1
Pengadopsian Kualitas Maskulin Sosok Pahlawan Oleh Tokoh Snow White dalam Film Snow White and The Huntsman sebagai Bentuk Justifikasi Konstruksi Jender Monika Rizqi DAMAYANTI dan Dr. Susilastuti SUNARYA, M.A Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Bahasa, Universitas Indonesia
[email protected] Abstrak Penelitian ini membahas tentang transformasi tokoh Snow White dalam film Snow White and The Huntsman untuk memenuhi aspek-aspek sosok pahlawan yang berdasarkan pada buku Margery Hourinhan, Deconstructing The Hero (1997). Film ini menunjukkan adanya penyesuasi tokoh Snow White sebagai perempuan menjadi sosok pahlawan yang terjenderkan maskulin. Snow White sebagai perempuan ditampilkan sebagai submisif, pasif, tidak berdaya dan dalam ranah domestik sehingga berlawanan dengan kualitas maskulin sosok pahlawan. Melalui analisis lewat mise-en-scene dalam film, tokoh Snow White menunjukkan pengadopsian terhadap kualitas maskulin sosok pahlawan agar dikukuhkan menjadi pahlawan. Kemudian, simbolisme yang dalam film juga memperlihatkan adanya justifikasi penokohan Snow White dalam konstruksi jender patriarki. KATA KUNCI: Disney; konstruksi jender; kualitas maskulin; sosok pahlawan; Snow White; stereotip jender.
Adopting Masculine Qualities in The Figure of Hero by Snow White Character in film Snow White and The Huntsman as Justification on Gender Construction. Abstract This focus of this study is to examine transformation of Snow White character in film Snow White and the Huntsman to perform aspects of the figure of hero by Margery Hourihan in her book, Deconstructing The Hero (1997). This film demonstrates adjustment Snow White character as woman to be the figure of hero who is gendered as masculine. Snow White as woman is portrayed as submissive, passive, powerless and in the domestic sphere, in contrast with masculine quality in the figure of hero. Through mise-en-scene analysis in film, Snow White character reveals adopting to masculine quality in the figure of hero to be affirmed as a hero. Moreover, symbolism in film displays the justification of Snow White’s characterization in accordance with gender construction based on patriarchal system. KEY WORDS: Disney; gender construction; gender stereotypes; masculine qualities; Snow White, the figure of hero.
Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
2 dipahami
Pendahuluan
terutama
oleh
anak-anak
(Hourihan,1997:1). Dongeng atau cerita Penelitian
untuk
rakyat merupakan bagian dari warisan
menganalisis pengaruh konstruksi jender
budaya yang diturunkan dari generasi ke
dalam membentuk penokohan Snow White
generasi dan sudah dilakukan sekitar 1300
yang terefleksi dalam film Snow White and
abad sebelum masehi oleh masyarakat Mesir.
The Huntsman. Penelitian mengungkapkan
Dalam kebudayaan barat, tema utama yang
praktik sterotip jender dalam penokohan
terkandung
sosok pahlawan yang direpresentasikan oleh
berkisar mengenai kisah-kisah kepahlawanan
tokoh Snow White. Hal ini menjadi menarik
dan
ketika wacana tentang kesetaraan jender
menambahkan bahwa pengetahuan tentang
beredar dalam masyarakat, tetapi dalam
kisah-kisah kepahlawanan
penerapannya perempuan masih ditampilkan
anak-anak
melalui
sebuah kebudayaan tertentu (ibid).
sterotip
perempuan
ini
bertujuan
jendernya.
diartikulasikan
Femininitas dengan
dalam
dongeng
petualangan.
sifat
anak-anak
Charlote
pemahaman
Huck
memberikanan tentang
tataran
Kemudian, pada tahun 1926 Walt
lemah, lembut, pasif, pasrah, penurut dan
Disney
dalam
untuk
kegiatan mendongeng dengan mengubah
menjadi sosok pahlawan yang khas maskulin
format dongeng atau cerita dalam bentukan
yaitu pemberani, aktif, kuat, percaya diri dan
animasi audio-visual yang lebih diminati
ranah publik, perempuan terkonstruksi untuk
anak-anak.
mengikuti
menampilkan
ranah
domestik
maskulinitas.
sehingga
Penelitian
ini
mulai
menggeser
Dalam
popularitas
animasinya,
tokoh-tokoh
Disney
perempuan
memfokuskan pada transformasi tokoh Snow
dengan porsi yang lebih banyak di dalam
White sebagai sosok perempuan menjadi
layar dibandingkan dengan penokohan laki-
sosok pahlawan.
laki akibat pengaruh wacana perempuan
Pada awalnya dongeng Snow White
dalam layar. Walt Disney menampilkan
merupakan cerita rakyat Jerman karangan
perempuan ke ruang publik lewat sosok
Jacob and Wilhem Grimm pada tahun 1812
princesses-nya seperti Snow White (1937),
yang disulap Walt Disney menjadi animasi
Cinderella (1957), Aurora (1959), Ariel
pada tahun 1937. Sebelum teknologi media
(1989),
informasi
televisi
Pocahontas (1995), Mulan (1998), Tiana
ditemukan, mendongeng adalah media yang
(2009) dan Rapunzel (2010). Namun, Disney
tepat untuk menyampaikan nilai, persepsi
tetap menampilkan sosok perempuan sesuai
dan tingkah laku dari generasi ke generasi
dengan
representasi
karena
wacana
konstruksi
elektronik
konten
dongeng
seperti
mudah
untuk
Belle
(1991),
Jasmine
identitasnya jender.
(1992),
dalam
Princesses
Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
3 ditampilkan
dengan
seperti
versi Disney, tetapi Universal menokohkan
memasak, mencuci, menyapu, dan terkurung
Snow White sebagai pahlwan dalam film ini.
di dalam kastil atau menara untuk kemudian
Dalam film ini karakter Snow White diubah
ditolongg
oleh
prince
yang
sebagai sosok pahlawan yang aktif, mandiri,
tampang,
kuat,
pemberani,
dan
agresif, kuat, pemberani, bertekad dan
penolong perempuan. Ditambah lagi Disney
mempunyai kuasa atas dirinya sendiri.
mengkarakterkan tokoh perempuan dengan
Beberapa pendapat mengatakan bahwa film
sifat feminin, lembut, pasif, pasrah terhadap
Snow White and The Huntsman
nasibnya, tidak berdaya, lemah, emosional
dianggap sebagai film yang mengangakat isu
dan ditolong. Lewat penokohan perempuan
feminisme dalam penokohan Snow White
dan
Disney
yang tidak lagi pasif, pasrah, melankolik,
tersebut, anak mulai belajar mengidentifikasi
menunggu pangeran untuk dicium dan
identitas jendernya sesuai dengan jenis
berjuang untuk dirinya.
laki-laki
stage
dalam
acts
charming aktif,
film-film
ini juga
kelamin. Anak-anak belajar menjadi seorang
Jika dilihat secara sekilas penokohan
perempuan dan laki-laki yang ‘seharusnya’
Snow White dalam film Snow White and The
lewat gambaran fisik dan karakter sosok
Huntsman memang ditampilkan berbeda
princesses dan prince charming. Dan dari
dengan Snow White versi Disney. Dalam
tahapan
mulai
Snow White and The Huntsman tokoh Snow
mengetahui adanya perbedaan peran sosial
White ditampilkan mampu melarikan diri
berdasarkan stereotip jender dari sekitar
dari istana ibu tirinya, Ravenna, dan berbalik
mereka termasuk dan secara tidak sadar
mengalahkan Ravenna. Snow White and The
anak-anak tersebut menerapkan apa yang
Huntsman
mereka lihat dalam tingkah lakunya.
mendekonstruksi karakterisasi yang melekat
tersebut
anak-anak
terkesan
mencoba
pada sosok Snow White versi Disney yaitu Pada bulan Juli tahun 2012 muncul
“[t]he Walt Disney Company creates their
adaptasi film Snow White yang berjudul
heroines as helpless and in need of
Snow White and The Huntsman. Film ini
protection, where the male heroes enter the
diproduksi oleh Universal dan disutradarai
action and rescue the heroines (Henke et al.
oleh Rupert Sanders. Snow White versi
234 dalam Matyas, 2000:11)". Karakter
Universal ini secara kasat mata mencoba
Snow White berkembang dari mulanya
mendekonstruksi
sebagai perempuan yang pasif, lemah,
representasi
perempuan
lewat penokohan Snow White versi Disney.
irrasional,
Secara
The
menjadi aktif, kuat, rasional, berkuasa dan
Huntsman mengangkat plot Snow White
pemberani. Pengkarakteran karakter Snow
tematik
Snow
White
and
terdomestikasi
dan
penakut
Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
4 White disesuaikan dengan karakter sosok
mencapai objektif penelitian ini, penulis
pahlawan yang dikemukakan oleh Hourihan.
memaparkan latar belakang penelitian ini
Snow
terkesan
untuk menjelaskan permasalahan yang ingin
berhasil mendobrak pandangan mengenai
diteliti dalam penelitian ini. Kemudian,
perempuan lewat pemenuhan aspek fisik dan
penulis meneliti bagimana film Snow White
kualitas maskulin yang terinternalisasi pada
and The huntsman menokohkan Snow White
sosok pahlawan, tetapi Snow White sebagai
sebagai bentuk tokoh adaptasi film Snow
sosok
dapat
White versi Disney. Selanjutnya penulis
merepresentasikan femininitasnya sebagai
mengamati simbol-simbol yang ada dalam
perempuan.
Snow
White
dalam
tubuh
film lewat narasi, properti, penokohan,
perempuan
hanya
bertranformasi
untuk
pemanggungan
untuk
Penulis mengkaitkan temuan dengan teori
Namun,
konstruksi jender sebagai acuan argumen
dalam menggambarkan sosok pahlawan dan
penulis. Terakhir, penulis mengkongklusikan
sosok perempuan dalam penokohan Snow
pembahasan penokohan Snow White dalam
White, film Snow White and The Huntsman
kesimpulan.
White
versi
Universal
pahlawan
mengadopsi dikukuhkan
tidak
kualitas sebagai
maskulin pahlawan.
dan
cinematic
devices.
masih mengikuti konstruksi jender. Snow White
sebagai
perempuan
lagi-lagi
ditampilkan feminin dan sosok pahlawan ditampilkan maskulin. Masyarakat yang patriarki
menkonstruksikan
dan
Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai praktik stereotip jender dalam penokohan perempuan sebagai
menstrukturkan dikotomi gender tersebut
representasi perempuan
lewat refleksi dan representasi citra di media,
yang patriarkis telah dilakukan oleh beberapa
seperti yang dikemukakan oleh Haskell
peneliti, salah satunya Matyas dan Le guin.
"bahwa film tidak hanya merefleksikan
Vanessa Matyas menulis tentang praktik
'definisi peran yang diterima masyrakat'
sterotip jender yang ada pada film-film
tetapi juga memaksakan definisi femininitas
princesess karya Disney. Dalam esainya
yang sempit " (1987 dalam Hollow, 2000:
yang berjudul “TALE AS OLD AS TIME: A
55).
Textual Analysis of Race and Gender in Penelitian
ini
mengungkapkan
dalam masyarakat
Disney Princess Films” (2000: 5), Matyas
dalam
beragumen bahwa gambaran penokohan
pengkarakteran tokoh Snow White sebagai
Disney princess merupakan praktik stereotip
justifikasi
jender terselubung sebagai awal tahapan
adanya
praktik
atas
sterotip
konstruksi
jender
jender
yang
terimplementasi dalam masyarakat. Untuk Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
5 anak-anak mempelajari stereotip berdasarkan
enterprises” dan “Heroism is gendered”
perbedaan jender.
(ibid). Le Guin mengambil contoh sosok
“This tendency to present masculinity and femininity in stereotypical ways is also commonly used in films. Similar to the ideal representations of males and females created in television and in advertisements, films often create traditional representation of what it is to be male or female. Since “past research additionally indicates that watching televised gender portrayals has an effect on individuals’ real-world genderbased attitudes, beliefs and behaviors”. It is no surprise that the consumption of films also influences the audience members’ gender-based attitudes and beliefs (Morawitz & Mastro 131)” Pendapat tersebut diperkuat oleh Peter Hollindale (1988:19 dalam ibid: 4) yang mengemukakan bahwa “that no text is innocent: all stories are ideological. The ideology may not be overt; indeed…. obviously ideological stories risk being dismissed as didactic. But a writer’s own values are inevitably implicit in the text, seeming simply part of the texture of reality. Kutipan ini menegaskan apa yang ada di dalam cerita bukan semata-mata ditulis dengan apa adanya, namun merupakan refleksi dari realita yang ada di masyarakat. Penelitian
tentang
penokohan
perempuan sebagai pahlawan dilakukan oleh Ursula Le Guin. Ursula Le Guin (Le Guin 1993a:8
dalam
Hourihan,
1997:67)
pahlawan seperti Boadicea dan Joan of Arc yang menerapkan karakteristik pahlawan yang menumbangkan
kekuasaan namun
sebenarnya mereka melakukan konformitas atas kualitas dan dalam kontek kelaki-lakian yaitu pemberani, bertekad kuat, tabah, percaya diri, pasti, terbuka, dan penyerang. Le Guin juga memberi contoh karakter pahlawan wanita seperti Susan dan Lucy dalam Narnia karya C.S bertarung
dalam
negeri
Lewis
yang
Narnia
juga
mengkopi apa yang pahlwan pria lakukan seperti memanah dan berkelahi dan tidak merepresentasikan kualitas feminin mereka sebagai
sosok
pahlawan.
Alih-alih
perempuan membalikkan sterotip feminin dalam tubuhnya yang perempuan, perempun mengadopsi maskulinitas yang melekat pada sosok pahlawan agar dikukuhkan sebagai sosok pahlawan. Hal ini juga terjadi dalam penokohan Snow White agar dikukuhkan menjadi sosok pahlawan. Dalam film Snow White and The Huntsman, tokoh Snow White bertranformasi dari karakter yang feminin menjadi karakter yang maskulin
untuk
menyesesuaikan diri mengikuti aspek sosok pahlawan
yang
dikemukakan
oleh
Hourinhan.
mengatakan bahwa “heroes are traditionally male and the hero myth inscribes male dominance
and
the
primacy
of
male Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
6 Teori dan Metode Pada pertengahan tahun 1970-an
meliputi
tubuhnya.
bahwa
tubuh
Butler
mengatakan
dikostruksikan
untuk
feminisme
menampilkan atau mempertunjukkan suatu
gelombang kedua, citra perempuan mulai
jender tertentu yang sudah dikonstruksikan
diperdebatkan dalam kajian wanita dan
terlebih dahulu sebelum tubuh itu sendiri
budaya populer. Gaye Tuchman dalam
(dalam Prabsmoro, 2006:52). Selain itu,
penelitiannya mengenai citra perempuan
tubuh mengalami ekspos dan penekanan dari
dalam kaitannya dengan muatan media
konstruksi tertentu yang tidak dapat begitu
menyatakan bahwa porsi perempuan dalam
saja dihindari oleh tubuh (Beauvoir dalam
media masih terlalu sedikit dibandingkan
ibid: 60). Secara umum perempuan yang
laki-laki dan hanya mencakup ranah privat
secara
saja (dalam Hollows, 2000:29). Tuchman
mempunyai otot yang lebih sedikit dan
menyimpulkan
bahwa
lebih
postur tubuh yang lebih kecil dibandingkan
merendahkan
perempuan
dibandingkan
dengan laki-laki, hormon yang menjadikan
dengan
mulai
merebaknya
“media
biologis
memang
masyarakat dan ‘salah menggambarkan’
tubuh
kenyataan” (ibid). Friedan yang sependapat
dibandingkan laki-laki, dan organ tubuh
dengan pendapat tersebut menambahkan
yang berbeda dengan laki-laki seperti Rahim
bahwa
dan
secara
implisit
perempuan
perempuan
payudara
lebih
ditakdirkan
yang
emosional
memungkinkan
dalam
perempuan untuk melahirkan dan merawat
pencitraannya di media. “Media menjadi
anak menyandingkan perempuan dengan
salah
bagaimana
sifat feminin yang lemah, pasif, emosional,
perempuan sebenarnya dan berusaha untuk
irasional, penakut, lembut dan ditempatkan
memaksakan citra ‘tradisional’ perempuan”
dalam ranah domestik (untuk mengurus
(ibid: 30). Media sebagai situs representasi
anak). Oleh karena itu, individu yang berada
mengkarakterkan
“kelaki-lakian”
menggambarkan
keadaan
masyarakat
”berusaha
untuk
pada tubuh perempuan berarti perempuan
mengkonstruksi dan menstrukturkan makna
yang
jender”
itu,
berpayudara, dan individu perempuan yang
ranah
disituasikan oleh elemen budaya, sosial, ras,
dalam
dan etnisitas menjadi individu perempuan
(ibid).
penggambaran publik
Oleh
karena
perempuan
menjadi
dalam
salah
merepresentasikan keperempuanan mereka dalam konstruksi sosial yang patriarki. Tubuh
perempuan
terjenderkan
dengan adanya diskursi-diskursi sosial yang
secara
anatomi
bervagina
dan
dalam pandangan masyrakat. Perempuan
dalam
tubuhnya
dan
representasi perempuan dalam pandangan masyarakat
dikonstruksikan
untuk
Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
7 merepresentasikan
identitasnya
lewat
Film sebagai bagian dari diskusi
femininitas. Butler berargumen bahwa kata
sistem masyarakat adalah “lahan yang kaya
representasi
akan penggalian sterotip perempuan…kalau
sendiri
merupaka
sebuah
konstruksi (1990: 2),
kita melihat ada stereotip dalam film, hal ini
“Representation serves as the operative term within a political process that seeks to extend visibility and legitimacy to women as political subject; on the other hand, representation is the normative function of a language which is said either to reveal or to distort what assume to be true about the category of woman.” Argumen ini menerangkan bahwa dalam satu sisi, representasi berfungsi sebagai istilah operatif dalam proses politik yang berusaha untuk memperluas visibilitas dan legitimasi perempuan sebagai subjek politik, dari sisi lain representasi adalah fungsi normatif bahasa yang berarti baik untuk menampilkan atau untuk mengubah apa yang disumsikan sebagi kategori perempuan secara benar.
terjadi
karena
masyarakat”
menjelaskan
bahwa
ada
dalam
(Rosen,1987:30
dalam
ibid:55). Film sebagai sebuah teks yang secara
sadar
dan
mengkonstruksikan
tidak
sadar
telah
pembuat
teks
untuk
mempraktekan ideologi dan wacana yang berdedar di masyarakat yang terefleksi ke dalam teks. Oleh karena itu, masyarakat patriarki akan mengkonstruksikan pembuat teks menjadi pelaku pembedaan jender sesuai dengan wacana yang berlaku.
Laura
Mulvey dalam dalam studinya mengenai perempuan dalam sinema berpendapat bahwa dalam sinema arus utama yang ditumpangi sistem patriarki, laki-laki disebutkan sebagai “pembawa
Butler
sterotip
sebagai
pandangan”
dan
objeknya
perempuan
(Brooks,1997:250).
perempuan tidak dibahasakan lewat sesuatu
Mulvey mengagaskan bahwa “bentuk dan
yang
bahasa dalam film tidak hanya mereproduksi
ajeg.
Representasi
dikonstruksikan
untuk
ideologi patriarki, tetapi juga mereproduksi
mengkategostikan perempuan dalam sistem
para penontonnya sebagai subjek ideologi
bahasa. Hal ini mengacu pada representasi
patriarki.”
perempuan yang dibentuk, didefinisikan, dan
“[p]erempuan
direproduksi
ketentuan-
objek narasi dan menandakan kepasifan,
ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu,
sedangkan laki-laki adalah subjek aktif
perempuan
tubuh
narasi”
untuk
menjadikan perempuan menjadi sosok yang
ketentuan-
dominan, perempuan mengadaptasi kualitas
perempuan menjadi
secara
perempuan
sistemis
berdasarkan
adalah yang
representasi dikonstruksikan
perempuan
lewat
ketentuan dalam suatu sistem yaitu patriarki.
(Hollows, hanya
(ibid:64).
2000:59), berfungsi
serta sebagai
Kemudian,
maskulin
laki-laki
untuk
kebutukan
hasrat-hasrat
untuk
memenuhi
penonton
yang
Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
8 dikonstruksikan
oleh
Untuk
dan cerita (dalam Hourihan, 19977: 4). Film
menampilkan perempuan yang berkuasa atas
Snow White and The Huntsman sebagai
dirinya sendiri di dalam masyarakat yang
korpus penelitian ini menarasikan tokoh
patriarki, perempuan harus mengidentikasi
Snow White sebagai sosok pahlawan. Dalam
maskulinitas
untuk
film Snow White and The Huntsman, wacana
atas
yang terbangun dalam penokohan Snow
dalam
memuaskan pandangan
laki-laki.
dirinya masyarakat
penubuhan perempuan. Pengkonstruksian
White adalah wacana representasi citra Snow sterotip
jender
White sebagai perempuan yang lugu, naïf,
yang ada di film secara implisit ditampilkan
pasrah, pasif, dan hanya mengandalkan
lewat
kedatangan seorang pangeran dan wacana
mise-en-scene.
Mise-en-scene
merupakan frase bahasa prancis yang berarti
mengenai sosok pahlawan
“staging or putting into an action or scene”
digambarkan sebagai
atau untuk istilah lebih umumnya adalah
Hourihan (1997) dalam teori literatur anak-
staging yang mencakup setting, lighting,
anak, tokoh pahlawan mempunyai pola
costume, make-up, stage acts, editing dan
bahwa,
yang selalu
laki-laki. Menurut
camera. Dalam analisis film kritis, istilah
sosok pahlawan adalah pemuda berkulit
mise-en-scene mencakup pada keseluruhan
putih yang berasal dari Inggris, Amerika
penampilan dan perasaan dalam film yang
atau Eropa. Biasanya sosok pahlawan ini
merupakan gabungan apa yang penonton
merupakan
lihat, dengar dan rasakan saat penonton
kelompoknya atau seorang diri dalam
(Barsam
petualangannya;
&
Monahan,
2010:156).
Pengapikasian mise-en-scene dalam story
sosok
seorang
pemimpin
pahlawan
digambarkan
world pada film dibuat menyeruapai apa
meninggalkan
yang ada dalam realita dan menyesuaikan
rumahnya untuk berpetualangn menuju
dengan relasi logis agar penonton dapat
alam liat untuk mencapai tujuannya;
tatanan
beradab
dari
ada
alam liar tersebut dapat berupa hutan,
dihadirkan di dalam layar. Oleh karena itu,
pulau fantasi, planet lain, Afrika atau di
apa yang ada di dalam layar merupakan
luar belahan Eropa, pulau tropis atau
gambaran apa yang ada di masyarakat.
tempat-tempat
merasa
dekat
dengan
apa
yang
Stephen mengatakan bahwa narasi mengandung tiga komponen yang saling
yang
berbahaya
dan
penuh dengan hal-hal magis; sosok
pahlawan
menghadapi
berhubungan yaitu wacana yang ada atau
serangkaian hambatan dan ancaman dari
teks pada tataran luar, cerita, dan makna
musuhnya
yang
berupa
naga
atau
yang ditangkap oleh pembaca pada wacana Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
9 makhluk fasntasi lainnya, binatang liar,
Huntsman dikarakterkan sebagai perempuan
penyihir jahat, raksasa, penjahat, bajak
pasif dan pasrah yang berubah menjadi sosok
laut, atau alien;
pahlawan yang gagah dan kuat. Secara
sosok
pahlawan
mengatasi
musuh-
eksplisit pergeseran penokohan Snow White
musuhnya tersebut karena kualitas sosok
ditujukan
pahlawan yang kuat, berani, cerdik,
perkkembangan
rasional, dan memiliki tekad yang kaut
dianalisis lebih jauh penokohan Snow White
untuk berhasil. Dalam petualangnnya,
masih mengikuti pakem-pakem menganai
sosok pahlwan sering dipertemukan
konstriksi jender yang patriarkis. Lewat
dengan
analisis simbol-simbol yang muncul dalam
seorang
bijak
yang
untuk
menyesuaikan perempuan,
wacana
tetapi
jika
mise-en-scene film ini, penokohan Snow
membantunya; di akhir petualangnya, sosok pahlawan
White dapat diamati lebih jauh untuk melihat
mendapatkan emas yang berlimpah,
perubahan yang terjadi dalam tokoh Snow
harta karun yang bersifat spiritual seperti
White. Penulis menonton film ini berkali-
Holy Grail, perempuan idaman, atau
kali untuk menemukan adegan-adegan yang
terkalahkannya musuh yang selama ini
menampilkan tokoh Snow White dalam
telah mengancamnya;
upayanya
sosok
pahlawan
tersebut
kemudian
menjadi
sosok
pahlawan.
Kemudian, temuan tersebut penulis kaitkan
pulang ke rumahnya, dan mungkin
dengan
mengatasi
yang
simbol dalam film dari beberapa sumber agar
perjalanan
argumentasi penelian lebih objektif. Penulis
pulang, serta ia akan disambut oleh
menggunakan pendekatan konstruksi jender
orang-orang dengan suka cita;
untuk melihat representasi identitas jender
ancaman
menghambatnya
lain
dalam
pendapat
mengenai
representasi
yang diapikasikan pada penokohan Snow Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
White sebagai sosok pahlawan. Penulis juga
mengetahui bagaimana transformasi tokoh
menggunakan buku Deconstructing the Hero
Snow White menjadi sosok pahlawan dalam
(1997) karya Margery Hourihan sebagi
tubuh perempuan yang terkonstruksi untuk
acuan citra pahlawan yang diadopsi oleh
menyesuaikan representasi identitas jender
Snow White sebagai upaya pengukuhan
dalam pandangan sistem patriarki. Tokoh
menjadi sosok pahlawan yang maskulin.
Snow
White
yang
sebelumnya
telah
diketahui masyarakat lewat Snow White
Analisis
versi Disney dalam film Snow White and The Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
10 Pengadopsian Sosok Pahlawan serta Simbolisme dalam “Snow White and The Huntsman” Untuk memperlihatkan transformasi karakter Snow White sebagai perempuan dalam
pandangan
stereotip
jendernya
menjadi sosok pahlawan, tokoh Snow White digambarkan sebagai karakter yang dinamik. Perubahan karakter dari Snow White yang feminin menjadi maskulin dalam upayanya untuk dikukuhkan sebagai pahlawan secara garis disimbolkan besar lewat perubahan setting. Boogs dan Petrie berpendapat bahwa “the setting of a film story may take on strong symbolic overtones when it is used to stand for or represent not just a location but some idea associated with the location” (2006: 103). Setting yang pertama adalah north tower ketika Snow White dikurung oleh Ravenna.
North
tower
sebagai
tempat
pengurungan Snow White diaplikasikan lighting yang gelap dan gloomy. Hal ini menyimbolkan karakter Snow White yang feminin yaitu sebagai sosok yang gelap, lemah,
pasif,
pasrah,
penakut,
dan
terdometikasi. Kemudian dalam north tower, Snow
White
melarikan
diri
dengan
menggunakan sebuah paku. Secara staging,
White seakan mengakuisisi maskulinitas dan kekuatan. Paku juga merupakan penanda perubahan karakter yang semula Snow White terlihat submisif dan pasif saat diraba oleh Finn menjadi agresif dan kuat. Dengan bantuan paku sebagai sumber kekuatan, Snow White mampu melawan Finn dan berhasil kabur. Hal ini menggungkapkan bahwa Snow White sebagai perempuan hanya
dapat
menjadi
kuat
dengan
mengenakan atribut maskulinitas. Selain itu, lighting
juga
digunakan
untuk
memperlihatkan batas antara ranah domestik yang khas feminin dan ranah publik yang khas maskulin. Batas antara ranah domestik dan publik juga ditunjukkan lewat perubahan setting di luar istana sebagai representasi ranah publik. Untuk dapat selamat dari pasukan Ravenna Snow White dihadapkan untuk bertindak maskulin dengan terjun ke laut dengan bebatuan dan dengan deburan ombak yang tinggi. Setelah Snow White terjun dan berhasil berenang menuju pantai, lengan gaun
Snow
White
tersaput
sampai
menunjukkan bahunya yang terbuka seperti lengan gaun Ravenna saat menikahi Raja Magnus.
paku sebagai properti digunakan sebagai relasi logis dalam narasi. Namun, secara simbolisme paku merupakan simbol atribut maskulinitas dan sumber kekuatan, sehingga dengan memegang paku tersebut Snow Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
11 agar dapat selamat. Snow White sebagai perempuan dalam konstruksi masyarakat yang
patriarkis
di’takdirkan’
untuk
mengsinkronisasikan dengan ranah publik yang maskulin. Gb. 1
“Snow White dan Ravenna” (diambil dari
Snow White and The Huntsman, 00:29:57 & 00:06:48 )
Setting berikutnya yang menandakan
Model lengan gaun Snow White yang sama saat Ravenna menikah menyimbolkan bahwa Snow
White
telah
“menikah”
(baca:
berkomitmen) untuk berada di ranah publik dan mengikuti konstruksi yang meliputi ranah publik. Seperti halnya menikah yang mereduksi subjektifitas perempuan, Snow White
mereduksi
subjektifitas
dirinya
tahanan kabur karena eksitensi dirinya sebagai
putri
tidak
diketahui
oleh
masyarakat.
publik, Snow White harus menyesuaikan dirinya dengan mengadopsi maskulinitas. dalam adegan Snow White yang
menunggang kuda putih saat menyelamatkan diri dalam kejaran pasukan Ravenna. Snow White mau tidak mau harus mengikuti takdirnya (baca:konstruksi) yang ‘memaksa’ ia untuk menunggangi kuda putih sebagai simbol maskulinitas. Saat kuda putih tersebut terjebak pasir hisap, Snow White terpaksa meninggalkan kuda tersebut dan lari menuju Dark
Forest.
perubahan karakter Snow White adalah Dark Forest. Dark Forest dinarasikan sebagai awal mula petualangan menemukan jati diri Snow White sebagai sosok pahlawan, serta ranah publik pertama yang mengekspos kualitas maskulin kepada Snow White. Dari Dark Forest, Snow White mengenal kualitas maskulin untuk tetap selamat dengan belajar mengenali
bahaya
dan
belajar
mempertahankan diri lewat The Huntsma. Kehadiran The Huntsman untuk membantu
Untuk dapat bertahan dalam ranah
Seperti
“Dark Forest” sebagai ekspos maskulinitas
Snow
White
terpaksa
mengenyahkan sifat khas perempuan yaitu sentimentil dan empati dan berpikir logis
Snow White bertahan dalam Dark Forest menunjukkan bahwa kualitas feminine Snow White sendiri saja tidak akan mampu menyelamatkan dirinya dan hanya dengan bantuan The Huntsman sebagai gambaran sosok pahlawan yang maskulin, Snow White dapat selamat. Upaya penyesuaian Snow White dengan ranah publik juga dilakukan oleh The Huntsman sebagai agent of change atas kualiatas maskulin. Pertama, The Huntsman merobek gaun Snow White menjadi pendek secara paksa untuk memudahkan Snow White bergerak dan dalam adegan tersebut Snow White hanya pasrah. Pemotongan gaun Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
12 tersebut
Snow
laki yang maskulin tidak punya pilihan untuk
terkonstruksi
mempertahankan kualitas feminintasnya dan
untuk menyesuaikan jendernya yaitu menjadi
dipaksa untuk keluar dari sifat ‘dasar’
manly dan mudah bergerak atau aktif, serta
perempuan yang berhati lembut. Perempuan
ditujukan untuk menginternalisasi sifat aktif
tidak
dalam diri Snow White. Gaun sebagai simbol
menggaplikasikan
femininitas Snow White telah dirobek dan
dikukuhkan sebagai sosok pahlawan. Snow
dilenyapkan oleh belati The Huntsman, yang
White terpaksa mengadopsi maskulinitas
menyimbolkan phallus, sehingga feminitas
untuk mempertahankan eksistensinya dan
Snow
dikukuhkan sebagai sosok pahlawan.
White
mengindikasikan sebagai
White
maskulinitas
bahwa
perempuan
telah yang
terkastrasi
untuk
femininitasnya
tetap agar
Kemudian, di ujung Dark Forest
Huntsman. Hal ini menunjukkan bahwa
Snow White berhasil melewati sisi gelapan
perempuan
telah
sebagai sosok pahlawan dan meninggalkan
terkonstruksi oleh konstruksi yang memihak
citranya sebagai sosok perempuan. Hal ini
pada laki-laki.
ditandai dengan Snow White yang berhasil
tidak
oleh
pilihan
The
mau
terwakili
oleh
diberi
mau
Pengkonstruksian Snow White agar
mengalahkan
troll
yang
menyimbolkan
lebih dapat diterima di ruang publik yang
pengukuhan eksistensi Snow White sebagai
maskulin
The
sosok pahlawan yang berani dan penolong.
White
Secara logis, penarasian kalahnya troll oleh
juga
Huntsman
dapat
dilihat
mengajari
saat
Snow
menggunakan belati untuk membela diri.
Snow
Saat diajari The Huntsman untuk membela
foreshadowing bahwa Snow White bukanlah
diri
tokoh
menggunakan
belati,
Snow
White
menolak melakukannya.
White
yang
ditujukan
biasa
saja,
sebagai
dan
untuk
membangun kesadaran Snow White untuk mengadopsi kualiatas maskulin agar dapat
Snow White : “I couldn’t do that.” The Huntsman : “Well, you might not have a choice.”
mengalahkan sosok yang lebih tangguh dari pada troll nantinya.
(00:43:18—00:43:20, dikutip dari Snow White and The Huntsman)
Kata-kata The Huntsman mengindikasikan bahwa Snow White sebagai perempuan untuk
menjadi
mempunyai
sosok
pilihan
pahlawan
selain
tidak
membunuh.
Perempuan dalam ruang publik milik laki-
Pengkonstruksian Snow White untuk menjadi maskulin Kemudian, peralihan karakter Snow White yang feminin menuju ke maskulin ditandai oleh perpindahan setting Snow White. Setelah berhasil mengalahkan troll, petualangan Snow White dan The Huntsman Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
13 berlanjut
ke
perkampungan
perempuan.
saat tidak ada kehadiran peran laki-laki yang
Setting dalam Dark Forest yang tadinya
melindungi perempuan. Kata mengorbankan
gelap berubah menjadi terang tetapi masih
mengkonotasikan bahwa apa yang mereka
ditampilkan
untuk
lakukan adalah secara terpaksa dan bukan
menarasikan perpindahan waktu menuju
sesuatu yang seharusnya untuk dilakukan.
pagi.
tersebut
Absennya kehadiran dan peran laki-laki
menyimbolkan rasa percaya diri Snow White
dalam perkampungan tersebut, memaksa
yang
sosok
perempuan untuk berbuat lebih dari pada
yang
perannya sebagai perempuan yang berada di
sedikit
gloomy
Peralihan
mulai
pahlawan
setting
terbangun
sebagai
maskulin
seperti
dikemukakan oleh Hourihan bahwa sosok
ranah
pahlawan adalah sosok yang percaya diri
perkampungan
akan
Kualitas
menghilangkan kecantikan (yang seharusnya
maskulin pada sosok Snow White sebagai
mereka miliki sebagai seorang perempuan)
sosok pahlawan mulai muncul dengan
dan juga melakukan peran maskulin laki-laki
terbangunnya rasa percaya diri dan pudarnya
di ranah publik. Kemudian, kata-kata Annna
keraguan dalam dirinya.
bahwa ‘without beauty, we are worthless to
kualitas
dirinya
(1997).
domestik.
Perempuan tersebut
dalam terpaksa
Untuk menjadi sosok pahlawan Snow
rhe Queen’ dapat juga berarti mereka tidak
White juga terekspos untuk pengadopsian
lagi berharga sebagai perempuan (yang
maskulinitas dalam ranah publik oleh tokoh
seharusnya cantik) dan bukan perempuan
Anna.
menanggalkan
pada umunya (yang cantik). Oleh karena itu,
femininitas dan mengadopsi maskulinitas
perempuan untuk keluar dari dirinya yang
diutarakan oleh Anna saat Snow White
dipandang
beristirahat di perkampuangan perempuan.
seharusnya cantik), dan dapat melindungi
Pandangan
untuk
sebagai
perempuan
(yang
diri mereka harus melenyapkan atribut Anna : “Our scars protect us. Without beauty, we are worthless to rhe Queen. It’s sacrifice we made so we could raise our children in peace while their fathers are at war. And you, your sacrifice will come.” (00:57:05—00:57:24, dikutip dari Snow White and The Huntsman, cetak tebal oleh Penulis)
feminin mereka yaitu kecantikan dengan atribut maskulinitas yaitu luka. Menurut Eisaeser dan Hagener bahwa, “[t]he female is represented by her skin. …Skin is also gender-determined in culture: soft for women, taut for men, light for women, dark for men. Acne scars can be seen as masculine, because male skin is seen as a carapace or armor, while women's skin must be yielding and smooth.” (2010:112).
Anna mengatakan bahwa ia mengorbankan kecantikannya agar terhindar dari Ravenna di Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
14 Secara
aktual,
perempuan
dalam Pengukuhan Snow White sebagai sosok yang
perkampungan tersebut menyamarkan atribut menyelamatkan disimbolkan oleh munculnya feminin mereka yaitu kecantikan dengan luka rusa jantan putih sebagai metafora dari mereka agar dapat terlindung dari Ravenna. keadaam alamiah yang mengharuskan Snow Kemudian, dalam dialog tersebut Anna juga White
untuk
bertranformasi
sebelum
memprediksikan bahwa akan tiba waktunya dikukuhkan sebagai sosok pahlawan. Dalam saat Snow White juga berkorban seperti legenda dari bangsa Inggris dan Celtik, rusa mereka. Tentu saja bentuk pengorbanan Snow jantan
putih
dikaitkan
dengan
simbol
White tidak seperti pengorbanan kecantikan keajaiban dan pencerahan. Keajaiban dan seperti yang Anna dan perempuan lain dalam pencerahan dalam hal ini mengacu pada perkampungan tersebut lakukan. Snow White Snow White akan menjadi sosok pahlawan mengorbankan femininitasnya untuk menjadi yang
maskulin
sosok pahlawan yang maskulin, seperti Anna merupakan
karena
bentuk
maskulinitas
pencerahan
atas
yang dapat melindungi diri dari Ravenna kegelapan femininitasnya sebagai sosok dengan menyamarkan kecantikannya dengan pahlawan dalam tubuh perempuan. Snow bekas luka. Snow White yang tadinya feminin White juga seakan diakui sebagai keajaiban terkostruksi
(baca:
menyamarkan
berkorban)
femininitasnya
untuk karena sebagai sosok pahlawan ia berada dangan pada tubuh perempuan. Rusa jantan putih
maskulinitas agar dapat dikukuhkan sebagai dalam sanctuary menyimbolkan masyarakat sosok pahlawan.
yang berusaha mengkonstruksi Snow White untuk
Kemudian, narasi berlanjut dengan perjalanan Snow White dan The Huntsman saat bertemu kedelapan orang kurcaci di sanctuary. Sanctuary sebagai representasi alam luas yang terbuka mengisyaratkan sebagai
ekspos
konstruksi
sosial
yang
‘alami’ dalam upaya pengadopsian kualitas maskulin dalam Snow White. Di Sanctuary tersebut, Snow White bertemu lebih banyak tokoh yang mengakui eksistensinya sebagai seorang
putri
memengonstruksinya
dan untuk
seakan mengadopsi
kualitas maskulin pada sosok pahlawan.
melakukan
transformasi
agar
dikukuhkan sebagai sosok pahlawan yang maskulin Namun, pengukuhan Snow White sebagai sosok pahlawan oleh rusa jantan putih tersebut menjadi ambigu karena secara penampilan fisik dan sifat, Snow White masih menampilkan sisi femininitasnya. Snow White masih bersifat pasif, lemah, tak berdaya dan harus dilindungi oleh The Huntsman
dan
kurcaci,
yang
bertolak
belakang dengan citra sosok pahlawan. Sosok pahlawan yang masih belum muncul pada diri Snow White dianalogikan lewat Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
15 adegan ia menyentuh rusa putih jantan. Adegan
Snow
White
menyentuh
rusa
ditampilkan dengan extreme close-up shot yang memperlihatkan secara jelas telapak dan jari-jari tangan Snow White. Dari shot ini, kuku-kuku Snow White terlihat putih pada ujungnya tetapi hitam pada pangkal-
Gb.2 “Snow White saat memegang rusa jantan putih”
pangkalnya sehingga terlihat kontras dengan
(diambil dari
bulu rusa yang berwarna putih. Shot ini
Snow White and The Huntsman,
01:16:48)
menyimbolkan bahwa femininitas Snow White
yang
kontras
dengan
maskulin sosok pahlawan. Kemudian,warna kuku-kuku
Snow
White
yang
belum
sepenuhnya sama dengan warna bulu rusa tersebut mengisyaratkan bahwa Snow White sebagai seorang yang ditakdirkan untuk memperoleh keajaiban dan pencerahan dari rusa tersebut
belum
sepenuhnya dapat
terpenuhi karena masih ada sesuatu yang menutupi dan harus disesuaikan dalam diri Snow White. Dalam oposisi biner antara perempuan
dan
laki-laki,
perempuan
menempati posisi gelap dan laki-laki sebagai terang, sehingga warna gelap pada kukukuku Snow White berarti femininitas Snow White yang masih ia tampilkan sebagai sosok pahlawan. Oleh karena itu, untuk menjadi sosok pahlawan yang sesuai dengan gambaran masyarakat Snow White harus mengadoptasi
kualitas
maskulintas
dan
menanggalkan femininitas agar dikukuhkan sebagai sosok pahlawan.
Belum terpenuhinya aspek sosok
kualitas
pahlawan
dalam
diri
Snow
White
disimbolkan dengan berubahnya rusa jantan putih menjadi kupu-kupu. Dalam narasi film, secara tiba-tiba salah satu anak buah Finn memanah rusa tersebut dan akhirnya rusa tersebut berubah berkeping-keping menjadi kupu-kupu. Menurut Denise Handlon dalam artikelnya yang berjudul “Butterfly-Symbol of Life and Hope” kupu-kupu secara jeneral merepresentasikan
perubahan
dan
transformasi karena metamorfosis kupu-kupu yang
berbeda
bentuk
pada
fase
kehidupannya, dari ulat menjadi kemompong dan
kemudian
menjadi
kupu-kupu.
Perubahan rusa jantan putih menjadi kupukupu
bertanda
bahwa
untuk
dapat
dikukuhkan sebagai sosok pahlawan, Snow White harus bertransformasi dari sosok perempuan yang pasif, submisif, pasrah, lemah, tak berdaya, dan dalam ranah domestik menjadi sosok pahlawan maskulin. Kemudian, terpanahnya rusa putih jantan dan berubah menjadi kupingan kupu-kupu yang Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
16 terbang merupakan simbolisme bahwa sisi
tertidur dikenakan gaun berwarna putih
femininitas Snow White digambarkan harus
sebagai tanda kematiannya dan dibaringkan
dienyahkan oleh atribut maskulin yaitu
di dalam kastil Duke Hammond dan Snow
‘mengusir’
White. Warna putih pada gaun Snow White
kepingan kupu-kupu dalam rusa putih jantan.
menandakan kematian seperti warna putih
panah
seperti
saat
panah
pada kain kafan dan peti mati atau lambang Transformasi Snow White menjadi sosok
bendera untuk menyatakan menyerah atau
pahlawn maskulin.
kalah. Warna putih juga menyimbolkan White
kalahnya kualitas feminin yang terdapat pada
feminin menjadi maskulin untuk dapat
diri Snow White yang digambarkan patuh,
dikukuhkan
juga
pasrah, lemah, irrasioanal, ragu, tak berdaya,
ditampilkan dalam stage act tertidur. Seperti
dan terdomestikasi dan tergantikan oleh
dalm animasi Disney, Snow White tertidur
kualitas maskulin dalam sosok pahlawan.
setelah memakan apel dari ibu tirinya.
Setelah dibangunkan oleh Hunstman, Snow
Tertidurnya
White yang telah mati seakan diberi jiwa
Proses
tranformasi
menjadi
Snow
Snow
pahlawan
White
dimetaforkan
sebagai proses tranformasi Snow White
baru
untuk
dan
maskulin sosok pahlawan yang ada pada diri
pahlawan
yang
The Huntsman seakan terinternalisasi dalam
tersebut
juga
tubuh Snow White. Snow White yang
diperkuat dengan penggunaan setting hutan
bangun dari tidurnya langsung berubah
bersalju. Saat musim salju tumbuhan hijau
menjadi sosok yang pemberani, kharismatik,
seakan tertidur akibat pergantian musim dan
bertekad, agresif, dan terlihat tangguh yang
akan tumbuh kembali saat musim salju usai.
mencirikan kualitas maskulin. Perubahan
Seperti halnya Snow White yang tertidur dan
karakter Snow White juga ditandai dengan
bangun kembali menjadi sosok pahlawan
make-up-nya. Seiring dengan pengadopsian
maskulin.
yang
kualitas maskulin make-up Snow White
dijadikan stage act tertidurnya Snow White
ditampilkan lebih cerah dan tegas. Garis alis
juga untuk menekankan kepedihan dan
Snow White dibuat lebih tegas dan tebal,
kesedihan yang dirasakan oleh William, The
serta pengaplikasian eye shadow warna
Huntsman dan kurcaci akan tidurnya Snow
natural untuk mempertajam ekspresi mata
White.
Snow White yang menandakan rasa percaya
menidurkan
femininitasnya
bangun menjadi sosok maskulin.
Tranformasi
Setting
hutan
bersalju
oleh The Huntsman yaitu kualitas
diri yang tinggi. Narasi berikutnya berada
kastil
Duke Hammond, tubuh Snow White yang Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
17 mata untuk mempertegas sorot mata Snow White yang lebih percaya diri, berani dan bertekat.
Gb.3 “Snow White setelah bangun dari kutukan tidurnya” (diambil dari Snow White and The Huntsman, 01:43:27)
Selain itu, dalam monolog yang dikatakan oleh Snow White, suara Snow White lebih berat
dan
maskulinitas
lantang dan
untuk
menunjukkan
keberaniannya
kepada
rakyatnya. Karakter dominan Snow White
Gb.4 “Snow White dalam Baju Zirah” (crop oleh penulis, diambil dari Snow White and The Huntsman, 01:53:48 )
yang mencirikan kualitas maskulin juga diperkuat dengan key lighting dan blur background dalam frame Snow White ketika rakyatnya menunduk kepadanya. Semua rakyatnya yang ada di kastil Duke Hammond menunduk setelah Snow White bermonolog, hal ini juag mengungkapkan bahawa setelah Snow White mengadaptasi kualitas maskulin ia dengan mudah mengontrol orang-orang yang ada di sekitarnya termasuk Duke Hammond. Karakter
Snow White juga terlihat sangat mahir menunggang kuda dan menggunakan pedang walau sebelumnya dalam dark forest ia menolak menggunakan belati. Snow White juga berinisiatif untuk memerintahkan para kurcaci untuk membuka gerbang istana, hal ini menunjukkan sikap Snow White yang agresif dan tidak menunggu. Setelah Snow White dan pasukannya sampai di mulut gerbang namun gerbang belum terangkat,
Snow
White
terlihat
semakin maskulin ketika ia memimpin
William berkata pada Snow White agar mundur,
rakyatnya untuk melawan Ravenna. Snow White mengenakan baju zirah, pedang dan tameng dengan rambut dikepang dan diikat
Wiliam : “We must turn back.” Snow White : “No! I gave them my words!”
erat di belakang. Model rambut yang
(01:50:35—01:50:37, kutipan dari
demikian menegaskan bahwa Snow White
Snow White and The Huntsman)
telah mengikat dan mengatur femininitasnya agar dapat menjadi maskulin, serta ditambah
Snow White menolak usulan William dengan
dengan make-up tone yang gelap pada bagian
berteriak dan hal ini mengisyaratkan Snow Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
18 White yang lebih dominan, bertekat dan
oleh Walt Disney menarasikan Snow White
pemberani dari pada William. Penolakan
sebagai sosok pahlawan. Dalam tubuh
Snow White untuk mundur juga merupakan
perempuan dan representasi jendernya Snow
bukti bahwa ia adalah sosok gentleman dapat
White
ditampilkan
dipercaya dan berusaha untuk mewujudkan
untuk
menaati
janjinya. Snow White juga ditampilkan
perempuan,
melakuukan aksi heroik saat Snow White
White yang feminin berbenturan dengan
melawan beberapa pasukan Ravenna dengan
kualitas maskulin yang terinternalisasi dalam
pedangnya, serta scene Snow White yang
sosok pahlawan. Pada awal film, Snow
berani menerjang kibaran api. Aksi Snow
White ditampilkan mengikuti representasi
White tersebut terlihat sangat manly dan
perempuan dalam stereotip jendernya seperti
berbeda dengan karakter Snow White yang
gambaran Snow White versi Disney yang
pasrah di north tower. Kemudian Snow
pasif, pasrah, emosional, penakut, lemah dan
White dengan gagah berani mencari Ravenna
berada di ranah domestik. Namun, ketika
untuk
Snow White keluar dari ranah domestiknya
menuntut
balas
atas
perbuatan
dan
dikonstruksikan
pakem-pakem
sehingga
penokohan
sebagai
kerajaan. Pada akhir narasi film, akhirnya
menjadi sosok pahlawan. Snow White
Snow White berhasil berhasil membunuh
‘diharuskan’ mengadopsi kualitas maskulin
Ravenna tanpa bantuan dari siapapun. Hal ini
yang melekat pada sosok pahlawan agar
membuktikan bahwa Snow White berhasil
dikukuhkan sebagai sosok pahlawan. Upaya
melakukan
sosok
pengadopsian kualitas maskulinitas dalam
pahlawan yang dikemukakan oleh Hourinhan
sosok pahlawan juga didukung oleh tokoh-
bahwa sebagai sosok pahlawan Snow White
tokoh seperti The Huntsman, Anna, William,
pemberani,
berinisiatif,
para kurcaci dan rusa jantan. Hal tersebut
bertekat,
aktif,
kuat
menjadi
percaya dan
diri, mampu
mengalahkan musuhnya.
menegaskan
bertransformasi
perubahan
karakter
Snow White sebagai perempuan menjadi sosok
Kesimpulan
bahwa
dan
Snow
Ravenna kepada dirinya dan mengambil alih
tranformasi
perempuan
menjadi
pahlawan
khas
maskulin
yang
pemberani, kuat, aktif, berinisiatif, rasional dikonstruksikan oleh agen-agen wacana yang
Snow White and The Huntsman yang mengadaptasi dongeng klasik Snow White and Seven Dwarfs karya Grimm Bersaudara yang kemudian diangkat menjadi animasi
meliputinya bahwa sosok pahlawan adalah maskulin dan berada di ranah publik. Dengan demikian, ketika tubuh perempuan Snow White ingin dikukuhkan sebagai sosok pahlawan, ia harus mengadopsi kualitas Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013
19 maskulinitas. Pengadosian karakter Snow White sebagai perempuan menjadi maskulin merupakan justifikasi atas konstruksi jender patriarki
yang memihak laki-laki serta
menjenderkan
sosok
pahlawan
sebagai
maskulin. Dari hasil analisis penelitian ini, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dalam mengkaji
tokoh
Snow
White
sebagai
representasi perempuan. Kemudian, untuk mengetahui pengkarakteran Snow White secara lebih dalam penelitian ini, tokoh Snow White dapat dianalisis menggunakan pendekatan psikoanalisis sehingga dapat diketahui pergolakan Snow White dalam representasikan
identitasnya
sebagai
perempuan untuk menjadi sosok pahlawan.
Boggs, J & Petrie, D. (2008). The Art of Watching Films. New York: McGrawHill. Bordwell, D & Thomson, K. (2008). Film Art: an introduction. New York: McGraw-Hill. Brooks, A. (1997). Posfeminisme & Cultural Studies (S. Wibowo, Terj.). Yogyakarta & Bandung: Jalasutra. Butler, J. (1990). Gender Trouble. New York: Routledge. Elsaeser, T & Hagener, M. (2010). Film Theory: an introduction through senses. New York: Routledge. Handlo, D. Butterflies Symbols of Life and Hope. http://denisehandlon.hubpages.com/hub/B utterflies-Symbols-of-Life-and-Hope (Diakses pada 21 Desember 2012) Hollow, J. (2010). Feminisme, Feminitas, & Budaya Populer. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
Kemudian, untuk mengetahui sudut pandang film Snow White and The Huntsman dalam penonton,
penelitian
selanjutnya
dapat
Hourihan, M. (1997). Deconstructing the Hero. London: Routledge.
hegemoni kekuasaan sehingga dapat dilihat
http://www.merriamwebster.com/dictionary/and (diakses pada 12 November 2012)
bagaimana proses konstruksi sosial dalam
Mulvey, Laura. (1975). Visual Pleasure and
membentuk persepsi pembuat film dan
Narrative Cinema. Retrieved September
penonton saat menonton film ini.
28,
menggunakan pendekatan teori resepsi atau
2012,
from
http://www.jahsonic.com/VPNC.html
Referensi
Sanders, R. (2012). Snow White and The
Barsam, R & Monahan, D. (2010). Looking at the Movie: an introduction. London: W. W. Norton & Company, Inc.
Huntsman. Universal Studio.
Universitas Indonesia
Pengadopsian kualitas ..., Monika Rizqi Damayanti, FIB UI, 2013