PENETAPAN KADAR FLAVONOID EKSTRAK ETANOL 60 % DAUN TEH PUTIH (Camellia sinensis L.) DAN BENALU TEH (Scurulla atropurpurea BL. Dans) HASIL IRADIASI GAMMA Selvi Nurlita1), Bina Lohita Sari1), Dien Puji Rahayu2) 1) Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK, 2) Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi — BATAN
ABSTRAK Teh putih (Camellia sinensis L.) mempunyai kandungan flavonol yang merupakan senyawa golongan flavonoid. Komposisi kimia flavonol pada teh yaitu katekin. Benalu teh (Scurulla atropurpurea BL. Dans) mengandung flavonoid 3,3,4,5,7-pentahidroksi flavon atau kuersetin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid pada ekstrak etanol 60 % daun teh putih dan benalu teh iradiasi dengan dosis 0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 kGy. Proses irdiasi sampel dilakukan di Iradiator Karet Alam, PAIR – BATAN. Metode ekstraksi yang digunakan adalah Microwave Assisted Extraction (MAE) menggunakan pelarut etanol 60% dengan perbandingan 1 : 6. Kandungan flavonoid diuji menggunakan pereaksi aluminium klorida dengan metode kolorimetri. Hasil penetapan kadar flavonoid ekstrak etanol 60% daun teh putih hasil iradiasi dengan dosis 0 kGy (non-iradiasi) ; 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10,0 dan 12,5 kGy 2,558 mg SK/g, 2,498 mg SK/g, 3,731 mg SK/g, 3,138 mg SK/g, 2,678 mg SK/g dan 2,340 mg SK/g. Kadar flavonoid tertinggi pada dosis iradiasi 5 kGy. Sedangkan kadar flavonoid pada benalu teh masing – masing dosis iradiasi sebesar 7,098 mg SK/g, 5.684 mg SK/g, 5,791 mg SK/g, 8,841mg SK/g, 5,005 mg SK/g, 5,436 mg SK/g. Kadar flavonoid tertinggi pada benalu teh pada dosis 7,5 kGy. Kata kunci: Flavonoid, Ekstrak Etanol 60%, Teh Putih (Camellia sinensis L.), Benalu Teh (Scurulla atropurpurea BL. Dans), Iradiasi Gamma
ABSTRACT White tea (Camellia sinensis L.) has the flavonol content of which is a flavonoid compound. The chemical composition of flavonols in tea are catechins. Tea parasite (Scurulla atropurpurea BL. Dans) contains flavonoids or 3,3,4,5,7-pentahidroksi flavonoids quercetin. This study is aimed to determine the levels of flavonoids in 60% ethanol extract of white tea leaves and tea parasite irradiated with doses of 0; 2.5; 5; 7.5; 10; 12.5 kGy. Irradiation process was conducted in Irradiators Natural Rubber, PAIR - BATAN. The extraction method used was Microwave Assisted Extraction (MAE) using ethanol 60% with ratio of 1 : 6. Flavonoid tested using reagents aluminum chloride with colorimetric methods. The results of the assay of 60% ethanol flavonoid extract of white tea leaves irradiated with doses of 0 kGy (non-irradiated); 2.5; 5.0; 7.5; 10.0 and 12.5 kGy is 2,558 mg QS/g, 2,498 mg QS/g, 3,731 mg QS/g, 3,138 mg QS/g, 2,678 mg QS/g dan 2,340 mg QS/g. The highest levels of
flavonoids in 5 kGy irradiation dose. Whereas the levels of flavonoids in tea parasite each each irradiation dose of 7,098 mg QS/g, 5.684 mg QS/g, 5,791 mg QS/g, 8,841mg QS/g, 5,005 mg QS/g, 5,436 mg QS/g. The highest levels of flavonoids in tea parasite at a dose of 7.5 kGy. Keywords : Flavonoids, Ethanol 60 % Extract, White tea (Camellia sinensis L.), Tea Parasite (Scurulla atropurpurea BL. Dans), Gamma Irradiation
PENDAHULUAN Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.K.) dan berdasarkan proses pengolahannya, produk teh dibagi menjadi empat jenis yaitu teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih (Rohdiana, 2003). Teh putih di Indonesia dikembangkan di Gambung, Jawa Barat, teh ini diproduksi menjadi teh unggulan yang diberi nama Exellent Gamboeng White Tea, Premium Tea of Indonesia, oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina Bandung. Kandungan komponen bioaktif dan karakteristik mutu seduhan teh meliputi kafein klorofil, polifenol teaflavin, dan tearubigin (Rohdiana 2015). Teh putih mempunyai kandungan flavonol yang merupakan senyawa golongan flavonoid. Komposisi kimia flavonol pada teh mirip katekin. Flavonol pada teh meliputi kaemferol, kuersertin, dan mirisetin. Flavonol merupakan antioksidan alami yang mempunyai kemampuan mengikat logam (Towaha, 2013). Pada umumnya tanaman teh perkebunan tidak terdapat benalu yang tumbuh. Benalu teh (Scurulla atropurpurea) biasanya dapat ditemukan pada tanaman teh bukan perkebunan. Sebagai tumbuhan parasit pada the, benalu memiliki berbagai manfaat. Khasiat benalu untuk mengobati penyakit ternyata tidak main – main. Beberapa penyakit berat seperti kanker atau tumor dapat terobati
dengan tumbuhan ini. (Nasution, et al, 2013). Hal ini dikarenakan benalu teh mengandung flavonoid 3,3,4,5,7pentahidroksi flavon atau kuersetin (Fitriya, 2011). Pada penyimpanan simplisia yang lama dapat terkontaminasi oleh mikroba . Oleh karena itu diperlukan teknik pengawetan simplisia. Teknik iradiasi gamma mampu mengawetkan bahan pangan dan bahan tanaman obat sehingga dapat memperpanjang masa simpan. Penggunaan iradiasi gamma memiliki beberapa keunggulan, diantaranya memiliki daya tembus tinggi terhadap bahan, tidak menaikkan suhu bahan yang diproses, bahan dapat diiradiasi setelah dikemas, tidak meninggalkan residu dan ramah lingkungan (Winarno et al., 2010). Ekstraksi dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas ekstraksi bahan aktif berbagai jenis rempah-rempah, tanaman herbal, dan buah-buahan (Calinescu et al., 2001). Ekstraksi MAE merupakan ekstraksi yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al., 2009). Ekstraksi dengan metode MAE daun teh putih dengan pelarut etanol 60% menghasilkan kadar katekin lebih tinggi dibandingkan dengan metode ekstraksi lain seperti refluks, Ultrasound assisted extraction
(UAE) dan ekstraksi pada suhu kamar atau maserasi. (Quan et al, 2006) Penelitian ini akan menguji kadar flavonoid total yang terkandung pada daun teh putih dan benalu teh hasil iradiasi gamma pada dosis 0; 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan 12,5 kGy dan diekstraksi dengan metode MAE.
METODE PENELITIAN Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi grinder, mesh 20, rotary evaporator, oven, cawan penguap, iradiator karet alam (IRKA, Batan Pasar Jumat), kertas saring, moisture balance, microwave (U – Rolux ®), spektrofotometer UV – VIS (Optizen ®), plat tetes, spatel, timbangan (Ohaus ®), alat – alat gelas lainnya. Bahan Bahan yang digunakan pada penellitian ini adalah simplisia kering daun teh putih (Camellia sinensis) sebanyak 202,92 gram, benalu teh (Scurulla atropurpurea) sebanyak 215,37 gram yang didapat dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Ciwidey, Kabupaten Bandung, air suling, alkohol asam, alumunium klorida, asam asetat, asam sulfat pekat, etanol 60%, eter minyak tanah, etil asetat P, ferri klorida, kuersetin, metanol, natrium asetat, pereaksi meyer, pereaksi bouchardat, serbuk Mg, Serbuk Zn. Pengumpulan Bahan Daun teh putih (DTP) dan Benalu teh (BT) diperoleh dari perkebunan Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Determinasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Iradiasi Daun Teh dan Benalu Teh Simplisia masing – masing ditimbang 20 g dalam kantong polietilen dan ditutup rapat dengan sealer. Simplisia Daun Teh Putih dan Benalu Teh diiradiasi dengan dosis 0; 2,5; 5,0; 7;5; 10,0 dan 12,5 kGy. Proses irdiasi sampel dilakukan di Iradiator Karet Alam (IRKA), PAIR – BATAN, Pembuatan Ekstrak Etanol 60% Daun Teh Putih dan Benalu Teh Ekstraksi dilakukan dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Daun teh dan benalu teh diekstraksi dengan pelarut etanol 60% (1 : 6 g/mL) sebanyak 150 mL larutan sampel dengan radiasi selama 4 menit 30 detik, kekuatan daya 700 Watt. Larutan diradiasi dalam microwave oven secara berkala (radiasi 30 detik dan dua menit dimatikan) untuk menjaga suhu tidak naik di atas 80o C. Dihitung rendemen ekstraknya. Hasil ekstraksi dibiarkan sampai suhu kamar, disaring dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4o C. (Quan. et al, 2006) Uji Fitokimia Ekstrak daun teh putih dan benalu teh dilakukan uji fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida dan steroid. Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan prosedur buku Materia Medika Indonesia (DepKes RI, 1995) Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Penentuan kadar flavonoid dilakukan dengan kolorimetri yang mengacu pada prosedur Chang et al., (2002) dengan beberapa modifikasi
menggunakan kuersetin sebagai standar. Sebanyak 0,05 g ekstrak dilarutkan dengan metanol sampai 50 mL. Larutan dipipet 10 mL dari masing – masing ekstrak kedalam labu ukur 50 mL lalu ditambahkan akua destilata kira-kira 20 mL, 1 mL AlCl3 10%, 1 mL natrium asetat 1 M dan akuades sampai batas. Dikocok homogen lalu biarkan selama waktu optimum, lalu serapan diukur pada panjang gelombang maksimal. Absorban yang dihasilkan dimasukkan kedalam persamaan regresi dari kurva standar kuersetin (Ahmad, et al. 2015).
HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman Daun teh yang digunakan sebagai bahan penelitian telah dideterminasi di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Camellia sinensis (L.) O. Kuntze, suku Theaceae dan spesies Scurulla atropurpurea suku Loranthaceae. Hasil Iradiasi Simplisia yang akan diradiasi ditimbang seberat 20 gram, dikemas menggunakan plastik yang tebal seperti plastik polietilen dan di vacuum sealer untuk menghindari rusaknya kemasan yang digunakan saat proses iradiasi yang dapat menyebabkan simplisia tercemar kembali oleh kontaminasi mikroorganisme. Penyinaran radiasi pada simplisia dilakukan di iradiator karet alam (IRKA) PAIR – BATAN. Sampel diiradiasi dengan dosis 0; 2,5; 5,0; 7,5; 10,0 dan 12,5 kGy. Proses penyinaran bahan menggunakan sinar gamma yang
merupakan jenis berupa radiasi pengion yang diketahui dapat menimbulkan perubahan kimia pada bahan yang dilaluinya. Energi yang diserap oleh bahan yang diiradiasi lebih sedikit dari pada bahan yang dipanaskan, sehingga perubahan kimia ya ng disebabkan oleh radiasi secara kuantitatif lebih sedikit daripada perubahan karena proses pemanasan (Dwiloka, 2002). Uji Fitokimia Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia dalam serbuk daun teh putih dan benalu teh setelah mengalami proses ekstraksi. Pengujian yang dilakukan yaitu uji alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida dan steroid Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Serbuk Daun Teh Putih Hasil
Hasil
DTP
BT
Alkaloid
+
+
Flavonoid
+
+
Saponin
+
+
Glikosida
+
+
Steroid
+
+
Uji
Keterangan: + hasil menunjukkan adanya senyawa fitokimia.
Hasil fitokimia yang didapat menunjukkan bahwa daun teh putih dan benalu teh mengandung senyawa golongan flavonoid. Flavanoid teh merupakan senyawa polifenol dengan katekol sebagai penyusun utamanya dan biasa disebut katekin (Martono dan Rudi, 2014), sedangkan menurut Fitriya (2011) flavonoid benalu teh merupakan senyawa kuersetin.
Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Penetapan kadar flavonoid pada ekstrak daun teh putih dan benalu teh menggunakan metode kolorimetri yang mengacu pada prosedur Chang et al., (2002) dengan beberapa modifikasi menggunakan kuersetin sebagai standar. Pada pengukuran kadar flavonoid dilakukan penambahan AlCl3 yang dapat membentuk kompleks, sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah visible (nampak) ditandai dengan larutan menghasilkan warna yang lebih kuning. Penambahan natrium asetat untuk mempertahankan panjang gelombang pada daerah visible (tampak) (Chang et al., 2002). Reaksi antara AlCl3 dengan golongan flavonoid membentuk kompleks antara gugus hidroksil dan keton yang bertetangga yang tahan asam atau dengan gugus ortohidroksil yang tidak tahan asam dan bertetangga seperti pada gambar 1 (Markham, 1988).
0,0439 dengan nilai R2 = 0,9987 pada kuersetin. Nilai R2 pada regresi linier harus mendekati 1 yang artinya mendekati liniearitas. Penetapan kadar flavonoid diujikan pada serbuk daun teh hasil iradiasi untuk mengetahui perbedaan kadar kandungannya pada masing-masing dosis radiasi yaitu 0; 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 kGy. Pengujian dilakukan pada masingmasing dosis radiasi karena radiasi pada suatu bahan simplisia dapat terjadi proses perubahan kimiawi. Hasil penetapan kadar flavonoid dapat dilihat pada Tabel 2. Jika dibandingkan dengan sampel non-iradiasi atau dosis 0 kGy, sampel daun teh putih dan benalu teh iradiasi pada dosis radiasi 2,5 kGy menurun. Kadar flavonoid meningkat pada dosis radiasi 5 kGy dengan kadar sebesar 3,731 ± 0,165 mg SK/g lalu menurun pada dosis 7,5 – 12,5 kGy. Kadar flavonoid pada benalu teh meningkat sampai dosis 7,5 kGy dengan kadar sebesar 8,841 ± 0,383 mg SK/g dan menurun pada dosis 10 – 12,5 kGy. Tabel 2. Hasil penetapan kadar flavonoid daun teh putih dan benalu teh
Gambar 1. Reaksi kompleks flavonoid – AlCl3
Penetapan kadar flavonoid pada daun teh putih dan benalu teh dilakukan penetapan panjang gelombang maksimum dan waktu inkubasi optimum terlebih dahulu. Panjang gelombang maksimum dengan larutan standar kuersetin adalah 430 nm dengan waktu inkubasi optimum 25 menit. Penentuan kadar flavonoid dapat diketahui dari persamaan regresi linier kuersetin. Persamaan regresi linier didapatkan dari grafik antara konsentrasi dan absorbansi larutan standar. Persamaan regresi yang didapatkan y = 0,0754x +
Kadar Flavonoid Ekstrak Benalu Teh (mg SK/g)
0 kGy
Kadar Flavonoid Ekstrak Daun Teh Putih (mg SK/g) 2,558 ± 0,105
2,5 kGy
2,498 ± 0,360
5.684 ± 0,383
5 kGy
3,731 ± 0,165
5,791 ± 0,300
7,5 kGy
3,138 ± 0,048
8,841 ± 0,383
10 kGy
2,678 ± 0,003
5,005 ± 0,03
12,5 kGy
2,340 ± 0,04
5,436 ± 0,03
Dosis Iradiasi
7,098 ± 0,128
Keterangan : SK = Satuan Kuersetin
Hal ini membuktikan adanya perubahan kimia pada bahan simplisia yang telah diiradiasi. Air yang terdapat pada bahan dapat menyerap energi radiasi
membentuk berbagai hasil radiolisis, yang selanjutnya dapat bereaksi dengan komponen bahan simplisia. Proses ini dinamakan pengaruh tidak langsung iradiasi. Radiolisis air oleh sinar gamma serta reaksi selanjutnya yang mungkin terjadi dengan berbagai senyawa yang diperkirakan terdapat dalam bahan simplisia, yang digambarkan sebagai berikut: γ
H2O*
H2O* (eksitasi) H2O+ + e– (ionisasi)
Pengaruh langsung terjadi melalui eksitasi dan ionisasi berbagai komponen yang terdapat di dalam bahan (Dwiloka, 2002). Hasil data kadar flavonoid pada kedua simplisia ini dapat dilihat bahwa kadar flavonoid yang terkandung pada benalu teh lebih besar dibandingkan dengan yang terkandung pada daun teh putih. Hal ini dikarenakan flavonoid utama dalam benalu teh adalah kuersetin, selain itu benalu hidup sebagai parasit yang menempel pada tumbuhan tertentu seperti teh dan menyerap hasil fotosintesis atau zat – zat metabolit sekunder dari tanaman inang sehingga dapat menyebabkan kadar flavonoid pada benalu teh lebih besar (Kusuma dan B. Muhammad, 2005). Pada daun teh putih flavonoid utamanya adalah katekin yang memiliki turunan seperti epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG) dan epigallocatechin gallate (EGCG) yang sebagai penyusun senyawa tanin pada teh sehingga kadar flavonoid total pada daun teh putih lebih rendah. Hasil serupa peningkatan kandungan total flavonoid juga dilaporkan oleh Chaerunnisa, (2015) pada infusa daun teh hijau pada dosis 5 kGy memiliki
kandungan flavonoid tertinggi sebesar 3,180,03 mgSK/g. Penelitian lain dilakukan oleh Mishra et al., (2006) berkisar antara 89,4 mg/g sampai 93,8 mg/g daun teh. Perbedaan kadar total fenol yang diuji secara statistik tidak signifikan. Daun teh hasil iradiasi mengalami peningkatan kadar total fenol pada dosis 1 – 2 kGy, menurun pada dosis iradiasi 5 kGy dan meningkat pada dosis 10 kGy. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dosis iradiasi untuk eksrak etanol 60% daun teh putih yang paling baik adalah dosis 5 kGy yang menghasilkan kadar flavonoid tertinggi pada daun teh putih dengan nilai sebesar 3,731 ± 0,165 mgSK/g dan pada ekstak etanol 60% benalu teh pada dosis yang paling baik adalah dosis 7,5 kGy yaitu sebesar 8,841 ± 0,383 mgSK/g. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penetapan kadar senyawa flavonoid dengan metode lain, yaitu dengan metode 2,4 dinitrofenilhidrazin untuk flavonoid golongan flavanon dan flavanonol sehingga dapat ditentukan kadar flavonoid total pada daun teh putih dan benalu teh. Ekstraksi yang dilakukan dengan cara ekstraksi dengan metode lain seperti Ultrasound assisted extraction (UAE). DAFTAR PUSTAKA Abou-Zeid, H.M., and S.A. Abdel-Latif. 2014. Effects of Gamma Irradiation on Biochemical And Antioxidant Defense System in Wheat (Triticum aestivum L.) Seedlings.
International Journal of Advanced Research. 2 (8): 287 – 300. Ahmad, A.R., Juwita., Siti, A.D.R., Abdul, M. 2015. Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Buah Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.SM). Pharmacy Science Reseach. 2 (1) : 1 – 10. Calinescu, I., C, C. Ciuculescu, M. Popescu, S. Bajenaru, G. Epure. 2001. Microwaves Assisted Extraction of Active Principles from Vegetal Material. Romanian International Conference on Chemistry and Chemical Engineering, 12 : 1 – 6. Camargo, A.C., S.G. Canniatti-Brazaca, T.M.F. de Souza Vieira, M.A.B. Regitano-d’Arce, M.A. CaloriDomingues. 2011. Gamma Radiation Effects on Peanut Skin Antioxidants. International Nuclear Atlantic Conference. 13 : 3073 – 3084. Chang, C.C., Yang., M.H., Wem, H.M., Chern, J.C., 2002, Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Comlpementary Colorimetric Methods, Journal of Food and Drug Analysis, 10 (3) : 178 – 182. Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia, Edisi VI. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Jakarta. Halaman 337. Dwiloka, B. 2002. Bahan Kuliah: Iradiasi Pangan. Universitas Semarang. Fitriya, 2011, Flavonoid Kuersetin dari Tumbuhan Benalu Teh (Scurulla
atropurpureea BL. Dans). Jurnal Penelitian Sians. Universitas Sriwijaya, Indonesia. 14 (4)(C) 14408-33 – 14408-37 Jain, T., V. Jain, R. Pandey, A. Vyas, S. S. Shukla. 2009. Microwave Assisted Extraction for Phytoconstituents – An Overview. Asian Journal Research Chemistry , 1 (2) : 19-25. Markham. K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid , terjemahan K. Radmawinata. Penerbit ITB. Bandung Mishra, B.B., S. Gautam, A. Sharma. 2006. Microbial Decontamination of Tea (Camellia sinensis) by Gamma Radiation. Journal of Food Science. 71 (6) : 151 – 156. Quan, P. T., Han, T, V., Ha Nguyen, H., De Nguyen, X., Tuyen, T. N. 2006. Micrrowave - Assisted Extraction Of Polyphenols From Fresh Tea Shoot. Science & Technology Development. 9 (8) : 69 – 75. Rohdiana, D. 2003, Teh ini Menyehatkan. Penerbit Alfabeta, Bandung. Rohdiana, D. 2015, Teh: Proses, Karakteristik dan Komponen Fungsionalnya, Foodreview. Indonesia. 10 (8) : 34 – 37. Towaha, J. 2013. Teh Putih Yang Langka dan Mahal. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (BALITTRI). Sukabumi