ISSN : 1979-9128
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
SURYA
Jurnal Media Komunikasi Ilmu Kesehatan
Diterbitkan Oleh : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lamongan
i
SURYA
JURNAL MEDIA KOMUNIKASI ILMU KESEHATAN Diterbitkan Oleh: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)Muhammadiyah Lamongan Jl. Raya Plalangan Plosowahyu Lamongan Telp/Fax (0322) 321843
Terbit tiga kali setahun (April, Agustus dan Desember): ISSN : : 1979-9128, berisi tentang hasil penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, resensi buku dan tulisan praktis dalam bidang Ilmu Kesehatan. Pelindung/Penasehat Drs.H. Mutholib Sukandar (Ketua BPH PT Muhammadiyah Lamongan) Drs. H. Budi Utomo,Amd.kep.,Mkes (Ketua STIKES Muhammadiyah Lamongan) Ketua Pengarah : M. Bakri PDA SKp,MKep (Ketua I) Dr. H. Masram, MM., M.Pd., MMkes (Ketua II) Alifin SKP.,M.MKes (Ketua III) Ketua Penyuting : Cucuk Rahmadi, SKp., M.Kes. Penyuting Pelaksana: Drs. Arfian Mudayan, SE., M.Kes Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.MKes Hj. Ws Tarmi, S.Sti., M.MKes Drs. Sugeng Utomo., M.Pd Hj. Mu’ah,MM., M.Mkes Dadang Kusbiantoro, S.Kep.,Ns. M.MKes Lilin Turlina, SST.,M.MKes Faizatul Ummah, SST.,M.MKes
Siti Sholikhah, S.Kep, Ns Andri Tri K, SSiT, M. Kes Amirul Amalia, S.SiT, M. Kes Atiul Impartina, SsiT, M. Kes Sulistyowati, SSTi, M. Kes M. Ali Basyah, SH., M.Mkes Heny Ekawati,s.Kep.Ns, M. Kes Ilkafah, S.Kep.,Ns. M. Kes
Penyuting Ahli/Mitra Bestari : Dr. Supriyanto, MM (Dosen FE-Universitas Negeri Malang) Dr. Anang Kistyanto, MM (Dosen FE-Universitas Negeri Surabaya) Alamat Penyuting Pelaksana dan Tata Usaha : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Lamongan JL. Raya Plalangan Plosowahyu Lamongan, Telp/Fax. (0322) 321843 Jurnal ini diterbitkan di bawah pembinaan Ketua BPH PT Muhammadiyah Lamongan (Drs. H. Muntholib Sukandar) dan Ketua STIKES Muhammadiyah Lamongan (Drs. H. Budi Utomo, AMd. Kep,M.Kes)
SURYA
ii
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
DAFTAR ISI MINAT DAN MOTIVASI DENGAN PRESTASI 1. HUBUNGAN BELAJAR SEMESTER PENDEK MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN Lilis Maghfuroh*
1 - 12
2. HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KEJADIAN ULKUS DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RUANG BOUGENVIL DAN DAHLIA RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN Joko Santoso*,Virgianti Nur Faridah**,Mu’ah***
13 - 20
3. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE ALAT REPRODUKSI PADA PEMULUNG WANITA DI PEMUKIMAN PEMULUNG KELURAHAN BENOWO SURABAYA
21 - 26
4. HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP LAPANGAN KERJA KEBIDANAN DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA MAHASISWA KEBIDANAN AKBID KUSUMA HUSADA SURAKARTA Ati’ul Impartina*
27 - 30
5. HUBUNGAN STATUS GIZI IBU DENGAN BERAT BADAN LAHIR DI DESA SIDOMLANGEAN, BLAWIREJO, TLANAK, DAN KANDANGREJO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN Novi Khoirun Nisa’*, Amirul Amalia**, Diah Eko Martini***
31 - 38
6. MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU UNTUK MENERAPKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FOCUS GROUP DISCUSSION PADA SMK BINAAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Masram*
39 - 50
7. PERBEDAAN INTENSITAS RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN FUNGSIONAL (ADL) PASIEN STROKE ISKEMIK DI RUANG TERATAI RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN Virgianti Nur Faridah*
51 - 60
Novita Eka Kusuma Wardani*
SURYA
iii
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
HUBUNGAN MINAT DAN MOTIVASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SEMESTER PENDEK MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN Lilis Maghfuroh* …………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
The rationale of this research is that are a number of factors that can affect students’in Short-term semester learning achievement in Child Nursing II course. These include students’interest to take the Short-term semester and the their learning motivation. This research aims at finding out the correlation between students’interest and motivation and students’ Shortterm semester learning achievement in in Child Nursing II at STIKes Muhammadiyah Lamongan. The research is a correlation study. The Population of this research are 54 students taking Short-term semester courses at Nursing Study Program STIKes Muhammadiyah Lamongan. Of this figure, 48 student were randomly selected as respondents. The independent variables of this research constist (X1) and learning motivation (X2) while its dependent variable is students’learning achievement in taking Short-semester courses. The data about those variables were obtained with questionnaire and score sheet oe Short-term semester of Child Nursing II. The research data were analyzed using multiple liniar regression method. The results of data analysis indicate that 1) the score of standardized regression coefficience of interest variable is 0,001 whit t-score = 0,008 whith means taht there is a significant correlation between students’interest in taking Short-term semester course and their learning achievement and the relative affect is 0,03% and 2) the score of standardized regression coefficience of motivation variable is 1,009 with t-score =13,378 which means that there is a significant correlationbetween students’interest in taking Short-term semester course and their learning achievement and the relative affect is 82,7%. These results imply tahat the variables of interest and motivation separately or simultaneously have a significant correlation with students’learning achievement. Key words : Interest, learning motivation, learning achievement, short-term course. bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh mahasiswa. Setiap mahasiswa yang normal ingin agar studinya di perguruan tinggi (PT) berjalan lancar, selesai pada waktunya, dan lulus dengan prestasi akademik tinggi. Tetapi keinginan itu tidak selalu terpenuhi. Dalam kenyataannya tidak sedikit mahasiswa yang studinya tersendat-sendat , selesai melebihi waktu yang telah diperlukan oleh rata-rata mahasiswa lain. (Hardjono, Agus M, 1997 : 5). Salah satu usaha agar mahasiswa bisa lulus sesuai dengan waktunya dan meningkatkan nilai mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawa standar sehingga memiliki nilai diatas standar yang telah ditetapkan adalah
PENDAHULUAN. …… .
… …. Perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini mengalami kemajuan. Melalui kegiatan-kegiatan inovasi dan upaya-upaya perbaikan, baik dari sistem maupun bentuknya, untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan cita-cita bangsa. Proses pembelajaran merupakan cara untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia, seorang mahasiswa dikatakan belajar jika terjadi perubahan tingkah laku pada situasi tertentu. Tingkah laku yg dimaksudkan telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan seperti yang tercantum dalam kurikulum yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada
SURYA
1
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II diadakannya program semester pendek. Salah satu mata kuliah di stikes muhammadiyah lamongan yang ada dalam program semester pendek adalah mata kuliah keperawatan anak II. Jumlah mahasiswa yang ikut dalam program semester pendek mata kuliah keperawatan Anak II adalah 54 mahasiswa (29 mahasiswa dari nilai C dan 25 mahasiswa dari nilai B). Dari 54 mahasiswa tersebut setelah dilakukan evaluasi ternyata 25 mahasiswa dari nilai B terjadi peningkatan nilai menjadi A sebanyak 18 mahasiswa dan 29 mahasiswa dari nilai C yang terjadi peningkatan menjadi B sebanyak 10 mahasiswa dan yang menjadi A sebanyak 5 mahasiswa. Proses peningkatan prestasi tersebut berkaitan erat dengan pribadi mahasiswa. Dalam hal ini, kemampuan belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri mahasiswa (Internal) dan faktor dari luar mahasiswa (Eksternal). Menurut Thulus H dan Soetarno 1989 faktor internal terdiri atas kondisi fisiologis dan psikologis. Kondisi Fisiologis merupakan kondisi dari jasmaninya (kesehatan, kelelahan, kelainan, cacat jasmani dan lain-lain) sedangkan kondisi psikologis adalah semua keadaan dan fungsi psikologis yang berpengaruh terhadap proses belajar yang meliputi Minat, Kecerdasan, Motivasi, Bakat, konsentrasi, kemampuan kognitif, reaksi, organisasi, dan ulangan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari dua macam yaitu lingkungan dan instrumental. Proses belajar mengajar diharapkan dapat menimbulkan minat mahasiswa sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal dan diharapkan juga mampu untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Dengan adanya motivasi diharapkan mahasiswa dapat belajar dengan giat dan tidak terpaksa sehingga tujuan belajar secara instruksional dapat tercapai dengan optimal. Motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc,Donald dalam Sardiman, 2005 :73). Motivasi juga dikatakan sebagai serangkaian kegiatan usaha untuk menyediakan kondisiSURYA
kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan apabila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh factor dari luar, tetapi akan lebih baik jika motivasi itu tumbuh dari dalam diri seseorang. Mahasiswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energy untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar tidak timbul secara tibatiba/spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman dan kebiasaan waktu balajar. Motivasi belajar akan selalu berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan. Oleh karena itu, yang terpenting dalam memberikan motivasi adalah bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar mahasiswa selalu butuh dan ingin terus belajar. Tujuan penelitian diatas untuk mengetahui hubungan minat dan motivasi dengan prestasi belajar pada semester pendek mata kuliah keperawatan anak II di STIKES muhammadiyah lamongan.
METODE PENELITIAN
… Desain Penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan pendekatan Crossectional. Penelitian ini mencoba menggali data mengenai minat dan motivasi dengan prestasi belajar, selanjutnya diidentifikasi apakah variable yang satu berhubungan dengan yang lain, kemudian mengkaji kedua variable tersebut. Pupulasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa SI Keperawatan angkatan II STIKES Muhammadiyah lamongan yang mengikuti semester pendek mata kuliah keperawatan anak II sebanyak 54Mahasiswa. Sedangkan sample dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang ada di STIKES Muhammadiyah lamongan sebanyak 48 mahasiswa. variabel independen penelitian adalah minat dan motivasi mengikuti semester pendek mata kuliah keperawatan anak II , sedangkan variabel dependennya adalah prestasi belajar semester pendek mata kuliah keperawatan anak II, Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner tertutup untuk minat dan motivasi dan data prestasi belajar dengan observasi
2
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II hasil ujian. Analisis penelitian menggunakan uji “Analisis regresi linier sederhana dan berganda”.
(2)Deskripsi Data motivasi Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan Sekolah tinggi ilmu kesehatan muhammadiyah lamongan. Distribusi frekuensi untuk masingmasing kelas interval data motivasi mahasiswa Semester VIII Prodi S1Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan disajikan dalam tabel dan histogram berikut ini :
HASIL .PENELITIAN … 1) Deskripsi data penelitian (1)Deskripsi Data Minat mengikuti semester pendek Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan Sekolah tinggi ilmu kesehatan muhammadiyah lamongan. Distribusi frekuensi untuk masingmasing kelas interval data minat mahasiswa Semester VIII Prodi S1Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan disajikan dalam tabel dan histogram berikut ini : Tabel 1. Distribusi data minat mengikuti semester pendek No. 1 2 3
Kategori
Tinggi Sedang Rendah
Rentang Nilai 62-85 40-61 17-39
Tabel 2. Distribusi data motivasi mengikuti semester pendek No. 1 2 3
Tinggi Sedang Rendah
Rentang Nilai 62-85 40-61 17-39
Jumlah 48 -
Jumlah 48 -
Gambar 2.Histogram data motivasi mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan Berdasarkan histogram dalam gambar diatas dapat diketahui bahwa frekuensi motivasi belajar mahasiswa Semester VIII Prodi S1 keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan berada dalam interval 76,5 sampai dengan 77,5 berada pada kategori motivasi tinggi mahasiswa S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah lamongan. Rata rata minat seluruh responden adalah 77,90 dengan standar deviasi 2,309.
Gambar
1.Histogram data minat mahasiswa mengikuti semester pendek . Berdasarkan histogram dalam gambar diatas dapat diketahui bahwa frekuensi minat mahasiswa Semester VIII Prodi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan berada dalam interval 74,5 sampai dengan 75,5 berada pada kategori minat tinggi untuk mengikuti semester pendek mata kuliah keperawatan anak II STIKes Muhammadiyah lamongan. Rata rata minat seluruh respondennya adalah 76,71 dengan standar deviasi 2,625. SURYA
Kategori
(3)Deskripsi Data prestasi belajar Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan Sekolah tinggi ilmu kesehatan muhammadiyah lamongan. Distribusi frekuensi untuk prestasi belajar mahasiswa Prodi S-1
3
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II Keperawatan pada semester pendek mata kuliah keperawatan anak II STIKes Muhammadiyah Lamongan disajikan dalam tabel dan histogram berikut ini : Tabel 3. Distribusi data penelitian prestasi belajar pada semester pendek No. 1 2 3 4 5
Kategori Sangat Baik Baik Cukup Kurang Gagal
Rentang Nilai 79-100
Jumlah
68-78 56-67 45-55 <45
23 -
belajar adalah 1,277. Dapat disimpulkan bahwa nilai Z untuk masing-masing variabel kurang dari 1,96. Hal ini berarti data seluruh variabel terdistribusi normal. Selain itu juga pada grafik histogram didapatkan garis kurva normal, berarti data yang diteliti berdistribusi normal. Demikian juga dari normal probability plot, menunjukkan berdistribusi normal karena garis titik-titik mengikuti garis diagonal. (2) Uji Heterokedasitas Uji heterokedasitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis memiliki varian yang homogen atau tidak sebagai persyaratan agar hasil regresi linier memenuhi kaidah yaitu data yang dipergunakan untuk regresi linier harus memiliki varian yang homogen. Berdasarkan hasil Uji heterokedasitas dengan menggunakan SPSS 16 yang terdapat pada lampiran 8 pada scatterplot didapatkan titik-titik menyebar dibawah serta diatas sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur, jadi kesimpulannya adalah tidak terjadi heterokedasitas atau bersifat homoskedastisitas. (3) Uji multikolinearitas Untuk membuktikan bahwa antar variabel bebas dalam penelitian tidak memiliki hubungan yang bermakna (Multikolinearitas) dapat dilakukan dengan menggunakan acuan nilai Varian Inflation Factor(VIF), dengan ketentuan apabila nilai VIF berkisar antara 0,1 sampai dengan 10 maka multikolinieritas tidak terjadi. Hasil analisis kolinearitas disajikan dalam lampiran 9 menunjukkan bahwa nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut : Tabel 4.Hasil uji kolinearitas untuk masing-masing variabel babas dalam penelitian. Statistik kolinearitas Variabel Tolerance VIF Bebas Minat 0,830 1,205 Motivasi 0,830 1,205
25
Gambar 3. Histogram data prestasi belajar mahasiswa Prodi s-1 Keperawatan pada semester pendek Berdasarkan histogram dalam gambar diatas dapat diketahui bahwa frekuensi prestasi belajar mahasiswa Semester VIII Prodi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan berada dalam interval 79,5 sampai dengan 80.5 dengan kategori prestasi belajar sangat baik. Rata rata pencapaian prestasi belajar seluruh responden adalah 77,77 dengan standar deviasi 2,562. 2) Uji prasarat analisis (1) Uji Normalitas Untuk melakukan uji hipotesis dengan menggunakan metode statistik parametris maka data yang digunakan harus terdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas bahwa Z untuk variabel minat 1,102, variabel motivasi 0,758 dan variabel prestasi SURYA
4
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II Berdasarkan Tabel 4. nampak bahwa nilai VIF untuk seluruh variabel bebas penelitian dalam range 0,1 sampai dengan 10, yang berarti tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas.
disebabkan oleh perubahan minat dan motivasi sebagai berikut : a. Jika Minat mahasiswa mengikuti semester pendek 1 satuan maka variabel nilai akhir semester pendek akan mengalami kenaikan sebesar 0,001 dengan catatan motivasi mehasiswa tetap. b. Jika motivasi mahasiswa berubah 1 satuan maka variabel nilai akhir semester pendek akan mengalami kenaikan 1,009 dengan catatan minat mahasiswa tetap. (2) Koefisien Korelasi dan Determinasi Koefisien korelasi (R) hasil analisa diketahui sebesar 0,910 yang berarti hubungan antara minat dan motivasi dengan nilai akhir semester pendek sangat erat, sedangkan koefisien determinasinya (R2) adalah sebesar 0,827 sedangkan koefien determinasi yang telah terkoreksi dari faktor kesalahan dan bias dengan tujuan agar lebih mendekati ketepatan model dalam populasi digunakan adjusted R square yaitu sebesar 0,820 yang menyatakan besarnya pengaruh dari indikator minat dan motivasi terhadap prestasi belajar mahasiswa. Artinya sebesar 82,7 % yang berati prestasi belajar pada semester pendek dipengaruhi oleh adanya minat dan motivasi dan 17,3 % sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Tabel 5.Hasil perhitungan koefisien korelasi dan determinasi
(4) Uji autokorelasi Uji gejala autokorelasi dilakukan dengan melihat hasil Durbin-Watson. Dari hasil analisis autokorelasi dalam lampiran 10 ditemukan Durbin-Watson test=1,818 berarti DW < 2. Maka disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. 3) Uji hipotesis (1) Persamaan Regresi Linear Berganda Berdasarkan hasil pengujian , maka hasil regresi dapat disusun dalam bentuk tabel sebagai berikut : Varia bel Konst anta X1 X2
Koefisie n regresi (b) -0,884
Std. Error( B) 5,981
0,001
0,066
1,009
0,075
R : 0,910 R Square : 0,827 R Square(adjusted) : 0,820 F hitung :107,899 Sign. F :0,000 α : 0,05
Beta
0,00 1 0,90 9
t
Sig
-0,148
0,883
0,008
0,994
13,378
0,000
Persamaan regresi yang digunakan memiliki intercept = 0 dalam arti nilai minimal adalah 0, sehingga persamaan regresi disusun berdasarkan parameter β1 sampai dengan β2 hasil analisa adalah sebagai berikut : Y= c + aX1 + bX2 Y = -0,884 + 0,001 X1 + 1,009 X2 Keterangan : Y = nilai akhir semester pendek X1 = Minat X2 = Motivasi Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui perubahan variabel nilai akhir semester pendek yang SURYA
Model Summaryb
Model 1
R .910a
R Square .827
Adjusted R Square .820
Std. Error of the Estimate
DurbinWatson
1.088
1.818
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Minat b. Dependent Variable: Nilai
(3) Hubungan Minat dan Motivasi dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Secara Simultan Berdasarkan hasil analisa diketahui nilai F sebesar 107,899 dengan nilai P-value sebesar 0,00 karena F hitung (107,899) > F tabel yaitu (3,20) maka H0 ditolak dan
5
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II H1 diterima, yang berarti minat dan motivasi mahasiswa pada semester pendek mata kuliah keperawatan anak II prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar. Tabel 6.Hasil Analisa ANOVA
Tabel 7.Perhitungan sumbangan efektif
1
Regression Residual Total
Sum of Squares
Mean Square
Df
255.252
2
53.227
45
308.479
47
F
Sig.
127.626 107.899 .000a 1.183
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Minat b. Dependent Variable: Nilai
4) Hubungan Minat dan Motivasi dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Secara Parsial (1) Hubungan Minat dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai t untuk minat adalah sebesar 0,008 dengan P-value sebesar 0,00 Karena t hitung (0,008) > t tabel (-0,148) yang berarti minat mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar semester pendek mahasiswa Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah lamongan. (2) Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai t untuk motivasi adalah sebesar 13,378 dengan P-Value sebesar 0,00 karena t hitung (13,378) > t tabel (-0,148) yang berarti motivasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar semester pendek mahasiswa Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah lamongan.
Beta 0,001
X2
0,910
0,909
Perhitungan 0,376 x 0,001 x 100 = 0,03 0,910 x 0,909 x 100 = 82,7 82,7
Berdasarkan hasil perhitungan diatas bahwa variabel motivasi (X2) menunjukkan sumbangan efektif paling besar yaitu 82,7%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa minat mengikuti semester pendek (X1) dan motivasi (X2) mampu memberikan sumbangan efektif sebesar 82,7% terhadap prestasi belajar semester pendek mata kuliah keperawatan anak II. Besarnya sumbangan efektif total ini sama dengan besarnya koefisien determinasi (R-square) yaitu sebesar 82,7%. Implikasinya adalah terdapat variabel lain yang mempengaruhi prestasi belajar semester pendek selain minat dan motivasi.
PEMBAHASAN .…
.… 1) Hubungan Minat dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa minat memilki hubungan positif terhadap prestasi belajar pada semester pendek mahasiswa Prodi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah lamongan. Kemampuan intelektual sangat menentukan keberhasilan dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidanya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan hasil dapat diperoleh karena adanya aktifitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang yang beranggapan bahwa yang dimaksud belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Belajar juga diartikan sebagai aktifitas menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku
5) Sumbangan efektif SURYA
R 0,376
Total sumbangan efektif
ANOVAb
Model
Variabel X1
6
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidk ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat ditemukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki mahasiswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar. Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel, Minat adalah kecendrungan yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Selanjunya Slamet mengemukakan bahwa minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Kemudian Sardiman AM mengemukakan minat adalah suatu kondisi yang terjadi SURYA
apabila seseorang melihat cir-ciri atau arti sementara situai yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhankebutuhannya sendiri. Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah bahwa minat mempunyai pengaruh yang besar terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik, minat lebih muda dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seseorang didalam menerima proses pembelajaran diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannnya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap seseuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehungga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. Pada setiap minat manusia manusia, minat memegang peranan penting dalam kehidupannya dan mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar, individu yang berminat terhadap sesuatu kegiatan baik itu bekerja maupun belajar, akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Konsentrasi tidak ada bila tidak ada minat yang memadai, seseorang tidak akan melakukan kegiatan jika tidak ada minat, minat sangat penting untuk mencapai sukses dalam hidup seseorang. Suatu minat dalam belajar merupakan suatu kejiwaan yang menyertai mahasiswa di kelas dan menemani mahasiswa dalam belajar. Minat mempunyai fungsi sebagai pendorong yang kuat dalam mencapai prestasi dan minat juga dapat menambah kegembiraan pada setiap yang ditekuni oleh seseorang. Peranan minat dalam proses belajar mengajar adalah untuk pemusatan pemikiran dan juga untuk menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar seperti adanya kegairahan hati dapat memperbesar daya kemampuan belajar dan juga membantunya tidak melupakan apa yang dipelajari, jadi belajar dengan penuh gairah, minat, dapat membuat rasa kepuasan dan
7
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II kesenangan tersendiri. Ada beberapa peranan minat dalam belajar adalah menciptakan, menimbulkan konsentrasi atau perhatian dalam belajar, menimbulkan kegembiraan atau perasaan senang dalam belajar, memperkuat ingatan tentang pelajaran yang telah diberikan, melahirkan sikap belajar yang positif dan konstruktif dan memperkecil kebosanan terhadap studi / pelajaran.
memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut. Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan mahasiswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. Nasution (1995) mengatakan motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan sadirman AM. (1997) mengatakan bahwa motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajr. Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebakan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar. Dalam memberikan motivasi berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian mahasiswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri mahasiswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membengkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif. Jika dalam diri mahasiswa telah ada motivasi belajar yang kuat maka dalam
2) Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa motivasi memberikan hubungan yang positif terhadap prestasi belajar semester pendek mahasisa Prodi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar juga diartikan sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan atau nilainilai kecakapan. Prestasi belajar bisa juga di sebut kecakapan aktual (actual ability) yang diperoleh seseorang setelah belajar, suatu kecakapan potensial (potensial ability)yaitu kemempuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki individu untuk mencapai prestasi. Kecakapan aktual dan kecakapan potensial ini dapat dimasukkan kedalam suatu istilah yang lebih umum yaitu kemampuan (ability). Winkel (1996) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan menurut Nasution (1995) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu SURYA
8
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II belajar akan terasa ringan sehingga prestasi belajar yang optimal dapat tercapai.
Dengan begitu minat mengikuti semester pendek setiap individu sesungguhnya itu menjadi terintervensi. Individu mengikuti semester pendek karena kewajiban dan dorongan dari faktor eksternal kadangkala bentuknya merupakan tekanan. Prinsip dasar mengikuti semester pendek haruslah menyenangkan karena dengan mengikuti semester pendek yang menyenangkan akan menumbuhkan emosional yang positif. Dalam proses belajar semester pendek mahasiswa harus diposisikan sebagi subyek bukan obyek. Sebaiknya mahasiswa mengikuti semester pendek atas inisiatif diri sendiri. Bila dalam proses belajar semester pendek, mahasiswa menjadi obyek, maka yang banyak melakukan intervensi adalah pendidik, dijadikan robot dan terlalu banyak diarahkan oleh pendidik. Hasilnya akan membuat mahasiswa menjadi malas mengikuti proses belajar semester pendek dan tidak efektif. Dalam sistem belajar semester pendek, mahasiswa harus ikut terlibat dalam proses pembelajaran semester pendek apalagi mahasiswa sudah pernah mendapatkan materi yang didapatkan pada saat perkuliahan efektif. Dalam proses belajar semester pendek perlu dikembangkan metode pembelajaran tematik yang aplikatif. Ada pembahasanpembahasan atas semuah masalah. Kalaupun tidak bisa melakukan kegiatan praktik, bisa saja dengan cara menyajikan sejumlah materi tematik dan contohnya aplikatif langsung ke kasus yang sesuai dengan tema. Belajar tidak hanya teori. Teori dibutuhkan dalam rangka mengejar standarisasi kurikulum. Tapi untuk mencapai tujuan-tujuan itu, perlu ada media belajarnya yang menyenangkan. Dengan kondisi ini maka mahasiswa akan termotivasi untuk belajar, dan pada akhirnya dapat mencapai indeks prestasi yang lebih baik. Kata motivasi digunakan untuk mendeskripsikan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Seseorang menggunakan konsep motivasi untuk memberikan suatu kecendrungan umum yang mendorong ke
3) Hubungan Minat dan Motivasi dengan Prestasi Belajar semester pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa minat dan motivasi secara bersama-sama memberikan hubungan positif terhadap prestasi belajar semester pendek mata kuliah keperawatan anak II mahasiswa Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan. Minat dan motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar sehingga seseorang merasa senang dan terpanggil untuk meningkatkan mutu pembelajaran, karena faktor-faktor tersebut lebih berpengaruh untuk mewujukkan aktifitas untuk mencapai suatu tujuan terutama dalam meraih prestasi belajar secara optimal. Sebuah hasil penelitian faktor-faktor penentu tinggi rendahnya prestasi belajar yang dilakukan oleh Herpratiwi (2006) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aspek motivasi belajar terhadap pelajaran sebesar 36,18% dan aspek minat dilihat dari komponen perhatian dari siswa 48,77 % bila dibanding dengan aspek-aspek yang lain seperti ketertarikan dengan materi pelajaran, keyakinan dan kepercayaan diri siswa. Untuk meningkatkan nilai akhir semester pendek mahasiswa dapat dilakukan melalui penumbuhan minat dan motivasi. Menumbuhkan minat semester pendek dengan melakukan identifikasi model pembelajaran semester pendek yang diminati mahasiswa. Dari hasil penelitian ini di dapatkan bahwa motivasi memberikan sumbangan efektif lebih besar di bandingkan minat yaitu sebesar 82,7 %. Sifat dasar manusia adalah senang belajar. Itu bisa terlihat sejak usia dini. Dimulai dari anak belajar berjalan, dia jatuh dan bangkit lagi atas kemauan sendiri, ketika anak menginjak usia empat tahunan, banyak terjadi intervensi orang dewasa, dalam hal ini orang tua. SURYA
9
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II arah jenis tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, motivasi sering dipandang sebagai karakteristik kepribadian yang relatif stabil. Sejumlah orang termotivasi untuk berprestasi, sebagian yang lain termotivasi untuk bergaul dengan orang lain dan mereka menyatakan motivasi ini dalam berbagai cara yang berbeda. Motivasi sebagai suatu karakteristik yang stabil merupakan konsep yang agak berbeda dari motivasi untuk melakukan sesuatu yang spesifikdalam situasi tertentu. Teori kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang didefinisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya. Aktualisasi diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris, dan mandiri pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk aktualisasi dari pada puncak hirarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa pencapaian diri kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah merupakan alasan utama bagi mahasiswa untuk memilih mengikuti semester pendek mata kuliah keperawatan anak II yaitu untuk dapat memperoleh ilmu dan nilai yang baik. Seiring dengan semakin banyaknya sekolah kesehatan yang memiliki jurusan S1 keperawatan maka semakin banyak juga lulusan dan jumlah perkembangan lapangan pekerjaan perawat semakin tidak seimbang, kondisi ini memicu jumlah pengangguran perawan yang memiliki pendidikan S1 Keperawatan dan bekerja di luar bidang pendidikan. Kondisi ini memicu institusi pendidikan untuk meningkatkan standart indek prestasi mahasiswa yang akan lulus, maka institusi memprogramkan semester pendek pada beberapa mata kuliah diantaranya adalah mata kuliah keperawatan anak II sehingga diupayakan supaya mendapatkan pekerjaan SURYA
yang sesuai dan layak maka mahasiswa meningkatkan indeks prestasi dengan cara meningkatkan kemampuan teori dan keterampilan serta memperbaiki nilai dengan mengikuti semester pendek pada beberapa mata kuliah diantaranya adalah mata kuliah keperawatan anak II.
KESIMPULAN DAN SARAN.
…
1) Kesimpulan (1) Minat mempunyai hubungan yang positif dengan prestasi belajar yang berarti semakin tinggi minat mahasiswa maka semakin tinggi pula nilai prestasi belajar yang dicapai pada semester pendek mata kuliah keperawatan Anak II. Besarnya hubungan minat dengan prestasi belajar adalah sebesar 36,18% dari seluruh hubungan yang diberikan oleh minat dan motivasi. Hal ini berarti hubungan minat dengan prestasi belajar tidak terlalu besar. (2) Motivasi mempunyai hubungan yang positif terhadap prestasi belajar yang berarti semakin tinggi motivasi mahasiswa maka semakin tinggi pula nilai prestasi belajar yang di capai pada semester pendek mata kuliah keperawatan anak II. Besarnya hubungan motivasi dengan prestasi belajar adalaj sebesar 48,59% dari seluruh hubungan yang duberikan oleh minat dan motivasi. Hal ini berarti hubungan motivasi dengan prestasi belajar tidak terlalu besar. (3) Minat mengikuti semester pendek dan motivasi belajar sama-sama mempunyai hubungan yang positif terhadap prestasi belajar, yaitu semakin tinggi minat dan motivasi mahasiswa maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang dicapai pada semester pendek mata kuliah keperawatan anak II. Besarnya hubungan yang diberikan oleh minat dan motivasi dengan prestasi belajar adalah 82,7%
10
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II Ahmadi, A. dan Widodo, S. 1997. Psikologi Belajar. Jakarta: Rhineka Cipta.
2) Saran
(1) Bagi pihak STIKES Muhammadiyah Lamongan Disarankan dalam menyelenggarakan semester pendek tidak hanya berdasarkan pada prestasi akademik tetapi juga mempertimbangkan minat mahasiswa mengikuti semester pendek untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa Program studi S1 keperawatan. (2) Bagi Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Anak II STIKES Muhammadiyah Lamongan Disarankan dalam menyelenggarakan semester pendek mata kuliah Keperawatan Anak II tidak hanya berdasarkan pada prestasi akademik tetapi juga mempertimbangkan minat mahasiswa mengikuti semester pendek untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa Program studi S1 keperawatan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa dan pelaksanaan semester pendek bisa lebih bermanfaat. (3) Bagi Mahasiswa Disarankan dalam mengikuti semester pendek mata kuliah Keperawatan Anak II tidak hanya berdasarkan pada prestasi akademik tetapi juga mempertimbangkan minat mengikuti semester pendek untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa Program studi S1 keperawatan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa dan pelaksanaan semester pendek bisa lebih bermanfaat yaitu bisa meningkatkan prestasi belajar di bandingkan sebelum mengikuti semester pendek. . .
.DAFTAR PUSTAKA
.
Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina Aksara. Arko Pujadi. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Journal Bunda Mulia. (http://www.ubm.ac.id/manajemen/image s/doc/journal/faktor-faktormotivasi%20belajarjurnalarkopujadi.pdf) Diakses tgl 21 Juli 2010 jam 06.15 WIB.. Atkinson, Rita L. 1993. pengantar Psikologi, Edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga Beck, Robert C. 1990. motivation (Theories and Principles). Englewood Cliffs, New Jersey Cooper, Donald R & Emory. C. William. 1999. Metode Penelitian Bisnis, Jilid 1, Edisi ke lima. Alih Bahasa : Ellen G. Siompul & Imam Nurmawan, Jakarta: Erlangga. Crowl TK., Sally, podell. 1997. Educational Psychology. New York: Blackwell synergy. Danang Sunyoto, Drs, SH, MM..2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis.Yogyakarta : Media Presindo. Dimyati, M. 1999. Psikologi Pendidikan, Yogyakarta’: Fak. Psikologi UGM. Djamarah, Syaiful, Bahri. 1998. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional.
. .
Abebagus, 12 Juli 2010. Pengertian Motivasi Belajar. (http://motivasibelajar.net/pengertianmotivasi-belajar). Di akses tgl 21 Juli 2010, jam 05.50 WIB.
SURYA
Gerlach. Vernon, S., and Donald P. 1997. Teaching and Media A Systematic approach, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, N. J.
11
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Minat Dan Motivasi Dengan Prestasi Belajar Semester Pendek Mata Kuliah Keperawatan Anak II Hamalik, Oemar. 1997. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, Bandung : Sinar Baru.
Sari Surindar Auliawati. 2008. Pengaruh Motivasi, Metode Pembelajaran Dan Lingkungan Terhadap Prestasi Belajar. (http://one.indoskripsi.com/judulskripsi/pengaruh-motivasi-dan-metodepembelajaran-terhadap-prestasi-belajar). Diakses tgl 21 juli 2010.jam 0625 WIB.
Hardjono, Agus M. 1994. Kiat sukses Studi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Kanisius. Hudoyo, H.. 1998. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Departernen P & K, P3K.
Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa
Maharsi. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat. (http//puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.p hp/aku/article/.../16812).Diakses tgl 21 juli 2010.jam 06.00 WIB.
Setyowati. 1997. Peningkatan Motivasi Kemampuan Kerja dan Budaya Kerja. Pelatihan managemen Keperawatan. Jakarta :FIK.UI
Mochamad Handoko. 1992. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Cetakan pertama. Yogyakarta : Kanisius
Slamento.2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta
Ritandiyono Mukodim Sita. 2004. peranan kesepian dan kecenderungan internet Addiction Disorder Terhadap Prestasi Belajar.
Sugiyono. 1999. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sugiyono. 1999. Statistika untuk penelitian. Bandung : CV. Alfabeta
Nursalam. 2003. konsep dan penerapan Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Sahlan, Asnawi. 2002. Teori Motivasi, dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Studia Press
SURYA
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Cetakan kelima. Jakarta : PT. Gramedia
12
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KEJADIAN ULKUS DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RUANG BOUGENVIL DAN DAHLIA RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN Joko Santoso*,Virgianti Nur Faridah**,Mu’ah*** …………......……….…… …… . .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .…. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang di sepakati yaitu tekanan diastolik 90 mmhg dan sistole 140 mmhg. Sekitar 90 % kasus hipertensi tidak diketahuin penyebabanya. Pada umumnya penderita hipertensi hampir tidak merasa dirinya sakit ,namun hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya karena organ tubuh terganggu di peredaran darah. Dari survey awal di RSUD Sumberrejo Bojonegoro didapatkan terjadi peningkatan 0,93% pasien hipertensi pada tahun 2009-2010. Maka masalah penelitian ini adalah masih banyaknya pasien Rawat Inap yang mempunyai tekanan darah tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di RSUD Sumberrejo Bojonegoro tahun 2011. Desain penelitian ini menggunakan metode pra eksperimen dengan rancangan one group pre test post test desain. Populasinya adalah seluruh penderita hipertensi yang dirawat di ruang rawat inap dengan jumlah 33 orang dengan sampel 30 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu simple random sampling Instrumen yang dipakai adalah observasi secara langsung ke pasien. Pengolahan data diawali dengan koding, scoring, tabulasi dan selanjutnya dilakukan uji statistic dengan menggnakan uji t test dengan derajat kemaknaan p = 0,05 Hasil penelitian menunjukan sebagian responden mengalami penurunan tekanan darah sistole sebanyak 87% dan penurunan tekanan darah diastole sebanyak 70 %. hasil analisa dengan uji t test ada pengaruh yang signifikan antara tekanan darah awal masuk dengan tekanan darah setelah dilakukan pemberian relaksasi pada pasien Rawat Inap dengan didapatkan p < 0,000 maka H 1 diterima, artinya terdapat pengaruh antara tekanan darah pre dengan tekanan darah post pasien Rawat Inap. Kesimpulannya terdapat pengaruh antara tekanan darah pre dengan tekanan darah post pada pasien Rawat Inap RSUD Subeerejo Bojonegoro Kata kunci : tekanan darah pre, tekanan darah post, sistole, diastol sudah mengeluh biasanya terlambat sehingga hipertensi sering disebut sebagai silent killer( Dekker 2005) Berdasarkan data sebanyak 972 juta orang dewasa di dunia atau 26,4% dari jumlah penduduk dunia menderita tekanan darah tinggi pada tahun 2000. Jumlah itu diperkirakan meningkat 60% menjadi 1,56 miliar pada tahun 2005. Prevalensi penyakit hipertensi di negara maju seperti Amerika Serikat rata-rata 20% dari jumlah penduduk. Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat. Diperkirakan sekitar 65 juta penduduk Amerika memiliki tekanan darah yang tinggi, resiko tinggi pula untuk mendapatkan serangan jantung, stroke, kerusakan ginjal, kebutaan dan demensia. Angka kejadian hipertensi di Indonesia
PENDAHULUAN. …… .
… …. Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun(Elokdyah,2007). Hipertensi merupakan faktor resiko, primer yang menyebabkan penyakit jantung dan stroke. Pada umumnya penderita hipertensi hampir tidak merasa dirinya sakit, namun hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya karena organ tubuh terganggu di satu bidang yang amat penting yaitu peredaran darah. Hipertensi bahkan sering terabaikan karena tidak ada keluhan dan bila SURYA
13
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus diperkirakan 1,8 sampai 18,6% dengan prevalensinya pada wanita 11,6% lebih banyak dari pada pria yang prevalensinya hanya 6,0% (Suyono, dkk, 2001). Data dari Dinkes Jawa Timur melaporkan bahwa jumlah penderita hipertensi tahun 2010 sebanyak 315.864, tahun 2004 sebanyak 505.487 dan tahun 2005 sebanyak 619.201. Berdasarkan data yang diambil di Rumah Sakit Umum Sumberrejo di tahun 2009 total kasus hipertensi sebanyak 293 kasus, di rawat inap sebanyak 86 kasus, di tahun 2010 total kasus hipertensi sebanyak 314, di rawat inap 110. Pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan sebanyak 0,93% pasien hipertensi primer di Rumah Sakit Umum Sumberrejo. Dari survey awal dapat simpulkan bahwa masih banyaknya pasien yang mempunyai tekanan darah tinggi di ruang rawat inap RSU Sumberrejo Bojonegoro Pada penderita hipertensi sudah terjadi peningkatan respon saraf simpatis, kemudian terjadi pengeluaran norepinefrin pada ujung saraf yang dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan vasokonstriksi perifer yang selanjutnya menimbulkan peningkatan tekanan darah. Pada keadaan stress respon saraf simpatis meningkat sehingga peningkatan aktivitas saraf simpatis ini juga mengeluarkan norepinefrin yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten. Teknik relaksasi dipercaya dapat menurunkan tekanan darah. Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Konsep dasar pada relaksasi pada hakekatnya merupakan cara relaksasi yang diperlukan untuk menurunkan ketegangan otot yang dapat memperbaiki denyut nadi, tekanan darah dan pernafasan. (Priharjo, 2002) Teknik Relaksasi dengan bernafas yang dalam secara rutin akan dapat membantu mengatur tekanan darah. Hal ini tidak diduga ternyata dapat menjadi pengganti diet, olahraga ataupun obat-obatan. Bernafas dalam dan lambat merupakan tindakan relaksasi sehingga pembuluh darah mengalami dilatasi (William, 2003).
SURYA
Relaksasi merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 2001). Latihan yang teratur melancarkan peredaran darah kemudian tekanan darah menjadi normal. Seperti diketahui, pembuluh darah yang tersumbat membuat tekanan darah meninggi, sehingga berisiko gangguan jantung. Adapun Pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah, berarti telah memberikan penanganan alternatif pada pasien secara non farmakologi selain pengkonsumsian obat-obatan medikamentosa dan dapat memberikan pengajaran pada pasien dalam mengatasi tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ” Pengaruh Pemberian Relaksasi (Nafas Dalam) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Sumberrejo Bojonegoro” Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : “Adakah pengaruh relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Sumberrejo Bojenegoro” Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menjelaskan pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Sumberrejo Bojonegoro.
METODOLOGI .PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pra eksperimen dengan rancangan one group pre test and post test desain. Sebelum memberikan perlakuan berupa relaksasi nafas dalam pada pasien hipertensi, langkah awal yang dilakukan adalah mengukur tekanan darah pasien yang mengalami hipertensi. Kemudian memberikan perlakuan relaksasi nafas dalam, selama 15 menit dan dilakukan
14
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus 1 kali sehari sebelum pasien makan pagi kemudian setelah 10 menit pemberian intervensi teknik relaksasi nafas dalam diukur kembali tekanan darah. Kemudian dibandingkan penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
HASIL .PENELITIAN
Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa dari 30 responden yang diobservasi didapatkan jumlah sebagian responden pada usia 45-55 tahun yaitu sebanyak 20 responden (68%). 4) Distribusires Ponden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
…
1. Data Umum 1) Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 15 15 30
Prosentase 50 % 50 % 100 %
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagian responden yaitu 15 responden (50%). 2) Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No 1
Pendidikan
Tidak sekolah
Frekuensi
Prosentase
13
43 %
2
SD
12
41 %
3
SMP
5
16 %
4
SMA
0
0%
0
0%
30
100 %
5 Pendidikan tinggi Jumlah
No 1 2 3
Umur 15-44 tahun 45-55 tahun 56-75 tahun Jumlah
SURYA
Responden
Frekuensi
Prosentase
1
Tidak berkerja
6
20
2
Pensiunan
0
0
3
Petani
11
36
4
Wiraswasta
10
34
5
Lain-lain
3
10
Jumlah
30
100
2. Data Khusus 1) Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah pre sistole di RSU Sumberrejo bojonegoro tahun 2011 Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah pre sistole No 1 2 3 4
Berdasarkan
Tekanan Darah Pre Frekuensi sistole Normotensi < 140 0 HT ringan 140-159 4 HT sedang 160-179 13 HT berat > 180 13 Jumlah 30
Prosentase 0% 14 % 43 % 43 % 100 %
Dari Tabel 5 dapat menunjukkan bahwa dari 30 Responden yang diteliti, sebagian mempunyai tekanan darah pre sistole sedang dan berat sebanyak 13 orang (43%)
Distribusi Responden Berdasarkan umur Frekuensi 5 20 5 30
Perkerjaan
Dari Tabel 4 dapat menunjukkan bahwa dari 30 Responden yang diteliti, lebih dari sebagian bekerja sebagai petani yaitu sejumlah 11 responden (36 %).
Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang berpendidikan lebih dari sebagian adalah tidak sekolah sebanyak 13 orang (43 %) 3) Disrtibusi Umur Tabel 3
No
Prosentase 16 % 68 % 16 % 100 %
15
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus 2) Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah pre diastole di RSU Sumberrejo Bojonegoro tahun 2011 Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah pre diastole No 1 2 3 4
Tekanan DarahPre Frekuensi Diastole Normotensi < 0 90 HT ringan 907 99 HT sedang 10019 119 HT berat > 120 4 Jumlah 30
4) Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah post diastole di RSU Sumberrejo Bojonegoro tahun 2011 Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah post diastole
Prosentase
No
0%
No 1 2 3 4
4 11 13
13 % 36 % 43 %
2 30
6% 100 %
64 %
4
13 % 100 %
Dari Tabel 8 dapat menunjukkan bahwa dari 30 Responden yang diteliti, sebagian mempunyai tekanan darah post diastole sedang sebanyak 13 orang (43%) 5) Pengaruh pemberian (relaksasi nafas) dalam terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi Tabel 9 Pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi
Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah post sistole Frekuensi
Prosentase
4
13 %
7
23 %
12
41 %
7 30
23 % 100 %
No 1 2 3
Perubahan Tekanan DarahPost Sistole Tetap Penurunan Bertambah Jumlah
Frekuensi
Prosentase
3 26 1 30
10 % 87 % 3% 100 %
Sunber data primer 2011 Tabel 9 dapat menunjukan bahwa dari 30 pasien yang di teliti lebih dari sebagian mengalami penurunan tekanan darah sistole sebanyak 26 orang ( 87% ). Berdasarkan hasil pengujian dengan uji t menunjukan nilai t =7,102 dan p=0,000 dimana p<0,05 maka H1 diterima,artinya ada pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam )terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi.
Dari Tabel 7 dapat menunjukkan bahwa dari 30 Responden yang diteliti, sebagian mempunyai tekanan darah post sistole sedang sebanyak 12 orang (41%)
SURYA
Prosentase
23 %
3) Distribusi Responden Berdasarkan tekanan darah post sistole di RSU Sumberrejo bojonegoro tahun 2011
Tekanan Darah Post sistole Normotensi < 140 HT ringan 140159 HT sedang 160179 HT berat > 180 Jumlah
Frekuensi
1 2 3
Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 30 Responden yang diteliti, sebagian mempunyai tekanan darah pre diastole sedang sebanyak 19 orang (64%)
Tabel 7
Tekanan Darah Post Diastole Normotensi < 90 HT ringan 90-99 HT sedang 100119 HT berat > 120 Jumlah
16
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tabel 10
No 1 2 3
disebabkan oleh karena penebalan dinding otot pada jantung ,pembuluh darah dan hormon (Leni Gunawan, 2001). Pada umumnya responden atau pasien baru mengetahui mempunyai penyakit hipertensi setelah dirawat di rumah sakit. Penderita yang baru mengetahui penyakit hipertensi hanya diberi obat antihipertensi, sedangkan terapi psikologis jarang sekali diberikan.
Pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi
Perubahan Tekanan DarahPost Diastole Tetap Penurunan Bertambah Jumlah
Frekuensi
Prosentase
7 21 2 30
23 % 70 % 7% 100 %
2. Tekanan darah setelah dilakukan pemberian relaksasi (Nafas Dalam) Berdasarkan hasil tabulasi Tabel 9 dan 4.10 ada perubahan yang signifikan pada tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi. Setelah dilakukan relaksasi (nafas dalam) Pada Tabel 9 didapatkan antara pre dan post sistole mengalami penurunan yaitu sebanyak 26 orang (87%), pada Tabel 10 setelah dilakukan relaksasi (nafas dalam) didapatkan pre dan post diastole lebih dari sebagian mengalami penurunan yaitu sebanyak 21 orang(70%). Berdasarkan hasil pengujian dengan uji t pada tekanan sistole menunjukkan nilai t = 7,102 dan p = 0,000 dimana p < 0,05 maka H1 diterima,artinya ada pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi Berdasarkan hasil pengujian dengan uji t pada tekanan diastole menunjukkan menunjukan nilai t = 5,174 dan p = 0,000 dimana p < 0,05 maka H1 diterima,artinya ada pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi Hal ini dapat disimpulkan bahwa, teknik relaksasi juga dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Setelak dilakukan teknik relaksasi pasien menyatakan lebih rileks. Kondisi rileks memberikan pengaruh pada relaksasi otot polos vaskuler sehingga arteri/arteriol mampu vasodilatasi optimal. Pada keadaan relaksasi mengakibatkan penurunan rangsangan emosional dan penurunan pada rangsangan pada area pengatur fungsi kardiovaskular seperti pada hipothalamus posterior dan nukleus perifornikel. Penurunan rangsangan
Sumber data primer 2011 Tabel 10 dapat menunjukan bahwa dari 30 pasien yang di teliti lebih dari sebagian mengalami penurunan tekanan darah diastole sebanyak 21 orang (70 %) Berdasarkan hasil pengujian dengan uji t menunjukan nilai t =5,174 dan p=0,000 dimana p<0,05 maka H1 diterima,artinya ada pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi.
PEMBAHASAN .… .… 1. Tekanan darah sebelum dilakukan pemberian relaksasi (Nafas Dalam) Pada saat pertama dilakukan pengukuran tekanan darah sebagian besar penderita merupakan golongan hipertensi berat dan sedang. Kesimpulan tersebut dapat diambil dari data awal yang didapatkan bahwa 43% penderita merupakan golongan hipertensi berat dan 43% hipertensi sedang sedangkan hipertensi ringan 14%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden berumur 45-55 tahun sebanyak 20 orang(68%.) dan sebagian kecil berumur 15-44 tahun dan 5675 tahun yaitu masing –masing sebanyak 5 orang(16%). Sebagian besar responden berumur antara 45-55 tahun,umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah dan paada umumya terjadi pada manusia yang berumur 40 tahun keatas .dengan bertambahnya umur ,resiko mendapat hipertensipun meningkat ini SURYA
17
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus pada hipothalamus posterior akan dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan perangsangan pada area preoptik menimbulkan efek penurunan tekanan arteri dan frekuensi denyut jantung yang dijalarkan melalui pusat kardiovaskular diregio retikular dari medula dan pons. Relaksasi pernafasan memberi respon melawan massdischarge (pelepasan impuls secara massal) pada respon stres dari sistem saraf simpatis. Kondisi ini ndapat menurunkan tahanan perifer total akibat penurunan tonus vasokonstriksi arteriol.(Barnes,2001) Relaksasi dengan mengatur frekuensi pernafasan antara 8-12 kali per menit memberi pengaruh berupa menurunnya konsumsi oksigeen oleh sel-sel tubuh dan meningkatnya kadar CO2 plasma. Peningkatan kadar CO2 plasma merangsang refleks baroreseptor, yang kemudian menurunkan aktivitas simpatis pada jantung (menurunkan kontraktilitas miokard) sehingga mengurangi stroke volume dan menurunkan tekanan sistole. Praktek teknik relaksasi yang diberikan mulai hari pertama dirawat di rumahsakit kepada pasien hipertensi, memberikan efek yang bermakna terhadap perubahan sistole pada hari berikutnya. Latihan relaksasi yang diberikan tiap hari secara berturut-turut sedikitnya sekali sehari bersama terapi farmakologis telah memberikan efek yang baik terhadap perubahan sistole pasien hipertensi.
30 responden dari tekanan diastole didapatkan, 21 orang mengalami penurunan Berdasarkan hasil pengujian dengan uji t pada tekanan sistole menunjukkan nilai t = 7,102 dan hasil pengujian dengan uji t pada tekanan diastole menunjukkan menunjukan nilai t = 5,174 dan p = 0,000 dimana p < 0,05 maka H1 diterima,artinya ada pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. Pada kondisi relaksasi seseorang berada pada keadaan sadar namun rileks, tenang, mengistirahatkan pikiran, otot-otot rileks, mata tertutup dan pernafasan teratur. Keadaan ini mengurangi rangsangan dari luar. Perangsangan dari berbagai area dalam hypothalamus menimbulkan efek neurogenik pada system kardiovaskuler seperti peningkatan atau penurunan tekanan arteri serta peningkatan dan penurunan denyut jantung. Pada teknik relaksasi terjadi penurunan aktivitas saraf simpatis sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga keadaan menjadi rileks. Keadaan rileks ini dapat mempengaruhi HPA axis, hipotalamus (CRF menurun), pituitari (ACTH menurun) dan medulla katekolamin yang mengakibatkan penurunan tekanan darah. Respon relaksasi mempunyai efek penyembuhan mengembalikan proses fisik, mental, dan emosi. Teknik ini diperkenalkan oleh Jacobson yang berdasarkan keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran dan kejadian dengan ketegangan otot. (Davis,2005) Pada keadaan relaksasi mengakibatkan penurunan rangsangan emosional dan penurunan pada rangsangan pada area pengatur fungsi kardiovaskular seperti pada hipothalamus posterior dan nukleus perifornikel. Penurunan rangsangan pada hipothalamus posterior akan dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan perangsangan pada area preoptik menimbulkan efek penurunan tekanan arteri dan frekuensi denyut jantung yang dijalarkan melalui pusat kardiovaskuler di region retikular dari medula dan pons. Relaksasi pernafasan memberi respon melawan mass discharge (pelepasan impuls secara massal)
3. Pengaruh pemberian relaksasi (Nafas Dalam) terhadap tekanan darah Berdasarkan uji statistik menunjukan bahwa pemberian relaksasi (Nafas Dalam) menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari tabel yang telah disajikan diatas. Pada diagram tersebut tersaji secara jelas dari 30 responden sebelum diberikan pemberian relaksasi (Nafas Dalam) sebagian mempunyai tekanan darah sistole sedang dan berat masing – masing sebanyak13 orang (43%) dan sesudah dilakukan teknik relaksasi dari 30 responden dari tekanan darah sistole diperoleh, 26 orang menagalami penurnan. sedangkan dari
SURYA
18
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus pada respon stres dari sistem saraf simpatis. Kondisi ini dapat menurunkan tahanan perifer total akibat penurunan tonus vasokonstriksi arteriol (Barnes,2001) Relaksasi merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnyasalah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 2003). Latihan yang teratur melancarkan peredaran darah kemudian tekanan darah menjadi normal. Seperti diketahui, pembuluh darah yang tersumbat membuat tekanan darah meninggi, sehingga berisiko gangguan jantung. Pada kondisi relaksasi seseorang berada pada keadaan sadar namun rileks, tenang, mengistirahatkan pikiran, otot-otot rileks, mata tertutup dan pernafasan teratur. Keadaan ini mengurangi rangsangan dari luar. Perangsangan dari berbagai area dalam hipothalamus menimbulkan efek neurogenik pada sistem kardiovaskuler sepertipeningkatan atau penurunan tekanan arteri serta peningkatan dan penurunan denyut jantung. Pernafasan lamban dan menarik nafas dalam pelan-pelan dan membuangnya dengan nafas pelan-pelan juga dapat memicu terjadi sinkronisasi getaran seluruh sel tubuh dan gelombang dan bioelektrikpun menjadi sangat tenang sehingga pembuluh darah mengalami dilatasi menyebabkan dan dapat menurunkan tekanan darah.(Setiawan, 2000) Kajian diatas menunjukan bahwa teknik relaksasi yang diberikan kepada pasien hipertensi memberikan efek penurunan tekanan darah lebih dini dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan pengobatan antihipertensi.
KESIMPULAN DAN SARAN.
yang mempunyai tekanan sistole dan diastole sedang dan berat 2) Setelah dilakukan pemberian relaksasi (nafas dalam) dari sebagian besar responden menagalami penurunan tekanan darah pada sistole sebanyak 26 orang (87%) dan diastole sebanyak 21 orang (70%). 3) Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) terhadap tekanan darah pada sistole dan diastole dengan p = 0,000. 2. Saran Diharapkan penelitian ini dapat menjelaskan dan memperkuat konsep serta sumbangan bagi pengembang materi tentang terapi non farmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi Mengingat besarnya pengaruh pemberian relaksasi (nafas dalam) maka dianjurkan pasien yang menjalankan perawatan di rumah sakit yang mengalami tekanan darah tinggi agar diajarkan teknik relaksasi. Hal tersebut untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar manusia sehingga membantu mempercepat kesembuhan dan menurukan biaya perawatan. Sebagai masukan bagi tempat penelitian dan hasilnya digunakan sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi agar mengajarkan teknik relaksasi sebagai modifikasi terapi non farmakologis selain terapi farmakologis dengan cara kepala bidang keperawatan membuat protap yang kemudian diterapkan pada pasien hipertensi. Menambah informasi tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi Dengan adanya penelitian awal tentang manfaat relaksasi diharapkan dapat dilakukan penelitian selanjutnya. Pada penelitian ini hanya menggunakan teknik non probability selanjutnya diharapkan dengan teknik probability. Diharapkan dengan adannya penelitian ini dapat dikembangkan penelitian berikutnya dan digunakan sebagai data dasar untuk
…
1. Kesimpulan 1) Sebagian responden sebelum dilakukan pemberian relaksasi (nafas dalam) adalah penderita hipertensi SURYA
19
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus melakukan penelitian tentang manfaat teknik relaksasi untuk penanganan penyakit selain hipertensi.
Horrison, (2000), Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.hal.1257
.DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Media Aesculapius Jakarta.hal.501
. .
.
. .
Alimul, Azis (2003). Riset Keperawatan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
Martha, D (2003). Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres. Jakarta:EGC.
Beevers, D.G (2002). Tekanan Darah. Jakarta: Dian Rakyat.
Notoatmojo, Soekidjo (2003), Pengatur Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.hal.97
Benson, H (2004). Benson Relaxation. http//www.uua.org/ga/ga03/2031.ht m.di akses tanggal 22 januari jam 16:30 WIB
Nursalam (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Media, Jakarta.hal.101
Brunner & Suddarth (1996), Keperawatan Medikal Bedah, volume 2, Jakarta : EGC Dekker
Nursalam, Pariani (2000), Metodologi Penelitian, Salemba Medika, Jakarta. Priharjo, R. (2003). Perawatan Nyeri. Jakarta. : EGC.
(2005).hipertensi,http://www.secured .indonetwork.co.id.di akses tanggal 23 januari 2011 jam 17:00 WIB
Purwati, (2002), Menu Penderita Hipertensi, , Jakarta : EGC.
Doenges, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.hal.39
Setiawan(2000).fisiologi relaksasi, http://digilib.unimus.ac.id. Diakses tanggal 21 Januari 2011 Jam 16.00 WIB
Edwin (1995), Buku Ajar Kardiologi, EGC, Jakarta.hal.71 Elokdyah (2007).hipertensi, http://rozelt.indonetwork.co.id/ diakses:tanggal 22 Januari 2011 jam 16:00 WIB
Shelndon, G. (2005), Mayo Clinic Hipertensi, Intisari, Jakarta.:EGC Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.
Ethel,(2003).tekanan darah, http://www.biofircenter.com. diakses : tanggal 23 Januari 2011 Jam 19.00 WIB
Sulistyowati,( 2005), Konsep Keperawatan Kesehatan Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C & Hall, (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
Suyono, Slamet, (2001), Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta.hal.457
Handoyo, (2002). Panduan praktis aplikasi olah nafas. Jakarta:Elex Media Komputindo
SURYA
Dasar Jiwa,
20
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE ALAT REPRODUKSI PADA PEMULUNG WANITA DI PEMUKIMAN PEMULUNG KELURAHAN BENOWO SURABAYA Novita Eka Kusuma Wardani ( Poltekkes Kemenkes Surabaya ) ………….……….…… …… . .….…….ABSTRAK…… …. .… …….. .…….……….……… Personal Hygiene of reproductive organs is crucial for women, including female scavengers. This study intended to overview the knowledge of female waste collectors on personal hygiene of their genital organs. Also, it is objected to dig up their behavior or habits in maintaining hygiene of sexual organs. It is a descriptive study involving 37 female scavengers as respondents were chosen as samples using total sampling procedure. A set of questionnaires and check list for interview were designed as data collection tools. Data were tabulated on frequency base and analyzed descriptively. The research reveals the poor understanding of female scavengers on personal hygiene related to genital organs. They are also poor on handling personal hygiene properly. The research acknowledges the importance of improving knowledge on maintaining healthy reproductive organs among female waste collectors. Keywords : Description of Knowledge, Personal Hygiene, Female Scavangers
PENDAHULUAN….…
… …..…. Kesehatan reproduksi menjadi perhatian dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu pada umumnya. Masalah kesehatan reproduksi dewasa ini telah menghantui masyarakat perempuan di seluruh dunia dan tidak membedakan status social dan ekonomi. Artinya setiap perempuan memiliki potensi untuk mengalamai gangguan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan angka kematian Ibu, angka kesakitan ibu dan angka kematian bayi ( Manuaba, 1998). Kebersihan lingkungan dan jasmani sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu organ tubuh yang penting serta sensitif dan memerlukan perawatan khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi. Apabila alat reproduksi tidak dijaga kebersihannya maka akan menyebabkan infeksi, yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit. Dampak yang bisa diakibatkan oleh personal hygiene alat reproduksi yang buruk antara lain, keputihan,
SURYA
vulvitis, vaginitis, vulvovaginitis dan kanker servik. Di dunia, angka kejadian akibat infeksi alat reproduksi diperkirakan sekitar 2,3 juta pertahun 1,2 juta diantaranya ditemukan dinegara berkembang, sedangkan jumlah penderita baru sekitar 5 juta pertahun dan terdapat di negara berkembang sekitar 3 juta (Berman, 2009). Pada tahun 1997, di Jakarta prevalensi infeksi saluran reproduksi yang terjadi yaitu candidiasis 6,7 %, tricomoniasis 5,4 %, dan bacterial vaginosis 5,1 %. Sedangkan pada tahun 2004, prevalensi infeksi saluran reproduksi sebagai berikut, bacterial vaginosis 53 %, vaginal kandidiasis 3 %,. Tahun 2004, prevalensi penyakit infeksi saluran reproduksi pada remaja putri dan wanita dewasa yang disebabkan oleh bacterial vaginosis 46 %, candidia albican 29 %, dan tricomoniasis 12 %. Lingkungan yang tidak bersih dan kebiasaan pemeliharaan personal hygiene yang rendah Pemulung wanita memiliki kerentanan yang besar dalam kesehatan reproduksi sebagai akibat dari lingkungan
21
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Alat Reproduksi kerja, tempat tinggal dan kebiasaan pemeliharaan personal hygiene yang rendah. Penelitian yang dilakukan Windi, dkk (2010) di sekitar Surabaya menemukan bahwa 58,33% wanita pemulung mengalami gangguan kesehatan reproduksi dan 41,67% tidak mampu mengatasi gangguan kesehatan reproduksi yang dialami. Dengan latar belakang di atas, maka dipandang perlu untuk meneliti perilaku pemeliharaan kebersihan pribadi (personal hygiene) dikalangan wanita pemulung yang tinggal dan bekerja disekitar Tempat Pembuangan Sampah Benowo Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan wanita pemulung tentang personal hygiene organ kelamin sebagai bagian dari organ reproduksi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perilaku atau kebiasaan wanita pemulung dalam menjaga kebersihan organ genitalia.
HASIL PENELITIAN….… …. ……. A. Data Umum 1. Usia Responden Secara umum para pemulung wanita di Benowo memiliki karakteristik usia yang didominasi usia 21-30 tahun sebanyak 70,2%. Dan hanya 13,5% yang berusia dibawah 20 tahun. Sedangkan responden yang berusia 31-40 tahun berjumlah 16,2%. Dilokasi pemulung juga didapatkan sejumlah remaja putri (usia sekolah SMP) yang merupakan anak dari para pemulung dan membantu orang tua mereka sebagai pemulung.. Tabel
Usia ( Tahun ) 10-20 21-30 31-40 TOTAL
METODE PENELITIAN.…
… .… Penelitian ini merupakan jenis Penelitian deskriptif untuk mengetahui pengetahuan pemulung wanita tentang pemeliharaan alat reproduksi (personal Hygiene) dan kebiasaan dalam melakukan pemeliharaan kebersihan organ kelamin. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia 20 – 45 tahun di pemukiman pemulung Benowo, Surabaya. Sampel penelitian sejumlah 37 orang menggunakan teknik total sampling.Waktu penelitian ini adalah tanggal 19 Juli 2012 – 6 September 2012. Seperangkat kuesioner dirancang dan dibagikan kepada responden yang memuat pengetahuan tentang personal hygiene dalam pemeliharaan alat reproduksi dan check list wawancara untuk mengumpulkan informasi tentang bagaimana para pemulung wanita melakukan pemeliharaan organ reproduksi (kelamin). Data selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi. Selanjutnya data dianalisa secara deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan dan perilaku personal hygiene alat reproduksi wanita pemulung di pemukiman Pemulung Benowo.
SURYA
1. Tabel Distribusi responden berdasarkan usia di Pemukiman Pemulung Kelurahan Benowo Surabaya Jumlah ( Orang ) 5 26 6 37
Prosentase (%) 13,5 70,2 16,2 100
2. Status Pernikahan Karakteristik status perkawinan menunjukan bahwa mayoritas 83,78% telah menikah. Dan hanya beberapa dari pemulung wanita yang belum menikah. Dalam penelitian juga ditemukan bahwa pemulung wanita memiliki suami yang juga bekerja sebagai pemulung. Sedangkan yang belum menikah merupakan tetangga mereka di daerah asal. Tabel
2. Tabel Distribusi responden berdasarkan status pernikahan di Pemukiman Pemulung Kelurahan Benowo Surabaya Status Jumlah ( Prosentase ( Pernikahan Orang ) %) Menikah 31 83,78 Tidak Menikah 6 16,22 37 100 TOTAL
22
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Alat Reproduksi memberikan gambaran tentang perilaku atau kebiasaan memelihara personal hygiene alat reproduksi wanita pemulung.
3. Pendidikan Terakhir Dilihat dari jenjang pendidikan yang dicapai, disimpulkan bahwa para pemulung tidak tamat SD (72,97%) dan hanya 16,21% yang pernah mengenyam bangku SMP. Tabel
3. Tabel Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir di Pemukiman Pemulung Kelurahan Benowo Surabaya
Pendidikan Terakhir SD SMP SMA TOTAL
B. 1.
Tabel 5. Tabel Distribusi Kebiasaan atau perilaku wanita pemulung dalam melakukan pemeliharaan personal hygiene alat reproduksi di Pemukiman Pemulung Kelurahan Benowo Surabaya
Jumlah ( Orang ) 27 6 4 37
Prosentase (%) 72,97 16,22 10,81 100
Pemelih Baik araan Personal Jumlah % Hygiene
Data Khusus Pengetahuan Personal Hygiene
Dari data yang dikumpulkan ditemukan bahwa umumnya para pemulung wanita di yang tinggal dan memulung disekitar TPA Benowo memiliki pengetahuan yang kurang tentang personal hygiene alat reproduksi ( 83,78 % ) Tabel
4. Tabel Distribusi responden berdasarkan pengetahuan Personal Hygiene para pemulung wanita di Pemukiman Pemulung Kelurahan Benowo Surabaya Pengetahuan Jumlah Prosentase ( Orang ) (%) Baik 3 8,11 Sedang 3 8,11 Kurang 31 83,78 37 100 TOTAL
2.
%
Jumlah
Kurang
Jumlah
3
8,12
23
62,16
11
29,73
Bahan pencuci/ sanitasi (sabun, dll)
3
8,12
20
54,05
14
37,84
Pengganti an pembalut
19
51,3 5
5
13,51
13
35,12
…
… Kebersihan pribadi (personal hygiene) adalah mutlak bagi seorang perempuan. Hal ini menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian seksama bagi para perempuan yang bekerja dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat seperti para pemulung wanita. Alat kelamin terutamanya vagina memiliki kelembapan yang cukup tinggi sehingga merupakan media yang baik bertumbuhnya berbagai kuman penyakit atau bakteri termasuk jamur. Sehingga dengan demikian perempuan diwajibkan menjaga kebersihan alat reproduksi dengan berkala dan dengan cara yang benar. Dan hal ini makin diperburuk karena para pemulung wanita hidup dna bekerja di lingkungan yang kotor, sanitasi buruk dan akses terhadap fasilitas umum seperti air bersih, listrik dan fasilitas kesehatan sangat rendah (Windi, dkk, 2010).
Pemeliharaan alat reproduksi meliputi cara mencuci yang benar, penggunaan bahan-bahan sanitasi dan kebiasaan penggunaan pembalut. Dari hasil wawancara dan check list dari ketiga variabel di atas dapat dikatakan bahwa perilaku atau kebiasaan memelihara masih tergolong memprihatinkan. Tabel 5 berikut ini
23
%
Cara membersi hkan/ mencuci
PEMBAHASAN….
Perilaku Personal Hygiene
SURYA
Sedang
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Alat Reproduksi Menurut Wartonah, 2006 Perilaku atau kebiasaan memelihara kebersihan pribadi organ reproduksi dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain factor sosial ekonomi dan budaya, pengetahuan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan perilaku sehat seseorang. Perilaku sehat seseorang (health behavior) sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki, bagaimana individu menyikapi masalah kesehatan dan mengambil tindakan yang perlu untuk sembuh dari penyakit atau tetap hidup sehat. Pengetahuan pemulung wanita disekitar TPA Benowo tentang pemeliharaan kebersihan pribadi organ reproduksi tergolong kurang (83,78%). Rendahnya pengetahuan para pemulung lebih banyak ditentukan oleh terbatasnya akses mereka terhadap informasi kesehatan reproduksi yang disediakan oleh pusat pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Windi, dkk (2010) menemukan bahwa Puskesmas yang berada disekitar konsentrasi pengepul sampah belum memiliki program yang khusus menangani kesehatan reproduksi wanita pemulung. Hal ini makin diperberat karena mereka tidak memiliki akses terhadap JAMKESDA Pemkot Surabaya. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi personal hygiene juga disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah. Seperti terlihat pada tabel 3 bahwa para pemulung umumnya hanya berpendidikan Sekolah Dasar. Sehingga dengan demikian pengetahuan mereka tentang pemeliharaan kesehatan organ reproduksi sangat terbatas sehingga hanya mengandalkan pengalaman mereka sehari-hari. Atau dengan kata lain pengetahuan tentang personal hygiene organ reproduksi umumnya diperoleh secara alamiah dari mulut ke mulut. Informasi kesehatan reproduksi seperti ini tidaklah memadai dan belum tentu benar. Namun demikian pengetahuan atau informasi seperti ini dapat dijadikan pelajaran. David A. Kolb (1984), seorang ahli pendidikan Amerika menyatakan bahwa “pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dihasilkan dari kombinasi antara menerima dan mentransformasi pengetahuan”(Andersen, 2000). SURYA
Dilihat dari aspek kebiasaan dalam melakukan pemeliharaan organ kesehatan reproduksi, ada variasi yang cukup bermakna. Dalam kebiasaan membersihkan atau mencuci organ reproduksi cenderung dilakukan dalam tataran sedang. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa kegiatan membersihkan organ kelamin hanya dilakukan pada saat mandi pagi atau sore. Tidak ditemukan adanya waktu khusus untuk melakukan pembersihan organ kelamin termasuk pada saat menstruasi sekalipun. Hal ini tidak terlepas tidak tersedianya toilet yang memadai disekitar TPA. Dan bahkan ditemukan bahwa ada hampir 30% kurang mampu melakukan pemeliharaan personal hygiene. Demikian halnya dalam penggunaan bahanbahan antiseptic pembersih organ genetial. Lebih dari separuh responden (54,05%) memiliki kemampuan sedang dalam memilih alat pembersih dalam merawat organ intim mereka. Dan bahkan 37,84% tidak tahu bagaimana memilih bahan pembersih organ kelamin. Dari wawancara yang dilakukan terungkap bahwa umumnya wanita pemulung tidak tahu dan merasa tidak perlu untuk menyediakan sabun yang khusus diperuntukan untuk pemeliharaan organ intim. Mereka umumnya hanya menggunakan sabun mandi biasa dalam membersihkan alat kelamin. Tidak jarang ada yang menggunakan sabun cuci termasuk sabun colek (pencuci piring atau pakaian). Hal yang sama juga ditemukan dalam kebiasaan mengganti pembalut selama menstruasi. Sekalipun terdapat lebih dari separuh (51,35%) sudah melakukan penggantian pembalut sesuai dengan kondisi menstruasi, masih ditemukan 35,12% responden yang kurang peduli dengan frekuensi penggantian pembalut. Responden beralasan bahwa mereka tidak punya waktu yang banyak untuk kembali ke kos-kosan untuk mengganti pembalut. Apalagi disekitar TPA tidak tersedia toilet yang memadai. Temuan ini sejalan dengan apa yang disimpulkan oleh Windi, dkk (2010) dalam penelitian mereka terhadap kesehatan reproduksi pemulung wanita disekitar Jembatan Merah, Krembangan dan
24
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Alat Reproduksi Siwalankerto Surabaya. Para pemulung wanita yang menstruasi umumnya hanya mengganti pembalut setelah selesai berkeliling mengumpulkan sampah. Mereka tidak rela membayar Rp.1.000 untuk membayar WC umum sekedar mengganti pembalut. Berbagai penelitian menunjukan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh alat kelamin yang tidak bersih. Surjadi ( 2002 ) mengemukakan bahwa apabila wanita dalam menjaga kebersihan genitalia kurang tepat, maka dapat menimbulkan terjadinya infeksi karena keadaan yang kotor merupakan tempat berkembang biaknya kuman. Teknik atau cara menjaga kebersihan agar tetap bersih dan segar adalah perlindungan terbaik terhadap infeksi alat kandungan. Andrijono (2005) mengemukakan bahwa jika infeksi alat kandungan terjadi terus menerus dan tidak ada tindakan pengobatan, maka akan dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan sel yang normal menjadi abnormal dan cenderung menginfiltrasi jaringan di sekitarnya sehingga dapat menyebabkan kanker serviks.
pemerintahan kota Surabaya mengingat kontribusi mereka yang besar terhadap manajemen pengolahan sampah di Surabaya. Dinas Kesehatan kota Surabaya perlu melakukan promosi kesehatan reproduksi bagi wanita pemulung. Serta membuka akses kepada mereka untuk mendapat jaminan pelayanan kesehatan gratis. Namun demikian, wanita pemulung perlu meningkatkan pengetahuan serta menyadari pentingnya memelihara kebersihan pribadi terutama yang berkaitan dengan organ kelamin. ….…
Anderesen.
2000. Experience-Based Learning Understanding adult education and training.FG, Sydney, Allen and Unwin: 225239
Anonim. 2008. Hubungan antara teknik vulva hygiene wanita dengan kejadian kanker serviks. http://www.scribd.com/doc/659 15213/1/Latar-Belakang ( diakses tanggal 28 Maret 2012 )
PENUTUP…. … … …… … …. 1. KESIMPULAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengetahuan wanita pemulung di sekitar Pemukiman Pemulung Benowo tentang personal hygiene organ reproduksi kurang yaitu sebesar 83,78 % . Kurangnya pengetahuan tersebut tergambar dari kebiasaan atau perilaku mereka dalam melakukan pemeliharaan organ genitalia mereka secara benar. Mereka kurang paham dalam membersihkan dan pemilihan bahan pembersih yang tepat untuk organ reproduksi. Para pemulung wanita juga tidak melakukan penggantian pembalut sesuai dengan kebutuhan dan derajat menstruasi.
Hamilton,Persis Mary. 1995. Dasar-dasar keperawatan maternitas edisi 6. Jakarta : EGC Manuaba, Ida Bagus. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC Widjanarko, 2009. Ginekologi anak dan Remaja. http://reproduksiumj.blogspot.co m/2009/11/ginekologi-anakdan-remaja.html ( diakses tanggal 28 Juli 2012 )
2. SARAN Alat reproduksi yang bersih dan sehat berkontribusi untuk menghasilkan generasi yang sehat dan berkualitas. Wanita pemulung sebagai bagian dari masyrakat marginal kota perlu mendapat perhatian dari SURYA
…DAFTAR PUSTAKA… … …
Windi,YK, Waluyo KL, Rahariyani LD. Reproductive Health of Female Scavangers in Surabaya, 2010. Jurnal penelitian Kesehatan
25
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Alat Reproduksi Volume VIII no.4 Desember, 2010.ISSM 2087 - 1163
perawatankebersihanalatkelamin .co.id. ( diakses tanggal 30 Juli 2012 )
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Surjadi. 2002. Personal hygiene menstruasi. http : // bidanperawatmojokerto.blogspo t.com ( diakses tanggal 3 Agustus 2012 )
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta Siswono.
Andrijono. 2007. Vaksinasi HPV merupakan pencegahan Primer Kanker Serviks. Majalah Kedokteran Indonesia. 153-158
2001. Perawatan organ reproduksi. http://duniapintardancemerlang. blogspot.com/2012/01/teorikesehatan-reproduksi. Html ( diakses tanggal 28 Juli 2012)
Ibrahim. 1996. Perawatan Kebidanan Jilid III. Jakarta : Bharata Karya Aksara
Ibrahim. 2001. Perawatan vulva hygiene. http://universityofindonesia-
SURYA
26
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP LAPANGAN KERJA KEBIDANAN DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA MAHASISWA KEBIDANAN AKBID KUSUMA HUSADA SURAKARTA Ati’ul Impartina* …… …….……….…… …… . .….…….ABSTRAK…… …. .… …….. .…….……….……… Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan. Persepsi itu bersifat individual. Dalam suatu proses pendidikan, salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik adalah motivasi peserta didik untuk belajar. Motivasi dipengaruhi oleh suatu sikap yang terdapat dalam diri orang tersebut dan itu timbul lantaran adanya persepsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dan populasi semua mahasiswa Akbid Kusuma Husada Surakarta yang berjumlah 259 mahasiswa dan jumlah sampel 155 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibuat peneliti sendiri kemudian data dianalisis dengan teknik Chi kuadrat (X 2). Hasil penelitian ini adalah persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan yang paling banyak kategori positif dan motivasi belajar yang paling banyak adalah kategori tinggi. Dari hasil analisis data diperoleh p < α atau 0,002 < 0,05 maka dinyatakan ada hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakart. Dan saran untuk penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan cakupan tempat penelitian yang lebih luas lagi . Perlu adanya pemberian informasi dan perlu adanya peningkatan motivasi belajar agar lebih optimal. Kata Kunci: Persepsi, lapangan kerja, kebidanan, motivasi belajar. baik. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik adalah motivasi peserta didik untuk belajar. Pada era globalisasi, motivasi belajar yang kurang atau rendah bisa merugikan yang bersangkutan. Dengan besarnya jumlah lulusan yang ada, maka kesempatan kerja menjadi sempit bila tidak ada perluasan lapangan kerja. Tujuan penelitian diatas untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta.
PENDAHULUAN….…
… …...…. Kehidupan individu tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya. Mulai saat itu pula individu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya, dan ini berkaitan dengan persepsi. Persepsi itu bersifat individual. Persepsi seseorang dapat mempengaruhi motivasi orang tersebut. Dalam suatu proses pendidikan, peserta didik dikatakan berhasil apabila dapat menyelesaikan suatu program pendidikan tepat pada waktunya dengan prestasi yang
SURYA
menggunakan uji statistik chi kuadrat, dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05) .
27
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Persepsi Terhadap Lapangan Kerja Kebidanan Dengan Motivasi Belajar (23,2 %) dan mahasiswa yang mempunyai persepsi terhadap lapangan kerja positif sebanyak 119 mahasiswa (76,8 %).
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan pendekatan Crossectional. Penelitian ini mencoba menggali hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta yang berjumlah 259 mahasiswa. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta yang berjumlah 155 responden. Variabel independen penelitian adalah persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan, sedangkan variabel dependennya adalah motivasi belajar . Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner tertutup. Analisis penelitian
(2)Deskripsi data motivasi belajar mahasiswa Akbid Kusuma Husada Surakarta Dari 155 responden diperoleh data hasil penelitian dengan variabel motivasi belajar yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2 Motivasi belajar Rendah Tinggi Total
HASIL PENELITIAN….…
…. ……. 1) Deskripsi data penelitian (1)Deskripsi data persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta Data hasil penelitian dengan variabel persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan yang diambil dengan menggunakan kuesioner yang diperoleh dari 155 responden kemudian diolah dan diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Frekuensi
terhadap
(Per angkatan)
kebidanan
II
(%)
III
11
12
13
36
23.2
Positif
39
40
38
119
76.8
Total
52
52
51
155
100.0
Pearson ChiSquare Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-byLinear Association
Berdasarkan tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa yang mempunyai persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan negatif sebanyak 36 mahasiswa SURYA
(%)
26 129 155
16.8 83.2 100.0
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Chi Kuadrat (X2) dengan menggunakan program SPSS 15 for windows yang disajikan dalam tabel berikut:
Total
Negatif
Tota l
2) Uji hipotesis Hubungan Persepsi terhadap Lapangan Kerja Kebidanan dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta
lapangan kerja I
Frekuensi (Per angkatan) I II III 9 3 15 43 49 36 52 52 51
Berdasarkan data yang tercantum pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang motivasi belajarnya rendah sebanyak 26 mahasiswa (16,8 %) sedangkan mahasiswa yang motivasi belajarnya tinggi sebanyak 129 mahasiswa (83,2 %).
Tabel 1 Distribusi data persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta Persepsi
Distribusi data motivasi belajar mahasiswa Kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta
28
Asymp. Sig. (2sided)
Value 9.210( b)
df 1
.002
7.730
1
.005
8.174
1
.004
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.005 9.151
1
.002
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
.004
Hubungan Persepsi Terhadap Lapangan Kerja Kebidanan Dengan Motivasi Belajar Hasil analisis data tersebut diperoleh p = 0,002, sedangkan α = 0,05. Hal ini berarti p < α maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta.
motivasi belajar bila tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin. Semakin tinggi motivasi belajar seseorang semakin cepat dalam memperoleh tujuan. Melihat hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar. Hal tersebut bisa dikarenakan persepsi atau pemberian makna terhadap suatu obyek atau peristiwa bisa menimbulkan sikap positif atau negatif dalam diri seseorang. Sedangkan sikap tersebut bisa mempengaruhi motivasi seseorang. Seseorang yang malas belajar dikarenakan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Ini akibat sikap terhadap kegiatan tersebut negatif dan sikap itu muncul karena adanya persepsi yang negatif. Semakin tinggi motivasi belajar seseorang semakin cepat dalam memperoleh prestasi belajar yang optimal (Sardiman, 2007). Motivasi belajar tinggi dikarenakan adanya persepsi positif dalam diri peserta didik termasuk dalam hal persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan.
PEMBAHASAN…
… … Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diterangkan bahwa terdapat hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta. Berdasarkan penggolongan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan diketahui bahwa lebih banyak mahasiswa mempunyai persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan yang positif. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan. Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dalam diri individu sendiri. Namun demikian sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu yang bersangkutan. Karena persepsi merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain. Dari penggolongan motivasi belajar mahasiswa diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi lebih banyak. Uno (2007) mengemukakan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Seseorang dikatakan memiliki SURYA
PENUTUP….
… … …… … …. 1) Kesimpulan (1) Hampir seluruhnya mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta mempunyai persepsi positif terhadap lapangan kerja kebidanan. (2) Hampir seluruhnya mahasiswa kebidanan Akbid Kusuma Husada Surakarta memiliki motivasi belajar yang tinggi. (3) Terdapat hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar mahasiswa Akbid Kusuma Husada Surakarta. 2) Saran (1) Bagi Institusi pendidikan Hendaknya pemberian informasi yang lebih banyak lagi tentang lapangan kerja kebidanan bagi mahasiswa kebidanan agar mahasiswa memperoleh informasi yang benar. (2) Bagi Mahasiswa
29
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Persepsi Terhadap Lapangan Kerja Kebidanan Dengan Motivasi Belajar Perlu adanya peningkatan motivasi belajar lagi baik intrinsik maupun ekstrinsik untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih optimal. (3) Bagi peneliti selanjutnya Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan persepsi terhadap lapangan kerja kebidanan dengan motivasi belajar pada mahasiswa kebidanan dengan cakupan tempat penelitian yang lebih luas lagi. ….…
M. Sofyan, N.A Madjid dan R. Siahaan, 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI. M. Syah, 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
…DAFTAR PUSTAKA… … …
Ahmad Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Bimo Walgito, 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
RI, 2007. Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
H. B Uno, 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Machfoed I, Zein Y A, Suryani E, Suherni dan Sujiyatini, 2005. Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
S. Margono, 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
M. N Purwanto, 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mochammad Arief Taufiqurrahman, 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Klaten: CSGF (The Community Of Self Help Group Town).
SURYA
Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
30
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
HUBUNGAN STATUS GIZI IBU DENGAN BERAT BADAN LAHIR DI DESA SIDOMLANGEAN, BLAWIREJO, TLANAK, DAN KANDANGREJO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN Novi Khoirun Nisa’*, Amirul Amalia**, Diah Eko Martini*** …………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
Birth weight is an indicator of health the newborn (neonatal). There are several factors that affect birth weight, the maternal factors, fetal factors, and environmental factors. This problem changing is any babies born with low birth weight and macrosomia. This study aimed to correlate between the nutritional status of mother with birth weight. The study design using a analytic study with cross sectional approach. The population are birthing mother and her baby in the village of Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, and Kandangrejo, subdistrict of Kedungpring and Lamongan district. Sampling with Simple Random Sampling technique. Samples obtained 26 respondents in April 2011. Data were collected by using direct measurements and questionnaires. Furthermore, the data tabulated and analyzed using the contingency coefficient test. The results showed, that almost all (80.8%) non-less cronic energy of maternal nutritional status and almost all (80.8%) gave birth to a baby normal birth weight. The analysis result, contingency coefficient=0.596 with a significance level of p=0.001. From above data, it can be concluded that there is a relationship between maternal nutritional status with birth weight. Seeing the results of this study, the health workers especially nurses need to provide health education about the importance of nutrition during pregnancy. Keywords: Nutritional Status of Mother, Birth Weight Seorang wanita pada masa hamil memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan biasa (Sjahmin Moedji, 2003: 15). Di samping untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagai unsur gizi tersebut juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungannya, sebab defisiensi gizi selama kehamilan dapat memberikan efek yang merugikan ibu maupun anaknya. (Courtney Moor Mary, 2002: 25). Status gizi ibu adalah keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi sebelum dan selama kehamilan. Jika calon ibu memiliki status gizi yang cukup dan seimbang, maka akan melahirkan anak yang sehat. Akan tetapi kenyataannya, masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti kurang energi kronis (KEK) (Prita Muliarini, 2010: 82). Masalah KEK pada ibu hamil dapat dideteksi sedini
PENDAHULUAN. …… .
… …. Dimulai dari konsepsi hingga melahirkan, ibu dan anak merupakan satu kesatuan yang erat dan tidak terpisahkan. Kesehatan ibu, fisik maupun mental, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungannya. Agar bayi yang sehat dapat dilahirkan dengan selamat, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pemeliharaan kesehatan ibu. Pengalaman dari beberapa generasi menunjukkan bahwa kerawanan dan ketergantungan janin pada ibu mengarah pada adanya kebutuhan dan perawatan khusus selama kehamilan. Sejalan dengan kemajuan zaman, hasil kehamilan yang diharapkan tidak hanya bayi yang sekedar hidup, tetapi juga bayi yang sehat. Hal ini merupakan bukti peninggalan tanggung jawab sosial dan moral masyarakat, bahwa gizi yang baik sangat berperan dalam proses yang efisien.
SURYA
31
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir mungkin, salah satunya dengan pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi KEK pada ibu hamil untuk risiko melahirkan bayi BBLR. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebanyak 248 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak 20 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008). Penyebab Angka Kematian Ibu adalah perdarahan pasca persalinan akibat status gizi kurang. Data prevalensi ibu hamil yang mengalami KEK masih cukup tinggi yaitu 16,7% (Depkes RI, 2005). Ibu hamil yang mengalami KEK mempunyai risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 5 kali lebih banyak dibandingkan ibu hamil yang tidak mengalami KEK. Secara Nasional berdasarkan analisa lanjut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia, angka prevalensi BBLR di Indonesia diperkirakan 7,5-14 % yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi (Depkes RI, 2005). Sedangkan, angka prevalensi Makrosomia adalah 5,7%. Data UPT Puskesmas Kedungpring tahun 2010 menunjukkan dari 605 kelahiran bayi, terdapat 4,46% bayi BBLR, 94,38% bayi BBLN, dan 1,16% bayi makrosomia. Sedangkan ibu hamil yang mengalami KEK tahun 2010 sebanyak 34 orang. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada bulan Januari 2011 dari 15 ibu hamil, didapatkan 53,33% ibu tidak mengalami KEK dan 46,67% ibu mengalami KEK, sedangkan bayi yang dilahirkan dengan BBLR sebanyak 33,33%, berat badan lahir normal (BBLN) 46,67%, dan Makrosomia 20%. Dari data di atas menunjukkan bahwa masih ada bayi yang dilahirkan dengan BBLR dan Makrosomia.
Kabupaten Lamongan pada bulan April Tahun 2011. Data penelitian diambil menggunakan kuesioner dan penelitian. Setelah ditabulasi, data dianalisis menggunakan uji koefisien kontingensi.
HASIL .PENELITIAN … 1. Data Umum 1) Umur Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu Bersalin Di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011 Umur
Jumlah
1. 2. 3. 4. 5.
< 20 tahun 20-25 tahun 25-30 tahun 30-35 tahun > 35 tahun Total
6 5 5 8 2 26
Prosentase (%) 23.1 19.2 19.2 30.8 7.7 100
Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa hampir setengah (30.8%) ibu bersalin berumur 30-35 tahun dan sebagian kecil (7.7%) ibu bersalin berumur > 35 tahun. 2) Pendidikan Terakhir Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu Bersalin di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan cross sectional, dengan metode sampling simple random sampling. Sampel diambil sebanyak 26 responden yaitu ibu bersalin dan bayinya di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring SURYA
No.
32
Pendidikan Tidak sekolah SD/MI SLTP/Tsanawiyah SMU/Sederajat Diploma/Perguruan Tinggi Total
0 4 6 10 6
Prosentase (%) 0 15.4 23.1 38.5 23.1
26
100
Jmlh
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa hampir setengah (38.5%) ibu bersalin berpendidikan SMU/Sederajat dan tidak satupun ibu bersalin yang tidak sekolah.
5) Paritas Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Paritas di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011
3) Pekerjaan Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Bersalin di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011 No.
Pekerjaan
Jumlah
1.
Ibu Rumah Tangga Petani Wiraswasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri Total
15
Prosentase (%) 57.7
1 4 3 3 26
3.8 15.4 11.5 11.5 100
2. 3. 4. 5.
No . 1. 2. 3.
1. 2. 3. 4.
Jumlah 2 10 11 3 26
Primipara Multipara Grandemultipara Total
13 12 1 26
Prosentase (%) 50.0 46.2 3.8 100
6) Pemeriksaan Kehamilan Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Kehamilan di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011
4) Tinggi Badan Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Tinggi Badan Ibu Bersalin di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011 Tinggi Badan < 150 cm 150-155 cm 155-160 cm > 160 cm Total
Jmlh
Dari Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa setengah (50%) ibu primipara dan sebagian kecil (3.8%) ibu grandemultipara.
Dari Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar (57.7%) ibu bersalin sebagai ibu rumah tangga dan sebagian kecil (3.8%) ibu bersalin bekerja sebagai petani.
No.
Paritas
No. 1. 2.
Pemeriksaan Kehamilan ≥ 4 kali < 4 kali Total
Jumlah 26 0 26
Prosentase (%) 100 0 100
Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa seluruhnya (100%) ibu memeriksakan kehamilannya ≥ 4 kali dan tidak satupun ibu memeriksakan kehamilannya < 4 kali.
Prosentase (%) 7.7 38.5 42.3 11.5 100
Dari Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa hampir setengah (42.3%) ibu bersalin mempunyai tinggi badan 155-160 cm dan sebagian kecil (7.7%) ibu bersalin mempunyai tinggi badan < 150 cm.
SURYA
33
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir 2. Data Khusus 1) Status Gizi Ibu Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Ibu Bersalin di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011 No.
Kriteria Status Gizi
Jumlah
Prosentase (%)
1 2
Non KEK KEK
21 5
80.8 19.2
26
100
Total
PEMBAHASAN .… .… 1. Status Gizi Ibu Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan hampir seluruhnya status gizi ibu adalah non KEK. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi ibu. Salah satunya adalah pengetahuan ibu yang baik tentang gizi selama kehamilan. Pengetahuan yang baik bisa dipengaruhi oleh pendidikan. Dimana, semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin mudah untuk menerima informasi baru terutama tentang kebutuhan gizi selama kehamilan. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian pada Tabel 2, bahwa hampir setengah ibu bersalin mempunyai pendidikan SMU/Sederajat. Menurut Mubarak (2007), pendidikan berarti membimbing yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula mereka menerima informasi, dan akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilainilai yang baru diperkenalkan. Di dalam perencanaan dan penyusunan makanan bagi ibu hamil sangat berperan penting. Banyak faktor yang mempengaruhi antara lain pengetahuan tentang gizi (Paath, Erna Francin, 2004). Selain pendidikan formal, pengetahuan ibu yang baik tentang kebutuhan gizi selama kehamilan juga dapat diperoleh pada saat pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC) yang teratur. Konseling tentang kebutuhan gizi selama kehamilan dilakukan pada saat kunjungan awal dan setiap kunjungan ulang. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan gizi ibu hamil bisa dipantau. Hal ini didukung pada Tabel 6 yang menjelaskan bahwa seluruhnya ibu bersalin memeriksakan kehamilannya ≥ 4 kali. Menurut Manuaba (2007: 187), pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pengupayaan observasi berencana dan teratur terhadap ibu hamil melalui pemeriksaan, pendidikan, pengawasan secara dini terhadap
Berdasarkan Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa dari 26 responden, diperoleh hampir seluruhnya (80.8%) status gizi ibu non KEK dan sebagian kecil (19.2%) status gizi ibu KEK. 2) Berat Badan Lahir Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan Lahir di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Tahun 2011 No. 1 2 3
Kriteria Berat Badan Lahir BBLR BBLN Makrosomia Total
Jumlah 3 21 2 26
Prosentase (%) 11.5 80.8 7.7 100
Berdasarkan Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa dari 26 responden, diperoleh hampir seluruhnya (80.8%) ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal dan sebagian kecil (7.7%) ibu bersalin melahirkan bayi makrosomia.
SURYA
34
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir komplikasi, dan penyakit ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan. Konseling tentang zat gizi merupakan cara yang paling efektif saat pola diet dan pola makan seorang ibu hamil berubah sedikit. Untuk mengejar kekurangan antara asupan gizi dengan kebutuhan kalori dan proteinnya, ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi makanan seperti susu, selai kacang, keju, roti, dan telur. Konseling tentang gizi dilakukan dengan memotivasi ibu hamil menjalani pola dietnya dan menganjurkan ibu hamil meminum susu tambahan untuk memberi makan bayinya. Sang ibu mengetahui bahwa bayi harus disusui segera setelah dilahirkan sehingga masuk akal bagi sang ibu bahwa bayinya juga memerlukan susu sebelum dilahirkan (Varney, Hellen, 2006: 553).
maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Selain status gizi ibu, berat badan lahir juga dipengaruhi oleh usia ibu. Usia yang baik untuk merencanakan kehamilan adalah 20-35 tahun. Dimana pada usia ini, perkembangan organ-organ reproduksi sudah matur. Dari segi psikologis, ibu sudah siap menerima perubahan yang akan terjadi pada dirinya sehingga bisa mengontrol emosinya. Kedua hal tersebut, berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandung ibu. Hal ini didukung dari Tabel 1 yang menjelaskan bahwa hampir setengah ibu bersalin berumur 30-35 tahun. Menurut Mubarak (2007), usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Kehamilan dibawah usia 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu, kehamilan diatas usia 35 tahun juga sangat berbahaya. Ini dikarenakan pada usia ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak, organ kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya yang akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan tidak lancar, dan BBLR bahkan makrosomia (Poedji Rochjati, 2003).
2. Berat Badan Lahir Berdasarkan Tabel 8 diperoleh data hampir seluruhnya ibu bersalin melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal. Hal ini dipengaruhi salah satunya adalah status gizi ibu. Status gizi ibu mempunyai pengaruh yang penting terhadap bayi yang akan dilahirkan. Zat gizi yang dikonsumsi ibu hamil dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin selama dalam kandungan. Jika status gizi ibu KEK, maka bayi yang akan dilahirkan berisiko akan mengalami BBLR. Sebaliknya jika status gizi ibu non KEK, maka bayi yang dilahirkan kemungkinan besar berat badannya normal. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian pada Tabel 7, yang menunjukkan bahwa hampir seluruhnya status gizi ibu bersalin adalah non KEK. Menurut Sunita Almatsier (2004), status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas, status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung (Solihin Pudjiadi, 2003). Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan,
SURYA
3. Hubungan Status Gizi Ibu dengan Berat Badan Lahir Menurut hasil uji Koefisien Kontingensi dengan menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for windows didapatkan p = 0,001 dimana p < 0,05 maka Ho ditolak, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi ibu dengan berat badan lahir di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. Yang mana, jika status gizi ibu
35
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir hamil baik maka bayi yang dilahirkan akan mempunyai berat badan normal. Ibu hamil yang status gizinya non KEK, akan melahirkan bayi dengan berat badan normal. Sedangkan ibu yang status gizinya KEK, berisiko melahirkan bayi dengan BBLR. Zat gizi yang dikonsumsi ibu dapat mempengaruhi kesempurnan perkembangan janin selama dalam kandungan. Dimana zat gizi tersebut disalurkan melalui plasenta kemudian berguna untuk pertumbuhan janin dan dapat berpengaruh terhadap berat badan janin pada saat dilahirkan. Hal ini didukung dari Tabel 9 yang dijelaskan bahwa hampir seluruhnya status gizi ibu non KEK melahirkan bayi dengan BBLN dan sebagian besar status gizi ibu KEK melahirkan bayi dengan BBLR. Banyak faktor yang mempengaruhi berat badan lahir. Namun, dari sekian banyak faktor, yang berperan utama adalah status gizi ibu. Status gizi adalah keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, I Dewa Nyoman, 2001: 18). Status gizi ibu hamil dapat mempengaruhi perubahan volume darah sehingga berpengaruh pada cardiac output. Hal ini menyebabkan perubahan aliran darah ke plasenta, yang akan menyebabkan perubahan dalam transfer zat-zat makanan. Zat-zat makanan yang ditransfer ke plasenta akan mempengaruhi pertumbuhan janin, dalam hal ini bisa mempengaruhi berat badan lahir (Soetjiningsih, 2003). Menurut Pudjiadji (2003), status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil tentang pentingnya nutrisi selama kehamilan, dapat mencegah SURYA
terjadinya komplikasi yang disebabkan karena rendah atau tinginya status gizi.
KESIMPULAN DAN SARAN.
…
1. Kesimpulan 1) Hampir seluruhnya status gizi ibu baik (non KEK) di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. 2) Hampir seluruhnya ibu bersalin di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal. 3) Ada hubungan antara Status Gizi Ibu dengan Berat Badan Lahir di Desa Sidomlangean, Blawirejo, Tlanak, dan Kandangrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. 2. Saran Diharapkan puskesmas dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan memberikan pendidikan kesehatan terutama pada ibu hamil, misalnya tentang pentingnya keteraturan ANC selama hamil. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi profesi keperawatan mengenai pentingnya pemantauan gizi ibu hamil, sehingga bayi yang dilahirkan berat badannya normal. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan dijadikan landasan bagi penelitian selanjutnya. Masyarakat terutama ibu hamil hendaknya memperhatikan kebutuhan gizi, karena dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan janin yang dikandungnya. Selain itu, juga dapat mempengaruhi berat badan lahir. . . .DAFTAR PUSTAKA . . . Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Ayu Rini. 2009. Menu Ibu Hamil Mencegah Bayi Lahir Cacat. Jakarta: Pustaka Mina.
36
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Courtney Moore Mary. 2002. Buku Pedoman Diet Dan Nutrisi. Jakarta: Hipokrates. Depkes RI. 2005. Penatalaksanaan Menu Seimbang Pada Ibu Hamil. http//www.depkes.go.id. Diakses 06 Desember 2010 pukul 09.00.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Paath, Erna Francin. 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Poedji Rochjati, 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga University Press.
Glade Curtis. 2009. Panduan Lengkap Kehamilan Anda Dari Minggu Ke Minggu. Yogyakarta: Golden Books.
Prita Muliarini. 2010. Pola Makan dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hall Bonny. 2009. Sembilan Bulan Yang Menakjubkan Seri Ayah Bunda. Jakarta: PT Aspira Pemuda.
Richard, E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
Saifuddin, A.B. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; Edisi 1, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Iqbal Mubarak, Wahid. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Mengajar dalam Pendidikan. Jakarta: Graha Ilmu.
Savitri Sayoga. 2007. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: FKUI.
Katie Brock. 2007. Nutrisi, Medikasi, dan Senam Kehamilan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Setianingrum, 2005. Hubungan antara Kenaikan Berat Badan, Lingkar Lengan Atas, dan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan Berat Bayi Lahir di Puskesmas Ampel I Boyolali Tahun 2005. Universitas Negeri Semarang.http://digilib.unnes.ac.id/ gsdl/collect/skripsi/archives/HASH 08c/f2c75909.dir/doc.pdf. Diakses 02 Desember 2010 pukul 11:25.
Lubis, Zulhaida. 2003. Status Gizi Ibu serta Pengaruhnya terhadap Bayi yang Dilahirkan. http://tumoutou.net.702-07154. Diakses 12 Desember 2010 pukul 19:00. Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Pnyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
SURYA
Sitorus,
37
Ronald H. 1999. Pedoman Perawatan Kesehatan Ibu dan Janin Selama Kehamilan. Bandung: CV. Pionir Jaya Bandung. Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Hubungan Status Gizi Ibu Dengan Berat Badan Lahir Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rhineka Cipta.
Sjahmin Moehji. 2003. Ilmu Gizi II : Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas Sinar Sinanti Bhratara.
Sunita Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Soekidjo Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Soekidjo Notoatmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC. Sylviati. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Soetjiningsih. 2003. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Varney, Hellen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan; Volume 1. Jakarta: EGC.
Solihin Pudjiadji. 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
SURYA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
38
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU UNTUK MENERAPKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FOCUS GROUP DISCUSSION PADA SMK BINAAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Masram* Pengawas Dikmenumjur Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan …………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
Masram: “Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion Pada SMK Binaan DI Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2011/2012” Pengawas Sekolah memiliki tugas pokok yaitu menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabya (Depdiknas, 2002). Dalam Keputusan Mendiknas RI Nomor: 097/U/2002, disebutkan disamping tugas pokok, Pengawas Sekolah memiliki tanggung jawab meningkatkan kualitas proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional. Salah satu rincian tugas pengawas sekolah madya adalah “Memberikan contoh pelaksanaan tugas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan siswa melalui berbagai forum. Salah satu teknik yang dapat digunakan oleh pengawas sekolah adalah dengan teknik Focus Group Discussion), yaitu diskusi kelompok terarah. Namun demikian dalam praktek di lapangan, jarang sekali pengawas sekolah sekolah memberikan contoh maupun sosialisasi pelaksanaan tugas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan. Di pihak lain, guru sendiri dalam menjalankan tugas pokoknya melaksanakan pembelajaran belum banyak yang berusaha mengikuti perkembangan ilmu pendidikan, termasuk masalah pendekatan Pembelajaran Kontekstual (PK). Salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dalam kurikulum 2006 adalah pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan yang berjudul: “Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion Pada SMK Binaan DI Kabupaten Lamongan”. Penelitian dilaksanakan pada 10 orang guru pengajar Akuntansi dari 10 SMK binaan semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual melalui FGD. Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan sebanyak 3 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 4 kegiatan, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) Penelitian Tindakan ini dilaksanakan pada subyek penelitian yaitu sebanyak 10 orang guru mata pelajaran Ekonomi yang tersebar di 10 SMK binaan kabupaten Lamongan, dan dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif penskoran yang kemudian dipersentase. Skor 1 (1-20 %) berarti kemampuan guru kurang sekali, skor 2 (21-40 %) berarti kemampuan guru kurang, skor 3 (41-60 %) berarti kemampuan guru cukup, skor 4 (61-80 %) berarti kemampuan guru baik, dan skor 5 (81-100 %) berarti kemampuan guru baik sekali. Setelah dilaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) sebanyak 3 kali putaran atau 3 siklus, maka hasil-hasilnya adalah: Upaya pengawas sekolah dalam melakukan teknik FGD kepada guru mampu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Hal ini dibuktikan dengan perolehan skor dari siklus satu ke siklus yang lain terjadi kenaikan yang cukup signifikan, yaitu dari siklus I kemampuan guru (3,03), SURYA
39
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion siklus II (3,77) dan pada siklus III menjadi rata-rata 4,47, dan bahkan sudah mendekati target ketercapaian kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual. Disamping itu peningkatan kemampuan dapat kita lihat dari kenaikan prosentase tingkat kemampuan dari para guru, yaitu: bahwa pada siklus I para guru yang berkemampuan sangat baik masih belum ada atau 0 %, pada siklus II naik menjadi 8,57 %, dan pada siklus III meningkat tajam menjadi 50 %. Berdasarkan hasil temuan di atas, penggunaan teknik FGD untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual agar tetap diintensifkan. Hal ini akan berdampak positif pada kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. kompetensi dasar. Pembelajaran bermakna akan lebih mudah kita praktekkan jika guru dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual atau yang disebut dengan Contectual Teaching and Learning (CTL). Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahuinya’. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita. Dewasa ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungna diciptakan alamiah. Pembelajaran Kontekstual atau disebut dengan Contextual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan dan ketrampilan) datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
PENDAHULUAN. …… .
… …. Pengawas Sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis dalam melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditetapkan. Pengawas Sekolah memiliki tugas pokok yaitu menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabya (Depdiknas, 2002). Dalam Keputusan Mendiknas RI Nomor: 097/U/2002, disebutkan disamping tugas pokok, Pengawas Sekolah memiliki tanggung jawab meningkatkan kualitas proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sedangkan yang termasuk wewenang pengawas sekolah adalah antara lain: a) memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya sesuai dengan kode etik profesi, b) Menciptakan tingkat kinerja guru dan tenaga lain yang diawasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi, dan c) Menentukan dan atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan. Di pihak lain, guru sendiri dalam menjalankan tugas pokoknya melaksanakan pembelajaran belum banyak yang berusaha mengikuti perkembangan ilmu pendidikan, termasuk maslalah pendekatan Pembelajaran Kontekstual (PK). Salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dalam kurikulum 2006 adalah pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Hal ini semakin penting kita sadari terlebih dengan diberlakukannya kurikulum 2006 yang lebih menekankan pembelajaran bermakna bagi siswa dalam semua SURYA
40
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion pendekatan kontekstual. Untuk melaksanakan tugas ini, guru juga perlu adanya pembinaan dan kontrol baik oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas sekolah. Namun demikian sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis selaku pengawas sekolah tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan yang berjudul: “Meningkatkan Kemampuan Guru untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion Pada SMK Binaan Di Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2011/2012”.
perilaku seseorang atau kelompok orang tertentu, disertai dengan penelaahan yang diteliti terhadap suatu perlakuan tertentu dan mengkaji sejauh mana dampak perlakuan itu terhadap perilaku yang sedang diteliti (Nata Wijaya, 1997). Jadi Penelitian Tindakan memiliki karakteristik-karakteristik yang bersifat partisipatif, yang melibatkan para pelaksana program yang akan diperbaiki, kolaboratif artinya dikerjakan bersama-sama peneliti dan praktisi (pelaksana program) sejak dari perumusan masalah sampai dengan penyusunan kesimpulan. Dan pelaksanaan penelitian ini melalui putaran-putaran spiral, yakni suatu daur ulang berbentuk spiral yang dimulai dari perencanaan (planning), diteruskan dengan pelaksanaan tindakan (acting), dan diikuti dengan pengamatan sistematik terhadap hasil tindakan yang dilakukan (observating), dan refleksi berdasarkan hasil pengamatan (reflecting), kemudian diulangi lagi dengan perencanaan tindakan berikutnya (replanning) dan seterusnya.
METODE PENELITIAN.…
….… Penelitian ini merupakan penelitian tindakan di SMK binaan yang jumlahnya sebanyak 10 sekolah negeri dan swasta di kabupaten Lamongan, dengan subyek penelitian masing-masing sekolah 1 orang guru, sehingga jenis penelitiannya akan dirancang dengan menggunakan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) atau School Action Research (SAR). Penelitian tindakan adalah suatu pengkajian terhadap suatu permasalahan dengan ruang lingkup yang tidak terlalu luas yang berkaitan dengan
HASIL .PENELITIAN … A. Hasil Penelitian 1. Hasil Penelitian pada Siklus I Sebagai gambaran hasil penelitian dengan subyek 10 orang guru di SMK binaan, sebagaimana terdapat dalam Tabel 2 dan III di bawah ini:
Tabel 1 Data Skor Hasil Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Orang Guru Di SMK Binaan Pada Siklus I No
Nama Guru
Asal Sekolah
1
Drs. Aripin, M.Pd
2
Drs. Widodo
SMK Negeri 1 Lamongan SMK Negeri 2 Lamong
3
Dra. Alifah, MM
4
Dra. Zumrotun
5
Drs. Abdul Hamid
SURYA
pada 10
Skor Hasil Pengamatan Per Komponen A B C D E F G Rt-2 3 3 4 3 4 3 4 3.43
SMK Muh.1 Lamongan SMK NU 2 Lamongan SMK Muh. 5 Paciran Lamongan
41
4
3
3
2
3
3
4
3.14
2
2
4
3
2
3
3
2.71
3
2
3
3
2
4
3
2.86
4
3
3
3
4
3
4
3.43
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion 6
Drs. Sujoko
7
Ariyono, S.Pd.
8
Sawabi, SE, MM
9
Dariyono, S.Pd.
10
Drs. Ujud M.Pd.
SMK Muh. 6 Mantup Lamongan SMK NU 3 Moropelang Lamongan SMK Muh. 8 Ngimbang Lamongan SMK PGRI 1 Lamongan SMK PGRI 3 Babat Lamongan
RATA-RATA
Keterangan: A= Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran B= Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran C= Adanya Questioning dalam proses pembelajaran D= Adanya Learning Community atau belajar kelompok dlm pembelajaran E= Adanya Modelling dalam pembelajaran F= Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran G= Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran
2
2
3
3
2
4
3
2.71
3
2
3
3
4
3
4
3.14
4
3
4
3
2
3
3
3.14
1
2
4
3
2
2
3
2.43
3
2
3
4
4
3
4
3.29
2.9
2.4
3.4
3.0
2.9
3.1
3.5
3.03
Dari Tabel 1 di atas, dapat kita lihat bahwa kemampuan para guru di 10 SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada siklus I masih rendah, yaitu dengan rata-rata 3,03 atau katagori ‘cukup’. Jenis kemampuan yang paling rendah adalah melakukan inkuiri dalam pembelajaran, dengan rata-rata 2,4 (kurang). Sedangkan jenis kemampuan yang paling menonjol adalah Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran dengan skor 3,5.
Tabel 2. Data Persentase Skor Hasil Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Pada 10 Orang Guru di SMK Binaan Pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Kemampuan Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran Adanya Questioning dalam proses pembelajaran Adanya Learning Community atau belajar kelompok dalam pembelajaran Adanya Modelling dalam pembelajaran Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran RATA-RATA
Keterangan: 1= Sangat Kurang 2= Kurang 3= Cukup
SURYA
% Guru Dalam Katagori 1 2 3 4 5 10 20 40 30 0 0 60 40 0 0 0 0 60 40 0 0
10
80
10
0
0 0
50 10
10 70
40 20
0 0
0
0
50
50
0
1.4 21. 3 43
50. 00
27 .1 4
0.0 0
4= Baik 5= Sangat Baik
42
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion Sedangkan dari Tabel 2, dapat kita lihat bahwa pada siklus I yang berkemampuan sangat baik 0 %, baik 27,14 %, cukup 50 %, kurang 21,43 %, dan sangat kurang 1,43 %. Dengan mendasarkan hasil penelitian pada siklus I ini, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual belumlah sesuai harapan, oleh sebab itu perlu dacari sebab-sebabnya dan kemudian diperbaiki pada siklus II.
Hasil Penelitian pada siklus II Sebagai gambaran hasil penelitian dengan subyek 10 orang guru di SMK binaan, sebagaimana terdapat dalam Tabel 3 dan IV di bawah ini:
Tabel 3. Data Skor Hasil Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD pada 10 Orang Guru Di SMK Binaan pada Siklus II Skor Hasil Pengamatan Per Komponen A B C D E F G Rt-2 1 4 3 4 4 4 4 5 4.00
No
Nama Guru
Asal Sekolah
1
Drs. Aripin, M.Pd
2
Drs. Widodo
3
Dra. Alifah, MM
4
Dra. Zumrotun
5
Drs. Abdul Hamid
6
Drs. Sujoko
7
Ariyono, S.Pd.
8
Sawabi, SE, MM
9
Dariyono, S.Pd.
10
Drs. Ujud M.Pd.
SMK Negeri Lamongan SMK Negeri 2 Lamong SMK Muh.1 Lamongan SMK NU 2 Lamongan SMK Muh. 5 Paciran Lamongan SMK Muh. 6 Mantup Lamongan SMK NU 3 Moropelang Lamongan SMK Muh. 8 Ngimbang Lamongan SMK PGRI 1 Lamongan SMK PGRI 3 Babat Lamongan
RATA-RATA
Keterangan: A= Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran B= Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran C= Adanya Questioning dalam proses pembelajaran
SURYA
4
4
3
3
4
5
4
3.86
3
3
4
4
3
3
4
3.43
4
3
4
3
4
4
5
3.86
4
4
4
4
4
4
5
4.14
4
3
4
3
4
4
4
3.71
4
3
4
4
4
3
4
3.71
4
4
5
3
3
4
4
3.86
3
2
4
4
3
3
4
3.29
4
3
4
5
4
3
4
3.86
3.8
3.2
4.0
3.7
3.7
3.7
4.3
3.77
D=
Adanya Learning Community atau belajar kelompok dlm pembelajaran E= Adanya Modelling dalam pembelajaran F= Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran G= Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran
43
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Tabel 4. Data Persentase Skor Hasil Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Pada 10 Orang Guru di SMK Binaan pada Siklus II
No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Kemampuan Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran Adanya Questioning dalam proses pembelajaran Adanya Learning Community atau belajar kelompok dalam pembelajaran Adanya Modelling dalam pembelajaran Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran RATA-RATA
% Guru Dalam Katagori 1
2
3
4
5
0
0
20
80
0
0
10
60
30
0
0
0
10
80
10
0
10
40
50
10
0
0
30
70
0
0
0
40
50
10
0
0
00
70
30
0.00
2.86
28.57
61.43
8.57
Keterangan: 1= Sangat Kurang 2= Kurang 3= Cukup 4= Baik 5= Sangat Baik
itu juga terjadi peningkatan skor di semua jenis kemampuan guru. Sedangkan dari Tabel 4, dapat kita lihat bahwa pada siklus II yang berkemampuan sangat baik 8,57 %, baik 61,43 %, cukup 28,57 %, kurang 2,66 %, dan sangat kurang 0,0 %. Dengan mendasarkan hasil penelitian pada siklus II ini, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual sudah terjadi peningkatan. Namun demikian peningkatan tersebut belumlah sesuai harapan, oleh sebab itu perlu dacari sebab-sebabnya dan kemudian diperbaiki pada siklus III. Hasil Penelitian pada siklus III Sebagai gambaran hasil penelitian dengan subyek 10 orang guru di SMK binaan, sebagaimana terdapat dalam Tabel 5 dan VI di bawah ini:
Dari Tabel 3 di atas, dapat kita lihat bahwa kemampuan para guru di 10 SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada siklus II sudah ada peningkatan, yaitu dengan rata-rata 3,77 atau katagori ‘cukup’. Jenis kemampuan yang paling rendah adalah masih tetap namun sudah ada peningkatan jika dibanding dengan siklus I yaitu melakukan inkuiri dalam pembelajaran, dengan rata-rata pada siklus I 2,4 (kurang) menjadi 3,2. Sedangkan jenis kemampuan yang paling menonjol adalah Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran dengan skor 4,3, dan hal ini juga meningkat jika dibandingkan dengan siklus I dengan skor 3,5. Disamping
SURYA
44
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Tabel 5. Data Skor Hasil Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Pada 10 Orang Guru di SMK Binaan Pada Siklus III No
Nama Guru
1
Drs. Aripin, M.Pd Drs. Widodo
2 3 4 5
Dra. Alifah, MM Dra. Zumrotun Drs. Abdul Hamid
6
Drs. Sujoko
7
Ariyono, S.Pd.
8
Sawabi, MM
9
Dariyono, S.Pd. Drs. Ujud M.Pd.
10
SE,
RATA-RATA
Skor Hasil Pengamatan Per Komponen A B C D E F G Rt-2 SMK Negeri 1 5 4 5 5 5 4 5 4.71 Lamongan SMK Negeri 2 4 5 4 4 5 5 5 4.57 Lamong SMK Muh.1 4 4 5 4 4 4 5 4.29 Lamongan SMK NU 2 4 4 4 4 5 4 5 4.29 Lamongan SMK Muh. 5 5 4 5 5 5 5 5 4.86 Paciran Lamongan SMK Muh. 6 5 3 5 4 4 5 4 4.29 Mantup Lamongan SMK NU 3 4 4 5 4 5 4 5 4.43 Moropelang Lamongan SMK Muh. 8 5 4 5 4 4 5 5 4.57 Ngimbang Lamongan SMK PGRI 1 4 3 5 4 4 4 5 4.14 Lamongan SMK PGRI 3 5 4 5 5 5 4 4 4.57 Babat Lamongan 4.5 3.9 4.8 4.3 4.6 4.4 4.8 4.47 Asal Sekolah
Keterangan: A= Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran B= Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran C= Adanya Questioning dalam proses pembelajaran
SURYA
D= Adanya Learning Community atau belajar kelompok dlm pembelajaran E= Adanya Modelling dalam pembelajaran F= Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran G= Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran
45
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion Tabel 6.
No 1 2 3 4 5 6 7
Data Perentase Skor Hasil Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Pada 10 Orang Guru di SMK Binaan Pada Siklus III Jenis Kemampuan Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran Adanya Questioning dalam proses pembelajaran Adanya Learning Community atau belajar kelompok dalam pembelajaran Adanya Modelling dalam pembelajaran Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran RATA-RATA
Keterangan: 1= Sangat Kurang 2= Kurang 3= Cukup 4= Baik 5= Sangat Baik
1
2
3
4
5
0
0
0
50
50
0
0
20
70
10
0
0
0
20
80
0
0
0
70
30
0
0
0
40
60
0
0
0
60
40
0
0
0
20
80
0.00
0.00
2.86
47.14
50.00
pembelajaran dengan skor masing-masing 4,8, dan hal ini juga meningkat jika dibandingkan dengan siklus II dengan skor 4,0 dan 4,3. Disamping itu juga terjadi peningkatan skor di semua jenis kemampuan guru jika dibandingkan dengan siklus II. Sedangkan dari Tabel 6, dapat kita lihat bahwa pada siklus III yang berkemampuan sangat baik 50.00 %, baik 47,14 %, cukup 2,86 %, kurang 0,00 %, dan sangat kurang 0,00 %. Dengan mendasarkan hasil penelitian pada siklus III ini, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual sudah terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dan bahkan sudah mendekati ketercapaian target yang diharapkan dalam penelitian tindakan ini. Dengan demikian penelitian tindakan yang sudah sampai pada siklus III ini dianggap sudah cukup dan tidak perlu lagi dilakukan siklus IV.
Dari Tabel 5 di atas, dapat kita lihat bahwa kemampuan para guru di 10 SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada siklus III sudah ada peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dengan rata-rata 4,47 atau katagori ‘baik’, dan bahkan sudah mendekati target ketercapaian kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual. Jenis kemampuan yang paling rendah adalah masih tetap namun sudah ada peningkatan yang cukup berarti jika dibanding dengan siklus II yaitu melakukan inkuiri dalam pembelajaran, dengan rata-rata pada siklus II 3,2 (cukup) menjadi 3,9 (cukup). Sedangkan jenis kemampuan yang paling menonjol adalah dua kemampuan yaitu Adanya Questioning dalam proses pembelajaran dan Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir SURYA
% Guru Dalam Katagori
46
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion .… Hasil penelitian tindakan pada siklus I menunjukkan bahwa kemampuan para guru di SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontektual masih rendah. Hal ini disebabkan para guru masih sangat minim pemahamannya tentang pembelajaran kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, bahwa kemampuan rata-rata para guru di SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual dengan skor ratarata 3,03 atau katagori ‘cukup’. Jenis kemampuan yang paling rendah adalah melakukan inkuiri dalam pembelajaran, dengan rata-rata 2,4 (kurang). Sedangkan jenis kemampuan yang paling menonjol adalah Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran dengan skor 3,5.
Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran dengan skor 4,3, dan hal ini juga meningkat jika dibandingkan dengan siklus I dengan skor 3,5 (naik 22.86 %). Disamping itu juga terjadi peningkatan skor di semua jenis kemampuan guru.
Tingkat rendahnya kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada siklus I ini juga tergambar dari Tabel 2, bahwa para guru belum ada yang berkemampuan sangat baik atau 0 %, yang berkemampuan baik rata-rata 27,14 %, cukup 50 %, kurang 21,43 %, dan yang berkemampuan sangat kurang 1,43 %.
Dengan mendasarkan hasil penelitian pada siklus II ini, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual sudah terjadi peningkatan. Namun demikian peningkatan tersebut belumlah sesuai harapan, oleh sebab itu perlu dacari sebab-sebabnya dan kemudian diperbaiki pada siklus III.
PEMBAHASAN .…
Peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada siklus II ini juga tergambar dari Tabel 4, yaitu bahwa guru yang berkemampuan sangat baik meningkat dari 0 % menjadi 8,57 % (naik 8.57 %), yang berkemampuan baik naik dari 27,14 menjadi 61,43 % (naik 34,29 %), yang berkemampuan cukup menurun dari 50 % menjadi 28,57 %, yang berkemampuan kurang menurun dari 27,14 % menjadi 2,66 %, dan yang berkemampuan sangat kurang juga menurun dari 1,43 % menjadi 0,0 %.
Dengan mendasarkan hasil penelitian pada siklus I ini, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual belumlah sesuai harapan, oleh sebab itu perlu dacari sebab-sebabnya dan kemudian diperbaiki pada siklus II.
Setelah penelitian siklus III, para guru di SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual melalui Focus Group Discussion (FGD) kemampuannya mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari semua aspek. Hal ini tergambar dari Tabel 5 dan VI di atas.
Hasil penelitian pada siklus II, telah terjadi peningkatan semua jenis kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4di atas. Pada siklus II ini kemampuan para guru di 10 SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual sudah ada peningkatan, yaitu dengan rata-rata dari 3,03 menjadi 3,77 (naik 24.42 %).. Jenis kemampuan yang paling rendah adalah masih tetap namun sudah ada peningkatan jika dibanding dengan siklus I yaitu melakukan inkuiri dalam pembelajaran, dengan rata-rata pada siklus I 2,4 menjadi 3,2 (naik 33.33 %). Sedangkan jenis kemampuan yang paling menonjol adalah Adanya Authentic
SURYA
Dari Tabel 5 dapat kita lihat bahwa kemampuan para guru di 10 SMK binaan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pada siklus III sudah ada peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari siklus I (3,03), siklus II (3,77) dan pada siklus III menjadi rata-rata 4,47. Jika diprosentase maka kenaikan dari siklus I adalah 47.52 %, kenaikan dari siklus II 18.57 % atau katagori ‘baik’, dan bahkan sudah mendekati target ketercapaian kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual. Jenis kemampuan yang paling rendah adalah masih tetap namun sudah ada peningkatan yang cukup berarti jika dibanding dengan siklus II
47
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion yaitu melakukan inkuiri dalam pembelajaran, dengan rata-rata pada siklus II 3,2 (cukup) menjadi 3,9 (cukup). Sedangkan jenis kemampuan yang paling menonjol adalah dua kemampuan yaitu Adanya Questioning dalam proses pembelajaran dan Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran dengan skor masing-masing 4,8, dan hal ini juga meningkat jika dibandingkan dengan siklus II dengan skor 4,0 dan 4,3. Disamping itu juga terjadi peningkatan skor di semua jenis kemampuan guru jika dibandingkan dengan siklus II.
50.00 % (naik 41,50% jika dibanding siklus II), guru yang berkemampuan baik mencapai 47,14 % (menurun 14,29% jika dibanding siklus II), guru yang berkemampuan cukup 2,86 % (menurun 25,71% jika dibanding siklus II), guru yang berkemampuan kurang menurun dari 2,86 pada siklus II menjadi 0,00 % pada siklus III, dan guru yang berkemampuan sangat kurang 0,00 %. Untuk semakin memperjelas keberhasilan penelitian tindakan ini, berikut ditampilkan perbandingan kemampuan guru dalam pemenerapkan pembelajaran kontekstual antara siklus I, II, dan III sebagaimana dalam Tabel 7 dan grafik 1 di bawah ini:
Sedangkan dari Tabel 6, dapat kita lihat bahwa pada siklus III para guru yang berkemampuan sangat baik sudah mencapai
Tabel 7. Data Perbandingan Kemampuan Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Pada siklus I, II, dan III No
Rara-Rata Skor
Jenis Kemampuan Guru
Siklus II
Siklus III
1
Melakukan Kontruksi dalam pembelajaran
2.9
3.8
4.5
2
Melakukan Inkuiri dalam Pembelajaran
2.4
3.2
3.9
3
Adanya Questioning dalam proses pembelajaran
3.4
4.0
4.8
4
Adanya Learning Community atau belajar kelompok dalam pembelajaran
3.0
3.7
4.3
5
Adanya Modelling dalam pembelajaran
2.9
3.7
4.6
6
Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran
3.1
3.7
4.4
7
Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran
3.5
4.3
4.8
3.03
3.77
4.47
RATA-RATA
SURYA
Siklus I
48
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion Grafik
1.
sudah sampai pada siklus III ini dianggap sudah cukup dan tidak perlu lagi dilakukan siklus IV.
Grafik Perbandingan Kemampuan Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui FGD Pada siklus I, II, dan III
KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan
…
C= D= E= F= G=
2.9
4.8
4.3
3.5
3.1
3.7
4.4
4.6
3.7
4.3
3
3.7
4
3.4
3.2
2.4
Skor
2.9
3.8
3.9
4.5
4.8
Berdasarkan perkembangan upayaupaya yang dilakukan oleh pengawas sekolah 6 melalui teknik Focus Group Discussion (FGD) kepada para guru di SMK binaan dalam penerapan pendekatan Pembelajaran 5 Kontekstual (CTL) , maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut : 4 1. Upaya pengawas sekolah dalam melakukan teknik FGD kepada guru mampu meningkatkan kemampuan dan 3 ketrampilan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Kontekstual. 2 2. Semakin intensif melakukan FGD bersama para guru mata pelajaran oleh 1 pengawas sekolah, semakin meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pendekatan pembelajaran 0 kontekstual. A B C D E F Pendekatan G Keterangan: 3. pembelajaran kontekstual sangat sesuai untuk menumbuhkan Jenis Kemampuan Guru A= Melakukan Kontruksi dalam kekritisan siswa dalam menganalisis, pembelajaran membedakan, menggeneralisasikan, dan Siklus II B= Melakukan Siklus Inkuiri I dalam menghipotesis permasalahan
Pembelajaran Adanya Questioning dalam proses pembelajaran Adanya Learning Community atau belajar kelompok dlm pembelajaran Adanya Modelling dalam pembelajaran Dilakukan Refleksi di akhir pembelajaran Adanya Authentic Assesment dalam proses dan akhir pembelajaran
B. Saran Karena berdasarkan hasil Penelitian Tindakan telah menunjukkan bahwa teknik FGD yang dilakukan oleh pengawas sekolah mampu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual, maka para pengawas sekolah hendaknya mengembangkan dan mengintesifkan teknik ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Disamping itu bagi para guru dalam melaksanakan pembelajaran mata pelajaran Akuntansi atau mata pelajaran lainnya, supaya menerapkan model pembelajaran ini dengan perencanaan yang matang, dan pelaksanaan yang cermat dan konsisten.
Dengan mendasarkan hasil penelitian pada siklus III ini, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pembelajaran kontekstual sudah terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dan bahkan sudah mendekati ketercapaian target yang diharapkan dalam penelitian tindakan ini. Dengan demikian penelitian tindakan yang
SURYA
49
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Meningkatkan Kemampuan Guru Untuk Menerapkan Pembelajaran Kontekstual Melalui Focus Group Discussion . .
.DAFTAR PUSTAKA
.
Hariwung, A.J., 1981, Supervisi Pendidikan, Jakarta, Depdikbud. Imron, A. 1999, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta, Dunia Pustaka Jaya. Muhajir, N. 1996/1997. Pedoman Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagian Ke 4 : Analisis dan Refleksi. Dirjen Dikti Depdikbud Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. BP3GSD. UP3SD UKMP iKIP Yogyakarta. Pidarta, M. 1992, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Sahertian, P.A. 2000, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta, Reineka Cipta.
. .
JL, 1980, Supervisi Klinik, Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, P3TK. Depdikbud, 1997, Alat Penilaian Kemampuan Guru, Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Jakarta, Proyek Peningkatan Mutu Guru SD setara D-II. Departemen Pendidikan Nasional (2002), Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2007, Petunjuk Teknis Penelitian Tindakan Sekolah, Jakarta. Bolla,
SURYA
50
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
PERBEDAAN INTENSITAS RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN FUNGSIONAL (ADL) PASIEN STROKE ISKEMIK DI RUANG TERATAI RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN Virgianti Nur Faridah* …………......……….…… …… . .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .…. Stroke iskemik adalah defisit neurologis yang terjadi secara mendadak dan menetap 24 jam atau lebih yang disebabkan oleh kelainan vaskuler. Adanya kelumpuhan dan kelemahan separuh badan akan mengakibatkan kekakuan sendi dan menurunnya kekuatan otot sehingga berdampak terganggunya ADL (activity of daily living). Di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan banyak pasien stroke iskemik yang mengalami gangguan Activities of Daily Living (ADL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi ROM terhadap peningkatan kemandirian fungsional pada pasien stroke iskemik di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Desain penellitian menggunakan Quasi Eksperimen dengan pendekatan Non Equivalent Control Group. Sampel diambil dari pasien stroke iskemik menggunakan metode non probability sampling dengan teknik accidental sampling, berjumlah 32 pasien yang terdiri dari 16 pasien kelompok perlakuan dan 16 pasien kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi pengkajian skala ketegantungan Modified Barthel Index (MBI). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemandirian baik dari kelompok kontrol maupun dari kelompok perlakuan. Hasil uji statistik wilcoxon menggunakan tingkat kemaknaan p ≤ 0,05 menunjukkan hasil signifikan dengan nilai p = 0,00 untuk kelompok perlakuan dan p = 0,00 untuk kelompok kontrol. Kemudian untuk hasil uji mann whitney test tingkat kemaknaan p ≤ 0,05 untuk mengetahui perbedaan pengaruh frekuensi ROM 2x/hari dengan ROM 3x/hari menunjukkan nilai p = 0,00. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi range of motion mempunyai pengaruh bermakna terhadap peningkatan kemandirian fungsional sehingga dengan memberikan cara latihan yang tepat dan frekuensi ROM lebih dari 2x/hari bisa digunakan untuk menurunkan resiko kecacatan akibat penyakit stroke iskemik. Kata kunci: stroke iskemik, range of motion, activity of daily living. menunjukkan adanya masalah dalam Activities of Daily Living (ADL) yang dialami oleh pasien strok iskemik di Ruang Teratai dan perlu mendapatkan perhatian yang khusus seiring meningkatnya penyakit stroke di Lamongan. Dalam masalah ini, di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan dijadikan peneliti sebagai obyek penelitian karena pasien stroke iskemik yang berada di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan banyak yang mengalami gangguan Activities of Daily Living (ADL). Activities of Daily Living (ADL) sendiri adalah fungsi dan aktifitas yang biasanya dilakukan tanpa bantuan, meliputi
PENDAHULUAN. …… .
… …. Stroke iskemik adalah defisit neurologis yang terjadi secara mendadak dan menetap 24 jam atau lebih yang disebabkan oleh kelainan vaskuler. Adanya kelumpuhan dan kelemahan separuh badan akan mengakibatkan kekakuan sendi dan menurunnya kekuatan otot sehingga berdampak terganggunya ADL (activity of daily living). Dalam kunjungan peneliti pada tanggal 21 November 2012 di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan ditemukan adanya pasien stroke iskemik yang mengalami gangguan Activities of Daily Living (ADL). Ini merupakan fenomena yang SURYA
51
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik kegiatan personal hygiene, mandi, makan, toileting, berpakaian, mengontrol BAB, mengontrol BAK, ambulasi atau pergerakan, berpindah ke dan dari kursi atau tempat tidur. Kebutuhan klien akan bantuan dalam ADL mungkin bersifat sementara, permanen, atau rehabilitatif. Klien dengan paralisis parsial setelah mengalami stroke mungkin mengalami kerusakan kronik yang membutuhkan bantuan ADL jangka panjang. Namun, banyak pula kasus pasien stroke yang lumpuh bisa sembuh dan dapat kemballi melakukan aktivitasnya sehari-hari (Potter & Perry, 2005). Data tahun 2007 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa sebanyak 15 juta orang per tahun di seluruh dunia terkena stroke. Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) pada tahun 2007, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Sekitar 35,8% orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 12,9% pada usia lebih muda. Setiap tahun diperkirakan, 500 ribu penduduk di Indonesia terkena serangan stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus terbaring di tempat tidur. Menurut survei tahun 2004, stroke merupakan penyebab kematian nomor satu di rumah sakit pemerintah di seluruh penjuru Indonesia (Yastroki, 2007). Berdasarkan rekam medik dan hasil observasi peneliti pada tanggal 21 November 2011 di Instalasi Rawat Inap Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan dari 5 pasien stroke diantaranya 4 mengalami gangguan kemandirian fungsional (ADL) berat artinya 80% pasien stroke dalam melakukan aktifitas itu bergantung total kepada perawat maupun keluarga yang menemaninya, sedangakan 1 atau 20% dari pasien stroke yang dirawat mengalami gangguan kemandirian fungsional yang ringan/minimal.
SURYA
Stroke iskemik terjadi serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian bagian otak tersebut. Stroke iskemik dapat terjadi saat thrombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh darah dan menyebabkan kongestif atau radang. Seseorang dapat mempunyai trombosis saat tidur atau saat setelah bangun, dapat terjadi selama pembedahan atau setelah serangan jantung. Trombosis adalah penyebab utama stroke iskemik pada usia setengah baya atau tua. Kelompok ini biasanya memiliki pengapuran arteri, diabetes dan tekanan darah tinggi. Resiko adanya trombosis muncul bersamaan dengan kegemukan, merokok dan menggunakan kontrasepsi oral (Sidharta, 1999). Stroke sering kali menyebabkan dampak yang buruk bagi penderitanya karena akan mengganggu aktifitas fisik yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya kesulitan dalam berbicara (disartria), kesulitan menelan makanan (disfagia), tidak mampu berjalan (ataksia), kehilangan penglihatan perifer (diplopia), inkontinensia urin , terutama gangguan pada mobiltas fisik. Adapun terapi yang diberikan pada penderita stroke meliputi terapi farmakologis maupun terapi non farmakologis. Rehabilitasi stroke merupakan terapi non farmakologis yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan fungsional akibat defisit motorik yang diantaranya adalah tehnik range of motion exercise. Range of motion (ROM) adalah latihan rentang gerak sendi yang sesuai dengan rentang geraknya yang normal (Eni Kusyati,2006). Untuk mempertahankan atau meningkatkan gerakan sendi, latihan ini dilakukan secepat mungkin ketika kondisi pasien memungkinkan (Brunner & Suddarth, 2002) dan dimulai dalam 2 hari saat terjadinya (onset) stroke, bahkan pasien koma sekalipun. Range of Motion (ROM) dikerjakan sekurang-kurangnya dua kali sehari dan harus diulang 7-10 kali (Priharjo,
52
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik 1993). Tujuan perawatan ini adalah untuk memulai memperbaiki fungsi neurologis, mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur), memperlancar peredaran darah, menurunkan kekakuan (dekondisioning), meningkatkan kemampuan fungsional, mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah medis, menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya melalui terapi fisik dan tehniktehnik lain (Japardi, 2002).
(2) Usia Karakteristik responden berdasarkan usia memperoleh hasil yang digambarkan pada No Usia (th) 1. ≤ 40 tahun 2. 41 – 50 tahun 3. 51 – 60 tahun 4. 61 – 70 tahun 5. ≥ 71 Jumlah
… .… Desain penellitian menggunakan Quasi Eksperimen dengan pendekatan Non Equivalent Control Group. Sampel diambil dari pasien stroke iskemik menggunakan metode non probability sampling dengan teknik accidental sampling, berjumlah 32 pasien yang terdiri dari 16 pasien kelompok perlakuan dan 16 pasien kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi pengkajian skala ketegantungan Modified Barthel Index (MBI).
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke berada pada rentan usia 51-60 tahun sebanyak 10 pasien atau 31,25% dan sebagian kecil pasien stroke berada pada rentan usia ≥71 tahun sebanyak 2 pasien atau 6,3%. (3) Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin memperoleh hasil yang digambarkan pada tabel 3 sebagai berikut :
…
1. Data Umum 1) Karakteristik Responden (1) Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin memperoleh hasil yang digambarkan pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2012. No
Jenis kelamin
1. Laki laki 2. Perempuan Jumlah
Frekuensi 14 18 32
Tabel 3Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2012.
%
No
Pekerjaan
Frekuensi
1. 2. 3.
Petani/buruh Wiraswasta PNS/TNI/POLRI/Pen siunan Karyawan Swasta IRT
7 12 1
21,87 37,5 3,13
2 10
6,25 31,25
4. 5.
43,75 45,25 100,0
Jumlah
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 32 responden sebagian besar berjenis kelamin permpuan yaitu sebanyak 18 responden atau 45,25%, sedangakan laki – laki sebanyak 14 pasien atau 43,75%.
SURYA
% 9,33 25 31,25 28,12 6,3 100,0
tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2Distribusi Responden Berdasarkan Usia Di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2012.
METODE PENELITIAN.…
HASIL .PENELITIAN
Frekuensi 3 8 10 9 2 32
32
%
100,0
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar pasien pasca stroke berpekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 12 pasien atau 37,5% dan sebagian kecil pasien pasca stroke berpekerjaan sebagai PNS sebanyak 1 pasien atau 3,13%.
53
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik kelompok teknik ROM 2x/hari didapatkan 4 responden dengan tingkat ketergantungan sangat tergantung dan 12 responden dengan tingkat ketergantungan total. Dari keseluruhan ditemukan tingkat ketergantungan total sebanyak 68,75% dan sangat tergantung 31,25%. 2) Distribusi tingkat kemandirian fungsional (ADL) pada pasien stroke iskemik setelah diberikan tindakan Range Of Motion (ROM) 3 kali/hari
(4) Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan memperoleh hasil yang digambarkan pada tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2012. No Pendidikan terahir 1. Tidak sekolah 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMU/sederajat 5. Perguruan tinggi Jumlah
Frekuensi 0 7 15 10 0 32
% 0,00 21,88 46,87 31,25 0,00 100,0
No 1 2 3 4 5
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke berpendidikan SMP sebanyak 15 pasien atau 46,87% dan sebagian kecil pasien pasca stroke berpendidikan terakhir SD sebanyak 7 pasien atau 21,88%.
No 1 2 3
Total Sangat Tergantung
Teknik ROM ROM 3x/hari 2x/hari 10 12 (31,25%) (37,5%) 6 4 (19,75%) (12,5%)
10 (31,25%)
31,25%
0
0
0
0%
4
Menengah Kurang Tergantung
0
0
0
0%
5
Minimal
0
0
0
0%
Jumlah
16
16
32
100%
Total Sangat Tergantung Menengah Kurang Tergantung Minimal Jumlah
Teknik ROM 3x/hari Sebelum
Setelah
10 6 0 0 0 16
0 0 9 7 0 16
Tabel 6 diatas dapat diketahui perubahan tingkat kemandirian pasien stroke iskemik post akut setelah diberikan teknik ROM 3 kali/hari. Sebelumnya didapatkan 10 responden dengan tingkat ketergantungan total dan 6 responden sangat tergantung. Setelah diberikan teknik ROM 3 kali/hari ditemukan perubahan ketergantungan yaitu 9 responden menjadi ketergantungan menengah dan 7 responden menjadi kurang tergantung. Untuk mengetahui adanya perbedaan perubahan kemandirian fungsional menggunakan teknik ROM 2x/hari dari 16 responden, maka dilakukan uji test statistik Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil yang didapat yaitu nilai p = 0,00 berarti ada perbedaan kemandirian fungsional pasien stroke iskemik setelah diberikan tindakan ROM 3 kali/hari.
2. Data khusus 1) Distribusi tingkat kemandirian fungsional (ADL) pada pasien stroke iskemik sebelum diberikan tindakan Range Of Motion (ROM) Tingkat ketergant ungan
Tingkat ketergantungan
Tabel 5 diatas dapat diketahui variasi tingkat kemandirian fungsional (ADL) dari keseluruhan pasien stroke iskemik post akut sejumlah 32 pasien sebelum menggunakan teknik Range Of Motion (ROM). Pada kelompok dengan teknik ROM 3x/hari didapatkan 10 responden dengan tingkat ketergantungan total dan 6 responden dengan sangat tergantung. Sedangkan pada SURYA
54
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik Pada tabel 8 diatas menunjukan perubahan tingkat kemandirian antara yang diberikan teknik ROM 3 kali/hari dan ROM 2 kali/hari. Dengan uji statistik Mann Whitney ditemukan nilai p = 0,00 < 0,05, berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap perubahan tingkat kemandirian fungsional pasien antara yang diberikan teknik ROM 3 kali/hari dan teknik ROM 2 kali/hari pada pasien stroke iskemik.
3) Distribusi tingkat kemandirian fungsional (ADL) pada pasien stroke iskemik setelah diberikan tindakan Range Of Motion (ROM) 2 kali/hari No
Tingkat ketergantungan
Teknik ROM 2x/hari Sebelum
Setelah
Total Sangat Tergantung
12
0
4
8
0
8
4
Menengah Kurang Tergantung
0
0
5
Minimal
0
0
Jumlah
16
16
1 2 3
Tabel 7 diatas dapat diketahui perubahan tingkat kemandirian pasien stroke iskemik post akut setelah diberikan teknik ROM 2 kali/hari. Sebelumnya didapatkan 12 responden dengan tingkat ketergantungan total dan 4 responden sangat tergantung. Setelah diberikan teknik ROM 2 kali/hari ditemukan perubahan ketergantungan yaitu 8 responden menjadi ketergantungan menengah dan 8 responden menjadi kurang tergantung. Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kemandirian fungsional menggunakan teknik ROM 2x/hari dari 16 responden, maka dilakukan uji test statistik Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil yang didapat yaitu nilai p = 0,00 berarti ada perbedaan kemandirian fungsional pasien stroke iskemik setelah diberikan tindakan ROM 2 kali/hari. 4) Analisa perbedaan perubahan tingkat kemandirian fungsional antara yang diberikan intervensi ROM 3 kali/hari dan ROM 2 kali/hari. No 1 2 3 4 5
Tingkat Ketergantungan
Total Sangat Tergantung Menengah Kurang tergantung Minimal Jumlah
SURYA
Teknik ROM 3x/hari
Teknik ROM 2x/hari
Pre
Post
Pre
Post
10
0
12
0
6
0
4
8
0
9
0
8
0
7
0
0
0 16
0 16
0 16
0 16
55
PEMBAHASAN .… .… 1) Tingkat Kemandirian fungsional Sebelum diberikan Teknik Range Of Motion. Pengukuran tingkat Ketergantungan dilakukan kepada seluruh pasien sebelum menggunakan teknik ROM 3 kali/hari dan ROM 2 kali/hari. Pengukuran tingkat Ketergantungan ini dilakukan dengan menggunakan Skor Modified Barthel Index (MBI) dengan rentang 1 sampai 5. Pasien yang mengalami tingkat ketergantungan total sebanyak 68,75% dan tingkat ketergantungan sangat tergantung sebanyak 31,25%. Ini bisa dilihat dari penilaian per item skala MBI yang menunjukkan kemampuan 18 pasien mandiri dalam mengontrol buang air kecil, 14 pasien butuh bantuan menengah dalam aktivitas berkemih. Aktivitas mengontrol BAB menunjukkan 7 pasien dapat mandiri, sebagian besar pasien tidak mampu melakukan kontrol BAB dengan baik. Untuk perawatan diri seperti personal hygiene, mandi, berpakaian, makan, dan toileting sebagaian besar membutuhkan bantuan substansial. Untuk aktivitas ambulasi, menaiki undakan, dan berpindah ke/dari tempat tidur menunjukkan dari 32 pasien tidak mampu melakukan. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan sebagian besar ketergantungan pasien pada kasus stroke iskemik post akut mengalami ketergantungan total. Ketergantungan ini disebabkan pasien merasa terkejut dengan keterbatasan dan kondisi yang dialaminya. Munculnya tanda-tanda berupa kekakuan pada persendian, pegal-pegal pada sisi yang lumpuh, dan nyeri saat menggerakan persendian menyebabkan pasien takut untuk Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik melakukan gerakan fungsional pada sisi yang mengalami kelemahan. Pada keadaan ini, cemas, stres, sedih, dan perubahan psikologis yang lain tidak bisa dihindari. Bila ini dibiarkan akan berlanjut pada depresi dan kondisi pasien akan semakin buruk. Pada awalnya serangan stroke iskemik ini akan mengakibatkan adanya defisit neurologis berupa hemiparese pada sebelah badan pada sisi berlawanan dengan lesi di otak. Ini ditunjukkan menurut pendapat dari Ibrahim (2003), bahwa pada pasien stroke iskemik, adanya sumbatan berupa trombus akan mengganggu peredaran darah di dalam jaringan otak yang dapat menimbulkan terjadinya lesi organik. Lesi tersebut akan menimbulkan sejumlah deformasi anatomik di dalam jaringan otak. Timbulnya deformasi anatomik akan menyebabkan defisit neurologis dalam bentuk hemiparese (kelumpuhan) pada alat gerak tubuh, maka dari itu penderita stroke akan mengalami gangguan fungsional sehingga tidak dapat menggunakan alat gerak tubuh dengan sempurna (Ibrahim, 2003). Tindakan cepat pada awal serangan stroke akan sangat ampuh dalam menekan resiko kecacatan maupun kehilangan jiwa pada penderita. Penanganan stroke harus ekstra cepat sebab jendela terapi stroke hanya 3-6 jam. Artinya, dalam tenggang waktu tersebut pasien harus segera ditangani atau dibawa ke rumah sakit. Bila itu dilakukan, penyembuhan akan semakin mudah dan kemungkinan bisa kembali normal lebih besar. Tapi ini sangat tergantung pada jenis dan berat ringannya stroke. Menurut survei di sejumlah negara di Asia, sebagian besar pasien di Indonesia terlambat dibawa ke rumah sakit antara 6 jam sampai seminggu sehingga bisa berdampak pada kerusakan otak yang semakin parah. 2) Tingkat kemandirian fungsional Pasien Stroke Iskemik Setelah diberikan Teknik Range of Motion (ROM) 3kali/hari Pada tabel 6 didapatkan data perubahan tingkat kemandirian fungsional pasien stroke iskemik post akut setelah menggunakan teknik ROM 3 kali/hari. Sebelumnya didapatkan 10 pasien dengan tingkat SURYA
ketergantungan total dan 6 pasien sangat tergantung. Setelah menggunakan teknik ROM 3 kali/hari ditemukan perubahan ketergantungan yaitu 9 pasien menjadi ketergantungan menengah dan 7 pasien menjadi kurang tergantung. Dan setelah dilakukan uji test statistik Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil yang didapat yaitu nilai p = 0,00 berarti ada perbedaan ROM 3 kali/hari terhadap peningkatan fungsional kemandirian pasien stroke iskemik. Ini bisa dilihat dari penilaian per item skala MBI setelah diakukan ROM 3 kali/hari dalam 1 minggu perlakuan menunjukkan kemampuan dari 14 pasien mandiri dalam mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Untuk perawatan diri seperti personal Hygiene, mandi, berpakaian, makan, dan toileting menunjukkan 8 pasien butuh bantuan minimal dan 8 pasien butuh bantuan menengah. Untuk aktivitas ambulasi, menaiki undakan, dan berpindah ke/dari tempat tidur dari 16 pasien menunjukkan kemajuan yang baik. Sebagian besar pasien tidak takut lagi dan membutuhkan bantuan menengah sampai minimal dalam melakukan pergerakan. Range of motion adalah gerakan sendi melalui rentang penuhnya dalam semua bidang yang sesuai. Untuk mempertahankan dan meningkatkan gerakan sendi, latihan ini harus dilakukan secepat mungkin ketika kondisi pasien memungkinkan (Brunner & Suddarth, 2002). Proses perangsangan latihan range of motion ini juga dijelaskan oleh Rujito, (2007), bahwa adanya kontraksi otot yang dilakukan dengan latihan ROM aktif akan merangsang golgi tendon dan muscle spindle. Impuls yang berasal dari gelondong otot dan organ tendon dikirim oleh serat konduksi yang paling kaya bermyelin yaitu serat Ia. Selanjutnya akibat rangsangan proprioseptif pada persendian, gelondong otot akan bereaksi dengan dikirimnya impuls ke motorneuron anterior, perangsangan neuron ini menyebabkan peningkatan kontraksi secara singkat. Rangsangan pada muscle spindle dan golgi tendon akan diinformasikan melalui afferen ke susunan saraf pusat sehingga akan mengkontribusikan
56
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik fasilitasi dan inhibisi (gracanin). Latihan gerakan yang diulang-ulang akan memberikan informasi ke mekanisme supraspinal sehingga terjadi pola gerak yang terintegrai dan menjadi gerakan-gerakan pola fungsional (Rujito, 2007). Dan ini didukung Brunner & Suddarth, (2002), dengan melakukan pengulangan aktivitas latihan akan membentuk jaras baru sistim saraf pusat dan dapat membentuk pola-pola baru pada gerakan. Adanya pengaruh ini disebabkan latihan diberikan sedini mungkin pada saat pasien melewati fase akut stroke iskemik. Dengan memberikan standar latihan minimal yaitu dilakukan 3kali dalam sehari dengan cara yang tepat dan berurutan akan diperoleh hasil berupa meningkatnya kekuatan otot, lancarnya peredaran darah, penurunan kekakuan sendi, dan tidak terjadinya spasme otot yang bisa menyebabkan odem dan nyeri persendian. 3) Tingkat kemandirian fungsional pasien stroke Iskemik setelah diberikan teknik range of motion (ROM) 2kali/hari Tabel 7 diatas menunjukkan perubahan tingkat kemandirian fungsional pasien stroke iskemik post akut setelah menggunakan teknik ROM 2 kali/hari. Sebelumnya didapatkan 12 pasien dengan tingkat ketergantungan total dan 4 pasien dengan tingkat ketergantungan sangat tergantung. Setelah menggunakan teknik ROM 2 kali/hari ditemukan perubahan kemandirian fungsional yaitu 8 pasien menjadi ketergantungan menengah dan 8 pasien menjadi sangat tergantung. Untuk mengetahui adanya pengaruh menggunakan teknik ROM 2 kali/hari terhadap perubahan tingkat kemandirian fungsional dari 16 pasien, maka dilakukan uji test statistik Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil yang didapat yaitu nilai p = 0,000 berarti ada perbedaan kemandirian fungsional pasien stroke iskemik setelah diberikan tindakan ROM 2 kali/hari. Ini bisa dilihat dari penilaian per item skala MBI setelah diakukan ROM 2 kali/hari dalam 1 minggu menunjukkan kemampuan dari 11 resonden mandiri dalam SURYA
mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Untuk perawatan diri seperti personal hygiene, mandi, berpakaian, makan, dan toileting menunjukkan 8 pasien butuh bantuan menengah dan 8 pasien butuh bantuan substansial. Untuk aktivitas ambulasi, menaiki undakan, dan berpindah ke/dari tempat tidur dari 16 pasien menunjukkan 8 pasien menunjukkan bantuan menengah dan 8 pasien menunjukkan bantuan substansial. Ini juga tidak bisa lepas dari kerjasama antara perawat, keluarga, dokter saraf, bedah saraf, ahli rehabilitasi medis, serta dokter ahli lain yang terkait membentuk satu tim untuk penanganan seorang pasien, dan tidak kalah penting adalah dukungan keluarga, kapasitas mental serta motivasi untuk sembuh adalah sarat mutlak dalam proses penyembuhan pasien (Sutrisno, 2007). Dalam kelompok ROM 2 kali/hari, masih muncul banyak kendala dalam proses menuju perkembangan kemandirian fungsional seperti pasien masih merasakan kelemahan pada sisi yang sakit dan masih munculnya kekakuan berakibat nyeri dalam bergerak, sehingga pasien masih takut dan kesulitan dalam menjalankan aktivitas dasar sehariharinya. Ini dikarenakan gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya sehingga kemajuan dari proses penyembuhanya juga berfariasi. 4) Perbedaan perubahan tingkat Kemandirian fungsional antara yang diberikan teknik range of motion 3 kali/hari dan 2kali/hari pada pasien stroke iskemik Setelah ditemukan pengaruh pada kedua teknik tersebut terhadap tingkat kemandirian maka dilanjutkan dengan menguji perbedaan perubahan tingkat kemandirian yang dihasilkan menggunankan uji statistic Mann Whitney (p < 0,05). Pada tabel 4.8 didapatkan hasil nilai p = 0,000. Berdasarkan uji stastistik maka hipotesa null (Ho) ditolak berarti ada perbedaan perubahan tingkat kemandirian yang signifikan antara menggunakan teknik ROM 3kali/hari dengan
57
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik teknik ROM 2kali/hari pada pasien stroke iskemik. Pada kelompok yang mendapatkan latihan ROM 2kali/hari didapatkan keadaan pasien yang masih sangat tergantung. Hal ini dikarenakan latihan ROM 2kali dalam sehari ini kurang memenuhi standar minimal pemberian latihan yaitu minimal 3kali atau lebih dalam sehari. Proses perangsangan antara ROM 2kali/hari dan ROM 3 kali/hari terhadap perkembangan funsional adalah sama tetapi bila pemberian latihan ini tidak dilaksanakan dengan cara yang tepat dan berurutan sesuai prosedur pelaksanaan maka hasil yang didapatkan juga berbeda pula. Menurut Priharjo (1995) bahwa Range of Motion harus diulang 7-10 kali dan dikerjakan sekurang kurangnya dua kali sehari memang berpengaruh terhadap perbaikan fungsional kemandirian pasien stroke iskemik. Keyakinan pasien bahwa proses rehabilitasi bisa mengubah hidupnya yang semula buruk menjadi baik, adanya dukungan dan penerimaan keluarga terhadap pasien akan sangat penting terhadap upaya penyembuhan penyakit stroke (Sutrisno, 2007). Peneliti merekomendasikan untuk pelaksanaan latihan ROM harus sesuai dengan standar latihan minimal 3 kali/hari maka akan sangat efektif dan bermanfaat terhadap pengembalian fungsi motorik. Pasien akan terdorong untuk melakukan latihan secara mandiri disela waktu latihan sehingga pasien tidak merasa tergantung selama menjalani rawat inap di rumah sakit. Semakin sering pasien melakukan latihan mandiri semakin baik pula perbaikan yang diharapkan menuju arah fungsional kemandirian sehingga ketika pasien kembali ke keluarga dan masyarakat dapat menjalankan peranya kembali. Rehabilitasi adalah bagian integral dari keperawatan. Upaya rehabiitasi harus dimulai selama kontak awal dengan pasien. Penekanan dari rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien dalam kemandirian pada tingkat fungsi sebelum sakit atau sebelum cidera dalam waktu sesingkat mungkin.
SURYA
KESIMPULAN DAN SARAN. … 1. Kesimpulan 1) Sebagian besar ketergantungan pasien pada kasus stroke iskemik post akut mengalami ketergantungan total. 2). Tingkat kemandirian fungsional pasien stroke iskemik post akut setelah menggunakan teknik ROM 3 kali/hari didapatkan sebagian besar menengah dan kurang tergantung 3). Tingkat kemandirian fungsional pasien stroke iskemik post akut setelah menggunakan teknik ROM 2 kali/hari didapatkan sebagian besar sangat tergantung dan menengah 4) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan frekuensi range of motion (ROM) terhadap perubahan tingkat kemandirian antara menggunakan teknik ROM 3 kali/hari dan teknik ROM 2 kali/hari pada pasien dengan stroke iskemik. 2. Saran Teknik ROM 3 kali/hari dan 2 kali/hari memiliki perbedaan pengaruh yang signifikan dalam merubah tingkat kemandirian. Sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan dalam membantu meningkatkan kemandirian pasien stroke iskemik disamping mendapatkan terapi farmakologis. Perawat dapat bekerjasama dengan tim rehabilitasi dalam membantu proses kemandirian pasien dengan memberikan tehnik ROM sedini mungkin dengan cara yang tepat dan frekuensi latihan yang benar sehingga mampu selekas mungkin mandiri dan bebas dari ketergantungan. . .
.DAFTAR PUSTAKA
.
. .
Agoes, A. 1997. Faktor Resiko Stroke dan Penanggulanganya, cetakan II. Malang : FK UNIBRAW Astuti Giantin, 2003. Analisis Parameter Laboratorium Faktor Stroke Iskemik., Research Report. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. (Online),
58
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik (
[email protected]) diakses 02 november 2011 jam 12.00.
(http://binhasyim.wordpress.com) diakses pada tanggal 15 Oktober 2011. Liss, SE, 1995. Medical Rehabilitation. Dalam LS. Halstead (Ed). New York. Raven press.
Djoenaidi, W. 1995. Stroke - Masa Kini dan Masa Yang Akan Datang. Cermin Dunia Kedokteran No. 102: (4552). Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.(online),
Lumbantobing, S.M. 2004. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
(http.kalbe.co.id/files/cdk/files/13 Stroke102.pdf) diakses 30 September 2011 jam 14.00.
Mansjoer,
Eni mulyatsih.2003.Petunjuk Praktis Bagi Pengasuh Dan Keluarga Pasien Pasca Stroke.Jakarta:FKUI
Notoatmodjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Garrison, J. Susan. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik, Jakarta: Penerbit hipokrates
Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Hamid T dan Satori D.W. (1992). Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (PHYSIATRY). Edisi 1. Unit Rehabilitasi Medik RSUD DR. Soetomo/FK. UNAIR. Surabaya.
Potter, P & Perry, A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik, Alih Bahasa Yasmin Asih, S.Kp, Edisi 4, Vol 1: EGC .
Hardywinoto dan Setiabudi. 1999. Panduan gerontology, Menjaga Kesimbangan Kualitas hidup para Lanjut Usia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Priharjo, R. 1993. Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien, Jakarta: EGC
Ibrahim, A, B. 2003. Masa Rehabilitasi pada Penderita Depresi Pasca Stroke. Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti: Jakarta. Japardi,
A. 2000. Kapita Selekta kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Shah, S. (1998). Modified Barthel Index or Barthel Index (Expanded). In S. Salek. (Ed). Compendium of quality of life instruments Part II. Chichester: Wiley and Sons (online), (http://Barthel's index of activities of daily living.com) di akses 17 September 2011 jam 20.00.
I. 2002. Panduan praktis pencegahan dan Pengobatan Stroke, Jakarta: BIP.
Rekam Medik, Laporan bulanan (2011) Ruang Teratai RSUD Dr. Soegiri, Lamongan.
Sidharta, P. 1999. Neurologi klinik dalam Praktek umum, Dian Rakyat.
Rujito, S. 2007. Penatalaksanaan Fisioterapi Stroke Pada Kondisi Akut. Jakarta. SURYA
59
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Perbedaan Intensiras Range of Motion (ROM) terhadap Peningkatan KemandirianFungsional (ADL) Pasien Stroke Iskemik Setiadi, 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suharsimi
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedicalBedah Brunner dan Suddarth . Vol. 1. E/8. Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Sutrisno, A. 2007. Stroke? You Must Know Before You Get It! Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedicalBedah Brunner dan Suddarth. Alih Bahasa Elina S. Laura Siahaan, S.Kp.. Vol. 3. E/8. Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Syamsuhidayat, R., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC. WHO, 2006. Neurological Disorders Public Health Chalenges.
Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi II, Jakarta: EGC.
SURYA
Arikunto (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Universitas Airlangga
60
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Pedoman Bagi Penulis
PETUNJUK PENULISAN Jurnal SURYA menerima hasil penelitian dan kajian konsep dan pembahasan tinjauan kepustakaan. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dalam bentuk narasi dengan gaya bahasa yang ilmiah. 1. Judul, menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Penulis diharapkan mencantumkan pula judul ringkas dengan susunan 40 karakter/ketukan beserta nama penulis utama yang akan dituliskan sebagai judul pelari (running title). 2. Nama penulis, tanpa gelar disertai catatan kaki tentang instansi tempat penulis bekerja. Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 2 orang, maksimal 4 orang. 3. Alamat, berupa instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat pos lengkap dan alamat e-mail jika ada (untuk penulis korespondensi). 4. Abstrak, ditulis dalam bahasa Inggris / bahasa Indonesia, minimal 100 kata dan merupakan intisari seluruh tulisan disertakan 3-5 kata-kata kunci (key words). 5. Daftar Pustaka ditulis sesuai metode Harvar Style Artikel Hasil Penelitian 1. PENDAHULUAN Berisi latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait yang up to date dan nilai lebih penelitian yang merupakan inovasi. Kutipan dari daftar pustaka dibuat dengan tanda [1] berdasar nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing ditulis miring (italic). 2. METODE PENELITIAN Menjelaskan kronologis penelitian termasuk cara menyiapkan bahan penelitian, rancangan atau desain penelitian, prosedur penelitian (dalam bentuk algoritma, pseudocode atau lainnya), cara pengujian dan pengambilan data. Pada bagian ini boleh juga diberikan dasar teori. Tabel dan Gambar dibuat center seperti di bawah ini dan diacu pada naskah. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini diberikan hasil penelitian yang dilakukan sekaligus dibahas secara komprehensip. Hasil bisa berupa gambar, grafik, tabel dan lain-lain yang mempermudah pembaca paham dan diacu di naskah. Jika bahasan terlalu panjang dapat dibuat sub-sub judul 4. KESIMPULAN DAN SARAN Memberikan pernyataan bahwa apa yang diharapkan sebagaimana dinyatakan dalam “Pendahuluan” akhirnya dapat diperoleh hasil dalam “Hasil dan Pembahasan”, sehingga terdapat kesesuaian. Selain itu dapat juga ditambahkan prospek pengembangan dari hasil penelitian dan aplikasi lebih jauh yang menjadi prospek kajian berikutnya. Artikel Kajian Pustaka: 1. PENDAHULUAN Berisi latar belakang, penjelasan mengenai kajian teoritis yang akan dilakukan . 2. KAJIAN KEPUSTAKAAN DAN PEMBAHASAN Berisi kajian pustaka, analisis dan pembahasan ilmiah mengenai konsep dan teori yang ada 3. KESIMPULAN DAN SARAN Membahas implikasi , kesimpulan dan tindak lanjut.
SURYA
61
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Pedoman Bagi Penulis
PETUNJUK UMUM Makalah yangdikirim adalah makalah yang belum pernah dipublikasikan di media cetak lainya. Untuk menghindari duplikasi, SURYA tidak menerima makalah yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu yang bersamaan untuk publikasi. Makalah yang pernah disajikan dalam temu ilmiah harus mencantumkan waktu, tempat serta jenis temu ilmiah. Semua makalah yang dikirim ke SURYA akan dibahas oleh pakar dalam bidang keilmuan tersebut (peer-reviw) dan redaksi. Makalah yang perlu perbaikan format atau isi akan dikembalikan pada penulis untuk diperbaiki. PENULISAN MAKALAH Makalah diketik pada kertas ukuran 21 cm x 27,9 (kertas A4), dengan jarak dari tepi 3 cm dan 1 spasi dengan huruf Times New Roman Jumlah halaman maksimal 20 halaman. Setiap halaman diberi nomor urut dari mulai halaman judul sampai halaman terakhir. Kirimkan sebuah makalah asli disertai dengan 2 foto copy serta soft copy file dalam bentuk CD. Tulis nama file dan program yang digunakan dalam CD. TABEL Setiap tabel harus diketik 1,5 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan urutan penyebutan dalam teks. Setiap tabel diberi judul singkat. Setiap kolom diberi subjudul singkat. Tempatkan penjelasan pada catatan kaki, bukan pada judul. Jumlah tabel maksimal 6 buah. Makalah/ Artikel dikirim ke Alamat : Redaksi SURYA Jurnal Media Komunikasi Ilmu Kesehatan Gedung Utama STIKES Muhammadiyah Lamongan Gedung L.1. Jl. Raya PlalanganPlosowahyu Lamongan Telp/Fax : (0322) 323457 e-mail :
[email protected]
SURYA
62
Vol.01, No.XI, Aprl 2012
Form Berlanganan Bagi yang berminat berlangganan dan memasukkan artikel penelitian tentang kesehatan ke jurnal SURYA harap mengisi formulir berlangganan di bawah, dan kemudian mengirimkan ke alamat redaksi : REDAKSI SURYA JURNAL MEDIA KOMUNIKASI ILMU KESEHATAN GEDUNG UTAMA STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN GEDUNG L.1. JL. RAYA PLALANGANPLOSOWAHYU LAMONGAN TELP/FAX : (0322) 323457 E-MAIL :
[email protected] FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL SURYA Nama
: ………………………………………………………………… Mahasiswa
Individu
Instansi
Alamat : ………………………………………………………………………… …………………………………………………………………… Telp. :……………… HP : ……………….. e-mail : ………………… Akan berlangganan SURYA Vol................. : No. ………………….s/d ………………. Sejumlah
: ……………………… Eksp./ penerbitan
Untuk itu saya akan mengirimkan biaya pengganti ongkos cetak dan ongkos kirim: Sejumlah
: Rp……………….
Melalui
: Rekening STIKES Muhammadiyah Lamongan, No. Rek.0281-028006 Bank Jatim Lamongan (Fotokopi bukti pembayaran terlampir)
FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL SURYA Nama
: ………………………………………………………………… Mahasiswa
Individu
Instansi
Alamat : ………………………………………………………………………… …………………………………………………………………… Telp. :……………… HP : ……………….. e-mail : ………………… Akan berlangganan SURYA Vol................. : No. ………………….s/d ………………. Sejumlah
: ……………………… Eksp./ penerbitan
Untuk itu saya akan mengirimkan biaya pengganti ongkos cetak dan ongkos kirim: Sejumlah
: Rp……………….
Melalui
: Rekening STIKES Muhammadiyah Lamongan, No. Rek.0281-028006 Bank Jatim Lamongan (Fotokopi bukti pembayaran terlampir)
SURYA
63
Vol.01, No.XI, Aprl 2012