perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.5 Sintesa Teori dan Penentuan Variabel Penentuan variabel penelitian yang akan dilakukan melalui sintesa teori yang telah dijabarkan sebelumnya. Sintesa teori yang dilakukan merupakan penggabungan dari berbagai teori sehingga didapat poin-poin yang berhubungan dengan dengan penelitian yang akan dilakukan. Sintesa teori untuk faktor bermukim masyarakat di kawasan rawan bencana longsor terdiri dari penggabungan dari teori faktor bermukim masyarakat menurut Drabkin (dalam M.Paruntung, 2004), Sastra.M (2006), Catanese dan Snyder (1992) dengan teori permukiman kawasan rawan bencana longsor menurut Haryanto dan Suharini (2009) serta dengan teori manajemen bencana longsor menurut Ramli (2010). Dengan dilakukannya penyelarasan antara teori-teori yang dipakai diperoleh sintesa teori antara lain 1).Kenyamanan lingkungan, 2).Status hukum, 3).Kondisi Topografi, 4).Manajemen bencana, 5).Sarana, 6).Prasarana, 7).Aksesibilitas, 8).Harga lahan, 9).Peluang pekerjaan. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan proses dalam memperoleh hasil sintesa teori : Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat Teori Faktor Bermukim Masyarakat Teori FaktorTeori FaktorTeori FaktorFaktor Faktor Faktor Bermukim Bermukim Bermukim Drabkin (dalam Sastra M (2006) Catanese dan Mala Parantung Snyder 1992 2004) Kenyamanan Kebisingan lingkungan : kebisingan dan pencemaran Memiliki status Hukum dan hukum yang jelas lingkungan yang memenuhi paraturan yang berlaku Kondisi topografi Topografi yang landai dan kestabilan lahan Sarana : Sarana : fasilitas pendidikan, keamanan, kesehatan, pemadam perniagaan, kebakaran, pelayanan umum, pendidikan, peribadatan, pertamanan rekreasi, kebudayaan, faslitias olahraga, lapngan terbuka to user Prasarana Prasarana : commit Jaringan air, gas, jaringan jalan, telepon, sanitasi, sanitasi, drainase, pembuangan pembuangan sampah
Sintesa Teori
Kenyamanan lingkungan
Status Hukum
Topografi
Sarana
Prasarana
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teori Faktor Bermukim Masyarakat Teori FaktorTeori FaktorTeori FaktorFaktor Faktor Faktor Bermukim Bermukim Bermukim Drabkin (dalam Sastra M (2006) Catanese dan Mala Parantung Snyder 1992 2004) sampah, jaringan listrik Aksesibilitas : Aksesibilitas : Aksesibilitas : kemudahan kemudahan kemudahan transportasi dan angkutan umum, angkutan umum jarak menuju kedekatan dengan pusat kota pusat pelayanan Biaya terkait harga lahan terjangkau Peluang Kedekatan dengan pekerjaan: lokasi pekerjaan kemudahan mencari pekerjaan dilingkungan permukiman
Sintesa Teori
Aksesibilitas
Biaya Lahan Peluang Pekerjaan
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2014 Tabel 2.3 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori Faktor Bermukim Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana longsor Teori Permukiman Teori Manajemen Kawasan Rawan Bencana Longsor Bencana Longsor Ramli (2010) Haryanto dan Suharini (2009) Manajemen bencana mitigasi : Mitigasi : jalur evakuasi, penampungan aman, organisasi kebencanaan Tanggap darurat Pasca bencana Drainase Aksesibilitas kedekatan dengan fasilitas Biaya : harga murah, bisa dicicil, tidak perlu membeli atau warisan Kedekatan dengan lapangan pekerjaan
Sintesa Teori
Manajemen Bencana
Drainase Aksesibilitas
Biaya Lahan
Pekerjaan
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2014 commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah diketahui sintesa teori dari faktor bermukim masyarakat dan faktor bermukim masyarakat di kawasan rawan bencana longsor akan dihubungkan antara kedua hasil tersebut. Berikut ini adalah tabel perumusan variabel berdasarkan sintesa teori yang telah di lakukan : Tabel 2.4 Variabel Faktor Bermukim Masyarakat Di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori Faktor Bermukim Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori FaktorTeori FaktorTeori FaktorTeori Teori Faktor Faktor Faktor Permukiman Manajemen Bermukim Bermukim Bermukim Kawasan Bencana Drabkin Sastra M (2006) Catanese dan Rawan Bencana Longsor (dalam Mala Snyder 1992 Longsor Ramli (2010) Parantung Haryanto dan 2004) Suharini (2009) Manajemen bencana mitigasi : Mitigasi : jalur evakuasi, penampunga n aman, organisasi kebencanaan Tanggap darurat Pasca bencana Kenyamanan Kebisingan lingkungan : kebisingan dan pencemaran Memiliki status Hukum dan hukum yang lingkungan yang jelas memenuhi paraturan yang berlaku Kondisi Topografi topografi yang landai dan kestabilan lahan Sarana : Sarana : fasilitas pendidikan, keamanan, kesehatan, pemadam perniagaan, kebakaran, pelayanan pendidikan, umum, pertamanan peribadatan, rekreasi, kebudayaan, faslitias olahraga, lapangan terbuka Prasarana Prasarana : Jaringan air, gas, Drainase commit to user jaringan jalan, telepon, sanitasi, sanitasi, pembuangan drainase, sampah
Variabel
Manajemen Bencana
Kenyamanan lingkungan
Status Hukum
Topografi
Sarana
Prasarana
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teori Faktor Bermukim Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori FaktorTeori FaktorTeori FaktorTeori Teori Faktor Faktor Faktor Permukiman Manajemen Bermukim Bermukim Bermukim Kawasan Bencana Drabkin Sastra M (2006) Catanese dan Rawan Bencana Longsor (dalam Mala Snyder 1992 Longsor Ramli (2010) Parantung Haryanto dan 2004) Suharini (2009) pembuangan sampah, jaringan listrik Aksesibilitas : Aksesibilitas : Aksesibilitas : Aksesibilitas kemudahan kemudahan kemudahan kedekatan transportasi dan angkutan umum, angkutan umum dengan fasilitas jarak menuju kedekatan pusat kota dengan pusat pelayanan Biaya terkait Biaya : harga harga lahan murah, bisa terjangkau dicicil, tidak perlu membeli atau warisan Peluang Kedekatan Kedekatan pekerjaan: dengan lokasi dengan lapangan kemudahan pekerjaan pekerjaan mencari pekerjaan dilingkungan permukiman
Variabel
Aksesibilitas
Biaya Lahan
Peluang Pekerjaan
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2014 Dari tabel pemilihan variabel di atas terdapat beberapa variabel yang tidak dipilih untuk dijadikan variabel penelitian. Jaringan telepon tidak dimasukkan ke dalam variabel terpilih karena dasumsukan masyarakat saat ini tidak menggunakan jaringan telepon kabel melainkan menggunakan telepon selular. Selain itu faktor harga lahan tidak dipilih karena harga lahan disuatu tempat akan mengalami kenaikan dari waktu ke waktu hal ini menghindari ketidakvalidan data terkait dengan harga lahan di lokasi permukiman kawasan rawan bencana longsor, maka harga lahan tidak pilih. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh Peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:2). Variabel juga dapat diarttikan sebagai konsep dalam bentuk operasional yang harus diperjelas dengan adanya parameter atau indikator-indikatornya. Parameter dan indikator tersebut diperoleh dari teori yang dijadikan landasan penelitian. Berikut ini adalah penejelasan operasional variabel dari penelitian ini : 1. Manajemen Bencana Manajemen bencana meliputi kegiatan pada pra bencana, tanggap darurat saat terjadinya commit user bencana dan pasca bencana. Kegiatan pratobencana merupakan kegiatan yang bersifat antisipasi terhadap terjadinya bencana atau mitigasi bencana. Mitigasi bencana dapat 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berupa mitigasi aktif dengan pengadaan jalur evakuasi dan penampungan sementara korban bencana, selain itu terdapat upaya mitigasi pasif yaitu terdapatnya organisasi kebencanaan yang memberikan tata cara atau prosedur kebencanaan di suatu lokasi. Upaya tanggaap darurat merupakan kegiatan yang dilakukan saat terjadinya bencana kesiapsiagaan dalam menyelamatkan korban bencana. Kegiatan pasca bencana meliputi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai usaha pemulihan lingkungan yang terkena bencana. Pengadaan manajemen bencana yang baik akan membuat masyarakat yang tinggak di kawasan rawan bencana akan tetap bertahan tinggal di kawasan tersebut dengan anggapan masyarakat yang kawasan mempunyai kualitas manajemen yang baik akan membuat masyarakat tetap merasa aman tinggal di kawasan tersebut. 2. Kondisi Kenyamanan Lingkungan Kenyamanan lingkungan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi permukiman. Berdasarkan Pedoman Teknis Kawasan Budidaya, kawasan permukiman diharuskan berjarak 2 km dari pusat kebisingan seperti kegiatan industri yang mengganggu kenyamanan. Selain itu permukiman yang harus berjarak 2 km untuk menghindari pencemaran seperti polusi udara dan polusi air yang disebabkan sisa hasil produksi indutri. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.416/men.kes/per/IX/1990, kualitas air minum yang baik adalah yang tidak memiliki bau, tidak berwarna dan tidak berasa. Dalam bermukim di Kawasan Rawan Bencana Longsor masyarakat memiliki preferensi yang didasarkan kondisi kebisingan dan kualitas air serta kualitas udara dilingkungan mereka bermukim. 3. Status Hukum Status hukum yang jelas pada suatu kawasan permukiman menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan karena kepemilikan lahan yang jelas dan bersertifikat akan memberikan rasa aman dalam bermukim terhadap penggusuran lahan (Sastra M, 2006). Lokasi permukiman juga harus sesuai dengan peruntukan permukiman sesuai dengan regulasi yang berlaku atau RTRW yang berlaku. 4. Topografi Berdasarkan Permen PU No.4/PRT/M/2007, karakteristik topografi yang sesuai digunakan untuk permukiman adalah lokasi yang memiliki tingkat topografi yang landai dengan kisaran kelerengan 0%-25%. Sifat topografi suatu kawasan dapat di bedakan kelerengannya sebagai berikut : commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Tabel 2.5 Karakteristik Kelerengan Kelerengan (%) 0-8 8-15 15-25 25-45 >45
Keterangan Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2014 5. Prasarana Berdasarkan SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perkotaan penyediaan prasarana penunjang permukiman merupakan hal yang dipertimbangkan masyarakat dalam menentukan lokasi bermukim dimana lokasi bermukim harus dapat menyediakan prasarana yang memadai, prasarana yang harus disediakan lingkungan permukiman sebagai berikut : a. Jaringan jalan b. Jaringan air bersih c. Jaringan listrik d. Jaringan drainase e. Jaringan sanitasi f. Jaringan persampahan 6. Aksesibilitas dan Sarana Aksesibilitas dinilai berdasarkan kemudahan dalam mencapai pusat pelayanan ( Paruntung, 2004). Indikator aksesibilitas suatu lokasi dapat dilihat berdasarkan kemudahan trasnportasi dan keterjangkauan menuju pusat kota atau fasilitas lainnya seperti halnya keterjangkauan menuju sarana-sarana penunjang aktifitas suatu wilayah seperti aksesibilitas menuju sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perdagangan, sarana peribadatan serta sarana ruang terbuka dan olahraga (Drabkin dalam Paruntung, 2004). Kemudahan angkutan umum atau transportasi dalam lingkungan permukiman memiliki waktu tunggu rata-rata 30 hingga 45 menit ( Jayadinata, 1998). 7. Peluang Pekerjaan Peluang pekerjaan menjadi hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi permukiman karena masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan akan cenderung memilih lokasi kerja yang dekat atau berada di dalam kawasan pedesaan yang di tinggali (M.Paruntung, 2004), (Sastra M, 2006), (Haryanto dan Suharini, 2009). commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah itu dilakukan penggabungan antara teori-teori yang digunakan dalam menjabarkan pola persebaran permukiman menurut Wiriaatmadja (1981) dan Jayadinata (1999) yang diperoleh sintesa teori 1).Pola persebaran permukiman secara memusat, dan 2).Pola persebaran permukiman secara terpencar. Tabel 2.6 Teori Pola Persebaran Permukiman Teori Pola Persebaran Permukiman, Wiriaatmadja (1981) Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu dengan yang lain, Pola permukiman dengan cara terkumpul Pola permukiman dengan cara terkumpul Berkumpul dan tersusun melingkar
Teori Pola Persebaran Permukiman, Jayadinata (1999) Permukiman memusat
Variabel
Pola Persebaran Permukiman
Permukiman terpencar
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2014 Dari tabel sintesa teori tentang pola persebaran permukiman yang berada di kawasan rawan bencana longsor menurut beberapa ahli dirumuskan variabel yang terpilih adalah pola persebaran permukiman dengan indikator permukiman secara memusat dan permukiman secara terpencar. 1). Pola permukiman memusat merupakan pola permukiman yang dengan jarak antar rumah adalah 0-0,99 di dalam peta, sedangkan 2). Pola permukiman menyebar merupakan pola permukiman yang dengan jarak antar rumah adalah >1,0 didalam peta ( Bintarto, 1979).
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.6 Kerangka Pikir
commit to user
26