CARA MENGAJARKAN KITABAT/TA`BIR TAHRIRIY
Oleh: Mardi Takwin* Abstrak: Ta’bir Tahririy penting untuk dipelajari, disamping sebagai bagian dari Bahasa Arab bahkan lebih dari itu, juga digunakan dalam menulis al-Qur’an dengan baik dan benar, dalam arti bahwa ketika ingin membenarkan penulisan dalam Bahasa Arab dan al-Qur’an dengan baik, maka mutlak harus dipahami adalah ilmu Ta’bir Tahririy. Alkitabah sebagai suatu keterampilan dalam berbahasa (bahasa tulisan) tidaklah semudah dengan keterampilan yang lain. Menulis membutuhkan kemampuan khusus, karena dalam menulis, penulis harus menggunakan kata-kata yang baik serta mampu menghubungkan antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya.
Kata-kata Kunci : Mengajarkan, Kitabat/ Ta’bir Tahririy. Pendahuluan Pembahasan ini dikemukakan dalam rangka mencari jalan terbaik menuju pengajaran bahasa Arab yang targetnya membuat siswa mampu menyusun kalimat dalam bahasa Arab sesuai dengan kaidah-kaidah ta`bir tahririy. Keterampilan menulis adalah salah satu dari empat komponen keterampilan yang harus dicapai dalam pengajaran bahasa pada umumnya dan bahasa Arab khususnya. Oleh karena itu, sesuai dengan judul di atas, maka tulisan ini membahas tentang cara mengajarkan al-kitabah agar keterampilan menulis (writing skill) dapat dicapai. Writing ( )ﺍﻟﻛﺘﺎﺑﺔsebagai suatu keterampilan dalam berbahasa (bahasa tulisan) tidaklah semudah dengan keterampilan yang lain. Writing membutuhkan kemampuan khusus, karena dalam menulis, penulis harus menggunakan kata-kata yang baik (yang tepat) beserta mampu menghubungkan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dan bahkan harus mampu menghubungkan antara paragraf yang satu dengan parafgraf yang lainnya. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Byrne bahwa: *
Mardi Takwin, Dosen tetap STAIN Palopo dan memperoleh gelar Magister Hukum Islam (M.HI) di UIN Alauddin Makassar
79
80
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
Writing is clearly much more than the production of graphic symbol. Just as speech is more than the production of sound. The symbols have been arranged to form sentences or even a number of unrelated sentences arranged in particular order and linked together in certain ways. (D. Byrne, 1984:1). Meskipun pernyataan Byrne berkaitan dengan pengajaran bahasa inggris, nampaknya kesulitan serupa juga di dapatkan dalam pengajaran keterampilan menulis (ta`bir tahririy) dalam pengajaran bahasa Arab. Sebagai bahan pertimbangan, ada pernyataan yang ditemukan oleh Fulller bahwa: There are only two things that you really need to learn when you study a foreign language : words, and how to put them together. You just can`t learn a language without learning words lots of them. (Graham E. Fuller, 1987:55). Jika diamati pernyataan Fuller di atas, sepintas sangat sederhana, namun kemudian dengan pengamatan yang mendalam akan ditemukan makna yang sangat mendalam. Menurut pernyataan tersebut, paling tidak ada dua hal penting dalam pengajaran writing yaitu penguasaan kosa kata, dan struktur kalimat untuk menempatkan kata demi kata untuk membentuk kalimat. Berdasar dari uraian dua pernyataan yang mirip di atas, maka pengajaran bahasa Arab pun mengalami hal yang sama. Dengan demikian untuk mengurangi kesulitan-kesulitan itu dalam tulisan ini akan ditawarkan beberapa cara pengajaran al-ki`tabah dalam pengajaran bahasa Arab. Pengertian Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, cara berarti usaha, jalan yang harus ditempuh dalam melakukan sesuatu. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1995:172). Sedangkan kata “mengajarkan” berasal dari kata “ajar” yang dapat awalan “Meng” dan akhiran “Kan” yang berarti memberikan pelajaran kepada. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1995). Selanjutnya, kata kitabat ( )ﺍﻟﻛﺘﺎﺑﺔadalah shigat masdar dari fi`il, “ﻴﻛﺘﺐ- ”ﻛﺘﺐyang berarti “menulis” sedang tern ta`bir tahririy adalah istilah lain dari ta`bir kitabiy atau qalamiy “ ”ﺍﻟﻛﺘﺎﺒﺔyang mengandung arti pengungkapan perasaan dan pikiran melalui bahasa tulisan. (Fathi Ali Yunus, et, al., 1981:249).
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
81
Bertolak dari pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cara mengajarkan khitabat/ ta`bir tahririy adalah taktik untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dengan mudah dan cepat. ( Azhar Arsyad, 1996:8). Tujuan Pengajaran Ta’bir Tahriry Untuk mengukur berhasil tidaknya suatu pengajaran, dipandang perlu menentukan tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula halnya dengan pengajaran ta`bir tahririy. Dalam dunia pendidikan dikenal “tujuan instruksional”. Tujuan instruksional ini ada yang disebut tujuan instruksional umum (TIU) dan yang lain disebut tujuan instruksional khusus (TIK) dalam hal ini metode, approach, dan teknik diharapkan dapat membantu . TIU pengajaran ta`bir tahririy berbeda karena perbedaan jenjang pendidikan (basic, intermediate, and advanced) pengajaran pada basic level adalah agar peserta didik dapat membentuk pola ta`bir sederhana mengikuti pola ta`bir yang seharusnya. Untuk level lanjut (intermediate) lebih menekankan agar siswa dapat membentuk kalimat yang lebih sempurna yang mengandung pengertian yang utuh sesuai dengan topik-topik dan pola ta`bir tertentu. (Tayar Yusuf, et.al., 1997:204). Pada level advanced, tujuan pengajaran tahririy adalah agar siswa dapat menulis karangan bebas sesuai topik yang diinginkan. Dari tujuan pengarang ta`bir tahririy pada setiap level di atas, dapat dipahami bahwa dalam menyusun tujuan pengajaran ta`bir tahririy harus diperhatikan faktor-faktor mengenai tingkat kemampuan siswa dan tingkat umur. Ini berlaku bukan hanya pada jenjang pendidikan formal tetapi juga non formal. Tehnik Pengajaran Teknik pengajaran ta`bir tahririy seharusnya konsisten mengacu pada tujuan pengajaran ta`bir tahririy di atas. Pada pembahasan ini penulis lebih dominan menerapkan ta`bir tahririy adalah metode Qawait dan tarjamah, selebihnya adalah pendukung Al-Nazariyat al-Wihdat metode Qawait (reading comprehension) dapat dikembangkan bersama-sama dengan insya tahririy. Sedanglkan teknik yang digunakan harus konsisten dengan metode. (Radhi al-Hafid, 1993:32-33).
82
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
Penulis mengetengahkan teknik pengajaran ta`bir tahririy untuk setiap level sebagai berikut: 1. Basic level Berdasarkan dari pernyataan Fuller sebagaimana dikemukakan dalam pendahuluan, maka yang terpenting untuk merangkai kata demi kata menjadi sebuah kalimat adalah penguasaan kosa kata (vocabulary), kemudian pada struktur kalimat, termasuk memilih kata yang tepat dalam bahasa Arab (diksi). Pada level ini juga diperkenalkan struktur dasar bahasa Arab. Guru mulai memperkenalkan struktur dasar seperti: Dan seterusnya. Selanjutnya, siswa di tuntun mensubtitusikan mengganti salah satu unsur kalimat dengan kata lain melengkapi kalimat yang belum sempurna, mengubah kalimat aktif menjadi pasif, mengubah kalimat berita (misalnya kalimat yang tersusun dari mubtada dan khaba, menjadi kalimat dan seterusnya. Intermediate level (Lanjutan) Pada level ini, pengajaran insya tahririy meningkat, yakni menstressing pada pembentukan kalimat yang telah sempurna yang di dalamnya mengandung pengertian yang utuh. Guru memperkenalkan cara-cara menyusun kalimat yang tepat untuk mengilustrasikan suatu peristiwa. Berkaitan dengan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa penguasaan tata bahasa sangat penting dalam menulis sebagaimana diungkapkan oleh White bahwa: To be able a piece of prose, we must be able to write a connected series of sentence which are grammatically linked. (R.V. White, 1980:16). Guru juga dapat memilih topik-topik yang tepat bagi siswa, kemudian guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendiskusikan pada saat mereka belajar ta`bir tahririy dan dapat pula diuraikan dalam bentuk tulisan pada waktu belajar ta`bir tahririy.. (Muhammad al-Qadri Ahmad, 1979:244). Di awal pelajaran siswa diberi kesempatan dalam bentuk tulisan. Hal ini dimaksudkan untuk efesiensi waktu. 2. Advanced level Pada tingkat yang lebih tinggi, materi ta`bir tahririy tidak lagi terikat pada pola ta`bir tertentu, siswa dapat mengembangkannya. Guru hanya diberikan topik, lalu siswa mengungkapkan dalam bentuk bahasa tulisan. (Tayar Yusuf, 1997). Apabila cara ini dianggap masih menyulitkan, maka guru sebaliknya menjelaskan
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
83
terlebih dahulu pola-pola yang dianggap penting untuk menjadi kerangka, dalam aplikasi menulis. (Muhammad al-Qadri Ahmad, 1979:245-246). Guru tidak boleh menekankan pola-pola ta`bir tertentu, sebab cara menekankan pola-pola tertentu tidak akan memperkaya penguasaan ta`bir bagi siswa. Konsekuensinya, guru harus menguasai beberapa ta`bir yang benar. ( Muhammad alQadri Ahmad, 1979). Sebenarnya, berdasarkan beberapa literature, baik yang berkaitan dengan pengajaran bahasa asing pada umumnya (termasuk bahasa inggris), dan bahasa Arab khususnya teknik praktis pengajaran writing (insya` tahririy) berbagai tawaran. Namun paling tidak, ada beberapa hal yang dikemukakan oleh penulis antara lain: a. Mengisi titik-titik, menjawab pertanyaan, melengkapi pertanyaan, memilih kata yang tepat (diksi), dan lain-lain. ( Muh. Mansyur, et.al., 1994:299).
b. Siswa membuat kongklusi dari suatu wacana, atau menyuruh siswa mengarang dalam bentuk short stories (kisah-kisah pendek) sesuai dengan keinginan peserta didik. ( Mahmud Ismail Shinniy, 1985:157).
c. Sebagaimana lazimnya dengan pelajaran-pelajaran yang lain evaluasi pengetahuan ta`bir siswa sangat penting. Hal ini bertujuan agar kesalahan yang terjadi dalam menulis ta`bir dapat diperbaiki. Koreksi Seperti poin c di atas, evaluasi bertujuan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dialami peserta didik dalam menulis ta`bir tahririy. Namun memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa dalam menulis ta`bir bukanlah semudah membalik telapak tangan karena beberapa faktor. Berikut ada beberapa cara yang ditawarkan sebagai cara praktis mengoreksi kesalahan-kesalahan ta`bir siswa. 1. Seorang guru ta`bir tahririy dalam memperbaiki kesalahan siswa tidak perlu dilakukan sekaligus (baca: bertahap). Hal ini bertujuan agar siswa tidak mengeluh dengan banyaknya kesalahan yang dilakukan dalam satu waktu. 2. Guru memperhatikan beberapa aspek seperti kesalahan penulisan, struktur kalimat, nahwu, sharaf, ketidak jelasan makna, dan kesahihan ta`bir.
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
84
3. Berdasarkan pada pola ta`bir yang pendek karena penekanannya adalah struktur kalimat, keindahan usluk, substansi pembicaraan dan diksi. 4. Guru membandingkan perbaikan (koreksi) yang ditulis di papan tulis dengan apa yang ditulis oleh siswa dalam buku latihan mereka. 5. Guru segera mengembalikan buku latihan siswa agar kesalahan yang dilakukannya segera disadari dan dilihat perbaikannya. 6. Guru harus mempunyai keyakinan bahwa siswa telah memperbaiki kesalahannya. (guru juga harus memiliki kepercayaan kepada siswanya). Hal ini dimaksudkan agar guru tidak mudah mengalami stress. 7. Guru mendengarkan kesalahan dan perbaikannya dengan menyuruh siswa untuk membacanya, dan yang lain mendengarkannya dengan seksama. Demikian beberapa tawaran cara melakukan koreksi dalam pengajaran ta`bir. Namun hal ini bukanlah suatu hal yang mudah. Oleh karena itu, sebelum sampai pada kesimpulan, penulis menyampaikan kritik terhadap para pengajar bahasa Arab umumnya, dan pengajar ta`bir tahririy khususnya. Pengajar sulit melakukan koreksi karena Ia sendiri tidak menguasai banyak tau tentang apa yang seharusnya diajarkan. Hal ini bertujuan agar para calon pengajar bahasa Arab segera menyadarinya. Dengan demikian, para pengajar dan calon pengajar bahasa, sebagai bahan renungan sejenak, ungkapan Amran Halim dalam laporan hasil penelitian tentang “the status and Role of English in Indonesia,” beliau berkesimpulan bahwa “Teachers themselves have to learn the lessons with such difficulty before entering the classroom, let alone the students. (Azhar Arsyad, 1997). Ungkapan Amran Halim ini kalau diterjemahkan kurang lebih maknanya: “Jangankan Murid yang merasakan adanya kesulitan, sedangkan guru sndiri harus mempelajarinya dengan susah payah terlebih dahulu sebelum masuk (mengajar) di kelas.” Penutup Berangkat dari beberapa uraian terdahulu yang diakhiri dengan sebuah ungkapan yang patut direnungkan, penulis mengemukakan beberapa poin penting sebagai berikut:
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
85
1. Pengajaran ta`bir tahririy adalah sebuah aktivitas pengajaran bahasa Arab yang berorientasi pada keterampilan menulis (writing skill) untuk mengungkapkan pikiran secara tertulis. 2. Istima` muhadatsa, dan mutalaah lebih dulu diajarkan sebelum mengajarkan ta`bir tahririy 3. Pengajaran ta`bir tahririy dilakukan secara gradual, mulai dari komposisi terkendali sampai pada komposisi bebas. 4. Metode akan menjadi lebih penting dari subtansi, namun guru yang tidak menguasai subtansi akan mengalami kesulitan dalam mengajar di kelas. Daftar Rujukan Ali, Fathi Yunus, et, al.,1981. Asasiyat Ta`lim al-Lughat al-Arabiyah alDini yat Mesir. Dar al-Isagaput. Arsyad, Azhar. 1996. Asasiyat Ta`lim al-Lughat al-Ajnabiyat Li Mudarisyi al- Lughat al-Arabiyat, Ujung Pandang: Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin. . Teori A dan B: Langkah-langkah Mempelajari dan Mengajarkan Bahasa Inggris, makalah disampaikan pada seminar Fakultas Sastra Universitas 45 tanggal 26 April 1997. D. Byrne. 1984. Teaching Writing Skill, England: Longman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka. Fuller E, Graham. 1987. Ho to Learn a Foregn Language, Wasington D.C; Random House inc. al-hafid, Radhi. 1993. Pengembangan Materi dan Pengajaran Bahasa Arab Ujung Pandang: IAIN Alauddin Fa. Adab. Ismail Mahmud Shinniy. 1985. Mursyid al-Mu`allim Fi Tadrisa al-Lugat al-Arabiyah Li Ghiayre al-Naugma biha. Cet. II; t.tp; Maktabat alTarbiyah al-Arabiyah Li Duwali al-Khalij. Malibary A. Akron. 1987. Pengajaran Bahasa Arab di Madrsah Aliyah. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang. Mansyur Muh. et.al. 1994. Beberapa PrinsipPengajaran Bahasa Arab t.tp: Direktorat Jendral Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam Universitas Terbuka. al-qadri, Muhammad Ahmad. 1979. Turuq Taklim al-Logat al-arabiyah. Cet.I; Kairo: Maktabat al-Nahdat al-Misriyah.
86
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
White, R.V. 1980. Teaching Writing English, London: Heineman Educational Books. Yusuf Tayar, et.al. 1997. Metode Pengajaran agama da bahasa Arab. Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada.