Symphony Dua Jiwa Oleh : Ellysabeth Sukma Ratna Binery
“Hilangkan Gender?!! Mana bisa” Semua orang tahu gender berarti jenis kelamin, sedangkan gene memiliki kandungan arti plasma pembawa sifat didalam keturunan. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan oleh manusia sendiri di masyarakat. Fenomena ini yang disebut “symphony”. Anda tahu mengapa? Menurut saya, gender bagaikan symphony yang mengalun dan mengalir begitu saja. Kadang terdengar indah saat orang-orang bersikukuh menghilangkan gender lewat demo, pidato, atau seminar, bagai syair dan nada yang bersemangat, siap memberontak dan melawan perbedaan gender. Terkadang terdengar begitu kacau jika aransemen lagu dalam masyarakat berubah jadi anarkis tanpa logika, membisingkan dan membuat pecah gendang telinga. Padahal para penyair lagu
terdiri dari dua jiwa dan fisik yang berbeda,
ya…mereka adalah laki-laki dan perempuan di dunia. Sesungguhnya para penyair di dunia sangat sempurna dan hebat. Tapi mengapa kita, lakilaki dan perempuan, harus memiliki dua pikiran yang berbeda tentang timbulnya fenomena gender di masyarakat? Padahal kita semua tahu gender itu hanya perbedaan, hanya pembeda, yang membedakan laki-laki dan perempuan secara bentuk fisik dan psikologis saja, bukan pembeda kedudukan dalam masyarakat apalagi pembeda antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan di masyarakat. Lalu mengapa kita harus memperdebatkan terciptanya kita di dunia sebagai laki-laki dan perempuan? Itu semua hanya soal seks. Seks adalah perbedaan antara lakilaki dan perempuan menurut kodratnya. Kodrat ini telah ditentukan Tuhan dan tidak dapat ditukar, universal sifatnya serta tidak menyangkut ruang, waktu dan tempat. Perbedaan seks inilah sebenarnya yang menghasilkan perbedaan gender. Sebenarnya gender sendiri tidak perlu diubah apalagi dihilangkan sebab gender itu sendiri hanya sebutan yang membedakan dua jiwa di dunia, laki-laki dan perempuan. Perlu diketahui dengan tegas, yang harus kita lawan sebenarnya jika perbedaan gender ini menjadi 1
ketidakadilan dan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Sebab sebenarnya perbedaan gender ini tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Tapi kenyataannya ada begitu banyak ketidakadilan dan deskriminasi gender. Bila semua suara di dunia menyenandungkan prinsip yang sama yaitu melawan dan menghilangkan ketidakadilan dan diskriminasi gender, mungkin symphony yang terdengar sekarang akan menjadi begitu indah. Tapi yang terjadi sekarang kebanyakan orang salah kaprah dengan menyuarakan “Hilangkan Gender”, “Musnahkan adanya Gender”, atau “Mari kita hilangkan pandangan orang tentang gender”. Padahal seharusnya yang mereka suarakan dan kita dengar adalah “Hilangkan Ketidakadilan Gender”, “Musnahkan Adanya Diskriminasi Gender” atau “Mari kita hilangkan perbedaan gender yang menjadi ketidakadilan dan diskriminasi”.
Pesona Ideologi Kultural di Masyarakat Pertanyaannya sekarang mengapa ketidakadilan dan diskriminasi gender harus dihilangkan? Mari kita ulas lebih dalam. Di masyarakat kita ada banyak bentuk ketidak adilan gender. Diantaranya adalah marginalisasi yaitu perbedaan antara kedudukan, hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan yang menyebabkan ketidakadilan dan kemiskinan kesempatan. Mari kita tengok dalam beberapa contoh di masyarakat. Dari sisi Negara, kebijakan yang ada dalam GBHN disebutkan bahwa perempuan harus berperan dalam pembangunan tanpa harus meninggalkan keluarga. Namun untuk laki-laki tidak disebutkan seperti itu. Dari sisi masyarakat, pandangan tentang perempuan yang bekerja di rumah hanya dipandang sebatas dengan sebutan ibu rumah tangga saja tanpa adanya penghargaan khusus. Dari sisi pekerjaan, banyak sekali perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan dibidang yang sama yang digeluti oleh laki-laki contohnya perpajakan. Bentuk ketidakadilan lainnya adalah subordinasi dimana perempuan dianggap tidak penting, dinomorduakan, diremehkan dan hanya dijadikan pelengkap yang harus pasrah dan menerima keadaan. Dilihat dari sisi pekerjaan, jabatan-jabatan penting bagi perempuan sangat terbatas dan tidak banyak. Dilihat dari sisi masyarakat yang menganggap pekerjaan rumah tangga itu ringan jadi apabila tidak beres maka perempuan harus disalahkan. Ada lagi bentuk ketidakadilan sterotipe atau pandangan yang salah kaprah, yang tampak sejak kanak-kanak. Dilihat dari sisi orang tua, selalu membebaskan anak laki-laki berbuat atau bertindak bebas saat 2
masih kecil sedangkan untuk anak perempuan dibatasi, contohnya dalam bermain. Bentuk ketidakadilan lainnya seperti kekerasan pada perempuan dan beban ganda yang ditimpakan pada perempuan adalah fenomena paling sering terjadi bahkan terkesan sudah biasa.
Laki-Laki dan Perempuan adalah Partner Sepadan Sejak dulu sebenarnya budaya patriarkilah yang menjadi kunci timbulnya perbedaan gender sendiri. Apalagi ditambah dengan budaya masyarakat dan mitos-mitos yang menjadikan patriarki sebagai sosok budaya yang kuat dan bertahan sampai saat ini. Seperti yang kita ketahui, budaya patriarki adalah budaya yang menempatkan laki-laki sebagai masyarakat kelas utama dan perempuan hanya ikut membonceng dari belakang. Budaya ini timul sejak pemerintahan zaman Belanda di Indonesia dan sampai sekarang masih terus diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu contoh laki-laki selalu dididik sebagai sosok yang kuat, agresif, dan maskulin sedangkan perempuan sendiri dari dulu dididik sebagai sosok yang lemah-lembut dan penurut. Sangat ironis sepertinya apalagi ditambah dengan budaya pembedaan ruang laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki selalu ditempatkan di posisi politik sedangkan perempuan di posisi domestik yang hanya bertugas di rumah sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan laki-laki di berbagai bidang politik dan pemerintahan. Meskipun saat ini sudah sedikit terjadi revolusi, dimana sejak terjadinya krisis moneter di Indonesia yang menyebabkan perempuan lebih berani keluar dari “statusnya” membawa dampak perempuan berani mengambil risiko menjadi tulang punggung keluarga atau menjadi penunjang keadaan ekonomi dalam keluarganya, tetap terdengar mengerikan kalau perempuan-perempuan di dunia harus harus “disamakan” kewajibannya sebagai laki-laki sebagai kodratnya di dunia. Saya sendiri sebagai perempuan menyadari, kalau ada hal-hal yang tidak bisa saya samakan dengan laki-laki khususnya dalam hal fisik. Perempuan tercipta dari banyak lemak di tubuhnya yang menyebabkan dia lebih sensitif dan butuh perlindungan. Sedangkan laki-laki sendiri tercipta dari banyak otot di tubuhnya yang membuat dia jadi lebih kuat dan berani. Kodrat yang diciptakan Tuhan ini sebagai cerminan bahwa manusia saling membutuhkan dan dari perbedaan inilah yang seharusnya menjadi pelengkap serta pembentuk manusia sebagai makhluk sempurna. Laki-laki tercipta sebagai pelindung dan perisai untuk perempuan. Bukan sosok yang merasa kuat dan berkuasa tetapi perempuan sendiri bukan sosok yang terus menerus 3
lemah dan harus dilindungi, kita juga harus bangkit dan sadar sebagai perempun yang mandiri dan kuat agar kita tidak terus menerus diremehkan. Banyak contoh perempuan perkasa di dunia, ibu pengasih seperti Ibu Theresa, presenter, artis dan pengusaha terkenal Oprah Winfrey, penyanyi bersuara emas yang tidak mau menyerah dengan keadaan fisiknya dan cemooh banyak orang Susan Boyle, penulis novel terkenal JK Rowling, perempuan multitalented Agnes Monica, perempuan penuh semangat Ibu Megawati, pemain bulutangkis legendaris Susi Susanti, perempuan kuat yang penug dedikasi, prinsip, dan penuh kharisma Sri Mulyani, dan masih banyak perempuan tangguh lainnya yang mampu membuktikan diri mereka kalau mereka BISA!. Beranikah Anda menjadi seperti mereka? Katakan dalam diri Anda sekarang dan kalau jawabannya adalah YA lakukan sekarang juga dan yakinlah kalau Anda BISA. Kalau begitu apakah salah laki-laki menangis? Perempuan jadi ketua? Laki-laki penuh kasih dan peduli? Perempuan jadi pilot? Laki-laki jadi duta sosial dan kedamaian? Atau perempuan jadi atlit angkat besi sekaligus petinju? Jawabannya adalah tidak sama sekali karena perempuan dan lakilaki tercipta sebagai partner yang sepadan dan harus saling melengkapi.
Obat Mujarab… Lalu bagaimana memperjuangkan ketidakadilan gender kalau ternyata di masyarakat ini sendiri ketidakadilan gender itu sudah menjadi wajar dan sudah terpatri sejak lama? Sebenarnya tugas berat jika kita melawan ketidakadilan gender secara langsung sebab symphony dalam masyarakat akan terdengar anarkis. Memperjuangkan perempuan tidak sama dengan perjuangan melawan laki-laki. Gerakan perempun atau gerakan feminisme rasanya penting untuk menjadi obat penyembuh yang ampuh. Alasannya sederhana agar kodrat kita sebagai perempuan tidak dijadikan alasan berkurangnya hak- hak asasi kita di masyarakat. Gerakan perempuan adalah gerakan transformasi yaitu proses untuk menciptakan hubungan antar sesama menjadi baru dan lebih baik bukan gerakan untuk melawan atau memblas dendam kepada laki-laki. Tidak hanya perempuan saja yang mengupayakan dan memperjuangkan gerakan ini, tapi juga masyarakat baik perempuan maupun laki-laki. Agar seimbang harus ada timbal balik antara keduanya, misalnya perempuan harus aktif dalam tiap program masyarakat begitu juga masyarakat harus melibatkan perempuan dalam setiap programnya. Pelaksanaan pendidikan yang setara antara
4
.laki-laki dan perempuan juga penting untuk meningkatkan kemampuan intelektual masingmasing pribadi. Para perempuan bisa mengaktifkan berbagai organisasi atau kelompok perempuan dalam meningkatkan kemampuan baik intelektual brain, beauty, maupun behavior guna melawan ketidakadilan yang ada agar perempuan sendiri berani menolak dengan tegas pada mereka yang melakukan pelecahan. Sebab bila ketidakailan pada perempuan dibiarkan berarti mengajarkan bahkan mendorong para pelaku untuk melanggengkannya. Jadi, perbaikan posisi atau kondisi perempuan tidak sama dengan perjuangan kaum perempuan melawan laki-laki. Penindasan sendiri terjadi bukan datang dari laki-laki melainkan dari sistem atau struktur ketidakadilan di masyarakat yang ada sajak dulu kala. Oleh karena itu, perlu diadakan transformasi sosial yang merupakan gerakan perempuan dan laki-laki untuk melawan sistem ketidakadilan itu dengan memberikan hak dan kedudukan yang sama pada perempuan. Jadi, selama sistem atau kultur ketidakadilan gender dalam masyarakat sendiri terus menerus dibiarkan tanpa ada upaya membongkar dan merenovasinya kembali maka selamanya nasib dan martabat wanita akan terus terpuruk dalam penindasan. Kemudian untuk para perempuan di dunia, teruslah berusaha membuktikan diri Anda kalau Anda dalah generasi perempuan tangguh selanjutnya.
Kepustakaan : .Info Gender. edisi 49. Jakarta : Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan KWI. Jurnal Peremuan .edisi 65, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Rimper, Alfredo, dkk. 2007.Manuskrip “Masalah-Masalah Moral Dewasa ini”. Jakarta Rita, Maria.2009. Kekerasan terhadap Perempuan dan Tatanan Patriarki. Dalam Sri Murniati (Tim Redaksi). Sugihastuti.2007.Gender dan Inferioritas, Praktik Kritik Sastra Feminis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yulius, Hendri.2010. Keabadian Superhero Complex dalam Serial Twilight Saga. Dalam Edisi Riyadi (Editor). 5