PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI BERPRESTASI, DISIPLIN KERJA, TERHADAP BUDAYA MUTU GURU (Suatu Penelitian pada SMA se- Kota Gorontalo) SYAIFUL KADIR Kepala Sekolah SMA I Kota Gorontalo ABSTRACT This research was conducted in senior high school in Gorontalo city, academic year 2011/2012 from September 2011 to Pebruari 2012. Approach used is quantitative research approach, with survey method. The population research are senior high school teachers as the city of Gorontalo about 375 people, the spread in 4 public schools and 3 private senior high schools in gorontalo city. The sample research consists of 66 teachers. Obtained by random way and the strata of sampling. Variable data from the research were collected using a questionnaire instrument, data analysis using statistical regression with significant levels α = 0,05 The findings in this research as follows: (1) There is a positive relationship between principal leadership style to teacher’s work discipline, It means the principal leadership style is good and right will improve work discipline of the teacher (2) There is a positive influence on the principal of leadership style to teacher motivation achievers It means that the better the leadership style that is owned by the principal, hence up increasing the achiever motivation of teachers, (3) There is a positive influence on the principal of leadership style to quality culture teachers , it means that the better the leadership style that is owned by the principal, the more easily implement the quality culture in teachers, (4) There is a positive influence on motivation achievers to teacher’s work discipline, It means that the higher achievement motivation that teachers have, the more easily raise teacher’s work discipline (5) There is a positive influence on teacher’s work discipline with quality culture teachers, it means the better the on teacher’s work discipline, the more easily apply quality culture teachers, (6) There is a positive influence teacher motivation achievers to quality culture teachers, it means that the higher motivation achievers teachers have the more easily apply quality culture teachers. Keyword : Leadership Style, Principal, Discipline Of Work, Motivation Achiever, Quality Culture Teachers PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengembangkan budaya mutu guru bukanlah sesuatu yang bersifat instan dan terjadi begitu saja, tetapi melalui proses perjuangan yang relative panjang dengan tantangan dan bahkan resistensi yang dihadapi. Untuk mengem-bangkan budaya mutu harus diawali dengan komitmen dari seluruh stakeholders dalam melakukan school review secara cermat dan obyektif. Bertolak dari benchmarking dan ditindaklanjuti dengan kontrol mutu (quality control). Artinya, setelah menetapkan performa ideal dilanjutkan dengan melakukan kontrol mutu dengan cara membandingkan antara performa actual dengan performa ideal. Jika terjadi kesenjangan antara keduanya maka perlu didiagnosis apa yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, untuk selanjutnya dilakukan tindakan-tin-dakan nyata mengenai cara pemecahan-nya. Kenyataan di lapangan menunjuk-kan lain, di mana masih banyak kepala sekolah yang belum mampu menunjuk-kan profesionalisme yang memadai. Hal ini disebabkan antara lain karena masih banyak kepala sekolah yang belum mampu menerapkan gaya kepemim-pinan dengan baik, kepala sekolah tidak berusaha menegakkan disiplin dalam melaksanakan tugas, datang dan pulang tidak sesuai dengan waktu yang ditetap-kan. Disamping dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah, upaya meningkatkan budaya mutu guru dapat pula dipengaruhi oleh Disiplin kerja guru. Sekolah yang memiliki disiplin kerja yang tinggi mudah mencapai apa yang di cita-citakan ataupun apa yang menjadi visi maupun misi dari sekolah, karena dalam kondisi seperti ini semua komponen yang ada di dalamnya ter-masuk guru dan siswa mempunyai pe-luang yang besar dalam membina dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Bila dalam diri seseorang ter-dapat motivasi untuk berprestasi, maka dalam keadaan bagaimanapun akan muncul upaya untuk berusaha dan bekerja untuk meraih prestasi. Dan bila dalam diri guru telah tertanam motivasi untuk berprestasi maka akan ada upaya untuk memperbaiki
pekerjaannya dan hasilnya adalah terjadinya peningkatan mutu. Semakin tinggi motivasi berpres-tasi yang dimiliki oleh para guru maka semakin mudah untuk menanamkan dan menerapkan budaya mutu guru. Dengan demikian dapat dike-mukakan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah, displin kerja guru dan motivasi berprestasi guru berpengaruh terhadap lahirnya budaya mutu guru. Dan untuk mengetahui lebih lanjut ten-tang pengaruh ini maka perlu adanya penelitian ilmiah dengan topik “Pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi dan disiplin kerja terhadap budaya mutu guru“. KAJIAN TEORITIS A. Deskripsi Konseptual 1. Budaya Mutu Dalam dunia pendidikan, aktivitas penjaminan mutu dan control mutu pendidikan merupakan mesin generator pelaksanaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan. Rowley (Abdul Hadis dan Nurhayati B) (2010; 77) mengartikan quality assurance sebagai a general term which encompasses all the policies, system and process direc-ted towards ensuring the maintenance and enhancement of the quality of edu-cation provision. For example, course design, staff development the collection and uses of feedback from student, staff and employes. Sedangkan pengen-dalian mutu dalam konteks pendidikan yang dicetuskan oleh Depdiknas ialah pengawasan operasional yang dilaku-kan melalui unit kerja yang berwenang dan kompoten, untuk mengontrol mutu lembaga pendidikan melalui program akreditasi oleh badan akreditasi nasio nal dan sertifikasi oleh instansi yang kompeten. Ada tiga aspek utama yang tersirat tentang mutu, dalam Sisdiknas no. 20 tahun 2003, yaitu kompetensi, akreditasi, dan akuntabilitas yang harus dimiliki suatu sekolah. Menurut para ahli pendidikan, mutu proses belajar mengajar diartikan sebagai mutu dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di kelas, dilaboratorium, di bengkel kerja, dan di kancah belajar lainnya. Sedangkan mutu hasil proses belajar mengajar ialah mutu dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas mengajar yang dilakukan oleh peserta didik di kelas, dilaboratorium, di bengkel kerja, dan dikancah belajar lainnya yang terwujud dalam bentuk hasil belajar nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai rata-rata dari semua mata pelajaran dalam satu semester. Menurut Philip B. Crosby (2010; 78) mutu adalah sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan (Confe-rence to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Oleh karena itu, mutu pendidikan yang diselenggarakan sekolah dituntut untuk memiliki standar baku mutu pendidikan. Dalam konsep Carvin sebagaimana dikutip oleh Nasution (2001;101), mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan pelanggan pada suatu produk selalu berubah, sehingga kualitas pro-duk juga harus berubah atau dise-suaikan dengan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan organisasi agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Menurut Sallis (1993;9), penger-tian mutu dapat ditinjau dari dua dimensi. Konsep pertama menyatakan bahwa mutu bersifat absolute atau mutlak dan konsep kedua menyatakan bahwa mutu bersifat relatif. Dalam konsep absolute mutu merujuk pada sifat yang menggambarkan derajat baiknya suatu barang atau jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga tertentu yang dicerminkan dengan harga standar yang tinggi, eksklusif dan berkelas. Mutu ditetapkan oleh pembuat sebagai atribut produk. Menurut Cortada (1996;128), Budaya mutu dapat didefinisikan seba-gai seperangkat norma yang dilandasi nilai-nilai dan keyakinan kemudian termanifestasi dalam perilaku-perilaku, aktivitasaktivitas, dan simbol-simbol di sekolah untuk mencapai tingkat keung-gulan yang diharapkan dan diinginkan serta bagaimana mencapainya agar tercipta akuntabilitas sekolah. Dalam Laporan Proyek Budaya Mutu Putaran II 2004 (2005; 26), European University Association dike-mukakan, Only the student support services network agreed on a formal definition of quality culture. It defined it as “ an organisastional climate in which groups of staff work together to realize their specific tasks.” Selanjutnyan pula di jelaskan bahwa: Furthermore, a quality culture has two components: an organizational/ structural aspect, which refers to tasks, standards an responsibilities of individuals, units and services; and a psychological aspect, which refers to understanding, flexibility, participation, hopes and emotions. Dari berbagai definisi yang telah diuraikan sebelumnya serta berdasarkan analisa terhadap prinsip dan landasan yang harus dimiliki oleh seorang guru maka secara umum budaya mutu guru dapat
diartikan sebagai nilai-nilai, keyakinan dan perilaku yang diterima dan dipraktekkan oleh guru serta system makna bersama yang dianut oleh guru yang membedakannya dengan yang lain. Dan dalam rangka mewujudkan budaya mutu guru, maka harus dibangun ber-bagai prinsip yang memungkinkan guru untuk dapat membangun dan memacu dirinya dalam mencapai peningkatan kualitas yang diinginkan. 2. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Menurut Wahyudi (2009; 120), Kepemimpinan adalah sebagai kemam-puan seseorang dalam menggerakkan, mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, menurut Catwell dalam Soebagio (2000;146) bahwa defenisi kepemimpinan sebagai perilaku individu yang menimbulkan struktur baru pada suatu interaksi dalam suatu sistem sosial dengan mengubah tujuan, konfigurasi, prosedur, input, proses dan out put sistem. Jadi kepemimpinan adalah peri-laku yang ada pada diri seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan dan berperan serta di dalamnya untuk mencapai tujuan hidupnya. Soetopo dan Soemanto (1982;1), mendefiniskan kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat mencapai suatu maksud atau tujuan tertentu. Menurut Robert G. Owens kepe-mimpinan diartikan sebagai “Leadership involves intentionally exercising influ-ence on the behavior ofothers people “. Hal ini senada dengan yang dikemu-kakan oleh Billick,B. dan Peterson,J.A. dalam Wahyudi (2009; 120) yang mengartikan kepemimpinan sebagai “Leadhership can be defined as the ability to influence the behavior and actions of others to achieve an intended purpose “. Kepemimpinan menurut Nawawi dan Martini (1995;9-10) adalah kemam-puan/kecerdasan mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatankegiatan yang terarah pada tujuan bersama. Menurut Rivai (2004; 65) kepemimpinan dapat dikatakan sebagai peranan dan juga suatu proses untuk mempengaruhi orang lain. Sedangkan menurut Freeman dan Taylor, (1950; 40) kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegi-atan kelompok mencapai tujuan orga-nisasi dengan efektivitas maksimum dan kerjasama dari tiap-tiap individu. Lebih lanjut Koontz dan Weihrich (1988; 437), mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan pengaruh, seni atau proses untuk mempengaruhi orang lain sehing-ga tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik (leadership as influence, the art or process of influ-encing people so that they will strive willingly enthu-siastically toward the achievement of group goals). Berdasarkan pada uraian-uraian teori atas, maka dapat disimpulkan bahwa Gaya kepemimpinan sekolah adalah pola yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Dalam melakukan tugasnya sebagai se-orang pemimpin kepala sekolah memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan yang berlaku di sekolah. Secara umum gaya kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat melalui indikator sebagai berikut: Bersifat terbuka, mendominasi pelaksanaan tugas, dan situasional. 3. Motivasi Berprestasi Menurut Morgan (1986; 182), motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Tingkah laku atau tindakan seseorang akan muncul dan bereaksi bilamana ada sesuatu yang akan merangsang seseorang untuk berbuat dan bertingkah laku. The Liang Gie (1991; 213), ber-pendapat bahwa motive atau dorongan bathin adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Motive manusia didasarkan atas kebutuhan, apakah disadari atau tidak disadari. Sebagian dari kebutuhan itu adalah primer, seperti kebutuhan fisio-logis akan air, udara, makanan, seks, tidur dan tempat tinggal. Kebutuhan-kebutuhan lain dapat dipandang sebagai kebutuhan sekunder, seperti kebutuhan akan harga diri, status, afiliasi dengan orang lain, kasih sayang, prestasi, dan penonjolan diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berbeda dalam intensitas dan dari waktu ke waktu bagi masing-masing orang. Menurut Koontz (1980; 632), motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk ber-perilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedang Duncan (1991; 138), memberikan rumusan sebagai berikut; motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah ter-capainya tujuan organisasi. (from a managerial
perspective, motivation refers to any conscious attempt to imfluence behaviour toward the accomplishment of organizational goals). Selanjutnya Soekamto (1992;42-45), menyebutkan teori-teori motivasi sebagai berikut; (1) teori dorongan (drive theories), (2) teori insentif, (3) teori motivasi berprestasi, (4) teori motivasi kompetensi, dan (5) teori motivasi kebutuhan Maslow. Pada teori dorongan, tingkah laku seseorang didorong ke arah suatu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan ini menye-babkan adanya dorongan internal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang menuju ke arah tercapainya suatu tujuan. Tercapainya tujuan tersebut selanjutnya akan menyebabkan menurunnya intensitas dorongan. Motivasi merupakan suatu keku-atan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Sedangkan motif yang bersifat potensial dan aktua-lisasi/realisasinya dinamakan motivasi. Pada umumnya diwujudkan dalam ben-tuk perbuatan nyata. Motivasi dapat mempengaruhi prestasi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Apa-bila para guru mempunyai motivasi kerja yang tinggi, mereka akan terdorong dan berusaha untuk meningkatkan kemam-puannya dalam merencanakan, melak-sanakan, dan mengevaluasi kurikulum yang berlaku di sekolah sehingga diperoleh hasil kerja yang maksimal. Lebih lanjut Zainun (1994; 53), mengatakan bahwa salah satu bentuk proses motivasi adalah berasal dari teori keadilan. Teori ini mendasarkan diri kepada satu anggapan bahwa kebanya-kan manusia amat terpengaruh dengan situasi seperti penghasilan yang berim-bang dibanding dengan penghasilan kelompok lain yang sederajat, sehingga seseorang dapat membatasi prroduk kerjanya setelah melihat bagaimana teman sebelahnya menghasilkan produk itu. Menurut teori ini yang paling menentukan kinerja seseorang adalah rasa adil atau tidaknya keadaan di lingkungan kerja. Selain itu pendekatan motivasi berdasarkan proses dikenal dengan teori pengharapan. Teori pengharapan (1994; 53), mengandung dua anggapan penting yaitu; (1) manusia senantiasa berusaha ke arah tercapainya apa yang diinginkan atau yang menjadi tujuannya, karena itu apakah itu akan bertindak atau tidak tergantung kepada keyakinannya, apakah dengan tindakan itu mereka akan berhasil atau tidak mencapai tujuan itu, (2) dalam proses memilih tindakan apa yang akan diambil dalam mencapai tujuan itu, manusia memang mempunyai kesu-kaan tindakan mana yang paling baik baginya berdasar perkiraan-perkiraan hasil yang mungkin diperoleh dari tindakan yang diambilnya. Adapun yang dimaksud dengan motivasi berprestasi guru dalam pene-litian ini adalah dorongan dari dalam diri guru untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat (diraih) sebelumnya, dengan indikator: kemauan untuk maju, bertugas dengan baik, menerima tantangan,,menerima tanggung jawab pribadi,dan sukses. 4. Disiplin Kerja Menurut Soegeng Prijodarminto dalam Akhmad Sudarajat (2008) bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menun-jukkan nilainilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban. Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, Siswanto dalam Akhmad Sudrajat (2008) mengemukakan disiplin kerja sebagai suatu sikap menghormati, menghargai patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sementara itu, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri. Pada bagian lain, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel dalam Akhmad Sudrajat (2008), menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran, kema-uan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat taat dan tunduk terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku, kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kese-diaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang karyawan. Karyawan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar karyawan lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja. Jackclass dalam Akhmad Sudrajat (2008)membedakan disiplin dalan dua kategori, yaitu self dicipline dan social dicipline. Self dicipline merupakan disiplin pribadi karyawan yang tercermin dari pribadinya dalam melakukan tugas kerja rutin yang harus dilaksanakan, sedangkan social dicipline adalah pelaksanaan disiplin dalam organisasi secara keseluruhan. Nitisemito (1992; 19), menge-mukakan bahwa, “Kedisiplinan lebih tepat kalau diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Kedi-siplinan adalah kesetiaan seseorang atau sekelompok orang pada aturan, norma–norma, intruksi–intruksi yang dinyatakan berlaku untuk orang atau sekelompok tertentu, Kedisiplinan ini pada prinsipnya sebagai suatu ajakan kepada seluruh masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok hidup aman, tertib dan damai. Karena bila disiplin ini telah menjadi bagian budaya hidup masyarakat maka tidak akan muncul berbagai upaya untuk melaku-kan hal-hal yang merugikan masya-rakat, bangsa dan negara. Menurut Helmi (1996; 34), indi-kator disiplin kerja sebagai berikut, (1) patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja, (2) mentaati jam kerja bukan karena takut atau terpaksa, dan (3) komitmen dan loyal terhadap orga-nisasi. Disiplin merupakan sikap dan perilaku yang menunjukan sifat sese-orang dalam bertindak. Displin biasanya sering dikaitkan dengan kegiatan dalam bekerja yang menghasilkan sesuatu baik berupa hasil fisik maupun bentuk Jasa. Selanjutnya, Displin kerja selalu dipandang dari sudut manajemen, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Wayne F Cascio (1995;505), “Employee discipline is the final area of contract administration that we shall consider“. Pekerja harus mentaati peraturan yang dimuat dalam management Rights sebagai pedoman dan alat pembenar ketika diperlukan untuk mengevaluasi pekerja. Pekerja harus bersedia mentaati peraturan sebagai bagian dari displin kerja. Torington dan Hall (1991;563), mengidentifikasi adanya tiga element yang mempengaruhi displin kerja, yaitu: elemen manajerial yang mengandalkan segalanya tergantung kepada satu pemimpin, elemen tim yang memiliki ketergantungan kepada kelompok secara bersama, dan elemen diri sendiri (self) yang mengandalkan kepada kinerja pribadi dengan pengalaman dan control pribadi. Untuk itu dikatakannya : “Three elements of discipline: Mana-gerial, where everything depends on one leader; team involving mutual dependency; and self, with solo performance depending on expertise an self-control”. Wayne Mondy (2005; 502), men-jelaskan bahwa disiplin adalah penga-wasan pegawai yang dilakukan oleh dirinya masing-masing yang merupa-kan sikap prilaku sebuah organisasi. Sikap perilaku dalam organisasi yang ideal adalah apabila para pegawai melakukan self discipline atau disiplin pribadi, mereka tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Untuk ini dikatakan Mondy sebagai berikut : “Discipline is the state of employee self control and orderly conduct present in an organization”. Dari definisi-definisi yang dikemu-kakan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok terhadap peraturan–peraturan yang ter-cermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan dalam bentuk (1) patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja, (2) mentaati jam kerja bukan karena takut atau terpaksa, dan (3) komitmen dan loyal terhadap organisasi. METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara: (1) Gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap budaya mutu guru (2) Motivasi ber-prestasi terhadap budaya mutu, (3) Disiplin kerja terhadap budaya mutu guru, (4) Gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap disiplin kerja (5) Motivasi berprestasi terhadap Disiplin kerja, (6) Gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap Motivasi berprestasi . B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada guru SMA se-Kota Gorontalo dan dilaksana-kan selama 6 bulan yakni bulan September 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012.
C. Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuan-titatif dengan rancangan penelitian survey yang menggunakan pendekatan “Cross sectional survey“. Penelitian ini juga dikategorikan penelitian deskriptif korelasional. Dikatakan deskriptif karena hanya akan mendeskripsikan fenomena yang diamati, sedangkan korelasional karena berupaya menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel berdasarkan besar kecilnya koefesien korelasi. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel predictor (bebas) yaitu Gaya kepemimpinan kepala sekolah [X1] , Motivasi berprestasi [X2] , dan Disiplin kerja [X3]. Serta satu variabel terikat Budaya Mutu Guru [Y]. Selanjutnya variabel-variabel ini dihubungkan antara satu sama lain. Analisis antar variabel tersebut dirumuskan dalam konstelasi hubungan seperti berikut ini:
Keterangan: Y : Budaya Mutu Guru X1 : Gaya kepemimpinan Kepala Sekolah X2 : Motivasi berprestasi X3 : Disiplin kerja Gambar 3.1 Model Konstelasi antar Variabel D. Populasi dan Sampel. 1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah kese-luruhan guru SMA se-Kota Gorontalo. Anggota populasi adalah guru yang bertugas di SMA negeri maupun swasta di Kota Gorontalo berjumlah 375 orang. Secara terperinci jumlah populasi terdiri dari: Guru SMA Negeri 1 Gorontalo berjumlah 89 orang, guru SMA Negeri 2 Gorontalo berjumlah 68 orang, guru SMA Negeri 3 Gorontalo berjumlah 92 orang, guru SMA Negeri 4 Gorontalo berjumlah 48 orang, guru SMA Muhammadiyah berjumlah 18 orang, guru SMA Tri Dharma berjumlah 18 orang dan Guru SMA Prasetya berjumlah 42 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel penelitian ini diambil dari populasi secara proporsional yang dapat mewakili populasi. Tekhnik penarikan sampel dilakukan dengan cara random dan strata sampling. Jumlah sampel sebesar 66 orang dari jumlah populasi sebanyak 375 orang. E. Tekhnik Pengumpulan Data Penelitian ini mengenal dua macam variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari gaya kepemimpinan kepala sekolah (X1), Motivasi berprestasi (X2), dan Disiplin kerja (X3), Sedangkan variabel terikat adalah budaya mutu guru (Y). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner untuk menjaring data setiap variabel. Instru-men pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah. Insturmen penelitian dapat berupa angket. Dengan demikian terdapat empat macam instrumen yang menjaring data dalam penelitian ini yakni instrumen mengukur variabel Gaya kepemimpinan kepala sekolah, instrumen yang mengukur variabel motivasi berprestasi guru, instrumen yang mengukur tentang Disiplin Kerja guru Serta instrumen yang mengukur variabel Budaya Mutu Guru. 4 (empat) instrumen tersebut berupa angket disusun berdasarkan indikator variabel dan kisi-kisi. Kualitas instrumen akan diuji dengan menggunakan 2 (dua) indikator yakni kesahihan atau validitas dan keterandalan atau reliabilitas. Untuk menguji validitas butir secara empirik dilakukan ujicoba instrumen dengan mengkorelasikan skor butir dan skor total dengan menggunakan tekhnik korelasi produck moment. sedangkan untuk menguji reliabilitas instrumen akan menggunkan rumus koefisien alpha. F. Teknik Analisis Data Analisis terhadap data hasil pengukuran budaya mutu yang diper-oleh melalui kegiatan penelitian ini adalah analisis deskriptif dan inferensial yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan perhitungan terhadap harga rata-rata, simpangan baku, atau standar deviasi, pembuatan distribusi frequensi, modus, median, serta untuk deskripsi dalam bentuk histogram dari skor hasil pengumpulan data yang diperoleh melalui penggunaan angket. b. Analisis Inferensial
Penggunaan analisis inferensial untuk mendapatkan perhitungan dan pengujian hipotesis, serta untuk kepen-tingan generalisasi hasil penelitian. Sebelum melakukan pengujian hipo-tesis, maka terlebih dahulu diadakan lagi persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas data hasil penelitian dengan menggunakan uji Liliefors. dan uji homogenitas varians populasi dengan menggunakan uji Bartlett. G. Hipotesis Statistik Untuk kepentingan analisis diguna-kan hipotesis statistik, sebagai berikut: 1. Ho : βy1 ≤ 0 H1 : βy1 > 0 2. Ho : βy2 ≤ 0 H1 : βy2 > 0 3. Ho : βy3 ≤ 0 H1 : βy3 > 0 4. Ho : β31 ≤ 0 H1 : β31 > 0 5. Ho : β32 ≤ 0 H1 : β32 > 0 6. Ho : β21 ≤ 0 H1 : β21 > 0 Keterangan : βy1 : Koefisien jalur Gaya kepemim-pinan kepala sekolah terhadap budaya mutu. βy2 : Koefisien jalur Motivasi berpres-tasi terhadap budaya mutu guru. βy3 : Koefisien jalur Disiplin kerja terhadap budaya mutu. β31 : Koefisien jalur Gaya kepemim-pinan kepala sekolah terhadap disiplin kerja guru β32 : Koefisien jalur motivasi berpres-tasi guru terhadap disiplin kerja guru. β21 : Koefisien jalur gaya kepemim-pinan kepala sekolah terhadap motivasi berprestasi guru . HASIL PENELITIAN a. Berdasarkan hasil analisa data yang telah diuraikan sebelumnya, Budaya mutu guru dalam penelitian ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah, hal ini ditunjukkan oleh nilai ρ41 =0,362 dengan demikian bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah berkonstribusi positif secara langsung terhadap budaya mutu guru. Hal ini dapat dimengerti karena untuk menjadikan sebuah sekolah menge-depankan mutu tercermin dari diterap-kannya budaya mutu guru, ataupun untuk menjadikan budaya mutu guru menjadi bagian dari aktivitas seorang guru sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah. Diha-rapkan dengan gaya kepemimpinan yang dimilikinya seorang kepala seko-lah akan mampu mengajak serta memberi contoh kepada seluruh warga sekolah untuk selalu berbuat dan bekerja demi kemajuan sekolah, sehingga tanpa disadari bahwa budaya mutu guru akan mewarnai aktivitas seluruh warga sekolah. Temuan ini diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Mulyadi (2010;129), bahwa tanggung jawab kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya mutu adalah strategis, dan tuntutan ter-hadap peningkatan dan perbaikan mutu sekolah semakin tinggi. Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting pada terbentuknya budaya mutu guru. Lebih tegas dijelaskan bahwa Kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya merupakan upaya untuk mensinergikan semua komponen organisasi untuk berkomit-men pada mutu. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan budaya mutu meliputi dua unsure utama yaitu: (1) bangunan budaya (cultural building), meliputi visi, misi, tujuan, nilai dan keyakinan,system penghargaan, hubungan emosional dan sosial dan desain organisasi (2) bangunan pribadi (personal building) berupa pemodelan peran, meliputi perilaku pribadi,perilaku pemimpin dan tindakan administrasi. b. Berdasarkan hasil pengujian signifi-kansi koefisen jalur pengaruh motivasi berprestasi guru terhadap budaya mutu guru menunjukkan bahwa ρ42 = 0,218 dan berdasarkan pengujian statistik koefisien jalur ini signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap budaya mutu guru. Hal ini menunjukkan bahwa bila dalam diri seorang guru terdapat motivasi untuk beprestasi maka guru yang bersangkutan akan selalu men-jadikan mutu sebagai sasaran utama dari aktivitas yang dijalankannya, baik secara formal maupun non formal. Bila semua aktivitas yang dijalankan guru menjurus kepada bagaimana upaya meningkatkan mutu pendidikan dise-kolah maka dengan
sendirinya upaya ini akan membudaya, dan fenomena inilah yang selanjutnya disebut deng-an budaya mutu guru. Adanya pengaruh motivasi berprestasi terhadap lahir dan ber-kembangnya budaya mutu guru terlihat pada pendapat yang dikemu-kakan oleh Herzerg, bahwa situasi yang mempengaruhi sikap sese-orang terhadap pekerjaannya terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok satisfiers atau hygiene factors. Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang terbukti sebagai sumber motivasi yang terdiri dari pengakuan, kemandirian, per-tanggung jawaban, kematangan. Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selamanya ber-usaha memilih bekerja untuk tugas-tugas yang mempunyai derajat tantangan yang sedang-sedang karena mereka menginginkan ada-nya keberhasilan. Dalam pengertian mereka tidak menyenangi tugas yang mudah dan tidak memberi tantangan atau mereka yang me-miliki tipe-tipe motivasi berprestasi ini dalam melaksanakan tugas tidak memiliki prinsip dalam pelaksanaan tugas asal jadi saja, sebaliknya untuk melakukan tugas-tugas yang sangat sulit sekalipun mereka secara sportif tidak mau bilamana mereka meyakini bahwa tugas tersebut sulit untuk dilaksanakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di dalam bekerja melak-sanakan tugas mereka tidak ber-spekulasi dan tidak bersifat untung-untungan, oleh karena semua tujuan mereka bersifat realitas apabila berhasil maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan aspirasinya sehingga dapat meningkat ke arah tugas-tugas yang lebih sulit. Sebaliknya ada orang yang memiliki motivasi berprestasi di bawah, mereka memilih tugastugas yang sangat mudah atau tidak sulit. Bilamana tugas sangat mudah dengan sendirinya mereka akan dapat melakukannya dengan baik, sebaliknya kegagalan mereka dalam melaksanakan tugas yang sangat sulitpun tidak mempunyai arti apa-apa bagi mereka karena sejak semula mereka telah mengetahui bahwa akan gagal. Dengan demi-kian nampak bahwa dalam menemu-kan tujuan mereka tidak realistic karena hanya bersifat spekulatif. Hal tersebut bila diimplemen-tasikan dalam sikap dan perilaku guru dalam pelaksanaan tugas profesio-nalnya maka guru yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dapat meningkatkan karir dan kinerjanya, sehingga dengan demikian guru akan dapat meningkatkan semangat peng-abdian dan pengorbanan terhadap tugas yang diembannya tanpa dipaksa dan menunggu perintah dari siapapun dan inilah yang menjadi syarat utama lahirnya budaya mutu guru. c. Berdasarkan matrik pengujian koefi-sien jalur diperoleh bahwa pengaruh disiplin kerja terhadap budaya mutu guru ditunjukkan oleh nilai ρ43 =0,364 dan berdasarkan pengujian statistik koefisien jalur ini signifikan, yang berarti bahwa disiplin kerja memberi-kan pengaruh langsung positif ter-hadap budaya mutu guru. Dengan demikian untuk mengembangkan budaya mutu guru diperlukan disiplin kerja dari semua guru. Dalam lem-baga pendidikan, guru memegang kendali utama dalam semua aktivitas yang terjadi, sehingga bila dalam aktivitasnya guru telah memiliki dan menerapkan disiplin maka dengan sendirinya semua warga sekolah akan turut menjadi disiplin. Dan bila disiplin telah menjadi bagian dari aktivitas semua warga sekolah maka hal ini akan berpengaruh secara langsung terhadap penerapan budaya mutu guru di sekolah. Pengaruh disiplin kerja ter-hadap budaya mutu guru tergambar dari pendapat Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel dalam Akhmadsud-razay (2008), yang menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah kesa-daran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat taat dan tunduk terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku, kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karya-wan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang karyawan. Karyawan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar karyawan lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja. Lahirnya budaya mutu guru adalah cerminan dari kesadaran dan kesediaan guru untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa adanya pak-saan dan selalu taat serta tunduk terhadap semua peraturan dan nor-ma yang berlaku. Kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupa-kan panggilan akan tugas dan tang-gung jawab bagi seorang. Dan inilah salah satu bagian dari pengaruh disiplin kerja terhadap budaya mutu guru. d. Temuan penelitian ini dapat dije-laskan bahwa terdapat hubungan positif secara langsung gaya kepe-mimpinan terhadap disiplin guru. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien jalurnya yakni ρ 31 = 0,230, dimana koefisien jalur ini signifikan, hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemim-pinan memberikan konstribusi positif secara langsung terhadap pening-katan budaya mutu guru. Gaya kepemimpinan menjadi faktor yang mempengaruhi disiplin kerja guru karena setiap bawahan dalam hal ini guru mempunyai kepribadian, watak dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga seorang pemimpin tidak bisa menyama-ratakan perlakuan kepemimpinan-nya.
Secara umum kepemimpinan adalah seni proses mempengaruhi orang sehingga mereka akan senang bekerja, antusias dalam mencapai tujuan kelompok atau organisasi. Dan gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh ber-bagai kekuatan dalam dirinya, kekuatan dalam diri bawahannnya, serta situasi yang ada. Untuk menjadikan bawahan dalam hal ini guru menjadi tunduk dan taat terhadap aturan ataupun disiplin yang ingin ditegakkan maka seorang kepala sekolah perlu menguasai dan menerapkan berbagai gaya kepemim-pinan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa disiplin kerja guru sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah, meskipun pada kenyataannya setiap guru memiliki karakter dan tipe yang berbeda-beda, namun dengan adanya gaya kepe-mimpinan yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah maka mereka dapat mengikuti semua atauran maupun disiplin yang yang ada di sekolah. Untuk itu seorang pemimpin seperti halnya kepala sekolah harus menguasai dan menerapkan berbagai gaya kepemimpinan dalam melaksanakan tugasnya. e. Pengaruh motivasi berprestasi ter-hadap disiplin guru ditunjukkan oleh nilai ρ32 =0,660 dan teruji bahwa koefisien jalur ini signifikan yang dapat ditafsirkan bahwa motivasi berprestasi memberikan pengaruh positif secara langsung terhadap disiplin guru, yang berarti bahwa seorang guru yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki tingkat kedisiplinan yang baik Temuan ini sesuai dengan kondisi yang sering ditemui di setiap lembaga pendidikan bahwa apabila dalam diri seorang guru terdapat motivasi untuk berprestasi, maka dengan sendiri hal ini akan ber-pengaruh terhadap aktivitas dari pada guru yang bersangkutan. Demikian pula halnya dalam upaya penegakkan disiplin kerja seorang guru maka akan mudah di capai bila dalam dirinya terdapat motivasi untuk berprestasi. Dorongan untuk selalu berprestasi akan mengajak atau mengahruskan seorang guru untuk selalu bekerja selalu tepat waktu dan berupaya menyelesaikan semua pekerjaan yang berhubungan dengan tugasnya selalu tepat waktu. f. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi ber-prestasi ditunjukkan oleh nilai ρ21 =0,777 sebagai koefisien jalur antara gaya kepemimpinan dan motivasi berprestasi yang teruji signifikan. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa kepe-mimpinan kepala sekolah memberi-kan konstribusi terhadap pening-katan motivasi berprestasi. Kondisi temuan penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menjadikan seorang guru termotivasi dalam melaksana-kan tugas dan selalu berupaya untuk berprestasi sangat tergantung pada gaya kepemimpinan yang dimiliki kepala sekolah. Motivasi berprestasi yang dimiliki oleh seorang guru ada yang datang dari dalam diri guru itu sendiri dan ada yang dipengaruhi oleh faktor dari luar. Dan pada kenyataannya semua sangat dipeng-aruhi oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah. akan selalu termotivasi untuk berprestasi bila dipimpin oleh seseorang pemimpin yang tidak kaku dalam menjalankan tugasnya, contoh yang baik dan sikap yang bijaksana dalam menerapkan suatu keputusan adalah menjadi motivasi bagi seorang guru untuk berbuat yang terbaik, bahkan ia kan ber-usaha mempersembahkan yang terbaik buat lembaga dimana ia bertugas. Temuan lain penelitian ini dapat dijelaskan bahwa koefiseien jalur gaya kepemimpinan kepala sekolah ter-hadap budaya mutu guru signifikan demikian pula koefisien jalur gaya kepemimpinan kepala sekolah ter-hadap disiplin guru dan terhadap motivasi berprestasi. Hal ini mem-berikan gambaran bahwa gaya kepemimpinan disamping memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap budaya mutu guru, juga berpengaruh positif secara tidak langsung melalui variabel disiplin guru dan variabel motivasi berprestasi. Kondisi inipun menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan disamping memiliki pengaruh positif terhadap disiplin kerja guru juga memiliki pengaruh tak langsung melalui variabel motivasi berprestasi.
PENUTUP Dari perolehan data yang kemudian dilakukan pengolahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh langsung positif gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap budaya mutu Guru. Hal ini berarti gaya kepemimpinan kepala sekolah yang baik akan mengakibat-kan peningkatan budaya mutu guru. 2. Terdapat pengaruh langsung positif motivasi berprestasi terhadap budaya mutu guru artinya semakin baik motivasi berprestasi yang dimiliki oleh guru maka semakin baik pengaruh-nya terhadap penerapan budaya mutu guru. 3. Terdapat pengaruh langsung positif disiplin kerja terhadap budaya mutu guru, artinya disiplin kerja yang ditunjukkan guru dalam beraktivitas disekolah sangat mempengaruhi budaya mutu guru.
4. Terdapat pengaruh positif secara langsung gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap disiplin kerja guru. Artinya bahwa semakin baik gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolah maka akan meningkat-kan disiplin kerja guru. 5. Terdapat pengaruh langsung positif motivasi berprestasi guru terhadap disiplin kerja guru, artinya bila guru sudah memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka sudah pasti akan memiliki disiplin kerja yang baik 6. Terdapat pengaruh langsung positif gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi berprestasi guru. Artinya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap upaya mening-katkan motivasi berprestasi guru. Berdasarkan temuan penelitian ini, maka dapat dijelaskan bahwa budaya mutu guru dapat dibangun dengan menerapkan gaya kepemimpinan kepala sekolah yang baik, meningkatkan moti-vasi berprestasi guru serta menerapkan disiplin kerja guru.
DAFTAR PUSTAKA Duncan W. Jack. Organizational Behavior. Boston: Houghon Mifflin Coy, 1991. Edwin, Flippo B. Manajemen Personalia. Terjemahan Moh. Masud. Jakarta: Erlangga. 1997. G.L. Freeman and E.K. Taylor, How To Pick Leaders, A Scientific Approach to Exacutive Selection, New York: Funk and Wagnalls Company. 1950 Gregor Mc dan Douglas M. The Human Side of Enterprise in Human Relation in Management, I.L. Heckman ,Jr.And S.G, Huneryager. Cincinnati : South – Western. 1960 Griffin, Ricky W. Management. New Delhi; A.I.B.T.S. Pulishers. 1997. Hani Handoko dan Fandy Tjiptono. Kepemimpinan Transpormational dan Pemberdayaan . Jebi. Vol 11. 1996 Harold Koonz and Heinz Weihrich, Management. New York : McGraw-Hill Book Company. 1988 Heni Sukrisno, “Hubungan Antara Responsiblitas Manajemen, Akuntabilitas Mutu Pelayanan, Budaya Mutu, Pembelajaran Organisasi, KInerja Tim Dengan Kefektifan Sistem Penjaminan Mutu pada Universitas Swasta di Surabaya”, Disertasi, UNM, 2008
Hersey, Paul dan Kenneth H. Blanchard. Management of Organizational Behavior Utilizing Human Recources. New jersey: Prentice Hall. 1988. Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/11/kumpulan-makalah-dan-artikel-manajemenpendidikan/(diakses 17 maret 2012) Jack, Duncan W.. Organizational Behavior. Boston: Houghton Mifflin Coy. 1991. Koontz O, Donnel, Harold, et,al. Management. Hill Kogakusha : McGraww,ltd,For Manufacture and export. 1980