Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
[ARTIKEL REVIEW]
SYPHILIS 1
Devi Putri Amalia Suryani,1 Hendra Tarigan Sibero2 2
Medical Faculty of Lampung University, Dermatovenerologist Division of Abdoel Moeloek Hospital
Abstract Syphilis is a chronic and systemic disease that infect whole part of body. It caused by Treponema palidum. Syphilis infection divied into three stages primary syphilis, secoundary syphilis and tertiary syphilis, where as between these three stages there is one stage called laten phase that no clinical manifestation but from the laboratory test show positive sign. Syphilis diagnosed form deep anamnestic, physical examinations, and laboratory test. Laboratory test that usually apply in syphilis are microscopic and serologic test. Treatment of syphilis depend on infection stages, primary, secoundary or tertiary syphilis. Keywords: Diagnosed, Treatment, Syphilis, Syphilis Stages Abstrak Sifilis adalah penyakit kronis dan bersifat sistemik yang menyerang seluruh organ tubuh. Etiologi sifilis adalah Treponema pallidum. Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu stadium sifilis primer, stadium sifilis sekunder, dan stadium sifilis tersier, dimana diantara tiga stadium tersebut terdapat fase laten, yaitu fase dimana tidak menimbulkan gejala klinis namun dari pemeriksaan laboratorium positif. Penegakan diagnosis sifilis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pada sifilis berupa pemeriksaan mikroskopis dan uji serologik. Pemilihan pengobatan sifilis berdasarkan stadiumnya. Kata kunci: Diagnosis, Pengobatan, Sifilis, Stadium sifilis … Korespondensi: Devi Putri Amalia suryani, Hendra Tarigan Sibero |
[email protected]
Pendahuluan Sifilis merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema palidum. Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan juga dapat terjadi secara vertikal dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.1,2 Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru terjadi di Afrika,
Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean.2 Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI terjadi peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun 2007.3 Di provinsi Lampung khususnya di kota Bandar Lampung jumlah kasus infeksi menular seksual termasuk sifilis tahun 2012 sebesar 3.153 kasus dengan penderita wanita sebanyak 2.942 kasus dan pria sebesar 419 kasus, merupakan jumlah kasus terbanyak dibanding kota-kota lain di provinsi Lampung.4 Berdasarkan hal tersebut maka
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |7
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
perlu diketahui perkembangan terkini dari penyakit sifilis.
Gambar 1. Potongan melintang Treponema pallidum, tampak PF= Periplasmic 7 flagella dan OS= Outer sheth.
DISKUSI Etiologi
Penularan dan perjalanan penyakit
Treponema pallidum merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaeta, ordo Spirochaetales (tabel 1). Tabel 1. Taksonomi dari Treponema palidum.
Tingkatan
Nama
Kingdom
Bacteria
Phylum
Spirochaetes
Ordo
Spirochaetales
Family
Spirochaetaceae
Genus
Treponema
Species
T. pallidum
Subspecies
pallidum
2
Treponema pallidum berbentuk spiral, Gram negatif dengan panjang kisaran 11 µm dengan diameter antara 0,09 – 0,18 µm. Terdapat dua lapisan, sitoplasma merupakan lapisan dalam mengandung mesosom, vakuol ribosom dan bahan nukleoid, lapisan luar yaitu bahan mukoid.5,6 Potongan melintang Treponema pallidum dapat dilihat pada Gambar 1.
Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran satu minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga lima minggu, kemudian menghilang.8,9,10 Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan baru akan reaktif setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten, dimana tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten dapat berlangsung bertahuntahun atau seumur hidup.6,8 Stadium sifilis Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis stadium primer, sekunder dan tersier yang terpisah oleh fase laten dimana waktu bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval antara stadium primer dan sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Interval antara stadium sekunder dan tersier biasanya lebih dari satu tahun. 5
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |8
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
pada penis, fixed drug eruption, herpes genitalis.5,6,
Sifilis stadium primer Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm , tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga multipel. Hampir sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral. 5,6,11 Gambaran chancre sifilis primer dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Chancre sífilis primer pada penis.
12
Chancre sífilis primer sering terjadi pada genitalia, perineal, atau anus dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi bagian tubuh yang lain dapat juga terkena.5,6 Ulkus jarang terlihat pada genitalia eksterna wanita, karena lesi sering pada vagina atau serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di serviks berupa erosi atau ulserasi yang dalam. Tanpa pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6 pekan. Diagnosis banding sifilis primer yaitu ulkus mole yang disebabkan Haemophilus ducreyi, limfogranuloma venereum, trauma
Sifilis Sekunder Manifestasi akan timbul pada beberapa minggu atau bulan, muncul gejala sistemik berupa demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit kepala, adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Lesi sekunder yang terjadi merupakan manifestasi penyebaran Treponema pallidum secara hematogen dan limfogen. 13 Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papula, folikulitis, papuloskuamosa, dan pustul, jarang disertai keluhan gatal. Lesi dapat ditemukan di trunkus dan ekstermitas, termasuk telapak tangan dan kaki. Papul biasanya merah atau coklat kemerahan, diskret, diameter 0,5 – 2 cm, umumnya berskuama tetapi kadang licin. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital. 5,13,14 Gambaran lesi kulit pada sifilis sekunder dapat dilihat pada gambar 5. Kondiloma lata merupakan istilah untuk lesi meninggi (papul), luas, putih atau abu-abu di daerah yang hangat dan lembab. Gambaran dapat dilihat pada gambar 6. Lesi sifilis sekunder dapat muncul pada waktu lesi sifilis primer masih ada. Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan serologis yang reaktif dan pemeriksaan lapangan gelap positif. Treponema pallidum banyak ditemukan pada lesi selaput lendir atau basah seperti kondiloma lata.5,6,9 Ruam kulit pada sifilis sekunder sukar dibedakan dengan pitiriasis rosea, psoriasis, terutama jika berskuama, eritema
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |9
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
multiforme dan erupsi obat. Diagnosis sifilis sekunder cukup sulit. Pada umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan kelainan khas lesi kulit sifilis sekunder ditunjang pemeriksaan serologis.9,15 Sifilis Laten Sifilis laten yaitu apabila pasien dengan riwayat sifilis dan pemeriksaan serologis reaktif yang belum mendapat terapi sifilis dan tanpa gejala atau tanda klinis.6 Sifilis laten terbagi menjadi dini dan lanjut, dengan batasan waktu kisaran satu tahun. Dalam perjalanan penyakit sifilis akan melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Tetapi bukan bearti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis tersier.5,6 Sifilis stadium tersier Sifilis tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut. Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimptomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis, terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi
parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala saat pemeriksaan. Sifilis kardiovaskular disebabkan terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut ke katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal.5 Sifilis benigna lanjut atau gumma merupakan proses inflamasi proliferasi granulomatosa yang dapat menyebabkan destruksi pada jaringan yang terkena. Disebut benigna sebab jarang menyebabkan kematian kecuali bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi akibat reaksi hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian besar terjadi di kulit dan tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau multipel, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, destruktif dan bersifat kronis, penyembuhan di bagian sentral dan meluas ke perifer. Lesi pada tulang biasanya berupa periostitis disertai pembentukan tulang atau osteitis gummatosa disertai kerusakan tulang. Gejala khas ialah pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama pada tulang kepala, tibia, dan klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif dengan titer tinggi. 5,6,9
Tabel 2. Kriteria diagnostik sifilis berdasarkan stadium.13 Stadium
Kriteria diagnostik
Primer
Temuan pemeriksaan
Data kemungkinan terpapar 3 bulan
Biasanya tunggal, tanpa rasa nyeri, ulkus rubbery (genital atau bukan genital) dimana didapatkan pemeriksaan dark field/DFA/PCR positif atau dengan gejala klinis sifilis.
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |10
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
Temuan pemeriksaan (-/+ dark field lesi positif)
Sekunder
Cutaneous eruption (generalisata atau lokal) tanpa perluasan Palmar atau plantar rash Mucous patches (lesi pada membran lidah, mukosa buccal,bibir) Condyloma lata (lembab, datar, plaque keabu-abuan)
Pemeriksaan negatif (tidak ditemukan pemeriksaan yang konsisten dengan sifilis primer atau sekunder)
Early Latent
Late latent
Latent syphilis Duration
6 bulan
Riwayat gejala dari sifilis primer atau skunder,atau Konversi serologis,atau Terpapar infeksi penyebab sifilis, atau Mungkin terpapar pada 12 bulan sebelumnya
Kriteria diagnostik Early latent
of
Unknown
1 tahun
Terdapat tanda atau gejala seperti pada sifilis primer dan sekunder dan sedikit informasi mengenai determinasi durasi dari infeksi
Lebih dari 1 tahun yang lalu
Tidak pasti. Jika titer uji serologis nontreponemal > 1:32, kemungkinan besar infeksi baru.
Diagnosis Secara garis besar uji diagnostik sifilis terbagi menjadi tiga kategori pemeriksaan mikroskopik langsung pada sifilis stadium dini, uji serologis, metode
berdasar biologi molekuler. Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikroskop J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |11
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
lapangan gelap (dark field) merupakan metode paling spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis sifilis primer adalah menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari cairan yang diambil pada permukaan chancre. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak emersi. Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan aktif. 6,8 Uji serologis sifilis pada sifilis meliputi Uji serologis non treponema seperti pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease Research Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test (ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ”reagin” terhadap antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi cardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan dibeberapa kondisi lain. Namun, pada beberapa individu yang memiliki riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi cardiopilin rendah untuk waktu yang lama, dengan demikian individu tersebut tergolong ”serofast”.16 Uji
serologis non treponema berfungsi untuk mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari sifilis, dan memantau respon dari terapi antibiotik. Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay (EIA), Chemiluminescence Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema Antibody ”Absorbed” Assay (FTA-ABS), Treponema Palidum Particle Agglutination Assay (TP-PA) dan Treponema Palidum Hemaglinination Assay (MHA-TPA). Uji serologis treponema adalah pemeriksaan terhadap antigen antibodi yang spesifik terhadap treponema. Digunakan untuk identifikasi sifilis dan monitoring terhadap terapi antibiotik.16,17 Uji serologik Anti-T.Palidum IgM antibodi spesifik seperti EIA atau IgM, 19SIgM-FTA-abs test, IgM-immunoblot untuk T. Palidum. Sensivitas dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM tidak efektif dalam mengetahui stadium dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis tersebut digunakan pada penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan CSF. Many rapid Point of Care (POC) digunakan untuk mendeteksi antigen treponemal pada individu dengan riwayat sifilis 20 tahun sebelumnya. Namun uji serologis ini tidak untuk mendeteksi antibodi cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif).18
Tabel 3. Interpretasi uji serologik sifilis Hasil uji serologik Non treponemal positif, treponemal negatif Non treponemal positif, treponemal positif Non treponemal negatif, treponemal positif Non treponemal negatif, treponemal negatif
6,8,9
Kesimpulan Positif semu uji tapisan nontreponemal Sifilis yang tidak diobati; sifilis lanjut yang pernah diobati Sifilis sangat dini yang belum diobati; sifilis dini yang pernah diobati Bukan sifilis; sifilis sangat lanjut; sifilis+infeksi HIV dan imunosupresi
Tatalaksana Sifilis
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |12
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
Tatalaksanaan sifilis dibagi berdasarkan stadiumnya yaitu tertera pada tabel 4. Tabel 4. Tatalaksana sifilis berdasarkan klasifikasinya.5,13,18,19 Alternatif terapi pada alergi penisilin Klasifikasi sifilis
Terapi anjuran
Alternatif terapi Hamil
Tidak Hamil
Early syphilis (sifilis stadium dini), sifilis primer, sifilis 12,13 skunder.
Benzatin benzilpenisilin, 2,4 juta IU injeksi IM (pemberian dengan dua kali injeksi ditempat 5,13,19 berbeda).
Prokain benzilpenisilin, 1,2 juta IU injeksi IM (setiap hari selama 10 5,19 hari berturut-turut).
Eritromisin, 500mg oral (4 kali sehari selama 14 5,19 hari).
Dosisiklin, 100 mg (2 kali sehari) atau;
Late Laten Syphilis (sifilis stadium lanjut)
Benzatin benzilpenisilin, 2,4 juta IU (total 7,2 juta IU) injeksi IM, (sekali seminggu selama 3 minggu berturut-turut di hari ke 1, 8 dan 5,13,18,19 15).
Prokain benzilpenisilin, 1,2 juta IU injeksi IM (setiap hari selama 20 5,19 hari berturut-turut).
Eritromisin, 500 mg oral (4 kali sehari selama 30 19 hari).
Dosisiklin 100 mg oral (2 kali sehari), atau;
Aquaous benzylpenicillin, 18-24 juta IU injeksi IV ( pemberian dengan 3-4 juta IU. Setiap 4 jam 19 selama 14 hari).
Prokain benzilpenisilin, 1,2-2,4 juta IU, injeksi IM setiap hari dan Probenesid, 500 mg oral (4 kali sehari) selama 1014 hari) atau;
Neurosyphilis
Ceftriaxone 1-2 g IV setap hari selama 10-14 hari (apabila tiak ada 19 penisilin).
Siflis kongenital
Usia < 2 tahun dan infant dengan abnormal CSF dengan;
Usia > 20; Aquaous benzylpenicillin 200 000300 000 juta IU/kg/hari
Tetrasiklin, 500 mg oral (4 kali sehari) 5,19 selama 14 hari.
Tetrasiklin, 500 mg (4 kali sehari) selama 30 hari, atau 21-28 5,18,19 hari.
Dosisiklin, 200 mg oral (2 kali sehari) selama 30 hari, atau; Tetrasiklin, 500 mg oral, (4 kali sehari 19 selama 30 hari).
Eritromisin 7,512,5 mg/kg oral (4 kali sehari) selama
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |13
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
Aquaous benzylpenicillin 100000-150000 juta IU/kg/hari injeksi IV setiap 12 jam, selama 7 hari awal kehidupan dan setelah itu setiap 8 jam, totalnya selama 10 hari. Atau;
injeksi IM. Dengan pemberian 50000 juta IU/kg/dosis setiap 4-6 19 jam selama 10-14 hari.
30 hari (pada bayi diawal bulan 19 kehidupan).
Prokain benzilpenisilin 50000 juta IU/kg injeksi IM dosis tunggal 5,19 (selama 10 hari).
Tindak lanjut pengobatan sifilis Kondisi klinis pasien perlu dinilai kembali dan diupayakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya reinfeksi dalam periode tahun pertama sesudah pengobatan. Pasien sifilis dini yang telah mendapat pengobatan benzatin benzilpenisilin dengan dosis dan cara adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis sesudah tiga bulan pengobatan dengan menggunakan uji VDRL. Evaluasi kedua dilakukan sesudah enam bulan, dan bila ada indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke enam tersebut, dapat dievaluasi kembali sesudah bulan ke-12 untuk dilakukan penilaian kembali kondisi pasien dan mendeteksi kemungkinan adanya reinfeksi.8 Semua pasien dengan sifilis kardiovaskular dan neurosifilis dipantau selama beberapa tahun. Tindak lanjut yang dilaksanakan meliputi hasil penilaian klinis penyakit, serologis, cairan serebrospinal, dan radiologis.8,9 Pengobatan ulang pasien pada semua stadium penyakit perlu dipertimbangkan jika tanda-tanda atau gejala klinis sifilis aktif tetap ada atau
kambuh kembali, terdapat peningkatan titer nontreponema atau VDRL tes sampai empat kali pengenceran dan titer tes VDRL awal yang tinggi (VDRL 1:8 atau lebih) dan menetap dalam setahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan sebelum pengobatan ulang dilakukan, kecuali pada kasus reinfeksi dan diagnosis sifilis stadium awal dapat dipastikan.6,9 Pengobatan ulang sifilis dilakukan sesuai dengan rejimen yang telah ditetapkan untuk sifilis yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Umumnya hanya satu pengobatan ulang diperlukan karena pengobatan yang diberikan secara adekuat akan menunjukkan kemajuan bila dipantau dengan tes nontreponema yang tetap menunjukkan titer rendah.9 SIMPULAN Hubungan seksual dapat menularkan berbagai macam penyakit, salah satunya yaitu sifilis. Selain itu sifilis dapat ditularkan secara vertikal dari ibu ke janin, melalui transfusi darah, alat kesehatan yang terkontaminasi dan lainnya. Sifilis memiliki tiga stadium yaitu stadium primer, skunder dan tersier. Diantara ketiga
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |14
Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero | Syphilis
stadium tersebut terdapat stadium laten dimana tidak menimbulkan gejala klinis namun pada pemeriksaan laboratorium menunjukan hasil positif. Penegakan diagnosis sifilis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pada sifilis berupa pemeriksaan mikroskopis dan uji serologis. Pemberian antibiotik untuk pengobatan berdasarkan stadium sifilis. Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik golongan penisilin, namun pada pasien dengan alergi penisilin dapat menggunakan antibiotik golongan lain sebagai alternatif.
8.
9.
10.
11. 12.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Kementrian Kesehatan RI Dirjen PP dan PL. 2011. 2. Jesus MBD, Ehlers MM, Dreyer W, Kock NM. Mini Riview: Syphilis. J FORTAMex. 2013. p1787-1798 3. Yoga T. Situasi Epidemiologi HIV-AIDS di Indonesia. Dirjen PP dan P Kementrian Kesehatan RI. 2012 4. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2012. Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 5. Holmes KX, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit J, Corey L, et al. In: Sexually rd Transmitted Disease 4 . New York: McGraw Hill. 2008. p661 – 84 6. Klausner JD, Hook EW. Current Diagnosis & Treatment Sexually Transmitted Disease. New York:McGraw Hill Companies, 2007 7. T J Clark Colloidal Minerals and Supplements. Syphilis. (Cited 2014 Nov 10) Available form: http://www.tjclarkdirect.com/bacterial_dis eases/syphilis.htm 17. Wiesman j, Lofy K, Terletter S, Goldoft MJ. A Monthly Bulletin on Epidemiology and Public Health Practice in Washington. Washington State Departemen of Health. J Epitrends. 2014;19(1):1-3 18. Janier M, Hegyi V, Dupin N, Unemo M, Tiplica GS, Potocnik M, et al. 2014 European
13.
14.
15.
16.
Department of Health and Human services Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Disease Treatment Guidelines, 2010. MMWR 2010;59(No. RR12): 26-39 Sokolovskiy E, Frigo N, Rotanov S, Savicheva A, Dolia O, Kitajeva N, et al. Guidelines fot the laboratory diagnosis of syphilis in East European countries. J EADV. 2009;23(1):623-32. The Gobal Library of Women’s Medicine. Syphilis. 2009. (Cited 2014 Nov 10) Available form: http://www.glowm.com/section_view/hea ding/Syphilis/item/30 STD Surveillance Case Definitions. 2013 Dec. p1-8 Best Tests. Syphilis:testing for ”the Great Imitator”. 2012. (Cited 2014 Nov 10) Available form: www.bpac.org.nz Cherneskle T, Augenbraun M, Blank S, Dunn A, Friedenberg E, Hermoso A, et al. an Update and Riview of the Diagnosis and Management of Syphilis. NYC Health. p1517 Departement of Health AIDS Institute. Syphilis. 2011. (Cited 2014 Nov 10) Available form: http://www.hivguidelines.org/clinicalguidelines/adults/management-of-stis-inhiv-infected-patients/syphilis/ Operational Obstretrics and gynecology. Condiloma Lata (Secoundary Syphilis). (Cited 2014 Nov 10) Available form: http://www.operationalmedicine.org/ed2/E nhanced/Vulva/CondylomaLata.htm Guidance for Industry. Recommendations for Screening, Testing, and Management of Blood Donors and Blood and Blood Components Based on Screening Tests for Syphilis. U.S. Department of Health and Human Services Food and Drug Administration Center for Biologics Evaluation and Research .September 2014
Guideline on the Management of Syphilis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2014 Oct;28(1):1-29 19. World Health Organization. Guidlines for the Management of Sexually Transmitted Infection. WHO. 2012. p39-46
J MAJORITY | Volume 3 Nomor 7 | Desember 2014 |15