ISSN 1411 - 5972
(MAJALAH ILMIAH FAKULTAS TEKNIK - UNPAK) Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014
» Kata Pengantar » Daftar Isi »
Analisa Kebutuhan Modul Dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum (PJU) (Didik Notosudjono & Asri)
Hal. i ii
1
» Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
10
» Analisa Performasi Jaringan LAN (Lokal Area Network) IPTV (Yamato dan Evyta Wismiana)
32
» Analisa Performa Virtualisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center (Agustini Rodiah Machdi)
42
» Kajian Beton Berongga (Pervious Concrete) Sebagai Bahan Perkerasan Jalan Untuk Mengurangi Limpasan Air Permukaan (Titik Penta Artiningsih)
53
» Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi) Untuk Layanan Voice Dan Data (Waryani)
57
» Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunaakan Manual Desain Perkerasan Jalan (MDPJ) Nomor 02/M/BM/2013 (Arif Mudianto)
75
JURNAL TEKNOLOGI
Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014. ISSN 1411 - 5972
PELINDUNG DR. H. Bibin Rubini, M.Pd. (Rektor UNPAK) PENANGGUNG JAWAB DR. Ir. Titik Penta Artiningsih, MT. (Dekan Fakultas Teknik) PENASEHAT/KONSULTAN (Ex. Officio) Kajur Teknik Sipil Kajur Perencanan Wilayah Dan Kota Kajur Teknik Geodesi Kajur Teknik Elektro Kajur Teknik Geologi PIMPINAN REDAKSI DR. Ir. Bambang Sunarwan, MT. SEKRETARIS REDAKSI Ir. M.A. Karmadi ANGGOTA REDAKSI Ir. Singgih Irianto, MSi., Ir. Teti Syahrulyati, M.Si., DR. Ir. Rochman Djaja AH. M.Surv., Ir. Ichwan Arif, MT., Ir. Budi Arief, MT., Ir. Dede Suhendi, MT., DR. Ir. Janthy T. Hidayat, M.Si., Ir. Akhmad Syafuan, MT., Heny Purwanti, ST., MT. PEMBANTU UMUM Sudarsono
CATATAN :
JURNAL TEKNOLOGI UNPAK, sebagai majalah ilmiah, direncanakan terbit setiap 6 (enam) bulan. Kehadirannya diharapkan mampu menjadi media komunikasi dan forum pembahasan keilmuan bagi staf pengajar dan mahasiswa, khususnya di lingkungan Fakultas Teknik - UNPAK. Untuk kelangsungan penerbitan, Redaksi berharap para ilmiawan sebagai pakar ilmu pengetahuan dan teknologi berkenan mengirimkan tulisan bebas dan kreatif berbentuk tulisan populer, hasil penelitian, atau gagasan orisinal yang segar. Pengiriman naskah ditulis dengan bahasa Indonesia atau Inggris dilengkapi dengan abstrak (tidak lebih dari 200 kata), ukuran kuarto/A4, ditulis dengan urutan Judul, Nama Penulis, Abstrak, Isi Tulisan dan Daftar Pustaka, dilengkapi dengan Riwayat Pendidikan/Pekerjaan terakhir Penulis. Panjang naskah disarankan tidak lebih dari 10 halaman atau 6000 kata, disertakan copy disket tulisan.
Bila diterima, Redaksi akan mengedit sesuai gaya Jurnal Teknologi - UNPAK
Kata Pengantar
Assalammualaikum Wr. Wb. JURNAL TEKNOLOGI Volume I, Edisi ke 25, Periode (Juli – Desember 2014), diterbitkan oleh Fakultas Teknik, Universitas Pakuan Bogor, berisi 7 (tujuh) makalah, hasil penulisan para staf pengajar/dosen, khususnya di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. Beberapa penyempurnaan masih terus diperlukan, termasuk saran dan kritik agar penerbitan selanjutnya makin memiliki nilai tambah dan bobot ilmiah, khususnya pada isi/materi tulisan yang ada. Diharapkan JURNAL TEKNOLOGI, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan dapat terbit secara rutin dan bermanfaat bagi pembaca.
Wassalam
Redaksi
i
JURNAL TEKNOLOGI Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014, ISSN 1411 - 5972
DAFTAR ISI
HaL. Kata Pengantar Daftar Isi
i ii
Analisa Kebutuhan Modul Dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum (PJU)
1
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan
10
Analisa Performasi Jaringan LAN (Lokal Area Network) IPTV 32 Analisa Performa Virtualisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center
42
Kajian Beton Berongga (Pervious Concrete) Sebagai Bahan Perkerasan Jalan Untuk Mengurangi Limpasan Air Permukaan
53
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi) Untuk Layanan Voice Dan Data
57
Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunaakan Manual Desain Perkerasan Jalan (MDPJ) Nomor 02/M/BM/2013
77
Alamat Redaksi/Penerbit Jurnal Teknologi Fakultas Teknik - Universitas Pakuan Jl. Pakuan (0251) 8311007 Website : www.ftunpak.ac.id E-mail :
[email protected] Bogor
ii
ANALISA KEBUTUHAN MODUL SURYA DAN BATERAI PADA SISTEM PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) Oleh:
Didik Notosudjono dan Asri
Abstrak Penerangan Jalan umum ( PJU ) dengan memakai Tenaga Matahari merupakan sebuah sumber listrik penerangan alternatif yang murah dan hemat karena menggunakan sumber energi gratis dan tak terbatas dari alam yaitu energi Matahari. Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) Tenaga Matahari berbasis LED yang sangat terang, hemat energi dan tahan lama menggunakan panel surya / solar cell sebagai sumber yang berfungsi menerima cahaya (sinar) matahari yang kemudian diubah menjadi listrik melalui proses photovoltaic. Pada tulisan ini akan dibahas tentang perencanaanperhitungankapasitas panel surya dan kapasitas baterai yang akan diaplikasikan di sistem PJU. Sistem PJU ini menggunakan Lampu LED 12 V DC, 40 Watt dan pemakaian selama 12 jam per hari. Hasil yang diperoleh dari perencanaan perhitungan kapasitas panel surya dan kapasitas baterai diperoleh kebutuhan panel surya sebanyak 4 buah modul dan kebutuhan baterai sebanyak 4 buah baterai 50 Ah atau 2 buah baterai 100 Ah. Kata kunci: Solar Sel, Baterai, Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU), Lampu LED 1.
PENDAHULUAN
Penggunaan Penerangan Jalan Umum ( PJU ) dengan sistem Tenaga Surya ( Solar Sel ) merupakan alternatif sumber listrik penerangan yang murah dan hemat karena menggunakan sumber listrik gratis dan tidak terbatas dari energi Matahari. PJU tenaga surya ini dapat di-aplikasi-kan di berbagai tempat antara lain : jalan umum, area kampus, lingkungan perumahan , daerah wisata, area pabrik dll. Secara keseluruhan sistem ini dirancang untuk penyediaan cahaya PJU dengan sumber energi serta perhitungan kapasitas panel surya dan kapasitas baterai 2. TEORI DASAR
2.1. Sel Surya Fotovoltaik atau sel surya merupakan alat semikonduktor yang mengkonversi cahaya matahari ke dalam arus searah (DC) listrik. Kelompok fotovoltaik sel secara elektris diatur ke dalam modul dan array, yang mana dapat digunakan untuk mengisi baterai, operasi motor dan untuk jumlah daya beban elektrik manapun.
2.2. Bahan Sel Surya Bahan sel surya yang utama adalah silikon. Silikon adalah elemen kedua yang terbanyak dibumi setelah oksigen 25,67 %. Di bumi silikon terdapat dalam bentuk silikon dioksida. (SiO2). Bahan sel surya saat ini adalah silikon yang didapat dari pemurnian SiO2. Pengelompokan sel surya di dasarkan pada bahan dan susunan. Secara umum, dilakukan pengelompokan kedalam golongan silicon dan golongan campuranyang bahan dasarnya adalah material campuran semikonduktor. Golongan silicon di bagi lagi menjadi kelompok Kristal dan Amorfus. 2.3. Efek Fotovoltaik Sistem fotovoltaik merubah radiasi matahari menjadi listrik yang dapat di alirkan langsung ke beban atau di simpan di baterai. Fungsi konversi tersebut dilakukan oleh modul surya. Modul surya terdiri atas beberapa sel suryasedangkan kumpulan dari beberapa modul surya disebut array. Proses konversi radiasi matahari menjadi energi listrik pada suatu sel surya dikenal sebagai “Photo electric Effect”. Radiasi matahari terdiri atas partikel Photon sebagai pembawa energi dan Voltaic atau tegangan. Sel surya tersusun dari dua lapisan
Analisa Kebutuhan Modul Surya dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum… (Didik Notosudjonod & Asri) 1
semikonduktor dengan muatan yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Energi photon pada sel surya melepaskan ikatan electron dari atom silicon, sehingga electron dapat bergerak bebas pada lapisan atas dan menimbulkan beda potensial (tegangan) yang jika dihubungkan dengan beban (lampu) dapat menghasilkan arus listrik.
Gambar 1. Efek Fotovoltaik
Setiap photon dalam gelombang cahaya (radiasi) matahari mempunyai muatan energi spesifik, yang satu bisa lebih dari yang lain. Demikian pula tipe sel surya yang berbeda, hanya dapat memanfaatkan photon dengan muatan energi spesifik tertentu. Hal ini menyebabkan effisiensi konversi sel surya hanya mencapai 10 ~ 15 %. Artinya jika pada siang hari intensitas radiasi matahari 1000 W/m2, maka modul surya dengan luas permukaan 1 m2 akan menghasilkan listrik sebesar 100 W. Modul surya dengan sel berbentuk persegi mempunyai efisiensi yang lebih baik dari pada sel yang berbentuk bulat. [4] 2.4. Komponen Utama PLTS PJU 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Prinsip kerja sistem fotovoltaik adalah tergantung dari pada radiasi matahari, sedangkan perjalanan bumi terhadap matahari sendiri tergantung dari orbitnya, sehingga besar radiasi disuatu tempat akan berbeda dengan tempat lainnya. Sel fotovoltaik akan merubah radiasi matahari menjadi arus listrik searah (DC). Besarnya arus listrik tersebut sangat tergantung dari pada radiasi yang jatuh dipermukaan sel fotovoltaik : - Komponen radiasi langsung, yaitu radiasi yang diterima oleh bidang permukaan langsung dari matahari. Misalnya saat matahari cerah. - Komponen radiasi diffuse, yaitu radiasi yang diterima oleh bidang permukaan tidak secara langsung. Misalnya saat berawan dan hujan. Namun baik radiasi langsung dan diffuse akan menghasilkan arus listrik searah (DC). Besarnya arus listrik tersebut sangat tergantung dari luas permukaan bidang sel fotovoltaik yang menerima radiasi tersebut. Sedangkan prinsip kerja alat ukur radiasi matahari ini adalah menampilkan besaran arus listrik searah dalam satuan mili Ampere dirubah menjadi tegangan searah mili Volt dan ditampilkan dalam satuan radiasi matahari W/m2.
Modul Fotovoltaik Baterai Baterai Charge Regulator (BCR) Kabel Penghantar Beban Sensor Cahaya LDR Modas
Modul Fotovoltaik Sistem catu daya fotovoltaik adalah merubah radiasi matahari menjadi energi listrik dengan menggunakan sel (modul) fotovoltaik. Proses yang terjadi pada solar sel saat dikenai cahaya disebut fotovoltaik. Hubungan seri dan paralel pada modul fotovoltaik bertujuan untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan, 2
sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu daya beban. Sistem catu daya fotovoltaik sekarang banyak diterapkan untuk sistem penyediaan energi listrik yang letaknya jauh dari PLN atau daerah pedalaman.
Gambar 2. Diagram jenis sel surya
Secara umum jenis-jenis sel surya yang sudah banyak digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya : 1. Sel Surya Jenis Monocrystalline Sel surya jenis ini memiliki ketebalan sekitar 2 mm. Sel surya jenis monokristal
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (1-9)
silicon ini mempunyai tingkat kemurnian yang sangat tinggi yaitu sekitar 99,99 %. Harga dari silicon monokristalin ini cukup mahal. Sedangkan efisiensi sel surya jenis silicon monokristalin ini sekitar 16 % - 18 %. 2. Sel Surya Jenis Polycrystalline Sel surya jenis ini biasanya berukuran 5 x 5 atau 10 x 10 cm persegi dengan ketebalan kira-kira 2mm. Sel surya jenis silicon polikristalin ini lebih murah bila dibandingkan dengan sel surya jenis silicon monokristalin. Efisiensi dari sel surya jenis ini mencapai 12% - 15%. 3. Sel Surya Jenis Amorphous Silikon Sel surya jenis amorphous silicon ini efisiensi konversinya yang rendah (berkisar 8% - 12%), maka ukuran sel surya jenis ini hampir dua kali lipat dari ukuran sel surya jenis Kristal lainnya dengan kapasitas yang sama. Sel surya jenis ini lebih murah bila dibandingkan jenis sel surya lainnya. 4. Sel Surya Jenis Thin Film Thin film atau lapisan tipis merupakan teknologi terbaru yang digunakan sebagai modul dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Berdasarkan bahan penyusunnya, modul thinfilm terbagi menjadi 2 jenis yaitu: a) Copper Indium Galian Selence (CIGS) tersusun dari senyawa kimia Copper Indium Gallium Diselenide dengan efisiensi maksimum mencapai 18,4%. b) Cadmium Telluride (CdTe) tersusun dari Cadmium Telluride Yang harganya lebih murah dibandingkan dengan silicon. Memiliki ketebalan 2-8 mikrometer. Modul jenis ini tidak terpengaruh oleh kenaikan temperature dan dapat menyerap sinar yang kecil untuk menghasilkan listrik, seperti saat langit berawan, senja dan terkendalanya penyerapan sinar oleh debu. Efisiensi maksimum thin film CdTe adalah 16.5 %. Rumus Perhitungan Kapasitas Fotovoltaik Untuk menghitung kapasitas daya Fotovoltaik yang dibutuhkan akan sangat tergantung dari energi beban yang dibutuhkan dari radiasi matahari harian yang tersedia dilokasi. Menurut SNI 04-6394-2000, didefinisikan bahwa energi (E) yang harus dikeluarkan oleh modul fotovoltaikpada STC (Solar Thermal Component) :
Ebiaya harian rangkaian Hradiasi harian rata-rata
rata-rata pada STP
= Prated
STC
x
Untuk memenuhi energi yang dibutuhkan oleh beban maka energi biaya harian rangkaian rata-rata harus ditambahkan energi yang hilang dalam sistem sebesar 24 % dan energi biaya harian rata-rata STC(Solar Thermal Component).
Baterai Modul surya menghasilkan listrik hanya pada siang hari saat matahari bersinar. Modul surya tidak dapat berfungsi sebagai penyimpan energi listrik. Apabila modul surya digunakan pada pemompa air maka tidak diperlukan sarana penyimpan energi listrik karena air yang telah dipompa dapat disimpan di tangki. Tetapi tidak demikian halnya dengan sistem penerangan rumah yang dicatu oleh modul surya. Listrik akan dibutuhkan pada saat matahari tidak sedang bersinar (malam hari), sehingga diperlukan cara untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh modul surya pada siang hari. Cara yang paling tepat untuk memecahkan persoalan penyimpanan energi diatas adalah dengan menggunakan baterai penyimpan, yang menyimpan energi listrik secara kimiawi. Pada kenyataannya, semua sistem pembangkit listrik tenaga surya individual baik berupa sistem penerangan rumah maupun sistem lemari pendingin menggunakan satu macam baterai untuk menyimpan energi listrik yang dikumpulkan pada siang hari. Ada beberapa baterai yang cocok untuk pemakaian sistem fotovoltaik antaralain 1. Nickel - Cadnium 2. Lead - Acid 3. Nickel - Iron 4. Sodium – Sulphate Prinsip kerja, jenis dan operasi baterai Baterai merupakan kumpulan dari sel-sel elektrokimia (alat yang dapat yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik atau
Analisa Kebutuhan Modul Surya dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum… (Didik Notosudjonod & Asri) 3
sebaliknya) yang dihubungkan seri. Sel-sel baterai tidak sama dengan sel-sel modul surya, yang bekerja dengan prinsip yang sama sekali berlainan. Sel baterai terdiri dari sepasang elektroda (sering disebut pelat) yang terendam didalam larutan elektrolit, yang menghasilkan atau menimbulkan arus listrik jika suatu rangkaian terpasang diantara keduanya. Arus yang terjadi disebabkan oleh reaksi kimia bolak-balik yang terjadi diantara elektroda dan larutan elektrolit. Secara sederhananya, dapat dikatakan bahwa baterai adalah seperti tangki penyimpan untuk energi listrik. Modul surya mengumpulkan energi matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik selama matahari bersinar. Selanjutnya semua muatan listrik mengalir ke dalam baterai melalui kawat penghubung, untuk kemudian dirubah menjadi energi kimiawi yang tersimpan dalam beberapa hari, sebuah baterai akan penuh dengan energi tersimpan, seperti tangki air yang menampung hujan dari atas genting. Perlu diingat bahwa tidak mungkin untuk mengambil jumlah energi dari dalam baterai melebihi dari jumlah yang dimasukkan saat pengisian. Ketika baterai diisi (discharge), energi listrik disimpan sebagai energi kimiawi dalam sel. Saat baterai digunakan (saat terhubung dengan beban), energi kimia yang tersimpan diambil dan dirubah menjadi energi listrik. Beberapa jenis sel hanya dapat digunakan sekali, tanpa dapat diisi kembali. Baterai ini disebut baterai primer. Sementara jenis lainnya adalah jenis yang dapat dipakai dan diisi berulang kali. Baterai ini disebut sebagai baterai sekunder. Dua jenis baterai sekunder yang paling banyak adalah timah hitam (lead-acid) dan nikel cadnium. Nikel Cadnium dan Timah Hitam mengandung bahan elektroda maupun elektrolit yang berbeda. Sesuai dengan namanya, baterai lead acid beroperasi berdasarkan reaksi kimia antara sebuah elektroda positif timah dioksida (PbC^), sebuah elektrodanegatif timah (Pb) dan elektrolit campuran larutan asam (H2SO4) dengan air (H20). Saat baterai diisi, Pb02 terakmulasi di pelat, Pb terakmulasi di pelat negatif dan jumlah 4
asam H2SO4 dalam larutan elektrolit meningkat.Saat baterai digunakan, lead sulphat (PbS04) terakumulasi pada pelat negatif dan jumlah air (H20) pada elektrolit bertambah. Rumus Perhitungan Kapasitas Baterai Kapasitas adalah ukuran kemampuan baterai dalam menyimpan muatan listrik. Satuanya adalah ampere-jam (Ampere-Hour). Untuk menjamin sistem supaya dapat beroperasi dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan beban, perlu diperhitungkan keadaan cuaca tanpa sinar matahari yang umumnyaselama 4 hari. Untuk menghitung kapasitas baterai digunakan rumus sebagai berikut :
Baterai Charge Regulator (BCR) BCR didesain dengan menggunakan komponen elektrik. Bagian penting sistem fotovoltaik yang merupakan suatu panel control yang didalamnya terdapat pusat pengkabelan sistem. BCR biasanya dilengkapi dengan hardware untuk management energi, inverter dan beberapa fungsi lain seperti proteksi sistem, indicator dan pencatatan data sistem. Pada sistem PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) berskala besar, regulator baterai (Battery Charging Regulator) merupakan suatu Kontrol Panel yang didalamnya terdapat pusat pengkabelan (wiring) system. Battery Charging Regulator kemungkinan dilengkapi dengan 'harware’ untuk managemen energi, inverter dan beberapa fungsi lain seperti proteksi sistem, indikator dan kadang- kadang pencatatan data (recording) sistem. Bentuk PLTS berskala kecil, BCR dapat berbentuk suatu kotak, yang tentunya tetap mempunyai fungsi yang sama yang diperlukan pada sistem tersebut. Secara umum, regulator baterai berfungsi sebagai berikut: - Mengatur transfer energi dari modulsurya —> baterai —> beban, secara efisien dan semaksimal mungkin.
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (1-9)
- Mencegah baterai dari : i) Overcharge : pemutusan pengisian (charging) baterai pada teganganbatas atas, untuk menghindarigasingyang dapat menyebabkan penguapan air baterai dan korosipada grid baterai. ii) Overdischarge : pemutusan pengosongan (discharging) baterai pada tegangan batas bawah, untuk menghindari pembebanan berlebih yang dapat menyebabkan sulfasi baterai. - Membatasi daerah tegangan kerjabaterai - Menjaga memperpanjang umur baterai - Mencegah beban berlebih dan hubung singkat - Melindungi dari kesalahan polaritas terbalik Kabel Penghantar Kabel merupakan salah satu sarana dalam instalasi listrik karena kabel menghantarkan arus ke beban terpasang. Oleh karena itu, perlu diketahuisecara pasti berapa besar beban yang terpasang agar kapasitas kabel memadai. Setiap penghantar harus mempunyai KHA seperti yang ditentukan dalam persyaratan umum penghantar dan tidak kurang dari arus yang mengalir didalamnya. Semua penghantar yang digunakan harus dibuat dari bahan yang memenuhi syarat, sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta telah diperiksa, dan diuji menurut standar hantaran yang dikeluarkan atau diakui oleh instalasi yang berwenang. Pemilihan kabel mempertimbangkan beberapa hal: 1. Electrical, meliputi ukuran konduktor, type daan tebal isolasi 2. Bahan yang tepat untuk desain tegangan menengah dan rendah, perlu diperhatikan kekuatan listrik, isolasi, konstanta dielektrik dan factor daya. 3. Suhu, menyesuaikan dengan suhu lingkungan dan kondisi kelebihan beban, pengembangan dan tahanan thermal 4. Mechanical, meliputi kekerasan dan flexibilitas serta mempertimbangkan terhadap kehancuran, abrasi dan kelembaban. 5. Kimiawi, stabilitas dari bahan terhadap bahan kimia, cahaya matahari
Sensor Cahaya LDR Sensor Cahaya LDR (Light Dependent Resistor) adalah salah satu jenis resistor yang dapat mengalami perubahan resistansinya apabila mengalami perubahan penerimaan cahaya. Besarnya nilai hambatan pada Sensor Cahaya LDR (Light Dependent Resistor) tergantung pada besar kecilnya cahaya yang diterima oleh LDR itu sendiri. LDR sering disebut dengan alat atau sensor yang berupa resistor yang peka terhadap cahaya. Biasanya LDR terbuat dari cadmium sulfida yaitu merupakan bahan semikonduktor yang resistansnya berupahubah menurut banyaknya cahaya (sinar) yang mengenainya. Resistansi LDR pada tempat yang gelap biasanya mencapai sekitar 10 MΩ, dan ditempat terang LDR mempunyai resistansi yang turun menjadi sekitar 150 Ω. Seperti halnya resistor konvensional, pemasangan LDR dalam suatu rangkaian sama persis seperti pemasangan resistor biasa. Simbol LDR dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 3. Simbol Dan Fisik Sensor Cahaya LDR ( Light Dependent Resistor )
Modas Modas adalah nama alat pencatat unjuk kerja sistem yang digunakan dalam pengujian PLTS PJU yang mampu membaca serta mencatat semua aliran sub sistem yang mengalir antara lain listrik dari Modul Surya (PV) ke BCR lalu baterai (charging) dan terakhir ke beban. Fasilitas modas sendiri mampu mengukur 48 titik pengukuran, yang keseluruhan dapat diatur secara otomatis dengan menggunakan Software. Sedangkan untuk mentransfer data modas menggunakan komputer yang masih memakai OS DOS, dengan nama panggil sistem DOS ialah c\: modas start. Pada Modas PLTS PJU ini telah diprogram untuk mencatat tentang : Global Irradiance ( radiasi matahari ), tegangan (PV), baterai, load), kemudian arus (PV, Baterai, Load),
Analisa Kebutuhan Modul Surya dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum… (Didik Notosudjonod & Asri) 5
daya (PV), baterai, load), serta panel relay untuk saklar otomatis. Setiap beberapa hari sekali harus dilakukan transfer data modas ke komputer. Ini dimungkinkan agar memori dalam program modas tidak terlalu penuh, sehingga dapat mengganggu kinerja dari modas. [2] 3.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
baterai dari fotovoltaik. Dari baterai arus akan langsung menuju beban. BCR mempunyai peran yang sangat penting disini karena sebagai alat kontrol yang dapat mengatur pengisian pada saat baterai kosong maupun penuh. Ketika baterai kosong maka fungsi kontrol dapat memutus aliran listrik dari baterai ke beban, begitupun pada saat baterai penuh fungsi BCR sebagai pemutus aliran listrik pada saat pengisian modul.
3.1. Sistem Tenaga Surya Fotovoltaik Sistem tenaga surya fotovoltaik yang umum dipakai untuk penerangan adalah sistem individu. Sistem ini mempunyai tegangan 12 Volt DC. PJU termasuk salah satu dari aplikasi sistem PLTS untuk penerangan jalan umum dalam skala kecil secara individual atau desentralisasi yang terdiri dari komponen – komponen utama yaitu : 1. Modul fotovoltaik, sebagai catu daya yang menghasilkan energi listrik dari masukan sejumlah energi matahari. 2. Baterai, sebagai penyimpan dan pengkondisian energi matahari. 3. Alat pengatur energi baterai (baterai charge regulator/BCR), sebagai alat kontrol pengatur otomatis. 4. Beban listrik DC, seperti lampu LED Komponen lain pendukung PJU diantaranya terdiri dari kabel, saklar, dan kontak penyangga atau pengaman baterai.
Tegangan kerja dari catu daya PLTS PJU energi listriknya dimanfaatkan pada malam hari untuk lampu DC. 3.3. Data Hasil Pengukuran = PV (polycristal) 12 V – 160 Wp Beban Lampu = 40 W Baterai (INCOE) = 12 V - 200 Ah BCR (Bell) = 12 V- 10 A Alat Ukur = Avometer Digital dan modas PV
Tabel 1. Hasil Pengukuran Radiasi Matahari
3.2. Skema PLTS PJU
3.4. Spesifikasi perangkat ysng digunakan Spesifikasi Modul Surya
Gambar 4. Skema PLTS PJU
Pada gambar 4 diperlihatkan mengenai skema sederhana sebuah sistem penerangan jalan umum dengan tenaga surya. Tegangan rendah arus searah (DC) didapat dari modul fotovoltaik ketika siang hari kemudian masuk ke BCR. BCR berfungsi sebagai pengatur arus ketika baterai sudah penuh maka BCR akan memutus arus ke 6
Model
SFM 160
Power
160 W
Peak Voltage
34.56 V
Peak Current
3.77 A
Open Circuit Voltage
42 V
Short Circuit Current
3.92 A
Compaint Size
1076 x 806 x 35 mm
Weigh
8 KG
Solar Cell Efficiency
17.50 %
Solar Cells
125*83.3
Number of Cells
72 PCS
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (1-9)
Spesifikasi Baterai
3.6. Perhitungan Kebutuhan Modul Surya Untuk mendapatkan seberapa besar kebutuhan jumlah modul fotovoltaik (panel surya), maka harus di ketahui besar seluruh kebutuhan daya listrik sekaligus memperhitungkan hari otonomi yaitu hari tanpa pengisian dari sinar matahari berkisar 25 hari.untuk kondisi di Indonesia, meskipun durasi penyinaran Matahari adalah selama 12 jam per hari, tetapi efektifitas sinar ffoton yang didapatkan panel surya selama sehari adalah 3,5 – 5 jam. Dengan rumus berikut ini dapat dihitung daya modul sebagai berikut :
Spesifkasi BCR 24 % x 0.48 kWh
Daya Modul = 4.5 kWh /m2 x
1 kW/ m2 x 0.7
= 0.0365 kwp = 36.5 Wp atau 40 Wp Hari Otonomi = 4 hari Modul = 4 hari x 40 Wp = 160 Wp Jumlah modul
Spesifikasi Lampu LED
= 160 Wp = 4 buah modul 40 P
3.7. Perhitungan Kebutuhan Baterai Dengan rumus berikut ini dapat dihitung kapasitas baterai : Kapasitas Baterai(Ah) =
3.5. Analisa perhitungan Kebutuhan Beban (Lampu) dalam sehari Untuk Menghitung kebutuhan beban digunakan dengan rumus di bawah ini : Kebutuhan Energi (Wh) = daya (Watt) x jumlah beban x waktu Tabel 2. Kebutuhan beban lampu
=
Kebutuhan Energi − (24% x Kebutuhan Energi) Tegangan Baterai x Efisiensi Charging (0.8)xD. O. D(0.8)
Kapasitas Baterai = Hari Otonomi Baterai Jumlah Baterai
480 Wh−(24% x 480 Wh) 12Ah volt x 0.8 x 0.8 = 47.5 atau 50 Ah = 4 hari = 50 Ah x 4 hari = 200 Ah = 4 buah 50 Ah atau 2 buah 100 Ah
Analisa Kebutuhan Modul Surya dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum… (Didik Notosudjonod & Asri) 7
Pada Tabel 1 diperoleh grafik seperti Gambar 5, 6, dan 7
Gambar 5. Grafik tegangan terhadap jam operasi
arus beban (IL), dengan radiasi matahari (W/m2) yang terlihat dari data hasil pengukuran bahwa ketika radiasi semakin besar maka terjadi proses pengisian baterai (charging), hal ini dapat dilihat dari tegangan baterai yang semakin besar. Pada saat baterai telah mencapai tegangan 12 V atau telah mencapai batas atas pengisian baterai, maka proses pengisian baterai dari modul surya akan diputus oleh Baterai charge regulator sehingga tidak terpengaruh lagi oleh radiasi matahari. Pemutusan ini bertujuan supaya baterai tidak terjadi overcharge. Pada saat terjadi pembebanan malam hari maka terjadi penurunan tegangan baterai. Hal ini menyebabkan terjadinya proses pemakaian baterai (discharging). Semakin lama pembebanan maka tegangan baterai akan semakin turun, dimana pembebanan lampu dilakukan selama 12 jam yang mengakibatkan tegangan baterai turun menjadi 12 Volt.
Gambar 6. Grafik arus terhadap jam operasi
Gambar 7. Grafik pengaruh radiasi terhadap tegangan dan arus
3.7. Pembahasan Berdasarkan data di atas ini dapat dilihat bahwa energi modul surya berbanding lurus dengan besarnya radiasi matahari. Artinya semakin besar radiasi matahari maka energi/daya output modul surya (PV) semakin besar, sedangkan ketika radiasi matahari semakin kecil maka energi/daya modul surya juga semakin kecil. Besarnya radiasi yang berubah-ubah disebabkan karena kondisi cuaca juga berubah-ubah. Energi modul surya yang berubah-ubah mengakibatkan energi baterai juga berubahubah, dimana semakin besar energi yang dibangkitkan modul surya maka energi baterai juga semakin bertambah begitu juga sebaliknya. Hubungan tegangan baterai (Vb), 8
Gambar 5 adalah grafik tegangan fotovoltaik, baterai, dan beban terhadap jam operasi. Dapat dilihat pada grafik bahwa tegangan pada fotovoltaik menaik dari pukul 09.00 dan terus menurun dari pukul 14.00 sampai jam 00 : 00. Hal ini menunjukan bahwa fotovoltaik mendapat radiasi matahari mulai jam 09 sampai pukul 01 siang pada puncaknya dan menurun dari jam 02 siang hingga pukul 06 sore. Tegangan pada baterai stabil sekitar 12 volt namun pada jam 09 pagi tegangan hanya 10.16 volt karena baterai habis digunakan pada malam harinya dan baru akan di charging setelah ada matahari. Gambar 6 adalah grafik arus fotovoltaik, baterai dan beban terhadap jam operasi. Dapat dilihat pada grafik bahwa arus pada fotovoltaik menaik dari pukul 09.00 sampai puku 13.00 dan terus menurun dari pukul 14.00 sampai 18.00 sama seperti grafik tegangan. Hal ini terjadi karena pada prinsipnya arus dan tegangan didapat dari fotovoltaik yang mendapat radiasi matahari. Arus pada baterai dan beban menaik hingga 2 A pada jam 19. 00. Hal ini terjadi karena beban telah dinyalakan sehingga baterai menyuplai arus kebeban dan kemudian terhitung oleh modas. Gambar 7 adalah grafik pengaruh radiasi terhadap tegangan dan arus. Dapat dilihat bahwa semakin besar radiasi matahari maka semakin besar juga tegangan dan arus yang didapat. Hal ini karena semakin besar radiasi
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (1-9)
matahari maka semakin besar pula radiasi surya (foton) yang diterima modul fotovoltaik. Hasil penelitian mengenai kinerja lampu PJU Sistem Energi Surya Fotovoltaik yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berbedabeda diantaranya: a) Saat cuaca gelap BCR ON/OFF yang menggunakan sistem otomatis dapat menyalakan lampu pada malam hari. b) Saat kondisi cerah energi yang dihasilkan diproses oleh modul dengan teknologi fotovoltaik dapat menghasilkan daya maksimum. c) Modul yang berfungsi sebagai penyedia energi untuk di transfer ke baterai, tidak berfungsi ketika energi surya yang diserap di bawah tegangan baterai pada saat malam hari / saat cuaca tidak cerah.
3]. Balai Besar Teknologi Energi (B2TE)Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).2010.profile B2TEBPPT.[terhubung] http://b2te.bppt.go.id[index.php/profil.ht ml [2004]. 4]. Effendi Asnal, M. 2012 Perencanaan Penerangan Jalan UmumJalan Lingkar Utara Kota Solok. Padang. 5]. [ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010 Peluang Pemanfaatan Energi Surya Fotovoltaik di Indonesia. [terhubung] http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56art ikel/3348-peluang-pemanfaatan-energisurya-fotovoltaik-di-indonesia.html [05Mei2010] 6]. Septiadi Deni. Dkk, 2009. Proyeksi energi suryaSebagai Energi Terbarukan. ISSN : 1411-3082. 7]. Suyitno M. 2011. Pembangkit Listrik. Jakarta Rineka Cipta
DAFTAR PUSTAKA PENULIS :
1]. Adjat Sudrajat. Drs. 1996. Materi Pelatihan PLTS UPT- LSDE BPPT. Serpong : BPTT 2]. Adjat Sudrajat. Drs. 2007. Sistem-Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Jakarta : BPPT-Press Badan Standarisasi Nasional. 2000. Peraturan Umum Instalasi Listrik, SNI 04-0225-2000.
1)
2)
Prof. Dr. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc. Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Pakuan - Bogor. Drs. Asri, M.Pd. Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Pakuan - Bogor.
Analisa Kebutuhan Modul Surya dan Baterai Pada Sistem Penerangan Jalan Umum… (Didik Notosudjonod & Asri) 9
ANALISIS ASPEK PERIZINAN PADA PEMBANGUNAN PERUMAHAN Oleh:
Ike Pontiawaty
Abstrak Harga rumah yang ditawarkan pihak pengembang yang ada di Kota Bekasi pada saat ini sangat mahal hal tersebut dipengaruhi oleh mahalnya harga tanah di Kota Bekasi, mahalnya hargaharga bahan bangunan saat ini serta banyaknya biaya-biaya lain yang dikeluarkan oleh pihak pengembang selain biaya untuk pembebasan tanah dan harga bangunan yang tinggi. Salah satunya adalah biaya retribusi perizinan untuk pembangunan perumahan. Besarnya biaya retribusi untuk perizinan perumahan yang harus dikeluarkan pihak pengembang ini akan mempengaruhi harga rumah. Semakin banyak prosedur yang harus dilakukan pihak pengembang untuk perizinan perumahan, maka akan semakin besar biaya retribusi yang harus dikeluarkan oleh pihak pengembang perumahan. Oleh karena itu perlu dianalisis perizinan pada pembangunan perumahan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah total biaya perizinan perumahan yang dibebankan oleh pengembang kepada konsumen diambil sampel tipe 23/60 adalah sebesar Rp. 963.038,35. atau 1.97 % dari harga jual rumah saat ini di perumahan Mutiara Gading Timur 2 Kota Bekasi.
Kata Kunci : Harga Rumah, Harga Bahan Bangunan, Biaya Perijinan 1.
karena itu dibangunlah perumahan di daerah yang strategis dan dekat dengan kota besar.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu penduduk di suatu kota bertambah banyak baik yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk secara alamiah maupun disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk (migrasi), maka permasalahan yang ditimubulkan sangat kompleks, terutama mengenai kebutuhan dasar manusia, salah satunya adalah kebutuhan perumahan.
Pengadaan perumahan melalui sektor formal yang diadakan perum perumnas ataupun pengembang swasta masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Peningkatkan perkembangan penduduk di kota-kota besar mengakibatkan kebutuhan perumahan pun semakin meningkat pesat, karena pengadaan perumahan yang ada saat ini masih belum mengimbangi kebutuhan masyarakat.
Masyarakat yang bermukim di daerah ratarata masih membutuhkan rumah dengan membuat rumah sendiri dan masyarakat yang berada di kota-kota besar dan padat juga membutuhkan perumahan yang sudah dibangun oleh perum perumnas atau pengembang swasta adalah solusi yang tepat guna memenuhi kebutuhan di bidang perumahan.
Pengadaan perumahan yang diadakan oleh perum perumnas ditujukan untuk masyarakat yang masih tergolong berpendapatan rendah dan menengah yang bertujuan untuk membantu pengadaan perumahan rakyat. Sedangkan perumahan yang diadakan oleh pengembang swasta atau developer swasta untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Untuk membangun rumah di daerah perkotaan dengan lokasi yang strategis dan nyaman sangatlah susah dan mahal, oleh
Kurangnya perumahan khususnya di kota besar menjadi permasalahan pihak pemerintah daerah. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan,
10
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
pemerintah juga perlu dibantu oleh para pengembang perumahan swasta atau developer. Salah satu kota yang membutuhkan penyediaan perumahan dengan jumlah yang tinggi adalah Kota Bekasi, karena letaknya yang strategis dan perkembangan penduduknya sangat banyak juga sebagai penyangga untuk kebutuhan warga yang berada di Daerah khusus Ibu Kota Jakarta. Target Pemerintah Daerah Kota Bekasi guna memenuhi kebutuhan perumahan untuk penduduk adalah sebanyak 50.000 unit/tahun (Amdal Perumahan Mutiara Gading Timur 2 Kota Bekasi). Kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah kota bekasi adalah tingginya harga rumah yang ditawarkan karena mahalnya harga tanah dan bahan bangunan serta biaya retribusi perizinan untuk pembangunan perumahan. Besarnya biaya retribusi untuk perizinan perumahan yang harus dikeluarkan pihak developer ini akan mempengaruhi harga rumah. Semakin banyak prosedur yang harus dilakukan pihak developer untuk perizinan perumahan, maka akan semakin banyak biaya retribusi yang harus dikeluarkan oleh pihak pengembang perumahan.
Adapun pembatasan masalahnya adalah membahas perizinan untuk Izin Lokasi, Izin Prinsip, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), Izin Sertifikat Induk, Site Plan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemecahan srtifikat.Oleh karena keterbatasan data yang didapat, maka perhitungan biaya Izin Penerangan Jalan Umum (PJU), Site Plan, Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS), Peil Banjir, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Pemecahan Sertifikat. 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Perumahan Pengertian-pengertian mengenai perumahan dijelaskan pada Undang-undang nomor 4 tahun 1992 yaitu : bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
1.2. Maksud dan Tujuan 2.2. Standarisasi Perumahan Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pembangunan perumahan dari aspek perizinan pada pembangunan perumahan di Kota Bekasi. Tujuannya adalah mengetahui besarnya biaya kepengurusan surat izin yang harus dikeluarkan pihak pengembang perumahan sampai bisa dipasarkan pada masyarakat umum serta biaya yang akan dibebankan kepada konsumen suatu perumahan sederhana pada perumahan Mutiara Gading Timur 2 Kota Bekasi.
a.
Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan » Besaran Ruang. Besaran ruang minimal berdasarkan standar yang dikeluarkan Departemen PU, Direktorat Jendral Cipta Karya tahun 1986 Tabel 2.1. Tabel Standar Besaran Ruang
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Ruang lingkup pembahasan studi ini adalah pengurusan surat-surat izin yang diperlukan untuk suatu pembangunan perumahan dari proses pensertifikasian hingga dapat dipasarkan dengan pembahasan khusus untuk perumahan Mutiara Gading Timur 2 di Kota Bekasi.
» » » »
Lebar Muka Rumah Jarak Bangunan Lokasi Perumahan Harus Memenuhi Syarat Prasarana Lingkungan
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
11
»
» » » b.
Sistem Pembuangan, meliputi : Sistem Pembuangan Air Limbah, Tangki Septik, Saluran Pembuangan Air Hujan, dan Sistem Pembuangan Sampah. Jaringan Air Bersih dan Listrik Fasilitas Sosial Struktur dan Komponen Bahan Bangunan
Standarisasi Kebutuhan Fasos dan Fasum Standarisasi yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Cipta Karya Tahun 1986 terhadap kebutuhan fasilitas sosial /fasilitas umum berdasarkan kepada jumlah jiwa yang bermukim dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Standar Kebutuhan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum
Tabel 2.4. Program Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Pengadaan Perumahan
Tingkat perkembangan perumahan dibagi menjadi 4, yaitu : 1. Rumah Susun ( RUSUN) 2. Rumah Sangat Sederhana (RSS), dengan luas mininum bangunan 21 m2 3. Rumah Sederhana (RS), dengan luas minimum bangunan 36 m2 – 45 m2 4. Rumah Mewah/Real Estate dengan luas minimum bangunan 45 m2 – 100 m2 2.3. Hubungan Pihak Yang Terlibat Hubungan pihak yang terlibat digambarkan sebagai berikut :
dapat
Gambar 2.2. Hubungan pihak yang terlibat dengan kepentingan kebutuhan Perumahan
c.
Spesifikasi Bahan
Tabel 2.3. Spesifikasi Bahan Untuk Bangunan Rumah
12
a. Individu (Konsumen) Kebutuhan akan permukiman dan rumah tinggal sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok rakyat. Berdasarkan hal itu diperlukan upaya penyediaan peerumahan yang mencukupi baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta atau perorangan. Penyediaan akan permukiman yang dilakukan oleh pengembang swasta seringkali menimbulkan suatu masalah/merugikan bagi individu serta masyarakat dan lingkungan sekitar. Seringkali rumah yang telah dihuni ternyata tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Dalam hal ini konsumen juga dapat berperan sebagai kontrol terhadap pihak pengembang yang telah
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
merugikannya dengan melaporkan kepada pemerintah daerah setempat.
Tabel 2.6. Prosentasi Harga Jenis Pekerjaan Pembangunan Rumah Murah Oleh Pengembangan JENIS PEKERJAAN
b. Pengembang (Developer) Pengadaan perumahan rakyat di Indonesia dilakukan oleh Perum Perumnas untuk masyarakat yang tergolong berpendapatan rendah, perusahaan ini didirikan oleh pemerintah semata-mata untuk membantu pengadaan perumahan rakyat dan keuntungan bukan tujuan utama. Sedangkan yang lainnya dilakukan oleh pengembang swasta untuk membangun perumahan bagi golongan masyarakat yang berpendapatan lebih tinggi dan motif keuntungan menjadi dasar usahanya. Untuk mencapai tujuannya pengembang menggunakan jasa-jasa ahli bangunan agar rumah yang dihasilkan menarik pihak pembali, dalam hal ini konsumen menjadi pihak penentu/berkuasa dalam perjanjian dengan pihak pengembang. c. Pemerintah yang mewakili kepentingan masyarakat dan lingkungan Pemerintah memberikan pedoman kepada pengembang agar membangun perumahan sesuai apa yang dibutuhkan individu serta tanpa mengganggu masyarakat dan lingkungan disekitar perumahan. Perumahan harus memenuhi syarat kesehatan, mempunyai fungsi sosial, memenuhi faktor-faktor keamanan dan prasarana lingkungan. Pemerintah juga memberikan kemudahan kepemilikan rumah dengan fasilitas kredit kepada masyarakat baik yang dilakukan oleh pengembang swasta maupun pemerintah sehingga diharapkan kebutuhan rakyat akan perumahan dapat terpenuhi. 2.4. Komponen Perumahan
Biaya
Pembangunan
Besarnya persentase dari masing-masing komponen biaya pembangunan rumah yang menentukan harga jual rumah dapat kita liat pada tabel berikut : Tabel 2.5. Struktur Komponen Biaya Pembangunan (%) TIPE RUMAH Komponen Biaya Tanah Pematangan Tanah Infrastruktur Perizinan Bangunan Overhead
(DPP REI, 1999)
RSS
RS
RUMAH MENENGAH
RUMAH MEWAH
20
20
20
30
2 20 13 45 5
5 17 13 43 5
10 13 7 47 3
4 10 3 50 3
Izin Lokasi Pembebasan Tanah Sertifikat Induk Pemecahan Sertifikat Perencanaan Izin Bangunan Infrastruktur Harga Konstruksi Overhead dan Lain-Lain Total Keuntungan dan Pajak
PROSENTASE HARGA 0.29 % 14.78 % 1.77 % 1.08 % 0.29 % 0.56 % 8.62 % 39.81 % 10.02 % 77.22 % 22.78 %
2.5. Aspek Perizinan Untuk Pembangunan Perumahan Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu proses pembangunan, karena setiap pembangunan harus terlebih dahulu melalui tahap perizinan. Prosedur perizinan untuk membangun suatu perumahan yang ada di tiap daerah berbeda-beda. Di Kotamadya Bekasi, prosedur perizinan untuk perumahan adalah : 1. Izin Prinsip Adalah izin tentang persetujuan pembebasan sebidang tanah yang harus sesuai dengan rencana peuntukannya. Tetapi persetujuan ini masih dalam bentuk wewenang Kepala Daerah dan belum ada peraturan/perundangundangan yang mengaturnya. 2. Izin Lokasi Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada pengembang untuk memperoleh tanah sesuai dengan tata ruang wilayah yang berlaku pula sebagai izin pemindah hak. Izin lokasi diberikan oleh badan Pertahanan Nasional (BPN) dan Kepala Daerah Tingkat II (Bupati/Walikota). 3. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) adalah Izin yang diperoleh pihak pengembang untuk memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukannya. Kebijaksanaan penggunaan tanah dituangkan dalam pola peruntukan tanah perkotaan secara berencana. Dalam hal ini perlu diperhatikan jenis wilayah,usaha permukiman, industri dan lain sebagainya. Para pengusaha swasta terutama pengembang yang bergerak di bidang perumahan berpartisipasi untuk
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
13
mewujudkan lingkungan yang sesuai Dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK). Data tersebut didapatkan pada BPN dan BAPEDDA. 4. Izin Sertifikat Induk Izin Sertifikat Induk adalah izin yang diajukan oleh pihak pengembang untuk mendapatkan legalisasi hak tanah yang sudah mereka miliki dari pecahan hak tanah dijadikan menjadi satu hak. 5. Rencana Tapak/Site Plan. Rencana tapak /site plan : Gambar/peta rencana peletakan bangunan/kavling dengan segala unsur penunjangnya dalam skala batas-batas luas lahan sebagaimana tercantum dalam gambar/peta rencana tapak. 6. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan dalam rangka mendirikan bangunan beserta penunjang yang secara fisik berdasarkan peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1987. izin mendirikan bangunan, lebih menekankan pada aspek konstruksi bangunan yang sudah sesuai dengan peruntukan kota. Tujuan utama diadakan Izin Mendirikan Bangunan adalah agar bangunan menjadi lebih tertib dalam hal ini sesuai dengan rencana tata ruang kota, bangunan memenuhi standar kesehatan, kekuatan, keamanan dari bahaya kebakaran, agar nampak lebih indah serta mempunyai kekuatan hukum. Beberapa Jenis Bangunan yang perlu Izin Mendirikan Bangunan (IMB): 1. Mendirikan bangunan baru 2. Renovasi bangunan lama 3. Bangunan lama yang belum Memiliki IMB 4. Mendirikan pagar tembok pembatas baru 5. Mendirikan konstruksi reklame 6. Mendirikan Tower, antenna dengan konstruksi 7. Lantai terbuka dengan perkerasan 8. lapangan olah raga dengan perkerasan. (Choirul Amin & Nuris Setiawan, 2006)
14
3.
METODE PENELITIAN
3.1. Latar Belakang Perumahan Nutiara Gading Timur 2 Untuk memenuhi target pemerintah kota Bekasi mengenai penyediaan rumah tinggal dalam hal ini adalah perumahan, maka pemerintah membutuhkan kerjasama dengan para developer-developer swasta. Salah satu developer swasta yang saat ini sedang melakukan pembangunan proyek di kota Bekasi adalah PT. Sentosa Biru Nusa yang tergabung dalam group ISPI. PT. Mutiara Sentosa Realtindo yang juga tergabung dalam group ISPI adalah pihak developer yang telah membangun perumahan Mutiara Gading Timur 1. Dengan banyaknya permintaan unit rumah dan banyaknya jumlah unit rumah yang terjual di Perumahan Mutiara Gading Timur 1, Melihat prospek tersebut, PT. Sentosa Biru Nusa merealisasikannya dengan melakukan proyek pengembangan Perumahan Mutiara Gading Timur 2 yang saat ini proses pembangunannya masih berlangsung di Kelurahan Mustika jaya, Kecamatan Mustika Jaya Kota Bekasi. Pembangunan perumahan perlu memperhatikan perizinan-perizinan yang merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pengembang perumahan. Setiap daerah mempunyai kebijakan-kebijakan yang berbeda-beda mengenai kepengurusan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk berjalannya pembangunan perumahan. Di daerah Bekasi misalnya, prosedur kepengurusan serta biaya yang harus dikeluarkan pihak pengembang akan berbeda-beda, yaitu antara pemerintah daerah kota dan kabupaten Bekasi 3.2. Data Teknis Developer : PT. Sentosa Biru Nusa Nama Proyek : Perumahan Mutiara Gading Timur 2 Fungsi Proyek : Perumahan Lokasi Proyek : Kelurahan Mustikajaya, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi Luas Lahan : 551.787,98 m2
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Tabel 3.1. Penggunaan Lahan Perumahan Mutiara Gading Timur 2
3.2. Prosedur Perizinan Perumahan di Kota Bekasi Sebelum pelaksanaan proyek pembangunan perumahan dilakukan, pihak developer atau pengembang perumahan terlebih dahulu harus melalui proses perizinan. Proses perizinan untuk perumahan ini dilakukan kepada instansi-instansi pemerintah yang terkait. Untuk pengurusan perizinan perumahan mempunyai beberapa prosedur perizinan. Setiap daerah mempunyai prosedur-prosedur perizinan yang berbeda. Di kota Bekasi, pihak pengembang harus melalui prosedur untuk perizinan perumahan adalah sebagai berikut : 1. Izin Prinsip 2. Izin Lokasi 3. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) 4. Izin Pembuatan Sertifikat Induk 5. Izin Pembuatan Site Plan 6. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 7. Pemecahan Sertfikat Selain perizinan tersebut di atas, pihak pengembang perumahan juga harus menyediakan beberapa hal yang merupakan syarat agar perizinan-perizinan tersebut di atas dapat diselesaikan oleh pihak pengembang perumahan, yaitu : 1. Peil Banjir 2. Tempat Pemakaman Umum (TPU) 3. Penerangan Jalan Umum (PJU) 4. Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) 5. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
3.3.1
Izin Prinsip
Sebelum melakukan pembebasan tanah di daerah yang akan dibangun proyek perumahan pihak pengembang yaitu PT. Sentosa Biru Nusa terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prinsip kepada instansi pemerintah yang terkait dan untuk pengurusan Izin Prinsip ini dilakukan oleh Walikota Bekasi dengan membawa berkasberkas yang harus dilampirkan sebagai syarat pengajuan permohonan Izin Prinsip. Berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan izin prinsip ini antara lain adalah : 1. Gambar tanah/peta situasi 2. Foto copy akte pendirian perusahaan 3. Uraian proyek yang akan dibangun 4. Pernyataan kesanggupan akan memberikan ganti rugi Status lahan pada Perumahan Mutiara Gading 2 ini sudah mempunyai Perizinan Prinsip karena perumahan ini merupakan pengembangan dari Perumahan Mutiara Gading 1. 3.3.2
Izin Lokasi
Setelah Izin Prinsip dan pembebasan tanah dapat diperoleh, tahap selanjutnya adalah mengajukan permohonan Izin Lokasi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi, dengan menyerahkan berkas-berkas persyaratan sebagai berikut : 1. KTP Pemohon 2. Akta pendirian perusahaan 3. Surat keterangan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 4. Bukti surat persetujuan prinsip 5. Pra Site Plan 6. Fotocopy peta rincian lokasi tanah yang dimohon. Untuk kepengurusan Izin Lokasi di Kota Bekasi ini, pihak pengembang membutuhkan waktu sekitar 2 (dua) bulan untuk menyelesaikannya. 3.3.3 Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) Setelah Izin Lokasi dilakukan oleh pihak pengembang, maka untuk perizinan selanjutnya adalah Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) yang kepengurusannya dilakukan ke Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Bekasi. Untuk
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
15
kepengurusan IPPT ini pengembang harus menyertakan berkas-berkas sebagai berikut : 1. KTP Pemohon 2. akta pendirian perusahaan 3. Surat keterangan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 4. Bukti surat persetujuan prinsip 5. Bukti Izin Lokasi 6. Fotocopy surat keterangan domisili perusahaan 7. Fotocopy peta rincian lokasi tanah yang dimohon 8. Pra Site Plan 3.3.4
Sertifikat Induk
Setelah Izin Lokasi selesai maka proses selanjutnya adalah permohonan untuk Sertifikat Induk. Untuk wilayah Kota Bekasi, luas tanah lebih dari 2000 m2 pengembang harus mengajukan permohonan Sertifikat Induk ke Kantor Wilayah Jawa Barat sedangkan untuk luas tanah kurang dari 2000 m2 pengajuan permohonan Sertifikat Induk tersebut ke Kantor Walikota Bekasi dengan menyertakan berkas-berkas sebagai berikut : 1. Surat permohonan dari pemilik perusahaan. 2. Akte Pendirian Perusahaan 3. Surat keterangan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 4. Bukti surat persetujuan prinsip dan Izin Lokasi 5. Bukti surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) 6. Fotocopy pembayaran PBB tahun terakhir 7. Fotocopy surat keterangan domisili perusahaan 8. Fotocopy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3.3.5
Site Plan
Akte Pendirian Perusahaan Surat keterangan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 4. Bukti surat persetujuan prinsip dan Izin Lokasi 5. Bukti surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) 6. Fotocopy Sertifikat tanah 7. Fotocopy pembayaran PBB tahun terakhir 8. Fotocopy surat keterangan domisili perusahaan 9. Fotocopy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 10. Fotocopy surat keterangan Peil Banjir 11. AMDAL yang telah disyahkan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Bekasi. Setelah Site Plan Didapatkan oleh pihak pengembang, maka pihak pengembang sudah bisa menjual atau memasarkan tanah-tanah yang sudah dikuasainya yaitu tanah yang sudah mendapat perizinan oleh pihak-pihak yang terkait. 3.3.6
Syarat-syarat yang harus dilampirkan oleh pihak pengembang untuk mengajukan permohonan Site Plan ini antara lain adalah : 1. Surat permohonan dari pemilik perusahaan atau dikuasakan oleh pihak lain.
Peil Banjir
Pengajuan Peil banjir pada Perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah dengan Advis Teknis Peil banjir yaitu saran dan teknis pengairan Peil banjir dan saluran pembuang. Untuk Advis Teknis Peil banjir ini dilakukan pada Dinas Pengairan Kota Bekasi dengan menyertakan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Fotocopy KTP 2. Fotocopy Izin Lokasi 3. Fotocopy Sertifikat Tanah 4. Pra Site plan 5. Elevasi design 3.3.7
Setelah Sertifikat Induk didapatkan oleh pihak pengembang, selanjutnya pihak pengembang mengajukan permohonan untuk Site Plan yaitu dengan menyertakan Rencana Tapak yang pengajuannya dilakukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi.
16
2. 3.
Tempat Pemakaman Umum
Penyediaan dan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman umum dilakukan pada dinas pemakaman Kota Bekasi dengan disyahkan langsung oleh Walikota Bekasi. Berkas-berkas yang harus dilampirkan adalah sebagai berikut : 1. Akta Pendirian Perusahaan 2. SK. Izin Lokasi 3. Pra Site Plan Penyediaan Tempat Pemakaman Umum (TPU) ini adalah di luar dari tahapan perizinan perumahan yang telah di jelaskan sebelumnya. Namun, Tempat pemakaman
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Umum merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pengembang dalam pembangunan proyek perumahan. Tempat Pemakaman Umum yang harus disediakan oleh pihak pengembang adalah 2 % dari lahan yang dimohon oleh pihak pengembang. 3.3.8 Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) Penyediaan Tempat Pembuangan Sampah Sementara dilakukan oleh pihak pengembang dengan cara membuat bak-bak sampah kecil. Pengambilan sampah dilakukan oleh pihak Dinas Kebersihan kota Bekasi. Biaya kebersihan yaitu untuk pembuangan sampah ditanggung oleh setiap pemilik rumah. Kepengurusan izin untuk Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) ini dilakukan dengan melampirkan Berkasberkas sebagai berikut : 1. Surat Permohonan 2. Fotocopy KTP Pemohon 3. Akte Pendirian 4. Surat Izin Usaha Perdagangan 5. Tanda Daftar Perusahaan 6. Nomor Pokok Wajib Pajak 7. Izin Lokasi 8. Izin Prinsip 9. Advis Teknis Peil Banjir Pengajuan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) ini adalah di luar dari tahapan perizinan perumahan. Namun, Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pengembang dalam pembangunan proyek perumahan. 3.3.9
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Selain pengajuan-pengajuan persyaratan untuk perizinan di atas, salah satu syarat yang harus dipenuhi pihak pengembang adalah Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL ini diperlukan untuk mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan akibat adanya pembangunan Perumaan Mutiara gading Timur 2 ini. Pengajuan AMDAl ini dilakukan di Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi.
3.3.10 Izin Mendirikan Bangunan Untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), PT. Sentosa Biru Nusa harus mengurus perizinan ini melalui Kantor Walikota Bekasi. Kelengkapan berkas yang harus dilampirkan : 1. Fotocopy KTP yang masih belaku 2. Fotocopy surat kepemilikan tanah 3. Fotocopy pembayaran PBB tahun terakhir 4. Surat pemberitahuan tidak keberatan dari tetangga 5. Gambar rencana bangunan : - Denah, tampak dan potongan skala - Teras, septictank - Gambar situasi skala 6. Surat kuasa/pernyataan dari pemilik tanah bila tanah itu milik orang lain. 7. Surat pernyataan kesanggupan mematuhi ketentuan teknis 8. Izin Lokasi 9. Gambar Site Plan 4.
ANALISA PERHITUNGAN BIAYA PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN
4.1. Perhitungan Biaya Perizinan Salah satu dari komponen-komponen biaya yang mempengaruhi harga rumah adalah biaya perizinan. Besarnya biaya perizinan untuk perumahan tersebut bervariasi tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat. Biaya harga tanah yang mahal dan harga bahan-bahan bangunan yang tinggi masih merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga rumah. Semakin banyak biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pihak pengembang perumahan, maka akan semakin banyak pula biaya yang akan dibebankan oleh konsumen tidak terkecuali biaya untuk perizinan. Pada bab ini akan menghitung biaya kepengurusan surat-surat perizinan pada perumahan yang ada di perumahan Mutiara Gading Timur 2 kota Bekasi. 4.1.1.
Izin Prinsip
Besarnya biaya untuk kepengurusan izin prinsip di kota Bekasi diasumsikan sebesar Rp. 100,00 /m2. Maka besarnya izin prinsip yang harus dibayarkan pihak pengembang adalah sebagai berikut :
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
17
Biaya Izin Prinsip Per Meter Persegi x Luas Tanah Keseluruhan
𝑅𝑝. 55.178.798.00 = 𝑅𝑝. 191,76 /𝑚2 287.747,99 𝑚2
Rp. 100,00 x 551.787,98 m2 = Rp. 55.178.798,00
Jadi, biaya izin prinsip yang harus dikeluarkan pihak pengembang adalah sebesar Rp. 55.178.798,00. Namun demikian, biaya izin prinsip yang dikeluarkan pihak pengembang tersebut akan dibebankan kepada konsumen dengan perhitungan sebagai berikut :
Jadi, biaya izin prinsip yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar Rp. 191,76 /m2. Berdasarkan perhitungan tersebut maka biaya izin prinsip yang harus dikeluarkan untuk tiap-tiap unit rumah adalah sebagai berikut : Biaya Izin Prinsip Perm Meter Persegi x Luas Tanah Tiap Rumah
Biaya Izin Prinsip Keseluruhan Luas Tanah Efektif
Tabel 4.1 Biaya Izin Prinsip Tiap Unit Rumah Yang Dibayar Oleh Konsumen
Rp. 150,00 x 551.787,98 m2 = Rp. 82.768.197,00
4.1.2. Izin Lokasi Besarnya biaya untuk kepengurusan Izin Lokasi di kota Bekasi diasumsikan sebesar Rp. 150,00 /m2. Sehingga besarnya izin lokasi yang harus dibayarkan pihak pengembang adalah sebagai berikut : Biaya Izin Prinsip Per Meter Persegi x Luas Tanah Keseluruhan 18
Maka, biaya izin lokasi yang harus dikeluarkan pihak PT. Sentosa Biru Nusa Untuk Perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah Rp. 82.768.194,00. Besarnya biaya Izin Lokasi yang dikeluarkan pihak pengembang tersebut dibebankan kembali
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
kepada pihak konsumen dengan perhitungan sebagai berikut : Biaya Izin Lokasi Keseluruhan Luas Tanah Efektif
𝑅𝑝. 82.768.197,00 = 𝑅𝑝. 287.64 /𝑚2 287.747,99 𝑚 Jadi, biaya izin lokasi yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar Rp. 287,64 /m2. Berdasarkan perhitungan tersebut maka biaya izin lokasi yang harus dikeluarkan untuk tiap tiap unit rumah adalah sebagai berikut : Biaya Izin Lokasi Per Meter Persegi x Luas Tanah Tiap Rumah
Tabel 4.2 Biaya Izin Lokasi Tiap Unit Rumah Yang Dibayar Oleh Konsumen
Dari perhitungan tersebut di atas, maka Biaya IPPT per meter persegi yang harus dikeluarkan pihak pengembang adalah :
=
Biaya IPPT Keseluruhan Luas Tanah Keseluruhan
=
𝑅𝑝. 274.323.990,00 551.787,98 𝑚2
= Rp. 497,15 / m2 Biaya IPPT tersebut di atas akan dibebankan kepada konsumen dengan perhitungan sebagai berikut : = =
Biaya IPPT Keseluruhan Luas Tanah Efektif
𝑅𝑝. 274.323.990,00 287.747,99 𝑚2
= Rp. 953,35 / m2 Tabel 4.3 Daftar Indeks Fungsi (IF) Kota Bekasi : No Bangunan Indeks 1.
Perumahan
2. 3.
Pertokoan Industri Sekolah, Rumah Tinggal, Kantor PEMDA, dan sebagainya
4.
3 2 2.5 1.5
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Tabel 4.4 Daftar Indeks Lalu Lintas (IL) Kota Bekasi : No Row Indeks 1. 2. 3.
4.1.3. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) Untuk perhitungan IPPT berdasarkan data yang didapat adalah sebagai berikut : (Indeks Fungsi x Indeks Lokasi x Tarif Dasar) + Tarif Skala + Biaya Pengukuran
= (3 X 3 X (100.000+27.339.399)) + 30.000 + (250.000+27.089.399) = (246.954.591) + 30.000 + (27.339.399) = Rp. 274.323.990,00. Jadi, biaya IPPT yang harus dikeluarkan pihak pengembang dengan luas tanah 551.787,98 m2 adalah sebesar Rp. 274.323.900,00.
8 meter – 10 meter 6 meter – 8 meter 3 meter – 6 meter
3 2.5 2
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Tabel 4.5 Daftar Tarif Dasar (TD) Kota Bekasi : Besarnya No Luas (Rupiah) 1.
0 – 5000 Meter2
2.
Lebih dari 5000 Meter2
Rp.100.000 Rp. 100.000 + (Per Meter2 x Rp. 50)
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Tabel 4.6 Daftar Tarif Skala (TS) Kota Bekasi : No Skala Besarnya Tarif 1. 2. 3. 4. 5.
1 : 1000 1 : 2000 1 : 5000 1 : 15.000 1 : 25.000
RP. 30.000 RP. 25.000 RP. 20.000 RP. 15.000 RP. 10.000
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
19
Tabel 4.7 Daftar Biaya Pengukuran (BP) Kota Bekasi : No
Luas
𝑅𝑝. 827.681.970,00 = 𝑅𝑝. 2.876,41 /𝑚2 287.747,99 𝑚2
Besarnya Tarif
1. 2. 3. 4. 5.
5.000 Meter – 6.000 Meter 6.000 Meter2 – 7.000 Meter2 7.000 Meter2 – 8.000 Meter2 8.000 Meter2– 9.000 Meter2 9.000 Meter2 – 10.000 Meter2
6.
Lebih Dari 1 Hektar
2
=
2
RP. 150.000 RP. 175.000 RP. 200.000 RP. 225.000 RP. 250.000 RP. 250.000 + (Per Meter2 x Rp. 50)
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Tabel 4.8 Biaya IPPT Tiap Unit Rumah Yang Dibayar Oleh Konsumen
Jadi, biaya izin lokasi yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar Rp. 2.876,41 /m2. Berdasarkan perhitungan tersebut maka biaya izin lokasi yang harus dikeluarkan untuk tiap tiap unit rumah adalah sebagai berikut : Biaya Sertifikat Induk Per Meter Persegi x Luas Luas Tanah Tiap Rumah Tabel. 4.9. Biaya Sertifikat Induk Tiap Unit Rumah Yang Dibayar Oleh Konsumen
4.1.4. Biaya Izin Sertifikat Induk Besarnya biaya untuk kepengurusan sertifikat induk di kota Bekasi berdasarkan data yang didapat melalui wawancara diasumsikan sebesar Rp. 1500,00 /m2. Sehingga besarnya kepengurusan sertifikat induk yang harus dibayarkan pihak pengembang adalah sebagai berikut : Biaya Sertifikat Induk Per Meter Persegi x Luas Tanah Keseluruhan = Rp.1500,00 x 551.787,98 m2 = Rp. 827.681.970,00
Biaya yang harus dikeluarkan pihak PT. Sentosa Biru Nusa untuk kepengurusan sertifikat induk di Perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar Rp. 827.681.970,00. Besarnya biaya kepengurusan sertifikat induk yang dikeluarkan pihak pengembang tersebut dibebankan kembali kepada pihak konsumen dengan perhitungan sebagai berikut : Biaya Sertifikat Induk Keseluruhan Luas Tanah Efektif
20
4.1.5.
Biaya Izin Site Plan
Besarnya biaya untuk kepengurusan Site Plan di kota Bekasi diasumsikan sebesar Rp. 250,00 /m2. Sehingga besarnya Site Plan yang harus dibayarkan pihak pengembang adalah sebagai berikut : Biaya Izin Site Plan Per Meter Persegi x Luas Tanah Keseluruhan = Rp.250,00 x 551.787,98 m2 = Rp. 137.946.995,00.
Biaya yang harus dikeluarkan pihak PT. Sentosa Biru Nusa untuk kepengurusan Site Plan di Perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar Rp. 137.946.995,00. Besarnya biaya kepengurusan Site Plan yang dikeluarkan pihak pengembang tersebut dibebankan kembali kepada pihak konsumen dengan perhitungan sebagai berikut :
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
=
Biaya Izin Site Plan Keseluruhan Luas Tanah Efektif
Biaya izin Tempat Pemakaman Umum pada perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar 15 juta.
𝑅𝑝. 137.946.995,00 = 𝑅𝑝. 479.40 /𝑚2 287.747,99 𝑚2
Sehingga izin Tempat Pemakaman Umum yang dibebankan kepada konsumen adalah :
Jadi, biaya kepengurusan Site Plan yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar Rp. 479.40 /m2. Berdasarkan perhitungan tersebut maka biaya kepengurusan Site Plan yang harus dikeluarkan untuk tiap tiap unit rumah adalah sebagai berikut : Biaya Izin Site Plan Per Meter Persegi x Luas Tanah Tiap Rumah Tabel 4.10. Biaya Site Plan Tiap Unit Rumah Yang Dibayar Oleh Konsumen
Biaya Izin Tempat Pemakaman Umum Jumlah Total Unit Rumah = Rp. 15.000.000 3796 Unit = Rp. 3951,53 /Unit Rumah 4.1.8. Biaya Izin Umum (PJU)
Penerangan
Jalan
Biaya izin Penerangan Jalan Umum pada perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar 20 juta Rupiah. Sehingga biaya untuk izin Penerangan Jalan Umum yang dibebankan kepada konsumen adalah : Biaya Izin Penerangan Jalan Umum Jumlah Total Unit Rumah
=
Rp. 20.000.000 3796 Unit
= Rp. 5268,70 /Unit Rumah. 4.1.9. Biaya Izin Tempat Pembuangan Sampah Sementara 4.1.6. Biaya Izin Peil Banjir Biaya izin peil banjir pada perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar 15 juta. Sehingga biaya izin Peil Banjir dibebankan kepada konsumen adalah :
yang
Biaya Izin Peil Banjir Jumlah Total Unit Rumah
=
Rp. 15.000.000 3796 Unit
= Rp. 3951.53 /Unit Rumah. 4.1.7. Biaya Izin Tempat Pemakaman Umum
Biaya izin Tempat Pembuangan Sampah Sementara pada perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar 10 juta. Sehingga Biaya izin Tempat Pembuangan Sampah Sementara yang dibebankan kepada konsumen adalah sebagai berikut : Biaya Izin Tempat Pembuangan Sampah Sementara Jumlah Total Unit Rumah
= Rp. 10.000.000 3796 Unit = Rp.2634,35 /Unit Rumah 4.1.10. Biaya Izin Analisa Dampak Lingkungan
Mengenai
Biaya izin Analisa Mengenai Dampak lingkungan pada perumahan Mutiara Gading Timur 2 adalah sebesar 20 juta.
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
21
Sehingga Biaya izin AMDAL yang dibebankan kepada konsumen adalah sebagai berikut :
Tabel 4.13. Daftar Koefisien Luas Bangunan (KLB) Kota Bekasi : No
𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑨𝒏𝒂𝒍𝒊𝒔𝒂 𝑴𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒂𝒊 𝑫𝒂𝒎𝒑𝒂𝒌 𝑳𝒊𝒏𝒈𝒌𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑼𝒏𝒊𝒕 𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉
=
1.
Rp. 20.000.000 3796 Unit
2. 3.
= Rp. 5268,70 /Unit Rumah
4.
4.1.11. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Untuk perhitungan biaya Izin Mendirikan Bangunan di kota Bekasi adalah sebagai berikut :
b. Nilai Bangunan (D) : o Biaya Bangunan (C) x Koefisien Kelas Jalan (KKJ) x Koefisien Guna Bangunan (KGB) x Koefisien Luas Bangunan (KLB) x Koefisien Tingkat Bangunan (KTB)
Bangunan dengan Luas > 1000 m2 Bangunan dengan Luas ≤ 1000 m2 Bangunan dengan Luas ≤ 500 m2 Bangunan dengan Luas ≤ 250 m2
Besarnya Koefisien 1.5 1.3 1.1 0.9
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Tabel 4.14. Daftar Koefisien Tingkat Bangunan (KTB) Kota Bekasi : No 1.
a. Biaya Bangunan (C) : o Luas Bangunan (A) x Standar Harga Dasar Bangunan (B) = (C)
Luas Bangunan
2. 3. 4.
Tingkat Bangunan Bangunan Lantai Base Ment Bangunan 1 Lantai Bangunan 2 Lantai Bangunan 3 Lantai Ke Atas
Besarnya Koefisien 1.1 1 0.9 0.8
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
c. Biaya IMB :
Tabel 4.11. Daftar Koefisien Kelas Jalan (KKJ) Kota Bekasi : No 1. 2. 3. 4. 5.
Lokasi Bangunan Bangunan berada di pinggir jalan protokol utama kota Bangunan berada di pinggir jalan kolektor Bangunan berada di pinggir jalan antar lingkungan Bangunan berada di pinggir jalan lokal Bangunan berada tidak di tepi jalan
Besarnya Koefisien 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
Tabel 4.12. Daftar Koefisien Guna Bangunan (KGB) Kota Bekasi : No.
Jenis Bangunan
Besarnya Koefisien
1.
Bangunan Perdagangan
1.5
2. 3.
Bangunan Perindustrian Bangunan Perumahan Bangunan Pendidikan, Sarana Sosial dan Umum Bangunan Pemerintahan
1.25 1
4. 5.
0.75 0.5
(Sumber : PT. Sentosa Biru Nusa, 2013)
22
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Tabel 4.15. Perhitungan Nilai Bangunan Tiap Tipe Rumah
Type Rumah
Konstruksi Luas Bangunan Bangunan (m2) (m2)
1.Standar 23/60 Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank · Non Standar 23/139,02 Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank 2. Standar 29/60 Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank · Non Standar 29/106,43 Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank 3. Standar 30/72 Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank · Non Standar 30/122,28 Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank
SDHB (m2) (Rp)
Jumlah Biaya Bangunan (Rp)
Hasil Koefisien KJ. GB, LB, TB
Jumlah Nilai Bangunan (Rp)
21 4 5 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
4.200.000 400.000 575.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
10.422.720,00
23 4 5 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
4.600.000 400.000 575.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
11.038.720,00
27 4,5 5 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
5.400.000 450.000 575.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
12.347.720,00
29 4,5 5 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
5.800.000 450.000 575.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
12.963.720,00
30 2 5 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
6.000.000 200.000 575.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
12.886.720,00
30 2,5 5 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
6.000.000 250.000 575.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
12.963.720,00
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
23
Lanjutan Perhitungan Nilai Bangunan Tiap Tipe Rumah
Konstruksi Bangunan (m2) 4.Standar 30/60 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank ·Non Standar 30/116,97 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank 5.Standar 30/80 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank ·Non Standar 30/205,97 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.III Sempadan Septictank 6.Standar 36/72 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank ·Non Standar 36/77,70 RE Luas Bangunan P.II Type Rumah
24
Luas Bangunan (m2)
SDHB (m2) (Rp)
Jumlah Biaya Bangunan (Rp)
Hasil Koefisien KJ. GB, LB, TB
Jumlah Nilai Bangunan (Rp)
30 2,5 6 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
6.000.000 250.000 690.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
13.140.820,00
30 2,5 6 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
6.000.000 250.000 690.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
13.140.820,00
30 2,5 6 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
6.000.000 250.000 690.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
13.140.820,00
30 2,5 6 1 1
200.000 100.000 115.000 1.290.000 303.000
6.000.000 250.000 690.000 1.290.000 303.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
13.140.820,00
36 4,5 6 1 1
250.000 125.000 115.000 1.290.000 420.000
9.000.000 562.500 690.000 1.290.000 420.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
18.422.250,00
36
250.000
9.000.000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
18.422.250,00
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Lanjutan Perhitungan Nilai Bangunan Tiap Tipe Rumah
Konstruksi Bangunan (m2) 7.Standar 36/90 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank ·Non Standar 36/263,63 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank 8.Standar 45/84 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank ·Non Standar 45/165,16 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank 9.Standar 45/90 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank Non Standar 45/172 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank Type Rumah
Luas Bangunan (m2)
SDHB (m2) (Rp)
Jumlah Biaya Bangunan (Rp)
36 4.5 6 1 2
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
9,000,000 562,500 690,000 1,290,000 840,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
36 4.5 6 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
9,000,000 562,500 690,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
45 5 6 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
11,250,000 625,000 690,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
45 5 6 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
11,250,000 625,000 690,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
45 5 6 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
11,250,000 625,000 690,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
45 5 6 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
11,250,000 625,000 690,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
Hasil Koefisien KJ. GB, LB, TB
Jumlah Nilai Bangunan (Rp)
19,069,050.00
18,422,250.00
21,983,500.00
21,983,500.00
21,983,500.00
21,983,500.00
25
Lanjutan Perhitungan Nilai Bangunan Tiap Tipe Rumah Konstruksi Bangunan (m2) 10.Standar 60 /354.6 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank ·Standar 60/250 RE Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank 11.Standar Ruko Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank ·Non standar Luas Bangunan Teras Pagar P.II Sempadan Septictank Type Rumah
26
Luas Bangunan (m2)
SDHB (m2) (Rp)
60 4.5 8 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
60 4.5 8 1 1
Jumlah Biaya Bangunan (Rp)
Hasil Koefisien KJ. GB, LB, TB
Jumlah Nilai Bangunan (Rp)
15,000,000 562,500 920,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
28,016,450.00
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
15,000,000 562,500 920,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
8,016,450.00
75 2 0 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
18,750,000 250,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
31,893,400.00
150 2 0 1 1
250,000 125,000 115,000 1,290,000 420,000
37,500,000 250,000 1,290,000 420,000
1.4 x 1 x 1.1 x 1
60,768,400.00
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Tabel 4.16. Perhitungan Izin Mendirikan Bangunan
Type Rumah
Biaya Sempadan (Rp)
1.Standar 23/60 Luas Bangunan Teras Pagar 104,227.20 Sempadan Septictank · Non Standar 23/139,02 Luas Bangunan Teras Pagar 110,387.20 Sempadan Septictank 2. Standar 29/60 Luas Bangunan Teras Pagar 123,477.20 Sempadan Septictank · Non Standar 29/106,43 Luas Bangunan Teras Pagar 129,637.20 Sempadan Septictank 3. Standar 30/72 Luas Bangunan Teras Pagar 128,867.20 Sempadan Septictank · Non Standar 30/122,28 Luas Bangunan Teras Pagar 129,637.20 Sempadan Septictank
Biaya Pemeriksaan Gambar (Rp)
Biaya Pengawasan (Rp)
5,211.36
5,211.36
5,519.36
Biaya Plat Nomor (Rp)
Biaya Permohonan (Rp)
Jumlah Biaya IMB (Rp)
10,000.00
2,000.00
124,649.92
5,519.36
10,000.00
2,000.00
131,425.92
6,173.86
6,173.86
10,000.00
2,000.00
145,824.92
6,481.86
6,481.86
10,000.00
2,000.00
152,600.92
6,443.36
6,443.36
10,000.00
2,000.00
151,753.92
6,481.86
10,000.00
6,481.86
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
2,000.00
152,600.92
27
Lanjutan Perhitungan Izin Mendirikan Bangunan
Type Rumah
Biaya Sempadan (Rp)
4.Standar 30/60 RE Luas Bangunan Teras Pagar 131,408.20 Sempadan Septictank ·Non Standar 30/116,97 RE Luas Bangunan Teras Pagar 131,408.20 Sempadan Septictank 5.Standar 30/80 RE Luas Bangunan Teras Pagar 131,408.20 Sempadan Septictank ·Non Standar 30/205,97 RE Luas Bangunan Teras Pagar 131,408.20 Sempadan Septictank 6.Standar 36/72 RE Luas Bangunan Teras Pagar 184,222.50 Sempadan Septictank ·Non Standar 36/77,70 RE Luas Bangunan Teras Pagar 184,222.50 Sempadan Septictank
28
Biaya Pemeriksaan Gambar (Rp)
Biaya Pengawasa n (Rp)
6,570.41
6,570.41
6,570.41
Biaya Permohonan (Rp)
Jumlah Biaya IMB (Rp)
10,000.00
2,000.00
154,549.02
6,570.41
10,000.00
2,000.00
154,549.02
6,570.41
6,570.41
10,000.00
2,000.00
154,549.02
6,570.41
6,570.41
10,000.00
2,000.00
154,549.02
9,211.13
9,211.13
10,000.00
2,000.00
212,644.75
10,000.00
2,000.00
212,644.75
9,211.13
9,211.13
Biaya Plat Nomor (Rp)
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Lanjutan Perhitungan Izin Mendirikan Bangunan
Type Rumah
Biaya Sempadan (Rp)
7.Standar 36/90 RE Luas Bangunan Teras Pagar 190,690.50 Sempadan Septictank ·Non Standar 36/263,63 RE Luas Bangunan Teras Pagar 184,222.50 Sempadan Septictank 8.Standar 45/84 RE Luas Bangunan Teras Pagar 219,835.00 Sempadan Septictank ·Non Standar 45/165,16 RE Luas Bangunan Teras Pagar 219,835.00 Sempadan Septictank 9.Standar 45/90 RE Luas Bangunan Teras Pagar 219,835.00 Sempadan Septictank ·Non Standar 45/172 RE Luas Bangunan Teras Pagar 219,835.00 Sempadan Septictank
Biaya Pemeriksaan Gambar (Rp)
Biaya Pengawasan (Rp)
9,534.53
9,534.53
9,211.13
Biaya Plat Nomor (Rp)
Biaya Permohonan (Rp)
Jumlah Biaya IMB (Rp)
10,000.00
2,000.00
219,759.55
9,211.13
10,000.00
2,000.00
212,644.75
10,991.75
10,991.75
10,000.00
2,000.00
251,818.50
10,991.75
10,991.75
10,000.00
2,000.00
251,818.50
10,991.75
10,991.75
10,000.00
2,000.00
251,818.50
10,991.75
10,991.75
10,000.00
2,000.00
251,818.50
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
29
Lanjutan Perhitungan Izin Mendirikan Bangunan
Type Rumah
Biaya Sempadan (Rp)
Biaya Pemeriksaan Gambar (Rp)
10.Standar 60 /354.6 RE Luas Bangunan Teras Pagar 280,164.50 Sempadan Septictank ·Standar 60/250 RE Luas Bangunan Teras Pagar 280,164.50 Sempadan Septictank 11.Standar Ruko Luas Bangunan Teras Pagar 318,934.00 Sempadan Septictank ·Non standar Luas Bangunan Teras Pagar 607,684.00 Sempadan Septictank
Biaya Pengawasan (Rp)
Biaya Plat Nomor (Rp)
Biaya Permohonan (Rp)
Jumlah Biaya IMB (Rp)
14,008.23
14,008.23
10,000.00
2,000.00
318,180.95
14,008.23
14,008.23
10,000.00
2,000.00
318,180.95
15,946.70
15,946.70
10,000.00
2,000.00
360,827.40
30,384.20
30,384.20
10,000.00
2,000.00
678,452.40
4.1.12. Biaya Pemecahan Sertifikat Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan dengan pihak yang berwenang, biaya untuk kepengurusan Pemecahan Sertifikat menggunakan asumsi yaitu Sebesar Rp. 530.000,00 /Unit Rumah.
perumahan Mutiara Gading Timur 2, diambil sampel tipe rumah yang terkecil yaitu tipe 23/60 adalah:
Sehingga untuk biaya pemecahan sertifikat yang harus dibayarkan pihak pengembang adalah : Biaya Pemecahan Sertifikat x Total Jumlah Unit Rumah
= Rp. 530.000,00 x 3796 Unit = Rp. 2.011.880.000,00. Berdasarkan perhitungan-perhitungan di atas maka biaya-biaya perizinan yang dibebankan kepada konsumen pada 30
Sehingga total biaya untuk perizinan perumahan yang dibebankan konsumen yang mempunyai tipe rumah terkecil yaitu 23/60 di
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (10-31)
Perumahan Mutiara Gading Timur 2 Kota Bekasi adalah sebesar Rp. 963.038,33. Untuk Tipe 23/60 di perumahan Mutiara Gading Timur 2 harga jual saat ini adalah sebesar Rp. 49.000.000,00. Dari data tersebut dapat dihitung bahwa semua biaya perizinan yang dibebankan kepada konsumen untuk tipe 23/60 adalah 1.97 %.
2. Untuk mempermudah para pengembang merealisasikan pembangunan perumahan, seharusnya tahapan perizinan dibuat lebih sederhana atau dengan cara menggabungkan beberapa perizinan. DAFTAR PUSTAKA [1]
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Jumlah total biaya perizinan perumahan yang dikeluarkan oleh pengembang dengan mengambil sampel tipe 23/60 adalah sebesar Rp. 963.038,35. atau sebesar 1.97 % dari harga jual rumah pada tahun 2007 di perumahan Mutiara Gading Timur 2 Kota Bekasi. 2. Dalam analisa perizinan ini, ada beberapa hal yang tidak dibahas tetapi merupakan satu kesatuan terhadap perizinan antara lain : o Tempat Pemakaman Umum : Harga tanah TPU dan Biaya perataan muka tanah. o Penerangan Jalan Umum : Pengembang diharuskan memasang 20 % dari total PJU yang ada di perumahan tersebut. o Peil Banjir : Biaya normalisasi sungai yang dikaitkan dengan izin peil banjir. 3. Pada kenyataannya biaya-biaya dikeluarkan tersebut kemungkinan lebih besar dari pada biaya-biaya yang sudah dihitung, karena adanya biaya-biaya yang tak terduga. 5.2. Saran 1. Alangkah baiknya jika pemerintah mengadakan pelayanan satu pintu kepengurusan perizinan-perizinan untuk perumahan ini sehingga program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan dapat terealisasi sesuai dengan rencananya, sehingga pengembang cukup mendatangi satu kedinasan di PEMDA atau pun BPN.
Anonymous, 1986, Pedoman Teknis Pembangunan Perumahan Sederhana, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta [2] Choirul & Nuris, 2006, Merancang Rumah Mungil, Griya Kreasi Jakarta [3] Affriady Doddy, 2004, Tata Laksana Pembangunan Pemukiman Ditinjau Dari Aspek Perizinan, Universitas Pakuan, Bogor [4] Gundhy Marwaty, 2002, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengadaan Perumahan, Puskim, Bandung [5] Juliman, 2003, Identifikasi Komponen Biaya Pembangunan Rumah Sederhana Yang Mempengaruhi Kinerja Biaya Developer, Universitas Indonesia, Depok [6] Marsono, 1995, Undang-Undang Dan Peraturan-Pperaturan Di Bidang Perumahan Dan Permukiman, Djambatan, Jakarta [7] Pontiawaty Ike, 2004, Pemetaan Penelitian Perumahan Sederhana, Universitas Indonesia, Depok [8] Sijon, 1995, Penerapan Nilai Subsidi Silang Dalam Kaitannya Dengan Konsep Hunian Berimbang Pola 1:3:6, Universitas Tarumanegara, Jakarta [9] Suprano Sastra M, EndyMarlina, 2005, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Andi, Yogyakarta [10] Teguh, 2002, Cost Structure Of Low Cost Housing 2000, Litbang Permukiman, Jakarta PENULIS Ir. Hj. Ike Pontiwaty, MT., Staf Dosen Program Sutdi Teknik Sipil, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
Analisis Aspek Perizinan Pada Pembangunan Perumahan (Ike Pontiawaty)
31
ANALISA PERFORMANSI JARINGAN LAN (LOCAL AREA NETWORK) IPTV Oleh :
Yamato dan Evyta Wismiana Abstrak Kebutuhan akan informasi dari hari ke hari semakin meningkat dimana salah satunya adalah pada bidang penyiaran Televisi. TV Analog yang digunakan sebelumnya menggunakan gelombang radio yang diterjemahkan menjadi suara dan gambar dan menghasilkan kualitas gambar yang rendah. Untuk mengatasi masalah ini maka dikembangkan TV digital atau disebut IPTV. Internet Protocol Television (IPTV) ini merupakan layanan TV berbasis internet, dimana dalam perkembangannya merupakan gabungan dari telekomunikasi, penyiaran dan transaksi elektronik. Salah satu konten yang dapat dikembangkan pada IPTV adalah Live Tv Broadcasting. Penggunaan teknologi Streaming pada Internet Broadcasting memungkinkan sebuah stasiun televisi melakukan siarannya menggunakan jalur internet. Sebenarnya ada dua jenis layanan yang dapat diberikan yaitu On-Demand dan Live. Untuk yang On-Demand, merupakan siaran yang telah direkam sebelumnya sedangkan Live TV Broadcasting menyiarkan suatu file yang saat itu juga kegiatannya sedang berlangsung. Berdasarkan hasil analisa pengamatan dan perhitungan didapat delay maksimum sebesar 32 ms sedangkan untuk nilai delay yang terkecil berada pada 800 Kbps dengan nilai delay hanya 8 ms. TV streaming ini sudah memenuhi QoS yang baik menurut rekomendasi ITU-T G.114 TV. Sedangkan kualitas nilai MOS terbaik pada proses pengkompresian file sebesar 32%. Jadi sistem jaringan IPTV ini mempunyai kualitas Performansi yang baik. Kata Kunci : IPTV, Performansi QoS, Wireshark, VLC Media Player 1.
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan informasi dari hari ke hari semakin meningkat dimana salah satunya adalah pada bidang penyiaran Televisi. TV Analog yang digunakan sebelumnya menggunakan gelombang radio yang diterjemahkan menjadi suara dan gambar dan menghasilkan kualitas gambar yang rendah. Untuk mengatasi masalah ini maka dikembangkan TV digital atau disebut IPTV. Internet Protocol Television (IPTV) ini merupakan layanan TV berbasis internet, dimana dalam perkembangannya merupakan gabungan dari telekomunikasi, penyiaran dan transaksi elektronik. Berbeda dengan siaran televisi pada umumnya, untuk IPTV ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya User lebih mudah diverifikasi, serta Channel dan konten yang bisa disesuaikan. Salah satu konten yang dapat dikembangkan pada IPTV adalah Live Tv Broadcasting. Penggunaan teknologi Streaming pada Internet Broadcasting memungkinkan 32
sebuah stasiun televisi melakukan siarannya menggunakan jalur internet. Sebenarnya ada dua jenis layanan yang dapat diberikan yaitu On-Demand dan Live. Untuk yang OnDemand, merupakan siaran yang telah direkam sebelumnya sedangkan Live Tv Broadcasting menyiarkan suatu file yang saat itu juga kegiatannya sedang berlangsung. User dapat memilih sendiri content yang terdapat pada sistem IPTV berbasis Streaming untuk jaringan Local Area Network (LAN). Kualitas Performansi IPTV berbasis Streaming tergantung dari parameter Throughput, Delay, Packet Loss dan Jitter. 2. TEORI DASAR
2.1 Pengalamatan IP ( IP Address ) Untuk bisa berkomunikasi pada suatu jaringan private ataupun pada jaringan public Internet, setiap host pada jaringan harus diidentifikasi oleh suatu IP address. perlunya
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (32-41)
IP address bisa dipahami dalam kenyataannya bahwa : Setiap perangkat/host pada suatu jaringan memerlukan suatu IP address yang unik dalam segmen jaringan. Setiap segmen fisik jaringan memerlukan suatu address unik pada jaringan tersebut. IP address terdiri dari ID jaringan dan ID host. Subnetmask menentukan seberapa banyak IP address yang bisa dibuat dalam segmen jaringan. IPv4 (IP address version 4) terdiri dari 32-bit number, biasanya ditulis dalam notasi decimal seperti 192.168.200.100. IP Address bisa dikelompokkan dalam Class IP seperti dalam table 2.1, sementara dalam penerapan implementasi biasanya hanya dipakai class A, B, dan C saja. Tabel 1. Klasifikasi Kelas alamat IP Class Type Start Address Class A 1.0.0.0 Class B 128.0.0.0 Class C 192.0.0.0 Class D 224.0.0.0 Class E 240.0.0.0
IP address secara fungsi dikelompokkan dalam dua golongan IP address: Public IP address, adalah IP address yang secara global merupakan IP address yang terhubung dalam jaringan Internet. Untuk mendapatkan IP public ini harus mendaftar ke registrar pemberi IP Public. Untuk wilayah Asia Pasific IP Public dikeluarkan oleh APNIC (Asia Pasific Network Information System). Kelompok-kelompok IP public yang bisa digunakan di jaringan internet wilayah Asia Pasific dibeli & dialokasikan dari APNIC. Private IP Address, dibatasi oleh range tertentu yang bisa dipakai oleh jaringan private akan tetapi tidak dapat dilihat oleh public Internet. Internet Assigned Numbers Authority (IANA) telah mengalokasi IP address private yang tidak pernah dipakai dalam global Internet. Tabel 2.2 berikut ini adalah table Private IP address yang bisa digunakan dalam jaringan private yang hanya bisa dipakai untuk komunikasi kedalam suatu intranet.
Class Type Class A Class B Class C
Tabel 2. Private IP Address Start Address End Address 10.0.0.0 10.255.255.254 172.16.0.0 172.31.255.254 192.168.0.0 192.168.255.254
Untuk berkomunikasi suatu jaringan dalam jaringan private ke arah jaringan Internet maka memerlukan suatu server Proxy dan memerlukan suatu konfigurasi NAT (network address translation). 2.1. Dasar Streaming Streaming adalah suatu teknologi untuk memainkan file audio atau video secara langsung (Live) maupun dengan Prerecord dari sebuah mesin Server (Web Server). 2.1.1. Buffer (Penyangga) Buffer adalah sebuah daerah memori yang menyimpan data ketika data tersebut ditransfer antara dua perangkat atau antara sebuah perangkat dan sebuah aplikasi. 2.1.2. Video Streaming Video Streaming adalah urutan dari “gambar yang bergerak”, faktor yang berpengaruh dalam distribusi video streaming adalah besar bandwidth tersedia yang bervariasi (terhadap waktu), delay (waktu tunda), loss packets, throughput, dan jitter. 2.2. Parameter Unjuk Kerja dalam Video Streaming Adapun faktor - faktor yang sangat mempengaruhi unjuk kerja video streaming ada enam antara lain sebagai berikut: 2.2.1. Bit Rate Bit rate dapat disamakan dengan transfer speed, kecepatan koneksi, bandwidth, throughput maksimum. Satuannya adalah bits per second atau bps. 2.2.2. Bandwidth Bandwidth dapat didefinisikan sebagai jumlah bit - bit informasi yang dapat mengalir melewati sebuah koneksi jaringan dalam periode waktu tertentu.
Analisa Performasi Jaringan LAN (Local Area Network) IPTV (Yamato dan Evyta Wismiana)
33
Packet Loss =
2.2.3. Throughput
( Packet Captured−Packet Displayed )
Throughput adalah kecepatan (rate) data efektif, yang diukur dalam bps. Persamaan dibawah adalah perhitungan untuk mencari throughput: Throughput =
Bytes Time Between first and last packet
[2]
2.2.3. . Delay (waktu tunda) Delay atau Latence adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan. Berikut ini adalah persamaan tentang perhitungan untuk mencari Delay: Delay =
Between First and Last Packet Packets
Packet Captured
x100% [2]
Tabel 3 menunjukkan kategori paket loss yang baik den jelek untuk tv streaming menurut rekomendasi ITU-T G.114. Tabel 3. Rekomendasi ITU-T untuk Paket Loss Kategori Paket loss Paket Loss ratio Sangat Bagus 0% Bagus 3% Jelek 15% Sangat Jelek 25%
2.3. Pengertian Software Pendukung Penerapan TV Streaming
[2]
Tabel 1 menunjukkan beberapa kategori delay yang baik dan jelek untuk digunakan tv streaming menurut rekomendasi dari ITU-T G.114. Tabel 1. Rekomendasi ITU-T G.114 untuk Delay Kategori Delay Besar Delay Sangat Bagus < 150 ms Bagus 150ms s/d 300 ms Jelek 300ms s/d 450 ms Sangat Jelek > 450 ms
Pada analisa performansi TV streaming ini memiliki sebuah software yang di butuhkan dan softwarenya yaitu: 2.3.1. VLC Media Player VLC Media Player adalah multimedia player, encoder, dan streamer portable yang mendukung berbagai macam codec dan format file serta melakukan transcode. 2.3.2. Wireshark
2.2.4. Jitter (variasi waktu tunda) Jitter adalah jumlah variasi waktu kedatangan paket - paket yang dikirimkan terus - menerus dari satu terminal (source) ke terminal lain (destination) pada jaringan IP. Pada tabel 2 menunjukkan beberapa kategori jitter yang baik dan jelek untuk tv streaming menurut rekomendasi ITU-T G.114. Tabel 2. Rekomendasi ITU-T G.114 untuk Jitter Kategori Jitter Jitter Sangat Bagus 0 ms Bagus 0 ms s/d 75 ms Sedang 76 ms s/d 125 ms Jelek
2.2.5.
125ms s/d 225 ms
Paket Loss (paket hilang)
Perangkat lunak ini yang dapat mengetahui ukuran throughput, delay, jitter dan paket loss dari proses pengiriman data yang terjadi dalam aplikasi IPTV. 2.3.3. Switch Switch adalah perangkat inti dalam local area network kabel atau pun LAN nirkabel, memungkinkan komputer untuk berbicara satu sama lain. 2.3.4.
Speedy
Speedy adalah produk Layanan internet access end-to-end dari PT. TELKOM dengan basis teknologi Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL).
Ketika paket loss besar maka dapat diketahui bahwa jaringan sedang sibuk atau terjadi overload.
2.4. Internet Protocol
Persamaan berikut ini adalah persamaan untuk menghitung Paket Loss:
Protocol adalah suatu kumpulan tatacara yang harus diikuti agar suatu terminal dapat saling berkomunikasi dengan terminal lainnya.
34
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (32-41)
2.4.1. Alamat Internet Protocol ( IP) Pengalamatan Internet Protocol (IP) adalah pengidentifikasian dengan angka yang diberikan ke setiap antarmuka perangkat di dalam jaringan IP. 2.4.2. Protokol Komunikasi IPTV menggunakan beberapa protokol dalam pengiriman konten ke pelanggan. 2.4.3.
User Datagram Protocol (UDP)
UDP digunakan pada IPTV pada pengiriman audio/video streaming yang berlangsung terus - menerus. 2.4.4. Real Time Protocol (RTP) Berfungsi sebagai transport protocol yang mengirimkan data - data video dan audio secara real time. 2.4.5.
Routing Protocol
Routing adalah proses yang digunakan router untuk meneruskan paket kejaringan tujuan. Ada 2 macam Routing, yaitu Static Routing dan Dynamic Routing. 2.4.6.
Local Area Network (LAN)
Adalah jaringan komputer yang jaringannya hanya mencakup wilayah kecil; seperti jaringan komputer kampus, gedung atau yang lebih kecil. 2.5. Kompresi Video Kompresi video adalah metode mengurangi jumlah data yang digunakan untuk menampilkan video tanpa mengurangi kualitas gambar secara signifikan.
penghematan data dari data file asli. Persamaan dibawah ini untuk rasio kompresi: Rasio Kompresi = Ukuran file hasil kompresi Ukuran file asli
2.6. Sistem Transmisi Pada Proses Streaming Transmisi adalah proses pengangkutan informasi dari satu titik ke titik lain di dalam suatu jaringan, dan dalam streaming proses transmisinya ada 3 cara yaitu: 2.6.1. Unicast Transmisi unicast merupakan transmisi informasi yang dilakukan ke satu pengirim (point to point). 2.6.2. Broadcast Transmisi broadcast merupakan transmisi dari satu buah pengirim ke banyak penerima dalam seluruh jaringan yang terkoneksi (one to many). 2.6.3.
2.5.2. Rasio Kompresi
2.7.
Mean Opinion Score (MOS)
Analisa performansi yang digunakan adalah analisa kualitatif yaitu dengan menyebarkan kuisioner kepada para responden. Dari percobaan tersebut sehingga responden dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dari aplikasi tersebut. Skala rating yang digunakan untuk penilaian sesuai dengan standar ITU-T P.800 dan P.830 ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 4. Kategori MOS MOS 5 4 3 2
Rasio kompresi adalah metode kompresi data untuk mengetahui berapa persentasi data yang terpakai dan berapa persentasi
Multicast
Transmisi multicast merupakan transmisi dari satu pengirim ke banyak penerima yang terdapat di dalam satu buah grup - grup tertentu (one to group), sehingga setiap penerima akan mendapatkan stream yang sama.
2.5.1. Standar Kompresi Video Berikut ini Standar Kompresi Video ada 3 macam, yaitu MPEG (Motion Picture Expert Group), MJPEG dan H.264.
x 100% [1]
1
Kategori Sangat Baik
Deskripsi Warna gambar natural/stabil dan suara yang jernih/tidak ada noise Warna gambar kurang natural/stabil tapi Baik suara jelas Kualitas warna gambar naik turun tapi Cukup suara kurang jelas dikarenakan noise Kurang Baik Gambar kurang jelas tapi suara masih bisa didengar/dimengerti Gambar tidak jelas dan suara tidak dapat Buruk didengar/dimengerti
Analisa Performasi Jaringan LAN (Local Area Network) IPTV (Yamato dan Evyta Wismiana)
35
Skala Likert dengan kategori MOS dapat di lihat pada tabel 5 :
akhir ini, dan berikut adalah gambar 2 tentang arsitektur penerapannya [5] :
Tabel 5. Skala Likert dengan Kategori MOS MOS 5 4 3 2 1
Kategori Interval Skala Percentase Sangat Baik 13 s/d 15 81 s/d 100 Baik 10 s/d 12 61 s/d 80 Cukup 7 s/d 9 41 s/d 60 Kurang Baik 4 s/d 6 21 s/d 40 Buruk 0 s/d 3 < 20
Dalam perhitungan semua variabel di atas menggunakan rumusan sebagai berikut : Persamaan berikut tentang perhitungan untuk Percentase :
3.
Gambar 2. Arsitektur Sistem
f 𝑃 = x 100% 𝑁 P = Persentase f = Frekuensi data N = Jumlah Sampel yang diolah
3.3 Kebutuhan Sistem Untuk kebutuhan sistem dalam tugas akhir ini mempunyai spesifikasi perangkat yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
IPTV BERBASIS STREAMING
3.3.1
3.1 Arsitektur dan Pengiriman Content Pada IPTV IPTV Merupakan layanan yang menyediakan layanan program televisi (sport, news, film, dll) dan content entertainment interaktif lainnya (music, game, advertising) melalui suatu jaringan broadband IP network. End terminal pada pelangggan dapat berupa PC desktop maupun monitor televisi yang terhubung dengan set top box. Gambar 1 berikut ini menunjukkan Arsitektur dari IPTV :
Perangkat Lunak
Dalam menentukan perangkat lunak server dibutuhkan beberapa spesifikasi sebagai berikut, ditunjukkan pada tabel 6 dibawah ini: Tabel 6. Perangkat Lunak untuk Server Software OS Windows VLC Media Player
Wireshark
Version
Service
Penggunaan OS yang akan Windows 7 digunakan dalam server Software yang 1.0.5digunakan Stream win32 men-streaming video Software yang 1.10.1digunakan menStream win32 capture data data
Dalam menentukan perangkat lunak client, maka dibutuhkan beberapa spesifikasi sebagai berikut, ditunjukkan pada tabel 7 dibawah ini : Tabel 7. Perangkat Lunak untuk Client Gambar 1. IPTV Arsitektur
No 1
3.2 Arsitektur Sistem Pada tahap ini akan dibahas penerapan sistem yang akan diterapkan dimulai dengan pemilihan kebutuhan perangkat keras (hardware) serta kebutuhan perangkat lunak (software) yang akan digunakan pada tugas 36
3.3.2.
Software VLC Media Player
Spesifikasi Version 1.0.5 win-32
Perangkat Keras Sumber (Source)
Dalam hal ini Notebook digunakan untuk perangkat keras sumber yang dibutuhkan server dan client agar dapat melakukan penerapan TV streaming.
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (32-41)
3.4. Instalasi dan Konfigurasi
3.6. Quality of Service TVStreaming
Dalam tahap ini adalah penginstalan semua software yang di butuhkan server serta penerapan dan konfigurasi perangkat yang dibutuhkan dalam TV streaming, sebagai berikut : 3.4.1. Peng-install-an Langkah – langkah dibawah ini adalah penginstalan aplikasi pada komputer yang sudah beroperasi pada Operating System Windows untuk di jadikan source: a. Install Aplikasi Wireshark b. Install Aplikasi VLC Media Player version 1.0.5-win32 3.4.2.
(QoS)
untuk
QoS sebagai bentuk suatu ukuran atas tingkatan layanan yang disampaikan ke client. Dalam penyusunan laporan ini yang akan dianalisa berdasarkan parameter QoS yaitu delay, jitter, packet loss, dan throughput. 3.6.1. Throughput Dalam perhitungan dan pengamatan ditunjukkan pada gambar 5 yang menunjukkan Menu Summary untuk melihat hasil dari pengambilan keseluruhan data dan filter data dalam aplikasi Wireshark.
Penerapan dan Konfigurasi
Setelah semua instalasi software yang diperlukan sudah selesai, maka akan dilakukan konfigurasi: a. Konfigurasi Wireshark b. Konfigurasi VLC Media Player untuk Streaming c. Menyediakan Konten Video on Demand 3.5. LAN IPTV
Gambar 5. Tampilan Menu Summary dengan 100 Kbps.
Pengukuran dilakukan dengan cara mencapture transmisi paket - paket live streaming dari computer server dan diteruskan ke komputer klient/user menggunakan wireshark. Pada gambar 3 berikut ini menjelaskan LAN IPTV :
3.6.2. Delay (Waktu Tunda) Pada uji coba berikut ini pengamatan masih menggunakan pengaturan encoder pada bitrate 100 Kbps. Dan pada gambar 5 juga menunjukkan hasil untuk perhitungan delay. 3.6.3. Jitter (Variasi Waktu Tunda)
Switch
Client
Client
Client
Pengamatan Menggunakan Wireshark
AV Server ADSL Speedy
Gambar 3. LAN IPTV
Dalam layanan streaming, nilai jitter yang kecil dan stabil cenderung sangat dibutuhkan, sehingga paket - paket yang datang kedalam buffer tidak berlebih atau tidak kurang. Untuk nilai jitter setelah pengamatan dan di dapat hasil yang di tunjukkan pada gambar 6.
Untuk alur proses streaming dari server keclient ditunjukkan pada gambar 4 :
Gambar 4. Alur Proses Streaming
Gambar 6. Pencapturan Wireshark untuk Jitter dengan 100 Kbps.
Analisa Performasi Jaringan LAN (Local Area Network) IPTV (Yamato dan Evyta Wismiana)
37
3.6.4. Packet Loss (Paket Hilang)
Sama dengan pengamatan throughput dan pengamatan delay, pengamatan packet loss juga dapat dilihat menggunakan perangkat lunak wireshark yang di tunjukkan pada gambar 7.
mengirimkan stream video ke alamat IP multicast 234.19.204.11 yang kemudian tiap client akan mengakses alamat tersebut untuk menangkap stream. 4.2. Throughput Pengukuran throughput dari TV streaming menggunakan pengaturan encoder yang berbeda – beda. Dan pada tabel 9 menunjukkan bahwa jika semakin besar encoder bitrate maka semakin besar pula throughputnya. Hasil nilai throughput bisa dilihat pada tabel 9 :
Gambar 7. Pencapturan Wireshark untuk Paket Loss dengan 100 Kbps
3.7. Maksimal User Sebelum dan Setelah Kompresi Setelah mengetahui throughput dari beberapa pengaturan encoder, dapat diketahui penambahan user yang dapat mengakses TV streaming pada network yang ada di suatu Perumahan yang memiliki kapasitas bandwidth 2Mbps. Max user = Available Bandwidth / Throughput RS Available Bandwidth = 2 Mbps = 250 KBps
Tabel 9. Nilai Throughput Encoder Setting Throughput 100 Kbps 41 KBps 300 Kbps 66 KBps 500 Kbps 89 KBps 800 Kbps 151 ps
4.3. Delay Sama dengan pengamatan throughput, pengamatan delay juga dilihat dari pencapturan yang di dapat dari wireshark. Pada tabel 10 memperlihatkan data pengamatan dan perhitungan delay yang di hasilkan oleh TV Streaming yang di peroleh menggunakan wireshark. Hasil nilai delay bisa dilihat pada tabel 10 : Tabel 10. Nilai Delay Encoder setting Delay 100 Kbps 32 ms 300 Kbps 20 ms 500 Kbps 15 ms 800 Kbps 8 ms
3.8. Mean Opinion Score (MOS) MOS memberikan indikasi numerik dari persepsi kualitas media yang diterima setelah adanya transmisi data. Analisa performansi ini dikerjakan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada para responden. Tiap responden mengakses streaming IPTV dari VLC Media Player client. Dengan demikian responden dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pada analisa performansi IPTV yang telah dibuat. Responden terdiri dari 15 orang. Aspek yang dianalisis adalah kualitas video dan audio pada streamingTV yang sudah dikompresi. 4.
ANALISA PERFORMANSI
4.1. Pengukuran dengan Capturing
Menggunakan Wireshark Pengukuran dengan Wireshark dilakukan disalah satu komputer client. Server 38
Delay maksimum pada TV streaming dengan pengaturan bitrate 100, 300, 500, dan 800 Kbps nilai delay sebesar 32 ms. Dengan delay sebesar itu, maka layanan TV Streaming ini masih memenuhi rekomendasi G.114 ITU-T yang menunjukkan bahwa <150 ms itu merupakan Sangat bagus untuk TV Streaming tetapi untuk nilai delay yang baik adalah berada pada 800 Kbps dengan nilai delay hanya 8 ms. 4.4. Jitter Untuk hasil nilai jitter ditunjukkan pada tabel 11 dibawah ini :
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (32-41)
Tabel 14. Hasil Pengujian setelah kompresi
Tabel 11. Nilai Jitter Encoder setting Jitter 100 Kbps 0 ms 300 Kbps 0 ms 500 Kbps 0 ms 800 Kbps 0 ms
4.5. Packet Loss Sedangkan untuk nilai paket loss ditunjukkan pada tabel 12 dibawah ini : Tabel 12. Nilai Paket Loss Encoder setting Paket loss 100 Kbps 0% 300 Kbps 0% 500 Kbps 0% 800 Kbps 0%
Dapat dikatakan bahwa semakin besar pengaturan encoder bitrate yang digunakan, maka semakin bagus hasil gambar yang didapat pada tampilan video atau televisi yang di stream. dapat
Hasil Maksimal user sebelum dan setelah kompresi dapat dilihat pada tabel 13 dan 14 dibawah ini: Tabel 13. Maksimal user sebelum kompresi Pengaturan encoder Throughput User Bitrate encoder 100 Kbps
41 KBps
Bitrate encoder 300 Kbps
66 KBps
Bitrate encoder 500 Kbps
89 KBps
Bitrate encoder 800 Kbps
151 KBps
User 7 8 9 5 5 6 3 4 4 2 2 3
Pada hasil perhitungan pengkompresian file yang dihasilkan oleh TV Streaming ditunjukkan pada tabel 14 Dengan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa:
4.6. Hasil Gambar Video yang di Capture
4.7. Maksimal User yang Mengakses TV Streaming
Ukuran Presentasi Throughput Hasil File Kompresi (KBps) Kompresi 799,2MB 32% 38 541,1MB dengan 57% 33 347,2MB 100Kbps 82% 24 141,4MB 799,2MB 32% 52 541,1MB dengan 57% 48 347,2MB 300Kbps 82% 43 141,4MB 799,2MB 32% 75 541,1MB dengan 57% 67 347,2MB 500Kbps 82% 58 141,4MB 799,2MB 32% 144 541,1MB dengan 800 57% 119 347,2MB bps 82% 90 141,4MB
6 user
4 user
3 user
2 user
Pada perhitungan yang di dapat pada tabel 13, bahwa TV streaming yang menggunakan network yang ada di Perumahan Ciomas Hills ini dapat digunakan sampai 6 User dengan pengaturan encoder 100 Kbps.
1. Dengan Pengujian pertama dilakukan dengan pengkompresian sebesar 32% dan menggunakan bitrate encoder 100 Kbps, maka didapat throughput sebesar 38 KBps, dengan throughput sebesar itu jumlah user yang didapat dari hasil pengkompresian pertama tersebut sebanyak 7 user. Pada pengujian ke dua pengkompresian sebesar 57%, dan didapat throughput sebesar 33 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 8 user. Pada pengujian ke tiga pengkompresian sebesar 82%, didapat throughput sebesar 24 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 9 user. 2. Untuk Pengujian pertama dengan pengkompresian sebesar 32% dan menggunakan bitrate encoder 300 Kbps, maka didapat throughput sebesar 52 KBps, dengan throughput itu jumlah user yang didapat sebanyak 5 user. Pada pengujian ke dua pengkompresian sebesar 57%, dan didapat throughput sebesar 48 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 5 user. Pada pengujian ke tiga pengkompresian sebesar 82%, didapat throughput sebesar 43 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 6 user. 3. Pada Pengujian pertama dengan pengkompresian sebesar 32% dan menggunakan bitrate encoder 500 Kbps, maka didapat throughput sebesar 75 KBps, dengan throughput itu jumlah user yang didapat sebanyak 3 user. Pada pengujian ke dua pengkompresian sebesar 57%, dan didapat throughput sebesar 67
Analisa Performasi Jaringan LAN (Local Area Network) IPTV (Yamato dan Evyta Wismiana)
39
KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 4 user. Pada pengujian ke tiga pengkompresian sebesar 82%, didapat throughput sebesar 58 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 4 user. 4. Sedangkan Pengujian pertama dengan pengkompresian sebesar 32% dan menggunakan bitrate encoder 800 Kbps, maka didapat throughput sebesar 144 KBps, dengan throughput itu jumlah user yang didapat sebanyak 2 user. Pada pengujian ke dua pengkompresian sebesar 57%, dan didapat throughput sebesar 119 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 2 user. Pada pengujian ke tiga pengkompresian sebesar 82%, didapat throughput sebesar 90 KBps, jumlah user yang didapat sebanyak 3 user. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar kompresi dan bit rate yang digunakan, maka semakin kecil throughput yang dihasilkan dan untuk user sendiri, semakin besar kompresi dan bit rate yang digunakan, maka ada penambahan user yang dapat melakukan streaming. Berikut ini adalah tabel 15 untuk Nilai MOS Kualitas Video dan Audio : Tabel 15. Nilai MOS Kualitas Video dan Audio Ukuran File
Bit Rate
818.364 KB
Kompresi
Gambar
Suara
32%
4
4
atau
100
57%
3
3
(799,2 MB)
Kbps
82%
3
3
32%
4
4
818.364 KB atau
300
57%
3
3
(799,2 MB)
Kbps
82%
3
3
32%
4
4
818.364 KB atau
500
57%
3
3
(799,2 MB)
Kbps
82%
2
2
32%
3
3
818.364 KB atau
800
57%
3
3
(799,2 MB)
Kbps
82%
2
2
Dari analisa tabel 15 dapat dikatakan bahwa: 1. Nilai MOS pada pengkompresian pertama (32%) dengan bit rate 100 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 4 (baik), untuk pengkompresian kedua (57%) dengan bit rate 100 Kbps menghasilkan video dan audio masih pada kategori 4 (baik) dan untuk pengkompresian ketiga (82%) dengan bit rate 100 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 3 (cukup). 2. Untuk pengkompresian pertama (32%) 40
dengan bit rate 300 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 4 (baik), untuk pengkompresian kedua (57%) dengan bit rate 300 Kbps menghasilkan video dan audio masih pada kategori 3 (cukup) dan untuk pengkompresian ketiga (82%) dengan bit rate 300 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 3 (cukup). 3. Pengkompresian pertama (32%) dengan bit rate 500 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 4 (baik), untuk pengkompresian kedua (57%) dengan bit rate 500 Kbps menghasilkan video dan audio masih pada kategori 3 (cukup) dan untuk pengkompresian ketiga (82%) dengan bit rate 500 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 2 (kurang baik). 4. Sedangkan pada pengkompresian pertama (32%) dengan bit rate 800 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 3 (cukup), untuk pengkompresian kedua (57%) dengan bit rate 800 Kbps juga menghasilkan video dan audio masih pada kategori 3 (cukup) tetapi untuk pengkompresian ketiga (82%) dengan bit rate 800 Kbps menghasilkan video dan audio pada kategori 2 (kurang baik). Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa semakin besar file dikompresi maka menghasilkan nilai kategori MOS pada video dan audio semakin menurun (video dan audio yang dihasilkan menjadi kurang baik untuk di streaming). 5. KESIMPULAN
1. Menurut rekomendasi ITU-T G.114 TV streaming dapat dikategorikan memenuhi QoS yang sangat bagus dengan rata - rata delay <150ms dan hasil nilai delay maksimum yang didapat dari pengamatan dan perhitungan pada TV streaming ini yaitu 32 ms tetapi untuk nilai delay yang baik adalah berada pada 800 Kbps dengan nilai delay hanya 8 ms. Jadi, TV streaming ini sudah memenuhi QoS yang baik. 2. Pada pengkompresian file 32%, 57% dan 82% dengan bit rate 100 Kbps, 300 Kbps, 500 Kbps dan 800 Kbps bahwa semakin besar kompresi dan bit rate yang digunakan, maka semakin kecil throughput yang dihasilkan dan untuk
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (32-41)
user, semakin besar kompresi dan bit rate yang digunakan, maka ada penambahan user yang dapat melakukan streaming. 3. Penilaian MOS pada video dan audio dengan pengkompresian file 32%, 57% dan 82% dengan bit rate 100 Kbps, 300 Kbps, 500 Kbps dan 800 Kbps bahwa semakin besar file dikompresi maka menghasilkan nilai kategori MOS pada video dan audio semakin menurun (video dan audio yang dihasilkan menjadi kurang baik untuk di streaming).
3]. http://www.wireshark.org/ 4]. Wahidin, Jaringan Komputer untuk Orang Awam, Maxicom, 2007 5]. O’Driscoll, Gerard. Next Generation 6]. IPTV Services and Technologies. 7]. USA : Wiley, 2008 PENULIS :
1)
2) DAFTAR PUSTAKA
1]. Hananto E W, Indra S W. Kompresi Video Streaming, Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung 2]. Imam, ‘QoS (Quality of Service), UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011, http://www.imamnet.files.wordpress.com/ 2011/01/makalah-quality-of-service.pdf
Ir. Yamato, MT. Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Pakuan - Bogor. Evyta Wismiana, ST., MT. Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor.
Analisa Performasi Jaringan LAN (Local Area Network) IPTV (Yamato dan Evyta Wismiana)
41
ANALISA PERFORMA VIRTUALISASI SERVER UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DATA CENTER
Oleh :
Agustini Rodiah Machdi Abstrak Virtualisasi adalah penciptaan sebuah versi virtual (bukan sebenarnya) suatu entitas, seperti sistem operasi, server, perangkat penyimpanan atau sumber daya jaringan. Alasan pemanfaatan teknologi virtualisasi adalah untuk memudahkan pengurangan administrasi dan biaya. Namun, implementasi saat monitor mesin virtual tidak memberikan isolasi kinerja yang cukup untuk menjamin efektivitas dari penggunaan sumber daya, terutama ketika aplikasi yang berjalan pada mesin virtual dari mesin fisik yang sama bersaing untuk komputasi dan komunikasi sumber daya. Dalam penelitian ini dijabarkan tentang studi pengukuran kinerja aplikasi jaringan I/O pada virtualisasi. Penelitian ini terfokus pada analisis berdasarkan pengukuran dampak kinerja alokasi aplikasi pada mesin virtual dalam hal throughput dan efektivitas berbagi sumber daya, termasuk dampak dari kasus host idle pada aplikasi yang berjalan secara bersamaan pada host fisik yang sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan strategi pengalokasian aplikasi jaringan I/O dihasilkan peningkatan kinerja virtualisasi dari sisi pengguna mencapai angka 34%, dan dai sisi penyedia jasa virtualisasi dapat mencapai kinerja lebih dari 40%. Kata Kunci : Virtualisasi, virtual, VMWare, RAWC, kinerja virtualisasi, mesin virtual 1. LATAR BELAKANG
Virtualisasi adalah penciptaan sebuah versi virtual (bukan sebenarnya) suatu entitas, seperti sistem operasi, server, perangkat penyimpanan atau sumber daya jaringan. Alasan pemanfaatan teknologi virtualisasi adalah untuk memudahkan pengurangan administrasi dan biaya. Pengurangan biaya berasal dari pengurangan jumlah server fisik, sehingga mengurangi daya listrik, kebutuhan sistem pendinginan server, dan pengurangan kebutuhan akan ekspansi ruangan. Daripada harus membeli hardware baru untuk mendukung aplikasi bisnis baru, dengan virtualisasi cukup hanya dengan menambahkan server virtual baru, gambaran mengenai virtualisasi server dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Ilustrasi Virtualisasi Server 42
Namun penambahan virtual server baru tanpa mempertimbangkan pemanfaatan dan menghitung node yang ada akan menyebabkan peningkatan konsumsi energi dan sumber daya yang tidak diinginkan Hal ini juga dapat meningkatkan penambahan infrastruktur fisik dan pendinginan peralatan yang pada akhirnya merupakan pemborosan energi. Penelitian ini akan memfokuskan pada analisa performa virtualisasi server untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari teknologi virtualisasi server, aplikasi yang digunakan adalah VMware Desktop Reference Architecture Workload Simulator (RAWC). RAWC digunakan untuk mensimulasikan beban kerja pengguna dalam lingkungan desktop Windows untuk melakukan stressing dan pembebanan pada media penyimpanan, jaringan dan beban kerja komputasi. RAWC mensimulasikan beban kerja yang biasa pengguna lakukan, seperti surfing internet, mengkompresi file, mengirim email, menggunakan aplikasi Microsoft Office dan Adobe Reader, dan sebagainya. Desktop
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (42-52)
digunakan sebagai pengganti fisik dari server yang akan disimulasikan. 2.
LANDASAN TEORI
Tujuan utama dari virtualisasi adalah untuk mensentralisasi tugas operasi dengan mengembangkan skalabilitas dan jumlah pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Jadi intinya virtualisasi dijalankan dengan mengurangi resources seminim mungkin untuk dapat melakukan proses komputasi semaksimal mungkin. Virtualisasi yang utama terbagi menjadi lima, yaitu : a) Virtualisasi hardware : virtualisasi yang melakukan eksekusi dari software dalam suatu area yang terpisah dari resources hardware. Jadi eksekusi dari suatu software dijalankan tidak berbasis pada keberadaan resources hardware secara fisik. b) Virtualisasi memory : virtualisasi dari perangkat memory dengan mengambil sebagian resources harddisk untuk menggantikan peran memory jika memory tidak mampu untuk menampung lagi. c) Virtualisasi storage : virtualisasi yang menyediakan resources storage yang secara logical ada namun secara fisikal tidak ada. d) Virtualisasi data : virtualisasi dari data yang terbebas dari sistem database secara fisikal, struktur dan storage-nya. e) Virtualisasi network : virtualisasi yang melakukan penggabungan resources network baik hardware dan software, dimana network berfungsi menjadi satu kesatuan yang secara administrative berbasis software, yaitu suatu virtual network 2.1. Virtual Desktop Infrastructure (VDI) Virtual Desktop Infrastructure (VDI) adalah penerapan hosting sistem operasi desktop dalam mesin virtual (VM) yang berjalan pada server yang terpusat. VDI adalah variasi pada model komputasi client / server, kadangkadang disebut sebagai komputasi berbasis server. Istilah VDI ini diciptakan oleh VMware Incorporated. Virtual Desktop Infrastructure (VDI) terus mendorong ke arah yang lebih cost effective, aman, dan solusi terkelola untuk komputasi
desktop. Salah satu keuntungan VDI tersebut adalah pengguna remote desktop dapat terhubung langsung ke mesin virtual yang berjarak jauh di dalam sebuah data center. Sebuah faktor yang kritikal pada penggunaan secara remote adalah infrastruktur hardware dan protokol remote display. Teknologi VDI mampu mengoptimalkan lingkungan virtual jarak jauh [4] untuk mewujudkan pengalaman pengguna yang lebih baik. Evaluasi kinerja yang rinci dan studi infrastruktur hardware yang mendasari teknologi virtualisasi ini diperlukan untuk mengkarakterisasi penggunaan oleh end user. Studi subjektif sangat terbatas dan survei pada set data kecil yang tersedia yang menganalisis faktor-faktor ini [5,6,7] dan Hasil dan teknik tidak mengukur sampai skala persyaratan dalam VDI lingkungan. Sebagai contoh, jumlah yang diperlukan pengguna desktop dengan mudah berkisar dari beberapa ratus hingga puluhan ribu, tergantung pada jenis penyebaran. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mekanisme otomatis untuk mengkarakterisasi dan rencana besar instalasi mesin virtual desktop yang. Proses ini harus secara kualitatif dan kuantitatif mengukur seberapa pengalaman pengguna bervariasi dengan besaran di lingkungan VDI. Pengukuran ini penting memungkinkan administrator untuk membuat keputusan tentang bagaimana menyebarkan untuk hasil maksimal atas investasi (ROI) tanpa mengorbankan kualitas.
3. IMPLEMENTASI SISTEM VIRTUALISASI
Implementasi virtualisasi dilakukan pada sebuah PC dengan konfigurasi hardware Prosesor Intel Core i3-2120 3,3 Ghz , RAM 4 GB, Hardisk Seagate 500GB 7200 RPM SATA III dan koneksi jaringan 100Mbps. Sedangkan untuk konfigurasi software menggunakan VMware vSphere Hypervisor (ESXi), Microsoft Windows 7 dan VMware RAWC. Mesin fisik host beberapa virtual mesin. Setiap VM berjalan web server Apache untuk memproses permintaan web dari klien remote. Setiap klien menghasilkan file permintaan pencarian untuk mesin virtual tertentu sehingga klien tidak akan mengakibatkan hambatan. Setiap koneksi klien mengeluarkan satu permintaan file secara default. Sebuah node control klien
Analisa Performa Virtuaisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center (Agustini Rodiah Machdi)
43
individual dan mengumpulkan data profil. Kinerja Web server diukur sebagai jumlah maksimum yang dapat dicapai dalam koneksi per detik ketika mengambil file dengan berbagai ukuran. Kami menggunakan httperf [8] untuk mengirim permintaan klien untuk dokumen web berkuran 1kB, 10kB, 30kb, 50KB atau 70KB. Kriteria untuk file kecil atau besar tergantung pada kapasitas mesin. Untuk setup eksperimental ini file dengan ukuran yang lebih besar dari 10K dibatasi oleh jaringan.
4.
PENGUKURAN VIRTUALISASI
METRIK
7.
KINERJA
8.
Data dikumpulkan dengan menggunakan VMWare Desktop Reference Architecture Workload Simulator. Metrik yang digunakan dalam pengukuran penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Server Throughput (request/second), Ini merupakan data kuantitatif yang mengukur jumlah maksimum permintaan per detik yang sukses dilayani server ketika klien mengambil dokumen web 2. Normalized throughput. Dalam membandingkan throughput pada beberapa Mesin Virtual (VM) yang berbeda konfigurasi dan berbeda jumlah VM yang dimiliki dalam satu mesin fisik, biasanya dipilih satu pengukuran sebagai dasar referensi throughput dan normalized throughput dari beberapa setting konfigurasi yang berbeda dengan menggunakan rasio throughput yang diberikan oleh referensi dasar throughput dengan maksud untuk membuat perbandingan yang memadai. 3. Agregat throughput (req/second). Dalam penelitian ini digunakan gabungan throughput sebagai metrik untuk mengukur dampak penggunaan beberapa jumlah Mesin Virtual (VM) pada kinerja agregat throughput pada host secara fisik. 4. CPU time per execution (microsecond/exe). Ini adalah indikator kinerja yang menunjukkan rata-rata waktu yang diperoleh CPU dalam microsecond selama setiap eksekusi dijalankan pada domain. 5. Execution per second (exe/second). Metrik ini untuk mengukur jumlah guest domain yang dijadwalkan untuk dijalankan 44
6.
9.
pada CPU fisik dalam satu satuan waktu tertentu. Utilisasi CPU (%). Untuk memahami pembagian sumber daya CPU di VMs yang berjalan pada mesin fisik tunggal, akan dilakukan pengukuran penggunaan CPU rata-rata setiap VM, termasuk penghitungan masing-masing penggunaan CPU Domain 0 dan CPU guest domain. Network I/O (Input Output) per second (KByte/sec). Merupakan pengukuran jumlah lalu lintas pada I/O jaringan kB per detik, lalu lintas data yang ditransfer dari dan ke web server remote sesuai beban kerja. Memori page exchange per second (pages/second). Merupakan pengukuran yang mengindikasikan seberapa efisien jumlah memori page exchange per detik pada channel I/O. Memory pages exchange per execution (pages/exe). Ini adalah pengukuran memory page exchange per eksekusi (pages/exe) yang merupakan metrik indikator kinerja yang menunjukkan rata-rata halaman memori dipertukarkan selama setiap perintah dijalankan dalam satu domain.
4.1. Idle Instance Pada bagian ini akan dibahas secara mendetail analisa tentang kinerja VM yang idle instance, difokuskan pada biaya dan manfaat dari mempertahankan kondisi idle guest domain yang muncul sebagai beban kerja I/O pada VM yang terpisah tetapi dalam satu host fisik. Secara konkrit akan difokuskan pengukuran pada dua permasalahan berikut : Mempelajari keuntungan dan kekurangan dari mempertahankan kondisi idle dari sudut pandang provider cloud dan pelanggan cloud. Mengukur dan memahami waktu yang diperlukan untuk memulai membuat satu atau lebih guest domain pada host fisik dan akibatnya pada aplikasi yang sudah ada. Dengan anggapan bahwa n (n>0) adalah jumlah VMs yang menginduk pada mesin fisik, guest domain (VM) mempunyai 3 kondisi yaitu : Execution state, merupakan istilah untuk kondisi guest domain menggunakan CPU
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (42-52)
Runnable state, kondisi dimana guest domain berada pada antrian CPU menunggu penjadwalan untuk dijalankan pada CPU Blocked state, kondisi dimana guest domain di blok dan tidak berada dijalankan dalam antrian CPU. Kondisi dimana guest domain disebut idle adalah pada saat guest OS nya diekseskusi dalam sirkulasi idle. Tabel 1. Maksimum Throughput Domain Besaran File Aplikasi 1 KB 10 kB 30 kB 50 kb 70 kB
(jumlah guest domain, jumlah idle domain) (1,0) (2,1) (3,2) (4,3) 1070 1067 1040 999 720 717 714 711 380 380 380 380 230 230 230 230 165 165 165 165
Tabel 1 merupakan hasil dari empat set percobaan yang dilakukan dimana Domain menjalankan aplikasi I/O dengan beban kerja tinggi pada nol, satu, dua dan tiga VMs dalam kondisi idle execution state. Pada setiap set percobaan tercatat maksimum throughput yang dicapai untuk semua aplikasi I/O (1kB, 10kB, 30kB, 50kB dan 70kB). Dari pengamatan percobaan pada table 1 terdapat beberapa fakta menarik. Pertama, terlihat dampak kinerja dipertahankan tetap berada pada kondisi domain idle ketika domain berjalan melayani aplikasi 30kb, 50KB dan 70KB, karena kinerja jaringan dibatasi. Kedua, penurunan kinerja terburuk terjadi pada aplikasi 1kB, yang sangat tergantung pada CPU. Dibandingkan dengan pengaturan VM tunggal di mana nilai throughput tertinggi yang dicapai adalah 1070 req/sec, juga terdapata penurunan kinerja sekitar 6% ketika jumlah guest domain adalah empat (999 req/sec). Hal ini jelas bahwa dengan menambahkan guest domain idle menyebabkan biaya overhead tinggi yang dapat mempengaruhi kinerja CPU secara intensif pada aplikasi dalam domain yang sedang berjalan.
Gambar 2. CPU time per execution (µs/exe) untuk aplikasi 1 kB pada 1 VM dan 4 VM dengan 3 VM idle
Gambar 3. Eksekusi per detik untuk aplikasi 1 kB pada 1 VM dan 4 VM dengan 3 VM idle
Gambar 2 dan Gambar 3 merupakan grafik untuk pengukuran yang lebih rinci mengenai dampak kinerja idle, yang membantu untuk mengukur secara kuantitatif overhead terjadi untuk aplikasi 1kB. Pengukuran waktu CPU per eksekusi sebagai jumlah eksekusi per detik dengan satu VM dan empat VMs dengan tiga setup siaga untuk aplikasi 1kB. Dari Gambar 2 dan Gambar 3, dihasilkan dua pengamatan. Pertama, pada masing-masing tiga guest domain yang idle didapat nilai ratarata CPU time per execution 250μs untuk masing-masing aplikasi yang berjalan, yaitu hanya sekitar 10% dari CPU time dari Domain0 per eksekusi. Kedua, membandingkan 4 VMs dengan 3 VMs idle yang di setup sebagai VM tunggal, terlihat CPU time untuk setiap yang dijalankan turun dari 2464 mikrodetik menjadi 2407 mikrodetik pada domain0 dan dari 2130 μs ke 2046 μs pada domain1, dan sama hasilnya dengan jumlah eksekusi per detik turun dari 400.000 sampai 300.000 di domain1, meskipun jumlah eksekusi per detik di domain0 terlihat ada sedikit peningkatan. Penurunan CPU time per execution dan ekesekusi per detik (execution per second) ini terutama disebabkan dua faktor berikut: 1) Eksekusi timer tick untuk guest domain idle dan waktu pengalihan eksekusi antar domain, dan 2) Pengolahan paket jaringan seperti paket ARP (Advanced Resolution Protocol), yang menyebabkan terjadinya pengolahan I/O di guest domain. Percobaan set kedua adalah untuk mempelajari seberapa intensif aplikasi CPU dan aplikasi I/O jaringan dalam mempengaruhi kinerja throughput pada saat sebuah instance idle muncul. Percobaan ini juga untuk mengetahui waktu startup yang dibutuhkan untuk membuat satu atau lebih guest domain baru dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja throughput seperti start-up time.
Analisa Performa Virtuaisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center (Agustini Rodiah Machdi)
45
Metodologi yang diadopsi adalah sebagai berikut, Domain1 hanya melayani aplikasi 1kB atau 70KB kemudian dibuat satu atau dua instance idle. Gambar 4 mencatat fluktuasi throughput pada Domain1 dan waktu startup untuk guest domain yang idle. Grafik tersebut menunjukkan masing-masing throughput yang dijalankan pada Domain1 (exp1) secara tersendiri, Domain1yang berjalan dengan startup satu VM on demand (exp2), dan Domain1 yang berjalan dengan startup dua VMs on demand (exp3).
Gambar 4. Throughput untuk aplikasi 1 kB dan 70kB dan startup time untu satu dan dua guest domain baru
Dalam set percobaan ini , tingkat permintaan tetap pada 900 request/sec untuk aplikasi 1kB atau 150 request/sec untuk aplikasi 70KB, baik yang mendekati 90% dari nilai throughput maksimum yang terdapat dalam Tabel I. Sebagai dasar, sumbu utama y-axis adalah throughput yang dinormalisasi dengan tingkat keberhasilan 900 request/sec untuk aplikasi 1kB atau 150 request/sec untuk aplikasi 70kB. Sumbu y-axis kedua menunjukkan waktu start-up (detik) untuk satu, dua atau tiga VMs. Perhatikan bahwa lingkaran di exp1 menyatakan waktu startup untuk satu single-instance tanpa menjalankan Domain1. Gambar 4 menunjukkan tiga pengamatan yang menarik. Pertama, pada request start-up yang dijalankan oleh guest domain dengan jarak waktu yang pendek memiliki dampak yang buruk pada kinerja domain, apapun jenis aplikasi-host tersebut. Hal ini dikarenakan start-up I/O sangat intensif pada satu instance VM, yang berarti menciptakan satu instance sebesar 2GB pada guest domain. Sebagai hasil pengukuran menunjukkan bahwa untuk memulai sebuah VM baru, rata-rata konsumsi CPU adalah sekitar 20%. Konsumsi puncak CPU untuk menyelesaikan tugas ini bisa setinggi 75%. Selain itu, dibutuhkan sekitar 900 virtual blok untuk melakukan proses writing dan sekitar 200 virtual blok perangkat yang digunakan untuk proses writing. Kegiatan I/O yang 46
terkait untuk melakukan start-up domain baru tidak dapat diselesaikan tanpa adanya Domain0, yang memainkan peran penting dalam pengolahan beban kerja Domain1. Pengamatan kedua adalah bahwa aplikasi 70kb mengalami kekurangan dalam hal waktu start-up dari aplikasi 1kB. Hal ini karena kinerja aplikasi 70KB dibatasi jaringan dan mengkonsumsi lebih sedikit CPU, yang meredakan beban CPU. Dalam kasus ini aplikasi 1 kB akan mengkonsumsi sekitar 90% Sumber daya CPU di samping sekitar 5400 pertukaran memory page per detik antara Domain0 dan Domain1 untuk melayani 900 request/sec untuk aplikasi 1kB. Sebaliknya, hanya 60% Sumber daya CPU disediakan untuk melayani 150 permintaan / detik untuk aplikasi 70KB. Selanjutnya, untuk aplikasi 1kB, yang waktu startup yang dihasilkan dua guest domain di exp3 meningkat dari 47 detik pada exp1 menjadi 75 detik, yaitu sekitar 1,5 kali lebih besar. Sebaliknya, untuk aplikasi 70KB, perbedaan waktu start-up yang dihasilkan dua VMs ke satu VM relatif lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa waktu start-up untuk membuat VMs baru sangat tergantung pada kedua jenis sumber daya aplikasi yaitu CPU dan Disk I/O yang di dijalankan domain dan jumlah VMs baru yang dibuat. Mengingat sumber daya CPU dan disk I/O terbatas dalam menciptakan domain baru, baik intensivitas CPU atau intensivitas disk I/O dan intensivitas aplikasi dalam menjalankan domain akan menghasilkan waktu start-up lebih lama daripada pembatasan aplikasi pada Network I/O. Sebagai pengamatan yang ketiga adalah bahwa durasi penurunan kinerja dialami karena dalam menciptakan VMs baru dalam percobaan ini dibatasi pada angka 100 detik. Berdasarkan percobaan ini durasi penurunan kinerja sangat tergantung kepada kapasitas mesin, tingkat beban kerja yang dijalankan pada domain, dan jumlah start up instance VM baru. 4.2. Dampak Aplikasi Berdampingan.
Domain
yang
Dalam komputasi awan virtual, beberapa sumber daya seperti CPU, memori yang dibagi di beberapa VMs, sedangkan sumber daya lain seperti jaringan dan subsistem disk yang dibagi untuk beberapa VMs. Untuk itu dirancang tiga kelompok eksperimen untuk melakukan studi pengukuran dampak kinerja aplikasi co-locating dengan pola penggunaan
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (42-52)
sumber daya yang berbeda dan jumlah VMs yang berbeda. Kelompok pertama dan kelompok kedua percobaan fokus pada dampak kinerja aplikasi yang dijalankan dengan pola penggunaan sumber daya yang berbeda. Untuk mengisolasi jumlah faktor yang berdampak pada dampak pola aplikasi co-locating, dipilih lima aplikasi I/O dalam percobaan in yaitu 1kB, 10kB, 30kb, 50KB dan 70KB, tapi eksperimen dibagi menjadi dua langkah. Pada kelompok pertama, aplikasi yang identik dijalankan pada semua VMs untuk kelima aplikasi tersebut. Dilangkah kedua dipelajari skenario yang sedikit lebih kompleks di mana aplikasi yang berbeda yang berjalan pada VMs berbeda. Di kelompok percobaan ketiga, diteliti masalah distribusi beban kerja di antara beberapa VMs. 4.2.1.
Alokasi Aplikasi Identik
adalah: 480 req/sec (reuest per detik) dan 487 req/sec, 609 KByte/sec dan 622 KByte/sec. Terlihat tiga metrik nilai normalisasi yang menunjukkan kesamaan antar pengukuran. Untuk setiap pasangan metrik, kita menggunakan nilai untuk domain1 sebagai dasar perbandingan. Pada Gambar 5 perbedaan antara pengukuran di VM1 dan pengukuran VM2 adalah kecil dan dapat diabaikan.
Gambar 6. Throughput rata-rata per domain (req/sec)
Dalam kelompok ini percobaan dirancang dua guest domain, Domain1 dan Domain2, baik melayani permintaan web identic menerbitkan pada tingkat beban kerja yang sama. Dalam skenario yang disederhanakan ini, Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika dua aplikasi I/O yang identik yang dijalankan secara bersamaan, urutan penjadwalan dibuat sama rata dalam berbagi CPU, konsumsi bandwidth jaringan, dan throughput yang dihasilkan.
Gambar 6 merupakan grafik pengukuran throughput rata-rata Domain1 dan Domain2 untuk kelima aplikasi I/O. Hasil pengamatan didapat bahwa :
Gambar 5. Normalisasi throughput, utilisasi CPU dan I/O jaringan antara Domain1 dan Domain 2
a. Kinerja dibatasi oleh sumber daya CPU, b. Guest domain menghabiskan lebih banyak waktu pada intensitas kedatangan paket jaringan ketika tingkat beban kerja tinggi, c. Dibandingkan dengan percobaan domain tunggal untuk kelima aplikasi yang ditunjukkan pada Tabel I, biaya overhead menjadi meningkat karena bridging jaringan terjadi di Domain0, dan switch jaringan.
Gambar 5 menunjukkan hasil eksperimen dua VMs saat keduanya melayani aplikasi 1kB dengan tingkat beban kerja 50%. Pengukuran throughput, utilisasi CPU, I/O jaringan ynag didapat untuk Domain1 yang mengkonsumsi 36,1% sumber daya CPU sedngkan Domain2 mengkonsumsi 36,8% sumber daya CPU.
1) Semua aplikasi mencapai puncak kinerja pada saat diterapkan beban kerja 50% atau 60%, 2) Ada perbedaan penting antara file aplikasi berukuran kecil dan file yang berukuran besar aplikasi. Untuk file aplikasi berukuran kecil seperti 1kB dan 10kB, penurunan kinerja yang jelas dapat diamati pada tingkat beban kerja yang lebih tinggi dari 50% atau 60%. Namun, hal ini tidak terjadi pada kasus untuk aplikasi file yang berukuran besar. Secara signifikan lebih condong terjadi pada aplikasi 1kB karena:
Para throughputs dan bandwidth jaringan masing-masing untuk domain1 dan Domain2 Analisa Performa Virtuaisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center (Agustini Rodiah Machdi)
47
menggunakan Domain2, menjalankan aplikasi, yaitu dengan desain yang bervariasi dari 1kB hingga 70KB.
Gambar 7. Penggunaan CPU untu Domain 0, penggunaan aggregate CPU untuk guest domain dan persentase CPU idle (%)
Gambar 7 merupakan grafik pengukuran penggunaan CPU untuk aplikasi 1kB dan 70kb pada tingkat beban kerja yang berbedabeda. Pada pengukuran ini dilakukan penambahan penggunaan CPU secara bersamaan pada Domain1 dan Domain2 karena hasil yang didapat pada grafik gambar 5 menunjukkan bahwa Domain1 dan Domain2 selalu mencapai jumlah alokasi CPU yang sama. Gambar 7 menunjukkan di bawah tingkat beban kerja yang sama, penggunaan CPU guest domain untuk file 1kB jauh lebih besar dibandingkan dengan aplikasi 70KB, meskipun fakta bahwa nilai memory page exchange untuk file 1kB jauh lebih sedikit dibandingkan dengan aplikasi 70KB. Ini disebabkan karena CPU dikonsumsi untuk memproses permintaan jaringan yang terdiri dari dua komponen utama yaitu waktu yang dihabiskan untuk membangun koneksi TCP, dan waktu yang dihabiskan untuk mengangkut isi file web. Selain itu, koneksi fase secara signifikan membutuhkan lebih banyak sumber daya CPU pada fase transportasi. 4.2.2. Alokasi Aplikasi yang Berbeda Dari hasil percobaan pada pokok bahasan sebelumnya, diketahui bahwa ketika dua aplikasi identic maka perkiraan nilai kelayakan dapat diperoleh dengan menggunakan default scheduler RAWC. Dengan demikian faktor utama yang mempengaruhi kinerja aplikasi alokasi pada mesin fisik yang sama diterapkan tarif beban kerja dan pola penggunaan sumber daya aplikasi. Dalam ayat ini kita akan mengkaji kinerja untuk domain tamu ketika mereka melayani aplikasi yang berbeda karena ini lebih mungkin terjadi dalam skenario dunia nyata. Kita mensimulasikan dua konsumen awan, ada yang menggunakan Domain1 dan melayani aplikasi 1kB, yang lain 48
Gambar 8. Throughput Domain1 saat melayani aplikasi 1 kB dan Domain2 melayani aplikasi 1kB dan 70kB
Gambar 9. Throughput Domain2 saat melayani Domain1 melayani aplikasi 1kB dan Domain2 melayani aplikasi 1kB dan 70kB
Gambar 8 dan Gambar 9 merupakan grafik pengukuran throughput untuk Domain1 dan Domain2 dengan beban kerja masing-masing dibawah 70%. Terdapat dua fakta menarik yaitu, pertama, meskipun Domain1 selalu melayani file 1kB, kinerjanya sangat tergantung pada aplikasi yang berjalan di tetangganya Domain2. Sebagai contoh pada kombunasi 1kB dan 70KB (661 req/sec untuk 1kB) dibandingkan dengan kombinasi 1kB dan 1kB (494 req/sec untuk 1kB), nilai perbedaan kinerja yang didapat adalah 34%. Kedua, angka throughput tertinggi yang terjadi pada Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan kecenderungan yang sangat berbeda. Sebagai contoh kombinasi aplikasi 1kB dan 70KB, untuk dua guest domain, angka throughput tertinggi muncul pada saat diterapkan beban kerja yang berbeda: titik tertinggi untuk file 1kB muncul pada tingkat beban kerja 70%, sementara itu beban kerja 100% muncul pada aplikasi 70KB. Jelas, fenomena ini terjadi karena pola penggunaan sumber daya aplikasi 1kB dan 70KB, aplikasi 1kB sangat terikat pada sumber daya CPU dan aplikasi 70KB sangat terikat pada sumber daya jaringan.
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (42-52)
Gambar 10. Agregat rasio throughput untuk Domain1 dan Domain2 saat dibebani dengan 5 aplikasi
Gambar 10 adalah grafik hasil pengukuran rasio throughput yang dikumpulkan sebagai fungsi tingkat beban kerja. Penelitian ini menggunakan throughput maksimum VM tunggal selama lima aplikasi yang terdapat pada kolom pertama Tabel 1 untuk mendapatkan rasio throughput individu untuk setiap guest domain di bawah beban kerja yang spesifik. Sebagai contoh, throughput untuk Domain1 adalah 661 req/sec pada beban kerja 70%, sehingga rasio throughput sekitar 62% (yaitu, 661/1070). Selain itu didapatkan pula rasio throughput 130% untuk aplikasi 70KB. Dari hasil selama lima kombinasi aplikasi pada Gambar 10, diamati bahwa kasus co-locating yang terbaik adalah kombinasi 1kB dan 70KB dengan agregat rasio throughput 1,3, dan kasus terburuk adalah pada kombinasi aplikasi 1kB dan 1kB dengan nilai agregat seluruh rasio 0,92, perbedaan kinerja yang dicapai lebih dari 40% ((1.3-0.92) /0.92=41%).
Gambar 11.Utilisasi CPU untuk Domain1 saat melayani 1kB dengan Domain2 melayani 1kB hingga 70kB dengan beban 100%
Gambar 11 grafik pengukuran penggunaan CPU dari Domain0, Domain1, dan Domain2 dari lima kombinasi aplikasi yang berbeda. Dibuat tiga pengamatan yang menarik dari set eksperimen ini : 1. Diharapkan terjadi penurunan penggunaan CPU Domain2 ketika aplikasi di Domain 2 diubah ukurannya dari 1kB menjadi 70KB dan perubahan dari aplikasi CPU-intensive menjadi network-intensive.
2. Diharapkan terjadi peningkatan utilisasi CPU Domain0 ketika kombinasi aplikasi tetangga berubah dari kombinasi 1kB dan 1kB menjadi kombinasi 1kB dan 70KB, hal ini karena untuk aplikasi 70KB, jumlah besar data yang ditransfer menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi dari driver perangkat di Domain0. 3. Diharapkan terjadi peningkatan utilisasi CPU Domain1 karena itu dapat menjelaskan mengenai peningkatan kinerja yang terjadi untuk aplikasi 1kB seperti yang terlihat pada pada Gambar 8, ketika domain2 berubah berpasangan dengan aplikasi jaringan 70KB, sehingg memungkinkan terjadinya pelepasan sumber daya CPU di domain2 yang dimanfaatkan oleh aplikasi 1kB CPUintensive dalam Domain1.
Gambar 12. Agregat I/O jaringan saat Domain1 melayani aplikasi 1kB dan Domain2 melayani aplikasi 1kB hingga 70kB
Gambar 12 merupakan grafik plot agregat I/O jaringan yang konsumsi sebagai fungsi dari tingkat beban kerja pada domain tetangga dengan lima kombinasi aplikasi yang berbeda. Dari hasil pengamatan bahwa kombinasi aplikasi 1kB dan 70kb mengkonsumsi bandwidth jaringan tertinggi. Hasil eksperimen ini konsisten dengan hasil pada Gambar 10 dan Gambar 11. Untuk kombinasi aplikasi 1kB dan 70kb, sedangkan sebagian besar (80%) permintaan diproses pada saat permintaan pengambilan file 1kB (lihat utilisasi CPU domain1 untuk kombinasi aplikasi 1kB dan 70KB), sebagian besar byte jaringan (94%) dikonsumsi pada saat mentransfer objek file 70kB.
Gambar 13. Agregat maksimum rasio throughput untuk semua kombinasi guest domain
Analisa Performa Virtuaisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center (Agustini Rodiah Machdi)
49
Gambar 13 menunjukkan grafik maksimum agregat rasio throughput untuk semua kemungkinan pada kombinasi dua domain tamu dan lima ukuran file aplikasi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk dapat lebih komprehensif meneliti dampak kinerja dari berbagai jenis kombinasi aplikasi. Ini adalah sebuah percobaan super set dari Gambar 10 di mana lima kombinasi diperiksa. Didapat tiga pandangan dari grafik pada gambar 13 ini yaitu : 1) Aplikasi intensif dua CPU, seperti kombinasi 1kB dan 10kB maka kinerja kedua aplikasi akan merosot jauh. 2) Jika dipilih kombinasi aplikasi jaringan intensif seperti 30KB dan 50KB, maka setiap aplikasi akan memberikan kontribusi kinerja sama yaitu 50% dari agregat troughput, dan tidak ada kinerja degradasi. 3) Strategi co-locating terbaik adalah dengan menggunakan CPU intensif dan jaringan kombinasi aplikasi intensif, yang selalu mencapai throughput yang dikumpulkan mencolok tinggi.
dihabiskan CPU (9,8%) untuk memproses jumlah data I/O yang sama (10% beban kerja per guest domain) setara dengan 1,5 kali dari waktu CPU dihabiskan (6,9%) dalam kasus guest domain tunggal. Kelompok eksperimen ini bermaksud untuk menunjukkan perbandingan antara kasus guest domain tunggal dan banyak domain, ketika beberapa guets domain berjalan konteks beban kerja beralih di antara beberapa guest domain sehingga lebih sering menyebabkan cache miss dan TLB miss [8], yang akan menghasilkan lebih banyak konsumsi waktu CPU dalam melayani data yang sama. Konteks sumber daya yang terpakai pada peralihan antar VM biasanya sebanding dengan jumlah domain tamu host pada mesin fisik. Untuk percobaan set kedua, total tingkat beban kerja diubah menjadi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Digunakan aplikasi 1kB dan aplikasi 70KB karena kedua aplikasi ini merupakan dua aplikasi yang representatif.
4.2.3. Alokasi Aplikasi Diantara Beberapa VMs Setelah diteliti dampak dari alokasi aplikasi di dua guest domain di node host fisik tunggal. Pada bagian ini dikhususkan pada studi pengukuran mengenai dampak alokasi aplikasi pada beberapa VMs. Set percobaan pertama dirancang dengan memvariasikan jumlah guest domain dari satu sampai enam dan masing-masing guest domain diterapkan beban kerja sebesar 10%. Total tingkat beban kerja dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah domain tamu dengan tingkat beban kerja yang diterapkan. Menggunakan 10% beban kerja yang diterapkan untuk setiap guest domain untuk menjamin agar tidak terjadi pertentangan pemakaian sumber daya.
Gambar 14. Utilisasi rata-rata CPU untuk setiap VM yang masing-masing diberi beban 10%
Gambar 14 menunjukkan ketika ada enam guest domain yang berjalan, waktu yang 50
Gambar 15. Penggunaan CPU oleh satu dan dua guest domain dengan beban kerja bervariasi
Grafik pada gambar 15 menunjukkan pengukuran penggunaan CPU untuk domain dan guest domain yang berada dalam dua jenis konfigurasi mesin virtual yaitu : VM tunggal dan dua VMs. Sebagai contoh, 01k-1VM-Dom0 menunjukkan pengukuran utilisasi CPU dom0 untuk aplikasi 1kB yang berjalan pada VM tunggal. 01k-2VM-Dom0 menunjukkan pengukuran utilisasi CPU dom0 untuk aplikasi 1kB yang berjalan pada dua VMs. 01k-2VMDom1 + Dom2 mengukur penggunaan CPU gabungan dari Domain1 dan Domain2 untuk aplikasi 1kB. Dua VCPU (Virtual CPU) dikonfigurasi untuk setiap guest domain. Ketika dua guest domain berjalan, enam VCPUs menunggu untuk dijadwalkan berjalan di dalam CPU fisik, dibandingkan dengan empat VCPU dalam kasus satu guest domain. Terjadinya konteks peralihan sumber daya CPU dikenakan tidak
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (42-52)
diinginkan terjadinya cache miss dan TLB miss. Pada percobaan dua guest domain, Domain0 harus berurusan dengan konteks peralihan sumber daya dan penjadwalan tambahan, juga proses bridging jaringan tambahan karena harus mentransfer paket ke guest domain individu. Jadi Domain0 mendapat bagian sumber daya CPU yang lebih besar karena digunakan untuk pengaturan dua guest domain. Hasil set percobaan penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan CPU oleh guest domain meningkat seiring dengan tingkat beban kerja sehingga mendekati angka 100%.
Gambar 16. Penggunaan CPU oleh satu, dua, tiga, empat dan enam guet domain dengan beban kerja 120%
Grafik pada gambar 16 menunjukkan penggunaan CPU dalam situasi pertentangan tinggi. Variasi total tingkat beban kerja mencapai angka 120%. Seperti yang terlihat pada gambar 16, ketika jumlah guest domain meningkat dari satu sampai enam, pembagian CPU untuk Domain0 berkurang secara bertahap untuk aplikasi 70KB (32,5% sampai 31,3%). Sebaliknya, ketika jumlah guest domain diubah menjadi enam, penggunaan CPU di Domain0 untuk aplikasi 1kB menjadi berkurang dari 33,8% menjadi 18,6%. Untuk aplikasi 1kB, pengurangan yang signifikan dalam pemanfaatan Domain0 CPU menunjukkan pertentangan CPU tumbuh karena pertumbuhan yang berkelanjutan dalam penggunaan CPU guest domain. Uruturutan penjadwalan dimaksudkan untuk membagi rata sumber daya CPU diantara domain termasuk Domain0.
Gambar 17. Agregat rasio throughput untuk satu, dua, tiga, empat dan enam VM, sebagian melayani aplikasi 1kB dan sebagian lainnya melayani aplikasi 70kB
Gambar 17 menunjukan grafik pengukuran dampak jumlah guest domain terhadap agregat rasio throughput dengan setengah dari guest domain yang melayani aplikasi 1kB dan setengah lainnya yang melayani aplikasi 70KB. Penggunaan throughput maksimum pada VM tunggal untuk lima aplikasi di kolom pertama dari Tabel 1 sebagai dasar untuk mendapatkan rasio throughput individu untuk setiap guest domain. Pada pengamatan pertama dilakukan setting konfigurasi untuk dua domain tamu melebihi konfigurasi domain lainnya lainnya. Ketika jumlah domain tamu beralih ke empat atau enam, agregat rasio throughput berkurang angkanya menjadi satu. Ini berarti ketika beberapa guest domain konfigurasinya diseting melampaui beberapa nilai konfigurasi domain lainnya, yaitu empat dalam kasus ini, tambahan sumber daya meningkat oleh hosting yang memiliki beberapa guest domain sehingga menguras habis manfaat dari kombinasi konfigurasi terbaik. Dibandingkan dengan kasus enam guest domain (1,01), kasus terbaik (1,31) ketika ada dua guest domain menunjukkan peningkatan kinerja sekitar 30%.
Gambar 18. Throughput untuk satu, dua, tiga dan empat guest domain yang menjalankan lima set aplikasi
Grafik pada gambar 18 merupakan pengukuran kinerja keseluruhan throughput maksimum untuk lima aplikasi, yang masingmasing didistribusikan pada beberapa guest domain. Set percobaan ini menunjukkan bagaimana karakteristik aplikasi yang dikombinasikan dengan jumlah guest domain tamu secara bersama-sama dapat mempengaruhi kinerja throughput keseluruhan. Untuk aplikasi 10kB, throughput gabungan maksimum adalah 608 req/sec pada saat dua guest domain berjalan, dibandingkan dengan angka throughput gabungan maksimum 720 req/sec yang dicapai dalam percobaan satu guest domain, yang berarti menunjukkan penurunan kinerja sebesar 15%.
Analisa Performa Virtuaisasi Server Untuk Meningkatkan Efisiensi Data Center (Agustini Rodiah Machdi)
51
Pada saat tiga guest domain dimunculkan, throughput agregat adalah 652 req/sec. Bila dibandingkan dengan kasus guest domain tunggal, penurunan kinerja yang terjadi adalah 10%. Terjadi sedikit peningkatan throughput untuk kasus empat guest domain hal ini dikarenakan kemampuan load balancing pada urut-urutan global scheduler [9]. 5. KESIMPULAN
Untuk memaksimalkan manfaat dan efektivitas konsolidasi server dan konsolidasi aplikasi dalam lingkungan virtualisasi, karenanya penting untuk melakukan pengukuran kinerja yang mendalam untuk aplikasi yang berjalan pada beberapa VMs yang menginduk pada mesin fisik tunggal. Pengukuran tersebut dapat memberikan analisa baik secara kuantitatif dan kualitatif mengenai lambatnya kinerja pada lingkungan virtualisasi, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam adalah merupakan faktor kunci untuk berbagi sumber daya yang efektif di antara aplikasi yang berjalan di lingkungan virtualisasi. Penelitian ini menelaah studi pengukuran kinerja aplikasi I/O jaringan dalam lingkungan virtualisasi. Dengan memfokuskan pada analisis berdasarkan pengukuran dampak kinerja alokasi aplikasi di mesin virtual dalam hal kinerja throughput dan efektivitas berbagi sumber daya, termasuk dampak dari kasus idle domain pada aplikasi yang berjalan secara bersamaan pada host fisik yang sama, dan perbedaan penjadwalan sumber daya CPU dan strategi alokasi, dan tingkat beban kerja yang berbeda dapat mempengaruhi kinerja sistem virtual. Dalam penelitian ini, didapat hasil bahwa dengan strategi alokasi aplikasi jaringan I/O secara bersama-sama, diperoleh keuntungan kinerja yang cukup tinggi.
[2] Ir. Hendra Wijaya, VMWare Workstation, Elex Media Komputindo, Jakarta 2013. [3] Iwan Sofana, Teori dan Praktik Cloud Computing, Elex Media Komputindo, Jakarta Januari 2013 [4] Menon, A. L. Cox, W. Zwaenepoel, Optimizing Network Virtualization in Xen, 2006 USENIX Annual Technical Conference. [5] K. K. Ram, J. R. Santos, Y. Turner, A. L. Cox, S. Rixner, Achieving 10 Gb/s using Safe and Transparent Network Interface Virtualization, VEE 09. [6] G. Somani and S. Chaudhary, Application Performance Isolation in Virtualization, IEEE Int. Conf. on Cloud Computing, 2009. [7] T. Wood, L. Cherkasova, K. Ozonat, and Prashant Shenoy, Profiling and Modeling Resource Usage of Virtualized Applications, Middleware 2008, LNCS 5346,2008. [8] Menon, J.R. Santos, Y. Turner, G.J. Janakiraman, and W. Zwaenepoel, Diagnosing Performance Overheads in the Xen Virtual Machine Environment, ACM/USENIX International Conference on Virtual Execution Environments, VEE 05, 2005. [9] L. Cherkasova, D. Gupta, A. Vahdat, Comparison of the Three CPU Schedulers in Xen, ACM SIGMETRICS Performance Evaluation Review, Vol. 35, Issue 2, September 2007. PENULIS :
Agustini Rodiah Machdi, ST., MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan, Bogor
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sugiri, Haris S, Vmware Solusi Menggunakan Beberapa Sistem Operasi, Andi Publisher, Yogyakarta 2010
52
Jurnal Teknologi Volume I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (42-52)
KAJIAN BETON BERONGGA (PERVIOUS CONCRETE) SEBAGAI BAHAN PERKERASAN JALAN UNTUK MENGURANGI LIMPASAN AIR PERMUKAAN Oleh :
Titik Penta Artiningsih Abstrak Pervious concrete adalah beton tanpa agregat halus, hanya terdiri dari agregat kasar yang diikat oleh pasta semen, membentuk beton berpori. Penggunaan pervious concrete sebagai bahan pembuatan jalan pada pedestrian walkways, trotoir, atau untuk kendaraan ringan, diharapkan mampu mengalirkan air hujan ke lapisan tanah di bawahnya sehingga dapat menurunkan jumlah air limpasan permukaan, meresap ke dalam tanah, yang akan membantu mempertahankan tinggi muka air tanah. Penelitian bertujuan mengukur volume rongga, menguji kuat tekan, dan kuat tarik belah, serta kuat tarik lentur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume rongga tercapai sesuai rencana, yaitu 15% + 5%. Demikian juga dengan kuat lentur, memenuhi standar untuk kuat lentur jalan semen beton (perkerasan kaku), karena lebih besar dari 3,80 MPa. Kata kunci: Pervious concrete, volume rongga, limpasan permukaan, kuat lentur 1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dewasa ini permukaan tanah di kota-kota besar telah tertutupi oleh bangunan dan jalan. Undang-undang RI no. 26 tahun 2008 menetapkan bahwa luas ruang terbuka hijau (RTH) kota minimum adalah 30% dari luas kota. Kenyataannya, peraturan tersebut sulit dicapai. Menurut pernyataan dari Pemda DKI Jakarta tahun 2010, RTH kota Jakarta sebesar 13%, tetapi ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa RTH kota Jakarta hanya sebesar 9%. Demikian juga dengan RTH kota-kota besar di Asia, rata-rata lebih kecil dari 10%, bahkan RTH kota Tokyo hanya mencapai 2%. Artinya, hampir seluruh permukaan tanah telah tertutupi, baik oleh bangunan ataupun jalan. Sebagian besar permukaan jalan telah tertutupi aspal, beton maupun paving block sehingga mengakibatkan air hujan tidak dapat meresap dengan baik ke dalam tanah, dan tumbuh-tumbuhan atau rerumputan tidak dapat lagi tumbuh di atasnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan semakin besarnya air limpasan permukaan, yang mengakibatkan tingginya banjir; juga mengakibatkan penurunan muka air tanah,
yang menyebabkan infiltrasi air laut dan penurunan bangunan-bangunan. Penggunaan pervious concrete sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement) untuk jalan pedestrian di taman-taman, trotoir, dan untuk kendaraan ringan diharapkan mampu mengalirkan air melalui pelat perkerasan dan subgrade di bawahnya, sehingga dapat menurunkan sebagian pemanasan global. Dari segi ekologi, perkerasan ini lebih menguntungkan karena menghindari erosi, banjir, dan penipisan air tanah. Selain itu, dilihat dari biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan, relatif lebih rendah dari perkerasan lentur. Di Jepang, pervious concrete telah digunakan sebagai beton berwawasan lingkungan (eco-concrete) yang mampu ditanami rerumputan untuk melindungi tanggul di sungai (Motoharu Tamai, 2001). Pervious concrete juga dapat digunakan sebagai atap dan tembok, seperti yang telah dilakukan di Belanda (anonim, 2008). Di kota Groningen, warga bisa mendapatkan subsidi sebanyak 30 Euro per meter persegi untuk memasang rumput di atap rumah mereka. Subsidi ini mencapai 60% biaya pemasangan. Kota Rotterdam juga memberikan subsidi yang sama. Kota Amsterdam dan Den Haag juga sudah berjanji akan mengeluarkan subsidi. Bahkan
Kajian Beton Berongga (Pervious Concrete) Sebagai Bahan Perkerasan Jalan………..…(Titik Penta Artiningsih) 53
Walikota Chicago (Amerika Serikat), memerintahkan pembuatan taman di atap gedung walikota. Ia ingin menjadikan Chicago kota terhijau di Amerika. Di Jerman, setiap tahunnya empat belas juta atap hijau dipasang. Kota Montreal di Canada juga merencanakan hal serupa. Di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Tulungagung – Jawa Timur, Citatah – Jawa Barat, Maros dan Pangkajene Kepulauan – Sulawesi Selatan, terdapat sejumlah penambangan dan pengolahan batu marmer. Proses penambangan dan pengolahan batu marmer menghasilkan limbah berupa pecahan batu-batu marmer dan lumpur (debu) yang halus. Pembuangan limbah marmer dalam jumlah besar dan berlangsung secara terus menerus akan mengganggu dan merusak lingkungan di sekitarnya. Untuk mencegah kerusakan lingkungan, maka limbah marmer yang berupa lumpur akan dimanfaatkan sebagai bahan campuran beton, yaitu sebagai substitusi semen, karena kandungan Kalsium Oksida (CaO) cukup tinggi dan sesuai syarat kandungan CaO semen. Tetapi perlu diperiksa kandungan Silika Oksida (SiO2) dan Aluminium Oksida (Al2O3)nya. 1.2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental, menggunakan material-material yang tersedia dan mudah diperoleh di sekitar Laboratorium Teknologi Beton Universitas Pakuan, sedangkan abu/lumpur marmer dari Citatah Cianjur. Tujuan penelitian adalah menguji potensi penggunaan limbah abu marmer sebagai substitusi semen campuran beton. 1.3.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan material-material yang tersedia dan mudah diperoleh. Dalam penelitian ini, dibuat porous concrete, yaitu beton tanpa agregat halus. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Persiapan bahan dan alat b. Penelitian eksperimental, meliputi: pengujian material, yaitu sifat karakteristik agregat kasar split dan sifat kimia lumpur marmer
54
1.4.
membuat proporsi campuran beton (mix design) dengan tiga variasi kandungan lumpur mamer sebagai pengganti parsial semen, yaitu 0% (PC00), 5% (PC05), dan 10% (PC10) dari berat semen membuat benda uji silinder, diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, masingmasing 6 buah setiap variasi untuk pengujian kuat tekan 3 buah dan kuat tarik belah 3 buah; serta benda uji balok ukuran 150x150x600 mm untuk pengujian kuat tarik lentur pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan silinder, kuat tarik belah, kuat lentur balok, dan pengukuran volume rongga. Kuat tekan rencana adalah 25 MPa, dan volume rongga yang ingin dicapai adalah 15% + 5%. Hasil Pengujian dan Pembahasan
Observasi visual terhadap seluruh benda uji menunjukkan bahwa pasta binder menyelimuti agregat kasar dengan baik sehingga memberikan ikatan yang kuat antara butir-butir agregat kasar. Ikatan yang kuat antara pasta dan agregat kasar membuat kedua-duanya secara bersamaan menerima beban sehingga kerusakan yang terjadi adalah pada pasta dan agregat kasarnya. a
Komposisi kimia lumpur marmer Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia lumpur marmer dan semen portland Unsur kimia Silika dioksida (SiO2) Aluminium oksida (AlO3) Feri oksida (FeO3) Calsium oksida (CaO) Magnesium oksida (MgO) Kalium oksida (K2O) Sulfur oksida (SO3) Hilang pijar (LoI)
Lumpur marmer
Kandungan [%] Semen portland rata-rata range
0.13
23.04
21.7 – 23.5
0.31
7.40
6.1 – 7.6
0.04
3.36
3.1 – 3.9
55.07
57.38
57.0 – 60.3
0.36
1.91
1.0 – 2.9
0.01
–
–
0.08 44
2.00 3.94
1.6 – 2.1 3.5 – 8.0
Dari Tabel 1 di atas, terlihat bahwa hanya kandungan kapur (CaO) yang hampir sama, sedangkan kandungan mineralnya rendah sekali. Berdasarkan kondisi tersebut, lumpur marmer tidak bisa digunakan sebagai substitusi semen karena tidak akan
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (53-56)
meningkatkan dihasilkan. b
kekuatan
beton
Perencanaan Campuran Beton
d
Metode perencanaan campuran beton (mix design) yang digunakan adalah metode ACI 211.1-91 (ACI Committee 211, 1995) dengan penambahan HRWR (plasticizer) sebesar 1,13%. Dalam penelitian, dibuat tiga variasi mix design, yaitu mix design tanpa lumpur marmer (mix design referensi) dan dengan lumpur marmer sebagai pengganti parsial semen sebesar 5% dan 10% dari berat semen. Tabel 2. Komposisi campuran per m3 pervious concrete Mix design dengan Mix Material kandungan design [kg] referensi lumpur marmer 5% 10% Portland cement 316 321,1 304,2 Agregat kasar 1753 1753 1753 Lumpur marmer 0 15,8 31,6 Air 193 134 134 Superplasticizer 3,57 3,57 3,57 1. semen portland tipe I merk dagang Tiga Roda, specific gravity 3.05 kg/liter 2. superplasticizer : sikament NN, specific gravity 1,20 kg/liter
c
PC00: beton tanpa lumpur marmer PC05: beton dengan lumpur marmer 5% PC10: beton dengan lumpur marmer 10%
yang
Hasil pengujian kuat tekan pervious concrete pada umur 7, 14, dan 28 hari diperlihatkan pada Tabel 4 dan Gambar 1. Hasil menunjukkan bahwa kuat tekan meningkat dengan bertambahnya umur beton. Hal ini menunjukkan bahwa limbah lumpur marmer mampu menyatu dengan semen 55ortland sebagai pengikat dan tidak mengganggu proses pengikatan, hidrasi, dan pengerasan. Kuat tekan pervious concrete tanpa lumpur marmer (PC00) lebih tinggi dari pervious concrete yang mengandung lumpur marmer pada setiap umur beton. Pada umur 28 hari, penggantian semen dengan lumpur marmer sebanyak 5% (PC05) dan 10% (PC10) menurunkan kuat tekan sebesar 9,5% dan 23,7% dibandingkan PC00. Hal ini menunjukkan bahwa lumpur marmer menurunkan kemampuan pasta untuk mengikat agregat sehingga kemampuan benda uji menerima beban tekan berkurang, karena ternyata kandungan Tabel 4. Hasil pengukuran kuat tekan Umur [hari] 7 14 21 28 rerata*)
Hasil Pengujian Volume Rongga
Pengukuran volume rongga benda uji silinder dilakukan pada umur 28 hari, pada kondisi kering permukaan. Vp
Vs V po Vs
Hasil Pengujian Kuat Tekan
PC00 17,5 17,4 23,8 24,2 27,2 27,5 29,3 29,6 26,20
Kuat Tekan [MPa] PC05 PC10 15,6 16,2 13,2 13,5 22,1 21,8 18,0 18,5 25,2 25,3 21,2 20,6 27,6 27,2 22,4 22,2 23,70 19,98
*) Rata-rata dihitung berdasarkan standar deviasi karena jumlah benda uji yang terbatas.
x 100% ,
dimana V Wa Ww po w Vp: persentasi volume rongga [%] Vs: volume silinder [liter] Vpo: volume rongga [liter] Wa: berat silinder di udara [kg] Ww: berat silinder di air [kg] w: berat jenis air [1 kg/liter]
Volume rongga didapat dari hasil rata-rata 12 benda uji silinder untuk setiap variasi, terlihat pada Tabel 3. Hasil menunjukkan bahwa pervious concrete yang menggunakan lumpur marmer memenuhi persentasi rongga yang direncanakan, yaitu 15% + 5%. Tabel 3. Hasil pengukuran volume rongga Kode Benda Uji
PC00
PC05
PC10
Volume rongga [%] Keterangan:
14,93
14,37
14,21
Gambar 1. Grafik hasil pengujian kuat tekan
e
Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah
Hasil pengujian kuat tarik belah pervious concrete pada umur 28 hari diperlihatkan pada Tabel 5 dan Gambar 3. Hasil menunjukkan bahwa besar kuat tarik belah rata-rata sebesar 10% dari kuat tekan.
Kajian Beton Berongga (Pervious Concrete) Sebagai Bahan Perkerasan Jalan………..…(Titik Penta Artiningsih) 55
Tabel 5. Hasil pengukuran kuat tarik belah Tegangan [MPa] Kode Tekan Tarik Belah PC00 26,197 100% 2,652 100% PC05 23,704 90,5% 2,604 98,2% PC10 19,983 76,3% 2,163 81,6%
f
Hasil Pengujian Kuat Tarik Lentur
Hasil pengujian kuat tarik lentur pervious concrete pada umur 28 hari diperlihatkan pada Tabel 6 dan Gambar 4. Kuat lentur pervious concrete PC00 lebih tinggi dari PC05 dan PC10. Penggantian semen dengan lumpur marmer sebanyak 5% dan 10% menurunkan kuat tarik lentur sebesar 11,6% dan 30,5% dibandingkan tanpa lumpur marmer. Pedoman “Perkerasan Beton Semen untuk Jalan Lalu-Lintas Rendah dan Menengah” (2003) menetapkan kuat tarik lentur minimum untuk perkerasan kaku adalah 3,8 MPa. Terlihat bahwa PC00 dan PC05 memenuhi syarat. Tabel 15. Hasil pengukuran kuat lentur Kode Benda Uji
PC00
PC05
PC10
Kuat Lentur [MPa]
4,75 100%
4,20 88,4%
3,30 69,5 %
Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh benda uji mampu mencapai volume rongga rencana, yaitu + 15%, yang berarti penggunaan pervious concrete akan menurunkan koefisien pengaliran pada permukaan, dan berakibat pengurangan banjir dan mempertinggi kemampuan penyerapan air. Penggantian semen Portland jenis PCC dengan lumpur limbah marmer sebesar 5% dan 10% dari berat semen menyebabkan kuat tekan, kuat tarik belah, dan kuat lentur berkurang. Tetapi kuat lentur pervious concrete memenuhi standar untuk kuat lentur perkerasan kaku, karena lebih besar dari 3,80 MPa, sehingga mememnuhi syarat untuk perkerasan untuk kendaraan menengah dan ringan, serta untuk pedestrian. 4.
KESIMPULAN
Hasil dari pengujian dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Seluruh mix design mampu mencapai volume rongga rencana, yaitu 15% + 5%. Persentasi volume rongga pada pervious concrete tanpa lumpur marmer serta dengan lumpur marmer sebanyak 5% dan 10% masing-masing adalah 14,9%, 56
14,4%, dan 14,2%. Berarti bila pervious concrete digunakan sebagai perkerasan kaku, baik sebagai perkerasan beton semen maupun perkerasan interblock, akan menurunkan koefisien pengaliran sebesar + 15% b. Kuat tarik lentur pervious concrete memenuhi standar “Pedoman Perkerasan Beton Semen untuk Jalan Lalu-Lintas Rendah dan Menengah,” yaitu minimum 3,8 MPa. c. Tetapi penggantian semen Portland jenis PCC dengan lumpur limbah marmer sebesar 5% dan 10% dari berat semen menyebabkan kuat tekan berkurang sebesar 9,5% dan 23,7%; kuat tarik belah berkurang sebesar 11,8% dan 18,4%; juga kuat lentur berkurang sebesar 11,6% dan 30,5% DAFTAR PUSTAKA
[1]. ACI Committee 211, “Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete (ACI 211.1-91),” ACI Manual of Concrete Practice, part I, Detroit, 1995 [2]. Anonim, “Penghijauan Atap di Perkotaan,” 2008 [3]. “Perkerasan Beton Semen untuk Jalan dengan Lalulintas Rendah dan Menengah,” Asosiasi Semen Indonesia – Puslitbang Prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil, Departemen Kimpraswil, ISBN 979-97380-0-8, 2003 [4]. Motoharu Tamai, “Outline of a Guide Book on River Revetment Methods Used Porous Concrete”, Concrete Journal vol. 39 no. 8, 2001 [5]. Sung-Bum Park & Mang Tia, “An Experimental Study on The Water Purification Properties of Porous Concrete,” Cement and Concrete Research, vol. 34 no. 2, 2004 [6]. Titik Penta A., Ike Pontiawaty, “Pemanfaatan Limbah Marmer sebagai Substitusi Semen pada Porous Concrete,” LPP Universitas Pakuan, Bogor, 2009 PENULIS :
Dr. Ir. Titik Penta Artiningsih, MT, staf pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan, Bogor
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (53-56)
ANALISA PERENCANAAN JARINGAN SELULER CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi) UNTUK LAYANAN VOICE DAN DATA
Oleh :
Waryani Abstrak Perencanaan Jaringan Seluller CDMA 2000 1x (Telkom flexi) untuk layanan voice dan data pada wilayah sub urban yang telah ada sekarang ini akan dianalisa berdasarkan peningkatan jumlah pelanggan, cell site, traffic dan perhitungan link budgeting. Analisa yang akan baha sadalah tentang prediksi jumlah pelanggan untuk voice dan data, kapasitas dan jumlah cell pada area tersebut dengan pertumbuhan 10 %, 15 % dan 20 %. Berdasarkan kenaikan jumlah pelanggan 10% dengan prosentase untuk pelanggan data dan voice tertentu sesuai pada pembahasan diatas tidak akan berpengaruh dalam jumlah cell site yang ada sampai dengan 15 tahun, kecuali pada jumlah kanal yang diperlukan, kenaikan jumlah kanal tersebut tidak terlalu significant. Pada kenaikan pelanggan 15 % dan 20 % dengan prosentase untuk pelanggan data dan voice akan berpengaruh dalam jumlah cell site yang ada, begitu pula dengan jumlah kanal yang ada. Sehingga diperlukan penambahan lagi jumlah cell site yang ada. Pada kenaikan pelanggan dengan tingkat kenaikan 10%, 10% dan 15% tidak terlalu mempengaruhi dalam link budgeting, karena semakin dekat jarak radius link maka semakin kecil besarnya path loss tersebut. Dengan nilai path loss yang kecil maka kualitas signalnya akan semakin bagus.
Kata kunci :Voice dan data 1.
PENDAHULUAN
CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi) adalah teknologi seluler yang sedang dikembangkan dan diperluas jaringannya oleh PT. TELKOM. Dalam implementasinya sistem ini lebih flexibel dan memiliki area pelayanan yang cukup luas di bandingkan dengan sistem WLL (Wireless Local Loop) yang telah dipakai sebelumnya oleh PT. TELKOM. Analisa perancangan jaringan seluler CDMA ini di dasari oleh pertimbangan meningkatnya kebutuhan akan layanan komunikasi seluler dewasa ini, sehingga dengan perkembangan komunikasi sistem ini diharapkan agar dalam setiap pengembangan selanjutnya dapat menjadi acuan dalam setiap perancangan. Dalam perencanaan Jaringan Seluller CDMA 2000 1x (Telkom flexi) untuk layanan voice
dan data pada wilayah sub urban yang telah ada sekarang ini akan dianalisa. Analisa akan membahas tentang prediksi jumlah pelanggan untuk voice dan data, kapasitas kanal, traffic, jumlah cell, luas/cell dan radius/cell pada area tersebut dengan pertumbuhan 10 %, 15 % dan 20 %. Dengan pertumbuhan sebesar itu akan diprediksi dengan prosentase untuk pelanggan voice dan data pada 90% voice, 10 % data, 80% voice, 20% data dan 70% voice, 30% data. Penentuan tingkat kenaikan dimulai dengan tingkat kenaikan 10%, dimana pada tingkat kenaikan ini, yaitu kenaikan dari 0% sampai dengan 10%. Tingkat kenaikan 15% yaitu kenaikan di atas 10% sampai dengan 15%, dan kenaikan 20% adalah kenaikan di atas 15 % sampai dengan 20%. Perencanaan komunikasi seluller (TELKOM Flexi) yang menggunakan sistem CDMA 2000 1x ini dilakukan pada alokasi frekuensi 800 MHz yang sebelumnya menggunakan
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 57
frekuensi 1900 MHz dengan bandwidth sebesar 5 MHz. Beberapa hal yang perlu diketahui dan akan di bahas dalam penulisan ini adalah : 1. Studi analisis untuk prediksi jumlah pelanggan untuk layanan voice dan data pada saat sekarang, lima tahun, sepuluh tahun dan lima belas tahun. 2. Studi analisis tentang jumlah kanal yang dibutuhkan, kebutuhan layanan traffic. 3. Studi Penentuan jumlah cell site, luas/cell site dan radius cell. 4. Perkiraan perhitungan power Budgeting 2.
KONSEP DASAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER
Perencanaan frekuensi pada sistem CDMA sangat tergantung pada bandwidth yang tersedia dan alokasi frekuensi yang diperoleh. Masing-masing kanal pada sistem CDMA 2000 1x memiliki bandwidth 1,25 MHz. Bandwidth frekuensi yang dialokasikan untuk jaringan TELKOM Flexi adalah sebesar 5 MHz pada frekuensi 800 MHz yang menggunakan frekuensi AMPS Band-A. Dengan alokasi bandwidth sebesar 5 MHz dan carrier spacing 1,25 MHz, maka dapat dialokasikan hingga 3 frekuensi pembawa untuk sistem CDMA 2000 1x, disamping alokasi bandwidth untuk sistem yang lain seperti AMPS dan CDMA IS 95 jika tetap ingin dipertahankan. Untuk mencegah terjadinya interferensi antar sistem yang berbeda, maka perlu ditambahkan guard band sebesar 0,27 MHz.
terdapat faktor lain yang dapat menjadi kendala untuk sinyal yang dikirim dapat diterima dengan baik. Faktor lain yang dimaksud adalah faktor geografis (alam). Ukuran sel pada sistem komunikasi seluler dapat dipengaruhi oleh : 1. Kepadatan pada traffic. 2. Daya pemancar, yaitu Base Station (BS) dan Mobile Station (MS). 3. Dan faktor alam, seperti udara, laut, gunung, gedung-gedung, dan lain-lain. 2.1.2. Bentuk Sel Bentuk jaringan sistem seluler berkaitan dengan luas cakupan daerah pelayanan. Bentuk sel yang terdapat pada sistem komunikasi bergerak seluler digambarkan dengan bentuk heksagonal dan lingkaran. Tetapi, bentuk hexagonal dipilih sebagai bentuk pendekatan jaringan selular, karena dari sel yang lebih sedikit dengan bentuk heksagonal diharapkan dapat mencakup seluruh wilayah pelayanan. [1] Bentuk dari struktur sel ditunjukkan pada gambar 2.1 terdiri sel hehsagonal dan sel lingkaran seperti di bawah ini : Sel heksagonal
Sel lingkaran
Gambar 2.1. Struktur Sel Heksagonal dan Lingkaran
2.1.1. Konsep Sel Konsep dasar dari suatu sistem seluler adalah pembagian pelayanan menjadi daerah-daerah kecil yang disebut sel. Setiap sel mempunyai daerah cakupannya masing-masing dan beroperasi secara khusus. Jumlah sel pada suatu daerah geografis adalah berdasarkan pada jumlah pelanggan yang beroperasi di daerah tersebut. Suatu sel pada dasarnya merupakan pusat komunikasi radio yang berhubungan dengan MSC yang mengatur panggilan yang masuk. Jangkauan pengiriman sinyal pada sistem komunikasi bergerak selular dapat diterima dengan baik tergantung pada kuatnya sinyal batasan sel para pemakainya. Tetapi, masih 58
Setiap sel memiliki alokasi sejumlah channel frekuensi tertentu yang berlainan dengan sebelahnya. Karena channel frequency merupakan sumber terbatas maka, untuk meningkatkan kemampuan pelayanan frekuensi yang terbatas tersebut dipakai secara berulang-ulang, yang dikenal dengan istilah pengulangan frekuensi (frequency reuse). Oleh karena itu pengulangan frekuensi merupakan hal yang penting dalam komunikasi selular. 2.1.3.
Frequency Reuse
Inti dari teknologi radio seluler adalah konsep frequency reuse. Di dalam frequency reuse, frekuensi yang sama diatur untuk
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
dapat digunakan kembali secara sistematis di seluruh area cakupan. Teknologi seluler sangat bergantung pada jaringan sel-sel yang terdistribusi, dimana setiap cell site mempunyai antena sendiri dan peralatan radio yang berbeda dengan menggunakan pancaran daya rendah dan berkomunikasi secara mobile. Pada setiap cell site digunakan frekuensi yang sama dan diatur pula untuk digunakan di cell site yang lain. Akan tetapi setiap cell site yang mempunyai frekuensi yang sama tersebut diberikan jarak ruang yang jauh untuk mengurangi interferensi. Oleh karena itu pada sistem seluler, frekuensi yang sama dapat digunakan kembali Setiap base station akan mengatur output untuk memberikan kecukupan daya sinyal pada seluruh sirkuit dan mengatur untuk tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan mengganggu ke cell site lain. Setiap huruf pada gambar 2.1 mewakili pengaturan kanal yang berbeda pada frekuensi yang sama [2] . Konsep dari frequency reuse dapat ditunjukkan pada gambar 2.2, Jarak frekwensi reuse D dapat ditentukan dari persamaan [3] .
D 3K R (2.a)
3.46 R 4.6 R D 6R 7.55R
K 4 K 7 K 12 K 19
Gambar 2.2. Frequency Reuse
Salah satu tujuan dari konsep frequency reuse adalah untuk mengoptimalkan lebar pita frekuensi yang terbatas dan meningkatkan kapasitas sistem. Penggunaan frekuensi yang sama pada daerah cakupan yang masih dalam jangkauan inteferensinya akan menyebabkan interferensi kanal bersama. 2.1.4.
Elemen Jaringan Dasar Sistem Seluler
Telepon seluler atau juga disebut radio seluler adalah metode yang praktis dan andal dalam komunikasi suara dan data diantara pemakai bergerak dan diantara sistem telepon biasa. Elemen jaringan dasar sistem seluler dapat ditunjukkan pada gambar 2.3 di bawah ini : [4] SEL 1
Voice Link Data Link PSTN
Dimana K adalah pola frekwensi reuse seperti yang digambarkan pada gambar 2.2, lalu, dengan persamaan tersebut maka D dapat ditentukan dengan K tertentu. Gambar 2.2 menjelaskan konsep pola perulangan frekuensi melalui pemberian label atau penomoran cell site dengan label atau nomor tertentu. Perencanaan pola perulangan frekuensi ditumpangkan pada sebuah peta geografi untuk menandai cell site yang akan mendapat jatah-jatah kanal frekuensi berbeda ataupun yang sama. Bentuk heksagonal menggambarkan sebuah model cakupan radio dari sebuah base station dan secara umum telah digunakan karena bentuk heksagonal ini akan mempermudah analisis secara matematik pada sistem seluler.
MS
RBS/ BTS
MS SEL 2
RBS/ BTS
BSC
HLR
MSC/MTSO
VLR
Gateway OMC
Operation and Maintenance Centre
Gambar 2.3. Elemen Jaringan Dasar Sistem Seluler
Gambar 2.3 di atas memperlihatkan elemen dari sistem komunikasi bergerak seluler yang setiap komponennya seperti yang akan diuraikan berikut ini. Pada sistem komunikasi bergerak seluler terdapat tiga bagian komponen yang utama, yaitu : 1. Mobile Telephone (MTSO)
Switching
Office
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 59
MTSO berfungsi sebagai pusat penyambungan pembicaraan dan pencatat pulsa. MTSO juga dikenal sebagai MSC (Mobile Switching Central) dan lebih dikenal dengan sebutan “sentral”. Dalam sistem selular terdapat satu atau lebih MTSO yang mengendalikan seluruh kegiatan pelayanan sistem. MTSO terhubung ke PSTN melalui suatu antar muka (interface). Panggilan dari dan ke pelanggan bergerak dihubungkan oleh dan melalui MTSO. Selain itu MTSO juga menyiapkan signalling yang diperlukan untuk melakukan panggilan. 2. Base Transceiver Station (BTS) Base Tranceiver Station sering juga disebut dengan Radio Base Station (RBS). BTS merupakan penghubung antar terminal pelanggan dan sentral melalui kabel tertentu atau kanal frekuensi radio. Sering disebut sebagai cell site. Untuk mencakup suatu daerah pelayanan dibutuhkan satu atau lebih BTS, tergantung jumlah sel di dalam pelayanan. BTS terdiri dari : a. Unit Kontrol Unit kontrol digunakan untuk komunikasi data dengan MTSO serta data signaling dengan Mobile Station (MS) dalam jaringan radio. Unit kontrol ini berfungsi sebagai manajemen kanal radio, misalnya untuk menangani handoff dan untuk mengontrol level daya pancar pada base station dan mobile unit. b. Unit Kanal Perangkat pemancar dan penerima akan diperlengkapi atau diberikan dalam setiap unit kanal. Sebagian besar unit kanal adalah unit kanal bicara. Unit kanal pada suatu ketika akan berfungsi menyalurkan panggilan, tergantung pada jumlah panggilan pada BTS yang harus dilaksanakan. 3. Mobile Station (MS) Mobile Station merupakan peralatan yang kecil dan ringan yang digunakan oleh pelanggan. Dengan kata lain, Mobile Station (MS) ini dikenal dengan sebutan handset atau handphone. Di dalam MS terdapat perangkat pemancar dan 60
penerima, unit logika untuk signalling data dan peralatan telepon yang dilengkapi keypad. Hanya handset yang sah dan tercatat di sentral yang bisa mendapatkan layanan seluler. 2.1.5.
Mobilitas
Mobilitas adalah salah satu hal yang penting dari sistem komunikasi seluler. Pada hal yang berkaitan dengan mobilitas diharapkan bahwa panggilan (call) selular yang dilakukan dimanapun dan kapanpun dalam daerah pelayanan, mampu untuk menjaga call (pembicaraan) tanpa interupsi pelayanan atau putusnya call sementara dalam keadaan bergerak. 2.1.6.
Handover
Pada jaringan selular diperlukan sistem yang mempunyai kemampuan untuk pindah ke lingkungan sel lain untuk tetap menjaga kelangsungan komunikasi. Oleh karena itu jaringan seluler harus melakukan proses handover. Handover atau yang biasa juga disebut handoff merupakan suatu proses pengalihan Radio Base Station (RBS) apabila pengguna melakukan suatu call (panggilan) dalam keadaan bergerak dari satu sel menuju sel yang lain. Proses ini terjadi agar pelanggan dapat mengirim atau menerima sinyal dengan baik walaupun pelanggan sedang dalam keadaan bergerak. [5] Proses dasar dari terjadinya handover ditunjukkan pada gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4. Konsep Dasar Handoff
Proses handover ini dilakukan pada saat sebuah Mobile Station (MS) menerima sinyal yang diterima atau dikirim lemah. Terdapat dua kondisi untuk dilakukannya proses handover, yaitu:
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
1. Ketika Mobile Station berada pada perbatasan level sel, karena sinyal yang diterima akan melemah. 2. Pada saat pengguna berada pada lubang kekuatan sinyal (signal strength hole) yang terdapat dalam suatu sel. Apabila panggilan (call) sudah stabil, maka kanal set-up sudah tidak digunakan lagi selama waktu panggilan. Handoff terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Handoff yang berdasarkan pada kuat sinyal. b. Handoff yang berdasarkan perbandingan carrier terhadap interferensi (carrier to interference ratio). 2.1.7.
Roaming
Gambaran dari roaming itu sendiri seperti yang terlihat pada gambar 2.5 di bawah ini [4] Roaming dapat terjadi apabila ada sambungan (link) antara mobile switches. Jadi, pengguna yang bergerak keluar dari daerahnya dan melakukan sebuah call (panggilan) dari daerah asing disebut dengan roamer. Sedangkan proses dari panggilan tersebut disebut roaming.
Gambar 2.6. Code Division Multiple Access (CDMA)
Konsep dari CDMA ini adalah menggunakan kode-kode berkorelasi, yaitu walsh code untuk sistem multiple aksesnya atau untuk membedakan satu pengguna dengan pengguna lain. Teknologi CDMA dapat dianalogikan seperti suatu pertemuan yang dihadiri oleh banyak orang dari berbagai negara. Walaupun setiap pasang orang berbicara dengan bahasa negaranya masingmasing dan seluruh peserta pertemuan berbicara dalam waktu yang bersamaan, mereka dapat mengenali pasangan bicaranya karena dibedakan oleh bahasa yang digunakan. Dalam analogi ini, bahasa negara adalah walsh code yang digunakan untuk membedakan orang. Konfigurasi jaringan sistem CDMA 2000 1x dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini: ms
BTS SMS-SC
HLR Public Telephone Network
BSC
BTS
MSC
BTS Internet Router
Fire Wall
Router
BSC PSDN
Gambar 2.5. Roaming
BTS
Private/Public Data Network
AAA
Home Agent BTS
BTS
2.2. Pengertian dan Konsep CDMA Code Division Multiple Access (CDMA) adalah teknik akses jamak berdasarkan teknik komunikasi spektrum tersebar, pada kanal frekuensi yang sama dan dalam waktu yang sama digunakan kode-kode yang unik untuk mengidentifikasi masing-masing pengguna. Hal ini dapat diilustrasikan pada gambar 2.6 di bawah ini :
Gambar 2.7. Konfigurasi Jaringan CDMA 2000 1x
Perangkat pada konfigurasi jaringan CDMA 2000 1x meliputi: [6] a. Base Transceiver System (BTS), bertanggung jawab pada alokasi sumber daya dan code walsh, mengontrol interface jaringan dari unit pelanggan, mengontrol aspek kinerja jaringan dan mengontrol multiple carrier yang beroperasi pada sel. BTS memiliki
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 61
b.
c.
d.
e.
f. g.
h.
i.
j.
perlengkapan fisik radio yang digunakan untuk pengiriman dan penerimaan sinyal. Base Station Control (BSC), berfungsi untuk mengontrol BTS, mengatur sumber jaringan radio, memberikan mobilitas pelanggan, memproses handover, mengatur kontrol daya untuk menjamin efisiensi kapasitas jaringan, mengontrol timing dan sinkronisasi dalam jaringan akses radio dan memberikan interface ke BTS dan PDSN. Mobile Switching Centre (MSC), berfungsi sebagai interface antara jaringan sistem dengan public switch dan jaringan data. Home Location Register (HLR), berfungsi untuk memberikan data pelanggan yang dibutuhkan oleh VLR dan memberikan informasi routing ke MS. Short Message Service Centre (SMSC), berfungsi untuk mengirim dan menerima pesan-pesan pendek (Short Message) dari dan ke MS. Router memiliki fungsi merutekan paket ke dan dari bermacam-macam jaringan. Packet Data Service Node (PDSN), berfungsi untuk membangun, memelihara dan mengakhiri point to point protocol (PPP), hubungan logika ke jaringan radio, dan berhubungan dengan AAA. Authentication, Autorization, Accounting (AAA), berfungsi untuk authentication, authorization dan accounting untuk jaringan paket data dan digunakan oleh PDSN untuk berhubungan dengan jaringan suara seperti HLR dan VLR. Home Agent melakukan beberapa tugas, diantaranya tracking dari mobile IP pelanggan ketika bergerak dari suatu zone ke zone lainnya. Packet Control Function (PCF), bertanggung jawab pada alokasi sumber radio untuk bagian paket data, link layer pelaksanaan handover, dan mengatur radio link.
2.3. Teknik Trafik CDMA Dalam teori trafik ada parameter yang disebut dengan Grade Of Service (GOS). GOS merupakan suatu ukuran kemampuan seorang pengguna mengakses (meminta hubungan komunikasi) sebuah sistem yang memiliki jumlah jalur kanal terbatas pada 62
saat-saat jam sibuk. GOS pada sistem komunikasi seluler umumnya dinyatakan dalam probabilitas bahwa suatu panggilan layanan telepon akan diblok karena semua kanal atau kapasitas sistem yang ada sedang dipakai semua (penuh) pada saat-saat jam sibuk. Dalam keadaan ini tidak ada cara lain kecuali memberi sinyal sibuk kepada pengguna atau pelanggan. Bila suatu sistem komunikasi seluler menerapkan GOS 1%, itu berarti bahwa jika dalam 100 panggilan akan diblok 1 usaha panggilan dari 100 panggilan tersebut jika semua kanal atau kapasitas sistem sudah penuh. 2.4. Prediksi Jumlah Pelanggan Potensial Perkiraan jumlah kebutuhan trafik akan dibedakan antara kebutuhan trafik untuk layanan voice dan kebutuhan trafik untuk layanan data. Berikut adalah parameter yang digunakan dalam perhitungan trafik sebagai berikut : a. Busy Hour Call Attempt (BHCA) untuk layanan voice adalah 1,25 call/BH/Subs. b. Call holding time per subscriber/Call duration untuk layanan voice sebesar 120 detik. c. Sedangkan average throughput per subscriber at busy hour untuk layanan data diasumsikan 129,77 Kbyte/BH/Subs. d. Activity factor untuk voice = 0,4 dan paket data = 1. Dalam perencanaan kapasitas cell site yang dibuat, hasil perencanaan harus memenuhi standar kualitas layanan yang dipersyaratkan. Dalam teknik akses CDMA kualitas layanan yang diberikan akan tergantung pada Bit Error Rate (BER) yang dipersyaratkan. Untuk komunikasi dalam sistem CDMA, BER yang dipersyaratkan adalah sebesar 103 . Itu artinya bahwa hanya boleh ada 1 bit yang salah (error) dari setiap 1.000 bit yang ditranmisikan. Pada pelaksanaanya BER yang ditargetkan akan ditentukan oleh Eb/No dan kuat sinyal penerimaan minimum (RSLm) yang dipersyaratkan. RSLm yang diperoleh dengan target BER 10-3 akan menentukan kuat sinyal minimum untuk melaksanakan suatu panggilan baik untuk layanan voice maupun panggilan layanan data. [13] Untuk menghitung prediksi jumlah pengguna potensial sampai dengan jangka waktu (y) tahun ke depan, dengan asumsi peningkatan
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
jumlah pengguna tiap tahunnya adalah (r %), maka dapat diprediksikan jumlah pengguna potensial untuk jangka waktu (y) tahun ke depan dengan persamaan (2.1) berikut : [5]
N No 1 r
y
(2.1)
Dimana : ΣN = Jumlah Pelanggan pada tahun tertentu No = Jumlah Pelanggan sekarang (existing) y = Jangka waktu peningkatan jumlah pengguna r = Pertumbuhan jumlah pengguna tiap tahun (%)
Dalam sistem CDMA teknik trafik yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan teknik trafik metode akses lainnya. Untuk layanan voice satuan trafiknya adalah erlang yang selanjutnya akan dikonversi menjadi bit per second (bps). Sedangkan untuk layanan data, trafik yang ditawarkan adalah tetap dalam satuan bps. Jika layanan suatu komunikasi seluler terdiri atas layanan voice dan data, maka total trafik yang ditawarkan merupakan kombinasi antara trafik layanan voice dan trafik layanan data dalam satuan bps. Intensitas komunikasi atau trafik untuk seorang pengguna atau pelanggan didefinisikan sebagai lamanya waktu pendudukan kanal oleh pengguna tersebut dalam waktu periode pengamatan [9]. Lamanya waktu pengamatan yang biasa digunakan adalah selama satu jam atau 3.600 detik. Besarnya intensitas komunikasi atau trafik untuk pengguna dapat diketahui dengan persamaan (2.2) berikut : [2]
Asubs Cd Asubs Af
BHCA Cd Af 3.600 det ik
(2.2)
= Call duration / Waktu durasi hubungan komunikasi (detik) = Intensitas komunikasi / trafik dari pengguna (erlang) = Activity factor /rata-rata waktu efektif suatu pembicaraan
BHCA= Busy Hour Call Attempts yaitu ratarata usaha yang dilakukan oleh pengguna untuk melakukan panggilan selama jam sibuk (call/BH/subs) Dari persamaan 2.2 di atas, diperoleh intensitas trafik komunikasi untuk tiap pengguna. Dengan intensitas trafik
komunikasi yang telah diketahui, maka jumlah trafik untuk layanan voice dengan sejumlah N pengguna dapat diketahui dengan persamaan (2.3) berikut : [2] (2.3) A t voice p Asubs
At
voice
= Jumlah trafik layanan voice (erlang)
p
= Jumlah pengguna layanan voice
Asubs
= Intensitas komunikasi / trafik tiap pengguna (erlang)
Jika dalam sistem CDMA diterapkan GOS dengan nilai tertentu, maka akan diperoleh sejumlah N kanal untuk trafik layanan voice. Dengan sejumlah N kanal yang diperoleh, maka untuk mengetahui kebutuhan trafik (offered traffic) layanan voice dalam satuan bps dapat diketahui dengan persamaan (2.4) berikut : [2] Oftrvoic=Nkanal R (2.4) Nkanal R
= Jumlah kanal layanan voice = Data Rate (bps)
Kebutuhan trafik untuk layanan data, jumlah trafik yang ditawarkan adalah dalam satuan bps. Bila average throughput tiap pengguna dalam trafik layanan data diketahui, maka kebutuhan trafik untuk layanan data dalam satuan bps dapat diketahui dengan persamaan (2.5) berikut: [2]
Oftr
data
p Avth
8 bit / byte
3.600 det ik
(2.5) Av th
p
=Rata-rata throughput tiap pengguna (Kbyte/BH/subs) = Jumlah pengguna layanan data
Dalam sistem komunikasi data sistem CDMA, terjadi suatu Blocking Error Rate (BLER). BLER ini terjadi pada saat-saat jam sibuk yang terjadi karena pada sistem transmisi terjadi blocking data. Penerapan BLER dalam perhitungan trafik bertujuan untuk mengantisipasi adanya blocking data tersebut. Kebutuhan trafik untuk layanan data dengan kombinasi BLER tertentu dapat diketahui dengan persamaan (2.6) berikut : [2] Oftrdatareal = Oftrdata B Oftr data (2.6)
Oftr
data
B (BLER)
= Jumlah kebutuhan trafik (bps) = Blocking Error Rate (%)
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 63
2.5. Jumlah Cell Site Setelah semua kebutuhan trafik untuk semua layanan diketahui, maka total kebutuhan trafik (total offered traffic) adalah penjumlahan atau kombinasi kebutuhan trafik dari semua layanan yang ditawarkan. Untuk menghitung jumlah trafik yang ditawarkan (offered traffic), terlebih dahulu harus diketahui jumlah pengguna atau kanal maksimal tiap cell site dalam satu sektor. Jumlah kanal dalam satu sektor dengan satu frekuensi pembawa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.7) berikut : [2]
N
[W / R] (kanal/sel) [ Eb / No] [1 f ]
N W/R W R
Eb/No f
(2.7)
= kapasitas kanal = Processing gain = Bandwidth = 1,2288 Mcps = Data Rate = 14,4 Kbps = faktor aktivitas, =1 agar dapat megakomodasi layanan suara dan data = Gain sektorisasi antena = 2,4 = energi bit per noise ratio = faktor interferensi relatif cell = 0,6
Maka untuk mencari jumlah kanal per sektor adalah dengan menggunakan persamaan (2.8) berikut : [2]
N sektor =
N sel s
(2.8)
Sehingga untuk total offered traffic per sektor yang dapat di akomodasi oleh satu frekuensi pembawa dapat dihitung menggunakan persamaan (2.9) berikut : [2] Tot Oftrsector = Nkanal R (2.9) N = Jumlah kanal tiap sektor R = Data Rate (bps)
Pada sistem komunikasi seluler sering diterapkan sektorisasi. Sektorisasi ini terdiri atas tiga sektoral (120o) dan enam sektoral (60o), tetapi pada umumnya yang sering digunakan adalah sistem tiga sektoral. Untuk perhitungan yang menggunakan sistem tiga sektoral dengan penguatan sektorisasi, total trafik yang ditawarkan dapat diketahui dengan persamaan (2.10) berikut : [2] Tot Oftrsite = Tot oftrsector Gsec (2.10) TotOftrcell site = Trafik yang ditawarkan/cell site (bps). Gsec = Penguatan sektorisasi
64
Jumlah cell site berarti sekelompok cell site (cluster) yang digunakan untuk mencakup area layanan wilayah tertentu. Penentuan jumlah cell site diperlukan untuk mengetahui jumlah cell site yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan jumlah kebutuhan trafik. Jadi kapasitas sistem yang direalisasikan ke dalam jumlah cell site merupakan hasil dari perhitungan trafik yang diprediksikan. Penyesuaian dengan jumlah trafik diperlukan untuk menghemat (efisiensi) dana investasi dalam pembangunan base station jaringan komunikasi seluler. Bila dari perhitungan total offered traffic dan total offered trafficcell site telah diketahui, maka jumlah cell site yang dibutuhkan dapat diketahui dengan persamaan (2.11) berikut : [2]
Tot.Oftr
cs Tot.Oftr
(2.11)
cell site
Total Oftr = Jumlah total kebutuhan trafik (bps)
Dari persamaan 2.11 di atas, dapat diketahui jumlah cell site yang dibutuhkan untuk mencakup luas area layanan wilayah tertentu. Apabila luas wilayah tertentu diketahui, maka luas tiap cell site dapat diketahui dengan persamaan (2.12) berikut : [2]
L / cs
Lc cs
(2.12)
Dengan luas tiap cell site diketahui, maka dapat ditentukan radius cell site. Radius cell site ini merupakan jarak maksimal yang dapat dijangkau antara base station dengan mobile station yang berada pada ujung tepi cell site. Radius cell site dapat diketahui dengan persamaan (2.13) berikut : [2] L.cs (2.13) R 2,59 R = Radius cell site (km)
2.6. Perhitungan Link Budget Perhitungan link budget memerlukan beberapa data teknis perangkat yang digunakan untuk mengetahui berapa path loss maksimum yang diperbolehkan. Untuk perhitungan link budget arah reverse, path loss maksimum yang diperbolehkan trersebut
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
dapat dihitung dengan persamaan (2.14) berikut : [9] Lmax = Pt – Prec + Gb – Lb – Sf + Sh
(2.14)
Prec = Eb/Io + No + Im + R + NFBTS
(2.15)
Pt = EIRP (dBm) = PTx + GTx - Lbody Pre c= Rx Sensitivity (dBm) Gb = Rx antenna gain (dB) Lb = Rx cable and connector losses (dB) Sf = Lognormal fade margin (dB) Sh = Handoff gain (dB) R = Information Rate (dB) Eb/Io = Energi per bit to interference ratio (dB) N o= Receiver (Rx) Noise Density (dB) Im = Receiver interference margin (dB)
RSLm atau kuat sinyal penerimaan minimum (Receiver Sensitivity) merupakan parameter yang digunakan oleh penerima untuk menerima kuat sinyal minimum dari pemancar. Sinyal yang diperoleh merupakan daya yang diperlukan untuk melakukan suatu panggilan dengan target BER tertentu. Kuat sinyal penerimaan minimum yang dibutuhkan dapat diketahui dengan persamaan (2.21) berikut : [8] RSLm Eb No G (total effective noise + IM) (2.21) Dimana : RSLm= Kuat sinyal penerimaan minimum (dBm) G = Processing gain (dB)
Model propagasi empiris yang digunakan untuk memperkirakan besarnya redaman selama perambatan akibat rugi-rugi lintasan propagasi adalah didasarkan pada model Okumura-Hata.
Sedangkan total effective noise dari penerima dapat diketahui dengan persamaan (2.22) berikut : [8]
Untuk menghitung rugi-rugi (loss) lintasan propagasi yang terjadi pada site hasil perencanaan sub urban dapat digunakan model propagansi Okumura-Hata dapat diketahui dengan persamaan (2.16) berikut : [13] LPL = 69,55 + 26,16 Log fc – 13,82 Log ht – a(hr) + (44,9 – 6,55 Log ht ) Log Rbms – 2 x Log [ (fc/28)]2 – 5,4 (2.16)
Th d NF r k 23 (J/K) T
Dengan a (hr) adalah koreksi tinggi antena penerima terhadap tinggi standar. Untuk kota kecil dan menengah faktor koreksi antena MS (1 ≤ hm ≤ 10 m), digunakan persamaan (2.17) berikut : a(hr) = (1,1 Log fc – 0,7)hr – (1,56 Log fc – 0,8)
(2.17)
LPL = Rugi-rugi lintasan model Okumura-Hata (dB) fc = frekuensi pembawa (MHz) ht = tinggi antena base station (meter) hr = tinggi antena mobile station (meter) a(hr) = faktor koreksi antena mobile station (dB) Rbms = jarak antara base station dan mobile station (km)
Untuk perhitungan link budget arah forward, data teknis perangkat digunakan untuk mengetahui perbandingan energy per bit to interference ratio (Eb/Io) dengan menggunakan persamaan (2.18) berikut : [9] Eb/Io = Ebfull rate – Tot Itr ch/hz (2.18) Dimana : Ebfull rate = Pr ms – tr (2.19) Sedangkan, Tot Itr ch/hz = Tot Itr ch – BW sp (2.20)
Tot. neff = Th d + NFr +10 Log W =10 Log k T + NF r +10 Log W
(2.22)
= rapat thermal noise (dBW/Hz) = Receiver Noise Figure (dB) = Boltzmann Constanta 1.381 x 10= Temperature system ( 290oKelvin )
Sedangkan processing gain dari sistem CDMA merupakan rasio antara chip rate dengan laju bit informasi. Besar dari processing gain pada CDMA dapat diketahui dengan persamaan (2.23) berikut : [8]
G 10 Log
W R
(2.23)
W = Chip rate (Mcps) R = Bit rate (Kbps)
Sedangkan untuk data teknis lainnya dapat diasumsikan dengan perincian sebagai berikut : a. Alokasi prediksi kebutuhan trafik terdiri atas 70% layanan voice dan layanan paket data 30%. b. Tinggi antena base station (ht) 35 meter. c. Tinggi antena mobile statiom (hr) 1,5 meter. d. Penguatan sektorisasi dengan tiga sektoral diasumsikan 2,6. e. Blocking Error Rate (BLER) untuk trafik layanan data diasumsikan 1%. 3.1. Proses Perencanaan Proses perencanaan jaringan seluler CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi) membutuhkan
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 65
tahapan yang berhubungan dengan data-data parameter teknis yang akan menentukan kapasitas cell site, traffic dan power budgeting yang direncanakan. Pemilihan lokasi jaringan seluler harus mempertimbangkan efisiensi, efektifitas, prediksi trafik, dan keadaan geografis di wilayah tersebut. Perencanaan jaringan seluler CDMA 2000 1x (TELKOMFlexi) ini akan diterapkan pada semua proses perencanaan sistem Jeringan Seluler CDMA 2000 1x untuk layanan Voice dan Data 3.2. Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan lokasi pada studi Perencanaan sistem Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom flexi) untuk layanan Voice dan Data merupakan studi kasus di Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Penentuan lokasi karena Cibeber sebagai wilayah sub urban dalam penentuan Cell Site, prediksi jumlah pelanggan, prediksi perhitungan jumlah trafik untuk layanan voice dan data, total trafik (total offered traffic) dari lima, sepuluh, lima belasa dan duapuluh tahun depan. Prediksi jumlah pelanggan layanan CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi) serta trafik dalam setiap analisis setiap perencanaan jaringan seluller CDMA 2000 1x (TELKOM Flexi), salah satunya di Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur pada 5 sampai sampai dengan 15 tahun. Juga jika di asumsikan perkembangan jumlah pelanggan tertentu serta prediksi pembangunan jaringan Telkom Flexi pelanggan diklasifikasikan ke dalam dua kategori layanan, yaitu voice dan data dengan prosentase tertentu. Sehingga jumlah pelanggan serta trafik untuk layanan voice dan data dapat diprediksi sampai dengan 15 tahun. Dengan diketahui jumlah pelanggan dan trafik untuk pelanggan voice maupun data maka pada akhirnya akan dapat diketahui jumlah pelanggan, kanal, cell site dan trafik.
Gambar 3.1. Peta Wilayah kecamatan Cibeber
Berdasarkan data statistik kecamatan Cibeber mempunyai luas wilayah 68,24 km2 dan letak geografis berada pada posisi 6º 21’ - 7º 25’ Lintang Selatan (LS) dan 106º 42’ – 106º 25’ Bujur Timur (BT) berada di bagian selatan kaki Gunung Gede pada ketinggian sekitar 458 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan antara 15% sampai dengan 40%, dengan kondisi geografis yang sebagian besar berupa pegunungan, berbukit-bukit yang dipenuhi oleh pepohonan, sawahsawah, perumahan yang tersebar,dan tidak jauh dari pusat kota Cianjur, maka wilayah kecamatan Cibeber dapat dikategorikan sebagai wilayah sub urban. Peta wilayah Kecamatan Cibeber dengan batas-batas administratip tersebut diatas dapat dilihat pada pada gambar 3.1 Tabel 3.1. Data Teknis Reverse Link Budget
Batas administratip wilayah Kecamatan Cibeber adalah sebagai berikut : a. Sebelah Timur, Kabupaten Bandung b. Sebelah Barat, Kecamatan Warung Kondang dan Kabupaten Sukabumi c. Sebelah Utara, Kecamatan Cilaku d. Sebelah Selatan, Kecamatan Campaka 66
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
Tabel 3.2. Data Spesifikasi CDMA 2000 1X
3.3. Data Spesifikasi Teknis CDMA 2000 1x CDMA 2000 1x sebagai teknik multiple access berdasarkan teknik spread spectrum pada kanal frekuensi dan waktu yang sama, setiap user mempunyai kode sandi pseudorandom tersendiri dimana kode sandi orthogonal dari seluruh kode sandi lainnya. CDMA 2000 1x menggunakan chip rate sebesar 1,2288 Mcps dan spasi kanal 1,25 MHz. Tabel 3.3 Data Teknis Forward Link Budget
dengan persamaan (2.1). Hasi perhitungan sesuai dengan persamaan (2.1) dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut; 1. Tabel 4.1 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 10 %, prosentase jumlah pelanggan voice 90 % dan pelanggan data 10%. Tabel. 4.1. Tabel Perediksi Pelanggan dengan kenaikan 10 %
2. Tabel 4.2 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 15 %, prosentase jumlah pelanggan voice 90 % dan pelanggan data 10%. Tabel. 4.2. Tabel Perediksi Pelanggan dengan kenaikan 15 %
3. Tabel 4.3 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 20 %, prosentase dan pelanggan data 10%.
Data-data teknis yang digunakan untuk perhitungan reverse link budget ditunjukkan pada tabel 3.1 berikut : [9] Data spesifikasi teknis CDMA 2000 1x ditunjukan pada tabel 3.2 dibawah ini : [9]. Untuk perhitungan forward link budget digunakan data-data seperti pada tabel 3.3 sebagai berikut : [3] 4.1. Prediksi Jumlah Pelanggan Potensial Berdasarkan rekomendasi ITU Rec M 1930, data prediksi jumlah pengguna potensial per km2 (density user potensial/km2) untuk wilayah sub urban adalah 40 pelanggan per km2. Kecamatan Cibeber sebagai wilayah sub urban mempunyai luas area 68,24 km2, pelanggan potensial di wilayah tersebut berjumlah 2.730 pelanggan. Jika di asumsikan pertumbuhan jumlah pengguna pelanggan 10%, 15 % dan 20 % per tahun, maka asumsi prediksi jumlah pelanggan potensial maksimal untuk 5 tahun sampai dengan 15 tahun dapat di hitung
Tabel. 4.3 Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 20%
4. Tabel 4.4 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 10%, prosentase jumlah pelanggan voice 80 % dan pelanggan data 20%. Tabel. 4.4. Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 10%
5. Tabel 4. adalah hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 15 %, prosentase jumlah pelanggan voice 80 % dan pelanggan data 20%.
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 67
Tabel. 4.5. Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 15%
6. Tabel 4.6 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 20 %, prosentase jumlah pelanggan voice 80 % dan pelanggan data 20%. Tabel. 4.6. Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 20%
7. Tabel 4.7 adalah hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 10 %, prosentase jumlah pelanggan voice 70 % dan pelanggan data 30%.
4.2. Perhitungan Prediksi Kebutuhan Kanal dan Trafik Berdasarkan tabel erlang maka jumlah masing-masing kanal dengan GOS 1%, dengan tingkat kenaikan pelanggan 10%, 15% dan 20%, prosentase jumlah pelanggan voice dan data adalah 90% : 10%, 80% : 20% dan 70% : 30% dapat dilihat pada tabel 4.10. Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa dengan kenaikan jumlah pelanggan, maka jumlah kanal yang dibutuhkan juga akan bertambah. Penambahan jumlah kanal tersebut sesuai dengan kenaikan jumlah pelanggan, baik pelanggan voice atau pelanggan data, dengan prosentase pelanggan voice dan data tertentu. Tabel. 4.10. Tabel Jumlah Kanal 5 TAHUN
10 TAHUN
15 TAHUN
55
82
128
195
55
100
188
375
70% : 30%
55
121
275
700
90% : 10%
55
71
114
175
80% : 20%
55
90
170
325
6
70% : 30%
55
110
250
600
7
90% : 10%
55
66
100
155
80% : 20%
55
80
150
275
70% : 30%
55
97
222
510
NO
Tabel. 4.7. Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 10%
KENAIKAN PELANGGAN
1 2
Kenaikan 10%
3 4
8. Tabel 4.8 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 15 %, prosentase jumlah pelanggan voice 70 % dan pelanggan data 30%. Tabel. 4.8. Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 15%
9. Tabel 4.9 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi jumlah pelanggan dengan tingkat kenaikan 20 %, prosentase jumlah pelanggan voice 70 % dan pelanggan data 30%. Tabel. 4.9. Tabel Prediksi ksi Pelanggan dengan kenaikan 20%
Pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.9, terlihat dengan bahwa dengan bertambahnya waktu setiap lima tahun dan tingkat kenaikan pelanggan tertentu maka jumlah pelanggan akan naik secara significant baik itu untuk pelanggan voice maupun pelanggan data. Pada grafik pelanggan akan mengalami kenaikan secara dratis pada tahun ke sepuluh. 68
5
8 9
Kenaikan 15%
Kenaikan 20%
VOICE : DATA (%)
EXISTI NG
90% : 10% 80% : 20%
4.2.1. Perhitungan Prediksi Kebutuhan Trafik Layanan Voice. Berdasarkan rata-rata call duration adalah 120 detik, BHCA = 1,25 call BH/subs dan activity factor untuk layanan voice = 0,4 (sub-bab 2.4.d). Dengan data-data tersebut, maka kebutuhan trafik (offered traffic) tiap pelanggan untuk layanan voice dapat dihitung dengan persamaan (2.2). Persamaan (2.2) didapatkan jumlah pengguna layanan voice akan didapatkan kebutuhan trafik (offered traffic) dapat di hitung dengan persamaan (2.3) Dengan didapatkan kebutuhan trafik (offered traffic) dalam erlang dan ditetapkan GOS 1% maka jumlah kanal yang dibutuhkan untuk trafik dengan nilai tertentu (lihat tabel erlang). Pada sistem CDMA 2000 1x untuk mengakomodasikan layanan voice digunakan fundamental channel dengan data rate sebesar 9.6 Kbps/kanal (rate set 1) atau 14,4 Kbps/kanal (rate set 2).
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
Apabila pada perencanaan yang akan dilakukan di wilayah kecamatan Cibeber menggunakan data rate 14,4 Kbps/kanal, maka jumlah kebutuhan trafik (offered traffic) dalam satuan bps dihitung dengan persamaan (2.4) CDMA 2000 1x sebagai teknik multiple access berdasarkan teknik spread spectrum pada kanal frekuensi dan waktu yang sama, setiap user mempunyai kode sandi pseudorandom tersendiri dimana kode sandi orthogonal dari seluruh kode sandi lainnya. CDMA 2000 1x menggunakan chip rate sebesar 1,2288 Mcps dan spasi kanal 1,25 MHz.
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10). Pada table di bawah ini adalah hasil perhitungan traffic dengan kenaikan pelanggan 10%, 15% dan 20%, prosentase jumlah pelanggan voice dan data adalah 90% : 10%, 80% : 20% dan 70% : 30% adalah sebagai berikut ; 1. Tabel 4.11 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 10 %, prosentase jumlah pelanggan voice 90 % dan pelanggan data 10%. Tabel. 4.11. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 10 %
4.2.2. Perhitungan Prediksi Kebutuhan Trafik Layanan Data Kebutuhan trafik untuk layanan paket data dengan average throughput per user adalah 129,77 Kbyte BH/subscriber, dapat dihitung dengan persaman (2.5). Karena dalam prakteknya troughput tidak mungkin 100% dan jaringan data juga mengalami blocking, maka Jumlah offered traffik untuk layanan data di atas harus ditambah untuk mengantisipasi blocking yang terjadi. Apabila diasumsikan blocking yang terjadi adalah 1%, maka untuk mengantisipasi adanya blocking tersebut kebutuhan trafik yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan (2.6) 4.2.3. Perhitungan Total Offered Traffic per Site Diketahui data-data parameter dari tabel (3.1) yang digunakan untuk perhitungan yaitu sebagai, W = 1,2288 Mcps, R = 14,4 Kbps, Eb/No = 7 dB = 5, β = 2,4, α = 1 dan f = 0,6 Dengan data parameter tersebut diatas maka dihitung jumlah kanal per cell site dengan menggunakan persamaan (2.7). Jumlah kanal per sektor dihitung dengan persamaan (2.8). Dengan data rate 14,4 Kbps dan jumlah kanal per sektor adalah 9 kanal, maka total offered traffic yang dapat diakomodasikan oleh suatu frekuensi pembawa dalam satu sektor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.9) Jika dalam perencanaan ini digunakan sistem antena three sectoral dengan gain sectoral 2,6, maka total offered traffic per cell site
2. Tabel 4.12 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 15 %, prosentase jumlah pelanggan voice 90 % dan pelanggan data 10%. Tabel. 4.12. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 15 %
3. Tabel 4.13 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 20 %, prosentase jumlah pelanggan voice 90 % dan pelanggan data 10%. Tabel. 4.13. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 20 %
4. Tabel 4.14 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 10 %, prosentase jumlah pelanggan voice 80 % dan pelanggan data 20%. Tabel. 4.14. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 10 %
5. Tabel 4.15 adalah perhitungan prediksi
Tabel Offered
hasil Traffic
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 69
dengan tingkat kenaikan 15 %, prosentase jumlah pelanggan voice 80 % dan pelanggan data 20%. Tabel. 4.15. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 15 %
6. Tabel 4.16 adalah hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 20 %, prosentase jumlah pelanggan voice 80 % dan pelanggan data 20%. Tabel. 4.16. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 20 %
7. Tabel 4.17 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 10 %, prosentase jumlah pelanggan voice 70 % dan pelanggan data 30%. Tabel. 4.17. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 10 %
8. Tabel 4.18 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 15 %, prosentase jumlah pelanggan voice 70 % dan pelanggan data 30%.
Dari tabel 4.11 sampai dengan tabel 4.19dapat diketahui bahwa dengan kenaikan jumlah pelanggan, maka kanal yang dibutuhkan juga akan makin bertambah. Dengan bertambahnya jumlah kanal maka dari tabel dan gambar tersebut dapat dikataui bahwa kebutuhan Offered traffik juga akan bertambambah. Kenaikan/penambahan offered traffik juga secara signifikan dengan tingkat kenaikantertentu, dan prosentase pelanggan voice data tertentu pula. 4.3. Perhitungan Jumlah Cell site Dari hasil perhitungan total offered dan total offered trafficcell, maka jumlah cell site yang dibutuhkan untuk mencakup luas wilayah kecamatan Cibeber dapat dihitung dengan persamaan (2.11). Karena luas wilayah kecamatan Cibeber sebesar 68,24 km2, maka luas wilayah area cakupan tiap cell site dapat dihitung dengan persamaan (2.12). Apabila luas tiap cell site telah didapatkan, maka jarijari cell site (Radius cell site) dapat dihitung dengan persamaan (2.13). Hasil Perhitungan Jumlah cell site, Luas/cell site dan Radius /cell site dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.20 adalah hasil perhitungan untuk menentukan jumlah cell site dengan tingkat kenaikan tertentu. Tabel. 4.20. Jumlah Cell Site dengan Kenaikan 10%, 15% dan 20%
Tabel. 4.18. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 15 %
9. Tabel 4.19 adalah Tabel hasil perhitungan prediksi Offered Traffic dengan tingkat kenaikan 20 %, prosentase jumlah pelanggan voice 70 % dan pelanggan data 30%. Tabel. 4.19. Offered Traffic dengan kenaikan Pelanggan 20 %
70
Dengan kenaikan jumlah pelanggan, jumlah kanal dan traffiknya juga akan semakin naik, maka kebutuhan akan sell site juga akan bertambah. Karena kapasitas setiap cell site akan dibatasi oleh jumlah pelanggan/traffik/kanal, sehingga jika pelangganya sudah mencapai maksimal, maka perlu penambahan cell site tabel 4.20 . Penambahan jumlah cell site dengan tingkat kenaikan tertentu tidak akan terpengaruhi oleh prosentase pelanggan voice dan pelanggan data. Prosentase pelanggan voice dan data akan mempunyai kenaikan jumlah cell site yang sama. Hasil perhitungan
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
luas/cell site dapat dilihat pada tabel 4.21 dibawah ini. Tabel 4.21. Luas/Cell Site dengan Kenaikan 10%, 15% dan 20%
Penambahan jumlah cell site, maka luas pada setiap cell site menjadi berkurang. Pada tabel 4.21, pada tingkat kenaikan pelanggan tertentu tanpa melihat perbandingan jumlah pelanggan voice dan pelanggan data, pengurangan luas/cell site akan sama pada kenaikan setiap lima tahun. Tabel 4.22. Radius/Cell Site dengan Kenaikan 10%, 15% dan 20%
Karena luas setiap cell site menjadi berkurang, maka radius dari setiap cell site juga akan menjadi berkurang juga. Berkurangnya radius setiap cell site tidak dipengaruhi oleh perbandingan jumlah pelanggan voice dan pelanggan data pada dsetiap kenaikan tertentu, sehingga akan sama pada setiap lima tahun. 4.4. Perhitungan Link Budget Dalam perhitungan link budget dibagi ke dalam dua bagian, yaitu perhitungan reverse link budget dan perhitungan forward link budget. Reverse link budget adalah perhitungan link budget dari sisi BTS ke MS, sedangkan perhitungan forward link budget adalah perhitungan link budget dari sisi MS ke BTS. 4.4.1.
Perhitungan Reverse Link Budget
Untuk perhitungan link budget arah forward, data teknis perangkat digunakan untuk mengetahui perbandingan energy per bit to interference ratio (Eb/Io).
persamaan (2.14) dan (2.15), dengan model propagasi dengan menggunakan persamaan Okumura–Hatta, maka dapat dibandingkan path loss maksimum hasil perhitungan link budget dengan perhitungan path loss pada cell site hasil perencanaan. Dengan mengetahui tinggi antena base station dan antena MS, maka perhitungan path loss menggunakan model propagasi Okumura– Hatta sesuai persamaan (2.16). Dengan terlebih dahulu dihitung faktor koreksi antena mobile station a(hr) dengan menggunakan persamaan (3.17) 4.4.2.
Perhitungan Forward Link Budget
Data-data pada tabel 3.3 tersebut di atas dapat dihitung berapa nilai Eb/Io atau perbandingan antara energy per bit dengan total interference pada traffic channel yaitu dengan menggunakan persamaan (2.18). Sedangkan untuk menghitung Energy per Bit at Full Rate pada persamaan (2.19). Total Interference to the Traffic Channel per Hz menggunakan persamaan (2.20). 4.5. Perhitungan Receive Signal Level Minimum (RSLm) Jika di ketahui data pada tabel 3.1, yaitu bit rate (R) 14,4 Kbps dan chip rate (W) 1,2288Mcps, maka processing gain (G) dapat dihitung dengan persamaan (2.23). Untuk menghitung total effective noise diperlukan data-data parameter Receiver Noise Figure = 10,1 dB (tabel 3.2), Konstanta Boltzmann (k) = 1,381 10-23 J/K, T = 290o Kelvin dan W 1,2288 Mcps Dari data-data tersebut, maka total effective noise penerima dapat dihitung dengan persamaan (2.22). hasil perhitungan processing gain (G), total effective dan interference margin (IM). Maka kuat sinyal penerimaan minimum (RSLm) dapat dihitung dengan persamaan (2.21). Tabel 4.23 adalah tabel perhitungan link Bugeting. Pada tabel 4.23 adalah tabel dan grafik dari hasil perhitungan link budgeting untuk mengetahui path loss pada trasnsmisi Seluler. Tabel 4.23. Tebel Link Budgeting untuk Path Loss
Pada tabel 3.1 diatas, maka dapat dihitung path loss maksimum dengan menggunakan Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 71
Dari tabel 4.23 dapat diketahui bahwa kenaikan pelanggan dengan tingkat kenaikan 10%, 10% dan 15% tidak terlalu mempengaruhi dalam perencanaan link budgeting, semakain bertambahnya jumlah cell site, maka luas/cell site menjadi semakin berkurang maka jarak radius link makin berkurang. Dengan semakin berkurangnya radius cell/ site maka semakin kecil besarnya path loss tersebut. Dengan nilai path loss yang kecil maka kualitas signalnya akan semakin bagus. 4.6. Rekapitulasi Analisis
Perhitungan
Tabel 4.26. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 20%
dan
Untuk perhitungan link budget, dibutuhkan data spesifikasi perangkat yang akan digunakan seperti Tx/Rx Power, Tx/Rx Total Connection Loss, Tx/Rx Antenna Gain, Noise Figure dan data-data yang lainnya. Pada perhitungan link budget arah reverse untuk mengetahui apakah daya yang diterima base station lebih besar dari sensitivitas perangkat penerima yang digunakan. Agar syarat tersebut terpenuhi, maka loss yang terjadi pada pelanggan di ujung site tidak boleh lebih dari loss maksimum yang diperbolehkan. Dengan mengacu perhitungan yang telah ditabelkan seperti pada pembahasan diatas, didapatkan rekapitulasinya sebagai berikut; 1. Rekapitulasi hasil perhitungan dengan pelanggan voice 90%, data 10 % rate pertunbuhan jumlah pelanggan masingmasing pada 10 %, 15 %, 20% tabel 4.24, 4.25 dan 4.26 2. Rekapitulasi hasil perhitungan dengan pelanggan voice 80%, data 20 % dengan rate pertunbuhan jumlah pelanggan masing-masing pada 10 %, 15 % dan 20% tabel 4.27, 4.28 dan 4.29. 3. Rekapitulasi hasil perhitungan dengan pelanggan voice 70%, data 20 % dengan rate pertunbuhan jumlah pelanggan masing-masing pada 10 %, 15 % dan 20%, tabel 4.30, 4.31 dan 4.32. Tabel 4.24. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 10%
72
Tabel. 4.25. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 15%
Tabel 4.27. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 10%
Tabel 4.28. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 15%
Tabel 4.29. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 20%
Tabel 4.30. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 10%
Tabel 4.31. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 15%
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
Tabel 4.32. Rekapitulasi Perhitungan cell site Kenaikan 20%
Sedangkan rekapitulasi hasil perhitungan Path loss dengan pelanggan voice 70%, data 20 % dengan rate pertunbuhan jumlah pelanggan masing-masing pada 10 %, 15 % dan 20%, tabel 4.33
4.
Tabel 4.33. Rekapitulasi Path Loss pada Link Budgeting
5. Dari Rekapitulasi tabel hasil perhitungan, maka karena wilayah cibeber termasuk dalam suburban dengan tingkat kenaikan pelanggan 10%, dan prosentase pelanggan voice dan data adalah 90% : 10%, dengan data seperti pada tabel diatas. 5. KESIMPULAN
Analisa Perencanaan Jaringan Seluller CDMA CDMA 20001x (Telkom flexi) untuk layanan voice dan data dalam waktu 15 tahun ke depan adalah sebagi berikut; 1. Bertambahnya waktu setiap lima tahun dan tingkat kenaikan pelanggan tertentu maka jumlah pelanggan akan naik secara linier baik pelanggan voice ataupun pelanggan data. Kenaikan pelanggan akan mengalami kenaikan secara dratis pada tahun ketiga ( 10 tahun ke 15 tahun) yaitu dari 7.081 pelanggan menjadi 11.404 pelanggan. Penambahan jumlah kanal tersebut sesuai dengan kenaikan jumlah pelanggan, baik pelanggan voice atau pelanggan data, dengan prosentase pelanggan voice dan data tertentu. 2. Jika jumlah kanal bertambah, maka kebutuhan Offered traffik baik itu untuk voice maupun data juga akan bertambah karena dibutuhkan lalu lintas traffic yang padat. 3. Kenaikan jumlah pelanggan, jumlah kanal dan traffiknya akan sangat berpengaruh terhadap jumlah Cell Site, dan jumlah cell site juga harus bertambah juga. Karena kapasitas setiap cell site akan dibatasi oleh jumlah
6.
7.
pelanggan/traffik/kanal, sehingga jika pelangganya sudah mencapai maksimal, maka perlu penambahan cell site. Penambahan jumlah cell site dengan tingkat kenaikan tertentu tidak akan terpengaruhi oleh prosentase pelanggan voice dan pelanggan data. Prosentase pelanggan voice dan data akan mempunyai kenaikan jumlah cell site yang sama. Pentambahan jumlah cell site, maka akan mengakibatkan luas pada setiap cell site akan menjadi berkurang, pada tingkat kenaikan pelanggan tertentu tanpa melihat perbandingan jumlah pelanggan voice dan pelanggan data, pengurangan luas/cell site akan sama pada kenaikan setiap lima tahun. Karena luas setiap cell site menjadi berkurang, maka radius dari setiap cell site juga akan menjadi berkurang juga. Berkurangnya radius setiap cell site tidak dipengaruhi oleh perbandingan jumlah pelanggan voice dan pelanggan data pada dsetiap kenaikan tertentu, sehingga akan sama pada setiap lima. Kenaikan pelanggan dengan tingkat kenaikan 10%, 15% dan 20% tidak terlalu mempengaruhi dalam link budgeting yaitu dari 130 dB, 127 dB dan 122,6 dB. Semakin dekat jarak radius link maka semakin kecil besarnya path loss tersebut, dengan besar path loss makin kecil maka kualitas signalnya akan semakin bagus. Dari semua analisa perhitungan tersebut, maka karena wilayah Cibeber termasuk dalam suburban dengan tingkat kenaikan pelanggan masih dibawah10%, dan prosentase pelanggan voice dan data berkisar pada 90% : 10%.
DAFTAR PUSTAKA
1]. Harri Holma, Antti Toskalla, WCDMA for UMTS, John Willey&Sons, London,2000. 2]. Kim, Young II, Handbook of CDMA System Design, Engineering and Optimization, Prentice Hall PTR, 2000. 3]. Kurniawan, Uke, Konsep Dasar Sistem Cellular, (http://www.stt-telkom.ac.id / siskomber / konsep dasr sistem seluler modul 02.ppt). 4]. Kurniawan, Uke, Diktat kuliah parameter traffic cellular CDMA 2000
Analisa Perencanaan Jaringan Seluler CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) Untuk Layanan Voice dan Data (Waryani) 73
5].
6].
7]. 8].
9].
10]. 11].
12].
74
1x, (http://www. stt-telkom.ac.id / siskomber / traffic engineering.doc). Kurniawan, Uke, Diktat Kuliah 3G Network, (http://www.stt-telkom.ac.id / siskombber / 3G Network.pdf). Mufti, Nachwan,ST., Sistem Komunikasi Bergerak, (http://www.google.co.id /mobilecomm.labs / siskomber seluler.pdf). Santoso, Gatot, Sistem Seluler CDMA, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2004. Santoso, Gatot, Sistem Seluler WCDMA, Graha Ilmu, cetakan ke-1, Yogyakarta, 2006. Smith Clint,P.E. Collins Daniel, 3G Wireless Networks, McGraw-Hill Telecommunications, New York, 2002. Sunomo, Pengantar Sistem Komunikasi Nirkabel., Grasindo, Jakarta, 2004. Telkom Training Centre, Dasar Teknologi Wireless CDMA, PT. Telkom Indonesia, Bandung, 2003. Yang, S. C, CDMA RF System Engineering, Artech House, London, 1998.
13]. http://google.co.id/market scenario of UMTS/IMT-2000 network Market scenario of UMTS / IMT-2000 network, (.pdf). 14]. William C. Y. Lee, Mobile Communications Design Fundamental, Second Edition, John Wiley & Sons, Ins, 1999 15]. Freeman, Telecommunications Hand Book, Third Editions, John Wiley & Sons, Ins 16]. Aizal Zulfikar, Analisa system Perencanaan Jaringan Seluller CDMA 2000 1x (Telkom Flexi) di Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur PENULIS :
Ir. Waryani, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan, Bogor
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (57-74)
PERENCANAAN TEKNIS JALAN WILAYAH SELATAN PROVINSI BENGKULU DENGAN MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDPJ) NOMOR 02/M/BM/2013 Oleh:
Arif Mudianto
Abstrak Jaringan jalan merupakan infrastruktur sebagai bagian dari rencana struktur ruang dalam rencana tata ruang wilayah yang akan mendorong kegiatan pembangunan baik yang bersifat struktural maupun spatial (keruangan) yang akan saling berinteraksi dan bersinergi dalam menciptakan terwujudnya pemerataan pembangunan secara berkelanjutan. Ruas Jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno berada di Kota Bengkulu berbatasan dengan Kabupaten Seluma. Suatu hal yang menjadi perhatian bahwa kondisi sarana dan prasarana ruas jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno Provinsi Bengkulu mengalami kerusakan mulai dari penampang melintang yang tidak benar, lapis permukaan yang keriting, lubang, alur dan agregat lepas. Untuk mengatasi hal tersebut maka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) Provinsi Bengkulu merencanakan peningkatan ruas jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno – Provinsi Bengkulu. Perhitungan tebal perkerasan jalan ini menggunakan cara Manual Desain Perkerasan Jalan (MDPJ) Nomor 02/M/BM/2013 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Marga pada tahun 2013. Pedoman ini merupakan pelengkap pedoman desain perkerasan Pd T-01-2002-B dan Pd T-14-2003. Hasil perhitungan didapat penanganan perbaikan ruas Jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno adalah dengan overlay struktural dengan umur rencana 15 tahun, dengan tebal perkerasan 80 mm (8cm) terdiri dari lapisan AC-WC 40 mm (4 cm) dan AC-BC 40 mm (4 cm). Kata kunci: Tebal Perkerasan, Lalu Lintas, CESAL 1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam merencanakan peningkatan jalan yang menyangkut kehidupan orang banyak harus diperhatikan syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku, agar perencanaan peningkatan jalan dapat memberikan dampak perjalanan yang memadai bagi pemakai jalan, dalam arti dapat terpenuhinya azas kenyamanan, keamanan dan kelancaran. Perancangan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu dengan menggunakan cara Manual Desain Perkerasan Jalan (MDPJ) Nomor 02/M/BM/2013 dilakukan untuk menentukan cara penanganan yang perlu dilakukan untuk peningkatan ruas jalan
Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno yang telah mengalami kerusakan pada permukaan jalan. Peningkatan ruas jalan ini sangat perlu dilakukan karena ruas jalan ini menghubungkan wilayah-wilayah dibagian selatan Provinsi Bengkulu. Perencanaan teknis ini diharapkan akan lebih adaptif dan aplikatif sehingga dapat menjadi pedoman dalam rencana pembangunan fisik nantinya. 1.2. Maksud dan Tujuan 1)
Maksud a) Perencanaan teknis adaptif dan aplikatif.
yang
lebih
Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunakan Manual….(Arif Mudianto)
75
b) Menjadi pedoman untuk pelaksanaan pembangunan fisik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lalu Lintas 2)
Tujuan a) Untuk menentukan cara penanganan peningkatan perkerasan jalan b) Untuk menentukan jenis dan tebal lapis perkerasan untuk peningkatan jalan
1.3. Gambaran Umum Lokasi Studi
Perencanaan teknis jalan mengambil lokasi kegiatan di ruas jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno. Ruas jalan dengan Sta 10+800 – 11+800 sepanjang 1 (satu) km ini berada di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Ruas jalan yang menjadi lokasi kegiatan merupakan jalan kolektor perkotaan yang menghubungkan Kota Bengkulu dengan kota/ kabupaten diwilayah selatan Provinsi Bengkulu (seperti Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur), terlebih lagi ruas jalan ini menghubungkan Bandara Fatmawati Soekarno dengan Kota Bengkulu sebagai Ibu Kota Provinsi Bengkulu sehingga memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam mendukung perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Secara umum jaringan jalan Provinsi Bengkulu dapat terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.1. Peta Jaringan Jalan Provinsi Bengkulu 76
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan tebal lapis perkerasan adalah: 1) Lalu lintas harian rata-rata (LHR) LHR atau Average Daily Traffic/ADT adalah volume lalu lintas rata-rata setiap jenis kendaraan dalam satu hari. ∑ni=0. ∑n Kij. Fi LHR = N Dimana : Kij = Jumlah kendaraan jenis I yang diamati = pada hari ke j i = Jenis kendaraan j = Hari ke – j N = Jumlah hari pengamatan Fi = Faktor koreksi untuk jenis kendaraan 2) Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) atau Annual Average Daily Traffic/AADT dihitung dari jumlah total kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan selama satu tahun dibagi jumlah hari yang bersangkutan, dinyatakan dalam satuan kendaraan per hari atau satuan mobil penumpang per hari (SMP/hari). LHRT atau AADT di rumuskan sebagai berikut : ∑ni=0 LHRi LHRT = n Dimana : AADT = Lalu lintas harian rata-rata = tahunan VLH = Volume lalu lintas harian n = Jumlah hari dalam tahun yang = bersangkutan, n = 365 hari i = Jenis Kendaraan
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (75-83)
2.2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data–data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada Tabel 1 digunakan sebagai nilai minimum. Tabel 2.1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk desain Jenis Arteri dan perkotaan (%) Kolektor rural (%) Jalandesa (%)
2011–2020 5 3,5 1
> 2021–2030 4 2,5 1
Sumber: MDPJ, 2013
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut: 𝑅=
(1 + 0.01𝑖)𝑈𝑅 − 1 0.01𝑖
Dimana: R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas i = Tingkat pertumbuhan tahunan (%) UR = Umur rencana (tahun) 2.3. Cumulative Equivalent Single Axle
Load (CESA) Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai: ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF) CESA = ESA x 365 x R Dimana: ESA : Lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk 1 (satu) hari LHRT : Lintas harian rata–rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual) diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal 120 kN. 2.4. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban
(Vehicle Demage Factor/VDF) Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting. Beban lalu lintas dapat diperoleh dari: 1) Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain. 2) Studi jembatan timbang yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap cukup representatif untuk ruas jalan yang didesain. 3) Tabel 4.5 4) Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Ketentuan untuk pengumpulan data beban lalu lintas dapat dilihat dalam Tabel berikut: Tabel 2.2. Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas Spesifikasi Penyediaan Sumber Data Beban Prasarana Jalan Lalu Lintas Jalan Bebas Hambatan 1 dan 2 (untuk jalan baru) Jalan Raya 1 atau 2 atau 4 Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4 Jalan Kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4 Sumber: MDPJ, 2013
2.5. Level Desain dan Pemicu Penanganan Terdapat dua tahap dalam analisis dan penanganan perkerasan: 1) Tahap Perencanaan Pemograman (Tingkat Jaringan); Pemilihan calon ruas secara luas dan penanganan global 2) Tahap Desain (Tingkat Proyek); Pengujian dengan interval pendek dan penanganan terinci untuk segmen-segmen yang seragam
Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunakan Manual….(Arif Mudianto)
77
Tabel 2.3. Umur Rencana, Hubungan Nilai Pemicu Penanganan dan Jenis Pelapis Perkerasan
2.6. Penentuan Tebal Lapis Tambah
dengan Lendutan Maksimum Untuk menentukan tebal digunakan Grafik berikut :
Tebal Overlay Aspal (mm)
Sumber: MDPJ, 2013
Nilai Pemicu dalam manual didefinisikan sebagai nilai batas dimana suatu penanganan perlu atau layak dilaksanakan.
lapis
tambah
Beban Lalu Lintas Desain (ESA)
WMAPT 41°C
Lengkungan Karakteristik Sebelum Overlay (mm)
Gambar 2.2. Grafik Solusi Overlay Berdasarkan Lendutan Benkelman Beam untuk WMAPT 41°C
3. METODOLOGI
Gambar 2.1. Grafik Pemicu Konseptual untuk Penanganan Perkerasan Tabel 2.4. Memberikan nilai pemicu untuk tahap pelaksanaan untuk suatu kisaran tingkat lalu lintas
Metode yang gunakan adalah survei deskriptif (deskriptive survey methode) berupa pengumpulan data yang terdiri dari: 3.1. Survei Topografi
Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinat dan ketinggian permukaan tanah sepanjang rencana trase jalan didalam koridor yang ditetapkan untuk penyiapan peta topografi dengan skala1:1000 yang akan digunakan untuk perencanaan geometrik jalan dan perencanaan pengukuran jalan. Pengkuran topografi meliputi: 1) Pengolahan data Kerangka Horisontal. 2) Pengolahan data kerangka Vertikal 3) Pengolahan data Detail Situasi
Sumber: MDPJ, 2013
78
Proses pengambilan data untuk Topografi mengacu pada Pedoman Pengukuran Topografi Nomor 010/PW/2004, atau Pedoman lain yang dipersyaratkan. Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (75-83)
3.2. Survei Geoteknik Survei geoteknik dilakukan dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP). DCP test ini dilakukan untuk mendapatkan nilai CBR (California Bearing Ratio) yang akan digunakan untuk menentukan tebal perkerasan berdasarkan proyeksi lalu lintas dan umur rencananya.
yang digunakan mengikuti Petunjuk Teknis Perancangan dan Penyusunan Jalan – Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia dan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30% jumlah sepeda motor.
3.3 . Survei Lalu Lintas 3.4. Survei Bengkelman Beam Tujuan dari survei lalu lintas adalah untuk mengetahui berapa besar Lalu lintas harian (LHR) dari masing-masing jenis kendaraan yang melewati ruas jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno. Pada perkerjaan ini survei dilakukan selama 7 (tujuh) hari selama 24 jam yang dibagi dalam 3 (tiga) shift survei, masing-masing shift 8 (delapan) jam. Pembagian shift tersebut sebagai berikut: 1) Shift Kesatu : Pkl. 06.00-14.00 2) Shift Kedua : Pkl. 14.00-22.00 3) Shift Ketiga : Pkl. 22.00-06.00 Jenis kendaraan yang diamati terdiri dari 3 (tiga) kelompok kendaraan yaitu kendaraan pribadi, kendaraan umum, dan kendaraan angkutan barang. Adapun golongan dan jenis kendaraan disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Golongan dan Jenis Kendaraan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Golongan Kendaraan 1 2 3 4 5A 5B 6A 6B 7A 7B 7C 8
Jenis Kendaraan Sepeda motor Sedan, Jeep, St. Wagon Non Bus, Bemo Pick-Up, Mickro Truck Bus Kecil Bus Besar Truck 2 as Kecil Truck 2 as Besar Truck 3 as Truck Gandeng Truck Semi Trailer Truck Trailer
Metode pengujian ini dimaksudkan sebagai penanganan dalam pengujian perkerasan jalan dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB). Bengkelman Beam Test digunakan dengan mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis perkerasan jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh pengujian beban tertentu. Data yang diperoleh dilapangan digunakan untuk penilaian struktur perkerasan, perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan dan perencanaan teknis perkerasan atau lapis tambah diatas permukaan lama. 3.5. Survei Inventarisasi Jalan Tujuan dari survei inventarisasi jalan adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai sarana dan prasarana transportasi jalan yang meliputi kondisi fisik dari jalan dan kualitas permukaan jalan dalam kaitannya dengan kenyamanan berkendaraan.
Sumber: MDPJ, 2013
Informasi yang dikumpulkan dalam survei inventarisasi jalan meliputi: 1) Panjang ruas jalan 2) Fasilitas pejalan kaki, bahu jalan, dan drainase 3) Kondisi permukaan jalan 4) Kondisi ruas jalan
Pelaksanaan survei dilakukan dengan mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual Pd T-192004-B. Formula perhitungan nilai LHR
Adapun acuan yang digunakan untuk pelaksanaan survei didasarkan pada “Tata Cara Pelaksanaan Survei Inventarisasi Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina
Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunakan Manual….(Arif Mudianto)
79
Marga Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. 4.
Tabel 4.3. Lalu Lintas Harian (LHR) dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT)
DATA DAN PERHITUNGAN
4.1. Data Umum Proyek Nomor Ruas Nama Ruas
: 018 11 K ::Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno Panjang Ruas Jalan : 1+000 km STA Awal – STA Akhir : 10+800 – 11+800 Tipe Ruas Jalan : 1 Arah 2 Lajur Tahun Survei : 2015 Umur Rencana : 15 Tahun Tahun 2015-2020 : 5 Tahun Tahun 2020-2030 : 10 Tahun Fungsi dan Status Ruas : Jalan Perkotaan Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas: Tahun 2015-2020 : 5% Tahun 2020-2030 : 4% Umur Rencana Pemicu : 10 Tahun Tahun 2015-2020 : 5 Tahun Tahun 2020-2025 : 5 Tahun Spesifikasi Prasarana Jalan: Jalan Raya Tabel 4.1 Hasil Survei Lalu Lintas Harian Golongan Kendaraan 1 2 3 4 5A 5B 6A 6B 7A 7B 7C 8
Jenis Kendaraan Sepeda Motor Sedan, Jeep, St Wagon Non Bus, Bemo Pick Up, Mobil Hantaran, Micro Truck Bus Kecil Bus Besar Truck 2 as (L) Truck 2 as (H) Truck 3 as Truck Gandeng Truck Semi Trailer Truck Trailer
Sumber: Hasil Survei, 2015
Tabel 4.4. CESAL Pemicu4 Sebelum Tahun 2020
Sumber: Hasil Survei, 2015
LHR 13.171 5.208 8 658 7 4 282 377 19 0 0 0
Tabel 4.4. CESAL Pemicu4 Sebelum Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.2. Lalu Lintas Harian (LHR) Pemicu dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) Pemicu
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.4. CESAL Pemicu4 Sebelum Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015 Sumber: Hasil Survei, 2015
80
Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (75-83)
Tabel 4.5. CESAL Pemicu4 Diatas Tahun 2020
Tabel 4.6. CESAL5 Sampai Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.5. CESAL Pemicu4 Diatas Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.6. CESAL5 Sampai Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.5. CESAL Pemicu4 Diatas Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015
Tabel 4.7. CESAL5 Diatas Tahun 2020
Sumber: Hasil Survei, 2015
Tabel 4.6. CESAL5 Sampai Tahun 2020 Sumber: Hasil Survei, 2015
Tabel 4.7. CESAL5 Diatas Tahun 2020 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015 Sumber: Hasil Survei, 2015
Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunakan Manual….(Arif Mudianto)
81
Tabel 4.7. CESAL5 Diatas Tahun 2020 (Lanjutan)
Total CESAL5 < 2020 Total CESAL5 > 2020 TOTAL CESAL5
= 0,817 x 106 = 8,951 x 106 = 9,769 x 106
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.8. Muatan Sumbu Terberat (MST)
Gambar. 4.1. Grafi Penanganan Perkerasan
Sumber: Hasil Survei, 2015 Tabel 4.8. Muatan Sumbu Terberat (MST) (Lanjutan)
Sumber: Hasil Survei, 2015
4.2. Perhitungan Pengaruh Pemicu Total CESAL Pemicu4 < 2020 Total CESAL Pemicu4 > 2020 TOTAL CESAL Pemicu Umur Rencana Pemicu Lendutan Bengkelman Beam
= 0,817 x 106 = 3,607 x 106 = 4,424 x 106 = 10 tahun = 1,323 mm
1) Berdasarkan Grafik 1 Pemicu Konseptual untuk Penanganan Perkerasan, dengan nilai CESAL5 = 9,769 x 106 dan nilai lendutan BB = 1,323 diperoleh bahwa secara konseptual penanganan peningkatan ruas jalan Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno dengan lapis tambah struktural. 2) Dengan Pemicu lendutan 1; indikator dimana lapis tambah struktural dibutuhkan. 3) Berdasarkan Grafik Solusi Overlay Berdasarkan Lendutan Benkelman Beam untuk WMAPT 41°C, dengan nilai CESAL5 = 9,769 x 106 dan nilai lendutan BB = 1,323 mm diperoleh tebal Overlay Asphalt sebesar 80 mm.
1) Berdasarkan Tabel 2.3 didapat Penanganan peningkatan jalan ruas Pagar Dewa – Simpang Bandara Fatmawati Soekarno dengan Overlay Struktural – 15 tahun 2) Berdasarkan Tabel 2.4 dengan hasil lendutan BB > 1,2 mm dan dengan lalu lintas untuk 10 tahun (juta ESA/Lajur) berkisar 2 – 5 didapat jenis lapir permukaan untuk penanganan peningkatan jalan berupa lapisan AC 4.3. Perhitungan Lebar Perkerasan
82
Gambar 4.2. Grafik Solusi Overlay Berdasarkan Lendutan Benkelman Beam Jurnal Teknologi, Vol. I, Edisi 25, Periode Juli-Desember 2014 (75-83)
Tabel 4.9. Tebal Overlay Berdasarkan Lendutan Benkelman Beam
STA - STA 10+800
11+800
NILAI CESA
LENDUTAN DESAIN
9,770
1,32
TEBAL OVERLAY
DAFTAR PUSTAKA
1.
(mm) 80
4) Dengan tebal overlay 40 mm, maka direncanakan tebal lapis perkerasan jenis AC dengan lapisan AC-WC = 40 mm dan AC-BC = 40 mm.
2.
3. 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1.
2.
3.
Berdasarkan hasil LHR, LHRT, beban sumbu kendaraan setiap jenis kendaraan, konfigurasi sumbu dan tingkat pertumbuhan lalu lintas didapat nilai CESAL Pemicu 4 = 4,423 x 106, dan CESAL 5 = 9,769 x 106 Penanganan peningkatan jalan pada ruas jalan Pagar Dewa – Bandara Fatmawati Soekarno akibat kerusakan jalan dilakukan dengan lapis tambah (overlay) struktural – 15 tahun. Jenis perkerasan didapat berupa lapis AC, dengan tebal 80 mm, yang terdiri dari lapisan AC-WC = 40 mm, dan ACBC = 40 mm.
4.
5.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Jalan Kota, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Nomor 36/T/BM/1997, Februari 1997. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur, Pd T-01-2002-B Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Perancangan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan, Pd T-05-2005 Hary Christady Hardiyatmo, Perancangan Perkerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah, Gajah Mada University Press, Nopember 2011 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Desain Perkerasan Jalan (MDPJ) Nomor 02/M/BM/2013, Juli 2013
PENULIS : Ir. Arif Mudianto. MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan, Bogor
5.2 Saran 1.
Dalam perencanaan perkerasan dengan menggunakan cara Manual Desain Perkerasan Jalan (MDPJ) Nomor 02/M/BM/2013, sangat perlu diperhatikan data-data seperti data lalu lintas dan Bengkelman Beam (BB) Test.
Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Selatan Provinsi Bengkulu Dengan Menggunakan Manual….(Arif Mudianto)
83