SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN UNTUK MEMPERBAIKI TAMPILAN FISIOLOGIS TIKUS BETINA USIA ENAM BULAN DAN SATU TAHUN
NI WAYAN SUDATRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Suplementasi Somatotropin untuk Memperbaiki Tampilan Fisiologis Tikus Betina Usia Enam Bulan dan Satu Tahun” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruaan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2006
Ni Wayan Sudatri NIM G351040021
SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN UNTUK MEMPERBAIKI TAMPILAN FISIOLOGIS TIKUS BETINA USIA ENAM BULAN DAN SATU TAHUN
NI WAYAN SUDATRI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis
: Suplementasi
Somatotropin untuk Memperbaiki Tampilan
Fisiologis Tikus Betina Usia Enam Bulan dan Satu Tahun.
Nama
: Ni Wayan Sudatri
NIM
: G 351 040 021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Wasmen Manalu Ketua
Dr. Nastiti Kusumorini Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi
Dr.Ir.Dedy Duryadi Solihin,DEA.
Tanggal Ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klungkung, Bali pada tanggal 31 Oktober 1971 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak I Nyoman Ridut dan Ibu Ni Nyoman Silib (alm). Pendidikan SD diselesaikan di SD 2 Tihingan tahun 1984, SMP di SMPN 2 Banjarangkan tahun 1987 dan SMA diselesaikan tahun 1990 di SMAN 1 Klungkung. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana Denpasar, lulus tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis diterima di S2 Program Studi Biologi, Subprogram Fisiologi Hewan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan dana dari BPPS IPB. Sejak tahun 1998 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar. Penulis menikah dengan Drs. I Made Santiarta, MSi pada tahun 2000 dan dikaruniai 2 orang putra, I Gede Tresna Agung Saputra (4 tahun) dan I Made Widiarsa Ari Saputra (3 tahun).
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya penulisan tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selesainya tugas ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Wasmen Manalu dan Dr. Nastiti Kusumorini selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan serta perhatian dalam penelitian dan penulisan tesis ini; Ibu Ida , Ibu Sri, Pak Wawan, dan Pak Edi yang banyak membantu penelitian penulis di kandang maupun di laboratorium; Saudara La Eddy teman seperjuangan yang banyak membantu dalam penelitian; Temanteman di Punhawacana Bali yang banyak membantu, memberi semangat dan suasana kekeluargaan; Departemen Pendidikan Nasional Ditjen Dikti yang telah memberikan Bantuan Dana Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS); Rektor Universitas Udayana beserta staf atas perberian izin kepada penulis untuk tugas belajar; Ayahanda, Bapak dan Ibu Mertua yang telah banyak membantu dalam mengasuh anak-anak selama penulis tugas belajar; dan semua pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan dorongan semangat kepada penulis selama studi. Ucapan terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada Suami dan Anak-anak tersayang atas pengertian, semangat, dan kasih sayangnya selama ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya di sanasini, maka masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan agar dalam penulisan-penulisan berikutnya menjadi lebih baik. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan memberikan sumbangan informasi baru bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2006
Ni Wayan Sudatri
ABSTRAK
NI WAYAN SUDATRI. Suplementasi Somatotropin untuk Memperbaiki Tampilan Fisiologis Tikus Betina Usia Enam Bulan dan Satu Tahun. Dibimbing oleh Wasmen Manalu dan Nastiti Kusumorini. Bertambahnya usia diiringi dengan munculnya gejala-gejala penuaan seperti penurunan stamina tubuh, pemunculan kerutan di kulit, kekeroposan tulang, penimbunan lemak tubuh, dan terhentinya siklus reproduksi pada wanita. Salah satu faktor yang menyebabkan keadaan ini adalah penurunan sekresi somatotropin yang berperan dalam pembelahan sel somatis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suplementasi somatotropin pada perbaikan tampilan fisiologis tikus betina usia enam bulan dan satu tahun. Rancangan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dengan empat faktor yaitu dosis, lama penyuntikan, umur, dan waktu pembedahan. Dosis somatotropin yang digunakan adalah 0 mg, dan 9 mg/kg bobot badan. Lama penyuntikan adalah 3 minggu dan 6 minggu. Umur tikus terdiri atas enam bulan dan satu tahun, serta waktu pembedahan yaitu setelah akhir periode penyuntikan somatotropin dan 2 minggu setelah penghentian penyuntikan somatotropin. Kombinasi antarfaktor tersebut menjadi 2 x 2 x 2 x 2 = 16. Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ulangan sehingga jumlah tikus coba menjadi 3 x 16 = 48 ekor. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina berumur 6 bulan (24 ekor) dan 1 tahun (24 ekor). Parameter yang diamati meliputi bobot badan, tampilan reproduksi yang meliputi kadar estrogen dan progesteron dalam plasma, bobot ovarium dan uterus, kadar DNA dan RNA ovarium dan uterus, kadar air ovarium, uterus, kulit dan tulang, serta kadar kolagen tulang dan kulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi somatotropin dosis 9 mg/kg BB dapat meningkatkan bobot badan, tampilan reproduksi pada ovarium dan uterus yang digambarkan oleh peningkatan bobot basah, bobot kering ovarium dan uterus, kadar DNA ovarium dan uterus, dan peningkatan kadar estradiol dalam plasma. Penyuntikan somatotropin juga dapat meningkatkan kekencangan kulit yang terlihat dari peningkatan kadar kolagen kulit serta meningkatkan matriks sel tulang yang terlihat dari peningkatan kadar kolagen tulang.
ABSTRACT
NI WAYAN SUDATRI. Somatotropin Supplementation to Improve Physiological Performances of Six-Month and One-Year Old Female Rats. Under supervison of Wasmen Manalu and Nastiti Kusumorini. As age increases, aging symptoms such as decrease of stamina, wrinkle of skin, osteoporosis, increase of body fat and menopause will appear. These symptoms are due to the decrease of somatotropin secretion which plays a significant role in cell proliferation. The objective of this study is to investigate the effects of somatotropin supplementation on physiological performaces of six-month and one-year old female rats. Forty eight female rats were assigned into a randomized block design with 4 factors. The first factor was age with 2 levels (6 months and 12 months). The second factor was somatotropin dosage with 2 levels (0 and 9 mg/kg body weight). The third factor was duration of injection with 2 levels (3 weeks and 6 weeks), and the fourth factor was sampling period with 2 levels (0 and 14 days after somatotropin termination). Parameters measured were body weight, total DNA and total RNA of ovary and uterus, plasma estrogen and progesteron levels, bone collagen and skin collagen consentrations. The results showed that somatotropin supplementation had significant effects on body weight, ovary weight, total cell of ovary, total cell of uterus, plasma estrogen and progesteron levels, bone and skin collagen concentrations. It is concluded that somatotropin improve physiological performances of aging female rats.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..... ……………………………………………… ix DAFTAR GAMBAR…………………………………………….
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
xi
PENDAHULUAN
1
………………….………………………………
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………….,….. Penuaan …………………..……………………………….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan ……………… Gambaran Umum Somatotropin ………………………….. Mekanisme Kerja Somatotropin dalam Mengontrol Fungsi Sel …………………………………...................................... Peranan Somatotropin dalam Metabolisme ……………….. Peranan Somatotropin dalam Menunda Penuaan …………. Organ Reproduksi Betina …………………………………. Estrogen dan Progesteron …………………….………….. Estrogen, Progesteron, dan Somatotropin selama Penuaan ..
8 9 10 11 12 12
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ............................................... Lokasi dan Lama Penelitian ......................................................... Hewan Percobaan ........................................................................ Bahan dan Alat Penelitian ………………………………………. Rancangan Percobaan .................................................................. Cara Kerja ..................................................................................... Penentuan Kadar RNA, DNA, dan Kolagen .................... Penentuan Kadar Estrogen dan Progesteron .................... Analisis Data …………………………………………………
13 13 13 13 14 15 16 21 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………… Hasil……………………………………………………………. Tampilan Bobot Badan ……………………………….. Tampilan Reproduksi ………………………………… Kulit ………….. ……………………………………… Tulang ………………………………………………… Hematologi ……………………………………………. Pembahasan ………………………………………………...
26 26 26 28 34 36 36 39
SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..
41
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………
42
LAMPIRAN
47
………………………………………………………..
4 4 5 7
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1.
Bagan protokol penelitian ………………………………………… 26
2.
Rataan bobot badan yang diamati selama 8 minggu ………..…… 28
DAFTAR TABEL No
Teks
Halaman
1.
Bagan rancangan percobaan …………………………………..
16
2.
Pemberian label tabung reaksi untuk blank, standar, dan sampel pada pewarnaan dan pengujian kadar RNA.............
17
Pemberian label tabung reaksi untuk blank, standar, dan sampel pada pewarnaan dan pengujian kadar DNA.............
19
4.
Rataan perubahan bobot badan awal dan bobot badan akhir.……
27
5.
Rataan perubahan bobot badan …………….………………
28
6.
Rataan kadar estrogen dan progesteron.....................................
29
7.
Rataan bobot basah dan bobot kering ovarium ........................
31
8.
Rataan kadar DNA dan RNA ovarium ....................................
31
9.
Rataan kadar air ovarium ........................................................
32
10.
Rataan bobot basah dan bobot kering uterus ..........................
33
11.
Rataan kadar DNA dan RNA uterus ......................................
34
12.
Rataan kadar air uterus …………………………………….
34
13.
Rataan kadar air dan kolagen kulit .......................................
35
14.
Rataan kadar air dan kolagen tulang .....................................
36
15.
Rataan hematologi……………………………………………..
38
3.
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
Halaman
1. Hasil uji sidik ragam perubahan bobot badan perubahan bobot badan 49 2. Hasil uji sidik ragam estrogen ……………………………………… 49 3. Hasil uji sidik ragam progesteron …………………………………… 50 4. Hasil uji sidik ragam bobot basah ovarium ………………………….. 50 5. Hasil uji sidik ragam bobot kering ovarium ………………………….. 51 6. Hasil uji sidik ragam kadar DNA ovarium ............................................ 51 7. Hasil uji sidik ragam kadar RNA ovarium ......................................... 52 8. Hasil uji sidik ragam bobot basah uterus ........................................... 52 9. Hasil uji sidik ragam bobot kering uterus
…………….…………...
53
10. Hasil uji sidik ragam kolagen kulit .....................................................
53
11. Hasil uji sidik ragam kolagen tulang ................................................
54
12. Hasil uji sidik ragam BDM ...............................................................
54
13. Hasil uji sidik ragam BDP...................................................................
55
14. Hasil uji sidik ragam hematokrit ........................................................
55
15. Hasil uji sidik ragam Hb …. .............................................................
56
@ Hak cipta milik Ni Wayan Sudatri, tahun 2006
Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
PENDAHULUAN Latar Belakang Keinginan manusia untuk selalu tampil muda dan cantik sudah muncul sejak berabad-abad yang lampau. Berbagai upaya dilakukan manusia agar selalu tampak muda dan cantik dengan berusaha menghambat penuaan. Beberapa di antara upaya tersebut adalah minum jamu, ginseng, ekstrak plasenta, minum suplemen yang mengandung antioksidan, bedah kosmetik, terapi asam nukleat, dan terapi hormon sehingga rentang umur dapat diperpanjang. Menjadi tua adalah momok bagi sebagian orang yang kedatangannya perlu dihambat. Pada dasarnya penuaan adalah suatu proses fisiologis umum dan berlangsung secara terus-menerus yang ditandai pada perubahan sel-sel tubuh. Penuaan ini terjadi karena sel-sel menjadi rusak, tua, dan mati sehingga penuaan sangat berkaitan erat dengan kematian sel (Ganong 2001). Sebenarnya tubuh mempunyai kemampuan untuk memperbaiki serta mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Namun demikian, sejalan dengan bertambahnya usia, proses perbaikan dan pergantian sel ini menjadi lambat dan penumpukan sel-sel yang mati mengganggu fungsi jaringan, organ, dan fungsi fisiologis tubuh secara umum. Kerusakan sel ini disebabkan oleh banyak faktor seperti radikal bebas, akumulasi
toksin
dalam
tubuh,
paparan
radiasi,
dan
lain
sebagainya.
Penumpukan tersebut secara berangsur-angsur mengurangi kemampuan sel untuk berfungsi secara normal sehingga akhirnya menjadi tua. Sel tidak dapat mengelak dari penumpukan ini karena kolagen sebagai protein struktural yang merupakan selubung ekstraseluler sebagian besar sel tubuh menjadi tidak lentur dan tidak mudah larut. Seperti diketahui, ketika kolagen pertama kali dibentuk, zat ini bersifat lentur dan mudah larut dan hal ini menunjukkan bahwa sel belum menua. Lama-kelamaan rantai polipeptida yang terbuat dari kolagen itu terikat terus bersama sehingga kelarutan dan permeabilitas (daya melewatkan) dari bahan tersebut berkurang. Akibat pengurangan permeabilitas ini, lalu lintas bahan antar-sel mengalami banyak
hambatan sehingga fungsi sel menjadi terganggu dan akhirnya mengalami kematian (Hermann & Berger 1999). Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa salah satu hal yang menandai proses penuaan adalah penurunan produksi hormon secara tidak teratur (Thompson et al. 2000). Salah satu hormon yang mengalami penurunan produksi adalah somatotropin (Petra et al. 2000). Somatotropin mempengaruhi hampir semua sel di dalam tubuh, membuat sel-sel tulang, otot, sistem imun, dan organ anak-anak menjadi tumbuh (Rosen et al. 1995). Dengan bertambahnya usia, kadar somatotropin dalam tubuh terus menurun. Sejak usia 21 tahun, setiap tahun tubuh mengalami penurunan sekitar 3% sehingga pada usia 60 tahun tubuh kita akan kehilangan sekitar 80% somatotropin alamiah. Berkurangnya somatotropin akan membuat rambut tipis dan rapuh, kelopak mata menurun, bibir mengecil, wajah tertarik ke bawah, dan gusi mengkerut. Selain itu, penurunan somatotropin juga akan membuat kulit mengering dan muncul keriput di wajah, otot bahu dan bokong juga mengkerut. Akibat akhirnya, tubuh jadi lembek dan berat badan bertambah (Abribat 1994). Hertoghe (1996) melaporkan bahwa penurunan sekresi somatotropin pada pasien yang mengalami defisiensi pituitari diikuti dengan penurunan sekresi hormonhormon lainnya seperti
luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone
(FSH), tyroid stimulating hormone (TSH) dan adenocorticotrophic hormone (ACTH). Follicle stimulating hormone (FSH) dan LH merupakan hormon yang bertanggung jawab pada perkembangan folikel (ovarium) dan korpus luteum yang menghasilkan estrogen dan progesteron. Estrogen dan progesteron adalah hormon yang berperan dalam siklus reproduksi. Di samping itu, estrogen mempunyai efek protektif terhadap tulang rangka dengan mencegah resorpsi tulang dan menstimulasi aktivitas osteoblast serta menjaga elastisitas kulit dengan produksi kolagen (Perry et al. 2000; Crinspoon 2005). Pada wanita yang menua terjadi penurunan sekresi somatotropin dan IGF-1 yang diikuti dengan kehilangan estrogen (Woller et al. 2002). Hilangnya estrogen dari plasma menyebabkan siklus reproduksi terhenti dan wanita memasuki masa
menopause. Menopause pada wanita menyebabkan beberapa perubahan fisik dan fisiologis seperti, osteoporosis, munculnya kerut-kerut akibat penurunan produksi kolagen dan hilangnya elastisitas kulit, dan gejala penuaan lainnya (Sowers JR & Felicetta J 1988; Woller et al. 2002). Penurunan produksi hormon-hormon ini menyebabkan distribusi lemak di bagian perut pada wanita yang menua meningkat (Veldhuis et al. 2005). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek suplementasi somatotropin dalam memperbaiki tampilan bobot badan, tampilan
reproduksi
(kadar estrogen dan
progesteron, bobot ovarium dan uterus, jumlah sel ovarium dan uterus, aktivitas sintesis ovarium dan uterus), jumlah sel tulang serta tampilan kulit pada tikus betina usia enam bulan dan satu tahun. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai landasan pengetahuan tentang penggunaan somatotropin untuk memperlambat atau menghambat penuaan. Hipotesis Somatotropin dapat memperbaiki tampilan tikus betina usia enam bulan dan satu tahun.
TINJAUAN PUSTAKA Penuaan Mendekati umur 40 tahun, sebagian besar orang dewasa mengalami pengaruh penuaan, antara lain penurunan tenaga, kekuatan otot dan penampilan olahraga, dorongan
dan
penampilan
seksual,
ketajaman
mental,
dan
penglihatan.
Distribusi lemak pun mengalami perubahan sehingga terjadi kerontokan rambut, kemudian muncul depresi, stress, gelisah, gejala andropouse, menopouse, dan kemerosotan-kemerosotan lain. Menurut salah satu teori penuaan, biang keladi penuaan adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat tidak stabil karena hanya memiliki satu atom tanpa pasangan sehingga bersifat sangat reaktif. Radikal bebas akan berusaha mencari pasangannya, yang dalam hal ini adalah sel-sel yang sehat. Pengikatan radikal bebas dengan sel-sel yang sehat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Kerusakan ini akan berjalan secara perlahan sehingga proses penuaan pun akan timbul, misalnya hilangnya elastisitas jaringan kolagen dan otot sehingga kulit tampak berkerut (Johnson et al. 1999). Radikal bebas merusak jaringan secara perlahan tapi pasti dan menyebabkan penuaan dini. Proses penuaan tersebut menyebabkan kemunduran organ-organ tubuh, antara lain rambut, tulang, jantung, pembuluh darah, dan hormon seks. Akibat kemunduran fungsi organ-organ tersebut pada usia tua, hewan atau manusia menjadi rentan terhadap beberapa gangguan kesehatan atau penyakit seperti osteoporosis (pengeroposan tulang), rematik, penyakit jantung koroner, darah tinggi, dan lain sebagainya. Selain itu, sel-sel otak pun juga menjadi target serangan radikal bebas sehingga kita akan mengalami kesulitan mengingat sesuatu, sulit berkonsentrasi, atau pikun sebelum waktunya (Serri et al. 1999). Penelitian biokimia tentang penuaan menunjukkan bahwa terdapat gen/DNA yang memainkan peranan dalam proses penuaan. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan-perubahan struktur protein dan enzim serta pemendekan telomer pada selsel yang mengalami penuaan (Leeuwenhurgh et al. 1999). Penurunan kolagen dengan
bertambahnya umur terjadi akibat kadar dan aktivitas menurun tajam. Penurunan aktivitas kolagenase ini
tingkat kolagenase yang
meningkatkan ikatan silang
antara fibril kolagen dan dalam perubahan daya regang kolagen yang menyebabkan pembentukan kerut-kerut pada kulit. Demikian juga penurunan enzim tirosin kinase menyebabkan rambut mamalia menjadi abu-abu (uban). Konsentrasi radikal bebas dan
makromolekul
meningkat
dengan
bertambahnya
usia
karena
sintesis
superoksidase dismustase (SOD) yang dikode oleh gen menurun. Akibat semua perubahan itu terjadi perubahan-perubahan fungsional pada organisme sejalan dengan bertambahnya umur. Perubahan fungsi tersebut bisa
pada tingkat organ, sel,
makromolekul yang disebabkan oleh enzim spesifik yang dikode oleh gen spesifik (Kanungo 1994). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan Para ahli berusaha mengetahui rahasia mengapa sebagian orang hidup berumur panjang, tetapi sebagian lagi meninggal pada usia muda. Banyak teori yang telah dikemukakan tentang proses penuaan, namun masih belum dapat mencegah kematian yang terlalu dini. Penuaan terjadi dalam beberapa fase. Fase pertama adalah subklinikal yang terjadi pada usia antara 25-35 tahun. Pada fase ini, sekresi hormon mulai mengalami penurunan. Penurunan ini mencapai 14 persen ketika seseorang berusia 35 tahun. Polusi udara, diet yang tak sehat, dan stres merupakan serangan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh (Stulnig et al. 1996). Selama fase ini orang mungkin merasa sehat-sehat saja, padahal kerusakan sel sudah mulai menyerang. Fase berikut adalah transisi, yakni saat mencapai usia 35-45 tahun. Hormon somatotropin manusia pada fase ini menurun hingga 25 persen sehingga tubuh mulai mengalami tanda penuaan. Biasanya fase ini ditandai dengan lemahnya penglihatan, tumbuh uban, berkurangnya stamina dan energi. Puncak dari itu semua adalah fase klinikal, yakni di usia 45 tahun ke atas. Karena produksi hormon somatotropin terus berkurang hingga berhenti sama sekali, pada fase ini kulit akan mengalami dehidrasi dan tubuh cepat lelah. Penyakit kronis seperti hipertensi, jantung dan diabetes menjadi momok yang mengerikan (Bengtsson et al. 2000). Karena proses penuaan ini terjadi dalam
beberapa fase, sesungguhnya ada banyak waktu tersedia untuk menghambatnya. Cepat atau lambatnya penuaan dipengaruhi oleh faktor genetika alias keturunan sebanyak 30%. Sisanya, 70% lebih, dipengaruhi oleh gaya hidup atau lingkungan (Colao et al. 2005). Faktor kalori ternyata juga memainkan peranan penting dalam proses penuaan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian para peneliti dari Institute of Aging di AS pada hewan coba. Tikus-tikus percobaan yang jatah kalorinya dikurangi dapat berumur lebih panjang dari tikus pembanding yang diberi masukan kalori normal. terjadi karena
Hal ini
kadar somatotropin tikus yang dibatasi makan lebih tinggi
dibandingkan tikus yang diberi makan normal (Weindruch & Walford 1988). Pada laki-laki tua yang mempunyai kelebihan berat badan sekresi somatotropinnya lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki tua seumur yang mempunyai berat badan normal ( Halt et al. 2001). Secara umum ada dua faktor yang mengakibatkan proses penuaan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang pertama adalah penumpukan produksi lipofuksin yang dikenal sebagai pigmen penuaan di berbagai bagian tubuh. Yang kedua adalah terhentinya proses pertumbuhan dan proses perbaikan sel-sel yang rusak akibat penurunan kadar hormon dalam tubuh. Faktor internal yang ketiga adalah materi inti sel yang merupakan pusat kontrol metabolisme sel sehingga sel gagal melaksanakan fungsi yang semestinya. Faktor yang keempat adalah terjadinya akumulasi substansi tertentu pada sel yang boleh jadi sangat berbahaya bagi sel itu sendiri sehingga melumpuhkan sistem kekebalan yang secara alamiah dimiliki oleh tubuh setiap manusia normal. Faktor eksternal disebabkan oleh 4 hal. Yang pertama adalah segala jenis penyakit, khususnya infeksi yang diakibatkan oleh virus, bakteri, dan mikroorganisme lain. Penyebab yang kedua adalah luka dan kerusakan bagian tubuh yang disebabkan oleh peristiwa kimia, panas, maupun benturan secara fisik. Penyebab ketiga adalah efek kumulatif radiasi, baik yang digunakan untuk pengobatan (misalnya sinar X) maupun yang terjadi secara alamiah (sinar kosmik). Penyebab keempat adalah interaksi dengan sesama manusia dan lingkungan yang sering kali mendatangkan stres (Johnson et al. 1999).
Gambaran Umum Somatotropin Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) yang juga disebut somatotropin merupakan protein kecil yang mengandung sekitar 191 asam amino dalam satu rantai yang mempunyai berat molekul 22.005. Somatotropin merangsang pertumbuhan
semua
jaringan
tubuh
yang
mampu
tumbuh.
Somatotropin
meningkatkan pertambahan ukuran sel dan meningkatkan mitosis bersama peningkatan jumlah sel. Sebagai contoh adalah peningkatan pertambahan berat badan tikus yang disuntik dengan hormon pertumbuhan setiap hari, dibanding dengan yang sama sekali tidak mendapat hormon pertumbuhan (Guyton 1995). Somatotropin dihasilkan oleh pituitari anterior terutama oleh kelompok sel-sel asidofil khususnya sel-sel somatotrof. Sel-sel asidofil yang bernama mammotrof dan laktotrof mensekresikan prolaktin. Beberapa sel mensekresikan keduanya (Muller et al. 1999). Pada tikus betina, sel somatotrof dan sel mammotrof jumlahnya berimbang, namun pada tikus jantan jumlah sel somatotrof jauh lebih banyak dari sel mammotrof (6:1). Ratio inilah mungkin yang menyebabkan ukuran jantan jauh lebih besar dari betina pada semua spesies (Bolander 1994). Pada masa pertumbuhan
ketika pertumbuhan berlangsung cepat, kadar
somatotropin sangat tinggi. Sejalan dengan bertambahnya usia, kadar somatotropin dalam tubuh terus menurun. Keberadaan somatotropin ini setelah masa pertumbuhan diperlukan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental secara umum seperti untuk perbaikan jaringan, penyembuhan, penggantian sel-sel yang rusak, untuk produksi enzim, untuk menjaga fungsi otak, menjaga kesehatan rambut, kuku, dan lain sebagainya. Setelah umur 20 tahun, produksi somatotropin menurun 14% setiap 10 tahun. Setelah umur 60 tahun, produksi somatotropin menurun 75% atau lebih (Bengtsson et al. 2000). Anak-anak yang mengalami kekurangan produksi somatotropin oleh pituitari akan mengalami pertumbuhan abnormal (kerdil) jika tidak diterapi dengan somatotropin eksogen. Somatotropin eksogen ini pertama kali dikembangkan untuk terapi anak-anak yang mengalami kekurangan produksi somatotropin endogen sehingga dapat tumbuh dengan normal. Dengan keberhasilan pengembangan
somatotropin melalui teknologi DNA rekombinan, penggunaan somatotropin untuk tujuan-tujuan komersil menjadi lebih luas (Wit et al. 2002). Pada hewan ternak, somatotropin banyak dipakai untuk mempercepat pertumbuhan ternak babi dan meningkatkan produksi susu pada sapi yang sedang laktasi (Davis et al. 2004; Rausch et al. 2002; Tanwattana et al. 2003; Vann et al. 2001 ). Somatotropin adalah hormon yang bersifat khas spesies. Artinya, somatotropin dari suatu spesies akan memberi efek bila diberikan kepada spesies yang sama. Somatotropin sapi tidak akan memberikan efek bila diberikan kepada manusia atau kerbau. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa somatotropin sapi memberi efek positif bila diberikan kepada ikan atau tikus. Beberapa penelitian dengan menggunakan somatotropin sapi (bST/bovine somatotropin) telah dilakukan oleh Warnnerburg et al. (2001), Petra et al. (2002), Smaniotto et al. (2005), dan Carlsson et al. (1998). Demikian pula somatotropin manusia (hGH) memberikan efek positif bila diberikan pada hewan coba tikus, seperti yang dilakukan oleh Frick et al. (2002), dan Durebex et al. (1999). Perbedaan utama di antara somatotropin tersebut adalah gugusan yang terdapat di bagian ujung-ujung dari hormon tersebut. Mekanisme Somatotropin dalam Mengontrol Fungsi Sel Somatotropin merupakan suatu hormon peptida, yang reseptornya ada di permukaan sel. Pada prinsipnya, ikatan antara somatotropin dengan reseptornya mengakibatkan suatu transduksi sinyal yang menyebabkan aktif atau inaktifnya suatu enzim. Pengaktifan enzim ini dilakukan dengan jalan fosforilasi oleh enzim kinase dengan jalan memindahkan gugus fosfat atau menambahkan gugus fosfat yang membutuhkan ATP. Pengaktifan atau penginaktifan suatu enzim akan mengakibatkan suatu rentetan reaksi intrasel yang berpengaruh pada metabolisme dan fungsi sel (Bolander 1994). Somatotropin mempengaruhi pertumbuhan berbagai jaringan target secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh tidak langsung somatotropin dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah merangsang produksi faktor pertumbuhan. Sebagai contoh, kemampuan somatotropin dalam merangsang pertumbuhan tulang sejati dan tulang rawan sebagian disebabkan oleh pemberian sinyal dari hormon
tersebut ke hati untuk menghasilkan faktor pertumbuhan yang mirip insulin (insulinlike growth factor, IGF-I) yang beredar dalam plasma dan secara langsung merangsang pertumbuhan tulang sejati dan tulang rawan (Campbell 2004). Insulin-like growth factor (IGF-I) disebut juga somatomedin yang bekerja melalui reseptor tyrosin kinase sebagaimana mekanisme kerja dari faktor-faktor pertumbuhan pada umumnya. Ikatan antara peptida ini dengan reseptornya menyebabkan sel tersebut memfosforilasi dirinya sendiri
(autofosforilasi), residu
tirosin menjadi aktif (menjadi enzim) untuk menginisiasi pensignalan kaskade intraseluler. Aktifasi enzim di sitosol akan berpengaruh pada faktor transkripsi gen di inti dan sebagai hasil akhirnya terjadi sintesis protein dan pembelahan sel. Pengikatan somatomedin/ IGF-I dengan reseptornya yang ada di sel-sel tulang rawan mengakibatkan mitosis kondrosit sehingga sel-sel tersebut mengalami pertumbuhan. Somatomedin/ IGF-I
merangsang penggabungan sulfat ke dalam tulang rawan
sehingga terjadi pemanjangan tulang dan faktor sulfasi ini merangsang pembentukan kolagen. Sekresi IGF-I sebelum lahir tidak bergantung pada hormon pertumbuhan, tetapi setelah lahir dirangsang oleh hormon pertumbuhan. Insulin-like growth factor (IGF-I) mempunyai efek kuat dalam menstimulasi pertumbuhan. Konsentrasi IGF-I meningkat selama kanak-kanak, yang mencapai puncak pada usia pubertas (13-17 tahun),
kemudian menurun pada usia lanjut. Insulin-like growth factor (IGF-II)
berperan dalam pertumbuhan janin sebelum lahir. Pada janin manusia, dimana gen ini mengalami ekspresi berlebihan, terjadi pertumbuhan yang tidak seimbang di berbagai organ, terutama lidah, otot, ginjal, jantung, dan hati. Setelah lahir, kadar IGF-II konstan sepanjang pertumbuhan. Pada orang dewasa, gen untuk IGF-II diekspresikan hanya pada pleksus korcideus dan minigen (Ganong 2001). Peranan Somatotropin dalam Metabolisme Somatotropin atau hormon pertumbuhan diketahui mempunyai efek dasar pada berbagai proses metabolisme tubuh. Somatotropin meningkatkan kecepatan sintesis protein dalam semua sel tubuh, menurunkan penggunaan karbohidrat di seluruh tubuh, meningkatkan mobilisasi lemak dan penggunaan lemak untuk energi serta
merangsang produksi IGF-1 di hati untuk memacu pertumbuhan tulang (Guyton 1995). Pada babi yang disuntik dengan somatotropin,
katabolisme protein dan
efisiensi makanan meningkat serta daging yang dihasilkan mempunyai kadar lemak yang sangat rendah (Bush et al 2002; Davis et al. 2004).
Sementara itu, pada
manusia terapi dengan somatotropin dapat meningkatkan masa otot, kekuatan fisik, menurunkan kelelahan, menurunkan kadar lemak (terutama lemak perut), meningkatkan kekuatan tulang, membuat kulit tampak lebih muda, fungsi seks meningkat, membuat hati, ginjal, limpa, dan fungsi otak menjadi lebih sehat (Rudman et al. 1990; Klatz & Kahn 1998). Peranan Somatotropin dalam Menunda Penuaan Akhir-akhir ini somatotropin sering dipakai sebagai hormon antiaging. Somatotropin yang bersifat lipolisis dapat mengurangi timbunan lemak dalam tubuh (terutama di daerah perut), memperbesar masa otot, membuat kulit lebih muda sehingga banyak orang (terutama kalangan selebritas yang lebih banyak mengutamakan keindahan fisik) yang tertarik menggunakannya (Veldhuis et al. 2005). Para dokter dan ahli-ahli yang berkecimpung dalam bidang penuaan mengatakan bahwa kadar somatotropin yang ditingkatkan bukan hanya melambatkan penuaan biologi, malah dapat mengembalikan keremajaan. Selama ini, perawatan dengan hormon ini hanya bisa didapatkan dalam bentuk suntikan yang amat mahal dan sukar didapati. Namun demikian, kadar somatotropin alamiah dalam tubuh dapat ditingkatkan dengan cara menjauhi stress, mengurangi kalori, kecukupan protein, gerak fisik seperti olahraga, aktivitas seks yang teratur, meditasi, dan lain sebagainya (Klatz & Kahn 1998). Somatotropin, melalui IGF-1, mengaktivasi anabolisme protein pada kulit seperti
kolagen dan elastin. Pada hewan coba yang diperlakukan dengan
somatotropin terlihat sintesis kolagen meningkat, kulit menjadi lebih tebal karena anabolisme protein meningkat, efek perbaikan jaringan kulit meningkat serta
kelembaban serta turgor kulit juga meningkat (Klatz & Kahn 1998: Bengtsson et al. 2000). Keuntungan lain penggunaan somatotropin adalah peningkatan sistem imun sehingga infeksi penyakit menurun dan penyembuhan dari sakit menjadi lebih cepat. Secara logika, peningkatan sistem imun ini diharapkan dapat mengurangi penyakitpenyakit
berbahaya
seperti
kanker
sehingga dapat memperpanjang umur.
Somatotropin meningkatkan kesehatan dan penyembuhan dengan cara memperbaiki sel-sel. Jadi, terapi dengan penggunaan somatotropin harus diimbangi dengan nutrisi, vitamin, dan mineral serta suplemen yang mendukung regenerasi sel (Crinspoon 2005). Organ Reproduksi Betina Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer dan organ reproduksi sekunder. Organ reproduksi primer adalah ovarium sedangkan organ reproduksi sekunder adalah saluran reproduksi yang terdiri atas tuba fallopi (oviduct), uterus, serviks, vagina, dan vulva. Fungsi organ sekunder ini adalah menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan, dan melahirkan individu baru (Toelihere 1985) . Ovarium Ovarium adalah alat reproduksi primer karena berfungsi sebagai penghasil sel telur (ovum) dan hormon. Ukuran ovarium sangat bergantung pada umur dan status reproduksi betina, sedangkan bentuknya bervariasi sesuai dengan spesies. Dua komponen pada ovarium yang sangat penting adalah folikel dan korpus luteum (Adelien 2001). Hormon yang dihasilkan oleh ovarium adalah estrogen dari sel-sel folikel dan progesteron dari sel-sel korpus luteum. Hormon ini berperan penting dalam penyiapan alat-alat reproduksi untuk kebuntingan dan pemeliharaan kandungan sampai melahirkan anak. Proses produksi hormon ovarium dikendalikan oleh hormon gonadotropin dari hipofisa seperti FSH, LH, yang merangsang pertumbuhan follikel, menyebabkan ovulasi, dan pembentukan korpus luteum serta menyebabkan korpus luteum bersekresi (Djanuar 1985).
Estrogen dan Progesteron Estrogen dan progesteron adalah hormon steroid yang disekresikan oleh sel-sel interna ovari serta dalam jumlah yang sangat sedikit oleh adrenal. Estrogen dan progesteron merangsang pertumbuhan dan perkembangan saluran kelamin betina dan terjadinya siklus estrus pada betina. Hormon ini bekerja pada uterus sehingga menyebabkan perubahan struktur pada epitel kelenjar uterus dengan merangsang hipertropi sel-sel epithel dan sintesis protein organel. Estrogen memulai serangkaian respon biokimia pada sel-sel uterus sehingga mengakibatkan proliferasi dan diferensiasi sel-sel epitel lumen dan kelenjar uterus dengan jalan meningkatkan sintesis DNA dan protein (Yamashita et al. 1990). Pada babi prapubertas, pemberian estrogen selama 2 minggu berturut-turut menyebabkan pertambahan berat uterus sebanyak 5 kali. Peningkatan berat uterus ini merupakan refleksi peningkatan DNA, protein, kandungan kolagen, dan berat kering (Huang et al. 1997). Estrogen, Progesteron, dan Somatotropin selama Penuaan Selain berfungsi
dalam siklus reproduksi, estrogen dan progesteron juga
mempunyai pengaruh penting dalam menjaga fisiologis tubuh seperti meningkatkan sintesis protein, kolagen serta melindungi tulang dari kekeroposan (osteoporosis). Fungsi ini dirangsang oleh somatotropin sehingga hormon-hormon tersebut bekerja sama (bersinergi) dalam menjaga fungsi fisiologis tubuh. Namun demikian, dengan bertambahnya usia, kadar somatotropin dalam tubuh terus menurun dan begitu juga dengan estrogen dan progesteron mengalami penurunan dalam sekresinya. Penurunan estrogen pada wanita menyebabkan terhentinya siklus reproduksi (menopause). Pada masa ini, wanita sangat berisiko mengalami kekeroposan tulang (osteoporosis), hilangnya elastisitas dan kelembaban kulit akibat penurunan sintesis protein dan kolagen, penimbunan lemak pada daerah perut dan pinggul akibat penurunan lipolisis lemak serta peningkatan risiko terkena hipertensi dan penyakit jantung (Veldhuis et al. 2005).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Lama Penelitian Penelitian dilakukan di kandang percobaan FKH IPB, Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB. Pemeliharaan dan perlakuan hewan coba dilakukan selama kurang lebih 3 bulan, kemudian dilanjutkan dengan pembedahan, penyiapan bahan kering bebas lemak (BKBL) dan analisis kimia untuk penentuan kadar kolagen, DNA dan RNA selama 2 bulan. Penelitian dilakukan mulai November 2005 sampai dengan Maret 2006. Hewan Percobaan Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 48 ekor tikus betina strain Wistar yang terdiri atas kelompok umur enam bulan (24 ekor) dan satu tahun (24 ekor) yang dibeli dari Balai Pengujian Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan, Jakarta. Untuk pemeliharaan hewan coba digunakan kandang plastik dengan ukuran (34 x 25 x 12 cm) yang ditutup dengan kawat kasa di bagian atasnya. Setiap petak kandang mempunyai bak pakan tersendiri dan tempat air minum terpisah dari bak pakan. Dalam setiap kandang ditempatkan 3 ekor tikus yang merupakan satu kelompok. Dasar kandang dialasi dengan sekam untuk menyerap cairan urine dan feses, Penggantian sekam dilakukan setiap 2-3 hari. Hewan coba diberi makan pakan komersial merk S21, dalam bentuk pelet standar yang biasa diberikan untuk pemeliharaan tikus. Komposisi pakan sedemikian sehingga didapatkan didapatkan nilai nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan tikus, serta diberikan minum secara ad libitum. Bahan dan Alat Penelitian Bahan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hormon somatotropin (bST), prostaglandin F2α (PGF2α), alkohol, dan kapas. Sementara zat-zat kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini di antaranya
untuk
pengujian kadar hormon, yaitu kit progesteron dan kit estradiol coat-acount (Diagnostic Products Cooporation, Los Angeles, CA), untuk pengujian kadar RNA : TCA 5%, KOH 1 N, H2O, HCl 1 N, FeCl3 0.1%, orcinol, standar RNA;
untuk pengujian kadar DNA : TCA 5%, P-nitrofenilhidrazin, n-butilasetat, NaOH 2 N, standar DNA; untuk pengujian kadar kolagen : HCl 6 N, NaOH 2 N, buffer (49,7 gram asam sitrat monohidrat 106%, 12 ml asam asetat glasial, 121.2 gram sodium asetat trihidrat 98% dan air), Chloramin-T 0.05 M, PCA, Metil cellosolve, p-dimetil amino benzal, standar stok L-OH-P dalam 100 ml HCl 0.001N. Peralatan yang dipergunakan adalah timbangan analitik dalam satuan miligram sampai gram, penangas air, tabung reaksi dan rak, sentrifuge, refrigerator, oven, drop pipet dan pipet pasteur, pH meter dan spektrofotometer Beckman. Alat-alat bantu seperti alat suntik khusus untuk tikus, timbangan, dan alat-alat bantu lainnya dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dengan 4 faktor yaitu dosis, lama penyuntikan, umur dan waktu pembedahan. Dosis somatotropin yang digunakan adalah 0 mg, dan 9 mg/kg berat badan per hari (Azain et al., 1993). Lama penyuntikan adalah 3 minggu dan 6 minggu. Umur tikus percobaan terdiri atas enam bulan dan satu tahun serta waktu pengambilan contoh adalah satu hari dan 2 minggu setelah penyuntikan dihentikan. Kombinasi antarfaktor tersebut menjadi 2 x 2 x 2 x 2 = 16. Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ulangan sehingga jumlah tikus coba menjadi :3 x 16 = 48 ekor. Pada kelompok yang disuntik dengan somatotropin selama 3 minggu setelah sinkronisasi sebagian disampling dan sebagian lagi dibiarkan untuk disampling 2 minggu kemudian. Begitu juga dengan kelompok yang disuntik selama 6 minggu. Pada setiap pembedahan jumlah tikus yang dibedah adalah 12 ekor.
Tabel 1. Bagan rancangan penelitian Umur
Dosis (mg/kg BB)
Lama suntik (minggu)
Waktu Pembedahan
Kombinasi
6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 1 Tahun 1 Tahun 1 Tahun 1 Tahun 1 Tahun 1 Tahun 1 Tahun 1 Tahun
0 0 0 0 9 9 9 9 0 0 0 0 9 9 9 9
3 3 6 6 3 3 6 6 3 3 6 6 3 3 6 6
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
6 bln 0 3 I 6 bln 03 II 6 bln 0 6 I 6 bln 0 6 II 6 bln 9 3 I 6 bln 9 3 II 6 bln 9 6 I 6 bln 9 6 II 1 Th 0 3 I 1 Th 0 3 II 1 Th 0 6 I 1 Th 0 6 II 1 Th 9 3 I 1 Th 9 3 II 1 Th 9 6 I 1 Th 9 6 II
Cara Kerja Sebelum diberi perlakuan, semua hewan coba diaklimatisasikan terlebih dahulu dalam kandang percobaan selama satu minggu. Selama pemeliharaan hewan coba diberi makan pelet standar dan minum air keran secara ad libitum. Sebelum diberi perlakuan, semua tikus betina ditimbang bobot awalnya. Penyuntikan somatotropin dilakukan secara intramuskuler (im) sesuai dengan rancangan percobaan. Untuk menyeragamkan siklus estrus tikus, dilakukan penyuntikan PGF2α (Prostaglandin F2α) dosis 1000 μg/kg BB. Penyuntikan PGF2α dilakukan sebanyak dua kali dengan interval 3 hari. Setelah dilakukan penyeragaman siklus estrus, tikus dibedah. Sampel darah untuk pengujian kadar estrogen dan progesteron diambil langsung dari jantung pada saat pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan dan pengambilan sampel darah, tikus terlebih dahulu dibius dengan ether. Organ-organ yang akan dianalisis dipisahkan dan dibersihkan serta ditimbang bobot basahnya. Organ-organ yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam alkohol 70% dan eter secara bergantian selama 2 jam, kemudian dikeringkan dalam oven (suhu 60oC) sampai diperoleh bobot kering
bebas lemak (BKBL). Selanjutnya dilakukan proses penggerusan sampai halus untuk penyiapan analisis kadar DNA, RNA, dan kolagen (Gambar 1.).
Penentuan Kadar RNA, DNA, dan Kolagen Penentuan kadar kolagen, DNA, dan RNA dilakukan sesuai dengan yang dilakukan oleh Manalu & Sumaryadi (1998). 1. Prosedur penentuan kadar RNA ovarium dan uterus Ekstraksi sampel dilakukan dengan menimbang 25 mg bahan kering bebas lemak (BKBL) dari uterus dan ovarium dan langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 3 ml KOH 1 N pada setiap sampel dan tabung reaksi diletakkan pada penangas air 37oC selama 5 jam. Kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam wadah yang berisis es dan ditambahkan 300 μl HCl 6 N. Pada wadah es yang sama, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 3.3 ml TCA 5% sehingga terbentuk larutan putih keruh. Selanjutnya, larutan ini disentrifuge dengan kecepatan 1800 rpm selama 10 menit. Supernatan dituangkan pada tabung 15 ml dan disimpan. Endapan yang diperoleh diekstraksi ulang dengan 5 ml TCA 5%, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 1800 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua kemudian diencerkan sampai volume 15 ml dengan TCA 5%. Ekstraksi dan pewarnaan harus dilakukan pada hari yang sama. Langkah selanjutnya adalah pewarnaan dan pengujian kadar RNA. Tabung reaksi dipersiapkan kemudian dilabel untuk blank, standar, dan sampel seperti yang disajikan pada Tabel 2. Masing-masing tabung diisi reagen sebagai berikut, sehingga akan berwarna kuning ; Semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan pada penangas air mendidih selama 30 menit dan diusahakan pemanasan merata untuk setiap tabung sehingga larutan akan berwarna hijau. Selanjutnya konsentrasi RNA dalam tabung dibaca dengan spektrofotometer U2001 Merk Hitachi τ 670 μm dan sebelumnya alat dipanaskan 15 menit, setiap 25 sampel distandarisasi lagi untuk blanko.
Tabel 2. Pemberian label tabung reaksi untuk blank, standar, dan sampel pada pewarnaan dan pengujian kadar RNA Tabung Blank
FeCl3 0.1% Orcinol Vol.akhir 3 ml HCl 6N 3 ml TCA 5%
Standar a
3 ml standar 2000
3 ml
0.3 ml
6.3 ml
Standar b
3 ml standar 1000
3 ml
0.3 ml
6.3 ml
Standar h
3 ml standar 0
3 ml
0.3 ml
6.3 ml
Sampel 1
3 ml sampel-1
3 ml
0.3 ml
6.3 ml
Sampel 2
3 ml sampel-2
3 ml
0.3 ml
6.3 ml
3 ml sampel-50
3 ml
0.3 ml
6.3 ml
. .
. . Sampel 50
Faktor pengenceran sampel adalah 25 mg BKBL /15 ml TCA 5% = 1.67 mg BKBL/ml. Sampel yang dibaca sebanyak 3 ml
= 3 x 1.67 = 5 mg BKBL.
Misalkan hasil baca spektrofotometer = Y μg. Jadi konsentrasi RNA sampel = Y/5 μg/mg BKBL. 2. Prosedur penentuan kadar DNA ovarium dan uterus Ekstraksi sampel dilakukan dengan menimbang 25 mg bahan kering bebas lemak (BKBL) dari uterus dan ovarium dan langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya, ditambahkan 5 ml TCA 5% pada setiap sampel, kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 20 menit. Setelah itu, didinginkan dalam penangas air dingin selama 5 menit dan selanjutnya disentrifuge pada kecepatan1500 rpm selama 20 menit. Supernatan yang dihasilkan dituang dan disimpan. Endapan yang diperoleh diekstraksi ulang . Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua dicampur, kemudian diencerkan sampai volume 15 ml dengan TCA 5% dan disimpan dalam refrigerator semalam.
Langkah selanjutnya adalah pewarnaan dan pengujian kadar DNA. Tabung reaksi dipersiapkan kemudian dilabel untuk blank, standar dan sampel. Standar DNA dibuat dengan konsentrasi sebagai berikut: 800 μg/ml = 2 ml standar DNA stok 400 μg/ml = 5 ml standar DNA stok + 5 ml H2O 200μg/ml = 5 ml standar DNA stok 400 + 5 ml H2O 100μg/ml = 5 ml standar DNA stok 200 + 5 ml H2O 50 μg/ml = 5 ml standar DNA stok 100 + 5 ml H2O 25 μg/ml = 5 ml standar DNA stok 50 + 5 ml H2O Standar stok 20 mg DNA/25 ml H2O setara dengan 20.000 μg/25 ml atau setara dengan 800 μg/ml. 1. So
(blank)
2. S1
5 μg/ml
1 ml (S3) + 4 ml H2O
3. S2
10 μg/ml
0.5 ml (S5) + 4 .5 ml H2O
4. S3
25 μg/ml
5 ml (S4) + 5 ml H2O
5. S4
50 μg/ml
5 ml (S5) + 5 ml H2O
6. S5
100 μg/ml
5 ml (S6) + 5 ml H2O
7. S6
200 μg/ml
5 ml (S7) + 5 ml H2O
8. S7
400 μg/ml
5 ml stock + 5 ml H2O
9. S8
800 μg/ml
stock + 2 ml
Selanjutnya masing-masing tabung diisi reagen seperti yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pemberian label tabung reaksi untuk blank, standar, dan sampel pada pewarnaan dan pengujian kadar DNA Tabung
p-nitrofenil Hidrazin
TCA 5%
Vol.akhir
Blank Standar 800
2 ml
0.2 ml
4 ml
4.0 ml
Standar 400
2 ml
0.2 ml
4 ml
4.2 ml
Standar 25
2 ml
0.2 ml
4 ml
4.2 ml
Sampel 1
2 ml
0.2 ml
4 ml
4.2 ml
Sampel 2
2 ml
0.2 ml
4 ml
4.2 ml
2 ml
0.2 ml
4 ml
4.2 ml
. .
. . Sampel 50
Semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan pada penangas air mendidih selama 20 menit dan diusahakan pemanasan merata untuk setiap tabung. Setelah itu, tabung-tabung
didinginkan selama 5 menit. Selanjutnya
ditambahkan n-butilasetat dan dikocok (divorteks) selama 7 kali, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Dipindahkan 3 ml aliquots dan ditambahkan 1 ml Na OH 2N pada setiap tabung. Jika konsentrasi terlalu pekat, larutan diencerkan sampai 5 ml dengan H2O. Selanjutnya dibaca dengan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi τ 560 slit 0.03 . Sebelumnya alat dipanaskan 15 menit dan setiap 25 sampel distandarisasi lagi untuk blanko. Faktor pengenceran sampel adalah 25 mg BKBL /15 ml TCA 5% = 1.67 mg BKBLK/ml. Sampel yang dibaca sebanyak 3 ml = 3 x 1.67 = 5 mg BKBL. Misal hasil baca spektrofotometer = Y μg. Jadi konsentrasi DNA sampel μg/mg BKBL.
= Y/5
3. Prosedur penentuan kadar kolagen kulit dan tulang Ekstraksi sampel dilakukan dengan menimbang 25 mg bahan kering bebas lemak (BKBL) dari tulang dan kulit dan langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 5 ml HCl 6 N pada setiap sampel dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian tabung reaksi diletakkan pada penangas air bersuhu 130oC selama 3 jam atau dalam air mendidih kurang lebih 5 jam sampai larutan homogen kuning muda. Jika terjadi penguapan selama pemanasan ditambahkan lagi HCl 6N sebanyak 5 ml. Isi tabung dituang dan dibaca pada pH 6-7 (seragam) dengan menambahkan NaOH 2N jika keasaman atau HCl 6N jika kebasaan. Volume akhir sampel dicatat. Langkah selanjutnya adalah pewarnaan dan pengujian kadar kolagen. Tabung reaksi dipersiapkan kemudian dilabel untuk blank, standar, dan sampel. Masing-masing tabung diisi reagen sebagai berikut, sehingga akan berwarna kuning : Tabung
Diisi
Blank
2 ml H2O
Standar a
2 ml st 400
Standar b
2 ml st 200
. . Standar h
2 ml st 0
Sampel 1
2 ml s-1
Sampel 2
2 ml s-2
. Sampel 50
2 ml s-50
Pada setiap tabung ditambahkan 1 ml Cloramin-T dan dikocok (divorteks), dibiarkan pada suhu kamar selama 20 menit. Selanjutnya pada setiap tabung ditambahkan 1 ml PCA kemudian dikocok (divorteks) dan dibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya pada setiap tabung reaksi ditambahkan
1 ml p-
dimetilaminobenzaldehide dan dikocok (divorteks). Kemudian tabung diletakkan
pada penangas air bersuhu 60oC selama 20 menit. Setelah itu, dinginkan pada keran air mengalir (tabung direndam dalam wadah berisi air dingin) selama 5 menit. Terakhir dibaca dengan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi τ 577 μm (dilakukan dalam waktu 1 jam). Alat sebelumnya dipanaskan 15 menit dan setiap 25 sampel distandarisasi lagi untuk blanko. Faktor pengenceran sampel adalah 25 mg BKBL /Vol akhir (pH 6-7) = Z BKBL/ml. Sampel yang dibaca sebanyak 2 ml = 2 x Z = 3Z mg BKBL. Misal hasil baca spektrofotometer = Y μg. Jadi konsentrasi kolagen sampel= Y/3Z μg/mg BKBL. Penentuan Kadar Estrogen dan Progesteron Kadar estrogen dan progesteron diukur dengan metode Radioimmunoassay (RIA) teknik fase padat dengan menggunakan kit estradiol coat-acount (Diagnostic Products Cooporation, Los Angeles, CA), kit progesteron coat-acount (Diagnostic Products Cooporation, Los Angeles, CA). Pencacahan dilakukan dengan counter gamma di Balitnak Ciawi. Metode ini menggunakan prinsip persaingan pengikatan estrogen atau progesteron sampel dengan estrogen atau progesteron yang dilabel dengan radioaktif dengan antibodi spesifik
yang terdapat pada tabung khusus yang
digunakan. Semakin besar hasil pencacahan semakin sedikit kadar estrogen atau progesteron sampel yang diuji. 1. Prosedur penentuan kadar estrogen Darah diambil langsung dari jantung tikus, dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi antikoagulan (heparin), kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit sehingga didapatkan plasma darah. Plasma diambil dan disimpan dalam refrigerator pada suhu –20oC sampai siap untuk diuji. Pada saat pengukuran, plasma dibiarkan dulu dalam suhu kamar sampai cair (jangan dipanaskan), kemudian dipipet dengan drop pipet langsung ke bawah tabung yang telah disediakan untuk uji hormon estrogen ( tabung ini sudah dilapisi dengan antibodi).
Tabung (yang sudah disediakan) dipersiapkan, dilabel untuk blank, standar, sampel dan masing-masing dibuat duplo. Masing-masing tabung diisi dengan : Tabung
Diisi
A
100 μl kalibrator A
B
100 μl kalibrator B
. . G
100 μl kalibrator G
Sampel 1
100 μl s-1
Sampel 2
100 μl s-2
. . 100 μl s-50
Sampel 50
Pada masing masing tabung ditambahkan 1 ml estrogen yang sudah dilabel radiaktif (125I Estrogen), kemudian
divorteks selama 1 menit. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu ruangan (15-28oC) selama 3 jam. Isi tabung dipindahkan ke dalam bak penampungan limbah dan dibiarkan tabung mengering dan dibersihkan sisa-sisa yang masih basah dengan tissue. Tabung yang sudah kering dicacah (dibaca) dengan counter gamma selama 1 menit. Semakin besar hasil cacahan berarti semakin sedikit kadar estrogen sampel yang diuji. 2. Prosedur penentuan kadar progesteron Darah diambil langsung dari jantung tikus, ditaruh dalam tabung yang sudah diisi antikoagulan (heparin), kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit sehingga didapatkan plasma darah. Plasma diambil dan disimpan dalam refrigerator pada suhu -20oC sampai siap untuk diuji. Pada saat pengukuran, diuji plasma dibiarkan dulu dalam suhu kamar sampai cair (jangan dipanaskan), kemudian dipipet dengan drop pipet langsung ke bawah tabung yang telah disediakan untuk uji hormon estrogen (tabung ini sudah dilapisi dengan antibodi).
Tabung (yang sudah disediakan) dipersiapkan, dilabel untuk blank, standar, sampel dan masing-masing dibuat duplo. Masing-masing tabung diisi dengan : Tabung
Diisi
A
100 μl kalibrator A
B
100 μl kalibrator B
. . G
100 μl kalibrator G
Sampel 1
100 μl s-1
Sampel 2
100 μl s-2
. . Sampel 50
100 μl s-50
Pada masing masing tabung ditambahkan 1 ml progesteron yang sudah dilabel radiaktif (125I Progesteron), kemudian divorteks selama 1 menit. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruangan (15 – 28oC) selama 3 jam. Isi tabung dipindahkan ke dalam bak penampungan limbah dan dibiarkan tabung mengering dan dibersihkan sisa-sisa yang masih basah dengan tissue. Tabung yang sudah kering dicacah (dibaca) dengan counter gamma selama 1 menit. Semakin besar hasil cacahan berarti semakin kecil konsentrasi progesteron yang diuji. Parameter yang diamati Parameter yang diamati meliputi tampilan bobot badan, tampilan reproduksi (hormon estrogen dan progesteron, ovarium serta uterus), tampilan kulit dan tulang serta hematologi darah. Perubahan bobot badan tikus diukur dengan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal. Pada ovarium dan uterus variabel yang diukur adalah bobot basah, bobot kering, kadar air, kadar DNA, dan RNA. Hormon reproduksi yang diukur adalah estrogen dan progesteron dalam plasma. Pada kulit dan tulang
diukur kadar air dan kadar kolagen. Selain itu juga diukur hematokrit, jumlah sel darah merah (BDM), jumlah sel darah putih (BDP), Hb, dan difrensiasi leukosit. Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis secara statistika dengan ANOVA GLM memakai program Minitab 11 for Windows dan bila terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan .
Hewan Coba
Aklimatisasi
Penyuntikan somatotropin
Sinkronisasi
Pengambilan darah
Bedah
Koleksi organ
Bobot basah (BB)
Pengeringan dalam oven
Penggerusan sampai halus
1. 2. 3. 4.
Pembuatan larutan kimia Ekstrasi sampel Pengenceran dan pewarnaan Pembacaan dengan spektrofotometer Beckman Gambar 1. Bagan Potokol Penelitian
Bahan kering bebas lemak (BKBL)
Analisis kimia
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL A. Tampilan Bobot Badan Bobot badan awal tikus betina ini dipengaruhi oleh umur. Tikus betina yang berumur 1 tahun mempunyai bobot badan awal yang lebih besar dari tikus betina umur 6 bulan. Tikus yang berumur 6 bulan maupun tikus yang berumur 1 tahun sama-sama memperlihatkan
peningkatan
bobot
badan
(P<0.01)
selama
penyuntikan
somatotropin. Peningkatan bobot badan ini dipengaruhi oleh dosis somatropin dan lama penyuntikan. Dosis somatotropin dan lama penyuntikan serta antara dosis somatotropin dan waktu sampling setelah penghentian penyuntikan somatotropin ternyata saling berinteraksi dalam mempengaruhi penambahan bobot badan. Umur dan dosis somatotropin sangat signifikan (P=0.000) dalam meningkatkan bobot akhir tikus.
Umur
6
Tabel 4. Rataan bobot badan awal dan bobot badan akhir Bobot badan awal (g) Bobot badan akhir (g) LP WS Dosis Dosis 0 9 0 9 a c 146.00±4.66 162.00±11.16 156.50±9.85 216.77±5.65 1 ab 160.00±9.47 172.60±7.03 166.73±14.38 205.37±32.67bc 3 2 153.0 165.2 161.62 215.07 TR 153.00±10.11 172.60±5.38 153.57±15.09 a 205.37±11.14 bc 1 161.83±8.72 153.33±10.53 168.83±21.8 ab 223.43±11.56 cd 6 2 157.41 162.95 161.3 214.40 TR
TR
3 TR 12 6 TR TR
1 2 1 2
155.4
16397
161.45
214.73
255.17±2.89 222.10±11.32 238.5 189.60±5.98 222.29±7.65
220.57±6.45 207.17±3.46 213.6 235.93±5.87 228.10±5.67
210.50±7.02 c 222.93±31.14 cd 216.71 214.06±13.62 c 215.83±1.41 c
259.57±38.45 e 245.17±32.27 d 252.37 317.93±11.19 f 252.93±15.73 bc de
205.94 222.22
232.01 222..8
214.94 215.82
284.92 268.63
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata .
Tabel 5. Rataan perubahan bobot badan Umur
LP
3 TR 6 6 TR
WS 1 2 1 2
TR
3 TR 12 6 TR
Perubahan bobot badan(g) Dosis 0 9 12.00+4.04c 54.77+4.55ef 8.07+0.82c 32.86+7.19de 10.3 46.7 0.56+3.03b 82.66+6.80g 8.33+1.64c 70.10+8.31fg 4.5 76.4 7.4 62.3 -44.66+1.74a 0.83+3.17b -21.7 32.16+5.86de -8.53+6.58b 14.5 -3.4
1 2 1 2
TR
39.00+11.32de 38.00+6.52de 39.2 82.00+6.42g 24.83+1.09cd 53.3 46.2
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
350
Bobot badan (g)
300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lama pengamatan (miggu) 6 bln062 1 th062
6 bln962 1 th962
Gambar 2. Rataan bobot badan yang diamati selama 8 minggu
B. Tampilan Reproduksi 1. Hormon a. Estradiol Pemberian somatotropin baik pada tikus umur 6 bulan maupun pada tikus umur 1 tahun meningkatkan konsentrasi estradiol (P=0.013). Tikus umur 1 tahun mempunyai kadar estradiol yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus umur 6 bulan (P=0.007). Ada interaksi antara umur, dosis, lama penyuntikan, dan lama sampling setelah penyuntikan dalam meningkatkan kadar estradiol (P= 0.000). Pada tikus umur 6 bulan yang disuntik somatotropin selama 3 minggu, konsentrasi estradiol menurun sebesar 6.23% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada kelompok tikus umur 6 bulan yang disuntik selama 6 minggu terjadi peningkatan estradiol sebesar 12.61% dibandingkan dengan kontrol. Tikus umur satu tahun mempunyai estradiol 35.48% lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol umur satu tahun . Sementara itu, jika dibandingkan dengan tikus muda umur 2 bulan, konsentrasi estradiol tikus umur 6 bulan dan 1 tahun yang disuntik somatotropin lebih tinggi masing-masing 27.2% dan 40.9%.
Umur
LP
3 TR 6 6 TR
Tabel 6. Rataan estrogen dan progesteron Estrogen(pg/ml) Progesteron(ng/ml) WS Dosis Dosis 0 9 0 9 30.66 + 2.50a 39.74 + 6.53b 33.80 + 1.73cd 20.89 + 0.50b 1 45.77 + 6.94bc 31.93 + 6.18a 40.42 + 2.31de 20.71 + 0.71b 2 1 2
TR
3 TR 12 6 TR TR
1 2 1 2
38.22 32.58 + 3.17a 31.87 + 2.57a 32.21 35.215
35.84 30.36 + 2.94a 42.20 + 7.84b 36.28 36.06
37.11 32.79 + 1.13c 42.58 + 0.35e 37.67 37.39
20.80 34.20 + 1.30cd 34.00 + 1.77cd 34.10 27.45
30.11 + 2.20a 33.52 + 5.91a 31.61 33.94 + 4.69a 31.71 + 3.44a 32.83 32.22
40.68 + 8.77b 47.70 +12.51bc 44.19 48.87 + 10.73c 30.72 + 7.52a 44.78 44.485
29.41 + 1.77c 17.39 + 1.46ab 23.40 33.96 + 2.44 cd 29.09 + 0.42c 31.52 26.46
17.82 + 1.09ab 17.80 + 0.92ab 17.81 15.84 + 2.26a 27.02 + 2.00bc 21.43 19.62
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Pada tikus umur 1 tahun, penyuntikan somatropin dapat memacu peningkatan kadar estradiol (P<0.01). Pemberian somatropin dan lama penyuntikan juga meningkatkan kadar estradiol. Ada interaksi antara umur, dosis, lama penyuntikan, dan waktu sampling dalam mempengaruhi kadar estrogen (P= 0.000). b. Progesteron Dosis penyuntikan somatotropin dan umur tikus berinteraksi sangat nyata dalam mempengaruhi kadar progesteron (P=0.000). Kadar progesteron yang diperoleh dalam penelitian ini cukup rendah baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena pengukuran dilakukan pada fase estrus ketika konsentrasi
progesteron
memang
rendah.
Beberapa
kombinasi
perlakuan
memperlihatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0.05), tapi ada beberapa kombinasi perlakuan memberikan respons yang berbeda nyata. Pada tikus umur 6 bulan dan 1 tahun, penyuntikan somatotropin menurunkan konsentrasi progesteron masing-masing sebesar 26.63% dan 19%. Konsentrasi progesteron tikus umur 6 bulan dan 1 tahun yang disuntik somatotropin lebih tinggi masing-masing 29.6% dan 1.5% dibandingkan dengan tikus muda umur 2 bulan. 2. Ovarium Dari hasil analisis bobot basah (Bb) ovarium, terlihat adanya interaksi yang signifikan antara umur, dosis, dan waktu pembedahan dalam mempengaruhi bobot basah ovarium (P=0.011). Tikus umur 6 bulan mempunyai bobot basah ovarium yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus umur 1 tahun. Penyuntikan somatotropin 9 mg/kg BB meningkatkan bobot ovarium. Peningkatan bobot basah ovarium tikus umur 6 bulan yang disuntik somatotropin selama 3 minggu dan 6 minggu masingmasing sebesar 22.2% dan 54.7% jika dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan peningkatan bobot basah ovarium tikus umur 1 tahun yang disuntik somatotropin selama 3 minggu dan 6 minggu masing-masing sebesar 20% dan 10% jika dibandingkan dengan kontrol. Bobot basah ovarium tikus umur 6 bulan dan satu tahun lebih rendah masing-masing 54.8% dan 49 % , jika dibandingkan dengan bobot basah ovarium tikus muda umur 2 bulan. Bobot kering dipengaruhi oleh umur dan penyuntikan somatotropin. Terdapat interaksi antara umur, dosis penyuntikan somatotropin, dan waktu pengambilan sampel dalam mempengaruhi bobot kering ovarium ((P=0.03).
Umur
6
TR
Tabel 7. Rataan bobot basah dan bobot kering ovarium Bb-ovarium (mg) Bk-ovarium (mg) LP WS Dosis Dosis 0 9 0 9 126±23.3bc 146±12.0 bc 25.3±3.8 bc 36.0±3.5 abc 1 116±20.0 bc 136±3.3 bc 26.3±2.4 abc 29.3±1.4 abc 3 2 TR 125 146 25.73 32.51 103±8.8 c 183±16.6 ab 25.3±1.4 bc 43.3±1.6 ab 1 113±6.67 bc 140±30.5 bc 20.5±0.8 c 24.6±5.7 bc 6 2 TR 155 161.5 22.54 33.54 140 153.52 24.1 33.01
3 TR 12 6 TR TR
1 2
170±32.14 abc 133±29.62 bc
126±12.0 bc 226±14.5 a
45.3±6.9 a 25.6±2.0 bc
25.6±4.4 bc 41.0±3.6 ab
151.1
176
35.5
33.3
1 2
183±6.67 ab 150±11.5bc
170±35.1 abc 176±31.7 ab
43.0±4.7 ab 25.0±1.0 bc
40.0±4.5 ab 40.6±18.1 ab
166 158
173 174.5
34 34.75
40.3 36.8
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Umur
LP
3 TR 6 6 TR TR
3 TR 12 6 TR TR
Tabel 8. Rataan kadar DNA dan RNA ovarium RNA (μg/mgBK) DNA (μg/mgBK) WS Dosis Dosis 0 9 0 9 17.46±1.95abc 14.93±3.84abc 63.42±0.38 60.02±1.49 1 15.49±0.58 ab 13.69±2.01 ab 69.74±4.65 58.01±4.08 2 16.47 14.31 66.58 59.01 28.58±8.88 bc 23.99±8.20 bc 56.16±1.77 63.23±2.43 1 14.17±2.47 bc 18.98±1.51 bc 59.14±1.73 64.19±3.48 2 21.37 21.49 57.57 63.71 18.92 17.8 62.08 61.36 1 2
20.37±4.34 bc 8.67±1.38 ab
27.52±4.84 bc 18.55±1.72 abc
14.52
23.3
62.27
62.34
1 2
15.56±1.94 ab 18.82±3.28 abc
30.78±3.98 c 21.56±7.29 abc
52.35±1.47 67.74±11.39
51.04±2.93 53.82±2.74
17.19 15.57
26.17 24.52
60.04 61.15
52.43 57.38
56.72±1.97 67.82±11.47
67.67±5.99 57.07±1.17
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Tikus umur 6 bulan mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan tikus umur 1 tahun. Tikus umur 6 bulan yang disuntik somatotropin dosis 9 mg/kg BB selama 3 minggu dan 6 minggu mengalami peningkatan bobot kering masing-masing sebesar 27.4% dan 49% jika dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan tikus yang berumur 1 tahun yang disuntik somatotropin
selama 3 minggu dan 6 minggu
mengalami peningkatan bobot kering sebesar 2.1% dari kontrol. Kadar air ovarium dari hasil analisis tidak dipengaruhi oleh keempat faktor yang diujikan (P>0.05). Kadar air ovarium tikus umur 6 bulan dan satu tahun tidak berbeda. Kadar air ovarium tikus yang disuntik somatotropin dan kontrol juga tidak berbeda. Tabel 9. Rataan kadar air ovarium Umur
LP
3 TR 6 6 TR
WS
12 6 TR TR
9
1 2
79.04±3.44 75.56±4.54
77.3
77.1
1 2
75.48±0.69 81.98±1.33
75.88±3.02 82.73±0.38
78.73 78.01
79.30 78.2
1 2
72.89±1.36 79.12±3.92
79.22±4.51 81.93±1.95
76.0
80.57
1 2
76.34±2.83 83.22±1.41
75.77±2.04 79.10±5.55
79.73 77.82
77.43 76.0
TR
3 TR
Kadar air ovarium (%) Dosis 0
75.74±0.50 78.56±0.93
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS= Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Penyuntikan somatotropin meningkatkan jumlah sel ovarium yang digambarkan oleh kadar DNA, terlepas dari umur tikus dan lama penyuntikan (P=0.015). Lama penyuntikan meningkatkan jumlah sel ovarium (P=0.034) dan waktu pengambilan sampel 2 minggu setelah penyuntikan somatotropin dihentikan justru menurunkan jumlah sel ovarium (P=0.006). Kadar DNA ovarium tikus umur 6 bulan hampir sama dengan kadar DNA ovarium tikus muda umur 2 bulan. Sedangkan kadar DNA
ovarium tikus umur 1 tahun lebih rendah 15.4% jika dibandingkan dengan kadar DNA ovarium tikus muda umur 2 bulan. Aktivitas sintesis yang digambarkan oleh kadar RNA ovarium tidak terpengaruh oleh perlakuan yang diberikan. Kadar RNAnya tidak berbeda nyata (P>0.05). Kadar RNA ini juga tidak berbeda nyata antara umur 6 bulan dan umur 1 tahun. Namun, bila dibandingkan dengan kadar RNA ovarium tikus muda umur 2 bulan, kadar RNA ovarium tikus umur 6 bulan dan satu tahun lebih rendah masingmasing sebesar 12.7% dan 14%. 3. Uterus Dari hasil Anova, terlihat bahwa keempat faktor yang diamati tidak signifikan mempengaruhi bobot basah dan bobot kering uterus (P>0.05). Kadar air uterus dipengaruhi oleh penyuntikan somatotropin. Kelompok tikus umur 1 tahun yang disuntik somatotropin 3 minggu dan dibedah 2 minggu setelah perlakuan mengalami peningkatan kadar air sebesar 5% jika dibandingkan dengan kontrol.
Umur
6
TR
Tabel 10. Rataan bobot basah dan bobot kering uterus Bb-ovarium (mg) Bk-ovarium (mg) LP WP Dosis 0 9 0 9 bc bc bc abc 126±23.3 146±12.0 25.3±3.8 36.0±3.5 1 116±20.0 bc 136±3.3 bc 26.3±2.4 abc 29.3±1.4 abc 3 2 TR 125 146 25.73 32.51 103±8.8 c 183±16.6 ab 25.3±1.4 bc 43.3±1.6 ab 1 113±6.67 bc 140±30.5 bc 20.5±0.8 c 24.6±5.7 bc 6 2 TR 155 161.5 22.54 33.54 140 153.52 24.1 33.01
3 TR 12 6 TR TR
1 2
170±32.14 abc 133±29.62 bc
126±12.0 bc 226±14.5 a
45.3±6.9 a 25.6±2.0 bc
25.6±4.4 bc 41.0±3.6 ab
151.1
176
35.5
33.3
1 2
183±6.67 ab 150±11.5bc
170±35.1 abc 176±31.7 ab
43.0±4.7 ab 25.0±1.0 bc
40.0±4.5 ab 40.6±18.1 ab
166 158
173 174.5
34 34.75
40.3 36.8
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Umur
LP
3 TR 6 6 TR TR
3 TR 12 6 TR
Tabel 11. Rataan kadar DNA dan RNA uterus DNA (μg/mgBK) RNA (μg/mgBK) WS Dosis 0 9 0 9 a a 50.21±2.83 49.46±3.99 2.56±1.01 3.00±0.88 1 54.20±3.02 52.51±2.93 5.89±2.85 ab 4.64±1.38 a 2 52.20 50.99 4.23 3.82 a c 52.80±2.38 52.51±2.93 2.68±1.53 23.84±8.75 1 ab abc 50.98±3.05 51±2.93 7.23±1.95 13.27±2.69 2 51.89 51.75 4.95 18.50 52.04 51.37 4.59 11.16 1.84 ±0.31 a 2.39±0.32 a
6.23±1.12 ab 3.49±1.05 a
1 2
45.62±1.62 49.62±3.70
47.62
47.73
2.12
4.85
1 2
51.97±5.48 57.63±1.77
40.59±3.86 51.01±1.30
13.23±2.10 abc 17.76±6.51 bc
17.91±7.27 bc 9.82±3.28 ab
54.80 51.21
46.0 46.86
15.49 8.81
13.86 7.35
TR
40.32±2.32 55.155.07
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Tabel 12. Rataan kadar air uterus Umur
LP
3 TR 6 6 TR
WS 1 2
81.47±2.91ab 83.11±1.65 ab
82.29
81.81
1 2
77.83±0.41 a 82.86 ±0.62 b
80.23±1.01 ab 83.98±0.41 bc
80.35 81.32
82.11 81.85
1 2
79.17±0.653 a 79.27±1.17 a
79.90±0.42 a 83.71± 0.19 bc
79.22
81.80
1 2
77.81±0.89 a 85.02±1.24 bc
81.65±0.56 ab 83.69±0.15 bc
81.42 80.32
82.67 82.13
TR
3 TR 12 6 TR TR
Kadar air uterus (%) Dosis 0 9 81.20±0.93 ab 82.42±0.87 b
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Penyuntikan somatotropin meningkatkan jumlah sel uterus yang digambarkan oleh kadar DNA (P=0.034). Lama penyuntikan meningkatkan jumlah sel uterus (P=0.000). Tikus yang berumur 6 bulan dan 1 tahun mempunyai kadar DNA uterus yang lebih rendah masing-masing sebesar 15.67% dan 53%, bila dibandingkan dengan tikus muda umur 2 bulan. Sedangkan aktivitas sintesis uterus yang digambarkan oleh kadar RNA uterus tidak nyata dipengaruhi oleh 4 faktor yang dicobakan. Tikus muda umur 2 bulan mempunyai kadar RNA uterus lebih tinggi masing-masing sebesar 14.7% dan 16.6% dibandingkan dengan tikus umur 6 bulan dan satu tahun. C. Kulit Kadar air kulit dipengaruhi oleh umur, dosis somatotropin yang diberikan serta waktu pengambilan sampel. Tikus yang berumur 6 bulan mempunyai kadar air kulit lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang berumur 1 tahun. Pemberian somatotropin dosis 9 mg/kg BB meningkatkan kadar air kulit, tetapi setelah penyuntikan dihentikan kadar air kulit justru menurun (kembali seperti kontrol).
Umur
LP
3 TR 6 6 TR TR
3 TR 12 6 TR TR
Tabel 13. Rataan kadar air dan kolagen kulit Kadar air (%) Kolagen (μg/mgBK) WS Dosis Dosis 0 9 0 9 b c a 68.5±0.75 57.68 ±2.71 64.76 ±2.18 ab 1 66.7± 0.77 67.4± 0.4 bc 64.2±0.5 ab 72.23 ±0.57 ab 87.91 ± 1.73 ab 2 67.5 66.35 65.01 75.88 bc b ab 66.9± 0.2 66.4±0.7 68.65 ±0.21 74.71 ±2.21 ab 1 bc b ab 65.9 ±0.8 67.1±0.6 72.37 ±0.87 84.79 ±2.78 b 2 66.40 66.75 70.51 77.75 66.95 66.55 67.26 76.81 66.9±0.8 b 61.8 ±0.4 a
64.40 ±6.72 ab 74.23±9.08 ab
1 2
62.4±1.41 a 61.7± 0.8 a
67.86±9.59 b 85.35±2.47 b
62.50
64.35
69.32
77.63
1 2
64.1± 0.1 ab 64.2±1.7 ab
61.8± 0.07 a 64.4±2.44 ab
66.66±8.69 ab 84.15±2.65 b
85.43±4.26 b 81.05±4.66 b
64.2 63.35
63.1 63.72
75.49 72.41
83.24 80.43
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Kekencangan kulit yang digambarkan oleh kadar kolagen kulit menunjukkan bahwa kolagen kulit secara sangat signifikan dipengaruhi oleh dosis somatropin
(P=0.006) dan lama penyuntikan (P=0.006) serta waktu pengambilan sampel (P=0.000). Sementara itu, umur juga berpengaruh cukup signifikan (P=0.047) pada kadar kolagen kulit. Artinya, tikus yang berumur 6 bulan mempunyai kadar kolagen kulit lebih rendah dibandingkan dengan tikus umur 1 tahun dalam penelitian ini. Pemberian dosis somatropin sebanyak 9 mg/kg BB sangat signifikan meningkatkan kadar kolagen kulit. Lama penyuntikan 3 minggu dan 6 minggu juga sangat signifikan meningkatkan kadar kolagen kulit, dan setelah penyuntikan somatotropin dihentikan kadar kolagen kulit tetap tinggi. Peningkatan kadar kolagen kulit pada tikus yang berumur 6 bulan dan 1 tahun masing-masing sebesar 14% dan 11% jika dibandingkan dengan kontrol. Kadar kolagen kulit tikus umur 6 bulan dan satu tahun lebih rendah masing-masing sebesar 13.5% dan 19.7%, bila dibandingkan dengan kadar kolagen kulit tikus muda umur 2 bulan. D. Tulang
Umur
LP
3 TR 6 6 TR
Tabel 14. Rataan kadar air dan kolagen tulang Kadar air (%) Kolagen (μg/mgBK) WS Dosis Dosis 0 9 0 9 31.9± 2.05 ab 32.66± 1.47 ab 32.01±1.22 abc 30.90±1.31 ab 1 30.7± 2.13 ab 30.28± 0.65 ab 27.38±1.76 ab 30.86±2.00 ab 2 1 2
TR
31.3 34.3± 1.54 ab 34.8± 2.22 b 34.5 32.9
31.37 33.31± 0.85 ab 37.4± 10.65 ab 35.35 33.36
29.69 28.34±0.36 ab 31.51±4.42 abc 29.92 29.81
30.88 31.06±2.96 ab 52.10±4.99 e 31.0 30.94
29.1± 1.19 a 31.92± 3.94 a 29.60±2.43 abc 35.79±4.95 b ab a ab 31.06± 2.90 28.07± 1.48 26.78±1.50 27.25±1.34 ab 3 30.03 30.01 28.19 31.52 TR a a ab 27.49± 0.34 29.55± 1.24 25.79±1.51 29.16±3.37 ab 12 1 b b de 35.94± 2.62 37.15± 1.78 42.44±4.06 40.52±2.22 cd 6 2 31.71 33.35 33.61 34.88 TR 30.82 31.67 30.90 33.20 TR Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
1 2
Kadar air tulang dipengaruhi oleh umur, dosis somatotropin, dan lama penyuntikan somatotropin. Tikus umur 6 bulan mempunyai kadar air tulang lebih tinggi dari tikus umur 1 tahun. Penyuntikan somatotropin meningkatkan kadar air tulang. Lama penyuntikan meningkatkan kadar air tulang.
Penyuntikan
somatotropin
meningkatkan
massa
matriks
tulang
yang
digambarkan oleh kadar kolagen tulang. Terjadi interaksi dosis somatotropin dan lama penyuntikan serta dosis dan waktu sampling dalam mempengaruhi kadar kolagen tulang. Kedua interaksi ini terlihat sangat signifikan yaitu P=0.014 dan 0.003. Tikus umur 6 bulan dan 1 tahun mengalami peningkatan kadar kolagen tulang masing-masing sebesar 3.7% dan 7% jika dibandingkan dengan kontrol. Kadar kolagen tulang tikus umur 6 bulan dan satu tahun lebih rendah masing-masing 26.43% dan 23.74% dibandingkan dengan kadar kolagen tulang tikus muda umur 2 bulan. E. Hematologi Dari hasil analisis varian terlihat bahwa jumlah butir darah merah (BDM), jumlah butir darah
putih BDP), hematokrit (PVC) dan Hb tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0.05) pada keempat faktor yang diujikan. Tidak ada perbedaan BDM, BDP, hematokrit, dan Hb antara tikus betina umur 6 bulan dan satu tahun. Pada perbedaan umur seperti ini, parameter hematologi belum berubah. Penyuntikan
somatotropin
dengan
lama
penyuntikan
yang
berbeda
mempengaruhi parameter hematologi (BDM, BDP, hematokrit, dan Hb).
tidak
37
Umur
LP
WS
3
1 2
PVC (%) Dosis 0
6
TR 6
1 2
TR TR 3 12
TR 6
1 2 1 2
TR TR
Tabel 15. Rataan hematologi Hb (mg/dl) BDP(ribu/ mm3) Dosis Dosis 9 0 9 9 9
BDM(juta/mm3) Dosis 0 9
40.42±0.9 35.62±1.9 38.02 39.92±1.6 39.33±1.7 39.63 38.82
42.50±2.7 38.17±1.2 40.33 39.58±4.8 39.33±0.3 39.45 39.73
13.40±1.4 10.27±2.6 11.83 12.93±1.2 13.20±1.9 13.06 12.45
12.71±0.6 13.47±2.3 13.08 11.80±1.4 12.53±0.7 12.15 12.31
11.02±1.1 6.43±1.7 8.72 5.25±0.6 8.32±0.79 5.28 7.0
9.17±2.8 6.60±1.9 7.88 3.05±3.1 7.02±0.8 5.03 6.45
10.43±3.42 8.26±2.86 9.34 13.17±3.20 9.89±3.84 11.53 10.43
9.98±3.06 10.30±3.80 10.14 9.28±2.89 9.86±3.04 9.57 9.85
39.75±1.9 39.00±1.5 39.35 37.17±0.8
40.67±4.4 39.00±0.6 39.83 42.83±1.6
13.13±0.8 12.27±0.6 12.70 12.00±0.0
13.27±0.6 13.33±0.8 13.30 13.80±0.2
5.95±2.4 6.35±2.1 6.15 6.00±1.6
9.37±2.6 5.48±1.1 7.42 5.17±0.9
9.98±3.49 9.25±3.41 9.62 9.11±3.20
10.61±2.93 9.83±3.90 9.95 10.21±4.06
40.75±3.2 38.92 39.13
38.17±3.5 40.5 40.21
12.20±2.4 12.1 12.40
12.27±2.0 13.03 13.15
5.55±0.3 5.8 5.95
7.32±1.4 6.24 6.83
9.23±3.39 9.17 9.44
9.12±3.67 9.63 9.75
Keterangan : LP = Lama Penyuntikan (3 minggu dan 6 minggu), WS = Waktu Sampling (1 dan2), TR = Total Rataan. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
37
PEMBAHASAN Peningkatan bobot badan tikus pada kelompok yang disuntik somatotropin baik yang berumur 1 tahun maupun 6 bulan disebabkan oleh peningkatan laju sintesis protein dan meningkatnya penggunaan lemak sebagai sumber energi yang terlihat dari analisis proksimat karkas bahwa kadar protein lebih tinggi dari kadar lemaknya (Eddy 2006). Hal senada juga telah dilaporkan oleh Davis et al. (2004) dan Bush et al. (2002) yang menyatakan bahwa pemberian somatotropin eksogen meningkatkan sintesis protein. Bartke (2005) juga melaporkan bahwa penurunan masa otot, peningkatan jaringan adiposa, dan tanda-tanda penuaan lainnya disebabkan oleh penurunan sekresi somatotropin dari pituitari. Beberapa perubahan tersebut dapat diperbaiki dengan terapi GH. Peningkatan konsentrasi estradiol sejalan dengan peningkatan bobot basah maupun bobot kering ovarium. Sel-sel ovarium menghasilkan estradiol dan konsentrasi estradiol mencapai puncak pada saat fase estrus. Lonjakan peningkatan kadar estradiol pada fase estrus ini memberikan umpan balik positif ke hipotalamus untuk sekresi LH sehingga terjadi ovulasi. Estradiol diketahui bersifat mitotik dan merangsang proliferasi sel-sel granulosa ovarium dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel granulosa terhadap kehadiran zat-zat yang bersifat mitogenik, seperti insulin dan faktor pertumbuhan (growth factor) yang dihasilkan oleh sel T (Adelien 2001). Kadar air ovarium tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Itu berarti peningkatan bobot ovarium disebabkan oleh peningkatan jumlah selnya dan bukan oleh inhibisi air. Hal ini dipertegas oleh hasil analisis kadar DNA ovarium yang menggambarkan jumlah sel ovarium. Tikus yang disuntik somatotropin mempunyai kadar DNA ovarium lebih tinggi dibadingkan dengan kontrol baik pada kelompok umur 6 bulan maupun pada kelompok umur 1 tahun. Pada kelompok umur 6 bulan penyuntikan selama 3 minggu belum mengakibatkan peningkatan kadar DNA ovarium yang berarti. Namun setelah 6 minggu peningkatan kadar DNA ini cukup signifikan. Demikian juga pada kelompok umur satu tahun terjadi peningkatan kadar DNA yang merefleksikan bahwa ada peningkatan mitotis sel. Hal ini sesuai dengan fungsi somatotropin yang berperan dalam proliferasi sel. Setelah penyuntikan somatotropin dihentikan,
kadar DNA menurun. Hal senada juga dikemukan oleh Giovanni et al. (1993) bahwa setelah 6 bulan tidak diterapi kondisi pasien kembali seperti sebelum dilakukan treatmen GH. Hal ini menguatkan dugaan bahwa defisiensi GH dalam waktu lama akan mengubah komposisi tubuh, kepadatan dan metabolisme tulang, tidak seimbangnya fungsi dan struktur organ-organ lainnya pada orang dewasa. Terapi dengan GH walaupun dalam dosis rendah dapat kembali meningkatkan reaksi metabolisme yang tadinya tidak seimbang. Aktivitas sintesis yang digambarkan oleh kadar RNA ovarium secara statistik perbedaannya tidak nyata. Penyuntikan somatotropin pada tikus betina tua ternyata tidak mempunyai pengaruh nyata pada bobot basah dan bobot kering uterus. Kadar air uterus cenderung
lebih tinggi pada kelompok umur 6 bulan
dibandingkan dengan
kelompok umur 1 tahun baik perlakuan maupun kontrol. Jumlah sel uterus yang digambarkan oleh kadar DNA uterus pada kelompok yang disuntik somatotropin lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, terutama kelompok yang disuntik somatotropin selama 6 minggu. Sedangkan aktivitas sintesis uterus yang digambarkan oleh kadar RNA uterus meskipun terlihat berbeda, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Somatotropin berpengaruh sangat signifikan pada peningkatan kadar kolagen kulit dan kadar kolagen tulang. Hal ini berkorelasi dengan peningkatan konsentrasi estradiol yang dihasilkan pada kelompok tikus perlakuan. Karena selain berperan dalam siklus reproduksi, estrogen ini juga berperan dalam menjaga elastisitas jaringan kulit dan mencegah resorpsi tulang. Terbukti peningkatan kadar kolagen yang berfungsi menjaga elastisitas/ kekencangan kulit serta kadar air kulit lebih tinggi pada kelompok yang disuntik somatotropin dibandingkan dengan kontrol. Pada tulang, matriks ekstraselulernya kebanyakan adalah kolagen. Jadi tingginya kadar kolagen pada tulang merefleksikan banyaknya massa matriks pada tulang. Rita et al. (2000) mengatakan bahwa aktivitas fosfatase, osteokalsin dan enzim prokolagen I karboksil peptida di serum meningkat dalam kisaran yang normal akibat meningkatnya kadar IGF-1 pada pasien yang diterapi dengan GH. Inzucchi dan Robbins (1994) juga sependapat bahwa pemberian GH meningkatkan massa tulang, karena GH yang bekerja melalui IGF-1 merangsang
pembentukan osteoblast. IGF-I/GH dalam memacu pertumbuhan tulang kemungkinan melalui pengaktifan 1-alfa hidroksilase di ginjal sehingga meningkatkan produksi vitamin D3 dan laju filtrasi glomerulus (Tarcisio et al 1998). Estradiol juga sangat penting dalam menjaga tulang. Penurunan konsentrasi estrogen pada wanita yang menua menyebabkan penurunan penyerapan kalsium, yang dalam waktu lama akan menyebabkan osteoporosis. Gambaran darah seperti jumlah BDM, BDP, PVC dan Hb tidak berubah dengan perlakuan somatotropin baik pada tikus yang berumur satu tahun maupun tikus yang berumur 6 bulan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa
suplementasi somatotropin dapat memperbaiki tampilan fisiologis tikus betina usia enam bulan dan 1 tahun. Saran Suplementasi somatotropin dapat memperbaiki tampilan fisiologis tikus, namun masih perlu dilakukan penelitian
tentang suplementasi somatotropin
dalam menghambat penuaan dengan menggunakan hewan coba dengan umur yang lebih tua.
48
LAMPIRAN-LAMPIRAN
49
Lampiran 1. Hasil uji sidik ragam perubahan bobot badan Sumber
Db
JK
KT
umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
2096.2 32364.9 4290.3 1323.0 10.3 352.1 96.9 280.3 1922.8 2760.3 2433.9 114.1 5006.2 143.5 196.8 6934.1 60325.6
2096.2 32364.9 4290.3 1323.0 10.3 352.1 96.9 280.3 1922.8 2760.3 2433.9 114.1 5006.2 143.5 196.8 216.7
F 9.67 149.36 19.80 6.11 0.05 1.62 0.45 1.29 8.87 12.74 11.23 0.53 23.10 0.66 0.91
P 0.004 0.000 0.000 0.019 0.829 0.212 0.508 0.264 0.005 0.001 0.002 0.473 0.000 0.422 0.348
Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam estrogen Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 246.46 207.58 6.25 73.07 939.43 5.81 129.50 97.93 302.05 821.06 182.00 156.00 446.00 65.16 1020.52 961.35 5660.17
KT 246.46 207.58 6.25 73.07 939.43 5.81 129.50 97.93 302.05 821.06 182.00 156.00 446.00 65.16 1020.52 30.04
F 8.20 6.91 0.21 2.43 31.27 0.19 4.31 3.26 10.05 27.33 6.06 5.19 14.85 2.17 33.97
P 0.007 0.013 0.651 0.129 0.000 0.663 0.046 0.080 0.003 0.000 0.019 0.029 0.001 0.151 0.000
50
Lampiran 3. Hasil uji sidik ragam progesteron Sumber Db JK umur dosis lm-suntik bedah umur*dosis umur*lm-suntik umur*bedah dosis*lm-suntik dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-suntik umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
946.75 949.42 492.43 19.91 13.26 3.43 88.75 50.62 23.84 86.68 222.71 376.54 43.42 0.14 9.84 228.33 3556.07
KT
F
P
946.75 949.42 492.43 19.91 13.26 3.43 88.75 50.62 23.84 86.68 222.71 376.54 43.42 0.14 9.84 7.14
132.68 133.06 69.01 2.79 1.86 0.48 12.44 7.09 3.34 12.15 31.21 52.77 6.08 0.02 1.38
0.000 0.000 0.000 0.105 0.182 0.493 0.001 0.012 0.077 0.001 0.000 0.000 0.019 0.889 0.249
F
P
Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam bobot basah ovarium Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 0.013669 0.008269 0.000252 0.000052 0.001302 0.000019 0.001519 0.000169 0.002852 0.002002 0.002002 0.009919 0.001102 0.004219 0.000352 0.043800 0.091498
KT 0.013669 0.008269 0.000252 0.000052 0.001302 0.000019 0.001519 0.000169 0.002852 0.002002 0.002002 0.009919 0.001102 0.004219 0.000352 0.001369
9.99 6.04 0.18 0.04 0.95 0.01 1.11 0.12 2.08 1.46 1.46 7.25 0.81 3.08 0.26
0.003 0.020 0.671 0.847 0.337 0.908 0.300 0.728 0.159 0.235 0.235 0.011 0.376 0.089 0.616
51
Lampiran 5. Hasil uji sidik ragam bobot kering ovarium Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK
0.0005810 0.0003685 0.0000110 0.0004877 0.0001435 0.0000385 0.0000110 0.0001235 0.0001960 0.0001802 0.0000130 0.0010547 0.0000047 0.0000935 0.0000200 0.0031993 0.0065263
KT 0.0005810 0.0003685 0.0000110 0.0004877 0.0001435 0.0000385 0.0000110 0.0001235 0.0001960 0.0001802 0.0000130 0.0010547 0.0000047 0.0000935 0.0000200 0.0001000
F
P
5.81 3.69 0.11 4.88 1.44 0.39 0.11 1.24 1.96 1.80 0.13 10.55 0.05 0.94 0.20
0.022 0.064 0.742 0.034 0.240 0.539 0.742 0.275 0.171 0.189 0.721 0.003 0.830 0.341 0.658
Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam kadar DNA ovarium Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 54.10 151.59 208.58 500.91 252.18 42.00 7.76 11.72 1.50 0.17 0.26 57.03 208.50 15.12 129.82 1851.35 3492.59
KT 54.10 151.59 208.58 500.91 252.18 42.00 7.76 11.72 1.50 0.17 0.26 57.03 208.50 15.12 129.82 57.85
F 0.94 4.62 3.61 8.66 4.36 0.73 0.13 0.20 0.03 0.00 0.00 0.99 3.60 0.26 2.24
P 0.341 0.015 0.037 0.006 0.065 0.401 0.717 0.656 0.873 0.957 0.947 0.328 0.067 0.613 0.144
____________________________________________________________________________
52
Lampiran 7. Hasil uji sidik ragam kadar RNA ovarium Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 72.64 61.09 201.84 136.05 26.93 47.18 20.35 26.27 374.14 56.23 341.60 107.67 60.91 44.49 1.45 2316.34 3895.16
KT 72.64 61.09 201.84 136.05 26.93 47.18 20.35 26.27 374.14 56.23 341.60 107.67 60.91 44.49 1.45 72.39
F 1.00 0.84 2.79 1.88 0.37 0.65 0.28 0.36 5.17 0.78 4.72 1.49 0.84 0.61 0.02
P 0.324 0.365 0.105 0.180 0.546 0.425 0.600 0.551 0.060 0.385 0.067 0.232 0.366 0.439 0.889
Lampiran 8. Hasil uji sidik ragam bobot basah uterus Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 0.35192 0.06235 0.04750 0.09100 0.01880 0.06380 0.00585 0.01435 0.00092 0.00227 0.01300 0.09992 0.00175 0.02297 0.03467 1.72227 2.55335
KT 0.35192 0.06235 0.04750 0.09100 0.01880 0.06380 0.00585 0.01435 0.00092 0.00227 0.01300 0.09992 0.00175 0.02297 0.03467 0.05382
F 6.54 1.16 0.88 1.69 0.35 1.19 0.11 0.27 0.02 0.04 0.24 1.86 0.03 0.43 0.64
P 0.055 0.290 0.355 0.203 0.559 0.284 0.744 0.609 0.897 0.839 0.626 0.183 0.858 0.518 0.428
53
Lampiran 9. Hasil uji sidik ragam bobot kering uterus Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 0.012352 0.000800 0.000833 0.000001 0.001281 0.000645 0.000065 0.000420 0.000044 0.000217 0.000052 0.004219 0.000002 0.000065 0.000056 0.043563 0.064618
KT 0.012352 0.000800 0.000833 0.000001 0.001281 0.000645 0.000065 0.000420 0.000044 0.000217 0.000052 0.004219 0.000002 0.000065 0.000056 0.001361
F 9.07 0.59 0.61 0.00 0.94 0.47 0.05 0.31 0.03 0.16 0.04 3.10 0.00 0.05 0.04
P 0.065 0.449 0.440 0.975 0.339 0.496 0.828 0.582 0.858 0.693 0.846 0.088 0.969 0.828 0.840
Lampiran 10. Hasil uji sidik ragam kolagen kulit Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 300.90 618.63 618.34 1159.15 1.00 6.34 1.66 19.18 33.10 108.54 14.02 47.24 2.44 63.94 320.13 2262.04 5576.64
KT 300.90 618.63 618.34 1159.15 1.00 6.34 1.66 19.18 33.10 108.54 14.02 47.24 2.44 63.94 320.13 70.69
Fhit 4.26 8.75 8.75 16.40 0.01 0.09 0.02 0.27 0.47 1.54 0.20 0.67 0.03 0.90 4.53
P 0.047 0.006 0.006 0.000 0.906 0.767 0.879 0.606 0.499 0.224 0.659 0.420 0.854 0.349 0.141
54
Lampiran 11. Hasil uji sidik ragam kolagen tulang
Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 1.50 166.32 368.80 303.26 87.40 0.07 0.23 25.77 10.39 979.12 170.37 262.97 39.37 17.61 53.36 798.74 3285.26
KT
F
P
1.50 166.32 368.80 303.26 87.40 0.07 0.23 25.77 10.39 979.12 170.37 262.97 39.37 17.61 53.36 24.96
0.06 6.66 14.78 12.15 3.50 0.00 0.01 1.03 0.42 39.23 6.83 10.54 1.58 0.71 2.14
0.808 0.015 0.001 0.001 0.070 0.959 0.925 0.317 0.523 0.000 0.014 0.003 0.218 0.407 0.153
KT
F
P
1.8605 0.4982 0.6698 3.1879 0.0151 0.5188 0.1055 0.8560 0.0059 1.7063 0.0809 3.6686 0.3024 0.0094 0.0035 0.7834
2.37 0.64 0.85 4.07 0.02 0.66 0.13 1.09 0.01 2.18 0.10 4.68 0.39 0.01 0.00
0.133 0.431 0.362 0.062 0.891 0.422 0.716 0.304 0.932 0.150 0.750 0.138 0.539 0.914 0.947
Lampiran 12. Hasil uji sidik ragam BDM Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 1.8605 0.4982 0.6698 3.1879 0.0151 0.5188 0.1055 0.8560 0.0059 1.7063 0.0809 3.6686 0.3024 0.0094 0.0035 25.0699 38.5583
55
Lampiran 13. Hasil uji sidik ragam BDP Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK
KT
F
P
6.014 0.544 30.258 0.679 14.073 7.833 0.523 2.206 0.287 70.349 0.008 3.962 15.176 6.228 11.990 129.567 299.696
6.014 0.544 30.258 0.679 14.073 7.833 0.523 2.206 0.287 70.349 0.008 3.962 15.176 6.228 11.990 4.049
1.49 0.13 7.47 0.17 3.48 1.93 0.13 0.54 0.07 17.37 0.00 0.98 3.75 1.54 2.96
0.232 0.716 0.110 0.685 0.071 0.174 0.722 0.466 0.792 0.070 0.965 0.330 0.062 0.224 0.095
Lampiran 14. Hasil uji sidik ragam Hematokrit Sumber
Db
umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK
KT
1.141 12.917 0.725 34.003 0.017 0.175 7.841 1.470 13.125 17.400 9.541 18.625 9.100 10.453 9.720 194.798 341.053
1.141 12.917 0.725 34.003 0.017 0.175 7.841 1.470 13.125 17.400 9.541 18.625 9.100 10.453 9.720 6.087
F
P
0.19 0.668 2.12 0.155 0.12 0.732 5.59 0.124 0.00 0.958 0.03 0.866 1.29 0.265 0.24 0.626 2.16 0.152 2.86 0.101 1.57 0.220 3.06 0.090 1.49 0.230 1.72 0.199 1.60 0.215
56
Lampiran 15. Hasil uji sidik ragam Hb Sumber umur dosis lm-sunti bedah umur*dosis umur*lm-sunti umur*bedah dosis*lm-sunti dosis*bedah lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti umur*dosis*bedah umur*lm-sunti*bedah dosis*lm-sunti*bedah umur*dosis*lm-sunti*bedah Galat Total
Db 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 32 47
JK 0.715 2.679 0.232 2.314 1.038 1.038 0.106 2.493 2.367 1.519 4.650 4.979 2.871 6.946 0.106 68.693 102.752
KT
F
P
0.715 2.679 0.232 2.314 1.038 1.038 0.106 2.493 2.367 1.519 4.650 4.979 2.871 6.946 0.106 68.693
0.33 1.25 0.11 1.08 0.48 0.48 0.05 1.16 1.10 0.71 2.17 2.32 1.34 3.24 0.05
0.568 0.272 0.744 0.307 0.492 0.492 0.825 0.289 0.302 0.406 0.151 0.138 0.256 0.081 0.825