Vol. 2, No.1, Juni 2012
RESEARCH ARTICLES 1. IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy) Bustanussalam, Haryanto Susilo,Endang Nurhidayati 2. HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI KEPEL (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRA-GASTRIK SELAMA 14 HARI Eva Harlina, Siti Sa’diah, Huda S Darusman, Gita Alvernita 3. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN (Ageratum conyzoides L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus DAN I D E N T I F I K A S I S E N YAWA ORGANIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS) Tri Aminingsih, Husain Nashrianto, Aji Syaiful Rohman 4. KIJING TAIWAN (Anodontawoodiana) SEBAGAI SUMBER KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS Sata Yoshida Srie Rahayu 5. UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi OomKomala, BinaLohitaSari, Nina Sakinah 6. ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.) YANG LARUT DALAM AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI Bambang Mursitodan Rayung Sari
Vol. 2
No. 1
67-113
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012
ISSN : 2087-9164
Jurnal Ilmiah Farmasi
Susunan Redaksi Pelindung
: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAK
Pimpinan Redaksi
: Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK
Redaksi Pelaksana
: Dra. Bina Lohita Sari, MPd. Apt. : Mira Miranti, STP, M.Si. : Dr. S.Y. SrieRahayu, M.Si.
Dewan Redaksi
: Dr. Tri Panji : drh. Min Rachminiwati, PhD. : Dr. drh.Hera Maheshwari, M.Sc. : Siti Sa’diah, MSi. Apt.
Alamat Redaksi
: Program Studi Farmasi FMIPA, Universitas Pakuan : Jln. Pakuan PO Box 452 Bogor : Telp : (0251) 8349324 : Fax : (0251) 8375547 : Email :
[email protected]
i
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012
ISSN : 2087-9164
UCAPAN TERIMA KASIH Fitofarmaka Mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestariyang telah memberikan kontribusi atas terbitnya Jurnal Fitofarmaka Vol. 2 No 1 Juni 2012 Berikut ini adalah nama Mitra Bestari Vol. 2 No 1 Juni 2012: Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada) Prof. Maksum Radji, M.Biomed (Universitas Indonesia) Dr. A.A. Harmita, Apt. (Universitas Indonesia) Dr. Ajeng Diantini, M.Si., Apt. (Universitas Padjadjaran) Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si (Istitut Pertanian Bogor)
ii
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012
ISSN : 2087-9164
PENGANTAR REDAKSI Fitofarmaka adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi tulisan hasil penelitian bagi sivitasakademika farmasi Universitas Pakuan khususnya dan instansilain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu Farmasi. Fitofarmaka diterbitkan dua kali dalam setahunya itu pada bulan Juni dan Desember oleh Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Pakuan. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu pengetahuan.
Bogor,
Juni 2012
Redaksi
iii
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012
ISSN : 2087-9164
Jurnal Ilmiah Farmasi
DAFTAR ISI SusunanRedaksi …………………………………………..................................... Ucapan Terima Kasih……………………………………..................................... Pengantar Redaksi …………………………………………………………......... Daftar Isi ………………………………..……………………………….......…... 1
2
3
4
5.
6.
i ii iii iv
IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)……………… Bustanussalam, Haryanto Susilo,Endang Nurhidayati
67 - 76
HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI KEPEL (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRA-GASTRIK SELAMA 14 HARI ………………………………………………………. Eva Harlina, Siti Sa’diah,Huda S Darusman, Gita Alvernita
77 - 82
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN (Ageratum conyzoidesL.)TERHADAPEscherichia coli DAN Staphylococcus aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS) ........................................................................................ Tri Aminingsih, Husain Nashrianto, AjiSyaifulRohman
83 - 90
KIJING TAIWAN (Anodontawoodiana) SEBAGAI SUMBER KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS Sata Yoshida Srie Rahayu
91 -98
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi....................... OomKomala, BinaLohitaSari, Nina Sakinah
99-104
ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.) YANG LARUT DALAM AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI …………………. Bambang Mursitodan Rayung Sari
105-113
iv
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy) Bustanussalam1), Haryanto Susilo2 , Endang Nurhidayati2 Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) - Cibinong 2 Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan 1
ABSTRAK Massoi (Cryptocarpa massoy) merupakan jenis tumbuhan yang selama ini sudah digunakan oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat tradisional. Bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak. Pemanfaatan kulit kayu Massoi oleh masyarakat lokal selama ini masih dirasakan kurang optimal, oleh karena belum banyaknya penelitian terkait kandungan senyawa kimia dan khasiat pengunaan kulit kayu Massoi secara farmakologis. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi serta menguji aktivitasnya sebagai antibakteri, antioksidan dan mengetahui tingkat toksisitasnya.Kulit kayu Massoi diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan dipartisi dengan pelarut air - etil asetat (1:1). Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji fitokimia, aktivitas antibakteri, toksisitas dan antioksidan. Selanjutnya untuk mengidentifikasi adanya senyawa tertentu dilakukan pemisahan, pemurnian dan identifikasi secara kromatografi. Pengujian fitokimia ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diketahui mengandung senyawa tertentu golongan minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid dan kumarin. Hasil uji aktivitas diketahui bahwa ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi memiliki aktivitas positif sebagai senyawa sitotoksik dengan LC50 sebesar 12,12 ppm (sangat toksik) dan sebagai antioksidan dengan IC50 sebesar 44,02 ppm (aktif). Hasil pemisahan senyawanya yang dilakukan dengan kromatografi kolom didapat 7 fraksi yang dikelompokkan berdasarkan profil kromatogram KLT hasil kromatografi kolom yang meliputi bentuk noda, warna, dan waktu retensinya. Hasil analisis KCKT didapatkan fraksi dengan area terbesar terdapat pada fraksi 4 sebesar 95042975 pada waktu retensi 10,050 menit. Fraksi 4 dianalisis dengan menggunakan GC-MS untuk mengetahui komponen senyawa yang terdapat di dalamnya, hasil analisisnya didapatkan 13 senyawa terbesar yang mempunyai persen kemiripan antara 95-99 % dari data Library program GC-MS. Kata kunci: Cryptocarpa Massoy, toksisitas, antibakteri, antioksidan dan analisis kromatografi.
PENDAHULUAN Kecenderungan kembali ke alam atau lebih dikenal dengan istilah “back to nature”, memberikan arahan baru di Indonesia untuk mengembangkan potensi keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Tidak kurang dari 1260 jenis tumbuhan yang terdapat di hutan hujan tropika merupakan kekayaan Sumber Daya Alam yang dapat digunakan sebagai bahan obat, baik untuk obat tradisional maupun sebagai bahan baku obat modern (Zuhud, et al. 1994 dalam Zuhud dan Yuniarsih 1995). Menurut Jafarsidik (1987) dalam
Komaryati, et al. (1995), di Indonesia terdapat kurang lebih 85 jenis pohon hutan yang berguna sebagai bahan baku obat. Salah satu tumbuhan hutan di Indonesia yang berkhasiat obat adalah tumbuhan Massoi yang berasal dari famili Lauraceae. Massoi (Cryptocarpa massoy) merupakan jenis tumbuhan yang selama ini sudah digunakan oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat tradisional. Bagian
67
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak. Beberapa penelitian Etnobotani pada masyarak at lokal Papua memberikan informasi bahwa minyak kulit massoi digunakan sebagai bahan jamu, obat cacing dan obat untuk kejang perut (Komaryati, et al. 1995). Batang pohon Cryptocarpa massoy mengandung minyak yang mudah menguap sebanding dengan kayu manis. Di pulau Jawa, tumbuhan ini digunakan sebagai bahan rempah utama bagi berbagai obat tradisional dengan serangkaian manfaat, selain itu Massoi juga digunakan sebagai bahan campuran pewarna untuk pembuatan batik Jawa. Pemanfaatan kulit kayu Massoi oleh masyarakat lokal selama ini masih dirasakan kurang optimal, oleh karena belum banyaknya penelitian terkait kandungan senyawa kimia dan khasiat pengunaan kulit kayu Massoi secara farmakologis, sehingga penggunaanya sampai saat ini hanya berdasarkan pada data-data empiris dan belum dapat digunakan secara meluas oleh masyarakat pada umumnya. Untuk itu penelitian lebih lanjut mengenai tumbuhan ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi yang dapat dipergunakan untuk memaksimalkan penggunaannya dalam bidang kesehatan sebagai obat tradisional. Didasarkan pada permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi serta menguji aktivitasnya sebagai antibakteri, antioksidan dan mengetahui tingkat toksisitasnya. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan adalah serbuk simplisia kulit kayu massoi (Cryptocarpa massoy), metanol, etil asetat, aquades, kloroform, DPPH, serium sulfat, kloramfenikol, bakteri (Escherichia coliATCC 25922 dan Staphylococcus aureusATCC 25923), pereaksi (Meyer, 68
Dragendorf, Buchardad, Lieberman, dan FeCl3), telur Artemia salina L, dan garam laut. Alat-alat yang digunakan antara lain: mesin penyerbuk simplisia (Fort Waine, Indiana), rotavapor, neraca analitik, corong pisah, seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis (KLT), lampu UV 254 nm dan 365 nm, cawan petri, sonicator, hot plate, kolom kromatografi, autoklaf, Laminar Air Flow, pipet mikro, shaker, oven, TLC plate Alumunium silika gel GF254, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu Series), Spektrofotometer (Beckman DU-650), Gas ChromatograhyMass Spectro (Agilent 5975) serta alat-alat gelas dan alat-alat umum lainnya yang lazim digunakan di dalam laboratorium kimia. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan analisis pendahuluan terhadap sampel untuk mengetahui identitas dan gambaran umum sampel uji, yaitu berupa: determinasi tumbuhan (sampel), preparasi sampel (pembuatan serbuk simplisia dan ekstrak) dan uji fitokimia. Tahap kedua dilakukan analisis kimia lanjutan, yaitu uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram, uji aktivitas antioksidan dengan metode Penangkapan Radikal Bebas, serta uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Kemudian dilakukan pemisahan, pemurnian dan identifikasi senyawa dengan menggunakan analisis KLT, kromatografi kolom, KCKT dan GC-MS. Preparasi Sampel Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, yang diperoleh dari Lembah Baliem, Wamena, Irian Jaya.Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol.Maserat metanol yang didapat kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotavapor, hingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental dipartisi menggunakan pelarut etil asetat : air (1:1) sebanyak 600
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
ml yang dilakukan sebanyak tiga kali. Fase etil asetat yang sudah terpisah dari fase air diambil, kemudian dievaporasi mengggunakan rotavapor sampai didapat ekstrak hampir kental, kemudian dianginanginkan hingga pekat/kental. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, polifenol, uji steroid/terpenoid, saponin, kuinon, kumarin dan minyak atsiri. Uji Antibakteri Ekstrak etil asetat sebelum difraksinasi dengan kromatografi kolom, dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram. Bakteri uji yang digunakan adalah Escherichia coliATCC 25922 dan Staphilococcus aureus ATCC 25923.Sebagai kontrol positif digunakan kloramfenikol dan etil asetat sebagai kontrol negatif. Larutan uji dibuat dalam tiga konsentrasi yang berbeda yaitu 500, 1000, 1500 ppm. Kontrol positifdibuat dalam konsentrasi 500 ppm. Kertas cakram yang telah disterilkan dicelupkan ke dalam larutan kontrol positif dan ke dalam masing-masing larutan uji yang terdiri dari tiga konsentrasi (500, 100, 1500 ppm), diletakkan di atas media inokulum. Dilakukan pengamatan selama tiga hari dengan menghitung luas Diameter Daerah Hambat (mm). Uji Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dengan metode Panangkapan Radikal Bebas dengan pereaksi DPPH, dilakukan dengan menggunakan Vitamin C sebagai kontrol positif. Larutan blanko dibuat dari larutan DPPH 1 mMol dipipet 1 ml kedalam tabung reaksi yang telah ditera 5 ml, lalu ditambahkan metanol hingga 5 ml dan dihomogenkan.Laruatan uji dibuat dalam konsentrasi sampel masing-masing 5, 10, 25, 50, 100 ppm. Kontrol positif dibuat dalam konsentrasi masing-masing 3, 6, 9, 12 dan 15
ppm.Larutan blanko, larutan uji dan larutan kontrol positif segera diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC, kemudian serapan dibaca pada panjang gelombang 515 nm. Uji Toksisitas Larutan ekstrak dibuat dalam konsentrasi masing-masing 1000, 100, dan 10 ppm. Sebagai pembanding disiapkan larutan blanko yang sama namun tidak disertai penambahan ekstrak.Uji toksisitas BSLT dilakukan dengan cara memasukkan 10 ekor larva udang Artemia salina Leach. untuk tiap-tiap perlakuan ke dalam botol vial yang telah berisi air laut salinitas 12% dan larutan blanko. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah larva udang yang mati. Dari data yang diperoleh, dihitung nilai LC50 dengan menggunakan analisis probit dengan selang kepercayaan 95%. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan bertujuan untuk mengetahui pola kromatogram yang dihasilkan dari pemisahan senyawa yang terdapat pada sampel. Eluen yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa pelarut (heksan, etil asetat, kloroform, aseton, metanol dan air) dengan perbandingan tertentu, dan telah dijenuhkan terlebih dahulu. Kemudian lempeng diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm, di semprot menggunakan penampak bercak serium sulfat, dan dikeringkan diatas pemanas. Hasil yang didapat tersebut diamati, dan eluen yang menghasilkan pemisahan terbaik selanjutnya digunakan sebagai eluen pada kromatografi kolom dan HPLC. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan cairan eluasi pada KLT yang sesuai sebagai fasa gerak dan silika gel sebagai fasa diam. Sebanyak 4 g ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dimasukkan ke dalam kolom kaca yang telah berisi silika gel. Ditambahkan cairan eluasi secara gradient menggunakan n69
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
heksan : etilasetat (10:1 ~ 1:1) dilanjutkan kloroform : metanol (5:1 ~ 1:1) dan dibiarkan mengalir melalui kolom. Adanya senyawa dalam fraksi-fraksi tersebut dideteksi dengan KLT, fraksi yang mempunyai pola yang sama selanjutnya digabungkan menjadi satu sehingga diperoleh fraksi yang mempunyai sifat hampir sama. Setelah itu dilakukan analisis KLT kembali dengan eluen yang sesuai, kemudian noda pada KLT divisualisasi dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm, dan disemprot dengan penampak bercak serium sulfat. Fraksi-fraksi yang dihasilkan ini kemudian akan diuji aktivitas kembali (hasil yang positif) dan digunakan untuk analisis KCKT dan GC-MS. Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Alat KCKT yang digunakan adalah Shimadzu Liquid Chromatograph LC-6AD. Fase gerak yang digunakan adalah campuran palarut heksan-etil asetat (2:1) dan fase diam menggunakan Shperisorb S5W (untuk senyawa non polar). Kondisi alat diatur dengan flow rate 1 ml/menit, tekanan 121-141 kg/cm2 dan pada panjang gelombang 230 nm. Fraksi-fraksi yang didapat dari hasil pemisahan kromatografi kolom dilarutkan dengan metanol sampai larut, kemudian disaring dengan kertas saring Millipore 0,45 µm, masing-masing fraksi diinjeksikan 20 µl menggunakan syringe. Analisis Kromatografi GasSpektrometri Massa (GC-MS) Sampel fraksi 4 ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi di analisis dengan instrumen GC-MS Agilent 5975 untuk mengetahui senyawa organik yang terdapat di dalamnya. Sebelumya fraksi 4 yang telah difraksinasi pada kromatografi kolom, dimurnikan dengan menggunakan KLT Preparatif. KLT preparatif yang dilakukan menggunakan fase gerak heksan-etil asetat (2:1) dan fase diam silika yang dilapisi pada lempeng kaca. Hasil KLT dikerok dan dilarutkan dengan 70
kloroform. KLT preparatif dilakukan sebanyak dua kali pengulangan hingga didapatkan pola bercak tunggal, untuk kemudian siap dianalisis dengan GC-MS. HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Sampel Serbuk kulit kayu Massoi diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan terhadap komponen organik penyusunnya. Maserat yang diperoleh dari proses maserasi, dipartisi dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut etil asetat - air (1:1). Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dari hasil pemisahan yang didapat kemudian digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Tabel 1. Hasil Rendemen Partisi Keterangan Sampel kulit kayu Massoi
:
Bobot awal (gr) 200
Rendemen
didasarkan
pada
Fase
Berat (gr)
Rendem en (%)
Etilas etat
6,2931
3,1465
Air
8,2206
4,1103
perbandingan bobot awal serbuk simplisia dengan bobot akhir ekstrak etil astat.
Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi menunjukkan hasil positif pada senyawa golongan minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, terpenoid, dan kumarin.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak etil asetat kulit kayu massoi Uji Fitokimia Minyak Atsiri Flavonoid
Tanin
Steroid/ Terpenoid Kumarin Alkaloid
Hasil Keterangan +++ (+) berbau aromatik (-) tidak berbau aromatik ++ (+) terbentuk warna kuning/ merah/jingga (-) tidak terbentuk warna kuning merah/jingga + (+) terbentuk warna biru tua/ hijau kehitaman (-) tidak terbentuk warna biru tua/hijau kehitaman + (+) terbentuk warna merah (-) tidak terbentuk warna merah + (+) berfluoresensi hijau/biru (-) tidak berfluoresensi hijau/biru (+) terbentuk endapat merah bata /putih (-) tidak terbentuk endapat merah bata/putih
Saponin
-
Kuinon
-
(+) terbentuk busa (-) tidak terbentuk busa (+) terbentuk warne merah (-) tidak tyerbentuk warna merah
Uji Antibakteri Hasil pengukuran Diameter Daerah Hambat ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengamatan Diameter Daerah Hambat (DDH)
Konsentrasi
Populasi larva udang (ekor)
Letal (kematian) Ulangan 1
2
3
Ratarata
Blanko
10
-
-
-
0
10 ppm
10
2
4
2
2.67
100 ppm
10
10
10
10
10
1000 ppm
10
10
10
10
10
Pengujian antibakteri ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi menunjukkan hasil negatif, dimana dari ketiga konsentrasi larutan yang dibuat 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm menghasilkan DDH 0 mm, yang berarti larutan ekstrak kulit kayu Massoi tidak menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri. Kontrol positif menggunakan larutan kloramfenikol 500 ppm yang menghasilkan DDH 1600
mm, dan kontrol negatif menggunakan larutan etil menunjukkan DDH 0 cm.
dengan asetat
Uji Toksisitas Larva Udang (Brine Shrimp Lethality Test) Hasil uji toksisitas ekstrak etil asetat terhadap larva udang dapat diketahui dengan menghitung jumlah larva udang yang mati. Tabel 4. Hasil Uji Toksisitas ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi terhadap larva udang Keterangan
Konsentrasi Larutan (ppm)
Diameter Daerah Hambat (mm) E. coli 0 0 0 1600
S. aureus 0 0 0 1400
Kontrol Positif
500 1000 1500 500
Kontrol Negatif
500
0
0
1000
0
0
1500
0
0
Larutan Uji
Tabel di atas merupakan rekapitulasi nilai persen kematian larva udang dari masingmasing konsentrasi tiap sampel pada uji toksisitas, dari hasil ini kemudian dapat dihitung nilai LC50 menggunakan analisis probit. LC50 merupakan konsentrasi yang mematikan 50% dari populasi hewan uji. Dari percobaan ini, nilai LC50 ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi adalah 12,12 ppm. Nilai LC50 12,12 ppm menunjukkan tingkat toksisitas yang sangat toksik, senyawa dikatakan sangat toksik apabila nilai LC50 lebih kecil atau sama dengan 30 ppm. Menurut Meyer (1982), hasil toksisitas yang tinggi ditunjukkkan dengan nilai konsentrasi yang menyebabkan kematian 50% larva udang, semakin kecil nilai yang dimiliki ekstrak tanaman maka akan semakin toksik. Meyer (1982) juga memaparkan, senyawa kimia berpotensi bioaktif jika memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Oleh karena itu ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat dikatakan mempunyai potensi bioaktivitas.
71
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
Tabel 5. Hasil uji antioksidan ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
120 100 Persen n Ham batan
Antioksidan Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji aktivitas antioksidan dengan pereaksi DPPH dan vitamin C sebagai kontrol positif.
80 60
y = 8.6503x - 1.495 r = 0.9778
40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Konsentrasi Larutan
Ekstrak Etil asetat kulit kayu Larutan
Konsentrasi Hambatan IC50 Absorbansi (ppm) (%) (ppm)
Blanko
Larutan Uji
Kontrol Positif
0
2,3377
0
5
1,9973
14,56
10
1,8137
22,41
25
1,4472
38,09 58,06
50
0,9803
100
0,1706
92,70
3
1,9215
17,80
6
0,9770
58,21
9
0,4506
80,72
12
0,0746
96,80
44, 02
5,95
Massoi dibuat dalam deret konsentrasi yang berbeda dimaksudkan untuk menentukan IC50. Dari tabel diatas dapat diketahui nilai IC50 ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi adalah sebesar 44,02 ppm. Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat dikatakan aktif sebagai antioksidan karena nilai IC50 < 100 ppm. Menurut Dewi, et al. (2001), suatu senyawa sebagai antioksidan dikatakan aktif apabila IC50 < 100 ppm, lemah jika IC50 < 100-200 ppm dan tidak aktif bila IC50 > 200 ppm. Nilai penghambatannya dapat dilihat dengan menghubungkan persen hambatan dengan konsentrasi larutan, seperti yang tetera pada Gambar 7 dan 8.
Persen Hambatan
100 90 80 70 60
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dianalisis KLT dengan menggunakan beberapa pelarut, tujuannya untuk memperoleh profil kromatogram senyawa dengan beberapa perbandingan komposisi. Hasil kromatogram KLT ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat dilihat pada Gambar 9.
** ***
*
a
b
c
Gambar 9. Kromatogram KLT ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi Keterangan: Fase gerak (a): Heksan-Etil asetat (2:1) (b): Heksan-kloroform-etil asetat (2:1:1) (c): Heksan-kloroform-metanol (1:1:2) Fase diam: Silika Gel GF254 Penampak bercak: serium sulfat Pengamatan: * noda tampak dibawah sinar UV254 nm ** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm *** noda tampak dengan penampak bercak
y = 0.8028x + 14.657 r = 0.9943
50 40
Gambar 8. Kurva konsentrasi inhibisi 50 (IC50) Vitamin C
30 20 10 0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi Larutan
Gambar 7. Kurva konsentrasi inhibisi 50 (IC50) ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi 72
Gambar di atas merupakan profil komposisi eluen terbaik dalam analisis KLT yang dilakukan pada penelitian ini. Hasil analisis KLT ekstrak kulit kayu Massoi dapat dilihat pada Tabel 6.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
Tabel 6. Hasil analisis KLT ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
Tabel 7. Fraksi-fraksi hasil Kromatografi kolom ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
Keterangan Hasil Pelarut Jumlah Noda
Heksan-Etil asetat (2:1)
Heksankloroform-etil asetat (2:1:1)
HeksanKloroformmetanol (1:1:2)
6
6
3
Warna
Rf
coklat coklat coklat muda coklat muda coklat coklat putih kecoklatan kuning kecoklatan coklat muda putih kecoklatan putih kecolatan coklat muda coklat muda coklat coklat muda
0,3 0,46 0,66 0,7 0,78 0,88 0,14 0,38 0,56 0,62 0.67 0,76 0,69 0,82 0,93
Perbedaan nilai Rf dalam hal ini dapat dipengaruhi oleh komposisi senyawa dalam sampel. Dari hasil analisis ini diperoleh hasil eluen terbaik untuk elusi KLT ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi adalah campuran pelarut heksan - etil asetat dengan perbandingan 2:1. Pemilihan eluen tersebut berdasarkan nilai Rf, bentuk dan jumlah spot yang dihasilkan serta pola pemisahan senyawanya. Kromatografi Kolom Pemilihan pelarut sebelumnya telah dilakukan pada saat KLT dengan pelarut heksan-etil asetat (2:1), sehingga dengan metode gradien komposisi pelarut yang digunakan dimulai dari perbandingan 10:1 sampai dengan 1:1 (untuk pelarut yang sifatnya nonpolar) dan untuk pelarut yang lebih polar digunakan pelarut kloroformmetanol perbandingan 5:1 sampai dengan 1:1. Fraksi-fraksi hasil tampungan eluen yang dikumpulkan didapat sebanyak 203 vial dengan volume rata-rata 14 ml. Fraksifraksi ini kemudian dikelompokkan berdasarkan profil kromatogram KLT.
Fraks i
Bobot (mg)
Keterangan
1
gabungan vial 1-4
47,9
2
gabungan vial 5-14
84,9
3
gabungan vial 15-44
403,4
4
gabungan vial 45-69
49,3
5
gabungan vial 70-89
7,7
6
gabungan vial 90-130 gabungan vial 131203
40,2
7
844,8
Pola kromatogram ketujuh fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat dilihat pada Gambar 10. Masing-masing fraksi yang didapat selanjutnya akan dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). *
** ***
Gambar 10. Kromatogram Fraksi Kromatografi Kolom ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi Keterangan: Fase gerak : heksan-kloroform-metanol (5:2:1) Fase diam: Silika Gel GF254 Penampak bercak: serium sulfat Pengamatan: * noda tampak dibawah sinar UV254 nm ** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm *** noda tampak dengan penampak bercak
Uji Aktivitas Positif Aktivitas positif ini dimaksudkan untuk menguji kembali senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat kulit kayu Massoi yang sebelumnya telah difraksinasi dengan kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang di dapat diuji aktivitas antioksidan dengan 73
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
menggunakan metode penangkapan radikal bebas dengan pereaksi DPPH yang sama dengan pengujian awal. Hasil uji aktivitas antioksidan metode penangkapan radikal bebas dengan peraksi DPPH pada konsentrasi sampel 100 ppm dengan cara spekrofotometri dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Aktivitas Positif Antioksidan Fraksi etil asetat kulit kayu Massoi Konsentrasi Fraksi (ppm) Blanko
Senyawa
1
2
Absorbansi % Inhibisi
0
2,3377
0
1
100
1,7776
24,25
2
100
1,7659
24,46
3
100
2,1063
9,90
4
100
1,8369
21,42
5
100
1,6643
28,81
6
100
1,4094
39,82
7
100
0,7375
68,45
Jika hasil uji ini dibandingkan dengan uji antioksidan di awal, hasil uji aktivitas antioksidan pertama lebih besar hambatannya dibandingkan dengan hasil uji aktivitas positif kedua. Ini berarti senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dalam ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi akan lebih aktif jika dalam bentuk sebelum dipisahkan (fraksinasi). Analisis KCKT Dengan membandingkan waktu retensi dan area sampel pada hasil analisis KCKT terdapat tiga senyawa yang kemungkinan berada pada beberapa fraksi, senyawasenyawa tersebut dapat dilihat pada Tabel. 9 di bawah ini.
74
Tabel 9. Kemungkinan senyawa yang terdapat dalam fraksi hasil analisis KCKT
3
Fraksi F1 F2 F6 F7 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Waktu Retensi (menit) 3.733 3.925 3.467 3.708 6.025 6.233 10.05 10.1 10.083 10.125
Luas Area 38468387 9393627 2359848 11982655 3852263 49981059 95042975 52415311 8882340 11338392
Analisis GC-MS Analisis GC-MS fraksi 4 (F4) ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi merupakan tahap lanjutan untuk mengidentifikasi senyawa yang terdapat di dalam sampel. Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam Tabel 10. adalah senyawa-senyawa yang mempunyai persen kemiripan berkisar antara 95-99 %. Hasil uji aktivitas positif terhadap ekstrak dan fraksi etil asetat kulit kayu Massoi adalah aktivitasnya sebagai antioksidan. Menurut Hary Winarsi (2007), senyawa antioksidan non-enzimatis dapat berupa tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, bilirubin, asam askorbat, asam urat, dan protein lainnya. Berdasarkan hasil uji fitokiamia yang telah dilakukan sebelumnya kemungkinan senyawa yang tedapat dalam sampel adalah senyawa golongan flavonoid. Namun demikian dari ketiga belas senyawa diatas, tidak terdapat adanya senyawa golongan flavonoid hal ini diduga karena keberadaan senyawa tersebut dalam sampel ada dalam konsentrasi kecil sehingga perlu dilakukan pemurnian senyawa (isolasi) lanjutan dan analisis pada fraksi yang lainnya selain fraksi 4 (F4).
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
Tabel 10. Tiga belas senyawa terbesar hasil analisis GC-MS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Library/ ID (senyawa) (1-methylene-prophenyl) benzene 1,3-cyclohexadien, 1phenyl 3-phenyl-1,4cyclohexadien 1,1-biphenyl 3-hydroxy-4methoxybenzaldehyde (isovanillin) 1,3-cyclohexadien, 1phenyl 6-pentyltetrahydro-2Hpyran-2-one dodecanoic acid benzoic acid n-hexadecanoid acid 9,12-octadecanoid acid 1,2-benzenedicarboxylic acid, butyl phenylmethyl ester icosane
RT
% Kemiripan
4,73
95
6,18
96
6,60
96
6,81
95
6,97
96
7,26
95
7,76
96
8,18 9,86 11,11 12,20
99 97 99 99
31,54
97
15,24
96
KESIMPULAN DAN SARAN Ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi (Cryptocarpa Massoy) mengandung minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid dan kumarin. Nilai LC50diperoleh sebesar 12,12 ppm yang menunjukkan tingkat toksisitas yang sangat tinggi dannilai IC50 sebesar 44,02 ppm yaituaktif sebagai antioksida Hasil analisis KCKT ketujuh fraksi hasil kromatografi kolom, didapatkan fraksi dengan waktu retensi dan area terbesar pada fraksi 4, yaitu pada Rt= 10.050 menit dan area 95042975. Aktivitas antioksidan senyawa yang terdapat pada ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan dengan fraksi hasil pemisahan dengan kromatografi kolom, dimana % hambatan ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dengan konsentrasi 100 ppm lebih aktif dibandingkan hasil fraksinasi. Analisis GCMS senyawa pada fraksi 4, terdapat 13 senyawa terbesar yang mempunyai persen kemiripan antara 95-99 % dari 72 senyawa yang teridentifikasi.
Saran 1. Perlu dilakukan pengeringan ekstrak kental etil asetat kulit kayu Massoi dengan freezedryer agar diperoleh ekstrak kering. 2. Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan tingkat kepolaran yang lebih. 3. Perlu dilakukan penelusuran senyawa aktif dan uji aktivitas secara kuantitatif untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi yang mempunyai aktivitas positif sebagai antioksidan dan senyawa sitotoksik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada: 1. Laboratorium Biofarmaka IV, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) - Cibinong. 2. Program Studi Farmasi, Universitas Pakuan, Bogor. DAFTAR PUSTAKA Alam, G. 2002. Brine Shrimp Lethality (BSLT) Sebagai Bioassay dalam Isolasi senyawa Bioaktif dari Bahan Alam. Majalah Farmasi dan Farmakologi. hal-6. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. 1985. Cara Pembuatan Simplisia.. Jakarta. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.. Jakarta. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.. Jakarta.
75
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
Gariswara, G.S. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Fakultas Kedokteran, UI Press. Jakarta. Gritter, R.J. Bobbit JM. Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi, Edisi kedua (Penerjemah: Padmawinata K. Soediro I). ITB. Bandung, hal. 23-32. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan (Padmawinata K, penerjemah). ITB. Bandung. hal.84-94. Jawets,
E., J.L. Melnick dan E.A. Adelberg. 1986. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20 (penerjemah:Nugroho E, Maulany RF). Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. hal. 143-177.
Lemmens. 1995. Plant Resources of South-East Asia No.5(2). Timber Trees: Minor Commercial Timbers. Blackhuys Publisher. Leiden. 152161. Mulyati, A.H. 2007. Dasar-dasar Kromatografi. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Pakuan. Bogor. hal.3-42.
76
Nugroho, R.G., Triantoro dan C.M.E. Susanti. 2007. Kandungan Bahan Aktif Kayu Kulilawang (Cinnamomum culilawane Bl.) dan Masoi (Cryptocaria massoia). Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Papua Maluku. Manokwari. Pujianti, S. Ningsih dan Triwidodo. 2002. Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia Salina dari Fraksi nHeksana, Kloroform, Etil asetat dan Air Eksstrak Etanol Rimpang Temu Mangga (Curcuma magga Val). Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya. hal.109. Rali, T., S.W. Wossa dan D.N. Leach. 2007. Comparative Chamical Analysis of the Essential Oil Constituens in Bark, Heartwood and Fruits of Cryptocarya massoy (Oken) Kostrem. (Lauraceae) from Papua New Guinea. Molecules 12(1); 149-154. Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. ITB. Bandung. hal 131152.
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI KEPEL (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRAGASTRIK SELAMA 14 HARI The Histopathology of Mice Liver Treated by Kepel (Stelechocarpus burahol) Suspension Intragastrically for 14 days Eva Harlina1), Siti Sa’diah2), Huda S Darusman2) dan Gita Alvernita3) Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB, 2) Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi, Farmakologi dan Fisiologi, FKH IPB, 3) Program Sarjana, FKH IPB
1)
ABSTRACT This aim of this study was to examine the effect of Kepel (Stelechocarpusburahol) to the mice hepatocytes. Thirty male mice of 4 week aged were divided into three groups; control group was treated by aquadest, Dose1x group was treated by 2.6 mg/g BW/day kepel powder (0.5 ml kepel suspension/day), and Dose 5x group was treated by 13 mg/g BW/day kepel powder (1.0 ml kepel suspension/day). The treatment was intragastrically for 14 days. The mice were euthanized and necropsy followed by the liver collection for histopathology assay. The histopathological examination of liver showed hydropic degeneration, cell death and extramedullary hematopoietic observed on mice hepatocytes. The ANOVA analysis showed that kepel caused increase significantly (p<0.05) of hydropic degeneration and decrease significantly (p<0.05) of cell death of mice hepatocytes.
Keywords: Kepel, hydropic degeneration, cell death, extramedullary hematopoietic. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lebih dari 30.000 jenis spesies tumbuhan, dan 960 spesies diantaranya telah tercatat sebagai tumbuhan berkhasiat serta 283 jenis diantaranya merupakan tumbuhan yang penting bagi industri obat tradisional (Kusuma dan Zaky 2005). Salah satu tanaman asli Indonesia yang biasa digunakan sebagai obat tradisional adalah tanaman khas asal Yogyakarta yang sering disebut dengan kepel (Stelechocarpus burahol). Kepel merupakan tanaman berkayu yang berbuah mulai usia 6-8 tahun, buah berbentuk bulat berwarna kecokelatan dengan diameter 5-6.3 cm, berdaun lonjong berwarna hijau kehitaman dan mengkilat (Umiyah 2005). Buah kepel memiliki biji yang cukup besar dibandingkan ukuran buah keseluruhan, dan daging buah memiliki kandungan air sebesar 10% (Darusman 2010). Kepel dikategorikan sebagai salah satu tanaman langka
Indonesia yang telah digunakan secara tradisional sebagai deodoran oral bagi masyarakat Keraton, Yogyakarta. Daun kepel mengandung zat sitotoksik bagi sel kanker (Wiart 2007), dan mengandung senyawa flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan (Sunarni et al. 2007). Bunga kepel diketahui memiliki efek antiimplantasi sehingga dapat digunakan sebagai kontrasepsi (Warningsih 1995), sedangkan kulit batangnya diketahui sebagai antiagregasi platelet (Sunardi et al. 2007). Banyaknya potensi obat yang dimiliki kepel berbanding terbalik dengan keberadaannya. Kurangnya nilai ekonomis dan hanya berbuah setahun sekali menyebabkan masyarakat kurang berminat membudidayakannya. Adanya publikasi ilmiah mengenai potensi kepel diharapkan menarik minat masyarakat untuk membudidayakan dan mengkonsumsinya. Berdasarkan data empiris yang diperoleh dari masyarakat Keraton, mengkonsumsi 2 buah kepel setiap hari 77
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
dapat memberikan efek wangi pada produk ekskresi manusia seperti keringat, urin dan feses. Hasil penelitian sebelumnya dengan pemberian intragastrik pada hewan tikus dan mesncit terbukti secara signifikan mampu menurunkan kadar amonia, fenol dan trimetilamin pada feses hewan. Untuk keamanan penggunaan kepel dalam jangka waktu panjang perlu dilakukan pengamatan salah satunya pada organ hati. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran histopatologi organ hati mencit terhadap pemberian suspensi daging buah kepel karena hati merupakan organ interna pertama yang terkena efek toksik dari suatu substansi yang masuk ke dalam tubuh. BAHAN DAN METODE Sebanyak 30 ekor mencit dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Dosis 1x dan Dosis 5x. Kelompok kontrol hanya dicekok akuades 0.5 ml/hari, sedangkan kelompok perlakuan Dosis 1x dan Dosis 5x masing-masing dicekok serbuk daging buah kepel yang dilarutkan dalam akuades (selanjutnya disebut suspensi kepel) sebanyak 2.6 mg/kg BB/hari dan 13 mg/kg BB/hari selama 14 hari. Penentuan dosis pada mencit berdasarkan hasil konversi dosis empiris pada manusia (2 buah kepel sehari) terhadap mencit, dengan faktor konversi 0.0026 (bacharah, ). Pada akhir perlakuan mencit dieuthanasi kemudian diambil hatinya untuk dibuat sediaan histopatologi dan diwarnai dengan Haematoxillin-Eosin. Evaluasi histopatologi hati dilakukan dengan menghitung jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis dan kematian sel pada 20 lapang
78
pandang foto. Foto histopatologi hati menggunakan lensa kamera Webcam® dan lensa objektif mikroskop 40x, sedangkan penghitungan hepatosit menggunakan software ImageJ. Selain itu dilakukan pula penghitungan jumlah fokus extramedullary hematopoiesis (EMH) pada seluruh lapang pandang hati. Hasil penghitungan hepatosit dianalisis menggunakan analisis sidik ragam acak lengkap (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan (α = 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Suspensi Kepel (Stelechocarpus burahol) Terhadap Gambaran Histopatologi Hati Pada pengamatan seluruh sediaan histopatologi hati mencit perlakuan umumnya ditemukan kelainan hepatosit berupa degenerasi hidropis (Gambar 1a) dan kematian sel (Gambar 1b). Selain itu ditemukan pula fokus-fokus sel radang myeloblast dan eristroblast di sinusoid, di daerah segitiga Kiernan maupun di tepitepi vena sentralis yang disebut extramedullary hematopoiesis (Gambar 1a) (Marchiori et al. 2007). Degenerasi hidropis ditandai dengan pembengkakan dan adanya ruang-ruang kosong di sitoplasma sehingga sitoplasma tampak seolah robek-robek, sedangkan inti tampak normal. Kematian sel dicirikan oleh sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih merah sedangkan inti mengecil dan memadat sehingga berwana lebih gelap. Hasil analisis statistik persentase hepatosit mencit yang mengalami degenerasi hidropis dan kematian sel disajikan pada Tabel 1.
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
Tabel 1.
Persentase perubahan hepatosit mencit pasca pemberian suspensi kepel (Stelechocarpus burahol) Persentase (%) Hepatosit Kelompok Hepatosit Normal Degenerasi Hidropis Hepatosit mati 38.79 ± 15.00a 36.89 ± 12.67a 30.17 ± 11.73b
Kontrol Dosis 1x Dosis 5x
36.05 ± 12.50a 41.45 ± 13.07b 57.70 ± 12.57c
25.16 ± 13.57a 21.66 ± 7.757b 12.13 ± 6.47c
Keterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf α 0.05
20µm
(a) Gambar 1.
20µm
(b)
Seluruh hepatosit mengalami degenerasi hidropis disertai adanya fokus extramedullary hematopoiesis (panah)pada hati kelompok Dosis 5x (a); Kematian hepatosit yang dicirikan oleh sitoplasma berwarna lebih merah dan inti yang mengecil (panah) (b). Pewarnaan HE, bar:20 µm.
Hasil analisis statistik persentase hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis pada kelompok perlakuan (Dosis 5x dan 1x) lebih tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan kelompok Dosis 5x lebih tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05) dibandingkan dengan kelompok Dosis 1x. Peningkatan persentase degenerasi hidropis sejalan dengan meningkatnya dosis pemberian suspensi kepel, sehingga degenerasi hidropis hepatosit disebabkan oleh pemberian suspensi kepel. Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel yang disebabkan oleh iskemia yang menyebabkan kerusakan membran sel. Iskemia juga menyebabkan penurunan fosforilasi oksidatif yang berakibat menurunkan ATP sehingga menurunkan kerja pompa Na. Adanya
kerusakan membran sel menyebabkan ion K+ keluar dari sel sedangkan air, ion Na+ dan ion Ca2+ masuk ke dalam sel secara berlebihan sehingga mengakibatkan pembengkakan sel. Penurunan ATP juga mengakibatkan peningkatan glikolisis sehingga pH sel akan mengalami penurunan. Penurunan pH mengakibatkan benang khromatin pada inti sel menjadi menebal dan pada akhirnya menjadi rusak. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya benang khromatin dan protein sel sehingga apabila berlanjut akan berujung pada nekrosis sel (Hanna 2011). Degenerasi hidropis merupakan repson awal sel terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik yang masuk ke hati melalui aliran darah. Oleh karena itu degenerasi hidropis biasanya dimulai dari hepatosit yang berada di tepi lobuler yang kemudian 79
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
menyebar ke sentra lobuler (Talukder 2001). Selain itu, degenerasi hidropis juga dapat terjadi pada hewan yang mengalami hipoksia. Pemberian oksigen yang cukup serta penghentian paparan bahan toksik dapat memulihkan sel yang mengalami degenerasi hidropis. Kepel termasuk kedalam famili Annonaceae yang memiliki satu metabolit yang khas yaitu acetogennin atau sering disebut Annonaceous acetogennin (ACGs) (Alali et al. 1999). Menurut Liang et al. (2009) derivat ACGs yang paling berbahaya adalah bullatacin. Kandungan ACGs dalam daging buah kepel diduga penyebab degenerasi hidropis hepatosit. Hasil analisis statistik persentase hepatosit yang mengalami kematian sel berbanding terbalik dengan degenerasi hidropis. Persentase kematian sel pada kelompok perlakuan (Dosis 5x dan 1x) lebih rendah dan berbeda nyata (p< 0,05) dibandingkan kelompok kontrol, dan kelompok Dosis5x lebih rendah dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok Dosis 1x. Sel mati terdiri atas sel yang menagalami apoptosis maupun nekrosis. Untuk membedakan keduanya diperlukan pewarnaan jaringan khusus menggunakan metoda imunohistokimia. Pada penelitian ini hanya menggunakan pewarnaan rutin HE (Haematoksilin-Eosin), sehingga sel dengan inti yang piknotis dan sitoplasma yang berwarna lebih eosinofilik dikategorikan ke dalam kelompok sel yang mati. Apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel terprogram yang bersifat aktif yang ditandai dengan adanya kondensasi kromatin dan fragmentasi kromosom (D’Amico dan McKenna 1994). Pada kematian sel sel berperan aktif dalam proses terminasi diri dan tidak diikuti oleh peradangan. Menurut Dash (2011), kematian sel dapat terjadi akibat berbagai macam stimuli seperti ionisasi radiasi benang kromatin, infeksi virus, ekspresi gen prokematian sel melalui aktivasi enzim caspase, dan tekanan pada sel seperti 80
deplesi faktor pertumbuhan, tekanan pada sitoplasma, dan radikal bebas. Apoptosis secara normal muncul selama proses perkembangan dan penuaan sebagai mekanisme homeostasis untuk menjaga populasi sel dalam jaringan. Sekitar 10 miliar sel hati dibuat setiap harinya untuk menyeimbangkan sel-sel hati yang mengalami kematian sel, yang diistilahkan dengan regenerasi sel (Renehan et al. 2001 dalam Elmore 2007). Kematian sel juga muncul sebagai mekanisme pertahanan seperti reaksi tanggap kebal atau saat sel rusak akibat penyakit dan agen radikal bebas yang menyebabkan stress oksidatif (Norbury dan Hickson 2001 dalam Elmore 2007). Menurut Kresno (2001), kematian sel merupakan upaya sel dalam menjaga homeostasis dengan mengeliminasi sel-sel yang mengalami kerusakan pada proliferasi fisiologis. Selama kematian sel mitokondria juga mengaktifkan enzimenzim prokematian sel seperti caspase activator dan procaspase yang dapat memicu kerusakan membran mitokondria sehingga merangsang sel melakukan kematian sel (Fleury et al. 2002). Sel nelrosis adalah sel yang telah mengalami proses patologis sehingga menyebabkan mitokondia dan sitoplasma membengkak serta robeknya dinding sel. Nekrosis pada sel dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya hipoksia sehingga menyebabkan kematian sel. Sel mati karena nekrosis melibatkan sekumpulan sel yang kemudian membentuk berbagai kategori nekrosis dan mengundang reaksi radang (Cheville 2006). Daging buah kepel mengandung flavonoid tertinggi dibandingkan bagian buah lainnya yaitu 29,12 ppm, sedangkan standar flavonoid pada vitamin C sebesar 5.35 ppm (Tisnadjaja et al. 2006). Flavonoid merupakan senyawa pigmen paling umum di dunia tanaman dan merupakan senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai penangkap radikal bebas (Marcheix et al. 1990 dalam Tisnadjaja et
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
al. 2006). Persentase sel mati yang lebih rendah pada kelompok perlakuan (Dosis 5x dan 1x) dibandingkan kelompok kontrol diduga disebabkan oleh aktivitas senyawa antioksidan yang terkandung pada buah kepel. Secara umum antioksidan akan bekerja pada membran sel yang rusak akibat peroksidasi lemak membran oleh radikal bebas (Cheville, 2006). Di tepi-tepi vena sentralis, vena porta dan di sinusoid ditemukan fokusfokus sel-sel mononuklear yang disebut extramedullary hematopoiesis(EMH) (Gambar 1a). EMH terbentuk terutama bila hewan mengalami anemia, sehingga untuk mengatasinya sel basofilik maupun myelosit yang belum matang dilepaskan dari sumsum tulang ke dalam darah. EMH biasanya ditemukan di organ hati, limpa dan limfonodus. Fokus EMH terdiri atas sel basofilik dan sel-sel mielosit yang belum matang maupun yang matang (NIEHS 2010). Anemia pada mencit percobaan dapat dikaitkan dengan kandungan tanin pada kepel. Menurut Darusman (2010), daging buah kepel mengandung senyawa tanin, walaupun jenis dan kadarnya belum diketahui. Menurut Makkar (2003) dan Herlina (2007) tanin tidak bersifat toksik namun bersifat antinutrisi.Adanya senyawa tersebut dapat mengikat protein pakan sehingga mencit mengalami hipoproteinemia yang pada akhirnya berujung pada anemia. Fokus-fokus EMH ditemukan di seluruh kelompok perlakuan, dan terbanyak pada kelompok Dosis 5x. Hal ini dikarenakan semakin tinggi dosis suspensi kepel yang diberikan maka semakin tinggi kadar tanin yang dikonsumsi sehingga mencit semakin menderita anemia.
KESIMPULAN Pemberian suspensi kepel (Stelechocarpus burahol) menginduksi terjadinya degenerasi hidropis, kematian
sel dan extramedullary hematopoiesis pada hati mencit. SARAN Perlu dilakukan uji toksisitas bertingkat hingga uji LD50 dengan variabel pengujian yang lebih banyak untuk mengetahui dosis aman hingga dosis lethal dari suspensi Kepel (Stelechocarpus burahol). DAFTAR PUSTAKA Alali FQ, Liu XX, McLaughlin JL. 1999. Annonaceous acetogennins: recent progress. J. Nat. Prod.62:504-540. Dash P. 2011. Kematian sel. Basic Medical Sciences, St. George’s University of London. [terhubung berkala]. www.sgul.ac.uk/dept/immunology/ ~dash. [2 Oktober 2011]. Cheville, NF.2006. introduction to Veterinary Pathology. 3th edition. 2006. Wiley-Blackwell. Darusman HS. 2010. Aktivitas Farmakologis Tanaman Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thomson) Sebagai Deodoran Topikal dan Oral. [Thesis]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Fleury C, Mignotte B, Vayssiere JL. 2002. Mitochondrial reactive oxygen species in signaling cell death. Biochim 84: 2-3. [abstrak]. http://www.sciencedirect.com/scien ce/article/pii/S030090840201369X . [2 Oktober 2011]. Hanna
P. 2011. Cellular pathology. [terhubung berkala]. http://people. upei.ca/hanna/. [2 Oktober 2011]
Harlina, E. 2007. Toksikopatologi dan Biotransformasi Senyawa Toksik lamtoro merah (Acacia villosa) pada Tikus. (Disertasi). Bogor.
81
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
Institiu Pertanian Bogor, Fakultas kedokteran Hewan.
support/lverpath/miscellaneous.cfm [6 Oktober 2011].
Kresno SB. 2001. Ilmu Onkologi Dasar. Bagian Patologi Klinik FK UI: Indonesia. hlm 13-15.
Norbury CJ, Hickson ID. 2001. ( dalam Elmore 2007) Cellular responses to DNA damage. Annu Rev Pharmacol Toxicol 41:367–401.
Kusuma FR, Zaky MB. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta : Agromedia Pustaka. Liang YJ, Zhang X, Dai CL, Zhang JY, Yan YY, Zeng MS, Chen LM, Fu LW. 2009. Bullatacin ABCB1overexpressing cell kematian sel via the mitochondrial dependent pathways. J Biomed Biotechnol [terhubung berkala]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a rticles/PMC2715821/. [12 September 2011]. Makkar HPS.2003. Effect and Fate of Tannins in Ruminant Animals, Adaptation to tannins, and strategies to overcome detrimental effect of feeding tannin-rich feeds. Small Ruminant Res 49:241-256 Marcheix JJ, Fleuriel A, Billiot J. 1990. Fruit Phenolics. Boca Raton: CRC Press. Marchiori E, Escuisato DL, Irion KL, Zanetti G, Rodrigues RS, Meirelles GS, Hochhegger B. 2007. Extramedullary hematopoiesis: findings on computed tomography scans of the chest in 6 patients. Jor. Bras. Pneum. [terhubung berkala]. http://www.scielo.br/scielo. [12 September 2011]. [NIEHS]. National Institute of Environmental Health Sciences. 2011. The Digitized Atlas of Mouse Liver Lesions: Extramedullary Hematopoiesis.[terhubung berkala]. http://www.niehs.nih.gov/research/ atniehs/ labs/lep/path-support/core-
82
Renehan AG, Booth C, Potten CS. 2001. What is kematian sel, and why is it important?. BMJ 322:1536–8. Sunardi CSA, Padmawinata K, Kardono LBS, Gana A. 2007. Isolasi dan Identifikasi Kulit Batang Burahol (Stelechocarpus burahol) Terhadap sel Leukimia [disertasi]. Bandung : Institut Teknologi Bandung, Sunarni T, Pramono S, Asmah R. 2007. Flavonoid antioksidan penangkap radikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol). Majalah Farmasi Indonesia ; 18(3). Talukder SI. 2001. Lecture notes on pathology of hepatobiliary system. [terhubung berkala]. http://www.talukderbd.com/lectures /hepatobiliary_system_note.pdf [6 September 2011]. Tisnadjaja D, Saliman E, Silvia, Simanjuntak P. 2006. Pengkajian Burahol (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thomson) sebagai buah yang memiliki kandungan senyawa antioksidan. Biodiv 7 (2): 199-202. Warningsih. 1995. Uji fitokimia dan efek antiimplantasi ekstrak etanol bunga hibiscus rosa-sinensis, buah Piper nigrum, dan buah Stelechocarpus burahol [abstrak] Wiart C. 2007. Goniothalamus species: A source of drugs for the treatment of cancers and bacterial infections. eCAM 4 (23) 299-311.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN (Ageratum conyzoidesL.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS) Tri Aminingsih1), Husain Nashrianto2), Aji Syaiful Rohman3) 1,2,3) Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan ABSTRAK Bandotan (Ageratum conyzoides Linn) merupakan tanaman gulma yang sering dimusnahkan, namun sekelompok masyarakat ada yang memanfaatkan tanaman ini sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit diantaranya luka koreng di kulit, malaria, influenza, radang paru-paru, tumor, obat rematik . Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang ada dalam ekstrak heksana bandotan serta menguji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Herba bandotan diekstraksi dengan heksana menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan dalam bejana tertutup selama 24 jam dan sesekali diaduk. Proses maserasi dilakukan sebanyak tiga kalivolume 500 mL.Ekstrak heksana dipekatkan dengan rotary evaporatordan dilakukan pengujian fitokimia meliputi golongansenyawa alkaloid, saponin, tanin, triterpenoid steroid dan flavonoid. Ekstrak heksan herba bandotan diuji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode kertas cakram dan dianalisis senyawa kimianya dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa (GC-MS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rendemen ekstrak sebesar 10,01%, kadar air 8,41%,dan ekstrak heksana herba bandotan mengandung senyawa golonganalkaloid, triterpenoid-steroid dan flavonoid. Ekstrak heksana herba bandotan memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter daya hambat (DDH) terhadap S. aureus 29,6 mm dan diameter daya hambat (DDH) terhadap E. coli 12,4m sehingga lebih peka terhadap S. aureus (gram positif)dibandingkan dengan E.coli (gram negatif).Komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak heksana herba bandotan yang dianalisis dengan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) antara lain kariofilen, isokariofilen, ageratokromen, demetoksiageratokromen, 6-vinil-7-metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin, asam dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7-etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5-a]pirimidin.Senyawasenyawa tersebut diduga merupakan senyawa yang berperan sebagai zat antibakteri. Kata kunci : Bandotan, heksana, antibakteri,Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,GC-MS.
PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia sudah biasa menggunakan obat-obatan tradisional yang umumnya berasal dari tumbuhan untuk mencegah dari serangan penyakit atau mengobati penyakit. Aplikasi dari obatobatan ini bisa dengan cara meminum ekstrak air dari tanaman tersebut atau meletakkan simplisia yang sudah ditumbuk halus pada daerah di tubuh yang sakit atau yang terkena infeksi. Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan
dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, riketsia, dan protozoa. Organisme-organisme tersebut dapat menyerang seluruh tubuh manusia atau sebagian daripadanya. lnfeksi juga bisa disebabkan oleh munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Bagi negara-negara berkembang, timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada penyakit infeksi merupakan masalah penting. Kekebalan bakteri terhadap antibiotik menyebabkan angka kematian semakin 83
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
meningkat, sedangkan penurunan infeksi oleh bakteri-bakteri patogen yang dapat menyebabkan kematian sulit dicapai. Selain itu, cara pengobatan yang menggunakan kombinasi berbagai antibiotik juga dapat menimbulkan masalah resistensi.Berkembangnya resistensi bakteri terhadap obat–obatan hanyalah salah satu contoh proses alamiah yang dilakukan oleh organisme-organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru. Resistensi bakteri terhadap obat pada suatu mikroorganisme dapat disebabkan oleh suatu faktor yang memang sudah ada pada mikroorganisme sebelumnya atau mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian. Resistensi antibiotik merupakan masalah besar bagi orang-orang yang bekerja di klinik dan kini telah dilakukan banyak usaha untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik (Pelczar dan Chan, 1988).Pemakaian antibiotika yang tidak tepat untuk pengobatan infeksi bakteri memunculkan berbagai masalah setelah puluhan tahun pemakaiannya yaitu menimbulkan bakteri yang resisten terhadap antibiotika Keamanan bahan makanan sehubungan dengan residu antibiotika merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di berbagai negara. Selain itu, kurangnya informasi ilmiah mengenai komponen-kompenen kimia yang terdapat dalam tanaman untuk obat tradisional ini mengakibatkan nilai ekonomi dari tanaman-tanaman ini sangat rendah. Penggunaannya yang biasanya menggunakan dosis sembarang bisa mengakibatkan efek yang tidak diinginkan. Salah satu tanaman yang telah digunakan sebagai obat tradisional adalah Ageratum conyzoides Linn., yang memiliki nama daerah bandotan, babandotan (Sunda), badotan dan wedusan (Jawa). Di Indonesia, tanaman ini digolongkan sebagai gulma sehingga sering dimusnahkan,namun beberapa kelompok masyarakat menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional untuk 84
menyembuhkan berbagai macam penyakit: luka koreng di kulit, malaria, influenza, radang paruparu dan tumor. Di negara lain di Asia, Afrika dan Amerika Latin , tanaman ini juga digunakan sebagai obat tradisional dengan beragam aplikasi, seperti obat demam, rematik, sakit kepala, dan sakit perut, obat pneumonia, obat diarhea, diabetes, HIV/AIDS. Penyelidikan farmakologi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Misalnya, ekstrak eter dan kloroform memiliki efek inhibitor terhadap perkembangan in vitroStaphylococcus aureus, ekstrak metanol dari seluruh bagian tanaman menunjukkan aksi inhibitor tehadap perkembangan Staphylococus aureus, Bacillus subtilis, Eschericichia coli, and Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, ekstrak air dari tanaman ini memiliki aksi analgesik yang efektif pada tikus dan antispasmotik (Ming, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri dari ekstrak heksana herba bandotan terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus serta mengetahui komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak heksana herba bandotan menggunakan metode Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS). BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain herbabandotan (Ageratum conyzoides Linn.),aquadest, alkohol 70%, larutan pengekstrakheksana,media NA(Nutrient Agar), eritromisin, kloramfenikol,aluminium foil, kertas cakram, suspensi bakteri Staphylococcus aureus, suspensibakteri Escherichia coli, dan dan pereaksi-pereaksi uji fitokimia: HCl 10%, HCl 2%,HCl 2N, pereaksi Mayer, etanol 95%,serbuk Zn, HCl(p), FeCl3, dietil eter, pereaksi LiebermanBuchard. Peralatan yang digunakan Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, gelas piala, gelas ukur, rotavapor, neraca
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
analitik, corong, pipa kapiler, tabung reaksi, pipet tetes, pipet serologi steril, cawan petri steril, jangka sorong, kapas, batang pengaduk, spatula, hot plate, spirtus, ose, dan peralatan GC-MS. METODE PENELITIAN Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi Herba bandotan dicuci, ditiriskan, dikeringkan, dihaluskan, diayak dan dianalisis kadar airnya. Ekstraksi herba bandotan dengan maserasi menggunakan pelarut heksana di dalam bejana tertutup selama 24 jam dan sesekali diaduk. Ekstrak heksana dipekatkan dengan rotavapor, kemudian ditentukan kadar rendemennya. Ekstrak heksana lalu diuji fitokimia, diuji potensi antibakterinya, dan dianalisis senyawa kimianya menggunakan GC-MS. Pengujian Fitokimia Pengujian fitokimia ekstrak herba bandotan dilakukan berdasarkan metode analisis tanaman obat meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid steroid. Uji Potensi Antibakteri Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kertas cakram steril dengan diameter 6 mm ditetesi 15 μl ekstrak heksana herba bandotan, kemudian diletakkan pada media agar yang telah diberi bakteri uji dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Sebagai pembanding/kontrol digunakan antibiotika Eritromisin 15 μg dan Kloramfenikol 30 μg sebagai kontrol positif dan pelarut heksana sebagai kontrol negatif masing-masing sebanyak 15 μl. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Hasil ekstrak heksana herba bandotan diidentifikasi komponen senyawanya menggunakan metode Kromatografi Gas Spektrometri Massa dengan alat GC-MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen dan Kadar Air Ekstrak Herba Bandotan Dari ekstraksi herba bandotan menggunakan heksana, diperoleh ekstrak kental heksana herba bandotan yang berwarna hijau. Hasil penimbangan ekstrak kental bandotan yaitu 50,07 gram. Dari hasil tersebut diperoleh rendemen ekstrak sebesar 10,00%. Kadar air pada simplisia menunjukkan ketahanan dalam penyimpanan, biasanya kadar air yang dipersyaratkan untuk bahan ekstrak adalah tidak lebih dari 10%. Hal ini untuk menghindari tumbuhnya jamur atau mikroba pada hasil ekstraksi. Jumlah air yang terkandung dipengaruhi dari perlakuan yang telah dialami bahan, seperti kelembaban udara, tempat penyimpanan, dan lain-lain. Kadar air yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebesar 8,41% dan diperoleh rendemen hasil ekstrak sebesar 10,00%. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Heksana Herba Bandotan Hasil penapisan senyawa fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba bandotan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid-steroid. Senyawa alkaloid mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, senyawa flavonoid sebagai antioksidan, senyawa tanin dapat berfungsi untuk melapisi lapisan mukosa pada organ agar terlindungi dari infeksi bakteri. Senyawa saponin dapat meningkatkan permeabilitas dinding usus, memperbaiki penyerapan nutrien, dan menghambat aktivitas enzim urease (Erika, 2000). Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Heksana Herba Bandotan Potensi antibakteri ekstrak heksana herbabandotan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dapat ditentukan dengan mengukur Diameter Daya Hambat (DDH) petumbuhan bakteri di sekitar kertas 85
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
cakram yang terlihat jernih. Dari hasil uji terhadap ekstrak kental herba bandotan (Tabel 1) didapatkan bahwa terdapat zona hambat yang masih lebih kecil dibandingkan dengan kontrol positif (Kloramfenikol 30µg dan Eritromisin 15µg). Hasil pengukuran DDH ekstrak heksana herba bandotan terhadap bakteri S. aureus adalah sebesar 29,6 mm, sedangkan terhadap bakteri E. coli adalah sebesar 12,4 mm.Dari hasil di atas terlihat bahwa pengukuran DDH terhadap bakteriS. aureus lebih luas dibandingkan dengan DDH terhadap bakteri E. coli.Uji daya hambat terhadap ekstrak metanol herba bandotan yang telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya didapatkan hasil pengukuran diameter daya hambat terhadap bakteri S. aureus adalah sebesar 12 mm, sedangkan terhadap bakteri E. coli adalah sebesar 10 mm (Gunawan, 2008). Jika dibandingkan dengan hasil diameter daya hambat yang diperoleh terhadap ekstrak heksana herba bandotan, potensi daya hambat ekstrak heksana herba bandotan masih lebih besar dari ekstrak metanol herba bandotan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba bandotan memiliki efektifitas daya hambat yang lebih baik.
Tabel 1. Hasil Uji PotensiAntibakteri (DDH) Ekstrak Heksana Herba Bandotan Ekstrak
Bandotan
Kontrol - (Heksana)
Kontrol + (Kloramfenikol 30µg)
Kontrol + (Eritromisin 15µg)
86
Ulangan
DDH pada Staphylococcus aureus (mm)
DDH pada Escherichia coli(mm)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
30,2 29,6 29,1 29,6 Negatif Negatif Negatif 31,4 31,9 31,6 31,6 30 30,9 31 30,6
12,4 12,4 12,5 12,4 Negatif Negatif Negatif 21,5 21,5 23,4 22,1 22,6 21,6 22,3 22,2
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
(a)
(b)
Gambar 1. Hasil uji aktivitas antibakteri Kloramfenikol terhadap bakteri Staphylococcus aureus(a) dan Escherichia coli (b)
(a)
(b)
Gambar 2. Hasil uji aktivitas antibakteri Eritromisin terhadap bakteri Staphylococcus aureus(a) dan Escherichia coli (b)
. (a) (b) Gambar 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana bandotan terhadap bakteri Staphylococcus aureus(a) dan Escherichia coli (b) Secara in vitro, ekstrak heksana herba bandotan memiliki daya antibakteri terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli yang ditandai dengan terbentuknya zona hambat berupa zona bening di sekitar kertas cakram. Potensi antibakteri ekstrak herbabandotan terhadap bakteri S. aureus lebih besar dibandingkan terhadap bakteri E. coli. Pada ekstrak heksana herba
bandotan didapatkan DDH 29,6 mm untuk bakteri uji S. aureus dan 12,4 mm untuk bakteri uji E. Coli. Perbedaan tersebut terjadi karena kedua bakteri uji tersebut memiliki komposisi dinding sel yang berbeda. S. aureus yang merupakan bakteri gram positif mempunyai sruktur dinding sel yang sederhana (kandungan lipid rendah) dibandingkan dengan E. coli yang 87
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
merupakan bakteri gram negatif yang memiliki struktur dinding sel yang lebih rumit (kandungan lipid tinggi yang kompleks), sehingga dinding bakteri gram negatif lebih sulit ditembus oleh zat antibakteri. Kontrol positif kloramfenikol 30 µg dan eritromisin 15 µg memiliki diameter daya hambat yang hampir sama terhadap bakteri uji S. aureus dan E. Coli. Fungsi dari kontrol positif kloramfenikol dan eritromisin ini sebagai pembandingterhadap potensi antibakteri ekstrak heksana herba bandotan. Hasil menunjukkan ekstrak heksana herba bandotan memiliki diameter daya hambat
yang hampir sama dengan kontrol positif kloramfenikol dan eritromisin. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa herba bandotan memiliki daya hambat yang baik terhadap bakteri S. aureus dan E. Coli. Hasil Uji Identifikasi Senyawa Ekstrak Heksana Herba Bandotan dengan Metode Kromatografi Gas Spektrometri Massa. Senyawa yang diduga terkandung didalamekstrak heksana herba bandotantertera pada Tabel 2 dan kromatogram senyawaanekstrak heksana bandotan pada Gambar 4.
Gambar 2. Kromatogram senyawaan ekstrak heksana herba bandotan hasil analisis dengan GC-MS.
88
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
Tabel 4.DugaanSenyawa yang Terkandung dalam Ekstrak Heksana Herba Bandotan Nama Senyawa (Prosentase dugaan) Kariofilen (99) Isokariofilen (90)
No
RT (menit)
Struktur Senyawa
1 2
22,891 22,650
3
23,433
Demetoksiageratok romen (91)
4
26,709
5
26,362
6-vinil-7-metoksi2,2-dimetilkromen (91) Ageratokromen (86)
6
23,627
Kumarin (60)
7
40,879
7-etil-6-metil-5metiltiopirazolo[1,5 -a]pirimidin (56)
Alkaloid
8
25,138
Asam dikloroasetat (81)
Asam karboksilat
9
28,285
1-heptadekanol (81)
Golongan Senyawa Seskuiterpenoid
Fenilpropanoid
C17H35OH
Senyawa-senyawa tersebut di atas merupakandugaan senyawa yang terkandung dalam ekstrak heksana herba bandotan. Menurut literatur, bandotan mengandung senyawa kimia antara lain kumarin dan ageratokromen, dari hasil uji identifikasi senyawa menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa terhadap ekstrak heksana herba bandotan, diperoleh hasil bahwa benar herba bandotan mengandung kumarin dan ageratokromen (Tabel 6.). Senyawasenyawa kumarin, ageratokromen,dan turunan kromen dalam bandotan merupakan zat yang dapat menghambat bakteri. Dengan diketahuinya efektivitas ekstrak herba bandotan sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan bakteri E.
Alkohol
Coli, dan hasil identifikasi senyawa menggunakanKromatografi Gas Spektrometri Massa telah memberikan hasil bahwa herba bandotan mengandung senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan obat,diharapkan herba bandotan ini dapat menjadi salah satu alternatif obat tradisional untuk pengobatan dan pencegahan penyakit pada manusia terutama sebagai obat luka, antiinflamasi, dan antikanker. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap ekstrak heksana herba bandotan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Jenis senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak heksana 89
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
2.
3.
4.
5.
herba bandotan antara lain alkaloid,flavonoid,dan triterpenoidsteroid. Ekstrak heksana herba bandotan memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter daya hambat (DDH) terhadap S. aureus 29,6 mm dan diameter daya hambat (DDH) terhadap E. coli 12,4mm Secara keseluruhan zat antibakteri herba bandotan lebih peka terhadap S. aureus(gram positif)dibandingkan dengan E.coli (gram negatif). Dari hasil uji potensi antibakteri dapat diketahui bahwa ekstrak heksana herba bandotan memiliki potensi antibakteri terhadap jenis bakteri gram positif dan gram negatif. Komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak heksana herba bandotan yang dianalisis dengan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) antara lain kariofilen, isokariofilen, ageratokromen, demetoksiageratokromen, 6-vinil-7metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin, asam dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5a]pirimidin. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang berperan sebagai zat antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA Fardiaz, S. 1983. Mikrobiologi Keamanan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Dalimarta, S. 1999. Atlas Tumbuhan Indonesia. Jilid ke-1. Jakarta: Trubus Agriwidya. DepKes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: DirJen POM. Erika, B.l. 2000. Aromex 510, Pemacu Pertumbuhan dan Efeknya Terhadap Kinerja Ayam Broiler. Laporan Penelitian Fakultas
90
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ganiswara, S.G., et.al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gunawan, W.G. 2008. Identifikasi Senyawa Aktif Antibakteri pada Herba Bandotan (Ageratum Conyzoides. Linn).Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Gunawan, P.W. Yulinah, E. Sukrasno Adayana, I.K. (2006). Telaah Antimikroba Daun Babadotan (Ageratum Conyzoides. Linn). African Journal of Pharmaceutica Indonesia.31, (2). Harbone, J.B. 1975. The Flavonoid. Edisi ke-1. London: Chapman and Hall. Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh Padmawinata K., Soediro I. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hutapea J.R. dan Syamsuhidayat S.S. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Lenny, Sovia .2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoida dan Alkaloida. USU Repository. Ming, L.C., 1999. Ageratum conyzoides : A Tropical Source of Medicinal and Agricultural Products. In Janic J. (Ed.). Perspective on New Crops and New Uses. ASHS Press. Virginia, USA. Pelczar, M.J.Jr. dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh Hadioetomo RS, dkk. Jakarta: UI Press. Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
KIJING TAIWAN(Anodonta woodiana) SEBAGAI SUMBER KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS Sata Yoshida Srie Rahayu Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan ABSTRAK Kalsium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia. Apabila kekurangan kalsium dapat menyebabkan riketsia pada anak, osteomalasia (tulang lunak) dan osteoporosis (tulang keropos) pada orang dewasa. Untuk mencegah hal tersebut maka dibutuhkan asupan kalsium yang cukup. Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya kalsium bagi tubuh mengakibatkan dua dari lima orang Indonesia terkena osteoporosis. Masyarakat Indonesia umumnya mengetahui sumber kalsium bagi tubuh manusia adalah susu serta produk olahannya. Kandungan kalsium pada susu sapi sebesar 143 mg padahalterdapat sumber kalsium lain yang berpotensi yaitu memiliki kandungan kalsium lebih besar daripada susu yaitu kerang. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji komposisi kimia pada Kijing Taiwan dan merumuskan metode sosialisasi Kijing Taiwan sebagai sumber kalsium dalam upaya pencegahan osteoporosis. Manfaat penelitian adalah untuk memperkenalkan Kijing Taiwan sebagai menu makanan keluarga. Penentuan komposisi kimia proksimat, yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar protein, analisis kadar lemak dan analisis kadar karbohidrat dan kadar mineral Ca, Cu, Fe dan Zn. Dalam penelitian ini kita dapat mengetahui kandungan kalsium pada Kijing Taiwan, yaitu 366 mg kalsium serta mengetahui berapa gram Kijing Taiwan yang harus dikonsumsi untuk memenuhi asupan kalsium per hari per orangnya, yaitu sebanyak 273 gr. Diharapkan dari lingkup yang kecil ini dapat mengurangi kasus osteoporosis di Indonesia. Kata kunci
: Kijing, Anodonta woodiana, sumber kalsium, osteoporosis
PENDAHULUAN Kalsium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia. Kalsium berperan penting dalam proses metabolisme tubuh, penghantar isyarat saraf, mengatur denyut jantung, pertumbuhan otot dan lain-lain. Kebutuhan kalsium pada manusia berbeda-beda tergantung tingkat usianya. Untuk memenuhi kebutuhan kalsium tersebut manusia harus mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium. Kekurangan kalsium pada tubuh manusia dalam jangka panjang akan mengakibatkan pengeroposan dan pengapuran pada tulang, kerusakan pada gigi, dan lain-lain(Deearyana 2006). Masyarakat umumnya mengetahui bahwa sumber kalsium utama berasal dari susu. Kandungan kalsium pada susu sapi per 100% Berat Dapat Dimakan (BDD) sebesar 143 mg. Padahal ada sumber kalsium lain yang berpotensi yaitu
memiliki kandungan kalsium lebih besar daripada susu yaitu kerang(Nasoetion et al. 2009). Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perikanan laut yang cukup besar. Potensi sumber daya ikan di laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,7 juta ton per tahun. Salah satu potensi perikanan laut tersebut adalah kerang. Data Dirjen Perikanan menunjukkan adanya kenaikan produksi kerangsebesar 11,73% selama tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal Perikanan, 1995). Melihat potensi sumber daya kerangyang melimpah di perairan Indonesia dan kandungan kalsiumnya yang tinggi maka kerangsangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai sumber kalsium lain selain susu. Saat ini banyak orang yang terkena osteoporosis. Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia mempublikasikan bahwa 2 dari 5 91
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
orang Indonesia memiliki risiko mengalami osteoporosis. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kalsiumnya secara optimal. Misalnya dalam mengkonsumsi susu, masyarakat tidak mengkonsumsinya sesuai dengan kebutuhan kalsiumnya yaitu sebanyak 3 gelas per hari. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi mengenai pentingnya memenuhi kebutuhan kalsium dengan memberikan alternatif menu makanan olahan berbahan dasar kerang(Departemen Kesehatan RI, 2009). Tubuh manusia memerlukan mineral kalsium yang cukup bagi tubuh. Masyarakat umumnya memenuhi kebutuhan kalsiumnya hanya dengan mengkonsumsi susu. Banyak masyarakat yang belum memahami bahwa ada bahan makanan yang mengandung mineral kalsium paling tinggi yaitu kerang. Dalam penelitian ini akan dilakukan penentuan komposisi kimia proksimat kerangsebagai sumber kalsium. Dokter dan ahli gizi pada umumnya menyarankan pasiennya yang menderita osteoporosis untuk mengkonsumsi lebih banyak susu sapi karena mengandung kalsium tinggi. Kedengarannya cukup masuk diakal, tetapi tidak akan berhasil. Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800 mg - 1200 mg kalsium sehari, tapi tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis daripada orang Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300 mg - 500 mg kalsium per hari. Penyebab utama osteoporosis adalah terlalu banyak mengonsumsi acidic yang berasal dari daging, gula dan bahanbahan yang mengandung kimia. Untuk menetralisir aciditas tersebut, tubuh mengambil kalsium (alkalin) dari tulang. Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa seseorang itu tidak cukup memakan kalsium. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat menyebabkan pengurangan alokasi dana terhadap makanan tambahan seperti susu. Kasus osteoporosis yang telah 92
ramai dipergunjingkan merupakan efek dari kurangnya asupan kalsium sementara sumber kalsium yang saat ini dikenal masyarakat adalah susu. Berdasarkan data dari Puslitbang Gizi Depkes, dua dari lima orang Indonesia berpeluang untuk terkena osteoporosis. Hal ini mengindikasikan kurangnya asupan kalsium pada masingmasing individu(Departemen Kesehatan RI 2009). Pemenuhan kebutuhan kalsium setiap harinya menjadi pilihan sulit bagi setiap ibu rumah tangga selaku pemegang kendali dalam keuangan rumah tangga dan pengatur menu makanan untuk keluarganya. Kesulitan pemenuhan kebutuhan kalsium dikarenakan harga susu yang beredar di pasaran terus meningkat tidak sebanding dengan kenaikan pengahasilan yang didapatkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu alternatif sumber kalsium baru yang dapat mensubtitusi susu dengan kandungan kalsium yang tinggi dengan harga yang terjangkau. Sumber kalsium yang dapat dikembangkan adalah kerang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji komposisi kimia proksimat, yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar protein, analisis kadar lemak dan analisis kadar karbohidrat dan mineral Cu, Fe dan Zn pada daging kerang air tawar yaitu Kijing Taiwanserta merumuskan metode sosialisasinya sebagai sumber kalsium dalam upaya pencegahan ospteoporosis. Penelitian ini bermanfaat sebagai peluang untuk memperkenalkan Kijing Taiwan kepada masyarakat khususnya ibu rumah tangga dalam pengolahan menu makanan olahan yang berbahan dasar kerang. Kalsium dan Osteoporosis Asupan kalsium yang memadai adalah penting untuk mencapai massa tulang yang optimal (optimal peak bone mass/PBM) dan mengatur laju kehilangan kalsium dari tulang dengan bertambahnya
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
usia. Secara umum, fungsi kalsium adalah membangun tulang dan gigi, mengatur proses-proses tubuh dalam darah dan jaringan, dan membantu proses penggumpalan darah. (Nasoetion et al. 2009) Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Kalsium Rata-rata yang Dianjurkan (per orang per hari) 2004. Anak Umur Kalsium (mg) 0-6 bln 200 7-12 bln 400 1-3 thn 500 4-6 thn 500 7-9 thn 600 Pria dan Wanita Umur Kalsium (mg) 10-12 thn 1000 13-15 thn 1000 16-18 thn 1000 19-29 thn 800 30-49 thn 800 50-64 thn 800 65 thn + 800 Sumber :Nasoetion et al. 2009.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan kalsium setiap orang berbeda tergantung dari usia. Pada masa kanak-kanak asupan kalsium yang dibutuhkan per harinya masih sedikit sedangkan pada umur 10-18 tahun asupan kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Ketika memasuki usia produktif (19-49 tahun) hingga non produktif, asupan kalsium yang dibutuhkan sedikit berkurang namun harus tetap dipenuhi untuk menunjang aktifitas mereka dan menjaga kekuatan tulang mereka. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan riketsia pada anak, osteomalasia atau tulang lunak dan osteoporosis atau tulang keropos pada orang dewasa. Osteoporosis adalah gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan kekuatan
jaringan tulang. Penurunan tersebut disebabkan oleh terjadinya demineralisasi tulang, yaitu tubuh yang kekurangan kalsium akan mengambilnya dari tulang dan gigi. (Departemen Kesehatan RI 2007). International Osteoporosis Foundation (IOF) memperkirakan, 150 juta orang di seluruh dunia terdeteksi menderita osteoporosis dan berisiko mengalami patah tulang yang dapat melumpuhkan dan menurunkan kualitas hidup. Kebutuhan tubuh akan kalsium bisa dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan sumber kalsium. Bahan makanan yang mengandung sumber kalsium paling tinggi terdapat pada kerang(Koral AUP/STP Papua2008). Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) Di Indonesia, Anodonta woodiana merupakan alien spesies dari Taiwan sejak tahun 1971 dan sudah lama dikenal penduduk serta memiliki potensi ekonomi dan ekologi yang besar. A. woodiana merupakan salah satu sumber protein hewani, dengan kandungan nutrisi yang baik. Bagian tubuh kijing ini juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan obat penyakit kuning. Cangkangnya sebagai bahan industri kancing dan penghasil mutiara air tawar (Rahayu, 2011). Pemanfaatan A. woodiana yang dilakukan selama ini hanya sebagai pakan ternak, industri kancing, dan biofilter, sementara kemampuan biologisnya untuk memproduksi mutiara belum banyak diketahui. Jika melihat lebih detil anatomi dan proses biokimia jaringan tubuhnya, ternyata Anodonta sp. mampu mendeposit crystaline calcium carbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal sebagai nacre, dan komponen pembentuk lapisan prismatik yaitu kristal hexagonal calsite conchiolin (C32H48N2O11 ) pada lapisan cangkang bagian dalam. Di bawah ini diperlihatkan daftar komposisi bahan makanan kerang(Tabel 2).Tabel Berdasarkan data di atas dapat 93
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
dilihat kandungan protein, lemak, karbohidrat pada kerangdalam bentuk kerangsegar dan kerangrebus. Tabel di bawah ini menyajikan daftar komposisi bahan makanan yang
terkandung pada susu serta produk olahannya. Berdasarkan data di atas dapat dilihat kandungan protein, lemak, karbohidrat pada komposisi bahan makanan susu serta produk olahannya.
Tabel 2. Daftar Komposisi Bahan Makanan Kerang No
Gol
1
5
2
5
Nama Pangan Kijing Taiwan segar Kijing Taiwan rebus
BDD
Protein
Lemak
Karbohidrat
%
%
%
%
100
23,23
7,01
3,55
100
19,48
2,50
3,75
Tabel 3. Daftar Komposisi Bahan Makanan Susu dan Olahannya No
Gol
1
8
2 3
Nama Pangan
BDD
Energi
Protein
Lemak
KH
Es krim
% 100
Kal 207
G 4
g 12.5
g 20.6
8
Keju
100
326
22.8
20.3
13.1
8
Kelapa susu
100
204
2.6
20
4
4
8
Mentega
100
725
0.5
81.6
1.4
5
8
Susu Ibu (ASI)
100
65
1.1
3.5
7.7
6
8
Susu Kambing
100
64
4.3
2.3
6.6
7
8
Susu Kental Manis
100
336
8.2
10
55
8
8
Susu Kental Tak Manis
100
138
7
7.9
9.9
9
8
Susu Kerbau
100
160
6.3
12
7.1
10
8
Susu Sapi
100
61
3.2
3.5
4.3
11
8
Susu Skim(tak berlemak)
100
36
3.5
0.1
5.1
12
8
100
509
24.6
30
36.2
13
8
100
418
19
9
65.5
14
8
Tepung Susu Tepung Susu Asam, untuk bayi Tepung Susu Skim
100
362
35.6
1
52
15
8
Yoghurt
100
52
3.3
2.5
4
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Dept. Gizi Masy. FEMA IPB 2009) BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium nutrisi BBPBAT Sukabumi dari bulan April hingga Agustus 2010. Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan pada tahap persiapan sampel adalah pisau, talenan, timbangan digital dan kertas label. Alat untuk analisis proksimat dan AAS yang dilengkapi dengan AC lampu Ca, Cu, 94
Fe, Zn dan gas O2 dan NO2 yang digunakan untuk analisis mineral. Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah Kijing Taiwan A. woodiana yang berasal dari Kolam Percobaan BDP, Kampus Darmaga IPB. Analisis Proksimat Penentuan komposisi kimia (proksimat) dan AAS (Atomic Absorption
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
Spectrophotometry) untuk analisis mineralCu, Fe, dan Zn, yang meliputi: a. Analisis kadar air (AOAC 1995) Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar air = B1-B2 x 100% B Keterangan : B = Berat sampel (g) B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
b. Analisis kadar abu (AOAC 1995) Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar abu= Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g) c. Analisis kadar protein (AOAC 1995) Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus: %N= (ml sampel–ml HCl blanko)x N HCl x 14,007 x100% Berat sampel (g)
% Protein = % N x 6,25 d. Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar lemak= Berat lemak (g) x 100% Berat sampel (g) e. Perhitungan kadar karbohidrat (AOAC 1995) Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar karbohidrat = 100% – K.lemak – K. protein – K. air – K.abu Metode Sosialisasi Metode penyampaian informasi mengenai pentingnya kalsium bagi tubuh serta pengenalan Kijing Taiwan sebagai
sumber kalsium adalah dengan penyuluhan. Metode penyuluhan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu: 1. Memberikan pemaparan tentang pentingnya pemenuhan kalsium bagi tubuh. Dalam tahap ini juga diinformasikan data analisis mengenai perbandingan kalsium pada susu serta produk olahannya dan kerang. Hal ini dapat dilakukan pada saat acara arisan RW. 2. Mengajak para ibu rumah tangga untuk memanfaatkan Kijing Taiwan yang berguna sebagai asupan kalsium anggota keluarga dalam bentuk menu makanan olahan kerang. 3. Memberikan motivasi kepada para ibu rumah tangga untuk melakukan inovasi dalam pengolahan Kijing Taiwan menjadi menu makanan yang menarik dan disukai oleh anggota keluarga. Motivasi yang diberikan berupa kegiatan lomba cipta menu masakan olahan berbahan dasar kerang. Setiap resep menu masakan yang dibuat akan dikumpulkan menjadi satu buku yang kemudian dapat dijadikan panduan dalam memilih variasi menu masakan berbahan dasar Kijing Taiwan bagi para ibu rumah tangga di lingkungan tersebut HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Bahan Makanan Kijing Taiwan dan Susu Berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan daftar komposisi bahan makanan Kijing Taiwan dan susu serta produk olahannya sebagai perbandingan kandungan kalsium yang dikandung oleh kedua jenis sumber kalsium (Tabel 4 dan tabel 5).
95
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
Tabel 4. Daftar Komposisi Kimia Bahan Makanan Kerang No
Gol
Nama Pangan
BDD (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
1
5
Kijing Taiwan segar
100
7,37
0,78
3,3
Air(%)
Abu(%)
81,82 BDD (%)
2 Kalsiumppm
Fe (%)
Zn (%)
2
5
Kijing Taiwan segar
3
5
Kijing Taiwan segar
100
366
0,10
0,05
4
5
Kijing Taiwan rebus
100
359,27
14,25
3,53
Tabel 5. Daftar Komposisi Kalsium dan Vitamin Bahan Makanan Susu dan Olahannya Kalsium mg
BDD %
Vit. A mg
Vit. B RE
Vit. C mg
Es krim
123
100
178
0.04
1
8
Keju
777
100
257
0.01
1
8
Kelapa susu
97
100
285
0.03
1
No
Gol
Nama Pangan
1
8
2 3 4
8
Mentega
15
100
1131
0
0
5
8
Susu Ibu (ASI)
35.3
100
70
0.16
2.7
6
8
Susu Kambing
98
100
43
0.06
1
7
8
Susu Kental Manis
275
100
175
0.05
1
8
8
Susu Kental Tak Manis
243
100
137
0.05
1
9
8
Susu Kerbau
216
100
27
0.04
1
10
8
Susu Sapi
143
100
45
0.03
1
11
8
Susu Skim(tak berlemak)
123
100
0
0.04
1
12
8
Tepung Susu
904
100
538
0.29
6
13
8
Tepung Susu Asam, untuk bayi
800
100
343
1
30
14
8
Tepung Susu Skim
1300
100
0
0.35
7
15
8
Yoghurt
120
100
25
0.04
0
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Dept. Gizi Masy. FEMA IPB 2009) Tabel diatas menyajikan daftar komposisi bahan makanan yang terkandung pada kerang. Berdasarkan data di atas dapat dilihat kandungan kalsium pada Kijing Taiwan dalam berbagai pengolahannya. Kandungan kalsium yang paling tinggi dalam 100% BDD terdapat pada Kijing Taiwan rebus sebesar 366 mg. Sedangkan kandungan kalsium yang paling rendah terdapat pada Kijing Taiwan segar sebesar 359,27 mg. Namun, data yang dipakai dalam perhitungan zat gizi kalsium yaitu Kijing Taiwan segar. Pemilihan Kijing Taiwan ini karena jenis dari Kijing Taiwan segar yang belum diolah untuk dibandingkan dengan susu sapi. 96
Tabel diatas menyajikan daftar komposisi bahan makanan yang terkandung pada susu serta produk olahannya. Berdasarkan data di atas dapat dilihat kandungan kalsium pada susu dan produk olahannya. Kandungan kalsium yang paling tinggi dalam 100% BDD terdapat pada tepung susu skim sebesar 1300 mg. Sedangkan kandungan kalsium yang paling rendah terdapat pada mentega sebesar 15 mg. Namun, data yang dipakai dalam perhitungan zat gizi kalsium yaitu susu sapi sebesar 143 mg. Pemilihan susu sapi ini karena jenis susu inilah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
Analisis Perbandingan Kandungan Gizi Kalsium dari Kijing Taiwan dan Susu Kandungan kalsium dalam 100 g bahan makanan menurut DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), 100 g susu sapi mengandung 143 mg kalsium, 100 g Kijing Taiwan mengandung 366 mg kalsium. Secara umum, untuk menghitung jumlah zat gizi bahan pangan dirumuskan sebagai berikut : 100
100
100 100
Keterangan : Kgij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram Bj = berat makanan j (g) Gij = Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD bahan makanan j BDD = persen bahan makanan j yang dapat dimakan (% BDD) Berikut adalah salah satu contoh perhitungan perbandingan antara susu sapi dan Kijing Taiwan untuk memenuhi kebutuhan kalsium pada masa pertumbuhan (10-18 tahun) yaitu sebesar 1000 mg. 1. Berapa gram susu atau Kijing Taiwan yang harus dikonsumsi manusia dalam sehari? Jawaban : Susu sapi 100
1000 143
100 100
100 100
= 699,3007 gr Kijing Taiwan
100
100
= 1000mg x 100 x100 366 100 = 273,2240 gr
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan fakta bahwa untuk memenuhi
kalsium harian tubuh perlu mengkonsumsi susu sapi sebanyak 700 gr atau mengkonsumsi Kijing Taiwan sebanyak 273 gr. URT (Ukuran Rumah Tangga) dari konsumsi susu adalah satu gelas berukuran 200 gr. Maka untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian tubuh perlu mengkonsumsi kurang lebih 3,5 gelas susu per hari. Sementara untuk Kijing Taiwan URT nya adalah satu sdm berukuran 15 gr. Berarti untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian tubuh perlu mengkonsumsi kurang lebih 18 sdm kerang. Analisis Perbandingan Biaya Berikut merupakan perbandingan pengalokasian dana untuk pemenuhan kalsium bagi keluarga dengan sumber susu dan kerang. Susu merk X dengan netto 200 gram memiliki harga Rp 20.000,00. Setiap satu gelas susu dianjurkan 4 sendok susu bubuk (± 35 gram). Diasumsikan keluarga yang mengkonsumsi susu tersebut berjumlah 4 orang (ayah, ibu, dan dua orang anak), maka dalam satu hari akan dihabiskan susu sebanyak 4 35 3.5 490 . Hal ini berarti dalam satu hari sebuah keluarga harus menganggarkan dana sebesar 20000 49.000,00 Kijing Taiwan dijual di pasaran dengan harga sekitar Rp 14.000,00 per kg. Diasumsikan keluarga yang mengkonsumsi Kijing Taiwan tersebut berjumlah 4 orang (ayah, ibu, dan dua orang anak), maka dalam satu hari akan dihabiskan Kijing Taiwan sebanyak 4 x 273 = 1.092 gram = 1.092 g. Hal ini berarti dalam satu hari sebuah keluarga harus menganggarkan dana sebesar =1,092 x Rp. 14.000,- = Rp. 15.288,-. Dari hasil perhitungan analisis biaya di atas dapat diketahui bahwa untuk memenuhi kebutuhan kalsium keluarga dalam satu hari harus dianggarkan dana sebesar Rp 49.000,-untuk susu dan Rp 15.288,- untuk kerang. 97
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
Sosialisasi Kijing Taiwan sebagai Sumber Kalsium Dalam menyosialisasikan Kijing Taiwan sebagai sumber kalsium, ada kerjasama antara pejabat kelurahan seperti ibu kepala desa dengan mahasiswa yang mengetahui informasi mengenai Kijing Taiwan sebagai sumber kalsium. Hal ini dikarenakan target penyuluhan ini yaitu para ibu rumah tangga sehingga penerimaan informasi tersebut lebih tersampaikan. Ibu rumah tangga dipilih sebagai obyek penyuluhan karena mereka memiliki peranan penting dalam penyusunan menu makanan untuk keluarganya. Penyuluhan ini diberikan pada saat ada kegiatan dimana para ibu rumah tangga berkumpul, seperti acara arisan RT atau RW ataupun acara PKK. Dari kegiatan penyuluhan ini diharapkan para ibu rumah tangga yang mengikutinya mampu mengaplikasikan ilmu yang telah didapat demi terpenuhinya asupan kalsium setiap anggota keluarga. Selain itu, diharapkan dari lingkup yang kecil ini dapat mengurangi kasus osteoporosis di Indonesia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tujuan dari pembuatan penelitian ini telah tercapai. Dalam penelitian ini kita dapat mengetahui kandungan kalsium pada Kijing Taiwan serta mengetahui berapa gram Kijing Taiwan yang harus dikonsumsi untuk memenuhi asupan kalsium per hari per orangnya. Selain itu juga dapat melakukan sosialisasi Kijing Taiwan sebagai sumber kalsium masyarakat yaitu dengan memberikan penyuluhan langsung kepada para ibu rumah tangga dengan bekerja sama dengan pejabat kelurahan.
asupan kalsiumnya, dan perlu adanya sosialisasi pada masyarakat luas bahwa Kijing Taiwan dapat memberikan alternatif dalam memberikan asupan kalsium. Sosialisasi yang dilakukan dapat berjalan secara kontinu melalui berbagai tema dalam penyajian Kijing Taiwan bagi anggota keluarga seperti menu masakan untuk keluarga atau menu bekal makanan yang berbahan dasar kerang. DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist, Washington D.C. Dept. Gizi Masy.FEMA IPB. 2009. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Deearyana. 2006. Kalsium. http://biasbiru. blogspot.com/2006/08/kalsiumcalcium.html. [3 Maret 2009] Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. 2009. Konsumsi Kalsium untuk Cegah Osteoporosis. http://www.DepkesRI.co.id [3 Maret 2009] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Terapi Patah Tulang karena Osteoporosis. http://www.DepkesRI. co.id [3 Maret 2009] Direktorat Jenderal Perikanan.1995. Kerang. http://Pusat informasi pelabuhan perikanan.html. [2 Maret 2009] Koral AUP/STP Papua. 2008. Kerang: Kecil Bentuknya,BesarKandungan Kalsiumn ya.http://www.loligopapua.wordpress.c om/2008/01/10/kerang-kecilbentuknya-besar-kandungankalsiumnya/ [30 Maret 2009] Nasoetion, Amini, Evy Damayanthi.2009. Ilmu Gizi Dasar. Dept Gizi Masy.FEMA : IPB Rahayu, SYS.2011. Biomineralisasi pada
Saran Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat beralih untuk mengkonsumsi Kijing Taiwan sebagai
98
Proses Pelapisan Inti Mutiara Kijing Air Tawar Anodonta woodiana (Unionidae). Disertasi. IPB, Bogor.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi Oom Komala 1), Bina Lohita Sari 2), Nina Sakinah 3) 1) Program Studi Biologi FMIPA UNPAK - Bogor 2, 3) Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK - Bogor ABSTRAK Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas antibakteri dari beberapa konsentrasi ekstrak etanol buah pare terhadap bakteri Salmonella typhi telah dilakukan. Pengujian antibakteri ekstrak etanol buah pare dilakukan dengan mengukur Diameter Daerah Hambat (DDH) melalui metode difusi kertas cakram dan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) melalui metode dilusi agar padat. Pengujian DDH dilakukan terhadap konsentrasi ekstrak buah pare 12,5%, 25%, 50%, 75%, serta kloramfenikol 30 UI sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif. Sedangkan pengujian KHM dilakukan terhadap konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pare kurang efektif sebagai antibakteri terhadap Salmonella typhi, karena pada pengujian DDH zona hambat yang terbentuk tidak absolut. KHM berada pada konsentrasi 60%, dimanatidak ada pertumbuhan bakteri. Kata kunci: Buah pare (Momordica charantia L),Salmonella typhi, efektivitas antibakteri Abstract The study aims to determine the antibacterial effectiveness from several concentrations of bitter melon fruit against Salmonella typhihad be done. Antibacterial testing is measured by Diameter of Inhibitory Region (DIR) through paper disc diffusion method and Minimum Inhibitory Concentration (MIC) through the dilution method to be solid. DIR Tests carried out on extract concentration bitter melon fruit 12.5%, 25%, 50%,75%, and chloramphenicol 30 UI as a positive control and distilled water as a negative control. Meanwhile, MIC testing performed on the concentration of 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70% and 80%. The results showed that ethanol extract of bitter melon fruit is less effective as an antibacterial against Salmonella typhi, because in testing DIR inhibitory zone formed is not absolute. However, MIC can be concluded at a concentration of 60%, because it was no bacterial growth. Keywords : Bitter Melon Fruit (Momordica charantia L), Salmonella typhi, the effectiveness of antibacterial
PENDAHULUAN Buah pare (Momordica charantia L) merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa-senyawa yang berkhasiat dalam pengobatan seperti alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, dan asam momordica (Yohana, dkk., 2005). Di Indonesia tanaman pare (Momordica charantia L) selama ini dikenal sebagai sayur-sayuran yang dikonsumsi sehari-hari. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, masyarakat ingin memanfaatkan tanaman pare sebagai hasil alam untuk dikembangkan sebagai tanaman obat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Menurut Subahar (2004) buah pare berkhasiat sebagai obat untuk demam, disentri, kencing manis, dan radang tenggorokan. Khasiat buah pare dalam menanggulangi penyakit tifus belum banyak penelitian.
99
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104
Salah satu bakteri penyebab tifus adalahSalmonella typhi. Infeksi oleh bakteri ini terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka bakteri ini akan menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. (Jawetz et al, 2001). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas ekstrak buah pare (Momordica charantia L)sebagai antibakteri Salmonella typhi. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Buah pare (Momordica charantia L.)yang berumur sedang (±3 bulan)dikeringkan selanjutnya digiling dan diayak menggunakan mesh 20. Karakterisasi serbuk buah pare dilakukan terhadap kadar air (tidak lebih dari 10%, Ditjen POM, 1985), dan kadar abu (tidak lebih dari 10,5%, DepKesRI, 1995). Serbuk simplisia yang didapat selanjutnya diekstrak menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk buah pare dalam pelarut etanol 70% sebanyak 7,5 l selama 24 jam, lalu disaring dengan kain saring dan direndam kembali dalam etanol 70% sisanya sebanyak 2,5 l sampai terekstraksi. Setelah itu diuapkan dengan alat rotavapour, pelarut alkohol yang masih tersisa diuapkan pada water bath serta diangin-anginkan sehingga didapatkan ekstrak yang kental.Rendemen yang diperoleh dihitung dengan membandingkan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat awal simplisia dikalikan 100%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuji secara kualitatif kandungan senyawa alkaloid (menggunakan pereaksi Mayer dan Bouchardat) flavonoid (Depkes RI, 1995), saponin (Depkes RI, 1977), dan triterpenoid (Uji Lieberman-Buchard). Pembuatan media agar dilakukan sebagai berikut sebanyak 38 gram serbuk mediaMueller Hintondilarutkan dalam1 100
liter aquadest. Setelah homogen dilakukan .sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit, setelah itu dituangkan dekat api bunsen kedalam cawan petri sebanyak 20 mL. Bakteri yang sudah diencerkan konsentrasi 106/ml. dituangkan sebanyak 1 mlkedalam media hangat. Setelah homogen kemudian kertas cakram yang mengandung ekstrak buah paredengan konsentrasi12,5%,25%, 50%, 75%; dan. kontrol positif (kloramfenikol) konsentrasi 30 UI, di tempelkan di permukaan media agar dalam cawan petri (metode difusi kertas cakram) (Alcamo, 1991). Cawan petri tersebut diinkubasidalam inkubator selama 24 jam pada suhu 370 C. Daerah bening disekitar kertas cakram ekstrak buah pare dan kloramfenikol diukur. Pengujian dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dilakukan menggunakan metode dilusi padat. Larutan uji dibuat dengan mengencerkan secara serial dengan konsentrasi 10%,20%,30%,40%, 50%, 60%, 70% dan 80%. Sebanyak 1 ml larutan uji dimasukan ke dalam cawan petri steril yang berisi 9 ml media Mueller Hinton hangat dengan suhu 40o-50oC, tuangkan 1 ml suspensi bakteri uji konsentrasi 106/ml, campur homogen. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.KHM ditentukan pada cawan konsentrasi ekstrak terendah yang tidak ditumbuhi bakteri (Alcamo, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Karakteristik Simplisia Penetapan kadar air dan kadar abu simplisia buah pare perlu dilakukan sebelum melakukan ekstraksi dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air dan kadar abu dalam suatu bahan(Ditjen POM,2000).Hasil penetapan kadar air simplisia buah pare diperoleh sebesar 6,88%. Hasil tersebut memenuhi standar kadar air simplisia buah yang
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104
diperbolehkan yaitu ≤ 10% (Ditjen POM, 1985). Semakin kecil kandungan air dalam suatu simplisia, maka akan sangat berguna untuk memperpanjang daya tahan serbuk simplisia selama penyimpanan. Sedangkan hasil penetapan kadar abu simpisia buah pare diperoleh sebesar 10,9%. Hasil tersebut belum memenuhi karena sedikit melebihi ketentuan kadar abu buah pare dalam DepKes RI (1997) yaitu tidak lebih dari 10,5%. Penetapan kadar abu simplisia dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan senyawa anorganik yang terkandung dalam simplisia, baik yang berasal dari tanaman secara alami maupun kontaminan selama proses pembuatan simplisia. Hasil Pembuatan Ekstrak Dari hasil ekstraksi ditentukan rendemen, penentuan rendemen bertujuan untuk mengetahui perbandingan dari simplisia dan ekstrak, dari penentuan rendemen dapat diketahui jumlah ekstrak dari simplisia pada berat tertentu (Ditjen POM, 2000). Rendemen yang diperoleh sebesar 21,156%, Berdasarkan perhitungan rendemen ekstrak buah pare menunjukkan bahwa rendemen buah pare memenuhi syarat yaitu tidak kurang dari 17,9% (Ditjen POM, 2006).
ketentuan kadar abu buah pare dalam DepKes (1997) yaitu 7,2%. Hal ini mungkin masih terdapat kotoran atau debu yang tidak tercuci. Hasil Penetapan Kadar Air Ekstrak Penetapan kadar air simplisia dilakukan untuk mengetahui terpenuhinya ketentuan kadar air ekstrak dengan mutu yang baik. Kadar air harus ditentukan karena air yang tersisa dalam ekstrak pada kadar air tertentu merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik. Pertumbuhan kapang dan mikroorganisme lain dapat menyebabkan perubahan kimia pada senyawa aktif dan dapat mengakibatkan kemunduran mutu ekstrak. Pada penelitian ini kadar air ekstrak buah pare sebesar 6,03%, nilai ini menujukkan bahwa ekstrak yang digunakan memenuhi ketentuan ekstrak kental (≤10%) (Ditjen POM, 2000) . Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa buah pare memberikan hasil positif pada uji alkaloid dan saponin, namun memberikan hasil negatif pada uji flavonoid dan triterpenoid (Tabel 1). Tabel 1.Hasil Pengamatan Senyawa Fitokimia Gol. senyawa
Hasil Penetapan Kadar Abu Total Ekstrak Unsur mineral dikenaljuga sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Banyak dari mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, namun belum banyak penelitian sejenis dilakukan pada manusia. Penetapan kadar abu total ekstrak dilakukan untuk melihat cemaran berupa bahan anorganik pada ekstrak yang sukar menguap walaupun dipanaskan pada suhu tinggi. Pada penelitian ini kadar abu total ekstrak buah pare sebesar 7,69%, nilai ini belum memenuhi karena sedikit melebihi
Data Pengamatan
Hasil Analisis
Alkaloid Bouchardat
Endapan coklat
+
Mayer
Endapan putih
+
Flavonoid
Warna coklat kehitaman
-
Saponin
Timbul Buih
+
Anhidrat Asetat
Larutan tidak berwarna
-
Asam Sulfat
Larutan tidak berwarna
-
Triterpenoid
101
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104
Pengujian Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Pare Terhadap Bakeri Salmonella typhi Diameter Daerah Hambat Pengujian antibakteri dilakukan untuk melihat ekstrak yang mempunyai efektivitas paling efektif sebagai antibakteri Salmonella typhi.Pengujian antibakteri menggunakan difusi kertas cakram, yang merupakan metode paling banyak digunakan karena lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa antibakteri baru yang belum diketahui aktivitasnya. Pada metode ini penghambatan pertumbuhan ditujukan oleh luasnya wilayah jernih (zona hambat) di sekitar kertas cakram (Brander et al., 1999). Dari hasil pengamatan dan pengukuran diameter zona hambat yang berupa zona bening di sekitar kertas cakram (Gambar 1)menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi berbeda mempunyai tingkatan efektivitas antibakteri yang berbeda-beda terhadap bakteri Salmonella typhi.
Keterangan : K+ : Kontrol positif, K-:Kontrol negatif, Ekstrak buah pare 12,5%,25%,50%, dan 75%.
Gambar 1. Hasil Uji Diameter Daya Hambat Ekstrak Buah Pare Terhadap Bakteri Salmonella typhi.
Berdasarkan pengujian terhadap bakteri Salmonella typhi, daerah hambat ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi 12,5%; 25%; 50% dan 75 % memiliki lebar daerah hambat lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol positif yaitu Kloramfenikol 30 UI. Zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak buah pare berturutturut rata-rata diameter sebesar 6,5 mm, 12,4 mm, 16,3 mm, 17,2 mm lebih kecil dari diameter kloramfenikol 30,19 mm (Gambar 1).Hal ini menunjukkan efektivitas buah pare terhadap bakteri 102
Salmonella typhi tidak kuat atau lemah. Sehingga zona hambat di sekitar kertas cakram menjadi tidak rata, masih terlihatpertumbuhan bakteri Salmonella typhi yang ditandai dengan terbentuknya koloni-koloni bakteri di dalam zona hambat (Parsial). Tabel 2.Diameter Daerah Hambatekstrak kental buah pare terhadap bakteri Salmonella typhi Ulangan
Diameter Daerah Hambat (mm) K1
K2
K3
K4
K+
1
14,25
13
14,25
18,35
30
2
11,75
12,45
17,25
18
30
3
0
10,75
17
18,75
30,75
4
0
13,5
12
13,75
30
Jumlah
26
49,7
65,5
68,85
12,75
Rata-rata
6,50
12,43
16,38
17,21
30,19
Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa ekstrak kental buah pare pada, konsentrasi 75% paling efektif diantara konsentrasi ekstrak lainnya, karena memiliki diameter daerah hambat yang paling besar dengan rata-rata diameter daerah hambat sebesar 17,21 mm. Namun bila dibandingkan dengan kontrol positif yaitu kloramfenikol, maka ekstrak etanol buah pare memiliki efektivitas antibakteri sangat lemah. Menurut Setiabudi (1987) kloramfenikol bersifat bakteriostatik yang bekerja menghambat enzim peptidil transferase pada proses sintesis protein kuman.Lemahnya efektivitas buah pare ini kemungkinan terjadi karena kandungan fitokimianya yang hanya mengandung senyawa alkaloid dan saponin,sehingga kurang kuat dalam menghambat bakteriSalmonella typhi.Nilai diameter daerah hambat yang diperoleh, di analisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dengan perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi sedangkan responnya adalah diameter daerah hambat (DDH) yang terbentuk. Pengujian ini dilakukan dengan 4 kali ulangan.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104
Berdasarkan analisis ragam terhadap bakteri Salmonella typhi memperlihatkan bahwa nilai diameter daerah hambat dari ke enam perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata dengan P < 0,01. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai DDH dari ke enam perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Pengujian Konsentrasi Minimum (KHM)
Hambat
Pada Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) metode yang digunakan adalah metode dilusi padat. Keterangan :KHM : Konsentrasi hambat minimum 10%, 20%, 30%,40%,50%,60%,70%,80%.
bakteriosidal “Complete Bactericidal”. sehingga dapat disimpulkan KHM berada di konsentrasi 60% (Gambar 2). KESIMPULAN 1. Ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L) menunjukkan efektivitas pada konsentrasi 75%, namun lemah dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi, karena masih terbentuk koloni-koloni bakteri di dalam zona hambat (Parsial). 2. Pada pengujian konsentrasi hambat minimum disimpulkan KHM berada di konsentrasi 60%. 3. Senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak etanol buah pare(Momordica charantia L) adalah alkaloid dan saponin.
SARAN
Gambar 2.Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Buah Pare Terhadap Bakteri Salmonella typhi
Hasil yang diperoleh menunjukkan ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi 10% hingga konsentrasi 30% masih menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri yang sempurna seperti pertumbuhan bakteri pada kontrol negatif.. Pada konsentrasi40% hingga konsentrasi 50% ekstrak etanol buah pare menunjukkan daya hambatnya ditandai dengan pertumbuhan bakteri yang lebih jarang dibandingkan dengan kontrol negatif, hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak etanol buah pare tersebut memiliki sifat bakteriostatik yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada konsentrasi 60% hingga konsentrasi 80% ekstrak etanol buah pare menunjukkan daya hambat yang cukup besar ditandai tidak adanya pertumbuhan bakteri pada konsentrasi tersebut, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah parepada konsentrasi tersebut memiliki sifat
1. Perlunya pengujian lebih lanjut mengenai pelarut yang cocok untuk meserasi atau metode lainnya agar senyawa aktif yang terkandung dalam buah pare dapat terisolasi secara maksimal sehingga efektivitas antibakterinya dapat maksimal pula. 2. Perlunya pengujian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa apa saja yang terkandung dalam buah pare guna mengetahui senyawa yang lebih efektif sebagai antibakteri selain alkaloid dan saponin.
DAFTAR PUSTAKA Alcamo, I.E.1991. Fundamentals of Microbiology. Third Edition. The Benyamin Cummings Publishing Company. State University of New York. Brander, G. C., Pough, D. M, Bywater, R. J & Jenkins, W. L. 1999. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutic. 5th Edition. Brailler Tindal, London. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Jendral 103
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104
.
Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Pengawas Obat Dan makanan. Jakarta.
1995. Materi Medika Indonesia. Departemen Kesehatan – Jakarta
. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan – Jakarta
. 1997. Informasi Simplisia Asing. Direktorat Jendral
104
_____. 2006. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113
ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.)YANG LARUT DALAM AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI Bambang Mursito, Rayung Sari Fakultas Farmasi Universitas Pancasila ABSTRAK Jamur Shiitake merupakan jamur yang bermanfaat, baik di bidang pangan maupun pengobatan. Senyawa yang terkandung dalam jamur ini berkhasiat sebagai antitumor dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Senyawa aktif yang dimaksud adalah polimer βglukan yang merupakan suatu pengulangan struktur dengan unit-unit D-glukosa yang satu sama lain bergabung membentuk rantai lurus dengan ikatan beta (β) . Proses isolasi senyawa tersebut dari jamur Shiitake diawali dengan proses pembebas-lemakkan sampel menggunakan pelarut petroleum eter dan isopropanol. Kemudian diekstraksi dengan air 96⁰C, kemudian ekstrak tersebut ditambahkan papain yang bertujuan menghidrolisis ikatan antara protein dan polisakarida. Setelah itu dilanjutkan dengan presipitasi menggunakan etanol 60%, presipitat yang diperoleh dilarutkan dalam air dan diendapkan kembali dengan penambahkan ammonium sulfat 30%. Endapannya dilarutkan dalam air 80⁰C, kemudian dikeringkan secara pengeringan beku. Isolat yang dihasilkan berwarna putih keabuan. Analisis dengan KLT satu dimensi dengan menggunakan eluen asetonitril-aseton-air (6:1:3) menunjukkan satu bercak. Spektrum transmisi Inframerah menunjukkan terdapat gugus O–H, C–H, dan C–O. Sedangkan hasil 1H-NMR dan 13C-NMR diprediksi terdapat senyawa glukan. Kata Kunci: Jamur Shiitake (Lentinus edodes Berk.), Spektrometri, β-glukan.. ABSTRACT Shiitake mushroom is abeneficialfungus, both in the field of food and medicine. Compounds contained in these mushrooms as a potent antitumor and stimulate the immune system. The active compound is β-glucan which is a repetition of the structure with the units of D-glucose joined to one another to form a straight chain with a bond beta (β). Shiitake mushrooms lemakkan exempted by using isopropanol solvent and petroleum ether. Then extracted with water 96⁰C, to extract water is added papain to hydrolyze the bonds between proteins and polysaccharides. After that followed by precipitation using 60% ethanol, the precipitate obtained is dissolved in water and reprecipited by 30% ammonium sulfate. The precipitate was dissolved at 80⁰CThe sediment was dissolved in water at 80⁰C, then dried by freeze drying. Isolates that produced white-gray. Analysis with one-dimensional TLC using two different kinds of eluent showed a single spot. Infrared transmission spectra show there is a group O-H, C-H, and C-O. While the results of1H-NMR and 13C-NMR compounds are predicted glucan. Key Words: Shiitake Mushroom (Lentinus edodes Berk.), Spectrometry, β-glucan.
PENDAHULUAN Jamur telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya.Hal itu disebabkan jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas.
Sebagai contoh, jamur banyak muncul pada musim hujan, di kayu-kayu lapuk, maupun tumpukan jerami. Jamur akan segera mati setelah musim kemarau tiba. Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, dengan tipe seleukariotik. 105
Fitofarm maka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 2 : 103-1113
Tuubuhnya terrdiri dari beenang-benang yang disebut hifa, yang dapaat membentuuk anyamaan bercabanng-cabang yang disebbut miselium m. Sttruktur tubuuh jamur terrgantung paada jenisnyaa. Jamur uniseluleer, misalnnya khamir, serta jam mur yang multiseluller membenntuk tubuuh buah besar yang ukurannnya dapat mencapai satu meteer, contohnnya jamur kayu (1). Seejak beberrapa dekadde terakhirrm jamur edibel sepperti Agariccus bisporrus (jamur kancing), Auriculariia polytricha (jamur kuping), k Leentinus edoddes (Shiitake), dan Pleeurotus ostreeatus (jamuur tiram) tellah menarikk perhatian bagi peneliitian terhaddap manfaatt jamur baggi peningkattan kesehataan. Hal itu berdasarkaan kandungaan yang tellah teridenttifikasi dalam m berbagai jamur, antaara lain meengandung berbagai macam m asaam amino esensial, lemak, mineral, m d dan vitaminn, juga terddapat senyyawa penting yang beerperan baggi kesehatann tubuh. Daari beberappa contoh jamur terrsebut diataas, jamur shiitake merrupakan salaah satu jam mur yang potensial p unntuk bisa dimanfaatkkan sebagai bahan antittumor dan antikanker. a Shhiitake merrupakan salaah satu jam mur konsum msi yangg palinng muddah dibudiddayakan, jaamur ini disebut juuga dengan jamur kayu k cokkelat, kareena tumbuhnya di kayu dann tudungnnya berwarnna kecoklataan. K Kandungan g jamur shiitake antaara gizi lain: prootein total, lemak totall, karbohidrrat, serat kasar k dan abu. Daalam proteein ditemukkan berbagaai asam am mino melipuuti leusin, isoleusin, valine, triiptofan, lisiin, f m metionin, d dan arginin, threonin, fenilalanin, histidin. Mineral yang y telah teridentifika t asi pada jamurshitak j ke melipuuti kalsium m, kalium dan seleniium sedanggkan vitam min yang teelah teridenttifikasi melliputi vitam min A, C, E, dan B khuususnya B2 serta vitam min D. Sel tuudung miseelia menganndung 50 jennis enzim, semacam pepsin p dan tripsin untuuk m pencernaaan. melancaarkan sistem mempunyyai Jaamur s shiitake kandunggan senyaw wa polisakaarida penting 106
yang g disebut dengan d β-gllukan atau yang lebih h dikenal dengan lentinan yang berkh hasiat sebagai antitum mor. Polisak karida ini merupakann serat laarut dalam air, tersu usun dalaam ikatann β-1,3-g glukopyran nosida denggan rantai ccabang β-1,6 6 dan senyawa ini baanyak ditem mukan di bagian b batan ng di dekat tudung (8). Berdasarkkan penelitiian Fujii et e al. (1978), m miselia jaamur shiitake meng dan gandung lentinan KS-2. K Sedaangkan meenurut Surriawiria (2 2001) kand dungan kim mia jamur shiitake selain s lentin nan, juga eritadenin, e K KS-2, Ac2P P dan LAP PI.
Gam mbar 1. Struuktur polimeerβ-glukan yang diiso olasi dari jaamur shiitakke. Isolasi senyawa s β-glukan telah dilak kukan pada penelitian ssebelumnyaa oleh Syaffitri (2008)). Isolasi dilakukan pada samp pel jamurr tanduk (Termitom myces eurrh hizus Berkk.) mengguunakan metode m Westterlund (1993). Sejuumlah 331,8 g rajan ngan jamurr (Termitom myces eurrrhizus Berk k.) yang di ekstraksi secara berrtahap diperroleh 8,31553g isolat berwarna putih keco oklatan. Berrdasarkan eelusidasi deengan berbaagai metoode spekktrometri dapat dipreediksi sennyawa yaang dihassilkan meru upakan senyyawa beta glukan (9). Penelitiann ini aakan diissolasi kand dungan sennyawa β-gluukan dari serat jamu ur Shiitakee (Lentinuss edodes Berk) B yang g larut dalam m air dengaan menggun nakan meto ode Westerrlund (1993). Isolat yang diperroleh kemuudian dianallisis KLT untuk u melih hat profill kromatoogramnya dan menggun diideentifikasi dengan nakan berbaagai metodee Spektrom metri yaitu IR R dan NMR R (6).
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113
BAHAN, ALAT DAN METODE A. BAHAN 1. Bagian tudung dan pangkal dekat tudung berupa rajangan dari jamur shiitake (Lentinusedodes) 2. Bahan kimia dan pereaksi: Isopropanol teknis, petroleum eter teknis, papain, etanol 60% teknis, ammonium sulfat 30% teknis, aquadest, natrium hidroksida teknis, asam klorida teknis, asetonitril p.a, n-butanol p.a, asamsulfat p.a, asetonp.a, kalium bromida, serium sulfat p.a, α-naftol, pereaksi Fehling A dan B.
c.
B. ALAT Spektrofotometer inframerah Fourier transform (FT-IR) (Shimadzu8400s), spectrometer 1H-NMR (JLOL 60 MHz), alat penetapan jarak lebur (BUCHI B-540), timbang analitik (SER GR-200), sentrifuge (Jouan-MR-1820), oven (Memmert), eksikator, lemari pendingin, alat penyemprot pereaksi warna KLT, bejana kromatografi, lempeng silika gel GF254, thermometer, alat-alat gelas dan kertas saring.
f.
METODE PENELITIAN 1. Determinasi tanaman Determinasi tanaman asal dengan bahan jamur shiitake ( Lentinusedodes) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor. 2. Pengumpulan dan Penyiapan Bahan Bahan jamur bagian tudung dan pangkal tudung yang telah dikeringkan dengan sinar matahari dan oven 40oC dipotong kecil-kecil sebagai rajangan. 3. Pembuatan ekstrak a. Simplisia jamur ditimbang sebanyak lebih kurang 400 g, dimaserasi dengan petroleum eter selama semalam, kemudian didinginkan lalu disaring. b. Ampas dikeringkan, kemudian ditambahkan isopropanol dan
d.
e.
g.
dimaserasi lagi selama semalam, lalu disaring. Ampas yang telah dikeringkan kemudian ditambahkan air (96⁰C, selama 2 jam), didinginkan lalu disaring. Filtrat yang didapat ditambahkan papain (40⁰C, selama 3 jam), kemudian ditambahkan etanol 60% (40⁰C, selama 1 malam) lalu disentrifuge dengan kecepatan 4800 rpm. Presipitat dilarutkan dalam aquadest (80⁰C) kemudian ditambahkan ammonium sulfat 30% (4⁰C, selama 72 jam), lalu disentrifuge dengan kecepatan 4800 rpm. Presipitat dilarutkan dalam air (80⁰C, selama 2 jam) dan didinginkan lalu disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm. Presipitat yang diperoleh direkristalisasi dengan etanol, kemudian di lakukan pengeringan beku (freeze drying).
4. Identifikasi awal karbohidrat Ekstrak jamur shiitake yang diperoleh dilakukan identifikasi awal karbohidrat menggunakan: a. Pereaksi Molisch Sejumlah lebih kurang 5 ml ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat secara hati-hati melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin ungu pada batas cairan menunjukkan keberadaan karbohidrat. b. Pereaksi Fehling A dan B Sejumlah lebih kurang 5 ml ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan pereaksi Fehling A dan B sama banyak, lalu dipanaskan. Pembentukan endapan merah bata menunjukkan keberadaan karbohidrat dengan gugus pereduksi. 5. Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis Analisis pendahuluan dilakukan terhadap isolat dengan menotolkan 10 µL 107
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 103-113
sampel pada lempeng silika gel GF254 kemudian dieluasi dengan asetonitrilaseton-air atau larutan lain yang sesuai. Setelah bercak tereluasi sempurna, dilanjutkan dengan pendeteksian bercak pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. 6. Uji Kemurnian a. KLT menggunakan 2 macam eluen yang berbeda Analisis KLT dilakukan terhadap isolat menggunakan eluen yang cocok dengan cara menotolkan 10 µL sampel pada lempeng silika gel GF254. Kemudian dieluasi dengan 2 macam eluen yang mempunyai polaritas berbeda: (1). Asetonitril-n-butanol-air (3:1:6) (2). Asetonitril-air (9:1) b. Jaraklebur Isolat dimasukkan kedalam pipa kapiler, dimampatkan sampai diperoleh kolom zat setinggi 3 mm, kemudian diukur suhunya pada saat zat mulai melebur sampai semua zat melebur. 7. ElusidasiStruktur a. Spektrofotometri Inframerah Fourier Transform (FT-IR) Lebih kurang 1 mg isolat digerus dengan 100 mg kalium bromida yang kering sampai homogen. b. Spektrometri 1H-NMR dan 13C-NMR . Identifikasi dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai struktur atom-atom hidrogen dan karbon dengan spektrometri NMR hidrogrn dan karbon. Preparasi sampel dengan menggunakan lebih kurang 5 mg isolat yang dilarutkan dalam deuterium oksida dan dimasukkan ke dalam tabung NMR. Spektra yang dihasilkan dianalisis lebih lanjut. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor, menunjukan bahwa bahan 108
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur shiitake (Lentinus edodes Berk.),.suku Pleurotaceae.. B.Identifikasi Awal Karbohidrat Identifikasi karbohidrat terhadap isolate dilakukan dengan dua cara yaitu uji molisch sebagai identifikasi karbohidrat secara umum, dan uji Fehling untuk mendeteksi adanya gula pereduksi. Hasil dari uji molisch yang positif menunjukkan isolate merupakan senyawa golongan karbohidrat dengan adanya cincin ungu di antara dua fase cairan. Sedangkan hasil uji Fehling adalah negatif (larutan berwarna hijau), hal ini menunjukkan isolat tidak mengandung senyawa gula pereduksi. Dari kedua identifikasi karbohidrat (uji Molisch dan uji Fehling) dapat disimpulkan bahwa isolate merupakan senyawa sakarida yang telah kehilangan gugus aldehid atau keton membentuk suatu cincin (piranosida atau furanosida). Hasil identifikasi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.IdentifikasiawalKarbohidrat Percobaan
HasilPercobaa n
Syarat
1. Uji MolischIsolat ditambah (α-naftol dalam alkoho l+ Cincinungu Cincinungu asam sulfat) melalui dinding tabung. 2. Uji Fehling Isolatt Endapan merah ditambah larutan batauntuk Larutan Fehling A dan B karbo-hidrat berwarna hijau sama banyak,lalu dengan gugus dipanaskan. pereduksi
C.Analisis Dengan Kromatograf Lapis Tipis (KLT) Analisis pendahuluan terhadap isolat dilakukan secara KLT dengan tujuan untuk mengetahui pola bercak senyawa berdasarkan kepolarannya. Sebelum ditotolkan pada lempeng KLT, isolat dihidrolisis dalam suasana asam sulfat 2N dengan tujuan memecah ikatan polisakarida menjadi komponen-komponen
Fitofarmaka, Vol. V 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113
monoosakarida yang m memiliki g gugus peredduksi. Dari bebeerapa eluenn yang diicoba, ternyyata pola bercak yaang paling baik dihassilkan dari eluasi e camppuran asetonnitrilasetoon-air (6:1::3). Hasil analisis deengan KLT T menunjukaan satu berccak dengann nilai Rf = 0,65. Hasil kromatogrram dapat dilihat d padaa gambar1.
Gam mbar 2. Kroomatogram lapis l tipis issolat yangg dihasilkan JamurLentiinus edoddes Keteerangan : FaseGerak : Aseetonitril-aseetonair (66:1:3) Fase diam : Siliika gel GF2554 Penaampang berccak : Serrium sulfat dalam m asam sulffat A. Dilihat D pada sinar biasabbercak berw warna coklaat muda B.Skketsa gambaar bercak (unntukmempeerjelas kromatograam) D.Ujji Kemurniian 1.KL LT satu dim mensi mengggunakan dua d macaam eluen T tersebut diatas d Hasil annalisis KLT hanyya diperoleeh satu bercak, b deengan
deemikian dappat diasum msikan bahw wa analit haanya terdirri dari satuu senyawa. Untuk memberikan m keyakinaan lebih lanjut, diilakukan ujii kemurniann dengan KLT K satu diimensi menggunakan ddua macam eluen. a.. Eluen aseetonitril-n-b butanol-airr (3:1:6) Hasil analisis dengan KLT menunjukkkan satu bbercak deng gan nilai Rf = 0,48. Hasil kkromatogram m dapat dilihat padda gambar2.
Gambar G 3. Kromatogra K am lapis tipiis Denganeluen D n asetonitril--nbu utanol-air (33:1:6) Keterangan K : FaaseGerak:assetonitril-n--butanol-airr (3 3:1:6) Faase diam: Silika gell GF254Pen nampang beercak: Seriuum sulfat daalam asam sulfat s Keterangan K : A. A Dilihat paada sinar biaasa bercak berwarna b co oklat B.Sketsa gam mbar bercakk (untuk mem mperjeelas kromatoogram)
109
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 103-113
b. Eluen asetonitril-air (9:1) Hasil analisis dengan KLT menunjukkan satu bercak dengan nilai Rf = 0,76 Hasil kromatogram dapat dilihat pada gambar 3.
2. Jarak lebur Penetapan jarak lebur dilakukan untuk mengetahui kemurnian dari isolat. Namun isolat yang diperoleh tidak dapat ditentukan jarak leburnya, mengingat hasil penetapan hingga suhu 400⁰C, isolat tidak melebur. Sebagai perbandingan digunakan glukosa yang mempunyai titik lebur 150 ⁰C dan untuk laktosa (disakarida) dengan titik lebur 202 ⁰C, maka dapat diduga isolat memiliki rantai karbon yang panjang dari suatu karbohidrat. E. Elusidasi Struktur Kimia Isolat dengan Spektrofotometer Inframerah Fourier Transform. Senyawa murni yang didapat diidentifikasi gugus fungsinya menggunakan metode Spektrofotometri inframerah, hasil spektra inframerah dapat dilihat pada gambar 4 dan hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 2.
Gambar 4. Kromatogram dengan eluenAsetonitril:Air (9:1)
lapis
tipis
Keterangan : Fase Gerak : Asetonitril:Air (9:1) Fase diam : Silika Gel GF254 Penampang bercak: Serium Sulfat dalam Asam Sulfat 10% Keterangan: A. Dilihat pada sinar biasa bercak berwarna coklat muda B.Sketsa gambar bercak (untuk memperjelas kromatogram) Berdasarkan kedua hasil analisis uji kemurnian menggunakan dua eluen yang berbeda, tetap diperoleh satu bercak dengan nilai Rf yang berbeda, yang disebabkan perbedaan polaritas dari komponen eluen yang digunakan. Maka dapat disimpulkan bahwa isolate sudah murni. 110
Gambar 5. Spektra Inframerah senyawa murni
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113
Tabel 2. Hasil analisis spektra inframerah isolat Bilangan Range Bilangan Gelombang Gelombang GugusFungsi* (cm-1) (cm-1)* 3125,43 1401,19 976,88; 1114.78
3200–3600 1340–1470
O–H (melebar) C–H
900–1300
C–O
Keterangan: * Dari Skoog DA, Leary JJ. Principles of Instrumental Analysis, 4th Edition Berdasarkan hasil analisis spektra inframerah, serapan lebar pada bilangan gelombang3125,43 cm-1 mengindikasikan adanya gugus –OH atau alkohol,diperkuat dengan adanya vibrasi rentangan –C-Halkana pada 1401,19 dan -C-O-C- eter pada 976,88 dan 1114,78 cm-1 .
Gambar 5. Spektra H-NMR isolat
F. Elusidasi Struktur Kimia Isolat dengan Spektrometer NMR 1Dimensi Spektra 1H-NMR Spektra 1H-NMR isolat (500 mHz, D2O, TMS) daerah medan rendah (low field) menunjukkan beberapa proton pada δH 3,39-5,13 ppm. Hasil penyidikan spectra 1 H-NMR ini memberikan informasi bahwa isolate adalah suatu guladar ikarbohidrat yang ditunjukkan adanya proton anomerik (-CH*-OO-) padaδH 4,48 ppm (d) dan5,13 ppm (d). Sedangkan sinyal proton yang member informasi adanya gugus metin yang mengikat atom oksigen (-CH*-OH) padaδH 3,39-4,16 ppm. Spektra 1H-NMR dan tabel untuk pergeseran senyawa isolat dapat dilihat pada gambar 5, 6 dan tabel 3. 1.
Tabel 3. Analisis spektra 1HNMRResonansi Magnetik Inti Proton dari senyawa isolat No. δH (ppm) Jenis Proton 1. 4,48; 5,13 -CH*OO2. 3,26-4,33 CH*-OH; CH2*-OH
Gambar 6. Spektra 1H-NMR isolat perbesaran 1,0-5,6 ppm 2. Analisis senyawa dengan Spektrometri 13C-NMR Penyidikan spektra senyawa isolat dengan 13C-NMR (500 mHz, D2O, TMS) daerah medan tinggi (high field) menunjukkan 12 karbon pada δC 60,45 – 101,63 ppm. Pergeseran kimia karbon pada δC 101,63 ppm dan 93,16 ppm menunjukkan sinyal karbon glikosidik. 13 Analisis spektra C-NMR karbon dan DEPT menunjukkan isolat adalah suatu gula dari karbohidrat yang terikat dengan ikatan glikosidik menjadi suatu polimer. Spektra 13C-NMR, DEPT dapat dilihat pada gambar 7 dan 8 serta tabel 4.
111
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 103-113
Tabel 4.Analisis spektra 13C-NMR isolat dan 13C-NMRβ-D-Glukosa δ Karbon No. (ppm) Isolat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
101,67 93,16 72,87 72,10 78,20 76,21 70,98 70,38 75,60 77,92 60,45
12
61,03
DEPT
δ Karbon δ Karbon (ppm) (ppm) β-Dβ-DGlukosa* Glukosa*
-CH-OO
96,8
C1
-CH-O
75,2
C2
-CH-O
76,7
C3
-CH-O
70,6
C4
-CH-O
76,7
C5
-CH2-O
61,8
C6
Keterangan: *Dorman DE, Roberts JD. Nuclear magnetic resonance spectroscopy: 13C spectra of some common nucleotides.
Gambar 8. Spektra DEPT isolat
Gambar 7. Spektra 13C-NMRisolat
112
Hasil analisis spektra IR, spektra 1HNMR, 13C-NMR dan DEPT menunjukkan bahwa isolat adalah senyawa gula dari karbohidrat, di mana monomermonomernya terikat melalui ikatan glikosidik.
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113
G. Prediksi struktur senyawa Beta-1,31,4-glukan Berdasarkan analisis spektra IR, spektra 1H-NMR, 13C-NMR dan DEPT maka dapat diprediksi struktur senyawa β1,4-glukan yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Dorman DE, Roberts JD. Nuclear magnetic resonance spectroscopy: 13C spectra of some common nucleotides. ProcNatlAcadSci U S A. 1970 Jan;65(1):19– 26. Fujii T, Maeda H, Suzuki F, Ishida N, 1978. Isolation and characterization of a new antitumor polisaccharide, KS-2 extracted from culture mycelia of Lentinusedodes.The Journal of antibiotics, 31 (11).November. Japan Antibiotics Research Association, Tokyo. Fulcher, R. G., Miller, S. S., Structure of Oat Bran and Distribution of Dietary Fiber Components. In: Oat Bran. Peter J. Wood (ed), AACC, St Paul, MN ; 1993. Hal.83-112.
Gambar 9. Prediksi Struktur Senyawa β1,4-glukan KESIMPULAN Sampel jamur shiitake dibebaslemakkan dengan menggunakan pelarut petroleum eter dan isopropanol. Kemudian diekstraksi Isolat jamur shiitake diekstraksi dengan air 96⁰C, ditambahkan papain untuk menghidrolisis ikatan antara protein dan polisakarida, kemudian diendapkan menggunakan etanol 60%. Endapan yang diperoleh dilarutkan dalam air dan ditambahkan ammonium sulfat 30%. Endapannya dilarutkan dalam air 80⁰C, kemudian dikeringkan secara pengeringan beku. yang dihasilkan berwarna putih keabuan. Analisis dengan KLT satu dimensi dengan menggunakan eluen asetonitril-aseton-air (6:1:3) menunjukkan satu bercak. Spektrum transmisi Inframerah menunjukkan terdapat gugus O–H, C–H, dan C–O. Sedangkan hasil 1H13 NMR, C-NMRdiprediksi terdapat senyawa polisakarida dengan ikatan β-1,4glukan. DAFTAR PUSTAKA Ciri-ciri umum jamur. Diambil dari http://ftp.ui.edu/bebas/v12/sponsor/sponsor.pen damping/praweda/Biologi/0024%20Bio%201– 5ahtm ; Diakses pada tanggal 11 Februari 2009.
Jamur Shiitake Diambil dari http://wikipedia.org/wiki/shiitake; Diakses pada tanggal 11 februari, 2009. Sastrohamidjoyo, H., Spektroskopi; Resonansi magnetic inti (Nuclear magnetic resonance, NMR). Yoyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada; 1998. hal. 1-21. Skoog, D.A; J.J. Leary, Principles of Instrumental Analysis, 4th edition, Sauders College, Philadelphia, PA, 1998. Suriawiria U, 2001. Budi daya Jamur Shiitake. Jakarta: PebebarSwadaya, hal. 1,2,4. Syafitri, L., Elusidasi struktur senyawa beta glukan dari serat Jamur Tanduk (Termitomyces eurrhizus Berk) yang larut dalam air menggunakan metode spektrometri[skripsi]. Jakarta : 2008. Hal.41. Widyastuti, N., Koesnandar., Shiitake dan Jamur Tiram. PT Agro Media Pustaka, Jakarta. 2006. Hal 2-15 Mizuno, T., The Extraction and Development of Antitumor-active Polysaccharides From Mushroom in Japan International Journal of Medicinal Mushroom : 1999. Hal 81-102 Westerlund, E., Anderson, R., and Aman, P., Isolation and chemical characterization of water-soluble mixed-linked β-glukan and arabinoxylans in oat milling fractions, Carbohydr. Pol., 20. 1993. Page 115 – 123.
113
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL FITOFARMAKA Ruang Lingkup Naskah dapat merupakan hasil penelitian erat kaitannya dengan bidang kefarmasian dan kesehatan. Naskah berupa penelitian harus belum dan tidak pernah dipublikasikan dalam media cetak lain. Bahasa dan Bentuk Naskah Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan ukuran 12 huruf baku (times new roman). Semua halaman diberi nomor secara berurutan. Judul dan Naskah Penulis Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Namanama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan sub-sub judul disusun berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka, dan Lampiran (jika ada). Abstrak dan Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas, akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci. Pendahuluan Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahan-bahan dan metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit. Ucapan Terima Kasih Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa. Daftar Pustaka Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164
komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks, misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi). Simbol Matematis Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan. Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter kilogram, ton. Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel. Ilustrasi Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap gambar dan grafik harus diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan CD/disket hendaknya dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar.
Alamat Redaksi
: Program Studi Farmasi FMIPA, Universitas Pakuan Jln Pakuan PO Box 452 Bogor Telp : (0251) 8349324 Fax : (0251) 8375547 Email :
[email protected]
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012
ISSN : 2087-9164
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH FITOFARMAKA Yang bertandatangan di bawah ini : Nama Alamat Rumah
: ……………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………… ………………………………………………………………………...
Alamat Kantor
: ………………………………………………………………………... ………………………………………………………………………...
Ingin menjadi pelanggan Jurnal Fitofarmakaselama ……......................… tahun. Bersama ini kami kirimkan biaya langganan sebanyak Rp. .....................................
Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)
(..............................................) Tandatangan dan nama jelas
*) Catatan : Coret yang tidak perlu Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 25.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 50.000,- ditambah 20% biaya pengiriman Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Fitofarmaka
v