MAJALAH ILMIAH
ISSN 0854
0128
Gusnawaty HS, Muhammad Taufik, Sarawa M, Asmar Hasan dan Asdar : KAJIAN POTENSI AGENS HAYATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KUTIL (Synchytrium pogostemonis) PADA TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) Gusti Ayu Kade Sutariati, Sitti. Leomo dan Tresjia C. Rakian : KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BERBAGAI UKURAN UMBI DAN TEKNOLOGI LEISA Bahari : ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SAWAH PADA SENTRA PRODUKSI DI KABUPATEN BOMBANA DAN KABUPATEN KONAWE SELATAN Aminuddin Mane Kandari, Syamsu Alam dan Hasan: OPTIMASI LAHAN PERTANIAN BERBASIS AGROKLIMAT UNTUK PENGEMBANGAN PADI SAWAH MENGGUNAKAN METODE SPASIAL Suryanti, Bambang Hadisutrisno, Mulyadi, dan Jaka Widada : PERANAN JAMUR MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT LADA La Ode Safuan dan Hasbulah Syaf : PENGARUH STATUS HARA N, P DAN K TANAH SUB SOIL PADA LERENG YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Azhar Ansi : PENGARUH RESIDU PUPUK ORGANIK DAN NITROGEN (N) TERHADAP LAJU ASIMILASI BERSIH DAN PRODUKSI JAGUNG DAN KACANG TANAH DALAM SISTEM TUMPANGSARI Taane La Ola, Hartina Batoa dan Muh. Sahwa : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN IKAN ASIN DI PASAR SENTRAL LAINO RAHA KABUPATEN MUNA Putu Arimbawa, Muhammad Aswar Limi, dan Rosmawaty : PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN KERING DAN PEMANFAATAN WAKTU LUANG DI KECAMATAN LANDONO KABUPATEN KONAWE SELATAN Muhammad Aswar Limi: PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI JAGUNG MELALUI PENDEKATAN ANALISIS JALUR
VOLUME 24 NOMOR 01 JANUARI 2014
TERBIT TIGA KALI SETAHUN
14
KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BERBAGAI UKURAN UMBI DAN TEKNOLOGI LEISA Oleh: Gusti Ayu Kade Sutariati1*, Sitti. Leomo1, Tresjia C. Rakian1 ABSTRACT The objective of the research were to evaluated the effect of tuber size and LEISA Technologies on growth and yield of red onions. The research was conducted from March to October 2012, in Jati Bali village, South Konawe District. The experiment design was a randomized block design arranged in Splitplot pattern. The main factor was tuber size which consisted of 3 ie. Tuber size large, medium and small. The sub plot was LEISA technologies (combination of organic and inorganic fertilizers) which consisted of 5 treatments, namely: control, organic plus fertilizer, inorganic fertilizer, organic plus fertilizer + inorganic fertilizer, organic plus fertilizer + ½ inorganic fertilizer, organic plus fertilizer + ¼ inorganic fertilizer. Every treatment was replicated 3 times, therefore, overall there were 54 experimental units. Data obtained were analized using analysis of variance and followed with Duncan’s Multiple Range Test. The result indicated that tuber size medium (5-10 g) show better performance of growth and yield of onion bulbs than tuber size small and large. Similarly LEISA technologies with a combination of organic plus fertilizer (5 ton ha-1) and a half of the recommended dose of inorganic fertilizers (NPK 300 kg ha-1) was able to increase the growth and yield of onion. Keywords: LEISA, organic plus, inorganic, fertilizer, tuber size, onion
PENDAHULUAN Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomis tinggi yang memberikan kontribusi cukup besar dalam peningkatan kesejahteraan petani. Dalam stuktur perekonomian Indonesia, bawang merah memiliki peranan yang sangat penting sebagai bahan pendukung utama pemenuhan kebutuhan pangan pokok masyarakat. Hal ini sebenarnya dengan mudah dapat dicermati dari fenomena bahwa setiap masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari bawang merah sebagai bahan dasar bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Khusus di Sulawesi Tenggara, saat ini bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Persediaan terbatas dibandingkan dengan tingginya permintaan konsumen terhadap komoditas ini menyebabkan harga bawang merah melonjak hingga lebih dari 200%. Hampir semua persediaan bawang merah yang ada di 1
Sulawesi Tenggara masih dipasok dari luar daerah terutama dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara. Terbatasnya persediaan bawang merah di daerah ini disebabkan oleh terbatasnya produksi dan rendahnya minat masyarakat untuk membudidayakan komoditas ini. Berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara (2007), dari 10 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tenggara, hanya 5 kabupaten yang mengusahakan bawang merah yaitu Kabupaten Buton, Muna, Kolaka, Wakatobi dan Kolaka Utara dengan total luas panen hanya 200 ha dan total produksi 302.500 ton. Jika dibandingkan dengan rata-rata produksi nasional yang mencapai 10 ton/ha, maka rata-rata produksi bawang merah di Sulawesi Tenggara masih sangat rendah yaitu baru mencapai 15 ku/ha atau 1.5 ton/ha. Penyebab utama kurangnya minat masyarakat untuk membudidayakan komoditas ini, selain belum dipahaminya teknik budidaya bawang merah secara intensif dan komprehensif, adalah sulitnya
) Staf Pengajar Pada AGRIPLUS, Jurusan Agroteknologi Volume 24 Nomor Fakultas : 01Pertanian Januari 2014, Universitas ISSN 0854-0128 Halu Oleo, Kendari
14
15
memperoleh benih/bibit yang akan digunakan sebagai bahan tanam. Sebagian besar petani yang mengusahakan komoditas ini harus membeli benih dari luar daerah, karena belum tersedia di Sulawesi Tenggara. Jikapun ada, maka dapat dipastikan bahwa benih/bibit yang digunakan sangat tidak layak untuk dinyatakan sebagai bibit atau sumber benih (berdasarkan pengalaman peneliti), sehingga akan berdampak pada rendahnya produktivitas yang dicapai. Benih merupakan salah satu sarana produksi yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman hortikultura. Penggunaan benih yang bermutu rendah akan mengakibatkan persentase pertumbuhan bibit yang rendah dan kurang toleran terhadap cekaman abiotik serta lebih sensitif terhadap penyakit tanaman yang pada akhirnya akan menurunkan hasil. Kegagalan dalam persiapan atau penyediaan benih bermutu dapat menurunkan produktivitas tanaman. Oleh karena itu, benih yang akan digunakan sebagai bahan tanam (apalagi untuk budidaya skala komersial) haruslah benih varietas unggul berkualitas tinggi dan jelas identitas genetiknya, sehingga produktivitas tanaman meningkat. Selain penggunaan benih unggul berkualitas, keberhasilan peningkatan produksi tanaman (secara umum) tidak terlepas dari penggunaan pupuk buatan (kimia) dan pestisida. Pada umumnya varietas unggul membutuhkan masukan pupuk dalam jumlah besar di samping pestisida agar dapat mencapai potensi hasil yang optimal. Namun penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia yang berlebihan mengakibatkan struktur tanah dan lingkungan menjadi berubah, yaitu tanah menjadi tandus dan pertumbuhan hama dan penyakit sulit dikendalikan. Banyak usaha dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah yaitu dengan menerapkan pertanian organik. Namun kandungan hara pupuk
organik rendah sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar, konsekuensinya tenaga kerja yang digunakan juga besar dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi. Oleh karena itu pendekatan terpadu dengan menggunakan kombinasi pupuk kimia, pupuk organik dan pupuk hayati memberikan hasil yang terbaik dan lebih efisien. Sistem pertanian ini dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). LEISA adalah sistem usahatani yang memanfaatkan sumberdaya alam seperti pupuk organik serta sumber daya hayati (mikroba berguna) dalam bentuk pupuk hayati, namun penggunaan input luar (pupuk anorganik) masih diperbolehkan dalam jumlah yang lebih rendah selama produk yang dihasilkan aman dan sehat (Sutanto, 2002; Giovannucci, 2007). Untuk membedakannya dengan pupuk organik pada umumnya, maka dalam pola LEISA digunakan istilah pupuk organik plus, yaitu pupuk organik yang direkayasa dengan menambahkan mikroba tertentu (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dengan tujuan untuk meningkatkan atau memaksimalkan peran dari pupuk organik itu sendiri. Pupuk organik plus berperan penting dalam: (1) menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan Si, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, (3) dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat dikurangi, serta (4) sumber energi dan makanan bagi mikroba tanah untuk meningkatkan aktivitasnya dalam penyediaan hara tanaman. Meskipun kandungan unsur hara yang tersedia rendah, namun adanya penambahan mikroba berguna yang mampu memproduksi hormon tumbuh (IAA, giberelin, sitokinin), akan memberi nilai plus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kramany et al.,
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
16
2007; Sitepu et al., 2010; Sheela dan Usharani, 2013). Wilayah yang digunakan sebagai pilot project pengembangan produksi benih bawang merah berbasis LEISA adalah Kabupaten Konawe Selatan. Kegiatan penelitian dilakukan di lahan persawahan milik petani. Di antara ke-12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara dengan total areal persawahan seluas 110.929 ha, Kabupaten Konawe Selatan memiliki areal persawahan seluas 22.342 ha (Dinas Pertanian, 2008). Kebutuhan pengairan persawahan untuk wilayah ini pada umumnya masih mengandalkan air hujan, oleh karena itu para petani hanya mampu menanam padi sawah 1 atau 2 kali dalam setahun. Pada kondisi dimana petani tidak dapat menanam padi karena kondisi curah hujan yang rendah sehingga tidak mampu mengusahakan padi sawah, maka solusi strategis yang dapat dilakukan adalah usahatani bawang merah skala komersial, yang didukung dengan ketersediaan benih bawang merah yang berkualitas. Bawang merah merupakan tanaman sayuran semusim yang dapat berproduksi baik di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi + 1.100 m dpl, tetapi produksi maksimal dihasilkan di dataran rendah asalkan persyaratan iklim lainnya mendukung secara optimal. Tanaman ini menghendaki suhu 25o - 32oC dan iklim kering. Pada awal pertumbuhan tanaman, air menjadi faktor pembatas sehingga harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan tanaman. Sementara itu pada periode pembentukan umbi, secara berangsur-angsur air harus dikurangi karena jika berlebihan menyebabkan pembusukan umbi. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ukuran benih dan pupuk organik plus sebagai biofertilizer dalam pola LEISA untuk proses produksi benih bawang merah berkualitas dan
berkelanjutan. Hasil pengujian ini diharapkan dapat menjadi solusi strategis untuk memecahkan dua permasalahan utama dalam budidaya tanaman yaitu adanya tekanan biotik (mikroorganisme penggangu penyebab penyakit) dan abiotik (ketidaktersediaan unsur hara atau hormon yang dibutuhkan untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan tanaman). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober 2012 di lahan milik petani di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain benih bawang merah, pupuk organik plus (GAKSI), media perbanyakan bakteri (TSA), media konservasi bakteri, Bacillus sp. CKD061, serbuk bata merah, berbagai peralatan/bahan untuk kultur bakteri dan pengujian di lapangan mulai dari persiapan lahan, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Rancangan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Percobaan Lapangan untuk menguji efektivitas teknologi introduksi (pemupukan dengan pupuk organik plus dalam pola LEISA) yang akan diaplikasikan dalam budidaya bawang merah menggunakan benih dengan tiga kategori ukuran benih yaitu benih ukuran kecil (diameter siung cm), benih ukuran sedang (diameter siung cm), dan benih ukuran besar (diameter siung cm). Percobaan didesain dalam rancangan petak terpisah (split plot design) dengan rancangan lingkungan RAK (rancangan acak lengkap).
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
17
Adapun petak utama adalah ukuran benih (B) yaitu benih kecil (B1), benih sedang (B2) dan benih besar (B3). Sementara anak petak adalah teknologi LEISA dengan 6 perlakuan yaitu kontrol (L0), pupuk organik plus (L1), pupuk anorganik (L2), pupuk organik plus + pupuk anorganik (L3), pupuk organik plus + ½ pupuk anorganik (L4), dan pupuk organik plus + ¼ pupuk anorganik (L5). Dengan demikian secara keseluruhan terdapat 54 unit percobaan (3 ulangan). Perbanyakan Bacillus sp. CKD061 dan Aplikasi pada Benih Sebelum digunakan, rizobakteri (dalam tabung eppendorf) ditumbuhkan terlebih dahulu dalam medium TSA padat lalu diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh disuspensikan dalam akuades steril sampai kerapatan populasi 109 cfu ml-1 (Bai et al., 2002). Metode aplikasi Bacillus sp. CKD061 pada umbi bawang merah, menggunakan teknik biomatriconditioning, merupakan modifikasi dari metode sebelumnya (Sutariati dan Safuan, 2010). Aplikasi dilakukan dengan cara mencampur benih dengan media padatan serbuk bata merah dengan perbandingan benih:media:air = 2:1.5:1. Umbi bawang merah yang telah mendapat perlakuan diletakkan pada suhu kamar selama 12 jam. Setelah perlakuan, umbi bawang merah langsung ditanam. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Sehari sebelum tanam, tanah diairi untuk menciptakan kelembapan yang cukup bagi pertumbuhan awal benih. Umbi ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Posisi umbi adalah bagian akar masuk ke dalam tanah hingga 2/3 bagian. Seminggu setelah penanaman, dilakukan pemupukan berbasis teknologi LEISA. Pupuk organik plus dikombinasikan dengan pupuk anorganik (NPK) dengan beberapa perbandingan sesuai dengan perlakuan, kemudian diaplikasikan pada petakan percobaan dengan cara kocor.
Pemeliharaan tanaman berupa penyulaman, pengairan, penyiangan dan pengendalian hama/penyakit. Penyulaman dilakukan untuk mengganti benih yang mati. Penyulaman dilakukan hingga tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Pada awal pertumbuhan tanaman kondisi tanah diupayakan lembab sehingga pengairan dilakukan secara intensif. Menjelang pembentukan umbi, pengairan secara berangsur-angsur dikurangi namun kondisi tanah tidak kering. Penyiangan dilakukan secara manual pada umur 2 minggu setelah tanam, menggunakan kored. Pengendalian hama/penyakit dilakukan secara terpadu saat tanaman terinfeksi penyakit atau diserang hama. Pengamatan dan Analisis Data Pengamatan respon tanaman bawang merah terhadap perlakuan (teknologi) yang diujicobakan menggunakan peubah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah siung, bobot segar umbi, bobot ekonomis umbi dan produksi bawang merah. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Apabila dalam analisis ragam terdapat pengaruh nyata maka dilakukan dengan uji berganda Duncan (UJBD) pada taraf nyata α=0,05 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil (1). Keragaan Pertumbuhan Tanaman Secara umum perlakuan yang diberikan mampu menampilkan performa pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dengan indikator tinggi tanaman dan jumlah daun juga menunjukkan kecenderungan terjadinya peningkatan pertumbuhan pada tanaman yang mendapat perlakuan LEISA (Tabel 1 dan 2). Walaupun tidak terjadi interaksi antara ukuran benih dan teknologi LEISA,
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
18
namun secara mandiri teknologi LEISA berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan bawang merah. Aplikasi pupuk organik plus + ½ dosis pupuk anorganik merupakan perlakuan terbaik dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk organik
plus secara mandiri dan pupuk organik plus + pupuk anorganik full dosis. Sementara itu ukuran benih juga berpengaruh secara mandiri dan benih yang berukuran lebih besar menunjukkan performa yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran sedang dan kecil (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh ukuran benih dan LEISA terhadap tinggi tanaman bawang merah LEISA Kontrol Pupuk Organik Plus (POP) Pupuk Anorganik (PA) POP+PA POP+1/2PA POP+1/4PA Rataan Ukuran Benih
Kecil 34,33 38,33 34,33 40,00 40,67 38,67 37,72 Y
Ukuran Benih Sedang 33,78 40,00 36,11 38,67 40,44 39,53 38,09 XY
Besar 38,00 40,44 38,00 40,44 41,44 40,17 39,75 X
Rataan LEISA 35,37 39,59 36,15 39,70 40,85 39,46
c ab c ab a b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a,b,c) yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital (X,Y,Z) yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%
Seperti halnya pada peubah tinggi tanaman, pada peubah jumlah daun juga tidak terjadi interaksi antara ukuran benih dan teknologi LEISA. Secara mandiri teknologi LEISA
berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun bawang merah (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh ukuran benih dan LEISA terhadap jumlah daun bawang merah
Kontrol
Kecil 29,00
Ukuran Benih Sedang 33,33
Pupuk Organik Plus (POP)
37,67
39,33
39,67
38,89 a
Pupuk Anorganik (PA)
32,33
35,00
33,67
33,67 b
POP+PA
38,00
40,33
39,00
39,11 a
POP+1/2PA
38,67
40,33
39,67
39,56 a
POP+1/4PA
39,00
39,33
39,33
39,22 a
Rataan Ukuran Benih
35,78 Y
37,94
LEISA
X
Rataan LEISA
Besar 33,33
37,44
31,89 c
X
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a,b,c) yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital (X,Y,Z) yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
19
Kecuali kontrol dan aplikasi pupuk anorganik secara mandiri, aplikasi pupuk organik plus secara mandiri ataupun dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan full dosis, ½ dosis ataupun ¼ dosis, memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam memperbaiki jumlah daun bawang merah. Jumlah daun terendah terdapat pada kontrol. Ukuran benih juga berpengaruh secara mandiri dan benih yang berukuran lebih besar dan sedang menunjukkan performa yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kecil (Tabel 2).
Performansi pertumbuhan tanaman bawang merah yang mendapat perlakuan LEISA dapat dilihat pada Gambar 1.. (2). Keragaan Hasil Tanaman Indikator atau peubah yang digunakan untuk mengetahui efek aplikasi teknologi LEISA terhadap parameter hasil tanaman adalah jumlah siung, bobot basah dan bobot kering umbi serta produksi bawang merah (Tabel 3, 4, 5 dan 6). Terjadi interaksi secara signifikan antara teknologi LEISA dan ukuran umbi terhadap parameter hasil tanaman.
Tabel 3. Pengaruh ukuran benih dan LEISA terhadap jumlah siung bawang merah LEISA Kontrol Pupuk Organik Plus (POP) Pupuk Anorganik (PA) POP+PA POP+1/2PA POP+1/4PA Rataan Ukuran Benih
Kecil 11 ab 12 ab 13 a 9 b 10 b 9 b 11
X X X X X X
Ukuran Benih Sedang 10 a XY 10 a X 10 a Y 11 a X 10 a X 9 a X 10
Besar 6 bc 8 a 6 c 8 ab 8 abc 8 abc 7
Y X Z X X X
Rataan LEISA 9 10 10 9 9 9
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a,b,c) yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital (X,Y,Z) yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%
Hasil pengamatan terhadap jumlah siung yang terbentuk, pada benih yang berukuran kecil, aplikasi pupuk anorganik menghasilkan jumlah siung terbanyak namun tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk organik plus dan kontrol, pada benih sedang semua perlakuan LEISA memberikan hasil yang sama, sementara pada benih besar, aplikasi pupuk organik plus menghasilkan jumlah siung terbanyak dan tidak berbeda nyata dengan kombinasi antara pupuk organik dan anorganik pada berbagai dosis yang diberikan. Ukuran benih memberikan efek yang berbeda pada setiap aplikasi
LEISA yang diberikan. Aplikasi pupuk organik plus dan semua kombinasinya dengan pupuk anorganik memberikan pengaruh yang konsisten baik pada benih yang berukuran kecil, sedang maupun besar. Sementara itu pada kontrol dan aplikasi pupuk anorganik secara mandiri, benih ukuran besar justru menghasilkan jumlah siung yang lebih sedikit dibandingkan dengan benih kecil dan sedang (Tabel 3). Keragaan hasil tanaman di lapangan (jumlah siung yang terbentuk) ditampilkan pada Gambar 1.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
20
a
b
c
Gambar 1. Performansi umbi bawang merah menggunakan sumber benih berbagai ukuran: (a) benih ukuran kecil, (b) benih ukuran sedang, (c) benih ukuran besar
Hasil pengamatan terhadap bobot segar umbi, pada benih yang berukuran kecil, aplikasi kombinasi pupuk organik plus + pupuk anorganik dosis full dan kombinasi pupuk organik plus + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan bobot segar umbi tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada benih berukuran sedang,
kecuali kontrol dan aplikasi pupuk anorganik secara mandiri, aplikasi pupuk organik plus secara mandiri ataupun dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan full dosis, ½ dosis ataupun ¼ dosis, memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam meningkatkan bobot segar umbi bawang merah.
Tabel 4. Pengaruh ukuran benih dan LEISA terhadap bobot segar umbi bawang merah LEISA Kontrol Pupuk Organik Plus (POP) Pupuk Anorganik (PA) POP+PA POP+1/2 PA POP+1/4 PA Rataan Ukuran Benih
Kecil 31,22 d 51,18 c 35,85 d 66,97 a 66,73 a 58,77 b 51,79
Y Y X Y Y Y
Ukuran Benih Sedang 41,93 b X 80,40 a X 45,97 b X 82,73 a X 80,27 a X 75,33 a X 67,77
Besar 34,07 d 52,97 c 39,57 d 65,53 a 64,37 ab 58,23 bc 52,46
Y Y X Y Y Y
Rataan LEISA 35,74 61,52 40,46 71,74 70,46 64,11
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a,b,c) yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital (X,Y,Z) yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%
Sementara itu pada umbi yang berukuran besar, bobot segar umbi tertinggi diperoleh pada kombinasi antara pupuk organik dan anorganik dosis full yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi pupuk organik plus + ½ dosis pupuk anorganik.
Bobot segar umbi terendah terdapat pada kontrol. Efek teknologi LEISA pada ukuran benih yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula, kecuali pada aplikasi pupuk anorganik mandiri yang tidak memberikan efek nyata, aplikasi semua
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
21
kombinasi LEISA termasuk kontrol menghasilkan bobot segar umbi terbaik pada umbi sedang dan berbeda nyata dengan ukuran kecil dan besar (Tabel 4). Hasil pengamatan terhadap bobot umbi konsumsi, pada benih yang berukuran kecil, kombinasi antara pupuk organik + anorganik dosis full dan kombinasi pupuk organik plus + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan bobot umbi konsumsi tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada benih sedang, kecuali aplikasi pupuk organik plus dan kontrol, semua perlakuan LEISA memberikan hasil yang sama,
sementara pada benih besar, kombinasi antara pupuk organik + anorganik dosis full dan kombinasi pupuk organik plus + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan bobot umbi konsumsi tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun tidak berbeda nyata dengan kombinasi pupuk organik plus + ¼ dosis pupuk anorganik. Terjadi konsistensi efek LEISA pada semua perlakuan ukuran benih. Benih yang berukuran sedang memberikan efek terbaik pada semua perlakuan LEISA dan berbeda nyata dengan benih kecil dan besar (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh ukuran benih dan LEISA terhadap bobot umbi ekonomis bawang merah LEISA Kontrol Pupuk Organik Plus (POP) Pupuk Anorganik (PA) POP+PA POP+1/2 PA POP+1/4 PA Rataan Ukuran Benih
Kecil 26,83 c 46,22 b 29,85 c 58,03 a 59,70 a 50,93 b 45,26
Y Y Y Y Y Y
Ukuran Benih Sedang 34,40 b X 71,53 a X 40,13 b X 73,27 a X 70,57 a X 66,73 a X 59,44
Besar 28,77 c 46,87 b 34,07 c 57,50 a 55,47 a 51,90 ab 45,76
Y Y Y Y Y Y
Rataan LEISA 30,00 54,87 34,68 62,93 61,91 56,52
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a,b,c) yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital (X,Y,Z) yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%
Hasil pengamatan terhadap produksi umbi per hektar, produksi terbaik terdapat pada aplikasi kombinasi antara pupuk organik + dosis full pupuk anorganik, kombinasi pupuk organik plus + ½ dosis pupuk anorganik dan kombinasi pupuk organik plus + ¼ dosis pupuk anorganik dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Fenomena ini juga terjadi pada benih ukuran sedang, sementara pada benih besar, perlakuan terbaik terdapat pada menghasilkan bobot umbi konsumsi tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Terjadi konsistensi efek LEISA pada semua perlakuan ukuran benih. Benih yang berukuran sedang memberikan efek terbaik
pada semua perlakuan LEISA dan berbeda nyata dengan benih kecil dan besar, kecuali pada pupuk anorganik (Tabel 6). Pembahasan Aplikasi teknologi LEISA yang mengkombinasikan penggunaan pupuk organik plus dan pupuk anorganik dalam jumlah seimbang dimaksudkan untuk meminimalisasi dampak negatif akibat penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan yang dapat merusak lingkungan biologis tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih merupakan salah satu factor penunjang utama dalam budidaya tanaman termasuk bawang merah.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
22
Tabel 6. Pengaruh ukuran benih dan LEISA terhadap produksi bawang merah (ton ha -1) LEISA Kontrol Pupuk Organik Plus (POP) Pupuk Anorganik (PA) POP+PA POP+1/2PA POP+1/4PA Rataan Ukuran Benih
Kecil 5,90 d 11,07 b 7,46 c 13,30 a 13,13 a 12,38 a 10,54
Y Y X Y Y Y
Ukuran Benih Sedang 8,13 d X 14,97 b X 9,59 c X 16,55 a X 16,41 a X 15,51 a X 13,53
Besar 6,60 d 11,72 b 8,52 c 13,19 a 12,75 ab 12,41 ab 10,86
Y Y X Y Y Y
Rataan LEISA 6,88 12,59 8,52 14,34 14,10 13,43
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a,b,c) yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital (X,Y,Z) yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT = 5%
Benih ukuran kecil (<5 g/siung) tidak mampu secara optimal memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya cadangan makanan yang dimiliki oleh benih tersebut pada saat pertumbuhan awal sehingga energi yang dihasilkan tidak cukup menghasilkan bibit vigor yang dibutuhkan Hal ini dapat dilihat dari ukuran benih yang digunakan. untuk pertumbuhan selanjutnya di lapangan. Benih dengan ukuran besar juga kurang efisien dalam meningkatkan hasil tanaman. Umumnya benih dengan ukuran besar menghasilkan jumlah siung yang lebih sedikit dibandingkan dengan benih ukuran sedang dan kecil. Sementara itu benih berukuran sedang justru dapat menghasilkan produksi yang lebih optimal, dengan jumlah siung yang lebih banyak. Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan benih bawang merah dengan ukuran siung sedang lebih direkomendasikan untuk menghasilkan produksi bawang merah yang optimal. Agar dapat tumbuh dan berproduksi secara maksimal, tanaman membutuhkan nutrisi/unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang. Aplikasi rizobakteri pada benih sebagai pemacu pertumbuhan sekaligus pupuk hayati, tidaklah mampu mencukupi kebutuhan tanaman terhadap
nutrisi. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan terpadu melalui penggunaan kombinasi pupuk kimia, pupuk organik dan pupuk hayati agar mampu memberikan hasil yang lebih baik dan lebih efisien (sistem pertanian LEISA). LEISA adalah sistem usahatani yang memanfaatkan sumberdaya alam seperti pupuk organik serta sumber daya hayati (mikroba berguna) dalam bentuk pupuk hayati, namun penggunaan input luar (pupuk anorganik dan pestisida kimia) masih diperbolehkan dalam jumlah yang lebih rendah selama produk yang dihasilkan aman dan sehat (Sutanto, 2002; Makarim & Suhartik, 2006; Giovannucci, 2007; Sumarno, 2006). Secara umum dari semua peubah pertumbuhan dan produksi yang diamati, teknik LEISA menggunakan pupuk organik Biogreen ditambah setengan dosis pupuk anorganik mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah. Aplikasi pupuk Biogreen yang mengandung pupuk organik diperkaya dengan pupuk hayati, mampu mengurangi aplikasi pupuk anorganik secara tunggal. Hampir semua peubah yang diamati menunjukkan bahwa pupuk organik sangat dibutuhkan oleh tanaman agar dapat tumbuh secara optimal. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi tanah marginal yang memiliki keterbatasan dalam
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
23
pengelolaannya. Pemupukan kimia dalam jumlah besar pada tanah-tanah marginal yang miskin bahan organik, justru dapat menyebabkan kondisi tanah menjadi lebih rusak, karena mikroorganisme menguntungkan yang berperan dalam memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi tanah menjadi berkurang. Hal inipun terlihat pada hasil penelitian ini. Pada perlakuan media tanah saja, aplikasi pupuk anorganik justru membuat pertumbuhan bibit menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Namun hal menarik yang juga Nampak dari hasil penelitian ini adalah pada penggunaan media tanam yang mengandung pupuk Biogreen, aplikasi LEISA menjadi kurang berpengarug, bahkan cenderung sama dengan kontrol. Hal ini diduga bahwa pada kondisi media tanah yang sudah mengandung pupuk organik yang diperkaya dengan rizobakteri indigen, fungsi media sebagai pendukung pertumbuhan bibit dari aspek nutrisi dan lingkungan mikro telah tercukupi, sehingga tambahan input dari luar tidak terlalu berpengaruh. Seperti dijelaskan Sumarno (2006), manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah. Perbaikan pertumbuhan yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk organik plus, tidak terlepas dari peran agensia hayati (B. polymixa BG25, P. fluorescens PG01 dan S. liquefaciens SG01) yang terkandung di dalamnya. Ketiga jenis agensia hayati tersebut termasuk kelompok Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Sutariati, 2006). Penggunaan rizobakteri sebagai agensia hayati pemacu pertumbuhan tanaman merupakan satu sumbangan bioteknologi dalam usaha peningkatan produktivitas tanaman. Mikroorganisme dari kelompok bakteri seperti Bacillus spp., Pseudomonas fluorescens dan Serratia spp. mampu dan efektif mengendalikan penyakit tanaman (Kang et al., 2007; Sutariati dan Wahab,
2010). Proses pengendalian dilakukan melalui mekanisme kompetisi, antibiosis, siderofor, hidrogen sianida dan eksresi enzim hidrolitik yang berfungsi sebagai senyawa anti-mikrob. Di samping itu, agensia hayati juga dapat mengkelat unsur penting dari daerah sekitar perakaran tanaman sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Ashrafuzzaman et al., 2009). Bacillus spp., P. fluorescens dan Serratia spp. juga mampu mensintesis hormon tumbuh, memfiksasi nitrogen atau melarutkan fosfat (Sutariati, 2006; Sutariati et al., 2006a; ElSorra et al., 2007; Park et al., 2009; Mehrab et al., 2010; Sutariati dan Wahab, 2011). Secara umum kegiatan penelitian ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan perilaku dan pola berfikir petani di wilayah yang menjadi lokasi target penelitian. Respon yang sangat positif diberikan oleh para petani sekitar setelah mereka melihat secara langsung kegiatan ini. Melihat kenyataan tingginya permintaan pasar terhadap produk bawang merah, harga jual yang cukup tinggi, praktek budidaya yang cukup sederhana, singkatnya waktu panen, membuat mereka berkeinginan untuk mengembangkan komoditas ini secara lebih intensif. Penggunaan benih yang unggul bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam agribisnis bawang merah. Jika dicermati secara seksama, kontribusi terbesar petani untuk pembiayaan produksi digunakan untuk penyediaan benih bawang merah. Oleh karena itu melalui hasil penelitian ini diharapkan permasalahan kesulitan mendapatkan benih bawang merah dapat diatasi melalui teknologi yang diintroduksikan dalam kegiatan ini. Di samping itu, diharapkan juga akan lahir wirausahawan-wirausahawan mandiri dalam penyediaan benih bawang merah berkualitas di Sulawesi Tenggara untuk mendukung usaha agribisnis bawang merah secara berkelanjutan di Sulawesi Tenggara.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ukuran umbi sedang (510 g) menampilkan performa pertumbuhan dan hasil bawang merah yang lebih baik dibandingkan umbi kecil dan umbi besar. Teknologi LEISA dengan pola kombinasi pupuk organik plus 5 ton ha-1 dan pupuk anorganik separuh dosis anjuran (NPK 300 kg ha-1) mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah. Peningkatan produksi bawang merah mencapai 100% dibandingkan dengan kontrol. Saran
Tanaman membutuhkan nutrisi cukup dan berimbang untuk memaksimalkan performa pertumbuhan dan hasilnya, untuk itu dibutuhkan pemupukan yang tepat melalui aplikasi teknologi LEISA dengan pola kombinasi pupuk organik plus 5 ton ha -1 dan pupuk anorganik separuh dosis anjuran (NPK 300 kg ha-1). DAFTAR PUSTAKA Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail R, Hoque MA, Islam MZ, Shahidullah SM, Meon S. 2009. Efficiency of plant growthpromoting rhizobacteria (PGPR) for the enhancement of rice growth. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (7), pp. 1247-1252. Bai Y, Pan B, Charles TC, Smith DL. 2002. Coinoculation dose and root zone temperature for plant growth promoting rhizobacteria on soybean [Glycine max (L.) Merr] grown in soil-less media. Soil Biol Biochem 34:1953-1957. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2007: Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Sultra. Dinas Pertanian Sulawesi Tenggara. 2008. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Sulawesi Tenggara Kendari.
ElSorra, E. I., J. I. Domingo, T. Manuel and R. Borriss. 2007. Tryptophan-Dependent Production of Indole-3-Acetic Acid (IAA) Affects Level of Plant Growth Promotion by Bacillus amyloliquefaciens FZB42. MPMI 20(6):619–626. Giovannucci, D. 2007. Organik Farming As A Tool For Productivity And Poverty Reduction In Asia. Prepared For The International Fund For Agricultural Development /Nacf Conference Seoul, 1316 March 2007. Gholami, A., A. Biari and S. Nezarat. 2008. Effect Of Seed Priming With Growth Promoting Rhizobacteria At Different Rhizosphere Condition On Growth Parameter Of Maize. International Meeting On Soil Fertility Land Management and Agroclimatology. Turkey, P: 851-856. Kang, S.H., H-S. Cho, H Cheong, C-M. Ryu, J. F. Kim, and S-H Park. 2007. Two bacterial entophytes eliciting both plant growth promotion and plant defense on pepper (Capsicum annuum L.). J. Microbiol. Biotechnol. 27:96-103. Kramany, M. F-El., A. B. Amany., F. Manal., Mohamed and M.O. Kabesh. 2007. Utilization Of Bio-Fertilizers In Field Crops Production 16-Groundnut Yield, Its Components and Seeds Content As Affected by Partial Replacement of Chemical Fertilizers by Bio-Organik Fertilizers. Journal of Applied Sciences Research, 3(1): 25-29. Makarim A.K dan E. Suhartik. 2006. Budidaya padi dengan masukan in situ menuju perpadian masa depan. Buletin Iptek Tanaman Pangan, 1(1): 19-29. Mehrab YH, A Rahmani, G Noormohammadi dan A Ayneband. 2010. Plant growth promoting rhizobacteria increase growth, yield and nitrogen fixation in Phaseolus vulgaris. Journal Of Plant Nutrition, 33(12):1733- 1743. Moradi, A. and O. Younesi. 2009. Effects Of Osmo- And Hydro-Priming On Seed Parameters Of Grain Sorghum (Sorghum Bicolor L.). Australian Journal Of Basic And Applied Sciences, 3(3): 1696-1700. Sheela, T. And Usharani. 2013. Influence of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR)
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128
25 on thegrowth of maize (Zea Mays L.). Golden Reseacrh Throughts, 3(6): 1-4. Sitepu, I.R., Aryanto, Y. Hashidoko, dan M. Turjaman. 2010. Aplikasi rhizobakteri penghasil fitohormon untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Aquilaria sp. di persemaian. Info Hutan, 7(2): 107-116. Sumarno. 2006. Sistem produksi padi berkelanjutan dengan penerapan revolusi hijau lestari. Buletin Iptek Tanaman Pangan, 1(1): 1-15. Sutanto, R. 2002. Gatra Tanah Pertanian Akrab Lingkungan Dalam Menyongsong Pertanian Masa Depan. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan Vol 3 (1):29-37. Sutariati, GAK. 2006. Perlakuan Benih dengan Agens Biokontrol untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa, Peningkatan Hasil dan Mutu Benih Cabai. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sutariati, GAK, Widodo, Sudarsono, Ilyas S. 2006a. Pengaruh perlakuan Plant Growth
Promoting Rhizobacteria terhadap pertumbuhan bibit tanaman cabai. Buletin Agronomi 34(1):46-54. Sutariati GAK, Widodo, Sudarsono, Ilyas S. 2006b. Efektivitas agens biokontrol untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai serta mengendalikan penyakit antraknosa di rumah kaca. Agriplus 16:103-111. Sutariati GAK dan Wahab A. 2010. Isolasi dan Uji Kemampuan Rizobakteri Indigenous sebagai Agensia Pengendali Hayati Penyakit pada Tanaman cabai. Jurnal Hortikultura, 20(1):86-95 Sutariati, G.A.K. and A. Wahab, 2011. Karakter fisiologis dan kemangkusan rizobakteri indigenus Sulawesi Tenggara sebagai pemacu pertumbuhan cabai. Jurnal Hortikultura, 22(1):57-64. Wahid, A., A. Noreen, M.A. Shahzad, Basra, S. Gelani, and M. Farooq. 2008. PrimingInduced Metabolic Changes In Sunflower (Helianthus Annuus) Achenes Improve Germination and Seedling Growth. Botanical Studies 49: 343-350.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 01 Januari 2014, ISSN 0854-0128