1
PERANAN ASAM HUMAT SEBAGAI SUBSTITUSI PUPUK ORGANIK PADA PADI SAWAH
Suhardjadinata* dan Yaya Sunarya Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No 24 Kotak Pos 164Tasikmalaya 46115, *Penulis Korespondensi: Tlp (0265) 323531 Fax (0265) 325812, E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Asam humat sebagai substitusi pupuk organik (pukan dan kompos) mempunyai peranan untuk memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan tanaman karena memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, kemampuan mengikat air yang besar, bersifat absorbsi, sebagai zat pengompleks, dan kemampuan untuk mengikat polutan dalam tanah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh takaran asam humat terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah milik petani di Desa dan Kecamatan Pagerageng Kabupaten Tasikmalaya dari bulan Nopember sampai dengan bulan Maret 2013. Tanah sawah lokasi penelitian termasuk kedalam order inceptisol. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan yang diuji sebagai berikut : A. 300 kg ha-1 Phonska (NPK : 15: 15 : 15) + 200 kg ha-1 Urea tanpa pupuk organik dan asam humat, (B) 2 t ha-1 Pupuk kandang, (C) 5 t ha-1 Kompos jerami, (D) 2 kg ha-1 Asam Humat, (E) 3 kg ha-1 Asam Humat, (F) 4 kg ha-1 Asam Humat, dan (G) 5 kg ha-1 Asam Humat. Setiap perlakuan diulang 3 kali. Setiap perlakuan yang diberi pupuk organik dan asam humat diberi 300 kg ha-1 pupuk Phonska (NPK : 15:15:15) + 200 kg ha-1 Urea. Hasil penelitian menunjukkan takaran optimum asam humat .untuk meningkatkan produktivitas padi sawah adalah 2 kg ha-1 sampai 3 kg ha-1. Penggunaan asam humat sebagai subtitusi pupuk organik pada budidaya padi sawah selain dapat meningkatkan produktivitas padi juga dalam aplikasinya lebih praktis dan volume yang diperlukan lebih sedikit. Kata kunci : Asam Humat, Produktivitas, Padi sawah. ABSTRACT Humic acid as a substitute for organic fertilizer (manure and compost) has a role to improve soil conditions and plant growth because it has a cation exchange capacity (CEC) is high, a large water binding capabilities, is. absorption, as a complexing agent, and the ability to bind pollutants in soil. The study to find out the effect of dosage of humic acid on the growth and yield of rice. The experiment was conducted in farmer's paddy fields in the village and subdistrict Pagerageng Tasikmalaya District from November to March, 2013.. The soil type of the rice field is inceptisol (latosol). The method used was a randomized block design three replication. The treatments were: A (Phonska (NPK :15 :15 :15) + 200 kg ha-1
2
Urea, B (stable manure 2 t ha-1), C (Rice-straw compost 5 tha-1), D (Humic acid 3 kg ha-1), F (Humic acid 4 kg ha-1), and G (Humic acid 5 kg ha-1). Phonska (NPK :15 :15 :15) 300 kg ha-1 and Urea 200 kg ha-1 was added to plot treated with organic fertilizer and humic acid. The results showed the optimum dose of humic acid .to increase the productivity of paddy rice is 2 kg ha-1 to 3 kg ha-1. The use of humic acid organic fertilizer as a substitute to rice cultivation in addition to increasing the productivity of rice is also more practical in its application and required less volume. Keywords: Humic acid, Productivity, Rice.
PENDAHULUAN Padi merupakan komoditas pertanian terpenting di Indonesia karena padi atau beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun, upaya peningkatan produksi padi saat ini terganjal oleh berbagai kendala, diantaranya disebabkan oleh menurunnya kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas padi (Balai Besar Penelitian Padi, 2004). Menurut Sofyan dkk. (2004), di beberapa daerah sentra padi di Jawa telah terjadi penurunan produktivitas padi sawah meskipun dengan tingkat pengelolaan optimal sesuai rekomendasi. Faktor utama penyebab penurunan produktivitas itu karena menurunnya kadar bahan organik tanah dan akumulasi bahan beracun dalam tanah yang berasal dari pupuk kimia (anorganik), pestisida sintetis dan polutan lainnya. Menurut Karama (2001), lahan sawah di Jawa sebagian besar memiliki struktur
tanah
buruk,
kandungan
mikroorganisme kurang baik.
C-organik
rendah,
dan
kehidupan
Saraswati dkk. (2004), menyatakan bahwa
pengembangan pertanian padi sawah berkelanjutan dengan pendekatan produksi dan
peningkatan
pendapatan
petani
seyogyanya
dilakukan
berdasarkan
peningkatan efesiensi pemupukan, berkelanjutan produktivitas tanah dalam sistem produksi pertanian. Maka praktek eksploitasi sumber daya lahan secara kimiawi harus diminimalkan, sebaliknya upaya-upaya penggunan bahan organik harus ditingkatkan. Salah satu pendekatan yang ditempuh dalam pengembangan padi sawah adalah penggunaan pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) untuk
3
meningkatkan kadar bahan organik tanah dan meningkatkan kehidupan mikroorganisme tanah (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2004). Namun, penggunaan pupuk organik dalam pelaksanaanya sering menghadapi kendala ketersediaan yang sulit dijamin. Anjuran pupuk berimbang yang diartikan mengurangi
penggunaan pupuk anorganik
(kimia) dan
memaksimalkan
pemakaian pupuk organik (kompos dan pupuk kandang), ternyata dalam implementasinya di lapangan sering menemui banyak kesulitan. Persepsi bahwa pupuk organik murahpun sulit dibuktikan, karena meskipun harga satuannya relatif murah tetapi pada aplikasinya dibutuhkan jumlah yang sangat banyak sehingga akumulasi biaya pemupukan menjadi lebih mahal. Berbagai kendala tersebut kiranya dapat diatasi dengan bahan accelerator asam humat. Penggunaan asam humat sebagai pengganti sebagian atau keseluruhan pupuk organik (kompos atau pupuk kandang) akan menjadi solusi atau alternatif terbaik dan moderat untuk memenuhi himbauan penggunaan pupuk berimbang. Beberapa sifat penting dari asam humat yang berhubungan dengan perannya dalam memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan tanaman adalah Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity) yang
tinggi, memiliki
kemampuan mengikat air (Water Holding Capacity) yang besar, memiliki sifat absorbsi,
sebagai
zat
pengompleks
(Chelating/Complexing
Agent),
dan
kemampuan untuk mengikat polutan dalam tanah (Ihdaryanti, 2011). Dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh asam humat, maka asam humat dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman pada sektor pertanian, yaitu melalui meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi penggunaan pupuk kimia
sehingga
dapat
mereduksi
dampak
terhadap
lingkungan
dan
menguntungkan secara ekonomi. Untuk penggunaan yang efektif dan efesien perlu diuji takaran pemberiannya, Pada takaran berapa asam humat dapat memsubtitusi penggunaan pupuk organik untuk mengatasi permasalahan rendahnya bahan organik tanah sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui takaran asam humat yang optimum sebagai substitusi pupuk organik (pukan dan
kompos) untuk
meningkatkan produktivitas padi sawah.
4
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah milik petani Desa Pagerageng, Kecamatan Pagerageng, Kabupaten Tasikmalaya, dengan ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada MH 2012/2013 (bulan Nopember 2012 sampai dengan bulan Maret 2013). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), diulang tiga kali. Perlakuan yang diuji adalah (A) tanpa pupuk organik atau asam humat (kontrol), (B) 2 t ha-1 pupuk kandang, (C) 5 t ha-1 kompos jerami padi, (D) 2 kg ha-1 asam humat, (E) 3 kg ha-1 asam humat, (F) 4 kg ha-1 asam humat, dan (G) 5 kg ha-1 asam humat. Setiap perlakuan diberi pupuk 300 kg ha-1 Phonska (NPK : 15: 15 : 15)+ 200 kg ha-1 Urea. Varietas padi yang digunakan adalah Inpari 1. Bibit umur 18 hari setelah semai ditanam pindah dengan jarak tanam legowo 2:1 (25 x 12,5 cm x 50 cm) sebanyak 2 batang rumpun-1 pada petak dengan luasan 4 x 5 m2. Pupuk kandang dan atau kompos jerami pada perlakuan B dan C diberikan pada saat penggaruan/pelumpuran yaitu dengan cara disebar rata kemudian dibenamkan bersamaan dengan penggaruan. Aplikasi asam humat dilakukan sebanyak dua kali, yaitu setengah takaran dari masing-masing perlakuan diberikan sebagai pupuk dasar pada saat tanam dengan cara dicampurkan dengan pupuk Phonska (NPK; 15:15;15), kemudian setengah takaran sisanya dari masing-masing perlakuan diberikan sebagai pupuk susulan ke-2 bersama-sama dengan pupuk urea pada umur 40 hari setelah tanam. Pupuk Phonska (NPK; 15:15;15) seluruh takaran diberikan pada saat tanam. Sedangkan pupuk urea diberikan sebanyak dua kali, yaitu masing-masing setengah takaran dari masing-masing perlakuan diberikan pada umur 10 hari dan 40 hari setelah tanam. Pengendaian gulma, hama dan penyakit dilakukan secara intensif. Pengairan diberikan secara beselang (intermittent irrigation) dengan interval pergiliran air adalah 7 hari sampai 10 hari sekali, bergantung pada kandisi tanah. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir gabah, bobot gabah kering giling.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Tanah sawah lokasi penelitian termasuk jenis Latosol. Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tektur tanah liat berdebu dengan kandungan liat 51 %, debu 41 % dan pasir 8 %, pH masam (4,61), C-organik rendah (2,02 %), N-total sedang (0,22 %), C/N ratio sedang (11), P2O5 potensial sangat tinggi (75,98 mg100 g-1), tetapi P2O5 tersedia rendah (6,18 ppm), KTK rendah (17,72 cmol.kg1
), susunan kation dapat ditukar (K, Na, Ca, dan Mg) rendah-sedang. Dari sini
terlihat bahwa tingkat kesuburan tanah lokasi penelitian baik fisik maupun kimia tanah termasuk rendah. Pertumbuhan Tanaman Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun pada umur 20 dan 40 hari setelah tanam memperlihatkan perbedaan nyata (Tabel 1). Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah anakan padi pada 20 dan 40 hari setelah tanaman (hst) yang diaplikasi pupuk organik dan dan asam humat berbagai takaran. Tinggi tanaman Jumlah anakan (cm) (batang) Perlakuan 20 Hst 40 hst 20 Hst 40 hst A.Tanpa pupuk organik atau asam humat 41.90 a 68.13 a 11.77 a 22.10 a B. Pupuk Kandang 2 t ha-1 49.40 b 76.50 bc 20.47 c 29.58 c -1 C. Kompos jerami 5 t ha 47.87 b 74.58 b 17.52 b 27.40 b D. Asam humat 2 kg ha-1 48.83 b 77.37 c 20.92 c 32.65 d -1 E. Asam humat 3 kg ha 48.57 b 77.32 c 20.37 c 31.82 d F. Asam humat 4 kg ha-1 47.28 b 76.00 bc 21.07 c 31.43 d -1 G. Asam humat 5 kg ha 49.05 b 76.27 bc 17.52 b 31.07 cd Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Penggunaan pupuk organik dan atau asam humat menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diaplikasi pupuk organik atau asam humat walaupun diberi pupuk kimia dengan dosis yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan padi dengan pupuk kimia (300 kg ha-1 pupuk Poskha + 200 kg ha-1 Urea) pada budidaya padi sistem PTT tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk organik pertumbuhan padinya lebih rendah. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun ini dapat dipahami karena penggunaan pupuk organik dan atau asam humat dapat
6
menciptakan kondisi tanah yang lebih baik karena bahan orgnik maupun asam humat disamping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga terhadap perbaikan sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Peran bahan organik dan atau asam humat yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air. Penggunaan pupuk kandang
2 t ha-1 menghasilkan jumlah anakan per
rumpun lebih banyak dibandingkan dengan yang diberi kompos jerami 5 t ha-1. Hail ini diduga karena nisbah C/N pupuk kandang lebih rendah. Pada C/N ratio yang lebih rendah proses penguraian pada fase awal pertumbuhan lebih cepat dan unsur-unsur hara dapat lebih cepat tersedia dan diserap akar tanaman untuk pertumbuhan. Penggunaan asam humat dibanding dengan pupuk kandang atau kompos jerami tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 20 dan 40 hari setelah tanam. Tetapi, pada rata-rata jumlah anakan per rumpun penggunaan asam humat nyata lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan pupuk kandang atau kompos jerami. Pemberian asam humat dapat memperbaiki kesuburan tanah diduga melaui peningkatan KTK tanah dan peningkatan ketersediaan hara tanah lebih cepat dibandingkan pupuk kandang atau kompos jerami. Dari penelitian Maulana Fajri dkk (2009) menunjukkan bahwa penambahan asam humat dapat meningkatkan kadar N, P tersedia, K tersedia, dan Mg, juga meningkatkan nilai KTK tanah. Seperti yang dilaporkan oleh Orlov, (1985) dalam Maulana Fajri dkk (2009) peningkatan hasil berhubungan dengan fungsi asam humat sebagai soil conditioner yang dapat meningkatkan penyerapan N oleh tanaman, dan meningkatkan efisiensi penggunaan N tanah. Asam humat juga dapat mempertinggi penyerapan K, Ca, Mg dan P. Disamping itu, fungsi asam humat juga sebagai pembawa makro dan mikro nutrien atau zat tumbuh, meningkatkan KTK, Mg, Ca dan K-dd, P tersedia dan menurunkan Al-dd. Wardani (2002) menambahkan bahwa pemberian asam humat dapat memperbaiki kesuburan tanah melalui peningkatan KTK tanah dan peningkatan ketersediaan hara tanah. Antara takaran asam humat yang digunakan satu sama lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah anakan per rumpun, namun demikian pemberian asam humat dengan takaran yang meningkat cenderung
7
menurunkan jumlah anakan per rumpun. Penggunaan asam humat 2 kg ha-1 dan 3 kg ha-1 walaupun tidak nyata menghasilkan jumlah anakan per rumpun lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan asam humat 4 kg ha-1 dan 5 kg ha-1. Hal ini diduga penggunaan asam humat dengan takaran yang lebih tinggi (> 3 kg ha-1) akan lebih memperlabat ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Suwandi (2009) yang menyatakan bahwa asam
humat
mempunyai kemampuan memperlambat proses transfortasi N-amonium menjadi bentuk nitrat dan mengurangi penguapan nitrogen menjadi gas amoniak. Makin tinggi kadar asam humat laju pelepasan nitrogen menjadi nitrat semakin lambat, karena komplek jerapan dan rongga yang dapat menangkap ion ammonium semakin banyak. Dengan demikian, penggunaan asam humat yang telalu banyak dapat mengikat unsur hara lebih kuat, sehingga ketersedian unsur hara bagi tanaman lebih sedikit. Hasil uji pertumbuhan tanaman padi menunjukan bahwa kadar asam humat 3 % lebih baik dibandingakan dengan kadar asam humat 5% (Suwandi, 2009). Komponen Hasil Penggunaan pupuk organik dan asam humat memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah malai per rumpun dan jumlah gabah per malai, namun tidak berbeda nyata terhadap bobot 1000 biji (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per mlai dan bobot 1000 butir gabah bernas yang diaplikasi pupuk organik dan dan asam humat berbagai takaran. Jumlah Jumlah butir Bobot (g) malai gabah malai 1000 butir Perlakuan 1 rumpun-1 gabah-1 (butir) A.Tanpa pupuk organik atau asam humat 20.05 a 116,17 a 32,83 a B. Pupuk Kandang 2 t/ha 25.55 b 121,43 b 32,67 a C. Kompos jerami 5 t/ha 26.20 b 126,70 c 32,90 a D. Asam humat 2 kg/ha 27.97 c 118,87 ab 32,23 a E. Asam humat 3 kg/ha 28.18 c 118,37 ab 32,63 a F. Asam humat 4 kg/ha 25.77 bc 125,30 c 33,17 a G. Asam humat 5 kg/ha 25.37 b 121,57 b 32,40 a Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Jumlah anakan per rumpun pada fase vegetatif mempunyai peran penting dalam kontribusinya terhadap jumlah malai per rumpun yang dihasilkan, karena
8
nampaknya hampir seluruh anakan yang terbentuk menghasilkan malai. Terlihat bahwa petak yang diaplikasi pupuk organik baik itu pupuk kandang maupun kompos jerami dan asam humat menghasilkan jumlah anakan nyata lebih banyak dibandingkan dengan petak yang tidak diaplikasi pupuk organik atau asam humat walau telah diberi pupuk kimia dengan takaran yang sama (300 kg ha-1 Poskha NPK + 200 kg ha-1 Urea). Pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan yang diaplikasi asam humat menghasilkan jumlah malai per rumpun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang diaplikasi pupuk kandang dan atau kompos jerami, Tetapi lebih banyaknya itu nyata pada takaran asam humat 2 kg ha-1 dan 3 kg ha-1, sedangkan dengan takaran 4 kg ha-1 dan 5 kg ha-1 tidak berbeda nyata. Perlakuan yang diaplikasi asam humat 2 kg ha-1 dan 3 kg ha-1 mengasilkan rata-rata jumlah malai per rumpun terbanyak yaitu 27,97 dan 28,18 malai yang berbeda nyata dengan yang diaplikasi asam humat takaran 4 kg ha-1 dan 5 kg ha-1. Hal ini berarti peningkatan takaran asam humat lebih dari 3 kg/ha cenderung menurunkan jumlah malai per rumpun. Pada Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan yang tidak diaplikasi pupuk organik dan asam humat menghasilkan jumlah bulir gabah per malai lebih rendah, namun tidak berbeda dengan perlakuan yang diaplikasi asam humat 2 kg ha-1 dan 3 kg ha1
. Diantara perlakuan yang diaplikasi asam humat, perlakuan yang diaplikasi 2 kg
ha-1 dan 3 kg ha-1 walaupun tidak nyata cenderung menghasilkan jumlah bulir gabah lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya jumlah bulir gabah per malai yang dihasilkan oleh perlakuan tersebut diduga karena jumlah anakan atau jumlah malai per rumpun pada perlakuan tersebut lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada kondisi seperti itu kemungkinan terbentuknya bulir gabah dalam malai lebih sedikit, hal itu diduga karena persaingan sinar matahari dan O2 antara tanaman dalam rumpun atau antara rumpun. Menurut Yoshida (1981), pembentukan bulir gabah ditentukan pada selang waktu 15 – 20 hari sebelum keluar bunga (malai), dan pada fase ini perkembangan tanaman sangat peka terhadap pengaruh luar. Lebih lanjut De data (1981) dan Yoshida (1981) menyatakan bahwa persaingan unsur hara terutama nitrogen,
9
cahaya matahari dan air selama fase reproduksi dapat menurunkan pembentukan bulir gabah. De data (1981) melaporkan hasil penelitian bahwa tanaman yang rapat menghasilkan jumlah malai per satuan luas lebih banyak, tetapi malai yang dihasilkan lebih pendek dengan bulir gabahnya lebih sedikit.
Menurut Parao
(1976), terdapatnya naungan akibat daun-daun saling menaungi/menutupi selama fase reprodusksi akan mempengaruhi pembentukan bulir gabah, sedangkan pada fase pembentukan atau pengisian bulir mempengaruhi persentase gabah bernas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan jumlah bulir gabah per malai di sini, selain disebabkan oleh pasokan unsur hara, juga karena persaingan antara tanaman dalam penyerapan sinar matahari. Jumlah bulir gabah per malai terbanyak dihasilkan oleh perlakuan yang diaplikasi kompos jerami (126,70 bulir) dan yang diapliasi asam humat 4 kg ha-1 (125,30 bulir), sedangkan yang terendah pada perlakuan yang tidak diaplikasi pupuk organik atau asam humat (116,17 bulir). Dalam penelitian ini ternyata aplikasi pupuk organik (pupuk kandang dan kompos jerami) dan asam humat tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir gabah (Tabel 2). Tidak tedapatnya perbedaan diantara perlakuan yang dicoba terhadap bobot 1000 butir gabah menunjukkan bahwa fotosintat yang dihasilkan tanaman untuk pengisian bulir gabah pada malainnya dapat tercukupi. Parao (1976) menyatakan bahwa gabah bernas dipengaruhi naungan selama fase pemasakan bulir gabah. Sedangkan menurut Yoshida (1981) bobot 1000 butir gabah selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama pengisian bulir, juga oleh faktor genetik (varietas). Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh tehadap pengisian bulir gabah adalah unsur hara, cahaya matahari, air, dan O2. Untuk bobot 1000 butir gabah dalam percobaan ini diduga lebih dominan dipengaruhi oleh faktor genetik (varietas). Dalam diskripsi padi varietas Inpari 1 dinyatakan rata-rata bobot 1000 butir gabah adalah 28 g. Pada percobaan ini bobot 1000 bulir gabah berkisar antara 32,23 g sampai 33,17 g, angka tersebut lebih tinggi dengan rata-rata dalam diskripsi, lebih tingginya tersebut diduga pada saat penimbnagan kadar air gabahnya masih relatif tinggi (> 14 %)..
10
Hasil Gabah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik dan asam humat berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering giling (GKG) (Tabel 3.). Tabel 3. Hasil Gabah Kering Giling (GKG) yang diaplikasi pupuk organik dan dan asam humat berbagai takaran. Hasil GKG Peningkatan Perlakuan -1 (t ha ) produktivitas (%) A.Tanpa pupuk organik atau asam humat 5.61 a B. Pupuk Kandang 2 t/ha 6.81 bc 21,39 C. Kompos jerami 5 t/ha 6.21 b 10,69 D. Asam humat 2 kg/ha 6.86 bc 22,28 E. Asam humat 3 kg/ha 7.16 c 27,63 F. Asam humat 4 kg/ha 6.50 b 15,86 G. Asam humat 5 kg/ha 6.69 b 19,25 Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Pada Tabel 3 terlihat, seperti halnya pada komponen pertumbuhan dan komponen hasil bahwa penggunaan pupuk organik (pupuk kandang dan kompos jerami) dan atau asam humat menghasilkan gabah kering giling (GKG) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diaplikasi pupuk organik atau asam humat. Hasil gabah kering giling pada perlakuan yang dipupuk Poskha (NPK : 15: 15:15) 300 kg ha-1 + 200 kg ha-1 Urea) tanpa diimbangi penggunaan pupuk organik menghasilkan gabah kering giling sebanyak 5,61 t ha-1, hasil tersebut nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang diimbangi penggunaan pupuk organik maupun asam humat. Penggunaan 300 kg ha-1 pupuk Poskha (N,P,K; 15:15:15) + 200 kg ha-1 urea (dosis rekomendasi) yang diimbangi dengan penggunaan pupuk kandang 2 t ha-1 dan kompos jerami 5 t ha-1 menghasilkan gabah kering giling masing-masing sebanyak 6,81 t ha-1 dan 6,21 t ha-1, dibandingkan dengan tanpa pupuk organik hasil tersebut meningkat masing- masing sebesar 21,39 % dan 10,69 %. Sedangkan penggunaan asam humat pada takaran 2 kg ha-1, 3 kg ha-1, 4 kg ha1
dan5 kg ha-1 menghasilkan gabah kering giling secara berurut sebesar 6,86 t ha-1,
7,16 t ha-1, 6,50 t ha-1, dan 6,69 t ha-1, dibanding dengan perlakuan tanpa asam humat hasil gabah kering giling meningkat secara berurut masing-masing sebesar
11
22,28 % , 27,63 %, 15,86 % dan 19,25 %. Penggunaan asam humat pada takaran 2 kg ha-1 dan 3 kg ha-1 walaupun tidak nyata menghasilkan gabah kering giling lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pupuk kandang 2 t ha-1, namun hasil gabah menurun bila menggunakan asam humat dengan takaran meningkat (4 kg ha-1 dan 5 kgha-1 Dari percobaan ini dikethui penggunaan asam humat sebagai subtitusi pupuk organik pada budidaya padi sawah merupakan salah satu terobosan atau alternatif untuk mengatasi masalah rendahnya bahan organik tanah. Penggunaan asam humat pada budidaya padi sawah selain dapat meningkatkan produktivitas padi juga dalam aplikasinya lebih praktis dan volume yang diperlukan lebih sedikit. Dengan demikian, penggunaan tenaga kerja untuk pengangkutan dan aplikasinya lebih sedikit. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Takaran optimum asam humat untuk meningkatkan produk tivitas padi sawah adalah 2 kg/ha sampai 3 kg/ha. Penggunaan asam humat sebagai subtitusi pupuk organik pada budidaya padi sawah selain dapat meningkatkan produktivitas padi juga dalam aplikasinya lebih praktis dan volume yang diperlukan lebih sedikit. Saran-saran Untuk mengatasi masalah rendahnya produktivitas padi pada sawah yang kandungan bahan organiknya rendah serta di lapangan sulit mendapat pupuk organik maka disarankan unuk menggunakan asam humat dengan takaran 2 kg/ha sampai 3 kg/ha. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tanah sawah yang jenis tanah dan kadar bahan organiknya berbeda. DAFTAR PUSTAKA Sofyan, A, Nurjaya, dan Antonius Kasno. 2004. Status hara tanah sawah untuk rekomendasi pemupukan. dalam Fahrudin Agus dkk. (Edt). 2004. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. hal 83-136. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan, Bogor.
12
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2004. Pengelolaan tanaman terpadu inovasi sistem produksi padi sawah irigasi. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. IRRI, Los Banos, Philippines. Ihdaryanti, M.A (2011). Asam Humat . URL : Http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/ 46885/A11mai_BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf? sequence=6(ipb) (Online : diakses pada tanggal 09 Maret 2013).
Karama, A.S. 2001. Pertanian organik Indonesia kini dan nanti. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Penggunaan cendawan Mikoriza dalam sistem pertanian organik dan rehabilitasi lahan kritis. Unpad Bandung, 23 April 2001 Maulana, Fajri , Herdhata Agusta, Dwi Asmono (2008). Pengaruh Asam Humat pada Absorbsi Logam Berat Pb, Cd, Ba dan Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tahap Pembibitan.URL :Http://repository.ipb.ac.id/ bitstream /handle/123456789/36613/maulana%20fajri.pdf (Online: diakses pada tanggal 09 Maret 2013). PT Advance Global Greentech.2010. Asam Humat (HUMIKA). URL: http:// en.wikipedia.org/wiki/Humic_acid (Online : diakses pada tanggal Februari 2012). Sarlan Abdulrachman, Hasil Sembiring dan Suyamto. 2011. PemupukanTanaman PadiSawah.URL:http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/berita/infoaktual/511-pemupukan-tanaman-padi. (Online : diakses pada tanggal 09 Maret 2013). Saraswati, Rasti., Tini Prihatini, dan Ratih Dewi Hastuti. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk meningkatkan efesiensi pemupukan dan berkelanjutan sistem produksi padi sawah. dalam Fahrudin Agus dkk. (Edt). 2004. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. hal 169-190. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan, Bogor. Suwardi, Darmawan 2004. Teknologi Pengomposan Bahan Organik sebagai Pilar Pertanian Organik. Proceding Simposium Nasional Pertanian Organik: Keterpaduan Teknik Pertanian Tradisional dan Inovatif. ISBN 979-964671-5, 25-33 Suwardi, Darmawan .2009. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen Melalui Rekayasa Kelat Urea-Zeloit-Asam Humat. URL :http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/45154/_Peningkatan%20Efisiensi%20Pupuk.pdf?sequence=1 (Online : diakses pada tanggal 09 Maret 2013). Wardani, N. 2002. Pengaruh Pemberian Asam Humat Sebagai Bahan Amelioran Tanah terhadap Pertumbuhan dan Serapan Timbal Tanaman Bayam (Amaranthus sp.) pada Tanah yang Tercemar. 13
Yoshida, S. 1981. Fudamental of Rice Crops Science. IRRI, Los Banos, Philippines. Zulkifli, Zaini, Sarlan Abdurrahman,Nyoman Widiarta,Putu Wardana,Diah Setyorini, S. Kartaatmadja, Mohamad Yamin (2011). Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. ISBN: 978-979-1159-29
14
15