PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 1999-2003)
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Dani Yus Wijayanto NIM 3353401029 Ekonomi Pembangunan
FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN EKONOMI 2005 i
PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada: Hari
:
Tanggal
:
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. ST.Sunarto, M.S NIP. 130 515 743
P.Eko Prasetyo, SE, M.Si NIP. 132 300 418
Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi
Drs. Kusmuriyanto, M.Si NIP. 131 404 309
ii
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada: Hari
:
Tanggal
:
Penguji Skripsi
Dra. Etty Susilowati, M.Si NIP. 131 813 666
Anggota I
Anggota II
Drs. ST.Sunarto, M.S NIP. 130 515 743
P.Eko Prasetyo, SE, M.Si NIP. 132 300 418
Mengetahui: Dekan,
Drs. Sunardi, MM NIP. 130 367 998
iii
PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,
September 2005
Dani Yus Wijayanto NIM 3353401029
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, kasih tidak berbuat jahat
terhadap sesama manusia karena cinta kasih itu kesempurnaan hukum” (Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma, 13:8-10)
Persembahan 1. Untuk kedua orang tuaku tercinta. 2. Untuk mas Randi dan mbak Ida tersayang. 3. Untuk Ria terkasih yang selalu memotivasi. 4. Untuk teman-teman seperjuangan IESP’ 2001. (Mujib, Pipit, Alex, Ariadi, Danang dll) 5. Untuk para dosenku. 6. Dan generasi penerusku.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan
judul
“PERTUMBUHAN
EKONOMI
DAN
DISTRIBUSI
PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 19992003)” dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan, bimbingan dan dorongan yang diberikan selama proses penyusunan sampai selesainya skripsi ini, kepada yang terhormat : 1. Bapak Drs. AT. Soegito, MM, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Bapak Drs. Sunardi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 3. Bapak Drs. Kusmuriyanto, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 4. Bapak Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, selaku Kaprodi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Negeri Semarang. 5. Bapak Drs. ST. Sunarto, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu dan membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
vi
6. Bapak Paiman Eko Prasetyo, SE. M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 7. Bapak Gunawan dan Bapak Pratman, selaku pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Semarang yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data. 8. Seluruh Staf Badan Pusat Statistik Kota Semarang yang telah mengarahkan selama mengumpulkan data. 9. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, bantuan dan masukan, sehingga selesainya skripsi ini. Tiada yang dapat penulis persembahkan kepada semua pihak yang telah membantu, hanya doa dan ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga segala kebaikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Semarang, September 2005
Penulis
vii
SARI Wijayanto, Dani Yus. 2005. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Daerah di Kabupaten Semarang (Tahun 1999-2003). Sarjana Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 81 h. Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan Pada hakekatnya pembangunan daerah tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi pembangunan itu. Selama ini pertumbuhan ekonomi dan hasil pembangunan tidak di nikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat maka timbul persoalan distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang ?, (2) Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang ? (3) Bagaimana sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang dengan dan tanpa sektor industri?. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003, (2) Untuk mengetahui faktor-faktor menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang, (3) Untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri. Jenis data penelitian ini adalah mengunakan data sekunder dan data primer. Ada dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) Pertumbuhan ekonomi, dan (2) distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003. Teknik di dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Data utama yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series data). Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik deskriptif dan teknik perhitungan LQ, shift share dan Indeks Williamson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 didominasi empat sektor, dua diantaranya adalah sektor paling potensial yaitu sektor industri dan jasa-jasa. Berdasarkan metode LQ sektor industri, sektor listrik, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Sedangkan berdasarkan metode analisis shift share sektor jasa-jasa, sektor konstruksi, sektor listrik dan sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya lebih cepat dari sektor yang sama di propinsi Jawa Tengah, karena kontribusinya bertanda positif. Sedangkan pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang bertanda negatif, ini berarti pertumbuhan PDRBnya lebih lambat dari pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Tengah. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor pertanian adalah berubahnya fungsi lahan viii
pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali. Sedangkan salah satu faktor yang mendukung perkembangan pada sektor pertanian adalah tersedianya sumber daya alam yang subur sangat cocok untuk usaha pertanian. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor industri adalah stabilitas ekonomi yang belum memadai. Sedangkan salah satu faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri adalah adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan. Sebaran distribusi pendapatan tiap kecamatan di Kabupaten Semarang berada pada ketimpangan taraf rendah karena nilainya rata-rata dalam kurun waktu tahun 19992003 masih berada dibawah angka 0.35, hal ini disebabkan karena adanya pemerataan dalam distribusi pendapatan daerah. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada empat sektor unggulan di Kabupaten Semarang yaitu (1) sektor industri, (2) sektor listrik, gas dan air, (3) sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (4) sektor jasa-jasa. Keempat sektor ini strategis untuk dikembangkan dalam meningkatkan perolehan PDRB. Sektor industri dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang paling potensial dan strategis untuk memacu serta menunjang perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor pertanian yang dahulu merupakan sektor potensial yang bagus harus lebih dikembangkan lagi dalam masyarakat, diantaranya dengan melalui berbagai program seperti program kesejahteraan petani. Dengan perhitungan Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya ketimpangan. Dengan melihat keadaan yang terjadi sebaiknya Kabupaten Semarang lebih mengintensifkan perkembangan sektor industri dan sektor jasa-jasa karena merupakan sektor yang paling potensial. Namun, tidak tertutup kemungkinan mengembangkan sektor lainnya yang kurang potensial. Sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang harus tetap mempertahankan Indeks Williamson di bawah 0.50 sehingga ketimpangan pendapatan akan semakin kecil dan distribusi pendapatan daerah akan semakin merata dinikmati setiap penduduknya.
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………. ii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iii PERNYATAAN………………………………………………………………. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi SARI…….… ………………………………………………………………… vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6 D. Kegunaan penelitian........................................................................ 6 E. Sistematika Skripsi.......................................................................... 7 BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 8 A. Pertumbuhan Ekonomi................................................................... 8 1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ............................................ 8 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi....................................................... 9 x
B. Produk Domestik Regional Bruto .................................................. 10 1. PDRB Menurut Pendekatan Produksi ........................................ 10 2. PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan ................................... 11 3. PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran................................... 11 C. Perubahan Struktur Ekonomi ......................................................... 13 1. Pola-Pola Pembangunan……………………………………….. 14 2. Teori Kuznet Tentang Perubahan Struktur Ekonomi…………... 15 D. Teori Ketimpangan Pendapatan Wilayah………………………..... 16 E. Distribusi Pendapatan……………………………………………... 17 1. Pengertian Distribusi Pendapatan…………………………….... 17 2. Pembangunan Dengan Pemerataan…………………………….. 17 a. Argumen Tradisional……………………………………...... 18 b. Argumen Tandingan………………………………………
18
F. Metode Indeks Location Quotion………………………………… 20 G. Metode Analisis Shift Share……………………………………… 21 H Metode Indeks Williamson………………………………………
21
I. Kerangka Berfikir………………………………………………… 23 BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 24 A. Lokasi Penelitian ............................................................................. 24 B. Sumber Data..................................................................................... 24 C. Teknik Sampling .............................................................................. 25 D. Variabel Penelitian........................................................................... 25 xi
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………..
27
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………………
27
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………..
31
A. Hasil Penelitian……………………………………………………
31
1. Keadaan geografi Kabupaten Semarang……………………....
31
2. Kependudukan………………………………………………..
32
3. Pemerintahan…………………………………………………
34
4. Sosial…………………………………………………………
34
5. Pertanian…………………………………………………….
35
6. Perdagangan………………………………………………….
38
7. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang……….
39
8. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang... 45 9. Sebaran distribusi pendapatan daerah Kabupaten Semarang… 46 B. Pembahasan………………………………………………………..
49
BAB V. PENUTUP………………………………………………………….
79
A. Kesimpulan……………………………………………………….
79
B. Saran……………………………………………………………...
80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82 LAMPIRAN ................................................................................................... 84
xii
DAFTAR TABEL Tabel No:
Halaman
1. Populasi Ternak Kecil Pada Tahun 2003……………………………………… 36 2. Perkembangan Struktur Ekonomi PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di atas 10 persen) ………………………………………………….. 39 3. Perkembangan Struktur Ekonomi PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di bawah 10 persen) ……………………………………………….. 40 4. Hasil Perhitungan LQ Tahun 1999-2003…………………..………………… 41 5. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003…...……………. 42 6. Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003………………………..……….. 44 7. Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan Sektor Industri Tahun 1999-2003…………………………………………… 47
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran No: 1. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Di Kabupaten Semarang (Ribuan Rupiah). 2. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 1999. 3. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2000. 4. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2001. 5. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2002. 6. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2003. 7. Hasil Perhitungan Rata-Rata LQ Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003. 8. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2000. 9. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2000-2001. 10. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2001-2002. 11. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2002-2003. 12. Hasil Perhitungan Rata-Rata Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003 13. Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003. 14. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku. 15. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku. 16. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku. 17. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku. 18. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku. 19. Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tahun 1999-2003.
xiv
20. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999. 21. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2000. 22. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2001. 23. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2002. 24. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2003. 25. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003. 26. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri. 27. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri. 28. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri. 29. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri. 30. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri. 31. Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999-2003. 32. PDRB Propinsi Jawa Tengah Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1999-2003
. xv
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan tata kehidupan ekonomi, sosial, politik yang lebih baik dimasa mendatang. Oleh karena itu dalam melakukan penyusunan program pembangunan harus bertitik tolak pada permasalahan pembangunan baik yang mendukung lajunya pembangunan maupun yang menghambat pembangunan sehingga dapat disusun suatu strategi pembangunan nasional atau pembangunan daerah. Dalam GBHN 1998 bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat untuk meningkatkan pendayagunaan potensi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus menghitung laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus dinikmati penduduk, maka pertumbuhan ekonomi yang
2
tinggi belum tentu dapat dinikmati penduduk jika pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi (Suseno, 1990:35). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1985:19). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga berlaku atau harga konstan. Sehingga perubahan dalam nilai pendapatan hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan akan perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Indikator tersebut tidak hanya menunjukan bagaimana hasil-hasil pembangunan tersebut didistribusikan dan siapa saja yang sesungguhnya menikmati pertumbuhan ekonomi tetapi seberapa jauh pembangunan telah berhasil menyejahterakan masyarakatnya. Untuk daerah seperti Kabupaten Semarang yang pada tahun 2003 jumlah penduduknya 844.889 jiwa serta diketahui pertumbuhan PDRB yang semakin jauhnya tahun krisis ekonomi 1997, sehingga saat ini pertumbuhan ekonomi terlihat agak lebih stabil. Hal ini terlihat dari pertumbuhan PDRB sampai dengan tahun 2003 di mana tiga tahun terakhir menunjukkan angka yang relatif stabil pada kisaran angka 3,00 persen dan 4,00 persen, di antaranya tahun 2001 sebesar 3,34 persen, tahun 2002 sebesar 3,90 persen dan tahun 2003 sebesar
3
3,79 persen (BPS,2003:11). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan perekonomian Kabupaten Semarang semakin disempurnakan, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan pertumbuhannya harus lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk sehingga peningkatan pendapatan per kapita penduduk, pendapatan daerah dapat tercapai. Tetapi keberhasilan pembangunan suatu daerah tidak hanya dapat diukur melalui kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan daerah, pendapatan per kapita, PDRB maupun indikator sejenis lainnya. Masalah distribusi pendapatan mengandung dua segi, segi pertama yaitu bagaimana menaikkan taraf hidup mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan segi kedua adalah pemeratan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti perbedaan pendapatan antar penduduk/antar rumahtangga. Dengan kata lain segi yang pertama merupakan masalah tingkat kemiskinan absolut sedang segi yang kedua lebih berhubungan dengan distribusi pendapatan. Keberhasilan mengatasi segi yang pertama dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan, keberhasilan ini dapat memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya. Distribusi pendapatan tidak cukup diatasi jika hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi dengan harapan bahwa pendapatan nasional tersebut akan menetes kebawah, perlu usaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah
4
distribusi pendapatan ini. Dengan lebih memusatkan perhatian pada kwalitas dari proses pembangunan masalah distribusi pendapatan ini semakin terasa karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat selama orde baru yang tidak diikuti dengan pemerataan distribusi pendapatan (Sugiarto, 2002:2). Sedangkan didalam pembangunan ekonomi suatu daerah selalu muncul polemik dalam menentukan strategi dasar pembangunannya, yaitu memilih garis pertumbuhan ekonomi ataukah pemerataan pendapatan. Beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang cepat sudah tidak dapat lagi dipakai untuk mengurangi kemiskinan. Sementara kemiskinan merupakan realita dalam kehidupan ekonomi di negara yang sedang berkembang. Sebaliknya di negara yang maju semangat untuk meningkatkan pendapatan merupakan tujuan paling penting dari segala kegiatan ekonomi. Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah memang tidak menjamin pemerataan pendapatan, namun pertumbuhan ekonomi yang cepat tetap dianggap merupakan strategi unggul dalam pembangunan ekonomi (Prayitno, 1986:68). Perlunya langkah-langkah peninjauan kembali terhadap segenap prioritas pembangunan di Kabupaten Semarang semakin terasakan, Meskipun laju pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis memberikan jawaban atas berbagai masalah kesejahteraan, namun hal tersebut tetap merupakan unsur penting dalam setiap program pembangunan daerah. Pada hakekatnya pembangunan daerah dianjurkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi pembangunan itu. Selama
5
ini pertumbuhan ekonomi dan hasil pembangunan tidak dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat maka timbul persoalan distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.Karena pentingnya masalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan dalam pembangunan ekonomi maka penulis mengambil judul skripsi: “PERTUMBUHAN
EKONOMI
DAN
DISTRIBUSI
PENDAPATAN
DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 1999-2003).”
B. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti hanya dibatasi mengenai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan daerah dengan beberapa indikator antara lain PDRB, jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita pada tahun 1999-2003 di Kabupaten Semarang. Semua daerah dalam aktivitasnya perkembangan ekonomi pasti akan mengalami naik turun, ada daerah yang menunjukan perkembangan ekonomi yang tinggi dan ada pula daerah yang mengalami perkembangan ekonomi lambat. Oleh karena itu perlu di telaah pembangunan suatu daerah apakah mengalami perkembangan yang cukup tinggi atau sebaliknya. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
6
1. Bagaimana perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor
di
Kabupaten Semarang ? 2. Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang ? 3. Bagaimana sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang dengan dan tanpa sektor industri?
C. Tujuan Penelitian Adapun dalam penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang. 3. Untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri.
D. Kegunaan Penelitian Kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kegunaan praktis, yaitu diharapkan penelitian ini bagi Kabupaten Semarang dapat sebagai gambaran atau informasi tentang pemerataan distribusi
7
pendapatan sehingga pemerintah daerah dapat lebih mengembangkan potensi daerahnya. 2. Kegunaan teoritis, yaitu dengan mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang diharapkan pembangunan ekonomi di tahun mendatang dapat ditingkatkan. 3. Bagi penulis adalah untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana.
E. Sistematika Skripsi BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari; latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, sistematika skripsi. BAB II : LANDASAN TEORI terdiri dari; berisi teori yang mendasari dan mendukung penelitian ini yaitu meliputi pertumbuhan ekonomi, PDRB, perubahan struktur ekonomi, teori ketimpangan wilayah, distribusi pendapatan, metode Indeks LQ, analisis shift share, Indeks Williamson dan kerangka berfikir. BAB III : METODE PENELITIAN terdiri dari; jenis data penelitian, definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN terdiri dari; hasil penelitian, dan pembahasan. BAB V : PENUTUP terdiri dari; kesimpulan dan saran.
8
BAB II LANDASAN TEORI A. Pertumbuhan Ekonomi 1. Pengertian pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono,1985:19), sehingga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga konstan dan harga berlaku. Perubahan dalam nilai pendapatan nasional hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka
panjang
(Boediono,1999:1).
Pertumbuhan
ekonomi
berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Di sini ada dua sisi penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan tumbuh apabila dalam jangka waktu 5 tahun mengalami kenaikan output per kapita.
9
Menurut Kuznets dalam (Todaro,2000:144) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau di mungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada. Dari berbagai definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu proses perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan atau pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangan baru tercipta apabila jumlah fisik barang-barang dan jasajasa yang dihasilkan bertambah besar pada tahun berikutnya. Sedangkan, untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan perlu ditentukan perubahan yang sebenarnya terjadi dalam kegiatankegiatan ekonomi dari tahun ke tahun tersebut.
2. Laju pertumbuhan ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Suseno,1990:35). Laju pertumbuhan ekonomi menunjukan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya (BPS,1999:9). Dari berbagai definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laju
10
pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan pendapatan secara agregat masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
B. Produk Domestik Regional Bruto Di dalam menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ditimbulkan dari suatu region, ada 3 pendekatan yang digunakan (BPS, 2003:2), yaitu: 1. PDRB menurut pendekatan produksi PDRB menurut pendekatan produksi merupakan jumlah nilai produksi neto barang dan jasa yang dihasilkan olah berbagai unit produksi dalam suatu region selama jangka waktu tertentu yaitu satu tahun. Unitunit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha yaitu: 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Kontruksi 6. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 8. Lembaga Keuangan, Real Estate, Persewaan dan Jasa Perusahaan
11
9. Jasa-jasa (Pemerintahan, Sosial, kemasyarakatan, Hiburan dan Perorangan)
2. PDRB menurut pendekatan pendapatan PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu region dalam jangka waktu tertentu yaitu satu tahun. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak langsung neto sedangkan jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah semua permintaan akhir seperti; pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto dalam jangka waktu tertentu (biasanya setahun) sedangkan ekspor neto merupakan ekspor dikurangi dengan impor.
12
Dari ketiga pendekatan tersebut di atas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan produksi. Sedangkan secara konsep jumlah pengeluaran harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan harus sama pula dengan jumlah komponen nilai tambah bruto termasuk di dalamnya balas jasa faktor produksi. Selanjutnya PDRB seperti yang telah diuraikan di atas disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar karena di dalamnya mencakup komponen pajak tidak langsung neto. Untuk memudahkan pemakai data, maka hasil perhitungan PDRB disajikan menurut sektor ekonomi / lapangan usaha yang dibedakan menjadi 2 macam yaitu; PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, baik dalam menilai produksi, biaya antara maupun dalam menilai komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB sedangkan PDRB atas dasar harga konstan merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar dalam hal ini adalah harga tahun 1993. Karena memakai harga tetap / konstan, maka perkembangan angka pendapatan regional dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan riil/ nyata dan bukan dipengaruhi oleh perubahan harga baik harga naik maupun harga turun (BPS, 2003:7). Sedangkan secara substansial perbedaan PDRB atas dasar harga berlaku dengan PDRB atas dasar harga konstan terletak pada penilaian PDRB atas
13
dasar harga. Jika berdasarkan harga berlaku PDRB dihitung atas dasar harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan tetapi jika berdasarkan harga konstan PDRB dihitung atas dasar harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar yang dalam hal ini adalah harga tahun 1993.
C. Perubahan Struktur Ekonomi Perubahan di dalam struktur ekonomi biasanya ditunjukan dengan adanya perkembangan kontribusi antara sektor pertanian dan sektor industri terhadap pembentukan PDRB. Dalam GBHN tahun 1993 ditegaskan bahwa pembangunan
jangka
panjang
harus
mampu
membawa
perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi sehingga produksi nasional yang berasal dari berbagai sektor tetapi diluar sektor pertanian akan semakin besar dan sektor industri yang diharapkan menjadi tulangpunggung perekonomian nasional. Struktur ekonomi adalah komponen dari peranan sektor-sektor perekonomian suatu daerah yang dapat dilihat dari kontribusi masing-masing dalam PDRB. Sedangkan, corak perubahan struktur PDRB dapat ditunjukan dengan melihat perubahan sumbangan masing-masing sektor terhadap produksi daerah.
14
Teori tentang perubahan struktur ekonomi yaitu: 1. Pola-pola Pembangunan (Sadono,1985:87) Analisis yang dikemukakan oleh Hollis B. Chenery ini memusatkan perhatiannya kepada proses yang mengubah secara bertahap struktur ekonomi, industri dan kelembagaan pada suatu perekonomian yang terbelakang sehingga memungkinkan industri yang baru menggantikan pertanian sebagai penggerak pembangunan. Perubahan struktur ini melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk transformasi produksi dan perubahan
dalam
komposisi
permintaan
konsumen
perdagangan
internasional dan sumberdaya serta faktor faktor sosial ekonomi seperti urbanisasi, pertumbuhan dan distribusi penduduk. Teori ini mempunyai salah satu ciri umum dari proses pembangunan yaitu transformasi struktur produksi barang industri pada saat pendapatan per kapita meningkat. Dalam transformasi struktur ini terdapat beberapa tahap yaitu: a. Pembangunan struktur tahap awal digambarkan bahwa peranan share output industri dalam GDP meningkat dan peranan output pertanian menurun. Pada tahap ini pembangunan dicirikan oleh adanya ketergantungan
terhadap
produksi
pertanian
sebagai
sumber
pendapatan dan pertumbuhan. b. Pembangunan struktural dalam tahap atau fase kemudian yaitu tahap dimana peranan sektor pertanian dan industri seimbang. Pada fase ini
15
pembangunan dicirikan oleh adanya ketergantungan terhadap produk barang-barang industri. 2. Teori Kuznets tentang perubahan struktur ekonomi (Todaro,2000:145) Tingkat perkembangan struktural dan sektoral yang tinggi yang melanda segenap aspek kehidupan perekonomian merupakan penyatuan sendiri dengan proses pertumbuhan ekonomi. Beberapa komponen yang utama dari proses perubahan struktural tersebut antara lain mencakup pergeseran pemusatan aktivitas pertanian secara berangsur-angsur dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian (pergeseran tersebut juga telah berlangsung yakni dari sektor industri ke sektor jasa) perubahan besar dalam skala atau rata-rata unit produksi (yakni dari pola produksi yang ditangani
oleh
perusahaan-perusahaan
keluarga
atau
perusahaan
perorangan berskala kecil kearah pola produksi massal yang ditangani oleh perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional yang bersifat impersonal). Selain itu juga terjadi pergeseran lokasi dan status pekerjaan mayoritas angkatan kerja dari daerah pedesaan, semula mereka lebih banyak menggeluti sektor pertanian di desa asalnya tetapi kemudian bergerak ke sektor manufaktur serta jasa-jasa di daerah perkotaan.
16
D. Teori Ketimpangan Pendapatan Wilayah Menurut Syafrudin dalam (Sutawijaya, 2004:39) Williamson membuat suatu langkah dengan menganalisis hubungan antara distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional di suatu negara. Williamson menggunakan data tabel silang dari 24 negara dan menemukan bahwa negara dengan kesenjangan pendapatan wilayah terbesar selalu diikuti sekelompok negara dengan tingkat pendapatan per kapita menengah, di mana kesenjangan wilayah yang relatif kecil ditemukan baik di negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi maupun negara berkembang. Sedangkan menurut Rostow pada tahun 1960 mengembangkan teori penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini menempatkan bermacam-macam isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan ekonomi yaitu; masyarakat tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas, proses pendewasaan dan periode masyarakat konsumtif. Masyarakat tradisional berada dalam masa equilibrium statis dimana pertanian merupakan aktivitas dominan. Masa persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam perilaku dan organisasi sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan dengan berubahnya kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi dan pekerjaan. Fungsi produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian dan industri tetapi perubahannya tetap lambat.
17
E. Distribusi Pendapatan 1. Pengertian distribusi pendapatan Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy,1997:54). Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro,2000:180). Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya.
2. Pembangunan dengan pemerataan Perubahan ekonomi di samping mengejar laju pertumbuhan ekonomi juga harus memperhatikan aspek pemerataan. Ada dua argumen yang berhubungan dengan masalah pembangunan ekonomi dengan pemerataan (Todaro, 2000:212).
18
a. Argumen tradisional Argumen tradisional menfokuskan lebih di dalam pengelolaan faktor-faktor produksi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendapatan yang sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat Akibat dari pengaruh teori dan kebijakan perekonomian pasar bebas, penerimaan pemikiran seperti itu umumnya
dari
negara-negara
oleh kalangan ekonom pada
maju
maupun
negara-negara
berkembang, baik secara implisit maupun eksplisit menunjukan bahwa mereka tidak begitu memperhatikan pentingnya masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Mereka tidak saja menganggap ketidakadilan pendapatan sebagai syarat yang pantas dikorbankan dalam menggapai proses pertumbuhan ekonomi secara maksimum dan bila dalam jangka panjang hal itu dianggap syarat yang diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk melalui mekanisme persaingan penetesan kebawah (trickle down effect) secara alamiah. b. Argumen tandingan Karena terdapat banyak ekonom pembangunan yang merasa bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara berkembang tidak bisa di nomorduakan, karena hal itu merupakan suatu kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna
19
menunjang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000:213). Dalam argumen tandingan tersebut terdapat lima alasan yaitu; Pertama, ketimpangan yang begitu besar dan kemiskinan yang begitu luas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga masyarakat miskin tidak memiliki akses terhadap perolehan kredit. Berbagai faktor ini secara bersama-sama menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan GNP per kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan pendapatan yang lebih besar. Kedua, berdasarkan observasi sekilas yang ditunjang oleh datadata empiris yang ada kita mengetahui bahwa tidak seperti yang terjadi dalam sejarah pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, orang-orang kaya di negara-negara dunia ketiga tidak dapat diharapkan kemampuan atau kesediaannya untuk menabung dan menanamkan modalnya dalam perekonomian domestik. Ketiga, rendahnya pendapatan dan taraf hidup kaum miskin yang berwujud berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang makan dan gizi dan pendidikannya yang rendah justru akan menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Keempat, upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin akan merangsang meningkatkannya permintaan
20
terhadap barang-barang produksi dalam negeri seperti bahan makanan dan pakaian. Kelima, dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih adil melalui upaya-upaya pengurangan kemiskinan masyarakat, maka akan segera tercipta banyak insentif atau rangsangan-rangsangan materiil dan psikologis yang pada gilirannya akan menjadi penghambat kemajuan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa promosi pertumbuhan ekonomi secara cepat dan upaya-upaya pengentasan
kemiskinan
serta
penanggulangan
ketimpangan
pendapatan bukanlah tujuan-tujuan yang saling bertentangan sehingga yang satu tidak perlu diutamakan dengan mengorbankan yang lain.
F. Metode Indeks Location Quotion (LQ) Faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdayasumberdaya lokal termasuk menghasilkan tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja. Indeks LQ digunakan untuk membandingkan antar pangsa suatu sektor pada suatu daerah dengan sektor daerah himpunan. Sedangkan hasil pengujian Indeks LQ akan menunjukan jika koefisien LQ > 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu. Jika LQ < 1, berarti daerah
21
tersebut kurang mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu (Suyatno, 2000:146).
G. Metode Analisis Shift Share Untuk menunjukan sektor-sektor yang berkembang di suatu wilayah dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional atau regional digunakan teknik analisis shift share. Teknik ini menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional atau regional. Dengan demikian, dapat ditunjukan dengan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah tersebut memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional atau regional. Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu wilayah dengan laju perekonomian nasional atau regional serta sektorsektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandinganperbandingan tersebut dan bila penyimpangan itu positif hal itu disebut keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut (Sitohang, 1993:95).
H. Metode Indeks Williamson Distribusi pendapatan merupakan suatu masalah ekonomi yang penting di Indonesia, seperti halnya di negara-negara yang sedang berkembang
22
lainnya. Suatu cara yang digunakan untuk mengukur ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan tersebut telah diperkenalkan oleh Williamson yang biasa disebut Indeks Williamson. Nilai indeks ini dapat diperoleh dari perhitungan pendapatan regional per kapita dan jumlah penduduk masing-masing daerah. Sedangkan hasil pengujian Indeks Williamson akan menunjukan nilai antara 0 sampai 1. Dengan semakin besar nilai Indeks Williamson, maka semakin besar ketidakmerataan antar daerah dan sebaliknya semakin kecil nilai Indeks Williamson, maka tingkat ketidakmerataan antar daerah juga akan semakin kecil (Kuncoro, 2003:127).
23
I. KERANGKA BERFIKIR Dasar kerangka berfikir dalam penelitian ini akan terbentuk dalam skema dibawah ini;
Pertumbuhan ekonomi
Indeks LQ per sektor
Analisis shift share
Tipologi daerah berdasarkan potensi
Sektor yang tumbuh secara cepat Kesejahteraan masyarakat
Distribusi Pendapatan
Indeks Williamson
Mengukur ketimpangan distribusi pendapatan Ada ketimpangan
Tidak ada ketimpangan
24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto,1998:103). Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah PDRB menurut sektoral Kabupaten Semarang dan Propinsi Jawa Tengah yang dihitung berdasarkan harga berlaku. Metode penelitian ini didasarkan pada analisis deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan ekonomi Kabupaten Semarang.
B. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau data yang sudah diolah atau dipublikasikan oleh berbagai instansi pemerintah dan data primer, yaitu data yang diambil secara langsung pada tempat yang diteliti. Sedangkan data yang utama digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series data) untuk kurun waktu tahun 1999-2003. Data yang digunakan meliputi, PDRB atas dasar harga berlaku untuk Kabupaten Semarang, data PDRB atas dasar harga berlaku yang diperinci menurut kecamatan, jumlah penduduk Kabupaten Semarang diperinci menurut
25
kecamatan, PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Semarang, PDRB menurut lapangan usaha kecamatan di Kabupaten Semarang dan PDRB menurut lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah.
C. Teknik Sampling Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 1998:117). Sedangkan teknik pengambilan sampelnya adalah purporsive sample, yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar adanya tujuan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun 1999-2003. Sedangkan secara analisis dijelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh dari perhitungan Indeks Williamson, LQ dan Shift Share.
D. Variabel Penelitian a. PDRB PDRB yang digunakan melalui pendekatan produksi, yaitu PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan olah sembilan sektor produksi selama satu tahun, dalam menghitung PDRB yang dijumlahkan
hanyalah
nilai
produksi
tambahan
dihindarkan adanya perhitungan ganda (BPS, 1999:6).
sehingga
dapat
26
b. Jumlah penduduk Jumlah penduduk yang digunakan dalam menghitung PDRB per kapita adalah jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Jumlah penduduk terbagi menjadi penduduk usia produktif dan non produktif dalam hal ini bukan hanya sebagai salah satu faktor produksi saja tetapi juga merupakan pencipta dan pengembang teknologi serta yang mengorganisasikan penggunaan berbagai faktor produksi. c. Laju pertumbuhan ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi menunjukan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya (BPS,1999:9). Laju pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan cara mengurangi PDRB tahun tertentu dengan PDRB tahun sebelumnya dan hasil dari pengurangan tersebut dibagi dengan PDRB tahun sebelumnya. d. Pendapatan per kapita Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu wilayah. Pendapatan perkapita merupakan hasil bagi antara pendapatan regional (PDRB) suatu wilayah pada tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun (BPS, 2003:4).
27
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik
di
dalam
pengumpulan
data
menggunakan
metode
dokumentasi yaitu data yang diperoleh dari buku, laporan dan penerbitan lainnya dan metode interviu / wawancara yaitu teknik komunikasi secara langsung dari sumber yang akan diteliti mengenai faktor penghambat dan pendukung pada sektor pertanian dan industri di Kabupaten Semarang.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Analisis Location Quotion (LQ) Analisis ini berfungsi untuk mengetahui sektor atau potensi yang dimiliki dan dapat dikembangkan di suatu daerah (Suyatno, 2000:146). LQ =
Xin/Yn Xi/Y
Keterangan : LQ = Indeks Location Quotion Xin = Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn = PDRB di Kabupaten Semarang Xi = Nilai tambah sektor i di Propinsi Jawa Tengah Y = PDRB di Propinsi Jawa Tengah
28
Jika koefisien LQ > 1, Kabupaten tersebut mempunyai potensi relatif dalam sektor i. Jika LQ < 1, berarti daerah tersebut kurang mempunyai potensi relatif dalam sektor i.
b) Analisis Shift Share Analisis shift share berfungsi untuk mengetahui sektor-sektor mana yang tumbuh secara cepat di suatu daerah (Sitohang, 1993:95). Gj = Ejt-Ejo = (Nj + Pj + Dj) Nj = Ejo(Et/Eo)-Ejo (P+D)J = Ejt - (Et/Eo)Ejo = Gj-Nj Pj = {(Eit/Eio)-(Et/Eo)}Eijo Dj = (Eijt-(Eit/Eio)Eijo) = (P+D)j-(Pj) Keterangan : Gj = Pertumbuhan PDRB total Kabupaten Semarang Nj = Komponen national Share di Kabupaten Semarang Pj = Komponen proportional shift Kabupaten Semarang Dj = Komponen differential shift Kabupaten Semarang (P+D)J = Pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang Ei = PDRB total Kabupaten Semarang E = PDRB total di Propinsi Jawa Tengah
29
Ejt = PDRB total Kabupaten Semarang di akhir tahun Ejo = PDRB total Kabupaten Semarang di awal tahun Eot = Periode awal atau akhir i = Subsektor pada PDRB Jika nilai Dj > 0, maka sektor i di Kabupaten j tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Demikian sebaliknya jika Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten j adalah lambat. Jika nilai (P+D)j > 0, maka pertumbuhan PDRB Kabupaten j lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah dan sebaliknya jika (P+D)j < 0, maka pertumbuhan PDRB di Kabupaten j adalah lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kedua teknik analisis di atas digunakan untuk menghitung perkembangan struktur PDRB di Kabupaten Semarang.
c) Indeks Williamson Untuk mengetahui apakah terdapat pemerataan pendapatan di Kabupaten Semarang atau tidak, digunakan alat analisis Indeks Williamson (Kuncoro, 2003:127). VW =
∑{Yi ─ Y }² . Fi/n
Y Keterangan : VW = Nilai indeks Williamson
30
Yi = Pendapatan perkapita masing-masing kecamatan i Y = Pendapatan perkapita Kabupaten Semarang Fi = Jumlah penduduk masing-masing kecamatan i n = Jumlah penduduk Kabupaten Semarang Hasil pengujian Indeks Williamson akan menunjukan nilai antara 0 sampai 1. Dengan semakin besar nilai Indeks Williamson, maka semakin besar ketidakmerataan antar daerah dan sebaliknya semakin kecil nilai Indeks Williamson, maka tingkat ketidakmerataan antar daerah juga akan semakin kecil. HT. Oshima (dalam Sutawijaya, 2004:46) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan dalam masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang, atau tinggi. Untuk itu ditentukan kriteria sebagai berikut; ketimpangan taraf rendah bila indeks Williamson < 0,35 , ketimpangan taraf sedang bila indeks Williamson antara 0,35 – 0,50 dan ketimpangan taraf tinggi bila indeks Williamson > 0,50. Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang.
31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Keadaan geografi Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang sebagai salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah secara geografi berada pada 110º 14’ 54,75” sampai dengan 110º 39’ 3’’ Bujur Timur dan 7º 3’57”-7º30’ Lintang Selatan. Kabupaten Semarang secara administratif berbatasan dengan Kota Semarang dan Kabupaten Demak di sebelah Utara, Kabupaten Grobogan disebelah Timur, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang di sebelah Selatan, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Temanggung di sebelah Barat. Sedangkan Kota Salatiga berada ditengah wilayah Kabupaten Semarang. Rata-rata ketinggian tempat di Kabupaten Semarang 607 m di atas permukaan laut, daerah terendah di desa Candirejo Kecamatan Ungaran dan daerah tertinggi di desa Batur Kecamatan Getasan. Kabupaten Semarang memiliki luas wilayah sebesar 95.020,674 Ha atau sekitar 2,92 persen luas Propinsi Jawa Tengah, sedangkan luas yang ada terdiri dari 24.478 Ha (25,76 persen) lahan sawah dan 70.542,6740 Ha (74,24 persen) bukan lahan sawah. Secara administratif Kabupaten Semarang terbagi menjadi 17 Kecamatan dan terdiri dari 235 desa / kelurahan. Sedangkan
32
ditinjau dari segi kegunaannya bukan lahan sawah digunakan sebagai pekarangan dan bangunan sebesar 18.695,02 Ha (26,502 persen), 29.660 Ha untuk tegalan dan kebun (42,045 persen), 19 Ha untuk tambak / kolam (0,027 persen) perkebunan rakyat / swasta sebesar 9.633 Ha (13,656 persen), 6.342 Ha untuk hutan negara / rakyat (8,990 persen), 2.623 Ha untuk rawa (3,718 persen) dan lain-lain tanah kering sebesar 3.570,654 Ha (5,062 persen). Menurut penggunaan lahan sawah, luas lahan sawah berpengairan irigasi teknis sebesar 5.524 Ha, irigasi setengah teknis 4.016 Ha, irigasi sederhana sebesar 7.917 Ha serta tadah hujan sebesar 6.003 Ha. Curah hujan tertinggi selama tahun 2003 terdapat di Kecamatan Tengaran sebanyak 3.451 mm, sedangkan untuk hari hujan terbanyak terdapat di Kecamatan Bawen sebanyak 180 hari.
2. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Semarang tahun 2003 adalah sebesar 844.889 orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,45 persen. Dari hasil angka registrasi tersebut diperoleh rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Semarang masih di bawah 100% yaitu sebesar 98,23%. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Sejalan dengan kenaikan penduduk maka kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (1999-2003) cenderung mengalami kenaikan, pada tahun 2003 tercatat sebesar 889 jiwa setiap
33
kilometer persegi, jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Kepadatan penduduk di kecamatan yang wilayahnya sebagian besar perkotaan mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang wilayahnya masih merupakan daerah pedesaan. Wilayah terpadat tercatat di Tengaran, Ambarawa dan Ungaran yang masing-masing dengan kepadatan 1.204, 1.486 dan 1.561 jiwa / km. Tenaga kerja merupakan salah satu modal dalam perkembangan roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Berdasarkan data dari Dispenduk Capil Naker Kabupaten Semarang banyaknya pencari kerja yang terdaftar selama tahun 2003 berjumlah 13.700 orang. Pemohon perpanjangan dan pemberian ijin bekerja bagi warga negara asing selam tahun 2003 mengalami kenaikan yang berarti yaitu sebanyak 114 orang terdiri dari laki-laki sebesar 103 orang dan perempuan sebesar 11 orang. Mata pencaharian pokok penduduk di Kabupaten Semarang pada umumnya masih bekerja di bidang pertanian, hal ini sesuai dengan potensi wilayah Kabupaten Semarang yang sebagian besar masih merupakan lahan pertanian.
34
3. Pemerintahan Secara administratif wilayah Kabupaten Semarang pada tahun 2003 terbagi dalam 17 kecamatan, wilayah tersebut terdiri dari 207 desa, 28 kelurahan, 1.513 Rukun Warga (RW) dan 6.203 Rukun Tetangga (RT). Sedangkan jumlah prasarana desa sampai tahun 2003 mancapai 526 buah yang terdiri dari prasarana perhubungan 311 buah, pendidikan dan kesehatan sebanyak 48 buah, perekonomian sebanyak 26 buah, sosial sebanyak 141 buah. Untuk jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Kabupaten Semarang keadaan Desember 2003 sebanyak 10.062 orang. Jumlah pegawai menurut pendidikan yang ditamatkan adalah tamat / tidak tamat SD sebanyak 553 orang (5,50 persen), SLTP sebanyak 490 orang (4,87 persen), SMU sebanyak 3.045 orang (30,26 persen), Diploma / Sarmud sebanyak 3.499 orang (34,77 persen), Sarjana Strata-1 sebanyak 2.409 orang (23.94 persen) dan Sarjana Strata-2 sebanyak 66 orang (0,66 persen). Berdasarkan data dari Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang pada tahun 2003 telah membuat akta PPAT sebanyak 3.577 buah, sebagian besar merupakan hak milik 86,89 persen dan hak bangunan 13,11 persen.
4. Sosial Penduduk di Kabupaten Semarang yang bersekolah secara umum mengalami fluktuasi selama periode 1999-2003. Sarana pendidikan seperti
35
sekolah dan tenaga pendidik merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pendidikan. Kesehatan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sangat diperlukan dalam upaya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. Fasilitas kesehatan yang dimaksud meliputi Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, BKIA dan Rumah Bersalin. Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Semarang sebagian besar tidak mengalami perubahan bila dibanding dengan tahun sebelumnya, sarana kesehatan yang mengalami perubahan adalah Balai Pengobatan mengalami penurunan sebesar 20 persen. Sedangkan jumlah tenaga medis yang ada juga mengalami penurunan untuk jumlah dokter, dokter gigi, perawat umum, bidan, sedang jumlah perawat tidak mengalami perubahan.
5. Pertanian Pertanian tanaman pangan memilik luas panen dan produksi tanaman padi di Kabupaten Semarang tahun 2003 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Menurunnya luas panen padi berpengaruh terhadap produksi padi, sedangkan untuk penurunannya luas panen padi turun sebesar 8,40 persen dan produksi padi turun 14,94 persen dari tahun sebelumnya. Secara umum luas panen dan produksi tanaman palawija di Kabupaten Semarang pada tahun 2003 juga mengalami pernurunan dibanding keadaan
36
sebelumnya. Untuk luas panen jagung turun sebesar 1,69 persen sedang produksi juga turun sebesar 5,24 persen dari tahun sebelumnya. Luas panen produksi ketela pohon turun 11,60 persen dan 34,04 persen, luas panen dan produksi kedelai juga mengalami penurunan sedangkan di sisi lain ketela rambat dan kacang tanah mengalami peningkatan baik produksi maupun luas panen. Produksi beberapa tanaman sayuran (lombok, kubis, ketimun, bawang putih, tomat, buncis, sawi, terong, labu siam, bayam, kacng panjang, seledri, kentang) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, untuk produksi bawang merah, bawang daun, wortel, petai, melinjo dan kangkung mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Beberapa produksi buah-buahan (rambutan, durian, jambu air, jambu biji, sawo, pepaya, pisang, manggis, sirsat, salak, sukun, kelengkeng) juga mengalami penurunan dibanding tahun 2002 sedangkan produksi alpukat, mangga, duku, jeruk, melinjo, nanas dan sukun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002.
Tabel 1. Populasi Ternak Kecil Pada Tahun 2003 Tahun 2002 2003
Babi 43.794 47.255
Kambing Domba Kelinci 117.641 123.436 26.715 128.839 138.891 26.757
Dari tabel 1, populasi ternak kecil tahun 2003 baik babi, kambing, domba, kelinci mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
37
Untuk populasi ternak besar pada tahun 2003 baik kuda, sapi potong, sapi perah maupun kerbau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002. Produksi daging sapi, ayam buras, kambing, domba dan ayam ras mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya dan untuk produksi susu sapi, telur ayam dan telur itik juga mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Populasi perikanan pada tahun 2003 produksinya tercatat 1.615,037 ton yang terdiri dari 573,20 ton perikanan darat (kolam, karamba, mina padi) dan 1.041,837 ton perairan umum (rawa, sungai, genangan lainnya), dibanding tahun sebelumnya produksi perikanan tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 7,297 persen. Luas tanaman perkebunan rakyat sebagian besar mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, kecuali unutk rosela, tembakau, jahe, aren, kapuk, kelapa dalam, jambu, mete, tebu, panili dan cengkeh. Sedangkan produksi perkebunan rakyat sebagian besar tanaman mengalami peningkatan kecuali kopi, kapuk, panili, guala kristal, jahe, rosela dan tembakau mengalami penurunan produksi dibangding tahun 2002. Sedangkan dalam kehutanan menurut fungsinya dibagi menjadi hutan produksi, hutan lindung, hutan wisata dan hutan suaka. Luas hutan produksi pada tahun 2003 sebesar 6.916,1 Ha atau 29,74 persen dari jumlah hutan keseluruhan, luas hutan rakyat pada thun 2003 sebesar 12.865 Ha atau 55,31 persen dari jumlah hutan keseluruhan sedangkan hutan lindung luasnya
38
sebesar 3.276,90 Ha atau 14,09 persen dan hutan wisata sebesar 182,17 Ha atau 0,78 persen dari jumlah hutan seluruhnya.
6. Perdagangan Pasar berfungsi sebagai salah satu sarana yang berperan dalam penyaluran barang. Sebagai tempat penyaluran barang pada tahun 2003 di Kabupaten Semarang terdapat 3 pusat perbelanjaan, pasar umum sebanyak 42 buah, pasar hewan 4 buah, dan lain-lain 1 buah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terdapat 3 pusat perbelanjaan yang belum ada pada tahun 2002, jumlah pasar umum mengalami penurunan sedang pasar hewan tetap. Sedangkan perekonomian
untuk
Indonesia,
koperasi semakin
yang
sering
menunjukkan
disebut
soko
perannya
guru dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jumlah koperasi di Kabupaten Semarang pada tahun 2002 sebanyak 137 unit dengan jumlah anggota 93.842 orang, jumlah koperasi ini terbagi dalam 14 KUD dan 123 non KUD. Aktivitas koperasi khususnya KUD bila dibanding tahun 2001 pada umumnya mengalami peningkatan natara lain dalam pembinaan pengusaha kecil dan pengadaan pangan, sedang untuk penyaluran pupuk mengalami penurunan sebesar 2.6 persen.
39
7. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang Perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang dilihat kontribusi tiap sektornya, sektor industri masih tetap menempati urutan pertama. Seperti tahun-tahun sebelumnya bahwa walaupun krisis masih terasa namun struktur perekonomian Kabupaten Semarang masih didominasi oleh sektor industri. Di samping itu urutan kontribusi masing-masing sektor atas dasar harga berlaku tidak terjadi pergeseran dari tahun lalu. Struktur PDRB Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 atas dasar harga berlaku masih sama yaitu didominasi oleh empat sektor yaitu sektor industri, pertanian, perdagangan dan jasa-jasa dengan kontribusi masing-masing di atas 10 persen. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 2 Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di atas 10 persen) No
Sektor Ekonomi 1999 41,46 21,09
Kontribusi (persen) 2000 2001 2002 40,89 41,49 40,7 21,83 20,26 20,59
2003 41,48 19,08
18,01 11,34 91,1
17,95 11,58 90,09
1 Industri 2 Pertanian Perdagangan, Rumah Makan dan 3 Jasa Akomodasi 18,05 17,84 4 Jasa-jasa 10,54 10,84 Jumlah 91,14 91,4 Sumber: Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah
17,89 11,36 90,54
40
Tabel. 3 Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di bawah 10 persen) No 1 2 3 4 5
Sektor Ekonomi
Kontribusi (persen) 1999 2000 2001 2002 Lembaga keuangan 3,38 3,71 3,73 3,89 Angkutan dan Komunikasi 2,33 2,43 2,52 2,66 Konstruksi 1,57 1,33 1,42 1,53 Listrik 0,91 0,95 1,06 1,21 Penggalian 0,22 0,18 0,17 0,17 Jumlah 8,41 8,6 8,9 9,46 Sumber: Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah
2003 3,82 2,91 1,55 1,46 0,17 9,91
Dari tabel 2 dan tabel 3, jika melihat perkembangan PDRB Kabupaten Semarang mulai tahun 1999-2003, sektor industri, pertanian, perdagangan, Jasa-jasa sampai dengan 2003 masih paling tinggi perkembangannya dibandingkan 5 sektor lainnya. Tapi pada sektor industri mengalami naik turun, sedangkan pada sektor pertanian mengalami penurunan dari tahun ketahun. Untuk sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi mengalami kecenderungan menurun sedangkan pada sektor jasa-jasa perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun peningkatannya relatif kecil. Pada sektor ekonomi yang sumbangan persentase untuk PDRB dibawah 10 persen juga terjadi peningkatan walaupun peningkatannya relatif stabil dan kecil. Sedangkan kenaikan dan penurunan PDRB Kabupaten Semarang disebabkan oleh besarnya kontribusi sektor unggulan didaerah tersebut.
41
Tabel. 4 Hasil Perhitungan Rata-rata LQ Tahun 1999-2003 LQ No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1999 2000 2001 0,84 0,85 0,83 Pertanian (R) (R) (R) 0,22 0,19 0,18 Penggalian (SR) (SR) (SR) 1,42 1,43 1,42 Industri (T) (T) (T) 1,41 1,29 1,39 Listrik, Gas dan Air (T) (T) (T) 0,4 0,33 0,36 Konstruksi (SR) (SR) (SR) Perdagangan, Rumah makan 0,79 0,76 0,75 dan Jasa Akom (R) (R) (R) 0,57 0,55 0,55 Angkutan dan Komunikasi (R) (R) (R) Lembaga Keuangan, Persewaan 1,05 1,01 1,02 dan Jasa perush (T) (T) (T) 1,11 1,25 1,34 Jasa-jasa (T) (T) (T) Sumber; Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah Keterangan: (T); Tinggi, (SR); Sangat Rendah, (R); Rendah
2002 0,88 (R) 0,18 (SR) 1,37 (T) 1,2 (T) 0,4 (SR) 0,75 (R) 0,53 (R) 1,05 (T) 1,34 (T)
2003 0,89 (R) 0,17 (SR) 1,37 (T) 1,25 (T) 0,39 (SR) 0,43 (SR) 0,51 (R) 1,03 (T) 1,36 (T)
Potensi Sektor Kurang Kurang Berpotensi Berpotensi Kurang Kurang Kurang Berpotensi Berpotensi
Dari tabel 4, sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Semarang dengan hasil perhitungan koefisien LQ > 1 adalah sektor industri, sektor listrik dan air, sektor jasa-jasa dan sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Keempat sektor tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang. Sedangkan sektor pertanian, sektor penggalian, sektor konstruksi, sektor perdagangan, rumah makan dan
42
jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi memiliki koefisien LQ < 1, yang berarti sektor tersebut kurang berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang.
Tabel. 5 Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003
No
1 2 3 4 5 6 7
8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa
1999-2000 (P) -14.841.807 L -927.408,1 L -37.008.255 L -3.594.786 L -9.951.767 L
2000-2001 -30.186.201 -544.755,94 -31.291.988 1.789.007,79 3.233.370,78
Dj (P) L L L C C
2001-2002 (P) 31.814.406 C -35.224,02 L -77.231.067 L -7.694.470 L 4.337.195,4 C
2002-2003 (P) 3.868.775,3 C -377.140,6 L -20.628.812 L 1.755.324,4 C -2.347.471 L
-32.763.231
L
-20.235.012
L
-13.449.473
L
-3.12E+08
L
-4.455.220
L
-2.080.204,6
L
-5.775.291
L
-4.431.366
L
-85.391.137 24.016.529
L C
-558.719,63 18.534.907,1
L C
2.392.639,9 -9.150.129
C L
-5.166.999 3.000.429,9
L C
Sumber; Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah Keterangan: (P); Pertumbuhan, (L); Lambat, (C); Cepat Hasil perhitungan analisis shift share di Kabupaten Semarang seperti pada tabel 5 di atas. Tahun 1999-2000 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor industri, sektor listrik gas dan air, sektor konstruksi, sektor perdagangan dan jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan
43
dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Sedangkan tahun 2000-2001 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor industri, sektor perdagangan dan jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masingmasing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor listrik gas dan air, sektor konstruksi, sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Tahun 2001-2002 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor penggalian, sektor industri, sektor listrik gas dan air, sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor pertanian, sektor konstruksi, sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di JawaTengah.
44
Pada tahun 2002-2003 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor penggalian, sektor industri, sektor konstruksi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air, sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Kabupaten Semarang memiliki nilai (P+D)J < 0 selama tahun 1999-2003 selalu bertanda negatif, ini berarti bahwa pertumbuhan PDRB di Kabupaten Semarang adalah lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel. 6 berikut ini: Tabel 6. Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003 No 1 2 3 4
Tahun 1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003
Ejt 2.770.364.036 3.146.855.431 3.555.861.862 3.916.833.266
Et 117.782.925 136.131.480 156.418.300 173.852.789
Sumber: Data BPS, 1999-2003 sudah diolah Keterangan:(Ejt):PDRB total Kab j akhir th (Et):PDRB Kab j akhir tahun (Eo):PDRB Kab j awal tahun (Ejo):PDRB total Kab j awal th (P+D)J: Pertumbuhan PDRB KabSemarang
Eo 101.509.194 117.782.925 136.131.480 156.418.300
Ejo 2.479.185.866 2.770.364.036 3.146.855.431 3.555.861.862
(P+D)J Pertumbuhan -106.279.474 Lambat -55.083.697 Lambat -59.949.688 Lambat -35.367.344 Lambat
45
8. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang a. Sektor pertanian Berdasarkan hasil Koordinasi Pembangunan Usulan Program / Kegiatan Kabupaten Semarang tahun 2005 ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan pada sektor pertanian yaitu; masih rendahnya produktivitas di mana belum tercapainya standar mutu produk pertanian serta belum memiliki daya saing pemasaran yang kuat, keterbatasan informasi dan mekanisme pasar, rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian dalam penguasaan teknologi dan manajemen,
terbatasnya
kepemilikan luas lahan dan skala usaha, lemahnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha, lemahnya permodalan petani, berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali. Sedangkan faktor mendukung dalam perkembangan pada sektor pertanian adalah tersedianya sumber daya alam yang subur sangat cocok untuk usaha pertanian, tersedianya sumberdaya manusia dan kelembagaan pertanian untuk mengembangkan sektor pertanian, tersedianya komoditas unggulan yang bisa dikembangkan, telah berkembangnya sentra produksi pertanian, tersedianya pemasaran produk pertanian di pasar Jetis Ambarawa.
46
b. Sektor industri Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasubbag perencanaan Dinas Perindustrian Kabupaten Semarang, ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan pada sektor industri yaitu; stabilitas ekonomi yang belum memadai, pasar bebas, ketidakstabilan harga bahan baku, kurangnya pola pembinaan, inovasi hasil produksi. Sedangkan faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri
antara
lain;
tersedianya
kebijakan
pemerintah
dalam
pengembangan industri, adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan, dukungan infrastruktur yang memadai, terbukanya pola kemitraan
usaha,
tersedianya
komoditas
unggulan
yang
dapat
dikembangkan, berkembangnya aneka industri.
9. Sebaran distribusi pendapatan daerah Kabupaten Semarang Hasil perhitungan rata-rata Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri di Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 adalah pada tabel. 7 sebagai berikut:
47
Tabel. 7 Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan Sektor Industri dan tanpa sektor industri Tahun 1999-2003 VW Rata-rata Rata-rata Dengan Sektor Tanpa Sektor No Kecamatan Industri Industri 1 Getasan 0,064 0,035 2 Tengaran 0,1 0,012 3 Susukan 0,074 0,024 4 Kaliwungu 0,012 0,003 5 Suruh 0,092 0,01 6 Pabelan 0,012 0,015 7 Tuntang 0,072 0,016 8 Banyubiru 0,085 0,016 9 Jambu 0,091 0,032 10 Sumowono 0,037 0,055 11 Ambarawa 0,068 0,045 12 Bawen 0,027 0,043 13 Bringin 0.095 0.042 14 Bancak 0.014 0.008 15 Pringapus 0.089 0.045 16 Bergas 0.308 0.015 17 Ungaran 0.261 0.016 Sumber; Data BPS, Sudah diolah
HT. Oshima Taraf Ketimpangan Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Dari angka-angka Indeks Williamson pada tabel 7 diatas, maka dapat diketahui bahwa hasil pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003 menghasilkan sebaran distribusi pendapatan masyarakat yang relatif merata diantara kecamatan yang ada di kabupaten Semarang. Hal ini terbukti dengan hasil
48
perhitungan Indeks Williamson di Kabupaten Semarang yang kurang dari 0,50. Sedangkan hasil perhitungan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dengan memasukkan sektor industri menurut masing-masing kecamatan di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada lampiran 14 sampai dengan lampiran 18. Kecamatan Bergas dan Ungaran merupakan dua dari 17 kecamatan di Kabupaten Semarang yang memiliki rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri sebesar 0,308 dan 0,261. Sedangkan 15 kecamatan lainnya memiliki rata-rata Indeks Williamson kurang dari 0,1 Dengan mengeluarkan sektor industri dari perhitungan PDRB Kabupaten Semarang, maka besarnya Indeks Williamson di Kabupaten Semarang lebih kecil daripada kita memasukkan sektor industri kedalam perhitungan tersebut dan perhitungan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan tanpa memasukkan sektor industri dapat dilihat pada lampiran 26 sampai dengan lampiran 30. Dari hasil perhitungan tanpa mengikutkan sektor industri terlihat bahwa ketimpangan yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan
dengan
perhitungan
Indeks
Williamson
dengan
memasukkan sektor industri kedalam PDRB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendapatan per kapita pada sektor-sektor diluar industri juga menunjukkan adanya perbedaan pada tingkat daerah tetapi perbedaan itu lebih kecil bila dibandingkan dengan memasukkan sektor industri.
49
B. Pembahasan 1. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang a. Sektor Industri Sektor industri di Kabupaten Semarang mempunyai peran yang sangat besar terhadap perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Semarang yang perkembangannya dapat dilihat pada angka kontribusi sektor industri sebesar 41,46 persen pada tahun 1999 kemudian mengalami penurunan sebesar 40,89 persen pada tahun 2000, dan pada tahun 2001 kontribusi sektor industri terhadap PDRB angka tertinggi yaitu sebesar 41,49 persen, namun pada tahun 2003 kontribusi sektor industri terhadap PDRB mengalami penurunan menjadi 41,48 persen, sehingga sektor industri menempati urutan pertama dalam kontribusi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang pada tahun 1999-2003. Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor industri menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,42), (1,43), (1,42), (1,37), (1,37). Hal tersebut berarti bahwa sektor industri termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai LQ lebih dari satu ini berarti sektor industri sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.
50
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor industri menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -37.008.255, -31.291.988, -77.231.067, -20.628.812 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari perhitungan analisis di atas sektor industri merupakan sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis. b. Sektor pertanian Perkembangan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 1999 sebesar 21,09 persen pada tahun 2000 bahkan sempat mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 21,83 persen, namun pada tahun 2001-2003 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan menjadi 20,26 persen, 20,59 persen, 19,08 persen. Walaupun sektor pertanian mengalami penurunan tiap tahun tetapi dalam perkembangan struktur PDRB masih menempati urutan kedua dalam kontribusinya terhadap PDRB kabupaten Semarang tahun 1999-2003. Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor pertanian menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu (LQ < 1) yaitu sebesar (0,84), (0,85), (0,83), (0,88), (0,89). Hal tersebut berarti bahwa sektor pertanian termasuk sektor kurang berpotensi (rendah) / sektor non basis. Sedangkan
51
nilai LQ kurang dari satu ini berarti sektor pertanian belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2001, pada sektor pertanian menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -14.841.807, -30.186.201, hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian selama tahun 1999-2001 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Sedangkan pada tahun 2001-2003 pada sektor pertanian menunjukkan nilai komponen Dj sebesar 31.814.406, 3.868.775,3, hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian selama tahun 2001-2003 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih cepat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing meningkat. Dari perhitungan analisis di atas, sektor pertanian adalah sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk dikembangkan karena bukan sektor unggulan / sektor basis. c. Sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi Perkembangan kontribusi sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi pada tahun 1999-2003 sebesar (18,05), (17,84), (18,01), (17,89), (17,95) persen. Pada tahun 1999 sebesar 18,05 persen merupakan angka tertinggi selama periode 1999-2003, hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan
struktur
PDRB
Kabupaten
Semarang.
Sektor
ini
52
menempati urutan ketiga dalam perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu (LQ < 1) yaitu sebesar (0,79), (0,76), (0,75), (0,75), (0,43). Hal tersebut berarti bahwa sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi termasuk sektor kurang berpotensi (rendah) / sektor non basis. Sedangkan nilai LQ kurang dari satu ini berarti sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi menunjukkan nilai komponen Dj selalu bertanda negatif, hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi selama tahun 1999-2003 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari perhitungan analisis di atas, sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi adalah sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk dikembangkan karena bukan sektor unggulan / sektor basis. d. Sektor jasa-jasa Di dalam perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang selama tahun 1999-2003, sektor jasa-jasa selalu menempati urutan
53
keempat dengan kontribusi tertinggi pada tahun 2003 yaitu sebesar 11,58 persen. Sedangkan dari hasil perhitungan LQ selama tahun 1999-2003 sektor jasa-jasa menunjukkan nilai di atas satu yaitu berturut-turut sebesar (1,11), (1,25), (1,34), (1,34), (1,36) yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor unggulan / basis. Artinya sektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan daerahnya saja namun memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya / berpotensi untuk melakukan ekspor. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor jasa-jasa menunjukkan nilai komponen Dj sebesar 24.016.529, 18.534.907,1, -9.150.129, 3.000.429,9 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih cepat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing yang meningkat. Tetapi tahun 2002 pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah. Dari perhitungan analisis di atas sektor jasa merupakan sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis sehingga sektor ini memiliki kinerja yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. e. Sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Besarnya kontribusi sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 1999-2003 berkisar antara 3,71 sampai dengan 3,89 persen. Perkembangan kontribusi tertinggi adalah pada tahun 2002 sementara kontribusi terendah pada tahun 2000. Pada tahun 1999-2003,
54
sektor ini merupakan sektor yang menempati urutan pertama (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan kelima dari kesembilan sektor dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,05), (1,01), (1,02), (1,05), (1,03). Hal tersebut berarti bahwa sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai LQ lebih dari satu ini berarti sektor ini sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -85.391.137, -558.719,63, 2.392.639,9, -5.166.999 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Tetapi pada tahun 2001-2002 nilai komponen Dj menunjukan angka positif yang berarti sektor lembaga keuangan
persewaan
dan
jasa
perusahaan
pada
tahun
tersebut
pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan propinsi yang dikarenakan daya saing yang semakin meningkat. Dari perhitungan analisis di atas sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan merupakan
55
sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis. f. Sektor angkutan dan komunikasi Besarnya kontribusi sektor angkutan dan komunikasi pada tahun 2003 sebesar 2,91 persen yang merupakan angka tertinggi selama tahun 1999-2003. Sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi di bawah 10 persen bagi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor ini merupakan sektor yang hanya menempati kedua (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan keenam dari kesembilan sektor dalam kontribusi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003), sektor ini menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,57), (0,55), (0,55), (0,53), (0,51). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk sektor yang belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sehingga berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor angkutan dan komunikasi menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -4.455.220, -2.080.204,6, -5.775.291, -4.431.366 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari perhitungan analisis di atas sektor angkutan dan
56
komunikasi merupakan sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk dikembangkan karena bukan merupakan sektor unggulan / basis. g. Sektor konstruksi Sektor konstruksi di Kabupaten Semarang mempunyai peran yang kecil, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor konstruksi terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Pada tahun 1999 kontribusi sektor konstruksi mencapai angka tertinggi sebesar 1,57 persen dan pada tahun 2003 mengalami penurunan menjadi sebesar 1,55 persen. Pada tahun 1999-2003 selalu menempati urutan ketiga (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan ketujuh dari kesembilan sektor dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Berdasarkan Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003), sektor ini menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,40), (0,33), (0,36), (0,40), (0,39). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk sektor yang belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sehingga berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2000, dan 2002-2003 pada sektor konstruksi menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -9.951.767, -2.347.471 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini pada tahun tersebut merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun.
57
Tetapi pada tahun 2000-2002 nilai komponen Dj menunjukan angka positif yang berarti sektor konstruksi pada tahun tersebut pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan propinsi yang dikarenakan daya saing yang semakin meningkat dan merupakan sektor yang tidak berpotensi untuk dikembangkan karena bukan merupakan sektor unggulan / basis. h. Sektor listrik gas dan air Sektor listrik gas dan air di Kabupaten Semarang mempunyai peran yang kecil terhadap perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor listrik gas dan air terhadap PDRB Kabupaten Semarang yang perkembangannya dapat dilihat pada angka kontribusi sektor listrik gas dan air sebesar 0,91 persen pada tahun 1999 kemudian mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,95 persen pada tahun 2000, dan pada tahun 2003 kontribusi sektor listrik gas dan air terhadap PDRB mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 1,46 persen, sehingga sektor industri menempati urutan keempat (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan kedelapan dari kesembilan sektor dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor listrik gas dan air menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,41), (1,29), (1,39), (1,20), (1,25). Hal tersebut berarti bahwa sektor listrik gas dan air termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai
58
LQ lebih dari satu ini berarti sektor listrik gas dan air sudah dapat memenuhi
kebutuhan
masyarakat
Kabupaten
Semarang
sehingga
berpotensi untuk melakukan ekspor kedaerah lainnya. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2000, pada sektor listrik gas dan air menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -3.594.786, dan tahun 2001-2002 sebesar -7.694.470, hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Tetapi pada tahun 2000-2001 dan tahun 2002-2003 nilai komponen Dj menunjukan angka positif yang berarti sektor listrik gas dan air pada tahun tersebut pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan propinsi yang dikarenakan daya saing yang semakin meningkat dan merupakan sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis. i. Sektor penggalian Perkembangan kontribusi sektor penggalian terhadap PDRB pada tahun 2003 sebesar 0,17 persen dan menempati urutan kelima (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan kesembilan dari kesembilan sektor dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Semarang terbesar hanya 0,22 persen yaitu pada tahun 1999.
59
Berdasarkan Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003), sektor ini menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,22), (0,19), (0,18), (0,18), (0,17). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk sektor yang belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sehingga berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003 menunjukkan nilai komponen Dj yang selalu bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini pada tahun tersebut merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun dan merupakan sektor yang tidak berpotensi untuk dikembangkan karena bukan merupakan sektor unggulan / basis. Sedangkan berdasarkan lokasinya Kabupaten Semarang tergolong daerah yang minim akan potensi pertambangan dan penggalian. Kabupaten Semarang memiliki nilai rata-rata (P+D)J < 0 selama tahun 1999-2003 yaitu sebesar -64.170.051 (lihat tabel 7), ini berarti bahwa pertumbuhan PDRB di Kabupaten Semarang adalah lebih lambat di bandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah, hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan Kabupaten Semarang selalu bertanda negatif. Penurunan pertumbuhan PDRB juga dipengaruhi oleh besarnya kontribusi masing-masing sektornya, sehingga di dalam arahan kebijakan pengembangan wilayah adalah arahan yang dapat diajukan secara konseptual. Bagi pengembangan wilayah di masa yang akan datang
60
harus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Semarang. Kebijakan yang dapat diambil untuk mengurangi ketidakmerataan pendapatan antar kecamatan yaitu pada kecamatan yang masyarakatnya berpendapatan rendah dan perkembangan struktur PDRBnya lamban akan dipacu pertumbuhannya dengan meningkatkan pendapatan per kapita kecamatan tersebut agar dapat berjalan seiring dengan tingkat pertumbuhan pendapatan di kecamatan lainnya. Selain itu dipihak lain juga berusaha untuk meningkatkan pendapatan daerah yang cukup baik pertumbuhannya dengan mengembangkan sektor-sektor yang potensial di daerah-daerah tersebut.
2. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang 2.1. Sektor pertanian Faktor-faktor yang menghambat perkembangan sektor pertanian antara lain: a. Masih rendahnya produktivitas dimana belum tercapainya standar mutu produk pertanian serta belum memiliki daya saing pemasaran yang kuat. Produktivitas yang rendah yang disebabkan karena hanya menggunakan peralatan yang sangat sederhana (teknologi yang dipakai rendah). Usaha penggunaan sumberdaya seperti tanah, air dan
61
tenaga manusia bukan lagi merupakan hal yang dititik beratkan, sehingga sebagai gantinya adalah pembentukan modal, kemajuan teknologi, penelitian dan pengembangan ilmiah memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan jumlah output dan produktivitas. Selain hal tersebut di atas, pemakaian alat-alat sederhana seperti traktor kecil, hewan penarik bajak bisa juga digunakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Kabupaten Semarang. Akhirnya penggunaan bibit unggul, pupuk dan irigasi yang baik juga bisa meningkatkan produk pertanian (Lincolin, 1999:331). Dalam rangka peningkatan produktivitas daya saing dan daya tambah pemerintah daerah perlu untuk mengembangkan usaha pertanian dalam pendekatan kewilayahan yang terpadu dengan konsep agribisnis.
Selain
itu
juga
perlu
menyusun
langkah-langkah
peningkatan daya saing antara lain dengan insentif peningkatan pasca panen, pengolahan hasil pertanian, standar mutu dan keamanan pangan serta penguatan sistem pemasaran dan manajemen usaha. b.
Keterbatasan informasi dan mekanisme pasar Kita telah mengetahui bahwa dalam hampir bagi semua masyarakat tradisional pertanian bukanlah hanya sekedar kegiatan ekonomi saja, tetapi merupakan bagian dari cara hidup mereka. Sehingga tanpa adanya perubahan-perubahan yang mempengaruhi
62
seluruh sosial, politik dan kelembagaan masyarakat pedesaan dalam informasi dan mekanisme pasar dalam pertanian akan menyebabkan pembangunan pertanian tidak pernah berhasil seperti yang diharapkan. Keterbatasan informasi diantaranya mengenai cara pengolahan tanah yang kurang baik, pemberian pupuk yang kurang tepat dalam penggunaannya serta pemasaran hasil produk yang terbatas. Serta keterbatasan informasi mengenai mekanisme pasar dimana jika hasil panen melimpah akan menurunkan harga jualnya. c. Rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian dalam penguasan teknologi dan manajemen Teknologi yang sangat terbatas dan sederhana yang disebabkan rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian mengakibatkan produksi pertanian dengan pemakaian cara-cara atau teknik-teknik baru di dalam usaha tani tidak dapat berjalan dengan baik. Memang tidaklah mungkin untuk memperoleh hasil yang banyak dengan hanya menggunakan tanaman dan hewan yang tradisional, menggunakan tanah yang lama dan dengan cara-cara yang tetap seperti dulu. Rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian dalam penguasaan teknologi dan manajemen lebih disebabkan karena regenerasi para petani yang sedikit. Banyak dari anak para petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tidak suka untuk terjun menjadi petani, sehingga regenerasi para petani menjadi sedikit.
63
c. Terbatasnya kepemilikan luas lahan dan skala usaha Keterikatan petani kecil terhadap kepemilikan luas lahan atau tanahnya memang sangat mendalam. Suatu perasaan yang merupakan ikatan batin yang sangat erat hubungannya dengan harga diri dan kebebasan dari segala macam paksaan, sehingga apabila petani itu kehilangan tanahnya atau ia jatuh miskin secara pelan-pelan karena dibebani hutang yang menumpuk, maka bukan hanya keadaan lahiriahnya saja yang rusak, tetapi juga rasa kepercayaan pada diri sendiri dan semangat untuk berusaha memperbaiki dirinya dan usaha pertaniannya akan hancur. Pada sektor pertanian di Kabupaten Semarang banyak menjadi buruh tani, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki lahan atau memiliki lahan yang luasnya terbatas. Terbatasnya kepemilikan lahan dan skala usaha merupakan dampak dari bertambahnya jumlah penduduk dan daerah yang semakin maju. d. Lemahnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha Salah satunya yang terpenting adalah pengangkutan hasil pertanian. Tanpa pengangkutan yang efesien dan murah menyebabkan hasil produksi pertanian tidak dapat tersebar dengan luas. Oleh karena itu diperlukan suatu kemitraan usaha petani dengan pengusaha suatu jaringan pengangkutan yang bercabang luas untuk membawa bahanbahan perlengkapan produksi ke tiap usaha tani, dan membawa hasil
64
usaha tani ke konsumen di kota-kota besar dan kecil sehingga hal tersebut akan memperlancar pembangunan pertanian di pedesaan. e. Lemahnya permodalan petani Menurut
Mosher
dalam
(Lincolin,
1999:335)
untuk
meningkatkan produksi, para petani harus lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli bibit unggul, obat-obatan pemberantas hama, pupuk dan alat-alat pertanian lainnya. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam untuk jangka waktu antara saat bahan-bahan produksi dan peralatan itu dibeli dan saat hasil panen dapat dijual. Sehingga lemahnya permodalan petani juga menjadi penghambat perkembangan sektor pertanian Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap hasil panen yang menjadi sedikit. f. Berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali Adanya hukum penurunan hasil (law of dimishing returm) berlakau karena terlampau banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di lahan pertanian yang sempit. Kegagalan hasil panen karena hujan atau kurang suburnya tanah serta tindakan-tindakan pemerasan oleh para rentenir merupakan hal yang sangat ditakuti para petani yang kemudian memaksa lahan pertanian yang dimiliki petani dijual yang berakibat berubah fungsinya menjadi ke non-pertanian. Di samping itu
65
pertumbuhan
penduduk
Kabupaten
Semarang
yang
semakin
meningkat tiap tahun sangat membutuhkan lahan sebagai tempat tinggal, sehingga dengan banyak berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali (seperti dibangun menjadi tempat tinggal atau menjadi pusat pembelanjaan dan perkantoran) maka, berubahnya fungsi lahan tersebut menjadi salah satu faktor yang menghambat perkembangan sektor pertanian di Kabupaten Semarang. Jika berubah fungsi lahan tersebut tidak terkontrol oleh pemerintah daerah dan masyarakat pedesaan maka, secara lambat tapi pasti perkembangan sektor pertanian akan semakin mengalami penurunan dalam kontribusi PDRB Kabupaten Semarang. Perkembangan sektor pertanian di samping sering mengalami hambatan juga ada beberapa faktor yang mendukung perkembangan sektor pertanian diantaranya: a. Tersedianya sumber daya alam yang subur. Kabupaten Semarang merupakan daerah yang berada di lereng gunung Ungaran sehingga daerah tersebut memiliki sumber daya alam yang sangat subur terutama sangat cocok untuk usaha pertanian. Dengan adanya sumber daya alam yang subur menjadikan segala jenis tanaman pangan dapat ditanam di daerah ini sehingga jika di manfaatkan dengan baik sektor pertanian dapat menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Kabupaten Semarang.
66
b. Tersedianya sumber daya manusia dan kelembagaan pertanian Tersedianya sumber daya alam yang subur jika tidak didukung oleh tersedianya sumber daya manusia dan kelembagaan pertanian tidak akan berjalan sesuai yang diinginkan, akan tetapi Kabupaten Semarang memiliki keduanya sehingga dengan adanya sumber daya manusia
yang
tersedia
diharapkan
mampu
untuk
lebih
mengembangkan potensi yang ada pada sektor pertanian. c. Tersedianya komoditas unggulan yang bisa dikembangkan Perkembangan sektor pertanian tidak akan maju jika tidak memiliki komoditas unggulan untuk dipasarkan keluar daerahnya, sehingga nantinya dapat menghasilkan sumbangan yang cukup besar bagi
sektor
pertanian.
Kabupaten
Semarang
memiliki
faktor
pendukung pada sektor pertanian dengan memiliki berbagai macam sektor unggulan diantaranya; padi, kelengkeng, encenggondok. d. Tersedianya pemasaran produk pertanian di pasar Jetis Ambarawa Pembangunan pertanian akan meningkatkan produksi hasilhasil usaha tani jika hasil-hasil tersebut tentunya akan dipasarkan dan dijual dengan harga yang cukup tinggi untuk menutupi biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan para petani sewaktu memproduksinya. Di dalam memasarkan hasil-hasil pertanian produk pertanian ini diperlukan adanya permintaan akan hasil-hasil pertanian tersebut, sistem pemasaran dan kepercayaan para petani pada sistem pemasaran
67
tersebut. Di Kabupaten Semarang sudah tersedia pemasaran produk pertanian di pasar Jetis Ambarawa. Dengan adanya pemasaran produk tersebut akan dapat mendukung perkembangan sektor pertanian di Kabupaten Semarang menjadi lebih maju dan berkembang. Sedangkan untuk mengatasi faktor penghambat perkembangan sektor pertanian di Kabupaten dibuatkan beberapa program-program pembangunan pertanian di Kabupaten Semarang. Program tersebut diantaranya; a) Program peningkatan ketahanan pangan Program peningkatan ketahanan pangan dilakukan dengan empat cara, yang pertama adalah dengan meningkatkan produktivitas dan produksi komoditas pangan utama yaitu; beras, jagung, kedelai, sayuran,
buah-buahan
serta
komoditas
perkebunan
melalui
intensifikasi, ektensifikasi, verifikasi dan rehabilitasi. Kedua, dengan meningkatkan pemanfaatan teknologi tepat guna yang spesifik lokal dan ramah lingkungan. Ketiga, dengan meningkatkan akses petani terhadap modal kerja, sarana produksi, sumber informasi dan pasar komoditas pangan. Keempat, dengan memperbaiki sistem distribusi sarana produksi pertanian dan produk-produk pertanian bahan pangan yang bisa menjamin pemerataan dan kontinunitas ketersediaaan pangan.
68
b) Program pengembangan agribisnis Program pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan mengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif dipasar domestik dan internasional serta sentra-sentra pengembangan, mengembangkan kemitraaan uasaha antara petani produsen bahan baku dengan pengelolaan agroindustri maupun pengelola input pertanian, mengembangkan uasaha pembibitan / pembenihan tanaman, meningkatkan kemampuan akses petani terhadap permodalan, teknologi, informasi pasar dan promosi, memperbaiki sistem distribusi guna memperbaiki posisi tawar petani dalam kegiatan agribisnis, mengembangkan produksi hasil hutan kayu maupun non kayu serta mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian. c) Program pelestarian sumber daya alam Program pelestarian sumber daya alam ini dilakukan dengan mengadakan
kegiatan
penghijauan
dan
konservasi
tanah,
pengembangan dan pemanfaatan daerah aliran sungai secara terpadu dan berkelanjutan, meningkatkan partisipasi mayarakat dalam perlindungan konservasi tanah, mencegah perambahan hutan serta penebangan liar, melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam pengendalian kerusakan lingkungan dan melestarikan pengelolaan sumber daya air dan kesuburan lahan.
69
d) Program kesejahteraan petani Program
kesejahteraan
petani
ini
dilakukan
dengan
meningkatkan ketrampilan petani melalui pelatihan dan lokakarya, penyuluhan pertanian, kaji terap teknologi pertanian, pengembangan SDM dan kelembagaan tani serta tersedianya pelayanan informasi dan teknologi pertanian. 2.2. Sektor industri Faktor-faktor yang menghambat perkembangan pada sektor industri antara lain; a. Stabilitas ekonomi yang belum memadai Stabilitas ekonomi yang belum memadai dan tidak stabil membuat peranan sektor industri mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan sektor industri yang paling banyak terkena dampak langsung jika mengalami krisis ekonomi. Sehingga jika stabilitas ekonomi kurang memadai maka, para investor asing atau dalam negeri enggan untuk menanamkan modalnya. Oleh karena itu stabilitas
ekonomi
merupakan
faktor
utama
penghambat
perkembangan sektor industri. b. Pasar bebas yang dapat menyebabkan kurang bisa bersaing dengan daerah yang lebih maju Dengan adanya pasar bebas akan dapat menyebabkan produk industri Kabupaten Semarang menjadi kurang bisa bersaing terutama
70
dengan daerah yang lebih maju, hal tersebut disebabkan karena daerah yang sudah maju biasanya hasil produknya lebih bagus dan banyak diminati masyarakat. Pemberlakuan pasar bebas dapat menghambat pendapatan dari sektor industri bagi daerah yang kurang maju. c. Ketidakstabilan harga bahan baku Dalam hubungan industri dengan keadaan pasar, industri yang dekat dengan bahan baku yaitu terutama yang memproses bahan pertanian dan bahan makanan. Dalam hal ini menarik tidaknya suatu daerah ditentukan oleh tersedianya kestabilan harga bahan mentah yang dibutuhkan industri didaerah tersebut, sehingga selama tersedianya prasarana yang memadai dalam suatu daerah, sangat sulit
diharapkan
berkembangnya
industri
tersebut.
Dengan
ketidakstabilan harga bahan baku membuat para pengelola industri menjadi sulit mencari bahan baku dengan harga yang standar, apabila mereka mendapatkan harga bahan baku yang tinggi maka, secara otomatis hasil dari produk tersebut akan naik. Jika hal tersebut terjadi maka akan membuat produk industri semakin mahal dan membuat masyarakat berfikir lagi untuk membelinya. d. Kurangnya pola pembinaan dan inovasi hasil produksi Pembinaan industri pada dasarnya dilakukan melalui pembinaan sentra-sentra industri dengan bantuan unit pelayanan
71
teknis. Kurangnya pola pembinaan dan inivasi hasil produksi umumnya menimbulkan maslah yang menyangkut soal manajemen, pemasaran, modal dan mutu sehingga salah satu pemecahannya adalah melalui keterkaitan dengan perusahaan besar baik industri maupun perdagangan yang ada di Kabupaten Semarang. Kurangnya pola pembinaan dan inovasi hasil produksi membuat hasil dari produksi tersebut menjadi stagnan dan kurang ada perubahan sehingga berakibat kurang dapat bersaing di pasaran. e. Terbatasnya dukungan pembiayaan Suatu produksi dapat berjalan lancar jika memiliki dukungan pembiayaan yang baik, sedangkan Kabupaten Semarang karena banyak dari sektor industri kecil yang memiliki keterbatasnya dukungan pembiayaan membuat sektor industri dalam menghasilkan produknya tidak berjalan secara maksimal. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penjualan produk tersebut. f. Masih rendahnya produktivitas tenaga kerja Sektor industri juga tidak terlepas dari usaha meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. Hal ini berarti pula sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk memperluas ruang lingkup kegiatan manusia. Masih rendahnya produktivitas tenaga kerja ini di
72
karenakan karena etos kerja masyarakat masih berpedoman oleh beberapa mitos kuno antara lain “alon-alon asal kelakon” sehingga dalam menghasilkan suatu produk tiap harinya masih kalah bersaing dengan daerah yang lebih maju yang lebih berfikir modern. Potensi industri, perdagangan dan koperasi di Kabupaten Semarang sebagian besar di dominasi oleh usaha yang mempunyai permodalan kecil sedangkan usaha yang memiliki investasi besar relatif kecil jumlahnya. Menurut data profil industri perdagangan dan koperasi Kabupaten Semarang sampai tahun 2003 potensi industri besar dan menengah sebanyak 116 buah, industri kecil formal sebanyak 912, industri kecil informal sebanyak 8938 dan sentra industri sebanyak 106. Ini menunjukkan bahwa dalam teori Kuznets tentang perubahan struktur ekonomi (Todaro,2000:145) di Kabupaten Semarang selama tahun 1999-2003 telah terjadi tranformasi pergeseran aktivitas pertanian secara berangsur-angsur dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian (pergeseran tersebut juga telah berlangsung dengan meningkatnya pertumbuhan pada sektor jasa). Selain itu juga terjadi perpindahan lokasi dan status pekerjaan mayoritas angkatan kerja di daerah pedesaan, semula lebih banyak bekerja pada sektor pertanian di desa asalnya kemudian bergerak ke sektor industri serta jasa-jasa di daerah perkotaan. Sektor industri dalam perkembangannya yang naik turun disebabkan oleh faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri.
73
Beberapa faktor-faktor yang mendukung perkembangan sektor industri antara lain; a. Tersedianya kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri Perkembangan sektor industri dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan jika pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam membuat kebijakan harus sesuai dengan pengembangan industri yang ada. Kebijakan tersebut diantaranya mengenai izin pendirian perusahaan, pemasaran produk. b. Adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan Salah satu faktor yang mendukung sektor industri di Kabupaten Semarang adalah adanya pertumbuhan dan persebaran sentra terutama industri-industri kecil di daerah pedesaan, sehingga diharapkan dengan adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan tersebut dapat memberikan sumbangan besar terhadap PDRB Kabupaten Semarang serta sebagai sumber lapangan usaha baru untuk kehidupan masyarakat tersebut. c. Dukungan infrastruktur yang memadai Perkembangan sektor industri Kabupaten Semarang tidak akan berjalan dengan baik dan lancar jika tidak didukung infrastruktur yang memadai untuk dapat di pergunakan. Infrastruktur yang memadai juga merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh para investor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten
74
Semarang
sehingga,
faktor
tersebut
merupakan
pendukung
perkembangan sektor industri di Kabupaten Semarang. d. Terbukanya pola kemitraan usaha Sektor industri tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa didukung dengan pola kemitraan usaha. Terbukanya pola kemitraan usaha
di
Kabupaten
Semarang
sangat
membantu
dalam
perkembangan sektor industri, hal ini disebabkan karena dalam suatu usaha dibutuhkan kemitraan usaha, misalnya dengan perbankan atau dengan industri sejenis. e. Ketersediaan jumlah SDM yang besar dan murah Perkembangan sektor industri besar biasanya juga akan membutuhkan
jumlah
SDM
yang
besar,
sehingga
dengan
tersedianya jumlah SDM yang besar dan murah akan dapat lebih memudahkan para manajemen perusahaan di sektor industri untuk mendapatkan tenaga kerja tanpa terbentur dengan upah yang tinggi. f. Tersedianya komoditas unggulan yang dapat dikembangkan Tersedianya komoditas unggulan yang tidak dimiliki oleh daerah lain di propinsi Jawa Tengah membuat Kebupaten Semarang lebih mengembangkan komoditas tersebut agar dapat mendukung perkembangan sektor industri dimasa datang.
75
g. Berkembangnya aneka industri. Faktor terakhir pendukung perkembangan sektor industri Kabupaten Semarang adalah dengan semakin berkembangnya dan bertambahnya aneka industri (industri besar/ menengah, kecil) membuat perkembangan sektor industri semakin kuat dalam sumbanganya terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Sedangkan
untuk
mengatasi
faktor-faktor
penghambat
perkembangan sektor industri tersebut pemerintah daerah Kabupaten Semarang melaksanakan beberapa program diantaranya; program pengembangan industri kecil dan menengah, program peningkatan kemampuan teknologi industri, program penataan struktur industri, program pengembangan industri rumah tangga / industri kecil / industri kecil menengah. Dengan adanya program-program tersebut diharapkan dapat memacu perkembangan pada sektor industri yang lebih baik dan stabil.
3. Sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang Dengan menggunakan kriteria HT. Oshima sebagai dasar analisis, maka interpretasi hasil perhitungan Indeks Williamson dengan memasukkan sektor industri akan dibandingkan dengan hasil perhitungan Indeks Williamson tanpa memasukkan sektor industri. Adapun kriteria HT. Oshima yaitu sebagai berikut:
76
a) Ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan < 0,35 b) Ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan 0,35-0,50 c) Ketimpangan taraf tinggi, bila indeks ketimpangan > 0,50 Dari Tabel. 7 disajikan hasil perhitungan rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa mengikutkan sektor industri. Indeks Williamson dengan sektor industri dan Indeks Williamson tanpa sektor industri merupakan dua analisis ketimpangan pendapatan antardaerah. Secara umum menurut hasil perhitungan Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri distribusi pendapatan tidak jauh berbeda, karena rata-rata beberapa kecamatan di Kabupaten Semarang distribusi pendapatannya dalam keadaan ketimpangan taraf rendah. Pada Tabel.7 Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri di Kecamatan Bergas, Kecamatan Ungaran masih di bawah angka 0,35 sehingga menurut klasifikasi HT. Oshima termasuk dalam kelas ketimpangan rendah, sedangkan untuk Kecamatan Bergas walaupun masih berada di bawah angka 0,35 tetapi ketimpangan tersebut mendekati pada taraf ketimpangan sedang karena hasil dari perhitungan rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri tersebut mendekati angka 0,35, yaitu dengan hasil ketimpangan untuk Kecamatan Bergas sebesar 0,308 sedangkan untuk Kecamatan Ungaran sebesar 0,261. Sedangkan jika hasil perhitungan Indeks Williamson tersebut tanpa mengikutkan sektor industri maka, hasilnya dimana Kecamatan Bergas
77
di angka 0,015 dan Kecamatan Ungaran di angka 0,016, sehingga keduanya berada pada kelas ketimpangan taraf rendah. Hasil perhitungan Indeks Williamson tanpa mengikutkan sektor industri menunjukkan bahwa terjadi pemerataan distribusi pendapatan daerah atau pengujian Indeks Williamson menunjukan nilai antara 0 sampai 1 dengan hasil kecil sehingga tingkat ketidakmerataan antar daerah akan semakin kecil, tetapi jika dengan mengikutkan sektor industri maka, dapat dilihat bahwa pemerataan distribusi pendapatan di kedua kecamatan tersebut terjadi ketidakmerataan yang semakin besar atau ada ketimpangan pendapatan dalam distribusi pendapatan daerahnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari kedua kecamatan tersebut bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan dalam sebaran distribusi pendapatan daerah. Analisis Indeks Williamson tersebut menunjukkan bahwa sektor industri cenderung memperbesar ketidakmerataan distribusi pendapatan masyarakat antar kecamatan. Hal ini terjadi karena sektor industri yang ada hanya berpusat di beberapa kecamatan pada Kabupaten Semarang, sehingga hanya kecamatan tersebut yang dapat menikmati hasilnya. Dengan demikian ketidakmerataan sebaran distribusi pendapatan akan semakin tinggi, oleh karena itu selain sektor industri dikembangkan perlu juga suatu indentifikasi terhadap kecamatan-kecamatan tertinggal di Kabupaten Semarang untuk dapat dijadikan sebagai prioritas pembangunan oleh pemerintah daerah terutama
78
sektor industri dan sektor lain yang dapat dijadikan sebagai sektor berpotensi atau sektor basis di masing-masing kecamatan Kabupaten Semarang.
79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perkembangan struktur PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun 1999-2003 di dominasi sektor industri, sektor pertanian, sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor ekonomi yang paling potensial dan strategis untuk dikembangkan guna memacu serta menunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang ada 2 sektor yaitu sektor industri dan sektor jasa-jasa. Sedangkan pertumbuhan PDRB di Kabupaten Semarang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. 2. Secara umum kontribusi sektor pertanian dan sektor industri mengalami penurunan yang diakibatkan adanya faktor-faktor yang menghambat perkembangannya. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor pertanian adalah berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali. Sedangkan salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor industri adalah stabilitas ekonomi yang belum memadai. Untuk meningkatkan kontribusinya pemerintah daerah perlu
80
melaksanakan berbagai program yang berguna untuk mengatasi faktor-faktor yang menghambat perkembangan sektor pertanian dan industri tersebut. 3. Keadaan sebaran distribusi pendapatan tiap kecamatan di Kabupaten Semarang berada pada ketimpangan taraf rendah karena nilainya rata-rata dalam kurun waktu tahun 1999-2003 masih berada dibawah angka 0,35. Sedangkan dengan perhitungan Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan dalam sebaran distribusi pendapatan daerah.
B. Saran Untuk melengkapi penelitian ini agar menjadi lebih baik penulis merasa perlu memberikan saran-saran diantaranya: 1. Untuk sektor industri terutama industri kecil atau rumah tangga dan sektor jasa-jasa (seperti jasa hiburan, kemasyarakatan, perorangan, sosial) di Kabupaten Semarang yang perkembangannya paling berpotensi sebaiknya lebih difokuskan lagi dalam pengelolaanya sehingga diharapkan nantinya dapat memberikan kontribusi sumbangan PDRB yang lebih besar dalam perekonomian daerah, sedangkan untuk sektor yang kurang memiliki potensi sebaiknya tetap diperhatikan dalam pengelolaanya agar perkembangan struktur PDRB akan menjadi seimbang.
81
2. Sektor pertanian yang dahulu merupakan sektor potensial yang bagus harus lebih dikembangkan dalam masyarakat, diantaranya dengan melalui berbagai program pertanian seperti salah satunya adalah program kesejahteraan petani, sehingga masyarakat dapat lebih mencintai sektor ini . 3. Sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang harus tetap mempertahankan Indeks Williamson di bawah 0,50, salah satunya dengan cara perkembangan pada sektor industri tidak terpusat pada beberapa kecamatan saja tetapi merata pada tiap kecamatan di Kabupaten Semarang sehingga ketimpangan pendapatan akan semakin kecil dan distribusi pendapatan akan semakin merata dinikmati setiap penduduknya.
82
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. Badan Pusat Statistik. 2003.Produk Domestik Bruto Kota Semarang. Semarang: BPS. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Hariyati. 2004. Profil Industri Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Semarang. Ungaran: Disperindag. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP PMP YKPN. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. 2005. Rapat Koordinasi Pembangunan Usulan Program. Ungaran: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Prayitno, Hadi. 1986. Pengantar Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: BPFE. Sitohang, Paul. 1993. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta: FE UI Sugiarto. 2002. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan di Propinsi Jateng. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi STIE Stikubank. Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP Universitas Indonesia. ----- 2000. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sutawijaya, Adrian. 2004. Analisis Disparitas Pendapatan Antardaerah dan Potensi Relatif Secara Sektoral. Dalam STEI. No. 03. Hal. 34 - 51
83
Suyatno, 2000. Analisis Economic Base Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat II Wonogiri. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan. No. 02. Hal. 144 -145.: UMS. T. H. Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Triyanto, Suseno. 1990. Indikator Ekonomi. Jakarta: Kanisius Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Widodo,
Suseno
Triyanto.
1990.
Indikator
Perekonomian Indonesia. Jakarta: Kanisius.
Ekonomi
Dasar
Perhitungan
84
85
Lampiran 1. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga berlaku Di Kabupaten Semarang (dalam ribuan rupiah) No Sektor Lapangan Usaha 1 Pertanian 1.1. Tanaman Pangan 1.2. Perkebunan 1.3. Peternakan 1.4. Kehutanan 1.5. Perikanan 2 3 4 5 6 7 8 9
Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akom Angkuatan dan Komunikasi Lembaga Keu, Persewaan dan Jasa Perush Jasa-jasa Jumlah Sumber: Data BPS diolah
1999 PDRB 522.835.627 340.776.962 55.072.916 77.786.977 43.278.157 5.920.615 5.359.364 1.027.958.785 22.603.094 38.955.857
% 21,1 13,7 2,22 3,14 1,75 0,24
2000 PDRB 604.750.150 391.328.279 70.551.344 87.562.062 49.014.659 6.293.806
% 21,8 14,1 2,55 3,16 1,77 0,23
2001 PDRB 637.588.511 387.711.587 79.859.987 108.326.154 54.542.957 7.147.825
% 20,26 12,32 2,538 3,442 1,733 0,227
2002 PDRB 732.165.820 450.913.695 91.753.331 121.414.269 60.260.648 7.823.877
0,22 5.090.174 41,5 1.132.724.902 0,91 26.432.399 1,57 36.877.642
0,18 5.492.137 0,17 5.928.569 40,9 1.305.753.107 41,49 1.447.366.812 0,95 33.466.012 1,06 42.837.589 1,33 44.787.266 1,42 54..500.010
447.494.383
18,1
494.142.482
17,8
57.848.941
2,33
67.383.779
2,43
94.879.046 261.250.769 2.479.185.866
3,38 102.762.702 10,5 300.199.806 100% 2.770.364.036
566.595.289 18,01 79.247.416
2,52
3,71 117.058.360 3,73 10,8 356.867.332 11,34 100% 3.146.855.431 100%
% 20,59 12,68 2,58 3,414 1,695 0,22
2003 PDRB 747.936.446 438.446.711 91.311.491 138.846.658 70.226.292 9.105.294
0,17 6.661.372 40,7 1.624.724.630 1,21 57.351.726 1,53 60.534.425
636.142.648 17,89
%
19,1 11,2 2,33 3,54 1,79 0,23 0,17 41,5 1,46 1,55
702.975.966
18
113.792.097
2,91
13.8297.733 3,89 149.443.063 40.3986.051 11,36 453.410.541 355.5861.862 100% 3.916.833.266
3,82 11,6 100%
94.636.594
2,66
Lampiran 2. Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 1999 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Xin 522.835.627 5.359.364 1.027.958.785 22.603.094 38.955.857 447.494.383 57.848.941
Yn
Y
Xin/Yn
Xi/Y
LQ
2.479.185.866 25.468.190,45 101.509.193,8 0,210890048 0,250895 0,84 2.479.185.866 1.016.023,22 101.509.193,8 0,002161744 0,010009 0,22 2.479.185.866 29.543.972,67 101.509.193,8 0,414635627 0,291047 1,42 2.479.185.866 655.019,61 101.509.193,8 0,009117144 0,006453 1,41 2.479.185.866 3.982.983,09 101.509.193,8 0,015713165 0,039238 0,4 2.479.185.866 23.332.684,92 101.509.193,8 0,180500538 0,229858 0,79 2.479.185.866 4172.495,4 101.509.193,8 0,023333846 0,041105 0,57
94.879.064 2.479.185.866 261.250.769 2.479.185.866
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Xi
3.700.158,84 101.509.193,8 0,03827025 0,036451 1,05 9.637.665,56 101.509.193,8 0,105377645 0,094944 1,11
Lampiran 3.
Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Xin 604.750.150 5.090.174 1.132.724.902 26.432.399 36.877.642 494.142.482 67.383.779
Yn
Xi
Y
Xin/Yn
Xi/Y
LQ
2.770.364.036 30.181.351,72 117.782.925,2 0,218292666 0,256246 0,85 2.770.364.036 114.0807,6 117.782.925,2 0,001837366 0,009686 0,19 2.770.364.036 33.618.628,42 117.782.925,2 0,408872223 0,285429 1,43 2.770.364.036 870.163,83 117.782.925,2 0,009541128 0,007388 1,29 2.770.364.036 478.8002,6 117.782.925,2 0,013311479 0,040651 0,33 2.770.364.036 27.473.249,83 117.782.925,2 0,178367347 0,233253 0,76 2.770.364.036 5.181.562,32 117.782.925,2 0,024323077 0,043992 0,55
102.762.702 2.770.364.036 4.340.625,96 117.782.925,2 0,037093574 0,036853 1,01 300.199.806 2.770.364.036 10.188.532,91 117.782.925,2 0,10836114 0,086503 1,25
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 4. Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Xin 637.588.511 5.492.137 1.305.753.107 33.466.012 44.787.266 566.595.289 79.247.416
Yn
Xi
Y
Xin/Yn
Xi/Y
LQ
3.146.855.431 33.326.727,47 136.131.480,2 0,202611313 0,244813 0,83 3.146.855.431 1.352.985,84 136.131.480,2 0,001745278 0,009939 0,18 3.146.855.431 39.682.735,09 136.131.480,2 0,414939019 0,291503 1,42 3.146.855.431 1.042.818,07 136.131.480,2 0,010634747 0,00766 1,39 3.146.855.431 5.395.143,17 136.131.480,2 0,014232388 0,039632 0,36 3.146.855.431 32.626.491,47 136.131.480,2 0,180051261 0,239669 0,75 3.146.855.431 6.253.791,95 136.131.480,2 0,025183049 0,045939 0,55
117.058.360 3.146.855.431 4.968.064,67 136.131.480,2 0,037198519 0,036495 1,02 356.867.332 3.146.855.431 11.482.722,43 136.131.480,2 0,113404425 0,08435 1,34
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 5. Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2002 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah.
Xin 732.165.820 5.928.569 1.447.366.812 42.837.589 54.500.010 636.142.684 94.636.594
Yn
Xi
Y
Xin/Yn
Xi/Y
LQ
3.555.861.862 36.607.342,07 156.418.300,5 0,205903899 0,234035 0,88 3.555.861.862 1.469.178,12 156.418.300,5 0,001667266 0,009393 0,18 3.555.861.862 46.333.578,23 156.418.300,5 0,40703685 0,296216 1,37 3.555.861.862 1.574.604,84 156.418.300,5 0,012047034 0,010067 1,2 3.555.861.862 6.042.690,05 156.418.300,5 0,015326807 0,038632 0,4 3.555.861.862 37.405.734,52 156.418.300,5 0,178899718 0,239139 0,75 3.555.861.862 7.923.981,26 156.418.300,5 0,026614249 0,050659 0,53
138.297.733 3.555.861.862 5.767.937,39 156.418.300,5 0,038892887 0,036875 1,05 403.986.051 3.555.861.862 13.293.253,98 156.418.300,5 0,113611289 0,084985 1,34
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 6. Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa
Xin 747.936.446 6.661.372 1.624.724.630 57.351.726 60.534.425 402.975.966 113.792.097
Yn
Xi
Y
Xin/Yn
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
LQ
3.916.833.266 37.202.419,18 173.852.789,1 0,190954374 0,213988 0,89 3.916.833.266 1.744.236,87 173.852.789,1 0,001700703 0,010033 0,17 3.916.833.266 52.671.590,76 173.852.789,1 0,414805666 0,302967 1,37 3.916.833.266 2.043.587,54 173.852.789,1 0,014642371 0,011755 1,25 3.916.833.266 6.972.031,84 173.852.789,1 0,01545494 0,040103 0,39 3.916.833.266 42.050.781,97 173.852.789,1 0,102883104 0,241876 0,43 3.916.833.266 9.898.924,55 173.852.789,1 0,029052066 0,056939 0,51
149.443.063 3.916.833.266 6.448.270,23 173.852.789,1 0,038154053 453.413.514 3.916.833.266 14.820.946,19 173.852.789,1 0,115760229
Sumber; Data BPS sudah diolah
Xi/Y
0,03709 1,03 0,08525 1,36
Lampiran 7.
Hasil perhitungan rata-rata LQ Kabupaten semarang Tahun 1999-2003
No 1 2 3 4 5 6 7
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa 8 perush 9 Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
1999 0,84 0,22 1,42 1,41 0,4 0,79 0,57
2000 0,85 0,19 1,43 1,29 0,33 0,76 0,55
LQ 2001 0,83 0,18 1,42 1,39 0,36 0,75 0,55
1,05 1,11
1,01 1,25
1,02 1,34
2002 0,88 0,18 1,37 1,2 0,4 0,75 0,53 1,05 1,34
2003 Jumlah Periode LQ Rata-rata 0,89 4,29 5 0,858 0,17 0,94 5 0,188 1,37 7,01 5 1,402 1,25 6,54 5 1,308 0,39 1,88 5 0,376 0,43 3,48 5 0,696 0,51 2,71 5 0,542 1,03 1,36
5,16 6,4
5 5
1,032 1,28
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 1999-2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Eijt Eit Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 604.750.150 3.0181.352 25.468.190,5 5.228.35.627 1,1850607 619.591.957 -14841.807 5.090.174 1.140.807,6 1.016.023,22 5.359.364 1,12281646 6.017.582,1 -927.408,14 1.132.724.902 33.618.628 29.543.972,7 10.27.958.785 1,13791834 1,17E+09 -37.008.255 26.432.399 870.163,83 655.019,61 22.603.094 1,32845462 30.027.185 -3.594.785,8 36.877.642 4.788.002,6 3.982.983,09 38.955.857 1,20211472 46.829.409 -9.951.767,1 494.142.482 27.473.250 23.332.684,9 447.494.383 1,17745771 526.905.713 -32.763.231 67.383.779 5.181.562,3 4.172.495,4 57.848.941 1,24183775 71.838.999 -4.455.220 102.762.702 300.199.806
4.340.626 3.700.158,54 10.188.533 9.637.665,56
94.879.046 1,17309189 111.301.839 -8.539.137 261.250.769 1,05715776 276.183.277 24.016.528,9
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 2000-2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Eijt Eit Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 637.588.511 33.326.727 30.181.351,7 604.750.150 1,10421587 667774.711 -30.186.200 5.492.137 1.352.985,8 1.140.807,6 5.090.174 1,1859895 6.036.892,9 -544.755,94 1.305.753.107 39.682.735 33.618.628,4 1.132.724.902 1,18037936 1,337E+09 -31.291.988 33.466.012 1.042.818,1 870.163,83 26.432.399 1,19841579 31.677.004 1.789.007,79 44.787.266 5.395.143,2 478.8002,6 36.877.642 1,12680456 41.553.895 3.233.370,78 566.595.289 32.626.491 27.473.249,8 494.142.482 1,18757306 586.830.301 -20.235.012 79.247.416 6.253.792 5.181.562,32 67.383.779 1,20693173 813.27.621 -2.080.204,6 117.058.360 4.968.064,7 4.340.625,96 356.867.332 11.482.722 10.188.532,9
102.762.702 1,14455028 117.617.080 -558.719,63 300.199.806 1,12702413 338.332.425 18.534.907,1
Lampiran 10 Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 2001-2002 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Eijt 732.165.820 5.928.569 1.447.366.812 42.837.589 54.500.010 636.142.684 94.636.594
Eit 36.607.342 1.469.178,1 46.333.578 1.574.604,8 6.042.690,1 37.405.735 7.923.981,3
Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 33.326.727,5 637.588.511 1,09843795 700.351.414 31814.405,6 1.352.985,84 5.492.137 1,08587842 5.963.793 -35.224,023 39.682.735,1 1305.753.107 1,16760042 1,525E+09 -77.231.067 1.042.818,07 33.466.012 1,50995163 50.532.059 -7.694.470,2 5.395.143,17 44.787.266 1,12002404 50.162.815 4.337.195,39 32.626.491,5 566.595.289 1,14648351 649.592.157 -134.49473 6.253.791,95 79.247.416 1,26706826 100.411.885 -577.5291,2
138.297.733 5.767.937,4 4.968.064,67 403.986.051 13.293.254 11.482.722,4
117.058.360 1,16100288 356.867.332 1,15767442
135.905.093 2.392.639,91 413.136.180 -9.150.129,1
Lampiran 11.
Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 2002-2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah
Eijt 747.936.446 6.661.372 1.624.724.630 57.351.726 60.534.425 402.975.966 113.792.097
Eit 37.202.419 1.744.236,9 52.671.591 2.043.587,5 6.972.031,8 42.050.782 9.898.924,6
Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 36.607.342,1 732.165.820 1,01625568 744.067.671 3.868.775,29 1.469.178,12 5.928.569 1,18721947 7.038.512,6 -377.140,55 46.333.578,2 1.447.366.812 1,13679091 1,645E+09 -206.28812 1.574.604,84 42.837.589 1,29784152 55.596.402 1.755.324,35 6.042.690,05 54.500.010 1,15379604 62.881.896 -2.347.470,6 37.405.734,5 636.142.684 1,12418009 715.138.939 -312.162.973 7.923.981,26 94.636.594 1,24923624 118.223.463 -4.431.365,8
149.443.063 6.448.270,2 5.767.937,39 453.413.514 14.820.946 13.293.254
138.297.733 1,1179508 403.986.051 1,11492237
154.610.061 450.413.084
-5.166.998,5 3.000.429,86
Lampiran 12.
Hasil Perhitungan Rata-Rata Differential shift (Dj) Tahun 1999-2003 Dj
No Sektor
1999-2000
1
Pertanian
-14.841.807
2
Penggalian
-927.408,14
Industri 4 Listrik, Gas dan Air 5 Konstruksi Perdagangan, Rumah makan dan Jasa 6 Akom 3
Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa 8 perush 9 Jasa-jasa Sumber; Data BPS sudah diolah 7
-37.008.255 -3.594.785,8 -9.951.767,1 -32.763.231 -4.455.220 -85.391.137 24.016.528,9
2000-2001 2001-2002 2002-2003 Jumlah 30.186.201 31.814.405,6 3.868.775,29 -9.344.826,1 544.755,94 -35.224,023 -377.140,55 -1.884.528,7 31.291.988 -77.231.067 -20.628.812 166.160.121 1.789.007,8 -7.694.470,2 1.755.324,35 -7.744.923,8 3.233.370,8 4.337.195,39 -2.347.470,6 -4.728.671,6 20.235.012 -13.449.473 312.162.973 378.610.689 2.080.204,6 -5.775.291,2 -4.431.365,8 -16.742.082 558.719,63 2.392.639,91 -5.166.998,5 -88.724.215 18.534.907 -9.150.129,1 3.000.429,86 36.401.736,8
Waktu
Dj Rata-rata
4
-2.336.206,5
4
-471.132,16
4 4 4
-41.540.030 -1.936.231 -1.182.167,9
4
-94.652.672
4
-4.185.520,4
4 4
-22.181.054 9.100.434,2
Lampiran 13. Hasil Perhitungan (P+D)J Di Kabupaten semarang Tahun 1999-2003 No 1 2 3 4
Tahun Ejt Et 1999-2000 2.770.364.036 117.782.925 2000-2001 3.146.855.431 136.131.480 2001-2002 3.555.861.862 156.418.300 2002-2003 3.916.833.266 173.852.789 Jumlah Sumber; Data BPS sudah diolah
Eo 101.509.194 117.782.925 136.131.480 156.418.300
Ejo 2.479.185.866 2.770.364.036 3.146.855.431 3.555.861.862
(P+D)J -106.279.474 -55.083.697 -59.949.688 -35.367.344 -256.680.203
Rata-rata
-64.170.051
Lampiran 14. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku No Kecamatan 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Getasan Tengaran Susukan Kaliwungu Suruh Pabelan Tuntang Banyubiru Jambu Sumowono Ambarawa Bawen Bringin Bancak Pringapus Bergas Ungaran
Yi
Y
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Fi/n
∑(Yi-Y)².Fi/n
2.082.512 2.162.389 1.921.659 * 1.790.317 2.909.312 2.124.684 1.910.512 1.884.133 2.207.054 2.199.303 2.894.435 1.667.490 ** 4.373.642 7.083.938 5.556.634
2.908.154 2.908.154 2.908.154 * 2.908.154 2.908.154 2.908.154 2.908.154 2.908.154 2.908.154 2.908.154 2.908.154 2.908.154 ** 2.908.154 2.908.154 2.908.154
42.749 52.563 74.578 * 62.678 34.431 49.291 38.222 40.326 29.557 81.131 46.847 60.281 ** 36.238 43.994 95.281
788.149 788.149 788.149 * 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 ** 788.149 788.149 788.149
6,81685E+11 5,56165E+11 9,73172E+11 * 1,24956E+12 1340964 6,13825E+11 9,9529E+11 1,04862E+12 4,91541E+11 5,0247E+11 188210961 1,53925E+12 ** 2,14766E+12 1,74372E+13 7,01445E+12
0,05423974 0,0666917 0,09462424 * 0,07952557 0,0436859 0,0625402 0,04849591 0,05116545 0,03750179 0,10293866 0,05943927 0,07648427 ** 0,04597862 0,05581939 0,12089212
36.974.404.282 37.091.620.711 92.085.697.159 * 99.371.938.570 58.581,22193 38.388.756.376 48.267.469.182 53.653.065.771 18.433.676.302 51.723.560.510 11187.121,84 1,17728E+11 ** 98.746.207.534 9,73332E+11 8,47991E+11
Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan Y : Pendapatan Kab Semarang Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
√∑(Yi-Y)². Fi/n
VW
192.287,2962 192.591,8501 303.456,2524 * 315.233,1495 242,0355799 195.930,4886 219.696,5871 231.631,3143 135.770,6754 227.428,1436 3.344,71551 343.115,4258
0,066 0,066 0,104 * 0,108 0 0,067 0,076 0,08 0,047 0,078 0,001 0,118 ** 314.239,0929 0,108 986.576,0514 0,339 920.864,4228 0,317
n ; Jumlah penduduk Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 15. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Getasan 2.245.747 3.067.914 44.534 831.262 6,75959E+11 Tengaran 269.982 3.067.914 56.388 831.262 7,82842E+12 Susukan 2.319.473 3.067.914 69.997 831.262 5,60164E+11 Kaliwungu * * * * * Suruh 2.090.997 3.067.914 60.446 831.262 9,54367E+11 Pabelan 3.274.237 3.067.914 34.470 831.262 42569180329 Tuntang 2.175.600 3.067.914 54.244 831.262 7,96224E+11 Banyubiru 2.210.144 3.067.914 37.149 831.262 7,35769E+11 Jambu 2.138.626 3.067.914 39.979 831.262 8,63576E+11 Sumowono 2.567.822 3.067.914 28.757 831.262 2,50092E+11 Ambarawa 2.410.892 3.067.914 82.673 831.262 4,31678E+11 Bawen 2.676.896 3.067.914 55.998 831.262 1,52895E+11 Bringin 1.899.157 3.067.914 60.009 831.262 1,36599E+12 Bancak ** ** ** ** ** Pringapus 4.186.041 3.067.914 41.662 831.262 1,25021E+12 Bergas 6.800.031 3.067.914 50.096 831.262 1,39287E+13 Ungaran 5.056.066 3.067.914 114.860 831.262 3,95275E+12 Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan Y : Pendapatan Kab Semarang Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
Fi/n
∑(Yi-Y)². Fi/n
√∑(Yi-Y). Fi/n
0,05357396 0,06783421 0,0842057 * 0,07271594 0,04146707 0,065255 0,04468988 0,04809434 0,03459439 0,0994548 0,06736504 0,07219024 ** 0,05011898 0,06026499 0,13817545
36.213.780.034 5,31035E+11 47.168.996.829 * 69.397.683.399 1.765.219.204 51.957.613.305 32.881.445.842 41.533.129.600 8.651.779.929 42.932.442.152 10.299.783.322 98.611.351.703 ** 62.659.143.810 8,39413E+11 5,46173E+11
190.299,1856 72.8721,376 217.184,2463 * 263.434,4005 42.014,51183 227.942,1271 181.332,4181 203.796,7851 93.014,94465 207.201,4531 101.487,8481 314.024,4444 ** 250.318,0853 916.194,8171 739.034,903
VW 0,062 0,238 0,071 * 0,086 0,014 0,074 0,059 0,066 0,03 0,068 0,033 0,102 ** 0,082 0,299 0,241
n ; Jumlah penduduk Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 16. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Getasan 2.513.669 3.449.584 45.240 838.022 8,75937E+11 Tengaran 2.567.627 3.449.584 56.667 838.022 7,77848E+11 Susukan 2.531.976 3.449.584 70.766 838.022 8,42004E+11 Kaliwungu * * * * * Suruh 2.297.071 3.449.584 60.796 838.022 1,32829E+12 Pabelan 3.699.822 3.449.584 34.659 838.022 62619056644 Tuntang 2.460.848 3.449.584 54.656 838.022 9,77599E+11 Banyubiru 2.428.844 3.449.584 37.279 838.022 1,04191E+12 Jambu 2.393.051 3.449.584 40.405 838.022 1,11626E+12 Sumowono 2.788.213 3.449.584 29.004 838.022 4,37412E+11 Ambarawa 2.720.040 3.449.584 83.225 838.022 5,32234E+11 Bawen 3.016.050 3.449.584 56.874 838.022 1,87952E+11 Bringin 2.144.903 3.449.584 60.319 838.022 1,70219E+12 Bancak ** ** ** ** ** Pringapus 4.733.917 3.449.584 42.120 838.022 1,64951E+12 Bergas 7.719.393 3.449.584 51.030 838.022 1,82313E+13 Ungaran 5.748.557 3.449.584 114.982 838.022 5,28528E+12 Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan Y : Pendapatan Kab Semarang Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
Fi/n
∑(Yi-Y)². Fi/n
√∑(Yi-Y). Fi/n
VW
0,05398426 0,06761994 0,08444408 * 0,07254702 0,0413581 0,06522024 0,04448451 0,04821472 0,03461007 0,09931124 0,06786695 0,07197782 ** 0,05026121 0,06089339 0,13720642
47.286.807.241 52.598.047.674 71.102.293.638 * 96.363.208.528 2.589.805.380 63.759.238.134 46.348.864.818 53.820.264.033 15.138.846.040 52.856.860.476 12.755.711.239 1,2252E+11 ** 82.906.432.117 1,11016E+12 7,25174E+11
217.455,2994 229.342,6425 266.650,1334 * 310.424,2396 50.890,13048 252.505,917 215.287,8632 231.991,9482 123.040,018 229.906,1993 112.941,1848 350.028,7317 ** 287.934,7706 1053.643,084 851.571,4453
0,063 0,066 0,077 * 0,09 0,015 0,073 0,062 0,067 0,036 0,067 0,033 0,101 ** 0,083 0,305 0,247
n ; Jumlah penduduk Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 17. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Fi/n
∑(Yi-Y)². Fi/n
√∑(Yi-Y). Fi/n
Getasan 2.833.469 3.873.776 45.667 841.137 1,08224E+12 0,05429199 58.756.888.145 242.398,2016 Tengaran 2.895.811 3.873.776 56.873 841.137 9,56416E+11 0,06761443 64.667.493.020 254.298,0397 Susukan 2.862.193 3.873.776 43.511 841.137 1,0233E+12 0,05172879 52.934.080.320 230.074,0747 Kaliwungu * * * * * * * * Suruh 2.615.815 3.873.776 60.888 841.137 1,58247E+12 0,07238773 1,14551E+11 338.453,9336 Pabelan 4.186.960 3.873.776 34.649 841.137 98.084.217.856 0,04119305 4.040.388.266 63.564,04853 Tuntang 2.781.167 3.873.776 54.918 841.137 1,19379E+12 0,0652902 77.943.072.693 279.182,866 Banyubiru 2.754.220 3.873.776 37.576 841.137 1,25341E+12 0,04467287 55.993.221.343 236.628,8684 Jambu 2.691.047 3.873.776 40.682 841.137 1,39885E+12 0,04836549 67.655.958.253 260.107,5898 Sumowono 3.161.941 3.873.776 29.082 841.137 5,06709E+11 0,03457463 17.519.278.183 132.360,4102 Ambarawa 3.080.687 3.873.776 83.344 841.137 6,2899E+11 0,09908493 62.323.445.592 249.646,6415 Bawen 3.374.174 3.873.776 57.065 841.137 2,49602E+11 0,06784269 16.933.682.824 130.129,4848 Bringin 2.432.972 3.873.776 39.173 841.137 2,07592E+12 0,04657149 96.678.500.633 310.931,6655 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** Pringapus 5.300.658 3.873.776 42.201 841.137 2,03599E+12 0,05017138 1,02149E+11 319.606,9166 Bergas 8.509.612 3.873.776 51.327 841.137 2,1491E+13 0,06102098 1,3114E+12 1.145.164,098 Ungaran 6.440.483 3.873.776 115.149 841.137 6,58798E+12 0,13689684 9,01874E+11 949.670,4907 Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan n ; Jumlah penduduk Kab Semarang Y : Pendapatan Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
VW 0,063 0,066 0,059 * 0,087 0,016 0,072 0,061 0,067 0,034 0,064 0,034 0,08 ** 0,083 0,296 0,245
Lampiran 18. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Getasan 3.017.834 4.227.317 46.106 844.889 1,46285E+12 Tengaran 3.168.666 4.227.317 56.934 844.889 1,12074E+12 Susukan 3.165.562 4.227.317 43.771 844.889 1,12732E+12 Kaliwungu 2.828.116 4.227.317 27.891 844.889 1,95776E+12 Suruh 2.794.837 4.227.317 61.031 844.889 2,052E+12 Pabelan 4.529.894 4.227.317 35.268 844.889 91552840929 Tuntang 2.998.535 4.227.317 55.142 844.889 1,50991E+12 Banyubiru 921.874 4.227.317 37.780 844.889 1,0926E+13 Jambu 892.204 4.227.317 40.886 844.889 1,1123E+13 Sumowono 3.344.292 4.227.317 29.456 844.889 7,79733E+11 Ambarawa 3.373.733 4.227.317 83.400 844.889 7,28606E+11 Bawen 3.684.373 4.227.317 57.164 844.889 2,94788E+11 Bringin 2.806.485 4.227.317 39.389 844.889 2,01876E+12 Bancak 2.320.799 4.227.317 21.323 844.889 3,63481E+12 Pringapus 5.920.006 4.227.317 42.363 844.889 2,8652E+12 Bergas 9.387.595 4.227.317 51.579 844.889 2,66285E+13 Ungaran 7.144.243 4.227.317 115.406 844.889 8,50846E+12 Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan Y : Pendapatan Kab Semarang Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
Fi/n 0,05457048 0,06738637 0,05180681 0,03301144 0,07223552 0,04174276 0,06526538 0,04471593 0,04839216 0,03486375 0,09871119 0,06765859 0,04662033 0,02523763 0,05014031 0,06104826 0,13659309
∑(Yi-Y)². Fi/n
√∑(Yi-Y). Fi/n
VW
79.828.382.027 282.539,169 0,067 75.522.727.365 274.813,9868 0,065 58.403.038.504 241.667,2061 0,057 64.628.584.418 254.221,5263 0,06 1,48227E+11 385.002,8184 0,091 3.821.668.401 61.819,64414 0,015 98.544.533.936 313.918,037 0,074 4,88564E+11 698.973,4192 0,165 5,38265E+11 733.665,7352 0,174 27.184.422.669 164.876,9925 0,039 71.921.531.465 268.181,8999 0,063 19.944.953.632 141.226,6038 0,033 94.115.414.387 306.782,3567 0,073 91734029.543 302.876,2611 0,072 1,43662E+11 379.027,4258 0,09 1,62562E+12 1.274.999,124 0,302 1,1622E+12 1.078.052,205 0,255
n ; Jumlah penduduk Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 19. Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 1999-2003 Atas Dasar Harga Berlaku
VW
No Kecamatan 1 Getasan 2 Tengaran 3 Susukan 4 Kaliwungu 5 Suruh 6 Pabelan 7 Tuntang 8 Banyubiru 9 Jambu 10 Sumowono 11 Ambarawa 12 Bawen 13 Bringin 14 Bancak 15 Pringapus 16 Bergas 17 Ungaran
1999 0,066 0,066 0,104 * 0,108 0 0,067 0,076 0,08 0,047 0,078 0,001 0,118 ** 0,108 0,339 0,317
2000 0,062 0,238 0,071 * 0,086 0,014 0,074 0,059 0,066 0,03 0,068 0,033 0,102 ** 0,082 0,299 0,241
2001 0,063 0,066 0,077 * 0,09 0,015 0,073 0,062 0,067 0,036 0,067 0,033 0,101 ** 0,083 0,305 0,247
Sumber; Data BPS, sudah diolah
VW
2002 0,063 0,066 0,059 * 0,087 0,016 0,072 0,061 0,067 0,034 0,064 0,034 0,08 ** 0,083 0,296 0,245
2003 Jumlah waktu Rata-rata 0,067 0,321 5 0,0642 0,065 0,501 5 0,1002 0,057 0,368 5 0,0736 0,06 0,06 5 0,012 0,091 0,462 5 0,0924 0,015 0,06 5 0,012 0,074 0,36 5 0,072 0,165 0,423 5 0,0846 0,174 0,454 5 0,0908 0,039 0,186 5 0,0372 0,063 0,34 5 0,068 0,033 0,134 5 0,0268 0,073 0,474 5 0,0948 0,072 0,072 5 0,0144 0,09 0,446 5 0,0892 0,302 1,541 5 0,3082 0,255 1,305 5 0,261
Lampiran. 20
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999 No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Getasan Tengaran Susukan Suruh Pabelan Tuntang Banyubiru Jambu Sumowono Ambarawa Bawen Bringin Pringapus Bergas Ungaran
a
b
c
95.928.679 10.833.097 5.042.591 122.978.610 31.805.929 6.464.499 154.872.044 28.004.065 8.141.010 121.507.019 21.374.985 6.387.143 108.628.484 32.830.709 5.710.169 113.458.541 18.654.400 5.964.067 75.058.518 12.240.351 4.155.793 82.102.037 22.983.637 4.315.779 70.275.098 9.775.396 3.694.084 193.015.825 36.216.693 10.146.078 146.269.358 68.849.960 7.688.801 108.772.084 27.530.959 5.717.718 171.419.091 113.527.954 9.010.823 337.154.721 240.086.603 17.722.889 573.745.757 353.244.047 30.159.544
Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan; a : PDRB b : PDRB Sektor Industri c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
d
e
2.375.151 3.044.895 3.834.563 3.008.459 2.689.593 2.809.183 1.957.454 2.032.810 1.739.980 4.778.985 3.621.564 2.693.148 4.244.260 8.347.800 14.205.688
77.677.840 81.663.287 114.892.406 90.736.432 67.398.013 86.030.891 56.704.920 52.769.811 55.065.638 141.874.069 66.109.033 72.830.259 44.636.054 70.997.429 176.136.478
f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun g : Pendapatan regional per kapita
f 42.502 52.474 74.361 62.621 34.451 49.271 38.181 40.206 29.379 80.976 46.619 60.187 36.163 43.914 95.270
g =(e/f) 1.827,628 1.556,262 1.545,063 1.448,978 1.956,344 1.746,076 1.485,161 1.312,486 1.874,32 1.752,051 1.418,071 1.210,066 1.234,302 1.616,738 1.848,814
Lampiran. 21
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2000 No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
a
b
c
d
e
Getasan 108.935.281 12.107.764 5.707.992 2.712.156 88.407.369 Tengaran 138.685.394 35.598.162 7.266.839 3.452.843 92.367.550 Susukan 175.509.286 23.700.345 7.187.825 3.415.300 141.205.816 Suruh 137.177.446 23.700.345 7.187.825 3.415.300 102.873.976 Pabelan 122.750.379 37.086.655 6.431.875 3.056.110 76.175.739 Tuntang 128.396.732 20.857.143 6.727.733 3.196.687 97.615.169 Banyubiru 89.008.883 13.418.591 4.663.888 2.216.049 68.710.355 Jambu 92.623.083 25.750.382 4.853.265 2.306.032 59.713.404 Sumowono 79.878.400 10.900.900 4.185.469 1.988.728 62.803.303 Ambarawa 216.328.463 39.550.560 11.335.181 5.385.918 160.056.804 Bawen 163.569.138 76.519.623 8.570.697 4.072.372 74.406.446 Bringin 123.608.181 31.135.448 6.476.822 3.077.466 82.918.445 Pringapus 190.169.624 125.021.878 9.964.510 4.734.643 50.448.593 Bergas 373.118.978 264.435.795 19.550.691 9.289.524 79.842.968 Ungaran 630.604.768 385.070.148 33.042.434 15.700.134 196.792.052 Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan; a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
f 44.758 56.373 69.819 60.533 34.592 54.455 37.160 39.962 28.703 82.794 56.381 60.055 41.918 50.629 115.082
g =(e/f) 1.975,231 1.638,507 2.022,455 1.699,469 2.202,12 1.792,584 1.849,041 1.494,255 2.188,04 1.933,193 1.319,708 1.380,708 1.203,507 1.577,02 1.710,016
Lampiran. 22
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2001 No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
a
b
c
d
e
Getasan 123.752.819 14.137.993 6.608.628 3.694.747 99.311.451 Tengaran 158.229.315 41.654.805 8.449.736 4.724.073 103.400.701 Susukan 194.746.288 37.154.808 10.399.809 5.814.318 141.377.353 Suruh 152.140.391 27.449.229 8.124.576 4.542.282 112.024.304 Pabelan 139.526.934 43.765.511 7.450.994 4.165.697 84.144.732 Tuntang 146.309.950 24.422.082 7.813.220 4.368.210 109.706.438 Banyubiru 98.654.157 15.473.979 5.268.313 2.945.405 74.966.460 Jambu 105.112.401 30.140.167 5.613.195 3.138.221 66.220.818 Sumowono 87.719.446 12.786.437 4.684.380 2.469.660 67.778.969 Ambarawa 246.507.287 45.276.080 13.163.942 7.359.688 180.707.577 Bawen 186.823.953 88.939.863 9.976.742 5.577.790 82.329.558 Bringin 140.929.564 36.661.703 7.525.897 4.207.574 92.534.390 Pringapus 217.346.301 144.322.490 11.606.691 6.489.061 54.928.059 Bergas 428.146.767 304.245.647 22.863.823 12.782.691 88.254.606 Ungaran 720.909.858 439.322.313 38.497.910 21.523.385 221.566.250 Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan; a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
f
g =(e/f)
45.133 56.494 70.511 60.718 34.572 54.505 37.236 40.267 28.895 83.081 56.786 60.234 42.090 50.846 114.966
2.200,418 1.830,295 2.005,04 1.844,993 2.433,898 2.012,778 2.013,279 1.644,543 2.345,699 2.175,077 1.449,821 1.536,248 1.305,014 1.735,724 1.927,233
Lampiran. 23
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2002 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan
A
b
C
d
e
Getasan 140.736.372 15.782.890 7.515.389 4.507.830 11.2930.263 Tengaran 179.843.333 46.132.490 9.603.720 5.760.438 11.8346.685 Susukan 222.135.670 41.842.781 11.862.150 7.115.075 16.1315.664 Suruh 174.035.041 30.422.261 9.293.554 5.574.396 12.8744.830 Pabelan 158.726.210 49.469.598 8.476.055 5.084.050 9.5696.507 Tuntang 166.656.678 27.106.983 8.899.546 5.338.065 12.5312.084 Banyubiru 112.431.146 17.075.874 6.003.877 3.601.204 8.5750.191 Jambu 119.338.668 33.440.803 6.372.742 3.822.455 7.5702.668 Sumowono 100.496.812 14.203.705 5.366.578 3.218.944 7.7707.585 Ambarawa 280.636.242 49.772.556 14.986.109 8.988.866 20.6888.711 Bawen 210.090.553 98.506.149 11.218.935 6.729.266 9.3636.203 Bringin 160.094.606 40.315.579 8.549.128 5.127.880 10.6102.019 Pringapus 244.292.873 160.954.291 13.045.356 7.824.777 6.2468.449 Bergas 476.520.815 334.976.502 25.446.438 15.263.110 10.0834.765 Ungaran 809.826.843 487.364.350 43.245.139 25.939.006 25.3278.348 Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan; a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
f
g =(e/f)
45.426 56.799 70.980 60.848 34.671 54.804 37.334 40.558 29.068 83.313 56.945 60.404 42.150 51.214 114.998
2.486,027 2.083,605 2.272,692 2.115,843 2.760,131 2.286,55 2.296,839 1.866,529 2.673,303 2.483,27 1.644,327 1.756,54 1.482,051 1.968,891 2.202,459
Lampiran. 24
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2003 No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Getasan Tengaran Susukan Kaliwungu Suruh Pabelan Tuntang Banyubiru Jambu Sumowono Ambarawa Bawen Bringin Bancak Pringapus Bergas
17 Ungaran
a
b
c
d
e
152.245.136 17.563.221 198.222.206 51.434.825 151.921.751 32.587.950 86.565.379 14.184.828 187.362.704 34.073.921 172.754.484 55.451.960 181.281.842 30.099.929 120.988.310 19.056.761 129.770.974 37.504.357 107.807.336 15.899.442 309.252.997 55.546.422 231.350.272 109.939.728 120.987.338 31.806155 54.345.086 13.339.584 274.674.337 184.294.170 531.054.457 375.355.784
8.362.482 5.424.420 120.895.013 10.887.899 7.062.560 128..836.922 8.344.719 5.412.898 105.576.184 4.754.841 3.084.282 64.541.428 10.291.411 6.675.642 136321.730 9.489.014 6.155.158 101.658.352 9.957.403 6.458.983 134.765.527 6.645.615 4.310.754 90.975.180 7.128.027 4.623.676 80.514.914 5.921.614 3.841.123 82.145.157 16.986.569 11.018.533 225.701.473 12.707.549 8.242.897 100.460.098 6.645.561 4.310.720 78.224.902 2.985.053 1.936.289 36.084.160 15.087.242 9.786.512 65.506.413 29.169.623 18.921.211 107.607.839
906.248.657 546.586.593
49.778.195 32.289.196
Sumber : Data BPS yang diolah
277.594.673
f 45.880 56.892 43.646 27.837 60.968 34.683 54.982 37.658 40.806 29.317 83.364 57.106 39.206 21.296 42.196 51.447
g =(e/f) 2.635,026 2.264,588 2.418,92 2.318,548 2.235,955 2.931,071 2.451,084 2.415,826 1.973,115 2.801,963 2.707,421 1.759,186 1.995,228 1.694,41 1.552,432 2.091,625
115.363 2.406,271
Lampiran. 25
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Kabupaten Semarang
No 1 2 3 4 5
Tahun
a
b
c
d
e
1999 2000 2001 2002 2003
2.479.185.866 2.770.364.036 3.146.855.431 3.555.861.862 3.916.833.266
1.027.958.785 1.132.724.902 1.305.753.107 1.447.366.812 1.624.724.630
130.320.988 145.161.558 168.047.856 189.884.716 215.142.817
61.383.533 68.973.607 93.802.802 113.895.362 139.554.854
1.259.522.560 1.423.503.969 1.579.251.666 1.804.714.972 1.937.410.965
Sumber : Data BPS yang diolah
f 786.575 833.214 836.334 839.512 842.647
g =(e/f) 1.601,275 1.708,449 1.888,303 2.149,719 2.299,196
Lampiran 27 Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Getasan Tengaran Susukan Kaliwungu Suruh Pabelan Tuntang Banyubiru Jambu Sumowono Ambarawa Bawen Bringin Bancak Pringapus Bergas Ungaran
Yi 1.975.231 1.638.507 2.022.455 * 1.699.469 2.202.120 1.792.584 1.849.041 1.494.255 2.188.040 1.933.193 1.319.708 1.380.708 ** 1.203.507 1.577.020 1.710.016
Y
Fi
n
∑(Yi-Y)²
1.708.449 42. 749 788.149 71.172.635.524 1.708.449 52.563 788.149 4.891.883.364 1.708.449 74 .578 788.149 98.599.768.036 * * * * 1.708.449 62.678 788.149 80.640.400 1.708.449 34.431 788.149 2,43711E.+11 1.708.449 49.291 788.149 7.078.698.225 1.708.449 38.222 788.149 19.766.110.464 1.708.449 40.326 788.149 45.879.069.636 1.708.449 29.557 788.149 2,30008E.+11 1.708.449 81.131 788.149 50.509.865.536 1.708.449 46.847 788.149 1,5112E.+11 1.708.449 60.281 788.149 1,07414E+11 ** ** ** .** 1.708.449 36.238 788.149 2,549.66E+11 1.708.449 43.994 788.149 17.273.582.041 1.708.449 95.281 788.149 2.455.489
Sumber; Data BPS, sudah diolah
Fi/n
∑(Yi-Y)².Fi/n
√∑(Yi-Y)². Fi/n
VW
0,0542 0,0667 0,0946 * 0,0795 0,0437 0,0625 0,0485 0,0512 0,0375 0,1029 0,0594 0,0765 ** 0,046 0,0558 0,1209
3860.385.531 326.248.038 9.329.928.098 * 6412.973,93 1,0647E+10 442.703.238 958.575.440 2.347.423.345 8.625.694.487 5.199.417.751 8.982.436.399 8.215.493.726 ** 1,1723E+10 964.200.891 29.6849,26
62.132 18.062,34 96.591,55 * 2.532,385 32.629,34 21.040,51 30.960,87 48.450,22 92.874,62 72.106,99 94.775,72 90.639,36
0,036 0,011 0,057 * 0,001 0 0,012 0,018 0,028 0,054 0,042 0,055 0,053 ** 0,02 0,018 0,004
34.238,87 31.051,58 544,8387
Lampiran 26 Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Getasan 1.827.628 1.601.275 Tengaran 1.556.262 1.601.275 Susukan 1.545.063 1.601.275 Kaliwungu * * Suruh 1.448.978 1.601.275 Pabelan 1.956.344 1.601.275 Tuntang 1.746.076 1.601.275 Banyubiru 1.485.161 1.601.275 Jambu 1.312.486 1.601.275 Sumowono 1.874.320 1.601.275 Ambarawa 1.752.051 1.601.275 Bawen 1.418.071 1.601.275 Bringin 1.210.066 1.601.275 Bancak ** ** Pringapus 1.234.302 1.601.275 Bergas 1.616.738 1.601.275 Ungaran 1.848.814 1.601.275 Sumber; Data BPS, sudah diolah
Fi
n
∑(Yi-Y)²
42.749 52.563 74.578 * 62.678 34.431 49.291 38.222 40.326 29.557 81.131 46.847 60.281 ** 36.238 43.994 95.281
788.149 788.149 788.149 * 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 ** 788.149 788.149 788.149
51.235.680.609 2.026.170.169 3.159.788.944 * 23.194.376.209 1,26074E+11 20.967.329.601 13.482.460.996 83.399.086.521 74.553.572.025 22.733.402.176 33.563.705.616 1,53044E+11 ** 1,34669E+11 239.104.369 61.275.556.521
Fi/n
∑(Yi-Y)².Fi/n
0,0542397 2.779.010.200 0,0666917 135.128.741,6 0,0946242 298.992.626,9 * * 0,0795256 1.844.546.034 0,0436859 5.507.656.184 0,0625402 1.311.301.091 0,0484959 6.538.44164,2 0,0511655 4.267.151.976 0,0375018 2.795.892.564 0,1029387 2.340.145.901 0,0594393 1.995.002.109 0,0764843 1.1705.495.281 ** ** 0,0459786 6.191.902.602 0,0558194 13.346.661,11 0,1208921 7.407.731.661
√∑(Yi-Y)². Fi/n
VW
52.716,31816 11.624,48887 17.291,40327 * 42.948,17847 74.213,5849 36.211,89157 25.570,37669 65.323,44124 52.876,20036 48.375,05453 44.665,44648 34.213,29461 ** 78.688,64341 3.653,308242 86.068,1803
0,03292 0,00726 0,0108 * 0,02682 0 0,02261 0,01597 0,04079 0,03302 0,03021 0,02789 0,02137 ** 0,04914 0,00228 0,05375
Lampiran 28 Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Getasan 2.200.418 1.888.303 Tengaran 1.830.295 1.888.303 Susukan 2.005.040 1.888.303 Kaliwungu * * Suruh 1.844.993 1.888.303 Pabelan 2.433.898 1.888.303 Tuntang 2.012.778 1.888.303 Banyubiru 2.013.279 1.888.303 Jambu 1.644.543 1.888.303 Sumowono 2.345.699 1.888.303 Ambarawa 2.175.077 1.888.303 Bawen 1.449.821 1.888.303 Bringin 1.536.248 1.888.303 Bancak ** * Pringapus 1.305.014 1.888.303 Bergas 1.735.724 1.888.303 Ungaran 1.927.233 1.888.303 Sumber; Data BPS, Sudah diolah
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Fi/n
∑(Yi-Y)².Fi/n
42.749 52.563 74.578 * 62.678 34.431 49.291 38.222 40.326 29.557 81.131 46.847 60.281 ** 36.238 43.994 95.281
788.149 788.149 788.149 * 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 ** 788.149 788.149 788.149
97.415.773.225 3.364.928.064 13.627.527.169 * 1.875.756.100 2,97674E+11 15.494.025.625 15.619.000.576 59.418.937.600 2,09211E+11 82.239.327.076 1,92266E+11 1,23943E+11 ** 3,40226E+11 23.280.351.241 1.515.544.900
0,0542 0,0667 0,0946 * 0,0795 0,0437 0,0625 0,0485 0,0512 0,0375 0,1029 0,0594 0,0765 ** 0,046 0,0558 0,1209
5283.806.602 224.412.787 1.289.494.399 * 149.170.577 1,3004E+10 968.999.538 757.457.587 3.040.196.813 7.845.791.223 8.465.605.926 1,1428E+10 9.479.668.548 ** 1,5643E+10 1.299.495.111 183.217.429
√∑(Yi-Y)². Fi/n 72.689,8 14.980,41 35.909,53 * 12.213,54 36.061,27 31.128,76 27.521,95 55.137,98 88.576,47 92.008,73 33.805,59 97.363,59 ** 39.551,39 36.048,51 13.535,78
VW 0,038 0,008 0,019 * 0,006 0 0,016 0,015 0,029 0,047 0,049 0,018 0,052 ** 0,021 0,019 0,007
Lampiran 29 Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Getasan 2.486.027 2.149.719 Tengaran 2.083.605 2.149.719 Susukan 2.272.692 2.149.719 Kaliwungu * * Suruh 2.115.843 2.149.719 Pabelan 2.760.131 2.149.719 Tuntang 2.286.550 2.149.719 Banyubiru 2.296.839 2.149.719 Jambu 1.866.529 2.149.719 Sumowono 2.673.303 2.149.719 Ambarawa 2.483.270 2.149.719 Bawen 1.644.327 2.149.719 Bringin 1.756.540 2.149.719 Bancak ** ** Pringapus 1.482.051 2.149.719 Bergas 1.986.891 2.149.719 Ungaran 2.202.459 2.149.719 Sumber; Data BPS, Sudah diolah
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Fi/n
∑(Yi-Y)².Fi/n
√∑(Yi-Y)². Fi/n
VW
42.749 52.563 74.578 * 62.678 34.431 49.291 38.222 40.326 29.557 81.131 46.847 60.281 ** 36.238 43.994 95.281
788.149 788.149 788.149 * 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 788.149 ** 788.149 788.149 788.149
1,13103E+11 4.371.060.996 15.122.358.729 * 1.147.583.376 3,72603E+11 18.722.722.561 21.644.294.400 80.196.576.100 2,7414E+11 1,11256E+11 2,55421E+11 1,5459E+11 ** 4,45781E+11 26.512.957.584 2.781.507.600
0,0542 0,0667 0,0946 * 0,0795 0,0437 0,0625 0,0485 0,0512 0,0375 0,1029 0,0594 0,0765 ** 0,046 0,0558 0,1209
6.134.681.610 291.513.507 1.430.941.699 * 91.262.224,3 1,6277E+10 1.170.922.906 1.049.659.672 4.103.294.082 1,0281E+10 1,1453E+10 1,5182E+10 1,1824E+10 ** 2,0496E+10 1.479.937.240 336.262.338
78.324,21 53.992,16 37.827,79 * 95.53,126 40.345,37 34.218,75 32.398,45 64.056,96 32.063,61 107.016,7 123.215,4 108.736,8 ** 14.3165,5 38.469,95 18.337,46
0,036 0,025 0,018 * 0,004 0,019 0,016 0,015 0,03 0,015 0,05 0,057 0,051 ** 0,067 0,018 0,009
Lampiran 30
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Yi
Y
Getasan 2.635.026 2.299.196 Tengaran 2.264.588 2.299.196 Susukan 2.418.920 2.299.196 Kaliwungu 2.318.548 2.299.196 Suruh 2.235.955 2.299.196 Pabelan 2.931.071 2.299.196 Tuntang 2.451.084 2.299.196 Banyubiru 2.415.826 2.299.196 Jambu 1.973.115 2.299.196 Sumowono 2.801.963 2.299.196 Ambarawa 2.707.421 2.299.196 Bawen 1.759.186 2.299.196 Bringin 1.995.228 2.299.196 Bancak 1.694.410 2.299.196 Pringapus 1.552.432 2.299.196 Bergas 2.091.625 2.299.196 Ungaran 2.406.271 2.299.196 Sumber; Data BPS, sudah diolah
Fi
n
∑(Yi-Y)²
Fi/n
∑(Yi-Y)².Fi/n
√∑(Yi-Y)². Fi/n
VW
42.749 52.563 74.578 27.891 62.678 34.431 49.291 38.222 40.326 29.557 81.131 46.847 60.281 21.323 36.238 43.994 95.281
844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889 844.889
1,12782E+11 1.197.713.664 14.333.836.176 374.499.904 3.999.424.081 3,99266E+11 23.069.964.544 13.602.556.900 1,06329E+11 2,52775E+11 1,66648E+11 2,91611E+11 92.396.545.024 3,65766E+11 5,57656E+11 43.085.720.041 11.465.055.625
0,0506 0,0622 0,0883 0,033 0,0742 0,0408 0,0583 0,0452 0,0477 0,035 0,096 0,0554 0,0713 0,0252 0,0429 0,0521 0,1128
5.706.440.365 74.513.247,68 1.265.241.747 12.362.779,99 296.696.847,2 16.270.928.115 1.345.906.530 615.367.142,7 5.075.005.045 8.842.890.032 16.002.445.934 16.169.095.766 6.592.293.343 9.231.071.388 23.918.355.217 2.243.505.558 1.292.953.234
75.540,98467 8.632,105634 35.570,23719 35.160,07451 17.224,89034 127.557,5482 36.686,59878 24.806,59474 71.239,06965 29.032,56847 126.500,7744 127.157,7593 81.192,939 96.078,46475 154.655,6019 47.365,658 35.957,65891
0,033 0,004 0,015 0,015 0,007 0,055 0,016 0,011 0,031 0,013 0,055 0,055 0,035 0,042 0,067 0,021 0,016
Lampiran 31
Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999-2003 VW
No Kecamatan 1999 2000 0,03 0,036 1 Getasan 0,01 0,011 2 Tengaran 0,01 0,057 3 Susukan * * 4 Kaliwungu 0,03 0,001 5 Suruh 0 0 6 Pabelan 0,02 0,012 7 Tuntang Banyubiru 0,02 0,018 8 0,04 0,028 9 Jambu 10 Sumowono 0,03 0,054 0,03 0,042 11 Ambarawa 0,03 0,055 12 Bawen 0,02 0,053 13 Bringin ** ** 14 Bancak 0,05 0,02 15 Pringapus 0 0,018 16 Bergas 0,05 3E-04 17 Ungaran
2001 0,038 0,008 0,019 * 0,006 0 0,016 0,015 0,029 0,047 0,049 0,018 0,052 ** 0,021 0,019 0,007
2002 0,036 0,025 0,018 * 0,004 0,019 0,016 0,015 0,03 0,015 0,05 0,057 0,051 ** 0,067 0,018 0,009
VW Ratarata
2003 Jumlah waktu 0,033 0,173 5 0,0346 0,004 0,058 5 0,0116 0,015 0,119 5 0,0238 0,015 0,015 5 0,003 0,007 0,048 5 0,0096 0,055 0,074 5 0,0148 0,016 0,08 5 0,016 0,011 0,079 5 0,0158 0,031 0,158 5 0,0316 0,13 0,276 5 0,0552 0,055 0,226 5 0,0452 0,055 0,215 5 0,043 0,035 0,211 5 0,0422 0,042 0,042 5 0,0084 0,067 0,225 5 0,045 0,021 0,076 5 0,0152 0,016 0,082 5 0,0165