TA’LIM MADANI 20 “Iman Kepada Qadha & Qadar” LANDASAN HUKUM (AL-Qur’an & Hadits) Iman kepada qadha dan qadar adalah tiang iman yang keenam atau rukun iman yang terakhir. Qadha dan qadar dalam pembicaraan sehari hari selalu disebut dengan takdir. Rukun iman yang terakhir ini kalau orang tidak hati -hati, tidak didasari dengan iman dan ilmu yang benar dapat mengakibatkan seseorang tergelincir ke dalam aqidah dan cara hidup yang fatal. Oleh sebab itu, perlunya memahami makna qadha dan qadar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Dalam firman Allah SWT:
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S An-Nisa 4: 65) 49. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (qadar). (Q.S Al-Qamar 54: 49) 38. tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu[1221]. dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (Q.S Al-Ahzab 33: 38) [1221] Yang dimaksud dengan sunnah Allah di sini ialah mengerjakan sesuatu yang dibolehkan Allah tanpa ragu-ragu.
2. yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya[1053]. (Q.S Al-Furqan 25 : 2) [1053] Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup.
142. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad[232] diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Q.S Ali-Imran 3: 142) [232] Jihad dapat berarti: 1. berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang-orang Islam; 2. memerangi hawa nafsu; 3. mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam; 4. Memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S ArRad 13:11) [767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah. [768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
216. diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Al-Baqarah 2: 216) 22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Q.S Al-Hadid 57: 22) 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S At-Takwir 81: 29) 149. Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya". (Q.S AlAn’am 6 :149) 29. dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Q.S Al-Kahfi 18: 29) 87. Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S Yusuf 12: 87) 4. yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa Barangsiapa yang berkawan dengan Dia, tentu Dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka. (Q.S Al-Hajj 22: 4) 210. tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan Malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan[131], dan diputuskanlah perkaranya. dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan. [131] Naungan awan bersama Malaikat biasanya mendatangkan hujan yang artinya rahmat, tetapi rahmat yang diharap-harapkan itu tidaklah datang melainkan azab Allah-lah yang datang. (Q.S Al Baqarah : 210)
Rasulullah bersabda: “Iman adalah (hendaknya) engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan beriman pula kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk.” (H.R Bukhari dan Muslim). “Allah SWT berfirman, “Barang siapa tidak rela dengan qadha dan
qadarKu dan tidak sabar terhadap bencana yang Aku timpakan atasnya, maka hendaknya ia mencari Tuhan selain aku.” (H.R Al-Thabrani) “Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40
hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (H.R Bukhari dan Muslim) “Saya merasa kagum terhadap qadha (keputusan) Allah kepada orang
mukmin. Jikalau Allah memutuskannya bahagia, maka ia pun rela dan adalah keputusan itu baik baginya. Dan jikalau Allah memutuskan kemeleratan, maka ia pun rela dengan keputusan itu pun baik baginya.” (H.R Muslim) LANDASAN TEORI
Qadha itu berarti hukum, perintaah, memberitakan, menghendaki, dan menjadikan/
penciptaan.
Arti
dari
qadar
dalam
al-qur’an
dapat
kita
memahaminya bahwa qadar itu ialah suatu peraturan atau takaran umum yang telah diciptakan Allah untuk menjadi dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan akibat. Oleh karena itu iman kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan diri manusia, adalah menurut hukum, berdasarkan suatu undang -undang unversil atau kepastian umum atau takdir. Seperti jagat raya beserta isinya, bintang-bintang dan langit, adanya gravitasi bumi. Semua itu adalah hukum universal (takdir) Allah terhadap makhluknya. Dalam diri kita terdapat roh, tetapi kita sama sekali tidak punya kekuasaan terhadap roh itu. Manakala ia akan memisahkan diri dengan jasmani kita, kita tidak mampu menahannya. Begitulah takdir Allah swt. Manusia lahir ke
dunia bukanlah atas kehendaknya sendiri. Manusia lahir tidak memilih bangsa dan tanah air. Semuanya terlepas dari kehendak dan kekuasaan manusia. Semuanya bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Allah semata-mata, berdasarkan atas takdir Allah swt. Keutamaan mengimani takdir dan hikmahnya adalah sebagai aturan tauhid, menghilangkan kecemasan, berpegang kepada ikatan yang kuat. Dengan beriman kepada takdir, manusia akan bersemangat dan bergairah untuk berusaha, karena tidak ada yang tahu tentang takdir dirinya pada masa kemudian. Sehingga, timbul hati yang tabah, berani membela yang hak, tidak takut melawan kebatilan, dan rela berkorban untuk menjalani tugas dan kewajiban. Karena ia merasa bahwa apapun akibat yang terjadi dari perbuatannya, semua berada di tangan Allah swt. dan hikmah lainnya adalah, manusia tidak akan mengeluh dan menyesal jika ditimpa suatu mudharat atau musibah. Dan tidak terlalu lupa diri ketika merasa senang mendapat keuntungan. Karena semua berjalan dengan kebiaksanaan dari Nya. Allah telah menetapkan segala sesuatu dalam hidup dan sejarah manusia, tetapi disebelah itu ia harus dimintakan pertanggung jawabannya. Masalah keadailan Allah inilah yang sejak dahulu telah menjadi topik perdebatan dan polemik dari kaum mutakallimin: Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Sungguh sulit berbicara tentang keadilan dari sudut tinjauan manusia semata, yang selalu subjektif. Telah menjadi sunatullah bahwa setiap kejadian mengandung kuasa dan hikmah. Ada sebab dan akibat, disamping bertujuan. Jika sesorang ingin pintar, maka ia harus belajar. Adalah mustahil suatu cita-cita berhasil hanya dengan modal khayal dan bermalas-malasan, tanpa suatu kerja dan usaha. Maka wajib ada faktor usaha atau ikhtiar dan bertanggung jawab dari manusia. Usaha serta do’a adalah kewajiban manusia, tapi kepastian terakhir berada di tangan Allah. Maka manusia jangan berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Setiap peristiwa ada hikmah dan tujuannya. Allah telah menciptakan segala sesuatunya tidaklah sia-sia. Kepercayaan kepada takdir memberikan keseimbangan jiwa, tidak berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak pula
membagakan diri atau sombong karena suatu kemujuran. Iman kepada takdir akan membawa peningkatan ketakwaan, bahwa baik keberuntungan maupun kegagalan dapat dianggap sebagai ujian dari Tuhan. Ujian itu perlu diberikan kepada mereka yang beriman agar sejahtera dan bahagia hidupnya. Sebab itu orang-orang beriman banyak mendapat ujian dari Tuhan. Untuk mempertinggi takwa, guna menjadi modal hidup yang paling berharga sebagai seorang muslim. Segala masalah yang ruwet itu hanya terbit pada akal manusia. Maka hikmah yang terdapat dalam ayat tentang ikhtiar dari manusia, bahwa manusia diberkan kebebasan memilih (free will) dari dua jalan yang terbentang yaitu yang haq dan yang bathil, yang islam dan yang kafir. Allah mengajak dan menghendaki agar manusia suka melalui jalan yang haq, jalan yang islam. Dengan demikian lalu manusia berhak menerima ganjaran dan pahala dari Allah SWT. Apapun yang terjadi di muka bumi itu sudah ditentukan di Lauh Mahfuz. Mengimani adanya takdir Allah agar manusia memiliki emosi yang stabil, tidak menyesali dan prustasi dengan kegagalan yang menimpanya, ia sadar seraya mengucapkan Inna lillahi wainnai llahi raji’un. Demikian pula ia tidak akan meras bangga dan sombong karena keberhasilan yang diraihnya, ia sadar bahwa semua itu adalah anugerah Allah seraya mengucapkan Alhamdulillahi rabbil
aalamiin. Imam Khattabi rah.a berkata, “yang benar ialah bahwa takdir ialah suatu pemberitahuan bahwa Allah mengetahui tentang apa yang ada dalm setiap perbuatan manusia, buruk atau baiknya.” Dengan demikian, banyak hikmah yang diambil dari takdir ini. HIKMAH Kita beriman bahwa segala sesuatu yang berjalan, beredar, ataupun yang terjadi semua sudah ditentukan oleh Allah SWT. dan Allah sajalah yang mampu dan berkuasa merubahnya. Apa yang Allah kehendaki itu yang terjadi dan apapun yang tidak Allah kehendaki selamanya tidak akan terjadi, kebaikan ataupun keburukan. Tidak ada suatu benda di alam ini yang bergerak tanpa
aturanNya. Manusia hendaklah hidup dengan ikhtiar, yaitu bekerja atas syarat-syarat maksimal sambil tawakal dan berdo’a. Tawakal artinya mewakilkan nasib diri dan nasib usaha kita kepada Allah, sedang kita sendiri tidak mengurangngurangkan usaha dan tenaga kita dalam usaha itu. Kemudian yakin bahwa penentuan terakhir berada pada kekuasaan Allah swt. Apapun yang terjadi, semuanya adalah kehendak Allah. Orang yang beriman
pasti
akan
mendapatkan
petunjuk
dalam
mensikapi
segala
permasalahan yang dihadapinya. Orang yang beriman pasti akan sadar bahwa apapun yang menimpa dirinya adalah ketentuan Allah. Orang yang beriman akan senantiasa beratawakal kepada Allah. Dalam al qur’an menjelaskan bahwa manusia harus berikhtiar memohon/berdo’a kepada Allah dalam setiap usaha yang dilakukannya, ada kehendak Allah dalam setiap hasil akhirnya. Hadapilah takdir yang terjadi pada diri kita dengan menggunakan takdir Allah yang telah berlaku untuk meraih takdir yang lebih baik lagi. Merelakan ataupun ketentuan Allah dengan syukur. Jangan berburuk sangka atas ketentuan Allah. Jangan berputus asa dari Rahmat Allah. Berdo’a dan berlindung kepada Allah dari takdir yang buruk. Tidak selalu sering membicarakan takdir. Wallahu'alam. DAFTAR PUSTAKA Asbabun Nuzul “Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an”. K.H.Q Shaleh; H.A.A Dahlan. Prof. DR. H.M.D Dahlan. CV. Diponogoro. Bandung. 1993 Aqidah Islam “Pola Hidup Manusia Beriman”. Sayid Sabiq. CV. Diponogoro. Bandung. 2005 Dienul Islam. Drs Nasruddin Razak. PT. Ma’arif. Bandung 1997. Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an & Hadits. Tim Baitu Kilmah. Kamil Pustaka. Jakarta. 2013 Lelaki Shalih ‘Imaniyah & Ibadah’. A. Abdurrahman Ahmad. Pustaka Nabawi. Cirebon. Muharam 1421H.