Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
DUKUNGAN INFORMASI PASAR TERHADAP KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI CABAI ( Capsicum annum L,) (STUDI KASUS DI KABUPATEN MAGELANG- JAWA TENGAH) Sularno dan Parluhutan Sirait. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Pos Box 101 UngaranTelp. (024)6924965,
ABSTRAK Pasar atas produk pertanian merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu pengembangan komoditas pertanian dan kebutuhan inovasi pertanian yang berbasiskan agribisnis. Penerapan dan pengembangan inovasi pertanian yang berbasiskan informasi pasar sangatlah dibutuhkan dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjawab tantangan pasar terhadap peningkatan kualitas, peningkatan efisiensi, peningkatan produktivitas, diversifikasi produk dan keamanan produk. Pelaksanaan kegiatan demplot Analisis Rantai Nilai (VCA) di BPTP Jawa Tengah tahun 2010 merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui informasi kebutuhan pasar akan kualitas, kontinuitas dan kuantitas pada komoditas cabai (Capsicum Annum L) dan kebutuhan inovasi pertanian untuk menjawab permasalahan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Kegiatan ini dilaksanakan di desa Giri Tengah, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Metode pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan demplot budidaya cabai menggunakan paket teknologi PTT yang meliputi penggunaan benih bermutu, varietas unggul, penggunaan pupuk kandang, penggunaan irigasi tetes dan pengendalian OPT. Data diperoleh dengan pengamatan langsung dilapangan dan diskusi melalui kegiatan temu usaha. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil pelaksanaan kegiatan menunjukan bahwa teknologi PTT mampu menghasilkan produktivitas tanaman sebesar 1.46 kg/pohon dan keuntungan sebesar Rp. 1.768/pohon dan peningkatan efisiensi melalui pengurangan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 459.000,- atau sebesar 25 % per 1000 m2. Dari hasil temu usaha menunjukan bahwa kebutuhan pasar akan komoditas ini sebesar 6 ton/hari belum mampu dipenuhi akibat belum adanya pengaturan pola tanam. Dari analisis disrtribusi margin pada tiap mata rantai pasar menunjukan bahwa pada saat musim panen raya petani tidak mendapatkan keuntungan atas produk yang dihasilkannya dan mendapat keuntungan sebesar Rp. 9.465,-/kg atau sebesar 25.6 % pada saat diluar musim panen raya, keuntungan terbesar ada pada mata rantai pedagang pengecer, yaitu sebesar 58. 5 % pada saat musim panen raya dan 59.5 % pada saat diluar musim panen raya. Dibutuhkan inovasi teknologi yang mampu mengendalikan OPT secara alami dan diluar musim (Off season) dan model pemasaran yang terpadu dan terintegrated ditingkat Kabupaten agar mampu mengendalikan harga yang stabil dan lebih menguntungkan dipihak produsen/petani. Kata kunci: Informasi pasar, inovasi pertanian, cabai, nilai tambah
PENDAHULUAN Cabai merah (Capsicum Annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang cukup penting dan banyak ditanam, terutama di Pulau Jawa. Pada umumnya cabai digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan industri makanan. Cabai merah adalah tanaman perdu yang berkayu dengan rasa buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin,
diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamain A, B1, dan vitamin C. Cabai umumnya tumbuh dengan baik di daerah dengan iklim tropis (Santika, 1995). Dalam perdagangan Internasional, cabai dibedakan berdasarkan kepedasannya menjadi 3 kelompok, yaitu : (1) Cabai yang sangat pedas, (2) Cabai dengan kepedasan sedang (kurang pedas), dan (3) Paprika. Kelompok cabai sangat pedas, penggunaan
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
611
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
utamanya umumnya untuk ekstraksi oleoresin cabai yang memiliki tingkat kepedasan pertengahan, umumnya diperdagangkan dalam bentuk utuh. Secara botanis, cabai sangat pedas ukurannya kecil. Beberapa spesies cabai yang termasuk dalam kelompok ini adalah Capsicum frutescens, Capsicum baccatum, Capsicum chinense dan Capsicum annuum var. glabiriusculum. Di Indonesia cabai yang dibudidayakan secara luas termasuk kedalam spesies Capsicum annuum (cabai besar) dan Capsicum frutescens (cabai rawit). Cabai mempunyai nilai ekonomis yang baik karena penggunaannya sangat variatif dan cukup luas. Cabai juga merupakan komoditas pertanian yang memiliki pasar cukup besar untuk kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor. Negara pengekspor cabai utama diantaranya adalah Cina, Singapura, Bangladesh, Pakistan dan India. Menurut FAO (2007) harga cabai kering asal Indonesia masih rendah, yaitu sekitar US$ 700/ton bila dibandingkan dengan harga cabai asal Singapura, yaitu sekitar US$ 1.068/to. Perbedaan harga ini disebabkan oleh kualitas produk yang masih rendah dan kurang seragam. Indonesia mengekspor cabai dalam bentuk segar dan serbuk, diantaranya ke Singapura, Jepang, Amerika, dan Eropah (Santika, 1995). Negara pengimpor cabai terutama dari Indonesia adalah Amerika Serikat, Negara Eropah (Belanda, Inggris, Perancis, Spanyol, Italia dan Kanada), Jepang, China dan Singapura. Singapura mengimpor cabai dalam bentuk segar untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan industri makanan maupun non makanan (farmasi). Seperti halnya komoditas sayuran lainnya, cabai dapat diolah dan diawetkan menjadi produk pangan maupun non pangan. Pengolahan cabai menjadi produk olahan merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan petani cabai. Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan makanan yang telah dikenal sejak dahulu. Pengeringan tidak hanya menghasilkan satu macam produk saja, namun dapat menghasilkan berbagai macam produk kering sesuai dengan permintaan pasar, baik dalam bentuk hasil olahan, pangan, maupun untuk non pangan.
612
Di Indonesia komoditas cabe merupakan komoditas hortikultura berbasiskan kerakyatan/ perdesaan yang banyak berhadapan dengan kendala-kendala keterbatasan sumber daya baik itu sumber daya alam, sumber daya input sarana dan prasarana produksi maupun input kualitas sumberdaya manusia. Keterbatasan sumber daya sangat berpengaruh terhadap persaingan pasar terutama untuk menghasilkan kualitas yang baik, kontinuitas dan kuantitas produk yang dibutuhkan. Kualitas sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga produk yang sulit diprediksi disamping juga adanya persaingan dengan negara-negara lain yang memiliki kualitas dan efisiensi jaringan distribusi yang lebih baik sehingga menghasilkan produk yang lebih kompetitif baik dari segi kualitas maupun harga. Kabupaten Magelang merupakan salah satu sentra produksi cabe di Jawa Tengah. Menempati peringkat kedua produsen cabai merah besar setelah Kabupaten Brebes. Produksi segar cabe besar di Kabupaten Magelang sebesar 16 – 39% dari keseluruhan produksi cabe besar di Jawa Tengah (Anonim, 2010). Informasi pasar komoditas cabe yang menyangkut kebutuhan akan kualitas, kontinuitas dan kuantitas merupakan bagian yang sangat penting dari suatu sistim agribisnis yang akan dikembangkan di suatu lokasi. Adanya informasi kebutuhan pasar sangat dibutuhkan dalam rangka penerapan inovasi teknologi pertanian dan peningkatan kemampuan sumber daya (alam, inovasi, sdm) yang mampu menjawab tantangan akan kebutuhan pasar tersebut. Pola pemasaran cabe di Desa Giri Tengah yang bersifat oligopsoni, yaitu adanya beberapa pembeli dengan penjual banyak, mempengaruhi penyampaian Informasi pasar komoditas cabe di Magelang. Informasi harga masih bersifat satu arah yaitu petani hanya memperoleh dan mempercayai informasi pasar (harga, kualitas) dari pedagang yang selama ini sudah mereka kenal sehingga informasi harga pasar masih sangat tergantung pada informasi yang berasal dari pedagang , tidak ada nilai tawar petani (bergaining position) baik itu melalui peningkatan kualitas(sortasi, panen tepat waktu maupun kemasan/ pengepakan). Harga di tingkat petani dapat ditekan dengan alasan kualitas yang belum
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
memenuhi permintaan pasar dan permintaan yang sedang menurun. Menurut Natawidjaja (2001) perilaku pedagang di sebagian besar propinsi mampu menjaga margin keuntungan yang relatif sama walaupun harga ditingkat konsumen sedang turun, dengan secara cepat melakukan penurunan harga beli ditingkat petani sehingga resiko pasar dibebankan seluruhnya kepada petani. Keadaan ini memperlihatkan adanya keterpisahan petani dari jaringan pasar, karena pemain pasar sesungguhnya adalah para pedagang sebagai pelaku tata niaga yang berhadapan langsung dengan konsumen. Kelembagaan petani yang kuat dan mampu mengakses pasar/jaringan pasar merupakan bagian yang terpenting di tingkat petani untuk mampu memberikan pendampingan akan kualitas, efisiensi, dan informasi harga yang kompetitif terhadap petani.
1)Demplot Inovasi Teknologi Demplot teknologi budidaya cabe dilaksanakan dengan pendekatan PTT di lahan petani dengan luasan ± 1.000 m , dan dilakukan secara partisipatif. 2)Temu Usaha. Temu usaha dilaksanakan dalam rangka menginformasikan kebutuhan pasar komoditas usaha tani unggulan dari pengusaha ke petani dan sebaliknya adanya umpan balik informasi dari petani ke pengusaha, yang meliputi kebutuhan kualitas, kuantitas dan kontinuitas pasar dan permasalahan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan pasar dan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara produsen dan pengusaha. Metode pengumpulan data.
Dukungan Informasi pasar komoditas cabe merupakan bagian penting yang mampu memberikan nilai tambah/harga yang lebih baik di tingkat petani melalui beberapa instrumen insentif pasar yang selama ini belum dipahami oleh petani seperti margin pasar, peningkatan kualitas (sortasi, grade, pengeringan) dan pengolahan (pembuatan saus, manisan buah, dsb). Informasi pasar dalam implementasinya sangat membutuhkan Inovasi teknologi pertanian dan instrumen kebijakan yang kondusif untuk kemajuan sektor pertanian. Berdasarkan hal-hal di atas, dilakukan pengkajian untuk menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi yang efisien cabai sesuai informasi kebutuhan pasar dan menganalisis rantai nilai pasar yang memberikan nilai tambah optimal terhadap komoditas usaha tani
METODOLOGI Lokasi Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dukungan informasi kebutuhan pasar terhadap kebutuhan inovasi pertanian dan peningkatan nilai tambah ditingkat petani dilaksanakan di Desa Giritengah, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang pada Bulan Juli 2010 September 2010 Ruang Lingkup Kegiatan. Ruang lingkup kegiatan meliputi:
Data primer dikumpulkan melalui diskusi terfokus mengenai kinerja teknologi, efisiensi usaha tani dan temu usaha tani. Sedangkan data sekunder berasal dari Dinas teknis yang terkait di tingkat Propinsi, Kabupaten Kecamatan dan Desa. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Fokus group diskusi Dari hasil diskusi terfokus ditentukan bahwa komoditas cabe merah merupakan komoditas unggulan di Desa Giritengah. Hampir 80 % usahatani yang dikelola adalah usahatani cabe merah. Adapun permasalahan utama yang dihadapi dalam usahatani ini adalah : a). Produktifitas yang masih rendah dan, b). Penanaman yang pada musim hujan, oleh sebab itu diperlukan alternatif inovasi teknologi sederhana pada musim kemarau sehingga penanaman cabai tanam dapat dilakukan pada musim kemarau. Kinerja Inovasi Teknologi Demplot budidaya cabe merah Pelaksanaan kegiatan demplot teknologi budidaya tanaman cabe merah dilaksanakan pada bulan Juni 2010 - September 2010 di Desa Giri Tengah pada lahan petani dengan luasan 1000 m2. Kegiatan demplot ini terintegrasi dengan pelaksanaan ARF tahun 2010. Adapun komponen teknologi PTT yang
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
613
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
digunakan dalam kegiatan ini disajikan pada Tabel 1.
Produksi tanaman Dengan inovasi PTT Rata-rata produksi tanaman cabe dengan menggunakan varietas Sakti mencapai 263 buah/tanaman, atau sekitar 1.46 kg/tanaman. Produktivitas varietas unggul cabe merah sakti lebih tinggi dibandingkan dengan varietas unggul lainnya yang hanya menghasilkan sekitar 0.4kg s/d 0.5 kg/pohon.
Tabel 1. Introduksi teknologi PTT pada komoditas cabe keriting di Desa Giritengah, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. No
Komponen Teknologi
Teknologi demplot VCA
Eksisting
1
Varietas Cabe
Var. Sakti
Var.Lainnya
2
Mutu Benih
Unggul bermutu.
Unggul bermutu
3
Seed treatment
Regent 50 St
Tidak dilakukan
4
Jarak tanam
Legowo 2:1 baris (50 x 60 cm)
Tidak beraturan
5
Penggunaan benih
935 batang
935 batang
6
Umur bibit ditanam
5 hari setelah semai
5 hari setelah semai
7
Jumlah bibit ditanam
1 – 2 bibit per rumpun
5-10 rumpun
8
Penerapan Pemupukan
Pemupukkan spesifik lokasi dan penggunaan BWD.
Tidak pasti
9
Pupuk organic
1.5 ton/ha
2 ton/ha
10
Urea
200 kg/ha
350 kg/ha
11
NPK Phonska
100 kg/ha
200 kg/ha
12
KCl
-
150 kg/ha
13
Dolomit
800 kg/ha
800 kg/ha
14
Sistem pengairan
Irigasi tetes dengan botol aqua
Manual
15
Pengendalian PHT hama-Penyakit
PHT
Sumber: Laporan Demplot cabai merah keriting dengan teknologi irigasi tetes UP FMA desa Giri Tengah Kabupaten Magelang, tahun 2010.
Irigasi Tetes Kinerja penggunaan Irigasi tetes dengan botol aqua belum terlihat optimal. Hal ini disebabkan cuaca yang tidak mendukung, dimana inovasi ini hanya diterapkan pada awal-awal bulan aja (1 bulan didepan) selebihnya hujan terus menerus. Dari satu bulan penerapan yang dilakukan penggunaan inovasi ini mampu mengurangi tenaga kerja untuk penyiraman air. Demikian juga petani berpendapat penggunaan inovasi irigasi tetes ini akan sangat berguna apabila penanaman dilakukan pada musim kemarau.
614
Analisis Usaha Tani. Dari hasil analisis usaha tani yang dilaksanakan dengan penggunaan model PTT dengan varietas Sakti, biaya operasional per pohon adalah sebesar Rp.5.532. sedangkan dengan tanpa PTT dengan varietas unggul lainya adalah sebesar Rp.5.702,-. Penggunaan model PTT dan irigasi tetes dapat ditekan biaya tenaga kerja Rp.459.000,- (25%). Secara keseluruhan peningkatan produktivitas pada cabe menggunakan varietas Sakti diperoleh keuntungan sebesar Rp.1.768,-/pohon (1.46 kg/pohon) bila dibandingkan dengan kerugian (-Rp.3.702)/pohon (1 kg/pohon) bila menggunakan varietas unggul lainnya dengan perkiraan harga pasar cabe Rp.5000,-/kg, disajikan pada (Tabel 2). Tabel 2. Analisis usahatani cabe merah pada demplot teknologi budidaya cabe merah di Desa Giri Tengah, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang No
Uraian
1 2 3 4 5 6
Varietas Sewa lahan (Rp) Sarana produksi (Rp) Tenaga kerja (Rp) Tenaga panen Hasil produksi (kg/pohon) Harga jual (Rp/kg) Penerimaan (Rp/pohon) Biaya rata-rata (Rp/pohon) Total biaya (Rp) Keuntungan (Rp/pohon) B/C Ratio
7 8 9 10 11 12
Introduksi Teknologi Sakti 640.000 2.527.000 1.355.000 650.000 1.46
Kebiasaan Petani Lokal 640.000 2.527.000 1.814.000 350.000 0.50
5.000 7.300
5.000 2.500
5.532
5.702
5.172.000 1.768
5.331.000 (3.202)
1,32
0,44
Sumber: Laporan demplot cabe merah keriting dengan teknologi irigasi tetes UP FMA di Desa Giri Tengah Kabupaten Magelang TA. 2010
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
Temu Usaha Kebutuhan pasar komoditas cabe . Kebutuhan pasar komoditas cabe untuk Desa Giri Tengah pada saat panen adalah sebesar 5 ton per hari. Di desa ini pada saat panen dapat dilakukan 4-5 kali transaksi/bulan dengan masing-masing kapasitas 5 ton. Kebutuhan minimal ini belum dapat dipenuhi oleh Desa Giri Tengah. Pada saat panen desa ini hanya mampu menyediakan total 20- 25 ton yang dilakukan selama 4-5 kali panen dalam sebulan, sedangkan kebutuhan pasar 5 ton/hari (± 100 ton/bulan). Oleh karena itu untuk memenuhi kekurangan tersebut, pedagang mengambil dari daerah lain disekitarnya, walaupun kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan Desa Giri Tengah dan harga yang ditawarkan lebih rendah. Kualitas komoditas cabe. Kualitas cabe Desa Giri Tengah oleh pengusaha dikatakan lebih baik bila dibandingkan dengan daerah lain sekitarnya, seperti Grabag maupun Temanggung dan Brebes walaupun menggunakan varietas yang sama. Beberapa hal yang mempengaruhi kualitas cabe di pasar, yaitu : (1) Kandungan air yang rendah, (2) Panen tepat waktu dan segar, (3) Bentuk panjang, mengkilat, keras dan lurus, (4) Rasa pedas yang mantap, (5) Warna merah tua, dan (6) Diameter buah sedang (± 1.5 cm)
mempengaruhi harga cabe. Kualitas terbaik umumnya dikirim ke Batam, baru kemudian ke Padang, Lampung dan Jakarta, disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kota tujuan pengiriman dan harga cabe berdasarkan grade berdasarkan grade ditingkat pedagang/agen besar. No
Kota Tujuan
Grade
Ciri-ciri
1
Batam, Padang, Lampung dan Jakarta
1
2
Semarang
2
3
Kabupaten Magelang, Kodya Magelang
Segar, mengkilat, panjang 10 s/d13 cm, lurus, pedas Segar, mengkilat, panjang 810 cm, lurus, pedas Agak buram, patah, panjang 5-7 cm.
3-4
Harga (Rp) 20.000,s/d 25.000,10.000,s/d 15.000.7.000.s/d 8.000.-
Sumber : wawancara dengan pedagang Kabupaten Musim Perbedaan awal dan akhir musim hujan serta kemarau di beberapa wilayah di Indonesia mengakibatkan perbedaan musim tanam dan panen cabai di masing-masing wilaya. Kondisi ini akan mempengaruhi stok pasar, antara lain untuk Provinsi Jawa Tengah musim panen raya terjadi pada bulan Mei – Juli (Tabel 4).
Kualitas cabe Desa Giri Tengah dikatakan baik oleh pengusaha disebabkan memiliki kriteria seperti tersebut diatas. Hal ini dimungkinkan karena desa ini memiliki kandungan tanah kapur yang tinggi.
Tabel 4. Musim panen raya di beberapa provinsi penghasil utama cabaidi Indonesia.
Sortir/grade buah
Provinsi
Penyortiran/grade buah cabe belum dilakukan oleh petani, sedangkan yang melakukan grade adalah pedagang. Penawaran harga di tingkat petani bukan hanya disebabkan oleh grade secara kualitas melainkan harga ditentukan penampilan secara umum (keseluruhan). yaitu: cabe buram, patah, kecil maupun waktu panen telah lebih dari satu hari (tampilan terlihat buram dan kisut). Kondisi ini sangat mempengaruhi harga, sebab tidak dapat dijual ke luar daerah, karena dikuatirkan akan busuk selama proses transportasi. Setiap daerah pemasaran memiliki standar kualitas yang berbeda dan kualitas sangat
Bulan 1 2
3 4
5
6
7
Sumatera Utara Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat
8
9
10 11 12
xx xxx xxx xx xx xxx xxx x xxx xxx xx x xxx xxx xxx
Sumber: BPS provinsi yang bersangkutan Harga cabe selain dipengaruhi oleh kualitas juga sangat dipengaruhi oleh musim. Pada saat musim panen raya Mei - Juli harga akan lebih rendah sekitar Rp.3000,- -
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
615
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
Rp.3.500,-/kg. Pada bulan Mei - Juli semua daerah di Jawa Tengah akan panen sehingga stok pasar akan penuh. Hal ini menyebabkan harga turun sesuai dengan mekanisme pasar dimana banyak penjual dari pada pembeli. Harga turun karena permintaan sama saja, sementara permintaan tidak mengalami kenaikan (Stagnasi).
Kinerja pemasaran memegang peran penting dalam pengembangan komoditas pertanian di pedesaan. Terdapat sejumlah faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja pemasaran produk pertanian. Faktor internal yang berpengaruh diantaranya adalah struktur pasar, tingkat integrasi pasar dan margin pemasaran.
Harga komoditas cabe akan naik sekitar bulan Nopember dan Desember, disebabkan tingginya permintaan karena adanya hari besar selain itu pada umumnya saat itu produksi di Jawa Tengah akan menurun. Harga cabe pada bulan tersebut dapat mencapai sekitar Rp. 20.000,-/kg.
Struktur Pasar.
Pengaturan Pola Tanam Luas areal tanaman cabe di Desa Giri Tengah pada setiap musim adalah sebesar 60 ha. Dengan produksi sebesar 10 sd 12 ton/ha, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar sebesar 5 ton/hari atau sekitar 100ton/bulan. Pergiliran/pola tanam dapat dilakukan pada setiap hamparan dalam satu kelompok. Kesepakatan pergiliran tanaman ini dalam satu kelompok harus diatur memperhatikan keuntungan yang dapat diterima petani pada saat-saat musim panen raya dan musim paceklik atau di luar musim. Peranan kelembagaan petani sangat dibutuhkan dalam pengaturan pola tanam dan mengatur harga agar tetap terjaga sepanjang musim dengan tetap menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas pasokan. Penguatan Kelembagaan Tani Kelembagaan tani di Desa Giri Tengah saat ini memiliki 1 Gapoktan dengan 8 kelompok tani dengan ± 200 KK. Luas areal pertanaman cabe keseluruhan adalah 60 ha, dimana masing-masing petani memiliki sekitar 0.3 s/d 0.5 ha. Pertemuan anggota Gapoktan/Kelompok tani secara rutin dapat mengatur pola tanam untuk memenuhi kebutuhan pasar dan penggunaan inovasi teknologi irigasi tetes untuk efisiensi pemanfaatan air dan juga penanaman komoditas cabe diluar musim, sehingga pada saat musim kering juga dapat dilakukan penanaman cabe untuk meningkatkan nilai tambah melalui harga yang lebih baik. Melalui Kelembagaan tani juga dapat diatur pola pemasaran yang lebih baik dan terorganisir dengan menciptakan pola pemasaran langsung ke pedagang yang lebih luas (Kabupaten/Provinsi)).
616
Struktur pasar adalah susunan kekuatan antara penjual dan pembeli yang ada dipasar. Banyaknya penjual maupun banyaknya pembeli yang akan menentukan struktur pasar apa yang terbentuk. Pasar komoditas cabe yang ada di Desa Giri Tengah adalah pasar oligopsoni, yaitu pasar yang terdiri dari beberapa pembeli dan banyak penjual cabe. Struktur pasar sangat berpengaruh terhadap informasi harga jual komoditas di tingkat petani Desa Giri Tengah, sehingga informasi hanya berjalan satu arah saja, yaitu dari pedagang, sedangkan petani belum mempunyai alternatif pasar lain yang memberikan harga yang lebih baik. Ini disebabkan tidak memiliki akses terhadap pasar yang cukup. Oleh sebab itu para pedagang baik itu pedagang besar maupun pedagang pengumpul cenderung menekan harga di tingkat petani. Pedagang besar maupun pedagang pengumpul mampu mengorganisir pasar ditingkat desa dan memiliki akses pasar baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Ada 3 jalur/ pola pemasaran yang berlaku ditingkat petani cabe di desa Giri Tengah, yaitu : 1. Pola I : 60 % Jalur pemesanan cabai sampai di luar Propinsi : Petani Pedagang pengepul Pedagang besar (distributor Pedagang grosir) (diluar sentra produksi) Konsumen Pola I Cabai yang dipasarkan memiliki kualitas terbaik (grade 1) dan pamasaran umumnya ke Batam, Jakarta, Padang dan Lampung. Pengiriman melalui angkutan pesawat menggunakan kemasan kardus yang dibuat berlubang dengan ukuran 20 kg. 2.
Pola 2: 30 % Jalur pemesanan cabai di dalam Provinsi :
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
Petani Pedagang pengepul Pedagang besar pengecer Konsumen. Pada Pola II kualitas yang dipasarkan adalah grade 2 pemasaran di Semarang. Pengiriman menggunakan angkutan darat 3.
Tabel 5. Distribusi margin pemasaran cabe di Desa Giri Tengah, Kabupaten Magelang periode Agustus – September 2010. No 1
Pola 3 : 10 % Jalur pemesanan komoditas cabai di sentra produksi : Petani Pedagang besar Pengecer Konsumen
2
Pola III memiliki kualitas grade 3 dan 4, pemasaran di Kabupaten Magelang dan sekitarnya (Sumber : Informasi pedagang besar saat tinjauan lapang ke lokasi).
3
Pola Pembayaran Pembayaran pada pola pemasaran cabai di Desa Giri Tengah umumnya dilakukan secara cash / langsung pada saat kesepakatan telah terjadi namun ada juga pembayaran yang dilakukan 2 – 3 hari setelah kesepakatan harga terjadi. Identifikasi rantai nilai pasar Peningkatan nilai tambah produk pada kegiatan ini pada tahun 2010 dapat diukur dari distribusi margin yang diterima oleh para pelaku pasar yang terlibat dalam rantai pasar yang ada mulai dari produsen sampai ke konsumen. Margin pemasaran dalam hal ini dapat dilihat dari dua aspek yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu aspek harga dan aspek biaya pada musim panen, yaitu musim panen raya dan diluar musim panen raya (Tabel 5).
4
Uraian
Nilai (Rp)/kg
MPR Harga ditingkat 5000 petani Biaya usaha tani 5000 var. Sakti Keuntungan 0 Margin Pemasaran 0 Harga pedagang 8000 pengumpul Pengangkutan 200 Bahan 100 Pembungkus Susut berat (10%) 800 Kerusakan (10%) 800 Keuntungan 1100 Margin Pemasaran 3000 Harga pedagang 10000 Kabupaten Pengangkutan 200 Bahan 100 Pembungkus Susut berat (10%) 1000 Kerusakan (10%) 1000 Keuntungan 2700 Margin Pemasaran 5000 Harga Pengecer 12.000 Kabupaten Pengangkutan 200 Pembungkus 100 Susut berat (10%) 1200 Kerusakan (10%) 1200 Keuntungan 4300 Margin Pemasaran 7000
DMPR 15.000
% dari harga eceran (%) MPR DMPR 42 40.5
5.535
42
14.8
9.465 9.465 30.000
0 0 67
25.6 25.6 81
200 100
2 0.8
0.5 0.3
3000 3000 12700 19.000 34000
6.6 6.6 9.2 25 83.3
8 8 34.3 51.4 91.9
200 100
1.7 0.8
0.5 0.3
3400 3400 11900 19000 37.000
8.3 8.3 22.5 41.6 100
9.2 9.2 32.2 51.4 100
200 100 3700 3700 14300 22000
1.6 0.8 10 10 35.8 58.3
0.5 0.3 10 10 38.6 59.5
Sumber : Pedagang cabe Kabupaten dan Pedagang pengumpul Kab. Magelang
Ket: MPR = Musim Panen Raya DMPR = Diluar musim panen raya Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa pada musim panen raya (MPR), harga cabe memberi keuntungan/nilai tambah pada usaha tani cabe di tingkat petani: • Apabila Selisih persentase harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen/pengecer antara 40 sd 42 %, belum didapatkan nilai tambah/ keuntungan ditingkat petani. Keuntungan didapat apabila selisihnya sebesar 45 %. • Peningkatan nilai tambah/keuntungan di tingkat petani dapat diperoleh dengan memperpendek rantai pasar yaitu bila produsen/petani mampu memasarkan
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
617
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
sendiri langsung ke pedagang besar/ Kabupaten atau menjadi pedagang pengecer. Tingkat keuntungan yang paling besar adalah ditingkat pedagang pengecer yang langsung berhadapan dengan konsumen, dimana pada saat MPR diperoleh margin pasar 58.3 %. Dari margin pasar tersebut dapat diperoleh keuntungan 35.8 %. Artinya bila petani dapat bertindak sebagai pedagang pengecer di tingkat Kabupaten keuntungan yang diperoleh adalah 35.8 % atau keuntungan bersih Rp.4.300,-/kg dari harga yang diterima oleh petani dibandingkan bila petani hanya bertindak sebagai produsen yang menerima pembayaran hasil usahataninya di lahan maupun di rumah. • Pada saat panen DMPR keuntungan yang diperoleh pada setiap rantai akan semakin besar, yaitu Produsen/petani menerima keuntungan Rp.9.465/kg, Pedagang pengumpul keuntungan Rp.12.700,-/kg, Pedagang Kabupaten sebesar Rp.11.900,-/kg dan Pedagang pengecer Rp.14.300,-/kg. Untuk Kabupaten Magelang penanaman di luar musim ini dapat dilakukan sekitar bulan Juli-September (MK II) sehingga panen diperkirakan antara bulan Oktober atau Nopember, di saat lokasi lain di Jawa Tengah (Brebes, Rembang, Demak) belum melakukan penanaman akibat masih belum panennya tanaman lainnya (bawang merah dan padi). KESIMPULAN Dari hasil kegiatan tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : Untuk memenuhi kualitas kebutuhan pasar, perlu digunakan varietas unggul rasa pedas, dengan kadar air rendah dengan bentuk dan warna yang tepat. Harga cabe sangat dipengaruhi oleh kualitas dengan keinginan pasar dan musim tanam. Jalur distribusi komoditas cabe merah segar di Kabupaten Magelang mempunyai 3 jalur distribusi, yaitu :
2. Sebanyak 30% jalur distribusi komoditas cabe di jual di dalam Provinsi Jawa Tengah 3. Sebanyak komoditas produksi.
10% jalur distribusi cabe dijual di sentra
Peningkatan nilai tambah yang maksimal akan diperoleh pada setiap mata rantai bila panen dilakukan di luar musim panen raya (DMPR)
Peran kelembagaan petani sangat menentukan dalam meningkatkan nilai tambah di tingkat petani. Peranan tersebut antara lain: berupa pendampingan teknologi, pengumpulan modal, pengaturan pola tanam, Menjalin kemitraan dengan pengusaha, dan sebagai penjamin kualitas, kuantitas dan kontinuitas untuk memenuhi kebutuhan pasar. DAFTAR PUSTAKA
Adjid, Dudung Abdul. 2001. Makalah” Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian Untuk Pemberdayaan Petani dalam Membangun Pertanian Berwawasan Agribisnis” Lokakarya Penyuluhan Pertanian dalam Era otonomi Daerah, Sukabumi. Anonim. 2010a. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I Tahun 2010. Anonim. 2010b. Laporan Survei Lapangan Produksi dan Pembentukan Harga Komoditas Cabai di Kabupaten Magelang dan Wonosobo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Cabai Merah (Capsicum annum L). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Basuki, RS.1988. “Analisa Biaya dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Merah di Desa Kemurang Kulon, Brebes” Bulletin Penelitian Hortikultura, Vol.XVI (2): 115, 1997. Drucker P. 1985. Inovasi dan Kewiraswastaan. Alih bahasa Rusdy Naib, Penerbit Erlangga, Jakarta.
1. Sebanyak 60% jalur distribusi komoditas cabe di jual ke luar Provinsi Jawa Tengah
618
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Sularno dan Sirait – Dukungan Informasi Pasar terhadap Inovasi dan Pendapatan Petani Cabai
Harjanto, N dan Wati Hermawati, 2004. Manajemen Teknologi Agribisnis, Program Studi Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Natawidjaja, RS. 2001. Dinamika pasar beras domestik Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Yang Dikelola Oleh Petani Kabupaten/ Provinsi. 2009. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, 2005. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol 23 No.1, Juli 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2010. Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Skala FMA Berorientasi Agrbisnis. Santika Adhi, 1995. Agribisnis Penebar Swadaya, Jakarta.
cabai.
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Jagung.2008. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
619