Tabel 3.1 Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Barito Selatan
No 1. 1.1 1.1.1
Uraian Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah
1.1.2
Restribusi Daerah
1.1.3
Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan
1.1.4 1.2
Lain-lain PAD yang Sah Dana Perimbangan
2006 Rp
2007 Rp
2008 Rp
2009 Rp
2010 Rp
2011 Rp
Rata-rata Pertumbuhan %
356.538.143.426
421.598.733.088
440.803.165.528
468.102.650.745
477.992.538.604
580.894.709.071
9,6
12.272.421.360
13.427.445.861
12.897.865.273
15.561.181.850
12.705.738.294
15.751.322.977
1,89
807.317.212
784.505.122
1.319.779.864
1.466.509.530
1.246.839.683
3.587.000.000
50,40
3.059.529.766
3.405.431.781
4.206.305.159
5.050.320.753
5.487.823.591
6.433.653.743
15,38
620.117.211
1.338.567.818
1.500.631.681
2.747.152.286
1.903.134.946
3.047.769.233
45,07
7.803.457.259
7.898.861.140
5.871.148.569
6.279.199.280
4.067.940.074
2.268.900.000
(0,41)
344.265.722.067
406.807.675.627
420.897.576.780
438.649.425.205
444.480.390.367
504.253.962.352
6,79
51.623.443.911
69.926.163.836
61.026.013.780
57.065.306.205
66.815.330.367
76.086.432.352
8,33
1.2.1
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
1.2.2
Dana Alokasi Umum
258.011.000.000
290.368.000.000
317.421.563.000
331.540.119.000
332.356.460.000
385.876.630.000
7,63
1.2.3
Dana Alokasi Khusus
28.136.425.563
44.880.946.874
42.450.000.000
50.044.000.000
45.308.600.000
42.290.900.000
15,61
III - 3
No 1.3 1.3.1
Uraian Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah
2006 Rp
2007 Rp
2008 Rp
2009 Rp
2010 Rp
2011 Rp
Rata-rata Pertumbuhan %
4.494.852.593
6.632.562.917
7.007.723.475
13.892.043.690
20.806.409.943
60.889.423.742
-
1.363.611.600
-
-
420.199.037
500.000.000
-
-
-
-
-
6.632.652.917
5.332.879.275
7.867.193.690
7.428.108.106
11.165.479.862
7,45 64,35
1.3.2
Dana Darurat
1.3.3
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah daerah Lainnya
1.3.4
Bantuan Pusat ke Daerah
2.749.000.000
1.363.611.600
1.424.844.200
5.744.850.000
-
47.223.943.880
1.3.5
Bantuan keuangan dari Provinsi atau Daerah lainnya
2.000.000.000
-
250.000.000
250.000.000
12.958.102.800
2.000.000.000
1.3.6
Pendapatan Lainnya
-
-
50,30
Sumber: Dinas PPKAD Kabupaten Barito Selatan 2011
III - 4
Tabel 3.2 Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Barito Selatan Tahun 2009-2011
1
BELANJA
478.642.521.784
524.611.233.185
454.338.816.980
587.803.605.120
Rata-rata pertumbuhan (%) (8.53)
1.1
Belanja Tidak Langsung
164.582.614.831
192.784.403.324
243.748.582.211
310.436.684.469
21,78
145.136.521.111
164.738.514.958
196.934.871.113
260.074.439.093
16,52
Belanja Bunga
-
5.666.666
481.999.995
711.666.662
840,68
Belanja Subsidi
-
-
1.903.435.470
1.274.000.000
(33,06)
Belanja Hibah
-
3.730.000.000
19.326.114.379
26.520.739.340
418,12
18.361.724.720
22.721.721.700
6.152.028.000
5.421.774.000
(24,59)
1.000.000.000
-
790.010.153
1.002.065.374
(20,99)
-
1.475.000.000
17.782.000.000
14.932.000.000
544,48
84.351.000
113.500.000
378.123.100
500.000.000
99,95
314.059.906.953
331.826.829.861
210.590.234.768
277.366.920.651
0,27
Belanja Pegawai
31.897.754.745
38.008.312.540
15.709.946.589
17.949.646.415
(8,42)
Belanja Barang dan Jasa
78.966.177.407
89.864.224.936
78.316.295.507
105.181.999.478
11,75
Belanja Modal
203.195.974.801
203.954.292.384
116.563.992.672
154.235.274.758
(3,38)
No.
Uraian
1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.1.5 1.1.6
1.1.7
1.1.8
2.2
Belanja Pegawai
Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Pem.Desa Belanja Bantuan keuangan Kepada Kab/Pem.Desa Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
2.2.1 2.2.2 2.2.3
2008 Rp
2009 Rp
2010 Rp
2011 Rp
Sumber: Dinas PPKAD Kabupaten Barito Selatan 2011
2. Neraca Daerah Neraca merupakan gambaran posisi keuangan suatu entitas pada suatu periode akuntansi. Dalam ilmu manajeman keuangan untuk mengukur kinerja keuangan suatu entitas dapat digunakan analisis rasio likuiditas, analisis rasio solvabilitas dan analisis rasio aktivitas.
Analisis rasio likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan entitas memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Sehingga analisis likuiditas digunakan oleh Kabupaten Barito Selatan untuk mengukur kemampuan Kabupaten Barito Selatan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Analisis rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan besarnya equitas Kabupaten Barito Selatan. Neraca Kabupaten Barito Selatan periode tahun 2008 sampai dengan periode tahun 2011 mengalami perkembangan yang sangat baik, seiring dengan perkembangan APBD Kabupaten Barito Selatan pada periode tersebut, terutama terkait
III - 5
dengan belanja. Perkembangan ini dapat dilihat terutama dari pertumbuhan aset tetap Kabupaten Barito Selatan rata-rata sebesar 12,08 perse setiap tahunnya. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.3. berikut ini. Tabel 3.3 Rata-Rata Pertumbuhan Neraca Daerah Kabupaten Barito Selatan 2008 - 2011
No.
Uraian
2008
2009
Rata-rata Pertumbu han
2010
(%) 1.
ASET
1.1.
ASET LANCAR
72.283.497.945
22.822.429.682
45.845.926.430
1.1.1.
Kas
69.691.445.251
20.716.371.592
40.731.128.381
1.1.2.
Piutang
494.129.598
474.126.020
1.966.532.250
1.1.3.
Persediaan
2.097.923.096
2.648.265.799
1.631.932.070
INVESTASI JANGKA PANJANG
10.469.932.396
10.469.932.396
11.269.932.396
Investasi Permanen
10.469.932.396
10.469.932.396
11.269.932.396
695.602.924.375
765.464.396.166
873.550.563.539
37.241.461.786
59.217.456.377
59.406.791.377
1.2.
ASET TETAP
1.2.1.
Tanah
1.2.2.
Peralatan dan mesin
113.155.916.056
100.285.718.948
104.801.336.358
1.2.3.
Gedung dan bangunan
258.444.765.545
310.160.078.917
401.997.290.634
1.2.4.
Jalan, irigasi, dan jaringan
260.733.169.865
250.090.904.758
294.987.772.274
1.2.5.
Aset tetap lainnya
6.012.996.121
6.402.089.066
6.988.019.066
1.2.6.
Konstruksi dalam pengerjaan
20.014.615.000
39.308.148.100
5.369.353.810
1.3.
ASET LAINNYA
569.996.500
500.000.000
2.002.864.116
1.3.1.
Tagihan penjualan angsuran
33.996.500
-
-
1.3.2.
Tagihan tuntutan ganti kerugian daerah
36.000.000
-
-
1.3.3.
Kemitraan dengan pihak kedua
-
-
-
1.3.4.
Aset tak berwujud
-
-
-
1.3.5.
Aset Lainnya Jaminan UKM
500.000.000
500.000.000
-
1.3.6
Aset Lainnya Website
Perencanaan
-
-
47.981.280
1.3.7
Aset Lainnya-Kas yang belum diertanggungjawabkan
-
-
555.232.836
Aset Lainnya-Kegiatan Bedah Rumah Keluarga Miskin pada BPMDes
-
-
1.399.650.000
1.3.8
778.926.351.218
800.056.758.244
935.497.979.231
-
JUMLAH ASET DAERAH
2.
KEWAJIBAN
-
9.248.500.000
19.000.000.000
2.1.
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
-
-
19.000.000.000
2.1.1.
Utang perhitungan pihak ketiga
-
-
-
2.1.2.
Uang muka dari kas daerah
-
-
-
2.1.3.
Pendapatan diterima dimuka
-
-
-
12,08
156,42
9,81
105,43
III - 6
No.
Uraian
2008
2009
Rata-rata Pertumbu han
2010
(%) 2.1.4.
Utang Jangka Pendek Lainnya
-
9.248.500.000
19.000.000.000
3.
EKUITAS DANA
778.926.351.218
790.808.258.244
916.497.979.231
3.1.
EKUITAS DANA LANCAR
72.283.497.945
13.573.929.682
26.845.926.430
3.1.1.
SILPA
69.523.835.781
20.672.753.342
40.712.378.381
3.1.2.
Cadangan piutang
494.129.598
474.126.020
1.966.532.250
3.1.3.
Cadangan persediaan
2.097.923.096
1.631.932.070
2.648.265.799
3.1.4.
Pendapatan Yang ditangguhkan
-
43.618.250
18.750.000
Dana yang pembayaran pendek
-
(9.248.500.000)
(19.000.000.000)
3.1.5
3.2.
EKUITAS DANA INVESTASI
706.642.853.272
777.234.328.562
889.652.052.800
3.2.1.
Diinvestasikan dalam aset tetap
695.602.924.375
765.464.396.165
874.940.392.538
3.2.2.
Diinvestasikan lainnya
aset
569.996.500
500.000.000
2.002.864.115
3.2.3.
Diinvestasikan dalam InvestasiJjangka Panjang
10.469.932.396
11.269.932.396
12.708.796.146
778.926.351.218
800.056.758.244
935.497.979.231
disediakan untuk utang jangka
dalam
JUMLAH KEWAJIBAN EKUITAS DANA
DAN
8,706
12,22
9,82
B. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu 1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan perubahannya, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 terakhir Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2010. Keuangan daerah merupakan komponen paling
penting
dalam perencanaan
pembangunan, sehingga analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan daerah perlu dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan daerah dalam mendanai rencana pembangunan dan kesadaran untuk secara efektif memberikan perhatian kepada isu dan permasalahan strategis secara tepat. Dengan melakukan analisis keuangan daerah yang tepat akan melahirkan kebijakan yang efektif dalam pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan ruang lingkup keuangan daerah, pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Barito Selatan diarahkan pada sumber-sumber pendapatan yang selama ini telah menjadi sumber penghasilan Kas Daerah dengan tetap mengupayakan sumbersumber pendapatan yang baru. Dalam pengelolaan pendapatan daerah, sumber pendapatan yang berasal dari Pemerintah melalui desentralisasi fiskal dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) saat ini menempati proporsi yang paling besar terhadap pendapatan daerah, yakni sekitar 68% hingga 72%. Sedangkan sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak dan retribusi perlu ditingkatkan, namun tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat serta tidak membebani perkembangan
III - 7
dunia usaha. Demikian pula halnya dengan sumber-sumber pendapatan lainnya juga perlu ditingkatkan, diantaranya Lain-lain Pendapatan yang sah, Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, porsi DAU secara bertahap dapat mulai digantikan oleh sumber-sumber pendapatan yang dapat diupayakan oleh daerah. Kebijakan umum pendapatan daerah diarahkan pada peningkatan kemampuan keuangan daerah yang dapat mendorong peranan investasi masyarakat dalam pembangunan
dengan
menghilangkan
kendala
yang
menghambat
disamping
peningkatan investasi dan daya saing yang dilakukan dengan mengurangi biaya tinggi. Berdasarkan
penjabaran
kondisi
keuangan
serta
kebijakan-kebijakan
yang
mempengaruhi perekonomian daerah sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka kebijakan umum pendapatan daerah adalah sebagai berikut: a. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Peningkatan pendapatan asli daerah dari masyarakat, harus berdasarkan pada Peraturan Daerah, terutama untuk membiayai layanan-layanan yang diberikan, sehingga kemandirian daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat terwujud. Peraturan Daerah tersebut dibuat untuk: 1) Memperkuat otonomi daerah dan demokrasi, dimana pajak daerah dan retribusi daerah dijadikan sebagai saluran aspirasi daerah dan mempermudah penerapan tingkat pelayanan dengan beban pajak daerah dan retribusi daerah; 2) Meningkatkan akuntabilitas Pemerintah Daerah; 3) Memberikan insentif untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan layanan. Salah satu upaya yang telah dilakukan dan diandalkan untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah dengan menggali sumber-sumber pungutan daerah yang baru (ekstensifikasi) berdasarkan ketentuan yang memenuhi kriteria pungutan daerah yang baik dan benar serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arah pengelolaan pendapatan daerah dimasa depan difokuskan pada langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pemantapan kelembagaan dan sistem pemungutan pendapatan daerah. 2) Intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan daerah. 3) Peningkatan koordinasi dan pengawasan terhadap pemungutan pendapatan daerah. 4) Peningkatan pelayanan publik (masyarakat), baik kecepatan pelayanan pembayaran maupun kemudahan untuk memperoleh informasi dan kesadaran masyarakat wajib pajak/retribusi daerah. 5) Pemanfaatan sumber daya organisasi secara efektif dan efisien. 6) Peningkatan upaya sosialisasi pendapatan daerah. 7) Peningkatan kualitas data dasar seluruh pendapatan daerah.
III - 8
8) Peningkatan peran dan fungsi UPT-PPD
sebagai ujung tombak pelayanan
publik. 9) Peningkatan sinergitas dan koordinasi pendapatan asli daerah dengan Pemerintah Pusat, Propinsi dan instansi terkait dikabupaten dan kecamatan. Peluang untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), semakin besar dengan telah diterbitkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan
Retribusi
Daerah.
UU
tersebut
telah
ditindaklanjuti
dengan
ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Barito Selatan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu
sedang dalam proses finishing, menyesuaikan dengan hasil evaluasi dari Tim Evaluasi Raperda Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Republik Indonesia. b. Peningkatan Dana Perimbangan dan Bagi Hasil serta Lain-lain Pendapatan yang Sah Dana yang berasal dari DAU perlu dikelola dengan sebaik-baiknya, meskipun relatif sulit untuk memperkirakan jumlahnya realisasinya karena tergantung pada pemerintah pusat. Sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) juga dapat diupayakan peningkatannya melalui penyusunan program-program unggulan yang dapat diajukan untuk dibiayai dengan dana DAK. Sedangkan peningkatan pendapatan dari bagi hasil pajak provinsi dan pusat dapat diupayakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Pendapatan
Bagi
Hasil
sangat
terkait
dengan
aktivitas
perekonomian daerah. Dengan semakin meningkatnya aktivitas ekonomi akan berkorelasi dengan naiknya pendapatan yang berasal dari bagi hasil. Pemerintah Daerah harus mendorong meningkatnya aktivitas perekonomian daerah. Beberapa langkah yang akan dilaksanakan dalam rangka optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi melalui koordinasi penyaluran dana bagi hasil PBB, PPH dan CHT adalah: 1) Peningkatan akurasi data potensi sumber daya alam sebagai dasar perhitungan pembagian dalam dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah, 2) Peningkatan koordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi dalam mengoptimalkan bagi hasil dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.
2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah Belanja daerah sebagai komponen keuangan daerah dalam kerangka ekonomi makro
diharapkan
dapat
memberikan
dorongan
atau
stimulan
terhadap
perkembangan ekonomi daerah secara makro ke dalam kerangka pengembangan
III - 9
yang lebih memberikan efek multiplier yang lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang lebih merata. Untuk itu, kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah perlu disusun dalam kerangka yang sistimatis dan terpola. Belanja daerah diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan 5 tahun ke depan. Sesuai dengan visi pembangunan yang telah ditetapkan, belanja daerah dapat digunakan sebagai instrumen pencapaian visi tersebut. Pengelolaan belanja sejak proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, transparan dan akuntabel. Belanja harus diarahkan untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan antara masukan dan keluaran (efisiensi), dimana keluaran dari belanja dimaksud seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat (hasil). Selanjutnya alokasi anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka berdasarkan skala
prioritas
diadministrasikan
dan
kebutuhan.
sesuai
dengan
Selain
itu
pengelolaan
perundang-undangan
yang
belanja
harus
berlaku.
Arah
pengelolaan belanja daerah adalah sebagai berikut: a. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat dan harapan selanjutnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat. b. Prioritas Penggunaan anggaran diprioritaskan untuk mendanai kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan wilayah, peningkatan infrastruktur guna mendukung ekonomi kerakyatan dan pertumbuhan ekonomi serta diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan, secara berkelanjutan. c. Tolok ukur dan target kinerja Belanja daerah pada setiap kegiatan disertai tolok ukur dan target pada setiap indikator kinerja yang meliputi masukan, keluaran dan hasil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. d. Optimalisasi belanja langsung Belanja langsung diupayakan untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan secara efisien dan efektif. Belanja langsung disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat, sesuai strategi pembangunan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Optimalisasi belanja langsung untuk pembangunan infrastruktur publik dilakukan melalui kerjasama dengan pihak swasta, sesuai ketentuan.
III - 10
e. Transparansi dan Akuntabel Setiap pengeluaran belanja dipublikasikan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dipublikasikan berarti pula masyarakat mudah dan tidak
mendapatkan
hambatan
dalam
mengakses
informasi
belanja.
Pertanggungjawaban belanja tidak hanya dari aspek administrasi keuangan, tetapi menyangkut pula proses, keluaran dan hasilnya. 3. Kebijakan Umum Anggaran Kebijakan umum anggaran merupakan serangkaian kebijakan yang telah ditetapkan oleh para aparatur pengelola keuangan pemerintah daerah Kabupaten Barito Selatan sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan alokasi anggaran yang tersedia untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat. a. Pendapatan Daerah Selaras dengan peningkatan kebutuhan pendanaan pembangunan daerah yang terus meningkat, pemerintah daerah merencanakan peningkatan pendapatan baik yang bisa diupayakan oleh daerah sendiri (PAD), yang bersumber dari pusat (dana perimbangan), maupun pendapatan lain-lain yang sah. Diprediksi bahwa pendapatan daerah Kabupaten Barito Selatan akan meningkat sebesar 10% setiap tahun sejak tahun 2011, sehingga pada tahun 2016 besarnya pendapatan daerah diperkirakan sebesar 1.020.585.532.520 Rupiah lebih, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.12. Saat ini, sumber pendapatan dari PAD masih relatif kecil dibanding dana-dana perimbangan. Kebijakan umum pendapatan daerah diarahkan untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah melalui mobilisasi pendapatan asli daerah dan penerimaan daerah lainnya. Pertumbuhan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Perusahaan Daerah akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD lima tahun mendatang, apabila sumber PAD tersebut menunjukkan peningkatan dalam kualitas dan kuantitas terutama sumber-sumber yang menjadi objek PAD. Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah unsur yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan Dana Perimbangan yang akan diperoleh. b. Belanja Daerah Kebijakan umum belanja daerah diarahkan pada peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan penetapan prioritas alokasi anggaran. Selain itu, kebijakan belanja daerah juga diarahkan untuk mencapai visi dan misi yang ditetapkan dalam rangka memperbaiki kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Secara spesifik, efisiensi dan efektivitas belanja harus menjadi kebijakan yang diaplikasikan pada semua pos-pos belanja. Belanja daerah dikelompokkan ke dalam Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung yang masing-masing kelompok dirinci ke dalam jenis belanja. Untuk
III - 11
Belanja Tidak Langsung, jenis belanjanya terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, dan Belanja Tidak Terduga. Sementara itu, untuk Belanja Langsung, jenis belanjanya terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal.
1). Belanja Tidak Langsung Pada tahun anggaran 2011, sebagaimana tahun 2009 dan 2010, pemerintah menetapkan menaikkan gaji PNS. Tentunya hal ini akan berpengaruh pada APBD Pemerintah Kabupaten Barito Selatan dalam lima tahun ke depan. Kenaikan gaji pegawai negeri sipil tersebut dibiayai oleh sumber pendapatan DAU. Dengan demikian kenaikan gaji pegawai diharapkan dapat diikuti oleh kenaikan DAU. Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada
masyarakat
dan
berbagai
organisasi
baik
profesi
maupun
kemasyarakatan. Tujuan alokasi belanja bantuan sosial adalah sebagai manifestasi pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. Mekanisme anggaran yang dilaksanakan adalah bersifat block grant, artinya masyarakat dapat merencanakan sendiri sesuai dengan kebutuhan, dengan tidak keluar dari koridor peraturan yang berlaku. Selain itu, komitmen Pemerintah Kabupaten Barito Selatan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan juga berimplikasi pada meningkatnya belanja subsidi pendidikan dan kesehatan yang juga akan berpengaruh pada peningkatan Belanja Tidak Langsung dalam lima tahun ke depan.
2). Belanja Langsung Belanja Langsung adalah belanja pemerintah daerah yang berhubungan langsung dengan program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang diusulkan pada belanja langsung disesuaikan dengan Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafon Anggaran dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD). Belanja Langsung terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal. Belanja Pegawai dalam Belanja Langsung ini berbeda dengan Belanja Pegawai pada Belanja Tidak Langsung. Belanja Pegawai pada Belanja Langsung antara lain untuk Honorarium, Uang Lembur, Belanja Beasiswa Pendidikan, dan Belanja Kursus. Sementara itu, Belanja Langsung untuk jangka waktu lima tahun ke depan diarahkan pada pencapaian visi dan misi Kabupaten Barito Selatan, antara lain untuk
III - 12
peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, pengurangan kemiskinan, perbaikan infrastruktur untuk mempercepat peningkatan akses masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk masing-masing kegiatan juga diperkirakan akan meningkat. Sementara itu, khusus untuk Belanja Modal, pengeluaran belanja modal pada lima tahun mendatang diprioritaskan untuk membangun sarana dan prasarana yang mendukung tercapainya visi misi Kabupaten Barito Selatan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Perubahannya, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 merupakan Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Keuangan daerah merupakan komponen yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan, sehingga analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan daerah perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mendanai rencana pembangunan dan kesadaran untuk secara efektif memberikan perhatian kepada isu dan permasalahan strategis secara tepat. Dengan melakukan analisis keuangan daerah yang tepat akan melahirkan kebijakan yang efektif dalam pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan ruang lingkup keuangan daerah, pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Barito Selatan diarahkan pada sumber-sumber pendapatan yang selama ini telah menjadi sumber penghasilan Kas Daerah dengan tetap mengupayakan sumbersumber pendapatan yang baru. Dalam pengelolaan pendapatan daerah, sumber pendapatan yang berasal dari Pemerintah melalui desentralisasi fiskal dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) saat ini menempati proporsi yang paling besar terhadap pendapatan daerah, yakni sekitar 68% - 72%. Sedangkan sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak dan retribusi masih perlu ditingkatkan, namun tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat serta tidak membebani perkembangan dunia usaha. Demikian pula dengan sumbersumber pendapatan lainnya juga perlu ditingkatkan, antara lain: Lain-lain Pendapatan yang sah, Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, porsi DAU secara bertahap dapat mulai digantikan oleh sumber-sumber pendapatan yang dapat diupayakan sendiri oleh daerah. 1. Proporsi Penggunaan Anggaran Analisis proporsi realisasi terhadap anggaran Kabupaten Barito Selatan bertujuan untuk
memperoleh
gambaran
realisasi
dari
kebijakan
pembelanjaan
dan
pengeluaran pembiayaan Kabupaten Barito Selatan pada periode tahun anggaran sebelumnya yang digunakan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan pembelanjaan dan pengeluaran pembiayaan di masa datang dalam rangka
III - 13
peningkatan kapasitas pendanaan pembangunan daerah. Analisis ini sekurangkurangnya dilakukan melalui analisis proporsi realisasi belanja daerah dibanding anggaran, yang dapat dilihat pada tabel 3.4 sedangkan analisis proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dapat dilihat pada tabel 3.5. Tabel 3.4 Proporsi Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Kabupaten Barito Selatan No
Uraian
A
Belanja Tidak Langsung
1
Belanja Pegawai
2
Belanja Bunga
2008 (%)
2009 (%)
2010 (%)
2011 (%)
Proporsi Rata-Rata
61,10
53,65
52,81
54,61%
38,65
43,34
44,24
39,13%
0,00
0,10
0,12
0,07
-
0,42
0,21
0,31
0,7
4,25
4,51
3,15
4,33
1,35
0,92
2,57
-
0,17
0,17
0,17
0,20
-
3,91
2,54
3,22
50,88 30,32
-
3
Belanja Subsidi
4
Belanja Hibah
5
Belanja Bantuan Sosial
6
Belanja Bagi Hasil
7
Belanja Bantuan Keuangan
8
Belanja Tidak Terduga
0,01
0,002
0,08
0,08
0,04
B
Belanja Langsung
42,45
56,00
46,35
47,18
47,99
1
Belanja Pegawai
6,66
3,45
3,05
4,38
2
Belanja Barang dan Jasa
16,49
17,13
17,23
17,89
17,18
3
Belanja Modal
42,45
43,57
25,64
26,24
34,47
3,89
Sumber: Dinas PPKAD Barito Selatan, 2011
Dari tabel di atas menunjukkan baha selama 4 tahun terakhir (tahun 2008 – 2011) proporsi rata-rata penggunaan anggaran Belanja Tidak Langsung terhadap jumlah Anggaran Belanja sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai dengan proporsi rata-rata 54,16 persen, sedangkan proporsi rata-rata Belanja Langsung 47,99 persen terbesar digunakan untuk belanja Modal sebesar 34,47 persen dan belanja Barang dan Jasa sebesar 17,18 persen dan belanja pegawai 4,38 persen. Tabel 3.5 Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Kabupaten Barito Selatan Total belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur (Rp)
Total pengeluaran (Belanja + Pembiayaan Pengeluaran) (Rp)
Prosentase
No
Uraian
1
Tahun anggaran 2008
207.867.550.555
554.549.756.780
37,48
2
Tahun anggaran 2009
257.131.546.223
480.307.587.802
53,53
3
Tahun anggaran 2010
303.066.329.104
548.089.893.001
55,29
(a)
(b)
(a) / (b) x 100%
Dari tabel di atas, belanja aparatur berturut 37,54 persen, 53,53 persen, dan 55,28 persen dimana meningkat sekitar 16 persen dari tahun 2008.
III - 14
Realisasi pengeluaran wajib dan mengikat Analisis terhadap realisasi pengeluaran wajib dan mengikat Kabupaten Barito Selatan bertujuan untuk menghitung kebutuhan pendanaan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang tidak dapat dihindari atau harus dibayar dalam satu tahun anggaran. Belanja periodik yang wajib dan mengikat adalah pengeluaran yang wajib dibayar serta tidak dapat ditunda pembayarannya dan dibayar setiap periodik oleh pemerintah Kabupaten Barito Selatan seperti gaji dan tunjangan pegawai serta anggota dewan, bunga, belanja jasa kantor, sewa kantor yang telah ada kontrak jangka panjang atau belanja sejenis lainnya. Belanja periodik prioritas utama adalah pengeluaran yang harus dibayar secara periodik oleh pemerintah daerah dalam rangka memenuhi amanat peraturan perundang-undangan serta keberlangsungan pelayanan dasar pemerintah daerah yaitu pelayanan pendidikan dan kesehatan, seperti honorarium guru, dan tenaga medis serta belanja sejenis lainnya. Pengeluaran pembiayaan yang wajib, mengikat dan prioritas utama adalah pengeluaran pembiayaan yang harus dibayai, baik karena amanat perundangundangan maupun komitmen/kontrak perjanjian pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Data analisis realisasi pengeluaran wajib dan mengikat dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini: Tabel 3.6 Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kabupaten Barito Selatan tahun 2008-2011 No
Uraian
2008 (Rp)
2009 (Rp)
2010 (Rp)
2011 (Rp)
Rata-rata Pertumbuhan (%)
A
Belanja Tidak Langsung
150.874.382.672
169.026.374.369
202.201.588.545
266.040.203.920
10,65
1
Belanja Gaji Tunjangan
145.136.521.111
164.738.514.958
196.934.871.113
260.074.439.093
21,70
2
Belanja Penerimaan Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH
4.737.861.561
4.282.192.745
3.994.707.284
4.252.032.791
(3,28)
-
5.666.666
481.999.995
711.666.662
1.000.000.000
-
790.010.153
1.002.065.374
314.059.906.953
331.826.829.861
210.590.234.768
277.366.920.651
3 4
Belanja Bunga dan Belanja bagi hasil
B
Belanja Langsung
1
Belanja honorarium PNS khusus untuk guru dan tenaga medis.
2
Belanja Beasiswa Pendidikan PNS
3
Belanja Jasa Kantor ( khusus tagihan bulanan kantor seperti listrik, air, telepon dan sejenisnya )
444,18
27,69
17.949.646.415 513.890.000
-
-
-
2.527.318.000
III - 15
No 4
5
C 1
Uraian
2008 (Rp)
Belanja sewa gedung kantor ( yang telah ada kontrak jangka panjangnya)
2
Pembayaran pokok utang
3
Penyertaan Modal
4
Pembayaran Pengembalian DAK TOTAL (A+B+C)
2011 (Rp)
Rata-rata Pertumbuhan (%)
22.775.000.000
72,17
2010 (Rp)
-
-
-
-
-
-
1.650.000.000
800.000.000
21.938.863.750
-
-
-
8.500.000.000
19.000.000.000
800.000.000
1.438.863.750
3.775.000.000
-
12.000.000.000
501.653.204.230
434.730.687.063
Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya)
Pembiayaan Pengeluaran Pembentukan Dana Cadangan
2009 (Rp)
1.650.000.000
466.584.289.625
566.182.124.571
8,14
Total pengeluaran wajib dan mengikat serta prioritas utama pada tabel diatas menjadi dasar untuk menentukan kebutuhan anggaran belanja yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat ditunda dalam rangka penghitungan kapasitas riil keuangan daerah untuk analisis kerangka pendanaan. Analisis proporsi belanja pendidikan dapat dikategorikan sebagai pengeluaran wajib dan mengikat dan pengeluaran yang tidak dapat dihindari sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang
mewajibkan
pemerintah
Kabupaten
Barito
Selatan
menetapkan kebijakan pendanaan pendidikan sebesar 20 persen dari total APBD. Data proporsi belanja pendidikan Kabupaten Barito Selatan dapat dilihat pada tabel 3.7.
III - 16
Tabel 3.7 Proporsi Belanja Pendidikan Kabupaten Barito Selatan Tahun 2008 - 2011 No
2008
Uraian (Rp)
A
Belanja Tidak Langsung
1
Belanja Gaji dan Tunjangan PNS Dinas Pendidikan
2
Belanja Gaji dan tunjangan (Tenaga Kependidikan)
3
Belanja tanbahan penghasilan (Tenaga Kependidikan)
4
Belanja bantuan keuangan (pelaksanaan fungsi pendidikan)
5
Belanja Hibah (pelaksanaan Fungsi Pendidikan
6
Belanja Bantuan Sosial (pelaksanaan Fungsi Pendidikan
B
Belanja Langsung
%
(Rp) 12,64
2010 %
(Rp)
2011 %
(Rp)
73.089.564.300
13,93
104.637.643.616
23,03
73.089.564.300
13,93
86.481.951.816
19,03
18.155.691.800
3,99
%
132.068.722.619
22,47
42.844.466.149
8,95
44.031.390.268
8,93
19.869.190.797
4,37
36.162.422.500
6,15
Total Belanja daerah Fungsi Pendidikan
103.370.815.349
21,59
117.120.954.568
22,32
124.506.834.413
27,4
168.231.145.119
28,62
Total Belanja Daerah
478.642.521.784
9,60
524.611.233.185
(13,39)
454.338.816.980
29,37
587.803.605.120
1 2
Belanja Kegiatan pada Dinas Pendidikan) Belanja Kegiatan pada Dinas Pendidikan) Belanja Anggaran (Pelaksanaan Fungsi Pendidikan termasuk Gaji Pendidik)
A+B
C
60.526.349.200
2009
III - 17
Dengan
memperoleh
gambaran
kebutuhan
belanja
tidak
langsung
dan
pengeluaran pembiayaan yang bersifat wajib dan mengikat serta prioritas utama sebagaimana tabel diatas, maka dapat diproyeksikan anggaran belanja selama 5 tahun kedepan
(2010
-2015)
untuk
menghitung
kerangka
pendanaan
pembangunan
sebagaimana tabel berikut : Tabel 3.8 Proyeksi Belanja dan Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kabupaten Barito Selatan tahun 2012-2016 No
A 1
2
3 4
Uraian
Belanja Tidak Langsung Belanja Gaji Tunjangan Belanja Penerimaan Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH
1
Belanja honorarium PNS khusus untuk guru dan tenaga medis.
2
Belanja Beasiswa Pendidikan PNS
3
Belanja Jasa Kantor ( khusus tagihan bulanan kantor seperti listrik, air, telepon dan sejenisnya )
C 1
Belanja sewa gedung kantor ( yang telah ada kontrak jangka panjangnya) Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya)
Pembiayaan Pengeluaran Pembentukan Dana Cadangan
2
Pembayaran pokok utang
3
Penyertaan Modal
4
260.074
4.252
Pembayaran
(Rp. Juta) Rata-rata Proporsi
2012
10,65 21,70
(3,28)
2013
2014
2015
2016
298.400
313.291
328.934
345.414
362.777
291.282
305.846
321.138
337.194
4.464
4.597
4.735
4.924
354.053
5.170
711
444,18
711
711
711
711
711
1.002
93,41
1.943
2.137
2.350
2.585
2.843
277.366
27,69
316.851
348.536,1
383.389.71
421.728,681
463.901,54
17.949
18.307
18.673
19.046
19.617
20.205
513
538
564
592
621
652
.4.801
5.041
5.293
5.557
5.834
6.125
1.375
1.512
1.662
1.828
-
-
Belanja bagi hasil Belanja Langsung
5
266.040
Belanja Bunga dan
B
4
Tahun Dasar 2011 (Rp juta)
-
-
-
-
22.775 -
72,17
15.152 -
-
-
19.000
13.424
-
-
-
-
3.775
1.250
1.375
1.512
1.662
1.828
-
-
-
-
-
-
III - 18
No
Uraian
Tahun Dasar 2011 (Rp juta)
(Rp. Juta) Rata-rata Proporsi
2012
2013
2014
2015
2016
665.533
716.399
790.921
875.033
Pengembalian DAK TOTAL (A+B+C)
466.584
632.522
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa belanja yang wajib dan mengikat serta prioritas utama yang harus dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Barito Selatan selama periode tahun 2012-2016 mengalami peningkatan. Sedangkan untuk Belanja daerah tidak mengikat yang dipergunakan untuk mendanai program/kegiatan pembangunan baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung sebagaimana tabel berikut.
Tabel 3.9 Proyeksi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Tidak Mengikat RPJMD Kabupaten Barito Selatan tahun 2012-2016 N o
Uraian
1
Belanja Tidak Langsung Bantuan Sosial
2
Bantuan Hibah
3
Bantuan Tak Terduga
A
Tahun Dasar 2011 (Rp juta)
Ratarata Proporsi
(Rp. Juta) 2012
2013
2014
2015
2016
47.373 5.421
4.000
4.400
4.840
5.324
5.856,4
26.520
14.753
16.228,3
17.851,13
19.636,243
21.599,8673
500
1.000
1.100
1.210
1.331
14.64,1 27.571.931,2
14.932
18.832
20715,2
22.786,72
25.065,392
B
Bantuan kepada Prrovinsi/Kab/Kota/Pem des Belanja Langsung
277.366
316.851
348,536,1
383.389,71
421.728,681
463901,5491
1
Urusan Wajib
242.130
278.449
306.293,9
336.923,29
370.615,619
4.076.771.809
2
Urusan Pilihan
35.236
40.521
44.573,1
49.030,41
53.933,451
593.267.961
3
Total (A+B)
324.739
741.847
816.031
897.634
987.398
741.847
4
2. Analisis Pembiayaan Dengan diberlakukannya anggaran kinerja, maka dalam penyusunan APBD dimungkinkan adanya defisit maupun surplus. Defisit terjadi ketika pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan belanja, sedangkan surplus terjadi ketika pendapatan lebih besar dibandingkan belanja. Untuk menutup defisit dan menggunakan surplus diperlukan pembiayaan daerah. Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. dalam hal terjadi defisit anggaran. Sumber pembiayaan dapat berasal dari Sisa Lebih perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman obligasi, transfer dari dana cadangan, maupun hasil Penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sedangkan Pengeluaran dalam pembiayaan itu sendiri adalah angsuran hutang, bantuan modal dan transfer ke dana Cadangan.
III - 19
Melihat prediksi lima tahun ke depan, terlihat bahwa persentase kenaikan belanja lebih besar dari pada kenaikan pendapatan. Oleh karena itu dalam upaya membiayai kegiatan Pemerintahan diperlukan langkah-langkah pembiayaan baik dengan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, hutang dan sebagainya. Tabel 3.10 Defisit Riil Anggaran Kabupaten Barito Selatan Tahun 2008-2011 NO
Uraian
2008 (Rp)
2009 (Rp)
2010 (Rp)
2011 (Rp)
1.
Realisasi Pendapatan Daerah
440.803.165.528
468.102.650.745
477.992.538.604
580.894.709.071
478.642.521.784
524.611.233.185
454.338.816.980
587.803.605.120
1.650.000.000
800.000.000
21.938.863.750
22.775.000.000
39.489.356.256
57.308.582.440
(1.714.857.874)
29.683.896.049
Dikurangi realisasi: 2.
Belanja Daerah
3.
Pengeluaran Pembiayaan Daerah Defisit riil
Sumber: Hasil Analisis, diolah dari berbagai sumber, 2011
Tabel 3.11 Komposisi Penutup Defisit Riil Anggaran Kabupaten Barito Selatan Proporsi dari total defisit riil No.
Uraian
2008 (%)
2009 (%)
2010 (%)
276,06
121,31
-
1.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran sebelumnya
2.
Pencairan Dana Cadangan
-
-
-
3.
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang di Pisahkan
-
-
-
4.
Penerimaan Pinjaman Daerah
-
14,76
-
5.
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah
-
-
-
6.
Penerimaan Piutang Daerah
-
-
-
C. Kerangka Pendanaan Analisis kerangka pendanaan bertujuan untuk menghitung kapasitas riil keuangan daerah yang akan dialokasikan untuk pendanaan program pembangunan jangka menengah selama 5 (lima) tahun ke depan. Proses yang dilakukan adalah mengindentifikasi seluruh penerimaan daerah sebagaimana telah dihitung pada bagian sebelumnya dan ke pos-pos mana sumber penerimaan tersebut dialokasikan. Kapasitas riil keuangan daerah adalah total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan berbagai pos atau belanja dan pengeluaran pembiayaan yang wajib dan mengikat serta prioritas utama. Pendanaan program kegiatan yang akan diakomodir dalam periode tahun 2011-2016 ini sangatlah penting untuk dikaji. Dari dasar analisis gambaran umum pengelolaan keuangan daerah pada periode tahun 2006-2010, maka dapat disusun suatu analisis dalam rangka pendanaan program kegiatan pada periode tahun 2011-2016.
III - 20
1. Kapasitas Riil Keuangan Daerah Tabel 3.12 Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah untuk Mendanai Pembangunan Daerah Kabupaten Barito Selatan Tahun 2011-2016 Proyeksi No.
Uraian
1.
Pendapatan
2.
Pencairan dana cadangan (sesuai Perda)
3.
Sisa Lebih Riil Perhi-tungan Anggaran Total penerimaan
Tahun 2012 (Rp)
Tahun 2013 (Rp)
Tahun 2014 (Rp)
Tahun 2015 (Rp)
Tahun 2016
638.984.179.978
702.882.597.975
773.170.857.772
850.487.943.772
1.020.585.532.520
44.852.827.263
49.520.222.106
54.556.428.694
60.104.817.492
66.217.477.430
683.837.007.240
752.402.820.060
827.727.286.466
910.592.761.264
1.086.803.009.950
637.943.252.636
692.359.812.085
751.418.104.055
815.514.068.330
885.077.418.358
45.893.754.604
60.043.007.975
76.309.182.411
95.078.692.934
201.725.591.602
(Rp)
Dikurangi:
4.
Belanja dan Penge-luaran Pembiayaan yang Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kapasitas riil kemampuan keuangan
Sumber: Hasil analisis, diolah dari berbagai sumber, 2011
III - 21
Tabel 3.13 Rencana Penggunaan Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Barito Selatan Tahun 2011-2016 Proyeksi Uraian Tahun 2012 (Rp)
No I
Kapasitas riil kemampuan keuangan Rencana alokasi pengeluaran prioritas I
II.a
Belanja Langsung
II.b
Pembentukan dana cadangan
Tahun 2013 (Rp)
Tahun 2014 (Rp)
Tahun 2015 (Rp)
Tahun 2016 (Rp)
45.893.754.604
60.043.007.975
76.309.182.411
95.078.692.934
201.725.591.602
-
-
-
-
-
316.851
348.536,1
383.389,71
421.728.68
463.901,55
-
-
-
-
-
23.642.727.500
24.543.515.417
25.478.623.354
26.449.358.903
27.457.079.477
Dikurangi: II.c
Belanja langsung yang wajib dan mengikat serta prioritas utama
II.d
Pengeluaran pembiayaan yang wajib mengikat serta prioritas utama
II
Total rencana pengeluaran prioritas I (II.a+II.b - II.c-II.d)
371.661.995.267
386.204.799.835
399.348.301.181
409.769.597.653
530.282.065.363
Sisa kapasitas riil kemampuan keuangan daerah setelah menghitung alokasi pengeluaran prioritas I (I-II)
325.758.240.663
380.200.499.038
323.039.118.770
314.690.904.719
328.556.473.761
-
-
-
-
--
378.049.794.346
460.389.039.554
560.661.772.368
682.773.906.389
831.482.063.200
303.038.736.431
353.100.735.689
412.351.039.137
480.471.430.303
559.845.310.589
75.011.057.915
48.310.733.231
148.310.733.231
202.302.476.086
271.636.752.611
Rencana alokasi pengeluaran prioritas II III.a
Belanja Tidak Langsung Dikurangi:
III.b
Belanja tidak langsung yang wajib dan mengikat serta prioritas utama
III
Total rencana pengeluaran prioritas II (III.a-III.b) Surplus anggaran riil atau Berimbang (I-II-III)* Sumber: Hasil analisis
III - 22
Dari tabel 3.11 dapat dijelaskan bahwa setelah belanja digunakan untuk belanja dan pengeluaran pembiayaan yang wajib, baru digunakan untuk pembiayaan SKPD untuk program non visi misi atau disebut belanja untuk pelayanan SKPD atau belanja SPM. Sisa kapasitas riil kemampuan keuangan daerah setelah menghitung alokasi pengeluaran prioritas I (I-II) digunakan untuk belanja tidak langsung wajib dan prioritas berikutnya. Selanjutnyaproporsi untuk belanja masing-masing prioritas dapat dilihat pada tabel 3.14 berikut ini. Tabel 3.14 Kerangka Pendanaan Alokasi Kapasitas Riil Keuangan Daerah Tahun 2012-2016 Alokasi No.
Jenis Dana
Tahun I %
Rp
Tahun II %
Rp
%
Rp
%
Rp
%
Rp
49,57
371.661.995.267
2.
Prioritas II
40,42
303.038.736.431
44,83
353.100.735.689
42,95
412.351.039.137
43,97
480.471.430.303
41,11
559.845.310.589
3.
Prioritas III
10,05
75.011.057.915
6,13
48.310.733.231
15,44
148.310.733.231
18,51
202.302.476.086
19,84
271.636.752.611
100
749.711.789.613
Total
100
787.616.268.755
100
960.010.073.549
37,50
100
409.769.597.653
Tahun V
Prioritas I
41,59
399.348.301.181
Tahun IV
1.
49,03
386.204.799.835
Tahun III
1.092.543.504.042
38,94
100
530.282.065.363
1.361.764.128.563
III - 23
Jumlah kapasitas riil kemampuan keuangan yang ada tersebut merupakan modal pemerintah diserahkan dalam membiayai : a. Rencana alokasi pengeluaran prioritas I, yakni berkaitan dengan tema atau program pembangunan daerah yang menjadi unggulan (dedicated) Kepala daerah sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN dan amanat/kebijakan nasional yang definitif harus dilaksanakan oleh daerah pada tahun rencana, termasuk untuk prioritas bidang pendidikan 20% (duapuluh persen) dan kesehatan sebesar 10 % (sepuluh persen). Selain itu program prioritas I berhubungan langsung dengan kepentingan publik, bersifat monumental, berskala besar, dan memiliki kepentingan dan nilai manfaat yang tinggi, memberikan dampak luas pada masyarakat dengan daya ungkit yang tinggi pada capaian visi/misi daerah. Selain itu, prioritas I juga diperuntukkan bagi prioritas belanja yang wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Rencana alokasi pengeluaran prioritas II, yakni berkaitan dengan program prioritas di tingkat SKPD yang merupakan penjabaran dari analisis per urusan serta paling berdampak luas pada masing-masing segementasi masyarakat yang dilayani sesuai dengan prioritas dan permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan layanan dasar serta tugas dan fungsi SKPD termasuk peningkatan kapasitas kelembagaan yang berhubungan dengan itu. c. Rencana alokasi peneluaran prioritas III, yakni berkaitan dengan alokasi belanjabelanja tidak langsung seperti: tambahan penghasilan PNS, belanja hibah, belanja bantuan sosial organisasi kemasyarakatan, belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa serta belanja tidak terduga. Pengalokasian dana pada prioritas III baru akan dipenuhi setelah pemenuhan dana pada
prioritas
I
dan
II
terlebih
dahulu.
III - 24
III - 25
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat dari masyarakat dan lingkungan eksternalnya merupakan perencanaan dari luar ke dalam yang tidak boleh diabaikan. Isu strategis merupakan salah satu pengayaan analisis lingkungan eksternal terhadap proses perencanaan. Jika dinamika eksternal, khususnya selama 5 (lima) tahun yang akan datang,
diidentifikasi
dengan
baik,
maka
pemerintahan
daerah
akan
dapat
mempertahankan/meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Pemerintahan daerah yang tidak menyelaraskan diri secara sepadan atas isu strategisnya akan menghadapi potensi kegagalan dalam melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya atau gagal dalam melaksanakan pembangunan daerah. Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi atau hal yang bersifat penting, mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat kelembangaan/keorganisasian dan menentukan tujuan di masa yang akan datang. Secara teknokratis, penentuan sesuatu atau kondisi menjadi isu strategis dapat didukung dengan menerbitkan pedoman atau kriteria oleh kepala daerah atau kepala Bappeda. Oleh karena itu, untuk memperoleh rumusan isu-isu strategis diperlukan analisis terhadap berbagai fakta dan informasi yang telah diidentifikasi untuk dipilih menjadi isu strategis. Bagi daerah yang lebih berhasil menciptakan sistem informasi perencanaan pembangunan daerah, selanjutnya melakukan upaya-upaya rutin untuk memantau peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Dengan demikian, kebijakan Pemerintah Daerah tidak lagi bersifat reaktif tetapi lebih antisipatif. Tanpa itu, akan banyak peluang-peluang penting akan hilang, dengan ancaman tidak dikenali atau terlambat diantisipasi. Berdasarkan hasil analisis permasalahan pembangunan untuk masing-masing urusan sesuai dengan kondisi objektif daerah dan perkembangan yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan lima tahun terakhir serta berdasarkan kesepakatan dari para pemangku kepentingan, maka dirumuskan permasalahan pembangunan dan isu-isu strategis pembangunan daerah jangka menengah Kabupaten Barito Selatan, sebagai berikut.
A. Permasalahan Pembangunan Barito Selatan Meskipun pembangunan di Kabupeten
Barito Selatan relatif telah mengalami
kemajuan, namun masalah – masalah mendasar yang akan dihadapi tahun – tahun mendatang cukup besar yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan kualitas
IV - 1
Sumber Daya Manusia (SDM) dan penyediaan infrastruktur serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. 1. Masalah peningkatan ekonomi daerah Sekalipun adanya kawasan pengembangan ekonomi terpadu Daerah Aliran Sungai Barito (KAPET DAS Barito) yang berada di dalam dan membelah wilayah Kabupaten Barito Selatan sebagai salah satu potensi untuk pengembangan ekonomi masyarakat, namun pada beberapa kawasan tertentu telah mengalami penurunan fisik lingkungan sehingga terjadi longsor dan banjir sehingga harapan terjadinya peningkatan manfaat ekonomi masyarakat masih harus terus diupayakan. Secara umum tingkat kesejahteraan rakyat masih rendah, yang tercermin dari tingkat pendapatan yang masih rendah yang berakibat sulitnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal ini diakibatkan oleh daya dorong perekonomian, penyediaan infrastruktur terbatas, sempitnya lapangan pekerjaan dan penurunan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kabupaten Barito Selatan memiliki stigma sebagai daerah yang relatif kurang berkembang, dengan indikator rendahnya investasi, pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi provinsi, sebagian besar desa relatif tertinggal, sektor perdagangan dan industri relatif lambat berkembang. Sebagai perbandingan di tahun 2010, penyaluran kredit investasi di Barito Selatan sebesar 1.498 juta sementara di Kotawaringin Timur sebesar 2.354.431 juta (Bank Indonesia Kalteng 2010). Permasalahan dalam bidang ekonomi antara lain menyangkut optimalisasi lahan pertanian, ketersediaan lapangan kerja, pengangguran, pengembangan industri hilir, penanganan budidaya perikanan, pengembangan tata niaga komoditas, pemanfaatan potensi tambang, dan masih rendahnya investasi. Peluang untuk meningkatkan ekonomi daerah masih terbuka di antaranya dengan kondisi antara lain: a. Kabupaten Barito Selatan memiliki peluang untuk meningkatkan nilai tambah, volume perdagangan domestik, dan devisa dari beragam komoditas potensial, di antaranya adalah karet, kelapa dalam, kelapa sawit, kopi, duku, nenas, ikan, dan lain-lain. b. Kabupaten Barito Selatan memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan ikan budidaya, khususnya dalam menghasilkan sumber daya protein ikan yang termurah. Hingga tahun 2010, produksi
perikanan masih di bawah potensi lestari yaitu 60
kh/ha/tahun atau 7.003,25 ton yang didominasi oleh hasil perikanan budidaya (9,92%) dan perairan umum (81,78%). c. Kabupaten Barito Selatan memiliki potensi pariwisata yang cukup beragam dan layak dikembangkan, baik wisata alam, wisata sejarah, maupun wisata budaya. Potensi obyek wisata alam adalah taman maupun wisata budaya. Potensi obyek wisata alam adalah taman nasional, sungai, dan danau.
IV - 2
d. Kabupaten Barito Selatan memiliki potensi pertambangan dengan Kuasa Pertambangan (KP) sebanyak 32 perusahaan di mana 15 KP dalam tahap eksplorasi dan 18 KP sudah operasi produksi bahan galian batubara. Potensi pertambangan yang dapat dikembangkan adalah terdapat diwilayah Kecamatan Gunung Bintang Awai, dimana untuk tambang Batubara diperkirakan tersimpan potensi ± 250 juta ton (terduga)/ 160 juta ton (terukur) e. Luasan total kawasan permukiman dan penggunaan lahan lain di Kabupaten Barito Selatan seluas 177.704.56 Ha. 2. Masalah sumberdaya manusia Di bidang sumber daya manusia permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain belum meratanya jenjang pendidikan di daerah karena kondisi wilayah yang terpencil. Di samping itu juga kualitas pendidikan masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan peserta didik yang disebabkan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru dan belum memadainya fasilitas belajar terutama buku pelajaran, peralatan peraga pendidikan karena terbatasnya dana yang tersedia. Kabupaten Barito Selatan memiliki berbagai masalah dalam dunia pendidikan, di antaranya karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, belum maksimalnya perluasan akses dan pemerataan pendidikan, masih rendahnya tingkat kualitas dan kesejahteraan guru, serta masih terbatasnya mutu pendidikan. Sumber daya manusia Barito Selatan masih perlu ditingkatkan. Dari jumlah penduduk 127.058 jiwa tingkat pendidikan penduduk tidak tamat SD mencapai 21,16%, SD 32,24%, SLTP 20,60%, SLTA 17,61%, SMK 1,25%, D1 1,46%, D3 0,96%, D4/S1 2,82%, dan S2/S3 0,13%. Kualitas angkatan kerja relatif masih rendah tingkat SDM yang bekerja terlihat dari tingkatan pendidikan 34,19 % yang bekerja diberbagai sektor memiliki tingkat pendidikan dasar tidak/belum tamat SD/sederajat. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) jelas akan membawa pengaruh terhadap kemampuan penyerapan pertumbuhan angkatan kerja yang selalu meningkat setiap tahun, baik akibat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), maupun bertambahnya tingkat setengah pengangguran. Pertumbuhan tingkat partisipasi angkatan kerja tahun sebesar % baik untuk angkatan kerja laki-laki maupun perempuan. Kesempatan kerja yang ada memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, sehingga angkatan kerja yang tidak berhasil terserap merupakan masalah yang harus dicarikan solusinya secara bersama-sama. Peningkatan kualiatas sumberdaya manusia juga menghadapi tantangan akrena rasio dokter (dokter umum) per-jumlah penduduk relatif belum ideal karena seorang dokter umum harus menangani lebih dari 6.206 orang penduduk. Pada tahun 2010 jumlah
IV - 3
keseluruhan dokter berjumlah 30 orang, untuk jumlah penduduk sebesar 124.128 jiwa, sehingga seorang dokter spesialis haris melayani lebih dari 20.688 jiwa. Sebagian besar penduduk Barito Selatan bermukim di kawasan perdesaan. Kawasan perdesaan umumnya dicirikan oleh lemahnya daya dukung dan kualitas SDM lokal, antara lain rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, terbatasnya infrastruktur terbatas, akses kesehatan, minimnya akses pendidikan, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman perdesaan. Lemahnya daya dukung dan kualitas SDM lokal akan menentukan daya saing yang akan mempengaruhi pembangunan kesejahteraan masyarakat. Beberapa isu terkait lemahnya daya dukung dan kualitas SDM perdesaan tersebut, antara lain: (1) rendahnya kualitas dan produktifitas tenaga kerja; (2) masih tingginya jumlah desa tertinggaldengan kondisi terbatas bidang infrastruktur, akses pendidikan, akses kesehatan, perekonomian rakyat yang belum berkembang serta kelembagaan desa dan kelembagaan masyarakat yang masih rendah.
3. Masalah Kesehatan Apabila dikaitkan dengan standar sistem pelayanan kesehatan terpadu, idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk. Jumlah dokter dan dokter spesialis di, khususnya di Barito Selatan belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk. Selain itu distribusi dokter dan dokter spesialis tidak merata serta kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Perkembangan di tahun 2011 jumlah tenaga kesehatan mencapai 442 orang, pertambahan cukup signifikan adalah jumlah bidan dan perawat. Sementara tenaga dokter spesialis hanya bertambah 1 orang dokter sejak tahun 2006 hingga 2010, yaitu dari 5 menjadi 6 dokter spesialis. Hingga tahun 2010 pembangunan prasarana kesehatan untuk masyarakat seperti Pos Kesehatan Desa dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah Pos Kesehatan Desa tahun 2007 terdapat 10 unit dan di tahun 2010 naik menjadi 58 unit, namun jumlah Puskesmas relatif tetap sejak tahun 2007 sampai tahun 2010. Secara geografis pada tahun 2011, hampir seluruh desa di wilayah Kabupaten Barito Selatan telah memiliki sarana kesehatan (Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan atau Pos Kesehatan Desa), sehingga semua lapisan masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah. Rasio dokter (dokter umum) per jumlah penduduk hingga tahun 2007 relatif belum ideal karena seorang dokter umum harus menangani lebih dari 6.206 orang penduduk. Pada tahun 2010 jumlah keseluruhan dokter berjumlah 30 orang, untuk jumlah penduduk sebesar 124.128 jiwa, sehingga seorang dokter harus melayani lebih dari 4.138 jiwa. Apabila dikaitkan dengan standar sistem pelayanan kesehatan terpadu, idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk. Jumlah dokter umum dan dokter spesialis di, khususnya Barito Selatan belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk. Selain itu, distribusi dokter umum dan dokter spesialis tidak merata serta kualitasnya masih perlu ditingkatkan.
IV - 4
4. Masalah kualitas dan keterjangkauan pendidikan Pendidikan merupakan ujung tombak sebuah kemajuan daerah. Tingkat kesejahteraan daerah salah satunya dapat diukur melalui seberapa besar tingkat kemajuan yang diraihnya. Tak terkecuali Kabupaten Barito Selatan. Berbagai kendala dan permasalahan yang masih ditemui terkait dengan bidang pendidikan, adalah: a. Sebagian wilayah Barito Selatan yang begitu luas dan sulit dijangkau memerlukan strategi khusus dalam mewujudkan pelayanan pendidikan yang prima. b. Tingkat pelayanan pendidikan kepada publik masih perlu ditingkatkan terutama pelayanan pendidikan pada masyarakat di daerah pedalaman/terpencil/terpinggir. c. Kompetensi dan relevansi serta daya saing lulusan satuan pendidikan masih perlu ditingkatkan. d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas serta kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Masalah Pertanian Di bidang pertanian dihadapkan pada rendahnya daya saing dan nilai-nilai produkproduk pertanian dan masih ketergantungan terhadap import pangan dan peningkatan keragaman pengolahan produk pertanian yang mempunyai nilai jual yang kompetitif. Walaupun memiliki beragam hewan ternak, secara umum Kabupaten Barito Selatan mengalami
produksi
perternakan
masih
sangat
terbatas
dibandingkan
dengan
pertumbuhan dan kebutuhan konsumsi. Rata-rata konsumsi daging di Kabupaten Barito Selatan tahun 2010 sebesar 662.149 ton/tahun atau setara dengan 5,10 kg/kapita/tahun dan sebagian besar didatangkan dari luar yang mencapai 1.308,7 ton/tahun. Perkebunan karet yang luas dan produktif saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Kapasitas terpakai industri pengolahan getah karet baru mencapai 60%. Hal ini karena bahan baku masih banyak dijual ke Banjarmasin karena adanya persaingan harga. Jenis tanaman yang mempunyai potensi sebagai produk unggulan diwilayah Kabupaten Barito Selatan adalah : a. Budidaya tanaman kopi (GB.Awai, Dusun Selatan. b. Budidaya tanaman kelapa (seluruh kecamatan terutama GB.Awai) c. BUdidaya tanaman jagung (seluruh kecamatan terutama GB.Awai) d. Budidaya tanaman karet (Dusun Utara, Dusun Selatan, Karau Kuala dan GB.Awai) e. Budidaya tanaman kelapa sawit (Dusun Utara, Dusun Selatan, dan GB.Awai) Perairan Umum, Kabupaten Barito Selatan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan panjang 900 km, di daerah aliran sungai tersebut bermuara anak-anak sungai serta terdapat danau (besar-kecil) dan rawa-rawa, kawasan ini mempunyai potensi untuk perikanan budidaya, tangkap dan daerah konservasi serta dapat pula menjadi bisnis agrowisata seperti di Danau Sababilah.
IV - 5
Perairan Budidaya, Sarana Pendukung: -
Keramba percontohan di rantau kujang dan Mangkatip masing-masing 1 Unit
-
Balai Benih Ikan (BBI) di Palurejo Kecamatan GB.Awai 205 Ha
-
Stasiun Benih Ikan Lokal di Mankatip 0.25 Ha.
-
Stasiun Pendaratan Ikan Perairan Umum (SPIPU) & Pasar Benih di Kecamatan Dusun Selatan 0.25 Ha.
6. Masalah penyediaan infrastruktur pembangunan Meskipun pembangunan perekonomian mulai membaik, secara umum pembangunan dibidang infrastruktur masih dihadapkan pada berbagai kendala dimana masih buruknya kualitas jalan dengan kondisi sedang 241,50 km, rusak berat dan rusak, meliputi jalan kabupaten 65 km dan rusak berat 5,73 km. Hampir 90% lebih kondisi jembatan yang diwilayah Barito Selatan masih jembatan kayu sementara kemampuan anggaran infrastruktur hanya dalam kisaran 60 milyar per tahun, yang idealnya 300 milyar pertahun. Secara detail, permasalahan infrastruktur antara lain: a. Masalah penyediaan infrastruktur pembangunan; Permasalahan dalam infrastruktur pembangunan Kabupaten Barito Selatan yang paling utama adalah menyangkut ketersediaan infrastruktur dasar bagi berjalannya roda pembangunan daerah meliputi permasalahan aksesibilitas daerah, irigasi teknis, dan kelistrikan. Permasalahan-permasalahan tersebut mencakup: 1) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur terutama prasarana jalan dan jembatan, serta prasarana lalu lintas air antarkecamatan dan desa. Pelayanan umum karena semakin membaiknya akses jaringan jalan ke semua wilayah baik antar kecamatan, kabupaten, hingga antarprovinsi mesti diimbangi dengan jasa layanan angkutan secara terpadu untuk memenuhi lalu lintas jalan barat-timur dan utara-selatan. Kondisi sarana dan prasarana sektor angkutan, khususnya terminal yang memadai dan modern masih belum memadai. Gambaran kondisi jalan di Kabupaten Barito Selatan sebagai berikut. Kondisi jalan Strategis Nasional
berstatus Jalan Nasional adalah ruas Jalan yang
menghubungkan: Buntok – Timpah – Bukit Rawi – Palangka Raya. Kondisi Perkerasan jalan saat ini sebagian rusak sangat berat (Ruas Buntok-Timpah) dan sebagian lagi masih belum dilapisi aspal. Buntok – Bambulung – Ampah – Tamiang Layang Kondisi Perkerasan jalan saat ini sebagian rusak sangat berat (Ruas Buntok-Sababilah) sebagian sudah berlapis aspal dan sebagian lagi masih belum dilapisi aspal
IV - 6
Jalan Kolektor 2 (K2) yang bersatus jalan Provinsi Berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 tahun 2009, tidak ada yang melintasi Kabupaten Barito Selatan, namun sehubungan dengan hal tersebut mengingat hierarki Kota Buntok sebagi PKW II sangat memerlukan Fungsi jalan tersebut. Fungsi jalan K2 yang akan diusulkan ke Provinsi meliputi Ruas Jalan Penghubung Jalan Strategis Nasional dan Jalan K1 dalam hal ini ruas jalan simpang Rikut Jawu –Tabak Kanilan – Sungai Paken – Rampamea. Jalan Kolektor 1 (K1) yang berstatus jalan Nasional adalah jalan yang menghubungkan Kota Banjarmasin – Banjarbaru – Martapura – Kandangan- Amuntai - Tamiang Layang – Kabupaten Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara – Murung Raya.
Kondisi
perkerasan jalan saat ini sudah beraspal atau hotmik sebagian lagi masih dalam kondisi Rusak Berat. Dengan demikian jalan kolektor primer K1 ini juga merupakan ruas jalan utama yang menghubungkan dua kecamatan utama di Kabupaten Barito Selatan yakni kecamatan Gunung Bintang Awai dan Kecamatan Dusun Utara. Jalan Kolektor 3 (K3) yang berstatus jalan Kabupaten adalah ruas jalan yang menghubungkan antara pusat kegiatan yang satu dengan simpul simpul pusat kegiatan lainnya dalam Kabupaten Barito Selatan Antara lain : 1.
Simpang Rikut Jawu – Tabak Kanilan– HPH/Km.20 – Sungai Paken-Rampa Mea ;
2.
Pendang – Jalan Strategis Nasional Ruas Kalahien
3.
Buntok – Karau Kuala – Mangkatip – Jenamas;
Kondisi perkerasan jalan Rikut Jawu – Tabak Kanilan – HPH/Km.20 – Sungai Paken Patas saat ini sebagian sudah beraspal atau hotmik sebagian lagi masih dalam kondisi Rusak sangat Berat. Jalan lokal yang berstatus jalan kabupaten meliputi : Asam –jalan strategis nasional; Pararapak – Kalahien; Sababilah -Danau ganting; Ugang Sayu –Dangka, Pamangka – Mangaris; Keladan- Talio; Baru – Muara talang – Teluk Telaga; Gunung Rantau -TalekoiBundar – Sungai paken; Tabak kanilan-Sire-Muka haji; Tabak kanilan- kayumban; Dangka – Baruang. Salah
satu
pengembangan
prasarana
wilayah
yang
terkait
dengan
rencana
pengembangan transportasi adalah sarana dan prasarana terminal penumpang diantaranya adalah Terminal angkutan darat dimana bus antar propinsi atau bus antar wilayah dalam propinsi dapat melakukan transit sesuai dengan jalur tujuan. Kondisi saat ini Kabupaten Barito Selatan memiliki terminal sebanyak 2 unit, dengan 1 unit terminal tipe B di Kecamatan Dusun Selatan dan lainnya dikategorikan sebagai terminal tipe C juga di Kecamatan Dusun Selatan. Dengan memperhatikan rencana struktur ruang yang telah dirumuskan rencana sistem jaringan jalan dan keberadaan terminal yang ada, jenis dan kelas pelayanannya, maka
IV - 7
rencana terminal angkutan penumpang dan barang sebagai penunjang operasional angkutan di Kabupaten Barito Selatan sebagai berikut : Terminal Penumpang Buntok Tipe B, Pembangunan Terminal Penumpang Tipe C
di Bangkuang, Tabak Kanilan
Jenamas dan di Pendang, Terminal Barang Beringin tipe B di Buntok. 2) Belum terwujudnya sistem dan jaringan transportasi, komunikasi, dan informasi yang mendukung aktifitas ekonomi kerakyatan. Karateristik geomorfologi pembentukan wilayah Kabupaten Barito Selatan yang terdiri dari daerah rawa dan daerah aliran sungai, menyebabkan Kabupaten Barito Selatan membutuhkan tranportasi antar moda yang memadukan antara transportasi darat dan sungai. Angkutan penyeberangan sebagai penghubung jaringan transportasi darat (jalan raya) dalam kerangka tatanan transportasi daerah berfungsi mempersatukan wilayah kabupaten yang terdiri dari beberapa sungai/anjir memegang peranan yang penting dan strategis. Selain itu, potensi sungai yang dapat dilayari sampai jauh ke pedalaman, khususnya mengangkut batu bara dan kayu melalui sungai dalam jumlah besar, sehingga potensi ini perlu dikembangkan sebagai alternatif jalan raya atau angkutan sungai, jauh lebih murah daripada angkutan jalan raya. Alat angkutan terdiri dari perahu, speed boat, perahu rumah, kapal sungai, bus air, truk air. Rencana moda angkutan penyeberangan lebih memanfaatkan keberadaan lokasi dan fungsi dermaga sungai dan anjir, terdiri dari: a. Pelabuhan (dermaga) sungai nasional, meliputi : Pendang, Kalahien, Buntok Kota, Bangkuang, Mangkatip, Kalanis, Rangga Ilung dan Jenamas pada Sungai Barito. b. Pelabuhan (dermaga) sungai provinsi, meliputi : Mangkatip pada Sungai Mangkatip dan Sungai Kalanis. c. Pelabuhan (dermaga) sungai kabupaten meliputi dermaga lokal yang berfungsi sebagai penunjang mobilitas perekonomian rakyat, menghubungkan daerah perdesaan terpencil dan belum berkembang, serta transportasi lainnya belum berkembang. 3) Masih terbatasnya infrastruktur pengairan yang mendukung ketahanan pangan. Pertanian merupakan sektor/sub-sektor yang memiliki laju pertumbuhan PDRB ratarata relatif tinggi yaitu 2,60 persen. Oleh karena itu, ketersediaan dan operasional sarana irigasi teknis menjadi suatu kebutuhan untuk mendukung agar sektor pertanian terus dapat dipacu pertumbuhannya. Kondisi tersebut terlihat dengan data tahun 2010, dimana luas lahan pertanian dengan pengairan sederhana mencapai 8.705 Ha, sedangkan luas pengairan semi teknis 500 Ha. Luas lahan komoditi pertanian khususnya padi hybrida sebagian besar diarahkan di : Kecamatan Dusun Hilir 2.500 Ha; Kecamatan Dusun Selatan 2.000 Ha;
IV - 8
Intensifikasikan lahan lebak yaitu di :Kecamatan Jenamas 80 Ha, Kecamatan Dusun Hilir 75 Ha, Kecamatan Karau Kuala 50 Ha, Kecamatan Dusun Selatan 50 Ha, Kecamatan GB Awai 25 Ha. Pengembangan usaha produksi padi : Kecamatan Karau Kuala 100 Ha. Pengembangan usaha produksi palawija : Kecamatan Dusun Utara 85 Ha, Kecamatan GB Awai 125 Ha. Apabila dikaitkan dengan ketersediaan air untuk irigasi, dapat dikatakan bahwa wilayah Kabupaten Barito Selatan yang subur adalah wilayah yang berada di dekat aliran Sungai Barito. Wilayah Kabupaten Barito Selatan bagian utara kurang subur karena wilayah tersebut merupakan perbukitan bergelombang yang kedalaman tanahnya dangkal dan kekurangan air untuk mengairi tanam-tanaman. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan untuk memanfaatkan danau yang ada merupakan salah satu cara menataguna air di Kabupaten Barito Selatan agar lahan di wilayah tersebut menjadi lebih produktif. Kebijakan pembuatan sumur bor juga merupakan salah satu cara mengatasi kekurangan air di wilayah tersebut sehingga lahan menjadi lebih produktif untuk tanaman perkebunan. Kebijakan yang perlu diambil terkait dengan pengembangan kawasan pertanian adalah mempertahankan lahan pertanian yang sudah ada, baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering. Kawasan pertanian umum diarahkan tersebar di bagian tengah Kabupaten Barito Selatan, yaitu Kecamatan Dusun Selatan, Kecamatan Karau Kuala dan Kecamatan Dusun Hilir. Dengan semakin tingginya perubahan fungsi tanah pertanian menjadi kawasan terbangun, maka untuk mempertahankan kawasan pertanian khususnya sawah beririgasi teknis dan lahan abadi pertanian pangan (sawah abadi) ini perlu ditingkatkan intensifikasinya. Untuk menunjang peningkatan dari nilai manfaat melalui peningkatan pelayanan irigasi dari setengah teknis menjadi teknis dan sederhana menjadi setengah teknis. Pengembangan sawah selain padi juga dilakukan penerapan sistem mina padi, tumpang sari dan sebagainya. 4) Belum optimalnya pemanfaatan sumber energi untuk masyarakat. Berbagai sumber energi yang dimiliki oleh masyarakat Barito Selatan belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat. Hal ini ditandai dengan pemanfaatan sumber energi listrik yang hingga saat ini masih hanya bisa dinikmati oleh warga diperkotaan sementara untuk wilayah pedalaman/perdesaan belum seluruhnya mampu menikmati fasilitas listrik. Terdapat rencana pengembangan PLTU di Kabupaten Barito Selatan, dimana di rencanakan di Kota Buntok yang merupakan lokasi yang potensial karena sebagai pusat pertumbuhan/PKL di Kabupaten Barito Selatan. PLTU Buntok ini direncanakan dengan memanfaatkan hasil batubara di Kecamatan GB Awai dan Dusun Utara yang di distribusikan melalui Sungai Barito. Proyeksi kebutuhan listrik sampai dengan tahun
IV - 9
2015, kebutuhan total (VA) di Barito Selatan adalah 45.182.280 VA. Sedangkan pada tahun 2030 ditargetkan semua desa dan dusun terlayani oleh listrik. Jumlah KK berlistrik PLN 22.21 KK atau 67,62 %. Jumlah KK Berlistrik Non PLN 3.8309 atau 11,69 %. Jumlah KK yang belum menikmati aliran listrik 6.797 KK atau 20,69 %. Ratio Elektrikal di Kabupaten Barito Selatan adalah 70,4 dan masih tinggi dibandingkan Rata-rata Kalimantan Tengah sebesar 47,4 % 7. Masalah pengelolaan sumberdaya alam Permasalahan yang dihadapi pada bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah pemanfaatan SDA yang eksploitatif namun kurang memperhatikan aspek pelestarian SDA yang dapat diperbaharui dan tidak menjaga daya dukung lingkungan. Aspek pengelolaan SDA dan LH yang mencakup pengaturan kelembagaan, penegakan hukum, penataan ruang, teknologi, data dan informasi. Dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup saat ini menunjukan terjadinya penurunan kualitas daya dukung lingkungan yang cukup signifikan. Tingkat pencemaran air akibat maraknya lalulintas bahan tambang (batu bara) menunjukan tingkat yang menghawatirkan dan dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat. 8. Masalah pengembangan kapasitas birokrasi Permasalahan yang dihadapi dalam menggali potensi/sumber Pendapatan Daerah di berbagai daerah tentu saja berbeda, namun secara umum yang dihadapi oleh Kabupaten Barito Selatan adalah : a. Kurangnya / terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang terdidik dan terlatih (formal/non formal) dalam menganalisis, meneliti dan menggali potensi Pendapatan daerah sehingga belum diketahui sepenuhnya potensi Pendapatan Asli Daerah yang mendekati kondisi riil. Untuk itu diperlukan peningkatan SDM Aparatur dan bekerjasama dengan para ahli dibidangnya dalam hal penelitian sumber-sumber potensi PAD yang ada di Kabupaten Barito Selatan. b. Lemahnya
penataan
administrasi,
yang
didalamnya
termasuk
pendaftaran,
pendataan, penetapan, pembukuan, pelaporan, penagihan dan pengawasan dalam hal potensi daerah, aset daerah, objek dan subjek pajak/retribusi. Untuk masa yang akan datang diharapkan adanya Pembenahan administrasi dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah. c. Peringkat pelayanan penanaman modal secara nasional berada di peringkat 169 (survey KPPOD tahun 2009). Kelemahan utama adalah pada sub indeks Inovasi dan Capaian. Sub Indeks Inovasi dan Capaian Keberhasilan ditujukan untuk melihat bagaimana inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, serta sejauh mana capaian dari pelayanan yang selama ini mereka lakukan.
IV - 10
9. Desa Tertinggal Kabupaten Barito Selatan dengan luas wilayah 8.830 Km² terdiri atas 6 Kecamatan dan 93 Desa/Kelurahan (59 Desa Tertinggal). Pemerintah Kabupaten Barito Selatan telah mencanangkan Program Bedah Desa mulai Tahun 2008 sampai dengan 2011 yang bertujuan mewujudkan desa yang mampu melaksanakan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki sehingga mampu memacu pertumbuhan desa sekitarnya. Program ini diharapkan mampu memperbaiki ataupun merubah kondisi desa dan mampu menjadikan desa tersebut menjadi desa yang mandiri dan berdaya saing dengan sasaran selama 4 tahun sebanyak 61 desa yang terdiri dari 59 desa tertinggal dan 2 desa perbatasan khusus. Program Prioritas Bedah Desa Kabupaten Barito Selatan Tahun 2008 – 2011 adalah : 1. Pembangunan sarana dan prasarana perdesaan (listrik desa, air bersih, jalan dan jembatan desa, lingkungan permukiman dan sarana ibadah). 2. Pembangunan prasarana Pemerintahan Desa (kantor desa, balai desa dan kantor BPD). 3. Peningkatan akses masyarakat terhadap Pendidikan dan Kesehatan (Sarana dan Prasarana Pelayanan Dasar) 4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat (pertanian dalam arti luas). 5.
Pemerintahan Desa (pengembangan kegiatan tanah kas desa).
B. Isu Strategis 1. Kebijakan Internasional a. Komitmen internasional terhadap adaptasi dan mitigasi perubahan iklim global Dalam berbagai forum internasional yang diikuti oleh bangsa-bangsa di dunia seperti Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim Tahun 2009 atau yang lebih dikenal dengan Copenhagen Summit yang berlangsung pada bulan Desember 2009, masyarakat internasional menyadari perlunya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim global. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui penurunan emisi karbon. Meskipun belum ada kesepakatan internasional mengenai target angka penurunan karbon masingmasing negara, namun Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 26 persen pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 41 persen apabila ada dukungan nyata negara-negara maju. Sementara itu, negara-negara maju menyatakan kesanggupan menurunkan emisi karbonnya sebesar 13-20 persen pada tahun 2020, kecuali Jepang dan Uni Eropa. Sebagai bagian dari upaya penurunan emisi karbon tersebut, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Letter of Intens kerjasama Indonesia-Norwegia di bidang kehutanan dan perubahan iklim. Kerjasama ini akan membantu Indonesia dalam mengelola sumber daya
IV - 11
hutan secara lestari sekaligus mengurangi gas rumah kaca yang keluar dari kegiatan deforestasi dan kerusakan lahan gambut. Indonesia merupakan negara dengan profil emisi karbon yang unik karena sebagian besar berasal dari sektor kehutanan dan hutan gambut. Presiden RI dalam salah satu arahannya menekankan bahwa kemitraan RI-Norwegia ini harus berhasil karena saat ini Indonesia dinilai sebagai salah satu negara terdepan dalam urusan perubahan iklim. Pada tahap selanjutnya, Presiden RI telah menunjuk Provinsi Kalimantan Tengah sebagai provinsi percontohan untuk melaksanakan tahapan awal pengurangan emisi karbon dari kegiatan deforestasi dan degredasi atau lebih dikenal dengan istilah REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Penetapan Kalimantan Tengah sebagai provinsi percontohan penerapan REDD+ diantara sembilan kandidat provinsi diputuskan oleh Presiden RI pada Sidang Kabinet tanggal 23 Desember 2010. Terpilihnya Kalimantan Tengah didasarkan pada kombinasi hasil evaluasi kualitatif dan kuantitatif dimana terlihat bahwa Kalimantan Tengah merupakan provinsi ketiga terluas dalam hal tutupan hutan serta kawasan gambutnya dan sedang menghadapi tantangan nyata deforestasi dan kerusakan gambut. Tingkat kesiapan dan komitmen dari Gubernur Kalimantan Tengah dalam implementasi REDD+ juga merupakan salah satu pertimbangan dalam penunjukan tersebut.
Penunjukkan Kalimantan Tengah sebagai provinsi percontohan pelaksanaan REDD+ akan membawa implikasi yang luas. Kalimantan Tengah harus mampu mengelola kompleksitas dari implementasi tersebut yang antara lain mencakup reformasi birokrasi untuk menjamin terwujudnya transparansi dan anti korupsi, penegakan hukum dalam memberantas pembalakan liar, penataan batas kawasan hutan, integrasi data bidang kehutanan, perkebunan, pertambangan dan pertanian pada tingkat kabupaten/kota. Untuk ini Gubernur Kalimantan Tengah telah menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan tugastugas yang diberikan Presiden tersebut. Melalui kerjasama Indonesia-Norwegia, Pemerintah Norwegia akan mendukung dalam hal transformasi kelembagaan dan penguatan kapasitas Pemerintah Kabupaten Barito Selatan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. b. Komitmen MDG’s 2015 Pemerintahan dan masyarakat kabupaten Barito Selatan memberikan dukungan dalam upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) tahun 2015 yang telah menjadi kebijakan nasional sebagaimsna ditetapkan oleh PBB tahun 1990 dalam hal pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim,
peningkatan persamaan
gender dan pemberdayaan kaum wanita, penurunan tingkat kematian anak, antisipasi terjadinya penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainya yang menjadi masalah internasional, dan memastikan keberlangsungan lingkungan (environmental sustainability) sesuai target yang harus dicapai.
IV - 12
2. Kebijakan Nasional a. Kebijakan Pola Ruang Nasional dan Provinsi Kalimantan Tengah Kebijakan Pola Ruang Nasional untuk Kabupaten Barito Selatan Rencana Pola Ruang Nasional untuk Kabupaten Barito Selatan Meliputi : Kawasan Lindung “Bawo” yang masuk dalam Areal Heart Of Borneo (HOB), terletak di Kecamatan Gunung Bintang Awai 1.256,6 Ha. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan, Kapuas dan Barito (I/A/2) di mana I – IV : Tahapan Pengembangan, A : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Ekonomi dan A/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan. Khusus untuk Kabupaten Barito Selatan yang terletak di Kecamatan Dusun Selatan, karau Kuala, Dusun Hilir dan Jenamas Wilayah
Sungai (WS) Barito – Kapuas (IIV/A/1) di mana I – IV : Tahapan
Pengembangan, A : Perwujudan Sistem Jaringan SDA, A/1 : Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan SDA, dan Pengendalian Daya Rusak Air Di luar kebijakan yang tertuang dalam RTRWN, juga terdapat kebijakan nasional yang berlaku di Barito Selatan yang terkait dengan status hutan, yaitu Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 292 tanggal 31 Mei 2011 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ± 1.168.656 Ha. Perubahan antar fungsi kawasan hutan seluas ± 689.666 Ha. dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ± 29.672 Ha. di Provinsi Kalimantan Tengah, di mana khusus untuk Kabupaten Barito Selatan rinciannya adalah sebagai berikut:
Hutan Lindung seluas ± 89.096,905 ha
Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Sumber Daya Alam (KSA/KPA) seluas ± 77.506,67 ha.
b.
Kebijakan Pola Ruang Provinsi Kalimantan Tengah untuk Kabupaten Barito Selatan. Kawasan Pelabuhan Khusus dan Terminal Kereta Api yang terletak di Kecamatan Karau Kuala khusus untuk Kabupaten Barito Selatan, dipergunakan untuk simpul Pengumpul Hasil Produksi Pertambangan, Kehutanan dan Pertanian. Kebijakan Kawasan Strategis Provinsi yang terdapat di Kabupaten Barito Selatan adalah 1) Kawasan strategis dipandang dari sudut kepentingan ekonomi yaitu Kawasan Strategis Minapolitan di kecamatan Dusun Selatan, dan kawasan pengembangan gambut (PLG) Meliputi Kecamatan Dusun Hilir, Jenamas, Dusun Selatan dan Karau Kuala; 2) Kawasan strategis dipandang dari sudut kepentingan sosial budaya meliputi Kawasan Situs Bawo (Situs Hindu Kaharingan) di Muara Malungai desa Bintang Ara; 3) Kawasan strategis dipandang dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya
IV - 13
alam dan/atau teknologi tinggi; dan 4) Kawasan strategis dipandang dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan hidup yaitu kawasan konservasi ekosistem air hitam (KEAH) yang terdapat di desa Batilap, Batampang, Simpang telo dan Sanggu (Danau Malawen), 5) Kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi di Kabupaten Barito Selatan adalah kawasan strategis pengembangan sumber daya energi.
c. Pemindahan Ibukota Pemerintahan Republik Indonesia ke Provinsi Kalimantan Tengah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah mengagendakan rencana pemindahan Ibukota Pemerintahan Republik Indonesia ke Provinsi Kalimantan Tengah yang tertuang dalam RPJMD Kalimantah Tengah 2010-2015. Untuk itu Kabupaten Barito Selatan sebagai sebagai salah satu kabupaten terdekat dari Ibukota Provinsi Palangka Raya serta menjadi daerah penghubung untuk kabupaten lainnnya di wilayah Barito merencanakan untuk menjadi kawasan yang akan menyangga posisi strategis Palangka Raya dalam bentuk penyiapan energi, pasokan air, dan pengembangan sektor pertanian dan perikanan (kawasan minapolitan) serta sistem transportasi darat dan udara sebagaimana peruntukan tata ruang Barito Selatan sesuai rencana tata ruang Kalimantan Tengah. d. Green Province (Provinsi Hijau) Seiring dengan ditetapkannya provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu lokasi proyek percontohan REDD+ bersama delapan provinsi lainnya, Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, SH juga mencanangkan Green and Clean Province dimnana mengharapkan komitmen dan pemahaman yang komprehensif mengenai konsep ini dimana semua kebijakan dari atas hingga bawah baik itu provinsi, kabupaten, kota, hingga desa harus mempertimbangkan dampak bagi masyarakat dan lingkungan. green province akan didukung p;eh Barito Selatan mengingat wilayah ini termasuk wiayah yang sudah begitu lama sumber daya dieksploitasi, faktanya rakyat tidak merasakan apapun juga. Rumusan provinsi hijau ini yaitu TEBANG langsung TANAM, GALI lalu TUTUP. e. Koridor Ekonomi Kalimantan Sesuai dengan kondisi sumber daya dan geografis Pulau Kalimantan, tema pengembangan Koridor Ekonomi Kalimantan dalam MP3EI adalah sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. Hal ini tercermin dalam daftar rencana investasi fast-track MP3EI yang didominasi oleh kegiatan ekonomi utama energi (migas dan batubara) dan mineral (bauksit dan besi baja). Adapun kegiatan-kegiatan ekonomi utama di dalam Koridor Ekonomi Kalimantan akan berpusat pada empat pusat ekonomi yakni Kota
IV - 14
Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, dan Samarinda, yang terkoneksi melalui Jalur Penghubung Koridor. Dalam rancangan Perpres Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Kalimantan, pusat-pusat pertumbuhan yang diklasifikasikan kedalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN) diarahkan untuk menjadi pusat pertumbuhan wilayah nasional yang berorientasi pada upaya mendorong perkembangan sektor produksi wilayah: a. Pontianak diarahkan untuk mendorong perkembangan sektor perkebunan, agroindustri, perdagangan, pertambangan (bauksit) dan pariwisata. b. Palangkaraya diarahkan untuk mendorong perkembangan sektor perdagangan, pertanian, dan pertambangan galian logam. c. Banjarmasin
diarahkan
untuk
mendorong
perkembangan
sektor
perkebunan,kehutanan pertambangan dan agroindustri serta industri pengolahan. d. Samarinda-Balikpapan-Tenggarong-Bontang
diarahkan
untuk
mendorong
perkembangan sektor industri pengolahan,pertambangan perdagangan dan jasa, perkebunan,dan kehutanan. e. Tarakan diarahkan untuk pengembangan kawasan peruntukan industri berbasis perkebunan, perikanan dan pertambangan minyak dan gas bumi yang berorientasi ekspor dan antarpulau, pusat promosi ekowisata, jasa pelayanan keuangan, pergudangan, dan perdagangan, dan pusat promosi investasi nasional. f.
Rencana Jaringan Kereta Api Kalimantan Tengah
Bagian Utara Kalimantan Tengah memiliki cadangan batubara ± 4,8 milyar ton dimana sampai saat ini masih belum dapat dieksploitasi dengan baik, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari 4,8 milyar ton batubara tersebut ± 50% diantaranya adalah batubara dengan kalori tinggi (high grade/cooking coal) yang bernilai ekonomi tinggi. Salah satu kendala utama dalam pengelolaan batubara di Kalimantan Tengah adalah masalah transportasi dari daerah produksi (penambangan) ke outlet yakni Lupak Dalam yang berada di laut Jawa. Saat ini moda transportasi angkutan batubara dari Kabupaten Murung Raya ke outlet adalah kombinasi antara angkutan truk dan moda transportasi sungai Barito. Permasalahannya adalah sungai Barito ini tidak dapat dilayari sepanjang tahun terutama pada musim kemarau, karena kedalaman air yang tidak memadai untuk dilayari. Disamping itu di kota Muara Teweh terdapat jembatan H. Hasan Basry yang melintasi sungai Barito dengan bentang terpanjangnya hanya 60 meter dan jembatan tersebut berada pada daerah tikungan sungai (meandering), sehingga sangat sulit untuk di lewati oleh tongkang-tongkang bermuatan berat. Jembatan ini sudah sering tertabrak oleh tongkang-tongkang yang lewat pada sungai tersebut. Akibatnya adalah produksi batubara tidak dapat ditingkatkan dan maksimal hanya ± 1,5 juta ton per tahun. Akibat lain adalah mahalnya ongkos angkut yang menyebabkan mahalnya harga jual batubara sehingga margin menjadi sangat kecil. Hal ini akan mempengaruhi tingkat keekonomian
IV - 15
pengelolan batubara tersebut secara keseluruhan. Permasalahan lainnya adalah tingkat reliabilitas (keandalan) dan kontinuitas (sustainability) produksi yang tidak dapat dipastikan akibat sulitnya memprediksi masalah angkutan ini. Kondisi kedalaman sungai Barito di daerah Bangkuang sudah cukup memadai sehingga tongkang-tongkang besar sudah dapat melayari sungai Barito ini sampai dengan desa Bangkuang. Dengan demikian permasalahan yang dihadapi adalah penentuan moda transportasi dari Puruk Cahu ke Bangkuang, sedangkan dari Bangkuang ke outlet (Lupak Dalam) untuk sementara akan menggunakan moda transportasi sungai. Ada 3 (tiga) alternatif moda transportasi dari Puruk Cahu ke Bangkuang yakni moda transportasi sungai, jalan darat dan jalan kereta api. Dari kajian yang dilaksanakan didapat bahwa transportasi jalan kereta api merupakan pilihan yang paling ideal ditinjau dari berbagai sudut pandang. Dengan pemilihan moda transportasi ini maka produksi batubara akan dapat ditingkatkan dari 1,5 juta ton per tahun menjadi 20 juta ton per tahun atau bahkan lebih. Dengan demikian maka tingkat keandalan dan kontinutas angkutan/produksi batubara akan dapat ditingkatkan. Di samping itu tingkat keekonomian dan margin akan dapat ditingkatkan pula. Trase jalan kereta api ruas Puruk Cahu-Bangkuang sepanjang 185 km dimulai dari Desa Palaci di Kabupaten Murung Raya menuju Desa Bangkuang yang terletak 45 Km di sebelah Selatan kota Buntok, ibukota Kabupaten Barito Selatan. Trase ini melewati 3 (tiga) kabupaten yakni Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Barito Selatan. Beberapa kecamatan akan yang dilalui jalan kereta api adalah Kecamatan Muaralaung (Kabupaten Murung Raya), Kecamatan Lahei, Kecamatan Teweh Tengah dan Kecamatan Montalaat (Kabupaten Barito Utara), Kecamatan Dusun Utara, Kecamatan Dusun Selatan, Kecamatan Karau Kuala dan Kecamatan Dusun Hilir (Kabupaten Barito Selatan). Beberapa manfaat yang didapat dari pembangunan jalan kereta api Puruk CahuBangkuang adalah sebagai berikut: 1.
Membuka isolasi wilayah
Saat ini salah satu permasalahan utama yang dihadapi dalam pembangunan di Kalimantan Tengah adalah minimnya infrastruktur terutama bidang perhubungan, sehingga meskipun Provinsi Kalimantan Tengah dikaruniai sumberdaya alam yang berlimpah namun hal ini belum dapat dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, karena kendala angkutan. Demikian pula halnya dengan rencana pembangunan di sektor perkebunan, pertanian, kehutanan, pariwisata, kelautan dan perikanan juga mengalami kendala yang sama sehingga tidak dapat dikembangkan secara baik. Salah satu manfaat dari pembangunan jalan kereta api Puruk Cahu-Bangkuang adalah dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan adanya jalan kereta api ini maka akses
IV - 16
dari dan ke daerah pengaruh proyek akan terbuka sehingga lalu lintas penumpang dan barang akan menjadi lancar. Dengan mobilitas orang dan barang yang lancar maka daerah sekitar wilayah pengaruh proyek akan dapat berkembang dengan baik. Dengan kondisi lalu lintas yang lancar ini akan mempunyai dampak positif dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. 2.
Penciptaan lapangan pekerjaan
Dengan adanya pembangunan jalan kereta api maka akan terbuka lapangan pekerjaan di beberapa sektor antara lain pertambangan dan ikutannya, transportasi dan jasa. Di sektor pertambangan akan tercipta lapangan pekerjaan untuk berbagai keahlian baik keahlian tinggi (expert), tenaga menengah maupun tenaga rendah/kasar. Demikian pula halnya dengan pembangunan jalan rel kereta api akan menciptakan lapangan pekerjaan juga dengan berbagai tingkat keahlian. Setelah jalan kereta api ini selesai dan beroperasi dengan baik untuk angkutan batubara akan tersedia lagi lapangan pekerjaan yang tidak sedikit seperti dijelaskan diatas. Dengan dibangunnya jalan kereta api ini maka akan terbuka peluang pembangunan di sektor lain selain pertambangan yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata, kelautan dan perikanan dan sebagainya. Tentunya hal ini merupakan peluang lapangan pekerjaan dalam jumlah yang cukup besar dengan berbagai tingkat keahlian. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana kita mengantisipasi dengan cara menyiapkan tenaga kerja lokal yang saat ini belum memiliki keahlian sehingga pada saatnya nanti dapat merebut peluang yang ada melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, konsisten dan sesuai permintaan pasar. 3.
Menambah pendapatan masyarakat dan pemerintah
Dengan terciptanya lapangan pekerjaan dalam berbagai sektor dengan beberapa tingkat keahlian sebagaimana diutarakan diatas maka pendapatan masyarakat akan meningkat sehingga angka kemiskinan dan pengangguran diharapkan akan menurun secara signifikan. Demikian pula halnya perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut akan berkontribusi kepada keuangan pemerintah melalui pembayaran pajak sesuai ketentuan yang berlaku. 4.
Menunjang sektor-sektor strategis lain
Seperti diuaraikan di atas permasalahan utama yang dihadapi dalam melakasanakan pembangunan di kalimantan Tengah adalah minimnya infrastruktur perhubungan. Saat ini selain bidang pertambangan, sektor-sektor lain seperti perkebunan, pertanian, kelautan dan perikanan, dan pariwisata belum dapat dikembangkan secara optimal karena permasalahan infrastruktur perhubungan. Dengan dibangunnya jalan kereta api ruas Puruk Cahu-Bangkuang maka seluruh daerah pengaruh proyek akan dapat dikembangkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
IV - 17
5.
Mendukung integritas (kesatuan) wilayah
Saat ini wilayah Barito yang terdiri dari Murung Raya, Barito Utara, Barito Selatan dan Barito Timur meskipun sudah terhubungkan dengan jalan darat dengan wilayah lainnya di Kalimantan Tengah namun kondisinya belum seperti yang diharapakan. Dengan terbangunnya jalan kereta api ruas Puruk Cahu-Bangkuang maka integritas wilayah akan lebih mantap lagi baik dari sisi ekonomi, sosial bidaya, pemerintahan, pertahanan dan keamanan. 3. Kebijakan Regional a. Kebijakan RPJMD di Kabupaten Wilayah Barito Berdasarkan pada kondisi, permasalahan dan potensi kapuabaten di wilayah Barito serta memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk commond goals-nya, maka pembangunan Kabupaten di wilayah Barito tahun diorientasikan pada 5 (lima) prioritas, yaitu : 1. Infrastruktur Pembangunan pada bidang ini adalah pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan antara kecamatan, kelurahan dan desa untuk membuka keterisolasian daerah dan membuka akses perekonomian dan kesehatan serta pendidikan sampai ke daerah-daerah pedalaman. 2. Pendidikan Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dengan di tunjang oleh tenaga guru yang baik di daerah 3. Kesehatan Peningkatan kemampuan pelayanan kesehatan yang akan meningkatkan derajad kesehatan masyarakat 4. Pengembangan Ekonomi Lokal • Peningkatan produktivitas subsektor pertanian, perikanan dan peternakan • Pengembangan kawasan perkebunan dan rehabilitasi hutan • Pemanfaatan SDA secara optimal dengan tetap memperhatikan harmonisasi lingkungan dan kelestarian SDA • Pengembangan daya saing industri dan perdagangan • Penguatan koperasi dan kelembagaan ekonomi lokal • Pengembangan kawasan transmigrasi 5. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan berwawasan lingkungan mewujudkan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang serasi dalam mendukung fungsi ekonomi, social budaya masyarakat secara berkesinambungan serta mengoptimalkan produktivitas pemanfaatan dan pengendalian tata ruang sesuai peraturan perundang-undangan. 6. Penguatan Kelembagaan Otonomi Daerah Sementara ini pembangunan Kabupaten Murung Raya tahun 2009 difokuskan pada upaya, pembangunan infrastuktur, pendidikan, kesehatan dan pengurangan angka kemiskinan dan
IV - 18
serta pelestarian lingkungan hidup. Upaya pengurangan kemiskinan memiliki dimensi yang luas dan kompleks, yaitu menyangkut aspek sosial, budaya, fisik, ekonomi, dan bahkan politik. Karena itu, penyelesaiannya harus secara menyeluruh (holistik) dan ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri. Pembangunan prasarana dan sarana dasar dimaksudkan untuk menstimulasi pertumbuhan perekonomian daerah maupun dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Mengingat keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka pembangunan diprioritaskan kepada kegiatan yang memiliki daya dongrak besar terhadap upaya pengurangan kemiskinan, pembangunan jalan dan jembatan, perluasan lapangan kerja dan serta pertumbuhan ekonomi. Agar pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka pemeliharaan dan pemulihan daya dukung lingkungan harus menjadi bagian dari pembangunan itu sendiri.
b. Isu Penyelesaian Batas Wilayah Perkembangan penyelesaian sengketa tata batas antara Kabupaten Barito Selatan (Barsel) dan Kabupaten Barito Timur (Bartim) masih dalam tahap negosiasi yang tentunya menjadi agenda pembangunan ke depan. Upaya penyelesaian sengketa tata batas antara kedua kabupaten itu belum selesai, karena dalam perundingan yang sedang berjalan masih menemukan banyak permasalahan. Sehingga, jelasnya, tim perunding keduabelah pihak, belum
mendapatkan
titik
temu
kesepakatan
antar
dua
Kabupaten.
di antaranya adalah peta yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, kemudian banyak hal lain yang tidak sesuai. Akibatnya, luas wilayah antara dua Kabupaten tersebut tidak sesuai dengan
Undang-Undang
nomor
5
tahun
2002
tentang
pemekaran
kabupaten.
IV - 19
IV - 20
IV - 21
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada). Visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih menggambarkan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai (desired future) dalam masa jabatan selama 5 (lima) tahun sesuai misi yang diemban. Pedoman utama penyusunan visi kepala daerah (saat mencalonkan) adalah bagaimana menyesuaikannya dengan sasaran pokok sesuai dengan arah kebijakan pembangunan lima tahun periode berkenaan. Untuk mencapai indikator dan target dari sasaran pokok yang sama, kepemimpinan yang berbeda dapat menghasilkan visi dan misi yang berbeda pula tergantung tekanan dan prioritas pembangunan masing-masing. A. Visi Visi pembangunan Kabupaten Barito Selatan 2011-2016 adalah keadaan yang diharapkan terwujud dalam masa lima tahun. Visi tersebut merupakan sebuah perencanaan yang dilakukan pelaksanaannya dalam bentuk penyelenggaraan pemerintahan bersama pemerintah daerah, DPRD, dunia usaha, dan masyarakat. Sejalan dengan visi-misi bupati dan wakil bupati terpilih, maka visi pembangunan daerah jangka menengah Kabupaten Barito Selatan tahun 2011-2016 adalah:
“Terwujudnya Kondisi yang mantap dalam Tatanan Masyarakat Barito Selatan menuju Dahani Dahanai Tuntung Tulus”
Rumusan visi antara lain diharapkan memberikan gambaran arah yang jelas tentang kondisi masa depan yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang, menjawab permasalahan pembangunan daerah dan/atau isu strategis yang perlu diselesaikan dalam jangka menengah; disertai dengan penjelasan yang lebih operasional sehingga mudah dijadikan acuan bagi perumusan kebijakan, strategi dan program. Visi Pembangunan Kabupaten Barito Selatan tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilannnya. Terwujudnya kondisi yang mantap bermakna bahwa 1.
Terwujudnya kondisi daerah yang stabil dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
2.
Berjalannya kehidupan masyarakat yang saling menghargai dan menghormati kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
V- 1
3.
Masyarakat berperikehidupan secara benar, tertib dan teratur serta dengan disiplin yang tinggi, dan menjaga hubungan yang harmonis antara sesama manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
4.
Berkemampuan
untuk
memenuhi
berbagai
kebutuhan
dengan
memiliki
kemampuan dalam ketahanan ekonomi, ketahanan sosial, dan keberdayaan masyarakat. Dahani Dahanai Tuntung Tulus mengandung makna Selamat Sentosa, Adil dan Makmur Sampai Selama lamanya diwujudkan dalam bentuk: 1. Tercapai angka pertumbuhan ekonomi di atas periode 2006-2011. 2. Peningkatan dukungan infrastruktur kota Buntok hingga ke kecamatan dan desa 3. Menurunnya jumlah penduduk miskin dan membaiknya pendapatan masyarakat. 4. Terciptanya lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran terbuka. 5. Meningkatnya kualitas hidup manusia dengan terpenuhinya hak sosial rakyat akan pendidikan, kesehatan, kepastian bekerja, membaiknya fasilitas umum, dan membaiknya lingkungan hidup. B. MISI Untuk mencapai Visi tersebut maka Pemerintah Kabupaten Barito Selatan telah menetapkan 7 (tujuh) Misi yaitu : 1. Membangun dan Meningkatkan Infrastruktur untuk membuka isolasi daerah melalui pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan jembatan, dermaga, dan pelabuhan udara, sehingga memiliki keterkaitan antara daerah satu dengan yang lain. 2. Mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata serta terakses. 3. Menjamin kesehatan dasar masyarakat yang merata dan terakses. 4. Mengembangkan perekonomian masyarakat melalui pengelolaan pertanian dalam arti luas dengan berorietansi pasar yang didukung dengan kelembagaan, teknologi dan kemudahan permodalan serta informasi yang didukung oleh prasarana penunjang. 5. Mengembangkan kapasitas kelembagaan Pemerintah Daerah, penguatan kapasitas SDM masyarakat dan Pemerintah dalam rangka meningkatakan pelayanan kepada publik yang lebih baik untuk mewujudkan Good Governance. 6. Menciptakan kondisi masyarakat yang aman, dalam kehidupan yang dinamis didalam keberagaman agama, suku, ras dan golongan dengan memberikan pembinaan kehidupan berpolitik dan menegakkan supremasi hukum yang berkeadilan serta perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
V- 2