membanggakan. Kali ini, dalam kejuaraan Taekwondo UTI Pro Tingkat Nasional Bupati Sleman Cup II 2017 yang diselenggarakan pada 15-16 April lalu, tujuh tujuh mahasiswa berhasil membawa pulang satu medali emas, tiga medali perunggu, ditambah dengan penghargaan Best Senior Putri. Dalam kejuaraan itu, Adelia Dwi P. (Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2015) meraih Juara I Kyorugi Senior sekaligus Best Senior Putri, Kurniawan Bimo (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2015) meraih Juara III Kyorugi Senior, dan Lilis Dwi E (Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, 2015) serta Naziati Syafira (Fakultas Vokasi, 2014) meraih Juara III Kyorugi Senior. “Saya sangat bersyukur meskipun dengan persiapan yang cukup mepet juga sedang ujian tengah semester, saya masih punya kesempatan untuk bisa menyumbangkan medali untuk UNAIR dan UKM Taekwondo, dan juga bonus sebagai Best Senior saat kejuaraan,” cerita Adelia Dwi Pratiwi salah satu pemenang kejuaraan yang juga sebagai Ketua UKM Taekwondo. Meskipun peserta didominasi dari wilayah Jawa timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tetapi banyak pula pesaing asal Papua dengan kemampuan tak kalah gesit. Berbekal latihan intensif selama dua bulan, perjuangan tim Taekwondo UNAIR berbuah manis. “Meskipun kita melakukan latihan setiap pagi dan sore sampai dengan malam, tetapi kita juga juga harus pandai me-manage waktu belajar. Apalagi saat UTS seperti ini, jadwal latihan padat dan harus mempersiapkan materi untuk ujian menjadi
tantangan tersendiri bagi kami anak UKM,” jelas Adelia. Masih di tahun yang sama sebelum kejuaraan Taekwondo UTI Pro, UKM Taekwondo telah mengantongi medali berupa delapan emas, enam perak, dan enam perunggu dalam kejuaraan Airlangga Cup III Nasional. (*) Penulis : Disih Sugianti Editor
: Binti Q. Masruroh
UNAIR dan Indosat Kembangkan Kerjasama Teknologi Informasi UNAIR NEWS – Universitas Airlangga bekerjasama dengan PT Indosat Ooredoo dalam bidang pengembangan teknologi informasi. Penandatanganan nota kesepahaman antara keduanya berlangsung Rabu (19/4) di Ruang Rektor, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR. Rektor UNAIR, Prof Mohammad Nasih, menyambut baik kerjasama ini. Ia berharap kerjasama antara UNAIR dengan PT Indosat bisa memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. “Ke depan tentu perkembangan keilmuan kita sangat bergantung dengan teknologi informasi (TI). Ada banyak pola kerjasama yang perlu dikembangkan. Kami menyambut baik kerjasama ini. Untuk itu kami butuh dukungan semua pihak,” ujar Nasih. Director & Chief of Wholesale and Enterprise Officer PT Indosat, Herfini Haryono, mengatakan, ada banyak hal yang ditawarkan PT Indosat untuk UNAIR. Sebagian besar adalah berkaitan dengan pengembangan teknologi di lingkungan kerja UNAIR, seperti pengembangan aplikasi kesehatan, pusat data, dan menjalankan konektivitas tanpa biaya.
“Kami ingin berpartisipasi untuk hal-hal yang memang UNAIR sedang kembangkan dalam hal teknologi. Karena support kami sebagai provider telekomunikasi di bidang teknologi. Hal-hal yang berbau teknologi yang kita belum tawarkan ke UNAIR akan kita tawarkan,” ujar Herfini. Dikatakan Herfini, potensi kerjasama yang akan dijalin antara keduanya tak menutup kemungkinan dalam hal pengembangan kualitas SDM antara keduanya. Mahasiswa maupun tenaga pengajar di UNAIR yang melakukan magang di PT Indosat, maupun SDM di PT Indosat yang meningkatkan wawasan keilmuan dengan melakukan studi di UNAIR. “Harapan kami bisa berpartisipasi lebih. Kita juga menyinggung tentang Indosat bisa lebih proaktif dalam hal kualitas pengajar, menggunakan Indosat sebagai tempat magang. Ada juga non produk, lebih mengarah untuk meningkatkan SDM kedua belah pihak,” ujarnya. Sebelumnya, kerjasama antara PT Indosat dengan UNAIR masih sebatas penggunaan internet service. Dengan kerjasama ini, Herfini berharap PT Indosat bisa berpartisipasi lebih terhadap berjalannya Tri Darma Perguruan Tinggi di UNAIR. Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
Rektor UNAIR Imbau Dosen Tak Hanya Aktif Mengajar UNAIR NEWS – Sebanyak 16 dosen Universitas Airlangga dari beragam fakultas secara resmi memperoleh sertifikat dosen,
Rabu (19/4). Sertifikat dosen diberikan oleh Rektor UNAIR, Prof. Dr. Mohammad Nasih, di ruang kerjanya, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR. Nasih mengatakan, sertifikat yang telah diberikan menandai bertambahnya tugas dan beban dosen. Diharapkan, para dosen semakin meningkatkan kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. “Anda semua dosen, bukan hanya guru. Dosen tidak cukup hanya asyik dengan bidang pengajaran dan perkuliahan. Namun, Anda harus mengabdikan diri untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Ini bukan hanya kepentingan personal tapi kepentingan institusi,” ujar Nasih. Pada kesempatan ini rektor juga berpesan kepada seluruh dosen agar selalu mengedepankan etika profesi dalam bertugas. Tantangan dosen pun bukan hanya menjaga nama baik pribadi, tetapi juga institusi. “Etika profesi sebagai seorang dosen perlu diperhatikan. Kepatuhan terhadap hukum dan nilai-nilai moralitas harus dijunjung tinggi,” tegasnya. Sementara itu, Direktur Sumberdaya Manusia UNAIR Dr. Purnawan Basundoro mengatakan, dosen yang tersertifikasi pada tahun 2016 berjumlah 55 dosen. Hingga kini, dosen UNAIR yang telah tersertifikasi berjumlah 1.387, dari keseluruhan dosen sebanyak 1.895. “Sebagai dosen profesional, mereka harus melaksanakan tiga tugas utama yaitu mengajar, penelitian, dan pengmas. Yang paling penting, hasil penelitian mereka harus bisa dimuat di jurnal internasional bereputasi. Harapannya, mereka bisa memposisikan diri sebagai dosen profesional,” ujar Purnawan. Purnawan menambahkan, keseluruhan dosen yang mendapatkan sertifikasi telah melalui serangkaian proses sertifikasi dosen. Seperti tes kemampuan berbahasa Inggris, tes potensi
akademik, dan berbagai tes lainnya. Mereka juga telah melalui tes eksplorasi potensi diri. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
UNAIR Masih Jadi Kampus Favorit Para Pelajar SMA UNAIR NEWS – Universitas Airlangga akan terus menjadi kampus favorit bagi para pelajar Sekolah Menengah Atas untuk mendapatkan banyak informasi mengenai perguruan tinggi. Kali ini, para siswa dan guru Sekolah Menengah Atas Bima, Kabupaten Jember, menggali banyak informasi umum mengenai UNAIR dan seleksi penerimaan mahasiswa baru, Rabu (19/4). Kepala SMA Bima, Drs. H. Abdul Wahab, mengakui bahwa mutu UNAIR dapat dilihat dari lulusan-lulusan yang telah dicetak almamater. Ia sendiri melihat bahwa ada banyak alumnus UNAIR yang menduduki posisi-posisi strategis UNAIR di daerah maupun nasional. Hal inilah yang melatari minat serta motivasi anak didiknya untuk berkunjung UNAIR. “UNAIR sudah ditaksir oleh pelajar dan guru SMA Bima untuk dijadikan tujuan kunjungan studi. ini merupakan kali pertama untuk siswa kami mengunjungi UNAIR dan kesempatan bagi anakanak untuk mengetahui trik agar diterima jadi mahasiswa UNAIR,” tutur Wahab. Staf Pusat Informasi dan Humas, Anindya Anandita, dalam paparan materinya menyampaikan bahwa UNAIR saat ini ditarget pemerintah untuk menembus posisi 500 perguruan tinggi terbaik
di dunia. “Kita terus memperbaiki sumber daya dan memperbaiki program studi-program studi dengan melakukan akreditasi. Beberapa program studi yang masih belum A, kita upayakan untuk berbenah sehingga posisinya bisa lebih baik,” terang Anindya di hadapan 320 siswa SMA Bima di ruang pertemuan Airlangga Convention Center. Salah satu siswa kelas XI, Fanda, mengatakan bahwa materi kunjungan sedikit banyak berhasil memberinya motivasi dan pengetahuan agar bisa lolos seleksi ke UNAIR tahun depan. Ditanya soal cita-cita, Fanda berkeinginan besar untuk bisa diterima di Fakultas Kedokteran UNAIR. “(Fakultas Kedokteran) bisa dibilang adalah fakultas impian saya dan akan menjadi pilihan pertama saat saya sudah menyelesaikan jenjang SMA,” ucap Fanda. Kepala SMA, Wahab, di akhir sesi kunjungan menyampaikan, pihaknya merasa termotivasi usai mendapatkan banyak informasi mengenai perguruan tinggi, khususnya UNAIR. “Ini memotivasi kami, pihak sekolah, untuk memacu anak-anak SMA Bima untuk berkompetisi dan membuktikan diri bahwa mereka juga bisa menuntut ilmu di kampus favorit yaitu UNAIR,” tegasnya. Penulis: Helmy Rafsanjani Editor: Defrina Sukma S
Tahun 2017, Nilai Tes SBMPTN
Digunakan untuk Seleksi Jalur Mandiri UNAIR UNAIR NEWS – Ada kebijakan berbeda dalam proses seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur Mandiri Universitas Airlangga. Seleksi penerimaan mahasiswa baru di UNAIR jalur Mandiri tak lagi menggunakan tes tulis, melainkan nilai tes SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri) tahun 2017. Hal tersebut disampaikan oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Mochammad Nasih, dalam jumpa pers di salah satu rumah makan di Surabaya, Rabu (19/4). “Pada tahun 2017, ada yang agak berbeda dengan jalur Mandiri. Kami mensyaratkan, lulusan tahun 2015, 2016, dan 2017, yang ingin mengikuti seleksi jalur Mandiri UNAIR harus mengikuti ujian SBMPTN 2017. Pada waktu mendaftar jalur Mandiri, peserta harus menyertakan kartu SBMPTN,” tutur Nasih. Nasih mengatakan, penggunaan nilai ujian SBMPTN bukanlah tanpa sebab. Ia ingin agar proses seleksi jalur Mandiri berjalan lebih sederhana dari sebelumnya. Pasalnya, selama ini, peserta tes jalur Mandiri mengerjakan ujian tertulis berupa tes potensi akademik dan tes berdasarkan kelompok ilmu pengetahuan. Selain itu, soal ujian SBMPTN juga sudah memiliki bobot yang sesuai. Sehingga nantinya, para peserta jalur Mandiri cukup menggunakan nilai tes SBMPTN, prestasi-prestasi akademik dan kesiswaan selama sekolah, dan surat kesanggupan membayar biaya perkuliahan jalur Mandiri. Prodi tak harus sama Nasih berharap agar para peserta benar-benar mempertimbangkan program studi yang dipilih. Bila peserta kelompok ujian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SBMPTN 2017 ingin memilih program
studi kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial di jalur Mandiri UNAIR, peserta diwajibkan mengikuti kelompok Ujian Campuran di SBMPTN 2017. “Misalnya, peserta SBMPTN memilih Kedokteran, tetapi dia ingin memilih Komunikasi saat jalur Mandiri. Dia harus mengikuti ujian IPC saat SBMPTN, baru bisa diterima di Komunikasi jalur Mandiri. Sebab, kita akan menggunakan nilai SBMPTN yang satu rumpun ilmu (untuk bisa diterima di jalur Mandiri UNAIR),” terang Nasih. Pada pendaftar Bidikmisi atau yang kurang mampu secara ekonomi, mereka akan dibebaskan biaya pendaftaran. Asalkan, mereka memiliki nomor pendaftar Bidikmisi. Di akhir jumpa pers, Rektor kembali mengimbau agar para lulusan sekolah menengah atas yang ingin mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur Mandiri UNAIR, segera mempersiapkan diri lebih awal dengan mengikuti ujian SBMPTN 2017. Sementara itu, jadwal kegiatan jalur Mandiri akan segera diperbarui di laman Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru. Untuk mengikuti seleksi jalur Mandiri UNAIR, peserta kelompok IPA/IPS dengan dua pilihan program studi, dikenakan biaya formulir sebesar Rp 300ribu, sementara kelompok IPC dikenakan biaya sebesar Rp 500ribu. Pada tahun 2017, UNAIR akan menerima sebanyak 5.225 mahasiswa baru jenjang sarjana. Pada jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN), UNAIR akan menerima 1.824 mahasiswa, jalur SBMPTN 1.830 mahasiswa, dan jalur Mandiri 1.571 mahasiswa. Penulis: Defrina Sukma S
Anggota UKM Tenis Meja Boyong Piala dari Semarang UNAIR NEWS – Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Airlangga kembali mengharumkan nama almamater. Viviani Nadyaningrum, anggota UKM Tenis Meja, berhasil meraih posisi juara III pada kejuaraan tenis meja nasional yang memperebutkan Piala Rektor Universitas Semarang (USM) tahun 2017. Viviani berhasil meraih juara III setelah mengalahkan lawan asal Universitas Negeri Yogyakarta dengan skor 3–2, pada hari Minggu (15/4) di Gelora Prof. Sudarto, USM. Vivi berlaga di kelas tunggal mahasiswi dan berhasil menyingkirkan peserta seeded (peserta unggulan). “Awalnya, saya tidak menyangka. Saya merasa persiapannya masih kurang optimal. Ketika saya mengetahui lawan adalah seeded, saya merasa ya sudah lah tinggal main saja. Tidak menyangka saya bisa memimpin skor 2–0 kemudian imbang 2–2. Akhirnya, Alhamdulillah menang 3–2,” ungkap Viviani. Kejuaraan yang terselenggara di Gelora Prof. Sudarto, SH Universitas Semarang tersebut merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Universitas Semarang, dengan diikuti sekitar 150 peserta se Nasional dan mempertandingkan beberapa kelas yakni tunggal mahasiswa, tunggal mahasiswi, beregu mahasiswa, tunggal non pon dan beregu non pon. Dalam kompetisi tersebut, UKM Tenis Meja UNAIR mengirimkan tiga pemain pada kelas tunggal mahasiswa, tunggal mahasiswi, tunggal non pon, ditambah satu pendamping (official). “Karena waktu yang mepet untuk pertandingan dan bersamaan dengan UTS (ujian tengah semester), maka kami berangkat tiga orang,”
tutur mahasiswi Program Studi S-1 dan Bisnis, ini.
Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Mahasiswi tahun angkatan 2016 itu merasa bersyukur dengan prestasi yang berhasil diraih. Secara pribadi, ia berharap dapat mengikuti kompetisi secara rutin dan tak berhenti menjadi juara. Penulis: Akhmad Janni Editor: Defrina Sukma S
UKM Sepak Bola UNAIR Raih Juara IV dan Terpilih sebagai Best Fair Play UNAIR NEWS – Setelah sepekan berlaga, akhirnya tim sepak bola dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sepak Bola Universitas Airlangga berhasil mengantongi Juara IV. Dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada ini, sebanyak 15 mahasiswa dari berbagai fakultas turut mengikuti kegiatan yang diberi nama UGM Futsal Championship 2017. Ke-15 mahasiswa tersebut antara lain Ari Riski Harianto, Aldinosa Adjie R, Mudjiono Ade S, Ade Real Madrid, M. Fathir Aziz, M. Fachrul Ananda, Bintang Rasendriya A. S, M. Ali Sabiqin, Victor Gabriell, M. Bayu J, Chairil Usman O, M. Panji Maarifil K, M. Syafrie R, dan Nucky Syafriannoer S. Kompetisi yang diadakan di Planet Futsal Yogyakarta pada tanggal 8 hingga 15 April ini diikuti oleh 32 tim dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional Jakarta,
Universitas Negeri Surakarta, serta Universitas Pembangunan Nasional, Surabaya. Pada babak penyisihan 16 besar, tim sepak bola UNAIR berhasil mengalahkan Universitas Amikom Yogyakarta dengan score 5-4. Kemudian pada babak 8 besar, tim kembali unggul dari Islamic University of Nusantara Bandung dengan hasil akhir 2-3. Namun pada babak semi final, tim sepak bola UNAIR tidak berhasil mengalahkan Tax Usakti, Jakarta. Berbagai persiapan telah dilakukan oleh tim asuhan pelatih Supri dan Guntur tersebut. Termasuk, berlatih empat kali dalam seminggu di tengah padatnya jadwal kuliah. Selain itu, tim sepak bola UNAIR juga sering mengadakan pertandingan uji coba dengan perguruan tinggi lain untuk mengukur kemampuan mereka. Meski belum memperoleh juara I, mereka mengaku bangga karena telah meraih juara IV sekaligus diberi predikat Best Fair. “Kita masuk semi final sudah bangga karena dilihat dari persiapan latihan yang kurang maksimal. Kesulitan kita memang ada pada latihan, karena tiap pemain memiliki jadwal kuliah yang berbeda-beda, sehingga untuk menyatukan itu tidak mudah. Apalagi memang kita tidak mau menyepelekan kuliah,” tutur Ari salah satu pemain dari Fakultas Hukum. (*) Penulis : Pradita Desyanti Editor
: Binti Q. Masruroh