SUSUNAN TIM PENELITI
RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2006 – 2010
1. SISWANTO, S.H., M.H. (Ketua). 2. DRS. DINO ROZANO, M.Pd. (Anggota) 3. DRS. GUNISTIYO, M.Si. (Anggota)
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunianya telah tersusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes Tahun 2006 – 2010. Buku ini merupakan pedoman bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes dalam melaksanakan pembangunan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Brebes lima tahunan (2006 – 2010). Penyusunan Buku ini merupakan kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Pancasakti Tegal. Pada kesempatan ini penyusun sampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes beserta jajarannya. 2. Tokoh masyarakat dan LSM yang telah memberikan informasi dan koreksi selama penyusunan. 3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Kritik dan saran demi perbaikan kami harapkan sehingga buku ini akan tersusun lebih sempurna. Brebes, Penyusun
Desember 2007
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Nilai Strategis ..................................................................
1
B. Kesepakatan Awal ..........................................................
6
C. Mandat ..........................................................................
7
BAB II
VISI,
MISI
DAN
TUJUAN
DINAS
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2006-2007
BAB III
A. Visi .................................................................................
8
B. Misi ................................................................................
8
C. Tujuan ............................................................................
9
ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN BREBES .................................................................................
11
A. Analisis Lingkunga Internal ..............................................
11
B. Analisis Lingkungan Eksternal ...........................................
14
ANALISIS SITUASI .................................................................
17
A. Pemerataan dan Perluasan Akses ......................................
17
B. Mutu Relevansi dan Daya Saing .........................................
27
C. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik ..................
39
BAB V
ISU-ISU STRATEGIS ................................................................
44
BAB VI
STRATEGI KEBIJAKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB IV
BAB VII
PEMBANGUNAN.......................................................................
45
A. Strategi Kebijakan Pembangunan Tahun 2006-2010 ............
45
B. Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun 2006 – 2010 ...
51
C. Program dan Kegiatan Tahunan Pembangunan ...................
58
PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA ..................................
78
A. Kerangka Pengukuran Kinerja ...........................................
78
B. Analisis Pencapaian Akuntabilitas Kinerja ...........................
80
C. Evaluasi Kinerja ...............................................................
80
D. Kesimpulan Hasil Evaluasi Kinerja ......................................
84
PENUTUP ..............................................................................
86
LAMPIRAN .............................................................................................
88
BAB VIII
DAFTAR TABEL No.
Halaman
4 – 1 Indikator Pemerataan Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2006 / 2007 ....................................................................................
18
4 – 2 Indikator Pemerataan SD dan MI Tahun 2006 / 2007 ..........................
20
4 – 3 Indikator Pemerataan SLTP dan MTs Tahun 2006 / 2007 ....................
23
4 – 4 Indikator Pemerataan SM dan MA Tahun 2006 / 2007 ........................
25
4 – 5 Indikator Mutu Pendidikan Tahun 2006 / 2007 ...................................
28
4 – 6 Indikator Mutu Pendidikan Tahun 2006 / 2007 ...................................
31
4 – 7 Indikator Mutu Pendidikan tingkat SLTP Tahun 2006 / 2007 ...............
32
4 – 8 Indikator Mutu Pendidikan tingkat SM Tahun 2006 / 2007 ...................
35
4 – 9 Persentase Siswa Menurut Jurusan dan Sekolah yang Kriteria Melakukan Penjurusan di SMA Tahun 2006 / 2007 .............................. 37 4 – 10 Persentase siswa SMK menurut kelompok Tahun 2006 / 2007 .............
38
BAB I PENDAHULUAN A. NILAI STRATEGIS Kabupaten Brebes secara geografis memiliki luas wilayah 166.117 Hektar yang terdiri dari : lahan sawah (63.353 Ha), pekarangan/bangunan (18.492 Ha), tegalan / kebun (17.757 Ha), tambak / kolam / rawa-rawa (7.884 Ha), hutan rakyat / tanaman kayu-kayuan (4.400 Ha), hutan negara (49.050 Ha), perkebunan negara/swasta (774 Ha) dan lain-lain (4.307 Ha). Jenis tanah di Kabupaten Brebes antara lain adalah Aluvial Kelabu, Asosiasi Aluvial, Latosol, Regosol Kelabu, Andosol Coklat, dan Grumusol. Tanah Aluvial Kelabu merupakan jenis tanah yang terluas di Kabupaten
Brebes
(38.024
Ha)
dan
merupakan
tanah
potensial
untuk
pengembangan produk pertanian seperti padi, horticultural, perkebunan, perikanan, dan lain-lain. Karakteristik geografis ini telah menjadikan Kabupaten Brebes termasuk daerah yang sangat strategis, sehingga pada masa yang akan datang Kabupaten Brebes diprediksi dapat berkembang menjadi pusat produksi pertanian bagi daerah-daerah sekitarnya (Hinterland). Secara de facto wilayah Kabupaten Brebes berada di sebelah Utara yang berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah Timur dengan Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, sedang di sebelah Barat dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Kabupaten Brebes terletak di bagian Utara paling barat dari Propinsi Jawa Tengah dan terletak diantara : 108o 41’ 37,7” – 109o 11’ 28,92” Bujur Timur dan 06o 44’ 56,5” – 07o 20’ 51,48” Lintang Selatan. Letak yang demikian sangat strategis bagi Kabupaten Brebes karena merupakan persimpangan tiga jalur Pantai Utara Pulau Jawa ( Pantura ) yakni : jalur menuju Cirebon, Jakarta, dan Bandung, jalur menuju Purwokerto dan Cilacap, serta jalur menuju Semarang dan Surabaya. Letak yang demikian
ini
dapat
dikembangkan
sebagai
satu
daerah
transit
mobilitas
perekonomian sepanjang Pantura. Dukungan keadaan jalan yang ada di Kabupaten Brebes pada tahun 2006 menurut keadaannya adalah sebagai berikut: 1) jaringan jalan kelas I sepanjang
59.635 km yang seluruhnya dalam kondisi baik; 2) jaringan jalan kelas II sepanjang 140.450 km, terdiri atas 15.500 km kondisinya baik, 11.540 km rusak ringan, dan 0 km rusak berat; 3) jaringan jalan kelas III sepanjang 497.120 km, terdiri dari 84.310 km dalam keadaan baik, 36.620 km rusak ringan, dan 39.790 km rusak berat. Kabupaten Brebes beriklim tropis dengan curah hujan harian rata-rata 18’94 mm dengan curah hujan maksimum 347 mm. Jumlah mata air yang ada di Kabupaten brebes sebanyak 88 buah dan telah digunakan untuk keperluan pengairan dan penyediaan air konsumsi masyarakat. Sungai-sungai yang dapat dimanfaatkan antara lain Sungai Gangsa, Pemali, Babakan, Kluwut, Jengkelok, Kebuyutan, Tanjung Kulon, Pakijangan dan Cisanggarung, Cigunung, Ciraja, Cilakar, Kali Erang, Kali Keruh, Kali Prupuk dan Kali Peder. Sedangkan waduk yang ada adalah Waduk Malahayu di Kecamatan Banjarharjo dan Waduk Penjalin di Kecamatan Paguyangan. Sumberdaya mineral yang ada di Kabupaten Brebes termasuk dalam galian Golongan C yang meliputi : pasir, trass, lempung, batu gamping, gips, batu kali, bentonit, dan batubara muda. Sementara ini yang baru dieksloitasi dan dikomersialkan adalah pasir dan batu kali. Kabupaten Brebes secara administratif meliputi 17 kecamatan yang terdiri atas 242 desa dan 5 kelurahan, dengan jumlah penduduk Kabupaten Brebes pada akhir tahun 2005 adalah 1.727.708 jiwa, 241.297 jiwa berusia 7 – 12 tahun (13,96 %), 119.684 jiwa berusia 13 – 15 tahun (6,92 %), dan 114.142 berusia 16 – 18 tahun (6,60 %). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 pertumbuhan penduduk di Kabupaten Brebes tahun 1990-2000 rata-rata sebesar 1.12 persen dan berdasarkan Brebes Dalam Angka 2005 pertumbuhan penduduk Kabupaten Brebes sebesar 0,3 persen. Tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2005 adalah 1.025 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Jatibarang yaitu 2.384 jiwa /km2 dan kepadatan terendah ada di Kecamatan Salem yaitu 367 jiwa/km2. Pembangunan daerah secara keseluruhan tidak terlepas dari pembangunan kehidupan beragama, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial serta budaya secara luas. Pembangunan kehidupan beragama merupakan keharusan bagi penduduk Kabupaten Brebes yang mayoritas (99,68%) beragama Islam, sehingga keberhasilan pembangunan di bidang ini diharapkan dapat dijadikan landasan
spritual, moral, serta etik dalam pelaksanaan pembangunan dan kehidupan bermasyarakat Kabupaten Brebes. Pengaruh krisis ekonomi nasional tahun 1998 sampai saat ini dampaknya masih terasa bagi masyarakat Kabupaten Brebes, khususnya pada sektor ekonomi dan pendidikan. Kemampuan orang tua siswa untuk membiayai sekolah anakanaknya cenderung menurun, sedang tuntutan kemampuan sumberdaya manusia semakin tinggi termasuk biaya pendidikan yang harus ditanggung masyarakat. Untuk membantu permasalahan tersebut, maka salah satu program pada sektor pendidikan yang mendapat prioritas adalah program jangka pendek berupa bantuan pendidikan untuk kelompok masyarakat miskin melalui penyediaan makanan bergizi dan jaringan pengaman sosial (JPS). Selain itu pemerataan tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas juga merupakan prioritas yang terus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan sektor pendidikan. Sarana sekolah yang tersedia pada tahun 2006/2007 adalah SD/MI (1.090 buah dengan jumlah siswa 236.768), SLTP/MTs (196 buah dengan jumlah siswa 74.937), SLTA/MA (83 buah dengan jumlah siswa 32.480). Perencanaan pembangunan bidang pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Brebes dalam konteks manajemen pembangunan merupakan fungsi pertama yang harus dilakukan. Sebagai fungsi pertama berarti perencanaan dimaksud harus memiliki peranan yang penting dan fundamental, karena akan menjadi dasar pijakan bagi pelaksanaan fungsi-fungsi berikutnya. Dengan demikian berhasil tidaknya proses pembangunan bidang pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Brebes akan sangat tergantung kepada sejauh mana kualitas perencanaan pembangunan pendidikan. Perencanaan pembangunan pendidikan yang berkesinambungan dapat dijadikan sebagai dasar pijakan yang kuat dan berkualitas bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan di bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Sasaran utama pembangunan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini mengandung makna bahwa pengembangan kualitas penduduk menjadi perhatian pokok pembangunan, guna mengantisipasi tantangan masa-masa yang akan datang. Dari perspektif penyelenggaraan program pendidikan, hal itu mengisyaratkan adanya keharusan menggariskan visi dan misi pendidikan yang menitikberatkan kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Sehubungan dengan titik berat orientasinya itu, pendidikan harus melakukan reformasi baik pada tataran fondasionalnya, maupun pada tataran struktural dan teknis operasionalnya. Reformasi pendidikan yang berkenaan dengan isu mutu pendidikan, memunculkan rangkaian pertanyaan berikut ini. Pertama, apakah refomasi akan meredefinisi bahwa peningkatan mutu pendidikan harus dapat meningkatkan prestasi akademik dan meningkatkan budi pekerti siswa? Kedua, apakah peningkatan mutu pendidikan sudah meningkatkan prestasi siswa dari daerah pedesaan untuk sejajar dengan teman mereka dari daerah perkotaan? Atau apakah peningkatan mutu pendidikan hanya diupayakan untuk meningkatkan sekelompok kecil peserta didik yang dipersiapkan terjun dalam era globalisasi?. Bagaimana dengan pemerataan pendidikan yang juga sudah menjadi komitmen pemerintah?.
Sampai seberapa
jauh
partisipasi
anggota
masyarakat
dapat
diharapkan?. Konsep pemerataan pendidikan pada masa mendatang tidak hanya ditekankan pada pemerataan pendidikan saja, tetapi pemerataan pendidikan yang bermutu. Tanpa mempertimbangkan aspek mutu dalam kebijakan pemerataan pendidikan hanya akan merupakan waste baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Yaitu berupa hilangnya anggaran biaya langsung yang dialokasikan pada pendidikan anak dan anggaran biaya tidak langsung yang berupa opportunity cost. Mengambil pengalaman dari program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, terdapat dua masalah menonjol yang menghambat pelaksanaan pemerataan pendidikan, yaitu masalah ekonomi keluarga dan isolasi geografik. Dalam prakteknya, kedua masalah tersebut tidak hanya dapat diatasi melalui intervensi kebijakan jangka pendek atau intervensi kebijakan pendidikan saja, tetapi harus melalui intervensi pembangunan infrastruktur dan ekonomi, terutama pemberdayaan ekonomi keluarga. Berkenaan dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, terdapat dua fenomena yang dapat diamati. Pertama adalah keterbatasan dan kedua adalah pemanfaatan. Keterbatasan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang menonjol dalam pelaksanaan kebijakan dan program pendidikan. Keterbatasan ketersediaan sarana dan prasarana tidak saja terjadi pada tingkat unit kerja di lingkungan departemen, tetapi telah merebak sampai dengan tingkat sekolah.
Keterbatasan sarana dan prasarana ini akan lebih menonjol jika faktor desa kota dijadikan pertimbangan. Banyak unit-unit kerja dan terutama sekolah yang jauh dari pusat kekuasaan masih didapati sarana dan prasarana yang minimum. Dalam kondisi ketersediaan sarana, prasarana dan sumber dana yang serba minimum, maka prinsip efisiensi akan sulit untuk diterapkan. Di lain pihak, ada unit-unit kerja dan sekolah-sekolah yang telah memiliki sarana dan prasarana relatif memadai, cenderung kurang dapat memanfaatkannya akibat biasnya persepsi goal replacement. Ketersediaan sarana dan prasarana tidak dilihat dari bagaimana fungsinya, tetapi hanya sebagai simbol status. Pembangunan sarana dan prasarana tidak dilakukan dengan mempertimbangkan persyaratanpersyaratan yang diperlukan, tetapi dilakukan dengan hanya pertimbangan tingkat ketersediaan dana. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana tidak dapat sepenuhnya menunjang efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan dan program pendidikan. Spektrum permasalahan pendidikan yang dicakup dalam konsep Pendidikan Untuk Semua (PUS) mengandung target-target sebagai berikut: (1) perluasan dan peningkatan secara menyeluruh pendidikan dan perawatan
bagi anak usia dini
(PADU); (2) pada tahun 2015 semua anak terutama golongan minoritas dan anakanak kurang beruntung memperoleh akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bermutu secara gratis (DIKDAS); (3) tercapainya peningkatan angka melek huruf orang dewasa, terutama perempuan, pada tahun 2015 (Keaksaraan); (4) memastikan terpenuhinya akses secara merata bagi kebutuhan belajar pemuda dan orang dewasa terhadap program pembelajaran kecakapan hidup (life skills); (5) penghapusan kesenjangan gender pada pendidikan dasar dan menengah di tahun 2005 dan mencapai kesetaraan gender pada tahun 2015 (gender); (6) memperbaiki semua aspek mutu pendidikan dan menjamin keunggulan semua program, khususnya keaksaraan, kemampuan berhitung, dan ketrampilan hidup yang esensial (peningkatan mutu). Selanjutnya agar perencanaan strategis ini dapat menjadi acuan pencapaian dan pengembangan kualitas pendidikan di Kabupaten Brebes, maka kerangka analisis yang digunakan memuat:
1. perangkat komponen sistem yang meliputi: tujuan, persyaratan ambang, perangkat
masukan,
proses,
perangkat
keluaran,
dan
perangkat
stakeholders. 2. perangkat
indikator-indikator
kinerja
yang
terdiri
atas:
efisiensi,
produktivitas, efektifitas, relevansi, akuntabilitas, kesehatan organisasi, adaptabilitas dan semangat berinovasi. B. KESEPAKATAN AWAL Setiap daerah yang sedang berusaha menciptakan otonomi daerahnya secara lebih optimal, harus memanfaatkan berbagai kekuatan dan peluang yang dimilikinya dan memperhitungkan berbagai kelemahan dan kendala yang dihadapi berdasarkan pada kemampuan, karakteristik dan kebutuhan nyata daerahnya. Oleh karena itu dokumen perencanaan pembangunan daerah termasuk Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes menjadi sangat penting. Dalam upaya mencapai visi dan misi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes, maka setiap aktivitas penyelenggaraan pembangunan di bidang Pendidikan dan Kebudayaan harus mengarah kepada terciptanya good tata kelola dan cara mengikutsertakan segenap unsur atau komponen dalam masyarakat secara proaktif dan proporsional. Dalam kaitan ini, Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes diharapkan dapat memberikan arah atau pedoman bagi segenap pelaku pembangunan pendidikan untuk terlibat dan mengambil bagian dalam pelaksanaan pembangunan khususnya pada bidang-bidang yang dipandang strategis. Dalam era reformasi yang sangat mengutamakan tranparansi, perlu dikembangkan sikap aparatur yang mampu untuk mempertanggungjawabkan setiap langkah yang telah ditetapkan. Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes memberikan pedoman yang cukup representatif bagi semua pihak untuk
turut
memantau
penyelenggaraan
pembangunan
pendidikan
yang
diselenggrakan oleh pemerintah, karena dalam Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes tersebut dimuat indikator-indikator penilaian kinerja yang terdiri atas: masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak sebagai tolok ukur keberhasilan.
Segenap komponen masyarakat Kabupaten Brebes menyadari bahwa dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan bertanggungjawab dibidang pendidikan dibutuhkan adanya dokumen perencanaan pembangunan daerah yang bersifat strategis. Oleh karena itu segenap komponen masyarakat Kabupaten Brebes telah bersepakat dan berkomitmen untuk mendukung Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes sejak dari tahapan formulasi, implementasi hingga ke tahapan evaluasi. C. MANDAT Dalam aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pada masa transisi yang bernuansa reformasi sekarang ini telah dihasilkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan dimana sebagian dari peraturan perundang-undangan tersebut mewajibkan setiap dinas termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes untuk menyusun Rencana Strategis Dinas adalah : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-undang
Nomor
25
tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan Nasional; 4. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009; 6. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah. 7. Undang undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 8. Undang undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan. Dengan mempertimbangkan berbagai peraturan perundang-undangan di atas maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes dalam rangka mewujudkan Otonomi Daerah memandang perlu untuk menyusun dokumen
perencanaan Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes tahun 2006-2010.
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2006 – 2010
A. VISI
Visi yang akan diwujudkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes adalah : “Terwujudnya Masyarakat Brebes yang Memiliki Keimanan, Ketakwaan, Sehat Jasmani dan Rokhani, Berpengetahuan dan Teknologi, Berketrampilan, Inovatif, Kreatif, Demokratis, Cinta Tanah Air dan Memiliki Daya Saing Tinggi Tahun 2020”. Makna dari visi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes memiliki kewajiban memberikan pelayanan prima sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes mencita-citakan berfungsi sebagai sebuah Unit Kerja Pelayanan di bidang Pendidikan dan Kebudayaan yang handal sehingga mampu mendorong terwujudnya Masyarakat Brebes yang memiliki iman dan takwa (imtak) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), berwawasan luas, berdaya saing tinggi, berkepribadian sesuai dengan budaya masyarakat Brebes, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan Kabupaten Brebes. Sebuah pelayanan prima (excellent service) yang diharapkan adalah sebuah pelayanan yang tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan baik Kepala Dinas maupun Perangkat lainnya kepada masyarakat.
B. MISI Misi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes yang akan dilaksanakan oleh segenap komponen masyarakat adalah : 1. Meningkatkan pemerataan, kualitas, relevansi pendidikan bagi masyarakat Brebes melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah;
2. Memelihara, melestarikan dan memberdayakan budaya Brebes; 3. Menyiapkan sumber daya manusia Brebes yang berdaya saing tinggi. Makna dari misi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Misi pertama “Meningkatkan pemerataan, kualitas, relevansi pendidikan bagi
masyarakat Brebes melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah” mengandung arti bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes mampu mendorong terwujudnya pendidikan yang merata, berkualitas melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Untuk mewujudkan ini perlu adanya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Misi Kedua “Memelihara, melestarikan dan memberdayakan budaya Brebes” mengandung makna bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes mampu membina masyarakat dalam memelihara, melestarikan dan memberdayakan Kebudayaan Daerah Brebes, guna mendorong hal tersebut dikembangkan peningkatan apresiasi terhadap kebudayaan daerah Kabupaten Brebes.
Misi Ketiga “Menyiapkan sumber daya manusia Brebes yang berdaya saing tinggi” mengandung makna dengan pelayanan prima sasaran yang akan dicapai meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju dan berdaya saing tinggi serta memiliki wawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka memberdayakan masyarakat.
C. TUJUAN
Tujuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes yang akan dilaksanakan oleh segenap komponen masyarakat adalah : 1. Memberikan
pemerataan
pendidikan
terutama
pada
tingkat
dasar
dan
menengah, setidaknya dengan penuntasan program wajib belajar sembilan tahun.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan perbaikan sistem manajemen pendidikan guna meningkatkan kinerja dunia pendidikan yang dengan sendirinya akan menaikkan mutu pendidikan. 3. Untuk menciptakan suatu masyarakat yang akrab dan terbiasa berkreasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga sense of technology masyarakat akan meningkat. 4. Mengembangkan kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penyediaan data dan informasi yang kondusif. 5. Menciptakan dan mengembangkan teknologi tepat guna bagi pemberdayaan perekonomian rakyat. 6. Memanfaatkan teknologi dalam setiap aspek kehidupan masyarakat hingga dicapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. 7. Mewujudkan keunggulan kompetitif dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN BREBES
Guna mewujudkan visi dan misi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes, serta dalam rangka mendapatkan pilihan tindakan (Program dan Kegiatan) yang terbaik, maka harus dilakukan analisis lingkungan strategis untuk menemukan faktorfaktor kunci keberhasilan dengan cara menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Atas dasar hasil analisis lingkungan strategis ini akan dapat diperhitungkan berbagai kondisi lingkungan internal maupun kondisi lingkunan eksternal sebagai bahan menetapkan langkah-langkah strategis selanjutnya. A. ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL Lingkungan internal bersifat saat ini (present) dan cenderung dapat di kontrol (controllable) dalam batas-batas (boundaries) wilayah kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes. Hasil analisis atas lingkungan internal dirumuskan dalam dua kelompok faktor, yaitu : kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Kondisi lingkungan internal yang dipandang strategis bagi kemajuan dan perkembangan bidang Pendidikan dan Kebudayaan di Kabupaten Brebes dapat dipaparkan sebagai berikut : Berdasarkan APK yang ada, ternyata APK tertinggi terdapat di tingkat Sekolah Dasar yaitu 98,69 % dan yang terendah di tingkat SM/MA yaitu 28,30 %. Dilihat per wilayah, APK yang lebih tinggi terdapat di Kota yaitu 100,88 % pada tingkat SD/MI dan terendah terdapat di desa yaitu 99,42 % pada tingkat SD/MI. Tingginya APK adalah akibat banyaknya siswa usia di luar usia sekolah yang berada di jenjang tersebut. Sedangkan berdasarkan APM, yang tertinggi terdapat di tingkat SD yaitu 84,24 % dan yang terendah di tingkat SM/MA yaitu 20,23 %. Berdasarkan APM dapat diketahui bahwa pada tingkat SD anak usia sekolah yang bersekolah lebih banyak dibandingkan dengan tingkat lainnya.
Rasio per sekolah terpadat terdapat di tingkat SM/MA dengan angka 389 dan terjarang terdapat di tingkat SD/MI dengan angka 218. Hal itu menunjukkan bahwa sekolah di daerah ini sangat heterogen. Keheterogenan sekolah juga terlihat dari adanya tipe sekolah yaitu tipe A, B, C dan Kecil. Rasio siswa per kelas idealnya adalah 1 kelas diisi 40 anak, ternyata pada kenyataannya sangat bervariasi. Rasio siswa per kelas terpadat terdapat di tingkat SMP yaitu 41 dan terjarang terdapat di tingkat SD/MI yaitu 38. Rasio siswa per guru juga bervariasi dengan rasio terbesar terdapat pada tingkat SD/MI yaitu 26 dan terendah terdapat pada SM yaitu 14. Besarnya rasio siswa per guru ini menunjukkan kurangnya guru di tingkat tersebut. Sedangkan ruang kelas yang paling sering digunakanadalah pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 1,25. Hal itu berarti bahwa pada tingkat tersebut masih memerlukan ruang kelas tambahan jika diharapkan jumlah ruang kelas sama dengan jumlah kelas sehingga tidak ada ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali. Sebaliknya, terdapat ruang kelas yang tidak digunakan,ini terlihat pada rasio di bawah 1 yang terdapat di tingkat SM/MA. Angka melanjutkan ke tingkat SLTP dan SD cukup tinggi yaitu 76,33 %. Diharapkan bila jumlah tingkat SLTP ditingkatkan maka angka melanjutkan juga akan meningkat. Sedangkan angka melanjutkan ke tingkat SM lebih kecil yaitu 65,80 %. Salah satu sebab rendahnya angka melanjutkan ini karena perbandingan sekolah tingkat SM dan SLTP juga rendah. Rendahnya jumlah sekolah di jenjang makin tinggi dapat dilihat pada tingkat pelayanan sekolah. Pada tingkat SD tingkat pelayanan sekolah lebih besar yaitu 191 jika dibandingkan dengan tingkat SLTP atau SM. Hal ini disebabkan karena pada tingkat SD telah terjadi pemerataan dan wajib belajar sekolah dasar 6 tahun telah berhasil. Sebaliknya, untuk tingkat SLTP dan bahkan tingkat SM, dilihat dari tingkat pelayanan sekolah belum merata yang diindikasikan pada TPS tingkat SLTP sebesar 122 dan lebih besar di tingkat SM sebesar 155. Dari aspek sosial, penduduk usia kerja yang berpendidikan maksimal SD di Kabupaten Brebes sejumlah 7.800 orang sedangkan angkatan kerja yang putus sekolah SD/MI sejumlah 8.708 orang atau sebesar 21,83 % dari kelulusan 35.287 orang. Angkatan kerja tersebut sudah barang tentu akan bekerja dengan produktivitas yang relatif rendah.
1. Kekuatan a. Corak kehidupan masyarakat Brebes yang religius, ulet dan mayoritas hidup dari sektor pertanian, sangat mudah untuk diajak hidup secara tertib, rukun, maju, dan kompetitif; b. Tersedianya perangkat hukum dalam pelaksanaan tugas yaitu Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes dan Keputusan Bupati Brebes Nomor 021 Tahun 2001 tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes; c. Dukungan dari Pemerintah Daerah dan Legislatif; d. Tersedianya jumlah tenaga kependidikan/Guru PNS dan GTT pada sekolah TK, SD, SLTP, SMU dan SMK; e. Dukungan dari masyarakat; f.
Tersedianya DOP;
g. Tersedianya lahan yang cukup untuk pembangunan USB dan RKB; h. Dukungan dari masyarakat dunia melalui Lembaga-lembaga dibawah PBB seperti UNICEF maupun dari negara lain melalui Program REDIP, Hibah dll; i.
Adanya bantuan atau subsidi guru yang sangat berarti bagi peningkatan kesejahteraan guru, baik guru sekolah negeri maupun sekolah swasta;
j.
Dukungan dana dari APBN maupun lembaga lain dalam bentuk block grant.
k. Adanya program nasional pembinaan wajib belajar (wajar) Pendidikan dasar (dikdas) 9 tahun. 2. Kelemahan a. Sikap pesimistis dan apriori masyarakat terhadap kegiatan pemerintahan daerah. b. Integrasi sosial masyarakat masih rendah, oleh karenanya masih terjadi tawuran antar massa. c. Tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong rendah. d. Wilayah Kabupaten Brebes sangat luas meliputi daerah terpencil. e. Sekolah-sekolah favorit masih belum merata. f.
Kualitas guru belum merata.
g. Anggaran pendidikan belum sesuai dengan tuntutan normatifnya. h. Masih rendahnya lulusan dan rendahnya daya saing. i.
Masih rendahnya sumber daya manusia tenaga kependidikan.
j.
Masih rendahnya APK, APM dan angka DO.
k. Sistem pembinaan profesional tenaga kependidikan belum optimal. l.
Masih belum adil sistem kesejahteraan honor guru SD/MI swasta.
B. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL Lingkungan eksternal bersifat masa depan (future) dan cenderung tidak dapat
di
kontrol
(uncontrollable)
dalam
batas-batas
(boundaries)
wilayah
kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes. Hasil analisis atas eksternal dirumuskan dalam dua kelompok faktor, yaitu : peluang (opportunity) dan tantangan (threat). Kondisi lingkungan eksternal yang dipandang strategis bagi kemajuan dan perkembangan bidan Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Brebes dapat dipaparkan sebagai berikut : Kebijakan pemerintah yang menetapkan anggaran pendidikan 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tentunya juga dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan memberi peluang bagi programprogram pembangunan di bidang pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Brebes. Peluang juga muncul dengan tersedianya dana-dana bantuan pendidikan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Adanya peluang bantuan dana bagi sistem pembinaan profesionalisasi guru seperti studi lanjut dan sertifikasi guru dapat dijadikan peluang bagi kemajuan dan perkembangan bidang pendidikan dan kebudayaan.
Kebijakan
lain
yang
juga
merupakan
peluang
adalah
masih
diperpanjangnya jangka waktu penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Berkembangnya sistem atau pola kehidupan masyarakat luas sangat berpengaruh terhadap sistem pendidikan, hal ini sebagai dampak era globalisasi dan informasi. Dengan era informasi dimana saat sedang banjir informasi, masyarakat mulai sadar akan dunia luar, mereka harus memiliki kesadaran akan pendidikan yang lebih tinggi.
Persaingan global yang juga mempengaruhi meningkatnya tuntutan kualitas sumberdaya manusia yang harus memilki daya saing tinggi merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes baik di bidang pendidikan maupun seni budaya. Namun di sisi lain kondisi regional (mikro) menghendaki mereka mencari nafkah dan meninggalkan pendidikan karena tuntutan keluarga, sehingga pada umumnya masyarakat Kabupaten Brebes sebagian besar tenaga kerja lulusan SD yaitu sebesar 7.800 orang. Era global juga dimungkinkan telah mempengaruhi masyarakat muda di Kabupaten Brebes melakukan penyalahgunaan obat-obat terlarang, beredarnya VCD porno, dan lainlain yang merusak keimanan. Secara geografis wilayah Kabupaten Brebes merupakan jalur pantura, dimana masyarakatnya secara psikologis memiliki daya temperamental yang sangat tinggi. Kabupaten Brebes yang memiliki luas wilayah 166.117 Ha dengan jumlah penduduk berdasarkan data tahun 2005 adalah 1.727.708 jiwa yang tersebar sebagian besar di pelosok desa, menyebabkan masalah pemerataan pendidikan. Di samping itu, wilayah Kabupaten Brebes sebagian besar terdiri dari tanah pertanian sehingga mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian. Namun dengan adanya tuntutan keluarga, terutama kaum pemudanya pergi ke luar kota dengan bekal pendidikan yang rendah untuk mencari nafkah di luar sektor pertanian.
1. Peluang a. Berkembangnya teknologi informasi yang berdampak positif terhadap peningkatan wawasan dan pengetahuan masyarakat. b. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk meraih jenjang pendidikan yang lebih tinggi. c. Berkembangnya teknologi informasi yang berdampak positif terhadap peningkatan wawasan dan pengetahuan masyarakat. d. Terbukanya kerjasama lembaga pendidikan. e. Issue sertifikasi guru. f.
Adanya kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
g. Masih adanya bantuan dana pendidikan.
h. Program Wajar Dikdas 9 tahun masih diperpanjang hingga tahun 2008. 2. Tantangan a. Tingginya temperamen masyarakat sehingga mudah bertindak anarkis. b. Daya beli masyarakat masih rendah.. c. Meningkatnya perkembangan ilmu dan teknologi. d. Peran komite sekolah belum optimal. e. Nilai ekonomi anak masih tinggi. f.
Sebagian masyarakat masih buta aksara.
g. Banyak lulusan yang menganggur. h. Masih tingginya tenaga kerja lulusan SD. i.
Semakin maraknya trend anak muda dalam penyalahgunaan obat-obat terlarang.
j.
Masih tingginya orbanisasi usia sekolah untuk mencari pekerjaan di daerah lain.
BAB IV ANALISIS SITUASI Pokok-pokok kebijakan strategis, program, sasaran, serta strategi pelaksanaan pembangunan pendidikan yang dirancang dalam Renstra Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes Tahun 2006-2010 disusun dengan mempertimbangkan keadaan dan tantangan dalam lingkungan strategis agar sasaran lima tahun ke depan lebih realistis dan konsisten dengan prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan yang efisien, efektif, akuntabel, dan demokratis. Analisis lingkungan strategis yang dikaji dalam bab sebelumnya dapat dilihat baik tantangan internal maupun eksternal. Analisis situasi menelaah keberhasilan dan masalah-masalah yang dikelompokkan ke dalam tema-tema pokok kebijakan pendidikan, yaitu pemerataan dan perluasan akses, mutu dan relevansi, serta tata kelola dan akuntabilitas. A. PEMERATAAN DAN PERLUASAN AKSES Berdasarkan APK yang ada, ternyata APK tertinggi terdapat di tingkat Sekolah Dasar yaitu 98,69% dan yang terendah di tingkat SM/MA yaitu 28,30%. Tingginya APK adalah akibat banyaknya siswa usia di luar usia sekolah yang berada di jenjang tersebut. Bila dilihat perjenis kelamin, ternyata masih ada perbedaan jender dilihat dari APK pada tingkat SD/MI dibandingkan dengan tingkat SMP/Mts bila dilihat dari desa dan Brebes, APK yang lebih tinggi terdapat di kota yaitu 100.88 persen pada tingkat SD dan terendah terdapat di desa yaitu 99.42 persen pada tingkat SD/MI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat SD/MI mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan tingkat SMP/Mts dan tingkat SM+MA Di daerah ini anak yang bersekolah di tingkat SD/MI paling banyak dibandingkan dengan tingkat lainnya.
Tabel 4.1 Indikator Pemerataan Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2006 / 2007 No
Indikator
SD+MI
1.
SLTP+MTs
APK 98.67 63.43 a. Laki-laki 50.68 31.15 b. Perempuan 47.99 31.38 c. Kota 100.88 65.60 d. Desa 99.42 67.91 2 APM 84.24 48.41 3 Perbandingan Antarjenjang 5.56 4 Rasio a. Siswa / Sekolah 218 382 b. Siswa / Kelas 31 41 c. Siswa / Guru 26 18 e. Kelas / R. Kelas 1.12 1.25 f. Kelas / Guru 0.83 1 5 Angka Melanjutkan 76.33 6 Tingkat Pelayanan Sekolah 191 122 7 Kepadatan Penduduk 145 km2 72 km2 Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006.
SM+MA
Lainnya
31.85 18.64 13.21 25.92 63.89 20.03 2.36
km2
389 38 14 0.99 0.38 65.80 155 36 km2
APM yang tertinggi terdapat di tingkat SD yaitu 84,24% dan yang terendah di tingkat SM / MA yaitu 20,23% Berdasarkan APM dapat diketahui bahwa pada tingkat Sekolah Dasar Anak Usia sekolah yang bersekolah lebih banyak dibandingkan dengan tingkat lainnya. Hal itu juga menunjukkan kinerja yang paling baik terdapat di tingkat Sekolah Dasar. Bila sekolah antar jenjang dibandingkan, maka makin tinggi sekolah makin kurang, hal itu ditunjukkan dan jumlah tingkat SLIP berbanding tingkat SD sebesar 5,56 dan tingkat SM berbanding tingkat SLTP sebesar 2,36 Makin sedikitnya jumlah sekolah di jenjang yang makin tinggi menunjukkan makin kurangnya jumlah sekolah yang diperlukan di daerah tersebut. Indikator berikutnya membicarakan tentang rasio siswa per sekolah, siswa per kelas, siswa per guru, kelas per ruang kelas dan kelas per ruang guru. Rasio siswa per sekolah terpadat dapat di tingkat SM / MA dengan angka 389 dan terjarang terdapat di tingkat SD / MI dengan angka 218 Hal itu menunjukkan bahwa sekolah di daerah ini sangat heterogen.
Keheterogen sekolah juga terlihat dan adanya tipe sekolah yaitu tipe A, B, C dan kecil. Siswa per kelas yang pada saat pembangunan sekolah seharusnya diisi dengan 40 anak, ternyata pada kenyataannya juga sangat bervariasi. Rasio siswa per kelas terpadat terdapat di tingkat SMP yaitu 41 dan terjarang terdapat di tingkat SD / MI yaitu 38. Rasio siswa per guru juga bervariasi dengan rasio terbesar terdapat pada tingkat SD / MI yaitu 26 dan terendah terdapat pada SM yaitu 14. Besarnya rasio siswa per guru ini menunjukkan kurangnya guru di tingkat tersebut. Sebaliknya, rasio terkecil menunjukkan cukupnya guru di tingkat tersebut. Ruang kelas yang paling sering digunakan adalah pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 1,25. hal itu berarti, bahwa pada tingkat tersebut masih memerlukan ruang kelas tambahan jika diharapkan jumlah kelas sama dengan jumlah kelas sehingga tidak ada ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali. Sebaliknya, terdapat ruang kelas yang tidak digunakan, ini terlihat pada rasio di bawah 1 yang terdapat di tingkat SM/MA Sejalan dengan perbandingan antara sekolah di tingkat SLTP dan SD yang cukup tinggi, maka angka melanjutkan ke tingkat SLTP juga cukup tinggi yaitu 76,33%. Diharapkan bila jumlah tingkat SLTP ditingkatkan maka angka melanjutkan juga akan meningkat. Sebaliknya, angka melanjutkan ke tingkat SM lebih kecil yaitu 65,80 dengan melanjutkan ke tingkat SLTP. Salah satu sebab rendahnya angka melanjutkan ini karena perbandingan sekolah tingkat SM dan SLTP juga rendah. Rendahnya jumlah sekolah di jenjang makin tinggi dapat dilihat pada tingkat pelayanan sekolah. Pada tingkat SD tingkat pelayanan sekolah lebih besar yaitu 191 jika dibandingkan dengan tingkat SLTP atau SM. Hal itu disebabkan karena pada tingkat SD telah terjadi pemerataan dan wajib belajar sekolah dasar 6 tahun telah berhasil. Sebaliknya, untuk tingkat SLTP dan bahkan tingkat SM, dilihat dari tingkat pelayanan sekolah belum merata yang diindikasikan pada TPS tingkat SLTP sebesar 122 dan lebih besar di tingkat SM sebesar 155. Perbedaan pencapai di tingkat SD, SLTP, dan SM/MA juga karena akibat perbedaan kepadatan penduduk usia sekolah, kepadatan terbesar terdapat di tingkat SD/MI dan terkecil terdapat di tingkat SM/MA. Disamping itu, banyak desa tertinggal juga mempengaruhi kinerja pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan indikator yang terdapat pada Tabel 3.1 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk setiap jenjang pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa tingkat SD/MI mempunyai kinerja yang lebih unggul dibandingkan dengan tingkat SMP/MTs dan tingkat SM/MA kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi pada tingkat tersebut. 1. Tingkat SD (SD dan MI) Berdasarkan APK yang ada, ternyata porsi APK terbesar adalah SD yaitu 81,76% jika dibandingkan dengan MI yaitu 16,91%. Hal yang sama juga terjadi pada APM. Bila dilihat perjenis kelamin, ternyata masih ada perbedaan jender baik di SD maupun di MI. untuk desa dan Brebes, ternyata juga terjadi perbedaan yaitu Brebes lebih baik dibandingkan dengan desa baik untuk SD maupun MI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa SD mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan MI. di daerah ini anak yang bersekolah di SD lebih banyak dibandingkan dengan MI sesuai dengan jumlah sekolah yang ada. Tabel 4.2 Indikator Pemerataan SD dan MI Tahun 2006 / 2007 No. 1.
Indikator
APK - Laki-laki - Perempuan - Kota - Desa 2 APM 3 Rasio - Siswa / Sekolah - Siswa / Kelas - Siswa / Guru - Kelas / R. Kelas - Kelas / Guru 4 Tingkat Pelayanan Sekolah 5 Kepadatan Penduduk 6 Persentase Desa tertinggal Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten
SD
MI
SD + MI
Lainnya
81,76 42,09 39,67
16,91 8,59 8,32
98,67 50,68 47,99
70,07
14,16
84,23
221 36 26 1,14
205 30 25 0,83
213 33 25 0,98
143
48
191
-
-
-
-
Km2 persen
Brebes, 2006.
Indikator berikutnya membicarakan tentang rasio siswa per sekolah, siswa per kelas, siswa per guru, kelas per ruang kelas dan kelas per guru. Rasio siswa per sekolah terdapat di SD dengan angka 221 hal itu menunjukkan bahwa SD di daerah ini lebih banyak diminati. Siswa per kelas yang pada saat pembangunan sekolah seharusnya diisi dengan 40 anak, ternyata pada kenyataannya juga sangat bervariasi. Rasio siswa per kelas di SD adalah 36 dan MI adalah 30 hal ini menunjukkan telah cukupnya SD dan MI yang ada. Rasio siswa per guru juga bervariasi dengan rasio terbesar di SD yaitu 26. besarnya rasio per siswa per guru ini menunjukkan kurangnya guru di MI dibandingkan dengan SD. Ruang kelas yang paling sering digunakan adalah di SD yaitu sebesar 1,14 hal itu berarti bahwa pada SD masih memerlukan ruang kelas tambahan jika diharapkan jumlah kelas sama dengan jumlah kelas sehingga tidak ada ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali. Selain itu, sesuai dengan jumlah sekolah, maka tingkat pelayanan sekolah di SD juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan MI. Berdasarkan indikator yang terdapat pada Tabel 4.2 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk setiap jenjang pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa SD mempunyai kinerja yang lebih unggul dibandingkan dengan MI. Kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi pada SD. Oleh karena itu, agar kinerja SD sebanding dengan MI, maka diperlukan penanganan lebih lanjut untuk MI. Dengan melihat hasil indikator di atas, dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk usia sekolah dan banyaknya desa tertinggal tidak mempengaruhi pencapaian indikator pemerataan. Hal itu ditunjukkan dengan masih tingginya angka partisipasi bersekolah. Bila APK tingkat SD tinggi, ternyata rasio siswa per kelas juga tinggi yaitu 36 Hal itu menunjukkan bahwa minat bersekolah di tingkat SD tinggi. Hal itu juga terlihat dari rendah siswa per sekkolah, sedangkan TPS ternyata rendah yang berarti kesempatan belajar cukup tinggi. Diketahui bahwa terdapat hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan daerah. APK tingkat SD rendah, hal itu disebabkan karena kesulitan ke sekolah yang
berarti di daerah itu merupakan daerah sulit sehingga anak tidak bersekolah. Selain itu, bila dilihat dari desa tertinggal ternyata hampir sebagian sekolah tersebut terdapat di desa tertinggal. Tambahan pula, kepadatan anak usia 7-12 tahun memang cukup besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kondisi daerah. Bila hanya dilihat dari pendidikan semata, maka akan sulit dilakukan pemecahannya tanpa mengikutsertakan factor dari luar pendidikan yang mempengaruhi.
2. Tingkat SLTP (SLTP dan MTs) Berdasarkan APK yang ada, ternyata porsi APK terbesar adalah SLTP yaitu 42,29% jika dibandingkan dengan MTs yaitu 20,24%. Hal yang sama juga terjadi pada APM. Bila dilihat perjenis kelamin, ternyata masih ada perbedaan jender baik di SLTP maupun di MTs. Untuk desa dan Kota Brebes, ternyata juga terjadi perbedaan yaitu Kota lebih baik dibandingkan dengan desa baik untuk SLTP maupun MTs yaitu sebesar 21,27 dan 21,02. Banyaknya porsi SLTP dan APK dan APM disebabkan anak yang bersekolah di SLTP lebih banyak dibandingkan dengan MTs dan sesuai dengan jumlah sekolah yang ada, SLTP lebih banyak dibandingkan dengan MTs. Untuk melihat kinerja SLTP dan MTs, indikator berikut tentang rasio siswa per sekolah, siswa per kelas, siswa per guru, kelas per ruang kelas dan kelas per guru. Rasio siswa per sekolah terpadat terdapat di SLTP dengan angka 440 hal itu menunjukkan bahwa SLTP di daerah ini SLTP lebih banyak diminati. Siswa per kelas yagn pada saat pembangunan sekolah seharusnya diisi dengan 40 anak, pada kenyataannya juga sangat bervariasi. Rasio siswa per kelas di SLTP adalah 41 dan MTs adalah 40. Hal ini menunjukkan antara jenjang pendidikan SLTP dengan MTs cukup seimbang dan kondisinya sudah cukup ideal.
Tabel 4.3 Indikator Pemerataan SLTP dan MTs Tahun 2006 / 2007 No.
Indikator
1.
SLTP
APK 42,29 - Laki-laki 21,27 - Perempuan 21,02 - Kota - Desa 2 APM 32,46 3 Rasio - Siswa / Sekolah 440 - Siswa / Kelas 41 - Siswa / Guru 19 - Kelas / R. Kelas 0,98 - Kelas / Guru 1 4 Angka Melanjutkan 5 Tingkat Pelayanan Sekolah 6 Kepadatan Penduduk 7 Persentase Desa tertinggal Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes,
MTs
SLTP + MTS
Lainnya
20,24 9,88 10,36
62,53 31,15 31,38
15,94
48,4
299 40 14 0,93 1
370 41 17 0,96 1 122
-
-
Km2 persen
2006
Rasio siswa per guru juga bervariasi dengan rasio terbesar di SLTP yaitu 19. Besarnya rasio siswa per guru pada jenjang pendidikan SLTP dibandingkan dengan MTs menunjukkan kurangnya guru di MTs jika dibandingkan dengan di SLTP. Ruang kelas yang paling sering digunakan adalah di SLTP yaitu sebesar 0.98. Hal itu berarti bahwa pada SLTP masih memerlukan ruang kelas tambahan jika diharapkan jumlah kelas sama dengan jumlah kelas sehingga tidak ada ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali. Selain itu, sesuai dengan jumlah sekolah, maka tingkat pelayanan sekolah di SLTP juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan MTs. Berdasarkan indikator yang terdapat pada Tabel 4.3 dan dengan melihat penapaian setiap indikator untuk SLTP dan MTs, maka dapat dikatakan bahwa SLTP mempunyai kinerja yang lebih unggul dibandingkan dengan MTs. Kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi pada tingkat tersebut. Dengan demikian, untuk menghasilkan kinerja yang sama antara SLTP dan MTs, perlu dilakukan penangangan lebih lanjut untuk MTs.
Seperti sudah kita ketahui bahwa terdapat hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan sekolah. Bila APM tingkat SLTP rendah yaitu 32.46, ternyata rasio siswa per kelas juga rendah yaitu 41. Namun, bila dilihat rasio siswa persekolah ternyata cukup tinggi yaitu 440 sedangkan TPS ternyata tinggi yang berarti kesempatan belajar memang kurang. Hal itu menunjukkan bahwa minat bersekolah di tingkat SLTP kurang karena memang jumlah sekolahnya tidak mencukupi. Bila dikaitkan dengan tingkat kesulitan ke sekolah dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan daerah. APM tingkat SLTP rendah, hal itu disebabkan karena kesulitan ke sekolah yang berarti di daerah itu merupakan daerah sulit sehingga anak tidak bersekolah. Selain itu, bila dilihat dari desa tertinggal ternyata hampir sebagian sekolah tersebut terdapat di desa tertinggal. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dibangun sekolah baru sehingga anak dapat tertampung lebih banyak lagi. Tambahan pula, kepadatan anak usia 13-15 tahun memang cukup besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kondisi daerah. Bila hanya dilihat dari pendidikan semata, maka akan sulit dilakukan pemecahannya tanpa mengikutsertakan factor di luar pendidikan yang mempengaruhi. Dengan melihat hasil indikator diatas, dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk usia sekolah dan banyaknya desa tertinggal kelihatannya memberi pengaruh terhadap pencapaian indikator pemerataan. Kondisi itu ditambah dengan kurangnya jumlah sekolah yang ada. Hal itu ditunjukkan dengan rendahnya angka partisipasi bersekolah di tingkat SLTP. 3. Tingkat SM (SM dan MA) Berdasarkan APK yang ada, ternyata porsi APK terbesar adalah SMA yaitu 47.09 persen jika dibandingkan dengan MA. Hal yang sama juga terjadi
pada APM tingginya porsi APK dan APM pada SM disebabkan banyaknya siswa yang bersekkolah di SMA dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya yang setingkat karena jumlah SMA juga lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya yang setingkat. Tabel 4.4 Indikator Pemerataan SM dan MA Tahun 2006 / 2007 No. 1. 2 3
Indikator
SM
MA
APK 47,09 7,26 APM 33,22 5,22 Rasio a. Siswa / Sekolah 447 207 b. Siswa / Kelas 39 32 c. Siswa / Guru 19 5 d. Kelas / R. Kelas 1,01 1,07 e. Kelas / Guru 0,49 0,16 4 Tingkat Pelayanan Sekolah 5 Kepadatan Penduduk 6 Persentase Desa tertinggal Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006.
SM + MA
Lainnya
54,36 38,43 387 38 14 1,02 0,37 155
-
-
Km2 persen
Untuk melihat kinerja SMA, SMK, dan MA, indikator berikut membicarakan tantang rasio siswa per sekolah, siswa per kelas, siswa per guru, kelas per ruang kelas dan kelas per guru. Rasio siswa per sekolah terpadat terdapat di SM dengan angka 447 hal itu menunjukkan bahwa di daerah ini Sekolah SM lebih banyak diminati. Siswa per kelas yang pada saat pembangunan sekolah seharusnya diisi dengan 40 anak, ternyata pada kenyataannya juga sangat bervariasi. Rasio siswa per kelas terbesar adalah 39 dan terkecil adalah 32 hal ini menunjukkan bahwa untuk sekolah SM + MA ruang kelasnya telah mencukupi. Rasio siswa per guru juga bervariasi dengan rasio terbesar di SM yaitu 19 Relatif kecilnya rasio siswa per guru pada jenjang MA ini menunjukkan kurangnya guru di MA jika dibandingkan dengan di SM Ruang Kelas yang paling sering digunakan adalah di MA yaitu sebesar 1.07. Hal itu berarti bahwa pada MA masih memerlukan ruang kelas tambahan jika diharapkan jumlah kelas sama dengan jumlah kelas sehingga tidak ada ruang kelas yang digunakan lebih dari
sekali. Selain itu, sesuai dengan jumlah sekolah, maka tingkat pelayanan sekolah di SMA juga lebih tinggi dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya yang setingkat. Berdasarkan indikator yang terdapat pada Tabel 4.4 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk setiap jenjang pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa SM mempunyai kinerja yang lebih unggul dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya yang setingkat. Kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang tinggi pada tingkat tersebut. Diketahui bahwa terdapat hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan sekolah. Bila APK tingkat SM rendah yaitu 47.09 ternyata rasio siswa per kelas juga rendah yaitu 39 namun, bila dilihat rasio siswa per sekolah ternyata cukup tinggi yaitu 447 sedangkan IPS ternyata tertinggi yang berarti kesempatan belajar memang kurang. Hal itu menunjukkan bahwa minat bersekolah di tingkat SM kurang karena memang jumlah sekolahnya tidak mencukupi. Diketahui pula bahwa terdapat hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan daerah. APK tingkat SM rendah, hal itu disebabkan karena kesulitan ke sekolah yang berarti di daerah itu merupakan daerah sulit sehingga anak tidak bersekolah. Selain itu, bila dilihat dari desa tertinggal ternyata hampir sebagian sekolah tersebut terdapat di desa tertinggal. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dibangun sekolah baru sehingga anak dapat tertampung lebih banyak lagi. Tambahan pula, kepadatan anak usia 16-18 tahun memang cukup besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kondisi daerah. Bila hanya mengikutsertakan factor di luar pendidikan yang mempengaruhi. Dengan melihat hasil indikator di atas, dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk usia sekolah dan banyaknya desa tertinggal kelihatannya memberi pengaruh terhadap
pencapaian indikator pemerataan.
Hal itu
ditunjukkan dengan rendahnya angka partisipasi bersekolah di tingkat SM.
B. MUTU, RELEVANSI DAN DAYA SAING Indikator mutu dapat dibedakan menjadi lima indikator mutu yaitu : (1) mutu masukan, (2) mutu proses, (3) mutu SDM, (4) mutu fasilitas, dan (5) biaya. Berdasarkan mutu masukan dapat diketahui bahwa 21.25 persen siswa baru tingkat I untuk tingkat SD adalah berasal dari tamatan TK atau sejenis. Berdasarkan indikator mutu proses yaitu angka mengulang, angka putus sekolah, dan angka kelulusan, ternyata angka mengulang terbesar terdapat pada tingkat SD/MI yaitu sebesar 4.06 persen dan terendah terdapat pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 0.44 persen. Selanjutnya angka putus sekolah terbesar terdapat pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 1.25 persen, dan terendah terdapat pada tingkat SD/MI yaitu sebesar 0.71 angka lulusan ternyata angka tertinggi terdapat pada tingkat SMP/MTs yaitu 99.19 persen dan terendah terdapat pada tingkat SM/MA yaitu sebesar 62.98. Melihat ketiga indikator mutu proses ini dapat dikatakan bahwa kinerja terbaik adalah pada tingkat SMP/MTs hal itu ditunjukkan dengan adanya angka mengulang dan putus sekolah paling rendah serta angka lulusan yang paling tinggi. Bila dilihat dari mutu SDM (guru), maka persentase guru yang layak mengajar terbesar adalah pada tingkat SMP/MTs yaitu 79.31. Mutu guru juga menunjukkan kinerja sekolah, hal itu terlihat pada kesesuaian ijazah guru-guru dengan bidang studi yang diajarkan. Khusus SLTP, banyaknya guru yang sesuai terlihat pada bidang studi seni dan kerajinan, yaitu sebesar 250 persen dan yang paling tidak sesuai adalah bidang studi IPS yaitu sebesar 85.26, sedangkan SMA, banyaknya guru yang sesuai terlihat pada bidang studi PPKn yaitu sebesar 126 persen dan yang paling tidak sesuai terlihat pada bidang studi Ekonomi yaitu sebesar 34.52 persen.
Table 4.5 Indikator Mutu Pendidikan Tahun 2006 / 2007 No 1 2 3 4 5
Indikator
Persentase Lulusan TK/RA/BA Angka Mengulang Angka Putus Sekolah Angka Lulusan Angka Kelayakan Mengajar a. Layak b. Semi layak c. Tidak layak 6 Persentase Kesesuaian Guru Mengajar a. PPKn b. Pend. Agama c. Bhs. Indonesia d. Bhs. Inggris e. Sejarah & Sejarah Budaya f. Pend. Jasmani g. Matematika h. IPA 1. Fisika 2. Biologi 3. Kimia i. IPS 1. Ekonomi 2. Sosiologi 3. Geografi j. Seni & Kerajinan k. Muatan Lokal l. Tata Negara m. Antropologi Pendidikan Seni o. Bahasa Asing p. B dan P q. Lain-lain 7 Persentase Kondisi Ruang kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat 8 Persentase Fasilitas Sekolah a. Perpustakaan b. Lapangan OR c. UKS d. Laboratorium e. Keterampilan f. Bimbingan Penyuluhan g. Serba Guna h. Bengkel i. Ruang Praktik 9 Angka Partisipasi (persen) a. Pemerintah Pusat b. Orang tua c. Pemerintah Daerah 10 Satuan Biaya (000 Rp) Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006
SD + MI
SLTP+MTs
SM + MA
21,25 4,06 0,71 98,21
0,44 1,25 99,19
0,55 1,10 62,98
76,31 14,16 9,53
79,43 9,58 10,99
77,30 15,98 6,72
-
94,35 104,00 97,05 98,18 88,75 98,63 92,88 85,26 250,72 101,83 85,35 -
126,53 123,33 97,67 114,63 80,00 91,84 113,25 80,00 91,30 90,16
57,90 22,45 19,64
86,57 9,10 4,34
92,93 6,36 0,71
18,26 6,70 4,04
72,45 62,24 37,24 43,88
66,04 45,28 35,85 86,79 18,87 71,70 22,64
26,99 0,74 70,91 561,261
32,98 19,83 42,84 799,209
10,43 51,98 35,00 1196,458
34,52 90,63 84,44 77,27 70,37 108,51 325,71
Indikator berikutnya adalah tentang mutu prasarana dan sarana pendidikan. Ruang kelas dengan kondisi baik paling banyak terdapat pada tingkat SM/MA yaitu sebesar 92.93 persen sedangkan kondisi rusak berat yang paling banyak terdapat pada tingkat SD/MI yaitu sebesar 19.64 persen. Banyaknya ruang kelas yang rusak berat ini menunjukkan mutu prasarana yang buruk dan berakibat secara tidak langsung menurunkan mutu sekolah. Indikator mutu prasarana lainnya adalah ketersediaan fasilitas sekolah yang ada. Jumlah sekolah yang memiliki perpustakaan terbesar ada pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 72.45 persen dan terendah ada pada tingkat SD/MI sebesar 18.26. Jumlah lapangan olahraga terbesar pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 62.24 persen dan terendah ada pada tingkat SD/MI sebesar 6.70 persen. Fasilitas sekolah lainnya yaitu ruang UKS terbesar terdapat pada tingkat SMP/MTs yaitu sebesar 37.24 persen. Dengan demikian, bila setiap sekolah diharuskan memiliki ketiga fasilitas tersebut, maka tingkat SMP/MTs memiliki angka terbesar. Indikator mutu yang ditunjukkan dari biaya dilihat dari angka partisipasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orang tua siswa. Dari ketiga angka partisipasi dalam hal biaya tersebut, angka partisipasi terbesar adalah pada Pemerintah Daerah dengan persentase terbesar pada tingkat SD/MI. partisipasi pemerintah pusat lebih banyak terdapat di tingkat SMP/MTs dan partisipasi orang tua siswa lebih banyak terdapat di tingkat SM. Berdasarkan indikator mutu yang terdapat pada Tabel 4.5 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk setiap jenjang pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa tingkat SMP/MTs mempunyai kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi dalam hal mutu pada tingkat tersebut. 1. Tingkat SD (SD dan MI) Berdasarkan mutu masukan dapat diketahui bahwa 21.15 persen siswa baru tingkat I SD yang berasal dari tamatan TK atau sejenis lebih kecil jika dibandingkan dengan MI yaitu 21.35. Berdasarkan indikator mutu proses yaitu angka mengulang, angka putus sekolah, dan angka lulusan, ternyata angka mengulang terbesar terdapat pada SD yaitu sebesar 4.23 persen, angka putus sekolah terbesar terdapat pada SD yaitu sebesar 0.75 persen, dan angka lulusan ternyata angka tertinggi terdapat pada MI yaitu sebesar 99.39 persen. Dengan
melihat ketiga indikator mutu proses ini dapat dikatakan bahwa kinerja terbaik adalah pada MI. hal itu ditunjukkan dengan adanya angka mengulang dan putus sekolah paling rendah serta angka lulusan yang paling tinggi. Bila dilihat dari mutu SDM (guru), maka persentase guru yang layak mengajar di SD lebih besar daripada MI. mutu guru juga menunjukkan kinerja sekolah. Indikator berikutnya adalah tentang mutu prasarana dan sarana pendidikan. Ruang kelas dengan kondisi baik lebih banyak terdapat pada SD yaitu sebesar 58.88 persen demikian juga untuk kondisi rusak berat yang paling banyak terdapat pada SD yaitu sebesar 21.46 persen. Banyaknya ruang kelas yang rusak berat ini menunjukkan mutu prasarana yang buruk dan berakibat secara tidak langsung akan menurunkan mutu sekolah. Indikator mutu prasarana lainnya adalah ketersediaan fasilitas sekolah yang ada. MI memiliki perpustakaan lebih besar dibandingkan dengan SD. Jumlah lapangan olahraga lebih besar pada SD dan ruang UKS lebih besar pada SD. Dengan demikian, bila setiap sekolah diharuskan memiliki ketiga fasilitas tersebut, maka SD memiliki angka terbesar yaitu 28.28 persen. Indikator mutu yang ditunjukkan dari biaya dilihat dari angka partisipasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orang tua siswa. Dari ketiga angka partisipasi dalam hal biaya tersebut, angka partisipasi terbesar adalah pada Pemda dengan persentase terbesar pada tingkat SD. Partisipasi pemerintah pusat lebih banyak terdapat di SD, demikian juga partisipasi orang tua siswa. Berdasarkan Tabel 4.6, ternyata partisipasi pemerintah daerah paling besar dibandingkan dengan partisipasi lainnya. Berdasarkan indikator mutu yang terdapat pada Tabel 4.6 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk SD dan MI, maka dapat dikatakan bahwa MI mempunyai kinerja mutu yang lebih unggul dibandingkan dengan SD. Kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi dalam hal mutu tingkat tersebut.
Tabel 4.6 Indikator Mutu Pendidikan Tingkat SD Tahun 2006 / 2007 No
Indikator
1 2 3 4 5
SD
Persentase Lulusan TK/RA/BA 21,15 Angka Mengulang 4,23 Angka Putus Sekolah 0,75 Angka Lulusan 97,96 Angka Kelayakan Mengajar a. Layak 77,55 b. Semi layak 15,06 c. Tidak layak 7,39 6 Persentase Kondisi R. Kelas. a. Baik 58,88 b. Rusak Ringan 19,66 c. Rusak Berat 21,46 7 Persentase Fasilitas Sekolah a. Perpustakaan 15,15 b. Lapangan OR 8,19 c. UKS 4,94 d. Laboratorium 8 Angka Partisipasi (persen) a. Pemerintah Pusat 26,99 b. Orang tua 0,74 c. Pemerintah Daerah 70,91 9 Satuan Biaya (000 Rp) 677,401 Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006.
MI 21,35 3,22 0,56 99,39 70,61 10,06 19,33 53,89 33,94 12,27 32,16 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
2. Tingkat SLTP (SLTP dan MTs) Berdasarkan mutu masukan yang terdapat Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa rasio UN lulusan dibandingkan dengan NEM siswa baru, ternyata SMP lebih besar daripada MTs berdasarkan indikator mutu proses yaitu angka mengulang, angka putus sekolah, dan angka lulusan, ternyata angka mengulang terbesar terdapat pada MTs yaitu sebesar 0.85 persen, angka putus sekkolah terbesar terdapat pada SMP yaitu sebesar 1.82 persen, dan ternyata angka kelulusan tertinggi terdapat pada MTs yaitu sebesar 97.22 persen. Dengan melihat indikator mutu proses ini dapat dikatakan bahwa kinerja terbaik adalah pada MTs hal itu ditunjukkan dengan adanya angka mengulang dan angka lulusan yang paling tinggi.
Bila dilihat dari mutu SDM (guru), maka persentase guru yang layak mengajar di SMP lebih besar daripada di MTs. Mutu guru juga menunjukkan kinerja sekolah. Indikator berikutnya adalah tentang mutu prasarana dan sarana pendidikan. Ruang kelas dengan kondisi baik lebih banyak terdapat pada SMP yaitu sebesar 89.41 persen sedangkan kondisi rusak berat yang paling banyak terdapat pada MTs yaitu sebesar 4.34 persen. Banyaknya ruang kelas yang rusak berat ini menunjukkan mutu prasarana yang buruk dan berakibat secara tidak langsung akan menurunkan mutu sekolah. Tabel 4.7 Indikator Mutu Pendidikan tingkat SLTP Tahun 2006 / 2007 No 1 2 3 4 5
6
Indikator Rasio NEM Lulusan/Siswa Baru Angka Mengulang Angka Putus Sekolah Angka Lulusan Angka Kelayakan Mengajar a. Layak b. Semi layak c. Tidak layak Persentase Kesesuaian guru mengajar a. PPKn b. Pend. Agama c. Bhs Indonesia d. Bhs Inggris e. Sejarah & Sejarah Budaya f. Pend. Jasmani
g. Matematika h. IPA i. IPS j. Seni & Kerajinan k. Muatan Lokal l. B dan P m. Lain-lain 7 Persentase Kondisi R. Kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat 8 Persentase Fasilitas Sekolah a. Perpustakaan b. Lapangan OR c. UKS d. Laboratorium 9 Angka Partisipasi (Persen) a. Pern Pusat b. Orang Tua c. Pemda 10 Satuan biaya (000 Rp) Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006
SLTP
MTs
0,25 1,82 92,79
0,85 0,00 97,22
82,75 8,34 8,91
74,04 11,59 14,36
94,35 104,00 97,05 98,18 88,75 98,63 92,88 85,26 250,72 101,83 85,35
89,41 6,74 3,85
81,57 9,10 4,34
67,83 66,09 44,35 53,91
79,01 56,79 27,16 29,63
26,65 19,70 49,76 958,983
60,20 20,37 13,07 465,434
Indikator mutu prasarana lainnya adalah ketersediaan fasilitas sekolah yang ada. MTs memiliki jumlah perpustakaan lebih besar. Jumlah lapangan olahraga lebih besar pada SMP, ruang UKS lebih besar pada SMP, dan ruang laboratorium lebih besar pada SMP. Dengan demikian, bila setiap sekolah diharuskan memiliki keempat fasilitas tersebut, maka SMP memiliki angka terbesar yaitu 58.04 persen (Tabel 4.7). Indikator mutu yang ditunjukkan dari biaya dilihat dari angka partisipasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orang tua siswa. Dari ketiga angka partisipasi dalam hal biaya tersebut, angka partisipasi terbesar adalah 60.20 persent
dengan
persentse
terbesar
pada
Pemerintah
Pusat.
Partisipasi
pemerintah pusat lebih banyak terdapat di MTs, demikian juga partisipasi orang tua siswa. Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, ternyata partisipasi pemerintah daerah pada MTs paling rendah jika dibandingkan dengan partisipasi lainnya. Berdasarkan indikator mutu yang terdapat pada Tabel 4.7 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk SLTP dan MTs, maka dapat dikatakan bahwa SMP mempunyai kinerja mutu yang lebih unggul dibandingkan dengan MTs Kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi dalam hal mutu pada tingkat tersebut. Dengan demikian, kinerja mutu yang lebih buruk ini yang harus ditangani lebih lanjut. 3. Tingkat SM (SMA, SMK, dan MA) Berdasarkan mutu masukan yang terdapat pada Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa rasio NEM lulusan dibandingkan dengan NEM siswa baru, ternyata terbesar jika dibandingkan dengan kedua jenis sekolah lainnya yang sejenis. Berdasarkan indikator mutu proses yaitu angka mengulang, angka putus sekolah, dan angka lulusan, ternyata angka mengulang terbesar terdapat pada SMA yaitu sebesar 0.99 persen, angka putus sekolah terbesar terdapat pada SMA yaitu sebesar 1.96 persen, dan ternyata angka lulusan tertinggi terdapat pada SMA yaitu sebesar 97.22 persen. Dengan melihat ketiga indikator mutu proses ini dapat dikatakan bahwa mutu masukan terbaik adalah pada MA. Hal litu ditunjukkan dengan adanya angka mengulang dan putus sekolah paling rendah serta angka lulusan yang paling tinggi.
Bila dilihat dari mutu SDM (guru), maka persentase guru yang layak mengajar di SM terbesar jika dibandingkan dengan MA. Mutu guru juga menunjukkan kinerja sekolah. Indikator berikutnya adalah tentang mutu prasarana dan sarana pendidikan. Ruang kelas dengan kondisi baik terbesar terdapat pada SMA yaitu sebesar 95.13 persen sedangkan kondisi rusak berat yang terbanyak terdapat pada MA yaitu sebesar 5.51 persen. Banyaknya ruang kelas yang rusak berat ini menunjukkan mutu prasarana yang buruk dan berakibat secara tidak langsung akan menurunkan mutu sekolah. Indikator mutu prasarana lainnya adalah ketersediaan fasilitas sekolah yang ada. Sekolah SMA memiliki jumlah perpustakaan terbesar jika dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya yang setingkat. Jumlah lapangan olahraga terbesar pada SMA, ruang UKS terbesar pada SMA, ruang laboratorium terbesar pada SMA. Dengan demikian, bila setiap sekolah diharuskan memiliki ketujuh fasilitas tersebut, maka SMA memiliki angka terbesar yaitu 82.03 persen. Dengan melihat indikator mutu sarana prasarana dapat dikatakan bahwa SMA mempunyai mutu prasarana terbaik. Indikator mutu yang ditunjukkan dari biaya dilihat dari angka partisipasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orang tua siswa. Dari ketiga angka partisipasi dalam hal biaya tersebut, angka partisipasi terbesar adalah pada SMK dengan persentase terbesar pada orang tua siswa jika dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya. Partisipasi pemerintah pusat terbanyak terdapat di MA, sedangkan untuk partisipasi pemda terbesar pada SMA.
Tabel 4.8 Indikator Mutu Pendidikan tingkat SM Tahun 2006 / 2007 No 1 2 3 4 5
6
Indikator Rasio NEM Lulusan/Siswa Baru Angka Mengulang Angka Putus Sekolah Angka Lulusan Angka Kelayakan Mengajar a. Layak b. Semi layak c. Tidak layak Persentase Kesesuaian guru mengajar a. PPKn b. Pend. Agama c. Bhs Indonesia d. Bhs Inggris e. Sejarah & Sejarah Budaya f. Pend. Jasmani
g. Matematika h. IPA h. 1 Fisika h. 2 Biologi h. 3 Kimia i. IPS i. 1 Ekonomi i. 2 Sosiologi i. 3 Geografi j. Seni & Kerajinan k. Muatan Lokal l. Tata Negara m. Antropologi n. Pendidikan Seni o. Bahasa Asing p. B dan P q. Lain-lain 7 Persentase Kondisi R. Kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat 8 Persentase Fasilitas Sekolah a. Perpustakaan b. Lapangan OR c. UKS d. Laboratorium 9 Angka Partisipasi (Persen) a. Pern Pusat b. Orang Tua c. Pemda 10 Satuan biaya (000 Rp Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006
SMA
SMK
MA
0,99 1,96 97,22
0,66 1,33 94,52
0,05 0,10 18,70
82,77 12,55 4,68
82,77 12,55 4,68
66,38 22,84 12,93
95,13 3,71 1,16
92,93 6,36 0,71
82,68 11,81 5,51
78,13 75,00 43,75 131,25
50,00 0,00 36,67 76,67
47,62 0,00 23,81 19,05
3,37 52,43 41,46 126,367
1,37 74,50 20,82 793,852
47,83 49,58 0,76 931,314
126,53 123,33 97,67 114,63 80,00 91,84 113,25 80,00 91,30 90,16 34,52 90,63 84,44
37,04 77,27 70,37 137,50 108,51 325,71
Berdasarkan indikator mutu yang terdapat pada Tabel 4.8 dan dengan melihat pencapaian setiap indikator untuk SMA, SMK, dan MA, maka dapat dikatakan bahwa SM mempunyai kinerja mutu yang lebih unggul dibandingkan dengan MA. Kinerja yang lebih unggul ini diambil dari banyaknya nilai yang lebih tinggi dalam hal mutu pada tingkat tersebut. Dengan demikian, kinerja mutu yang lebih buruk ini yang harus ditangani lebih lanjut. Tidak seperti dua indikator sebelumnya yang menggunakan jenis indikator yang sama, indikator untuk relevansi antara tingkat SD, SMA, dan SMK berbeda. Untuk SD merupakan relevansi antara muatan local dengan mata pelajaran yang dikembangkan oleh daerah, untuk SMA merupakan relevansi antara siswa menurut jurusan di SMA dengan criteria dan prosedur penjurusan di SMA, sedangkan untuk SMK adalah relevansi antara lulusan dengan yang terserap di sekror mata pencaharian. Oleh karena itu, analisisnya juga dibedakan antara ketiga jenis sekolah tersebut. 4. Sekolah Dasar (SD) Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 3.9, dapat diketahui bahwa kabupaten
Brebes
atau
Kecamatan
Bantarkawung
mempunyai
relevansi
pendidikan yang baik antara kurikulum muatan local yang ada dengan mata pelajaran yang dikembangkan di SD. Dengan melihat kondisi seperti ini, maka Kabupaten Brebes atau kecamatan yang tidak ada relevansinya dijadikan prioritas utama untuk ditangani lebih lanjut sehingga relevan, misalnya dengan mengganti mata pelajaran yang dikembangkan sesuai dengan sector dominan atau lingkungan sekolah. 5. Sekolah Menengah Umum (SMA) Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 3.10, dapat diketahui bahwa Kabupaten Brebes hampir semua kecamatan mempunyai relevansi pendidikan yang baik antara criteria dan prosedur penjurusan dengan jumlah siswa yang ada di SMA. Criteria dan prosedur penjurusan dilaksanakan dalam empat criteria yaitu berdasarkan prestasi, tes bakat / minat, gabungan, dan belum
melaksanakan. Hanya Kab/Kodya atau Kecamatan Songgom yang belum melaksanakan. Bila criteria yang belum melaksanakan tersebut paling besar, berarti tidak ada relevansi antara prosedur penjurusan dengan jumlah siswa yang ada di SMA. Beberapa kabupaten Brebes atau kecamatan yaitu paling relevan karena menggunakan criteria gabungan dan minat, sedangkan beberapa kabupaten Brebes atau kecamatan yaitu paling kurang relevan. Dengan melihat kondisi seperti ini, maka Kabupaten Brebes atau kecamatan yang tidak ada relevansinya hendaknya dijadikan prioritas utama untuk ditangani lebih lanjut sehingga relevan, misalnya dengan mengharuskan setiap SMA menggunakan criteria gabungan atau minimal menggunakan prestasi atau minat dalam melaksanakan penjurusan di tingkat III SMA. Tabel 4.9 Persentase Siswa Menurut Jurusan dan Sekolah yang Kriteria Melakukan Penjurusan di SMA Tahun 2006 / 2007 No
Kabupaten/Brebes Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Salem Bantarkawung Bumiayu Paguyangan Sirampog Tonjong Larangan Ketanggungan Banjarharjo Losari Tanjung Kersana Bulakamba Wanasari Songgom Jatibarang Brebes
Presentase Siswa menurut jurusan IPA IPS Bahasa 25,00 75,00 0,00 21,39 78,61 0,00 52,12 47,88 0,00 22,10 77,90 0,00 27,34 72,66 0,00 47,54 52,46 0,00 35,97 64,03 0,00 31,05 68,95 0,00 27,54 72,46 0,00 18,84 81,16 0,00 18,97 81,06 0,00 14,00 86,00 0,00 39,87 60,13 0,00 22,62 77,38 0,00 42,11 45,78
57,89 54,22
0,00 0,00
Presentase Kriteria dan Penjurusan Prestasi Minat Gab. Belum 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1
1 1
Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006
6. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Lulusan SMK kelompok teknologi dan industri seharusnya dapat terserap di lapangan kerja di tiga sector yaitu pertambangan, penggalian dan industri
pengolahan, serta bangunan; kelompok pertanian dan kehutanan terserap di sector pertanian dan kehutanan; kelompok bisnis dan manajemen terserap di dua sector yaitu perdagangan dan keuangan; kelompok pariwisata terserap di sector angkutan dan jasa kemasyarakatan; kelompok kesejahteraan masyarakat terserap di dua sector yaitu listrik, gas, dan air dengan jasa kemasyarakatan; sedangkan kelompok seni dan kerajinan terserap di dua sector yaitu perdagangan dan angkutan. Tabel 4.10 Persentase siswa SMK menurut kelompok Tahun 2006 / 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Bantarkawung Bumiayu Paguyangan Sirampog Tonjong Larangan Losari Bulakamba Wanasari Songgom Jatibarang Brebes
Tekn. & Indust. 79,11 58,90 64,17 30,22 100
Pertan. & Kehut.
Bisnis & Manaj. 20,89 100 41,10 35,83 69,78
Pariwisata
Kesejah Masy.
Seni & Keraj.
100 100 100
100 100 17,01 82,99 48,05 54,95 Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten Brebes, 2006
Dari jumlah SMK yang ada, hanya 48.05% yang telah melaksanakan pendidikan system ganda (PSG), hal itu membuktikan masih kurangnya relevansi antara SMK dengan dunia industri atau dunia usaha. Dari beberapa kecamatan yang ada, hanya beberapa 82.99% paling banyak yang telah melaksanakan PSG, sedangkan beberapa kecamatan yaitu paling sedikit melaksanakan PSG. Kondisi seperti ini menyebabkan adanya ketidaksesuaian antara SMK dengan dunia industri dan dunia usaha. Selain itu, berdasarkan data, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan belum terdapat relevansi antara lulusan SMK dengan lapangan kerja yang ada. Hal itu dibuktikan dengan masih sedikitnya lulusan yang dapat diserap oleh sector mata pencaharian di masyarakat. Lulusan yang banyak dihasilkan adalah lulusan dari kelompok Bisnis dan manajemen sedangkan yang paling sedikit
adalah dari kelompok Teknik Industri (Tabel 4.10) Di samping itu, jenis lapangan kerja yang banyak menyerap lulusan adalah dari sector jasa dan yang paling sedikit adalah dari sector industri. Dengan menggabungkan dari 9 sektor menjadi 6 sektor sesuai dengan kelompok di SMK, maka lulusan kelompok bisnis dan manajemen merupakan lulusan terbesar yang dapat diserap di lapangan kerja, sedangkan kelompok Industri merupakan lulusan terkecil yang dapat diserap di lapangan kerja, dan dengan kondisi semacam ini, yang paling cocok untuk daerah ini adalah SMK dengan kelompok Bisnis dan manajemen. Dengan melihat kondisi seperti ini, maka untuk daerah ini SMK yang paling cocok adalah SMK kelompok Bisnis dan manajamen sedangkan SMK yang paling tidak sesuai adalah SMK kelompok teknis industri oleh karena itu, agar lulusan SMK dapat dimanfaatkan oleh daerah setempat, sebaiknya diperbanyak SMK kelompok industri sedangkan SMK kelompok ini sebaiknya diganti dengan kelompok lain yang lebih sesuai. C. TATA KELOLA, AKUNTABILITAS, DAN PENCITRAAN PUBLIK Tujuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes seperti telah dikemukakan di muka dimaksudkan untuk mendorong kebijakan sektor agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel. Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan prioritas. Pengelolaan pendidikan di Kabupaten Brebes mengacu pada pengelolaan pendidikan nasional yang menggunakan pendekatan secara menyeluruh dari sektor pendidikan (sector-wide approach) yang bercirikan : (a) program kerja disusun secara kolaboratif dan sinergis untuk menguatkan implementasi kebijakan pada semua tingkatan, (b) reformasi institusi dilaksanakan secara berkelanjutan yang didukung program pengembangan kapasitas, dan (c) perbaikan program dilakukan secara berkelanjutan dan didasarkan pada evaluasi kinerja tahunan yang dilaksanakan secara sistematis dan menfungsikan peran-peran stakeholder yang lebih luas.
Pemerintah Kabupaten Brebes melaksanakan pengembangan kapasitas institusi
pendidikan
secara
sitemik
dan
terencana
dengang
menggunakan
pendekatan keseluruhan sektor tersebut di atas. Strategi pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses manajemen perubahan secara endogeneous atau perubahan yang didorong secara internal. Perubahan yang didorong secara internal akan lebih menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan, menumbuhkan rasa kepemilikan, kepemimpinan, serta komitmen bersama. Kebijakan tata kelola dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis kinerja baik di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah kabupaten, dan manajemen berbasis sekolah (MBS), untuk membantu pemerintah kabupaten dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan secra keseluruhan. Disamping itu, peran serta masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran komite sekolah / satuan pendidikan dan dewan pendidikan. Pemerintah Kabupaten Brebes bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta memberikan layanan yang lebih bermutu, efektif, dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat. Pemerintahan yang bersih dari KKN diwujudkan melalui internalisasi etos kerja serta disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas aparatur negara serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk itu, segenap aparatur yang ada di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan
Kabupaten
Brebes
perlu
meningkatkan
kinerjanya
untuk
mewujudkan pelayanan yang bermutu, merata dan adil di dalam suatu tata kelola pemerintahan yang sehat. Aparatur juga perlu mengubah mindset atas perilaku dan sikap seorang birokrat menjadi pelayan masyarakat yang professional. Kebijakan perwujudan tata kelola pemerintahan yang sehat dan akuntabel dilakukan secara intensif melalui sistem pengendalian internal (SPI), pengawasan masyarakat, serta pengawasan fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan kerja dalam mengelola kegiatan pelayanan pendidikan sehari-hari. Pengawasan fungsional dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK), dan BPKP terhadap hasil pembangunan pendidikan sedangkan pengawasan
masyarakat
dilakukan
langsung
individu-individu
masyarakat yang mempunyai bukti-bukti penyalahgunaan wewenang.
atau
anggota
Sejalan dengan pembagian kewenangan antar tingkat
pemerintahan
berdasarkan otonomi dan desentralisasi, pemerintah pusat mengkoordinasikan manajemen mutu pendidikan, sementara pemerintah daerah berperan dalam manajemen sarana / prasarana dan operasional layanan pendidikan. Untuk peningkatan efisiensi dan mutu layanan, diperlukan pengembangan kapasitas daerah serta penataan tata kelola pendidikan yang sehat dan akuntabel, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun tingkat kabupaten. Dalam kaitan itu, pemerintah daerah lebih berperan dalam mendorong otonomi satuan pendidikan melalui pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu. Berdasarkan pembagian kewenangan tersebut diatas terdapat fungsi-fungsi baru yang harus dijalankan oleh pusat maupun daerah. Untuk itu dikembangkan mekanisme yang akan mengatur berbagai fungsi baru yang telah diidentifikasi tersebut dalam suatu struktur, sistem dan mekanisme yang baru didukung oleh peraturan perundangan yang sesuai. Berbagai identifikasi dan kajian mengenai pentingnya fungsi dan institusi baru yang diperlukan untuk pelayanan pendidikan dalam masa otonomi dan desentralisasi dilakukan secara komprehensif. Sesuai dengan kerangka pengaturan dan kerangka institusional, disusun kebijakan untuk mendorong terjadinya penguatan kapasitas satuan dan program pendidikan yang ada pada setiap tingkatan pemerintahan. Penguatan kapasitas satuan atau program pendidikan diorientasikan untuk mencapai status kapasitas tertinggi suatu satuan pendidikan, yaitu jika dapat memenuhi atau di atas SNP. Pengembangan kapasitas dilakukan untuk mendorong agar sebagian besar satuan pendidikan yang masih berada di bawah SNP secara bertahap akan diperkuat sehingga mampu melampaui SNP. Bagi satuan-satuan pendidikan yang sudah memenuhi SNP, akan didorong untuk memacu mutunya lebih tinggi lagi hingga dapat mencapai standar internasional. Pada tahun 2009, Pemerintah akan mendorong peningkatan proporsi pendidikan untuk dapat mencapai sama atau di atas SNP setidak-tidaknya mencapai 25% SD, 40% SMP, 50% SMA dan 50% SMK pada tahun 2009. Pengembangan kapasitas diarahkan pada peningkatan kemampuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan secara sistematis untuk memberikan pelayanan pendidikan yang efektif dan akuntabel sesuai dengan SNP. Untuk meningkatkan
kinerja
pengelolaan
pendidikan
pada
Dinas
Pendidikan
dan
Kebudayaan
dikembangkan dan diremajakan indikator-indikator kinerja pengelolaan layanan pendidikan, baik pada jalur formal maupun non-formal yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Dalam jangka menengah diperkuat kapasitas pengelolaan layanan pendidikan sehingga dapat menambah kapasitas pelayanan sesuai dengan SNP. Pengembangan kapasitas harus diarahkan pada peningkatan efisiensi pendidikan sebagai berikut: 1) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan perlu penguatan kapasitas dalam menyusun kebijakan, rencana strategis dan operasional, system informasi dan system pembiyaan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan berfungsi sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan dan otonomi yang lebih luas bagi satuan pendidikan dalam upaya mencapai kemandirian. 2) Pada satuan pendidikan, penguatan kapasitas tercermin dari kemampuan satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran efektif untuk mencapai standar nasional pendidikan. Untuk itu, perlu ditingkatkan kemampuan kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya dalam memanfaatkan sumber daya pendidikan agar mendorong kegiatan belajar peserta didik secara optimal. Dalam
rangka
peningkatan
akuntabilitas
satuan
pendidikan,
system
monitoring dan evaluasi ditata melalui mekanisme pelaporan kinerja satuan pendidikan. Peningkatan akuntabilitas dilakukan untuk melakukan monitoring kinerja pada satuan pendidikan. Melalui suatu tata kelola, system audit kinerja akan lebih difokuskan pada pelaksanaan block grants yang tepat sasaran. Block grants dilengkapi dengan dana pendamping dari penerima sehingga dapat menimbulkan rasa kepemilikan dari suatu program pembangunan. Dengan strategi-strategi tersebut di atas, akuntabilitas publik dapat diwujudkan secara sehat melalui peningkatan fungsi kontrol dari stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan efisiensi layanan pendidikan. Diharapkan dalam lima tahun yang akan datang (tahun 2010) informasi tentang kinerja satuan pendidikan dapat diakses oleh keluarga dan masyarakat. SMK didorong untuk
menyediakan layanan informasi tentang penempatan kerja lulusannya sebagai bagian dari akuntabilitas satuan pendidikan. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi akan dimanfaatkan secara optimal untuk membantu merealisasikan manajemen pendidikan yang transparan dan akuntabel. Model penerapannya dapat diwujudkan melalui media on-line yang memuat informasi dan laporan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kepada publik
atau
stakeholder pendidikan lainnya. Dengan media lainnya dapat
diakomodasi secara lebih mudah dan terbuka kepada pembuat kebijakan.
BAB V ISU – ISU STRATEGIS
Isu-isu strategis yang berkembang dan patut mendapatkan perhatian seksama dari setiap pelaku pembangunan di Kabupaten Brebes adalah : 1. Peningkatan
kualitas
sumberdaya
manusia
pelaku
pembangunan
dengan
memanfaatkan berbagai kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Peningkatan sistem penempatan dan kesejahteraan tenaga kependidikan guna peningkatan kualitas pendidikan 3. Peningkatan kualitas tenaga kependidikan sehingga dapat memberikan pelayanan masyarakat secara lebih profesional 4. Peningkatan pemenuhan sarana dan prasarana kependidikan untuk peningkatan pelayanan bidang pendidikan 5. Peningkatan derajat kesejahteraan tenaga kependidikan baik negeri maupun swasta untuk menunjang peningkatkan kinerjanya 6. Peningkatan kekuatan seni budaya masyarakat guna membantu menangkal rusaknya moral masyarakat. 7. Pembangunan USB dan RKB untuk memanfaatkan adanya dana bantuan di bidang pendidikan. 8. Dukungan dana dari APBN maupun lembaga lain dalam bentuk block grant untuk meningkatkan pendidikan masyarakat yang tergolong masih rendah. 9. Memanfaatkan perpanjangan Program Wajar Dikdas 9 tahun hingga tahun 2008 untuk mendukung program PBA.
BAB VI STRATEGI KEBIJAKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN A. STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 – 2010. Kebijakan strategis dimaksudkan sebagai kebijakan-kebijakan yang memuat berbagai program pelaksanaan pembangunan pendidikan yang mendapat prioritas karena fungsinya yang strategis untuk menjamin tercapainya program-program jangka menengah RPJM. Kebijakan strategis ini secara proporsional memenuhi tujuan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta peningkatan tata kelola dan akuntabititas pendidikan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Pemerataan dan Perluasan Akses Kebijakan strategis untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan dilakukan melalui penguatan program-program sebagai berikut: a. Pendanaan Biaya Operasional Sekolah (BOS) Wajar Pendidikan Dasar 9 Tahun; adalah kebijakan yang menempati urutan prioritas tertinggi dalam tima tahun ke depan. Hal ini sudah menjadi komitmen nasional seperti yang tertera pada Undang Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
BOS
dimaksudkan
untuk
menutup
biaya
minimal
operasi
pembelajaran yang secara minimal memadai untuk menciptakan Landasan yang kokoh bagi upaya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Dengan kebijakan subsidi BOS tersebut, pemerintah akan mewujudkan “pendidikan dasar gratis”, yang diartikan sebagai bebas biaya secara bertahap. b. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Wajar 9 Tahun; merupakan kebijakan strategis berikutnya, yang akan dilakukan untuk mendukung perluasan akses pendidikan dasar dalam program Wajar Dikdas. Penyediaan sarana/prasarana SD/MI/sederajat mencakup penambahan sarana untuk pendidikan layanan khusus dan rehabilitasi serta revitalisasi sarana/prasarana yang rusak. Untuk SMP/MTs/sederajat, kegiatan ini diarahkan untuk membantu unit sekolah baru (USB), ruang kelas baru (RKB), laboratorium, perpustakaan, dan buku pelajaran, yang diharapkan juga akan berdampak
pada
peningkatan
mutu
pendidikan
dasar.
Pembangunan
USB/RKB
diutamakan pada jenjang SMP/MT5/sederajat, untuk mencapai ketuntasan wajib belajar 9 tahun pada tahun 2008/2009. c. Rekrutmen Pendidik dan Tenaga Kependidikan; juga merupakan kebijakan strategis untuk mendukung program Wajar Dikdas 9 tahun. Rekruitmen tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kecukupan jumlah dan kualifikasi guru profesional di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, pemerataan penyebaran secara geografis, keahlian, dan kesetaraan gender. Pemerataan secara geografis mempertimbangkan pengaturan mekanisme penempatan dan redistribusi guru, sistem insentif guru di daerah terpencil, pengangkatan guru tidak tetap secara selektif, serta tenaga pendidikan lainnya seperti pamong belajar pada jalur non-formal. d. Perluasan Pendidikan Wajar pada Jalur Non-Formal; termasuk kebijakan strategis untuk mendukung program Wajar. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan angka partisipasi (APM/APK) pendidikan dasar melalui program Paket A dan B. Program mi sangat strategis untuk menjangkau peserta didik yang memiliki berbagai keterbatasan untuk mengikuti pendidikan formal, terutama anak-anak dan keluarga tidak mampu, daerah terpencil, daerah tertinggal, atau anak-anak yang terpaksa bekerja. e. Perluasan Akses Pendidikan Keaksaraan bagi Penduduk Usia >15 tahun; merupakan kebijakan dalam rangka memenuhi hak memperoleh pendidikan bagi penduduk buta aksara. Kegiatan mi dimaksudkan untuk mendorong penduduk usia >15 tahun mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung sesuai dengan standar keaksaraan. Melalui kebijakan strátegis ini diharapkan akan menurunkan jumlah penyandang tiga buta, yaitu buta aksara latin dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar. f.
Perluasan Akses SLB dan Sekolah Inklusif, merupakan kebijakan untuk menyelenggarakan pendidikan khusus dan pendidikan inklusif sehingga memperluas akses pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan belajar karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi bakat istimewa atau kecerdasan luar biasa.
g. Perluasan
Akses
PAUD;
merupakan
kebijakan
untuk
mendorong
terselenggaranya pelayanan pendidikan bagi anak-anak usia 0-6 tahun. Kegiatan pemerintah lebih diarahkan untuk memberikan dukungan atau pemberdayaan bagi terselenggaranya pelayanan PAUD yang bermutu oleh masyarakat secara merata di seluruh pelosok tanah air. Subsidi blockgrants atau imbal swadaya akan diberikan untuk pengembangan PAUD, PAUD Model, dan berbagai bentuk integrasi PAUD ke dalam berbagai pelayanan sosial lainnya. h. Pendidikan Kecakapan Hidup; merupakan kebijakan strategis bagi peserta didik yang orangtuanya miskin dan orang dewasa miskin dan/atau pengangguran. Pendidikan ini akan memberikan kompetensi yang dapat dijadikan modal untuk usaha mandiri atau bekerja mengingat masih besarnya jumlah mereka, maka kegiatan strategis ini menjadi sangat penting peranannya bagi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. i.
Perluasan Akses SMA/SMK dan SM Terpadu; arah kebijakan ini lebih untuk memperluas sekolah kejuruan (SMK) untuk mencapai komposisi jumlah SMA dan SMK yang seimbang pada tahun 2009. Perluasan SMA lebih ditekankan pada partisipasi swasta. Kebijakan mi juga ditempuh setelah melihat kenyataan bahwa bagian terbesar (65%) penganggur terdidik adalah lulusan pendidikan menengah (Sakernas, BPS 2004), yang dapat diartikan sebagai kurangnya
keterampilan
lulusan
pendidikan
menengah
untuk
masuk
Perluasan
Akses
Lapangan kerja. j.
Peningkatan
Peran
Serta
Masyarakat
dalam
SMA/SMA/SMK/SM terpadu, dan SLB; kegiatan mi termasuk dalarn prioritas kebijakan yang didasarkan pada beberapa pertimbangan : pertama, bahwa kemampuan keuangan pemerintah kabupaten masih terbatas untuk dapat membenikan pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya sementara itu ada potensi yang cukup besar pada masyarakat; kedua, kecenderungan arah pembangunan pendidikan yang ingin lebih banyak melibatkan partisipasi swasta di segata aspek penyelenggaraan, termasuk investasi, pengelolaan, dan pengawasan; ketiga, sesuai dengan amanat UU, pemerintah pusat akan tebih banyak memainkan perannya sebagai fasilitator pelayanan publik yang
bertugas membuat kebijakan-kebijakan strategis, yang antara lain dilakukan melalui pengendalian dan penjaminan mutu, pengembangan standarstandar, akreditasi, dan sertifikasi dalam rangka desentralisasi pendidikan. Peran
yang
demikian
ingin
mendorong
terselenggaranya
pelayanan
pendidikan yang mandiri (otonom), baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat
(swasta).
Dalam
pemberian
subsidi
biaya
operasi
penyelenggaraan pendidikan, pemerintah tidak lagi membedakan antara kepemilikan negara dan masyarakat/ swasta. 2. Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Kebijakan strategis untuk peningkatan mutu, retevansi, dan daya saing pendidikan dtlakukan melalui penguatan program-program sebagai berikut: a. Implementasi SNP (Standar Nasional Pendidikan), merupakan Kebijakan strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan adanya SNP, penataan berbagai aspek yang menunjang perbaikan mutu akan disusun, diuji coba dan diterapkan serta dikembangkan secara bertahap pada setiap satuan, jenis, dan jenjang dan jalur pendidikan. b. Pengembangan Guru sebagai Profesi; merupakan kebijakan yang strategis datam rangka membenahi persoalan guru secara mendasar. Sebagai tenaga profesional, guru harus memiliki sertifikat profesi dan hasil uji kompetensi. Sesuai dengan usaha dan prestasinya, guru akan memperoleh imbal jasa, insentif,
dan
penghargaan,
atau
sebaliknya,
disinsentif
atas
tidak
terpenuhinya standar profesi oleh seorang guru. Pendidikan profesi guru dan sistem sërtifikasi profesi pendidik akan dikembangkan baik untuk calon guru (pre service). maupun untuk guru yang sudah bekerja (in service). Standar profesi guru akan dikembangkan sebagai dasar bagi penilaian kinerja guru yang dilakukan secara berkelanjutan atas dasar kinerjanya baik pada tingkat kelas maupun satuan pendidikan. c. Pengembangan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan; peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dilaksanakan dengan pemetaan profil kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dikaitkan dengan SNP,
analisis kesenjangan kompetensi, serta penyusunan program dan strategi peningkatan kompetensi menuju pada tercapainya SNP. d. Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana; merupakan kegiatan strategis yang ditujukan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana pendidikan yang rusak terutama pada pendidikan dasar untuk meningkatkan keamanan/kesetamatan, kenyamanan, dan kualitas proses pembelajaran. Untuk mencapai mutu pendidikan sesuai dengän SNP dikembangkan sarana dan prasarana pendidikan terutama buku pelajaran dan buku penunjang laboratorium, perpustakaan, ruang praktek, sarana olah raga, sarana ibadah, dan sarana pendidikan lainnya. e. Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup; merupakan kegiatan strategis dalam peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang mencakup pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Tujuannya agar
keluaran
pendidikan
memiliki
keterampilan
untuk
menghadapi
tantangan kehidupan yang terus berkembang secara mandiri. f.
Pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional; untuk meningkatkan daya saing bángsa, perlu dikembangkan sekolah bertaráf internasional.
g. Akselerasi Jumlah Program Studi Kejuruan, Vokasi, dan Profesi; investasi dilakukan untuk pengembangan satuan pendidikan pada sekotah-sekolah menengah
kejuruan.
Pendidikan
kejuruan
membutuhkan
kualifikasi
kompetensi untuk memasuki pasar. tenaga kerja, sehingga perlu ada penguatan agar selalu dapat mengacu dan memenuhi tuntutan lapangan kerja, standar kuatifikasi kerja, profesionalisme, dan produktifitas kerja yang terus berubah/berkembang dalam memenuhi standar nasional pendidikan dan tujuan pendidikan. h. Teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan; kegiatan ini berupa pengembangan
sistem,
metode,
dan
materi
pembelajaran
dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Kegiatan ini juga äkan mengembangkan sistem jaringan informasi sekolah, infrastruktur dan SDM
untuk
mendukung
implementasinya,
baik
untuk
kepentingan.
manajemen pendidikan maupun proses pembelajaran. Dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan siswa pada sekolah reguler, warga belajar pada pendidikan nonformal dan siswa yang memerlukan layanan pendidikan khusus, secara adil dapat memperoleh pendidikan yang bermutu dan relevan. 3. Tata kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik Kebijakan strategis dalam rangka peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik pendidikan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut: a. Peningkatan
Kapasitas
dan
Kompetensi
Aparat
Perencanaan
dan
Penganggaran; kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Dinas Pendidikan
dan
Kebudayaan
Kabupaten
Brebes
dalam
perencanaan,
pengelolaan, dan penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar berbasis kinerja, melalui: (a) perbaikan kapasitas untuk merancang dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program-program Renstra Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes 2006 - 2010, (b) pengembangan strategi manajemen kurikulum, bahan ajar dan manajemen pembelajaran untuk identifikasi, advokasi, dan penyebarluasan praktek-praktek terbaik (best
practices) dalam pengelolaan pendidikan tingkat kabupaten dan/atau satuan pendidikan, dan. (c) mengembangkan sistem kerjasama untuk perencanaan, pengelolaan, monitoring kinerja sistem pendidikan secara menyeluruh. b. Peningkatan meningkatkan
Kapasitas
dan
akuntabilitas
Kompetensi pengelolaan
Managerial pendidikan
Aparat; perlu
untuk
dilakukan
pengembangan kapasitas aparatur. Pengembangan kapasitas pengelola dimaksudkan
untuk
mengembangkan
kemampuan
pengelola
dalam
pelayanan pendidikan yang efektif, inovatif, efisien, dan akuntabel. c. Peningkatan Ketaatan pada Peraturan Perundang-undangan; beberapa kegiatan untuk mendorong dan mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan akuntabilitas seluruh aparat pengelola pendidikan, melalui peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara.
d. Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Pengelola Pendidikan; pada era desentralisasi pendidikan ada gejala penurunan kualitas dan kompetensi pengelola pendidikan, baik yang berada di kabupaten, maupun yang berada di satuan pendidikan. Untuk ini, berbagai bentuk dan model pendidikan dan pelatihan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut akan dikembangkan. B. PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 – 2010 1. Program Pengembangan PAUD Program ini bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0-6 tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. Pendidikan anak usia dini (PAUD) juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. PAUD bertujuan menjaga dan memperhatikan kelangsungan hidup serta memfasilitasi tumbuh berkembang anak usia dini melalui pengasuhan, stimulasi pendidikan, stimulasi kecerdasan, serta layanan gizi dan kesehatan dalam rangka meningkatkan perkembangan kecerdasan anak. a. Pemerataan dan Perluasan Akses Pemerataan dan perluasan akses PAUD di Kabupaten Brebes diupayakan bersama-sama oleh pemerintah dan swasta. Pemerintah Kabupaten Brebes lebih berkonsentrasi pada pendidikan formal yaitu TK atau RA, sedangkan swasta didorong juga turut serta menyelenggarakan jalur pendidikan formal (TK/RA swasta) dan jalur nonformal yaitu Kelompok Bermain (KB) dan Taman Penitipan Anak (TPA). Pemerintah Kabupaten Brebes melalui Dinas Pendidikan akan melakukan rintisan tehadap penyelenggaraan PAUD apabila swasta belum tergugah untuk menyelenggarakan PAUD.
Perluasan akses PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Fasilitasi sarana dan prasarana PAUD 2) Pengalokasian dana pemerintah kabupaten untuk PAUD yang siswanya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan PAUD Target Pencapaian: 1) Pada tahun 2007 Angka Partisipasi Kasar (APK) TK/RA mencapai hingga 10,51 %, tahun 2008 diharapkan akan mencapai 20,64 %, tahun 2009 akan meningkat menjadi 35,78 % dan tahun 2010 akan mencapai 45 %. 2) Pada tahun 2007 APK PAUD (nonformal 2 – 4 tahun) mencapai hingga 12,46 %, tahun 2008 diharapkan akan mencapai 22,46 %, tahun 2009 akan meningkat menjadi 32,64 % dan tahun 2010 akan mencapai 35 %. b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: 1) menyediakan sarana dan prasarana serta alat pendidikan TK 2) peningkatan
kualitas guru TK/RA, pengembangan menu generik dan
bahan ajar serta model pembelajaran PAUD 3) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi 4) Penyelenggaraan pengawasan penjaminan mutu secara terprogram oleh Dinas pendidikan. Target Pencapaian: 1) Meningkatnya kualitas PAUD dan guru TK/RA hingga tahun 2010. 2) Pada tahun 2010, 30 % model pembelajaran sudah berbasis teknologi informasi. c. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik di bidang PAUD diarahkan pada partisipasi masyarakat dalam melakukan kontrol dan evaluasi kinerja PAUD dapat mengambil peran makin nyata dan efektif. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan advokasi, sosialisasi/pemasyarakatan dan
pembudayaan
pentingnya
PAUD
kepada
orangtua
dan
masyarakat.
Penyediaan data dan sistem informasi PAUD, serta peningkatan kerja sama stakeholder pendidikan, merupakan faktor pendukung untuk membangun kesamaan persepsi, pencitraan yang positif, dan kebersamaan tanggung jawab dalam pengelolaan PAUD yang akuntabel. Target Pencapaian: Tersosialisasi pentingnya PAUD kepada orangtua dan masyarakat. 2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau melalui jalur formal yang mencakup Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta SMP, MTs dan SMP terbuka, sehingga seluruh anak usia 7–15 tahun baik laki-laki maupun perempuan, dan anak-anak yang memerlukan
perhatian
khusus
dalam
memperoleh
pendidikan,
dapat
memperoleh pendidikan setidak-tidaknya sampai sekolah menengah pertama atau sederajat. a. Pemerataan dan Perluasan Akses Pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun dilakukan dengan mengupayakan menarik semua penduduk usia 7 – 15 tahun untuk mengikuti dan menempuh pendidikan dasar 9 tahun. Berbagai kegiatan dilakukan guna meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun antara lain: 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Pengalokasian bantuan operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan dasar, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui
jalur
formal. 4) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SD SSN dan SMP SSNBI.
Target Pencapaian: 1) Pada tahun 2010 diharapkan APK SD mencapai 100 % dan APM SD dipertahankan pada tingkat 98% 2) Pada tahun 2007 APK SMP/MTs Paket B mencapai hingga 90,52%, tahun 2008 diharapkan akan mencapai 95,30 %, tahun 2009 akan meningkat menjadi 97,80 % dan tahun 2010 akan mencapai 98 %. 3) Hingga tahun 2010 jumlah unit sekolah/madrasah untuk wajib belajar (wajar) sudah mencukupi (100 %). 4) Pada tahun 2007 65 % sarana sekolah memenuhi SNP, tahun 2008 diharapkan meningkat menjadi 70 % dan meningkat lagi pada tahun 2009 dan 2010 menjadi 75 %. b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dicapai melalui kegiatan: 1) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
sarana
perpustakaan, buku teks, penerapan TV Based Learning I pada SMP/MTs yang memiliki akses listrik dan perintisan SD/MI/SMP/MTs bertaraf internasional) 2) pembentukan SD SSN 2 buah dan SMP SSNBI sebanyak 2 buah Target Pencapaian: 1) Pada tahun 2007 dan 2008, 25 % SD/MI memiliki perpustakaan, tahun 2009 dan 2010 minimal 30 % SD/MI memiliki perpustakaan. 2) Pada tahun 2007, 80 % SMP/MTs memiliki perpustakaan, tahun 2008 hingga tahun 2010 diharapkan meningkat menjadi 90 %. 3) Hingga tahun 2010, 100 % SMP/MTs yang memiliki akses listrik menerapkan TV Based Learning. 4) Tahun 2010 memiliki minimal 2 SD/MI/SMP/MTs rintisan bertaraf internasional. 5) Pada tahun 2007, 65 % mata pelajaran SMP/MTs sudah memiliki buku teks yang layak menurut BSNP, tahun 2008 diharapkan meningkat menjadi 70 %, tahun 2009 meningkat menjadi 75 % dan tahun 2010 sudah semua mata pelajaran memiliki buku teks yang layak menurut BSNP.
6) Rata-rata nilai UN tahun 2007 adalah 7,65
tahun 2008 diharapkan
meningkat menjadi 7,75 tahun 2009 meningkat menjadi 7,8 dan 70% peserta UN mencapai nilai rata-rata 6,00. c. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan daya saing terlihat melalui kegiatan meningkatkan kemampuan manajemen khususnya tentang manajemen berbasis sekolah dengan menyelenggarakan
pelatihan tentang penguatan
MBS. Target Pencapaian: 1) Dari tahun 2006 hingga 2010, 40 % SD/MI melaksanakan MBS dengan baik. 2) Dari tahun 2006 hingga 2010, 90 % SMP/MTs melaksanakan MBS dengan baik. 3. Program Pengembangan Pendidikan Menengah Program ini bertujuan untuk menigkatkan daya tampung pendidikan menengah dan mutu serta relevansi dan daya saing lulusan untuk meningkatkan citra sekolah di mata masyarakat. a. Pemerataan dan Perluasan Akses Pemerataan dan perluasan akses dicapai melui kegiatan : 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan menengah, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah melalui jalur formal. Target Pencapaian: a. Hingga tahun 2007 rehab gedung SMA/MA/SMK/SMLB mencapai 85 %, tahun 2008 diharapkan mencapai 90 % dan pada tahun 2009 sudah mencapai 100 %.
b. Mulai
tahun
2007
BOS
SMA/SMK/MA
mulai
diterapkan
tanpa
meninggalkan KBM. c. Pada tahun 2009 USB sekolah/madrasah menengah sudah mencukupi. b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Peningakatan mutu dan daya saing dilakukan melalui kegiatan : 1) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
perpustakaan, buku teks, penerapan TV Based Learning I
sarana pada
SMA/SMK/MA yang memiliki akses listrik dan perintisan SMA bertaraf internasional) 2) Pembentukan SMA berstandar Nasional sebanyak 2 buah 3) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SMA SSNBI. Target Pencapaian: 1) 100% SMA/SMK/MA memiliki perpustakaan. 2) Hingga tahun 2010, 100 % SMA/SMK/MA yang memiliki akses listrik menerapkan TV Based Learning. 3) Tahun 2009 memiliki minimal 1 SMA rintisan bertaraf internasional. 4) Pada tahun 2007, 65 % 30 mata pelajaran SMK sudah memiliki buku teks layak menurut BSNP, tahun 2008 diharapkan meningkat menjadi 70 %, tahun 2009 dan 2010 meningkat menjadi 75 %. c. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dilakukan melalui: 1) pengelolaan satuan pendidikan dengan baik sehingga citra lembaga pendidikan di mata masyarakat baik. 2) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS Target Pencapaian: 1) Komite Sekolah berfungsi dengan baik 2) SMA/SMK/MA melaksanakan MBS dengan baik.
4. Program Pengembangan Pendidikan Tinggi Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan sumberdaya bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi. a. Pemerataan dan Perluasan Akses Pemerataan dan perluasan akses dilakukan dengan kegiatan : 1) Suplementasi bantuan dana penelitian bagi perguruan tinggi 2) Menyediakan dana KKN 3) Suplementasi bantuan pendanaan pengembangan PT Target Pencapaian: 1) Menjaga keberlanjutan PT di daerah. 2) Aktivitas PT di daerah sebagai mitra pembangunan berjalan dengan baik. b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Peningkatan mutu dan daya saing lulusan perguruan tinggi adalah kemampuan untuk mencari pekerjaan sesuai dengan disiplin ilmu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya setelah lulus Perguruan Tinggi. Target Pencapaian: 1) Lulusan PT di daerah mampu untuk mencari pekerjaan sesuai dengan disiplin ilmu dengan waktu sesingkat-singkatnya. 2) Akreditasi Program Studi (Prodi) PT. c. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik Pencitraan perguruan tinggi akan menjadi baik apabila lembaga tersebut dikelola dengan baik dan akuntabel. Target Pencapaian: Pencitraan PT di daerah menjadi baik. 5. Program Pengembangan Pendidikan Non formal Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan pengembangan pendidikan nonformal yang bermutu dan terjangkau, melalui PNF kesetaraan sekolah dasar atau bentuk lain yang sederajat, dan pendidikan nonformal kesetaraan SMP, atau bentuk lain yang sederajat, sehingga seluruh anak usia 7–15 tahun baik laki-laki maupun perempuan, dan anak-anak yang
memerlukan
perhatian
khusus
dalam
memperoleh
pendidikan,
dapat
memperoleh pendidikan setidak-tidaknya sampai sekolah menengah pertama atau sederajat. a. Pemerataan dan Perluasan Akses 1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, PKBM dan yang sejenis. 2) Penyediaan berbagai alternatif pelayanan pendidikan menengah melalu jalur nonformal. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan nonformal. 4) Pengentasan buta aksara dan angka. Target Pencapaian: 3) Penyandang buta aksara usia lebih dari 15 tahun kurang 5 %. 4) Terlayani 25 % DO SD melalui Paket A. 5) Mulai tahun 2008, paket C diikuti oleh 20 % peserta didik. b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dilakukan melalui kegiatan : Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan termasuk
tenaga pendidik,
serta biaya pendidikan dan atau subsidi bagian satuan pendidikan nonformal untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan Target Pencapaian: 1) 20 % lembaga dan program pendidikan nonformal (PNF) telah terstandarisasi. 2) Kekurangan tenaga pendidik dan sarana lain terpenuhi. 3) Akreditasi PNF (50 %). c. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik Pencitraan pendidikan nonformal akan menjadi baik apabila lembaga tersebut dikelola dengan baik dan akuntabel. Target Pencapaian: Pencitraan pendidikan nonformal menjadi baik.
6. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sehingga memiliki komptensi tinggi sebagai tenaga pendidik dan kependidikan. a. Pemerataan dan Perluasan Akses Pemertaaan dan perluasan akses dicapai melali kegiatan : 1) Memfasilitasi guru untuk sertifikasi profesi guru 2) Pemenuhan guru untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan. Target Pencapaian: 1) 20 % guru, Kepsek, dan pengawas bersertifikat profesi. 2) Kekurangan/ketidakmerataan guru sudah teratasi. 3) 80 % kebutuhan guru untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan terpenuhi. b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dilakukan melalui kegiatan : 1) Mengembangkan SD unggulan SSN, SMP SSNBI dan SMA SSNBI 2) Meningkatkan kualitas layanan pendidik melalui diklat 3) Penyelenggaraan akreditasi sekolah Target Pencapaian: 1) Tahun 2010 memiliki minimal 2 SD/MI/SMP/MTs rintisan bertaraf internasional dan minimal 1 SMA SSNBI. 2) Memiliki minimal 1 SMK rintisan berbasis keunggulan lokal dan atau bertaraf internasional. 3) Akreditasi sekolah/madrasah (100 %). c. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik Penguatan pencitraan dan tata kelola dilakukan dengan kegiatan 1) Peningkatan kemampuan manajemen berbasis sekolah 2) Peningkatan kinerja komite sekolah Target Pencapaian: 1) Komite Sekolah berfungsi dengan baik
2) Sekolah/madrasah melaksanakan MBS dengan baik. 7. Program Pengembangan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan Program ini bertujuan untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan bidang pendidikan serta meningkatkan alokasi dana dari APBD Kabupaten Brebes sesuai dengan amanat UUD 1945 yaitu sebesar 20% dari APBD di luar belanja pegawai. Kegiatan tersebut dicapai dengan kegiatan antar lain: a. Pemberian
subsidi
pendidikan
bagi
sekolah
swasta
agar
mampu
menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas b. Penyusunan Perda tentang pendidikan c. Penyusunan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan d. Implementasi SPM dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan Target Pencapaian: a. Sekolah/madrasah swasta mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat. b. Perda tentang pendidikan tersusun. c. Tersusun
SPM
bidang
pendidikan
dan
dilaksanakannya
SPM
dalam
perencanaan dan penganggaran pendidikan. d. BOS wajar didasarkan pada standar nasional pendidikan. 8. Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Program ini bertujuan untuk memberikan pelayanan pendidikan yang sebaik-baiknya dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka mencapai pemerataan, akses pendidikan, mutu, relevansi dan daya saing pendidikan di Kabupaten Brebes. Program tersebut dicapai dengan kegiatan antar lain: a. Perbaikan ruang kelas, baik yang rusak ringan maupun berat b. Pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB) Target Pencapaian: a. Pada tahun 2009 USB sekolah/madrasah sudah mencukupi. b. Hingga tahun 2010, rehab gedung dan ruang kelas sudah mencapai 100 %.
9. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Program tersebut bertujuan untuk mengembangkan penelitian di bidang pendidikan. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembilan kebijakan di bidang pendidikan. Program tersebut dicapai melalui kegiatan antara lain: a. Menyelenggarakan
penelitian tentang peningkatan kesadaran masyarakat
terhadap pendidikan b. Menyelenggarakan pemetaan permasalahan pendidikan di Kabupaten Brebes. Target Pencapaian: a. Tingkat kesadaran masyarakat Kabupaten Brebes terhadap pendidikan tinggi. b. Permasalahan pendidikan di Kabupaten Brebes teridentifikasi. 10. Program Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup Program ini merupakan kegiatan strategis dalam peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang mencakup pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Tujuannya agar keluaran pendidikan memiliki keterampilan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang terus berkembang secara mandiri. Program ini dicapai melalui kegiatan: a. Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan bagi anak putus sekolah/DO b. Kursus kewirausahaan desa c. Pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan Target Pencapaian: a. Peserta pendidikan kecakapan hidup usia lebih dari 15 tahun mencapai 15 %. b. Ditetapkannya 10 jenis program PNF berorientasi Life Skills yang didukung pengembangannya.
11. Program Peningkatan Kegiatan Seni Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih terbuka kepada pelaku seni untuk bersama-sama pemerintah daerah meningkatkan kegiatan seni dikalangan anak didik dan masyarakat Brebes, dengan kegiatan: a. Peningkatan sarana prasarana berkesenian yang sehat bagi masyarakat b. Peningkatan upaya berkesenian dikalangan anak didik. Target Pencapaian: a. Kegiatan seni di Kabupaten Brebes meningkat. b. Jiwa seni di kalangan anak didik meningkat. C. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUNAN PEMBANGUNAN. 1. Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun 2006 a. Program Pengembangan PAUD PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Fasilitasi sarana dan prasarana PAUD 2) Pengalokasian dana pemerintah kabupaten untuk PAUD yang siswanya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan PAUD 4) menyediakan sarana dan prasarana serta alat pendidikan TK. 5) peningkatan
kualitas guru TK/RA, pengembangan menu generik dan
bahan ajar serta model pembelajaran PAUD 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi 7) Penyelenggaraan pengawasan penjaminan mutu secara terprogram oleh Dinas pendidikan. b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun Berbagai kegiatan dilakukan guna meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun antara lain: 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB).
2) Pengalokasian bantuan operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan dasar, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui
jalur
formal. 4) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 5) penyusunan dan pengembangan KTSP 6) pembentukan SD SSN 2 buah dan SMP SSNBI sebanyak 2 buah 7) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SD SSN dan SMP SSNBI. 8) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
sarana
perpustakaan, buku teks, penerapan TV Based Learning I pada SMP/MTs yang memiliki akses listrik dan perintisan SD/MI/SMP/MTs bvertaraf internasional) 9) meningkatkan kemampuan manajemen khususnya tentang manajemen berbasis sekolah. c. Program Pengembangan Pendidikan Menengah Program ini dicapai melalui kegiatan : 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan menengah, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah melalui jalur formal. 4) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
perpustakaan, buku teks, penerapan TV Based Learning I
sarana pada
SMA/SMK/MA yang memiliki akses listrik dan perintisan SMA bertaraf internasional) 5) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 6) penyusunan dan pengembangan KTSP 7) pembentukan SMA berstandar Nasional sebanyak 2 buah
8) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SMA SSNBI. d. Pengembangan Pendidikan Tinggi Program ini dilakukan dengan kegiatan : 1) Suplementasi bantuan dana penelitian bagi perguruan tinggi 2) Menyediakan dana KKN 3) Suplementasi bantuan pendanaan pengembangan PT e. Program Pengembangan Pendidikan Non formal Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, PKBM dan yang sejenis 2) Penyediaan berbagai alternatif pelayanan pendidikan menengah melalu jalur nonformal 3) Memberdayakan dan menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan nonforaml 4) Pengentasan buta aksara dan angka f.
Program Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup Program ini dilakukan melalui kegiatan: d. Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan bagi anak putus sekolah/DO e. Kursus kewirausahaan desa f.
Pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
g. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dicapai melalui kegiatan : 1) Mengembangkan SD unggulan SSN 2) Mengembangkan SMP SSNBI 3) Mengembangkan SMA SSNBI 4) Memfasilitasi guru untuk sertifikasi profesi guru 5) Meningkatkan kualitas layanan pendidik melalui diklat 6) Penyelenggaraan akreditasi sekolah
7) Peningkatan kemampuan manajemen berbasis sekolah 8) Peningkatan kinerja komite sekolah 9) Memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan diri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 10) Memberikan
pendidikan
dan
latihan,
penataran
dalam
rangka
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dan penyelenggara pendidikan. 11) Upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan. h. Program Pengembangan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas 2) Penyusunan Perda tentang pendidikan 3) Penyusunan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan 4) Implementasi SPM dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan 5) Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan keluarga yang kurang beruntung i.
Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Perbaikan ruang kelas, baik yang rusak ringan maupun berat 2) Pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB) 3) Pengadaan playgroup dan taman kanak-kanak di setiap desa yang belum ada playgroup dan taman kanak-kanak
j.
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Program ini dicapai melalui kegiatan antara lain: 1) Menyelenggarakan
penelitian
tentang
peningkatan
kesadaran
masyarakat terhadap pendidikan 2) Menyelenggarakan pemetaan permasalah pendidikan di Kabupaten Brebes. k. Program Peningkatan Kegiatan Seni Program ini dapat dicapai melalui kegiatan :
1) Peningkatan sarana prasarana berkesenian yang sehat bagi masyarakat 2) Peningkatan upaya bersenian dikalangan anak didik. l.
Program Peningkatan Kualitas Lulusan Sekolah/Madrasah, dengan kegiatan: penyusunan kurikulum berbasis kompetensi sesuai kebutuhan dan potensi daerah.
m. Program Pemerataan Pendidikan Bagi Masyarakat, dengan kegiatan pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas. n. Program Revitalisasi Kepemudaan dan Olah Raga, dengan kegiatan: 1) Penyuluhan, sarasehan, seminar dan simposium mengenai kepemudaan dan olah raga. 2) Penggalangan dana melalui berbagai kegiatan olah raga dan pemuda. 3) Peningkatan pembinaan dan perbaikan sarana/prasarana kegiatan pemuda dan olah raga. 4) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan serta peningkatan peranan organisasi kepemudaan. 2. Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun 2007 a. Program Pengembangan PAUD PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Fasilitasi sarana dan prasarana PAUD 2) Pengalokasian dana pemerintah kabupaten untuk PAUD yang siswanya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan PAUD 4) Menyediakan sarana dan prasarana serta alat pendidikan TK, 5) Peningkatan
kualitas guru TK/RA, pengembangan menu generik dan
bahan ajar serta model pembelajaran PAUD 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi 7) Penyelenggaraan pengawasan penjaminan mutu secara terprogram oleh Dinas pendidikan. b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun
Berbagai kegiatan dilakukan guna meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun antara lain: 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Pengalokasian bantuan operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan dasar, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui
jalur
formal. 4) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 5) Pembentukan SD SSN 2 buah dan SMP SSNBI sebanyak 2 buah 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SD SSN dan SMP SSNBI. 7) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
sarana
perpustakaan, buku teks, penerapan TV Based Learning I pada SMP/MTs yang memiliki akses listrik dan perintisan SD/MI/SMP/MTs bvertaraf internasional) 8) meningkatkan kemampuan manajemen khususnya tentang manajemen berbasis sekolah. c. Program Pengembangan Pendidikan Menengah Program ini dicapai melalui kegiatan : 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan menengah, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah melalui jalur formal. 4) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
perpustakaan, buku teks, penerapan TV Based Learning I
sarana pada
SMA/SMK/MA yang memiliki akses listrik dan perintisan SMA/SMK/MA bvertaraf internasional)
5) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 6) Pembentukan SMA berstandar Nasional sebanyak 2 buah 7) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SMA SSNBI. d. Program Pengembangan Pendidikan Tinggi Program ini dilakukan dengan kegiatan : 1) Suplementasi bantuan dana penelitian bagi perguruan tinggi 2) Menyediakan dana KKN 3) Suplementasi bantuan pendanaan pengembangan PT e. Program Pengembangan Pendidikan Non formal Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, PKBM dan yang sejenis 2) Penyediaan berbagai alternatif pelayanan pendidikan menengah melalu jalur nonformal 3) Memberdayakan dan menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan nonforaml 4) Pengentasan buta aksara dan angka f.
Program Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan bagi anak putus sekolah/DO 2) Kursus kewirausahaan desa 3) Pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
g. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dicapai melalui kegiatan : 1) Mengembangkan SD unggulan SSN 2) Mengembangkan SMP SSNBI 3) Mengembangkan SMA SSNBI 4) Memfasilitasi guru untuk sertifikasi profesi guru
5) Meningkatkan kualitas layanan pendidik melalui diklat 6) Penyelenggaraan akreditasi sekolah 7) Peningkatan kemampuan manajemen berbasis sekolah 8) Peningkatan kinerja komite sekolah 9) Memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan diri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 10) Memberikan
pendidikan
dan
latihan,
penataran
dalam
rangka
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dan penyelenggara pendidikan. 11) Upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan. h. Program Pengembangan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas 2) Penyusunan Perda tentang pendidikan 3) Penyusunan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan 4) Implementasi SPM dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan 5) Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan keluarga yang kurang beruntung. i.
Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Perbaikan ruang kelas, baik yang rusak ringan maupun berat 2) Pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB) 3) Pengadaan playgroup dan taman kanak-kanak di setiap desa yang belum ada playgroup dan taman kanak-kanak.
j.
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Program ini dicapai melalui kegiatan antara lain: 1) Menyelenggarakan
penelitian
tentang
peningkatan
kesadaran
masyarakat terhadap pendidikan 2) Menyelenggarakan pemetaan permasalah pendidikan di Kabupaten Brebes.
k. Program Peningkatan Kegiatan Seni Program ini dapat dicapai melalui kegiatan : 1) Peningkatan sarana prasarana berkesenian yang sehat bagi masyarakat 2) Peningkatan upaya berkesenian dikalangan anak didik. l.
Program Peningkatan Kualitas Lulusan Sekolah/Madrasah, dengan kegiatan: penyusunan kurikulum berbasis kompetensi sesuai kebutuhan dan potensi daerah.
m. Program Pemerataan Pendidikan Bagi Masyarakat, dengan kegiatan pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas. n. Program Revitalisasi Kepemudaan dan Olah Raga, dengan kegiatan: 1) Penyuluhan, sarasehan, seminar dan simposium mengenai kepemudaan dan olah raga. 2) Penggalangan dana melalui berbagai kegiatan olah raga dan pemuda. 3) Peningkatan pembinaan dan perbaikan sarana/prasarana kegiatan pemuda dan olah raga. 4) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan serta peningkatan peranan organisasi kepemudaan. 3. Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun 2008 a. Program Pengembangan PAUD PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Fasilitasi sarana dan prasarana PAUD 2) Pengalokasian dana pemerintah kabupaten untuk PAUD yang siswanya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan PAUD 4) menyediakan sarana dan prasarana serta alat pendidikan TK, 5) peningkatan
kualitas guru TK/RA, pengembangan menu generik dan
bahan ajar serta model pembelajaran PAUD 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi 7) Penyelenggaraan pengawasan penjaminan mutu secara terprogram oleh Dinas pendidikan.
b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun Berbagai kegiatan dilakukan guna meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun antara lain: 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Pengalokasian bantuan operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan dasar, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui
jalur
formal. 4) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 5) Pembentukan SD SSN 2 buah dan SMP SSNBI sebanyak 2 buah 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SD SSN dan SMP SSNBI. 7) meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
sarana
perpustakaan, buku teks, dan perintisan SD/MI/SMP/MTs bertaraf internasional) 8) meningkatkan kemampuan manajemen khususnya tentang manajemen berbasis sekolah. c. Program Pengembangan Pendidikan Menengah Program ini dicapai melalui kegiatan : 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan menengah, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah melalui jalur formal. 4) meningkatkan mutu pelayanan pendidikan (peningkatan sarana buku teks, dan perintisan SMA/SMK/MA bertaraf internasional) 5) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 6) pembentukan SMA berstandar Nasional sebanyak 2 buah
7) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SMA SSNBI. d. Program Pengembangan Pendidikan Tinggi Program ini dilakukan dengan kegiatan : 1) Suplementasi bantuan dana penelitian bagi perguruan tinggi 2) Menyediakan dana KKN 3) Suplementasi bantuan pendanaan pengembangan PT e. Program Pengembangan Pendidikan Non formal Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, PKBM dan yang sejenis 2) Penyediaan berbagai alternatif pelayanan pendidikan menengah melalu jalur nonformal 3) Memberdayakan dan menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan nonforaml 4) Pengentasan buta aksara dan angka f.
Program Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan bagi anak putus sekolah/DO 2) Kursus kewirausahaan desa 3) Pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
g. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dicapai melalui kegiatan : 1) Mengembangkan SD unggulan SSN 2) Mengembangkan SMP SSNBI 3) Mengembangkan SMA SSNBI 4) Memfasilitasi guru untuk sertifikasi profesi guru 5) Meningkatkan kualitas layanan pendidik melalui diklat 6) Penyelenggaraan akreditasi sekolah
7) Peningkatan kemampuan manajemen berbasis sekolah 8) Peningkatan kinerja komite sekolah 9) Memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan diri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 10) Memberikan
pendidikan
dan
latihan,
penataran
dalam
rangka
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dan penyelenggara pendidikan. 11) Upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan. h. Program Pengembangan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas 2) Penyusunan Perda tentang pendidikan 3) Penyusunan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan 4) Implementasi SPM dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan 5) Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan keluarga yang kurang beruntung i.
Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Perbaikan ruang kelas, baik yang rusak ringan maupun berat 2) Pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB) 3) Pengadaan playgroup dan taman kanak-kanak di setiap desa yang belum ada playgroup dan taman kanak-kanak
j.
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Program ini dicapai melalui kegiatan antara lain: 1) Menyelenggarakan
penelitian
tentang
peningkatan
kesadaran
masyarakat terhadap pendidikan 2) Menyelenggarakan pemetaan permasalah pendidikan di Kabupaten Brebes. k. Program Peningkatan Kegiatan Seni Program ini dapat dicapai melalui kegiatan :
1) Peningkatan sarana prasarana berkesenian yang sehat bagi masyarakat 2) Peningkatan upaya berkesenian di kalangan anak didik. l.
Program Peningkatan Kualitas Lulusan Sekolah/Madrasah, dengan kegiatan: penyusunan kurikulum berbasis kompetensi sesuai kebutuhan dan potensi daerah.
m. Program pemberian
Pemerataan subsidi
Pendidikan pendidikan
Bagi bagi
Masyarakat, sekolah
dengan
swasta
agar
kegiatan mampu
menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas. n. Program Revitalisasi Kepemudaan dan Olah Raga, dengan kegiatan: 1) Penyuluhan, sarasehan, seminar dan simposium mengenai kepemudaan dan olah raga. 2) Penggalangan dana melalui berbagai kegiatan olah raga dan pemuda. 3) Peningkatan pembinaan dan perbaikan sarana/prasarana kegiatan pemuda dan olah raga. 4) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan serta peningkatan peranan organisasi kepemudaan. 4. Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun 2009 a. Program Pengembangan PAUD PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Fasilitasi sarana dan prasarana PAUD 2) Pengalokasian dana pemerintah kabupaten untuk PAUD yang siswanya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan PAUD 4) Menyediakan sarana dan prasarana serta alat pendidikan TK, 5) Peningkatan
kualitas guru TK/RA, pengembangan menu generik dan
bahan ajar serta model pembelajaran PAUD 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi 7) Penyelenggaraan pengawasan penjaminan mutu secara terprogram oleh Dinas pendidikan. b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun
Berbagai kegiatan dilakukan guna meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun antara lain: 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Pengalokasian bantuan operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan dasar, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui
jalur
formal. 4) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 5) Pembentukan SD SSN 2 buah dan SMP SSNBI sebanyak 2 buah 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SD SSN dan SMP SSNBI. 7) Meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan
(peningkatan
sarana
perpustakaan, buku teks, dan perintisan SD/MI/SMP/MTs bertaraf internasional) 8) Meningkatkan kemampuan manajemen khususnya tentang manajemen berbasis sekolah. c. Program Pengembangan Pendidikan Menengah Program ini dicapai melalui kegiatan : 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). 2) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan menengah, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah melalui jalur formal. 4) meningkatkan mutu pelayanan pendidikan (peningkatan sarana buku teks, dan perintisan SMA/SMK/MA bertaraf internasional) 5) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 6) Pembentukan SMA berstandar Nasional sebanyak 2 buah
7) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SMA SSNBI. d. Program Pengembangan Pendidikan Tinggi Program ini dilakukan dengan kegiatan : 1) Suplementasi bantuan dana penelitian bagi perguruan tinggi 2) Menyediakan dana KKN 3) Suplementasi bantuan pendanaan pengembangan PT e. Program Pengembangan Pendidikan Non formal Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, PKBM dan yang sejenis 2) Penyediaan berbagai alternatif pelayanan pendidikan menengah melalu jalur nonformal 3) Memberdayakan dan menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan nonforaml 4) Pengentasan buta aksara dan angka f.
Program Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan bagi anak putus sekolah/DO 2) Kursus kewirausahaan desa 3) Pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
g. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dicapai melalui kegiatan : 1) Mengembangkan SD unggulan SSN 2) Mengembangkan SMP SSNBI 3) Mengembangkan SMA SSNBI 4) Memfasilitasi guru untuk sertifikasi profesi guru 5) Meningkatkan kualitas layanan pendidik melalui diklat 6) Penyelenggaraan akreditasi sekolah
7) Peningkatan kemampuan manajemen berbasis sekolah 8) Peningkatan kinerja komite sekolah 9) Memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan diri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 10) Memberikan
pendidikan
dan
latihan,
penataran
dalam
rangka
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dan penyelenggara pendidikan. 11) Upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan. h. Program Pengembangan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas 2) Penyusunan Perda tentang pendidikan 3) Penyusunan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan 4) Implementasi SPM dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan 5) Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan keluarga yang kurang beruntung i.
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Program ini dicapai melalui kegiatan antara lain: 1) Menyelenggarakan
penelitian
tentang
peningkatan
kesadaran
masyarakat terhadap pendidikan 2) Menyelenggarakan pemetaan permasalah pendidikan di Kabupaten Brebes. j.
Program Peningkatan Kegiatan Seni Program ini dapat dicapai melalui kegiatan : 1) Peningkatan sarana prasarana berkesenian yang sehat bagi masyarakat 2) Peningkatan upaya berkesenian dikalangan anak didik
k. Program Peningkatan Kualitas Lulusan Sekolah/Madrasah, dengan kegiatan: penyusunan kurikulum berbasis kompetensi sesuai kebutuhan dan potensi daerah.
l.
Program Pemerataan Pendidikan Bagi Masyarakat, dengan kegiatan pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas.
m. Program Revitalisasi Kepemudaan dan Olah Raga, dengan kegiatan: 1) Penyuluhan, sarasehan, seminar dan simposium mengenai kepemudaan dan olah raga. 2) Penggalangan dana melalui berbagai kegiatan olah raga dan pemuda. 3) Peningkatan pembinaan dan perbaikan sarana/prasarana kegiatan pemuda dan olah raga. 4) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan serta peningkatan peranan organisasi kepemudaan. 5. Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun 2010 a. Program Pengembangan PAUD PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Fasilitasi sarana dan prasarana PAUD 2) Pengalokasian dana pemerintah kabupaten untuk PAUD yang siswanya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. 3) Memberdayakan dan menumbuhkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan PAUD 4) menyediakan sarana dan prasarana serta alat pendidikan TK, 5) peningkatan
kualitas guru TK/RA, pengembangan menu generik dan
bahan ajar serta model pembelajaran PAUD 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi 7) Penyelenggaraan pengawasan penjaminan mutu secara terprogram oleh Dinas pendidikan. b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun Berbagai kegiatan dilakukan guna meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar 9 tahun antara lain: 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB).
2) Pengalokasian bantuan operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan dasar, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui
jalur
formal. 4) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 5) pembentukan SD SSN 2 buah dan SMP SSNBI sebanyak 2 buah 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SD SSN dan SMP SSNBI. 7) meningkatkan mutu pelayanan pendidikan 8) meningkatkan kemampuan manajemen khususnya tentang manajemen berbasis sekolah. c. Program Pengembangan Pendidikan Menengah Program ini dicapai melalui kegiatan : 1) Perbaikan dan Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. 2) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan atau subsidi bagi satuan pendidikan menengah, termasuk beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu. 3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah melalui jalur formal. 4) Menyelenggarakan pelatihan tentang penguatan MBS 5) Pembentukan SMA berstandar Nasional sebanyak 2 buah 6) Pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi pada SMA SSNBI. d. Program Pengembangan Pendidikan Tinggi Program ini dilakukan dengan kegiatan : 1) Suplementasi bantuan dana penelitian bagi perguruan tinggi 2) Menyediakan dana KKN 3) Suplementasi bantuan pendanaan pengembangan PT e. Program Pengembangan Pendidikan Non formal Program ini dilakukan melalui kegiatan:
1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, PKBM dan yang sejenis 2) Penyediaan berbagai alternatif pelayanan pendidikan menengah melalu jalur nonformal 3) Memberdayakan dan menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan nonforaml 4) Pengentasan buta aksara dan angka f.
Program Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup Program ini dilakukan melalui kegiatan: 1) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan bagi anak putus sekolah/DO 2) Kursus kewirausahaan desa 3) Pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dalam berbagai satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
g. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dicapai melalui kegiatan : 1) Mengembangkan SD unggulan SSN 2) Mengembangkan SMP SSNBI 3) Mengembangkan SMA SSNBI 4) Memfasilitasi guru untuk sertifikasi profesi guru 5) Meningkatkan kualitas layanan pendidik melalui diklat 6) Penyelenggaraan akreditasi sekolah 7) Peningkatan kemampuan manajemen berbasis sekolah 8) Peningkatan kinerja komite sekolah 9) Memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan diri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 10) Memberikan
pendidikan
dan
latihan,
penataran
dalam
rangka
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dan penyelenggara pendidikan. 11) Upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan.
h. Program Pengembangan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan Program ini dicapai dengan kegiatan antar lain: 1) Pemberian subsidi pendidikan bagi sekolah swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas 2) Penyusunan Perda tentang pendidikan 3) Penyusunan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan 4) Implementasi SPM dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan 5) Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan keluarga yang kurang beruntung i.
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Program ini dicapai melalui kegiatan antara lain: 1) Menyelenggarakan
penelitian
tentang
peningkatan
kesadaran
masyarakat terhadap pendidikan 2) Menyelenggarakan pemetaan permasalah pendidikan di Kabupaten Brebes. j.
Program Peningkatan Kegiatan Seni Program ini dapat dicapai melalui kegiatan : 1) Peningkatan sarana prasarana berkesenian yang sehat bagi masyarakat 2) Peningkatan upaya bersenian dikalangan anak didik.
k. Program Peningkatan Kualitas Lulusan Sekolah/Madrasah, dengan kegiatan: penyusunan kurikulum berbasis kompetensi sesuai kebutuhan dan potensi daerah. l.
Program pemberian
Pemerataan subsidi
Pendidikan pendidikan
Bagi bagi
Masyarakat, sekolah
dengan
swasta
agar
kegiatan mampu
menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas bagi masyarakat luas. m. Program Revitalisasi Kepemudaan dan Olah Raga, dengan kegiatan: 1) Penyuluhan, sarasehan, seminar dan simposium mengenai kepemudaan dan olah raga. 2) Penggalangan dana melalui berbagai kegiatan olah raga dan pemuda. 3) Peningkatan pembinaan dan perbaikan sarana/prasarana kegiatan pemuda dan olah raga.
4) Pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan serta peningkatan peranan organisasi kepemudaan.
BAB VII PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA
Untuk pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan dalam rencana strategis (rencstra) daerah, Renstra Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merupakan salah satu dokumen perencanaan yang mempunyai sifat strategis dalam rangka mengarahkan kebijakan, program, dan kegiatan. Rencana strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merupakan sebagian bahan dasar bagi Kepala Daerah dalam menyusun Laporan Pertanggungjawaban dimana hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Kepala Daerah kepada DPRD bersifat laporan pelaksanaan tugas (progress report), sehingga merupakan wahana untuk penilaian dan perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam perarturan pemerintah tersebut dengan jelas ditegaskan bahwa pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Kepala Daerah kepada DPRD merupakan wahana untuk penilaian dan perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan pelaksanaan program pembangunan bidang Pendidikan dan Kebudayaan sebagai bagian dari Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD yang merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap jalannya pemerintahan agar dicapai peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pendidikan dan kebudayaan. Disusunnya Renstra atau Dokumen Perencanaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes merupakan bentuk kerangka kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya. Langkah selanjutnya yang diperlukan setelah penyusunan renstra adalah penetapan penilaian kinerja sebagai piranti yang akan digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penyelenggaraan pembangunan yang dilaksanakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes.
A. KERANGKA PENGUKURAN KINERJA Suatu kerangka pengukuran kinerja atas obyek penilaian yang selanjutnya akan menjadi standar dalam pengukuran dan evaluasi kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, perlu ditetapkan mengingat kompleksitas aspek yang harus dinilai
dalam penilaian kinerja Dinas. Yang akan manjadi obyek pengukuran kinerja adalah prestasi kerja dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan tugas pokok, peran dan fungsinya menurut ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan prestasi kerja dalam hal ini adalah hasil kerja yang dicapai oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Pengukuran kinerja atas prestasi kerja diarahkan pada pelaksanaan kegiatan pembangunan yang didasari pada nomenklatur sektor kegiatan pembangunan. Pengukuran kinerja atas dasar prestasi kerja ini dilakukan dengan cara memperbandingkan antara komponen/indikator rencana dengan realita atau hasil yang dicapai. Pengukuran yang digunakan adalah dengan menggunakan indikator: 1. Input (Masukan) Menjelaskan segala kegiatan dan faktor produksi (inputs) yang akan digunakan. 2. Output (Keluaran) Informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan produk (output) dari kegiatan yang dilakukan. 3. Outcome (Hasil) Informasi mengenai hubungan output kegiatan dengan tujuan yang lebih tinggi (Purpose) yang dapat menunjukkan fungsi atau efek langsung dari dibuatnya output, pada lokasi atau kelompok sasaran kegiatan. Faktor kelangsungan fungsi kegiatan biasanya merupakan hasil yang diharapkan dari kegiatan atau outputnya. 4. Benefit (Manfaat) Bila output yang dihasilkan dapat berfungsi atau mempunyai pengaruh pada lokasi atau kelompok (beneficiaries). Disini dijelaskan kegiatan yang dilakukan apakah membawa peningkatan atau perubahan pada sasaran. 5. Impact (Dampak) Merupakan sasaran tujuan yang lebih luas dan tinggi (overall objectives). Dampak terdiri atas positif dan negatif.
B. ANALISIS PENCAPAIAN AKUNTABILITAS KINERJA Dalam uraian mengenai Kerangka Pengukuran Kinerja seperti tersebut di atas telah disebutkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan pengukuran terhadap prestasi kerja. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk menganalisisnya digunakan suatu cara untuk dapat mengetahui pencapaian kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan secara kuantitatif. Analisis kuantitatif ini digunakan untuk mengukur prestasi kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan cara analisis ini, maka pencapaian kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan diharapkan akan dapat diketahui tinggi rendahnya tingkat keberhasilannya. Pengukuran prestasi kerja dilakukan dengan pemberian bobot terhadap 5 (lima) indikator, yakni masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak setiap kegiatan serta pada sektor kegiatan pembangunan. Adapun langkah-langkah pekerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data baik data rencana maupun data pelaksanaan atau realisasi. 2. Malakukan pembobotan 3. Pembobotan dilakukan mulai dari indikator sampai dengan sektor. Bobot untuk indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak masing-masing sebesar 20%. 4. Pengukuran kinerja dimulai dari setiap proyek. 5. Kemudian dapat dihitung kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu dengan cara menjumlahkan kinerja setiap proyek. 6. Melakukan penetapan kinerja dengan menggunakan Teknik Ordinal. 7. Penarikan Kesimpulan.
C. EVALUASI KINERJA Evaluasi kinerja merupakan hasil analisis kinerja yang dilakukan sebelumnya, yakni evaluasi atas prestasi kerja yang dihasilkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Selain hal tersebut mengingat kompleksitas tugas, fungsi dan peran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maka perlu ditambah dengan faktor lain selain prestasi
kerja yang dapat dijadikan pertimbangan guna melengkapi evaluasi kinerja sebagaimana hal tersebut diatas. Adapun faktor lain sebagaimana dimaksud adalah leadership Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yakni kemampuan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam memimpin, menggerakkan dan memanfaatkan segala potensi yang ada dalam rangka pelaksanaan tugas untuk pencapaian tujuan normatif di lembaga yang dipimpinnya. Dengan demikian dalam hal ini selain prestasi kerja, dilakukan pula evaluasi terhadap leadership Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan didalam melaksanakan tugas, fungsi dan perannya sebagai pimpinan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk itu di bawah ini disampaikan uraian mengenai evaluasi prestasi kerja dan leadership. 1. Evaluasi Prestasi Kerja Evaluasi atas prestasi kerja, dilakukan secara bertahap dimulai dari evaluasi kinerja proyek, yakni dilakukan dengan menampilkan rencana dan realisasi proyek dalam indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak dalam bentuk matriks. Dengan tampilan tersebut akan diketahui capaian (dalam %), kemudian dikalikan bobot (dalam %) dan dari hasil perkalian tersebut akan diketahui capaian dari masing-masing kegiatan/proyek yang telah dilaksanakan. Selanjutnya dari nilai yang diperoleh atas perkalian capaian dengan bobot maka selanjutnya akan diketahui kriteria keberhasilannya. Setelah dilaksanakan pengukuran atas masing-masing kegiatan atau proyek, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran kinerja sektor yang merupakan akumulasi dari sejumlah kegiatan/proyek.. Dengan demikian bobot proyek adalah nilai rata-rata (mean) dari 100% dibagi jumlah kegiatan/proyek. Dari hasil perkalian antara nilai capaian proyek dengan bobot proyek akan diketahui nilai capaian akhir sektor. Berdasarkan nilai capaian akhir kinerja yang diperoleh dari hitungan sebagaimana rumusan di atas, maka selanjutnya akan dapat diketahui kriteria tingkat keberhasilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan kriteria
yang ada. Adapun mengenai nilai dan kriteria yang digunakan dalam penetapan hasil kinerja adalah mendasari pada kesepakatan dengan menggunakan teknik ordinal sebagai tercantum dalam daftar sebagai berikut :
Kriteria
Nilai
Sangat berhasil
80,01 – 100,00
Berhasil
60,01 – 80,00
Cukup berhasil
40,01 – 60,00
Kurang berhasil
20,01 – 40,00
Tidak berhasil
0 – 20,00
Penetapan hasil kinerja dengan nilai dan kriteria seperti tercantum dalam daftar/matriks diatas dijadikan acuan dalam penetapan capaian nilai hasil analisis atas prestasi kerja serta kesimpulan akhir hasil evaluasi kinerja. Melalui proses transparan serta dengan menggunakan cara, metode dan teknik sebagaimana telah disampaikan, maka diperoleh hasil penilaian yang obyektif dan akuntabel. 2. Evaluasi Leadership Sekalipun leadership bukan merupakan hal yang dipersyaratkan pada pengukuran kinerja dengan tolok ukur RENSTRA tapi perlu untuk dilakukan evaluasi tersendiri karena hal itu selain mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap berbagai pelaksanaan tugas, fungsi dan peran yang dilaksanakan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan berkaitan pula dengan keberhasilan serta pencapaian visi daerah. Evaluasi leadership Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan terhadap pelaksanaan tugas, fungsi dan perannya dalam memimpin lembaga. Evaluasi dalam hal ini dilakukan dengan pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan yang mencakup aspek manajerial dan moralitas yang meliputi unsur seperti kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepribadian Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Adapun penjabaran mengenai kesetiaan, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepribadian Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang dipertimbangkan dan dapat dijadikan acuan dalam evaluasi
leadership ini adalah sebagai berikut : a. Kesetiaan Penjabaran dari unsur ini antara lain adalah bahwa dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus selalu menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah dan Daerah serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara dan Daerah dari pada kepentingan diri sendiri, seseorang atau golongan. b. Tanggungjawab Penjabaran dari unsur ini antara lain adalah bahwa Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mampu menyelesaikan tugas-tugasnya, mengutamakan kepentingan Negara dan Daerah dari pada kepentingan diri sendiri, seseorang atau golongan, tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain, berani memikul resiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukan serta selalu menyimpan dan atau memelihara dengan sebaik-baiknya barang-barang milik Negara/Daerah yang dipercayakan kepadanya. c. Ketaatan Penjabaran dari unsur ini adalah seperti : selalu mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, aspiratif dan akomodatif. d. Kejujuran Penjabaran dari unsur ini antara lain adalah selalu melaksanakan tugas dengan ikhlas, tidak menyalahgunakan wewenang dan melaporkan hasil kerja sesuai dengan asas transparansi maupun akuntabilitas seperti membuat pertanggungjawaban sebagaimana ketentuan yang berlaku.
e. Kerjasama Penjabaran dari unsur ini antara lain adalah mampu menghargai pendapat orang lain, akomodatif dan bersedia mempertimbangkan serta menerima usul/saran/masukan yang baik dari orang lain/masyarakat. f. Prakarsa Penjabaran dari unsur ini antara lain adalah mampu mengambil keputusan atau melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas tetapi tidak bertentangan dengan kebijakan Pemerintah, tanggap dan bertindak proaktif dalam mengantisipasi setiap gejala atau peristiwa yang akan terjadi, serta mencari dan berusaha menciptakan tatakerja baru atau terobosan dalam mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. g. Kepribadian Penjabaran dari unsur ini antara lain tidak bertindak arogan, kebapakan serta mampu melaksanakan perannya sebagai pemimpin dengan baik.
Hasil evaluasi ini tidak dikuantitaskan dalam bentuk angka karena tidak diberikan pembobotan pada masing-masing unsur dalam evaluasi kinerja ini. Hasil yang diperoleh pada evaluasi ini bukan sekedar persepsi, melainkan gambaran obyektif yang sebenarnya atas pelaksanaan tugas, fungsi dan peran Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam kapasitasnya sebagai pemimpin Dinas di bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Mengingat tidak dirumuskannya cara, teknik, dan mekanisme tertentu dalam pelaksanaan evaluasi, melainkan dengan pengamatan, maka dalam kegiatan ini harus dihindari adanya subyektivitas serta kejujuran didalam melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
D. KESIMPULAN HASIL EVALUASI KINERJA Penarikan kesimpulan atas hasil evaluasi kinerja baik prestasi kerja maupun
leadership Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan hasil kerja yang obyektif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun konvensi yang telah disepakati. Dalam hal ini dilakukan penetapan kriteria berikut daftar nilainya. Kesimpulan atas hasil evaluasi kinerja dilaksanakan setelah dilakukan pengukuran kinerja atas prestasi kerja secara kualiitatif. Pada dasarnya kegiatan tersebut merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitatif pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah efisiensi, ekonomis, adil dan transparan. Adapun metode yang diterapkan dalam hal ini adalah kuantitatif dan kualiitatif sebagaimana disebutkan pada uraian di atas. Metode kuantitatif adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan perhitungan angka-angka untuk menilai kecenderungan apakah suatu kegiatan/program berhasil atau tidak berdasarkan indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan. Sedangkan metode kualitatif yang digunakan disini adalah hasil evaluasi atas leadership dengan memperhatikan aspek kualitatif serta prinsip sebagaimana telah diuraikan diatas. Dengan cara dan tahapan tersebut pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan dan hasil penilaian atas kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes dalam melaksanakan tugas, fungsi dan perannya sebagai perangkat Daerah dalam melaksanakan pembangunan.
BAB VIII PENUTUP
Rencana strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes ini merupakan kebijakan strategis selama lima tahun ke depan untuk memecahkan persoalan dasar dalam pembangunan di bidang Pendidikan Dan Kebudayaan. Rencana strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes ini merupakan pedoman penyusunan rencana pembangunan secara umum, bagi segenap jajaran aparatur Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Kabupaten Brebes, dalam rangka tugas-tugas pemerintahan umum dan tugas pembangunan di Kabupaten Brebes. Rencana strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes ini diharapkan dapat menciptakan iklim kondusif dan akomodatif dalam menampung gagasan dan pemikiran-pemikiran yang konstruktif. Kondisi semacam inilah yang akan mendukung pelaksanaan agenda-agenda reformasi yang telah dijabarkan dalam rencana strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes. Dengan demikian kondisi tersebut sangat diperlukan dalam melakukan pembangunan yang reformatif di bidang pendidikan dan kebudayaan. Oleh karena itu, pelaksanaan renstra ini perlu didukung oleh kondisi obyektif dan motivasi berbagai pihak untuk keluar dari berbagai permasalahan
yang
komplek
dengan
memperhatikan
dan
menyerap
aspirasi
masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan ini, disamping sangat tergantung dari peran masyarakat dan dunia usaha, beserta aparatur pemerintah, diperlukan pula sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan, kejujuran, kerja keras serta disiplin para penyelenggara pembangunan di bidang pendidikan dan kebudayaan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Faktor-faktor ini dapat dicerminkan pada kualitas dan
profesionalisme
dalam
pengelolaan
pembangunan
yang
mencakup
aspek
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, serta koordinasi yang mantap, yang didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan yang handal, sehingga hasilnyapun dapat menjadi optimal.
Hasil-hasil pembangunan diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Brebes sebagai wujud peningkatan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Brebes,
Desember
2007
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes,
Drs. H. T a r s u n, M. M. NIP. 130378908 Pembina Utama Muda